Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah ISSN 2654-8445

Vol 4, No 2, Desember 2021, 519-528 519

Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Demam Tifoid Dengan


Metode ATC/DDD di Ruang Rawat Inap RSUD Pratama
Lubai Ulu Tahun 2021
Khoirin1, Gatot Arismunandar2
Prodi S1 Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Palembang 1,2

Email: khoirinmugiman@gmail.com1, gatotaris06@gmail.com2

Abstrak
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran. Penyakit ini ditandai dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan
gangguan pencernaan hingga dapat menurunkan tingkat kesadaran seseorang. Untuk mengevaluasi
penggunaan antibiotik pasien demam tifoid dikaji dari segi kuantitas penggunaannya. Metode
retrospektif dilakukan secara cross sectional, populasi yaitu seluruh rekam medis pasien demam
tifoid dan dirawat inap periode Januari-Juni tahun 2021, pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling berjumlah 32 responden. Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rekam Medis
RSUD Pratama Lubai Ulu bulan Mei - Juli tahun 2021. Lama perawatan > 0,96 hari, terdapat dua
jenis antibiotik dengan penggunaan tertinggi adalah antibiotik Ceftriaxone (59%), dan Cefotaxim
(41%), Nilai DDD 100 patients-days antibiotika yang melebihi ketetapan WHO yaitu Ceftriaxone
50,1 dan Cefotaxim 20,2 artinya ada ketidakrasionalan penggunaan antibiotik RSUD Pratama Lubai
Ulu periode Januari-Juni tahun 2021. Penggunaan antibiotika pada pasien demam tifoid di RSUD
Pratama Lubai Ulu periode Januari-Juni tahun 2021 tidak sesuai dengan nilai standar DDD WHO.
Agar menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan pengobatan pada pasien demam tifoid di
RSUD Pratama Lubai Ulu.
Kata Kunci: Antibiotika, Demam tifoid, metode DDD
Abstract

Typhoid fever is an acute infectious disease of the small intestine with symptoms of fever for
one week or more accompanied by disturbances in the digestive tract with or without impaired
consciousness. This disease is characterized by symptoms of fever for more than a week, resulting in
digestive disorders that can reduce a person's level of consciousness. To evaluate the use of
antibiotics in patients with typhoid fever, it was studied in terms of the quantity of use. Methods: The
retrospective method was carried out in a cross sectional manner, the population was all medical
records of typhoid fever patients and hospitalized for the period January-June 2021, sampling using
purposive sampling technique amounted to 32 respondents. This research was carried out in the
Medical Record Room of the Pratama Lubai Ulu Hospital in May - July 2021. Length of treatment >
0.96 days, there are two types of antibiotics with the highest use of antibiotics Ceftriaxone (59%),
and Cefotaxim (41%), The DDD value of 100 patients-days of antibiotics that exceeds the WHO
stipulation, namely Ceftriaxone 50.1 and Cefotaxim 20.2, means that there is an irrational use of
antibiotics at the Pratama Lubai Ulu Hospital for the January-June period of 2021. The use of
antibiotics in typhoid fever patients at the Pratama Lubai Ulu Hospital for the January period -June
2021 does not match the WHO DDD standard value. To be taken into consideration in determining
treatment for typhoid fever patients at the Lubai Ulu Pratama Hospital.

Keywords: Antibiotics, Typhoid Fever, DDD method

Khoirin, Gatot Arismunandar


Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah ISSN 2654-8445
Vol 4, No 2, Desember 2021, 519-528 520

