Anda di halaman 1dari 2

GREEN LEADERSHIP INDONESIA

Kapitalisme Krisis Iklim dan Konservasi


Andika Abdullah
Ekspansi kekayaan melalui kebebasan perilaku manusia dalam eksplorasi dan eksploitasi
sumberdaya alam secara berlebihan atau KAPITALISME sumber daya alam, rupanya masih
menjadi sistem yang banyak digunakan. Campaign gaya hidup modern yang justru menjadi
gaya hidup konsumtif, seakan-akan menjadi pasar baru bagi para kapitalis untuk meraup
keuntungan yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan hidup dan bahkan
menyumbang kontribusi karbon dunia.
“Alam tidak sedang sekarat. Dia sedang dibunuh. Dan orang yang membunuhnya
memiliki nama dan alamat,” kata seorang penyanyi folk Amerika bernama Utah Phillips.
Dialah para kapitalis yang berperan dalam ketidakadilan ekologis yang menyebabkan KRISIS
IKLIM. Pendanaan iklim melalui mitra negara maju sebagai game changer aksi mitigasi dan
adaptasi juga belum menemui titik temu, bahkan hingga COP 27 lalu, kesepakatan terkait
pendanaan negara maju sebesar USD100 bagi negara miskin dan berkembang tak kunjung
tercapai.
KRISIS IKLIM sudah berada didepan mata, ancaman yang begitu besar bagi eksistensi
manusia, perekonomian, sosial, ketahanan pangan, serta sektor esensial lainnya. Lembaga
riset Swiss tahun 2021 memberikan gambaran kerugian besar pada sektor ekonomi, yaitu
kehilangan mencapai lebih dari 10% dari total nilai ekonominya, apabila Kesepakatan Paris
tidak terpenuhi. Dampak KRISIS IKLIM berupa bencana hidrometeorologi seperti banjir,
tanah longsor, kebarakaran lahan hingga kekeringan sudah terjadi dan terasa di Indonesia.
Selain itu, suhu ekstrim memicu es di kutub mencair yang berdampak pada kenaikan
permukaan laut. Hal ini tentu sangat berbahaya karena secara geofrafis Indonesia
merupakan negara kepulauan yang rentan tenggelam karena kenaikan permukaan laut.
Paralel dari dampak-dampak tersebut, aset keanekaragaman hayati di Indonesia juga perlu
diperhatikan eksistensinya.
Mengingat begitu besarnya dampak krisis iklim, perlu adanya transformasi dan perubahan
sosial yang radikal dan sistematis baik dari kebijakan, regulasi, gaya hidup dan komitmen
global untuk mengembalikan daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagaimana
mestinya. KONSERVASI memiliki arti yang sangat luas, yang dapat diterapkan untuk
menghentikan atau mengurangi laju keruasakan lingkungan. Penerapan strategic necessity
melalui transformasi energi dan hijau merupakan contoh yang bisa diterapkan. Penggunaan
energi baru terbarukan dapat mengurangi konsumsi energi fosil yang banyak menyumbang
karbon ke atmosfer. Selain itu, KONSERVASI peraian juga bisa menjadi opsi mitigasi
perubahan iklim, mengingat luasnya Kawasan perairan di Indonesia. Pemerintah Indonesia
hingga akhir Desember 2019 telah memiliki kawasan konservasi perairan seluas 23,14 Juta
Hektar atau sekitar 7,12% dari luas perairan yang dimiliki. Kementerian Kelautan dan
Perikanan menargetkan terbentuknya kawasan konservasi perairan baru seluas 9,36 Juta
Hektar pada tahun 2030 sehingga dapat mencapai target 10% dari SDGs 14.5.
Clossing state mean. Gaya hidup kapitalisme seharusnya membagi batasan dalam
pengelolaan lingkungan hidup, memperhatikan pada segi pelestarian lingkungan
(konservasi) dan keadilan sosial lingkungan manusia. Segala sesuatu yang berhubungan
dengan kondisi fisiknya berupa tanah, air, juga biodiversity alami terkandung di dalamnya
tetap dipastikan ekosistem alami setelah pengelolaan itu. Kemudian ekonomi kerakyatan
harus sejalan dengan kemampuan dan keinginan karyawan, namun tidak mengabaikan
pemberdayaan masyarakat sekeliling tempat (Komoditi Development).

Anda mungkin juga menyukai