Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PEDAGOGI
Pilar-Pilar Pendidikan dan Implementasinya

DOSEN PENGAMPU:
Dra. WIRDATUL AINI., M. Pd.

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4:

1. DINDA QAMARI NAJMI (20004054)


2. JASMINE YAASIN (20022156)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatu.


Alhamdulillah, senantiasa penulis ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat kesempatan dan kesehatan kepada kita semua sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Pilar-Pilar Pendidikan dan Implementasinya dengan baik dan tepat
waktu.

Makalah ini dibuat karena merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Pedagogi di
Universitas Negeri Padang. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dra.Wirdatul Aini, M.Pd selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Pedagogi.
2. Teman-teman yang telah membantu dan berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini sehingga
selesai tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini
sebagai akibat dari keterbatasan dari pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah ini
penulis buat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Pengampu mata kuliah Pedagogi.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan juga bermanfaat bagi penyusun pada khususnya.

Padang, 3 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1


A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
C. Tujuan Pembuatan Makalah .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 3
A. Konsep dasar pilar pendidikan ....................................................................................... 3
B. Macam-macam pilar pendidikan.................................................................................... 4
C. Garis besar mengenai ke empat pilar pendidikan UNESCO ......................................... 12
D. Implementasi pilar pendidikan....................................................................................... 13
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang
berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup
dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Khalik untuk
beribadah. Manusia sebagai makhluk yang diberikan kelebihan oleh Allah SWT dengan
suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki makhluk Allah yang lain dalam
kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirannya diperlukan suatu pola pendidikan
melalui proses pembelajaran. (Hafid, Ahiri, & Haq, 2014)
Pilar merupakan penopang atau penyangga dalam sebuah bangunan yang membuat
bangunan itu dapat berdiri dengan kukuh. Sistem pendidikan juga memerlukan pilar yang
akan menyangga sistem pendidikan yang dilaksanakan agar pendidikan tersebut dapat
berjalan dengan baik dalam mencapai tujuan pendidikan. Eksistensi pilar dalam berbagai hal
bias dikatakan sangat pending perannya sebagai penopang agar menjadi sesuatu yang utuh
(unity). Bangunan atau rumah berangkat dari fondasi yang dilengkapi dengan pilar agar atap
bias berdiri kukuh dan tidak mudah roboh sehingga tampak menjadi lengkap dan
melengkapi. (Syafril & Zen, 2007).
Berdasarkan paradigma di atas, dapat disimpulkan bahwa pilar pendidikan adalah tiang
atau penunjang dari suatu kegiatan usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang akan
diberikan kepada anak didik yang bertujuan untuk pendewasaan anak. (Syafril & Zen, 2007).
Dengan demikian, efektivitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan pembelajaran,
termasuk pembelajaran seni. Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan
dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. (Kodir, 2011)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka muncul beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep dasar pilar pendidikan?
2. Apa saja pilar pendidikan ?

1
3. Bagaiman garis besar mengenai ke empat pilar pendidikan UNESCO?
4. Bagaimana penerapan dari pilar-pilar pendidikan?

C. Tujuan Pembuatan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dirumuskan tujuan dari pembuatan
makalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan konsep dasar pilar-pilar pendidikan.
2. Untuk menjelaskan macam-macam pilar pendidikan.
3. Untuk menjelaskan bagaiman garis besar mengenai ke empat pilar pendidikan UNESCO.
4. Untuk menjelaskan implementasi pilar-pilar pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pilar Pendidikan