PENDAHULUAN nilai dosis pemeliharaan rata-rata perhari


yang digunakan untuk indikasi utama orang
Infeksi merupakan masalah kesehatan
dewasa. Metode ini dilakukan dengan cara
yang masuk ke dalam sepuluh penyakit
melakukan perhitungan DDD/100 hari rawat
terbanyak di Indonesia (Kementerian
inap yang bertujuan untuk mengevaluasi
Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
jenis dan jumlah antibiotik yang digunakan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi
(Permenkes, 2018).
akut pada usus halus dengan gejala demam
Berdasarkan Penelitian Sukmawati
satu minggu atau lebih disertai gangguan
tahun 2020 di salah satu rumah sakit
pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
pemerintah Provinsi Bali evaluasi kuantitas
gangguan kesadaran (Maghfiroh, 2016).
penggunaan antibiotik dengan metode
Penyakit ini ditandai dengan gejala demam,
ATC/DDD, jenis antibiotik seftriakson,
mengakibatkan gangguan pencernaan hingga
levofloxacin, dan azitromisin memiliki nilai
dapat menurunkan tingkat kesadaran
DDD/100 patient days yang melebihi
seseorang (Rahmatillah et al. 2015).
standar WHO. Nilai DDD/100 patient days
Demam tifoid merupakan permasalahan
pada masing-masing antibiotik yaitu
kesehatan global, dimana diperkirakan 11-20
seftriakson sebesar 83,80; levofloxacin
juta orang mengidap demam tifoid dan
sebesar 27,47; dan azitromisin sebesar 3,52
128.000 hingga 161.000 diantaranya
DDD/100 patient days.
meninggal setiap tahunnya (WHO, 2018).
Berdasarkan latar belakang tersebut,
Kasus demam tifoid yang terjadi di Asia
peneliti melakukan penelitian untuk
Tenggara mencapai 14,1% dari kasus tifoid
mengetahui dan mengevaluasi penggunaan
secara global (GBD Typhoid and
antibiotikpada pasien pasien demam tifoid
Paratyphoid Collaborators, 2017).
dengan metode ATC/DDD di Ruang Rawat
Antibiotik merupakan obat yang paling
Inap RSUD Pratama Lubai Ulu.
banyak digunakan pada infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Banyaknya METODE PENELITIAN
penggunaan antibiotik dapat menyebabkan Penelitian ini merupakan jenis
resistensi dimana respon bakteri berubah penelitian observasional dengan metode
terhadap pemberian antibiotik (World Health retrospektif dilakukan secara cross sectional.
Organization, 2018). Populasi yang digunakan dalam penelitian
Data jumlah penggunaan antibiotik ini yaitu seluruh rekam medis pasien demam
dapat dipakai untuk mengukur besarnya tifoid dan dirawat inap di Ruang Rawat Inap
penggunaan antibiotik dari waktu ke waktu. RSUD Pratama Lubai Ulu periode Januari-
Dalam evaluasi kuantitatif ini, WHO Juni tahun 2021, pengambilan sampel
merekomendasikan metode ATC/DDD menggunakan teknik purposive sampling
untuk mengevaluasi penggunaan obat pada berjumlah 32 responden. Penelitian ini
orang dewasa yaitu usia 18-65 tahun (WHO, dilaksanakan di Ruang Rekam Medis RSUD
2015) Pratama Lubai Ulu bulan Mei - Juli tahun
Tujuan dari sistem ATC/DDD adalah 2021.
sebagai sarana untuk penelitian penggunaan
obat dalam upaya meningkatkan kualitas HASIL DAN PEMBAHASAN
penggunaan obat. Salah satu komponen ini
adalah presentasi dan perbandingan dari 1. Karakteristik Pasien
konsumsi obat tingkat internasional dan
level-level lain. DDD diasumsikan sebagai

Khoirin, Gatot Arismunandar


Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah ISSN 2654-8445
Vol 4, No 2, Desember 2021, 519-528 521

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden periode Januari-Juni


No Variabel Frekuensi (f) Presentasi (%)
1 Jenis Kelamin
11 34
Laki-laki
21 66
Perempuan
2 Usia
Anak-anak 7 22
Remaja 3 9
Dewasa 17 53
Lansia 5 16
Jumlah 32 100
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan hasil Berdasarkan usia, dapat dilihat bahwa
bahwa frekuensi berdasarkan jenis kelamin sebagian besar responden, yaitu 53% berusia
pasien demam tifoid lebih dominan dewasa, 22% berusia anak-anak, 16% berusia
perempuan yaitu sebanyak 66% responden, lansia dan 9% berusia remaja.
sedangkan laki-laki sebanyak 34%.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Lama Perawatan Pasien

