Anda di halaman 1dari 4

Slide 1

Jadi kali ini saya akan menjelaskan mengenai intergroup behaviour

Nah, apasih intergroup behaviour itu?

Jadi, konflik antar negara, konfrontasi politik, revolusi, hubungan antar etnis, negosiasi antar
perusahaan, dan olahraga antar tim yang kompetitif itu termasuk contoh perilaku antar
kelompok atau intergroup behavior.

Definisi awal dari intergroup behavior sendiri adalah.

Setiap perilaku yang melibatkan interaksi antara perwakilan dari dua atau lebih kelompok
sosial yang terpisah.

Sedangkan, definisi yang lebih luas, dan mungkin lebih akurat untuk intergroup behavior
adalah

Setiap persepsi, kognisi atau perilaku yang dipengaruhi oleh pengakuan seseorang bahwa diri
mereka dan orang lain adalah anggota kelompok sosial yang berbeda.

Dalam intergroup behavior, di mana ada ingroup, pasti akan ada juga outgroup atau orang-
orang yang berada diluar kelompok.

Jadi hampir selalu ada konteks antar kelompok, atau ingroup-outgroup, untuk semua hal yang
terjadi dalam kelompok.

Slide 2

Selanjutnya adalah, Relative Deprivation and Social Unrest

Berkowitz berpendapat bahwa subjective frustration adalah salah satu dari serangkaian
peristiwa permusuhan yang akan menghasilkan dorongan untuk menyerang.

Ia juga mengatakan bahwa ekspresi agresi diperkuat oleh asosiasi agresif (misalnya kayak
isyarat situasional, asosiasi masa lalu).

Nah, berkowitz (1972a) menggunakan analisis ini untuk menjelaskan agresi antarkelompok
kolektif, khususnya kerusuhan.

Salah satu contoh yang paling terkenal adalah, kerusuhan yang terjadi selama periode cuaca
panas yang panjang di Amerika Serikat.

Cuaca panas bisa menjadi “aversive event” atau event yang tidak menyenangkan yang
memfasilitasi agresi individu dan kolektif.

Berkowitz berpendapat bahwa di bawah kondisi relative deprivation, orang-orang akan


merasa frustrasi.
Panasnya cuaca musim saat kemarau yang panjang di Amerika, memperkuat rasa frustrasi
(terutama di lingkungan yang miskin dan penuh sesak) dan meningkatkan tindakan agresi
individu.

Hal ini dapat diperburuk oleh kehadiran serangan agresif (stimulus pemicu) seperti polisi
bersenjata.

Agresi yang semula bersifat individu meluas dan kemudian diubah menjadi kolektif melalui
proses social facilitation di mana kehadiran fisik orang lain memfasilitasi pola perilaku
dominan (dalam hal ini, agresi).

Slide 3

Relative Deprivation

Relative deprivation adalah perasaan dimana seseorang merasa kurang dari apa yang
seharusnya berhak ia miliki.

Konsep ini diperkenalkan oleh seorang sosiolog bernama Sam Stouffer dan dikembangkan
secara lebih formal dalam konteks konflik antarkelompok dan agresi oleh sosiolog lain yaitu,
James Davis (1959).

Secara umum, relative deprivation mengacu pada perbedaan yang dirasakan antara aktualitas
('what is') dan harapan atau hak ('what ought to be').

Dalam bentuknya yang paling sederhana, relative deprivation berasal dari perbandingan
antara pengalaman kita dan harapan kita (Gurr, 1970).

Sosiolog Inggris Gary Runciman (1966) telah membuat perbedaan penting antara dua bentuk
deprivasi relatif:

1. Egoistic relative deprivation, yang berasal dari perbandingan individu terhadap


individu lain yang serupa di dalam kelompoknya.

2. Fraternalistic relative deprivation, yang berasal dari perbandingan dengan orang lain
yang merupakan anggota kelompok lain.

Riset menunjukkan bahwa fraternalistik lebih sering dikaitkan dengan kerusuhan sosial
dibandingkan dengan egoistik. Riset

Jadi Reeve Vanneman dan Tom Pettigrew (1972) melakukan survei di kota-kota besar di
Dalam sebuah studi tentang pengangguran di Australia, Iain Walker dan Leon Mann (1987)
menemukan bahwa pada prinsipnya mereka yang mengalami fraternalistic deprivation
merupakan kelompok orang yang paling siap untuk merenungkan protes, seperti demonstrasi,
pelanggaran hukum, dan penghancuran properti pribadi. Mereka yang merasa dirampas
secara egois melaporkan gejala-gejala stres pribadi.

Studi-studi ini menunjukkan bahwa fraternalistic deprivation dan egoistic deprivation


menghasilkan outcome yang berbeda. 
Meskipun fraternalistic relative deprivation selalu dikaitkan dengan competitive intergroup
behaviour atau social protest, ada 4 faktor yang perlu di pertimbangkan.

