Anda di halaman 1dari 2

Markus 4:1-20

Perumpamaan Yesus tentang penabur yang menuai di ladang yang berbeda-beda ini selalu
menarik buat saya. Ketika menyiapkan diri untuk menyampaikan firman ini saya menemukan
sebuah rahasia yang baru lagi, dan itu membuat saya menjadi sangat bersemangat hari ini.

Dulu saya suka memahami empat jenis ladang ini sebagai empat macam sikap manusia
terhadap firman Tuhan. Ada orang yang menolak dan tidak tertarik sama sekali, seperti tanah
yang di pinggir jalan itu. Kemudian ada orang yang bersikap seperti tanah yang berbatu-batu,
seperti tanah yang dipenuhi semak duri, dan seperti tanah yang subur. Akan tetapi, saya sadar
bahwa pemahaman itu sudah sangat umum dan lama kelamaan menjadi seperti hafalan untuk
anak-anak sekolah minggu saja.

Hari ini saya menemukan beberapa hal menarik dari perumpamaan ini, yang kemungkinan
besar seringkali kita lewatkan. Mengenai tanah yang di pinggir jalan saya tidak akan
membahasnya, karena saya percaya semua yang hadir di sini memiliki sikap hati yang
sekurang-kurangnya masih mau datang beribadah setiap hari minggu, dan itu membuat saya
optimis bahwa saya sekarang tidak sedang menabur di pinggir jalan.

 Hari ini saya mengajak kita untuk memulai dari tanah yang berbatu-batu. Seorang penabur
menaburkan benihnya di tanah yang berbatu-batu. Kemudian keesokan harinya, setelah
matahari terbit, benih yang tumbuh itu langsung menjadi layu dan kering karena tidak berakar.
Yesus menjelaskan bahwa orang-orang yang mendengar firman dan segera menerimanya
dengan gembira, namun mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja, ketika matahari, yang
adalah penindasan dan penganiayaan itu datang, mereka segera meninggalkan Tuhan.

Tanah yang berbatu-batu adalah tanah yang tipis, sehingga menyulitkan bagi tumbuhan untuk
berakar dengan dalam. Oleh karena itu untuk menanam di tanah yang seperti ini diperlukan
usaha yang lebih banyak untuk menggali dan menyingkirkan batu-batu yang ada. Akan tetapi,
ada satu hal yang menarik juga, yaitu sebuah tanaman tidak bisa bertumbuh dengan sehat dan
menghasilkan buah jika tidak mendapat sinar matahari yang cukup. Sinar matahari adalah
unsur yang krusial bagi setiap tanaman untuk hidup dan berbuah.

Yesus mengatakan bahwa sinar matahari itu adalah penganiayaan dan penindasan. Apa
artinya? Penganiayaan dan penindasan membuat orang meninggalkan Tuhan. Itu benar. Akan
tetapi, itu bukan berarti kita harus menghindari penganiayaan dan penindasan. Malah
sebaliknya, seperti tanaman tidak bisa hidup tanpa matahari, tanpa penganiayaan dan
penindasan, kita tidak bisa bertumbuh dengan sehat dan menghasilkan buah. Wow!

Faktor yang menyebabkan orang meninggalkan Tuhan bukanlah penganiayaan dan


penindasan itu, tetapi “tanah yang tipis” tadi. saya melihat banyak yang bertumbuh dengan
pesat dan indah sekali. Akan tetapi, pertumbuhan itu biasanya akan mengalami gangguan
ketika mereka tersebut mulai mendapati cobaan yang berat. Semua pertumbuhan yang pesat
dan indah itu, kadang menguap begitu saja.

Dimanakah letak persoalannya? Letak persoalannya adalah “tanah yang tipis” itu. Rasul Paulus
menasehati jemaat di Kolose: “Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas
Dia.” (Kolose 2:7). Agar matahari aniaya dan penindasan tidak membuat kita menjadi layu dan
kering, kita harus bekerja keras untuk menggali ladang hati kita, dan membersihkannya dari
batu-batu yang mendangkalkan kita. Batu-batu itu bisa berupa ketidakpercayaan, bisa pula
berupa kemunafikan kita.

Tanah yang kedua adalah tanah yang dihimpit oleh semak duri. Benih yang jatuh di tanah yang
seperti ini, tidak bisa hidup dengan baik, bahkan akhirnya mati lemas, tercekik oleh semak dan
duri yang tumbuh subur mengelilinginya. Saya terkejut sekali ketika membaca penjelasan
Yesus tentang hal ini, semak duri itu adalah kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan
keinginan-keinginan akan hal yang lain.

Tujuan benih ditaburkan adalah agar menghasilkan buah. Yesus bahkan pernah mengutuk
sebuah pohon ara yang berdaun lebat namun tidak menghasilkan buah sedikitpun. Tujuan
pertemuan dengan Allah dalam Kristus Yesus adalah menghasilkan buah. Di Roma 8:29
tertulis: “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari
semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi
yang sulung di antara banyak saudara.”

Menghasilkan buah menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, itulah tujuan hidup kita di
dalam Allah. Itu adalah kehendak Allah bagi kita juga. Akan tetapi, betapa banyaknya orang-
orang yang bertemu dengan Allah kemudian terkecoh oleh tujuan-tujuan lain yang ditawarkan
dunia. Soal-soal penghidupan, materi dan uang seringkali menjadi tujuan yang mengalahkan
tujuan Allah bagi kita.

Allah menghendaki setiap kita terus bertumbuh sampai menghasilkan buah, seperti tanah yang
subur yang menghasilkan buah seratus kali lipat. Efesus 4:13-15 mencatat: “13 sampai kita
semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,
kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, 14
sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin
pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, 15
tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam
segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.”

Hari ini marilah kita memeriksa sekali lagi tanah hati kita masing-masing. Allah yang maha baik
telah menyatakan diri kepada kita melalui Kristus Yesus. Benih itu telah ditaburkan. Mari kita
memeriksa sekali lagi, dan mulai membersihkan tanah kita, dari batu-batu, semak dan duri,
yang bisa menghalangi pertumbuhan benih itu. Mari lakukan bukan yang lain tetapi hal ini saja,
karena tujuan keberadaan kita adalah bertumbuh, dan menghasilkan buah. Bila kita tidak
bertumbuh, kita akan mati dan binasa.

Tuhan tolonglah kami.

Anda mungkin juga menyukai