Anda di halaman 1dari 154

ADAPTASI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA ORANG INDONESIA DI

JEPANG (STUDI KASUS PADA TENAGA KERJA INDONESIA DI


JEPANG)

LAPORAN SKRIPSI

Oleh

Suviana Sudarto NIM 2201814014

Marketing Communication Program


Communication Study Program
Faculty of Digital Communication and Hotel & Tourism
Universitas Bina Nusantara
Jakarta
2022
ADAPTASI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA ORANG INDONESIA DI
JEPANG (STUDI KASUS PADA TENAGA KERJA INDONESIA DI
JEPANG)

LAPORAN SKRIPSI

diajukan sebagai salah satu syarat

untuk gelar kesarjanaan pada

Program Studi Ilmu Komunikasi

Jenjang Pendidikan Strata-1

Oleh

Suviana Sudarto NIM 2201814014

Marketing Communication Program


Communication Study Program
Faculty of Digital Communication and Hotel & Tourism
Universitas Bina Nusantara
Jakarta
2022
ADAPTASI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA ORANG INDONESIA DI
JEPANG (STUDI KASUS PADA TENAGA KERJA INDONESIA DI
JEPANG)

Laporan Skripsi

Disusun oleh:

Suviana Sudarto NIM 2201814014

Disetujui oleh:
Pembimbing

<<tanda tangan>>

Arsiyanti Lestari, S.Sos., M.I.Kom<


D5594

Disetujui oleh:
Head of Study Program

<<tanda tangan>>

Maria Anggia Widyakusumastuti, S.Sos.,M.M.


Head of Communication Study Program

Universitas Bina Nusantara


Jakarta
2022/2023

i
ii
iii
PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Suviana Sudarto

NIM : 2201814014

Judul Skripsi : ADAPTASI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA ORANG


INDONESIA DI

JEPANG (STUDI KASUS PADA TENAGA KERJA INDONESIA


DI JEPANG)

Memberikan kepada Universitas Bina Nusantara hak non-eksklusif untuk menyimpan,


memperbanyak, dan menyebarluaskan skripsi karya saya, secara keseluruhan atau
hanya sebagian atau hanya ringkasannya saja, dalam bentuk format tercetak dan atau
elektronik.

Menyatakan bahwa saya, akan mempertahankan hak eksklusif saya, untuk


menggunakan seluruh atau sebagian isi skripsi saya, guna pengembangan karya di
masa depan, misalnya bentuk artikel, buku, perangkat lunak, ataupun sistem
informasi.

Singkawang, 3 Februari 2023

Hormat Saya, Diketahui Oleh,

<<Tanda tangan>>

Suviana Sudarto Arsiyanti Lestari, S.Sos.,


M.I.Kom
NIM 2201814014 D5594

iv
v
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

Marketing Communication Program


Communication Study Program
Faculty of Digital Communication and Hotel & Tourism
Skripsi Sarjana Ilmu Komunikasi
Semester Ganjil 2022/2023

ADAPTASI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA ORANG INDONESIA DI


JEPANG (STUDI KASUS PADA TENAGA KERJA INDONESIA DI
JEPANG)
Suviana Sudarto NIM 2201814014

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara tenaga kerja Indonesia melakukan
komunikasi antar budaya di Jepang, melakukan adaptasi, hambatan dan perbedaan
budaya yang ditemui di Jepang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan
pendekatan fenomenologi. Analisis data dilakukan dengan teknik reduksi data,
penyajian data, dan kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian menemukan informan
melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa dan tata krama yang ada di
Jepang. Kemudian, ketiga informan melalui tahapan dalam proses adaptasi yaitu
honeymoon, crisis, recovery, dan adjustment. Hambatan dan perbedaan budaya yang
ditemui informan berupa keterbatasan bahasa dan perbedaan dalam sikap, pandangan,
dan perilaku. Upaya adaptasi dilakukan dengan mempelajari kebudayaan di Jepang
dan Bahasa Jepang dengan mempelajari sendiri, mengamati, dan berdiskusi dengan
teman di Jepang.
Kata Kunci: Adaptasi, Komunikasi antar budaya, Model kurva-U
ABSTRACT

This study aims to find out how Indonesians migrant worker carry out intercultural
communication in Japan, adapt, obstacles and cultural differences encountered in
Japan. This study uses qualitative methods, with a phenomenological approach. Data
analysis was carried out using data reduction techniques, data presentation, and
conclusions or verification. The results of the study found that the informants
communicated using Japanese language and manners. Then, the three informants
went through the stages in the adaptation process, namely honeymoon, crisis, recovery
and adjustment. Barriers and cultural differences encountered by informants were
language limitations and differences in attitudes, views, and behavior. Adaptation
efforts are carried out by studying Japanese culture and Japanese language by self
study, observing, and discussing with friends in Japan.
Keywords: Adaptation, Intercultural Communication, U-Curve Model
vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat
rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat
berjalan dan terselesaikan dengan baik dan lancar.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Skripsi di
jurusan Marketing Communication, Universitas Bina Nusantara. Tidak dapat
disangkal bahwa butuh usaha yang keras dalam penyelesaian pengerjaan skripsi ini.
Namun, penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan dari
orang-orang di sekeliling penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yaitu,
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, M.M., selaku Rector of Bina
Nusantara University.
2. Ibu Dr. Yanti, S.Kom., M.M., selaku Dean of Faculty of Digital
Communication and Hotel & Tourism.
3. Ibu Maria Anggia Widyakusumastuti, S.Sos., M.M., selaku Head of
Communications Study Program dan Head of Marketing Communication
Program.
4. Ibu Mia Angeline, S.Kom., M.M., M.I.Kom, selaku Deputy Head of
Marketing Communication Program.
5. Ibu Arsiyanti Lestari, S.Sos., M.I.Kom, selaku Dosen Pembimbing yang
sudah memberikan waktu luang dan tenaga untuk memberikan masukan,
bimbingan, dan arahan yang sangat membantu penulis untuk
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Aulia, Angga, dan Wira yang telah meluangkan waktu untuk menjadi
informan dalam penulisan skripsi ini.
7. Keluarga dan teman penulis yang mendukung penulis dari awal sampai
akhir penulisan skripsi ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, karena
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Dengan rendah hati penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi membangun laporan penelitian
ini.
Singkawang, 25 Januari 2023

Suviana Sudarto

vii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Penelitian......................................................... 1
1.2. Fokus Penelitian ....................................................................... 3
1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................... 3
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 3
1.4.1. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
1.4.2. Manfaat Penelitian ................................................................. 4
BAB 2 STUDI PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1. Penelitian Sebelumnya (state of the art) .................................. 5
2.2. Landasan Konseptual................................................................ 17
2.2.1. Komunikasi ............................................................................ 17
2.2.2. Hambatan komunikasi ........................................................... 19
2.2.3. Komunikasi Antar Budaya .................................................... 20
2.2.4. Kompetensi Komunikasi Antar budaya ................................. 22
2.2.5. Adaptasi ................................................................................. 24
2.2.6. Adaptasi U-Curve Model....................................................... 25
2.3. Kerangka Pemikiran ................................................................. 27
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 29
3.1. Pendekatan Penelitian ............................................................... 29
3.2. Desain Penelitian ...................................................................... 30
3.3. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 31
3.4. Teknik Analisis Data ................................................................ 35
3.5. Teknik Keabsahan Data ............................................................ 37
3.6. Profil Informan ......................................................................... 37
BAB 4 HASIL PENELITIAN ..................................................................... 40
4.1. Gambaran Obyek Penelitian ..................................................... 40
4.1.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Wawancara ........................ 40

viii
4.2. Hasil Penelitian ......................................................................... 42
4.2.1. Komunikasi Antar Budaya Tenaga Kerja Indonesia Di Jepang 42
4.2.2.Proses Adaptasi (U-Curve Model) Tenaga Kerja Indonesia Di Jepang
47
4.2.3.Hambatan Dan Perbedaan Budaya Yang Ditemui Tenaga Kerja
Indonesia Dari Pengalaman Tinggal dan Bekerja Di Jepang .......... 77
4.3. Pembahasan .............................................................................. 86
BAB 5 PENUTUP ....................................................................................... 91
5.1. Simpulan ................................................................................... 91
5.2. Saran ......................................................................................... 92
REFERENSI .................................................................................................... 93
LAMPIRAN ..................................................................................................... 96

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 State Of The Art .............................................................................. 5

Tabel 2.2 State Of The Art .............................................................................. 6

Tabel 2.3 State Of The Art .............................................................................. 10

Tabel 2.4 State Of The Art .............................................................................. 12

Tabel 2.5 State Of The Art .............................................................................. 15

Tabel 3.1 Profil Informan 1.............................................................................. 37

Tabel 3.2 Profil Informan 2.............................................................................. 38

Tabel 3.3 Profil Informan 3.............................................................................. 38

Tabel 3.4 Profil Informan 4.............................................................................. 38-39

Tabel 3.5 Profil Informan 5.............................................................................. 39

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Piramida Kompetensi Antar budaya (Deardorff, 2009) (sumber:
www.researchgate.net) ..................................................................................... 23

Gambar 2.2 Adaptasi Model U-Curve (Sumber: www.researchgate.net) ....... 26

xi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian


Jepang membutuhkan sekitar 3 juta tenaga kerja dan berencana untuk terus
meningkatkan penerimaan tenaga kerja asing (Nurulliah, 2022). Hal ini terbukti
dari jumlah tenaga kerja asing di Jepang yang berjumlah sekitar 1,72 juta orang
pada Oktober, dimana jumlah tersebut meningkat dua kali lipat dari tahun 2014
dan 2020. Permasalahan yang dihadapi Jepang adalah kondisi demografis yang
tidak seimbang antara kelompok usia lanjut yang lebih banyak dibandingkan
dengan kelompok usia produktif.

Indonesia tidak memiliki masalah pada jumlah kelompok usia produktif, bisa
dikatakan bahwa Indonesia kelebihan tenaga kerja. Jumlah penduduk di Indonesia
dari hasil sensus 2020 telah meningkat menjadi 32,56 juta jiwa dibandingkan
sensus 2010. Namun pertumbuhan penduduk tidak sebanding dengan
pertumbuhan lapangan kerja di Indonesia. Salah satu masalah ketenagakerjaan di
Indonesia adalah kelebihan kapasitas tenaga kerja, dalam 5 tahun terakhir
Indonesia mengalami peningkatan laju pertumbuhan lapangan kerja, namun
selalu ada lebih banyak orang yang mencari pekerjaan. Hal ini membuat jumlah
pengangguran di Indonesia bertambah (Putri, 2022).

Globalisasi adalah proses menyatukan berbagai bidang, seperti politik,


ekonomi, perdagangan, social, dan budaya dari berbagai negara di seluruh dunia
(Rachman, 2022). Dengan adanya globalisasi tercipta hubungan-hubungan
kerjasama antar negara, salah satunya yaitu Negara Indonesia dan Negara Jepang.
Dengan adanya Kerjasama ini orang Indonesia dapat pergi bekerja, menempuh
pendidikan, liburan dan sebagainya di Jepang begitu juga sebaliknya. Untuk
mengatasi permasalahan tenaga kerja di Jepang dan Indonesia, maka tenaga kerja
Indonesia dikirimkan ke Jepang, dengan tujuan mengurangi jumlah pengangguran
di Indonesia dan menambah jumlah tenaga kerja di Jepang.

Tenaga kerja Indonesia yang bekerja dan menetap di Jepang akan melakukan
adaptasi dengan lingkungan baru nya untuk memperoleh kenyamanan ketika

1
2

tinggal di Jepang. Menurut Grushina semua individu yang melalui transisi budaya
(seperti memasuki suatu budaya/negara baru untuk pertama kali, kembali ke
daerah asal, atau berpindah tempat tinggal secara berkala) mengalami berbagai
hambatan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru (Rahardjo et al.,
2018). Hambatan yang akan dihadapi tenaga kerja Indonesia ketika
berkomunikasi dengan warga negara Jepang akan berbeda dengan saat
berinteraksi dengan sesama warga negara Indonesia. Selain bahasa juga harus
memperhatikan tata krama berkomunikasi satu sama lain untuk mencapai
keselarasan dan kebersamaan sehingga komunikasi berjalan efektif.

Ketika individu yang satu berkomunikasi dengan individu lain yang memiliki
kebudayaan yang berbeda maka terjadi komunikasi antar budaya. Pengertian
komunikasi antar budaya menurut Liliweri merupakan interaksi antarpribadi yang
dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang
berbeda (Mukarom, 2020). Untuk mencapai komunikasi yang efektif seseorang
memerlukan kompetensi komunikasi yang terdiri dari, tingkat pengetahuan,
pengalaman, kemampuan dan lainnya yang dapat mendukung keefektifan
komunikasi. Tentunya hal ini tidak dapat langsung diterima dan diterapkan,
karena diperlukan proses adaptasi dari tenaga kerja Indonesia.

Dalam proses adaptasi seseorang akan melalui tahapan honeymoon dimana


seseorang menunjukkan kegembiraan dan ketertarikan; crisis dimana munculnya
ketidakpuasan akibat ekspetasi awal tidak sesuai dengan apa yang dialami ;
recovery dimana munculnya motivasi untuk melakukan perubahan dan
penyesuaian diri; dan adjustment dimana seseorang telah mengerti elemen kunci
dari budaya barunya berupa nilai-nilai, adaptasi khusus, pola komunikasi,
keyakinan, dan sebagainya (Pratiwi & Susanto, 2020). Individu yang tidak
mampu adaptasi dengan baik akan mengalami perasaan tertekan, rentan
mengalami konflik serta cenderung mengalami penurunan motivasi (Olivia et al.,
2018).

Perbedaan latar belakang kebudayaan yang dimiliki tenaga kerja Indonesia


ketika pergi bekerja ke Jepang, dapat menimbulkan hambatan dalam proses
komunikasi. Ketika di Jepang tenaga kerja Indonesia diharuskan untuk bisa
berbahasa Jepang agar dapat berkomunikasi dengan efektif. Selain bahasa,
3

pemahaman akan tata krama komunikasi juga berbeda dipengaruhi oleh budaya.
Oleh karena itu komunikasi antar budaya menjadi tantangan yang besar bagi
tenaga kerja Indonesia di Jepang.

Hambatan tersebut dapat menimbulkan masalah, maka dari itu untuk


meminimalisir permasalahan yang muncul dari perbedaan budaya tersebut, tenaga
kerja Indonesia dituntut untuk beradaptasi dengan lingkungan kebudayaan yang
baru. Penelitian ini akan meneliti tentang bagaimana tenaga kerja Indonesia
melakukan keselarasan komunikasi dari proses adaptasi saat berkomunikasi
dengan orang-orang di Jepang dan hambatan-hambatan yang pernah mereka
hadapi dari perbedaan budaya ketika di Jepang.

1.2.Fokus Penelitian
Penelitian ini akan fokus pada bagaimana tenaga kerja Indonesia yang tinggal
dan bekerja di Jepang melakukan adaptasi komunikasi antar budaya, dari adanya
perbedaan budaya yang besar dapat menimbulkan hambatan dan tantangan bagi tenaga
kerja Indonesia ketika di Jepang.

1.3. Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana tenaga kerja Indonesia melakukan komunikasi antar budaya di
Jepang?
2. Bagaimana tenaga kerja Indonesia melakukan adaptasi di Jepang?
3. Bagaimana hambatan dan perbedaan budaya yang ditemui tenaga kerja
Indonesia dari pengalaman tinggal dan bekerja di Jepang?

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.4.1. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tenaga kerja
Indonesia melakukan komunikasi antar budaya di Jepang sehingga
mencapai komunikasi antar budaya yang efektif.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tenaga kerja
Indonesia melakukan adaptasi di Jepang
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hambatan dan
perbedaan budaya yang ditemui tenaga kerja Indonesia dari
pengalaman tinggal dan bekerja di Jepang.
4

1.4.2. Manfaat Penelitian


1. Manfaat Akademis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat
di bidang ilmu komunikasi, terutama dalam adaptasi komunikasi
antar budaya tenaga kerja Indonesia di Jepang.
b. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi peneliti
berikutnya, dalam mempelajari komunikasi antar budaya

2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran
tentang adaptasi tenaga kerja Indonesia dalam melakukan
komunikasi antar budaya di Jepang.

3. Manfaat Umum
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada
masyarakat tentang adaptasi komunikasi antar budaya tenaga kerja
Indonesia di Jepang.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat
tentang cara adaptasi komunikasi antar budaya tenaga kerja
Indonesia di Jepang.
BAB 2

STUDI PUSTAKA

2.1.Penelitian Sebelumnya (state of the art)

Judul Penelitian Komunikasi Antar budaya Dalam


Masyarakat Multikultur (Studi Kasus
Pada Karyawan Warga Negara Jepang
dan Indonesia Di PT. Tokyu Land
Indonesia)
Peneliti Anita Febiyana, Ade Tuti Turistiati
Tahun 2019
Nama Jurnal LUGAS Jurnal Komunikasi
Nomor/Volume 3
Halaman 33 – 44
Metode Penelitian Kualitatif
Hasil Penelitian Komunikasi antar budaya karyawan
Jepang dan Indonesia di PT. Tokyu Land
Indonesia relatif berjalan baik.
Hambatan yang terjadi dalam
komunikasi antar budaya karena
masalah perbedaan dan pemahaman
bahasa, kebiasaan, penghargaan
terhadap waktu, dan adanya stereotype
dari masing-masing bangsa. Bahasa
merupakan faktor utama penyebab
terhambatnya komunikasi antar budaya.
Karyawan di PT. Tokyu Land Indonesia
menggunakan bahasa ke-tiga yaitu
bahasa Inggris sebagai bahasa
komunikasi sehari-hari. Karyawan
Jepang yang menggunakan aksen atau
logat bahasa ibu dalam bahasa Inggris

5
6

membuat karyawan Indonesia terkadang


sulit untuk memahami apa yang
diucapkan oleh karyawan Jepang.
Penjelasan yang kurang jelas
mengakibatkan terjadinya
kesalahpahaman, apalagi karyawan
Indonesia yang tidak menanyakan
kembali setelah mendapat penjelasan
yang menurut mereka kurang jelas. Cara
mengatasi hambatan tersebut dengan
lebih mempelajari budaya Jepang bagi
karyawan Indonesia, dan mempelajari
budaya Indonesia bagi karyawan Jepang.
Keterbukaan untuk mengkonfirmasi
pemahaman terhadap pesan yang
disampaikan, saling menghormati, dan
saling memaafkan jika terjadi
kesalahpahaman.
Persamaan Penelitian Persamaan penelitian yaitu
menggunakan metode kualitatif, dan
meneliti hambatan dalam komunikasi
antar budaya.
Perbedaan Penelitian Penelitian sebelumnya meneliti
komunikasi antar budaya karyawan
orang Indonesia dan karyawan orang
Jepang di PT. Tokyu Land Indonesia
yang meneliti dari kedua bela pihak,
sedangkan penelitian ini meneliti dari
pengalaman tenaga kerja Indonesia yang
pergi tinggal dan bekerja di Jepang dan
melakukan adaptasi di Jepang.
Tabel 2.1 State Of The Art
7

Judul Penelitian Penyesuaian Diri Terhadap Fenomena


Gegar Budaya Di Lingkungan Kerja
Peneliti Ellya Pratiwi, Yanti Oktavianti Susanto
Tahun 2020
Nama Jurnal WACANA: Jurnal Ilmiah Ilmu
Komunikasi
Nomor/Volume 19
Halaman 249 – 262
Metode Penelitian Kualitatif
Hasil Penelitian Para informan mengaku merasa sangat
tertarik, senang sekaligus penasaran
ketika hendak pindah ke Sukabumi.
Terutama bagi mereka yang notabene
sebagai fresh graduate saat itu, merasa
bersemangat karena berhasil
mendapatkan pekerjaan meskipun
berada jauh dari tempat tinggal asal.
Munculnya harapan dan ekspektasi
tersebut menandakan para informan
selaku pendatang berada pada fase
honeymoon di mana belum muncul
gejala gegar budaya melainkan rasa
gembira dan harapan atau ekspektasi
terhadap lingkungan barunya. Hasil
wawancara terhadap kelima informan
menunjukkan bahwa mereka secara
serentak mengalami gegar budaya saat
awal berada di Sukabumi, terutama di
lingkungan kerja sebagai tempat di mana
mereka melakukan banyak interaksi
dengan karyawan dari kalangan
masyarakat lokal setiap harinya. Bentuk
culture shock pada perbedaan
8

lingkungan dirasakan oleh hampir


seluruh informan terutama pada bahasa,
makanan, dan cuaca. Perbedaan bahasa
merupakan pemicu paling utama bagi
mereka terhadap pengalaman gegar
budaya para informan mengakui
kesulitan perihal bahasa di mana
karyawan lokal menggunakan bahasa
Sunda sebagai bahasa ibu, hingga
menghambat proses komunikasi di
lingkungan kerja. Hal umum yang
dirasakan informan pada fase gegar
budaya yaitu rasa sedih hingga sering
menangis, kurang percaya diri, takut,
bingung, tidak nyaman, dan rasa ingin
kembali ke kampung halaman. Reaksi
terhadap fisik juga dialami oleh
beberapa informan seperti mual, pusing,
sakit perut, dan berdebar-debar saat
berinteraksi dengan karyawan lokal di
lingkungan kerja maupun disebabkan
cuaca. Berbagai perbedaan kultural dan
reaksi dari gejala gegar budaya membuat
kelima informan melakukan interaksi
dan penyesuaian terhadap lingkungan
kerjanya. Berdasarkan hasil wawancara,
upaya penyesuaian diri dilakukan
dengan cara meningkatkan intensitas
interaksi dengan karyawan lokal,
mempelajari bahasa Sunda, mencoba
memahami karakter dan kebiasaan para
karyawan lokal, berpartisipasi dengan
para karyawan lokal dalam kegiatan di
9

luar perusahaan, dan berbaur dengan


rekan- rekan karyawan lokal. Waktu
yang dibutuhkan para informan cukup
beragam untuk berhasil mencapai tahap
penyesuaian (adjustment). Titin,
Fernando, dan Karina membutuhkan
waktu satu tahun hingga bisa
menyesuaikan diri. Proses adaptasi yang
paling cepat dialami oleh Yohanna yaitu
selama 3-4 bulan. Perbedaan jangka
waktu tersebut dapat dipengaruhi oleh
karakter dan kompetensi komunikasi
individu. Pada tahap penyesuaian ini,
kecemasan dan perasaan negatif yang
sebelumnya dirasakan berangsur
menghilang dan beralih pada rasa
nyaman. Dari hasil upaya
penyesuaiannya, beberapa informan kini
mampu berbaur dengan baik dan
berkomunikasi secara lancar dengan
para karyawan lokal, menjalin hubungan
interpersonal yang lebih dekat, hingga
menyukai makanan khas budaya Sunda
yaitu lalapan yang sebelumnya tidak
mereka sukai. Beberapa informan juga
merasa ada perubahan pada kebiasaan
dan cara mereka berbicara dengan logat
bahasa Sunda.
Persamaan Penelitian Persamaan penelitian yaitu
menggunakan metode kualitatif,
meneliti komunikasi antar budaya dan
menggunakan teori adaptasi.
10

Perbedaan Penelitian Penelitian sebelumnya meneliti


fenomena gegar budaya orang Indonesia
dari berbagai daerah yang bekerja di PT
Pratama Industri. Sedangkan penelitian
ini meneliti tenaga kerja Indonesia yang
pergi bekerja dan tinggal di Jepang, di
mana perbedaan bahasa menjadi
tantangan yang besar dalam komunikasi.
Tabel 2.2 State Of The Art

Judul Penelitian The Process of Chinese Students’ Cross-


cultural Adaptation and Their Main
Difficulties Encountered while Studying
in the Upper Northern Thai Universities
Peneliti Sun Kang, Pradtana Yossuck,
Chalermchai Panyadee, dan
Bongkochmas Ek-lem
Tahun 2020
Nama Jurnal Humanities, Arts and Social Sciences
Studies
Nomor/Volume 20
Halaman 343 – 372
Metode Penelitian Kuantitatif dan kualitatif
Hasil Penelitian Mahasiswa Tionghoa tidak memahami
sistem pendidikan tinggi Thailand, tidak
terbiasa dengan cara mengajar Thailand,
tidak mengenal aturan dan peraturan di
kampus. Beberapa dari mereka
merasakan 'kejutan budaya' yang hebat
di awal kehidupan belajar mereka;
Hambatan bahasa, lingkungan asing
seperti cuaca panas, makanan Thailand,
masalah transportasi membawa lebih
banyak kesulitan untuk adaptasi
11

mahasiswa Tionghoa dalam kehidupan


kampus Thailand juga; Karena jauh dari
kampung halaman, mahasiswa Tionghoa
biasanya menghadapi masalah
psikologis seperti kesepian, rindu
kampung halaman, depresi, kecemasan,
kekhawatiran. Ini mencegah mereka
menjadi terbiasa dengan kehidupan
kampus. Sebagian besar siswa Tionghoa
dilaporkan mengalami kesulitan dalam
memahami suatu mata pelajaran karena
tingkat bahasa asing mereka yang buruk
(baik bahasa Inggris dan Thailand),
masalah komunikasi adalah kesulitan
pertama dan utama yang dihadapi siswa
Tionghoa saat belajar di luar negeri.
Beberapa siswa Tionghoa memiliki
motivasi yang rendah untuk belajar di
luar negeri karena berbagai alasan
seperti terlalu banyak hiburan atau
bepergian. Ini juga menyebabkan kinerja
akademik yang buruk selama mereka di
universitas Thailand. Masalah budaya
biasanya menghalangi siswa Tionghoa
untuk menyesuaikan diri dengan
masyarakat Thailand, masalah ini
termasuk ketidaktahuan dengan budaya,
adat istiadat, norma sosial, agama
Thailand. Kesalahpahaman budaya dan
hubungan interpersonal yang buruk
memiliki pengaruh yang paling
merugikan. Apa yang disebut Ethnic
Social Communication (ESC) memiliki
12

pengaruh negatif pada adaptasi lintas


budaya mahasiswa Tionghoa. ESC pada
siswa berarti berinteraksi dan
berkomunikasi dengan kelompok
Tionghoa hanya di negara asing, ini
membantu siswa Tionghoa untuk cepat
beradaptasi di awal kehidupan luar
negeri mereka, namun mencegah
perubahan positif siswa Tionghoa di
lingkungan tuan rumah dan menghambat
proses adaptasi lintas budaya mereka
dalam jangka panjang. Semakin banyak
siswa Tionghoa mengandalkan ESC,
semakin sedikit mereka berasimilasi
dengan masyarakat Thailand.
Persamaan Penelitian Persamaan penelitian yaitu meneliti
adaptasi budaya dan hambatan yang
dihadapi oleh informan.
Perbedaan Penelitian Penelitian sebelumnya meneliti
mahasiswa Tionghoa di universitas
Thailand dan menggunakan mix method
(kuantitatif dan kualitatif), sedangkan
penelitian ini meneliti tenaga kerja
Indonesia yang pergi bekerja di Jepang
dan menggunakan metode kualitatif.
Tabel 2.3 State Of The Art

Judul Penelitian Intercultural competence for students in


international joint master programmes
Peneliti Maria Yarosh, Dane Lukic, Rosa
Santibanez
Tahun 2018
Nama Jurnal Internasional journal of intercultural
relations
13

Nomor/Volume 66
Halaman 52 – 72
Metode Penelitian Kualitatif
Hasil Penelitian Murid-murid EM menghadapi enam
tantangan antar budaya. Tiga
diantaranya karena berpartisipasi dalam
program di sejumlah perguruan tinggi
luar negeri, tiga lainnya terkait dengan
tinggal di luar negeri dan berpindah
negara selama program studi. Beberapa
penyebab di balik tantangan antar
budaya yang dihadapi yaitu tantangan
terkait perbedaan perilaku, dalam
menentukan perilaku yang dapat
diterima dalam perbedaan budaya;
tantangan terkait komunikasi dan
perbedaan gaya komunikasi; tantangan
terkait perbedaan budaya dalam
pemahaman nilai mendasar seperti
dimensi budaya Hofstede; tantangan
terkait tingkat kompetensi orang lain
yang dirasa lebih rendah; tantangan yang
disebabkan rendahnya tingkat
kompetensi responden sendiri; dan
tantangan pribadi terkait pindah ke
negara lain, berada jauh dari kelompok
sosial. Pengetahuan mengenai budaya
dapat membantu responden untuk
melakukan persiapan, begitu juga
memahami pola pikir atau tata cara pikir,
menentukan apa yang seharusnya
dilakukan dan tidak dilakukan.
Responden menyatakan pengetahuan
14

dibutuhkan untuk menjadi kompeten


secara lintas budaya, melampaui
informasi spesifik dan membutuhkan
pemahaman konseptual lebih lanjut.
Skills, responden merasa mereka perlu
belajar untuk berkomunikasi dengan
konteks budaya baru untuk beralih
antara lingkungan budaya yang berbeda;
kemampuan berdiskusi sangat
dibutuhkan dalam kerjasama tim dan
membedakan peran pribadi dan
profesional yang dipengaruhi oleh
budaya. Attitudes, sikap responden
terbuka terhadap adanya perbedaan
budaya. Responden menekankan
berbagai aspek refleksi kritis antar
budaya seperti kemampuan mengatasi
pemikiran menghakimi, menangani
stereotip, generalisasi atau asumsi, dan
bahayanya generalisasi. Kecerdasan
emosional antar budaya mencakup
empati, mengelola emosi, menghadapi
ketidakpastian, dan sisi emosional
pengambilan perspektif. Satu responden
membahas kecerdasan emosional
dibutuhkan untuk pengembangan
kompetensi. Sejumlah responden tidak
menganggap kompetensi antar budaya
dapat dikembangkan, akibatnya mereka
tidak memikirkan bagaimana dan apa
yang dapat mereka lakukan untuk
mengembangkannya. Murid perlu
menyadari tentang kompetensi antar
15

budaya agar mereka dapat


mengembangkannya.
Persamaan Penelitian Persamaan penelitian yaitu pada
penggunaan metode kualitatif, meneliti
kompetensi komunikasi antar budaya.
Perbedaan Penelitian Penelitian sebelumnya meneliti
kompetensi antar budaya dari murid
yang mengikuti program belajar di dua
negara yang berbeda, sedangkan
penelitian ini meneliti tenaga kerja
Indonesia yang pergi bekerja di Jepang.
Sehingga tanggung jawab untuk belajar
dan bekerja berbeda. Kemudian
penelitian ini juga menggunakan teori
adaptasi
Tabel 2.4 State Of The Art

Judul Penelitian Communicating across cultures in


multinational ibis West Africa
Peneliti Muhammed Abdulai, Hadi Ibrahim,
Mashoud Adam Mohammed
Tahun 2017
Nama Jurnal International journal of intercultural
relations
Nomor/Volume 58
Halaman 42 – 53
Metode Penelitian Kualitatif
Hasil Penelitian Ekspatriat dan petugas lokal
berkomunikasi dengan bahasa Inggris
tapi juga mengalami kesulitan dalam
menciptakan makna bersama
dikarenakan mereka memperoleh bahasa
Inggris dari konteks budaya yang
berbeda. Tantangan komunikasi juga
16

dirasakan antara orang asing dengan


petugas lokal Ibis Afrika Barat, mereka
tidak dapat menciptakan makna bersama
dari pesan yang dikodekan dan
didekodekan. Masyarakat lokal yang
tidak leluasa dalam menyampaikan
informasi, berbagi ide atau pemikiran
kepada orang asing dapat dikaitkan
dengan nilai atau budaya yang diperoleh
dari orang tua, sekolah, lingkungan, dan
teman sebayanya. Sebaliknya orang
asing secara bebas berbagi informasi
kepada rekan petugas lokal juga
dikaitkan dengan nilai dan budaya dari
orang tua, sekolah, lingkungan, dan
teman sebaya yang menganggap hal
tersebut sebagai sosialisasi yang baik.
Perbedaan tersebut dapat menyebabkan
adanya kesalahpahaman, salah persepsi
dan salah tafsir terhadap pesan yang
dikirim dan diterima. Orang Ghana
memiliki cara unik mereka sendiri dalam
berbicara bahasa Inggris beserta situasi
dan budaya Ghana yang menimbulkan
tantangan bagi orang lain. Dengan
perbedaan itu menunjukkan kompetensi
tata bahasa petugas pendukung yang
tidak memadai. Komunikasi antara
ekpatriat dan petugas lokal Ibis Afrika
Barat mengungkapkan salah tafsir
komunikasi non-verbal yang digunakan
antara ekspatriat dan petugas lokal Ibis
Afrika Barat. Masing-masing
17

komunikasi non-verbal dapat dibuat


makna apabila disosialisasikan antara
ekspatriat dan petugas lokal Ibis Afrika
Barat.
Persamaan Penelitian Persamaan penelitian sebelumnya dan
penelitian ini yaitu, menggunakan
metode kualitatif, meneliti hambatan
komunikasi dan komunikasi antar
budaya.
Perbedaan Penelitian Penelitian sebelumnya meneliti
komunikasi antar budaya dari kedua bela
pihak yaitu petugas lokal dan ekspatriat.
Penelitian ini meneliti komunikasi antar
budaya dari pihak tenaga kerja Indonesia
dan adaptasi yang dilakukan selama
tinggal bekerja di Jepang.
Tabel 2.5 State Of The Art

2.2.Landasan Konseptual
2.2.1. Komunikasi
Kata komunikasi yang diterjemahkan dari bahasa Inggris yaitu
communication berasal dari bahasa Latin communicatio yang menjelaskan
hubungan antara manusia dengan hubungan manusia dengan dunia
sekitarnya. Kata komunikasi juga berkaitan dengan kata communion dan
community yang berasal dari bahasa Latin communicare, yang memiliki
arti untuk berbagi (to share) atau membuat sesuatu menjadi bersama-sama
(Kunandar, 2019). Dengan begitu, komunikasi dapat diartikan sebagai
proses interaksi antara individu dengan individu lainnya dengan maksud
dan tujuan untuk menciptakan pemahaman bersama terkait dunia
sekitarnya.

