Anda di halaman 1dari 63

PENGARUH RAMUAN ROSELLA (Hibicus

sabdarifa) DAN JAHE MERAH(Zingiber officinale


roxb.rubrum) TERHADAP INTENSITAS NYERI
AKIBAT DISMINORRE PADA SISWI SMK
PUTICEUSWARA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Sarjana

Pada Program Studi SI Kebidanan

OLEH :

AZMI LAILATUN NIKMAH


202203152010029

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES

MALANG

2022

i
PENGARUH RAMUAN TEH ROSELLA (Hibicus
sabdariffa) JAHE MERAH (ZIingiber officinale
roxxb.var.rubrum)TERHADAP INTENSITAS NYERI
AKIBAT DISMINORRE PRIMER PADA SISWI SMK
PUTICEUSWARA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan

Pendidikan Pada Program Studi S1 Kebidanan Pada Sekolat Tinggi Ilmu Kesehatan
Kendedes Malang

AZMI LAILATUN NIKMAH


202203152010029

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES

MALANG

2022

i
“MOTTO”

“ Tujuan dari sebuah memeperoleh ilmu itu adalah untuk


diamalkannya, maka ilmu hakiki adalah ilmu yang terefleksikan dalam
kehidupannya, bukan ilmu yang hanya bertengger di kepala”

(Imam Syafi’i)

ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul : PENGARUH RAMUAN TEH ROSELLA (Hibicus


sabdariffa) JAHE MERAH (Zingiber officinalle
roxb.var.rubrum) TERHADAP INTENSITAS NYERI
AKIBAT DISMINORRE PRIMER PADA SISWI SMK
PUTICEUSWARA

Nama Mahasiswa : Azmi Lailatun Nikmah

NIM : 202203152010029

TELAH DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING

PADA TANGGAL,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr.Edi Murwani, AMd.Keb, S.Pd.,MMR Ulfa Nur Hidayati,SKM, M.Kes

Mengetahui,

Ketua STIKes Kendedes Ketua Program Studi

Malang S1 Ilmu Kebidanan

dr. Edi Murwani, A.Md.Keb.,S.Pd.,MMRS An Nisa Fithri, SKM.,MKM

iii
Pengesahan penguji

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI


PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN STIKES KENDEDES MALANG

Judul Skripsi : Pengaruh Ramuan Teh Rosella (hibiscus sabdariffa) Jahe


Merah ( zingiber offiacinale Roxb.var.rubrum) Terhadap
Intensitas Nyeri Akibat Disminorre Primer pada siswi smk
Puticeuswara
Nama : AZMI LAILATUN NIKMAH
NIM : 202203152010029

Malang,
Ketua / Penguji I

An Nisa Fithri, SKM.,M.KM

Anggota Penguji Anggota Penguji

Dr. Edi Murwani, AMd. Keb.,S.Pd.,MMRS Ulfa Nur Hidayati, SKM.,M.Keb

iv
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan


saya, di dalam naskah skripsi yang berjudul “PENGARUH RAMUAN TEH
ROSELLA(Hibicus sabdariffa) JAHE MERAH (Zingiber officinale
roxb.var.rubrum)Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Disminorre Primer pada Siswi
SMK Puticeuswara ” tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh pihak
lain untuk mendapatkan karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebut
dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur jiplakan, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang
telah saya peroleh (S- 1) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal
25 ayat 2 dan Pasal 70).

Malang, 22 November 2022


Yang membuat pernyataan .

Azmi Lailatun Nikmah


NIM. 202203152010029

v
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul:
“PENGARUH RAMUAN TEH ROSELLA (Hibicus sabdariffa) JAHE MERAH
(Zingiber officinalle roxb.var.rubrum) TERHADAP INTENSITAS NYERI
AKIBAT DISMINORROE PRIMER PADA SISWI SMK ”
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Kebidanan Pada Program Studi SI Kebidanan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendedes Malang.
Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. dr. Muljohadi Sungkono, SpOG (K), Pembina Yayasan Kendedes Malang
2. drg Suharwati, Ketua Yayasan Kendedes Malang
3. dr. Endah Puspitorini, MscIH.,DTMPH, PLH Yayayan Kendedes Malang
4. Dr. Edi Murwani, AMd.Keb.,MMRS, Ketua STIKes Kendedes Malang dan
selaku pembimbing I yang bersedia meluangkan waktu guna membimbing
dengan penuh perhatian juga dalam mengawasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini
5. Ibu Annisa Fithri, SKM.,M.KM selaku Kaprodi Kebidanan Program Sarjana
dan penguji pada skripsi ini
6. Ibu Eva Inayatul Faiza, SKM.,M.Kes selaku Koordinator Skripsi Kebidanan
Program Sarjana.
7. Ibu Ulfa Nur Hidayati,SKM.,M.Kes selaku dosen pembimbing II yang
selalu bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dengan penuh
perhatian, ketelitian dalam mengawasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.
8. Ibunda dan kakak-kakakku tercinta yang selalu memberikan dukungan Doa
9. Suami dan anak-anak tercinta yang selalu memberikan semangat, perhatian
juga dukungan doa

vi
10. Direktur RSIA HAJI beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan
pada saya untuk bisa menimbah ilmu di Stikes Kendedes Malang
11. Teman – teman Kamar Bersalin RSIA HAJI dan Teman-teman seangkatan
yang memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan
ini
12. Serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu – persatu yang
telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung dalam
menyelesaikan proposal skripsi ini.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan memberikan
sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Batu , 22 November 2022

Penulis

vii
DAFTAR ISI

MOTTO...................................................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI...................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...................................................................iv
PENYATAAN ORISINALITAS.............................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Remaja
2.1.1 Pengertian Remaja
2.1.2 Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
2.1.3 Fisiologi dan Pertumbuhan Organ Reproduksi Remaja
2.2 Menstruasi......................................................................................14
2.2.1 Pengertian Menstruasi....................................................................14
2.2.2 Fisiologi Menstruasi.......................................................................15
2.2.3 Siklus Menstruasi............................................................................17
2.2.4 Hormon dan Siklus Menstruasi
2.3 Disminorea
2.3.1 Pengertian Disminorea
2.3.2 Jenis Disminorea
2.3.3 Klasifikasi Disminorea...................................................................24
2.3.4 Faktor Resiko Disminorea..............................................................24
2.3.5 Etiologi Disminorea Primer............................................................26
2.3.6 Patofisiologi Disminorea Primer....................................................27
2.3.7 Pengobatan Disminorea Primer
2.3.8 Pengukuran Skala Nyeri pada Disminorea Primer
2.4 Jahe Merah
2.4.1 Klasifikasi Jahe Merah
2.4.2 Morfologi Jahe Merah ...................................................................33
2.4.3 Kandungan Jahe Merah terhadap disminorea
2.5 Rosella
2.5.1 Klasifikasi Rosella
2.5.2 Morfologi Rosella...........................................................................36
2.5.3 Kandungan Rosella terhadap diminorea.........................................37
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN...................38
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Hipotesis Penelitian........................................................................40
BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................41
4.1 Rancangan Penelitian.....................................................................41
4.2 Populasi Sample dan Teknik Sampling..........................................42
4.3 Variabel Penelitian.........................................................................43
4.4 Lokasi dan waktu Penelitian

viii
4.5 Instrumen Penelitian
4.6 Definisi Operasional
4.7 Prosedur pengumpulan data
4.8 Diagram Alur Penelitian ....................................................................
4.9 Analisa Data ...................................................................................50

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Remaja atau yang dikenal dengan istilah Aldolescent diartikan sebagai

proses menuju kematangn baik secara fisik, psikologis dan sosial(Mayasari et

al.,2019). Menurut World Health Organization(WHO) menjelaskan seseorang

dikatakan remaja apabila berada di kisaran usia 10 sampai dengan 24

tahun(Mayasari et al.,2019). Kematangan remaja ditandai dengan terjadinya

pubertas, pada perempuan salah satu tanda pubertas ditandai dengan terjadinya

menarche atau menstruasi pertama(Azizah,2013). Siklus menstruasi pada wanita

terjadi secara periodic dan siklik yang disebabkan karena deskuamasi

endometrium(Prayuni et al.,2018). Menstruasi yang dialami oleh perempuan

dapat menimbulkan masalah, salah satunya adalah nyeri haid atau

disminore(Alatas dan Larasati.,2016). Masalah tersebut merupakan gangguan

ginekologis yang disebabkan karena faktor hormonal ataupun disebabkan karena

adanya penyakit pelvis(Setyowati,2018).

Prevalensi kejadian disminore yang paling banyak dialami oleh remaja

yaitu disminore primer, sebanyak 90% remaja perempuan di seluruh dunia

mengalami dismonore primer sebanyak 50%(Berkley,2013). Data menjelaskan

10-20% remaja perempuan yang mengalami disminore primer mengalami gejala

cukup parah(Berkley,2013). Sedangkan, di Indonesia prevalensi kejadian

disminore sebesar 64,25% dimana 54,9% mengalami disminore primer dan

9,36% disminore sekunder. Disminore primer yang dialami oleh remaja

1
perempuan di Indonesia tercatat sebanyak 60-75% remaja. Prevalensi disminore

di Kota Malang kejadian disminore primer sebesar 12,2%(Handayani,2012)

Disminore primer ditandai dengan nyeri ringan sampai akut dibagain

perut akibat sekresi hormone prostaglandin yang berlebih selama

menstruasi(Guyton and Hall,2007). Disminore primer tidak disebabkan karena

kondisi patologis namun, disebakan karena ketidakseimbangan hormone(Guyton

and Hall,2007). Onset disminore primer terjadi dalam kurun waktu 6 sampai 12

bulan setelah menarche dengan durasi nyeri berlangsung selama sampai 72

jam(Latthe,2012). Kondisi tersebut disebabkan karena sekresi prostaglandin

yang berlebih merangsang peningkatan enzim cyclooxygenase(COX2) yang

menyebabkan hipertonus dan vasokonstriksi pada miometrium sehingga terjadi

iskemia yang menyebabkan nyeri pada bagian bawah perut(Guyton and

Hall,2007). Nyeri disminore primer dapat dikurangi dengan memberikan terapu

farmakologi dan non farmakologi(Handayani,2012).