1. Pengertian Pilar
Pilar merupakan sebuah penopang atau penyangga, dalam sebuah bangunan pilar
yang dapat membuat bangunan berdiri tegak dan kokoh. Dalam sistem pendidikan juga
demikian terdapat pilar yang menjadi penyangga sehingga sebuah sistem dapat berdiri
untuk mencapai tujuan pendidikan. Dan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pilar dalam kamus umum adalah tiang penyangga atau penguat dari beton, dan
sebagainya, sekaligus dipakai untuk keindahan atau keserasian penunjang untuk
kegiatan. M.J. Lavengeveld mengatakan bahwa pendidikan adalah setiap usaha,
pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak didik yang bertujuan
pada pendewasaan anak itu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pilar diartikan
sebagai tiang penyangga (terbuat dari besi atau beton). Kata pilar dalam bahasa Inggris
berarti pillars (sama artinya dengan pilar dalam bahasa Indonesia).
Eksistensi pilar dalam berbagai hal bias dikatakan sangat pending perannya
sebagai penopang agar menjadi sesuatu yang utuh (unity). Bangunan atau rumah
berangkat dari fondasi yang dilengkapi dengan pilar agar atap bias berdiri kukuh dan
tidak mudah roboh sehingga tampak menjadi lengkap dan melengkapi. (Syafril & Zen,
2007). Hal ini juga terlihat dari kondisi zaman yang cepat berubah, terutama di bidang
teknologi dan informasi sehingga visi paradigma pendidikan harus relevan yang
kemudian diturunkan ke dalam metode pembelajaran yaitu mengubah paradigma
teaching (mengajar) menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini proses
pendidikan menjadi proses bagaimana belajar bersama antar guru dan anak didik. Guru
dalam konteks ini termasuk dalam proses belajar. Sehingga lingkungan sekolah jadi
learning society (masyarakat belajar). Sebagai objek sekaligus subjek pendidikan,

3
manusia menjadi titik sentral dalam proses belajar yang mengarah pada tujuan
pendidikan. Manusia belajar dari apa saja di sekitarnya untuk survive sekaligus
pengembangan potensi diri, lahir dari ketidaktahuan dari rahim seorang ibu dan dibekali
penglihatan, pendengaran dan akal untuk digunakan dalam tugasnya sebagai manusia.
Berangkat dari sinilah, paradigma learning ini diusung sebagai pilar pendidikan untuk
kepentingan manusia dengan perubahan zaman dan ini berangkat dari paradigma belajar.
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia
yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan
hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Khalik
untuk beribadah. Manusia sebagai makhluk yang diberikan kelebihan oleh Allah SWT
dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki makhluk Allah yang lain
dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirannya diperlukan suatu pola
pendidikan melalui proses pembelajaran. (Hafid, Ahiri, & Haq, 2014).

Jadi dapat disimpulkan bahwa pilar pendidikan adalah tiang atau penunjang dari
suatu kegiatan usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang akan diberikan kepada
anak didik yang bertujuan untuk pendewasaan anak. (Syafril & Zen, 2007).

B. Macam-Macam Pilar Pendidikan.


United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, disingkat
UNESCO merupakan badan khusus PBB yang didirikan pada tahun 1945. (Wikipedia,
2019). UNESCO berdiri dengan ditandatanganinya konstitusi UNESCO di London pada
tanggal 16 November 1945. Suasana keprihatinan atas terjadinya perang dunia pertama dan
kedua secara berturut-turut yang kurang dari masa satu generasi dinyatakan sebagai tujuan
dasar dari pendirian dan sekaligus menjadi moto organisasi ini yang tertuang dalam kalimat
terkenal berikut: since wars begin in the mind of men, it is in the minds of men that the
defenses of peace must be constructed (oleh karena perang diawali dari pikiran manusia,
maka dalam pikiran manusialah upaya menjaga perdamaian dibangun).

