Anda di halaman 1dari 39

PERILAKU KOLEKTIF

NANA INDRIATI, S.Sos.,M.Pd

PERILAKU KOLEKTIF

Sering dikaitkan dengan bahasan: kerumunan,


mobs (kerumunan dgn maksud jahat), manias,
penyerbuan, kepanikan, kekacauan, opini
publik, propaganda, tren pakaian, gerakan
sosial, revolusi, dan reformasi.
Secara sederhana, aktifitas kelompok dapat
diartikan sebagai perilaku kolektif.
Aktifitas kelompok diartikan sebagai tindakan
individu-individu yang bertindak secara
serentak bersamaan, pembagian tugas,
serentak bersamaan dengan nilai masingmasing individu.

Perilaku Kolektif

Secara sederhana diartikan sebagai


bagian dari sosial reaksi yang berbentuk
lingkaran reaksi.
Dimulai dengan adanya intersimulasi
pada seorang individu, yang kemudian
menjadi stimulus bagi individu lainnya
dan sebagai gambaran terhadap
penguatan stimulus tersebut.

Tipologi Perilaku Kerumunan (Blumer)

Casual Crowd,
kerumunan hanya sepintas lalu (temporer),
hanya secara sepintas memberikan
perhatian kepada sesuatu
contoh: kerumunan orang melihat ada
kecelakaan
Conventional crowd,
berada di suatu tempat untuk suatu tujuan
sesuai dengan aturan yang berlaku
contoh: antrian tiket kendaraan umum

Tipologi

Expressive Crowd,
merupakan kerumunan konvensional yang
berubah sifatnya menyampaikan luapan
perasaannya, suatu tampilan yang tidak biasa
dilakukan di tempat lain.
contoh: teriakan penonton sepak bola, yel-yel
kemapanye
Acting Crowd
Sekumpulan orang yang memusatkan
perhatian pada suatu hal yang merangsang
kemarahan mereka dan diluapkan dalam
tindakan.
Contoh: perkelahian massa (tawuran)

Faktor Penyebab Perilaku Kerumunan

Teori Contagion

Ditandai:
Kebersamaan dengan orang banyak
(tidak saling mengenal satu dengan
lainnya)
Adanya penularan (contagion)
Suggestability (massa mudah
dipengaruhi, mudah percaya, atau
mudah taat)

Faktor penyebab perilaku kerumunan

Teori Convergen
Kerumunan muncul dari sejumlah orang
yang memiliki dorongan, maksud, dan
kebutuhan yang serupa

Gerakan Sosial

Adanya kepentingan atau tujuan


bersama,
Tujuan jangka panjang,
Penggunaan cara-cara di luar institusi
yang ada

Tipologi Gerakan Sosial (Aberle)

Alternative Movement, bertujuan merubah


sebagian perilaku (perorangan).
Contoh: Kampanye anti rokok
Redemptive movement, bertujuan hendak
merubah secara menyeluruh pada perilaku
perorangan.
Contoh: gerakan keagamaan
Transformative Movement, ingin merubah
masyarakat secara menyeluruh
Reformative Movement, merubah mayarakat
dalam segi-segi tertentu
contoh: gerakan massa (penggulingan) terhadap
presiden di Filipina

Penyebab gerakan sosial:

Deprivasi ekonomi dan sosial


(kehilangan, penderitaan, kekurangan).
Deprivasi relatif, adanya kesenjangan
antara harapan dengan kenyataan

Kekerasan Kolektif

Kekerasan Kolektif Primitif, dilakukan oleh


sekelompok individu, tidak bersifat politik,
dan terbatas hanya pada komunitas lokal.
Kekerasan Kolektif Reaksioner, merupakan
protes atau perlawanan terhadap sistem
dalam kekerasan massal sebagai reaksi
terhadap penguasa.
Kekerasan Kolektif Modern, merupakan
kekerasan yang diorganisasi untuk tujuan
politik dan ekonomi
contoh: pemogokan buruh

Faktor-faktor yang menimbulkan


perilaku kolektif:

Ketegangan struktural,
Penyebarluasan (isu) yang
mempengaruhi kepercayaan umum
Adanya pencetus
Mobilisasi
Bekerjanya pengendalian sosial

GERAKAN SOSIAL
Dalam buku-buku konvensional tentang
gerakan sosial, umumnya lebih banyak
menjelaskan
aksi-aksi
gerakan
sosial
dengan
cara
kekerasan
(warring
movement). Sementara dalam aksi gerakan
sosial baru secara damai
(new peaceful
movement) hal ihwal tentang gerakangerakan sosial dengan cara kekerasan
nyaris tidak pernah -atau setidaknya sangat
jarang- diperhatikan (Tarrow, 1998).