Terapi farmakologi pada disminore primer dapat diberikan Non Steroid

Inflammatory Drugs(NSAID), pemberian obat tersebut dapat mengahambat

halur enzim cyclooxygenase(COX2)(Ryan,2017). Namun, penggunaan dalam

jangka panjang tidak diperkenankan karena terdapat beberapa efek samping

yaitu edema serebral, hipertensi dam gagal ginjal(Roberts et al.,2012). Selain

terapi farmakologi, terapi non farmakologi juga dapat diberikan pada penderita

disminore primer salah satunya dengan pemberian minuman

herbal(Handayani,2012). Pemberian terapi non farmakologi dengan

memanfaatkan tumbuhan herbal Jahe merah(Zingiber officinale

Roxb.var.Rubrum) dan Rosella(Hibiscus sabdariffa) merupakan tumbuhan

2
herbal yang baik dikonsumsi bagi remaja dengan disminore

primer(Fauziyah,2019). Kandungan yang terdapat dalam Jahe merah(Zingiber

officinale Roxb.var.Rubrum) seperti fenol, flavonoid, tannin, gingerol, shogaol

dan resin mampu mengurangi intensitas nyeri pada disminore primer karena

kandungan kimia didalamnya mampu mengurangi aktivitas enzim

cyclooxygenase(COX2) sehingga kadar prostaglandin menurun(Setyawn dan

Sri,2013). Kandungan kimia dalam Jahe merah mampu menurunkan nyeri

disminore primer dala waktu 72 jam(Ramli dan Santy,2017). Sedangkan,

Rosella(Hibiscus sabdariffa) mempunyai kandungan kimia arginine, lysine,

cysteine, histidine, isoleucine, leucine, methionine, phenylalanine, threonine,

trypthopan, tyrosine, valine, asparatic acid, glutamcacid, alanine, glycine,

praline dan serine(DEPKES dalam Afifah Nur,2020). Analisis fitokimia

menunjukan kandungan fenol dan flavonoid dalam Rosella mampu mengurangu

intensitas nyeri disminore primer dengan cara menghambat siklus

cyclooxygenase(COX) sehingga sintesis prostaglandin menurun(Ramli dan

Santy,2017). Kandungan kimia dalam rosella efektif menurunkan nyeri

disminore primer dalam kurun waktu 48 sampai 72 jam(Ramly dan Santy,2017).

Berdasarkan uraian diatas terdapat kemungkinan pemberian Jahe merah

yang dikombinasikan dengan rosella memiliki pengaruh dalam menurunkan

intensitas nyeri pada disminore primer. Maka, ingin dibuktikan “Pengaruh

Pemberian Ramuan Jahe merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum)

Rosella(Hibiscus sabdariiffa) terhadap penurunan Intensitas akibat disminore

primer pada siswi SMK Puticeuswara”.

3
1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemberian Ramuan Jahe merah(Zingiber officinale

Roxb.var.Rubrum) Rosella(Hibiscus sabdariiffa) dapat menyebabkan penurunan

intensitas nyeri akibat disminore primer pada siswi SMK Puticeuswara ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pemberian ramuan Jahe merah(Zingiber officinale

Roxb.var.Rubrum) Rosella(Hibiscus sabdariiffa) terhadap intensitas nyeri

akibat disminore primer pada siswi SMK puticeuswara

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui intensitas nyeri akibat disminore primer tanpa pemberian ramuan

jahe merah dan rosella

2) Mengetahui intensitas nyeri akibat disminore primer dengan pemberian

ramuan jahe merah rosella

3) Menganalisis pengaruh pemberian ramuan jahe merah dan rosella

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat akademik

Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Pengaruh Pemberian

Ramuan Jahe merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum) Rosella(Hibiscus

sabdariiffa) terhadap penurunan Intensitas nyeri akibat disminore primer pada

siswi SMK Puticeusawara.

4
1.4.2 Manfaat Praktis

Sebagai dasar informasi kepada masyarakat nantinya mengenai

pengobatan yang dapat dilakukan pada remaja yang mengalami disminore

primer.

5
BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

Remaja atau yang dikenal dengan istilah Aldolescent, puberteit dan youth

diartikan sebagai proses tumbuh menuju kematangan baik secara fisik,

psikologis dan sosialnya (Mayasari et al.2019,). Remaja juga diartikan sebagai

masa peralihan dari masa anak – anak menuju masa dewasa yang ditandai

dengan perubahan dalam bermacam aspek, seperti aspek pengetahuan (kognitif),

perasaan (emosional), interaksi sosial (sosial) dan juga akhlak (moral)

(Kusmiran,2011). World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja

dalam beberapa tahapan, remaja (aldolescence) adalah remaja dengan rentang

usia 10 sampai 19 tahun sedangkan anak muda (youth) diartikan sebagai remaja

dengan rentang usia 20 sampai 24 tahun (Mayasari et al.,2019).

Pertumbuhan dan perkembangan masa remaja secara fisik akan ditandai

dengan pematangan fungsi dari organ – organ reproduksi atau yang disebut

dengan pubertas. Pubertas dianggap sebagai masa penting dan memiliki

pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan setiap individu karena akan terjadi

berbagai perubahan pada organ fisik. Terjadinya kematangan jasmani bagi

wanita biasa ditandai dengan adanya menstruasi pertama/menarche (Azizah,

2013; Mayasari et al.,2019).

6
2.1.2 Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Pertumbuhan dan perkembangan tebagi dalam berbagai tahap, aspek dan

karakteristik. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan remaja menurut

Wirenviona (2020)| terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu :

1) Remaja awal (rentang usia 11 sampai 13 tahun)

Remaja awal atau early adolescence pada masa ini anak akan

memiliki sifat egosentris yang menyebabkan anak mengedepankan ego

serta emosinya sehingga menyebabkan menilai suatu hal hanya dari

perspektif dirinya sendiri tanpa mendengar dan mempertimbangkan

pendapat oranglain disekitarnya(Mayasari et al.,). Dalam segi fisik dan

juga fungsi reproduksi pada tahapan remaja awal sudah muali terjadi

kematangan seksual. Menurut Walton (1994) menjelaskan kematangan

seksual pada remaja putri terjadi pada rentang usia 9-15 tahun. Perubahan

seksual yang terjadi ditandai dengan perubahan bentuk tubuh dan juga

fungsi seksual yang menyebabkan rasa ingin tahu dalam diri anak terhadap

perkembangan seksual yang dialaminya.

2) Remaja pertengahan (usia 14-17 tahun)

Remaja pertengahan atau middle adolescence pada masa ini anak

sudah mulai mencari identitas diri, mulai timbul keinginan untuk

menyukai lawan jenisnya serta pada beberapa individu sudah mulai

berkhayal tentang seks. Pada masa ini, remaja akan mengalami perubahan

bentuk fisik yang mendekati kedewasaan. Perkembangan fungsi seksual

pada remaja putri ditandai dengan terjadinya siklus menstruasi,

perkembangan seksual yang semakin matang pada masa remaja

7
pertengahan memerlukan asupan gizi yang cukup dan baik sehingga

pematangan organ – organ reproduksinya dapat berlangsung dengan

maksimal(Mayasari et al.,;Rahayu et al;2017). Pertumbuhan seks pada

remaja putri juga ditandai dengan perkembangan seks sekunder

diantaranya tinggi dan berat badan bertambah, pantat dan pinggul

membesar, perkembangan payudara, tumbuh rambut pada area ketiak dan

alat kelamin dan kulit menjadi lebih halus(Rahayu et al.,2017).

3) Remaja akhir (usia 18-20 tahun)

Remaja akhir atau late adolescence pada masa ini remaja sudah

dikenal sebagai individu yang mulai memahami masa dewasa hal tersebut

dapat dilihat dari beberapa hal seperti, memiliki ego yang lebih mudah

bergaul dengan orang lain dan juga ingin mencari pengalaman baru,

menunjukan minat terhadap intelektualitas, mampu menyeimbangkan

antara kepentingan individu dengan orang lain, memiliki identitas seksual

yang pasti, memiliki batasan terhadap diri sendiri serta mampu memilah

baik dan buruk(Rahayu et al 2017.,Wireviona,2020).

2.1.3 Fisiologi dan Pertumbuhan Organ Reproduksi Remaja

Fisiologi organ reproduksi remaja akan lebih terlihat ketika memasuki mas

pubertas (Manuaba,1998). Pubertas pada remaja dimulai pada saat usia 13

sampai 16 tahun yang ditandai dengan sekresi hormon – hormon yang berkaitan

dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik serta seks hal tersebut

menyebabkan seorang remaja putri akan mengalami perubahan seks sekunder

dan juga mentruasi pertama atau menarche(Muzyynah,2002). Selanjutnya,

menarche diikuti dengan siklus menstruasi yang belum teratur hal tersebut

8
disebabkan karena folikel de Graaf belum melepaskan pvum atau yang dikenal

dengan istilah ovulasi (Manuaba,1998) Siklus menstruasi tanpa diikuti dengan

ovulasi, memberikan kesempatan pada hormone gonadotropin untuk

menumbuhkan tanda seks sekunder pada wanita. Menstruasi akan berlangsung

secara teratur ketika sudah memasuki usia 17 sampai 18 tahun hal tersebut

sebagai pertanda bahwa wanita sudah memasuki kematangan alat

reproduksi(Manuaba,199). Menurut Guyton(2006) pematangan organ – organ

reproduksi wanita dipengaruhi oleh hormon yang dihasilkan oleh aksis

hipotalamus, hipofisis dan ovarium, diantaranya :

1) Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) merupakan hormon yang

dihasilkan oleh hipotalamus di otak. Gonadotropin Releasing Hormone

(GnRH) mempunyai fungsi merangsang hipofisis anterior untuk

menghasilkan hormon gonadotropin yaitu Folicle Stimulating Hormone

(FSH) dan Lutheinzing Hormone (LH)(Beme,2000).