Pertama, agar kondisi fraternalistic relative deprivation memiliki dampak yang cukup agar
seseorang mengambil tindakan, individu mungkin perlu memiliki hubungan yang kuat
dengan kelompoknya.

Kedua, kelompok yang mengalami relative deprivation akan melakukan perilaku kolektif jika
hal tersebut adalah cara yang praktis dan layak untuk membawa perubahan sosial.

Ketiga, relative deprivation didasari pada persepsi ketidakadilan.

Yang terakhir, karena fraternalistic relative deprivation bergantung pada perbandingan


ingroup-outgroup tertentu, penting untuk dapat memprediksi dengan siapa kita akan
membandingkan diri kita sendiri.

Slide 4

Social Protest and Collective Action

Kerusahan sosial yang terkait dengan relative deprivation membenarkan protes sosial sebagai
cara untuk mencapai perubahan sosial.

Sebagai studi tentang bagaimana ketidakpuasan atau keluhan individu diubah menjadi aksi
kolektif, studi tentang protes ini memiliki pertanyaan utama: bagaimana dan mengapa
simpatisan dimobilisasi sebagai aktivis atau peserta?

Bert Klandermans (1997) berpendapat bahwa ini melibatkan hubungan antara sikap dan
perilaku individu.

Simpatisan, menurut definisi, memiliki sikap simpatik terhadap suatu masalah, namun sikap
ini tidak secara otomatis ditransmisikan sebagai sebuah perilaku.

Sedangkan, partisipan merupakan sebuah dilema sosial yang melakukan protes untuk
kebaikan sosial (misalnya kesetaraan) atau melawan social illness (misalnya polusi).

Pada kasus partisipan, keberhasilan akan menguntungkan semua orang, tetapi kegagalan akan
merugikan diri mereka sendiri.

Contohnya kayak demo mahasiswa untuk mengesahkan ruu pks. Nah rancangan undang-
undang ini kan kalo disahkan bisa menguntungkan seluruh lapisan masyarakat apalagi orang
yang sedang mengalami kekerasan seksual, orang yang pernah mengalami kekerasan seksual,
atau orang yang akan mengalami kekerasan seksual. Tapi kalo demo ini nggak berhasil, terus
mahasiswanya udah nyampe di gedung dpr tapi gaada feedback apapun dari orang yang
bersangkutan dan malah terlibat kericuhan sama angkatan bersenjata, itu tuh hanya akan
merugikan partisipan atau individu itu sendiri. Misalnya kayak, di hilangkan atau diculik,
disakiti secara fisik kek dipukuli angkatan bersenjata atau di todong senjata, dan dilempari
gas air mata. Kan kerugiannya yang nanggung dirinya sendiri.

Makanya orang-orang tu lebih cenderung jadi free rider karena kalo cuma jadi simpatisan
doang, kan kita berarti ikut jadi peserta demo dengan cara bersimpati terhadap keadaan pada
saat itu, jadi kalo berhasil perubahannya, hasilnya tu bisa menguntungkan kita. Tapi kalo aksi
nya gak berhasil, kita gak dapat impact apa-apa.

Nah Klandermans ini dalam penelitiannya, menjelaskan empat langkah dalam social
movement participation:

1. Menjadi bagian dari potensi mobilisasi atau pergerakan.

Faktor paling penting dalam mobilisasi adalah fraternalistic relative deprivation atau
merasakan relatif kekurangan sebagai sebuah kelompok. Orientasi us versus them
yang menargetkan out group sebagai orang yang bertanggung jawab atas penderitaan
kita serta keyakinan bahwa aksi kolektif akan membawa perubahan juga penting
dalam konteks ini.

2. Menjadi target mobilisasi.

Menjadi seorang simpatisan saja tidak cukup. Orang-orang juga harus tahu apa yang
bisa mereka lakukan dan apa yang sedang di lakukan dalam ruang lingkup
masyarakat, pada tahap ini media dan jaringan komunikasi informal diperlukan (Info
soal demo, aksi duduk)

3. Mengembangkan motivasi untuk berpartisipasi.

Menjadi simpatisan dan mengetahui apa yang sedang terjadi tidaklah cukup, orang-
orang juga harus termotivasi untuk berpartisipasi. Motivasi bisa muncul dari apa yang
akan muncul sebagai hasil protes dan sejauh mana protes tersebut akan menghasilkan
sesuatu.

4. Mengatasi hambatan untuk berpartisipasi.

Motivasi tidak dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan apabila ada hambatan yang
tidak dapat diatasi misalnya tidak adanya transportasi untuk datang ke tempat demo
atau demo disaat keadaan tubuh kurang sehat. Akan tetapi, hambatan-hambatan
tersebut akan lebih mungkin diatasi jika motivasinya sangat tinggi.

Anda mungkin juga menyukai