Anda di halaman 1dari 13

MATA KULIAH

SOSIOLOGI OLAHRAGA
Dr. Asep Suharta, M.Pd.
FIK Universitas Negeri Medan

Materi 3:

Olahraga dan Politik


Bagian 1

A. Pengertian Politik
B. Olahraga Tidak Bisa Terlepas dari Politik;
C. Melihat Olimpiade sebagai Peristiwa Politik;
D. GANEFO: Olimpiade Tandingan Yang Menyatukan Politik Dan Olahraga;
E. Boikot Olahraga dan Politik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
2021

1 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
A. PENGERTIAN POLITIK

Politik (bahasa Yunani: politiká), yang berarti dari, untuk, atau yang
berkaitan dengan warga negara, adalah proses pembentukan dan
pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.

Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu
antara lain:

▪ politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles).
▪ politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara.
▪ politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
▪ politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan
pelaksanaan kebijakan publik.

Menurut W. J. S. Purwadaminta (1976) menyatakan bahwa politik adalah


segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai
pemerintahan suatu Negara atau terhadap Negara lain.

Sedangkan Virginia S. Thatcher dan Alexander McQueen (1980) menyatakan


bahwa politik adalah sebagian dari etika yang berkaitan dengan peraturan
pemerintah, pemerintah dari suatu bangsa atau Negara untuk memelihara keamanan,
perdamaian, dan kesejahteraan.

Pengertian politik dalam uraian ini pada dasarnya mengacu pada kedua
batasan tersebut di atas. Politik disini diartikan tindakan kebijaksanaan dan bahkan
perilaku dari tokoh pejabat yang berkaitan dengan pemerintahan.

Masalahnya adalah : Apakah persekutuan antara olahraga dan politik ini


berfungsi atau berdisfungsi?.

2 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
B. OLAHRAGA TIDAK BISA DILEPASKAN DARI POLITIK

Avery Brundige, ketua Olympiade Internasional, seperti yang dikutip Peter C


Mc Intosh menyatakan komentarnya terhadap enam Negara yang keluar dari
Olympiade Melbourne tahun 1956 sebagai protes terhadap konflik berdarah di
hongaria dan Suez, sebagai berikut : Mengacu pada keputusan Negara-negara ini
dapat ditunjukkan bahwa mereka tidak sadar terhadap salah satu dari prinsip-prinsip

penting kita, yaitu bahwa “olahraga itu sepenuhnya bebas dari politik.”

Namun komentar itu sepanjang waktu 30 tahun yakni sampai Olympiade


Seoul (1988) tidak pernah menjadi kenyataan. Setiap pertemuan olahraga
internasional akbar ini selalu diwarnai isu politik termasuk pada Olympiade Moscow
(1980) dan Olympiade Los Angels (1984).

Olahraga Indonesia sendiri dengan jelas menunjukkan bahwa ada hubungan nyata
olahraga pada masa-masa akhir colonial, olahraga dipergunakan alat untuk membina
nasionalisme yang berkembang dimasyarakat. Zaman perang kemerdekaan
dipergunakan untuk membina patriosme. Puncak keterlibatan politik terjadi pada
masa demokrasi terpimpin, yang sering juga disebut Orde Lama yaitu periode antara
1956-1965. sedangkan pada tahun-tahun awal perkembangan orde baru olahraga
lebih banyak berfungsi sebagai pembinaan integrasi bangsa, setelah dikotak-
kotakkan pada masa orde lama. Apakah dalam masa deregulasi ini, olahraga akan
lebih bebas dari politik masih harus ditunggu.