2) Folicle Stimulating Hormone (FSH) merupakan hormon yang dihasilkan

akibat respon hormone Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)

terhadap hipofisis anterior(Beme,2000). Hormon ini berfungsi dalam

pertumbuhan dan pematangan folikel granulosa di ovarium wanita, Folicle

Stimulating Hormone (FSH) terikat pada reseptor spesifik pada membrane

plasma sel target yaitu sel folikel di ovarium|(Beme,2000).

3) Lutheinzing Hormone (LH) sama dengan Folicle Stimulating Hormone

(FSH) hormone ini disebut juga hormone gonadotropin yang dihasilkan

oleh sel – sel kromofob hipofisis anterior(Dunn,2002).Hormon ini

bekerjasama dengan Folicle Stimulating Hormone (FSH) dalam memicu

9
perkembangan folikel dan menyebabkan ovulasi pada pertengahan

siklus(Beme,2000).Reseptor Lutheinzing Hormone (LH) terikat pada

reseptor membran plasma dan menstimulasi sekresi progesterone oleh sel

korpus luteum(Beme,2000).

4) Esterogen merupakan hormon yang dihasilakan oleh sel teka interna

folikel ovarium, dari beberapa jenis hormon esterogen estradiol merupakan

hormon yang paling umum berkaitan dengan reproduksi wanita.Fungsi

hormone esterogen untuk membentuk ciri – ciri perkembangan seksual

pada wanita, membantu mengatur temoeratur suhu, membentuk

ketebalasan endometrium pada saat siklus menstruasi serta menjaga

kuantitas dan kualitas cairan serviks(Beme,2000). Hormon esterogen rata –

rata mulai dihasilakn dalam tubuh 13 sampai 16 tahun seiring dengan

pertumbuhan folikel primordial, hormon inilah yang menyebabkan

pertumbuhan tanda seks sekunder pada wanita dan juga pengeluaran darah

menstruasi pertama atau menarche (Manuaba,1998).

5) Progesteron hormon ini dihasilkan oleh korpus luteum, plasenta dan

folikel. Hormon progesterone merupakan hormone steroid yang dapat

ditemukan sebesar 2% dalam keadaan bebas, 80% terikat dengan albumin

dan 18% ke globulin. Efek dari progesterone diantaranya:

a) Menyebabkan perubahan siklik uteri atau vaskularisasi endometrium

yang memudahkan uterus untuk menerima ovum yang telah dibuahi

b) Merangsang pembentukan lobules dan sekresi alveoli yang terjadi

akibat rangsangan prolactin dipayudara

10
c) Menghambat sekresi Lutheinzing Hormone (LH) serta

meningkatakan efek inhibin esterogen sehingga ovulasi

terhambat(Johnson,1988)

Rangsangan sensori:
Korteks Rangsangan
Serebri - Visual
Hambatan
- Penciuman
Inhibitor - Perabaan
pubertas - Pendengaran
- Perasa

Nukleus
Faktor emosi
amygdale
- Saraf simpatis dan
parasimpatis
Strie terminalis

Hipotalamus
Nuklei Supraoptikal
Nuklei Paraventrikular

Hipofisis anterior
Lobus anterior Lobus
posterior

Folicle Stimulating Lutheinzing Hormone


Hormone (FSH) (LH)

Oogenesis Ovulasi dan korpus


luteum
Maturasi folikel
Produksi esterogen dan
Produksi esterogen
progesteron

Bagan 2.1 Hubungan Aksis Neuro Hipotalamus Hipofisis Ovarium Manuaba,1998)

11
Terdapatnya beberapa hormon selama masa remaja menyebabkan

perubahan pada organ seks perempuan baik interna maupun externa. Pada masa

puber jumlah esterogen yang dihasilkan akan bertambah 20 kali lipat bahkan

lebih, namun pada saat pubertas organ seks perempuan belum berubah menjadi

dewasa(Guyton,2006). Fungsi primer hormon reproduksi akan menyebabkan

proliferasi seluler dan pertumbuhan jaringan dari organ sex dan juga pada

jaringan lain yang berkaitan dengan system reproduksi diantaranya:

1) Uterus

Pada masa puber jumlah hormon esterogen yang dihasilkan akan

meningkat 20 kali lipat bahkan lebih, meskipun mengalami peningkatan

organ seks remaja belum berubah menjadi dewasa. Peningkatan tersebut

akan menyebabkan ukuran ovarium pada masa pubertas akan mengalami

perubahan ukuran menjadi lebih besar(Guyton,2006). Sedangkan,

hormone progesteron yang disekresikan oleh korpus luteum akan

membantu perubahan endometrium uterus selama pertengahan hingga

akhir dari siklus bulanan wanita dan juga mempersiapkan uterus sebagai

tempat implantasi ovum yang telah dibuahi(Guyton,2006). Progesteron

juga berfungsi untuk mengurangi frekuensi dan intensitas kontraksi uterus

yang berlebih yang bisa menyebabkan munculnya nyeri pada saat haid

ataupun luruhnya ovum yang sudah tertanam di

endometrium(Guyton,2006).

2) Tuba Fallopi

Perubahan pada tuba fallopi ketika wanita memasuki usia

pubertas ialah terjadinya proliferasi dari lapisan jaringan glandular dan

12
bertambahnya jumlah epitel bersilia yang melapisi tuba fallopi sebagai

efek dari sekresi hormon esterogen. Perubahan lain yang disebabkan

karena sekresi hormon progesterone terhadap tuba fallopi adalah

membantu meningkatkan sekresi dari lapisan mukosa tuba yang berperan

penting sebagai sumber nutrisi untuk ovum apabila dibuahi(Guyton,2006).

3) Payudara

Peningkatan hormone esterogen menyebabkan perkembangan

jaringan stromal payudara, pertumbuhan system duktus payudara serta

penyimpanan lemak di payudara. Hormon esterogen juga mempunyai

peran dalam pertumbuhan dan karakteristik penampilan luar dari payudara

sedangkan progeteron berperan dalam perkembangan

payudara(Guyton,2006).

4) Vagina

Pada masa pubertas ukuran vagina akan berubah menjadi lebih

besar karena terdapat penimbunan lemak di bagian atas pubis dan labia

mayora, efek lain dari hormon esterogen ialah merubah epitel vagina dari

bentuk kuboidal menjadi stratified yang menyebabkan vagina lebih tahan

terhadap infeksi dan trauma(Guyton,2006).

5) Rambut

Hormon esteregon tidak berperan banyak terhadap pertumbuhan

rambut selama masa puber. Tumbuhnya rambut di area pubis dan ketiak

lebih banyak diperankan oleh hormon androgen yang juga berkaitan

dengan distribusi dan peningkatan jumlah(Guyton,2006).

6) Kulit

13
Perubahan kulit selama masa puber terlihat dari tekstur kulit yang

lebih lembut dan lebih halus sebagai efek dari penigkatan hormone

esterogen dan juga pembuluh darah di kulit menjadi lebih banyak yang

menyebabkan suhu tubuh akan lebih meningkat(Guyton,2006).

2.2 Mentruasi

2.2.1 Pengertian Menstruasi

Menstruasi diartikan sebagai perdarahan secara periodik dan siklik yang

disertai dengan deskuamasi (pelepasan) endometrium(Prayuni et al.,2018).

Menurut Prawirohardjo (2011) menstruasi didefinisikan sebagai perdarahan

yang disebabkan akibat interaksi kompleks yang melibatkan sistem hormon

dengan organ tubuh, yang terdiri dari hipotalamus, hipofisis, ovarium dan uterus.

Terjadinya menstruasi karena perubahan sistem reproduksi yang ditandai dengan

produksi Folicle Stimulating Hormone (FSH)-esterogen dan Lutheinzing

Hormone (LH)-progesterone(Syarif Isna,2022). Menstruasi merupakan

perdarahan yang terjadi dari dalam rahim dimulai sejak 14 hari setelah

ovulasi(Sinaga et al.,2017). Siklus menstruasi berlangsung selama 24 dan tidak

melebihi 35 hari dengan lama menstruasi 3-7 hari dengan volume darah yang

dikeluarkan selama menstruasi berlangsung tidak lebih dari 80 ml(Amal dan

Lestari,2019).

2.2.2 Fisiologi Menstruasi

Menstruasi diartikan sebagai proses luruhnya endometrium akibat sel telur

tidak dibuahi sehingga mengalami deskuamasi atau peluruhan yang keluar

berupa darah haid(Wagiyo,2016). Menurut teori neurohormonal terjadinya

14
menstruasi sangat bergantung pada hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus-

hipofisis anterior dan ovarium. Hipotalamus akan menskresikan Gonadotropin

Releasing Hormone (GnRH) yang kemudian disalurkan ke sel – sel

adenohipofisis untuk merangsang pelepasan Folicle Stimulating Hormone (FSH)

dan Lutheinzing Hormone (LH) oleh hipofisis

anterior(Wagiyo,2016).Hipotalamus memiliki dua pusat yaitu, nucleus arkuatus

yang berada dibelakang hipotalamus berfungsi sebagai pusat tonik sedangkan

suprakiasmatik berfungsi sebagai pusat siklik yang mengawasi lonjakan

Lutheinzing Hormone (LH) atau yang disebut dengan LH surge terjadi pada

pertengahan siklus haid yang menyebabkan terjadinya ovulasi(Wagiyo,2016).

Selama menstruasi akan terjadi perubahan kadar hormon yang disebabkan oleh

mekanisme feedback (umpan balik) dari hormon steroid dan hormone

gonadotropin, sedangkan hormon esterogen mengirimkan feedback negatitf

terhadap Folicle Stimulating Hormone (FSH). Hormon esterogen juga akan

mengirimkan feedback positif terhadap kadar Lutheinzing Hormone (LH)

apabila kadarnya tinggi dan mengirimkan feedback negatif apabila kadarnya

rendah(Wagiyo,2016).

Peningkatan Folicle Stimulating Hormone (FSH) akan terjadi pada saat

menstruasi berlangsung hal tersebut menyebabkan folikel berkembang.

