Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi
hapir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan
membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan
keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan
yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan
segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman
terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan
tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah
operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan
klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan
sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan
antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di
samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien,
jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor
tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi
penyakit tersebut tidakan pembedahan adalahhal yang baik/benar. Tetapi bagi
pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan
yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah
pentig untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif.
Tindakan perawatan perioperatif yang ?berkesinambungan dan tepat akan
sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan tentang Proses Keperawatan Perioperatif Bedah THT
2. Menjelaskan tentang Proses Keperawatan Perioperatif
Muskuloskeletal
3. Menjelaskan Perawatan Luka Operasi
4. Menjelaskan tentang Mobilisasi
5. Menjelaskan tentang Perawatan Traksi Skeletal

Bedah

C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tentang Proses Keperawatan Bedah THT
2. Mengetahui tentang Proses Keperawatan Bedah Muskuloskeletal

BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Keperawatan Perioperatif Bedah THT (Telinga Hidung
Tenggorokan)

Setelah pesien diputuskan operasi, maka persiapan harus dilakukan, yaitu


persiapan fisik maupun persiapan mental.
Untuk persiapan fisik, hal-hal yang harus diperhatikan ialah persiapan
kulit, gastrointestinal, persiapan untuk anastesi, kenyamanan dan istirahat pasien,
serta obat-obatan

yang digunakan. Sedangkan persiapan mental, sangat

tergantung pada dukungan dari keluarga. Tugas perawat bedah disini adalah dapat
memberikan informasi yang jelas pada pasien. Meliputi anatomi dasar dan kondisi
penyakit pasien. Prosedur operasi sebatas kopetensi yang diberikan, pemeriksaan
diagnostik penunjang, peraturan-peraturan dari tim bedah, keadaan di ruang
operasi, jenis syarat operasi dan ruang tunggu bagi keluarga pasien. Hal ini
dilakukan pada saat perawat bedah melakukan kunjungan sebelum pasien
dioperasi.
a. Pra Operatif
1. Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi klien
dari pelimpahan wewenang pembedahan dan melindungi ahli bedah dan rumah
sakit terhadap pengaduan yang tidak disertai wewenang atau klien tidak
menyadari resiko yang menyertai.
2. Pengkajian
Yang perlu dikaji adalah pengetahuan klien tentang:
Tujuan pembedahan, prosedur pra dan post operasi.

Latihan-latihan yang diperlukan pada post operasi guna mencegah kom-plikasi.


Peristiwa yang akan datang.

*Persiapan Sebelum Pembedahan


a) Persiapan kulit.
Daerah yang akan dilakukan operasi sebaiknya diicukur sesaat sebelum
pembedahan (jika terdapat bulu).
b) Diet.
Pada pasien yang akan direncanakan operasi elective, sebaiknya
dipuasakan beberapa jam sebelum operasi dilaksanakan. Hal ini untuk
menghindari

kesulitan-kesulitan

yang

mungkin

muncul

selama

pembedahan. Idealnya, pasien tidak boleh makan makanan padat selama


12 jam dan tidak boleh minum cairn selama 8 jam sebelum pembedahan.
Namun, pada keadaan darurat hal ini dapat tidak dilakukan.
c) Cairan intravena.
Pertimbangan yang masak harus dilakukan bilamana ingin memberikan
cairan intravena sebelum pembedahan. Pada kasus pembedahan darurat,
dapat dipertimbangkan cairan khusus yang sifatnya menguatkan, seperti
pada kasus perdarahan, dapat diberikan cairan koloid.
d) Pengurangan isi perut.

e) Pemberian obat-obatan.
Pramedikasi anestesi pada pembedahan darurat tidak jauh berbeda dengan
pembedahan elektif. Namun, obat-obat Emergency harus segera
disiapkan untuk menanggulangi resiko yang sering terjadi. Antibiotika
sedapat mungkin diberikan sebelum pembedahan, sebagai profilaksis
untuk melawan peradangan.
f) Tes Laboratorium.
4

