Anda di halaman 1dari 15

PANDUAN PELAYANAN BEDAH

UNIT KAMAR OPERASI


RSKIA ANNISA PAYAKUMBUH
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945


Pasal 28 Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak
memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3)
dinyatakannegara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan danfasilitas pelayanan umum yang layak. Rumah sakit sebagai salah
satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya
kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya
kesehatan. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung
jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Untuk optimalisasi hasil serta
kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya kesehatan
sebagai asas pokok program pembangunan nasional. Dalam rangka mendukung
Undang-Undang tersebut, maka harus disusun Pedoman Pelayanan kamar
Operasi Rumah Sakit yang memenuhi standar pelayanan, keamanan,
keselamatan, kemudahan dan kenyamanan. Sehingga Ruang Operasi yang
merupakan tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif
maupun akut, yang membutuhkan suatu pedoman pelayananan yang sesuai
dengan prosedur. Maksud dan tujuan. Pedoman Pelayanan kamar Operasi
Rumah Sakit dimaksudkan sebagai acuan dalam melaksanakan pelayanan sakit
menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang memadai sesuai
kebutuhan. Pedoman Pelayanan kamar Operasi Rumah Sakit bertujuan
memberikan petunjuk agar suatu perencanaan, perancangan dan pengelolaan
pelayananan kamar operasi di rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah
pelayanan kesehatan, sehingga pelayananan kepada masyarakat memenuhi
standar kemanan, keselamatan, kemudahan dan kenyamanan bagi pasien.

1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Sebagai panduan dan Memberikan arah dan petunjuk serta acuan

dalam pelaksanaan pelayanan bedah di Kamar Operasi ataupun

diruang rawat RSKIA ANNISA PAYAKUMBUH.

1.2.2 Tujuan Khusus

2.2.1 Terlaksananya pelayanan kerja Kamar Operasi yang

optimal dan bermutu

2.2.2 Tersedianya sarana dan sarana yang menunjang untuk

optimalisasi pelayanan operasi Tercapainya pelayanan yang

aman dan nyaman bagi pasien dan keluarganya

2.2.3 Dipahaminya SPO pelayanan oleh semua petugas Instalasi

Bedah Sentral, Petugas Anestesi dan Pemakai Kamar

Operasi dan Ruangan yang terkait dengan pelayanan kamar

operasi.

2.2.4 Terciptanya hubungan yang harmonis, aman dan

kenyamanan antara tim operasi

1.3 Ruang Lingkup

Ruang Lingkup dari Panduan Pelayanan Kamar Operasi Rumah


Sakit ini akan menjadi acuan bagi pemberi pelayanan kepada pasien yang
akan dilakukan tindakan operatif di RSKIA ANNISA PAYAKUMBUH.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Penjadwalan
Dokter yang berwenang dan berkompeten melakukan permintaan
pelayanan operasi atau berkoordinasi dengan staf bagian kamar operasi
tentang jadual dan ketersediaan peralatan yang diperlukan dalam operasi
tersebut. Apabila peralatan atau sarana penunjang lainnya yang akan
digunakan tidak tersedia dikamar operasi, maka pasien akan “dirujuk” ke
rumah sakit lain. Dan apabila peralatan yang akan digunakan tersedia, maka
dilakukan penjadualan dan persiapan peralatan serta dialakukan persiapan
pasien oleh ahli bedah.

B. Asesmen Pra Bedah


Asesmen pra bedah dilakukan pada pasien yang telah bersedia untuk
dilakukan tindakan operasi. Asesmen tersebut dilakukan untuk menentukan
kebutuhan pasien dan kebutuhan staf medis dalammelakukan tindakan
pembedahan.Asesmenini dibagi untuk 2 kategori pembedahan elektif atau
terencana dan emergensi.