Tingginya kadar Folicle Stimulating Hormone (FSH) disebakan karena regresi

korpus luteum. Berkembangnya folikel menyebabkan peningkatan esterogen

yang kemudian mengirimkan feedback negatif terhadap kadar Folicle

Stimulating Hormone (FSH) mengalami penurunan, sedangkan terhadap kadar

Lutheinzing Hormone (LH) esterogen mengirimkan feedback positif yang

15
menyebabkan peningkatan kadar Lutheinzing Hormone (LH) yang membantu

dalam pembentukan folikel(Wagiyo,2016). Perkembangan folikel akan berakhir

ketika kadar esterogen dalam plasma mencapai puncaknya, hal tersebut

menyebabkan umpan balik positif dikiramkan ke pusat siklik sehingga lonjakan

Lutheinzing Hormone (LH) atau LH surge terjadi pada saat pertengahan siklus

mentruasi yang menyebabkan terjadinya ovulasi(Wagiyo,2016). Peningkatan

Lutheinzing Hormone (LH) hanya terjadi dalam 24 jam ketika kadarnya sudah

berangsur turun maka folikel yang mengalami ovulasi akan berubh menjadi

korpus rubrum dan korpus luteum yang nantinya menghasilkan hormon

esterogen dan progesterone. Hormon esterogen akan menyebabkan penebalan

pada endometrium dan menyebabkan terjadinya fase sekresi dimana cairan

dikeluarkan oleh pembuluh darah yang dominan(Wagiyo,2006). Apabila tidak

terjadi pembuahan, maka korpus luteum mati sehigga tidak mampu menahan

endometrium, sehingga terjadi fase vasokonstriksi yang menyebabkan kadar

hormone esterogen dan progesterone menurun. Fase vasokonstriksi

menyebabkan aliran menuju endometrium berkurang diikuti dengan vasodilatasi

dan peluruhan endometrium berupa darah menstruasi(Wagiyo,2006).

Hipotalamus Positif
feedback
GnRH
Pada saat
Hipofisis anterior fase folikel
LH FSH
Negatif
Ovarium feedback
Keterangan

Stimulasi Pada saat


Esterogen fase luteal
Stimulasi/Inhibin
Progesteron
Bagan 2.2 Fisologi Menstruasi(Wagiyo,2006)

16
2.2.3 Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi dipengaruhi oleh aksis hipotalamus, hipofisis dan

ovarium, pada dasarnya siklus menstruasi terjadi dalam 28 hari, ada juga siklus

yang terjadi 21-30 hari. Siklus menstruasi yang tidak teratur biasanya ditemukan

pada remaja hal tersebut dikarenakan immaturitas fungsi dari organ

reproduksi(Ocviyanti dan Fidiansyah,2020). Perbedaa siklus mentruasi juga

dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti nutrisi, olahraga, stress dan juga

Indeks Masa Tubuh (IMT)(Syarif Isna,2022). Tahapan menstruasi terbagi

menjadi dua siklus yaitu:

1) Siklus Ovarium

Siklus ovarium dimulai ketika sel – sel folikel mulai mengalami

pematangan atau folikel de Graaf, setiap bulan ovarium pasti

menghasilkan folikel namun hanya terdapat satu folikel yang akan

bertahan sampai ovulasi. Siklus ovarium terbagi menjadi tiga fase yaitu

fase folikular, fase ovulasi dan fase luteal(Ricci,2017).

a) Fase folikuler

Fase folikuler dimulai ketika menstruasi dimulai sampai ovulasi, fase

ini berlangsung sekitar 10 sampai 14 hari. Fase ini ditandai dengan

peningkatan Folicle Stimulating Hormone (FSH) yang merangsang

ovarium menghasilkan 5 sampai 20 folikel yang belum matang. Sel –

sel folikel yang belum matang akan merangsang peningkatan

esterogen dan juga menginduksi proliferasi endometrium dan

myometrium(Ricci,2017). Secara bertahap folikel akan berubah

menjadi folikel de Graaf yang menyebabkan estergen akan mencapai

17
puncak tertingginya dan hal tersebut menyebabkan umpan balik

positif dikiramkan ke pusat siklik sehingga lonjakan Lutheinzing

Hormone (LH) atau LH surge terjadi pada saat pertengahan siklus

mentruasi yang menyebabkan terjadinya ovulasi(Wagiyo,2016).

b) Fase ovulasi

Fase ovulasi terjadi pada hari ke 14 sampai 28 hari, fase ini sebagai

respon dari lonjakan Lutheinzing Hormone (LH) atau LH surge yang

menyebabkan folikel de Graaf melepaskan oosit yang matang atau

disebut ovum. Fase ini hanya berlangsung selama 24 sampai 36 jam

seiring dengan berkurangnya kadar esterogen kadar Lutheinzing

Hormone (LH) juga akan mengalami penurunan. Ovum yang

dikeluarkan akan dibawa oleh silia menuju tuba fallopi, rentang

hidup ovum hanya sekitar 24 jam kecuali bertemu dengan sperma,

apabila tidak dibuahi maka sel telur akan mati. Fase ovulasi akan

ditandai dengan keluarnya lendir encer, bening dan elastis dari

serviks yang berguna untuk menangkap sperma dan akan dibawa ke

tuba fallopi oleh silia untuk bertemu dengan ovum sehingga terjadi

pembuahan(Ricci,2017). Selama masa ovulasi biasanya sebagian

wanita akan merasakan nyeri pada pertengahan siklus yang

disebabkan karena pelepasan sel telur atau disebut

mittelschmerz(Ricci,2017).

c) Fase Luteal

Fase luteal terjadi pada hari ke 15 sampai hari ke 28, fase ini dimulai

ketka folikel sudah tidak lagi berkembang dan hormone esterogen

18
serta Lutheinzing Hormone (LH) menurun maka korpus luteum akan

terbentuk. Hal tersebut menyebabkan terbentuk hormone

progesterone yang menyebabkan aliran darah menuju endometrium

berkurang, diikuti dengan vasodilatasi dan peluruhan dinding

endometrium berupa menstruasi(Ricci,2017). Selama fase luteal

FSH dan LH berada dalam level terendah dan pada fase folikular

berada pada level tertinggi(Ricci,2017).

2) Siklus Endometrium

Siklus endometrium terbagi menjadi empat fase yaitu fase proliferasi, fase

sekretori, fase iskemik dan fase menstruasi(Robin G.Jordan et al.,2014).

a) Fase proliferasi

Fase ini merupakan fase yang sama dengan fase folikular pada siklus

ovarium. Fase proliferasi ditandai dengan peningkatan ukuran

pembuluh darah endometrium dari ukuran 0,5 menjadi 5 mm yang

bertujuan untuk persiapan implantasi sel telur apabila dibuahi, hal

tersebut sebagai respon dari peningkatan hormon esterogen(Robin G

Jordan et al.,2014). Tanda lain pada fase ini yaitu lendir serviks

menjadi lebih encer, jernih, elastis dan lebih basa yang

mengguntungkan bagi sperma sehingga meningkatkan peluang

pembuahan. Fase proliferasi dimulai pada saat hari ke 5 bersamaan

dengan fase folikular pada siklus ovarium dan berlangsung sampai

ovulasi(Robin G.Jordan et al.,2014).

b) Fase sekretori

19
Fase ini berlagsung pada saat ovulasi higga 3 hari sebelum

menstruasi selanjutnya. Peningkatan hormone progesterone yang

dilepaskan oleh korpus luteum pada fase luteal dalam siklus

ovarium, menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah dan pengeluaran

sekresi glikogen dan lipid lebih banyak. Fase sekretori dimulai

ketika ovulasi, apabila ovum tidak dibuahi maka korpus luteum akan

berdegenerasi yang mengakibatkan kadar hormone esterogen dan

progesterone turun sehingga endometrium mengalami

involusi(Ricci,2017).

c) Fase iskemik

Fase iskemik dimulai ketika hormone progesterone dan esterogen

turun sehingga menyebabkan spasme arteriol dan iskemia pada

lapisan basal. Iskemia atau berkurangnya aliran darah ke

endometrium menyebabkan peluruhan dinding endometrium melalui

menstruasi(Ricci,2017).

d) Fase menstruasi

Fase menstruasi terjadi ketika dinding endometrium luruh kemudian

dikeluarkan melalui vagina yang berlangsung selama 3 sampai 7

hari. Terjadinya menstruasi sebagai tanda akhir dari siklus dan awal

dari siklus yang baru((Robin G.Jordan et al.,2014).

2.2.4 Hormon dalam Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi melibatkan interaksi kompleks dari beberapa hormon

diantaranya Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH), Folicle Stimulating

20
Hormone (FSH), Lutheinzing Hormone (LH), esterogen, progesterone dan

prostaglandin

1) Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) disekresikan oleh hipotalamus

sepanjang siklus reproduksi. Hormone ini menginduksi pelepasan FSH dan

LH dari hipofisis anterior untuk memabantu ovulasi

2) Folicle Stimulating Hormone (FSH) disekresikan oleh hipofisis anterior

berperan pentig dalam perkembangan folikel selama fase folikular

3) Lutheinzing Hormone (LH) disekresikan oleh hipotalamus anterior yang

berguna dalam pematangan folikel pada fase folikular, kadarnya akan

mencapai puncak pada saat fase ovulasi diikuti dengan lonjakan esterogen

sebagai pertanda ovum telah dikeluarkan pada fase ovulasi

4) Esterogen disekresikan oleh ovarium yang juga memabntu dalam

pematangan folikel pada fase folikular, kadaranya akan mengalami

penurunan setelah fase ovulasi, dalam siklus endometrium kadar esterogen

meningkat pada fase proliferasi yang menyebabkan peningkatan ukuran

dan berat rahim dan juga perluasan suplai darah

5) Progeseteron disekresikan oleh ovarium, kadarnya akan meningkat 5

sampai 7 hari setelah fase ovulasi untuk mempersiapkan kehamilan

6) Prostaglandin merupakan mediator inflamasi, hormone ini meningkat pada

saat pelepasan sel telur dari folikel de Graaf yang menyebabakan

munculnya rasa nyeri pada pada pertengahan siklus. Hormone ini juga

banyak ditemukan dalam darah menstruasi, hal tersebut salah satu turunan

dari protglandin yaitu prostaglandin F2a (PGF2a) merupakan stimultan

yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah

21
endometrium sehingga menyebabkan munculnya nyeri/disminore pada

saat menstruasi(Jones and Lopes,2014).