Lama Hasil
Perawatan
n =100 100%

≤ 0,96 hari 0 0%

> 0,96 hari 32 100%

Berdasarkan tabel 2 dapat ini lama perawatan pasien demam


diketahui bahwa dalam penelitian tifoid > 0,96 hari yaitu 100%.
Tabel 3. Jenis dan Golongan Antibiotika yang diresepkan pada pasien

Jenis Antibiotik Golongan Jumlah Presentase


(%)
2
Ceftriaxone Sefalosporin 19 59
generasi ketiga
Cefotaxim Sefalosporin 13 41
generasi ketiga
Total 32 100

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui digunakan yaitu golongan sefalosporin


bahwa dalam penelitian ini jenis antibiotika generasi ketiga.
yang diresepkan pada pasien demam tifoid 2. Nilai DDD
yang paling banyak yaitu ceftriaxone
Aturan penggunaan antibiotika secara
sebesar 59%, cefotaxime 41%, untuk
langsung dapat mempengaruhi tinggi
golongan antibiotika yang paling banyak
rendahnya nilai DDD dari suatu jenis

Khoirin, Gatot Arismunandar


Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah ISSN 2654-8445
Vol 4, No 2, Desember 2021, 519-528 522

antibiotika. Aturan penggunaan yang Perhitungan kuantitas antibiotika


diberikan menentukan frekuensi diperlukan untuk mengetahui antibiotika
penggunaan antibiotika yang diterima oleh yang banyak digunakan untuk pengobatan
pasien dalam sehari. Semakin sering demam tifoid pada pasien rawat inap di
antibiotika digunakan dalam sehari maka RSUD Pratama Lubai Ulu periode Januari-
frekuensi penggunaan antibiotika semakin Juni tahun 2021. Evaluasi penggunaan
tinggi. Hal ini akan meningkatkan jumlah antibiotika dari 32 data rekam medis di
dosis (g) antibiotika yang diterima oleh RSUD Pratama Lubai Ulu periode Januari-
pasien. Besarnya jumlah dosis (g) yang Juni tahun 2021 dilakukan dengan
digunakan akan membuat nilai DDD dari menggunakan perhitungan Defined Daily
suatu jenis antibiotika akan ikut meningkat Dose (DDD) 100 patients-day.
(WHO, 2013).
Tabel 4. Nilai DDD/100 patients-days untuk masing-masing antibiotika
dan golongannya beserta kode ATC dan standar DDD WHO
Nilai Nilai
standar DDD/100
Nama Kode Total
Golongan DDD Keterangan
Antibiotika ATC Gram patient-
WHO
(g) days (g)

Tidak
Sefalosforin Cefotaxime J01DD01 77,6 4 20,2
Rasional
generasi
Tidak
ketiga Ceftriaxone J01DD04 96,5 2 50,1
Rasional

sehingga dapat menimbulkan wabah. Di


Berdasarkan Tabel 4 didapatkan 2 jenis
Indonesia, demam tifoid bersifat endemik.
antibiotika yang digunakan pada pasien
Brusch (2016) mengatakan beberapa
demam tifoid rawat inap di RSUD Pratama
penelitian di seluruh dunia menemukan
Lubai Ulu periode Januari-Juni tahun 2021
bahwa laki-laki lebih sering terkena demam
dengan Nilai DDD/100 patients-days paling
tifoid, karena laki-laki lebih sering bekerja
tinggi yaitu ceftriaxone (50,1), lalu
dan makan di luar rumah yang tidak
cefotaxime (20,2) dan nilai DDD/100
terjamin kebersihannya.
patients-days untuk masing-masing
Tetapi berdasarkan dari daya tahan
antibiotika tidak sesuai dengan standar DDD
tubuh, wanita lebih berpeluang untuk
WHO.
terkena dampak yang lebih berat atau
1. Karakteristik Pasien mendapat komplikasi dari demam tifoid.
Jenis Kelamin Salah satu teori yang menunjukkan hal
tersebut adalah ketika Salmonella typhi
Hasil penelitian menunjukan distribusi
masuk ke dalam sel-sel hati, maka hormon
frekuensi jenis kelamin pada pasien laki-laki
estrogen pada wanita akan bekerja lebih berat
sebesar 34% dan perempuan sebesar 66%. karena menangani dua hal sekaligus.
Hasil ini menyatakan bahwa pasien demam
Demam tifoid merupakan penyakit menular
yang dapat menyerang banyak pasien