4
Menurut UNESCO dalam buku Belajar dan Pembelajaran oleh Aunurrahman, Komisi
Pendidikan untuk Abad XXI melihat bahwa pendidikan sesungguhnya adalah belajar
(learning). Selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada empat pilar, yaitu;
1. Learning To Know (belajar mengetahui)
Pembelajaran yang berlangsung di sekolah umumnya dimaksudkan mendorong
anak didik memperoleh pengetahuan secara terstruktur, di samping penguasaan alat
belajar. Dengan demikian pembelajaran merupakan sarana sekaligus sebagai upaya
mencapai tujuan akhir eksistensi manusia. (Danim, 2010). Learning to Know (belajar
untuk mengetahui), artinya belajar itu harus dapat memahami apa yang dipelajari
bukan hanya dihafalkan tetapi harus ada pengertian yang dalam. Hal ini dapat
diartikan bahwa anak didik harus memiliki pemahaman yang bermakna terhadap
proses pendidikan mereka. Anak didik diharapkan memahami secara bermakna asal
mula teori dan konsep, serta menggunakannya untuk menjelaskan dam memprediksi
proses-proses berikutnya.
Anak didik harus memiliki tujuan dalam belajar, selalu mencari tahu dan
menggali hal yang harus diketahuinya, dan mencari cara yang harus ditempuh untuk
dapat mengetahui hal-hal tersebut. Hal yang harus digaris bawahi adalah bahwa
learning to know tidak sekadar memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai teknik
memperoleh pengetahuan tersebut. Tidak hanya itu, anak didik juga dituntut tidak
sekadar mengetahui ilmu tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang bermanfaat bagi
kehidupan. Pilar ini berperan untuk membentuk generasi penerus bangsa yang
memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi. (Syafril & Zen, 2007).
Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan
baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Sebagai alat, pengetahuan tersebut
diharapkan akan memberikan kemampuan setia orang untuk memahami berbagai
aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat dan martabatnya dalam
rangka mengembangkan keterampilan kerja dan berkomunikasi dengan berbagai pihak
yang diperlukan. Sebagai tujuan, maka pengetahuan tersebut akan bermanfaat dalam
rangka peningkatan pemahaman, pengetahuan serta penemuan di dalam kehidupannya.
Upaya-upaya ke arah pemerolehan pengetahuan ini tidak akan pernah ada batasnya,
dan masing-masing individu akan secara terus menerus memperkaya pengetahuan

5
dirinya dengan berbagai pengalaman yang ditemukan dalam kehidupannya. Upaya-
upaya ini akan berlangsung secara terus menerus yang pada gilirannya melahirkan
kembali konsep belajar sepanjang hayat. (Aunurrahman,2014). Learning to Know
bukan sebatas proses belajar di mana anak didik mengetahui dan memiliki materi
informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat, namun juga kemampuan
untuk dapat memahami makna dibalik materi ajar yang telah diterimanya. (Kodir,
2011).
Belajar mengetahui diperlukan sebagai syarat belajar untuk belajar, melibatkan
kekuatan konsentrasi atau pemusatan perhatian, ingatan dan pikiran. Mulai anak
semasa kecil, teristimewa di masyarakat-masyarakat yang dipengaruhi oleh televisi,
kaum muda harus belajar memusatkan pada benda-benda dan manusia. Menggunakan
ingatan merupakan penawar yang penting daripada dibanjiri oleh informasi sejenak
yang ditayangkan oleh media adalah berbahaya untuk membayangkan bahwa ingatan
tidak diperlukan lagi karena kemampuan kita yang sudah hebat untuk menyimpan dan
mengedarkan informasi. Kita harus selektif tentang apa yang akan kita pelajari dari
luar kepala, tetapi kemampuan mental manusia yang khas untuk mengingat asosiasi
yang tidak dapat dikurangi ke bentuk berfungsi secara otomatis haruslah dipupuk
dengan baik-baik.
Semua spesialis bersepakat, bahwa ingatan harus dilatih sejak anak semasa kecil
dan tidaklah tepat untuk dihapuskan sekolah latihan atau soal tradisional tertentu yang
memang membosankan. Belajar mengetahui, maksudnya dengan memadukan
pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan untuk bekerja secara
mendalam pada sejumlah kecil mata pelajaran. Ini juga berarti belajar untuk belajar,
sehingga memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan pendidikan yang
disediakan sepanjang hayat. Adapun prinsip learning to know yaitu :
a. Diarahkan untuk mampu mengembangkan ilmu dan terobosan teknologi dan
merespons sumber informasi baru.
b. Memanfaatkan berbagai sumber pembelajaran.
c. Network society.
d. Learning to learn dan long life education.