Menurut Edward Depari (Caropeboka, 2017) komunikasi adalah proses


penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui
lambang tertentu yang mengandung arti dan dilakukan oleh penyampai
18

pesan (sender) untuk ditujukan kepada penerima pesan (receiver). Definisi


lain juga diberikan oleh Wilbur Schramm yang menjelaskan bahwa
komunikasi berlangsung dari dua arah, baik pengirim pesan atau penerima
pesan dapat berganti peran dalam proses mengirim dan menerima pesan.
Sedangkan Laswell mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang
menggambarkan siapa mengatakan apa, dengan cara apa, kepada siapa dan
dengan efek apa (Kusuma et al., 2022).

Dalam komunikasi diperlukan unsur pemahaman supaya pesan yang


dikirimkan dapat di terima dan dicerna oleh penerima pesan sehingga
mencapai kesamaan makna. Komunikasi dikatakan lancar jika terjadinya
suatu pertukaran pikiran dan pengertian antara pengirim pesan dan
penerima pesan karena pesan yang disampaikan dapat diterima dan
dipahami. Komunikasi yang efektif berarti berhasil menumbuhkan
kebersamaan, kesepahaman antara pengirim dan penerima informasi.

Terdapat berbagai unsur-unsur dalam komunikasi beberapa


diantaranya (Caropeboka, 2017; Kunandar, 2019):

1. Komunikator/pengirim pesan/encoder
Seseorang yang membuat atau menyampaikan pesan disebut sebagai
komunikator. Komunikator berperan dalam menyajikan pemikiran dan
pendapatnya tentang suatu objek atau peristiwa. Komunikator
menyampaikan ide atau gagasan kepada pihak lain, bertugas dalam
melakukan enkoding.
2. Komunikan/penerima pesan/decoder
Komunikan merupakan orang yang menerima pesan dan bertugas
melakukan dekoding, yaitu menafsirkan pesan yang diterima dari
komunikator.
3. Enkoding dan dekoding
Enkoding merupakan proses komunikator menerjemahkan ide,
maksud, dan gagasan ke dalam bentuk simbol, dalam bentuk verbal
maupun non-verbal. Dekoding diartikan sebagai proses penerjemahan
simbol verbal atau non-verbal oleh komunikan ke dalam pesan. Pesan
19

dapat bermakna sama, mirip, ataupun berbeda dengan yang dimaksud


komunikator.
4. Pesan
Merupakan gagasan, perasaan dan pikiran. Pesan biasanya berbentuk
sinyal, simbol, tanda-tanda atau kombinasi dari semuanya. Pesan
adalah informasi atau pernyataan yang disampaikan oleh komunikator
kepada komunikan. Pesan dapat berupa verbal maupun non-verbal.
Pesan verbal berupa kata, kalimat yang diucapkan atau ditulis secara
langsung. Komunikasi verbal dilakukan dengan menyampaikan ide,
pemikiran, atau keputusan dengan kata-kata. Sedangkan pesan non-
verbal berupa isyarat, lambang, ataupun gerakan tertentu yang
dimaknai dan dimengerti oleh kedua bela pihak, baik komunikator
maupun komunikan.
5. Media/saluran/channel
Media dalam komunikasi adalah sarana untuk mengangkut atau
memindahkan pesan dari pengirim (komunikator) kepada penerima
(komunikan).
6. Noise
Noise diartikan sebagai gangguan, hambatan, atau distorsi
(penyimpangan makna) dalam komunikasi. Istilah ini pertama kali
dikenalkan oleh Shanon dan Waever dengan merujuk pada kata
kebisingan. Noise adalah sesuatu yang bisa menyebabkan
berkurangnya kualitas dalam berkomunikasi.
7. Umpan balik atau feedback
Umpan balik merupakan respon yang diberikan oleh komunikan secara
langsung terhadap pesan yang diterimanya.

2.2.2. Hambatan komunikasi


Komunikasi tidak dapat berjalan efektif dan lancar jika adanya
gangguan. Segala sesuatu yang menghalangi kelancaran komunikasi
disebut sebagai noise. Noise bisa diartikan sebagai gangguan, hambatan,
atau distorsi (penyimpangan makna) dalam komunikasi (Kunandar, 2019).
20

Beberapa faktor yang dapat menghambat terjadinya proses komunikasi


(Mukarom, 2020).

1. Masalah dalam mengembangkan pesan dikarenakan munculnya


keraguan dalam isi pesan, kurang terbiasa dengan situasi yang ada atau
dengan penerima pesan. Di samping itu juga adanya pertentangan
emosi, atau kesulitan dalam mengekspresikan ide atau gagasan.
2. Masalah media sebagai alat dalam proses penyampaian pesan.
3. Masalah dalam menerima pesan, seperti persaingan antara penglihatan
dengan pendengaran/suara, suasana yang tidak nyaman, lampu yang
mengganggu, konsentrasi yang tidak terpusat.
4. Masalah dalam menafsirkan pesan karena perbedaan latar belakang,
penafsiran makna, perbedaan reaksi emosional dan lain sebagainya.

Menurut Gudykunst (Mukarom, 2020) hambatan komunikasi terbagi


menjadi dua bagian yaitu, di atas garis air (above waterline) dan di bawah
garis air (below waterline). Hambatan komunikasi yang tergolong di bawah
garis air merupakan faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang
diantaranya, persepsi, norma, stereotip, filosofi bisnis, aturan, jaringan,
nilai, dan grup cabang. Sedangkan hambatan di atas garis air lebih banyak
berbentuk fisik sehingga lebih mudah untuk terlihat seperti fisik, budaya,
persepsi, motivasi, pengalaman, emosi, bahasa, non-verbal, dan kompetisi.

2.2.3. Komunikasi Antar Budaya


Komunikasi antar budaya meliputi komunikasi yang melibatkan
peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok,
dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang
memengaruhi perilaku komunikasi para peserta. Tubbs & Moss
mendefinisikan komunikasi antar budaya sebagai komunikasi antara
anggota-anggota dari budaya yang berbeda baik berbeda dalam ras, etnik
maupun sosioekonomik (Febiyana & Turistiati, 2019). Pengertian
komunikasi antar budaya menurut Charley H. Dood yaitu, komunikasi
yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok dengan tekanan pada
perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku
komunikasi para peserta (Mukarom, 2020). Sastro Atmojo menafsirkan
pengertian komunikasi antar budaya sebagai proses penyampaian suatu
21

pernyataan atau transmisi pesan oleh seseorang atau beberapa orang kepada
orang lain atau kelompok orang lain yang menimbulkan efek dan
membawa misi atau maksud dan tujuan tertentu, yang dilakukan dengan
suatu perencanaan dan dalam konteks antar budaya (Yusa et al., 2021).

Keberagaman latar belakang budaya yang dimiliki peserta komunikasi


akan menimbulkan berbagai hambatan dalam melakukan aktivitas
berkomunikasi. Frame Of Reference (FOR) adalah asumsi-asumsi yang
menjadi referensi bagi setiap individu pertisipan suatu kegiatan
komunikasi. Asumsi tersebut terkait dengan nilai-nilai yang dibawa dan
dibentuk dari cara pandang seseorang sebagai perpaduan dari faktor usia,
jenis kelamin, latar belakang kepercayaan atau agama, tingkat pendidikan,
dan kultur yang berpengaruh terhadap interpretasi pesan komunikasi yang
diterima. Sedangkan Frame Of Experience (FOE) adalah berbagai
pengalaman yang telah dialami, atau kegiatan/aktivitas/tindakan yang
pernah dilakukan, yang memberikan persepsi pada yang menyimak. Jika
tingkat kemiripan FOR dan FOE yang dimiliki komunikator dan
komunikan semakin tinggi makan akan semakin mudah tercipta
pemahaman dalam kegiatan komunikasi (Yusa et al., 2021).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa


komunikasi antar budaya merupakan proses komunikasi yang melibatkan
dua orang atau lebih yang memiliki latar belakang kebudayaan yang
berbeda-beda.

Berikut adalah faktor-faktor yang ada di dalam komunikasi antar budaya


(Yusa et al., 2021):

1. Melingkupi bahasa,
2. Lingkungan,
3. Teknologi,
4. Organisasi sosial,
5. Sejarah sosial dan adat istiadat,
6. Konsepsi otoritas, dan
7. Perilaku komunikasi nonverbal.
22

Manusia memiliki budaya yang berbeda-beda, karena perbedaan itu


penting untuk mengenali tata krama komunikasi satu dengan yang lainnya,
dan belajar menangani perbedaan tersebut, khususnya membangun
kesadaran akan budaya lain dan budaya sendiri. Komunikasi antar budaya
dapat menciptakan keselarasan dan kebersamaan, dapat saling memahami
sisi perbedaan antar individu. Dengan adanya komunikasi antar budaya
dapat meminimalisir kesalahpahaman dan mempermudah untuk
bersosialisasi (Yusa et al., 2021).

2.2.4. Kompetensi Komunikasi Antar budaya


Kompetensi komunikasi antar budaya merupakan keterampilan yang
penting agar peserta komunikasi bisa melakukan komunikasi secara efektif.
Kompetensi antar budaya adalah sebuah proses panjang, a life-long
learning, sesuatu yang terus-menerus dipelajari dan dipraktikkan oleh
individu. Globalisasi, meningkatnya imigran, meningkatnya pertukaran
informasi dan interaksi dari orang yang berbeda budaya di dunia nyata atau
maya, isu-isu konflik antar negara maupun antaretnis dan agama,
pernikahan antar budaya, dan bisnis antar negara menandakan pentingnya
kompetensi komunikasi antar budaya. Memiliki kompetensi komunikasi
antar budaya dapat membantu individu untuk membangun komunikasi
antar budaya yang efektif (Sri et al., 2020).

Menurut Deardorff (Sri et al., 2020), pengertian kompetensi


komunikasi antar budaya adalah pengelolaan interaksi yang pantas dan
efektif di antara orang-orang yang setara atau berbeda dari sisi afektif,
kognitif dan orientasi perilaku pada dunia. Orientasi ini secara normatif
akan terepresentasikan dalam lingkup kebangsaan, ras, etnis, suku dan
agama. Istilah kompetensi dimaknai sebagai suatu sikap memahami,
kepantasan, kesesuaian, keefektifan dan kemampuan beradaptasi.

Berikut adalah gambar kompetensi komunikasi antar budaya model


piramida Deardorff (Sri et al., 2020).
23

Gambar 2.1 Model Piramida Kompetensi Antar budaya (Deardorff, 2009) (sumber:
www.researchgate.net)

Desired external outcome: individu mampu berperilaku dan


berkomunikasi secara efektif dan tepat, serta dapat mencapai taraf tertentu
didasarkan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap antar budaya
dikatakan memiliki hasil eksternal yang diharapkan dari seperangkat
kompetensi komunikasi antar budaya.

Desired internal outcome: hasil internal yang diinginkan adalah kerangka


acuan/pergeseran filter yang diinformasikan yang mencakup adaptabilitas
gaya dan perilaku komunikasi yang berbeda; penyesuaian dengan
lingkungan budaya baru, fleksibilitas memilih dan menggunakan gaya dan
perilaku komunikasi yang sesuai (fleksibilitas kognitif), pandangan etno-
relative, dan empati.

Elemen pengetahuan dan pemahaman (knowledge and


comprehension), kesadaran akan budaya sendiri, pemahaman dan
pengetahuan yang mendalam tentang budaya (termasuk konteks, peran dan
dampak budaya dan pandangan dunia orang lain), mengetahui budaya
khusus dan kesadaran sosiolinguistik. Elemen ini berkaitan dan saling
24

mempengaruhi secara timbal balik dengan elemen keterampilan (skill)


yang mencakup mendengarkan, mengamati, menafsirkan, menganalisis,
mengevaluasi, dan berhubungan.

Requisite attitude: sikap yang dipersyaratkan dalam kompetensi


komunikasi antar budaya mencakup respect (menghargai budaya lain,
keragaman budaya), keterbukaan (untuk pembelajaran antar budaya dan
kepada orang-orang dari budaya lain, menahan penilaian), keingintahuan
dan penemuan (menoleransi ambiguitas dan ketidakpastian).

Ada tiga hal yang menurut Hofstede menuntun individu masuk dalam
kompetensi komunikasi antar budaya, yaitu awareness, knowledge, dan
skill. Knowledge artinya jika berinteraksi dengan orang lain, maka harus
memahami tentang budaya orang lain dengan belajar tentang budaya
mereka. Meskipun kita tidak pernah berbagi dengan nilai-nilai mereka,
namun kita mendapatkan pemahaman intelektual tentang nilai-nilai mereka
yang berbeda dari kita. Awareness merupakan kesadaran bahwa individu
membawa kerangka pemikiran tertentu yang di dalamnya individu tersebut
dibesarkan dan jika orang lain dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda,
ia akan membawa seperangkat nilai yang berbeda. Tanpa awareness,
individu akan merasa lebih tinggi derajatnya (superior) dan kurang mau
memahami isyarat atau petunjuk dari budaya lain. Sebaliknya, jika individu
memiliki awareness maka ia mampu bersikap simpati dan menghargai
motivasi orang lain yang sepenuhnya berbeda dengan dirinya. Sedangkan
skill adalah kemampuan individu untuk mengakui dan menerapkan simbol-
simbol dari budaya lain sehingga individu memperoleh kepuasan bergaul
dalam lingkungan (Sri et al., 2020).

2.2.5. Adaptasi
Saat seseorang menghadapi budaya baru maka diperlukan kemampuan
khusus untuk mengatasi perbedaan budaya atau cultural gap di lingkungan
baru, yaitu dengan adaptasi. Adaptasi budaya menurut Martin dan
Nakayama, adalah suatu proses dimana seseorang belajar serta memahami
peraturan-peraturan dan kebiasaan-kebiasaan budaya baru (Soemantri,
2019). Sedangkan Gerungan menyatakan adaptasi adalah suatu
penyesuaian pribadi terhadap lingkungan. Penyesuaian ini dapat berarti
25

mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan. Adaptasi itu


sendiri pada hakikatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat
dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan (Sujana, 2021).

Menurut Grushina semua individu yang melalui transisi budaya (seperti


memasuki suatu budaya/negara baru untuk pertama kali, kembali ke daerah
asal, atau berpindah tempat tinggal secara berkala) mengalami berbagai
hambatan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
Mengetahui dan mengidentifikasi berbagai hambatan dan menemukan pola
dari cara mengatasi hambatan tersebut adalah kunci untuk meningkatkan
keberhasilan proses adaptasi (Rahardjo et al., 2018). Mubarok menyatakan
dalam menghadapi hambatan seorang pendatang memerlukan sebuah
penyesuaian dan penyesuaian yang dilakukan oleh para pendatang secara
umum dilakukan dengan mengubah diri untuk menyesuaikan dengan
lingkungan sekitarnya (Nurdiana et al., 2020).

2.2.6. Adaptasi U-Curve Model


Orang yang memasuki lingkungan budaya baru membutuhkan waktu
untuk beradaptasi dengan melalui proses yang bertahap hingga akhirnya ia
merasa nyaman dengan budaya barunya. Tahapan-tahapan tersebut
diperkenalkan oleh Lysgaard yang menggambarkannya ke dalam model U-
curve atau U-curve theory of adjustment (Pratiwi & Susanto, 2020).

gambar 2.2 Adaptasi Model U-Curve (Sumber: www.researchgate.net)


26

Secara spesifik kurva U ini melewati empat tingkatan yaitu honeymoon,


crisis, recovery, dan adjustment. Pada tahap awal yaitu fase honeymoon.
Tahap ini menunjukkan kegembiraan dan ketertarikan individu saat akan
memasuki lingkungan baru. Pada umumnya, individu yang hendak
merantau memiliki ekspektasi tinggi terhadap lingkungan barunya. Tahap
selanjutnya yaitu fase crisis dimana seseorang menunjukkan rasa terkejut
terhadap lingkungan barunya hingga muncul kekecewaan dan
ketidakpuasan akibat ekspektasi di awal tidak sesuai dengan apa yang ia
alami. Tahap ketiga adalah fase recovery ditandai dengan munculnya
motivasi pada diri individu untuk melakukan perubahan dan penyesuaian
diri terhadap budaya baru. Terdapat peningkatan pengetahuan individu
mengenai budaya di lingkungan baru yang ditempatinya. Secara bertahap,
orang akan membuat penyesuaian dan perubahan dalam caranya
menanggulangi budaya baru. Tahap terakhir yaitu adjustment atau
penyesuaian. Pada tahap ini, orang telah mengerti elemen kunci dari
budaya barunya yakni berupa nilai-nilai, adaptasi khusus, pola komunikasi,
keyakinan, dan sebagainya. Orang juga mulai merasa nyaman dengan
lingkungan barunya (Pratiwi & Susanto, 2020).
27

2.3.Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pikiran

Keragaman budaya yang dimiliki oleh masing-masing individu tersebar di


berbagai tempat, namun dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi
telah mempermudah pertemuan antar budaya sehingga tercipta komunikasi antar
budaya. Komunikasi antar budaya terjadi ketika individu dengan budaya
berkomunikasi dengan individu lain yang memiliki budaya yang berbeda.
Komunikasi antar budaya dapat memberikan dampak positif seperti memperluas
pergaulan, mempelajari kebudayaan lain sehingga mempermudah untuk
bersosialisasi, mendorong perdamaian dan meredam konflik, membantu
kelancaran bisnis dan lainnya. Tapi keberagaman budaya juga memunculkan
hambatan dalam komunikasi karena perbedaam dalam pemahaman nilai, bahasa,
tradisi dan lain-lain. Oleh karena itu perlu adanya kompetensi komunikasi antar
budaya yang mencakup pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan tentang cara
berkomunikasi dengan orang yang kebudayaannya berbeda agar dapat
tercapainya komunikasi yang efektif. Untuk memperoleh kompetensi komunikasi
seseorang perlu melakukan adaptasi dan melewati tahapan dari honeymoon,
28

crisis, recovery, dan adjustment. Dalam proses adaptasi seseorang berupaya


melakukan penyesuaian diri ke dalam lingkungan barunya untuk menghindari
masalah dan meminimalisir hambatan yang dihadapi karena perbedaan
kebudayaan. Dengan seseorang yang berhasil melalui proses adaptasi maka dia
akan nyaman tinggal dan dapat melakukan komunikasi yang efektif di lingkungan
barunya.
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
kualitatif. Menurut Creswell pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk
membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan sudut pandang konstruktif
(misalnya, makna-makna yang bersumber dari pengalaman individu, nilai-nilai
sosial dan sejarah, dengan tujuan untuk membangun teori atau pola pengetahuan
tertentu), atau dari sudut pandang partisipatori (misalnya, orientasi terhadap
politik, isu, kolaborasi, atau perubahan) bisa pun dari keduanya. Creswell
menjelaskan bahwa di dalam penelitian kualitatif, pengetahuan dibangun melalui
beragam perspektif dari partisipan yang terlibat dalam penelitian, tidak hanya
pandangan dari peneliti (Rukajat, 2018).

Menurut Mantra (Siyoto & Sodik, 2015) metode penelitian kualitatif


merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif
menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah
yang kemudian menghasilkan data penjelasan berupa deskriptif. Sedangkan
menurut Erickson penelitian kualitatif berupaya untuk menemukan dan
menggambarkan secara naratif kegiatan yang dilakukan serta dampak dari
tindakan yang dilakukan terhadap kehidupan mereka (Anggito & Setiawan, 2018).

Penelitian ini meneliti tentang komunikasi antar budaya yang dilakukan oleh
tenaga kerja Indonesia di Jepang. Yang dimana adanya keterbatasan bahasa juga
pemahaman budaya yang berbeda sehingga menjadi penghambat dalam
menjalankan komunikasi. Untuk mengatasi hambatan yang muncul tenaga kerja
Indonesia perlu melakukan adaptasi di lingkungan barunya. Oleh karena itu
pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisis lebih dalam bagaimana
pengalaman yang dimiliki oleh partisipan ketika menghadapi komunikasi antar
budaya. Pengalaman dari partisipan menjadi data dalam penelitian ini, yang berarti
akan melalui deskripsi dari partisipan sehingga dipergunakan pendekatan
penelitian kualitatif.

29
30

3.2.Desain Penelitian
Desain penelitian menurut Creswell diantaranya yaitu, penelitian naratif
(narrative research), fenomenologi (phenomenology), teori dasar (grounded
theory), etnografi (ethnography), studi kasus (case studies) (Setyosari, 2016;
Umrati & Wijaya, 2020).

1. Penelitian naratif (narrative research)


Penelitian naratif didefinisikan sebagai pernyataan lisan atau teks tertulis yang
memberikan penjelasan tentang suatu peristiwa atau tindakan, dan kronologis
yang terhubung. Dalam desain penelitian naratif, peneliti mengkaji cerita yang
disampaikan seseorang tentang kehidupannya dan mengkonstruksi secara
bersama suatu analisis yang bersifat narasi tentang cerita itu. Orang yang
menceritakan riwayatnya dan peneliti memiliki kesamaan pandangan dalam
menentukan makna yang melekat pada pengalaman orang tersebut.
2. Fenomenologi (phenomenology)
Penelitian fenomenologi menjelaskan arti dari pengalaman hidup individu atau
kelompok. Kajian fenomenologi diawali dengan asumsi bahwa berbagai
realitas sosial berasal atau berakar dari sudut pandang subjek. Dengan
demikian, sebuah pengalaman memiliki perbedaan makna bagi setiap orang.
3. Teori dasar (grounded theory)
Penelitian teori dasar dirancang untuk mengembangkan suatu teori fenomena
sosial yang dilandasi oleh data lapangan yang dikumpulkan melalui suatu
penelitian. Pengalaman melalui data tersebut menghasilkan pemahaman,
hipotesis, dan pertanyaan, yang ditelusuri oleh peneliti melalui pengumpulan
data lebih jauh. Melalui suatu analisis data secara induktif, dan selanjutnya
peneliti menyusun teori atau proposisi yang menunjukkan hubungan
antarkonsep. Dengan demikian, teori itu dibangun berdasarkan data. Teori
dasar berupaya menghasilkan atau menemukan teori yang didasarkan pada data
dan pengalaman dari para peserta yang berbagi proses yang sama dan tindakan
atau interaksi.
4. Etnografi (ethnography)
Desain penelitian etnografi memperhatikan norma-norma budaya dari subjek
yang diteliti. Hal ini berfokus pada kelompok budaya dan menggambarkan
seluruh pola berbagi dan belajar nilai-nilai, keyakinan, dan perilaku dari
kelompok budaya. Desain penelitian ini mengkaji secara mendalam mengenai
31

perilaku yang terjadi secara alami atau natural dalam suatu kelompok sosial
atau budaya tertentu. Peneliti melakukan pengamatan perilaku kelompok
dalam latar alamiah tanpa ada pengaturan atau struktur yang dibuat.
5. Studi kasus (case studies)
Studi kasus merupakan tipe kajian penelitian yang memfokuskan pada suatu
objek tunggal, seperti sebuah program, individu, suatu kelompok, suatu
institusi atau lembaga, suatu organisasi. Tujuan studi kasus adalah ingin
mendapatkan gambaran (deskripsi) dan pemahaman secara mendalam (detail)
tentang keseluruhan (kasus). Studi kasus dapat menghasilkan data dari
generalisasi ke teori.

Pada penelitian ini akan menggunakan desain penelitian fenomenologi


(phenomenology). Fenomena yang diteliti yaitu komunikasi antar budaya yang
dilakukan tenaga kerja Indonesia di Jepang. Penelitian ini berupaya
mengidentifikasi pengalaman dari tenaga kerja Indonesia dalam melakukan
adaptasi di Jepang, serta memaknai kompetensi komunikasi yang diperoleh tenaga
kerja Indonesia yang menjadi solusi dari hambatan yang muncul dikarenakan
perbedaan budaya.

3.3.Teknik Pengumpulan Data


Creswell (Haryono, 2020) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif dimulai
dengan asumsi, pandangan dunia, kemungkinan menggunakan sudut pandang
teoritis, dan studi masalah penelitian yang menyelidiki makna individu atau
kelompok yang berkaitan dengan masalah sosial atau manusia. Untuk mempelajari
masalah ini, pendekatan yang dilakukan dalam penelitian kualitatif umumnya
melalui penyelidikan, pengumpulan data dari orang-orang dan tempat-tempat yang
diteliti, kemudian analisis data dan menetapkan pola atau tema. Hasilnya kemudian
dibuat menjadi sebuah laporan tertulis atau presentasi yang di dalamnya juga
memuat suara-suara partisipan, reflektivitas peneliti, deskripsi yang kompleks
tentang fenomena, interpretasi masalah, dan upaya memperluas literatur.

Secara umum dalam penelitian kualitatif dikenal beberapa jenis metode


pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan focus group
discussion (FGD) (Haryono, 2020).

1. Observasi
32

Observasi adalah sebuah teknik pengumpulan data dengan melakukan


pengamatan terhadap fenomena penelitian. Creswell mendefinisikan
pengamatan merupakan sebuah proses pengumpulan informasi langsung, yang
dilakukan dengan mengamati orang dan tempat yang menjadi subjek
penelitian. Tujuan melakukan observasi adalah untuk mendeskripsikan apa
yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat
dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang
terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut. Observasi dalam penelitian
kualitatif dilakukan oleh peneliti dengan cara turun langsung ke lokasi untuk
mengamati segala perilaku dan aktivitas yang ingin diteliti. Peneliti mencatat
atau merekam proses observasi berupa aktivitas-aktivitas dalam lokasi
penelitian.
2. Wawancara
Pengumpulan data melalui wawancara dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan pengetahuan tentang makna-makna yang dipahami oleh individu
terkait dengan topik yang sedang diteliti dan untuk melakukan pendalaman
terhadap isu tersebut.
Menurut Esterberg ada beberapa macam wawancara (Masrukhin, 2014) antara
lain:
a. Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan ketika peneliti mengetahui
tentang informasi apa yang akan diperoleh. Peneliti telah
menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-
pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya juga telah
disiapkan.
b. Wawancara semistruktur
Pelaksanaan wawancara semistruktur lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari jenis
wawancara ini yaitu untuk menemukan permasalahan secara
lebih terbuka, dan pihak yang diwawancara dapat diminta
pendapat, dan ide-idenya.
c. Wawancara tidak berstruktur
Wawancara jenis ini adalah wawancara yang bebas karena
peneliti tidak perlu menyusun pedoman wawancara yang
33

sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman


yang digunakan hanya sebagian garis besar permasalahan yang
diteliti.

Menurut Creswell (Haryono, 2020), seorang peneliti bisa melakukan


wawancara melalui:

a. Interaksi tatap muka


Interaksi secara tatap muka merupakan cara interview yang dilakukan
dengan menanyakan beberapa pertanyaan terkait dengan fenomena yang
diteliti secara langsung kepada informan.
b. Wawancara telepon
Jenis wawancara ini dilakukan secara tidak langsung atau tidak melalui
perjumpaan secara tatap muka melainkan dimediasi melalui teknologi
telepon. Wawancara melalui telepon dilakukan ketika situasi, kondisi dan
waktu tidak memungkinkan bagi peneliti untuk wawancara secara
langsung.
c. Wawancara kelompok
Wawancara ini dilakukan dengan mengumpulkan beberapa informan
secara bersamaan kemudian diberikan pertanyaan-pertanyaan yang sama.
Dengan dikumpulkannya informan secara bersama-sama, data yang
didapatkan akan banyak dan bervariasi.
3. Dokumentasi
Menurut Louis Gottschalk (Haryono, 2020), dokumen adalah setiap proses
pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik itu bersifat tulisan,
lisan, gambaran, atau arkeologis. Studi dokumentasi merupakan analisis yang
dilakukan dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat
oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Sejumlah besar fakta
dan data diyakini tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi.
Poerwandari mengemukakan dua bentuk dokumen yang dapat dijadikan bahan
dalam studi dokumentasi (Haryono, 2020), yaitu:
a. Dokumen-dokumen publik atau resmi
Dokumen resmi mampu memberikan gambar mengenai aktivitas,
keterlibatan individu pada suatu komunitas tertentu dalam pengaturan
sosial. Dokumen resmi dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu:
34

1) Dokumen internal, berupa catatan seperti memo,


pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga, sistem
yang diberlakukan, hasil rapat keputusan pimpinan,
dan lain sebagainya.
2) Dokumentasi eksternal, berupa bahan-bahan
informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial,
seperti majalah, koran, surat pernyataan, dan lain
sebagainya.
b. Dokumen pribadi
Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis
tentang kepercayaan, tindakan, dan pengalamannya. Tujuan dokumentasi
ini yaitu untuk memperoleh sudut pandang orisinal dari kejadian situasi
nyata. Dokumentasi pribadi yang umum digunakan antara lain catatan
harian, surat pribadi, autobiografi.
4. Focus group discussion (FGD)
Focus group discussion merupakan salah satu jenis metode pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif yang dilakukan untuk mengumpulkan berbagai
pendapat dengan memanfaatkan diskusi-diskusi kecil yang terarah untuk
memahami perasaan dan pengalaman seseorang tentang suatu fenomena.
Menurut Krueger kelompok yang dibuat dalam focus group discussion harus
memiliki tipe khusus baik dari segi tujuan, ukuran, komposisi, maupun
prosedurnya. Untuk mengidentifikasi tren dan pola dalam persepsi, peneliti
perlu melakukan focus group discussion beberapa kali dengan peserta yang
sama (Haryono, 2020).

Data penelitian berdasarkan sumbernya dapat dikelompokkan dalam dua jenis


yaitu, data primer dan data sekunder (Siyoto & Sodik, 2015).

1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh penelti secara
langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau
data baru yang memiliki sifat up to date. Teknik yang dapat digunakan peneliti
untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, focus
group discussion.
35

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari
berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai
sumber seperti buku, laporan, jurnal dan lain-lain.

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling


dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu probability sampling dan non-
probability sampling (Siyoto & Sodik, 2015).

1. Probability Sampling merupakan teknik sampling yang memberikan peluang


atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Teknik ini terdiri dari simple random sampling,
dispropotionate stratified random sampling, proportionate stratified random
sampling, dan cluster sampling (area sampling).
2. Non-probability Sampling adalah teknik yang tidak memberikan peluang atau
kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Yang terdiri dari sampling sistematis, sampling kuota,
sampling aksidental, purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball
sampling.

Dalam penelitian ini akan menggunakan data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari teknik pengumpulan data berupa wawancara semistruktur,
dimana pertanyaan yang diberikan kepada informan sesuai dengan panduan
kerangka pertanyaan yang telah disusun terkait untuk mendalami persoalan
pengalaman adaptasi komunikasi antar budaya dari tenaga kerja Indonesia di
Jepang. Wawancara akan dilakukan melalui perantara teknologi komunikasi
dengan aplikasi ZOOM. Selanjutnya peneliti menggunakan data sekunder untuk
melengkapi data primer sebagai pendukung untuk menguatkan data primer.
Penentuan informan dengan snowball sampling, dimana penentuan sampel
berawal dari jumlah yang kecil atau sedikit yang kemudian membesar atau sampel
berdasarkan penelusuran dari sampel yang sebelumnya. Informan dalam penelitian
ini adalah tenaga kerja Indonesia yang memiliki pengalaman tinggal dan bekerja
di Jepang selama kurang lebih tiga bulan, serta sedang berada di Jepang.

3.4.Teknik Analisis Data

Menurut sugiyono (Umrati & Wijaya, 2020), analisis data kualitatif adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
36

wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan


data ke dalam kategori, menjabar ke dalam unit-unit, melakukan penyusunan ke
dalam pola-pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan
kemudian dibuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain. Pada penelitian ini analisis data akan melalui reduksi data, penyajian
data, dan kesimpulan atau verifikasi. Tujuan dari analisis data kualitatif adalah
mencari makna dibalik data dari pengakuan subjek pelakunya. Data yang didapat
dari obyek penelitian memiliki kaitan yang masih belum jelas. Oleh karena itu,
analisis data diperlukan untuk mengungkap kaitan tersebut secara jelas sehingga
menjadi pemahaman umum (Siyoto & Sodik, 2015).

1. Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang diperlukan, berfokus
pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya, dan membuang tidak
relevan. Proses reduksi data dilakukan secara terus menerus saat melakukan
penelitian untuk menghasilkan catatan-catatan inti dari data yang diperoleh
dari hasil penggalian data. Tujuan dari reduksi data ini adalah untuk
menyederhanakan data yang diperoleh selama penggalian data di lapangan.
Data yang diperoleh dalam penggalian data merupakan data yang rumit dan
juga sering dijumpai data yang tidak relevan dengan tema penelitian namun
tercampur dengan data yang relevan dengan penelitian. Karena itu, peneliti
perlu menyederhanakan data dan membuang data yang tidak ada kaitannya
dengan tema penelitian.
2. Penyajian data
Langkah ini dilakukan dengan menyajikan sekumpulan informasi yang
tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Hal
ini dilakukan karena data-data yang diperoleh selama proses penelitian
kualitatif biasanya berbentuk naratif, sehingga memerlukan penyederhanaan
tanpa mengurangi isinya. Pada tahap ini data diklasifikasikan dan disajikan
sesuai dengan pokok permasalahan yang diawali dengan pengkodean pada
setiap subpokok permasalahan.
3. Kesimpulan atau verifikasi
Kesimpulan atau verifikasi merupakan tahap akhir dalam proses analisa data.
Pada bagian ini kesimpulan diutarakan dari data-data yang telah diperoleh.
37

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari makna data yang dikumpulkan


dengan mencari hubungan, persamaan, atau perbedaan. Penarikan kesimpulan
bisa dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian pernyataan dari
subjek penelitian dengan makna yang terkandung dengan konsep-konsep dasar
dalam penelitian.

3.5.Teknik Keabsahan Data


Menguji keabsahan data menjadi bagian penting dalam proses penelitian
kualitatif, hal ini berkaitan erat dengan validitas dan kredibilitas suatu penelitian.
Dalam penelitian kualitatif instrumen penelitian akan diuji untuk mendapatkan
keabsahan data. Norman K. Denzin (Anggito & Setiawan, 2018) mendefinisikan
triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk
mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang
berbeda. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal yaitu, triangulasi metode,
triangulasi antar-peneliti, triangulasi sumber data, dan triangulasi teori.

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
sumber data karena penelitian ini membutuhkan informasi dari beberapa sumber
untuk diolah dan dibandingkan. Pada triangulasi sumber data, informasi yang
terkumpul dari hasil wawancara akan dibandingkan dengan data sekunder yang
relevan. Triangulasi sumber data penelitian ini dilakukan pada kelima tenaga kerja
Indonesia yang sedang bekerja di Jepang yaitu:

1. Aulia Saputra
2. Angga Hidayat
3. I Gede Pandega Wirasabda
4. Nurrizqi Kadminta
5. Muh Farid Bahar

3.6.Profil Informan
Nama informan 1 Aulia Saputra (Aulia)
Usia / Jenis Kelamin 27 tahun / Laki-laki
Keterangan Aulia telah bekerja selama tujuh tahun
di berbagai bidang yang
mengharuskannya untuk
berkomunikasi dengan orang Jepang
38

secara langsung. Aulia juga pernah


bersekolah dan bekerja di Jepang
selama empat tahun (dari tahun 2015
sampai 2019). Saat ini sedang bekerja
di PT. Impian Profesi Internasional
yang mengharuskan nya untuk bekerja
ke Jepang di Fukushima.
Tabel 3.1 Profil Informan 1

Nama informan 2 Angga Hidayat (Angga)


Usia / Jenis Kelamin 28 tahun / Laki-laki
Keterangan Saat ini ia sedang bekerja di Jepang
dan sudah berada di Jepang sejak bulan
April tahun 2022. Ia sudah berada di
Tokyo, Jepang selama 9 bulan.
Sebelum berangkat ke Jepang ia
pernah sekolah Bahasa Jepang di
Indonesia.
Tabel 3.2 Profil Informan 2

Nama informan 3 I Gede Pandega Wirasabda (Wira)


Usia / Jenis Kelamin 28 tahun / Laki-laki
Keterangan Wira pernah bekerja di Bali sebagai
guru bahasa Jepang, selama satu
sampai dua tahun. Kemudian dia ikut
program kerja di Jepang, dan telah
berada disana sejak bulan November
tahun 2022. Saat ini sedang bekerja di
Kyoto, Jepang sebagai pegawai di
salah satu hotel di Jepang.
Tabel 3.3 Profil Informan 3

Nama informan 4 Nurrizqi Kadminta (Rizqi)


Usia / Jenis Kelamin 28 tahun / Laki-laki
Keterangan Rizqi berasal dari Indramayu, Jawa
Barat. Sebelum bekerja ke Jepang dia
39

mengikuti lembaga pelatihan kerja di


LPK Kaina Indramayu selama delapan
bulan. Rizqi diberangkatkan kerja ke
Jepang pada bulan Juni tahun 2022.
Saat ini sedang bekerja di Jepang
daerah Yotsukaido, Chiba sebagai
buruh pekerja proyek.
Tabel 3.4 Profil Informan 4

Nama informan 5 Muh Farid Bahar (Farid)


Usia / Jenis Kelamin 20 tahun / Laki-laki
Keterangan Farid berasal dari Luwu Timus,
Sulawesi Selatan. Sebelum bekerja ke
Jepang dia mengikuti lembaga
pelatihan kerja di LPK Kaina
Indramayu selama dua tahun. Farid
diberangkatkan kerja ke Jepang pada
bulan Juli tahun 2022. Saat ini sedang
bekerja di Jepang daerah Mie-ken
sebagai buruh di pabrik kota Iga.
Tabel 3.5 Profil Informan 5
BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1.Gambaran Obyek Penelitian


4.1.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Wawancara
Cara peneliti melakukan wawancara dengan para informan adalah
melalui aplikasi via ZOOM. Peneliti menggunakan aplikasi ZOOM untuk
wawancara dikarenakan posisi peneliti dengan informan yang berbeda
jauh. Dimana peneliti berada di Indonesia, Kalimantan Barat, Kota
Singkawang, sedangkan para informan berada di negara Jepang sehingga
tidak memungkinkan peneliti untuk melakukan wawancara secara
langsung. Kemudian alasan lain peneliti wawancara menggunakan aplikasi
ZOOM adalah untuk mempermudah peneliti melakukan rekaman suara
pada proses wawancara serta atas persetujuan dengan para informan.

Total informan dalam penelitian ini ada lima diantaranya Aulia


Saputra, Angga Hidayat, I Gede Pandega Wirasabda, Nurrizqi Kadminta,
dan Muh Farid Bahar. Peneliti memilih informan pertama adalah Aulia
Saputra, untuk pemilihan informan kedua dan ketiga peneliti dibantu oleh
Aulia Saputra yang mengenalkan peneliti dengan teman dan kenalan nya
yang menjadi informan ke dua sampai lima dalam penelitian ini yaitu
Angga Hidayat, I Gede Pandega Wirasabda, Nurrizqi Kadminta, dan Muh
Farid Bahar.

Pertama-tama, pada hari Sabtu, tanggal 7 Januari 2023 peneliti


menghubungi I Gede Pandega Wirasabda melalui perantara Aulia Saputra
karena satu-satunya kontak yang dimiliki peneliti hanya kontak Aulia
Saputra dan I Gede Pandega Wirasabda merupakan teman nya. Peneliti
menanyakan kapan I Gede Pandega Wirasabda punya waktu untuk
melakukan wawancara dan I Gede Pandega Wirasabda mengatakan pada
hari itu ia bisa melakukan wawancara pada jam delapan malam waktu di
Indonesia dan jam sepuluh malam waktu di Jepang. Sehingga kami sepakat
untuk melakukan wawancara pada tanggal 7 Januari 2023 pukul 20.00
waktu di Indonesia dan pukul 22.00 waktu di Jepang. Wawancara
dilakukan dengan I Gede Pandega Wirasabda melalui aplikasi ZOOM,

40
41

waktu yang dihabiskan untuk wawancara pada hari itu adalah sekitar 40
menit.

Kedua, pada hari yang sama yaitu Sabtu, tanggal 7 Januari 2023
peneliti menghubungi Angga Hidayat melalui perantara Aulia Saputra
untuk menanyakan kapan Angga Hidayat punya waktu untuk melakukan
wawancara. Angga Hidayat mengatakan bahwa pada hari Minggu, tanggal
8 Januari 2023 ia punya waktu luang untuk melakukan wawancara pada
jam satu siang waktu di Jepang dan jam sebelas siang waktu di Indonesia.
Sehingga kami sepakat untuk melakukan wawancara pada tanggal 8
Januari 2023 pukul 11.00 waktu di Indonesia dan pukul 13.00 waktu di
Jepang. Wawancara dilakukan dengan Angga Hidayat melalui aplikasi
ZOOM, waktu yang dihabiskan untuk wawancara pada hari itu adalah
sekitar 60 menit.

Ketiga, pada hari Sabtu, tanggal 7 Januari 2023 peneliti menghubungi


Aulia Saputra melalui aplikasi WhatsApp untuk menanyakan kapan ia
punya waktu untuk melakukan wawancara. Aulia Saputra menyatakan
bahwa ia punya waktu pada hari Minggu, tanggal 8 Januari 2023 di jam
delapan malam waktu di Indonesia dan jam sepuluh malam waktu di
Jepang. Wawancara dilakukan dengan Aulia Saputra juga melalui aplikasi
ZOOM, waktu yang dihabiskan untuk wawancara pada saat itu adalah 50
menit.

Keempat, pada hari Selasa, tangga 21 Februari 2023 peneliti


menghubungi Nurrizqi Kadminta melalui aplikasi WhatsApp untuk
menanyakan kapan mereka punya waktu untuk melakukan wawancara.
Nurrizqi Kadminta menyatakan bahwa ia punya waktu pada hari Minggu,
tanggal 26 Februari 2023 di jam dua siang waktu di Indonesia dan jam
empat sore waktu di Jepang. Wawancara dilakukan dengan Nurrizqi
Kadminta melalui aplikasi ZOOM, waktu yang dihabiskan untuk
wawancara pada saat itu adalah 45 menit.

Kelima, pada hari Selasa, tangga 21 Februari 2023 peneliti


menghubungi Muh Farid Bahar melalui aplikasi WhatsApp untuk
menanyakan kapan mereka punya waktu untuk melakukan wawancara.
42

Nurrizqi Kadminta menyatakan bahwa ia punya waktu pada hari Minggu,


tanggal 26 Februari 2023 di jam sebelas siang waktu di Indonesia dan jam
satu siang waktu di Jepang. Wawancara dilakukan dengan Nurrizqi
Kadminta juga melalui aplikasi ZOOM, waktu yang dihabiskan untuk
wawancara pada saat itu adalah 35 menit.

Seperti yang diuraikan di atas, demikianlah cara peneliti melakukan


wawancara kepada kelima informan dalam penelitian ini. Melalui
wawancara dengan para informan, peneliti mendapatkan informasi tentang
pengalaman mereka semasa bekerja di Jepang dari cara mereka melakukan
komunikasi, mengatasi hambatan dan cara mereka beradaptasi. Selain itu,
peneliti juga menikmati cerita yang disampaikan oleh para informan dan
memperoleh beberapa perbedaan antara bekerja di Jepang dan Indonesia
menurut pengalaman mereka.

4.2. Hasil Penelitian


4.2.1. Komunikasi Antar Budaya Tenaga Kerja Indonesia Di Jepang
Komunikasi antar budaya terjadi ketika orang yang memiliki budaya
berkomunikasi dengan orang yang budaya nya berbeda. Tenaga kerja
Indonesia yang pergi tinggal dan bekerja di Jepang akan melakukan
komunikasi antar budaya. Bahasa utama orang Indonesia adalah Bahasa
Indonesia, lalu ketika berada di Negara Jepang maka harus bisa
menggunakan Bahasa Jepang supaya bisa berkomunikasi dengan baik.
Dalam penyampaian komunikasi ada perbedaan antar budaya yang bisa
menyebabkan kesalahpahaman. Untuk melakukan komunikasi dengan
efektif tenaga kerja Indonesia harus memiliki kompetensi komunikasi yang
meliputi pengetahuan, pemahaman bahasa dan budaya Jepang, dan
kemampuan untuk melakukan komunikasi.

Dimulai dari informan Aulia, dia menjelaskan orang Jepang ketika


bertemu akan mengucap salam dengan cara membungkukkan badan.
Berbeda dengan Indonesia yang mengucap salam dengan bersalaman.
Maka saat berada di sana Aulia mengikuti cara pengucapan salam yang ada
di Jepang.
43

“Orang jepang ketemu selalu salam selalu menundukkan kepala yah


kita juga harus lakuin kalo orang jepang kalo ketemu beda mereka ga
salaman tangan kayak di indonesia gitu kan yah mereka Cuma
menundukkan kepala kayak ngomong oh selamat pagi sambil
menundukkan kepala itu harus bisa kita ikutin” – Aulia

Begitu juga dengan informan Wira yang mengucap salam kepada orang
Jepang dengan membungkukkan badan. Hal ini adalah salah satu bagian
dalam tata krama di Jepang.

“Selama udah tau bungkuk sih nggak masalah. Ga cuma ucapaan


salam sebenarnya tapi umumnya ya ucapan salam – Wira

Saat bekerja Angga diajarkan ucapan tahun baru yang umum digunakan
di Jepang oleh senior nya yang orang Jepang. Ucapan itu adalah ‘kinga
shinnen’ untuk membangun kesan sebagai orang yang sopan dan terlihat
menghargai orang Jepang.

“‘Kamu di Jepang kalo tahun baru harus ngucapin ini ya biar


keliatannya lebih sopan biar lebih menghargai orang Jepang pas tahun
baru itu ingat ngomong namanya kinga shinnen’ oh yauda ‘terima
kasih sudah diajarin’ terus apa-apa juga diajarin pokoknya manner itu
sih” – Angga

Lalu untuk mencapai kesepahaman dengan ucapan orang Jepang,


Angga memberanikan diri untuk bertanya. Ketika dia tidak mengerti apa
yang diminta oleh orang Jepang, dia akan bertanya kembali untuk
memperjelas pesan yang disampaikan oleh orang Jepang supaya tidak
terjadi kesalahpahaman.
44

“Saya mikir kalo ga ngerti saya jangan bilang ngerti gitu loh walaupun
bahasa saya ga kurang saya harus nanya ini gimana ya” – Angga

Wira saat bekomunikasi menggunakan Bahasa Jepang dengan orang


Jepang, dia sambil memperhatikan respon dari lawan bicaranya. Jika dia
melihat ada respon yang menunjukkan orang itu salah paham, dia dapat
menjelaskan kembali maksud dari ucapan nya. Untuk kedepan nya dia bisa
memperbaiki cara penyampaian nya dengan berdiskusi bersama teman
orang Jepang.

“Saya ngomong terus saya liet reaksi orangnya ko kayaknya keliru ini
bahasa nya kalo saya sadar saya pelajari lagi cari-cari yang bener
kayak gimana tapi kalo ga sadar ya yah ngga hehe.. sama ini nanya ke
beberapa temen orang Jepang juga kalo mau ngomong kayak gini biar
gaada salah paham gimana kayak gitu” – Wira

Wira menyatakan ada hal yang perlu diperhatikan saat komunikasi


bersama orang Jepang, seperti merespon di tengah percakapan. Tidak
respon dengan cara memotorng pembicaraan tetapi dengan jawaban
singkat berupa ‘hm hm hm’, ‘oh iya ya ya’, atau ‘heeh heeh’ yang
menunjukkan bahwa kita paham dengan apa yang disampaikan nya.
Karena ketika diajak berbicara dan lawan bicara hanya diam saja, orang
Jepang akan bingung apakah dia mengerti ucapan saya atau tidak.

“Orang Jepang itu kalo diajak ngobrol kita ngejelasin sesuatu itu
mereka selalu ngebales di tengah-tengah penjelasan kita tapi bukan
ngebales dengan balesnya itu paling cuma hm hm hm oh iya ya ya heeh
heeh cuma kayak gitu dan itu yang menjadi hal penting ternyata disini”
– Wira
45

“Kalo kita diam orang Jepang nya malah bingung ini orang ngerti ga
omongan kita kayak gitu” – Wira

Aulia memerlukan waktu untuk berpikir lebih lama ketika komunikasi


dengan orang Jepang yang menggunakan bahasa daerah di Jepang. Bahasa
Jepang yang umum dia pelajari adalah bahasa yang baku, sedangkan
bahasa daerah tidak. Namun karena sudah terampil berbahasa Jepang dia
tetap bisa memahami ucapan orang tersebut, hanya saja dia perlu waktu
yang lebih lama dari biasanya.

“Kalo kita ketemu orang seperti tadi balik lagi ya dengan bahasa
daerah yang ngomong bahasa jepang nya yah kita masih harus
menerka-nerka juga cuman biasanya ya karena logikanya otak udah
logikanya bahasa jepang jadi entah gimana kita tau aja artinya jadi
harus mikir lagi lebih lama” – Aulia

Untuk Farid melakukan komunikasi dengan orang Jepang tidak terasa


sulit karena sudah mempelajari Bahasa Jepang cukup lama sebelum
berangkat ke Jepang. Hal ini membuat diri nya dapat memahami apa yang
diucapkan oleh orang Jepang.

“Kalo untuk susahnya sampai sekarang belum ada kebetulan waktu di


LPK uda lama juga belajar bahasa jepang nya sampai sini
alhamdullilah bisa ngikut orang jepang ngomong apa kita ngerti” –
Farid

Meskipun begitu Farid juga pernah mengalami kesalahpahaman ketika


berkomunikasi dengan orang Jepang. Saat itu dia diminta untuk
mengerjakan suatu pekerjaan, karena dia salah mengerti maksud dari orang
Jepang dia mengerjakan sesuatu yang berbeda dari yang diperintahkan.
46

“Waktu itu kayak dia nyuruhnya kayak gini tapi sepemahaman saya ga
sepemahaman dengan dia jadi saya kerjainnya agak lain dari perintah
dia” – Farid

Sementara Rizqi walaupun telah mendapatkan pelatihan Bahasa Jepang


di Indonesia selama delapan bulan, kemampuan bahasa nya masih kurang
ketika bekerja ke Jepang. Dia mendapatkan masalah karena salah paham
dengan tugas yang diberikan orang Jepang kepada nya.

“Pernah terjadi di komunikasi dalam suatu kerjaan saya disuruh sama


bos saya suruh ngerjain A saya ngerjain B waktu itu saya dimarahin
habis-habisan” – Rizqi

Dari yang dijelaskan di atas, komunikasi antar budaya yang dilakukan


tenaga kerja Indonesia dapat berjalan lancar dengan ada nya kompetensi
komunikasi. Informan Aulia mengenal tata krama mengucap salam di
Jepang seperti membungkukkan badan yang kemudian dia terapkan pada
diri nya. Lalu, dengan menguasai Bahasa Jepang meskipun ketika dia
berhadapan dengan bahasa daerah di Jepang, dia tetap bisa memahami
makna dari kata-kata orang Jepang itu.

Angga yang mendapat informasi dari senior nya tentang apa yang bisa
dia ucapkan di tahun baru saat bertemu dengan orang Jepang supaya
terlihat sopan dan menghargai orang Jepang. Lalu, ketika dia kurang paham
dengan ucapan dari orang Jepang dia akan menanyakan kembali untuk
memperjelas pesan yang disampaikan. Kemudian Wira, saat melakukan
komunikasi dengan orang Jepang dia memperhatikan respon dari lawan
bicara nya untuk memastikan tidak ada kesalahpahaman. Lalu, memastikan
untuk merespon dengan singkat ketika orang Jepang menjelaskan yang
menunjukkan diri nya paham dengan ucapan nya.

Farid dapat melakukan komunikasi dengan orang Jepang dengan lancar


karena memiliki kompetensi Bahasa Jepang cukup baik, hanya terjadi
47

sedikit salah paham antara diri nya dan orang Jepang namun tidak
menimbulkan masalah besar. Berbeda dengan Rizqi yang kemampuan
Bahasa Jepang nya tidak terlalu baik sehingga kesalahpahaman yang terjadi
menimbulkan masalah besar kepada diri nya.

4.2.2. Proses Adaptasi (U-Curve Model) Tenaga Kerja Indonesia Di Jepang


Orang Indonesia yang tumbuh dan besar di Indonesia kemudian pergi
bekerja ke negara Jepang akan melakukan adaptasi dengan lingkungan baru
nya, hal ini dilakukan untuk memperoleh kenyaman tinggal dengan budaya
baru. Model adaptasi U-Curve meliputi tahapan-tahapan adaptasi yaitu
honeymoon, crisis, recovery, dan adjustment.

1. Honeymoon

Tahap yang pertama adalah honeymoon. Tahap ini


menunjukkan pengalaman awal di lingkungan baru, ekspektasi
awal dan ketertarikan dari para informan terhadap lingkungan baru.
Informan Aulia pada awalnya mengetahui tentang Jepang dari
kartun yang ia nonton yang membuatnya penasaran alasan negara
Jepang begitu maju, bersih, dan juga rapih sehingga ia memiliki
keinginan untuk merasakan tinggal di negara Jepang namun bukan
karena ingin bekerja di Jepang.

“Dulu kan Cuma tau dari kartun ato sebagainya kalo negara
Jepang yah negara yang lebih maju lebih bersih lebih rapih gitu ya
terus penasaran aja kenapa negaranya bisa sampai sebegitu bagus
sebenarnya bukan ingin bekerja di Jepang juga tapi pengen
ngerasain bagaimana hidup di negara yang seperti itu yah dan
bergaul di sana berbaur dengan orang sekitarnya dan pengen tau
aja cara mereka hidup itu gimana sampe bisa seperti yang
sekarang itu gitu” – Aulia
48

Aulia juga berpikir bahwa dia akan mendapatkan teman orang


Jepang ketika kerja di Jepang dan hal tersebut memberikan perasaan
bangga terhadap diri sendiri.

“Di pekerjaan mungkin bisa dapat teman Jepang kalo disana bisa
interaksi dengan orang Jepang mungkin ya jadi sebuah
kebanggaan tersendiri lah gitu karena kan baru pertama kali juga
kan keluar negeri waktu itu” – Aulia

Sementara informan Wira menyatakan bahwa dia tertarik dengan


gaji kerja di Jepang dan dari sejak lama memang memiliki keinginan
untuk pergi ke Jepang.

“Kalo mau jujur banget ya gaji ya hehe.. hmm..aa kalo ga


ngomongin uang mungkin lebih ke yah emang karna cita-cita aja
sih emang udah dari dulu pengen ke Jepang” – Wira

Berbeda dengan informan Angga yang pada awalnya tidak


memiliki ketertarikan terhadap Jepang. Dia memutuskan pergi kerja ke
Jepang atas saran dari teman nya dengan alasan untuk mencari
pekerjaan, sehingga pikiran ataupun gambaran Jepang seperti apa dia
tidak tahu. Sebelum berangkat kerja ke Jepang dia mengikuti sekolah
Bahasa Jepang di Indonesia dan diberikan gambaran tentang Jepang
dari guru-guru yang ada di sekolah tersebut. Angga mendapatkan
gambaran baik dan buruk mengenai Jepang dari guru nya sehingga
membuat dia merasa bingung dengan perkataan mana yang benar. Ada
yang mengatakan bahwa Jepang pemandangan nya bagus, orang
Jepang tidak perhitungan. Ada juga yang mengatakan bahwa kerja di
Jepang itu berat dan tidak jarang mendapatkan kata-kata kasar.
49

“Dikasih gambarannya sama guru-guru saya kalo di Jepang


seperti ini bukan mencari tau sendiri ya tapi dikasih tau sama guru-
guru saya yang ngajar saya bahasa Jepang kalo kerja di Jepang
tuh berat katanya seperti itu terus apalagi kalo dapatnya di
lapangan mungkin eh.. kata-katanya agak kasar jadi gambarannya
kebanyakan seperti itu” – Angga

“Beberapa guru yang kayak Jepang itu enak pemandangannya


seperti ini orang Jepang itu baik-baik perhitungan gaji jadi saya
bingung antara percaya yang mana antara bener-bener ini enak
atau bener-bener ga enak” – Angga

Angga berharap dia bisa menyelesaikan kontrak kerja nya di Jepang


selama 3 tahun dengan baik, supaya nanti dia lebih mudah
mendapatkan pekerjaan ke depan nya karena tidak ada catatan masalah
pada lembar kerja nya.

“Saya kuat-kuatin disini tiga tahun agar nanti mendapatkan tiket


buat ngelanjutin ke mana gitu saya ini mau daftar saya punya
pengalaman di perusahaan ini tiga tahun tanpa permasalahan apa
pun tanpa berkelahi gitu loh” – Angga

Begitu juga dengan Wira, harapan nya ketika di Jepang dia tidak
mendapatkan masalah yang mengharuskan nya untuk pulang ke
Indonesia.

“Harapan awal itu ini sih biar harapan awal kerja disini yah
berharap supaya bisa genap waktu satu tahun tanpa dipulangin itu
sih yang paling utama” – Wira
50

Sedangkan Aulia berharap dengan keterbatasan bahasa nya dia


tidak terlalu sering dimarah dan mendapatkan tekanan dalam bekerja.

“Dulu juga belum terlalu fasih bahasa gitu kan jadi bayangannya
ya semoga ketika bekerja tidak terlalu banyak dimarahin dan tidak
terlalu banyak dapat presure karena ya ga bisa bahasa” – Aulia

Rizqi bekerja ke Jepang dengan alasan untuk menambah wawasan


dan pengalaman baru.

“Alasannya saya ingin menambah wawasan baru sama


pengalaman baru. Karena di jepang itu saya belum merasakan
bekerja di negara jepang makanya saya pergi disini” – Rizqi

Rizqi merasa dirinya tenang karena pengguna kendaraan di Jepang


sangat menghargai orang lain berbeda dengan orang-orang di
Indonesia.

“Di jepang saya sangat tenang karena orang-orang disininya


sangat beda sama di indonesia” – Rizqi

“Contohnya kayak di lalu lintas itu pengguna kendaraannya sangat


menghargai sama orang lain contohnya itu” – Rizqi

Alasan Farid bekerja ke Jepang karena mendapakan usulan dari


orang tua nya dimana ada juga keluarga Farid yang sedang bekerja di
Jepang.
51

“Awalnya ga tertarik kerja ke jepang Cuma dapat usulan dari


orang tua kebetulan ada keluarga yang kerja di jepang jadi orang
tua usulin kerja di jepang aja” – Farid

Saat sampai di Jepang Farid merasa suasana di Jepang itu sunyi, dia
berpendapat bahwa Jepang sangat cocok bagi orang yang suka
menyendiri.

“Waktu pertama ke jepang itu suasana nya itu sunyi untuk orang
yang suka menyendiri itu kayaknya enaknya tinggal di jepang
ajah” – Farid

Dari kelima informan, tiga yang memang tertarik dengan Jepang


dan dua hanya untuk mencari pekerjaan. Aulia, Wira, dan Rizqi yang
sejak awal memiliki keinginan pribadi untuk pergi ke Jepang
merasakan kehidupan dan mencari pengalaman di Jepang. Sementara
Angga dan Farid karena alasan untuk mencari pekerjaan dan saran dari
teman dan keluarga untuk pergi bekerja ke Jepang. Informan memiliki
harapan supaya tidak terlalu banyak menghadapi masalah selama
bekerja di Jepang nanti.

2. Crisis

Tahap kedua dalam adaptasi U-Curve yaitu crisis, dimana informan


menghadapi culture shock, kesulitan, menghadapi perbedaan budaya
dan pengalaman yang tidak sesuai dengan ekspektasi atau bayangan
mereka. Informan Aulia yang pada awalnya berpikir bisa mendapatkan
teman dan merasakan menjadi orang Jepang ketika di sana tapi dia
mendapatkan perlakuan diskriminasi oleh orang Jepang karena dia
tidak bisa berbahasa Jepang dengan baik. Bahkan setelah dia bisa
berbahasa Jepang juga tetap merasakan ada gap antara dia dengan
orang Jepang, hal ini membuatnya kecewa terhadap diri sendiri.
52

“Pernah juga yang namanya diskriminasi karena kita orang asing


lalu maksudnya kan separahnya kita tidak bisa bahasa kalo kita
berusaha kerja dengan baik harapannya yah kita bisa menutupi
ketidakmampuan bahasa kita dengan berusaha kerja dengan baik
dengan lebih giat dibandingkan yang lain tapi ternyata yah tetep
ada aja yang namanya orang yang pada dasarnya tidak suka
dengan orang asing jadi melakukan hal-hal yang kurang baik lah”
– Aulia

“Saya tetep merasa ada beberapa obrolan atau bahasa yang saya
tidak bisa masuk ke sana karena saya orang asing entah itu karena
kemampuan saya atau perbedaan kultur saya atau memang dialog
itu tidak diperuntukkan untuk saya jadi gap itu tetep ada itu yang
membuat saya sedikit kecewa yah mungkin lebih ke diri sendiri
karena kan balik lagi keinginan saya disana sebenarnya untuk
merasakan menjadi orang Jepang gitu” – Aulia

Aulia juga mengalami culture shock dengan sistem kerja di Jepang,


meskipun pada awalnya dia mengetahui Jepang adalah negara yang
disiplin namun dia tidak menyangka Jepang lebih ketat dari yang bisa
dia bayangkan.

“Awalnya ga nyangka kalo kerja di Jepang itu ternyata ya memang


udah tau ya di Jepang itu memang negara yang lebih disiplin yang
lebih ketat dalam aturan sebagainya agak sedikit shock culture
dengan ya kok sampai seketat ini sampai sedisiplin ini kita kerja
delapan jam ya satu jam istirahat itu diluar jam istirahat kita lapan
jam kerja ya bener-bener kerja maksudnya gaada waktu santai
sama sekali” – Aulia
53

Hal serupa dirasakan juga oleh Angga dimana orang Jepang


memberikan batasan terhadap orang asing. Meskipun Angga telah
diberikan gambaran dari guru sebelumnya, dia tetap merasa kaget
karena lebih parah dari yang dibayangkan.

“Ternyata kok relate ya apa yang dikatakan Saputra sensei


ternyata orang Jepang itu selalu ada benteng sama orang luar ada
pager gitu sama orang luar negeri” – Angga

“Dua bulan pertama saya kerja mengalami masa yang kaget kok
Jepang seperti ini walaupun sudah dikasi gambaran sama Saputra
sensei juga bener-bener kaget ternyata lebih parah dari apa yang
Saputra sensesi omongin” – Angga

Angga juga pernah mengalami masa sulit ketika dia dimarahi oleh
orang Jepang dan tidak mendapatkan bantuan oleh rekan kerja nya. Saat
masih bekerja di Indonesia ketika dimarahi dia mendapatkan support
dari rekan kerja, tapi berbeda ketika dia bekerja di Jepang. Hal ini
membuat dirinya merasa tertekan sampai dia memutuskan untuk tidak
berbicara dengan siapa pun.

“Kurang menerima nya itu disitu ya kenapa sih orang Jepang itu
cuek si kenapa orang Jepang itu pada ga memperhatikan perasaan
orang lain kalo marah ya marah aja sedangkan di Indonesia ada
kok orang yang nolongin saya ada yang support” – Angga

“Saya dimarahin sama orang Jepang di depan banyak orang ya


saya mengalami ngedrop sampai akhirnya udah saya ga ngomong
sama siapa-siapa” – Angga
54

Sementara informan Wira menghadapi kenyataan bahwa orang-


orang di Kyoto ternyata lebih tidak ramah dibandingkan dengan
Hiroshima. Pada awalnya Wira berpikir bahwa Kyoto yang tempatnya
masih tradisional maka kemungkinan orang-orang nya juga ramah-
ramah.

“Orang-orang Kyoto lebih dari yang saya lihat ya lebih apa ya..
lebih ga ramah ternyata hehe.. itu yang saya rasa lebih ga ramah
ternyata karena yang saya sok tau dulu oh Kyoto tempatnya serba
tradisional mungkin orang-orangnya juga ramah-ramah yah
ternyata kalo dibandingkan Hiroshima disini lebih dingin itu kali
ya kenyataan yang bikin agak gimana” – Wira

Lalu Wira pada awal nya merasa kagum dengan orang Jepang
sebagai pribadi yang taat peraturan dan bersih, namun setelah dia mulai
bekerja di Jepang ternyata tidak sesuai dengan apa yang dia pikirkan
walaupun kebanyakan memang taat peraturan.

“Yang mungkin bikin kita kagum awalnya orang Jepang taat


peraturan segala macam bersih ya kan gak juga yang awalnya
bikin kita kagum pas saya kesini banyak ngeliet banyak tamu gak
juga emang tergantung orangnya cuma emang bahwa kebanyakan
orang di Jepang taat peraturan iya kebanyakan gitu” – Wira

Pada awal bekerja di Jepang Rizqi merasa sangat kelelahan untuk


mengikuti cara kerja orang Jepang yang sangat berbeda dengan cara
kerja orang Indonesia.
55

“Ekspektasi awal itu bekerja di jepang itu sangat berbeda dengan


cara kerja orang indonesia awal-awal bekerja terasa badan capek
banget, kerja keras terus juga belum terbiasa mengimbangi kinerja
orang jepang” – Rizqi

Rizqi juga menyatakan bahwa orang-orang di tempat dia bekerja


tidak semuanya baik kepadanya. Selain itu, pada tempat kerja nya
orang-orang sering menggunakan kata kotor setiap bekerja.

“Pertama orang-orang yang di tempat kerja saya itu tidak semua


orang baik ada yang jahat ada yang baik terus yang kedua itu kita
kerja di lapangan kan kerja di proyek orang-orang nya itu keras-
keras jadi kata-kata kotor itu selalu terdengar tiap hari tiap kerja
di telinga” – Rizqi

Di tempat Rizqi bekerja yaitu pekerjaan proyek ketika bekerja tidak


memperhatikan cuaca baik hujan, dingin, ataupun panas diharuskan
untuk tetap bekerja. Hal ini membuat nya merasa cukup terbebani.

“Kita kan kerja di proyek kan di lapangan gitu kan kita kerja itu ga
mengenal cuaca hujan, tidak mengenal cuaca dingin, ga mengenal
cuaca panas nah itu harus tetap bekerja” – Rizqi

Rizqi juga merasa tidak adil terkait soal jumlah upah kerja yang
diterima nya ternyata tidak sesuai dengan perjanjian awal saat tanda
tangan kontrak.
56

“Masalah gaji itu yang selama ini saya belum bisa menerima, gaji
di awal perjanjian tanda tangan kontrak sama dengan kenyataan
itu beda” – Rizqi

Pernah terlintas dalam pikiran Rizqi untuk pulang ke Indonesia,


namun karena harus tetap bekerja dia menahan keinginan nya itu.

“Ada rasa hati pengen pulang ke indonesia saya kan sudah punya
keluarga ada rasa ingin pulang ke indonesia tapi disisi lain saya
harus bekerja disini” – Rizqi

Pada saat Farid tiba di Jepang, dia menyadari ternyata lokasi yang
dia tinggal cukup sunyi. Ada juga perbedaan ekspektasi awal dimana
dia pikir akan tinggal di apartemen ternyata di asrama. Selain itu, untuk
bepergian cukup susah karena dia bekerja di daerah kota kecil.