Darah harus diambil untuk diperiksa sebelum pembedahan dilakukan,


seperti kadar glukosa darah, kalium serum, dan nilai hematokrit.
g) Transfusi darah.
Darah harus dicocokkan (cross-match) dengan penderita bilamana
diperkirakan akan dilakukan transfusi. Komponen darah (semisal
trombosit) juga harus disiapkan terlebih dahulu bilamana diperlukan.
h) Kandung kemih.
Bilamana akan dilakulan pembedahan, kandung kemih sebaiknya
dikosongkan terlebih dahulu. Pada penderita yang akan dilakukan
pembedahan darurat, dapat digunakan kateter Foley, terutama pada
pembedahan yang lama, pembedahan yang mengakibatkan hilangnya
banyak darah, dan sebagainya.
i) Pernafasan.
Penderita dengan penyakit paru harus dilakukan pemeriksaan spirometri
untuk menilai keadaan fungsi paru sebelum pembedahan. Namun, pada
keadaan darurat, cukup dengan memastikan jalan nafas bebas atau tidak.
j) Tabung nasogastrik.
Jika terdapat gangguan gastrointestinal, perut yang penuh, atau beberapa
alasan istimewa lain dapat dipasang tabung nasogastrik sesudah
pembiusan bilamana tabung itu dibutuhkan.

k) Kateter vena dan arteri.


Suatu infus vena dipasang sesaat sebelum pembedahan jika diperkirakan
akan terjadi kehilangan darah yang banyak atau bilamana kompensasi
jantung

menguatirkan.

Dapat

dipertimbangkan

pemasangan

infus

subklavia di bawah kulit untuk mendeteksi pneumotoraks. Kateter arteri


dapat dipertimbangkan pada penderita dengan sakit berat, atau mereka

yang

menjalani

pembedahan

luas.

PengkajianPasien Pada Saat Di Kamar Operasi

Observasi tingkat kesadaran pasien

Observasi emosi pasien

Observasi aktivitas

Cek obat yang digunakan

Observasi pernafasan pasien

Riwayat penyakit, keluarga, kebiasaan hidup

Cek obat yang digunakan

Observasi tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu

Observasi kulit: warna, turgor, suhu, keutuhan

Pemeriksaan Diagnose

Hasil CT-Scan
Hasil laboratarium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, urium, kreatinin,

BUN, Hb.
Kateterisasi

Tindakan Perawatan Saat Menerima Pasien di Ruang Persiapan

Melakukan serah terima dengan perawat ruangan

Memperkenalkan diri dan anggota tim kepada pasien

Mengecek identitas pasien dengan memanggil namanya

Memberikan surport kepada pasien

Informasikan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan seperti


ganti baju, pemasangan infuse.

Mendampingi pasien saat memberikan premedikasi

Menciptakan situasi yang tenang

Yakinkan pasien tidak menggunakan gigi palsu, perhiasan, kontak lensa


dan alat bantu dengar

Membawa pasien keruang operasi

b. Perawatan Intra Operatif


1. Airway (jalan nafas) Persiapkan alat untuk mempertahankan Airway
antara lain: guedel, laringoskop, ETT berbagai ukuran, system hisab lendir
2. Breathing (pernafasan) persiapan alat untuk terapi O2 antara lain: kanula,
sungkup, bagging dan ventilator
3. Circulation (sirkulasi):
a. Pemeriksaan takikardia
b. Kanulasi arteri dipasang untuk memantau tekanan arteri dan analisa
gas darah
c. Pemasangan CVP untuk pemberian darah

autologus dan infuse

kontinu serta obat-obatan yang perlu diberikan


d. Temperature: sering digunakan nasofaringeal atau rektal untuk
mengevaluasi status pasien dari cooling dan rewarning, tingkat
proteksi miokard, adekuatnya perfusi perifer dan hipertermi maligna
e. Pemeriksaan hiperfentilasi (respon terhadap aktivitas)
f. Pemberian obat-obatan: untuk anastesi dengan tujuan tidak sadar,
amnesia, analgesia, relaksasi otak dan menurunkan respons stress,
sedang obat lain seperti inotropik, kronotropik, antiaritmia, diuretic,
anti hipertensi, anti kuagulan dan kuagulan juga perlu