6
Sasaran akhir dari penerapan pilar learning to know adalah lahirnya suatu
generasi yang mampu mendukung perkembangan IPTEK, yang menjadikan IPTEK
sebagai kebudayaannya. Menjadikan IPTEK sebagai kebudayaan, science adalah
wujud berpikir yang canggih. Konsep Learning to Know ini menyiratkan makna
bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut:
a. Guru berperan sebagai sumber belajar
Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan
guru yang baik apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik,
sehingga benar-benar berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya.
b. Guru sebagai fasilitator
Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan anak didik dalam kegiatan
proses pembelajaran.
c. Guru sebagai pengelola
Guru berperan menciptakan iklim belajar yang memungkinkan anak didik dapat
belajar secara nyaman.(Efendi, 2015).
Contoh learning to know : Setiap pagi berangkat sekolah, disekolah menerima
pelajaran-pelajaran yang baru yang membuat kita semakin mengetahui banyak hal.

2. Learning To Do (belajar untuk berbuat)


Learning to do merupakan konsekuensi dari Learning to know. (Kodir, 2011).
Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan anak-anak untuk
mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya dan dapat mengadaptasikan
pengetahuan pengetahuan yang telah diperolehnya tersebut dengan pekerjaan-
pekerjaan di masa depan.
Setelah kita memahami dan mengerti dengan benar apa yang kita pelajari lalu kita
melakukanya. Anak didik dilatih untuk melakukan sesuatu dalam kondisi nyata yang
menekankan pada penguasaan keterampilan. Terkait dengan hal tersebut guru perlu
mendesain proses belajar mengajar yang aplikatif, maksudnya menekankan pada
keterlibatan anak didik, baik fisik, mental, maupun emosionalnya. Hal ini bertujuan
untuk membentuk generasi muda yang terampil dalam berkomunikasi, bekerja sama,
mengelola, dan mengatasi suatu konflik.

7
Learning to do bukanlah pembelajaran yang hanya menumbuh kembangkan
kemampuan berbuat mekanis dan keterampilan tanpa pemikiran, melainkan
mendorong anak didik agar terus belajar bagaimana menumbuh kembangkan kerja,
juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep. Prinsip learning to do yaitu :
a. Menjembatani pengetahuan dan keterampilan
b. Memadukan learning by doing dengan doing by learning
c. Mengaitkan pembelajaran dan kompetensi
d. Mengaitkan psikologi pembelajaran denga sosiologi pembelajaran.

Sasaran akhir dari diterapkanya pilar ini adalah ahirnya generasi muda yang dapat
bekerja sangat cerdas dengan memnfaatkan IPTEK. Tujuan akhir dari upaya
pendidikan adalah penguasaan seni menggunakan ilmu pengetahuan.
Learning to do berperan mencetak generasi muda yang cerdas dan cekatan dalam
bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi. Pada hakikatnya, pendidikan
harus membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui saja, tetapi lebih jauh untuk
terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang
bermakna bagi kehidupan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, learning to do
mempersiapkan anak didik untuk hidup bermasyarat, terjun ke dunia kerja, dan
menghasilkan kreativitas yang dimilikinya.
Contoh learning to do : Ketika kita bisa mengetahui bahwa semut akan mendekat
ketika ada gula atau benda-benda yang manis. Kita bisa berkarya untuk menciptakan
sesuatu agar semut tidak memasuki benda-benda yang manis tersebut. Pramuka juga
mengajarkan Learning to do dalam pembelajarannya. Sehingga kegiatan pramuka
akan lebih mengena dan langsung kepada pengaplikasian kegiatannya.

3. Learning To Be (belajar untuk menjadi seseorang)


Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang). Kita harus mengetahui diri kita
sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hidup? Dengan demikian, kita akan bisa
mengendalikan diri dan memiliki kepribadian untuk mau dibentuk lebih baik lagi dan
maju dalam bidang pengetahuan. Learning to be adalah belajar untuk berkembang
secara utuh. Konsep ini memaknai belajar sebagai proses untuk membentuk manusia