“Sesampainya disini sunyi tidak sesuai ekspektasi sampai disini


rumahnya itu bukan apartemen tapi semacam asrama terus
kemana-mana itu agak susah juga karena di desa pergi belanja aja
harus naik kereta” – Farid

Ketika di Jepang Farid berpikir bahwa diri nya akan ditugaskan


untuk bekerja di kota besar yang tempatnya bagus karena di luar negeri,
namun kenyataannya dia ditugaskan bekerja di pinggir kota yang
membuatnya merasa kecewa.

“Itu yang penempatannya di desa. Di kota tempatnya bagus di luar


negeri tapi yah kerjanya di pinggiran kota” – Farid
57

Pada tahap ini masing-masing informan mengalami perbedaan


ekspektasi awal dengan pengalaman yang dialami. Aulia dan Angga
menghadapi culture shock dengan sikap orang Jepang yang tertutup
terhadap orang asing serta sistem kerja di sana yang ketat dan disiplin.
Wira menemukan fakta bahwa orang-orang di Kyoto lebih tidak ramah
daripada orang-orang di Hiroshima. Rizqi yang menghadapi
lingkungan kerja yang keras, lalu Farid yang berpikir akan bekerja di
kota yang bagus namun ditugaskan ke kota kecil.

3. Recovery

Tahap ketiga dalam adaptasi model U-Curve adalah recovery, tahap


ini ditandai dengan muncul motivasi pada diri informan untuk
melakukan perubahan dan menyesuaikan diri dengan budaya yang
baru. Informan juga memperoleh peningkatan pengetahuan tentang
budaya di Jepang dan membuat penyesuaian dengan caranya untuk
menanggulangi kebudayaan baru. Peneliti menanyakan upaya yang
informan lakukan dalam melakukan adaptasi.

Berawal dari informan Aulia yang menyadari bahwa Jepang


memiliki peraturan, adat istiadat, manner, dan lingkup bahasa nya
sendiri dengan begitu yang harus dia lakukan adalah secepat mungkin
untuk bisa terbiasa dan melakukan hal yang sama. Menurutnya untuk
bisa nyaman tinggal di Jepang yaitu dengan menjadi orang Jepang
dalam artian membiasakan diri dengan lingkungan Jepang.

“Ketika kita di jepang, jepang kan punya peraturannya masing-


masing warga nya juga punya adat nya sendiri punya manner nya
sendiri mereka juga punya lingkup bahasa nya sendiri jadi yang
harus kita lakukan yah gimana kita caranya secepat mungkin bisa
terbiasa dan juga bisa melakukan hal itu” – Aulia

“Jadi yang harus kita lakukan sebagai orang asing adalah sebisa
mungkin secepat mungkin terbiasa dengan lingkungan tersebut dan
58

diterapkan kepada diri kita kalo menurut saya ya cara satu-satunya


untuk bisa happy dan hidup di jepang adalah menjadi orang jepang
maksudnya bukan pindah warga negara cuman kita terbiasa
dengan lingkungan jepang” – Aulia

Kemudian dalam mengatasi Bahasa Jepang informan Aulia selain


belajar dari buku dan mengikuti kelas, dia rajin untuk mencari tahu
sendiri dengan mengamati gerak tubuh orang Jepang saat berbicara.
Serta dengan aktif mengajak orang Jepang dan orang disekitarnya
untuk berbicara Bahasa Jepang, dia bahkan mengesampingkan segala
bahasa dan mengutamakan penggunaan Bahasa Jepang ketika
berbicara. Menurutnya saat itu dia yang telah berada di Jepang maka
dia harus bisa berbahasa Jepang untuk bertahan hidup di sana.

“Jadi cara saya belajar adalah selain dari buku dan ikut kelas saya
rajin untuk mencari tau sendiri maksudnya ketika orang jepang
berbicara ngomong A misalnya lalu gestur mereka gelagat mereka
atau yang mereka tunjuk itu apa jadi dari situ saya belajar” – Aulia

“Saya cukup aktif untuk mengajak orang jepang itu berbicara


entah itu orang jepang atau orang asing yang dulu sempat satu
sekolah dengan saya di jepang” – Aulia

“Ketika kita sudah sampai di jepang apalagi kondisinya saya harus


mau tidak mau untuk bisa bahasa jepang agar bisa bertahan hidup
di sana ya saya akan sedikit mengesampingkan bahasa indonesia
saya bahkan bahasa inggris pun saya tidak pakai sama sekali
meskipun kadang ada teman saya yang orang asing dia bisa bahasa
inggris saya ga peduli saya maunya bisa bahasa jepang” - Aulia
59

Informan Aulia juga menjelaskan bahwa orang Jepang sangat


menghargai waktu sehingga ketika mereka tidak sengaja membuat
orang lain menunggu mereka akan merasa sangat bersalah dan meminta
maaf dengan sungguh-sungguh.

“Kalo mereka tidak sengaja buat orang lain menunggu mereka


akan yah tundukkan kepala minta maaf kayak ‘maaf ya sudah buat
kamu nunggu’ padahal mungkin orangnya Cuma nunggu lima
menit ato sepuluh menit jadi sangat menghargai waktu” – Aulia

Selanjutnya informan Angga, dari pengalaman sebelumnya dia


pernah tidak mengerti ucapan orang Jepang tapi dia tetap menjawab
“iya” sehingga orang Jepang menganggap dia mengerti. Namun dia
merasa kesulitan ketika harus melaksanakan permintaan dari orang
Jepang. Setelah kejadian seperti itu dia berupaya untuk bertanya
langsung kepada orang Jepang jika tidak mengerti.

“ Karena ngerasa kesusahan saya ngerasa bodoh banget setelah


itu ngomong ‘saya tuh ga ngerti, saya tu gatau barangnya, seperti
apa bentuknya, warna apa, biar saya tau barang nya ada di kotak
mana, yang kotak besar ato yang kecil’ ada orang sabar yang mau
ngajarin kotak itu loh yang kecil nah mulai dari situ berani kalo ga
ngerti itu harus ngomong jangan malah pura-pura ngerti ujung-
ujung nya menyusahkan” – Angga

“Kalo ga ngerti nanya jangan Cuma jawab iya pak iya iya tapi ga
ngerti nyatanya kalo kita jawab iya iya aja orang Jepang malah
anggap saya ngerti” – Angga
60

Ketika Angga merasa lelah dengan pekerjaan di Jepang dia akan


menghabiskan waktu istirahat nya untuk tidur, membaca buku, dan
menggambar supaya dapat memulihkan kembali mental nya.
Menurutnya berkomunikasi dengan orang hanya akan memperburuk
suasana pada saat itu.

“Saya nyembuhin biar kembali normal ya mental ini kembali naik


lagi bukan dengan cara saya pengen balik habis kerja balik yauda
tidur aja tidur, hal baik yang menurut saya waktu tidur saya adalah
waktu terbaik karena berkomunikasi dengan orang hanya
memperburuk suasana terus sama baca buku itu filosofi teras” –
Angga

“Baca buku tidur gambar sampai akhirnya sembuh terus


ngejalanin sekarang kayak udahlah ga terlalu mikirin” – Angga

Kemudian, Angga yang sebelumnya merasa ada batasan antara


dirinya dengan orang Jepang sekarang dia sudah mulai diajak untuk
berbicara. Dia berusaha membangun pandangan yang baik terhadap
dirinya dengan memberikan kesan yang baik saat bertemu dengan
orang Jepang, sebisa mungkin untuk tidak mengulang kesalahan yang
sama. Hal tersebut membuat orang Jepang merasa luluh terhadap
dirinya dan mulai menerima kehadiran Angga.

“Nanti kalo ketemu sama orang Jepang lagi harus memberikan


kesan yang baik” – Angga

“Ketika melakukan kesalahan di awal harus memperbaiki harus


tau salahnya dimana jangan sampai melakukan kesalahan untuk
ke dua kali nya jadi kalo orang Jepang melakukan kesalahan
61

kedua kali nya kamu tadi salah kenapa sekarang salah lagi jadi
harus belajar dari kesalahan yang pertama jadi mulai
beradaptasi” – Angga

“Orang Jepang mulai kayak wah ini anak mau belajar nih wah ini
anak ternyata dimarahin juga ngga langsung kena mental mau
belajar nih gitu kan jadi dari situ pandangan orang Jepang itu jadi
kayak sedikit luluh sama orang-orang pemagang untuk saya
sendiri ya mulai diajak ngobrol yang tadinya didiemin” – Angga

Selanjutnya informan Wira. Ketika dia menyadari bahwa ada


bahasa yang dia salah menggunakannya dia akan mempelajarinya dan
juga bertanya kepada teman orang Jepang untuk mengkonfirmasi cara
penggunaan suatu kata supaya tidak terjadi kesalahpahaman.

“Misalnya saya ngomong terus saya liet reaksi orangnya ko


kayaknya keliru ini bahasa nya kalo saya sadar saya pelajari lagi
cari-cari yang bener kayak gimana tapi kalo ga sadar ya yah ngga
hehe.. sama ini nanya ke beberapa temen orang Jepang juga kalo
mau ngomong kayak gini biar gaada salah paham gimana kayak
gitu” – Wira

Wira juga menjelaskan bahwa sejak bekerja di Jepang dia jadi


mengidap OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Ketika melihat
sesuatu yang tidak seimbang dia merasa pusing sehingga ingin rapi
terus, hal ini terjadi karena dirinya mengikuti etos kerja di Jepang yang
harus detail. Seperti ketika melihat jumlah piring sisi kiri dan sisi kanan
yang berbeda membuat dia merasa tidak nyaman dan ingin
merapihkannya.
62

“Saya sejak disini itu jadi punya OCD itu yang kalau melihat
sesuatu yang tidak seimbang jadi pusing atau malah apa itu
istilahnya saya lupa juga jadi mau rapi terus itu mau gamau sih
tapi kalo dari diri sendiri sebenarnya nggak” – Wira

“Otomatis aja sih ya udah beberapa minggu disini dengan etos


kerja Jepang terus lihat sesuatu misalnya sisi kiri ada delapan
piring tapi sisi kanan Cuma ada tujuh piring itu kayaknya mau
nambah piring lagi satu atau malah mau ngurangin piring biar
sama-sama tujuh” – Wira

Wira berkata bahwa saat berbicara, orang Jepang selalu merespon


di tengah percakapan dengan “hm hm hm oh iya ya ya heeh heeh” untuk
menunjukkan bahwa dirinya mengerti. Jika kita hanya diam saja, orang
Jepang akan bingung apakah kita mengerti dengan apa yang dia
katakan. Berbeda dengan di Indonesia ketika orang menjelaskan lawan
bicara akan tetap diam untuk mendengarkan.

“Orang Jepang itu kalo diajak ngobrol kita ngejelasin sesuatu itu
mereka selalu ngebales di tengah-tengah penjelasan kita tapi
bukan ngebales dengan balesnya itu paling cuma ‘hm hm hm oh iya
ya ya heeh heeh’ cuma kayak gitu dan itu yang menjadi hal penting
ternyata disini kalo kita kan di Indonesia seseorang ngejelasin
sesuatu yah kita diam di tengah penjelasan itu kita diam nah disini
ternyata kalo kita diam orang Jepangnya malah bingung ini orang
ngerti ga omongan kita kayak gitu – Wira

Untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja di Jepang Rizqi


memperbaiki diri nya agar dapat mengikuti gaya kerja orang Jepang
yang cepat dan benar.
63

“Saya terus berusaha belajar dan belajar memperbaiki diri saya


sendiri untuk bisa mengikutin gaya kerja orang jepang yang cepat
dan benar” – Rizqi

Lalu untuk menjalani kehidupan sehari-hari ketika bekerja Rizqi


mencoba mebiasakan diri untuk mengabaikan hal-hal yang tidak dia
sukai seperti kata-kata kotor yang terdengar di tempat kerja.

“Saya menghadapi nya dengan biasa saja, contohnya masuk


telinga kanan keluar telinga kiri yah anggap aja angin berlalu” –
Rizqi

Untuk meningkatkan kemampuan bahasa Jepang Rizqi


menambahkan jam belajar nya dan meningkatkan frekuensi nya
komunikasi dengan orang Jepang.

“Saya jam belajar bahasa saya ditambahin kedua saya harus


sering-sering berinteraksi dengan orang jepang” – Rizqi

Rizqi merasakan beberapa perubahan pada diri nya sejak berada di


Jepang seperti menjadi disiplin dari segi waktu, dia juga mempelajari
budaya serta tata bahasa orang Jepang, dan dia mapu untuk bekrja
dengan cepat dan benar.

“Perubahannya contohnya saya disiplin dari segi waktu walaupun


kadang orang jepangnya sedikit ada keterlambatan masuk yang
kedua saya belajar dari budaya dan tata bahasa orang jepang yang
ketiga saya bisa disiplin dalam bekerja cepat dan benar” – Rizqi
64

Sementara Farid meskipun pada awalnya merasa tidak nyaman, dia


membuat dirinya sendiri untuk nyaman dengan lingkungan baru nya.

“Awalnya tidak nyaman cuman yah mau gimana lagi kan udah
terlanjur yah jalanin aja senyaman-nyaman aja kalau ga nyaman
yah dibikin nyaman” – Farid

Farid melakukan adaptasi dengan bersosialisasi dengan orang-


orang di asrama nya. Ketika hari libur seperti Sabtu dan Minggu
mereka mengadakan pesta kecil untuk makan-makan bersama.

“Terus bersosialisasi dengan orang juga yah harus diperbanyak


juga ini disini asramanya disini ada orang vietnam dengan
kamboja biasanya kalo libur itu sabtu minggu yah ada pesta kecil-
kecilan gitu makan bareng” – Farid

Untuk meningkatkan kemampuan bahasa Farid ketika


berkomunikasi dengan orang Jepang dia sambil mempelajarinya.

“Kadang dari temen kalo nggak kan kita sering ngobrol juga sama
orang jepang nya sambil ngobrol kita sambil belajar juga” – Farid

Lalu Farid juga mengenali lingkungan baru nya dengan bertanya-


tanya kepada senior nya tentang peraturan yang ada di lingkungan
tersebut.

“Disini banyak senior jadi kita nanya senior soalnya disini aturan
asrama tempat tinggal nya kayak gimana jadi kita nanya ke senior
65

peraturannya apa aja, buang sampah atau hal yang seharusnya


tidak dilakukan itu seharusnya gimana” – Farid

Dari penjelasan di atas masing-masing informan melakukan


penyesuaian diri dengan cara nya masing-masing. Informan Aulia yang
mempelajari kebudayaan Jepang lalu menerapkannya kepada dirinya
dan mendalami bahasa dengan mengesampingkan segala bahasa selain
Bahasa Jepang. Informan Angga yang berusaha membangun
kepercayaan orang Jepang dengan memberikan kesan yang baik dan
tidak gampang menyerah yang membuat orang Jepang mulai
mengajaknya berbicara. Sedangkan informan Wira mencoba
mempelajari lagi cara penggunaan kata supaya tidak terjadi
kesalahpahaman. Rizqi menambahkan jam belajar dan meningkatkan
frekuensi komunikasi dengan orang Jepang untuk belajar Bahasa
Jepang. Lalu Farid yang mempelajari lingkungan baru nya dengan
bertanya kepada senior di tempat dia tinggal.

4. Adjustment

Tahapan terakhir pada adaptasi model U-Curve adalah adjustment.


Dimana informan mulai merasa nyaman dengan Jepang dan telah
mengerti elemen kunci dari budaya baru yaitu nilai-nilai, adaptasi
khusus, pola komunikasi, keyakinan dan sebagainya. Pertama, dimulai
dari informan Aulia, dia menyatakan bahwa di Jepang memiliki budaya
untuk mempersiapkan diri. Seperti satu hari sebelumnya mencari tahu
tentang cuaca keesokan harinya, supaya jika turun salju dia dapat
mempersiapkan solusi untuk tetap bisa tiba di tempat kerja tepat waktu.

“Budaya sebelum terjadi kita mencegah dengan cara ya satu hari


sebelumnya kita cari tau besok cuaca nya gimana apakah kira-kira
akan salju turun lebat kalo salju turun lebat kita kan gabisa pakai
kendaraan kan mungkin kita akan jalan kaki mungkin juga ada efek
kereta berhenti dan sebagainya jadi kita jalan lebih cepat” – Aulia
66

Aulia juga menjelaskan tentang budaya kerja di Jepang terkait jam


masuk kerja. Apabila jam masuk kerja adalah jam 08.00 maka pegawai
paling lambat harus berada di perusahaan 10 menit sebelumnya yaitu
jam 07.50 bahkan di beberapa perusahaan 1 jam sebelumnya sudah
banyak yang berkumpul.

“Misalkan kita kerja jam delapan ya kita di perusahaan itu sudah


harus ada selambat-lambatnya sepuluh menit sebelum waktu kita
kerja apalagi di beberapa perusahaan besar bahkan sebelum
mungkin satu jam atau setengah jam sebelumnya pegawainya udah
banyak yang ngumpul” – Aulia

Informan Wira mengatakan hal yang sama terkait jam masuk kerja,
yang mengharuskan pekerja di sana untuk tiba paling lambat 10 menit
sebelum jam kerja di mulai.

“Kalo waktu emang udah harus standby maksimal sepuluh menit


sebelum mulai kerja” – Wira

Kesulitan yang masih Aulia hadapi adalah kanji (aksara Jepang).


Untuk menanganinya ketika akan bekerja dalam mengurus dokumen,
sebelumnya dia akan mencari tahu tentang jenis pekerjaan yang akan
dia tangani dan memperkirakan kanji yang akan muncul nantinya
supaya dapat dia pelajari.

“Kendala paling besar ini kayaknya hampir semuanya orang


indonesia rasain ya kanji ya jadi dalam penulisan bahasa Jepang
67

itu ada beberapa aksara jadi ada namanya hiragana, katakana,


dan juga kanji” – Aulia

“Jadi yang harus saya lakukan adalah sebisa mungkin sebelum


saya kerja saya tau apa yang saya kerjakan dan biasanya saya akan
cari tau dulu ya kira-kira nanti bahasa-bahasa apa saja yang akan
keluar dalam pekerjaan saya” – Aulia

Kedua, informan Angga telah merubah pola pikir yang dia miliki
dengan tidak terlalu fokus dengan hasil karena menurutnya hasil
pemikiran dari orang lain bukan sesuatu yang dapat dia kendalikan dan
yang dapat dia lakukan adalah melakukan yang terbaik. Kemudian
ketika dia menghadapi masalah dia akan melihat dari sudut pandang
yang berbeda-beda untuk mendapatkan pandangan yang lebih terbuka.
Seperti ketika dia dimarah, dia berpikir pasti ada alasan yang baik dari
hal tersebut bahwa kesalahan yang dia lakukan dapat membahayakan.

“Saya tidak bisa mengendalikan pemikiran orang lain jadi yang


bisa saya kendalikan adalah pemikiran saya, perilaku saya, jadi
ketika saya salah itu kan hasilnya tuh gagal, jadi sebisa mungkin
dari situ saya melakukan yang terbaik aja menurut saya soal hasil,
soal pandangan orang lain itu mah hak mereka gitu loh saya tidak
bisa mengendalikan hal tersebut jadi mulai dari situ saya tuh kalau
kerja udah yang penting menurut saya baik” – Angga

“Kalo saya melihat masalah itu saya selalu menganggap masalah


itu seperti barang 3D jadi harus melihat dari berbagai sudut
jangan hanya dari depan aja contohnya seperti saya dimarah-
marahin itu saya mikir orang itu galak kalau dari sudut depan ya
tapi kalo saya lihat dari sudut kiri orang baik loh itu bahaya kalo
nanti kamu kenapa-kenapa kita juga yang dimarahin, mereka itu
68

marahin kamu itu tujuan nya baik loh biar kamu ngga terkena
bahaya tersebut” – Angga

Lalu ketika dia merasa sedang sedih dia mencoba menyemangati


dirinya sendiri dengan pikiran ada orang-orang yang ingin bekerja di
Jepang seperti dia tapi tidak bisa maka dari situ dia merasa dirinya harus
bersyukur.

“Ada banyak orang yang pengen posisi nya seperti saya jadi
ngapain sih saya sedih-sedih disini nah mulai dari situ mulai
ketemulah caranya ternyata gaboleh nih kayak gini harus
bersyukurlah” – Angga

Dengan ketiga poin yang Angga jelaskan yaitu tidak terlalu


memikirkan hasil komentar yang dia dapatkan, melihat sebuat masalah
dari beberapa sudut pandang dan bersyukur karena bisa di posisi yang
orang lain inginkan. Dengan berpegang pada poin itu, dia saat ini sudah
terbiasa untuk menjalani kehidupan di Jepang.

“Ketiga poin itu saya pegang saya terapin sampai sekarang dan
alhamdullilah nya sekarang udah bisa ngejalanin kehidupan di
Jepang yah udah terbiasa lah sama mereka” – Angga

Pada awalnya informan Angga tidak suka dengan sikap orang


Jepang yang cuek terhadap sekitar nya, karena sebelumnya dia pernah
mendapatkan masalah di tempat kerja sampai dimarahi oleh orang
Jepang dan saat itu tidak ada seorang pun yang mendukung nya. Namun
setelah cukup lama tinggal di Jepang saat ini dia menjadi nyaman
dengan sikap cuek orang Jepang. Menurut nya dia tidak perlu khawatir
69

untuk memikirkan tetangga sehingga bisa fokus dengan diri nya


sendiri.

“Meskipun disini saya dihantam berkali-kali tapi penyembuhannya


itu cepet karena kerja tidur udah gaada yang nanyain ga harus
ngumpul sama tetangga nanti diomongin udah kerjaan berat nanti
mikirin tetangga gimana. Jadi kalo dibilang pengen balik ga sih itu
nggak sih Jepang justru malah buat aku nyamannya karna ke masa
bodoannya itu” – Angga

Informan ke tiga Wira menjelaskan bahwa di Jepang orang-orang


masih menggunakan uang koin lebih sering ketimbang dengan uang
kertas. Harga barang di sana masih ada yang 171 yen dan 237 yen
sehingga koin 1 yen dan 7 yen masih digunakan.

“Di Jepang itu koin satu yen itu masih dipakai ini ga semua orang
tau ini kayaknya misalnya kita ke kayak indomaret, indomaret nya
Jepang ya itu harga-harga kayak seratus tujuh puluh satu, dua
ratus tiga puluh tujuh kayak gitu ada dan itu masih kepake satu yen
nya tujuh yen nya” – Wira

“Sebenarnya daripada uang kertas harus utamakan dulu uang koin


itu sih kebudayaannya kebiasaan yang utama” – Wira

Saat baru berada di Jepang Wira kebingungan karena jalanan sangat


ramai sampai dia kesulitan untuk membedakan sisi mana yang sedang
mengantri dan sisi mana untuk berjalan, tapi setelah cukup lama di sana
sekarang dia sudah tahu cara membedakannya.
70

“Awal-awal kesini itu kayak nggak tau kan disini orang rame
banget ya saking ramenya kadang tu gak keliatan mana yang
ngantri mana yang jalan biasa kayak gitu tapi makin kesini udah
bisa tau sisi mana yang untuk ngantri sisi mana yang untuk jalan”
– Wira

Lalu tempat wisata di Jepang seperti kuil dan pura memiliki


peraturan masing-masing, ada yang memperbolehkan untuk berfoto
dan ada juga yang tidak boleh difoto. Oleh karena itu Wira
menyarankan untuk bertanya terselbih dahulu kepada orang yang
berjaga disana.

“Kalo ketempat-tempat turis terutama tempat turis kayak kuil-kuil


atau pura seperti itu kalo gatau ini boleh ambil foto ato nggak
mending tanya boleh ga saya ambil foto ini ‘ambil foto disini boleh
ato gak’” – Wira

Rizqi masi mengalami kesulitan dalam memahami ucapan orang


Jepang dan cara membaca, untuk mengatasi itu dia mempraktekkan nya
supaya dia dapat memahami secara lebih dalam.

“Yang selama ini saya merasa kesulitan dalam bekerja itu saya
masih belum bisa mengerti lebih jauh lagi tentang omongan orang
jepang dan membaca pekerjaan jepang tapi saya bisa
menghadapinya dengan cara dipraktekkan seperti itu” – Rizqi

Yang dulunya Rizqi tidak bisa membangun suatu bangunan saat ini
dia sudah bisa mengerjakannya dengan baik karena sudah terbiasa.
71

“Saya kerja ngebangun bangunan ini dulu saya gabisa tapi


sekarang saya sudah bisa karena tiap hari yang dikerjain itu yah
itu-itu aja pekerjaannya” – Rizqi

Untuk urusan kerjaan Farid tidak mengalami kesulitan namun dia


kesulitan mempersiapkan diri untuk ujian N3. Hal ini dikarenakan
setelah bekerja dia sudah lelah dan tidak dapat belajar dengan
maksimal. Untuk mengatasi itu dia coba menyusun waktu belajar
supaya dapat belajar dengan efektif.

“Kalo urusan kerja disini aman-aman aja cuman saya sekarang


disini bukan cuman kerja aja ada target juga targetnya tuh ya lulus
N3 cuman belajarnya itu yang susah” – Farid

“Solusinya itu kita atur waktu tapi waktu nya udah diatur dengan
tepat cuman tubuhnya yang nggak mendukung abis pulang kerja
capek” – Farid

Seperti yang dijelaskan di atas, informan telah mengetahui pola


dalam budaya baru sehingga memperoleh pengetahuan dan
kemampuan untuk menjalani keseharian mereka di Jepang. Aulia yang
mengetahui sistem kerja di sana untuk tidak telat bekerja, maka harus
melakukan persiapan seperti mengecek cuaca sehingga dapat
memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk berangkat ke tempat
kerja. Angga yang mengubah pola pikir untuk lebih terbuka dengan
masalah yang dia hadapi supaya tidak terlalu menjadi beban dalam
pikirannya. Kemudian setelah mengalami beberapa masa yang sulit
saat ini Angga telah memperoleh kenyaman tinggal di Jepang.

Kemudian Wira memperoleh informasi tentang Jepang dimana


orang-orang masih cenderung menggunakan uang koin daripada uang
kertas dan ketika berada di tempat seperti kuil dan pura harus bertanya
terlebih dahulu sebelum mengambil foto. Rizqi ketika merasa kesulitan
72

dalam suatu hal dia akan mempelajarinya dan mempraktekkannya


secara langsung. Lalu Farid untuk dapat belajar dengan efektif dalam
persiapan ujian N3 dia mengatur waktu untuk belajar.

Untuk mengetahui hasil dari adaptasi informan di Jepang, peneliti


menanyakan hal tentang persiapan diri yang diperlukan sebelum pergi
kerja ke Jepang kepada para informan supaya mereka dapat
menyampaikan pendapat mereka berdasarkan pengalaman mereka
selama berada di Jepang. Informan dapat memberikan masukan yang
relevan dengan pengalaman mereka selama tinggal dan bekerja di
Jepang.

Informan petama yaitu Aulia berpendapat bahwa bahasa itu berada


di posisi pertama. Dia menjelaskan jika seseorang tidak bisa Bahasa
Jepang akan mengalami kesulitan untuk hidup di sana. Tidak hanya
untuk kerja tapi juga tidak dapat melindungi diri sendiri jika tidak bisa
Bahasa Jepang. Karena saat dia baru tiba di Jepang, dia tidak bisa
berbahasa Jepang dengan baik dan mengalami kesulitan. Aulia
mengatakan kalau dia tidak akan mau lagi jika diminta untuk
mengulang masa-masa itu.

“Kalo disuruh ngulang kehidupan tahun awal di jepang saya ga


mau lagi haha udahlah cukup sekali aja waw gila gitu kan jadi
bahasa itu penting karena kalo kita gabisa bahasa ga Cuma soal
kerja tapi kita juga gabisa protect diri sendiri kita gabisa lindungin
diri sendiri susah lah untuk hidup kalo gabisa bahasa jadi bahasa
itu nomor satu” – Aulia

Informan Wira juga menyebutkan persiapan yang dibutuhkan


pertama adalah Bahasa Jepang. Minimal tingkat N4 (N4 adalah
tingkatan dalam tes Japanese Language Proficiency) atau JFT2 (JFT
adalah ujian untuk mengukur kemampuan komunikasi dalam Bahasa
Jepang).
73

“Yang pertama pasti bahasa ya paling ngga N4 atau JFT2” – Wira

Pada saat Angga masih sekolah Bahasa Jepang di Indonesia, dia


mendapatkan tugas untuk membuat pola kalimat. Dalam pola kalimat
itu dia menuliskan ‘sebelum ke Jepang, selain saya harus
mempersiapkan bahasa dan uang saya juga harus mempersiapkan
mental ataupun hati’. Kalimat tersebut pada awalnya dia buat secara
asal saja tapi setelah berada di Jepang dia menyadari bahwa kalimat
yang dia buat itu ada benar nya.

“Saya inget banget pas belajar disuruh bikin pola kalimat saya
bawa sampai sekarang ‘sebelum ke Jepang selain saya harus
mempersiapkan bahasa dan uang saya juga harus mempersipakan
mental ataupun hati’ kata saya kata-kata itu tadinya bikinnya cuma
ngasal pas nyampe sini wah beneran” – Angga

Angga mengatakan jika uang, barang, dan bahasa adalah hal yang
sudah pasti perlu disiapkan. Tapi orang-orang tidak mempersiapkan
mental nya ketika di Jepang nanti, kebanyakan orang hanya
memikirkan keindahan Jepang itu sendiri, sampai lupa untuk
memikirkan tentang kemungkinan terburuk yang akan dihadapi.

“Saya tuh harus mempersipakan hati sama mental kalo Cuma uang
barang-barang ato bahasa itu udah jelas kan kadang orang yang
datang kesini tidak mempersiapkan mentalnya yang dipikirkan
mereka Jepang tuh indah Jepang itu punya empat musim yang buat
foto-foto itu keren tapi ga pernah mikir kalo saya ketemu orang-
orang yang jahat mengambil kemungkinan yang terburuknya ga
pernah mikir kesitu” – Angga
74

Selain Angga, informan Aulia juga menyebutkan mental adalah


salah satu hal yang perlu disiapkan. Dia menjelaskan kalau Jepang
adalah negara yang bebas untuk melakukan apa saja selama hal itu tidak
melanggar hukum dan tidak mengganggu orang lain. Ada kejadian di
mana pekerja magang yang ada di sana mengakhiri hidup nya sendiri
karena tidak sanggup hidup di Jepang. Maka dari itu mental perlu
dipersiapkan supaya ketika merasa capek atau lelah dengan kehidupan
di Jepang seseorang tidak melakukan hal serupa.

“Sebisa mungkin untuk mengontrol diri maksud saya kita jangan


sampai melakukan yang tidak-tidak gituloh ketika kita sudah
berada di titik-titik dimana kita merasa sudah capek” – Aulia

“Jepang kan negara yang bebas jadi kamu melakukan apa pun juga
ya bebas selama itu tidak melanggar hukum dan juga tidak
mengganggu oang lain jadi banyak kejadian dimana bahkan
beberapa bulan lalu sempet ada pekerja magang yang yah karena
ga kuat hidup disini satu orang itu bunuh diri itu juga ada jadi ya
mental dan juga mempersiapkan diri itu sangat penting” – Aulia

Selanjutnya yang perlu dipersiapkan adalah mempelajari tentang


Jepang itu sendiri. Seperti yang informan Aulia katakan, sebelum pergi
ke Jepang persiapkan pengetahuan tentang Jepang dengan mempelajari
tata krama, budaya, dan Jepang itu seperti apa supaya mendapatkan
gambaran dan tidak terlalu kaget ketika berada di sana.

“Belajar tentang manner, budaya, dan juga Jepang itu seperti apa
jadi kita itu harus cari tau sebelum berangkat. Jadi ketika kamu
datang ke sana kamu tidak kaget lagi” – Aulia
75

Hal serupa juga Wira sebutkan bahwa selain mempelajari bahasa,


kebudayaan dan kondisi yang ada di Jepang juga diperlukan. Seperti
kebiasaan orang-orang, kapan musim-musim berganti supaya bisa
mempersiapkan barang yang diperlukan ketika di Jepang.

“Selain bahasa pelajarin juga kebudayaannya bukan kebudayaan


yang kuno-kuno bukan kebudayaan tradisional itu tapi lebih ke
kebiasaannya kebiasaan orang-orang disini sama musim-musim itu
kapan aja supaya nanti pas berangkat tau oh saya berangkat pas
musim panas atau pas musim dingin jadi tau yang harus disiapin
apa aja itu sih yang paling utama bahasa sama kondisi Jepang itu
sendiri seperti apa” – Wira

Yang terakhir adalah fisik, Aulia menjelaskan bahwa sistem kerja


di Jepang menuntut karyawan nya untuk bekerja dengan cepat, untuk
mengikuti gaya kerja yang cepat diperlukan fisik yang kuat. Selain
karena sistem kerja, perubahan musim yang ekstrem di Jepang juga bisa
menyebabkan orang yang fisik nya lemah jatuh sakit.

” fisik itu penting jadi tadi saya sempet bilang juga kalo kerja di
jepang kita harus speed speed rush rush secepat mungkin seefisien
mungkin melahirkan kerja yang baik” – Aulia

“setiap empat bulan sekali musim akan berganti mulai dari yang
tadinya panas sekali jadi dingin sekali perubahan nya ekstrem kalo
kita tidak punya tubuh yang kuat menurut saya pasti akan sakit dan
itu pasti akan kesiksa” – Aulia

Rizqi berpendapat bahwa hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum


datang bekerja ke Jepang yaitu mempelajari bahasa, memiliki fisik yang
76

kuat, mencari informasi tentang pekerjaan yang akan dikerjakan supaya


tidak salah memilih pekerjaan.

“Sebelum bekerja ke jepang itu harus banyak-banyak ini persiapan


contohnya satu harus banyak-banyak belajar bahasa kedua harus kuat
fisik dan mental yang ketiga harus bisa cari informasi suatu pekerjaan
di jepang itu apa yang kita kerjakan jangan sampai salah memilih
suatu pekerjaan intinya itu” – Rizqi

Menurut Farid persiapan diri yang dibutuhkan sebelum pergi kerja ke


Jepang yaitu mental, Bahasa Jepang, dan memikirkan tentang bagaimana
susahnya di Jepang.