Khoirin, Gatot Arismunandar


Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah ISSN 2654-8445
Vol 4, No 2, Desember 2021, 519-528 523

Usia tifoid di RSUD Pratama Lubai Ulu periode


Januari-Juni tahun 2021 > 0,96 hari.
Hasil penelitian menunjukan distribusi
frekuensi usia pada pasien demam tifoid Hasil ini sesuai dengan studi literatur
usia anak-anak ada 22%, usia remaja ada Kemenkes (2011) dimana lama perawatan
9%, usia dewasa ada 53%, usia lansia ada pemberian antibiotika untuk sebagian besar
16%. Hasil ini menyatakan bahwa pasien penyakit infeksi adalah 3-7 hari perawatan.
demam tifoid di di RSUD Pratama Lubai Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Ulu periode Januari-Juni tahun 2021 usia Nonita (2019) tentang Evaluasi Penggunaan
dewasa paling banyak yaitu sebesar 53%. Antibiotika pada kasus Demam Tifoid di
Hasil penelitian ini sejalan dengan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta. Hasil
penelitian Farida (2017) tentang Identifikasi penelitian menunjukkan lama perawatan pada
DRPs Penggunaan Antibiotika pada Pasien pasien antara 3-6 hari paling banyak sebesar
Demam Tifoid di Instalasi Rawat inap 73,4%, < 3 hari sebesar 23,3% dan 7 hari
RSUD Salatiga tahun 2015. Hasil ini sebesar 3,3%.
menunjukkan yang paling banyak terkena Perawatan pasien dilakukan untuk
demam tifoid yaitu usia 17-25 tahun sebesar menghentikan invasi kuman, memperpendek
56,98%, karena kebanyakan dari mereka perjalanan penyakit, mencegah terjadinya
sering melakukan aktifitas di luar rumah dan komplikasi, dan mencegah terjadinya
jajan sembarangan yang belum tentu tifoid kekambuhan. Pasien dinyatakan boleh pulang
di RSUD Pratama Lubai Ulu periode oleh dokter apabila keluhan pasien dan gejala
Januari-Juni tahun 2021 mayoritas berjenis demam tifoid berupa demam, mual, muntah,
kelamin perempuan dibandingkan dengan kesadaran menurun sudah mulai berkurang.
laki-laki. Pengobatan pasien kemudian dilanjutkan
Hal ini sesuai dengan laporan dengan diberikan obat pulang dan pasien
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melakukan rawat jalan sampai tidak ada
(Kemenkes, 2011) menjelaskan bahwa keluhan lagi.
penyakit demam tifoid ditemukan lebih Nurjannah (2012) menyatakan,
banyak pada perempuan dari pada laki-laki. hubungan lama rawat inap yang cepat
terjamin kebersihannya sehingga beresiko disebabkan karena pasien telah memenuhi
lebih tinggi terinfeksi bakteri Salmonella anjuran untuk istirahat, pengobatan dan
thypi. mendapat nutrisi yang baik sehingga akan
Lama Perawatan mempercepat lama rawat inap. Keadaan ini
Hasil penelitian menunjukkan distribusi juga tidak jauh berbeda dengan penelitian
frekuensi lama perawatan pada pasien demam yang dilakukan oleh Pratiwi (2010) di RSUD
tifoid periode Januari-Juni tahun 2021, dr. Agoesdjam Ketapang didapatkan lama
tercatat bawa total Length Of Stay (LOS) dari rawat inap penderita demam tifoid terbanyak
32 pasien terdiagnosa demam tifoid adalah 96 antara 1-3 hari.
hari. Total LOS digunakan pada penelitian ini Jenis dan Golongan Antibiotika
untuk perhitungan DDD dimana total LOS Hasil penelitian menunjukkan
akan digunakan sebagai pembagi bersama distribusi frekuensi jenis dan golongan
nilai standar DDD WHO. Distribusi antibitika yang diresepkan yaitu cefotaxime
frekuensi lama perawatan pada pasien > sebesar 41%, ceftriaxone sebesar 59%. Hasil
0,96 hari yaitu 100%. Hasil ini menunjukan
ini menyatakan bahwa pasien demam tifoid di
bahwa lama perawatan pada pasien demam
RSUD Pratama Lubai Ulu periode Januari-