8
yang memiliki jati dirinya sendiri. Anak didik diharapkan untuk dapat mandiri dan
bertanggung jawab. Selain itu, pendidikan juga diharapkan mampu mencetak generasi
muda yang berperikemanusiaan.
Dalam konsep learning to be, anak didik belajar berperilaku sesuai dengan norma
dan kaidah di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya
merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Dalam konteks pendidikan, anak juga
dituntut dapat menghargai proses pendidikan, yang ditunjukkan dengan sikap senang
belajar, bekerja keras, ulet, sabar, disiplin, jujur, serta mempunyai motif berprestasi
yang tinggi dan rasa percaya diri.
Peran guru dalam pilar learning to be sebagai kompas penunjuk arah sekaligus
menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri anak
didik secara utuh dan maksimal. Pendidik juga membimbing anak didik belajar
mengaktualisasikan diri sebagai individu yang berkepribadian utuh dan bertanggung
jawab sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat. Konsep learning to be
perlu dihayati oleh seluruh praktisi pendidikan untuk melatih anak agar dapat
mengembangkan kepribadian lebih baik. Dengan pilar ini, peserta didik berpotensi
menjadi generasi baru yang berkepribadian mantap dan mandiri.
Melengkapi learning to know dan learning to do, Robinson Crussoe berpendapat
bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri tanpa kerjasama atau dengan kata lain
manusia saling tergantung dengan manusia lain. Manusia di era sekarang ini bisa
hanyut ditelan waktu jika tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning to be akan
menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan
nilai kehidupannya dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup
bermasyarakat sebagai hasil belajarnya. Learning to be yaitu mengembangkan
kepribadian dirinya sendiri dan mampu berbuat dengan kemandirian yang lebih besar,
perkembangan dan tanggung jawab pribadi. Learning to be merupakan pelengkap dari
learning to know dan learning to do. Prinsip Learning to be yaitu :
a. Berfungsi sebagi andil terhadap pembentukan nilai-nilai yang dimiliki bersama.
b. Menghubungkan antara tangan dan pikiran, individu dengan masyarakat
pembelajaran kognitif dan nonkognitif serta pembelajaran formal dan pembelajaran
nonformal.

9
Contoh learning to be: bagi anak didik yang agresif, akan menemukan jati dirinya
bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi anak didik
yang pasif, peran guru sebagai fasilitator bertugas sebagai penunjuk arah sekaligus
menjadi mediator bagi anak didik. Hal ini sangat diperlukan untuk menumbuh
kembangkan potensi diri anak didik secara utuh dan maksimal. Selain itu, pendidikan
juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik menjadi lebih manusiawi, menjadi
manusia yang berperi kemanusiaan.

4. Learning To Life Together (belajar untuk hidup bersama)


Learning to live together (belajar untuk hidup bersama). Sejak Allah SWT
menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi
saling membutuhkan seseorang dengan yang lain nya. Harus ada penolong. Karena itu
manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati,
saling mengasihi serta saling menghargai dan saling menghormati satu dengan yang
lain. Di era sekarang ini, muncul berbagai konflik seperti perbedaan agama, ras, suku,
dan kebudayaan. Penyebab dari semua konflik itu adalah ketidakmampuan manusia
untuk menerima perbedaan. Konsep ini merupakan tanggapan terhadap arus
individualisme yang merajalela dewasa ini.
Learning to live together, pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih dan
membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui
komunikasi yang baik, menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain serta
menjauhi dan menghindari terjadinya perselisihan dan konflik. Persaingan dalam misi
ini harus dipandang sebagai upaya yang sehat untuk mencapai keberhasilan, bukan
sebaliknya bahwa persaingan justru mengalahkan nilai-nilai kebersamaan bahkan
penghancuran orang lain atau pihak lain untuk kepentingan sendiri. Dengan demikian
diharapkan kedamaian dan keharmonisan hidup benar-benar dapat diwujudkan.
Learning to live together ini mengajarkan seseorang untuk hidup bermasyarakat
dan menjadi manusia berpendidikan yang bermanfaat, baik bagi diri sendiri dan
masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia, kesempatan berinteraksi dengan
berbagai individu atau kelompok individu yang bervariasi akan membentuk kepribadian