“Persiapan diri yang dibutuhkan itu yang pertama mental, bahasa


jepang paling penting itu bahasa jepang kalo gabisa ngomong juga
gimana kerjanya ya kan terus ketiga itu kita jangan berekspektasi
tinggi terus yang dipikirkan juga sebelum berangkat ke jepang jangan
pikirin enaknya pikir susahnya di jepang itu gimana” – Farid

Informan memberikan masukan dari pengalaman mereka selama


berada di Jepang. Kelima informan sama-sama menyebutkan untuk
mempersiapkan bahasa sebelum pergi ke Jepang. Wira menambahkan
untuk mempersiapkan bahasa minimal pada tingkat N4 ((N4 adalah
tingkatan dalam tes Japanese Language Proficiency) atau JFT2 (JFT
adalah ujian untuk mengukur kemampuan komunikasi dalam Bahasa
Jepang). Lalu yang kedua adalah mental, untuk menghindari kejadian
seperti mengakhiri hidup sendiri dan hal buruk lain nya. Ketiga,
mempelajari tentang Jepang. Seperti tata krama, budaya, kebiasaan orang-
orang, saat musim berganti supaya bisa mempersiapkan barang yang
diperlukan. Yang terakhir, fisik karena sistem kerja di Jepang yang keras
dan perubahan musim yang ekstrem dapat membuat orang jatuh sakit
77

4.2.3. Hambatan dan Perbedaan Budaya yang Ditemui Tenaga Kerja


Indonesia Dari Pengalaman Tinggal dan Bekerja di Jepang
Orang Indonesia yang pergi bekerja ke negara Jepang akan menghadapi
hambatan komunikasi dan hambatan lain karena perbedaan budaya yang
dimiliki tenaga kerja Indonesia dengan Jepang. Dimana bahasa utama yang
digunakan orang Indonesia adalah Bahasa Indonesia sedangkan di Jepang
mereka harus menggunakan Bahasa Jepang untuk berkomunikasi. Selain
itu perbedaan dalam pemahaman nilai, adat istiadat serta perilaku
nonverbal. Perbedaan latar belakang budaya membuat tenaga kerja
Indonesia yang bekerja di Jepang menghadapi berbagai hambatan dalam
pekerjaan dan kehidupan sehari-hari mereka di sana.

1. Bahasa
Dari kelima informan dalam penelitian ini ketika pertama kali
pergi ke Jepang memiliki kemampuan Bahasa Jepang yang berbeda-
beda. Informan pertama Aulia yang tidak bisa sama sekali bahkan
hanya tahu cara bertanya dimana toilet berada.

“Pada awalnya mereka marah pun saya ga ngerti mereka


ngomong apa karena saya ke jepang pertama kali cuma tau
toilet ada dimana gitu doang jadi mau gamau saya harus
belajar” – Aulia

Informan kedua Angga pernah mengikuti sekolah Bahasa


Jepang saat masih Indonesia sehingga ia memiliki pengetahuan Bahasa
Jepang. Namun kemampuan Angga dalam berbahasa masih dibilang
kurang karena dia sering menghadapi kesulitan ketika berkomunikasi
dengan orang Jepang saat bekerja. Pada saat itu dia diminta untuk
mengambil barang namun karena dia tidak mengerti barang apa yang
diminta untuk diambilkan dia pada akhirnya hanya menebak-nebak arti
dari yang disampaikan oleh orang Jepang itu.

“Di awal-awal tuh saya cuma mikir ‘eh ambilin itu dong’
dalam pikiran saya ga ngerti cuma ngomong ‘iya nanti saya
ambil’ hai cuma hai doang sambil jalan sambil mikir ‘tadi
78

ngomong apa ya aduh saya bodoh banget ga ngerti tapi pura-


pura ngerti’ bingung kan pas sampai di tempat alat kerja ‘saya
ngambil apa ya udahlah mungkin disana lagi ngerjain
pengecetan’ contohnya ‘mungkin saya disuruh ambil kuas kali’
jadi menerka-nerka doang” – Angga

Berbeda dengan informan ketiga Wira yang pada awalnya


pernah menjadi guru Bahasa Jepang ketika berada di Indonesia
sehingga memiliki kemampuan dalam berbahasa Jepang. Meskipun
Wira memiliki kemampuan Bahasa Jepang tidak menutup
kemungkinan terjadinya salah paham, namun menurutnya masih dalam
batas yang bisa dia atasi.

“Komunikasi untungnya ngga sih ya meskipun ada lah pastinya


kesalahpahaman ada tapi ah.. gak salah paham yang sampe
besar banget masih bisa di.. apa namanya masih bisa
dijembatani lah untuk bisa nyambung lagi gitu” – Wira

Wira menjelaskan ada kata yang memiliki arti yang sama


namun memiliki cara penggunaan yang berbeda yang dapat
memberikan kesan negatif maupun positif hal ini akan menimbulkan
kesalahpahaman sehingga harus memperhatikan cara penggunaannya.
Seperti kata ‘koyuu’ memiliki kesan yang positif dan ‘konna’ memiliki
kesan yang negatif namun kedua kata ini memiliki arti yang sama yaitu
‘kayak gini’. Jika kata awal yang diucapkan adalah ‘konna’ maka orang
Jepang akan berpikir bahwa kalimat yang diucapkan akan berupa
komentar negatif.

“Misalnya kita lagi makan mungkin pertama kali makan apa


sushi asli di Jepang terus kita ngomong ke yang tukang sushi
nya kita bilang Indonesianya ‘oh sushi kayak gini saya suka’
gitu misalnya ya nah kata-kata yang ‘kayak gini’ itu disini ada
dua ada ‘koyuu’ sama ‘konna’ nah itu yang ada kesan negatif
nya itu yang ‘konna’ jadi kalo awal-awal kita ngomong yang
79

‘konna sushi’ itu kesannya ada ‘waduh ini mau ngomongin hal
jelek nih ke sushi gua nih’ kayak gitu ada reaksi seperti itu
meskipun nggak langsung dibales ya yah yang kayak gitu-gitu
si yang sebenarnya hal kecil apakah bisa jadi
kesalahpahaman” – Wira

Perbedaan cara penggunaan sebuah kata juga pernah Aulia


temui seperti kata ‘okimasu’ yang memiliki dua arti yaitu ‘bangun’ dan
‘meletakkan’. Dimana saat dia duduk orang Jepang mengucapkan kata
‘okimasu’ yang dipikirannya orang Jepang memintanya untuk bangun,
padahal maksud dari orang Jepang adalah meletakkan.

“Misalkan ada bahasa jepang yang mirip-mirip kayak


‘okimasu’ yang bisa artinya ‘bangun’ bisa artinya
‘meletakkan’ kita bingung ini kalo disuruh bangun gitu lagi
duduk kita pikir disuruh bangun ternyata disuruh naro” – Aulia

Kesalahpahaman seperti ini pernah menyebabkan masalah


kepada Aulia ketika bekerja dikarenakan salah dalam menggunakan
bahasa yang memiliki arti yang sama namun penggunaan yang berbeda.
Dia menjelaskan bahwa kata ‘maaf’ di jepang ada 3 jenis yaitu untuk
teman, formal, dan permohonan maaf yang dalam. Dia salah dalam
penggunaan kata ‘maaf’ saat berbicara dengan senior tempat dia
bekerja yang menyebabkan senior nya marah besar karena merasa tidak
dihargai.

“Pernah kejadian ketika saya bekerja dan melakukan


kesalahan senior saya marah sebenarnya awalnya marahnya
biasa aja kayak yah salah yaudah diajarin lagi diperbaikin cara
kerjanya gimana cuma saya keceplosan ngomong maaf yang
sebenarnya bahasanya harusnya sama temen bukan sama
senior apalagi di tempat kerja apalagi kita abis melakukan
kesalahan akhirnya dia justru malah marah benar-benar
80

marah dan dia justru malah sebaliknya yang tadinya mau


ngajarin jadi emosi karena dia ngerasa ga dihargain” – Aulia

Setelah cukup lama berada di Jepang dan sudah bisa berbahasa


Jepang ternyata Aulia tetap menghadapi hambatan bahasa ketika dia
bertemu dengan orang Jepang yang menggunakan bahasa daerah
mereka. Aulia menjelaskan seperti Indonesia yang menggunakan
Bahasa Indonesia untuk berkomunikasi namun perbedaan daerah juga
mempengaruhi cara penggunaan Bahasa Indonesia, hal ini juga terjadi
selama dia berada di Jepang.

“Ketika sudah bisa sekarang pun seperti selayaknya di


indonesia yang umumnya berbicara dengan satu bahasa yah
indonesia tapi mereka punya berbagai macam bahasa daerah
di jepang juga sama seperti itu jadi untuk saya yang sudah bisa
bahasa sekarang pun ketika datang ke sebuah daerah atau desa
atau ke sebuah mungkin kalo di indonesia bisa dibilang
kecamatan atau sebagainya yang memiliki bahasa daerah yang
kental mereka akan lebih banyak menggunakan bahasa
daerahnya mereka dan bahasa daerahnya itu benar-benar
berbeda dengan bahasa jepang yang umum dipelajari dan
semua orang bisa” – Aulia

Rizqi memiliki kemampuan Bahasa Jepang yang kurang baik


sehingga dia kesulitan melakukan komunikasi dengan orang Jepang.
Terlebih lagi dikarenakan orang Jepang yang juga memiliki sikap yang
tertutup terhadap orang asing.

“Pertama datang ke jepang itu sangat sulit komunikasi dengan


orang jepang pertama dari segi bahasa kedua dari segi
perilaku orang jepang itu selalu tertutup kepada orang asing”
– Rizqi
81

Sementara Farid mengalami adanya perbedaan dalam


penggunaan bahasa di Jepang dengan apa yang dia pelajari di
Indonesia. Ketika mengikuti pelatihan di Indonesia, dia mempelajari
Bahasa Jepang yang formal sedangkan ketika di Jepang dia menemui
adanya bahasa daerah yang tidak dia pelajari sebelumnya.

“Kan kita belajarnya di LPK itu pakai bahasa yang formal


sampai disini tu ada lagi yang namanya yogen tentang bahasa
jepang yogen bahasa adatnya tentang pengucapan yang beda
jadi kita gak ngerti artinya” – Farid

Kelima informan dalam penelitian ini sama-sama menghadapi


hambatan bahasa dalam komunikasi bahkan juga menimbulkan
masalah sampai membuat orang lain marah karena keterbatasan bahasa
seperti yang dialami oleh Aulia. Angga yang pernah bersekolah Bahasa
Jepang juga masih kesulitan memahami maksud ucapan dari orang
Jepang. Sedangkan Wira yang memiliki pengetahuan Bahasa Jepang
masih saja terjadi kesalahpahaman tapi dalam tingkat yang dapat dia
atasi. Rizqi mengalami kesulitan untuk komunikasi karena memiliki
keterbatasan bahasa sementara Farid menemukan adanya perbedaan
bahasa dari apa yang dia pelajari sebelumnya.
2. Sikap, Pandangan, dan Perilaku
Selain bahasa ada juga perbedaan sikap, pandangan, dan
perilaku yang dihadapi oleh informan. Peneliti menanyakan tentang
perbedaan apa saja yang mereka temui terkait sikap, pandangan, dan
perilaku yang menimbulkan kesalahpahaman, kesulitan dari
pengalaman mereka. Informan Aulia menyatakan bahwa dia pernah
mendapat perlakuan diskriminasi dikarenakan tidak bisa berbahasa
Jepang dengan baik, hal ini membuatnya terkejut dengan orang Jepang
yang masih memiliki sifat tertutup dengan orang asing.

“Pernah juga yang namanya diskriminasi karena kita orang


asing lalu maksudnya kan separahnya kita tidak bisa bahasa
kalo kita berusaha kerja dengan baik harapannya yah kita bisa
82

menutupi ketidakmampuan bahasa kita dengan berusaha kerja


dengan baik dengan lebih giat dibandingkan yang lain tapi
ternyata yah tetep ada aja yang namanya orang yang pada
dasarnya tidak suka dengan orang asing jadi melakukan hal-
hal yang kurang baik lah itu yang sebenarnya agak kaget sih
kalo oh ternyata orang Jepang masih ada beberapa yang
setertutup ini kepada orang asing yang dia tidak mau di
lingkungan nya” – Aulia

Informan Angga juga mengalami kejadian serupa dimana dia


merasa ada batasan yang ditunjukkan oleh orang Jepang terhadap
dirinya sebagai orang asing. Pada saat dia masih sekolah Bahasa Jepang
di Indonesia, dia pernah mendapatkan informasi tentang orang Jepang
yang membangun batasan diri terhadap orang asing.

“Ternyata orang Jepang itu selalu ada benteng sama orang


luar ada pager gitu sama orang luar ngeri jadi kamu harus bisa
merobohkan pager itu bisa ga sih kamu ternyata pas saya
datang ke Jepang loh iya ya apa yang Saputra sensei bilang itu
ternyata bener orang Jepang menganggap kita itu yah bukan
temen tapi yah lu pendatang lu bukan apa-apa disini” – Angga

Orang Jepang sangat menghargai waktu sehingga mereka


terbiasa untuk melakukan suatu hal dengan cepat. Menurut Aulia
berbeda dengan Indonesia yang ketika bekerja dapat melakukannya
dengan santai, hal ini membuat dia merasa kesulitan untuk mengikuti
cara kerja di Jepang.

“Ketika kita bekerja kalo kita lambat gitu ya kan di indonesia


selow gitu santai sementara kerja disana harus geraknya cepat
harus praktis harus manfaatin waktu dengan baik jangan
sampai kita kerja tidak efisien jadi ketika kita lelet dan
sebagainya yah disana juga kurang suka jadi ya sempet juga
waktu itu lambat kerja nya dan ya senior yang disana marah
83

kayak woy lama banget kerjanya padahal menurut kita yang


baru datang dari Indonesia itu udah setengah mati coba untuk
cepat cuma buat mereka itu tetap lambat” – Aulia

Kemudian informan Angga pernah ditegur karena berperilaku


tidak sopan tanpa dia sadari. Ketika sedang berbicara dengan orang
Jepang dia memasukkan dua tangan nya ke kantong celana nya setelah
tidak lama orang-orang di sekitarnya terdiam dan menegurnya atas
perilaku nya itu.

“Saya pernah dimarahin gara-gara saya ngobrol sama orang


Jepang hadep-hadepan terus tangan saya taro di kantong
celana dua-duanya saya ngobrol mereka juga ikut ngobrol
terus mereka jadi diem dan terus menatap saya dan ngomong
‘itu gaboleh di Jepang itu gaboleh seperti itu’ ‘emang kenapa’
’pake nanya’ kata Jepang itu ‘ga sopan di Jepang’” – Angga

Angga juga pernah ditegur karena jongkok di depan perusahaan


tempat dia bekerja. Ternyata hal ini dianggap orang Jepang sebagai
perilaku yang menyimpang dan seperti preman. Padahal sebagai orang
Indonesia ketika jongkok sambil berbicara itu hal yang biasa terjadi,
tapi berbeda dengan di Jepang hal tersebut bisa merusak nama baik dari
perusahaan.

“Kita orang Indonesia kalo nunggu lama kan jongkok aja ya


ngobrol datang lah orang Jepang dia ngomong ‘kamu tidak
diperbolehkan jongkok nanti orang Jepang takut dikiranya
preman’ tapi iya orang Jepang itu tidak pernah kayak gitu
mereka nanti dianggap nongkrong ga jelas apalagi pakai
atribut perusahaan” – Angga

Orang Jepang dinyatakan oleh para informan bahwa mereka


sangat detail dalam berbagai hal. Seperti yang dinyatakan oleh
84

informan Aulia, ketika membuang sampah orang Jepang akan


memisahkan sampah nya berdasarkan jenis sampah tersebut.

“Kalo buang sampah, sampahnya dipisah pisah kayak detil


sekali jadi orang jepang itu ga cuma disiplin tapi mendetail” –
Aulia

Dari pengalaman informan Angga orang Jepang sangat detail


dalam memperhatikan perasaan orang lain. Seperti menjaga barang
milik orang lain juga kenyamanan orang lain ketika bekerja di suatu
tempat atau daerah. Saat itu dia ditegur karena bersandar di gedung
apartemen dekat tempat ia bekerja, katanya perilaku nya dapat
dilaporkan ke pihak kepolisian.

“Saya pernah kerja di pinggir apartmen orang lain saya


nyender doang di apartemen orang lain itu gaboleh nanti
dilaporin polisi karena mereka itu selalu menjaga barang
orang lain jangan sampai lecet apa pun itu mengganggu pun
gaboleh apalagi merusak barang orang lain jadi mereka selalu
mengajarkan kamu boleh kerja tapi jangan mengotori tempat
orang lain, jangan merusak barang orang lain bahkan
menyentuh ataupun menyender pun tidak diperbolehkan, dari
situ tuh saya oh ternyata orang Jepang itu sedetail ini ya
mementingkan perasaan orang lain, attitude nya keren banget”
– Angga

Pengalaman dari informan Wira saat sedang bekerja dia pernah


dimarahi karena piring di meja yang ia susun jumlahnya berbeda.

“Orang-orang disini terlalu detail soalnya saya sempet


dimarahi cuma gara-gara yang satu lebih banyak berapa gitu
satu lebih dikit padahal kalo dilihat dari jauh juga yah gak
kentara cuma yaudalah” – Wira
85

Informan Wira juga menghadapi kesulitan terhadap pekerjaan


nya karena selain pengalaman pertama kali bekerja di bidang
perhotelan, dia juga tidak pernah punya pengalaman terhadap kasur
yang ada di Jepang yang disebut sebagai ‘futon’.

“Kalo di Indonesia kita kan ga ada futon kalo disini ada futon
itu juga disini tantangannya hm.. yah disini tantangannya
waktu bed making pas gimana caranya masukin futon ke kayak
sprei khusus futon nya itu biar rapi” – Wira

Rizqi mengatakan bahwa orang Jepang ketika bekerja sangat


cepat dan hasil nya rapih, dia merasa kesulitan untuk mengikuti cara
kerja orang Jepang pada awal nya.
“Tentang cara kerja orang jepang itu cepat dan rapih awal-
awal saya sangat-sangat tidak bisa mengikuti cara kerja orang
jepang kayak gimana tepatnya cara melakukannya kayak
gimana” – Rizqi

Selain itu, Rizqi juga menemui ada perilaku yang perlu


dipperhatikan ketika sedang komunikasi dengan orang Jepang. Saat
orang Jepang berbicara dia diminta untuk melihat ke mata orang
Jepang, karena jika tidak akan dianggap tidak sopan.

“Disaat orang jepang ngobrol orang jepang marah saya itu


tidak melihat mata mereka saya malah nunduk nah si orang
jepangnya itu bilang ‘kalo saya marahin kamu mata kamu
harus natap ke saya gaboleh nunduk’ kata nya tidak sopan itu”
– Rizqi

Farid menyadari bahwa orang Jepang sangat taat dengan


peraturan seperti masalah sampah, hal ini dilihat dari lingkungan
Jepang yang sangat bersih.
86

“Ternyata jepang itu suasana nya indah tempat nya banyak


yang bagus, lingkungan nya bersih sampah pun gaada di
pinggir jalan ato dimana kalo kita lagi jalan karena jepang itu
orang nya taat peraturan apalagi tentang sampah – Farid

Perbedaan budaya dalam sikap, pemahaman, dan perilaku para


informan ketika berada di Jepang menimbulkan kesalahpahaman,
kesulitan dan masalah pada masing-masing informan. Informan Aulia
yang tidak dapat bekerja dengan cepat seperti orang Jepang, sehingga
membuat orang Jepang merasa tidak suka kepadanya. Rizqi juga
mengalami kesulitan untuk bekerja dengan cepat dan rapih seperti
orang Jepang pada awalnya. Aulia dan Angga yang merasakan batasan
yang diberikan oleh orang Jepang terhadap orang asing. Sementara
Wira dimarah karena tidak detail dalam menyusun jumlah piring di
meja, dan kesulitan karena tidak pernah punya pengalaman dengan cara
membereskan ‘futon’ (kasur yang ada di Jepang) di Indonesia
sebelumnya. Lalu Farid menyadari bahwa orang Jepang sangat taat
pada peraturan tentang sampah dilihat dari lingkungan Jepang yang
bersih.

4.3.Pembahasan
Penelitian ini telah memaparkan data tentang komunikasi antar budaya
tenaga kerja Indonesia di Jepang, hambatan dan perbedaan budaya yang
ditemui tenaga kerja Indonesia dari pengalaman tinggal dan bekerja di Jepang,
dan proses adaptasi (U-Curve Model) tenaga kerja Indonesia di Jepang. Peneliti
terlebih dahulu membahas temuan tentang komunikasi antar budaya tenaga
kerja Indonesia di Jepang. Komunikasi antar budaya memerlukan kompetensi
komunikasi antar budaya untuk mencapai komunikasi yang efektif yang
mencakup pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan. Bahasa dan tata krama
merupakan bagian dalam budaya. Penelitian ini menemukan tenaga kerja
Indonesia melakukan keselarasan komunikasi dengan menggunakan
kompetensi yang mereka dimiliki.

Tenaga kerja Indonesia memperoleh kompetensi komunikasi antar budaya


dari pengalaman dan lingkungan sekitar nya selama di Jepang. Kompetensi
87

komunikasi antar budaya adalah sebuah proses panjang, yang dipelajari dan
dipraktikkan (Sri et al., 2020). Dengan pengetahuan bahasa dan tata krama di
Jepang tenaga kerja Indonesia menerapkan budaya tersebut ke dalam
keseharian nya untuk melakukan komunikasi di Jepang. Ini sejalan dengan
penelitian terdahulu dari Yarosh et al., (2018) bahwa pengetahuan dibutuhkan
untuk menjadi kompeten secara lintas budaya, melampaui informasi spesifik
dan membutuhkan pemahaman konseptual lebih lanjut.

Selanjutnya, penelitian ini menemukan proses adaptasi (U-Curve Model)


tenaga kerja Indonesia di Jepang. Adaptasi merupakan suatu penyesuaian diri
terhadap lingkungan yang berupa mengubah diri sesuai dengan lingkungan
baru (Sujana, 2021). Tahapan adaptasi U-Curve Model diperkenalkan oleh
Lysgaard. Peneliti akan membahas tahapan-tahapan adaptasi dengan U-Curve
model yang terdiri dari honeymoon, crisis, recovery, dan adjustment.

Yang pertama adalah honeymoon, tahap ini menunjukkan ketertarikan,


ekspektasi mengenai apa yang informan ingin atau akan dapatkan ketika
berada di Jepang. Hasil penelitian menunjukkan tenaga kerja Indonesia yang
pergi ke Jepang memiliki ketertarikan pada kehidupan yang ada di Jepang dan
berharap bisa mendapatkan teman orang Jepang. Ada juga harapan dari tenaga
kerja Indonesia untuk dapat bekerja dengan lancar selama di Jepang supaya
memiliki catatan karir yang baik. Informan merasa senang karena orang Jepang
taat aturan sehingga menciptakan lingkungan yang bersih dan tertib lalu lintas.
Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu dari Pratiwi & Susanto (2020),
dimana pada tahap honeymoon para informan merasa tertarik, senang sekaligus
penasaran dengan lingkungan baru.

Selanjutnya tahap crisis, dimana tenaga kerja Indonesia mengalami


kesulitan, culture shock, perasaan tidak nyaman, dan pengalaman yang berbeda
dari bayangan dan harapan. Dari hasil penelitian, tenaga kerja Indonesia
mengalami culture shock dengan perlakuan orang Jepang yang tertutup kepada
orang asing sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman pada tenaga kerja
Indonesia, begitu juga dengan sistem kerja di Jepang yang disiplin di luar
bayangan tenaga kerja Indonesia. Bayangan tentang daerah Kyoto yang masih
tradisonal membuat tenaga kerja Indonesia berpikir orang-orang di sana
88

memiliki sikap yang ramah, tapi bayangan itu berubah setelah tenaga kerja
Indonesia pergi ke Kyoto, hal ini menimbulkan perasaan tidak nyaman kepada
informan. Informan juga mengalami adanya ucapan kata-kata kotor di tempat
kerja. Sejalan dengan penelitian terdahulu dari Kang et al., (2020) dimana
beberapa mahasiswa Tionghoa di universitas Thailand merasakan 'kejutan
budaya' yang hebat di awal kehidupan belajar mereka.

Tahap recovery ditandai dengan munculnya keinginan dalam diri tenaga


kerja Indonesia untuk melakukan perubahan dengan adaptasi dengan budaya
baru. Adaptasi dilakukan untuk mengatasi perbedaan budaya di lingkungan
baru, tenaga kerja Indonesia yang menyadari perbedaan budaya membuat nya
berupaya untuk melakukan penyesuaian. Tenaga kerja Indonesia mempelajari
budaya Jepang dengan berkomunikasi dengan orang Jepang untuk
meningkatkan kompetensi bahasa. Selain bahasa, tenaga kerja Indonesia juga
mempelajari pengetahuan tentang tata krama dan cara komunikasi dengan
orang Jepang. Informan bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar nya
seperti makan-makan bersama. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
terdahulu dari Pratiwi & Susanto (2020) dimana informan melakukan upaya
penyesuaian diri dengan cara meningkatkan intensitas interaksi dengan
karyawan lokal, mempelajari Bahasa Sunda, mencoba memahami karakter dan
kebiasaan para karyawan lokal, berpartisipasi dengan para karyawan lokal
dalam kegiatan di luar perusahaan, dan berbaur dengan rekan- rekan karyawan
lokal.

Tahap akhir pada U-Curve model yaitu adjustment di mana tenaga kerja
Indonesia berhasil melakukan adaptasi dengan mengetahui elemen kunci dari
budaya baru sehingga merasakan kenyamanan dengan budaya baru nya.
Tenaga kerja Indonesia dalam penelitian ini telah mengenali aturan yang
berlaku secara tertulis dan tidak tertulis berupa tata krama juga perilaku orang
Jepang. Kesulitan yang pernah dihadapi kini sudah dapat diatasi, dan adanya
perubahan pola pikir untuk menyesuaikan diri dengan budaya di Jepang. Hal
ini sejalan dengan penelitian terdahulu dari Rahardjo et al., (2018), bahwa
mengetahui dan mengidentifikasi berbagai hambatan dan menemukan pola
dari cara mengatasi hambatan tersebut adalah kunci untuk meningkatkan
keberhasilan proses adaptasi.
89

Penelitian ini juga meminta pendapat dari para informan tentang persiapan
yang dibutuhkan ketika pergi kerja ke Jepang. Informan yang memiliki
pengalaman tinggal dan bekerja di Jepang dapat memberikan pendapat yang
relevan kepada orang lain. Yang paling pertama adalah bahasa, karena bahasa
diperlukan untuk melakukan komunikasi dalam kegiatan sehari-hari tanpa
bahasa komunikasi tidak bisa berjalan efektif. Kedua, mental yang kuat.
Kehidupan kerja di Jepang yang keras dan disiplin dapat membuat seseorang
merasa lelah dan tidak menutup kemungkinan ada nya pikiran untuk
mengakhiri hidup, oleh karena itu mental perlu dipersiapkan sebelum bekerja
di Jepang. Ketiga, mempelajari budaya di Jepang seperti kebiasaan orang
Jepang, tata krama dan sebagainya yang bertujuan untuk tidak menghadapi
kesalahpahaman ataupun culture shock. Terakhir, yaitu fisik hal ini
dikarenakan sistem kerja di Jepang yang mengharuskan karyawan nya
melakukan pekerjaan dengan cepat dan pergantian musim yang ekstrem bisa
menyebabkan orang jatuh sakit. Pendapat yang informan sampaikan
merupakan wujud pengetahuan dalam kompetensi komunikasi antar budaya
yang diperoleh dari pengalaman mereka. Sejalan dengan peneilitan terdahulu
dari Yarosh et al., (2018), bahwa pengetahuan mengenai budaya dapat
membantu dalam melakukan persiapan, memahami pola pikir juga
menentukan apa yang seharusnya dilakukan dan tidak di lakukan.

Yang terakhir, penelitian ini juga telah menemukan hambatan dan


perbedaan budaya yang ditemui tenaga kerja Indonesia dari pengalaman
tinggal dan bekerja di Jepang. Peneliti akan membahas hambatan dan
perbedaan budaya yang ditemui informan. Yang pertama bahasa sedangkan
yang kedua terkait dengan sikap, pandangan, dan perilaku yang menjadi bagian
dalam budaya di mana tenaga kerja Indonesia akan menghadapi hal itu.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa utama yang digunakan orang


Indonesia, namun di Jepang tenaga kerja Indonesia diharuskan untuk bisa
berbahasa Jepang. Tenaga kerja Indonesia yang menjadi informan dalam
penelitian ini pada awal pergi ke Jepang dengan kemampuan bahasa yang
berbeda-beda. Informan yang tidak bisa berbahasa Jepang dengan baik
menghadapi lebih banyak hambatan ketika berada di Jepang. Sedangkan
informan yang memiliki kemampuan Bahasa Jepang menghadapi hambatan
90

yang lebih sedikit dan masih dalam kendali. Sejalan dengan hasil penelitian
dari Febiyana & Turistiati (2019) bahwa bahasa merupakan faktor utama
penyebab terhambatnya komunikasi antar budaya.

Perbedaan sikap, pandangan, dan perilaku yang ditemui tenaga kerja


Indonesia di Jepang menimbulkan kesalahpahaman, masalah dan kesulitan
kepada tenaga kerja Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan orang Jepang
memiliki sikap tertutup dengan orang asing dimana membuat tenaga kerja
Indonesia merasa tidak diterima. Tenaga kerja Indonesia juga merasakan
kesulitan untuk mengikuti gaya kerja orang Jepang yang melakukan segala
pekerjaan dengan cepat untuk menghemat waktu. Selain itu, tenaga kerja
Indonesia yang tidak tahu banyak tentang budaya Jepang tanpa sadar
menunjukkan perilaku tidak sopan dan menyimpang melalui komunikasi non-
verbal. Hal ini selaras dengan penelitian dari Abdulai et al., (2017) bahwa
perbedaan latar belakang budaya dapat menyebabkan adanya kesalahpahaman,
salah persepsi dan salah tafsir terhadap pesan yang dikirim dan diterima.
BAB 5

PENUTUP

5.1.Simpulan
1. Tenaga kerja Indonesia di Jepang melakukan komunikasi antar budaya
dengan mempelajari dan menggunakan Bahasa Jepang, selain itu juga
mempelajari tata krama dalam komunikasi di Jepang yang kemudian
diterapkan kepada diri nya saat komunikasi dengan orang-orang di Jepang.
2. Tenaga kerja Indonesia melakukan adaptasi dengan melalui beberapa
tahapan. Berawal dari honeymoon, tenaga kerja Indonesia memiliki
ekspektasi masing-masing tentang kehidupan di Jepang seperti
mendapatkan teman, upah kerja, merasakan kehidupan di Jepang.
Kemudian, tenaga kerja Indonesia dihadapkan dengan masa crisis. Mereka
menghadapi masalah dan kesulitan dalam kehidupan di Jepang, hal ini
menimbulkan perasaan tidak nyaman kepada tenaga kerja Indonesia karena
kenyataan tidak sesuai dengan ekspektasi nya. Setelah itu memasuki tahap
recovery, tenaga kerja Indonesia mencoba melakukan adaptasi dengan
situasi kehidupan di Jepang. Tenaga kerja Indonesia mempelajari budaya
di lingkungan baru nya yang kemudian menyesuaikan diri dengan budaya
di Jepang. Tahap terakhir yaitu adjustment, dimana tenaga kerja Indonesia
berhasil beradaptasi dan memahami elemen kunci dalam budaya baru. Hal
yang perlu dipersiapkan sebelum bekerja dan tinggal di Jepang menurut
informan antara lain bahasa, mental, budaya dan informasi tentang Jepang,
dan fisik.
3. Tenaga kerja Indonesia selama tinggal dan bekerja di Jepang menghadapi
hambatan dan perbedaan budaya seperti keterbatasan bahasa membuat
tenaga kerja Indonesia mengalami kesulitan dan masalah ketika
komunikasi dengan orang Jepang. Perbedaan budaya yang mempengaruhi
sikap, pandangan, dan perilaku menimbulkan kesalahpahaman orang
Jepang terhadap tenaga kerja Indonesia. Selain itu, tenaga kerja Indonesia
juga kesulitan mengikuti gaya kerja orang Jepang yang melakukan segala
pekerjaan dengan cepat.

91
92

5.2.Saran
1. Saran Akademis
a. Diharapkan penelitian lanjutan dapat menggunakan teori yang berbeda
seperti teori akomodasi untuk meneliti komunikasi antar budaya tenaga
kerja Indonesia di Jepang.
b. Diharapkan penelitian lanjutan dapat menggunakan metode kuantitatif
atau mixed method untuk meneliti minat tenaga kerja Indonesia pergi
bekerja ke Jepang.
2. Saran Praktis
a. Tenaga kerja Indonesia yang memiliki banyak pengalaman di Jepang
diharapkan dapat membagikan pengalaman nya kepada orang
Indonesia yang hendak pergi ke Jepang supaya dapat beradaptasi lebih
cepat dengan kehidupan di Jepang.
b. Diharapkan tenaga kerja Indonesia yang memiliki pengalaman bekerja
dan tinggal di Jepang dapat mengajarkan nilai-nilai budaya Jepang
yang dapat diterapkan ke warga Indonesia.
3. Saran Umum
a. Penelitian ini diharapkan masyarakat dapat lebih mempelajari tentang
cara adaptasi komunikasi antar budaya supaya dapat menemukan cara
adaptasi dan melakukan adaptasi dengan lebih cepat.
b. Diharapkan masyarakat bisa mempelajari komunikasi antar budaya
supaya mengurangi permasalahan seperti diskriminasi karena
perbedaan budaya.
REFERENSI

Abdulai, M., Ibrahim, H., & Mohammed, M. A. (2017). Communicating across


cultures in multinational Ibis West Africa. International Journal of Intercultural
Relations, 58, 42–53. https://doi.org/10.1016/j.ijintrel.2017.04.009

Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. CV Jejak.

