Anda di halaman 1dari 13

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

PERILAKU KOLEKTIF

OLEH :

KELOMPOK 1

Ni Kadek Sutva Yuliandari (P07134120047)

Ni Kadek Manik Mahayeni (P07134120048)

Ni Ketut Cery Limita (P07134120049)

Ni Komang May Tri Arwindi (P07134120050)

Ni Made Adysti Putri Andriani (P07134120051)

I Gusti Ayu Rai Dita Swari (P07134120052)

Komang Sri Anggita Wijayanti (P07134120053)

Putu Gita Arisudani (P07134120054)

Ketut Prisma Amrita Juana (P07134120055)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada umumnya masyarakat berperilaku dengan berpedoman pada institusi yang ada dalam
masyarakat. Perilaku di pasar dituntun oleh institusi di bidang ekonomi, perilaku di tempat
kuliah dituntun oleh institusi di bidang pendidikan, perilaku di tempat ibadah dituntun oleh
institusi dibidang agama, dan sebagainya. Perilaku tersebut dalam sosiologi dinamakan
dengan konformitas. Namun kenyataannya banyak perilaku masyarakat yang tidak sesuai
dengan aturan yang ada dalam masyarakat. Apabila perilaku tersebut dilakukan oleh individu
tertentu maka itulah yang dinamakan dengan perilaku menyimpang, tetapi kalau dilakukan
oleh sekelompok individu maka dinamakan dengan perilaku kolektif.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan perilaku kolektif?
2. Apa saja ciri-ciri dan bentuk dari perilaku kolektif?
3. Apa saja faktor penentu perilaku kolektif?
4. Apa saja teori-teori perilaku kolekif?
5. Apa saja bentuk penyimpangan dari perilaku kolektif?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian perilaku kolektif.


2. Untuk mengetahui ciri-ciri dan bentuk dari perilaku kolektif.
3. Untuk mengetahui faktor apa saja sebagai penentu perilaku kolektif.
4. Untuk mengetahui teori yang mendasari perilaku kolektif.
5. Untuk mengetahui bentuk dan contoh penyimpangan perilaku kolektif.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Perilaku Kolektif

Ahli sosiologi menggunakan istilah perilaku kolektif mengacu pada perilaku


sekelompok orang yang muncul secara spontan, tidak terstruktur sebagai respons terhadap
kejadian tertentu. Perilaku kolektif adalah suatu perilaku yang tidak biasa , sehingga perilaku
kolektif dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang relatif spontan, tidak terstruktur dan
tidak stabil dari sekelompok orang, yang bertujuan untuk menghilangkan rasa ketidakpuasan
dan kecemasan. Sehingga kita dapat membedakan antara perilaku kolektif dengan perilaku
yang rutin.

Secara teoritis perilaku kolektif dapat dijelaskan dari berbagai sudut teori antara lain
teori penyebaran, teori interaksionis, teori emergent-norm dan teori value-added. Kondisi
pokok yang memicu munculnya perilaku kolektif menurut teori value-added adalah:
kesesuaian struktural, ketegangan struktural, berkembangnya kepercayaan umum, faktor yang
mendahului, mobilisasi dan kontrol sosial.