2.3 Disminorre

2.3.1 Pengertian Disminorre

Disminorre didapatkan dari bahasa Yunani(Greek) dys yang berarti sulit,

nyeri,abnormal;meno, yang berarti bulan dan rhea, yang berarti aliran atau aru

sehingga dapat diartikan sebagai nyeri menstruasi. Disminore juga dirtikan

sebagai keadaan nyeri perut pada saat menstruasi yang berasal dari kram rahim

selama menstruasi(Larasati dan Alatas,2016). Kasus disminore 40% terjadi pada

tahun – tahun pertama setalah menarche. Disminore paling banyak terjadi pada

remaja dengan rentang usia 15 sampai 17 tahun dan siklus menstruasi yang tidak

teratur(Argaheni Bayu et al.,2022).

2.3.2 Jenis Disminore

Berdasarkan ada tidaknya kelainan dan juga penyebab terjadinya

disminore terbagi menjadi disminore primer dan disminore

sekunder(Setyowati,2018).

1) Disminore primer, timbul mulai terjadinya haid pertama atau menarche

dan juga dihubungkan dengan siklus ovulasi(Lowdermik et al.,2011).

Secara umum disminore primer terjadi pada hari ke 1 sampai hari ke 2

sebelum menstruasi atau pada saat hari ke 12 menstruasi. Nyeri yang

dirasakan akan terasa selama 24 jam pertama dana akan berkurang secara

perlahan setelah 24 jam(Morgan,2009). Disminore primer rata – rata

22
terjadi pada usia 15 sampai 17 tahun dengn siklus mentruasi tidak teratur

dan akan mereda ketika perempuan menikah. Selain itu, disminore primer

juga sering ditemukan pada perempuan dengan Indeks Masa Tubuh (IMT)

yang berlebih(Morgan,2009). Disminore primer memiliki gejala klinik

sebagai berikut:

a) Waktu terjadinya 6-12 bulan setelah menarche

b) Nyeri pelvis atau perut bawah yang dimulai saat haid dan akan

berkurang selama -72 jam

c) Low back pain

d) Nyeri pada bagian paha medial atau anterior

e) Headcache

f) Diarrea

g) Nausea, vomiting(Laurel D Edmndson,2006)

2) Disminore sekunder dihubungkan dengan penyakit pelvis(concomitant

pelvic pathology) dn juga disertai dengan peningkatan hormone

prostrglandin. Walaupun seperti itu, disminore sekunder tidak diikuti

dengan nyeri(relatively painless cycles) dan tidak berhubungan dengan

usia menarche. Penyebab disminore sekunder yang paling banyak yaitu

endometriosis, chronic pelvic inflammatory, dan juga penggunaan alat

kontrasepsi Intrauterine Device (IUD). Gejala klinik dari disminore

sekunder sebagai berikut:

a) Terjadi pada saat usia 20 atau 30 tahun

b) Infertilitas

c) Darah haid banyak(heavy menstrual flow)

23
d) Dyspareunia

e) Vaginal discharge

f) Nyeri perut bawah atau pelvis di luar masa menstruasi

g) Nyeri tidak berkurang dengan pemberian Non-Steroid Anti

Inflammatory Drugs(NSAIDs)(Setyowati,2018).

2.3.3 Klasifikasi Disminore

Klasifikasi disminore diklasifikasikan berdasarkan tingkat nyeri yang

dirasakan, menurut Multidimensional Scoring of Andersch and Milsom

klasifikasi nyeri disminore sebagai berikut:

3) Disminore ringan diartikan sebagai nyeri haid yang tidak menggangu

aktifitas, tidak ada keluhan sistemik dan tidak memerlukan obat analgetik

4) Disminore sedang diartikan sebagai nyeri haid yang menganggu aktifitas,

diikuti dengan keluhan sistemik dan membutuhkan analgetik untuk

mengurangi intensitas nyeri

5) Disminore berat diartikan sebagai nyeri haid yang sangat menganggu

aktifitas diikuti dengan keluhan sistemik seperti muntah dan pingsan,

pemakaian analgetik hanya mampu mengurangi nyeri secara

minimal(Setyowati,2018).

2.3.4 Faktor Resiko Disminore

1) Disminore Primer

Faktor resiko dari disminore primer berkaitan dengan kejadian ovulasi atau

pelepasan sel telur dari ovarium sehingga berkaitan dengan

24
ketidakseimbangan hormon. Faktor terjadinya disminore primer dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a) Faktor endokrin, hal ini berkaitan dengan kadar hormon

progesterone yang rendah pada akhir fase luteal, hormon tersebut

menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus. Sedangkan, pada

siklus endometrium dalam fase sekresi menghasilkan prostaglandin

F2 yang menyebabkan kontraksi otot polos, apabila kadar

prostaglandin yang berlebih memasuki peredaran darah maka akan

menyebabkan disminore primer

b) Kelainan organik hal ini seperti bentuk uterus retrofleksi, hypoplasia

uterus, obstruksi kanalis servikalis, mioma submukosum bertangkai,

polip endometrium

c) Faktor kejiwaan atau gangguan psikis seperti rasa bersalah,

ketakutan seksual, konflik kejiwaan serta immaturitas

d) Faktor konstitusi yang terjadi seperti anemia dan penyakit menahun

e) Faktor alergi seperti urtikaria dan asma bronkiale dapat

menyebabkan terjadinya disminore primer(Setyowati,2018).

2) Disminore Sekunder

Faktor resiko disminore sekunder juga disebabkan karena hormon

prostaglandin namun berbeda dengan disminore primer dimana hormone

prostaglandin diproduksi berlebih pada fase sekretori, pada disminore sekunder

hormon prostaglandin dihasilkan karena adanya benda asing didalam rahim

seperti:

25
a) Adenomyosis

b) Uterine polyps

c) Uterine myoma (fibroid) utamanya mioma submukus

d) Adhesions(pelekatan)

e) Congenital malformation of the mullerian system

f) Pelvic congestion syndrome

g) Ovarian cysts

h) Stenosis ata struktur serviks

i) Allen-Masters Syndrome

j) Psychogenic pain

k) Intrauterine contraceptive Devices

l) Endometriosis

m) Pelvic Inflammatory Disease(PID)

n) Tumor ovarium

o) Kelainan letak uterus seperti retrofleksi, hiperantefleksi serta retrofleksi

terfikasasi

p) Faktor psikis(Setyowati,2018)

2.3.5 Etiologi Disminore Primer

Disminore primer terjadi karena peningkatan hormone prostaglandin,

peningkatan maksimum terjadi pada awal masa menstruasi. Hormon

prostaglandin menyebabkan kontraksi pada myometrium, iskemia sel – sel

myometrium dan nyeri(Morgan dan Hamilton,2009). Hormone prostaglandin

F2α merangsang kontraksi otot polos myometrium dan konstriksi pembuluh

26
darah. Hal tersebut menyebabkan hipoksia uterus sehingga terasa

nyeri(Corwin,2009).

2.3.6 Patofisiologi Disminore Primer

Patofisiologi disminore primer berhubungan dengan kadar hormone

prostaglandin dan leukotriene. Setelah fase ovulasi, korpus luteum akan

meningkatkan sekresi hormon progesterone pada fase luteal(Guytom and

Hall,2007). Fase luteal akan berjalan bersamaan dengan fase sekretori pada

siklus endometrium, ketika ovum tidak dibuahi maka korpus luteum akan

berdegenerasi dan mengakibatkan hormone esterogen dan progesterone

mengalami penurunan sedangkan pada fase sekretori prostaglandin dihasilkan

serta terjadi peningkatan asam lemak dalam fosfolipid membrane

sel(Hillard,2006).

Hal tersebut akan meningkatkan kadar enzim fosfolipase A2 yang

berfungsi untuk menghidrolisis senyawa fosfolipid. Hasil dari metabolisme

senyawa fosfolipid adalah asam arakidonat dan asam lemak omega-7,

metabolisme asam arakidonat adalah prostaglandin F2(PGF2α) merupakan suatu

siklooksigenase(COX) yang mengakibatkan terjadinya hipertonus dan

vasokonstriksi pembuluh darah endometrium, sehingga menyebabkan terjadinya

iskemia endometrium. Selain, prostaglandin F2 hasil dari metabolism asam

arakidonat adalah prostaglandin E2(PGE2) yang merupakan mediator inflamasi

yang mengirimkan impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak yang nantinya

dipersepsikan sebagai rasa nyeri(Hillard,2006). Pelepasan prostaglandin

E2(PGE2) dan prostaglandin F2α (PGF2α) merangsang saraf simpatis sehingga

27
menimbulkan vasokinstriksi yang mengakibatkan terjadinya spasme otot

sehingga aliran darah menuju endometrium berkurang atau iskemia sel – sel

endometrium sehingga menimbulkan rasa nyeri pada saat

menstruasi(Hillard,2006).