Gerakan sosial dengan kekerasan


(warring movement) dinilai sebagai
gerakan
yang
tidak
terinstitusionalisasi, dilakukan secara
spontan dan emosional sehingga
tidak terkontrol. Oleh karena itu,
fenomena gerakan sosial dengan
kekerasan model ini, menurut Tarrow
(1998) tidak cukup hanya dijelaskan
dengan model teori-teori gerakan
sosial
konvensional
sebagaimana
banyak dikemukakan Scott, Migdal
dan Popkin.

Tarrow kemudian menyarankan tentang pentingnya


memperhatikan faktor lokalitas. Artinya, meski
secara makro boleh jadi ada kesamaan pola
gerakan sosial, namun kekhasan lokalitas perlu
dipertimbangkan dalam menganalisis fenomena
terjadinya gerakan sosial petani. Faktor lokalitas
ini, dalam konsep Routledge (1993: xv-xvii)
disebut dengan geographical of place.
Hasil penelitian Routledge menunjukkan
bagaimana geographical of place (di mana gerakan
muncul, mengapa terjadi dan bagaimana gerakan
dilakukan) merupakan perspektif penting yang
perlu diperhatikan dalam memahami agensi
gerakan sosial (social movement agency).

Routledge menunjukkan bagaimana


elemen-elemen rakyat local (suatu
setting dimana interaksi sosial terjadi
setiap hari), location (dimana situasi
sosial, politik dan ekonomi beroperasi di
dalam geographical area, local), dan
sense of place (struktur perasaan lokal),
local structure of feeling dibentuk oleh
dan dalam kehidupan di suatu tempat
memperlihatkan konteks dimana
struktur sosial dan relasi sosial saling
mempengaruhi (intersection) telah
mendorong munculnya relasi kekuasaan,
dominasi dan resistensi.

Gerakan sosial adalah gerakan suatu


organisasi atau kelompok orang yang
bermaksud mengadakan perubahan
terhadap struktur sosial yang ada.
Studi gerakan sosial berkaitan dengan
disiplin sosiologi dan psikologi sosial baik
dari alasan makro mikro. (Cook, etlall,
1995). Kaitan erat antara fenomena
gerakan sosial dengan psikologi sosial
tampak pertama kali dari publikasi
Gustave Lebon dengan bukunya berjudul
The Crowd. Publikasi buku ini berdampak
luas pada maraknya penelitian perilaku
kolektif tahun 1950-an.

Menurut Cook, etl all (1995) banyak


terbitan
psikologi
tentang
perilaku
kolektif dan gerakan sosial dari sudut
psikologi sosial seperti Freud dalam buku
Group Psychology and the Analysis of the
Ego (1921); Allport, dalam buku Social
Psychology (1924); Dollard, et.all, dengan
buku Frustation and Aggression (1939);
Adorno, et. All, dalam buku Millard and
the Authoritarian Personality (1950).

Cook (1995) : gerakan sosial mencakup


beberapa konsep, yaitu berorientasi
perubahan (change oroented goals),
tingkat organisasi (some degree of
organization), tingkat kontinyuitas yang
sifatnya temporal (degree of temproral
continuity), dan aksi kolektif di luar
lembaga (aksi jalanan) dan di dalam
lembaga/lobi
politik
(some
extrainstitutional and institutional).
DiRanso (1990) : gerakan sosial ad.
perilaku
dari
sebagian
anggota
masyarakat untuk mengoreksi kondisi
yang banyak menimbulkan masalah atau
tidak menentu serta untuk menciptakan
kehidupan baru yang lebih baik.

Tock (Kuppuswamy, 1979) : sebagai usaha


sejumlah individu yang secara kolektif
bertujuan menyelesaikan persoalan yang
muncul dalam masyarakat. Searah dengan
itu, Blummer, (Allen, et. All, 1980) :
gerakan sosial sebagai kegiatan kolektif
untuk memunculkan
kehidupan yang
baru. Gerakan sosial yang dimaksud bukan
seperti yang dimaksudkan dengan perilaku
kolektif lain seperti crowd, sebab gerakan
sosial lebih terstruktur, mempunyai tujuan
yang jelas, mampu bertahan lama sebagai
fenomena sosial (DiRenzo, 1990; Wiggins,
et. All, 1994 dan Cook, et. All, 1995).

Jenis Gerakan Sosial


Gerakan sosial, menurut Wiggins (1994)
mencakup dua istilah pokok: aksi (action)
dan kolektif (collective). Aksi yang
dilakukan dibedakan menjadi 4 jenis,
yaitu:
Aksi sipil (civil actions)
Aksi protes (protest actions)
Aksi meng-halangi-halangi (obstruction
Actions)
Aksi kekerasan (violant actions).