Khoirin, Gatot Arismunandar


Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah ISSN 2654-8445
Vol 4, No 2, Desember 2021, 519-528 524

Juni tahun 2021 paling banyak menggunakan Semakin tinggi total LOS pada pasien
antibiotika jenis ceftriaxone yaitu golongan menyebabkan semakin rendah nilai DDD/100
sefalosporin generasi ketiga. patient days pada masing-masing antibiotik,
Penelitian ini sejalan dengan penelitian begitupun sebaliknya. Sedangkan, nilai DDD
Patattan (2017) tentang Evaluasi Penggunaan dipengaruhi oleh jumlah total gram antibiotik
Antibiotika pada Pasien Demam Tifoid yang digunakan dimana dosis, aturan pakai,
dan lama penggunaan antibiotik pada setiap
Rawat inap Rumah Sakit Stella Maris
pasien berbeda. Selain itu, nilai DDD juga
Makassar pada tahun 2016, dimana hasil dipengaruhi oleh standar DDD WHO yang
penelitiannya diketahui penggunaan tidak sama antar antibiotik. Seperti pada
ceftriaxone paling banyak digunakan yaitu ceftriaxone dan cefotaxime, hasil perhitungan
sebesar 17,74. Penelitian ini juga sejalan jumlah total gram ceftriaxone sebesar 96,5
dengan penelitian Nonita (2019) tentang gram lebih tinggi dibandingkan dengan
Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada kasus cefotaxime sebesar 77,6 gram. Menurut
Demam Tifoid di Rumah Sakit Panti Rini standar DDD WHO, ceftriaxone memiliki
Yogyakarta. Hasil penelitian diketahui nilai standar DDD sebesar 2 dan cefotaxime
penggunaan ceftriaxone paling banyak memiliki nilai standar DDD sebesar 4.
digunakan sebesar 48,99. Sehingga pada hasil akhir, nilai DDD
Pengunaan seftriakson banyak ceftriaxone sebesar 50,1 lebih besar
dibandingkan dengan nilai DDD cefotaxime
digunakan karena memiliki spektrun yang
sebesar 20,2.
luas dan pada umumnya digunkan sebagai
Tingginya nilai DDD dipengaruhi oleh
terapi empiris untuk pengobatan demam jumlah (g) pemakaian antibiotika ditentukan
tifoid. Seftriaxone dianggap sebagai oleh banyaknya dosis yang dipakai oleh
antibiotika yang efektif dan poten untuk pasien selama menjalani rawat inap. Apabila
mengobati penyakit demam tifoid dalam dosis yang diberikan berlebihan maka nilai
jangka waktu singkat serta dapat merusak DDD akan cenderung lebih tinggi
struktur bakteri tanpa mengganggu sel tubuh dibandingkan dengan nilai standar DDD yang
manusia. (Hammad dkk, 2011) telah ditetapkan (WHO, 2013). Tingginya
nilai DDD dari beberapa jenis antibiotika
2. Nilai DDD yang terdapat dalam penelitian ini
Berdasarkan hasil penelitian diketahui menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat
ada beberapa antibiotika yang memliki nilai pemberian antibiotika yang berlebihan pada
DDD/100 patients-days lebih tinggi daripada pasien demam tifoid rawat inap di RSUD
nilai standar DDD WHO. Nilai DDD paling Pratama Lubai Ulu periode Januari-Juni
tinggi yaitu ceftriaxone (50,6) diikuti tahun 2021.
cefotaxime (20,4) yang artinya ada
ketidakrasionalan penggunaan antibiotik di SIMPULAN
RSUD Pratama Lubai Ulu periode Januari- 1. Evaluasi penggunaan antibiotik yang
Juni tahun 2021. Pada penelitian ini, jumlah paling banyak digunakan untuk
pemakaian antibiotik tertinggi adalah dengan pengobatan demam tifoid di RSUD
nilai DDD/100 patient days tertinggi adalah Pratama Lubai periode Januari-Juni
ceftriaxone, hal ini dikarenakan nilai tahun 2021 Ceftriaxone sebesar 50,1
DDD/100 patient days dipengaruhi oleh total dan Cefotaxim sebesar 20,2.
Length of Stay (LOS) dan nilai DDD. 2. Penggunaan antibiotik pada pasien
demam Tifoid di RSUD Pratama Lubai