10
anak didik untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif toleran
terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup.
Learning to live together dilakukan melalui perkembangan suatu pemahaman
tentang orang lain dan suatu penghargaan terhadap saling ketergantungan pelaksaan
proyek bersama dan belajar mengelola konflik dalam semangat menghargai nilai-nilai
kejamakan, pemahaman bersama dan perdamaian. Kebiasaan hidup bersama, saling
menghargai, terbuka, memberi dan menerima yang diembangkan di sekolah,
menumbuhkan rasa memahami, menghargai dan menghormati orang lain. Anak didik
akan mampu menyadari adanya ketergantungan dan hubungan timbal balik antar
manusia. Adanya tujuan bersama menuju pada semangat kerja sama dan perdamaian
demi kebaikan bersama.
Pemahaman tentang diri dan orang lain yang didapat melalui kelompok belajar
merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat. Konsep learning to live together
dalam hal ini, merangsang kepekaan anak didik akan suka duka dan makna empati
terhadap orang lain. Hal ini dapat dijadikan bekal saat mereka berkecimpung di
lingkungan di mana mereka hidup dan bersosialisasi. Mereka telah dibekali
kemampuan untuk menempatkan diri sesuai dengan lingkungannya.
Learning to live together berperan menjadi pilar belajar yang penting. Konsep ini
berperan dalam mengembangkan semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan,
saling memahami, dan perdamaian. Prinsip learning to live together.
a. Membangun sistem nilai.
b. Pembentukan identitas melalui proses pemilikan konsep luas.

Contoh learning to live together : Sebagai seorang yang berpendidikan tentu kita
akan menghargai karya orang lain atau ketika kita bisa melakukan banyak hal kita
tidak sungkan-sungkan untuk berbagi dengan orang lain.

Keempat pilar yang diungkapkan UNESCO ini tidak mengakomodasi tujuan dari
sistem pendidikan nasional di Indonesia yang tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi: “Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

11
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”
Oleh karena itu, timbulah penambahan pilar agar dapat menjadi pilar yang
mengakomodasi tujuan dari sistem pendidikan Indonesia yaitu pilar Learning to believe
in god yang dijelaskan sebagai berikut :

5. Learning To Believe In God (belajar untuk beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa)
Learning to believe in God (belajar untuk beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa)
bahwa manusia mempunyai pegangan yang universal dalam berhubungan dengan
lingkungannya dan berhubungan dengan penciptanya. Dalam artian ini bahwa
pengetahuan yang dicari seseorang harus dapat memberi manfaat untuk isi alam itu
sendiri, dan bagaimana mengelolanya untuk kebaikan bersama secara berkelanjutan
(sustainable) yang secara religius dapat dipertanggung jawabkan kepada Yang
Mahakuasa.
Learning To Believe in God, berdasarkan dengan teologi bahwa faktanya, Tuhan
Yang Maha Esa menciptakan manusia lengkap dengan berbagai potensi yang diberikan
kepadanya, termasuk potensi kemauan dan kehendak diri serta kemampuan memilih
dan berupaya untuk mandiri. Dengan dua potensi itu, manusia diberi ruang sepenuhnya
guna memutuskan dan bersikap. Termasuk dalam memilih untuk beriman atau tidak.
Contoh Learning To Believe In God: Contoh sikap yang bisa dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu dengan menjalankan perintah agama sesuai kepercayaan
masing-masing, berkata dan berbuat baik sesuai ajaran agama, bersikap ramah, sopan,
dan menghargai sesama manusia. Kemudian mencintai dan menjaga kelestarian
lingkungan sekitar, bertingkah sebagai tidak warga negara yang baik dan tidak
melawan hukum.

C. Garis Besar Mengenai ke Empat Pilar Pendidikan UNESCO :


1. Kekuatan
Ke empat pilar pendidikan tersebut dirancang sangat bagus, dengan tujuan yang
bagus pula, dan sesuai dengan keadaan zaman sekarang yang menuntut pesera didik
tidak hanya diajarkan IPTEK, kemudian dapat bekerja sama dan memecahkan masalah,