Ovum tidak dibuahi

Regresi korpus luteum

Progesterone menurun

Asam lemak dalam fosfolipid


meningkat

Enzim fosfolopase A2 meningkat

Hidrolisis senyawa fosfolipid

Terbentuk asam arakidonat

Prostaglandin Nausea
Diare
PGE2 PGE2α
PGE2α Vomiting

PGE2 dan PGF2α dalam darah


meningkat

Meningkatkan kontraksi dan disritmia Intoleransi aktivitas


uterus

Nyeri akut
Iskemia sel-sel miometrium

Ansietas
Disminore primer

Bagan 2.3 Patofisiologi Disminore Primer

28
2.3.7 Pengobatan Disminore Primer

Pengobatan disminore bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri. Hal tersebur

berdasarkan algortima terapi disminore primer menurut United States

Preventative Services Task Force(USPSTF), sehingga pengobatan disminore

primer bisa dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis

1) Pengobatan Farmakologi

Pengobatan medis yang digunakan untuk dismnore primer adalah

pemberian obat yang dapat mengurangi respon inflamasi(Santctis et

al.,2015). Obat antiinflamasi yang paling efektif dalam mengurangi nyeri

haid adalah pemberian obat golongan Non Steroid Inflammatory

Drugs(NSAID). Cara kerja obat Non Steroid Inflammatory

Drugs(NSAID) dengan cara menghambat sintesis prostaglandin dan

menurunkan volume aliran darah, pemberian obat ini dapat dilakukan 1

sampai 2 hari sebelum menstruasi atau pada saat hari pertama hingga hari

ke 2 atau ke 3. Obat Non Steroid Inflammatory Drugs(NSAID) yang

direkoemndasikan untuk mengurangi nyeri selama menstruasi adalah

ibuprofen, asam mefenamat dan naproven sedangkan untuk celecoxib

direkomendasikan untuk perempuan dengan usia 18 tahun lebih(Roberts et

al.,2012). Non Steroid Inflammatory Drugs(NSAID) mampu menghambat

jalur enzim cyclooksigenase(COX) atau disebut COX

inhibitor(Ryan,2017). Namun, penggunaan Non Steroid Inflammatory

Drugs(NSAID) dapat meyebabkan timbulnya efek samping berupa edema

serebral, hipetensi, peningkatan aksi prthombolik serta gagal

ginjal(Roberts et al.,2012).

29
Agen Dosis Awal Dosis Pemelihraan

Ibuprofen 400 mg 200-400 mg per 4-6 jam

Naproxen 500 mg 250 mg per 6- jam atau 500

mg per 12 jam

Napoxen Sodium 550 mg 275 mg per 6- jam atau 550

mg per 12 jam

Potassium 100 mg 50 mg per 6- jam(dosis

Diclofenac maksimum harian 200mg)

Asam Mefenamat 500 mg 250 mg per 6 jm atau 500 mg

per jam

Tabel 2.1 Dosis rekomendasi Non Steroid Inflammatory Drugs(NSAID)

(Ryan,2017)

2) Pengobatan Non Farmakologi

Penjelasan yang didapat dari Hockenberry et al(2013) terapi non

farmakologi yang dapat dilakukan untuk penangganan disminore primer

yaitu:

a) Diet khusus menggunakan ramuan herbal, viyamin dan suplemen

b) Teknik distraksi

c) Teknik relaksasi dengan melakukan olahraga, yoga dan penggunaan

aroma terapi

d) Teknik guided imagery

e) Pemijatan dan

f) Akupresur

30
2.3.8 Pengukuran Skala Nyeri Pada Disminore Primer

Terdapat beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur nyeri

diantaranya:

1) Alat Oucher Pain Assesment Tool

Alat ukur ini digunakan untuk menilai nyeri pada anak. Dalam alat

ini akan ditampilkan gambar dan angka, skala angka digunakan untuk anak

yang lebih besar dan gambar digunakan untuk anak yang lebih kecil. Skala

yang ditampilkan hanya mengintrepetasikan seberapa banyak nyeri yang

dirasakan oleh anak. Penelitian yang dilakukan oleh Cho-Hsing Yeh

(2005) menjelaskan bahwa gambar yang terdapat pada alat oucher valid

untuk menilai tingkat nyeri pada anak usia 3 tahun.

Gb.2.1 Alat Oucher Pain Assesment Tool(Fernande et al.,2014).

2) Adoloscent Pediatric Pain Tool(APPT)

Alat ini digunakan untuk mengukur nyeri berdasarkan gambaran tubuh.

Dalam Adoloscent Pediatric Pain Tool(APPT) terdapat beberapa daftar

kata yang dapat digunakan untuk mengintrepetasikan nyeri. Alat pengukur

ini valid digunakan pada usia 17 tahun. Pengukuran dapat dilakukan di

rumah sakit ataupun diluar rumah sakit(Fernande et al.,2014).

31
Gb.2.2 Adoloscent Pediatric Pain Tool(APPT)Fernande et al.,2014)

3) Numeric Rating Scale

Dalam alat ini nyeri dinilai dari skor 0-10 atau 0-100(Kahl et al.,2005).

Alat ukur ini digunakan pada anak dan remaja(Castarlenas et al.,2017).

Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan, alat ukur ini valid

digunakan untuk mengukur tingkat nyeri pada kasus nyeri psoriasis, nyeri

lutut dan nyeri leher(Alghadir et al.,2016).

2.4 Jahe Merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum)

2.4.1 Klasifikasi Jahe Merah

Jahe merah merupakan tanaman yang dpat tumbuh di dataran rendah

maupun dataran tinggi dengan ketinggian 0-1.500m dari permukaan

laut(Juliastuti et al.,2021). Jahe merah mempunyai batang bulat berwarna hijau

di bagian bawah berwarna merah. Struktur pada bagian bawah batangnya

diselubungi oleh pelepah daun sehingga bertekstur lebih keras, tingginya 34-62

cm Daun jahe merah berwarna lebih gelap dibandingkan dengan tanaman jahe

yang lain. Jahe merah memiliki rimpang tebal dan rasa yang lebih pedas

dibandingkan dengan jenis jahe yang lain, tanaman ini dapat digunakan sebagai

32
bumbu masak ramuan obat dan bahan dasar jamu(Juliastuti et al.,2021).

Taksonomi jahe merah menurut Hapsoh(2008) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiraceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale Roxb.var. Rubrum

Gb. 2.3 Jahe Merah

2.4.2 Morfologi Jahe Merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum)

Jahe merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum) merupakan tanaman

yang masuk ke dalam suku temu(zingiberaceae) satu suku dengan tumbuhan

temu yang lain seperti kencur, temulawak, kunyit dan temuhitam. Tanaman jahe

merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum) memiliki morfologi tegak,

mempunyai bunga berwarna kuning kehijauan dengan bibir bunga berwarna

33
ungi gelap, daunya berukuran kecil berwarna hijau. Rimpang dari tumbuhan ini

berwrna merah. Mempunyai akar bercabang berwarna kuning dan

berserat(Afifah Nur,2020).

Jahe merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum) mempunyai serat yang

lebih kasar dan ukuran rimpangnya lebih kecil dibandingkan dengan jahe kecil.

Ukuran jahe merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum) mempunyai diameter

42-43 mm dengan tinggi 52-104 mm serta memiliki panjang 123-126

mm(Afifah Nur,2020). Jahe merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum) yang

berkulitas baik memiliki umur 9 bulan dimana pada saat itu kadar serat dalam air

sebesar 19,73% serta kadar abu sebesar 7,56%. Memiliki tekstur rimpang kasar

dan berwarna merah, tanaman ini dapat tumbuh di ketinggian 350-00

mdpl(Afifah Nur,2020).

2.4.3 Kandungan Jahe Merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum)

Terhadap Disminore Primer

Jahe merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum) mengandung komponen

volatile dan nonvolatile yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis jahe yang

lai(Hapsoh dan Julianti,2008). Kandungan volatile adalah komponen yang

mudah menguap yaitu minyak atsiri sebesr 2,6-3,9%. Kandungan minyak atsiri

dalam jahe merah berguna pemberi aroma khas yang harum(Herlina dan

Julianti,2008). Sedangkan, kandungan nonvolatile adalah kandungan yang tidak

mudah menguap yaitu oleoresin(Herlina et al.,2002). Jahe merah(Zingiber

officinale Roxb.var.Rubrum) memiliki kandungan kimia berupa fenol, flavonoid,

tannin dan minya atsiriFissy,2013).

34
Kandungan kimia turunan fenol seperti gingerol, shogaol dan resin

merupakan penyusun utama dari oleoresin pada jahe merah(Afifah Nur,2020).

Gingerol pada jahe merah mampu menurunkan kadar prostaglandin sehingga

mampu menurunkan rasa nyeri akibat disminore primer pada saat

menstruasiI(Afifah Nur,2013). Kandungan gingerol pada jahe merah sebanyak

3,75% dan efektif menurunkan nyeri akibat disminore primer dalam waktu 72

jam(\Ramli dan Santy,2017).

Jahe merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum) bersifat antitusif,

antioksidan, antipiretik dan antiinflamasi(Afifah Nur,2013). Berdasarkan

penelitia yang dilakukan oleh Setyawan dan Sri(2013) menyatakan bahwa jahe

merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum) dapat digunakan sebagai terapi non

farmokologi untuk mengurangi intensitas nyeri, hal tersebut karena kandungan

gingerol yang terdapat didalam jahe merah(Zingiber officinale

Roxb.var.Rubrum) dapat menurunkan kadar progesterone|(Setyawan dan

Sri,2013).

2.4.4 Dosis dan Cara Penyajian Jahe Merah

Jahe merah 15 g dalam 400ml, rebusan akhir sebanyak 200 ml.

Dikonsumsi selama 6 hari(3hari sebelum menstruasi dan 3 hari selama

menstruasi)(Ramli dan santy,2017

2.5 Rosella(Hibiscus sabdariffa)

2.5.1 Klasifikasi Rosela(Hibiscus sabdariffa)

Rosella(Hibiscus sabdariiffa) adalah tanaman yang berasal dari Nigeria.

Tumbuhan ini mampu tumbuh di negara dengan iklim tropis termasuk Indonesia.

Rosella(Hibiscus sabdariffa) merupakan tanaman yang paling banyak

35
dibudidayakan di Eropa karena mempunyai kandungan antioksidan alami.

Rosella(Hibiscus sabdariffa) mempunyai nama yang berbeda di setiap daerh di

Indonesia, di daerah Sunda dikenal dengan nama Walanda sedangkan di daerah

Ternate dikenal dengan nama Kasturi roriha(BPOM RI,2019).

Taksonomi Rosella(Hibiscus sabdariffa) menurut Backer dan Van Den(1965)

yaitu:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magniliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Malvaceae

Genus : Hibiscus

Spesies : Hibiscus sabdariffa L.