Caropeboka, R. M. (2017). Konsep dan Aplikasi Ilmu Komunikasi.

Febiyana, A., & Turistiati, A. T. (2019). Komunikasi Antarbudaya Dalam Masyarakat


Multikultur (Studi Kasus pada Karyawan Warga Negara Jepang dan Indonesia di
PT. Tokyu Land Indonesia). LUGAS Jurnal Komunikasi, 3(1), 33–44.
https://doi.org/10.31334/ljk.v3i1.414

Haryono, C. G. (2020). Ragam Metode Penelitian Kualitatif Komunikasi. CV Jejak.

Kang, S., Yossuck, P., Panyadee, C., & Ek-lem, B. (2020). The Process of Chinese
Students’ Cross-cultural Adaptation and Their Main Difficulties Encountered
while Studying in the Upper Northern Thai Universities. Humanities, Arts and
Social Sciences Studies, 20(2), 343–372.

Kunandar, A. Y. (2019). Memahami Teori-Teori Komunikasi. Galuh Patria.

Kusuma, C. S. D., Zumiarti, Z., Nasar, I., Devila, R., Carolina, T., Illustri, I., Hanika,
I. M., & Djerubu, D. (2022). Pengantar Ilmu Komunikasi. Media Sains Indonesia.

Masrukhin, M. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif (1st ed.). Media Ilmu Press.

Mukarom, Z. (2020). Teori-Teori Komunikasi.

Nurdiana, E. E. P., Gucci, Y. C., Rachmat, A. P., & Safitri, D. (2020). Akomodasi
Komunikasi Mahasiswa Pendatang. Jurnal Komunikasi Global, 9(2), 266–281.
https://doi.org/10.24815/jkg.v9i2.17359

Nurulliah, N. (2022). Jepang Butuh 3 Juta Tenaga Kerja, SDM harus Disiapkan.
Pikiran Rakyat.Com. https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-
015239680/jepang-butuh-3-juta-tenaga-kerja-sdm-harus-disiapkan

Olivia, N. S., Moningka, C., & Soerjoatmodjo, G. W. L. (2018). Apakah Kita Mampu
Efektif Menyesuaikan Diri? Universitas Pembangunan Jaya.

93
94

https://www.upj.ac.id/news/519/apakah-kita-mampu-efektif-menyesuaikan-diri

Pratiwi, E., & Susanto, Y. O. (2020). Penyesuaian Diri Terhadap Fenomena Gegar
Budaya Di Lingkungan Kerja. WACANA: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 19(2),
249–262. https://doi.org/10.32509/.v19i2.1112

Putri, T. S. P. (2022). Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonesia. Kumparan.Com.


https://kumparan.com/sindyprameswari05/permasalahan-ketenagakerjaan-di-
indonesia-1y2cIUzAty3

Rachman, A. (2022, September 16). Dampak Positif dan Negatif Globalisasi di


Berbagai Bidang Kehidupan. Kompas.Com.
https://www.kompas.com/skola/read/2022/09/16/120000469/dampak-positif-
dan-negatif-globalisasi-di-berbagai-bidang-kehidupan?page=all

Rahardjo, T., Dwiningtyas, H., & Pradekso, T. (2018). Komunikasi “Penyesuaian Diri
Kembali” Pekerja Migran Perempuan yang Kembali ke Daerah Asal. Jurnal
ASPIKOM, 3(5), 817–832. https://doi.org/10.24329/aspikom.v3i5.308

Rukajat, A. (2018). Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative Research


Approach). Deepublish.

Setyosari, P. (2016). Metode Penelitian Pendidikan & Pengembangan (4th ed.).


Prenadamedia Group.

Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Literasi Media
Publishing.

Soemantri, N. P. (2019). Adaptasi Budaya Mahasiswa Asal Indonesia Di Australia.


WACANA, Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 18(1), 46–56.
https://doi.org/10.32509/wacana.v18i1.727

Sri, B., Hendar, E., & Veronika, P. (2020). Mengembangkan Kompetensi Komunikasi
Antarbudaya Berbasis Kearifan Lokal untuk Membangun Keharmonisan Relasi
Antar Etnis dan Agama.

Sujana, B. A. (2021). Dinamika Komunikasi Dalam Menghadapi Adaptasi Budaya.


Studia Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(1), 4–12.
https://doi.org/10.47995/jik.v4i1.41
95

Umrati, U., & Wijaya, H. (2020). Analisis Data Kualitatif Teori Konsep Dalam
Penelitian Pendidikan. Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.

Yarosh, M., Lukic, D., & Santibáñez-Gruber, R. (2018). Intercultural competence for
students in international joint master programmes. International Journal of
Intercultural Relations, 66, 52–72. https://doi.org/10.1016/j.ijintrel.2018.06.003

Yusa, I. M. M., Murdana, I. M., Iskandar, J. A. M., Nuswantoro, S. F. P., & Hairuddin,
H. (2021). Komunikasi Antarbudaya. Yayasan Kita Menulis.
96

LAMPIRAN

Transkrip Wawancara

No Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3


1 1. Apa 1. Kalo mau jujur 1. Saya kan sekolah bahasa 1. Bayangan happy nya sih gaada ya
bayanga banget ya gaji ya Jepang selama saya karena kan belum pernah kerja
n atau hehe.. hmm..aa sekolah tu malah dikasih juga kebetulan di Indonesia kerja
gambar kalo ga gambarannya sama guru- sama orang itu belum pernah terus
an ngomongin guru saya kalo di Jepang udah tau juga kalo Jepang itu
(kesena uang mungkin seperti ini bukan mencari negara yang berbeda kalo
ngan/pi lebih ke yah tau sendiri ya tapi dikasih dibandingkan Indonesia jadi ya
kiran emang karna tau sama guru-guru saya kerja disana pastinya bakal lebih
positif) cita-cita aja sih yang ngajar saya bahasa berat lah yah bukan hanya karena
yang emang udah Jepang kalo kerja di Jepang itu negara yang disiplin
Anda dari dulu Jepang tuh berat katanya sebagainya itu sudah tau
miliki pengen ke seperti itu terus apalagi sebenarnya sebelum berangkat
tentang Jepang tapi kalo kalo dapatnya di lapangan tapi yang paling besar jadi
bekerja yah apa cita-cita, mungkin eh.. kata- temboknya mungkin karena
di tapi kalo pikiran katanya agak kasar jadi bahasanya berbeda ya dan dulu
Jepang? positif apa lagi gambarannya juga belum terlalu fasih bahasa
(sebelu ya.. yah paling kebanyakan seperti itu ya gitu kan jadi bayangannya ya
m mulai Cuma gaji sama apalagi saya cowok ya semoga ketika bekerja tidak terlalu
bekerja senang- jadi dapetnya nggak jauh banyak dimarahin dan tidak
di senangnya aja, dari kerjanya di lapangan terlalu banyak dapat presure
Jepang). Cuma sebagai jadi dikasih gambarannya karena ya ga bisa bahasa Cuma
2. Apa hobi nya aja sih. bukan yang enak- mungkin kalo happy nya
yang 2. – enaknya tapi yang ga mungkin ya sebelum jalan ya di
membu 3. Harapan awal enak-enaknya mungkin pekerjaan mungkin bisa dapat
at Anda itu ini sih biar tujuan dari guru-guru teman Jepang kalo disana bisa
tertarik/ harapan awal saya itu mungkin biar ga interaksi dengan orang Jepang
alasan kerja disini yah kaget di Jepang jadi yang mungkin ya jadi sebuah
untuk berharap supaya saya dapatin dulu pas kebanggaan tersendiri lah gitu
bekerja bisa genap sekolah itu dikasih karena kan baru pertama kali juga
waktu satu kan keluar negeri waktu itu gitu.
97

di tahun tanpa gambarannya yang ga 2. Alasan tertarik untuk kerja di


Jepang? dipulangin itu enak. Jepang apa ya ya sebenarnya
3. Apa sih yang paling 2. Sebenarnya kalo buat bukan kerja di Jepang sih
ekspetas utama. Aah saya tu dulu opsi kedua tertariknya dari kecil emang
i awal tantangan jadi bukan tujuan awal pengen hidup disana emang
Anda banyak ya awal saya tu bukan ke Jepang pengen ngerasain yah hidup di
bekerja kerja ya ini kan awalnya setelah saya abis negara yang kalo dulu kan Cuma
di karna saya juga kontrak dari kerja di tau dari kartun ato sebagainya kalo
Jepang? kerjanya di luar Bekasi pengen banget negara Jepang yah negara yang
bidang di buat kerja ke Korea lebih maju lebih bersih lebih rapih
perhotelan ini Cuma pada saat itu kuota gitu ya terus penasaran aja kenapa
emang pertama pendaftarannya udah negaranya bisa sampai sebegitu
kali jadi penuh jadi ada teman- bagus sebenarnya bukan ingin
tantangan nya teman yang bekerja di Jepang juga tapi pengen
ya misalnya menyarankan buat udah ngerasain bagaimana hidup di
kayak ah harus ke Jepang aja, jadi Jepang negara yang seperti itu yah dan
masukin ke kayak gimana aja saya bergaul di sana berbaur dengan
kamar yang juga ga ngerti kultur nya orang sekitarnya dan pengen tau
benar biar kayak gimana terus aja cara mereka hidup itu gimana
kamar nya ga orang-orang nya seperti sampe bisa seperti yang sekarang
salah seperti apa apa tuh gatau gitu loh jadi itu gitu.
terus ga sampai tujuan ke Jepang itu opsi 3. Ekspetasi awalnya apa ya hm..
overbooking kedua jadi gaada gaada sih kayak yang
harus seperti bayangan buat pergi ke mengharapkan gimana-gimana
gimana itu sih Jepang itu nomor satu Cuma yah berusaha aja gitu lakuin
yang paling setelah masuk sekolah pekerjaan satu demi satu sebaik
ngerasa jadi pun kan disuruh belajar mungkin jangan sampai yah
tantangan disitu bahasa Jepang ya jadi ada banyak kerja di kesalahan kalo
sama waktu.. banyak penolakan bisa yah si penghalang bahasa nya
apa bed making sebenarnya kayak masih nih jangan sampai terlalu menjadi
bikin apa ya bed kalo ditanya hobi nya apa penghalang yang besar begitu
making lah kan hobi nya nonton drama kalo bisa juga yah apa ya bisa
disini sama Korea kan ga masuk ke cepat berbaurlah maksudnya bisa
98

Indonesia kan Jepang banget tu jadi kalo cepat terbiasalah dengan


beda ya kalo di ditanya kok kamu datang pekerjaan yang kita kerjakan gitu
Indonesia kita ke Jepang ngapain harapan nya sih meskipun
kan ga ada futon sebuah keterpaksaan biar terhalang bahasa tetap bisa bekerja
kalo disini ada kerja aja jadi kalo ditanya dengan baik sih ya makanya yah
futon itu juga tujuan ke Jepang ngapain sebagai orang asing sebagai kita
disini jawaban saya pasti yang memang yah sebisa-bisanya
tantangannya sebuah keterpaksaan kita bahasa Jepang tembok bahasa
hm.. yah disini awalnya begitu. yah itu pasti ada gituloh pasti ada
tantangannya karena sudah kesini jadi bahasa yang ga akan kita bisa
waktu bed tujuannya harus.. kalo paham ato yang baru pertama kali
making pas sekarang ditanya tujuan kita dengar ato cara setiap orang
gimana caranya nya ngapain paling kalo kan penyampaiannya berbeda-
masukin futon masih sekolah jawaban beda begitu jadi yah sebisa
ke kayak sprei formal banget pasti ya mungkin mencoba untuk terbiasa
khusus futon ingin belajar bahasa dengan lingkungan baru tersebut
nya itu biar rapi Jepang ingin mempelajari dan berusaha melakukan
yah itu sih budaya Jepang kan pekerjaan dengan baik sih soalnya
intinya formal banget biar bisa saya juga tipe orang yang kurang
membuat saya diterima kalo sekarang suka cari masalah juga sih dalam
ini semua serba yah nyari duit tujuan bekerja jadi maunya yah lancar-
baru karena di orang ke Jepang kan lancar aja hidupnya gitu harus
luar bidang. berbeda-beda ya ada yang lebih berusaha lagi dibandingkan
nyari duit ada yang nyari yang lain gitu ya agar ga kena
sertifikat bahasa ada yang masalah gitu ketika bekerja.
buat senang-senang yah
saya tujuan ke Jepang
Cuma buat nyari duit.
2 1. Apakah 1. Hm.. kalo bikin 1. Tapi ada beberapa guru 1. Mungkin awalnya ga nyangka
ada ga nyaman yang kayak Jepang itu kalo kerja di Jepang itu ternyata ya
pengala mungkin bukan enak pemandangannya memang udah tau ya di Jepang itu
man karna seperti ini orang Jepang memang negara yang lebih
yang tantangannya ya itu baik-baik perhitungan disiplin yang lebih ketat dalam
99

tidak tapi yang bikin gaji jadi saya bingung aturan sebagainya agak sedikit
nyaman ga nyaman itu antara percaya yang mana shock culture dengan ya kok
dan gimana eh.. antara bener-bener ini sampai seketat ini sampai
‘tidak proses saya enak atau bener-bener ga sedisiplin ini kita kerja delapan
sesuai’ membiasakan enak tapi ketika saya jam ya satu jam istirahat itu diluar
dengan diri itu cukup ketemu Saputra sensei jam istirahat kita lapan jam kerja
bayanga lama sama hal saya diperlihatkan secara ya bener-bener kerja maksudnya
n atau baru ini jadi gamblang kalo Jepang itu gaada waktu santai sama sekali
gambar mungkin itu sih tidak seindah yang apa jadi badan gerak otak juga mikir
an yang bikin ga kamu bayangkan tapi ada semuanya kekuras ketika kamu
awal? nyaman jadi beberapa guru yang istirahat ya baru kamu istirahat jadi
Apa itu? bukan karena kayak udah Jepang itu gaada yang namanya di jam kerja
2. Seperti tantangan nya enak gini-gini jadi setelah kita bisa santai ga kayak di
apa tapi lebih ke diri datang ke Jepang Indonesia kan meskipun waktu itu
perbeda sendiri yang mengalami beberapa belum pernah kerja juga di
an proses kejadian ternyata kok Indonesia Cuma ga seperti di
bayanga belajarnya eh.. relate ya apa yang Indonesia kita masih bisa slow
n atau lambat. dikatakan Saputra sensei masi bisa yah mungkin ngobrol
gambar Contohnya yah ternyata orang Jepang itu sana sini Cuma kalo disana udah
an awal kayak tadi apa selalu ada benteng sama gabisa lalu mungkin pernah juga
(ekspeta masukin futon orang luar ada pager gitu yang namanya diskriminasi
si) ke selimut futon sama orang luar negeri karena kita orang asing lalu
dengan itu masih harus jadi kamu harus bisa maksudnya kan separahnya kita
pengala banyak belajar merobohkan pager itu tidak bisa bahasa kalo kita
man sama ini sih apa bisa ga sih kamu ternyata berusaha kerja dengan baik
yang harus terus pas saya datang ke Jepang harapannya yah kita bisa
Anda ngecek loh iya ya apa yang menutupi ketidakmampuan
alami? misalnya tamu Saputra sensei bilang itu bahasa kita dengan berusaha kerja
3. Apa ini berapa lama ternyata bener orang dengan baik dengan lebih giat
kesulita di kamar jenis Jepang menganggap kita dibandingkan yang lain tapi
n/hamb apa yang seperti itu yah bukan temen tapi ternyata yah tetep ada aja yang
atan itu dulu diawal- yah lu pendatang lu namanya orang yang pada
yang awal itu yang bukan apa-apa disini. Nah dasarnya tidak suka dengan orang
100

Anda paling lama buat aku bisa ga sih merubah asing jadi melakukan hal-hal yang
hadapi saya untuk statement mereka biar kurang baik lah itu yang
saat membiasakan saya tuh jadi temen kerja sebenarnya agak kaget sih kalo oh
melaku diri nya mereka setidaknya bukan ternyata orang Jepang masih ada
kan masukin tamu temen main biar ngerasa beberapa yang setertutup ini
komuni nya di kamar dihargai bukan Cuma kepada orang asing yang dia tidak
kasi? mana, berapa dimarahin doang bukan mau di lingkungan nya yang
4. Apakah hari kayak gitu. jadi pelampiasan doang begitu juga ada.
ada 2. Komunikasi karena pager tersebut. 2. –
perbeda untungnya ngga Saya coba kayak mencari 3. Kalo dari gestur tubuh dan
an sikap sih ya meskipun tau bagaimana sih sebagainya sebenarnya dulu kan
ketika ada lah pastinya memahami karakter gabisa bahasa ya kurang mahir lah
komuni kesalahpahama orang Jepang, saya harus lalu ketika sudah mulai terbiasa
kasi di n ada tapi ah.. bagaimana memahami gitu kan memperhatikan
Jepang? gak salah cara kerja orang Jepang, lingkungan sekitar juga gitu kan
Apakah paham yang kalo saya salah itu harus mulai terbiasa dengan cara sekitar
hal ini sampe besar gimana dari situ mulai juga sebenarnya mengalir aja sih
mempe banget masih banyak belajar tuh dari dengan ngikut dengan lingkungan
rsulit bisa di.. apa dua bulan pertama saya sekitar cuman memang pernah
Anda? namanya masih kerja mengalami masa bahasa jepang itu kan kompleks
Kenapa bisa dijembatani yang kaget kok Jepang jadi kayak kita ngomong maaf itu
? lah untuk bisa seperti ini walaupun aja ada tingkatannya sementara
(pandan nyambung lagi sudah dikasi gambaran dulu saya belum tau kalo
gan gitu jadi untuk sama Saputra sensei juga tingkatan kata maaf dalam bahasa
tentang komunikasi sih bener-bener kaget jepang itu ada jadi ada kata maaf
waktu/h eh.. gak ada ternyata lebih parah dari untuk temen minta maaf yah
al kecil masalah sih. apa yang Saputra sensesi untuk formal ada kata maaf yang
yang Kayak misalnya omongin. Saputra sensei kita menyampaikan rasa
tidak ah.. jadi ada kan Cuma ngomong ada permintaan maaf kita dengan
ditemui harus ada pager ternyata untuk sedalam-dalamnya gitu jadi ketika
di misalnya bayar melalui pager tersebut kita melakukan kesalahan yah kita
Indones pajak kota saya tuh banyak gabisa gunakan kata maaf atau
ia) kayak gitu ada mengalami.. Saputra bahasa maaf seperti eh.. misalkan
101

5. Apakah tamu ga ngerti sensei Cuma ngomong yang kayak kita pakai sama temen
ada harus bayar ada pager yah Angga dan itu pernah kejadian ketika
perbeda sekian itu nanti kamu bisa ga sih saya bekerja dan melakukan
an kadang banyak ngancurin nah cara kesalahan senior saya marah
perilaku tamu yang ngelewatin pager tersebut sebenarnya awalnya marahnya
ketika ngerasa loh kan kan harus diri sendiri nih biasa aja kayak yah salah yaudah
komuni saya sudah yang mencari gimana diajarin lagi diperkaikin cara
kasi? bayar di Saputra sensei tidak kerjanya gimana Cuma saya
Apakah bookingnya tapi menjelaskan sampai keceplosan ngomong maaf yang
hal ini itu terpisah sedetail itu dan disini saya sebenarnya bahasanya harusnya
mempe bayar booking harus mencari tu gimana sama temen bukan sama senior
rsulit sendiri bayar cara memahami karakter apalagi di tempat kerja apalagi kita
Anda? pajak sendiri orang Jepang, abis melakukan kesalahan
Kenapa yang kayak memahami cara kerja akhirnya dia justru malah marah
? gitu-gitu ah.. orang Jepang sedangkan benar-benar marah dan dia justru
(ucapan masih lumayan saya harus tanya ke siapa malah sebaliknya yang tadinya
salam, ada nih senior-senior disini mau ngajarin jadi emosi karena
disiplin, kesalahpahama juga aduh saya gabisa dia ngerasa ga dihargain mungkin
postur n karna bantu kayak gini kan ya seperti itu. Kalo yang lain
tubuh, bahasanya situ. bingung harus cari sendiri mungkin ini kali ya aa.. ketika kita
cara 3. – tapi caranya yah harus bekerja kalo kita lambat gitu ya
bicara/h 4. Kalo waktu sebaik mungkin kan di indonesia selow gitu santai
al kecil emang udah memberikan kesan baik sementara kerja disana harus
yang harus standby dipertemuan pertama geraknya cepat harus praktis harus
tidak maksimal caranya keduanya apalagi manfaatin waktu dengan baik
ditemui sepuluh menit ya caranya menghadapi jangan sampai kita kerja tidak
di sebelum mulai kejadian yang tidak efisien jadi ketika kita lelet dan
Indones kerja. Oh nggak mengenakkan buat saya sebagainya yah disana juga
ia) sih kalo waktu tu nanti kalo ketemu sama kurang suka jadi ya sempet juga
6. Apakah saya gak ada orang Jepang lagi harus waktu itu lambat kerja nya dan ya
ada masalah sama memberikan kesan yang senior yang disana marah kayak
perbeda sekali. Yah.. baik pertamanya, woy lama banget kerjanya
an saya ini emang keduanya kalo saya salah padahal menurut kita yang baru
102

dalam dari dulu itu tu bener ternyata apa yang datang dari Indonesia itu udah
pemaha paling cerewet diajarin di sekolah catet setengah mati coba untuk cepat
man isi kalo soal waktu apa yang kamu ga ngerti Cuma buat mereka itu tetap
pesan ya. Kebersihan dicatet di buku gitu loh lambat Cuma ya lambat laun
karena kali ya yah.. jadi ketika saya dimarahin dengan jalan nya waktu mulai bisa
keterbat kebersihan sih saya selalu nanya pak ini lagi untuk ngikutin. Ada ya jadi
asan paling yang nama alatnya apa nama kalo kita di jepang kita kerja ya
bahasa? emang di alat kerja ya nama alat misalkan kita kerja jam delapan ya
Terjadin Indonesia kerja nya apa tadi kan kita diperusahaan itu sudah harus
ya nggak ga terlalu udah diajarin saya lupa ada selambat-lambatnya sepuluh
miskom bukan ga terlalu saya pengen nyatet menit sebelum waktu kita kerja
? Seperti sih sebenarnya dikasih tau sebenernya apalagi di beberapa perusahaan
apa? orang Indonesia orang Jepang tu baik besar bahkan sebelum mungkin
7. Apakah kalo bersih- dikasi tau sedetail satu jam atau setengah jam
ada bersih juga mungkin sampai kita sebelumnya pegawainya udah
kenyata bersih cuma ngerti itu yang pertama banyak yang ngumpul jadi gaada
an yang kalo disini itu harus memberikan kesan yang namanya kaya di indonesia
membu detail sekali itu yang terbaik kedua kalo kita bekeja jam delapan kita
at Anda bersuih- ga ngerti nanya jangan sampai di perusahaan sampai jam
merasa bersihnya. Cuma jawab iya pak iya delapan lewat lalu dengan
terkejut Detail gimana iya tapi ga ngerti nyatanya santainya ngomong oi selamat
dan jelasinnya ya.. kalo kita jawab iya iya aja pagi gitu kalo disana itu gaboleh
merasa sampai ke orang Jepang malah terus di Jepang juga ada yang
sulit tempat-tempat anggap saya ngerti namanya budaya lebih baik kita
untuk yang em.. padahal saya tuh ga ngerti menunggu daripada membuat
meneri bahkan itu gimana nah setelah orang lain menunggu orang
ma hal sebenarnya nanya pak saya ngerti lah jepang juga orang yang kurang
tersebut orang pun tadi kamu bilangnya suka yah dibuat menunggu lah
? jarang ke jarang ngerti kenapa sekarang bahkan kalo mereka tidak sengaja
8. Apa sentuh tempat kamu bilang ga ngerti, buat orang lain menunggu mereka
Anda itu pun juga kalo ga ngerti ngomong akan yah tundukkan kepala minta
merasak dibersihin hm.. ga ngerti ketiga nya maaf kayak maaf ya sudah buat
an yah contoh pokoknya harus ketika kamu nunggu padahal mungkin
103

ketidak nyata aja lah ya melakukan kesalahan di orangnya Cuma nunggu lima
nyaman misalnya waktu awal harus memperbaiki menit ato sepuluh menit jadi
an bersihin wc harus tau salahnya sangat menghargai waktu lah kalo
ketika mungkin kalo di dimana jangan sampai disana begitu ga Cuma itu doang
menyad Indonesia kita melakukan kesalahan bahkan hal-hal sesepele misalkan
ari Cuma buka untuk ke dua kali nya jadi kita tau bulan ini lagi musim salju
adanya bersihin bilas kalo orang Jepang mungkin akan sulit kalo salju
perbeda tutup lagi nah melakukan kesalahan numpuk di jalan kita ke kantor
an kalau disini kedua kali nya kamu tadi juga susah ya entah naik sepeda
ekspetas buka bersihin salah kenapa sekarang entah naik motor entah naik mobil
i dengan bilas habis itu salah lagi jadi harus kan namanya salju nya numpuk
kenyata eh.. di sela-sela belajar dari kesalahan bahaya gitu jadi biasanya
an yang antara tutup nya yang pertama jadi mulai semuanya lebih pelan lah jalannya
dihadap itu juga harus beradaptasi dari keadaan di jalan kita sebelumnya itu udah
i? Apa dibersihin kayak tersebut terus orang antisipasi jadi bukan kayak di
memun gitu terus bagian Jepang mulai kayak wah indonesia kita kayak aduh sorry
culkan dalam nya buat ini anak mau belajar nih nih gabisa masuk kantor karena
rasa isi airnya juga wah ini anak ternyata bla bla bla ato sorry nih kemaren
ingin dibersihin dimarahin juga ngga banjir deket rumah saya jadi saya
pulang, kadang sampai langsung kena mental tidak bisa, kalo disana kita gabisa
menutu besi-besi pipa mau belajar nih gitu kan begitu kita punya budaya sebelum
p diri nya juga jadi dari situ pandangan terjadi kita mencegah dengan cara
untuk dibersihin kayak orang Jepang itu jadi ya satu hari sebelumnya kita cari
bergaul gitu terlalu kayak sedikit luluh sama tau besok cuaca nya gimana
? detail. Oh ngga orang-orang pemagang apakah kira-kira akan salju turun
saya ga sampai untuk saya sendiri ya lebat kalo salju turun lebat kita kan
begitu cuma yah mulai diajak ngobrol gabisa pakai kendaraan kan
kaget aja kaget. yang tadinya didiemin mungkin kita akan jalan kaki
Selama di diajak ngobrol yang mungkin juga ada efek kereta
Indonesia itu tadinya kalo balik berhenti dan sebagainya jadi kita
kan kita ditinggal sekarang saya jalan lebih cepat kalo misalkan
diajarinnya oh ‘duluan yah’ saya kita tadinya biasanya ke kantor
orang Jepang mendapatkan kata ‘saya nyampai dalam waktu setengah
104

taat peraturan duluan ya’ orang Jepang jam yah mungkin kita satu
bersih gak juga jarang banget ngomong setengah jam sebelumnya udah
tergantung saya duluan ya kamu hati- keluar dari rumah kaluar dari
orang nya kalo hati sampai mendapatkan apartemen jadi semuanya
itu, itu aja sih kata itu saya merasa saya diusahakan untuk jangan sampai
yang mungkin itu senang banget ya waktu yang sudah ditetapkan itu
bikin kita mungkin mereka juga yang sudah menjadi jadwal itu
kagum awalnya melihat nya dari yang tadi justru malah kita hiraukan karena
orang Jepang wah ini anak mau terjadi sebuah kejadian di jalan
taat peraturan berubah nih anak kalo gitu ya jadi kita terbiasa untuk
segala macam salah apa harus mencegah gimana caranya
bersih ya kan ngebenerin nih kalo salah meskipun hujan lebat ato
gak juga yang jangan diulangin lagi meskipun ada kemacetan parah
awalnya bikin seperti itu kurang lebih. atau meskipun ada apa namanya
kita kagum pas 2. – salju lebat hari itu tapi gimana
saya kesini 3. – caranya kita tetap bisa ke kantor di
banyak ngeliet 4. Saya pernah dimarahin jam yang sama gituloh jadi
banyak tamu gara-gara saya ngobrol biasanya kita punya kebiasaan yah
gak juga emang sama orang Jepang kita lebih cepat bangun lebih cepat
tergantung hadep-hadepan terus siap-siap dan lebih cepat keluar
orangnya cuma tangan saya taro di dari apartemen ga kayak di
emang bahwa kantong celana dua- indonesia kalo macet yah aduh
kebanyakan duanya saya ngobrol sorry nih macet nih jadi santai,
orang di Jepang mereka juga ikut ngobrol disana ngga gabisa jadi mereka ga
taat peraturan terus mereka jadi diem menerima yang namanya alasan
iya kebanyakan dan terus menatap saya kamu terlambat apa pun
gitu. dan ngomong itu gaboleh alasannya jadi itu adalah bentuk
5. Mungkin kali ya di Jepang itu gaboleh ketidakprofesionalan kalo
eh.. ini buat kita seperti itu emang kenapa menurut kami kalo kamu
yang nanti mau pake nanya kata Jepang profesional dalam bekerja yah
kesini ya jadi itu ga sopan di Jepang oh harusnya kamu pikirkan kerjaan
orang Jepang itu saya gatau yauda mulai kamu besok masuk gimana,
kalo diajak sekarang tu itu gaboleh ya gimana caranya jangan sampai
105

ngobrol kita seperti itu, pokoknya telat gimana caranya kalau


ngejelasin banyak diajarin manner misalkan kamu belum tau
sesuatu itu kalo di Jepang kalo jalannya ato misalkan itu tempat
mereka selalu ngomong kalo kemarin baru gimana caranya tidak
ngebales di juga tahun baru kamu terlambat di jam tersebut
tengah-tengah harus ngomong gini ya pokoknya kita harus pikirkan satu
penjelasan kita kalo sama orang Jepang hari itu ato bahkan satu minggu
tapi bukan nah yang ngajarin saya sebelumnya seperti itu bahkan ada
ngebales seperti itu orang yang orang yang sampai dia mencari
dengan pertama kali marahin apartemen ketika mencari
balesnya itu saya di Jepang yang bikin apartemen dia benar-benar
paling Cuma saya ngedown itu malah mencari yang mana rutenya buat
hm hm hm oh sekarang mah baik dia tidak sulit ke kantor jadi tidak
iya ya ya heeh banget ‘kamu di Jepang terlalu banyak termakan waktu di
heeh Cuma kalo tahun baru harus jalan seperti itu juga ada orangnya
kayak gitu dan ngucapin ini ya biar bener memikirkan dan
itu yang keliatannya lebih sopan menghargai yang namanya
menjadi hal biar lebih menghargai waktu terus kita juga kurang suka
penting ternyata orang Jepang pas tahun gitu kalo dibuat menunggu jadi
disini kalo kita baru itu ingat ngomong kita juga tidak mau membuat
kan di Indonesia namanya kinga shinnen’ orang lain menunggu apalagi kalo
seseorang oh yauda terima kasih kita ada janji dengan atasan
ngejelasin sudah diajarin terus apa- dengan sebagainya kalo sampai
sesuatu yah kita apa juga diajarin kita membuatnya menunggu itu
diam di tengah pokoknya manner itu sih. wah rasanya udah kayak yah
penjelasan itu Terus mereka itu kalo malu banget lah.
kita diam nah melihat kita excited itu 4. –
disini ternyata menjadi senang kayak 5. –
kalo kita diam kalo kitanya biasa aja 6. Mungkin ini kali ya karena kan
orang mereka kayak kok nggak sekarangkan bahasa jepang sudah
Jepangnya dihargain banget yah gitu. lebih lah ya kalo dulu waktu
malah bingung Ketika ngomong sama belum bisa bahasa kan
ini orang ngerti orang Jepang itu kita kesalahpahaman itu banyak
106

ga omongan harus menunjukkan karena ya bahasanya tidak mahir


kita kayak gitu. kayak saya tuh pengen karena sama sekali tidak bisa itu
Kalo gestur gak tau, banyak hal kecil yang ibaratnya yah sebuah
terlalu sih ya saya perhatikan dari orang ketidakmampuan dalam
selama udah tau Jepang cara ngomong, oh berkomunikasi Cuma ketika
bungkuk sih ya orang Jepang juga sudah bisa sekarangpun seperti
nggak masalah. gaboleh jongkok katanya. selayaknya di indonesia yang
Ga cuma Kita orang Indonesia kalo umumnya berbicara dengan satu
ucapaan salam nunggu lama kan bahasa yah indonesia tapi mereka
sebenarnya tapi jongkok aja ya ngobrol punya berbagai macam bahasa
umumnya ya datang lah orang Jepang daerah di jepang juga sama seperti
ucapan salam. dia ngomong ‘kamu tidak itu jadi untuk saya yang sudah bisa
6. Yang diperbolehkan jongkok bahasa sekarang pun ketika
kehidupan nanti orang Jepang takut datang ke sebuah daerah atau desa
sehari-hari dulu dikiranya preman’ tapi iya atau ke sebuah mungkin kalo di
kali ya daritadi orang Jepang itu tidak indonesia bisa dibilang kecamatan
kan pernah kayak gitu mereka atau sebagainya yang memiliki
ngomonging nanti dianggap bahasa daerah yang kental mereka
kerjaan ah nongkrong ga jelas akan lebih banyak menggunakan
misalnya mau apalagi pakai atribut bahasa daerahnya mereka dan
ngomong ‘yang perusahaan. Terus bahasa daerahnya itu benar-benar
seperti ini’ mereka selalu menjaga berbeda dengan bahasa jepang
misalnya kita barang punya orang lain, yang umum dipelajari dan semua
lagi makan saya pernah kerja di orang bisa jadi ketika itu kita harus
mungkin pinggir apartmen orang beradaptasi lagi dan ketika masa
pertama kali lain saya nyender doang adaptasi itu biasanya banyak
makan apa sushi di apartemen orang lain terjadi kesalahpahaman karena
asli di Jepang itu gaboleh nanti dilaporin emang ketidakpahaman kita
terus kita polisi karena mereka itu dengan bahasa baru. Kayak
ngomong ke selalu menjaga barang disuruh ambil A kita ambilnya B
yang tukang orang lain jangan sampai itu disuruh naik kitanya turun yang
sushi nya kita lecet apa pun itu kayak gitu sering disuruh,
bilang mengganggu pun misalkan ada bahasa jepang yang
107

Indonesianya gaboleh apalagi merusak mirip-mirip kayak okimasu yang


‘oh sushi kayak barang orang lain jadi bisa artinya bangun bisa artinya
gini saya suka’ mereka selalu meletakkan kita bingung ini kalo
gitu misalnya ya mengajarkan kamu boleh disuruh bangun gitu lagi duduk
nah kata-kata kerja tapi jangan kita pikir disuruh bangun ternyata
yang ‘kayak mengotori tempat orang disuruh naro yang kayak gitu ada
gini’ itu disini lain, jangan merusak itu biasa umum kepada orang
ada dua ada barang orang lain bahkan yang memang belum mahir
‘koyuu’ sama menyentuh ataupun bahasa.
‘konna’ nah itu menyender pun tidak 7. Dibilang terkejut sih ngga ya
yang ada kesan diperbolehkan, dari situ karna memang sudah sadar diri
negatif nya itu tuh saya oh ternyata orang gitu ya cuman tetep kecewa
yang ‘konna’ Jepang itu sedetail ini ya karena tidak bisa menghancurkan
jadi kalo awal- mementingkan perasaan yang namanya tembok bahasa
awal kita orang lain, attitude nya jadi maksudnya apa jadi bagi saya
ngomong yang keren banget. Terus mungkin ato dan yang lain pernah
‘konna sushi’ itu ketika dimarahin sama tinggal di jepang bahasa jepang itu
kesannya ada orang Jepang misal tidak Cuma sekedar hai kamu lagi
waduh ini mau teman saya kan apa saya lagi ini atau hai kamu ini
ngomongin hal dimarahin tuh ada saya ngapain cuman bahasa jepang itu
jelek nih ke walaupun saya tidak lebih kompleks dari itu jadi orang
sushi gua nih melakukan kesalahan asing itu akan selalu punya yang
kayak gitu ada menurut saya nih saya namanya gap orang asing yang
reaksi seperti itu juga kena marah jadi kalo sulit banget untuk kita hancurin
meskipun saya nanti melakukan meskipun bahasa jepang kita
nggak langsung kesalahan yang sama lancar tapi orang jepang akan tetap
dibales ya yah kemungkinan besar bersikap berbeda sama kita ketika
yang kayak marah nya bakal lebih mereka berbicara dengan sesama
gitu-gitu si yang besar karena kan mereka orang jepang karena ya ibaratnya
sebenarnya hal mikir kamu tau kan gini kita yang orang asing bisa
kecil apakah temen kamu tadi salah berbahasa jepang itu kalo
bisa jadi lalu kenapa kamu masih dibahasa jepang bahasa kita akan
kesalahpahama melakukan hal yang seperti ini kamu lagi apa, kamu
108

n makanya sama. Jadi kan pelajaran mau ini, saya ada ini loh, kamu
ngomongnya nya kalo ada yang sedang mau makan ga sama saya jadi
harus lengkap dimarahin ato dibilangin bahasa jepang kita adalah bahasa
juga ‘koyuu saya sebenarnya harus jepang baku sementara yang
sushi daisuki ikut dengerin walaupun mereka gunakan keseharian
desu’. itu bukan kesalahan saya adalah kayak mungkin bahasa
7. Mungkin ini tujuannya saya tuh tidak gaul di indonesia woi bro gitu dan
masalah pribadi melakukan kesalahan segala macam menurut saya ini
sih ya reference yang kayak teman saya tembok yang susah untuk dijebol
pribadi ah.. jadi orang Jepang kayak gitu. meskipun kita sudah bisa bahasa
sekarang baru 5. – tapi gimana menghilangkan gap
aja pindah ke 6. Kalo di kerjaan saya antara kenyataan bahwa kita tuh
Kyoto nih dari mungkin kebanyakan orang asing sementara mereka tu
Hiroshima nya kan disuruh-suruh ya orang jepang mungkin itu yang
orang-orang saya kan pemagangan membuat saya sedikit kecewa ya
Kyoto lebih dari disini saya ngerasanya karena saya merasa belum
yang saya lihat Cuma helper bukan mampu merobohkan gap itu
ya lebih apa ya.. pekerja utama jadi Cuma meskipun banyak diantara
lebih ga ramah ambilin ini dong tolong mereka yang bilang kamu udah
ternyata hehe.. bantuin ini dong gitu kan gaada bedanya sama orang jepang
itu yang saya pokoknya kebanyakan ya Cuma saya tetep merasa ada
rasa lebih ga seperti itu sering ya beberapa obrolan atau bahasa
ramah ternyata kerjaan seperti itu kalo di yang saya tidak bisa masuk ke
karena yang awal saya tuh pertama- sana karena saya orang asing
saya sok tau tama datang kesini Cuma entah itu karena kemampuan saya
dulu oh Kyoto jawab makanya ada saya atau perbedaan kultur saya atau
tempatnya serba mikir kalo ga ngerti saya memang dialog itu tidak
tradisional jangan bilang ngerti gitu diperuntukkan untuk saya jadi gap
mungkin orang- loh walaupun bahasa itu tetep ada itu yang membuat
orangnya juga saya ga kurang saya harus saya sedikit kecewa yah mungkin
ramah-ramah nanya ini gimana ya kalo lebih ke diri sendiri karena kan
yah ternyata di awal-awal tuh saya balik lagi keinginan saya disana
kalo Cuma mikir ‘eh ambilin
109

dibandingkan itu dong’ dalam pikiran sebenarnya untuk merasakan


hiroshima disini saya ga ngerti Cuma menjadi orang Jepang gitu.
lebih dingin itu ngomong ‘iya nanti saya 8. Ada sih ya mungkin ketika sudah
kali ya ambil’ hai Cuma hai capek ya dengan lingkungan
kenyataan yang doang sambil jalan sambil mungkin ya jadi yah kan kerja
bikin agak mikir ‘tadi ngomong apa disana seperti yang saya bilang
gimana. ya aduh saya bodoh jam nya padat sistem kerjanya
8. Untung nya banget ga ngerti tapi pura- juga lebih yah lumayan menguras
sampai pura ngerti’ bingung kan stamina juga tenaga jadi kadang
sekarang nggak pas sampai di tempat alat kita ketika libur pun yah
ada hehe.. dan kerja saya ngambil apa ya pengennya istirahat aja saat itu ada
semoga nggak udahlah mungkin disana tadi juga saya sempet nyinggung
terjadi. lagi ngerjain pengecetan gap kita orang asing dia orang
contohnya mungkin saya jepang itu ga akan bisa ilang itu
disuruh ambil kuas kali yang susah jadi ya karena disini
jadi menerka-nerka juga sendiri jadi ya ketika kita
doang saya ambil kuas usdah capek gitu ya terus merasa
tuh ‘aduh disuruh ambil sendirian juga jadi yah kita merasa
apa dapet nya apa’ ada kalanya kayak aduh ngapain
beberapa kali kejadian tuh ya jauh-jauh kesini kalo untuk
dua sampai tiga lah saya bergaul aja susah untuk ah..
kayak gitu saking berbaur aja susah kalo untuk
paniknya kan ‘udahlah ujung-ujungnya harus tetap
kamu ambil itu ya’ ambil sendiri jadi ketika sudah capek
lagi sambil jalan sambil kerja tidak ada keluarga yang bisa
mikir itu orang ngomong jadi sandaran tidak ada juga
apa dan akhirnya setelah teman, teman ada sih cuman kan
kejadian seperti itu saya ya namanya orang jepang dia
ngerasa bodoh banget tidak akan masuk sejauh itu ke
kenapa ga nanya saya tuh ranah pribadi punya kita dan kita
ga ngerti tolong ajarin juga ga bisa sejauh itu masuk ke
yang mana barangnya ranah pribadi milik dia jadi ya
seperti apa bentuknya. tidak ada bener-bener yang bisa
110

Karena ngerasa nemenin jadi bener pure kerja aja


kesusahan saya ngerasa dan terkadang itu bikin capek dan
bodoh banget setelah itu bikin kita pengen berhenti nih.
ngomong ‘saya tuh ga Kadang mikir pengen pulang
ngerti saya tu gatau kadang mikir pengen aduh
barangnya seperti apa berhenti kerja aja dulu apa ya itu
bentuknya warna apa biar juga ada cuman kita kan gabisa ya
saya tau barang nya ada di kita gimanapun juga punya
kotak mana yang kotak tanggungan kerja juga harus ada
besar ato yang kecil’ ada yang dibayar gitu kan dan udah
orang sabar yang mau nyampe ke jepang juga jadi gabisa
ngajarin kotak itu loh manja-manja seperti itu cuman ya
yang kecil nah mulai dari jalanin aja lah cuman perasaan
situ berani kalo ga ngerti seperti itu ada lah ya.
itu harus ngomong
jangan malah pura-pura
ngerti ujung-ujung nya
menyusahkan dan
akhirnya ketemu lah
dengan orang-orang
Jepang yang baik contoh
saya tuh pernah disuruh
ngambil karung doang
dua lembar kan bisa
sebenarnya orang itu
ngomong gini mungkin
dia juga mengerti posisi
saya sebagai pemagang
mungkin kendala bahasa
ya jadi dia itu
menjelaskan secara detail
nyuruhnya kayak gini
‘Angga disana kan ada
111

mobil saya tuh yang kecil


warna putih di belakang
nya kan ada barang-
barang tuh banyak nah
dibelakang tuh ada
karung satu iket nya ada
sepuluh nah kamu ambil
dua’ kan jadi ribet
sebenarnya kenapa ga
ngomong ‘itu ambilin
karung dua ya’ kan itu
lebih cepet sebenarnya
tapi mungkin karena
mereka mikir ini
pemagang mungkin
bahasa nya sulit jadi saya
perjelas saja tapi untuk
beberapa orang mungkin
sulit karena lebih banyak
kan kosakata yang
dikeluarkan sama dia tapi
menurut saya lebih
mudah. Tapi dari situ
ternyata ada ya orang
Jepang yang mengerti
kondisi pemagang seperti
saya tuh dalam kendala
bahasa banyak si
modelan orang Jepang
kayak ‘eh ambilin ini
dong ngeti ga?’ ‘ga ngerti’
‘yauda lah saya aja yang
112

ngambil’ ada yang seperti


itu ada.
7. Mungkin itu aja mereka
kalo marah yah langsung
di depan khalayak umum
ngga ngomong berdua itu
sih pengalaman karena
kan pengalaman saya
selama di Indonesia yang
tadi sudah ngomong
kebanyakan kalo
dimarahin itu ada yang
nolongin ternyata tuh di
Jepang itu gaada kurang
menerima nya itu disitu
ya kenapa sih orang
Jepang itu cuek si kenapa
orang Jepang itu pada ga
memperhatikan perasaan
orang lain kalo marah ya
marah aja sedangkan di
Indonesia ada kok orang
yang nolongin saya ada
yang support. Sampai
saat ini saya tidak bisa
menerima itu kenapa
mereka semasa bodoh itu
ga mentingin perasaan.
8. Kalo mikir pulang itu
ngga. Kalo buat kayak
sementara saya ga
ngomong sama orang
yah itu penyembuhan nya
113

kan saya dimarahin sama


orang Jepang di depan
banyak orang ya saya
mengalami ngedrop
sampai akhirnya udah
saya ga ngomong sama
siapa-siapa itu
penyembuhan nya
kurang lebih berapa bulan
ya dua bulan sambil kerja
sambil nyembuhin ini
saya gimana nih
menyembuhkannya dua
bulan ya kalo ga salah
saya nyembuhin biar
kembali normal ya
mental ini kembali naik
lagi bukan dengan cara
saya pengen balik habis
kerja balik yauda tidur aja
tidur, hal baik yang
menurut saya waktu tidur
saya adalah waktu terbaik
karena berkomunikasi
dengan orang hanya
memperburuk suasana
terus sama baca buku itu
filosofi teras. Ada lagi
buku yang judulnya
bertumbuh dan
berkembang jadi saya tuh
harus mengupgrade diri
saya jadi oh ternyata level
114

saya menghadapi
masalah tuh masih di
level bawah sedangkan
masalahnya sudah satu
tingkat di atas level saya
kalo saya masih di situ
saja saya bakalan
ketinggalan ga bakal bisa
ngelewatin masa sulit nah
dari situ mengupgrade
diri saya sampai akhirnya
posisi nya seimbang
sama masalah ku. Baca
buku tidur gambar
sampai akhirnya sembuh
terus ngejalanin sekarang
kayak udahlah ga terlalu
mikirin.
3 1. Apa 1. Kalo sikap 1. – 1. Kita harus bisa terbiasa sih ya
upaya nggak ada sih ya 2. Intinya dua bulan kerja dengan kebiasaan yang ada disana
yang kayaknya saya awal kerja disini jadi yang saya lakukan adalah
Anda Cuma mungkin mengalami masa yang saya tidak membiasakan diri saya
lakukan ini bukan sikap menurut saya berat terusa untuk menerima kenyataan
dalam ya tapi saya ngalami kayak dimarah- bahwa aduh kok ini begini ya kok
mengha lebih ke marahi sampe abis banget ini begitu ya maksudnya adalah
dapi bandingin ah.. abis dimarah-marahin ketika kita di jepang, jepang kan
kesulita apa yang di sama orang Jepang saya punya peraturannya masing-
n/hamb Indonesia dan di kan pernah di Indonesia masing warga nya juga punya
atan Jepang kali ya tuh ada temen kalo saya adat nya sendiri punya manner
dalam mungkin bukan yang lagi dimarahin ada nya sendiri mereka juga punya
perbeda sikap karena temen kayak udah Ngga lingkup bahasa nya sendiri jadi
an sikap kalo sikap saya gausah dipikirin kalo ada yang harus kita lakukan yah
nggak ngalamin temen udah nanti mereka gimana kita caranya secepat
115

tersebut sih sebenarnya mah baikan lagi di mungkin bisa terbiasa dan juga
? kalau sikap. yah Indonesia ada orang- bisa melakukan hal itu jadi
2. Apa ngikutin tapi orang seperti itu ada misalkan contohnya kayak tadi
upaya kalo kadang lagi temen-temen seperti itu waktu kalo di indonesia mungkin
yang malas banget pas kerja di Jepang saya santai-santai bisa happy-happy
Anda yauda skip aja. kerja sendirian tidak ada bisa slow-slow gitu ya ke kantor
lakukan 2. Saya orang nya orang Indonesia nya saya bisa telat-telat sedikit kalo disana
dalam lempeng- kerja sama orang luar bahkan sebelum jam kantor kita
mengha lempeng aja negri semua saya udah harus sampai di kantor jadi
dapi dikasih tempat dimarahin dikelilingin lah yang saya lakukan adalah
kesulita ini yauda jadi itu ditengah-tengah saya berusaha gimana caranya ngikutin
n/hamb yah biasa aja sih dimarahin dan disitu ga budaya yang ada di sana gimana
atan selama ini ada yang nolongin kok caranya ngikutin kalo bisa saya
dalam mungkin karena kayak gini ya Jepang jadi orang jepang juga jadi banyak
perbeda saya juga dari lebih parah daripada orang indonesia yang kerja keisini
an kecil udah Saputra sensei ngomong tapi pulang dapat pengalaman
perilaku pindah-pindah terus saya ini kudu tidak enak karena biasanya kalo
tersebut untuk gimana saya cowok lah menurut saya mereka gagal untuk
? beradaptasi tapi disitu ini kejadian adaptasi disini jadi yang harus bisa
3. Apa sama pertama kali yang saya kita lakukan adalah adaptasi kalo
upaya lingkungan dan rasain dihidup saya misalkan orang jepang ketemu
yang orang-orang dimarahin tanpa ada selalu salam selalu menundukkan
Anda sekitar cepat gitu orang yang ngebantu kepala yah kita juga harus lakuin
lakukan jadi kalo ditanya saya ini minta tolong kalo orang jepang kalo ketemu
dalam apa yang harus sama siapa terus dari situ beda mereka ga salaman tangan
mengha dilakukan yah tu saya disuruh udah kayak di indonesia gitu kan yah
dapi jalani aja nanti kamu jangan kerja disini mereka Cuma menundukkan
kesulita tau sendiri kok kamu disana aja gatau kepala kayak ngomong oh
n/hamb kayak gimana. saya menyelesaikan selamat pagi sambil
atan 3. Yah kalo saya masalah seperti apa itu menundukkan kepala itu harus
berbaha sadar ada yang saya gatau dari situ saya bisa kita ikutin terus bagaimana
sa ketika salah misalnya tuh diem Cuma yah orang jepang dalam menyikapi
saya ngomong pengen nangis ya saya sebuah kejadian kalo di jepang
116

di terus saya liet cowok pengen nangis mereka melihat orang misalnya
Jepang? reaksi orangnya nah disitu keinget apa buat masalah gitu di jalan mereka
4. Bagaim ko kayaknya yang orang tua saya tidak akan hiraukan kayak itu
ana keliru ini bahasa katakan kata-kata bukan masalah saya jadi saya
Anda nya kalo saya penguatnya kayak gini tidak perlu ikut campur lebih baik
melaku sadar saya ‘kadang ya Ngga kita tuh kalo saya tidak tau saya tidak ikut
kan pelajari lagi cari- dalam hidup mencari campur disana jadi benar-benar
penyesu cari yang bener orang yang selalu ada beda sama di indonesia sikap-
aian kayak gimana buat kita selalu mencari sikap orang nya juga jadi yang
dengan tapi kalo ga orang yang menemani harus kita lakukan sebagai orang
lingkun sadar ya yah kita pas lagi susah selalu asing adalah sebisa mungkin
gan ngga hehe.. mencari orang yang secepat mungkin terbiasa dengan
baru? sama ini nanya nguatin kita dalam hidup lingkungan tersebut dan
5. Perubah ke beberapa kamu mencari orang- diterapkan kepada diri kita kalo
an apa temen orang orang seperti itu kan menurut saya ya cara satu-satunya
saja Jepang juga ketika kamu susah?’ iya untuk bisa happy dan hidup di
yang kalo mau kata aku ‘kamu tidak jepang adalah menjadi orang
Anda ngomong akan menemukan apa jepang maksudnya bukan pindah
lakukan kayak gini biar yang kamu cari’ katanya, warga negara cuman kita terbiasa
? gaada salah terus yang aku cari siapa dengan lingkungan jepang kita
paham gimana ‘yang kamu cari itu diri terbiasa dengan manner orang
kayak gitu. kamu sendiri’ kayak gitu disana kita terbiasa dengan orang
4. Banyak jalan- dari situ kayak oh ternyata disana mungkin butuh wakt
jalan pokoknya yang nemenin saya pas sekitar satu dua bulan tiga bulan
kalau dapet hari kayak gini tu diri saya, oh empat bulan gitu cuman ya kalo
libur ternyata yang nguatin ga begitu kita akan susah disana
maksimalin saya pas kayak gini diri gituloh selain bahasa ya kalo
buat jalan-jalan saya jadi pas saya ngerjain bahasa udah wajib ya.
jangan di dalam kerjaan lain saya diem 2. –
kamar terus. saya keinget omongan 3. Waktu itu sebenarnya saya ga
Sendiri kalo ada orang tua saya terus dari ngapa-ngapain loh kalo menurut
temen bagus situ yang biasanya saya ga ngapa-ngapain kebetulan
tapi kalo pas ditepok sama temen kan saya dulu pernah sekolah bahasa
117

gaada yah ‘udah jangan dipikirin’ juga disini kan sebelum kerja jadi
sendiri. Yah.. nah di saat seperti itu kan ketika saya sekolah bahasa pun
jalan-jalan ga gaada orang yang guru saya menggunakan bahasa
jelas jadi Cuma ngomong seperti itu jadi jepang jadi sebenarnya saya juga
ngeliat-liat di ditepok lah sama diri gatau mereka ngomong apa pada
sekitaran tempat sendiri kayak ‘udah Ngga awalnya mereka marah pun saya
tinggal ada apa semangat lagi ya udah ga ngerti mereka ngomong apa
aja biasanya kamu berjuang lagi toh karena saya ke jepang pertama
orang-orang nyatanya walaupun kali Cuma tau toilet ada dimana
spot-spot ramai kamu disini berat banyak gitu doang jadi mau gamau saya
dimana aja kok orang-orang yang harus belajar jadi cara saya belajar
kayak gitu sih pengen dateng ke Jepang adalah selain dari buku dan ikut
spot-spot turis jadi ngapain kamu harus kelas saya rajin untuk mencari tau
lah sama kalo ngeluh, ngapain harus sendiri maksudnya ketika orang
beli bahan kamu nangis-nangis jepang berbicara ngomong A
makanan yang disini gaada gunanya misalnya lalu gestur mereka
murah-murah secara tidak langsung kan gelagat mereka atau yang mereka
itu dimana yang kamu disini tunjuk itu apa jadi dari situ saya
kayak gitu cari mengintimidasi banyak belajar oh ternyata kalo mereka
sendiri. orang nih’ ngomong A artinya ini oh mereka
5. Kalo dengan mengintimidasi kayak ngomong B artinya ini jadi saya
sengaja saya ‘wah Angga ke Jepang belajar bahasa dari tindakan
ubah tidak ada nih saya pengen’ jadi kan mereka juga salah satunya itu lalu
tapi mau gamau ada banyak orang yang yang kedua saya cukup aktif
berubah ada, pengen posisi nya seperti untuk mengajak orang jepang itu
saya sejak disini saya jadi ngapain sih saya berbicara entah itu orang jepang
itu jadi punya sedih-sedih disini nah atau orang asing yang dulu sempat
itu yang kalau mulai dari situ mulai satu sekolah dengan saya di
melihat sesuatu ketemulah caranya jepang yang kita sama-sama
yang tidak ternyata gaboleh nih belajar orang asing senior saya
seimbang jadi kayak gini harus yang bahasa jepang nya lebih
pusing atau bersyukurlah terus bagus jadi saya sempet ngajak
malah apa itu keduanya cara mereka untuk yah berbicara
118

istilahnya saya menanganinya saya dalam bahasa jepang dan bahkan


lupa juga jadi pernah baca buku saya di jepang punya teman orang
mau rapi terus judulnya ‘filosofi teras’ indonesia bahkan ketika berbicara
itu mau gamau garis besar kata-kata nya dengan mereka saya tidak mau
sih tapi kalo dari begini ‘kamu tidak bisa pakai bahasa indonesia karena
diri sendiri mengendalikan sesuatu menurut saya ketika kita sudah
sebenarnya yang di luar kendali kamu sampai di jepang apalagi
nggak. kamu hanya bisa kondisinya saya harus mau tidak
Otomatis aja sih mengendalikan sesuatu mau untuk bisa bahasa jepang
ya udah yang hanya di dalam diri agar bisa bertahan hidup disana ya
beberapa kamu’ dari situ saya mikir saya akan sedikit
minggu disini iya saya tidak bisa mengesampingkan bahasa
dengan etos mengendalikan indonesia saya bahkan bahasa
kerja Jepang pemikiran orang lain jadi inggris pun saya tidak pakai sama
terus lihat yang bisa saya kendalikan sekali meskipun kadang ada
sesuatu adalah pemikiran saya teman saya yang orang asing dia
misalnya sisi kiri perilaku saya jadi ketika bisa bahasa inggris saya ga peduli
ada delapan saya salah itu kan hasilnya saya maunya bisa bahasa jepang
piring tapi sisi tuh gagal jadi sebisa jadi ngobrol sama bos pun seperti
kanan Cuma mungkin dari situ saya itu jadi diberanikan saja meskipun
ada tujuh piring melakukan yang terbaik awalnya pasti terlihat bodoh
itu kayaknya aja menurut saya soal karena gabisa ngomong cuman
mau nambah hasil soal pandangan asal sebut-sebut aja banyak yang
piring lagi satu orang lain itu mah hak salah gitu tapi semuanya dari
atau malah mau mereka gitu loh saya tidak kesalahan diulang lagi oh kita tau
ngurangin bisa mengendalikan hal ini salah kita perbaiki ulang lagi
piring biar tersebut jadi mulai dari coba lagi terus-terusan seperti itu
sama-sama situ saya tuh kalau kerja dan ya cara mengatasi bahasa
tujuh yang udah yang penting selain belajar ya bicara kita bisa
kayak gitu menurut saya baik bahasa karena kita bicara kalo kita
bukan dari diri menurut saya masih ga bicara kita ga mungkin bisa
sendiri tapi lebih dalam SOP soal hasil bahasa itu menurut saya. Saya
ke apa ya karena mah wah ini hasil nya harus merubah pola otak saya
119

orang-orang jelek wah ini gimana sih ketika bicara yang bahasa
disini terlalu kok melenceng indonesia ke pola saya bicara
detail soalnya potongannya gitu kan itu bahasa jepang untuk melakukan
saya sempet bukan kendali saya yang itu saya gabisa tetap terus-terusan
dimarahi Cuma penting saya sudah ngomong bahasa indonesia jadi
gara-gara yang melakukan yang terbaik bahasa indonesia nya saya take
satu lebih nih untuk gimana down sebentar saya ngomong
banyak berapa selanjutnya saya harus bahasa jepang terus-terusan
gitu satu lebih perbaikin lagi alhasil ini sampai di titik ketika saya sudah
dikit padahal agak mendingan nih yah tidak lancar ngomong bahasa
kalo dilihat dari alhamdullilah kalo hasil indonesia artinya saya sudah
jauh juga yah kan saya tidak bisa mungkin mampu bicara dengan
gak kentara menentukan pemikiran bahasa jepang karena menurut
Cuma orang lain dari situ saya saya bicara itu bukan Cuma oh
yaudalah. udah mulai kerja yang kamu sehat ga, sehat tapi ketika
penting saya melakukan kamu sudah bisa mengutarakan
yang terbaik walaupun apa yang kamu rasakan kita bisa
orang itu jahat sama saya mengutarakan apa yang menjadi
walaupun orang itu kegelisahan kita baru itu menurut
marah mulu sama saya saya kita bisa bicara kita bisa
udah saya ga terlalu berkomunikasi jadi saya
memikirkan itu nya menanamkan juga ke diri saya
karena itu di luar kendali standar yang tinggi kamu gaboleh
saya. Kalo dimarahi itu puas cuman dengan kamu bisa
harus seperti gimana nah ngomong selamat pagi hari ini
saya itu mikir kalo saya makan apa besok mau kemana
melihat masalah itu saya gitu saya pengen saya terlihat
selalu menganggap selayaknya seperti mereka jadi
masalah itu seperti barang untuk itu saya take down saya
3D jadi harus melihat dari punya bahasa indonesia saya
berbagai sudut jangan berusaha terus menggunakan
hanya dari depan aja bahasa jepang setiap hari sampai
contohnya seperti saya saya sempet lupa bahasa
120

dimarah-marahin itu saya indonesia ini karena sudah pernah


mikir orang itu galak pulang ke indonesia dan sudah
kalau dari sudut depan ya sempet ngobrol dengan keluarga
tapi kalo saya lihat dari lagi jadi ya lumayan bahasa
sudut kiri orang baik loh indonesia nya balik. Karena tadi
itu bahaya kalo nanti balik lagi ke niat saya untuk saya
kamu kenapa-kenapa kita pengen jangan sampai ada gap
juga yang dimarahin antara saya dan mereka kalo saya
mereka itu marahin kamu orang asing saya gabisa masuk ke
itu tujuan nya baik loh biar lingkungan kamu, itu adalah
kamu ngga terkena target yang saya pasang ke diri
bahaya tersebut kalo dari saya yang buat saya bisa sampai
saya lihat dari sudut seperti sekarang.
belakang ternyata abis 4. –
dari kejadian itu orang itu 5. -
masih baik loh masih
mau ngajarin masih mau
ngobrol gitu loh jadi kalo
saya lihat dari sudut depan
doang yah saya sama
seperti senior saya yang
anggap orang Jepang itu
tuh galak kata senior saya
kan ‘awas hati-hati kalo
kerja sama dia orangnya
galak banget’ berarti kan
senior saya hanya melihat
dari sudut depan, menurut
saya dia itu baik cara
pengajarannya seperti itu.
Ketiga poin itu saya
pegang saya terapin
sampai sekarang dan
121

alhamdullilah nya
sekarang udah bisa
ngejalanin kehidupan di
Jepang yah udah terbiasa
lah sama mereka jadi kalo
dimarahin yaudalah
biarin yang penting saya
sudah kerja kayak ‘hari ini
pagi ya harus kayak gini-
gini’ yaudah saya kerjain
kalo soal hasil wah ini
gimana sih hasilnya
kayak gini yaudah salah
saya salah udah yang
penting kan saya sudah
tapi kalo yang dipikirin
Cuma kenapa itu yang
ada malah memperkeruh
suasana harusnya saya
pikir bagaimana ni
selanjutnya. Perlu kata
kenapa tapi menurut saya
mulai sekarang gimana
nih selanjutnya biar tidak
salah lagi.
3. –
4. Rutinitas saya disini kan
balik kerja masak buat
malem sama bekel sama
buat siang lah jadi buat
tiga itu masak kalo masak
kan perlu energi lagi kan
itu kayak malas buat saya
122

terus ngomong sama diri


sendiri ‘udah badan capek
kerja sampai malem
disuruh masak tega
banget sih sama diri
sendiri’ terus ngomong
kayak gini ‘lu pengen apa
sekarang masa harus
masak sih lu kan hari ini
udah capek’ saya
ngomong kayak gitu ya
kayak orang gila ‘lu
pengen makan apa yuk
gua temenin ke konbini
nyari makanan yang
instan-instan yang lu ga
perlu masak’ kan biar ga
masak tujuan nya saya
datang tuh ke konbini
pilih makanan yang
instan. Udah tinggal kasih
air panas udah tinggal
makan yauda gausah
ngeluh ini makasih ya
udah kerja seharian dari
situ mikir yah kalo kita
bisa ngendalikan diri
sendiri nyaman Jepang
tuh sebenarnya. Sekarang
ya saya mikir tuh Jepang
adalah tempat untuk
penyembuhan yang cepat
kalo lagi stress karena
123

orang Jepang masa


bodoh sebenarnya ga
terlalu mikirin masalah
orang lain habis kerja tidur
udah ga mikiran
omongan tetangga.
Meskipun disini saya
dihantam berkali-kali tapi
penyembuhannya itu
cepet karena kerja tidur
udah gaada yang nanyain
ga harus ngumpul sama
tetangga nanti diomongin
udah kerjaan berat nanti
mikirin tetangga gimana.
Jadi kalo dibilang pengen
balik ga sih itu nggak sih
Jepang justru malah buat
aku nyamannya karna ke
masa bodoannya itu.
4 1. Apa saja 1. Tempat ngantri 1. – 1. Kalo kerja mungkin kalo
kesulita kayak mau naik 2. – lapangan kalo mungkin bicara itu
n yang bis atau naik 3. Bulan tiga itu udah mulai ga masalah ya maksudnya setiap
masih kereta kayak lebih hati-hati gitu loh kan orang jepang kan juga beda-beda
sering gitulah jadi udah tau nih udah mulai bahasa Cuma kalo kita ketemu
Anda awal-awal kayak saya tuh harus orang seperti tadi balik lagi ya
hadapi, kesini itu kayak mulai belajar bukan kalo dengan bahasa daerah yang
tapi nggak tau kan dimarahin sakit hati ngomong bahasa jepang nya yah
sudah disini orang Cuma agak mendingan kita masih harus menerka-nerka
menem rame banget ya lah wah dari situ harus juga cuman biasanya ya karena
ukan saking ramenya ngambil pelajaran apa nih logikanya otak udah logikanya
solusi kadang tu gak seperti itu pemikiran nya, bahasa jepang jadi entah gimana
untuk keliatan mana bulan ke empat itu udah kita tau aja artinya jadi harus mikir
124

mengha yang ngantri mulai kayak yah tadi lagi lebih lama gitu terus mungkin
dapinya mana yang jalan yang bilang udah enjoy kalo kendala paling besar ini
? biasa kayak gitu dalam artian pelajarannya kayaknya hampir semuanya
2. Apa saja tapi makin ya oh ternyata setiap sama orang indonesia rasain ya kanji ya
kesulita kesini udah bisa orang Jepang tuh kayak jadi dalam penulisan bahasa
n yang tau sisi mana contoh juga kan saya jepang itu ada beberapa aksara jadi
berhasil yang untuk kebanyakan kerja sama ada namanya hiragana, katakana,
Anda ngantri sisi orang tua kadang tuh dan juga kanji kalo hiragana
tangani mana yang mereka suka marah- katakana itu adalah huruf-huruf
dan untuk jalan. marah ga jelas setelah standar ya alfabet mungkin kalo di
telah 2. – kerja hampir dua minggu indonesia ABCD cuman kan
menjadi 3. Ini masuk bulan bareng terus kita itu dalam aksara jepang sementara
bagian ke tiga. dipisahkan kerjanya saya kanji nya adalah aksara china jadi
dalam Pertengahan dipindahkan ke proyek dia tulisan china yang diadaptasi
diri desember sudah lain terus saya sama orang jepang nah
Anda? mulai nyaman dipertemukan lagi gitu kebanyakan di dalam dunia
3. Pada dengan loh setelah ketemu lagi profesional jepang itu akan
bulan semuanya dia tu ga inget lagi sama menggunakan kanji dan dalam
keberap berarti bulan ke saya jadi mikir nya bekerja juga akan menggunakan
a Anda yah ngapain saya mikirin kanji dan itu salah satu menurut
merasa pertengahan orang itu sih pas marah- saya menjadi tembok karena kanji
nyaman desember. marah ternyata dia juga itu banyak sekali dan kita bukan
bekerja 4. Yang pertama lupa sama saya. Jadi kan tidak mau belajar juga cuman
di pasti bahasa ya lebih ke proses belajarnya akan ada aja kanji yang baru
Jepang? paling ngga N4 ya bulan ke tiga itu belajar pertama kali kita liet atau kanji ini
4. Menuru atau JFT2 kalo bulan empat mulai belum pernah kita denger atau
t Anda, ga salah sama memahami kesini yah kanji ini terlalu rumit untuk dihafal
persiapa ini selain bahasa udah mulai nyaman sama itu pasti akan ada karena untuk
n diri pelajarin juga ke masa bodoan itu. menghafal seratus persen atau
seperti kebudayaannya 4. Saya inget banget pas menggunakan seratus persen itu
apa bukan belajar disuruh bikin pola sulit kecuali kita stay disana lama
yang kebudayaan kalimat saya bawa dan kita mulai terbiasa dengan
dibutuh yang kuno- sampai sekarang setiap kanji yang datang kayak
125