4. Defibrillator : Alat ini disiapkan untuk mengantisipasi aritmia yang


mengancam jiwa
5. Deathermi : Melakukan pemasangan ground pad harus disesuaikan dengan
ukuran untuk mencegah

panas yang terlalu tinggi pada tempat

pemasangan
6. Posisi pasien dimeja operasi
Mengatur pasien tergantung dari prosedur operasi yang akan dilakukan.
Hal

yang

perlu

diperhatikan:

posisi

harus

fisiologis,

system

muskuloskeletal harus terlindung, lokasi operasi mudah terjangkau, mudah


dikaji oleh anastesi,beri perlindungan pada bagian yang tertekan (kepala,
sacrum, scapula, siku, dan tumit)
7. Menjaga tindakan asepsis
Kondisi asepsis dicapai dengan: cuci tangan, melakukan proparasi kulit
dan drapping. Menggunakan gaun dan sarung tangan yang steril.
c. Perawatan Post Operatif:
1. Baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal
2. Ukur nadi dan tekanan darah secara teratur
3. Awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah
yang terkumpul di faring
4. Nafas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di
tenggorokan. Bila diduga ada perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuan
darah di fosa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat menyebabkan
jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan. Bila perdarahan
belum berhenti, dapat dilakukan penekanan dengan tampon yang
mengandung adrenalin 1:1000. Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba
dengan pemberian hemostatik topikal di fosa tonsil dan hemostatik
parenteral dapat diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belum
berhasil dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dan dilakukan
perawatan perdarahan seperti saat operasi. Mengenai hubungan perdarahan
primer dengan cara operasi, laporan di berbagai kepustakaan menunjukkan
hasil yang berbeda-beda, tetapi umumnya perdarahan primer lebih sering
dijumpai pada cara guillotine.

Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan anestesi segera


pasca bedah umumnya dikaitkan dengan perawatan terhadap jalan nafas.
Lendir, bekuan darah atau kadang-kadang tampon yang tertinggal dapat
menyebabkan asfiksi.

A. Proses Keperawatan Perioperatif Bedah Muskuloskeletal

Setelah pesien diputuskan operasi, maka persiapan harus dilakukan, yaitu


persiapan fisik maupun persiapan mental.
Untuk persiapan fisik, hal-hal yang harus diperhatikan ialah persiapan
kulit, gastrointestinal, persiapan untuk anastesi, kenyamanan dan istirahat pasien,
serta obat-obatan

yang digunakan. Sedangkan persiapan mental, sangat

tergantung pada dukungan dari keluarga. Tugas perawat bedah disini adalah dapat
memberikan informasi yang jelas pada pasien. Meliputi anatomi dasar dan kondisi
penyakit pasien. Prosedur operasi sebatas kopetensi yang diberikan, pemeriksaan
diagnostik penunjang, peraturan-peraturan dari tim bedah, keadaan di ruang
operasi, jenis syarat operasi dan ruang tunggu bagi keluarga pasien. Hal ini
dilakukan pada saat perawat bedah melakukan kunjungan sebelum pasien
dioperasi.
9

a. Pra Operatif
1. Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi klien
dari pelimpahan wewenang pembedahan dan melindungi ahli bedah dan rumah
sakit terhadap pengaduan yang tidak disertai wewenang atau klien tidak
menyadari resiko yang menyertai.
2. Pengkajian
Yang perlu dikaji adalah pengetahuan klien tentang:
Tujuan pembedahan, prosedur pra dan post operasi.
Latihan-latihan yang diperlukan pada post operasi guna mencegah kom-plikasi.
Peristiwa yang akan datang.

KESIAPAN PSIKOLOGIS TERHADAP PEMBEDAHAN


Kecemasan yang berat akan mempengaruhi hipotalamus dan menimbulkan
dua me-kanisme yang berbeda. Impuls pertama disponsori oleh sistem saraf
simpatis yang akan mempengaruhi medula adrenal dalam memproduksi
epinephrin dan nor epinephrin. Dalam keadaan normal, kedua substansi ini akan
memberikan sirkulasi darah yang adekuat sehingga keseimbangan cairan dan
elektrolit terjaga, suhu tubuh stabil sehingga energi terpenuhi. Tetapi jika
produksinya patologis akan meningkatkan rate dan kontraksi jantung, dilatasi
pupil, penurunan motilitas GI tract hingga terjadi glikogenolisis dan glukoneogenesis di hepar. Sedangkan mekanisme kedua akan mempengaruhi kelenjar
hipofise anterior sehingga merangsang produksi hormon adrenokortikosteroid
yaitu aldosteron dan glukokortikoid. Aldosteron berperan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, reabsorbsi air dan natrium.
Glukokortikoid menyediakan energi pada kondisi emergensi dan penyembuhan
jaringan.
Kecemasan dapat timbul karena kesiapan psikologis terhadap pembedahan belum
terjadi. Tanda-tanda fisiologis yang penting dalam indikasi cemas adalah:
Kulit : pucat, lembab.
Pupil : dilatasi.
Respirasi : lebih dalam.
Nadi : ritme dan kekuatan meningkat.
Temperatur: sedikit meningkat.
GI : anorexia, nausea.
Motorik : gelisah, gerakan stereotypi, immobilitas (stress berat).
Perilaku : rentang perhatian berkurang, kemampuan mengikuti perintah
10