Gb.2.2 Kelopak Bunga Rosella(Hibiscus sabdariffa)(Afifah Nur,2020)

2.5.2 Morfologi Rosella(Hibiscus sabdariffa)

Rosella(Hibiscus sabdariffa) mempunyai karakteristik diantaranya

mempunyai daun tunggal berbentuk bulat seperti telur, tulang daun menjari,

ujung daun tumpul tepi daun bergerigi dan pangkal daun berlekuk. Lebar daun

Rosella(Hibiscus sabdariffa) yaitu 5- cm dengan panjang 6-15 cm.

36
rosella(Hibiscus sabdariffa) mempunyai tangkai daun berbentuk bulat dan

berwarna hijau dengan panjang 4-7 cm. Bunga Rosella(Hibiscus sabdariffa)

mempunyai warna cerah, sedangkan kelopaknya berwarna lebih gelap dan lebih

tebal. Bunga hanya ada satu di setiap tangkai dengan jumlah kelopak 8-11

berbulu mempunyai panjang 1 cm dan berwarna merah(Afifah Nur,2020).

2.5.3 Kandungan Rosella(Hibiscus sabdariffa) Terhadap Disminore Primer

Rosella(Hibiscus sabdariffa) memiliki kandungan kimia seperti asam

malat, alohidroksi asam sitrat lakton, asam tartrat, delfinifin-3-

siloglukosida,sianidin-3-siloglukosida, delfinidin 3-glukosida, antosianin, serta

flavonoid yang mengandung mucilage dan gosipetin didalamnya|(BPOM-

RI,2010). Mahkota bunga rosella mengandung glikosida-flavon hibikritin yang

didalmnya mengandung aglikon hibisketin. Sedangkan, pada kelopak bunganya

mengandung anthocyanin sebanyak 2%, vitamin C sebesar 0,004-0,005%,

protein sebanyak 6,7-7,9%, asam malat dan asam sitrat keduanya sebesar 13%,

paltimin 35,2%. Kelopak bunga rosella kering menganduk lemak 2,61 gram,

protein 1,145 gram, serat 12 gram, kalsium 1,263 gram, fosfor 273,2 mg dan

vitamin C 244,4 gram dalam 100 gram kelopak bunga rosella kering. Selain itu,

didalamnya terdapat kandungan kimia seperti asam amino berupa arginine,

lysine, cysteine, histidine, isoleucine, leucine, methionine, phenylalanine,

threonine, trypthopan, tyrosine, valine, asparatic acid, glutamcacid, alanine,

glycine, praline dan serine(DEPKES dalam Afifah Nur,2020).

Analisis fitokimia yang pernah dilakukan dari kelopak bunga rosella

menunjukan adanya kandungan kimia berupa fenol dan flavonoid. Kedua

senyawa tersebut merupakan komponen utama dari sikloosigenasi yang dapat

37
menurunkan sintesis prostaglandin. Senyawa flavonoid dapat menghambat

enzim sikloosigenase sehingga sintesis prostaglandin dalam kasus disminore

primer dapat menurun. Flavonoid mempunyai efek analgetik. Kandunganya

didalam kelopak bunga rosella sebesar 3% efektif untuk menurunkan nyeri

akibat disminore primer dalam kurun waktu 48 sampai 72 jam(Ramli dan

Santy,2017).

2.5.4 Dosis dan Cara penyajian

Kuntum bunga Rosella 4 buah

Dilarutkan dalam 200ml air panas

Dikonsumsi selama 3 hari sebelum menstruasi dan 3 hari selama menstruasi

(Ramli dan Santy,2017)

38
BAB 3

Kerangka Konsep dan Hipotesis Penelitian

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Fase Sekretori Fase Menstruasi Fase Proliferasi


fsjfHHypoxia

Regresi corpus
luteum

Progesterone

Fosfolipid

Phospholipase A2

Jahe Merah
dan Kuntum Asam Arakhidonat
Rosella

Enzim Cyclooxygenase(COX)

PGE2 PGE2α

Keterangan
TNFα
: Diteliti

: Tidak Diteliti
Hypoxia dan Ischemia
: Menghambat myiometrium

Disminore Primer

Fase mentruasi akan menyebabkan regresi korpus luteum akibat ovum

tidak dibuahi. Hal tersebut menyebabkan penurunan progesterone sehingga

kadar fosfolipid meningkat. Keadaan tersebut mengakibatkan enzim

39
phospholipase A2 meningkat sehingga, asam arakhidonat terbentuk sehingga

merangsang peningkatan enzim cyclooxygenase(COX). Hasil dari siklus

cyclooxygenase(COX) adalah peningkatan PGE2 dan PGF2α dimana keduanya

akan merangsang peningkatan cytocine proinflammatory(TNFα). Hal tersebut

menyebabkan kadar oksigen dan darah yang dialirkan ke dalam myometrium

berkurang sehingga, menyebabkan rasa nyeri yang diinterpetasikan sebagai

disminore primer. Pemberian ramuan Jahe merah dan kuntuk rosella diharapkan

menghambat pembentukan enzim cyclooxygenase(COX) sehingga kadar

prostaglandin dalam darah dapat menurun dan intensitas nyeri disminore primer

dapat berkurang.

3.2 Hipotesis Penelitian

Pemberian Ramuan Jahe merah(Zingiber officinale Roxb.var.Rubrum)

Rosella(Hibiscus sabdariiffa) dapat menurunkan Intensitas akibat disminore

primer pada siswi SMK Puticeuswara

40
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan

desain penelitian Quasi Experimental Pre-Post Test one Group Design yaitu

penelitian yang bertujuan untuk menilai hubungan sebab dan akibat antara

variabel dengan menganalisis pengaruh intervensi pemberian kombinasi sebelum

periode menstruasi dan pada saat periode. Peneliti memilih jenis penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi Jahe merah dan

Rosella terhadap penurunan intensitas nyeri disminore primer pada siswi SMK

puticeuswara. Pemberian ramuan dilakukan selama 3 hari sebelum menstruasi

dan 3 hari menstruasi.

Pr1 K1 Po1
P S

Pr2 K2 Po2

Keterangan

P : Populasi penelitian

S : Sampel penelitian

Pr1 : Pretes penilaian intensitas nyeri sebelum diberikan air mineral

Pr2 : Pretes penilaian intensitas nyeri sebelum diberikan kombinasi jahe merah

dan rosella

41
K1 : Kelompok kontrol

K2 : Kelompok intervensi

Po1 : Post test intensitas nyeri sebelum diberikan intervensi

Po2 : Post test intensitas nyeri setelah diberikan intervensi

4.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

4.2.1 Populasi

Populasi merupakan kumpulan individu atau objek yang secara potensi

dapat diukur sebagai bagaian dari penelitian(Swarjana,2015). Populasi dalam

penelitian adalah siswi SMK Puticeuswara yang mengalami nyeri pada saat

menstruasi (disminore primer).

4.2.2 Sampel

Sampel merupakan sebagaian atau seluruh individu atau objek yang diteliti

dan dianggap mewakili populasi(Notoatmojo,2010). Sampel diartikan juga

sebagian dari jumlah populasi dan memiliki karakteristik(Sugiyono,2010).

Sampel dalam penelitian adalah sebagain dari populasi yang memenuhi kriteria

inkulusi penelitian.

4.2.3 Teknik sampling

Teknik sampling pada penelitian menggunakan teknik Non Probability

Sampling dengan. metode Purposive sampling dimana teknik penentuan jumlah

sampel berdasarkan penetapan kriteria dari peneliti(Sugiyono,2011). Sampel

yang ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dan juga kriteria

dropout sebagai berikut:

42
1) Kriteria inklusi

a) Perempuan berusia 15-17 tahun

b) Memiliki siklus mentruasi teratur

c) Mengalami disminore primer

d) Bersedia menjadi responden penelitaian hingga penelitian selesai

2) Kriteria ekslusi

a) Mengalami nyeri haid yang disebabkan karena gangguan

ginekologi(disminore sekunder)

b) Tidak mengalami nyeri disminore primer

c) Melakukan aktivitas fisik rutin

d) Responden dalam pengawasan terapi farmakologi

e) Tidak bersedia menjadi responden penelitian

3) Dropout

a) Responden mengkonsumsi obat pereda ketika menstruasi selama

penelitian dilaksanakan

b) Tidak rutin mengkonsumsi ramuan sesuai dengan instruksi peneliti

c) Mengundurkan diri sebagai responden selama penlitian berlangsung

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Variabel Bebas(Independent variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ramuan jahe merah dan rosella.

4.3.2 Variabel Terikat(Dependent variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah intensitas nyeri disminore

primer.

43
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mencakup perhitungan populasi hingga intervensi dilakukan

di SMK Puticeuswara Kota Batu. Penelitian dilakukan selama kurang lebih 2

bulan.

4.5 Instrumen Penelitian

Pada penlitian ini intensitas nyeri diukur menggunakan lembar pengukuran

tingkat nyeri. Penilaian intensitas nyeri menggunakan skala penilaian nyeri

numeric(Numerical Rating Scale), dimana tingkat nyeri yang dirasakan

digambarkan dalam bentuk skala angka 0 – 10, instrument ini merupakan

instrument yang efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

sesudah intervensi.

Gb.4.1 Numerical Rating Scale

Kriteria nyeri:

1) Skala 1-3 : diasumsikan sebagai nyeri ringan dan sedikit dirasakan,

pasien masih bisa berkomunikasi dengan baik

2) Skala 4-6 : diasumsikan sebagai nyeri sedang, terlihat pasien

mendesis, menyeringai dengan menunjukan lokasi nyeri.

3) Skala 7-10 : diasumsikan sebagai nyeri berat, pasien tidak dapat

mengikuti perintah namun masih bisa menunjukan lokasi nyeri dan

44
peka terhadap respon. Namun, pada skala 10 pasien sudah tidak dapat

berkomunikasi.