1. Bedah elektif dikerjakan pada waktu yang cocok bagi pasien serta
timRSKIA ANNISA Payakumbuh.Dokter akan menjelaskan operasi yang
dimaksud selama konsultasi rawat jalan dengan rincian mengenai manfaat
dan risiko operasi. Penyelidikan dan penilaian masalah-masalah medis
diatasi pada tahap ini, termasuk rujukan ke spesialis yang relevan termasuk
spesialis anestesi. Dokter bedah melakukan pemeriksaan- pemeriksaan
yang diperlukan dan disesuaikan dengan kasus bedahnya termasuk
pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Bedah elektif pada pasien dengan
penyakit menahun sebaiknya hanya dikerjakan bila kondisi medis pasien
telah dioptimalkan dan risiko minimal. Persiapan untuk bedah elektif,
dilakukan untuk pasien yang sudah siap operasi. Setelah pasien berada di
ruang rawat inap, dokter bedah menyampaikan kembali tentang prosedur
bedah yang akan dikerjakan di kamar operasi. Dokter bedah
mendokumentasikan seluruh persiapan pasien termasuk menuliskan
diagnose pre operasi dan nama tindakan atau prosedur operasi yang akan
dilakukan serta pernyataan persetujuan pasien untuk dilakukan
pembedahan dalam berkas rekam medis pasien.
2. Bedah emergency. Pasien yang menghadapi bedah emergensi berbeda dari
pasien yang dijadualkan. Diagnosis yang mendasari mungkin tidak
diketahui dan operasi yang direncanakan tidak pasti. Kontak secepat
mungkin dengan spesialis anestesiakan menghasilkan rencana tindakan
untuk periode pra bedah. Setelah diskusi rencana operasi terkadang
dianjurkan untuk ditunda untuk memungkinkan pengobatan medis
memperbaiki keadaan umum pasien. Pada situasi tertentu dibutuhkan
operasi segera. Perawatan pra bedah dari pasien – pasien emergency:
a. Anamnesis: lakukan anamnesis terhadap pasien dan/atau keluarganya.
Tanyakan secara spesifik tentang terapi obat terakhir dan kepatuhan
pasien. Apakah pasien memiliki alergi atau mengalami masalah
dengan pembiusan dahulu.
b. Rekam medis: periksa rekam medis dan catatan laboratorium untuk
melihat bukti kelainan medis yang bermakna. Sampai 50% pasien
dengan riwayat infark miokard aktual atau dicurigai akan menceritakan
riwayat penyakit dengan tidak akurat pada 5 tahun sesudahnya. Pasien
mungkin yakin mengalami serangan jantung ketika sebenarnya tidak,
dan begitupula sebaliknya.
c. Pemeriksaan fisik
d. Penyelidikan: kebanyakan pasien membutuhkan pemeriksaan
hematologi dan biokimia rutin serta uji silang darah. Kirim sampel
darah segera mungkin. EKG dan X-foto toraks perlu dilakukan bila ada
kecurigaan patologi. Pasang pulse oximetry pada pasien dispnea dan
cek gas darah arteri.
e. Hipotensi : paling sering disebabkan oleh hipovolemia akibat
kehilangan darah atau cairan tubuh lain. Pasien usia lanjut yang syok
tidak selalu takikardia. Pasien hipertensi mungkin mengalami
hipotensi bila tekanan sistoliknya 100 mmHg.
f. Obati nyeri
g. Penggantian cairan: harus dilakukan segera dengan pemantauan ketat
untuk menilai respons terhadap pengisian beban cairan. Volume cairan
yang besar harus terlebih dahulu dihangatkan. Kateter urin harus
dipasang. Kadang-kadang hipotensi disebabkan atau diperburuk oleh
gagal jantung atau sepsis. Jika respons terhadap terapi cairan tidak
adekuat, pemantauan CVP dibutuhkan. Jangan biarkan kepala pasien
jatuh ketika memasang infus vena sentral.
h. Syok: Pasien-pasien perdarahan aktif memerlukan operasi
penyelamatan jiwa dan kamar operasi harus dipersiapkan segera.
Persediaan darah yang telah diuji silang harus diusahakan. Kalau bisa
darah sampai ke kamar operasi sekaligus dengan pasien, dan pada
pasien yang kehabisan darah, darah dari golongan sama dan belum
diuji silang harus sudah ada segera.
i. Terapi cairan berlebihan: bisa mengakibatkan edema paru atau
hemodilusi. Ini bisa dicegah dengan pemantauan imbang cairan setiap
jam dan CVP.
j. Beri oksigen kepada pasien hipotensi dan setiap pasien dengan saturasi
oksigen (SpO2) kurang dari 95% pada pulse oximetry. Pemeriksaan
fisik dan radiologi biasanya akan menentukan penyebab hipoksia. Pada
pasien kritis, dispnea bisa disebabkan oleh asidosis metabolik. Asidosis
laktat yang disebabkan hipoksia jaringan sering akan memberi respons
terhadap resusitasi umum, walaupun sebab-sebab lain dari asidosis
harus dicari.
k. Koreksi metabolik: elektrolit harus dikoreksi seefektif waktu yang
tersedia. Hipokalemia dan hipomagnesemia bisa mencetuskan aritmia
jantung. Kendalikan diabetes dengan insulin dan infus dekstrosa.
l. Pasang selang nasogastrik pada pasien obstruksi usus untuk
mengurangi kembung dan mengurangi risiko aspirasi. Pastikan bahwa
pasien dengan penurunan kesadaran memiliki jalan napas tidak
tersumbat, dan menerima oksigen serta dalam posisi sesuai. Pada
pasien dengan riwayat refluks asam, berikan omeprazole 40 mg oral
(atau ranitidine 50 mg iv jika penyerapan usus jelek) tepat sebelum
operasi.
m. Komunikasi: pasien dan keluarganya terus diberitahu mengenai
rencana tindakan dan minta persetujuan untuk setiap prosedur yang
direncanakan. Bahas risiko spesifik yang berkaitan dengan operasi atau
kondisi medis pasien. Jika operasi memiliki risiko kematian, pastikan
bahwa ini dipahami. Jangan anggap semua pasien (khususnya usia
lanjut) menginginkan operasi.