Perilaku Kolektif Menurut Para Ahli

1. Menurut Bruce J Cohen (1992), perilaku kolektif (colective behaviour) adalah jenis


perilaku yang relatif tidak tersusun, bersifat spontan, emosional dan tak terduga. Perilaku
ini juga terjadi apabila cara-cara mengerjakan sesuatu yang telah dikukuhkan secara
tradisional tidak lagi memadai. Individu-individu yang terlibat dalam perilaku
kolektif  tanggap terhadap rangsangan tertentu yang mungkin datang dari orang lain atau
peristiwa khusus.
2. Horton dan Hunt berpendapat bahwa perilaku kolektif ialah mobilisasi berlandaskan
pandangan yang mendefinisikan kembali tindakan sosial.
3. Menurut Milgran dan Touch ialah suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif, tidak
terorganisasi serta hampir tidak bisa diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak
terencana dan hanya tergantung pada stimulasi timbal balik yang muncul dikalangan para
pelakunya, dan senada pula dengan pendapat Robetson .
4. Macionis (1999: 607) berpendapat bahwa perilaku kolektif (collective behavior) adalah
aktivitas yang dilakukan oleh sejumlah anggota manusia yang jumlahnya cukup banyak,
seringkali bersifat spontanitas, dan biasanya bersifat penentangan terhadap norma yang
sudah mapan (established norms).
5. Spencer (1982: 491) menyatakan bahwa perilaku kolektif (collective behavior) dapat
didefiniskan sebagai tindakan spontanitas, sifatnnya sementara, dan tidakterlembagakan
secara kelompok.
6. Menurut Zanden (1988: 566), perilaku kolektif (collective behavior) dipandang sebagai
cara berpikir (thinking), merasa (feeling) dan bertindak (acting) yang berkembang di
antara sejumlah orang, yang relatif baru dan tidak didefinisikan dengan baik.
7. Menurut Stolley (2005: 179), menyatakan bahwa perilaku kolektif (collective behavior)
adalah semua aktivitas spontanitas yang melibatkan orang banyak yang melanggar
bangunan norma yang ada. Perilaku tersebut terjadi ketika orang-orang bereaksi terhadap
sesuatu yang baru atau sesuatu yang asing (unfamiliar).

Dapat kita simpulkan dari definisi-definisi tersebut bahwa perilaku kolektif adalah:

● Perilaku yang dilakukan bersama oleh sejumlah orang


● Bersifat spontanitas dan tidak terstruktur
● Tidak bersifat rutin
● Merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.

2. Ciri-ciri dan Bentuk Perilaku Kolektif

A. Ciri-Ciri Perilaku Kolektif

1) Dilakukan bersama oleh sejumlah orang.


2) Tidak bersifat rutin / hanya insidential.
3) Dipacu oleh beberapa rangsangan masalah.
4) Merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.

B. Bentuk Perilaku Kolektif

Ada beberapa bentuk dari perilaku kolektif antara lain:

1. Kerumunan (Crowds)

Ada beberapa bentuk kerumunan yaitu :

a. Inconvenient aggregation atau kumpulan yang kurang menyenangkan, meupakan


kerumunan dari orang-orang yang ingin berusaha menggunakan fasilitas yang sama.
Dalam kerumunan ini kehadiran orang-orang yang lain dianggap sebagai suatu kalangan
terhadap tercapainya suatu tujuan seseorang dan akan berakibat terjadinya saling
bermusuhan.
a. Panic crowds atau kerumunan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik. Dorongan
individu-individu dalam kerumunan ini cenderung untuk mempertinggi rasa panik,
menunjukan suatu tanggapan yang bersif atirasional, dan menyebabkan suatu rintangan
yang positif dari bahaya yang umum.
b. Spectator crowds atau kerumunan penonton, merupakan kerumunan dari orang-orang
yang ingin melihat suatu kejadian tertentu.
c. Acting mobs yaitu kerumunan yang bertindak secara emosional. Kerumunan ini
bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuannya dengan jalan menunjukan kekuatan-kekuatan
fisik yang berlawanan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyaraka. Pada
umumnya orang-orang bertindak secara emosional karena merasa tidak adanya keadilan.
d. Immoral crowds atau kerumunan-keruman yang bersif atimoral. Tipe ini hampir sama
dengan kelompok-kelompok yang bersifat eksporesif, akan tetapi bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2. Rumor

Rumor adalah suatu informasi yang tidak dapat dibuktikan, dan dikomunikasikan yang
muncul dari satu orang kepada orang lain (isusosial). Umumnya terjadi pada situasi dimana
orang sering kali kekurangan informasi untuk membuat interpretasi yang lebih komprehensif.
Media yang digunakan umumnya adalah telepon.

3. Opini Publik

Opini Publik adalah sekelompok orang yang memiliki pendapat beda mengenai sesuatu hal
dalam masyarakat. Dalam opini publik ini antara kelompok masyarakat terjadi perbedaan
pandangan / perspektif. Konflik bisa sangat potensial terjadi pada masyarakat yang kurang
memahami akan masalah yang menjadi interes dalam masayarakat tersebut. Contoh adalah
adanya perbedaan pandangan antar masyarakat tentang hukuman mati, pemilu, penetapan
undang-undang tertentu, dan sebagainya. Bentuknya biasanya berupa informasi yang beda,
namun dalam kenyataannya bisa menjadi stimulator konflik dalam masyarakat.

4. Propaganda

Propaganda adalah informasi atau pandangan yang sengaja digunakan untuk menyampaikan
atau membentuk opini publik. Biasanya diberikan oleh sekelompok orang, organisasi, atau
masyarakat yang ingintercapai tujuannya. Media komunikasi banyak digunakan untuk
melalukan propaganda ini. Kadang kala juga berupa pertemuan kelompok (crowds).
Penampilan dari public figure kadang kala menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan
proraganda ini.

3. Faktor Penentu Perilaku Kolektif

Perilaku kolektif bias terjadi di masyarakat mana saja, baik masyarakat yang sederhana
maupun yang kompleks. Menurut teori Le Bon perilaku kolektif dapat ditentukan oleh 5
faktor berikut ini :

1) Situasi Sosial
Situasi yang menyangkut ada tidaknya pengaturan dalam instansi tertentu.
2) Ketegangan Struktural
Adanya perbedaan atau kesenjangan disuatu wilayah akan menimbulkan ketegangan
yang dapat menimbulkan bentrok ketidak pahaman.
3) Berkembang dan menyebarnya suatu kepercayaan umum.
Misalnya : berkembangnya isu-isu tentang pelecehan suatu agama atau penindasan suatu
kelompok yang dapat menyinggung kelompok lain.
4) Faktor yang mendahului
Yakni faktor-faktor penunjang kecemasan dan kecurigaan yang dikandung masyarakat.
Misalnya desas-desus isu kenaikan harga BBM, yang diperkuat dengan pencabutan
subsidi BBM, hal ini dapat memicu kuat sekelompok orang untuk protes.
5) Mobilisasi perilaku oleh pemimpin untuk bertindak
Perilaku kolektif akan terwujud apabila khalayak ramai dimobilisasikan oleh
pimpinannya.

4. Teori Perilaku Kolektif

Menurut Locher (2002: 6-8), terdapat beberapa perspektif teoritis yang bisa dijadikan dasar
dalam menjelaskan tentang perilaku kolektif (collective behavior). Beberapa perspektif
teoritis tersebut adalah: The Social Contagion Theory; The Emegent Norm Perspective; The
Sociocybernetic Perspective; dan The Individualist Theories. Sedangkan menurut Stolley
(2005: 185), teori-teori tentang perilaku kolektif (collective behavior) meliputi: Contagion
theory, dan Emergent-Norm Theory.

1. Contagion Theory (Teori Penularan)

Contagion theory (teori Penularan) merupakan teori awal tentang perilaku crowd
(kerumunan) yang dikembangkan oleh Gustave Le Bon, yang dikenal sebagai bapak perilaku
kolektif (the father of collective behavior). Karya LeBon kemudian digali lebih dalam lagi
oleh Robert Park, dan disempurnakan lagi oleh Herbet Blumer pada tahun 1969. Tiga bentuk
Contagion Theory dari Lebon, Park, dan Blumer ini memberikan premis dasar bahwa orang-
orang bisa menjadi “gila” secara temporer, menjadi irasional, atau menjadi tidak logis
(illogical) ketika berada dalam suatu kerumunan (crowds), dan mereka akan kembali
menjadi normal sesaat setelah mereka meninggalkan suasana kerumunan (crowds) tersebut.

Teori Penularan dari LeBon (LeBon`s Contagion Theory)

LeBon meyakini bahwa setiap anggota dari suatu kerumunan (crowd) mungkin akan menjadi
berkurang tingkat kecerdasaanya, menjadi lebih buruk, atau menjadi lebih kasar (Locher,
2002: 13). LeBon menyebut situasi dimana orang-orang akan bertindak berbeda ketika
mereka berada dalam suatu kerumunan (crowd), disebut sebagai “aktivitas yang tidak
disadari dari kerumunan” (unconscious activity of crowds). LeBon berpendapat bahwa suatu
kerumunan (crowd) dikendalikan oleh emosi, bukan dikendalikan oleh suatu alasan yang
disadari atau oleh suatu ide yang fair (objektif).

Menurut LeBon, proses psikologis untuk menjadi bagian dari suatu kerumunan (crowd)
meliputi tiga komponen, yakni:

1) Individu merasa berani dan tidak mengetahui siapa dirinya (the individuals feel
invincible and anonymous). Dimana rasa takut dan kesadaran diri mereka secara
normal ditekan. Sementara, anonimitas (anonymity) memungkinkan hilangnya
kekhawatiran atas konsekuensi dari perilaku yang terjadi. Aspek-aspek ini
menyebabkan munculnya keberanian (brave), dan munculnya perasaan memiliki
kekuatan (power) bersama.
2) Terjadinya Peniruan (Contagion Occurs). Dalam kondisi “fenomena hipnotis”
(hypnotic phenomenon), setiap sentimen dan tindakan akan menular secara meluas
kepada individu yang lainnya, dimana kepentingan personal (personal interest)
dikorbankan menjadi kolektif interes (interest collective).
3) Kelompok masuk ke dalam sugestibilitas (The group enters into suggestibility). Orang-
orang tidak menyadari perilaku mereka sendiri. Perhatian mereka difokuskan kepada
peristiwa atau objek yang sama (the same object or event). Para anggota suatu
kerumunan (crowd) melakukan tindakan tanpa melalui proses berpikir kritis dan
mungkin juga ingin merasakan suatu perilaku heroik (heroic behavior), yang dalam
siatuasi normal mereka takut untuk melakukannya. LeBon, kemudian, berpendapat
bahwa dalam setiap perilaku dalam kerumunan (crowd) selalu bersifat merusak
(destructive).

Teori Penularan dari Robert Park (Park`s Contagion Theory)

Park mendasarkan teorinya pada interaksi yang muncul (emergent interaction). Individu
menjadi lebih aktif untuk menyelaraskan dirinya dengan individu yang lainnya. Pikiran dan
perilaku mereka dipengaruhi oleh setiap tindakan dari anggota yang lainnya dalam suatu
crowd (kerumunan). Perilaku mereka juga kolektif, karena tindakan setiap orang berada di
bawah pengaruh dari suasana hati kelompok (group`s mood). Efek interaktif pada masing-
masing anggota oleh semua anggota yang lainnya mengarahkan individu untuk berpikir dan
bertindak sama. Apabila salah seorang bertindak secara meyakinkan, maka yang lainnya akan
menirunya. Reaksi sirkulasi seperti ini menghasilkan peniruan.

Semua perilaku sosial (social behavior) merupakan perilaku kolektif (collective behavior).
Karena perilaku individu yang di bawah impuls-impuls kolektif dan umum, dengan kata lain
merupakan hasil dari suatu interaksi sosial. Misalnya, sebagian besar orang-orang
memutuskan untuk pergi ke pantai karena cuaca panas, sebagian sosiolog berpendapat
bahwa fenomena ini sebagai perilaku kolektif (collective behavior) karena dipandang
sebagai perilaku yang didasarkan atas impuls (dorongan) yang sama. Park mendefisikan
perilaku kolektif (collective behavior) sebagai proses dimana masyarakat dilebur ke dalam
elemen-elemen yang menyusunnya dan proses dimana elemenelemen ini dibawa secara
bersama-sama ke dalam hubungan baru untuk membentuk suatu organisasi dan masyarakat
baru.

Teori Penularan Herbert Blumer (Blumer`s Contagion Theory)

Konsepsi Blumer tentang perilaku kolektif (collective behavior) lebih spesifik dibandingkan
Park. Dari perspektif Blumer, hal yang paling penting adalah tentang mekanisme yang
memungkinkan orang-orang secara bersama-sama “menerobos” aturan rutin dan sudah
ditetapkan. Dalam keadaan normal, orang-orang terlibat dalam interpretive interaction.
Mereka menginterpretasi kata-kata dan atau tindakan dari orang lain dan mendasarkan
perilaku mereka pada hasil interpretasi tersebut. Sementara, di dalam situasi kerumunan
(crowd) orang-orang terlibat dalam suatu circular reaction (reaksi sirkular), dimana mereka
bereaksi tanpa adanya proses berpikir atau proses interpretasi dan individu mencapai titik
dimana mereka berhenti untuk berpikir rasional tentang perilaku mereka.

2. The Emergent-Norm Theory (Teori Kemunculan Norma)

Pada tahun 1957, Ralph Turner dan Lewis Killian, Menawarkan suatu teori tentang perilaku
kolektif (collective behavior) yang disebut dengan the Emergent Norm Theory Turner dan
Killian mencoba menggambarkan perilaku kolektif (collective behavior) dari perspektif
psikologi sosial (social psychology perspective). Perspektif the Emergent Norm Theory
didasarkan pada premis bahwa perilaku kolektif (collective behavior) bersifat rasional.
Menurut Emergent-Norm Theory (Teori Kemunculan Norma) suatu norma baru berkembang
(muncul) karena suatu peristiwa terjadi. Perkembangan norma ini tergantung pada isyarat dan
komunikasi di antara para anggota crowd (kerumunan).

Secara singkat, pandangan the Emergent Norm Theory (Teori Kemunculan Norma) dapat
diringkas sebagai berikut:

(1) Perilaku kolektif (collective behavior) dapat terjadi bilamana orang-orang menemukan
diri mereka dalam suatu situasi kebingungan atau tidak tahu apa yang harus dilakukan.
(2) Ketika orang-orang tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, lantas mereka
mengamati sekitarnya untuk melihat apa yang dilakukan oleh orang lain.
(3) Dengan cepat, setiap anggota dari suatu kelompok terlibat dalam setiap perilaku. Semua
anggota kelompok lainnya menunggu untuk memantau apa yang akan terjadi. Apabila
tidak terjadi reaksi negatif terhadap perilaku, mereka semua kemudian mengasumsikan
bahwa perilaku tersebut dapat diterima (acceptable) dalam kelompok dan menjadi
memungkinkan untuk terlibat dalam diri mereka sendiri. Melalui proses penguatan
sirkular (circular reinforcement), kemudian norma kelompok baru muncul (new group
norms emerge).
(4) Karena sebagian besar orang-orang sudah sesuai dengan norma yang muncul di
lingkungan (kelompok) sekitar mereka sepanjang waktu, kemudian mereka ingin
mengikuti kelompok baru, maka norma muncul. Mereka terlibat dalam perilaku yang
tidak biasa (unusual behavior) bukan dikarenakan kecacatan mental (mental deficiency)
akan tetapi lebih dipandang sebagai sesuatu yang benar untuk dilakukan dalam situasi
seperti ini.

3. Value-added theory (Teori nilai tambah )

Neil Smelser (1962) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mendorong munculnya perilaku
kolektif adalah bersifat sosial, bukan bersifat psikologis. The Value-Added Theory berakar
dari fungsionalisme, yang berasumsi bahwa segala sesuatu akan bertahan lama di dalam
masyarakat apabila memberikan keuntungan atau memiliki fungsi bagi masyarakat.
Berdasarkan perspektif ini, Smelser menyatakan bahwa suatu perilaku kolektif memiliki
fungsi sebagai katup pengaman dari ketegangan atau tekanan dalam masyarakat. Ketika
ketegangan (tension) eksis, maka perilaku kolektif juga akan muncul.

Dasar pernyataan yang paling penting dari teorinya Smelser dapat disimpulan sebagai
berikut:

(1) Collective behavior tidak disebabkan oleh kekuatan-kekuatan misterius, tapi jelas dapat
diidentifikasi merupakan dorongan determinan sebuah peristiwa kolektif.
(2) Collective behavior tidak disebabkan jiwa (psikologi) dari partisipan, tetapi oleh kondisi
di dalam struktur sosial, organisasi, dan seting spesifik (khusus).
(3) Collective behavior didorong oleh ketegangan yang dialami oleh partisipan dalam seting
sosial. Tindakan perilaku yang tidak biasa dilakukan partisipan, sebagai pelepasan dan
pengurangan ketegangan mereka. Perilaku yang bersifat tidak normatif, dilembagakan,
atau perilaku resmi.
(4) Neil Smelser mengemukakan bahwa terdapat enam tahap penentu terjadinya perilaku
kolektif, setiap tahap dipengaruhi oleh tahap sebelumnya dan kemudian mempengaruhi
tahap berikutnya.Enam tahap itu adalah kekondusifan struktural, kendala struktural,
berkembang dan menyebarnya keyakinan yang digeneralisasikan, faktor-faktor yang
memicu, mobilisasi.

4. Convergence theory (Teori Konvergensi)

Teori Contagion menyatakan bahwa kerumunan menyebabkan orang bertindak dengan cara
tertentu, Teori Konvergensi menyatakan bahwa orang yang ingin bertindak dengan cara
tertentu berkumpul untuk membentuk kerumunan. Dikembangkan oleh Floyd Allport
(1924)dan kemudian dikembangkan oleh Neil Miller dan John Dollard (1941) sebagai "Teori
Pembelajaran," argumen utama dari semua teori konvergensi adalah bahwa perilaku kolektif
mengungkapkan kecenderungan tersembunyi dari individu yang mengambil bagian dalam
episode tersebut. Ini menegaskan bahwa orang dengan atribut serupa menemukan orang lain
yang berpikiran sama dengan siapa mereka dapat melepaskan kecenderungan mendasar ini.
Kadang-kadang orang melakukan hal-hal dalam kelompok yang tidak berani mereka lakukan
sendiri karena orang banyak dapat menyebarkan tanggung jawab tetapi perilaku itu sendiri
diklaim berasal dari dalam individu. Massa, sebagai tambahan, dapat mengintensifkan
sentimen hanya dengan menciptakan massa kritis dari orang-orang yang berpikiran sama.
5. The SBI/Sociocybernetic Theory

Clark McPhail memandang bahwa perilaku kolektif (collective behavior) adalah setiap
organisasi atau koordinasi dari aktivitas individual (individual activity). Dalam kehidupan
sehari-hari, orang-orang seringkali datang untuk berkumpul bersama-sama dan membentuk
kelompok temporer (perkumpulan sesaat), dimana mereka mengkoordinasikan perilaku
mereka untuk memungkinkan setiap orang menyatukan tujuan-tujuan mereka. Perspektif
McPhail ini seringkali disebut sebagai perspektif The Social Interactionist/Behaviorist (SBI),
karena akar dari teori ini adalah Symbolic Interactionism (Interaksionisme simbolik) dan
juga Psychological Behaviorism (Behaviorisme Psikologi). Behaviorisme memandang
perilaku manusia dari perspektif mekanis (mechanical perspective), diturunkan dari pikiran
(thoughts), perasaan (feelings), dan perilaku (behavior) ke dalam serangkaian keputusan dan
aktivitas.

Selanjutnya, McPhail menyatakan bahwa:

(1) Individu tidak didorong oleh crowds, dan tidak kehilangan kontrol kognitif (cognitive
control) selama peristiwa kelompok (group events).
(2) Individu tidak dipaksa untuk berpartisipasi dalam perilaku kolektif oleh beberapa
“kegilaan yang sama (madness-in-common). Tidak ada kondisi psikologis (psychological
condition), gaya kognitif (cognitive style), atau perbedaan predisposisi partisipan dari
non-partisipan.
(3) Mayoritas perilaku dalam kerumunan (crowds) adalah tidak bersifat universal dalam
setiap kelompok. Sebagian besar ketika orang-orang datang secara bersama-sama dalam
suatu pertemuan besar (large gatherings), mereka benar-benar terlibat secara normal,
suatu perilaku yang diharapkan.
(4) Menutut McPhail, suatu tindakan kolektif (collective action) terjadi melalui tahap-tahap:
Assembly, Gathering, dan Dispersal.

5. Bentuk dan Contoh Penyimpangan Perilaku Kolektif

Bentuk penyimpangan sosial dapat dihasilkan dari adanya pergaulan atau pertemanan
sekelompok orang yang menimbulkan solidaritas antar anggotanya sehingga mau tidak mau
terkadang harus ikut dalam tindak kenakalan atau kejahatan kelompok.

Bentuk penyimpangan perilaku kolektif :

1. Tindak Kenakalan
Suatu kelompok yang didonimasi oleh orang-orang yang nakal umumnya suka melakukan
sesuatu hal yang dianggap berani dan keren walaupun bagi masyarakat umum tindakan
trsebut adalah bodoh, tidak berguna dan mengganggu. Contoh penyimpangan kenakalan
bersama yaitu seperti aksi kebut-kebutan di jalan, mendirikan genk yang suka onar, mengoda
dan mengganggu cewek yang melintas, corat-coret tembok orang dan lain sebagainya.
2. Tawuran / Perkelahian Antar Kelompok
Pertemuan antara dua atau lebih kelompok yang sama-sama nakal atau kurang berpendidikan
mampu menimbulkan perkelahian di antara mereka di tempat umum sehingga orang lain
yang tidak bersalah banyak menjadi korban. COntoh : tawuran anak sma 70 dengan anak
sma 6, tawuran penduduk berlan dan matraman, dan sebagainya.

3. Tindak Kejahatan Berkelompok / Komplotan


Kelompok jenis ini suka melakukan tindak kejahatan baik secara sembunyi-sembunyi
maupun secara terbuka. Jenis penyimpangan ini bisa bertindak sadis dalam melakukan
tindak kejahatannya dengan tidak segan melukai hingga membunuh korbannya. Contoh :
Perampok, perompak, bajing loncat, penjajah, grup koruptor, sindikat curanmor dan lain-
lain.

4. Penyimpangan Budaya
Penyimpangan kebudayaan adalah suatu bentuk ketidakmampuan seseorang menyerap
budaya yang berlaku sehingga bertentangan dengan budaya yang ada di masyarakat.
Contohnya: merayakan hari-hari besar negara lain di lingkungan tempat tinggal sekitar
sendirian, syarat mas kawin yang tinggi, membuat batas atau hijab antara laki-laki dengan
wanita pada acara resepsi pernikahan.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Perilaku kolektif adalah suatu perilaku yang tidak biasa, sehingga perilaku kolektif dapat
diartikan sebagai suatu tindakan yang relatif spontan, tidak terstruktur dan tidak stabil dari
sekelompok orang, yang bertujuan untuk menghilangkan rasa ketidakpuasan dan kecemasan.
Dan juga prilaku kolektif memiliki ciri-ciri seperti dilakukan bersama oleh sejumlah orang,
tidak bersifat rutin / hanya insidential, dipacu oleh beberapa rangsangan masalah, dan
merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu. Perilaku kolektif biasa terjadi di
masyarakat mana saja, baik masyarakat yang sederhana maupun yang kompleks. Menurut
teori Le Bon perilaku kolektif dapat ditentukan oleh 5 faktor, yaitu situasi social, ketegangan
struktural, berkembang dan menyebarnya suatu kepercayaan umum, factor yang mendului,
dan mobilisasi perilaku oleh pemimpin untuk bertindak.

Selain itu perilaku kolektif juga terdapat beberapa perspektif teoritis yang bisa dijadikan
dasar dalam menjelaskan tentang perilaku kolektif (collective behavior). Bentuk
penyimpangan sosial dapat dihasilkan dari adanya pergaulan atau pertemanan sekelompok
orang yang menimbulkan solidaritas antar anggotanya sehingga mau tidak mau terkadang
harus ikut dalam tindak kenakalan atau kejahatan kelompok seperti tindak kenakalan,
tawuran / perkelahian antar kelompok, tindak kejahatan kelompok / komplotan dan
penyimpangan budaya.
DAFTAR PUSTAKA

Communicationlearning. 2016. Perilaku Kolektif.


http://communicationlearning17.blogspot.com/2016/11/perilaku-kolektif.html?m=1
Diakses pada 26 April 2021

Islahulben,MM. Perilaku Kolektif dan Gerakan Sosial.


https://www.slideshare.net/mobile/suherlambang/perilakukolektifdangerakansosial
Diakses pada 26 April 2021

Psikologimultitalent. 2015. Pengertian dan Teori Perilaku Kolektif Menurut Ahli + Contoh.
https://www.psikologimultitalent.com/2015/10/pengertian-dan-teori-perilaku-
kolektif.html Diakses pada 26 April 2021

Sukmana, Oman. 2016. KONSEP DAN TEORI GERAKAN SOSIAL. Intrans Publishing.
http://eprints.umm.ac.id/63490/19/Sukmana%20%20Konsep%20dan%20Teori
%20Gerakan%20Sosial.pdf Diakses pada 26 April 2021

Sutaryo. (2004). Dasar-Dasar Sosiologi. In Rajawali Press (p. 230). Rajawali Press.

Tuankutosa. 2018. PERILAKU KOLEKTIF DAN GERAKAN SOSIAL.


https://tuankutosa.blogspot.com/2018/04/perilaku-kolektif-dan-gerakan sosial.html?
m=1#:~:text=Termasuk%20perilaku%20kolektif%20adalah%20rumor,tipe%20perilaku
%20kolektif%20yang%20lain Diakses pada 26 April 2021

Anda mungkin juga menyukai