12
akan tetapi juga hidup toleran dengan orang lain ditengah-tengah maraknya perbedaan
pendapat dimasyarakat. Dengan ke kempat pilar ini akan bisa tercapai pendidikan yang
berkualitas.
2. Kelemahan
Meskipun ke empat pilar pendidikan ini dirancang sedemikian bagusnya, namun
perlu diingat, masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut, seperti
kurangnya SDM guru yang benar-benar “mumpuni”, perbedaan pola pikir setiap
masyarakat atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan, kemudian ada lagi
fasilitas, fasilitas yang masih minim akan sangat menghambat kemajuan proses belajar
mengajar, dan kendala-kendala lain.
3. Peluang
Apabila pendidikan di Indonesia diarahkan pada ke empat pilar pendidikan ini, maka
pada gilirannya masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang bermartabat di
mata masyarakat dunia.
4. Ancaman
Ke empat pilar pendidikan UNESCO ini bisa menjadi bumerang bagi anak didik dan
pengajar apabila tujuan atau keinginan yang hendak dicapai tidak kunjung terwujud.
Bisa jadi akan muncul sikap pesimis dan putus asa kehilangan kepercayaan diri.

D. Implementasi Pilar-Pilar Pendidikan.


Penerapan paradigma tersebut sudah barang tentu akan berdampak pada pembelajaran
efektif yang direkomendasikan UNESCO, yakni pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan. Konsep pembelajaran efektif tersebut bermuara pada lima pilar
pendidikan, yakni learning to know, learning to do, learning to be, learning to life together,
and learning to believe in God.
1. Learning to know
Dalam rangka merealisasikan learning to know, tenaga pendidik seyogyanya
berfungsi sebagai fasilitator yang dapat menuntun atau mengarahkan para peserta didik
dalam memecahkan suatu masalahnya.. Guru adalah orang yang identik dengan pihak
yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa. Di
tangan gurulah tunas-tunas bangsa ini terbentuknya sikap dan moralitasnya. Guru

13
memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas
pengajaran yang dilaksanakannya. Untuk itu guru hendaklah memikirkan dan membuat
perencanaan untuk meningkatkan kemampuan belajar bagi anak didik, dan memperbaiki
kualitas mengajarnya. Penggunaan metode mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun
sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar mengajar merupakan hal
yang menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas. Seorang guru dapat
dikatakan profesional jika mampu mengembangkan kompetensi individunya dan tidak
banyak bergantung pada orang lain.
2. Learning to do
Learning to do, akan bisa berjalan jika lembaga pendidikan memfasilitasi para peserta
didik untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan
minatnya. Sekolah adalah wadah bagi masyarakat untuk belajar dan hendaknya
memfasilitasi anak didiknya untuk mengembangkan keterampilan yang dimilik, serta
bakat dan minatnya agar “learning to do” dapat terwujud. Walaupun bakat dan minat
anak banyak dipengaruhi unsur keturunan namun tumbuh berkembangnya bakat dan
minat tergantung pada lingkungannya. Keterampilan dapat digunakan untuk menopang
kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan
pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan individu kedepannya.
Secara umum bakat adalah kemampuan potensial seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah kecenderungan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Meskipun bahkan dan minat anak
dipengaruhi oleh faktor keturunan, namun tumbuh dan berkembangnya minat dan bakat
anak tergantung pada lingkungannya.
3. Learning to be
Konsep learning to be harus diperhatikan oleh praktisi untuk melatih anak didik agar
memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi anak
didik untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan
merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri. Belajar berperilaku sesuai dengan
norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil,
sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.

14
4. Learning to live together
Anak didik sudah harus dibiasakan untuk hidup bersama, saling menghargai, terbuka,
memberi dan menerima, perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan
terjadinya proses belajar untuk menjalani kehidupan bersama.
5. Learning to belive in God (Belajar untuk meyakini Tuhan yang Maha Esa)
Mempercayai dan meyakini Tuhan yang Maha Esa tidak terdapat dalam 4 (empat)
pilar Unesco. Inilah pilar yang hilang, namun tidak demikian dengan Indonesia.
Indonesia merupakan negara ketuhanan yang menjunjung tinggi nilai keagamaan oleh
karena itu pilar ini dimasukan kedalam pilar belajar di indonesia. Adapun pada proses
implementasinya pilar ini sudah terdapat dengan adanya mata pelajaran agama dan PKn
yang mengajarkan budi pekerti dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Dan
sekarang dalam tujuan pembelajaranpun telah dimasukan unsur spiritual dalam K1.