C. Edukasi Pre Operasi


1. Latihan napas
a. Latihan menarik napas dalam, dipantau dengan spirometri bila perlu.
Bertujuan untuk mengembangkan paru-paru secara optimal dan
meningkatkan kadar oksigen di dalam darah pasca tindakan anestesi.
b. Instruksikan pasien untuk latihan batuk dan tarik napas dalam pada
posisi duduk.
c. Instruksikan pasien untuk menarik napas dalam, tiga kali, melalui
lubang hidung dan menghembuskan napas perlahan melalui mulut
dengan posisi bibir agak mengatup. Latihan tarik napas dalam
dilakukan setiap dua jam.
2. Latihan batuk dan posisi menahan
a. Latihan batuk membantu mengaluarkan secret dari rongga dada dan
bahu posisi menahan ”pembebat” yang dapat mengurangi tekanan serta
mengontrol nyeri.
b. Instruksikan pasien untuk menyilangkan jari-jari tangan, kemudian
meletakkan di atas lokasi bekas insisi sebagai penahan ”pembebat”
saat batuk nanti, mencegah cedera pada bekas insisi.
c. Bersandar ke depan perlahan dari posisi duduk.
d. Bernapas menggunakan diafragma perut, tarik napas penuh dengan
mulut sedikit terbuka.
e. Batukkan 3-4 kali perlahan.
f. Kemudian dengan mulut terbuka, tarik napas dalam dengan cepat lalu
batukkan kuat 1-2 kali.
3. Latihan ambulasi
a. Instruksikan pasien untuk menggerakkan kedua pergelangan kaki
dengan arah ibu jari kaki ke atas dan kebawah.
b. Instruksikan pasien untuk menekankan bagian belakang lutut ke
tempat tidur. Kemudian diikuti relaksasi lutut, kontraksi diikuti
relaksasi otot paha dan otot betis mencegah terbentukknya thrombus.