4.6 Definisi Operasional

Variabel Definisi Variabel Parameter Cara Skala

Yang Diukur Pengukuruan

Remaja World Health Usia remaja Lembar Numerik

Organization dengan rentang wawancara

(WHO) 15-17 tahun

mendefinisikan

remaja dalam

beberapa tahapan,

remaja

(aldolescence)

adalah remaja

dengan rentang usia

10 sampai 19 tahun

Disminor Disminore primer Intensitas nyeri Menggunaka Numerik

e primer adalah nyeri yang yang diuur 3 n skala

timbul pada saat hari sebelum numeric(\

menstruasi yang dan 3 hari Numeric

dihubungkan dengan sesudah Rating Scale)

siklus ovulasi dan menstruasi

tidak diikuti dengan

gangguan

45
ginekologi(Lowderm

ik et al.,2011)

Jahe 15 mg jahe merah Dosis Pengukuran Numerik

Merah direbus dengan pemberian menggunaka

dan 400ml air hingga kombinasi jahe n gelas ukur

Rosella mendidih hingg merah dan

volumenya rosella 400 ml

berkurang 200 ml selama 6 hari

kemudian diberikan

gula 2 sendok makan

dan 4 kuntum bunga

rosella diseduh

dalam 200 ml air

mendidih

4.7 Prosedur Pengumpulan Data

Langkah – langkah pengumpulan data antara lain:

4.7.1 Sumber Data

Sumber data yang diperlukan adalah data primer yang didapat dari

individu melalui wawancara atau pengisian lembar kuisioner yang diberikan

oleh peneliti(Sugiyono,2010). Sumber data primer dalam penelitian ini didapat

46
dengan cara memberikan lembar pengukuran tingkat nyeri Numerical Ratting

Scale(NRS).

4.7.2 Tahap Persiapan

Tahap persiapa dimulai dari bulan.. yaitu dimulai dari:

1) Mengajukan surat izin penelitian kepada Fakultas

2) Mengajukan permohonan izin penelitian kepada intansi tempat

penelitian

3) Membuat jadwal dan mempersiapkan instrument penelitian

4.7.3 Tahap Pelaksanaan

1) Menjelaskan prosedur dan tujuan penelitian di instansi tujuan

2) Peneliti menentukan sampel sesuai dengan kriteria penelitian

3) Melakukan permintaan persetujuan responden(inform consent) serta

dijelaskan mengenai prosedur, manfaat dan hak responden dalam

bentuk tertulis

4) Menjelaskan mengenai intervensi yang akan dilakukan yaitu

memberikan intervensi berupa pemberian jahe merah, rosella,

kombinasi jahe merah dan rosella pada kelompok yang mengalami

nyeri disminorre primer

5) Intevensi dilakukan sesuai dengan kelompok yang sudah disusun

6) Memberikan informasi kepada responden kapan saat mengisi dan

cara menentukan skala nyeri

7) Setiap selesai pemberian intervensi peneliti mengevaluasi mengenai

perubahan intensitas nyeri

8) Meminta agar responden mengisi lembar penilaian dengan jujur

47
4.7.4 Tahap Pengolahan Data

1) Editing

Tahap ini merupakan tahap pertama dalam pengolahan data, peneliti

melakukan pengecekan pengisian lembar penilian intensitas nyeri.

Kuisioner yang tidak lengkap, tidak jelas dan tidak relevan langsung

diklarifikasi kepada responden yang bersangkutan. Tujuan editing

memudahkan dalam menganalisa data\.

2) Coding

Coding merupakan tahap mengklarifikasi jawaban dari responden

kedalam bentuk angka. Kode yang diberikan untuk coding menurut

Setiadi (2013) yaitu:

a) Jawaban benar diberikan nilai 1

b) Jawaban salah diberikan nilai 0

3) Processing

Processing tahapan ketika semya data selama penelitian di entry

kedalam computer sesuai dengan skor yang telah ditentukan selama

coding.

4) Cleaning

Merupakan tahapan akhir sebelum selanjutnya dilakukan analisa data

sesuai dengan jenis data.

48
4.8 Diagram Alur Penelitian

Populasi : Seluruh Siswi SMK Puticeuswara yang mengalami nyeri


disminore primer

Purposive sampling

Sampel: Responden yang sesuai dengan kriteria inklusi

Pengukuran intensitas
Pengukuran intensitas nyeri sebelum
nyeri sebelum intervensi
intervensi

K- (Kelompok Kontrol) K+ (Kelompok Kontrol)

Pemberian air mineral Kelompok perlakuan terapi


saat disminorea disminore primer dengan
ramuan bunga rosella
dengan jahe merah

Pengukuran intensitas nyeri

Analisa data: Paired T-Test

4.9 Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa bivariat.

Pengertian analisa bivariate adalah analisa yang digunakan untuk mengetahui

adanya pengaruh pemberian kombinasi jahe merah dan rosella saat terjadi

disminore primer. Analisa hasil penelitian diawali dengan uji normalitas

49
menggunakan Kolmogrov Smirnov apabila besar sampel ≥ 50 atau menggunakan

Shapiro Wilk apabila jumlah sampel ≤ 50. Distribusi dikatakan normal apabila

nilai p>0,05. Apabila uji normalitas mendapat pvalue>0,05 dilanjutkan dengan

Paired Ttest, apabila tidak terdistribusi normal p<0,05 uji yang digunakan

adalah independent ttest.

50
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A. 2012. Tanaman Obat Indonesia. Cetakan III. Jakarta: Salemba


Medika.
Angel, S., Armini, NKA., & Pradanie, R 2015, ‘Analisis faktor yang
berhubungan dengan kejadian dismenore primer pada remaja putri di
MTS negeri Surabaya II’, Journal Pediomaternal, vol. 3, no. 2, April
2015, hh. 274-281.
Anindita, A.Y. 2010. Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Kunyit
Asam Terhadap
Anwar, M. (2011). Ilmu Kandungan edisi 3. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawiharjo.
Asih, A.S. (2012). Analisis kejadian dismenorea primer pada remaja putri kelas
XI SMK YAPSIPA kota Tasikmalaya. Tasikmalaya : Universitas
Siliwagi Tasikmalaya. journal.unsil.ac.id/download.php?id=2510.
Backer, A.C & Van Den Brink, B.C.R. 1965. Flora of Java (Spermatophytes
Only) Vol. II. N.V.P Noordhoff-Groningen : The Netherlands.
Badan POM RI. (2013). Formularium Ramuan Etnomedisin Obat Asli Indonesia
Volume III. Jakarta; Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
Hapsoh, H.Y. dan Julianti, E. 2008. Budidaya dan Teknologi Pascapanen Jahe.
Medan: USU Press
Herlina R., Murhananto J.E., Listyarini T., dan Pribadi S.T. 2002. Khasiat dan
Manfaat Jahe Merah: Si Rimpang Ajaib. Jakarta: Media Pustaka
Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia III. diterjemahkan oleh Badan
Litbang Kehutanan. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Judha.(2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Solo : Rahma
Surakarta.
Khamim zarkasih putro. Jurnal aplikas ilmu-ilmu agama: memahami ciri dan
tugas perkembangan masa remaja. Vol 17. No 1, 2017

51
Koswara, S. 2006. Jahe, Rimpang dengan Sejuta Khasiat. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Kustyawati, M.E., dan S. Ramli, 2008, Pemanfaatan Hasil Tanaman Hias Rosela
Sebagai Minuman. Prosiding Seminar Sains dan Teknologi II
Universitas Lampung, 17-18 November 2008.
Lowdermilk, Perry, & Cashion (2011). Maternity Nursing. Universitas
Michigan: Mosby.
Maryani, Herti dan Kristiana, Lusi. 2008. Khasiat dan Manfaat Rosela rev.
Jakarta: PT. Agro Media Pustaka Media
Ozgoli G., Marja G. dan Fariborz M. 2009. Comparison of Effects of Ginger,
Mefenamic Acid, and Ibuprofen on Pain in Women with Primary
Dysmenorrhea. The Journal of Alternative and Complement Medicine.
Vol.15, No.2, hlm :129-132.
Perry, S. E., Hockenberry, M. J., Lowdermilk. D. L. & Wilson, D.
(2010).Maternal child nursing care. Mosby: Elseveir Inc.
Price, W. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses proses penyakit. Edisi ke 6
vol 2. Jakarta:EGC
Putri, D. A. 2014. Pengaruh Metode Ekstraksi dan Konsentrasi Terhadap
Aktivitas Jahe Merah (Zingiber officinale var rubrum) sebagai
Antibakteri Escherichia coli. Skripsi. Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Ramli N. & Santy P. (2017). Efektifitas Pemberian Ramuan Jahe (Zingibers
officinale) dan Teh Rosella (Hibiscus sabdariffa) terhadap Perubahan
Intensitas Nyeri Haid. AcTion: Aceh Nutrition Journal, 2(1): 61-66.
Reanmongkol, W dan Arunporn, I. 2007. Antipyretic activity of the extractcs of
Hibiscus sabdariffa calyces L. in experimental animals. Songklanakarin
J. Sci. Technol. Vol.29.
Reeder, Martin & Koniak-Grifin (2013) Keperawatan Maternitas Kesehatan
Wanita, Bayi & Keluarga Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC
Salemba Medika. Welch, C. (2012). Balance your hormones, balance your life.
Jakarta: Penebarerrawaty, SN. (2012). Wanita merawat dan mejaga
kesehatan seksual. Bandung : PT Grafindo Media Pratama

52
Sari, D., Nurdin, A. E., & Defrin, D. (2015).Hubungan Stres dengan Kejadian
Dismenorea Primer pada Mahasiswi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas, 567–570.
Sarwono, w.s. 2011 Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sinaga, E. et al. (2017) Manajemen Kesehatan Menstruasi. Jakarta: Universitas
Nasional IWWASH Global One. Available at:
http://ppi.unas.ac.id/wpcontent/uploads/2017/06/
SKAP BKKBN . (2019). Survey Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP)
Keluarga 2019. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol.
53, Issue 9). Tanggal 16 Februari 2015 dari
http://eprints.uns.ac.id/4/2/169941211201010231.pdf.

53

Anda mungkin juga menyukai