Penerapan lima pilar pendidikan menuntut kemampuan profesional guru sejalan


diberlakukannya otonomi daerah, khususnya bidang pendidikan. Kemampuan profesional
guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam
mengelola interaksi belajar mengajar padatataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap
upaya peningkatan mutu pendidikan pada tatanan makro.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam membentuk masyarakat belajar, konsep pilar belajar dari UNESCO (1996:71)
perlu dikembangkan yaitu learning to know, learning to do, learning to be, learning to life
together. Pilar pendidikan ini dilengkapi di Indonesia dengan pilar kelima, yaitu learning to
believe in God, yang merupakan akumulasi dari berbagai pengetahuan keterampilan yang
diperoleh sejak masa kanak-kanak.
Manusia yang telah dibekali dengan pilar learning to know akan memiliki sejumlah
pengetahuan dan keterampilan berpikir. Gabungan pengetahuan dan keterampilan berpikir
tersebut dapat dikembangkannya untuk kemampuan berbuat, meningkatkan kualitas diri,
kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, dan peningkatan kualitas hidup sebagai
makhluk yang beragama.
Learning to do, dalam kehidupan manusia adalah adanya dorongan untuk berkreasi,
memecahkan masalah, dan mengadakan inovasi-inovasi. Dasar ini berangkat dari adanya
pengetahuan yang dimiliki yang digunakannya untuk identitas dirinya dan kemaslahatan
orang banyak berdasarkan kepercayaan yang dimilikinya.
Learning to be, menjadikan manusia hidup mandiri tanpa adanya ketergantungan pada
pihak lain. Berdasarkan hal ini, manusia mempunyai kebebasan untuk mendapatkan sesuatu
atau bertindak. Atas dasar ini manusia tersebut bebas memilih ilmu apa yang ingin
didapatkannya, bebas menentukan dalam bekerja sama dengan orang lain yang didasarkan
atas norma-norma atau ajaran agama yang dianutnya.
Learning to live together, bahwa manusia mempunyai keselarasan hidup di tengah-
tengah masyarakat. Secara bersama-sama mampu mendapatkan sejumlah pengetahuan,
mampu berbuat secara bersama-sama dengan tetap menghargai perbedaan individu dan
potensi masing dalam kerangka bekerja bersama.
Learning to believe in God, bahwa manusia mempunyai pegangan yang universal
dalam berhubungan dengan lingkungannya dan berhubungan dengan penciptanya. Dalam
artian ini bahwa pengetahuan yang dicari seseorang harus dapat memberi manfaat untuk isi
alam itu sendiri, dan bagaimana mengelolanya untuk kebaikan bersama secara berkelanjutan

16
(sustainable), yang secara religius dapat dipertanggung jawabkannya kepada Tuhan Yang
Mahakuasa.
Seluruh pilar di atas merupakan kerangka dasar yang dapat dikembangkan dalam
rangka mendorong terwujudnya struktur dan kultur masyarakat belajar sepanjang hayat,
sehingga setiap orang nantinya akan memiliki kualitas hidup. Hal ini sejalan dengan amanat
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan, tentunya dalam penyusunan makalah
ini banyak penyampaian yang kurang jelas ataupun dalam penyajiannya yang kurang lengkap
pastinya makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca agar makalah yang penulis susun ini menjadi lebih baik lagi,
penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua serta menambah pengetahuan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. (2014). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Kadir, Abdul, dkk.(2012). Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Prenadamedia Group.

Priscilla,Cindy.Yudhyarta,Yusuf D. (2021). Implementasi Pilar-Pilar Pendidikan UNESCO.


Asatiza : Jurnal Pendidikan Vol 2 No 1.

https://ejournal.stai-tbh.ac.id/asatiza/article/download/258/197/1165

Salam, Burhanudin. (2011). Pengantar Pedagogik : dasar-dasar ilmu mendidik. Jakarta : PT


Rineka Cipta.

Syafril. Zen, Zelhendri. (2017). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Depok : Kencana.

18

Anda mungkin juga menyukai