D. INFORMED CONSENT
Inform consent adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan
dari  persetujuan tindakan medic. 'nform konsen terdiri dari dua kata yaitu inform
dan consent. Inform diartikan telah diberitahukan telah disampaikan atau telah
diinformasikan dan consent yang berarti persetujuan yang diberikan oleh
seseorang untuk berbuat sesuatu. "dengan demikian pengertian bebas dari inform
consen adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk
berbuat sesuatu setelah mendapatkan penjelasan atau informasi.
Pengertian inform consent oleh komalawati (1989:86) disebutkan sebagai
berikut yang dimaksud dengan inform consent adalah suatu kesepakatan
persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap
dirinya setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis
yang dapat mungkin terjadi.

Dengan lahirnya UU No. 29 tahun 2004 ini, maka semakin


terbuka luas peluang bagi  pasien untuk mendapatkan informasi medis yang
sejelas jelasnya tentang penyakitnya dansekaligus mempertegas kewajiban dokter
untuk memberikan informasi medis yang benar akurat d a n b e r i m b a n g
tentang rencana sebuah tindakan medik yang akan dilakukan
pengobatan maupun peralatan yang akan diterima oleh pasien.
karena pasien yang paling berkepentingan terhadap apa yang akan
dilakukan terhadap dirinya dengan segala resikonya maka
Informed Consent merupakan syarat subjektif terjadinya transaksi
terapeutik dan merupakan hak pasien yang harus dipenuhi sebelum
dirinya menjalani suatu upaya medis yang akan dilakukan ole dokter
terhadap dirinya.

Sehubungan dengan penjelasan tersebut diatas maka  Informed


Consent  bukan hanya s e k e d a r m e n d a p a t k a n f o r m u l i r p e r s e t u j u a n
t i n d a k a n y a n g d i t a n d a t a n g a n i o l e h p a s i e n a t a u keluarganya tetapi
persetujuan tindakan medik adalah sebuah proses komunikasi intensif
untuk mencapai sebuah kesamaan persepsi tetang dapat tidaknya dilakukan suatu
tindakan pengobatan peralatan medis. Jika porses komunikasi intesif ini telah
dilakukan oleh kedua belah pihak yait antara dokter sebagai pemberi pelayanan
dan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan makm hal tersebut dikukuhkan
dalam bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak
demikian halnya jika bahwa ternyata setelah proses komunikasi ini terjadi dan
ternyata pasien menolak maka dokter wajib untuk menghargai keputusan tersebut
dan meminta pasien untuk menandatangani surat pernyataan menolak
tindakan medik jadi informed Consent 

1. TATA LAKSANA INFORMED CONSENT


Sedangkan tatacara pelaksanaan tindakan medis yang akan dilaksanakan
oleh dokter pada pasien lebih lanjut diatur dalam Pasal 23/ 44/ 5o. 67 Tahun 688/
tentang Praktek Kedokteran yang menegaskan sebagai berikut:

1. Setiap tindakan Kedokteran atau Kedokteran gigi yang akan


dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.

2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan


setelah pasien diberikan  penjelasan lengkap

3. Penjelasan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


sekurang kurangnya mencakup:
a) Diagnosis dan tatacara tindakan medis  
b) Tujuan tindakan medis dilakukan.
c) Alasan perlunya dilakukan tindakan medik (diagnosis).
d) Manfaat yang diharapkan dari tindakan medik itu.
e) Resiko yang kemungkinan bisa terjadi jika tindakan medik
itu dilakukan.
f) Akibat tak menyenangkan yang pasti terjadi setelah
dilakukan tindakan medik
g) Resiko yang dapat terjadi jika yang bersangkutan menolak
tindakan medik yang dianjurkan oleh dokter.
h) Ada tidaknya tindakan medik alternatif beserta prosedur,
resiko dan akibatnya.