Nampaknya hubungan atau keterkaitan bahkan persekutuan antara


olahraga dan politik ini tidak bisa dihindarkan. Sebab bagaimanapun juga keduanya
itu merupakan unsure dan sistem kebudayaan, sebagaimana teori sistem unsure-
unsurnya tersebut saling berhubungan dan saling berketergantungan satu sama lain.
Masalahnya seberapa jauh ketergantungan itu dapat berfungsi satu sama lainnya.
Sebab keterhubungan tidak selamanya berfungsi positif, bisa terjadi sebaliknya.
Sehubungan dengan hal ini Peter Mc Intosh (1963) menyatakan bahwa
keterhubungan bisa berubah menjadi buruk, paling sedikit dengan dua cara, yaitu oleh
karena terlalu banyak interaksi dank arena merendahkan atau menurunkan nilai salah
satunya. Injeksi olahraga terlalu banyak kedalam politik akan mengurangi kegiatan
manusia yang serius itu menjadi kekanak-kanakan atau kegila-gilaan, sedangkan bila

3 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
politik dimasukkan ke olahraga dalam ukuran sangat besar akan merusakkan unsur
permainannya sehingga mengubah hakekat kewajaran olahraga itu sendiri. Lebih
lanjut dinyatakan korupsi dalam olahraga akan mengarahkan tekanan korupsi itu pada
tokoh politik nasional maupun lokal, yang akan memberikan pengaruh merugikan bagi
masyarakat. Bahaya lebih besar adalah tindak korupsi yang berbalik arah.

Salah satu karakteristik olahraga yang paling nyata adalah identifikasi individu
yang kuat terhadap kelompok klub, kota atau bahkan Negara, dan individu yang
bersangkutan merasa senang dengan proses identifikasi. Larutnya diri individu
kedalam kelompok itu tidak hanya terbatas pada peserta aktif tetapi juga meliputi
mereka yang menonton. Yang sama-sama menjadi anggota klub, lokasi geografik,
dan sesuku atau sebangsa dengan peserta aktif tersebut.

Adalah sangat mungkin karakteristik olahraga demikian itu menyebabkan


olahraga itu sering dimanfaatkan demi kepentingan politik. Hal ini nampak juga dalam
integrasi, persatuan dan kesatuan bangsa yang terbentuk karena prestasi
internasional yang tinggi dalam bulu tangkis khususnya pada masa perkembangan
orde baru.Indonesia bukan satu-satunya Negara yang memanfaatkan olahraga untuk
kepentinagn integrasi bangsa. Bangsa Amerika pun telah pula mengalaminya pada
akhir abad kesembilan belas yaitu memadukan para imigran yang berbeda agama,
bangsa, dan latar belakang politik.

Berkat karakteristik tersebut diatas masionalisme dapat berkembang melalui


pertandingan olahraga yang sederhana atau pun yang bersifat internasional.
Olahraga dapat dipergunakan sebagai arena ungkapan jatidiri bangsa atau
superioritas suatu sistem dan politik. Ungkapan tersebut tidak hanya melaui prestasi
olahraganya sendiri tetapi juga dapat melaui penyelenggaraan pertandingan olahraga
dengan prasarana dan sarana yang super modern. Demontrasi penggunaan
fasilitas,prasarana dan sarana. Olympiade semakin menjadi-jadi. Penyelenggaraan
yang baru cenderung melebihi penyelenggaraan terdahulu. Pertandingan olahraga
internasional ini kemudian menjadi pameran nasionalistik dan campur tangan politik.
Makna pertandingan internasiomal sebagai wahana untuk mendemonstrasikan
potensi fisik, nasional, dan ekonomi masih tidak lepas dari pemerintahan pelbagai
Negara dan bangsa. Banyak dana dan lembaga pemerintahan diciptakan untuk
memperoleh kemenangan dan medali, baik secara terselubung maupun secara

4 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
terbuka. Gejala tersebut nampak jelas dalam peristiwa Asian Games ke IV tahun 1962
yang diselenggarakan di Indonesia. Mary Hart (1972) menyebutkan peristiwa itu
sebagai berikut : “At the last moment however the Indonesian games committee and
the Indonesian government deliberately excluded from competion that teams of two
charter members of the Asian Games Federation whose governments are not
recognized by Indonesia thus stirred up an internasional controversy which after
almost stalling the games themelves, led to he decision by internasional sport bodies
that the event in Jakarta did qualify as the Fourth Asian Games at all but must be
regarded as merely another international competion, and climaxed in an Indonesian
riot at the Indian Embassy in Jakarta”.

Bentuk dari peritiwa yang digambarkan tersebut di atas itu menimbulkan


dampak yang lumayan menggetarkan suasana keolahragaan internasional. Secara
gambling, Hanna (1962) menggambarkan hal tersebut sebagai berikut :

“ They have also taken up suggestion which originated, at seems with the
Minister of sports and past president of the Asian Games Federation, who has
proposed the established of a new internasional game organization. The “emerging
nations,” the argument runs, should free themselves of the “domination” of western
“imprealist” sportmen who” discriminate” against Afro-Asians. They should form a new
sport association of Asian, African and Latin American nation which take account of
the “realisties” of the present world political situation”.

Gagasan pembentukan persatuan olahraga baru bagi Asia, Afrika, dan Latin
Amerika di Jakarta pada tahun 1963. pertemuan olahraga tersebut dinamai: “Games
Of The New Emerging Force” disingkat dengan GANEFO, suatu usaha atau upaya
politik Indonesia di dunia internasional melalui olahraga. Suatu gerak politik yang
nampaknya sia-sia, karena akibat dari penyelenggaraan pertemuan dari olahraga
tersebut Indonesia ditolak ikut serta dalam Olympic games ke XVIII 1962 di Tokyo.
Ganefo di Jakarta itu nyatanya tidak berdampak apa-apa terhadap gerakan olahraga
internasional. Sebaliknya malah I.O.C. mengadakan kontra gerakan berupa
pengucilan Indonesia dari dunia olahraga internasional.gerakan yang terhenti yang
sebenarnya bertentangan dengan slogan Ganefo yang dicanangkan yaitu “ Ever
Onward no Retreat” yang artinya “Maju terus pantang mundur”

5 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
Suatu konflik antara Negara lantaran olahraga pernah juga terjadi. Bahkan
konflik itu berubah menjadi perang, yang terkenal dengan perang sepak bola. Konflik
ini terjadi antara El Savador dan Honduras Negara-negara yang termasuk Amerika
Selatan. Peperangan antara kedua Negara itu disulut oleh kerusuhan setelah liga
pertandingan pada final regional tahun 1970. kerusuhan tersebut terjadi di perbatasan
kedua Negara tersebut dan menyebabkan putusnya hubungan diplomatic dan disusul
dengan beberapa serangan bom oleh kedua Negara tersebut.

Olahraga itu tidak hanya dapat menimbulkan konflik atau bahkan peperangan
antar dua Negara, tetapi juga dapat mendamaikan dua Negara yang saling
bermusuhan. “diplomasi pingpong” yaitu tin pimpong amerika Serikat yang dating atas
undangan pemain tennis meja R.R.C. dapat meningkatkan kontak diplomasi dalam
skala besar dan dapat memulihkan hubungan kedua Negara menjadi normal kembali.

Peristiwa tersebut diatas itu merupakan sample dari jumlah peristiwa serupa
yang banyak terjadi di lingkungan internasional atau interlokal. Dapat dinyatakan
kemudian bahwa olahraga tidak bisa dipisahkan dari kepentingan politik. Masalahnya
adalah bagaimana hubungan atau persekutuan yang tidak mengurangi derajat
keduanya dan kewajaran Azasinya.

C. MELIHAT OLIMPIADE DAN SEBAGAI PERISTIWA POLITIK

Tahun 1979 Uni Soviet melakukan serangan militer ke Afganistan.


Tindakan ini membuat marah Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter dan PM Inggris
Margaret Thatcher. Kedua petinggi negara adidaya itu kemudian menyatakan sikap
akan memboikot Olimpiade 1980 di Moskwa. Pada akhirnya atlet AS memang tidak
berpartisipasi di Olimpiade 1980, sedangkan atlet Inggris melalui debat sengit
akhirnya tetap berpartisipasi.

Dalam perkembangannya, bukan negara saja yang memanfaatkan


Olimpiade sebagai tempat untuk menyampaikan pesan politik. Pada Olimpiade 1968
di Meksiko, dua pelari AS berkulit hitam, Tommie Smith dan John Carlos—peraih
medali emas dan perunggu cabang atletik lari 200 meter—memanfaatkan upacara
pengalungan medali dengan menundukkan kepala sambil mengepalkan tangannya

6 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
yang menggunakan sarung tangan hitam ke atas sebagai tanda protes atas
dibatasinya hak-hak sipil kaum kulit hitam di AS.

Tragedi yang paling menyedihkan terjadi pada Olimpiade 1972 di


Muenchen, Jerman Barat. Sekitar delapan warga Palestina menyerang tempat
penginapan atlet Israel dan berhasil membunuh satu atlet dan menyandera sembilan
atlet lainnya. Mereka menuntut dibebaskannya 200 warga Palestina dari penjara
Israel. Gagal melakukan negosiasi, akhirnya tentara Jerman menyerang warga
Palestina yang berakibat tewasnya lima warga Palestina dan semua atlet Israel yang
disandera.

Mundur lebih jauh lagi, yaitu pada Olimpiade 1936 di Berlin. Olimpiade ini
dimanfaatkan oleh Hitler untuk menunjukkan kepada seluruh dunia betapa hebatnya
suku Arya di bidang olahraga. Sayangnya ada pelari berkulit hitam dari AS, Jesse
Owens, yang berhasil meraih empat emas dan membuat malu Hitler. Yang paling
berkesan bagi Owens adalah saat perlombaan lompat jauh. Pada dua lompatan
pertama dia dinyatakan diskualifikasi. Tiba-tiba atlet lompat jauh berkulit putih dari
Jerman, Luz Long, menghampiri Owens dan menasihatinya untuk melompat apa
adanya agar lolos ke final. Saran lawannya itu diterima oleh Owens dan pada babak
final secara menakjubkan dia berhasil kembali mempersembahkan medali emas bagi
kontingen AS.

Persahabatan kedua atlet berbeda warna kulit ini kemudian diabadikan


oleh Pemerintah Jerman dengan memberikan nama jalan Jesse Owens di kota Berlin
pada tahun 1984. Melarang pesan politik Khusus untuk Olimpiade 2008 di Beijing,
IOC memang sudah mengeluarkan memo khusus yang melarang para atlet
melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan pesan-pesan politik. Hal ini
sesuai dengan aturan pada Piagam Olimpiade Pasal 51.3. Meskipun demikian, harus
diakui bahwa peristiwa olahraga pada tingkat Olimpiade ataupun Piala Dunia Sepak
Bola tidak bisa lepas dari kepentingan politik. Setiap negara pasti berupaya
meningkatkan citranya, terutama dikaitkan dengan ketangguhan sumber daya
manusia, sistem politik, ataupun ekonomi.

7 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
Selengkapnya lihat tautan

https://nasional.kompas.com/read/2008/08/07/01453356/melihat.olimpiade.sebagai.
peristiwa.politik.dunia?page=all

Sejak awal, Olimpiade telah digunakan sebagai ajang untuk mempromosikan


ideologi politik. Nazi memanfaatkan Olimpiade Berlin 1936 sebagai propaganda untuk
menunjukkan pada dunia bahwa Partai Sosialis Nasionalis itu baik hati dan cinta
damai, meskipun pada kenyataannya mereka memanfaatkan Olimpiade untuk
menunjukkan superioritas bangsa Arya. Jerman dengan superioritas bangsa Arya-nya
memang menjadi negara yang paling sukses dalam Olimpiade Berlin 1936.