Perilaku kolektif yang dilakukan lebih 1


orang dibedakan menjadi 3 hal (Wiggins,
1994).
1.

2.

3.

Organisasi (organizations): gerakan sosial


bisa dari organisasi tunggal atau jaringan
beberapa organisasi. Organisasi yang
bertujuan mengubah disebut organisasi
gerakan sosial (social movement
organization/SMOs)
Kelompok dengan ciri-ciri tertentu (Identity
Group_ gerakan sosial lebih didasarkan oleh
katagori yang sama atau sejenis, misalnya
gerakan wanita/feminist, gerakan
homoseksual, gerakan kulit hitam pekerja, dst.
Crowd: gerakan sosial dari orang-orang yang
berkumpul bersama pada waktu terbatas
untuk mempertanyakan/protes atas topik

1.

Cara lain mengklasifikasi gerakan sosial,


yang berdasarkan tujuan atau cara
tertentu yang digunakan, ada 4 tipe
gerakan sosial (DeRinzo, 1990):
Gerakan Perubahan, yakni perubahan ke
bentuk tertentu dari masyarakat,
mengoreksi ketidakadilan dalam
masyarakat. Gerakan ini terbatas,
cenderung bekerja pada suatu sistem
dari pada melawan sistem. Termasuk ke
dalam gerakan tipe ini adalah gerakan
sadar lingkungan, kelompok gay,
feminist, dst.

2.

Gerakan
revolusioner
(Revolutionary
Movements),
gerakan
yang
menginginkan adanya perubahan secara
radikal pada nilai sosial, institusi dan
kegiatan-kegiatan
yang
cenderung
menggunakan
kekerasan
dalam
mencapai tujuannya. Misalnya revolusi
Cina Komunis untuk membentuk RRC
1949, revolusi Kuba 26 Juli 1950, dst.

3.

Gerakan
reaksioner
(Reactionary
Movements),
suatu
gerakan
untuk
menghalang-halangi perubahan yang
akan terjadi. Ada banyak orang merasa
cemas dengan adanya perubahan,
perasaan tak menentu, chaos, maka
banyak
orang
menghalang-halangi
perubahan dalam menginginkan kembali
ke status quo. Gerakan Klu Klux Klan
yakni gerakan yang tidak menginginkan
adanya persamaan
hak antara kulit
putih dan kulit hitam, gerakan life to life
yang menginginkan adanya pencabutan
legalisasi aborsi, dst.

4.

Gerakan Ekspresif (Expressive Movements) gerakan


yang lebih ditujukan kepada individu dari pada
masyarakat. Berbeda dengan gerakan sosial lain,
gerakan ini lebih berorientasi pada perubahan
psikologis. Gerakan ini mencari kepuasan secara
emosional dan kesejahteraaan masyarakat yang
mengarah pada pengembangan identitas atau gaya
hidup yang baru.
Misalnya tempat kompensasi perasaan frustasi akibat
dari kondisi yang menindas. Individu merubah
hubungan atau reaksi pada masyarakat dengan
mengadopsi filsafat kehidupan yang baru atau mencari
sistem kepercayaan dan nilai-nilai hidupnya. Misalnya
gerakan
kebebasan
gay
(Gay
liberalization
movemovements).

PROSES GERAKAN SOSIAL

1.

Ryon (DeRinzo, 1990) terdapat ada 4


tingkatan gerakan sosial:
Incipient Stage : adanya tekanan
struktur/kondisi tidak memuaskan, tak
menyenangkan, tidak teraihnya
kebutuhan bisa karena deskriminasi atau
pengangguran sehingga menyebabkan
kondisi tidak nyaman (malaise),
kemudian mengembangkan alienasi;
massa menjadi gelisah dan mulai muncul
keresahan. Semuanya ini merupakan
karakteristik khas dari munculnya
gerakan sosial.

2.

Popular Stage: ada proses saling kenal


dan ada bagi-bagi perasaan antar
anggota masyarakat. Jika kondisi tidak
berubah maka dorongan gerakan sosial
akan kian menguat. Agitator berperan
mendramatisasi situasi sehingga
menyebabkan semakin banyaknya
peserta gerakan sosial. Dari sini mulai
ada klasifikasi persoalan dan tujuan serta
memelihara aktifitas berbeda untuk
tujuan sama gerakan sosial.

3.

Organizational Stage: klasifikasi


tujuan dan mobilisasi aksi. Kelompok
formal dan organisasi yang lebih
kompleks mulai muncul sehingga
perilaku mulai terstruktur: peran
pimpinan jelas, tokoh formalnya ada,
pengembangan tugas mulai terlihat,
kebijakan program disusun dan strategi
mulai disiapkan.

4.

Institusional Stage: akan terjadi bila


gerakan sosial yang sukses
diintegrasikan dalam sejumlah struktur
sosial dari masyarakat. Organisasi ini
menjadi bagian dari organisasi sosial
yang permanen dan lembaga yang
terstruktur dari masyarakat.

Matulassy, beberapa faktor penyebab


Gerakan Sosial. (Tesis, 1990)
Dominasi barat dan perubahan yang
menyertainya menyebabkan goyahnya
tatanan masyarakat tradisional beserta
nilai-nilai tradisinya. Kondisi demikian
menjadi ladang sumber bagi munculnya
gerakan sosial.
Gerakan sosial merupakan ledakan
ketegangan pertentangan dan
permusuhan dalam masyarakat. Sebagai
aktifitas kolektif gerakan sosial bertujuan
untuk mewujudkan tatanan masyarakat
yang dicita-citakan dalan setidaknya
menolak suatu perubahan yang seringkali
dilakukan dengan jalan radikal (Sartono,
1987: 151-152).

Termasuk pembangkangan adalah


penipuan, pemalsuan, kebodohan yang
dibuat-buat, pembelotan, pencurian kecilkecilan, penyerangan, pelanggaran,
pembakaran rumah dengan sengaja,
penyelundupan dan pembunuhan secara
diam-diam. Tindakan ini dilakukan
sebagai alternatif untuk menentang
secara terang-terangan dan atau terlalu
riskan untuk mengadakan tantangan
terbuka ( Scott, 1989).

Setiap gerakan sosial mempunyai ciri


hampir sama yakni kemampuan
partisipasinya untuk membangkitkan
rasa rela berkorban, kecenderungan
bertindak secara kompak, fanatis,
kebencian, antusiasme, intoleransi dan
kesetiaan tunggal. Peserta gerakan
sosial adalah orang-orang yang
kecewa dan tidak puas (Eric Hoffer,
1988). Dalam kondisi demikian telah
terjadi depriviasi relatif, yaitu
ketidaksesuaian antara harapan dan
kenyataan yang dihadapi (Sylvia, 1984).

Dalam buku-buku konvensional tentang


gerakan sosial, umumnya lebih banyak
menjelaskan aksi-aksi gerakan sosial
dengan cara kekerasan (warring
movement).
Sementara dalam aksi gerakan sosial
baru secara damai (new peaceful
movement) hal ihwal tentang gerakangerakan sosial dengan cara kekerasan
nyaris tidak pernah -atau setidaknya
sangat jarang- diperhatikan (Tarrow,
1998).

Gerakan sosial dengan kekerasan


(warring movement) dinilai sebagai
gerakan yang tidak terinstitusionalisasi,
dilakukan secara spontan dan emosional
sehingga tidak terkontrol. Oleh karena
itu, fenomena gerakan sosial dengan
kekerasan model ini, menurut Tarrow
(1998) tidak cukup hanya dijelaskan
dengan model teori-teori gerakan sosial
konvensional sebagaimana banyak
dikemukakan Scott, Migdal dan Popkin.

Tarrow kemudian menyarankan tentang


pentingnya memperhatikan faktor
lokalitas. Artinya, meski secara makro
boleh jadi ada kesamaan pola gerakan
sosial, namun kekhasan lokalitas perlu
dipertimbangkan dalam menganalisis
fenomena terjadinya gerakan sosial
petani.
Faktor lokalitas ini, dalam konsep
Routledge (1993: xv-xvii) disebut dengan
geographical of place.

Dalam bukunya, Terrains of Resistance,


Nonviolent Social Movements and the Contestalion
of Place in India (1993) ia mengatakan:
Concerning social movements agency,
my contention is that research on
contemporary social movements has
focused primarly on the gols,
organization and succes of particular
struggles but has paid insufficient
attention to the spesicific sanctions
employed by movements and to the
cultural milieu in which such struggles
occur and are embeded, in language in
which the social actors express their

Hasil penelitian Routledge menunjukkan


bagaimana geographical of place (di
mana gerakan muncul, mengapa terjadi
dan bagaimana gerakan dilakukan)
merupakan perspektif penting yang perlu
diperhatikan dalam memahami agensi
gerakan
sosial
(social
movement
agency).

Routledge menunjukkan bagaimana


elemen-elemen rakyat local (suatu
setting dimana interaksi sosial terjadi
setiap hari), location (dimana situasi
sosial, politik dan ekonomi beroperasi di
dalam geographical area, local), dan
sense of place (struktur perasaan lokal),
local structure of feeling dibentuk oleh
dan dalam kehidupan di suatu tempat
memperlihatkan konteks dimana struktur
sosial dan relasi sosial saling
mempengaruhi (intersection) telah
mendorong munculnya relasi kekuasaan,
dominasi dan resistensi.

Anda mungkin juga menyukai