4. Setiap tindakan medik yang akan dilakukan harus mendapatkan


persetujuan lebih dahulu dari orang yang berhak baik secara
tindakan, lisan ataupun tertulis, kecuali pasien dalam keadaan
emergensi.
5. Persetujuan sebagaiman dimaksudkan dalam butir 1 harus
diberikan dalam keadaan sadar, bebas dan tanpa unsur paksaan
atau tipu daya.
6. Sebelum memberikan persetujuannya, kepada yang bersangkutan
harus diberikan penjelasan lebih dahulu sehingga dengan
penjelasan itu dapat menentukan sikapnya, kecuali ia dengan
secara jelas dan tegas menolak menerima penjelasan.
7. Tenaga kesehatan yang mempunyai kewajiban memberikan
penjelasan adalah dokter yang hendak melakukan tindakan medik,
tetapi kewajiban tersebut dapat didelegasikan kepada dokter lain,
jika terjadi kesalahan dalam memberikan penjelasan maka yang
bertanggung jawab adalah dokter yang melakukan tindakan
medik
8. Sesudah diberikan penjelasan maka yang bersangkutan dapat
menyampaikan persetujuannya dalam bentuk lisan (oral consent)
atau tertulis (written consent) atau sikap yang menunjukkan
persetujuan ( implied consent ).
9. Dalam hal tindakan medik yang hendak dilakukan mengandung
resiko tinggi atau mengakibatkan hal-hal yang sangat tidak
menyenangkan bagi pasien maka sebaiknya persetujuan tindakan
medik dibuat dalam bentuk tertulis dengan cara menandatangani
atau membubuhkan cap ibu jari tangan kiri/ pakai materai pada
formulir yang sesuai dengan jenis tindakan medik yang akan
dilakukan.
10. Sebelum ditandatangani atau dibubuhi cap ibu jari tangan kiri,
formulir tersebut pada butir 7 harus sudah diisi lengkap oleh
dokter yang akan melakukan tindakan medik, untuk kemudian
yang bersangkutan dipersilahkan membacanya, atau jika
dipandang perlu formulir yang telah diisi tadi dibacakan
dihadapannya.
11. Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak
menerima penjelasan dan selanjutnya menyerahkan sepenuhnya
kepada kebijakan dokter maka ia dianggap menyetujui tindakan
medik yang akan dilakukan dokter.
12. Dalam hal yang bersangkutan menolak memberikan persetujuan
tindakan medik maka ia hendaknya diminta menandatangani atau
membubuhkan cap ibu jari tangan kiri pada formulir pernyataan
penolakan, setelah formulir penolakan tersebut diisi lebih dulu.
13. Orang yang berhak memberikan atau menolak memberikan
persetujuan tindakan medik adalah PASIEN yang bersangkutan,
kecuali ia belum dewasa ( belum berumur 21 tahun ) atau belum
pernah menikah atau sehat akalnya.
14. Dalam hal pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka
yang berhak memberikan atau menolak memberikan persetujuan
tindakan medik adalah orang tuanya atau keluarga dekatnya atau
walinya.
15. Dalam hal tindakan medik yang hendak dilakukan dokter
merupakan tindakan medik non-teratipik, pengaruhnya bersifat
irreversible serta akibatnya bakal dirasakan pasien beserta
pasangannya sebagai suami isteri (misalnya sterilisasi untuk
kepentingan KB) maka pasangannya (yaitu suaminya bagi pasien
wanita atau isterinya bagi pasien laki-laki) harus ikut memberikan
persetujuannya dengan membubuhkan tanda tangan atau cap jari
tangan kiri.
16. Meskipun tindakan medik yang hendak dilakukan dokter bersifat
irreversible serta akibatnya bakal dirasakan pasien beserta
pasangannya sebagai suami- isteri tetapi jika tindakan tersebut
merupakan tindakan medik teratipik (misalnya pengangkatan
uterus, kedua ovarium atau kedua testisnya karena tumor ganas)
maka pasangannya tidak diikut sertakan untuk memberikan
persetujuannya.
17. Persetujuan tindakan medik yang sudah diberikan dapat ditarik
kembali (dicabut) setiap saat, kecuali tindakan medik yang
dimaksud sudah sampai pada tahapan pelaksanaan yang
berdasarkan pertimbangan medik tidak mungkin lagi untuk
dibatalkan.
18. Penarikan kembali (pencabutan) sebagaimana dimaksud dalam
butir 15 hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah memberikan
persetujuan tindakan medik.
19. Dalam hal persetujuan tindakan medik diberikan oleh
keluarganya maka yang berhak menarik kembali adalah anggota
keluarga yang telah memberikan persetujuannya atau anggota
keluarga lainnya yang kedudukan hukumnya lebih berhak untuk
bertindak sebagai wali.
20. Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan medik yang
telah diberikan secara tertulis harus dilakukan secara tertulis pula.
21. Semua hal-hal yang sifatnya luar biasa yang ditemukan dalam
proses mendapatkan persetujuan tindakan medik harus dicatat
didalam rekam medik.
22. Semua persetujuan ataupun surat penolakan yang telah dibuat,
harus disimpan sebagai dokumen bersama-sama Rekam medik
dari pasien yang bersangkutan.
E. ASUHAN PASIEN POST OPERATIF