Namun patut dicatat, kemenangan paling gemilang pada saat itu justru diraih
oleh seorang atlet keturunan Afrika-Amerika bernama Jesse Owens, yang meraih 4
medali emas dan Ibolya Csák; seorang atlet Yahudi asal Hongaria.

Uni Soviet tidak berpartisipasi sampai Olimpiade Helsinki 1952. Sebaliknya,


sejak tahun tahun 1928, Soviet menyelenggarakan ajang olahraga internasional
sendiri bernama Spartakiad.

Selama masa-masa perang tahun 1920-an dan 1930-an, organisasi komunis


dan sosialis di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, berusaha menentang apa
yang mereka sebut sebagai "Olimpiade Borjuis" dengan menyelenggarakan ajang
tandingan bernama Olimpiade Pekerja.

Dalam Olimpiade Melbourne 1956, Uni Soviet berjaya dan muncul sebagai
negara adidaya baru dalam dunia olahraga. Uni Soviet memanfaatkan publisitas yang
muncul karena memenangkan Olimpiade dengan menyebarkan ideologi politiknya.
Beberapa atlet secara individu juga telah memanfaatkan Olimpiade untuk
mempromosikan agenda politik mereka.

Dalam Olimpiade Mexico City 1968, dua orang atlet atletik Amerika Serikat,
Tommie Smith dan John Carlos, yang memenangkan tempat pertama dan ketiga
dalam lari 200 meter, mengangkat tangan dan memberikan hormat yang diartikan
sebagai salam orang kulit hitam (black power salute) di atas podium kemenangan.
Runner-up saat itu, Peter Norman dari Australia mengenakan lencana bertuliskan
"Proyek Olimpiade untuk Hak Asasi Manusia" untuk menunjukkan dukungannya pada

8 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
Smith dan Carlos. Atas hal ini, Presiden IOC saat itu, Avery Brundage mengeluarkan
dan mencabut gelar juara mereka karena salam rasis dan berbau politik tidak
diperbolehkan dalam Olimpiade. Namun insiden ini mempunyai pengaruh kuat ke
media.

Pemerintah Iran mengambil langkah untuk menghindari segala macam bentuk


pertandingan dengan atlet asal Israel. Seorang atlet judo asal Iran, Arash Miresmaeli,
menolak untuk bertanding dengan atlet Israel dalam Olimpiade Athena 2004.
Walaupun kemudian ia di diskualifikasi karena kelebihan berat badan, Miresmaeli
malah dianugerahi hadiah uang sebesar $125.000 oleh pemerintah Iran, jumlah yang
dibayarkan kepada semua atlet peraih medali emas di Iran. Miresmaeli dibebaskan
dari tuduhan sengaja menghindari pertandingan oleh panitia namun tetap saja
penerimaan hadiah uang tersebut menimbulkan kecurigaan.

Selengkapnya lihat tautan


https://id.wikipedia.org/wiki/Olimpiade

Berikut Rangkuman Peristiwa Politik dalam Olimpade (Rekomendasi untuk di pelajari)


https://youtu.be/KdSYuQzLUAU

D. GANEFO: OLIMPIADE TANDINGAN YANG MENYATUKAN POLITIK DAN


OLAHRAGA

Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Games of the New


Emerging Forces (GANEFO), adalah suatu ajang olahraga yang didirikan mantan
presiden Indonesia, Soekarno, pada akhir tahun 1962 sebagai tandingan Olimpiade.
GANEFO menegaskan bahwa politik tidak bisa dipisahkan dengan olahraga.