kan agar kuno bukan ‘sebelum ke Jepang selain mungkin dokumen pemerintahan
tidak kebudayaan saya harus atau surat-surat formal itu kanji
terlalu tradisional itu mempersiapkan bahasa nya akan beda dengan kanji yang
banyak tapi lebih ke dan uang saya juga harus dasar dan tingkatannya pun ada
mengal kebiasaannya mempersipakan mental dan itu sulit jadi yang harus saya
ami kebiasaan ataupun hati’ kata saya lakukan adalah sebisa mungkin
hambat orang-orang kata-kata itu tadinya sebelum saya kerja saya tau apa
an disini sama bikinnya Cuma ngasal yang saya kerjakan dan biasanya
ketika musim-musim pas nyampe sini wah saya akan cari tau dulu ya kira-kira
akan itu kapan aja beneran nih saya tuh nanti bahasa-bahasa apa saja yang
bekerja supaya nanti pas harus mempersipakan akan keluar dalam pekerjaan saya.
ke berangkat tau oh hati sama mental kalo Jadi ya gabisa Cuma ngomong
Jepang? saya berangkat Cuma uang barang- tertulis pun penting itu yang
pas musim barang ato bahasa itu menjadi problem menurut saya
panas atau pas udah jelas kan kadang dan mungkin menurut beberapa
musim dingin orang yang datang kesini orang indonesia yang pernah kerja
jadi tau yang tidak mempersiapkan di jepang juga ya. Selebihnya
harus disiapin mentalnya yang mungkin gaya orang jepang yang
apa aja itu sih dipikirkan mereka Jepang bekerja harus dengan cepat jadi
yang paling tuh indah Jepang itu ada kalanya hal-hal yang baru kita
utama bahasa punya empat musim pelajarkan tidak bisa kita kerjakan
sama kondisi yang buat foto-foto itu dengan cepat jadi kita
Jepang itu keren tapi ga pernah mikir antisipasinya dengan kita harus
sendiri seperti kalo saya ketemu orang- lebih cepat mengerti kita harus
apa. di Jepang orang yang jahat memahami tentang kerjaan kita.
itu koin satu yen mengambil 2. –
itu masih kemungkinan yang 3. Bukan bulan tapi tahun ya satu
dipakai ini ga terburuknya ga pernah tahun saya baru bisa mulai enjoy
semua orang tau mikir kesitu, kalo saya karena tahun pertama kan juga
ini kayaknya ketemu orang yang jahat meskipun saya belajar saya kuliah
misalnya kita ke apa sih yang harus saya di sekolah bahasa tapi saya basic
kayak lakukan terus apa obat nya belum bisa bahasa jepang
indomaret, nya itu apa buat saya ketika saya bekerja pun saya tidak
126

indomaret nya mungkin itu kembali bisa bahasa jepang selama satu
Jepang ya itu harus mempersipakan tahun itu saya mencoba untuk
harga-harga perasaan atopun mental mengerti bahasa jepang, mencoba
kayak seratus kalo saya sudah mengerti budaya, mencoba
tujuh puluh satu, mempersipakan mental mengerti manner, mencoba
dua ratus tiga pas saya dimarahin yauda mengerti bagaimana mau nya
puluh tujuh sakitnya ga terlalu sakit orang jepang ketika kita bekerja
kayak gitu ada banget karena uda itu seperti apa dan membiasakan
dan itu masih disiapin juga dari diri saya dengan gaya kerja orang
kepake satu yen Indonesia jadinya kalo jepang itu butuh satu tahun, dan
nya tujuh yen dibilang saya harus yang paling sulit adalah
nya jadi diterima nih kalopun membiasakan diri kita dengan
sebenarnya dipukul kepala saya gaya kerja nya mereka karena kita
daripada uang kalopun mendapatkan lahir di negara yang semuanya
kertas harus omongan yang tidak enak serba slow sementara disana
utamakan dulu saya harus siap dengan itu semuanya harus serba speed
uang koin itu sih kalo habis dipukul kamu speed speed speed tapi gabole
kebudayaannya merasa down kamu tuh Cuma cepat loh ya cepat tapi harus
kebiasaan yang harus gimana selanjutnya benar dan juga bagus dan itu yang
utama. Sama ini kadang hal tersebut tidak sangat sulit untuk saya sementara
kalo ketempat- diajarkan di sekolah kita di indonesia kan slow pun
tempat turis mungkin kalo hal tersebut masih ah besok ah masih bisa gitu
terutama tempat diajarkan murid-murid ini ya atau masih bisa kayak aduh
turis kayak kuil- uda pada mundur duluan udah jam sekian nih aduh dah deh
kuil atau pura karena sekolah kan butuh sebentar deh istirahat dulu deh gitu
seperti itu kalo duit butuh pemasukan atau ngerokok dulu deh atau ada
gatau ini boleh jadi kalo ngobrol nya ga temen nih ngobrol sebentar deh
ambil foto ato enak mungkin pemikiran gitu itu masih bisa, kalo disana kan
nggak mending wah di Jepang tidak enak gabisa jadi stressful kalo kerja
tanya boleh ga nih saya dipukul nanti badan capek otak capek dan
saya ambil foto saya mendapatkan kata gimana caranya biar bisa enjoy di
ini ambil foto kotor yang ada mereka momen seperti itu saya butuh
nyerah dari awal terbiasanya itu satu tahun.
127

disini boleh ato makanaya pihak sekolah 4. Satu belajarlah bahasa, jadi
gak. tuh di Jepang itu enak loh banyak orang indonesia yang
buat foto-foto nanti ada mau ke jepang tapi katanya saya
ketemu ini ada gedung ini gabisa bahasa saya pengen banget
buat foto-foto salju orang kerja sana kalo menurut saya
nya baik biar tujuan nya bunuh diri si karena saya juga tau
murid ini tetap bertahan tidak semua orang bisa seperti
sampai ke Jepang. saya dan saya juga kadang mikir
Beruntungnya saya gitu wah saya bisa sampai sejauh
ketemu Saputra sensei itu ini ternyata hebat juga ya mungkin
juga ga diobrolin dalam kalo disuruh ngulang kehidupan
kelas juga ya obroloin nya tahun awal di jepang saya ga mau
pas pelajaran percakapan lagi haha udahlah cukup sekali aja
sekalian saya nanya di waw gila gitu kan jadi bahasa itu
Jepang itu kayak gimana penting karena kalo kita gabisa
sih nah Saputra sensei tuh bahasa ga Cuma soal kerja tapi
ngomong kayak gini-gini kita juga gabisa protect diri sendiri
nah dapat gambaran kan kita gabisa lindungin diri sendiri
dari orang yang sudah susah lah untuk hidup kalo gabisa
tinggal lama langsung di bahasa jadi bahasa itu nomor satu,
Jepang makanya disini yang kedua mungkin fisik ya fisik
tuh berat lebih berat dari itu penting jadi tadi saya sempet
Saputra sensei bilang tapi bilang juga kalo kerja di jepang
saya sudah punya bekel kita harus speed speed rush rush
nih sudah punya pondasi secepat mungkin seefisien
jadi tidak begitu kaget mungkin melahirkan kerja yang
dengan budaya yang baik sementara di indonesia
tidak mengenakkan nya terbiasa santai kita terbiasa terlena
ya, kebanyakan teman dengan apa namanya ya sistem
yang datang kan disini kerja yang slow bahkan di jepang
Cuma datang buat pun orang kalo jalan itu ya itu ga
seneng-seneng makanya satu step satu step gitu mereka
ada yang bunuh diri, ada kayak tek tek tek tek cepet saking
128

yang kabur bahkan ngerhargain waktu saking


karena merasa tidak pedulinya dengan waktu dan
nyaman mungkin untuk bisa terbiasa dengan itu kalo
mereka tidak bunuh diri fisik kita lemah itu susah kita akan
tapi mereka kabur. Saya merasa capek banget saya kan
sebisa mungkin tiga tahun awal ke jepang fisik saya kan jelek
di awal harus ya saya dulu gendut banget
mendapatkan kesan yang sekarang juga gendut juga si
baik nih biar kalo nanti Cuma sekarang sudah mulai
saya pengen lanjut terbiasa kalo dulu ibaratnya badan
contohnya saya tuh gendut nya anak-anak baru lulus
bukan kaburan, saya tuh sekolah lah fisiknya jelek bahkan
bukan pindah perusahaan nenek-nenek pun jalannya lebih
kalo pindah perusahaan cepat daripada saya hehe dan
kan ‘kamu kenapa pindah ketika saya mau coba kejer nenek
perusahaan?’ ‘aduh nya, nenek nya jalan santai saya
kerjaan nya ga enak orang kan sampai lari gitu ya ngejer dia
nya galak’ contoh saya dan dia tuh tetap menang padahal
jawab seperti itu mungkin dia jalan di tempat kerja juga
saya gagal juga begitu lambat kerjanya
interviewnya makanya lingkungan kita tu ngelietnya juga
saya kuat-kuatin disini ga betah kitanya juga ke presure
tiga tahun agar nanti harus kerja cepat ujungnya ya
mendapatkan tiket buat badannya sakit semua jadi yang
ngelanjutin ke mana gitu kedua fisik ya dan di jepang kan
saya ini mau daftar saya negara yang memiliki empat
punya pengalaman di musim ya sementara indonesia
perusahaan ini tiga tahun dua musim dan setiap empat
tanpa permasalahan apa bulan sekali musim akan berganti
pun tanpa berkelahi gitu mulai dari yang tadinya panas
loh. sekali jadi dingin sekali perubahan
nya ekstrem kalo kita tidak punya
tubuh yang kuat menurut saya
129

pasti akan sakit dan itu pasti akan


kesiksa jadi yang kedua itu fisik.
Lalu yang ketiga adalah belajar
tentang manner, budaya, dan juga
jepang itu seperti apa jadi kita itu
harus cari tau sebelum berangkat.
Jadi ketika kamu datang kesana
kamu tidak kaget lagi kalau ih
ternyata orang jepang buang
sampah di tong sampah gitu
meskipun itu hal normal
seharusnya tapi di indonesia kan
ngga kita kalo buang sampah,
sampahnya dipisah pisah kayak
detil sekali jadi orang jepang itu ga
Cuma disiplin tapi mendetail kita
harus ngerti lah kalo mereka
seperti itu dan kita harus terbiasa
untuk itu jadi biar ketika kita
datang kita ga kaget kita ga shock
culture kita ga seperti berada di
negara antah branta kamu harus
paham kalo kamu akan datang ke
negara seperti itu jadi kamu harus
siapkan. Mungkin yang terakhir
dari saya yang keempat itu adalah
aa.. tetap sebisa mungkin untuk
mengontrol diri maksud saya kita
jangan sampai melakukan yang
tidak-tidak gituloh ketika kita
sudah berada di titik-titik dimana
kita merasa sudah capek dan
sebagainya karena jepang kan
130

negara yang bebas jadi kamu


melakukan apa pun juga ya bebas
selama itu tidak melanggar
hukum dan juga tidak
mengganggu oang lain jadi
banyak kejadian dimana bahkan
beberapa bulan lalu sempet ada
pekerja magang yang yah karena
ga kuat hidup disini satu orang itu
bunuh diri itu juga ada jadi ya
mental dan juga mempersiapkan
diri itu sangat penting menurut
saya karena saya rasa kejadian
seperti ini bisa terjadi karena tadi
poin satu dua tiga tidak dilakukan
dan tidak menanamkan ke dirinya
ketika saya tidak berhasil pun
tidak papa, sejauh ini saya kerja di
jepang dan sejauh ini saya
berkecipungan dunia jejepangan
ini saya sudah mendengar ada yah
dua tiga orang dari indonesia
pemagang yang meninggal
karena bunuh diri dan tidak kuat
dengan lingkungan yang ada di
jepang jadi ya tolong banget yang
empat ini dipersiapkan untuk
orang lain.

No Pertanyaan Informan 4 Informan 5


1 1. Apa bayangan atau 1. Pertama kali saya datang ke jepang 1. Waktu pertama kali ke Jepang
gambaran itu hati dan pikiran saya itu sangat saya mikir oh saya udah di
(kesenangan/pikira tenang karena saya belum jepang ya ternyata kayak ini ga
131

n positif) yang merasakan merantau ke negara mimpi bukan. Jepang itu sunyi
Anda miliki jepang tapi di negara-negara lain yah interaksi orang jepang juga
tentang bekerja di saya sudah pernah ke taiwan sama kan agak kurang dengan orang
Jepang? (Pada awal ke malaysia tapi di jepang saya luar orang jepang juga pernah
mulai bekerja di sangat tenang karena orang-orang nanya ke saya ee apa orang
Jepang). disininya sangat beda sama di jepang itu ga suka orang luar
2. Apa yang indonesia, beda budaya nya orang- ada juga yang suka ada juga
membuat Anda orang nya. contohnya kayak di lalu yang ngga tergantung orang
tertarik/alasan lintas itu pengguna kendaraannya nya waktu pertama ke jepang
untuk bekerja di sangat menghargai sama orang lain itu suasana nya itu sunyi untuk
Jepang? contohnya itu. orang yang suka menyendiri itu
3. Apa ekspetasi awal 2. Alasannya saya ingin menambah kayaknya enaknya tinggal di
Anda bekerja di wawasan baru sama pengalaman jepang ajah.
Jepang baru. Karena di jepang itu saya 2. Awalnya ga tertarik kerja ke
belum merasakan bekerja di negara jepang Cuma dapat usulan dari
jepang makanya saya pergi disini. orang tua kebetulan ada
Kebetulan saya berangkat ke jepang keluarga yang kerja di jepang
dapat info lowongan dari sodara jadi orang tua usulin kerja di
sama teman-teman juga yang sudah jepang aja daripada bingung
bekerja di negara jepang. mau kemana abis tamat sekolah
3. Ekspektasi awal itu bekerja di jepang kan yauda saya nurut terus ke
itu sangat berbeda dengan cara kerja jawa dua tahun di Indramayu
orang indonesia awal-awal bekerja kursus bahasa jepang terus ikut
terasa badan capek banget, kerja wawancara di job di GM tapi
keras terus juga belum terbiasa wawancaranya itu online masih
mengimbangi kinerja orang jepang. pandemi waktu itu.
awal-awal sebelum saya ke jepang 3. Awalnya ga kepikiran
ada si sedikit kepikiran di jepang itu samasekali tapi yauda terlanjut
saya lihat di berita di internet jadi ada nyebur ke dunia kejepangan
jepang itu negara canggih, negara uda ngikut alurnya ternyata
disiplin, kebudayaan nya sangat jepang itu nggak se apa
bagus tapi setelah saya di jepang namanya ngga kayak oh iya
sama saja tidak jauh berbeda sama awalnya ga mikir sama sekali
132

indonesia negara sendiri. Dari segi jepang itu kayak gimana ga


cara kerjanya, dari segi tata krama pernah cari tau jepang itu kayak
tutur kata sopan santun nya tidak gimana terus waktu ikut LPK
jauh berbeda dengan negara kita baru kepoin jepang itu kayak
indonesia. Yah satu kerja di jepang gimana hari demi hari ternyata
sama di negara indonesia itu sama- jepang itu suasana nya indah
sama berat kedua kita kerja di jepang tempat nya banyak yang bagus,
kan kerja lapangan contohnya di lingkungan nya bersih sampah
proyek gitu sebelum berangkat ke pun gaada di pinggir jalan ato
jepang saya sudah pernah kerja di dimana kalo kita lagi jalan
proyek ternyata setelah saya pikir karena jepang itu orang nya taat
saya jalanin kok ternyata sama gitu. peraturan apalagi tentang
Yah menurut saya sih sama aja sampah.
orang jepang sama orang indonesia
itu sama aja, contoh gambar nya kita
sebelum bekerja kita berdoa dulu
menurut agama masing-masing
terus kedua kita rapat dulu sebelum
kerja atur jadwal nya.
2 1. Apakah ada 1. Pertama orang-orang yang di tempat 1. Kebetulan saya kerja
pengalaman yang kerja saya itu tidak semua orang baik penempatan saya disini tu desa
tidak nyaman dan ada yang jahat ada yang baik terus bukan kota waktu saya rencana
‘tidak sesuai’ yang kedua itu kita kerja di lapangan mau ke jepang kayaknya seru,
dengan bayangan kan kerja di proyek orang-orang nya ramai, banyak orang gitu kan
atau gambaran itu keras-keras jadi kata-kata kotor itu apalagi kerjanya di luar negeri
awal? Apa itu? selalu terdengar tiap hari tiap kerja di tapi sesampainya disini sunyi
2. Seperti apa telinga yang keempat itu kita kerja di tidak sesuai ekspektasi sampai
perbedaan perusahaan keluarga jadi kayaknya disini rumahnya itu bukan
bayangan atau kita kerja seenaknya sendiri ngga apartemen tapi semacam
gambaran awal menghargai waktu kerja ga sesuai asrama terus kemana-mana itu
(ekspetasi) dengan perjanjian ga menghargai waktu agak susah juga karena di desa
pengalaman yang kerja. Tidak sesuai ekspektasi awal pergi belanja aja harus naik
Anda alami? perjanjian yah ekspektasi awal
133

3. Apa sebelum bekerja disini kerja dari jam kereta. Iya jauh kak sekitar 10
kesulitan/hambatan sekian mulai dari jam sekian selesai menit naik kereta.
yang Anda hadapi jam sekian ternyata di kehidupan 2. –
saat melakukan sebenarnya itu meleset jauh yah itu 3. Sampai sekarang belum ada.
komunikasi? dari segi jam kerja. Jam istirahat kerja Kalo untuk susahnya sampai
4. Apakah ada selalu mundur jam selesai kerja sekarang belum ada kebetulan
perbedaan sikap selalu mundur tidak on time. waktu di LPK uda lama juga
ketika komunikasi Namanya kerja proyek itu kan selalu belajar bahasa jepang nya
di Jepang? Apakah berpindah-pindah contohnya hari ini sampai sini alhamdullilah bisa
hal ini mempersulit kerja di tokyo besok nya kerja di ngikut orang jepang ngomong
Anda? Kenapa? yotsukaido tergantung proyek kita apa kita ngerti. Iya dua tahun
(pandangan tentang yang dikerjainnya dimana. Iya terasa kak karena umur jadi untuk
waktu/hal kecil capek tapi kepikiran tujuan awal wawancaranya itu ditunda-
yang tidak ditemui saya berangkat ke indonesia itu saya tunda dulu terus milih-milih job
di Indonesia) untuk apa, cari pengalaman dan juga waktu itu.
5. Apakah ada rejeki. 4. Orang jepang kalau ngomong
perbedaan perilaku 2. – tuh kalau di saat kerja mereka
ketika komunikasi? 3. Pertama datang ke jepang itu sangat tegas ngomong nya tegas kerja
Apakah hal ini sulit komunikasi dengan orang kerja tapi pas istirahat dia kayak
mempersulit jepang pertama dari segi bahasa bersahabat gitu ke kita. Kerja ya
Anda? Kenapa? kedua dari segi perilaku orang ngomong yang sepentingnya
(ucapan salam, jepang itu selalu tertutup kepada aja, contohnya waktu kerja kita
disiplin, postur orang asing jadi ketika kita dimarahin tapi waktu
tubuh, cara komunikasi dengan orang jepang, istirahatnya kayak ngga terjadi
bicara/hal kecil yah orang jepang sama orang asing apa-apa orang jepang begitu.
yang tidak ditemui itu ngobrol itu sepentingnya aja waktu ketat ketat banget, jam
di Indonesia) contohnya tentang kerjaan selain istirahat ada jam istirahat lima
6. Apakah ada tentang itu dia ga pernah cerita apa ga menit, pas banget lima menit
perbedaan dalam pernah ngobrol apa. langsung balik kerja.
pemahaman isi 4. Tentang cara kerja orang jepang itu 5. Keknya pernah, waktu itu
pesan karena cepat dan rapih. Awal-awal saya kayak dia nyuruhnya kayak
keterbatasan sangat-sangat tidak bisa mengikuti gini tapi sepemahaman saya ga
bahasa? Terjadinya cara kerja orang jepang kayak sepemahaman dengan dia jadi
134

miskom? Seperti gimana tepatnya cara saya kerjainnya agak lain dari
apa? melakukannya kayak gimana perintah dia yah akhirnya dapat
7. Apakah ada setelah saya mencoba berusaha yah ga dimarahin cuman
kenyataan yang sebulan dua bulan tiga bulan ditanya balik lagi terus kitanya
membuat Anda akhirnya saya bisa mengikuti cara perbaikin kesalahan yang tadi
merasa terkejut dan kerja orang jepang itu kayak gimana gitu itu pas masih awal.
merasa sulit untuk sampai-sampai saya juga menyaingi Contohnya waktu itu saya
menerima hal cara kerja orang jepang bisa lebih kerjanya kalau udah selesai
tersebut? baik lagi. Tiga bulan saya simpannya disini bukannya di
8. Apa Anda beradaptasi sama pekerjaan. tempat lain tapi pengalaman
merasakan 5. Satu masalah yang bikin orang saya agak beda ya dari yang dari
ketidaknyamanan jepang tidak suka disaat orang perintah dia jadi waktu salah
ketika menyadari jepang ngobrol orang jepang marah ditanya ulang lagi harus nya
adanya perbedaan saya itu tidak melihat mata mereka disini bukan disini habis itu saya
ekspetasi dengan saya malah nunduk nah si orang perbaiki kesalahan yang saya
kenyataan yang jepangnya itu bilang ‘kalo saya lakuin nggak sampai marah kan
dihadapi? Apa marahin kamu mata kamu harus masi awal waktu itu masih
memunculkan rasa natap ke saya gaboleh nunduk’ kata dimaklumi.
ingin pulang, nya tidak sopan itu pengalaman 6. –
menutup diri untuk yang membuat saya jadi sekarang 7. Itu yang penempatannya di
bergaul? lebih memahami kebudayaan desa. Di kota tempatnya bagus
jepang kayak gimana orang-orang di luar negeri tapi yah kerjanya
jepang itu sifatnya kayak gimana di pinggiran kota.
pengalaman hal yang terburuk di diri 8. Awalnya tidak nyaman cuman
saya. yah mau gimana lagi kan udah
6. Pertama saya ke jepang dalam arti terlanjur yah jalanin aja
bahasa saya jauh daripada peserta- senyaman-nyaman aja kalau ga
peserta lain yang berangkat ke nyaman yah dibikin nyaman.
jepang saya kurang bahasa nya. Kalau pemikiran untuk mau
pernah terjadi di komunikasi dalam pulang ngga ada, kontrak disini
suatu kerjaan saya disuruh sama bos kan tiga tahun yaudah selesaiin
saya suruh ngerjain A saya ngerjain aja tiga tahun terus bersosialisasi
B waktu itu saya dimarahin habis- dengan orang juga yah harus
135

habisan. Tapi setelah saya diperbanyak juga ini disini


memahami cara tutur bahasanya asramanya disini ada orang
orang-orang jepang saya mulai vietnam dengan kamboja
belajar cara berbicara dengan baik biasanya kalo libur itu sabtu
dan benar. minggu yah ada pesta kecil-
7. Dimata orang jepang orang asing itu kecilan gitu makan bareng.
tidak semua orang jepang yang
menilai ya khusus di lingkungan
kerja saya. Tidak semua orang
jepang menilai baik dan buruknya
ini khusus di lingkungan kerja saya.
Kesulitan yang saya rasain selama
ini itu dan saya lebih menerima itu
masalah pekerjaan tidak sesuai
dengan ekspektasi awal. Yang
kedua itu masalahnya di kita kan
kerja di proyek kan di lapangan gitu
kan kita kerja itu ga mengenal cuaca
hujan, tidak mengenal cuaca dingin,
ga mengenal cuaca panas nah itu
harus tetap bekerja terus yang kedua
itu masalahnya masalah gaji itu yang
selama ini saya belum bisa
menerima, gaji di awal perjanjian
tanda tangan kontrak sama dengan
kenyataan itu beda.
8. Ada rasa hati pengen pulang ke
indonesia saya kan sudah punya
keluarga ada rasa ingin pulang ke
indonesia tapi disisi lain saya harus
bekerja disini. Kalau saya menutup
diri di lingkungan jepang saya rasa
tidak ada.
136

3 1. Apa upaya yang 1. Saya ngehadapi perilaku orang 1. Kalo untuk mengikuti
Anda lakukan jepang yang bekerja dengan cepat disiplinnya waktu kayaknya
dalam menghadapi dan benar saya terus berusaha belajar gapapa aman udah belajar dari
kesulitan/hambatan dan belajar memperbaiki diri saya GM juga.
dalam perbedaan sendiri untuk bisa mengikutin gaya 2. Kalo di tempat saya aman-
sikap tersebut? kerja orang jepang yang cepat dan aman aja yang penting itu kalau
2. Apa upaya yang benar. Cara menghadapi soal jam ketemu beri salam aisatsu kalau
Anda lakukan istirahat dan jam pulang kerja yang tentang gerakan tubuh yah
dalam menghadapi selalu molor yang selalu terlambat seharusnya itu membungkuk.
kesulitan/hambatan itu saya menghadapi nya dengan 3. Kan kita belajarnya di LPK itu
dalam perbedaan biasa saja, contohnya masuk telinga pakai bahasa yang formal
perilaku tersebut? kanan keluar telinga kiri yah anggap sampai disini tu ada lagi yang
3. Apa upaya yang aja angin berlalu. namanya yogen tentang bahasa
Anda lakukan 2. – jepang yogen bahasa adatnya
dalam menghadapi 3. Kalau menghadapinya dengan cara tentang pengucapan yang beda
kesulitan/hambatan satu saya jam belajar bahasa saya jadi kita gak ngerti artinya apa
berbahasa ketika di ditambahin kedua saya harus sering- gitu masih menyesuaikan jadi
Jepang? sering berinteraksi dengan orang kita ngomongnya biar lebih
4. Bagaimana Anda jepang contohnya saya mengawali ngerti tolong menggunakan
melakukan dengan cara mengobrol masalah bahasa yang formal gitu bahasa
penyesuaian kerjaan masalah cuaca masalah yang mudah dipahami. Iya
dengan lingkungan kebiasaan orang jepang saya udah ngikutin bahasa mereka
baru? menghadapinya dengan selalu juga mau tidak mau harus
5. Perubahan apa saja berinteraksi dengan orang jepang. diikutin kita yang tinggal di
yang Anda 4. – lingkungan mereka jadi harus
lakukan? 5. Perubahannya contohnya saya ngikutin lingkungan mereka.
disiplin dari segi waktu walaupun Kadang dari temen kalo nggak
kadang orang jepangnya sedikit ada kan kita sering ngobrol juga
keterlambatan masuk yang kedua sama orang jepang nya sambil
saya belajar dari budaya dan tata ngobrol kita sambil belajar juga.
bahasa orang jepang yang ketiga 4. Kalo tentang menyesuaikan diri
saya bisa disiplin dalam bekerja ee.. sebenarnya mudah untuk
saya gaada yang
137

cepat dan benar udah itu aja yang ada dipermasalahin gitu misalnya
perubahan dalam diri saya. peraturannya disini tuh yah
harus kayak gini yah harus
dipatuhi jadi enak
menyesuaikan dirinya saya
kalo tempat-tempat
sebelumnya belum pernah saya
temui terus tinggal disekitaran
situ saya bisa menyesuaikan
dengan cepat jadi soal
menyesuaikan gapapa. Disini
banyak senior jadi kita nanya
senior soalnya disini aturan
asrama tempat tinggal nya
kayak gimana jadi kita nanya ke
senior peraturannya apa aja,
buang sampah atau hal yang
seharusnya tidak dilakukan itu
seharusnya gimana gitu kak.
4 1. Apa saja kesulitan 1. Yang selama ini saya merasa 1. Kalo urusan kerja disini aman-
yang masih sering kesulitan dalam bekerja itu saya aman aja cuman saya sekarang
Anda hadapi, tapi masih belum bisa mengerti lebih disini bukan cuman kerja aja
sudah menemukan jauh lagi tentang omongan orang ada target juga targetnya tuh ya
solusi untuk jepang dan membaca pekerjaan lulus N3 cuman belajarnya itu
menghadapinya? jepang tapi saya bisa yang susah tapi solusi nya udah
2. Apa saja kesulitan menghadapinya dengan cara dapat cuman yang
yang berhasil Anda dipraktekkan seperti itu. Contohnya ngelakuinnya itu yang susah
tangani dan telah bahasa satu bahasa kedua cara kerja, jadi sampai sekarang udah tau
menjadi bagian cara kerja membuat rancangan ini harus ngapain. Solusinya itu
dalam diri Anda? kayak gimana jadi tidak dengan kita atur waktu tapi waktu nya
3. Pada bulan omongan aja harus dipraktekkan. udah diatur dengan tepat cuman
keberapa Anda 2. Pertama dari segi bahasa terus kedua tubuhnya yang nggak
dari tentang suatu dalam lingkungan mendukung abis pulang kerja
138

merasa nyaman pekerjaan contohnya saya kerja capek jadi mau nya rebahan
bekerja di Jepang? ngebangun bangunan ini dulu saya mulu tidur terus istirahat jadi
4. Menurut Anda, gabisa tapi sekarang saya sudah bisa waktu untuk belajarnya kayak
persiapan diri karena tiap hari yang dikerjain itu yah kurang yah walaupun kita
seperti apa yang yah itu-itu aja pekerjaannya. nya belajar yah belajarnya gak
dibutuhkan agar 3. – maksimal gitu kan tubuhnya
tidak terlalu banyak 4. Oh ada banyak menurut saya pribadi udah capek kerja nya.
mengalami sebelum bekerja ke jepang itu harus 2. -
hambatan ketika banyak-banyak ini persiapan 3. Sekitar tujuh bulan. Dari bulan
akan bekerja ke contohnya satu harus banyak- tujuh. Di bulan berapa yah di
Jepang? banyak belajar bahasa kedua harus bulan sembilan, iya awalnya di
kuat fisik dan mental yang ketiga bulan tujuh itu datang terus kita
harus bisa cari informasi suatu di senta belajar lagi selama
pekerjaan di jepang itu apa yang kita sebulan sebelum masuk ke
kerjakan jangan sampai salah dunia kerja, belajar bahasa
memilih suatu pekerjaan intinya itu. jepang di senta kumiai yang
bertanggung jawab kalo ada
masalah kita di jepang jadi
sebulan di senta udah nyaman
di senta nya sebulan dioper lagi
ke tempat kerja jadi yang
enaknya itu waktu di bulan
sembilan.
4. Persiapan diri yang dibutuhkan
itu yang pertama mental, bahasa
jepang paling penting itu bahasa
jepang kalo gabisa ngomong
juga gimana kerjanya ya kan
terus ketiga itu kita jangan
berekspektasi tinggi terus yang
dipikirkan juga sebelum
berangkat ke jepang jangan
pikirin enaknya pikir susahnya
139

di jepang itu gimana jadi


sebelum ke jepang yang
dipertanyakan yang pertama di
jepang susahnya gimana jangan
tanyain enaknya gimana di
jepang yang diliat orang-orang
itu yang kalau di postingan di
media sosial jalan-jalan foto di
sakura, salju itu waktu urus
healing doang tapi kalo di kerja
nya yah ada apa aja gitu.
Kebetulan saya kerja nya di
pabrik jadi ga terlalu tegas lebih
santai.
140

Riwayat Hidup/ Curriculum Vitae

PERSONAL INFORMATION

Binusian ID 2201814014
Full Name Suviana Sudarto
E-mail suviana.sudarto@binus.ac.id

Address Current
Jl. Alianyang No. 16-17, Kelurahan Jawa, RT
003, RW 01, Singkawang, Kalimantan Barat,
79116
Permanent
Jl. Alianyang No. 16-17, Kelurahan Jawa, RT
003, RW 01, Singkawang, Kalimantan Barat,
79116

Phone Numbers Home : +6282151407782


Mobile : +6282151407782

Gender Female
Birth Place / Date Singkawang, 29 Januari 2001
Nationality Indonesia
Marital Status Single
141

Religion Buddha

FORMAL EDUCATION

Aug 2018 – present Bina Nusantara University, Jakarta, Indonesia

Bachelor (S1) , Marketing Communication

GPA : 3.32

Jul 2016 – Jul 2018 SMA Santo Ignasius, Singkawang,

Senior High, GPA: N/A

ORGANIZAIONAL EXPERIENCE

WORKING EXPERIENCE

Feb 2021 – Agu 2021 Bina Nusantara University

Job Description : Junior Researcher

Okt 2021 – Feb 2022 Bina Nusantara University

Job Description : Initiative Independen


Project

Anda mungkin juga menyukai