Asuhan bedah post operatif adalah Asuhan yang dilakukan setelah


pasien selesai dilakukan tindakan pembedahan yang direncanakan dan
didokumentasikan.

1. TUJUAN

Untuk memastikan kelanjutan pelayanan selama periode


pemulihan atau rehabilitasi

2. TATA KELOLA

a. Setiap asuhan pasca bedah yang segera pada pasien,


direncanakan dan termasuk asuhan medis, keperawatan,
dan yang lainnya sesuai kebutuhan pasien.

b. Rencana pasca bedah didokumentasikan di dalam rekam


medis pasien oleh ahli bedah yang bertanggung jawab /
DPJP atau diverifikasi oleh DPJP yang bersangkutan
dengan ikut menanda tangani (co-signature)pada rencana
yang didokumentasikan oleh seorang yang mewakili
DPJP.

c. Rencana asuhan Medis pasca bedah didokumentasikan


pada lembaran catatan perkembangan pasien terintegrasi
dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien.

d. Rencana asuhan keperawatan pasca bedah


didokumentasikan pada lembaran asuhan keperawatandan
didokumentasikan dalam rekam medis pasien.

e. Bila ada kebutuhan pasien itu, maka rencana asuhan pasca


bedah oleh pihak lain seperti fisioterapi atau petugas
kesehatan lainnya didokumentasikan dalam lembaran
catatan perkembangan pasien terintegrasi dalam rekam
medis pasien.
f. Rencana pelayanan didokumentasikan pada rekam medis
pasien dalam 24 jam tindakan bedah. Rencana pelayanan
dilaksanakan.
BAB IV

DOKUMENTASI

Data dan penilaian didokumentasikan oleh berbagai disiplin bedah


pada formulir yang sesuai, dan termasuk data medis umum harus
diidentifikasi.Pelayanan dan perawatan harus dikoordinasikan secara efektif
dan efisien. Didokumentasikan sebagai berikut :

F. Staf Medis
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
2. Catatan perkembangan dan kebijakkan penyakit
3. Catatan pre dan post anestesi
4. Laporan konsultasi
5. Laporan Operasi

G. Staf Perawat
1. Catatan penilaian pasien / asuhan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai