Shame Culture
Teori Shame culture (Kebudayaan akan rasa malu) dapat diartikan sebagai rasa malu yang timbul
atas apa yang telah dilakukan. Karakteristik dasar dari shame culture seluruhnya ditandai oleh rasa malu
dan disitu tidak dikenal rasa bersalah.
K. Berterns (2007)
Shame culture adalah kebudayaan di mana pengertian-pengertian seperti rasa hormat, reputasi,
nama baik, status dan gengsi sangat ditekankan. Bila orang melakukan suatu kejahatan, hal itu tidak
dianggap sebagai sesuatu yang buruk, melainkan sesuatu yang harus disembunyikan dari orang lain (hal
yang memalukan). Malapetaka terjadi, bila suatu kesalahan diketahui oleh orang lain, sehingga pelaku
kehilangan muka. Dia akan menghindar sekuat tenaga agar tidak dicela atau dihina oleh orang lain. Bukan
perbuatan jahat itu sendiri yang dianggap penting, yang penting ialah bahwa perbuatan jahat tidak akan
diketahui. Dalam shame culture sanksinya datang dari luar, yaitu apa yang dipikirkan atau dikatakan oleh
orang lain. Kiranya, sudah jelas bahwa dalam shame culture tidak ada nurani.
Guilt culture adalah kebudayaan di mana dosa (sin), kebersalahan (guilt), dan sebagainya sangat
dipentingkan. Sekalipun suatu kejahatan tidak akan pernah diketahui oleh orang lain, namun si pelaku
merasa bersalah. Ia menyesal dan kurang tenang karena perbuatan itu sendiri, bukan karena dicela atau
dihina oleh orang lain, jadi bukan karena tanggapan pihak luar. Dalam guilt culture, sanksinya tidak datang
dari luar, melainkan dari dalam: dari batin orang yang bersangkutan. Dapat dimengerti bahwa dalam guilt
culture semacam itu hati nurani memegang peranan sangat penting.
Contoh kasus yang dapat memberikan gambaran perbedaan antara shame culture dan guilt culture :
Koruptor
Beberapa Koruptor tidak akan merasa bersalah setelah melakukan korupsi uang rakyat, tapi mereka hanya
akan merasa malu karena nama mereka tercoreng di muka umum.
Hamil di luar nikah
Beberapa orang akan merasakan kesalahan yang telah dilakukan dan akan adanya penyesalan karena telah
melakukan hal yang berlawanan dengan norma norma social maupun norma agama.
- Shame Culture : maka pengguguran dipandang sebagai jalan keluar.
- Guilt culture : maka pengguguran dipandang sebagai suatu tindakan kejahatan yang tidak boleh dilakukan.
Daftar Pustaka
1. K. Berterns 2007. Etika. Hal : 87 Jakarta : Gramedia