9 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
Pada masa pemerintahan Bung Karno, Indonesia pernah membuat dunia
terkejut dalam bidang olahraga, yaitu dengan ketika diadakannya GANEFO (Games
of New Emerging Forces), yaitu semacam event olahraga akbar antar negara, seperti
olimpiade, namun yang membedakannya adalah pesertanya dari negara-negara
berkembang. Bung Karno sendiri juga yang menyatakan bahwa pelaksanaan
GANEFO ini untuk menandingi Olimpiade. GANEFO ini dibentuk setelah pada Asian
Games sebelumnya di Jakarta tahun 1962, Bung Karno tidak mengijinkan Israel dan
Taiwan ikut serta dalam acara tersebut karena alasan politik. Indonesia akhirnya
diskors IOC (komite olimpiade) dan memutuskan keluar dari IOC.

Motto dalam GANEFO ini adalah (Onward! No Retreat) “Maju Terus Jangan
Mundur”. GANEFO sendiri pertama dilangsungkan di Jakarta, 10 November 1963, dan
diikuti oleh 2000 atlet dari 51 negara di Asia, Africa, Amerika Latin, dan Eropa.
Penyelenggaraan GANEFO ini diboikot negara-negara barat, meski begitu tetap
berlangsung. IOC juga memberi peringatan kepada atlet-atlet yang ikut GANEFO,
bahwa mereka yang ikut GANEFO dilarang untuk ikut olimpiade.

GANEFO II (1966). Pada awalnya GANEFO II akan dilaksanakan di Kairo


mesir, 1967. Namun karena pertimbangan politik tertentu, akhirnya pelaksanaannya
dipindahkan ke Phnom Penh, Kamboja pada 25 November-6 Desember 1966.
GANEFO tersebut diikuti Sekitar 2.000 atlet dari 17 negara (China, Indonesia, Irak,
Jepang, Kamboja, Korea Utara, Laos, Lebanon, Mongolia, Nepal, Pakistan, Palestina,
Singapura, Sri Lanka, Suriah, Vietnam Utara, dan Yaman).

GANEFO III awalnya direncanakan akan diadakan di Beijing, China. Namun


Beijing membatalkan niatnya dan diserahkan ke Pyongyang, Korea Utara. Tetapi
GANEFO III tidak pernah diadakan dan pada akhirnya GANEFO bubar. hingga
sekarang.

10 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
Selengkapnya lihat Tautan:
https://tirto.id/olimpiade-tandingan-yang-menyatukan-politik-dan-olahraga-cza5

E. BOIKOT OLAHRAGA DAN POLITIK


▪ Pada Olimpiade London 1908, Irlandia memboikot negaranya sendiri, Britania
Raya, setelah Britania Raya menolak memberikan kemerdekaan pada Irlandia

▪ Irlandia juga memboikot Olimpiade Berlin 1936 karena IOC membatasi tim
yang boleh berpartisipasi hanya dari Negara Bebas Irlandia, bukannya dari
Kepulauan Irlandia.

▪ Ada tiga peristiwa pemboikotan dalam Olimpiade Melbourne 1956; Belanda


dan Spanyol menolak berpartisipasi karena keterlibatan Uni Soviet dalam
Revolusi Hongaria, Kamboja, Mesir, Irak dan Lebanon memboikot Olimpiade
Melbourne karena Krisis Suez, sedangkan Cina (Republik Rakyat Tiongkok)
juga ikut-ikutan memboikot karena keikutsertaan Taiwan (Republik Tiongkok)
dalam Olimpiade.

▪ Pada Olimpiade Tokyo 1964, Indonesia dan Korea Utara mencabut diri dari
Olimpiade, setelah beberapa atlet mereka di diskualifikasi karena mengikuti
Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang (GANEFO) di Jakarta. Pada
waktu itu, GANEFO dianggap sebagai pertandingan saingan Olimpiade.