Khoirin, Gatot Arismunandar


Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah ISSN 2654-8445
Vol 4, No 2, Desember 2021, 519-528 525

Ulu periode Januari-Juni 2021 yaitu Journal of Pharmaceutical and


Ceftriaxone (59%), dan Cefotaxim Clinical Research.
(41%).
Brusch, J.L., 2011. Typhoid Fever Clinical
SARAN Presentation. Diakses 15 April 2021,
1. Bagi Peneliti dan Peneliti yang akan dari
Datang http://emedicine.medscape.com/articl
Perlu dilakukan penelitian dengan e/231135-clinical.
evaluasi yang lain seperti evaluasi Bula-Rudas, F.J., Rathore, M.H., Maraqa,
kualitatif sebagai pendukung hasil N.F., 2015. Salmonella Infections in
penelitian ini sehingga diperoleh hasil Childhood. Diakses 12 Juni 2021,
evaluasi yang lebih maksimal. dari
2. Bagi RSUD Pratama Lubai Ulu https://doi.org/10.1016/j.yapd.2015.0
Diharapkan menjadi bahan pertimbangan 4.005
dalam menetapkan pengobatan pada
pasien demam tifoid di RSUD Pratama Butler, T., 2011. Treatment of typhoid fever
Lubai Ulu. in the 21st century: promises and
3. Bagi Instansi Pendidikan shortcomings. Clin. Microbiol.
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan Infect. 17, 959–963.
sebagai tambahan kepustakaan dan https://doi.org/10.1111/j.1469-
informasi untuk mahasiswa S1 Farmasi 0691.2011.03552.x
Stikes Aisyiyah Palembang.
Connors, K.P., Kuti, J.L., Nicolau, D.P.,
DAFTAR PUSTAKA 2013. Optimizing Antibiotic
Pharmacodynamics for Clinical
Adiputra, I Komang Gede Triana; Somia, I Practice. Pharmaceutica Analytica
Ketut Agus., 2017. Karakteristik Acta, (4): 1-8.
Klinis Pasien Demam Tifoid di
RSUP Sanglah Periode Waktu Juli Dorland WA, Newman., 2010. Kamus
2013 – Juli 2014. E-Jurnal Medika Kedokteran Dorland edisi 31.
Udayana, [S.l.], v. 6, n. 11, p. 98 – Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
102. ISSN 2303-1395. EGC.
American Pharmacists Association., 2013. Elisabeth Purba, I., Wandra, T., Nugrahini,
Drug Information Handbook with N., Nawawi, S., Kandun, N., 2016.
International Trade Names Index Program Pengendalian Demam
(22th ed). Ohio: Lexicomp. Tifoid di Indonesia: Tantangan dan
Peluang. Media Penelit. Dan
Baker, Stephen, Dougan, Gordon., 2011. Pengemb. Kesehat. 26, 99–108.
The Genome of Salmonella enterica doi:10.22435/mpk.v26i2.5447.99-
Serovar Typhi. Diakses 6 Juni 2021, 108.
dari
http://cid.oxfordjournals.org/content/ Hadi, U., 2009. Resistensi Antibiotik, Buku
45/Supplement_1/S29. Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V,
Jilid III. Jakarta: Interna Publishing.
Bisht, R., Katiyar. A., Singh. R., dan Mittal.
P., 2009. Antibiotic Resistance-A Hadinegoro SR., Kadim M., Devaera Y.,
Global Issue of Concern. Asian Idris NS., Ambarsari CG., 2012.