▪ Pada Olimpiade München 1972 dan Olimpiade Montreal 1976, sebagian besar
negara Afrika mengancam untuk memboikot Olimpiade sebelum IOC melarang
Afrika Selatan dan Rhodesia untuk berpartisipasi karena rezim Apartheid
mereka. Selandia Baru juga salah satu alasan pemboikotan Afrika, sebab tim
nasional rugbi mereka yang telah bertandang ke Afrika Selatan untuk
bertanding juga diperbolehkan ikut Olimpiade. IOC mengakui kasus yang
pertama, namun menolak melarang Selandia Baru dengan alasan bahwa rugbi
bukanlah bagian dari olahraga Olimpiade. Memenuhi ancaman mereka, dua
puluh negara Afrika beserta Guyana dan Irak mengundurkan diri dari Olimpiade
Montreal 1976 setelah beberapa atlet mereka berlaga dalam pertandingan.

▪ Taiwan juga memutuskan untuk memboikot Olimpiade Montreal karena RRT


mengintimidasi panitia untuk melarang Taiwan berkompetisi menggunakan

11 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
nama, bendera dan lagu kebangsaan Republik Tiongkok. Taiwan tidak
berpartisipasi lagi sampai Olimpiade Los Angeles 1984, di mana saat itu
mereka berlaga di bawah nama Cina Taipei serta menggunakan bendera dan
lagu kebangsaan yang baru.

▪ Pada tahun 1980 dan 1984, negara-negara penentang Perang Dingin


memboikot Olimpiade di Moskwa dan Los Angeles. Enam puluh lima negara
menolak untuk berpartisipasi dalam Olimpiade Moskwa 1980 karena invasi
Soviet ke Afghanistan. Pemboikotan ini mengurangi jumlah negara yang
berpartisipasi menjadi 81 negara, jumlah terendah sejak tahun 1956. Amerika
Serikat juga mengancam akan memboikot Olimpiade di Moskwa jika pasukan
Soviet tidak segera mundur dari Afghanistan, dan boikot tersebut akhirnya
terjadi pada tanggal 21 Maret 1980. Empat tahun kemudian, Uni Soviet dan
negara-negara Blok Timur (kecuali Rumania) juga memboikot balik Olimpiade
Los Angeles 1984, dengan alasan bahwa mereka tidak bisa menjamin
keselamatan atlet mereka. Tanggal 8 Mei 1984, Uni Soviet mengeluarkan
pernyataan pemboikotan yang berisi bahwa pemboikotan disebabkan oleh
sentimen "anti-Soviet" yang muncul di AS pada saat itu. Negara-negara Blok
Timur yang memboikot Olimpiade Los Angeles kemudian menggelar
pertandingan mereka sendiri yang bernama Pertandingan Persahabatan pada
bulan Juli dan Agustus 1984.

▪ Beberapa ancaman pemboikotan juga terjadi dalam Olimpiade Beijing 2008


sebagai protes terhadap catatan Hak Asasi Manusia Cina mengenai kekerasan
yang dilakukan oleh pemerintah RRT terhadap etnis Tibet, meskipun pada
akhirnya tidak satupun negara yang melakukan pemboikotan dalam Olimpiade
Beijing 2008.

▪ Pada bulan Agustus 2008, pemerintah Georgia menyatakan boikot terhadap


Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014 di Rusia sebagai bentuk protes atas
keterlibatan Rusia dalam Perang Ossetia Selatan tahun 2008.

▪ Pada bulan Februari 2011, Iran mengancam akan memboikot Olimpiade


London 2012 karena tampilan logo London 2012 yang tampak mengeja kata
"Zion".Iran mengirimkan keluhannya kepada Komite Olimpiade Internasional,

12 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021
sambil menyatakan logo ini "rasis" dan meminta logo tersebut ditarik dan
desainernya "dikecam". IOC "diam-diam" menolak permintaan tersebut, dan
Iran pada akhirnya mengumumkan bahwa mereka tidak jadi memboikot ajang
tersebut.

Selengkapnya lihat tautan


https://id.wikipedia.org/wiki/Olimpiade

13 Olahraga dan Politik, Bagian 1 – Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Asep Suharta FIK UNIMED 2021

Anda mungkin juga menyukai