Khoirin, Gatot Arismunandar


Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah ISSN 2654-8445
Vol 4, No 2, Desember 2021, 519-528 526

Update Management of Infectious Antibiotik. Jakarta: Kementrian


Diseases and Gastrointestinal Kesehatan Republik Indonesia.
Disorders. Jakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Matono, T., Kato, Y., Morita, M., Izumiya,
H., Yamamoto, K., Kutsuna, S.,
Harris, J.B., Brooks, W.A., 2013. Typhoid Takeshita, N., Hayakawa, K.,
and Paratyphoid (Enteric) Fever, in: Mezaki, K., Kawamura, M., Konishi,
Hunter’s Tropical Medicine and N., Mizuno, Y., Kanagawa, S.,
Emerging Infectious Diseases. Ohmagari, N., 2016. Case Series of
Philadelphia, PA, pp. 568–576. Imported Enteric Fever at a Referral
Center in Tokyo, Japan: Antibiotic
Herliani, D., 2016. Hubungan Antara Faktor Susceptibility and Risk Factors for
Risiko Dengan Kejadian Demam Relapse. Am. J. Trop. Med. Hyg. 95,
Tifoid Pada Pasien Yang Di Rawat 19–25.
Di Rumah Sakit Al-Islam Bandung https://doi.org/10.4269/ajtmh.15-
Periode Februari - Juni 2015 0714
(Thesis). Fakultas Kedokteran
(UNISBA). Mayasari, D., 2009. Hubungan Respon
Imun dan Stres dengan Tingkat
Idhayu, A.T., Chen, L.K., Suhendro, S., Kekambuhan Demam Tifoid pada
Abdullah, M., 2017. Perbedaan Masyarakat di Wilayah Puskesmas
Kadar C- Reactive Protein pada Colomadu Karanganyar. Surakarta:
Demam Akut karena Infeksi Dengue Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
dan Demam Tifoid. J. Penyakit Muhammadiyah Surakarta.
Dalam Indonesia. 3.
Merdjani, A., Syoeib, A., 2018. Buku Ajar
Karminigtyas, S.R., Zahro, R.N., Kusuma, Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi
I.S.W., 2016. Evaluasi Ketepatan Kedua. Jakarta: Bagian Ilmu
Dosis Antibiotik Pada Pasien Kesehatan Anak FKUI.
Demam Tifoid Anak di Instalasi
Rawat Inap RSI Sultan Agung Nainggolan Rani F., 2009. Karakteristik
Semarang dan RSI NU Demak Penderita Demam Tifoid Rawat Inap
Tahun 2015. J. Farm. Dan Obat di Rumah Sakit Tentara TK-IV
Alam 5, 30–35. 01.07.01 Pematang Siantar Tahun
2008. Medan: Skripsi FKM USU.
Katarnida, S.S., Murniati, D., Katar, Y.,
2016. Evaluasi Penggunaan Nelwan RHH., 2012. Tata Laksana Terkini
Antibiotik Secara Kualitatif di RS Demam Tifoid. Jakarta: Divisi
Penyakit Infeksi Sulianti Saroso. Penyakit Tropik dan Infeksi
Jakarta: Sari Pediatri 15, 369–76. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSCM.
Kementerian Kesehatan RI., 2006. Pedoman
Pengendalian Demam Tifoid.Jakarta: Paterson, I.K., Hoyle, A., Ochoa, G., Austin,
Kementrian Kesehatan Republik C.B., Taylor, N.G.H., 2016.
Indonesia. Optimising Antibiotic Usage to Treat
Bacterial Infections. Nature,
Kementerian Kesehatan RI., 2011. Pedoman (6):37853, pp.1.
Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi

Khoirin, Gatot Arismunandar


Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah ISSN 2654-8445
Vol 4, No 2, Desember 2021, 519-528 527

Prasetya, I P D., 2017. Evaluasi Rasionalitas Anak RS Dr Cipto Mangunkusumo


Penggunaan Antibiotik Pasien FKUI.
Demam Tifoid di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rini Soedarmo, S.S.P., Garna H., Hadinegoro
Yogyakarta Periode tahun 2017- S.R., Satari H.I., 2010. Buku Ajar
2018. Yogyakarta: Universitas Infeksi Pediatri dan Tropis. Jakarta:
Sanata Dharma. Badan Penerbit IDAI

Pratiwi, R., 2007. Karakteristik Penderita Sucipta AAM., 2015. Baku Emas
Demam Tifoid Rawat Inap di RSU Pemeriksaan Laboratorium Demam
Permata Bunda Medan Tahun 2004- Tifoid Pada Anak. Jurnal Skala
2005. Medan: Fakultas Kesehatan Husada Volume 12 Nomor 1 April
Masyarakat Universitas Sumatera 2015: 22-26.
Utara. Suharjono, dkk., 2009. Studi Penggunaan
Rahayu, E., Fakultas Saintek, U., Maulana Antibiotika Pada Penderita Rawat
Malik, N., Malang, I., Jalan, G., No, Inap Pneumonia Penelitian di Sub
Abstrak, M., 2011. Antibiotika, Departemen Anak Rumkital DR.
Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. Ramelan Surabaya. Surabaya:
J. El- Hayah 1. Majalah Ilmu Kefarmasian
https://doi.org/10.18860/sains.v0i0.1 Thaver, D., Zaidi, A.K.M., Critchley, J.,
861. Azmatullah, A., Madni, S.A., Bhutta,
Sabir, M., Efendi, A.A., Rahman, R., Hatta, Z.A., 2009. A comparison of
M., 2016. Variasi Genetik dan Faktor fluoroquinolones versus other
Risiko Gen Flagellin Salmonella antibiotics for treating enteric fever:
Typhi pada Demam Tifoid Akut dan meta-analysis. The BMJ 338.
Karier di Sulawesi Tengah. Healthy https://doi.org/10.1136/bmj.b1865
Tadulako 1. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja., 2007.
Ulfa M. Karakteristik Tersangka Demam Obat-Obat Penting Khasiat,
Tifoid Pasien Rawat Inap di Rumah Penggunaan dan Efek-Efek
Sakit Muhammadiyah Palembang., Sampingnya, Edisi Keenam, 262,
2012. Syifa’MEDIKA, 2012. Vol. 3 269-271. Jakarta: PT. Elex Media
(No.1). Komputindo.

Setiawan, S., 2015. Evaluasi Rasionalitas Tjipto, B.W., Kristiana, L., Ristrini, R.,
Penggunaan Antibiotik di Rawat 2009. Kajian Faktor Pengaruh
Inap Bagian Penyakit Dalam Rumah Terhadap Penyakit Demam Tifoid
Sakit Umum PKU Muhammadiyah Pada Balita Indonesia. Bul. Penelit.
Bantul. Yogyakarta: Fakultas Sist. Kesehat. 12.
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan https://doi.org/10.22435/bpsk.v12i4.
UMY. 2712

Sidabutar S., Satari H., 2010. Pilihan terapi World Health Organization., 2011.
empiris demam tifoid pada anak: Guidelines for the Management of
kloramfenikol atau seftriakson. Typhoid Fever.
Jakarta: Departemen mu Kesehatan

Khoirin, Gatot Arismunandar


Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah ISSN 2654-8445
Vol 4, No 2, Desember 2021, 519-528 528

Widodo, Djoko., 2014. Demam Tifoid.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Indonesia Edisi 6
Jakarta.

Khoirin, Gatot Arismunandar


Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah ISSN 2654-8445
Vol 4, No 2, Desember 2021, 502-508 529

Khoirin, Gatot Arismunandar

Anda mungkin juga menyukai