menurun.
Interaksi: bertanya terus, pengungkapan negatif.
3. KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI
Data mengenai penginderaan dan bahasa menunjukkan kemampuan klien untuk
mengerti petunjuk-petunjuk dan kemampuan menerima pengalamam perioperatif.
4. OKSIGENASI
Adanya riwayat gangguan respirasi sangat berpengaruh terhadap kemampuan
mengembangkan paru-paru serta potensial atelektasis atau pneumonia pasca
bedah. Riwayat gangguan vaskuler berpengaruh terhadap gangguan suplay O2
pasca bedah.
5. NUTRISI
Kelebihan atau kekurangan berat badan dapat dihitung dari rasio tinggi badan dan
berat badan. Defisiensi nutrisi harus dicegah. Intake diit yang tidak adekuat, mual,
anoreksia dan kondisi oral jelek akan mempengaruhi intake nutrisi sebelum
operasi dan merupakan faktor yang harus dipertim-bangkan pada periode pasca
bedah.
6. ELIMINASI
Mobilitas dan ambulatori merupakan kegiatan penting pasca bedah untuk mencegah komplikasi. Kurang kegiatan menyebabkan konstipasi pasca bedah,
terutama bila memiliki riwayat konstipasi kronis.
7. AKTIFITAS
Kemampuan bergerak dan berjalan pada pasca bedah akan menentukan kegiatan
yang harus dilaksanakan untuk memberi kesempatan kepada gerakan yang
maksimum.
8. KENYAMANAN
Kegiatan rutin ataupun prosedur tertentu perlu dijelaskan kepada klien demi
mencegah salah pengertian, serta untuk meningkatkan pengetahuan dan mengurangi kecemasan.

PengkajianPasien Pada Saat Di Kamar Operasi

Observasi tingkat kesadaran pasien

11

Observasi emosi pasien

Observasi aktivitas

Cek obat yang digunakan

Observasi pernafasan pasien

Riwayat penyakit, keluarga, kebiasaan hidup

Cek obat yang digunakan

Observasi tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu

Observasi kulit: warna, turgor, suhu, keutuhan

Pemeriksaan Diagnose

Hasil CT-Scan

Hasil laboratarium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, urium, kreatinin,

BUN, Hb.

Kateterisasi

Tindakan Perawatan Saat Menerima Pasien di Ruang Persiapan

Melakukan serah terima dengan perawat ruangan

Memperkenalkan diri dan anggota tim kepada pasien

Mengecek identitas pasien dengan memanggil namanya

Memberikan surport kepada pasien

12

Informasikan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan seperti


ganti baju, pemasangan infuse.

Mendampingi pasien saat memberikan premedikasi

Menciptakan situasi yang tenang

Yakinkan pasien tidak menggunakan gigi palsu, perhiasan, kontak lensa


dan alat bantu dengar

Membawa pasien keruang operasi

b. Perawatan Intra Operatif


Pada periode intra operatif, pengkajian difokuskan pada perubahan hemodinamik,
keamanan dan keselamatan, pengaturan posisi serta koordinasi kesiapan proses
pembedahan. Tindakan keperawatan yang harus dilakukan:
1. Pengelolaan keamanan dan keselamatan fisik.
Jaminan perhitungan kassa, jarum, instrumen harus cocok untuk pemakaian.
Mengatur posisi klien:
a. Posisi fungsional.
b. Membuka daerah operasi.
c. Mempertahankan posisi selama prosedur.
Memasang alat ground.
Menyiapkan bahan fisik.
2. Pemantauan fisiologis
Mengkalkulasi kebutuhan cairan dan pengaruh akibat kekurangan cairan.
Membandingkan data abnormal dari cardio pulmonal.
Melaporkan perubahan.
3. Manajemen keperawatan
Menyiapkan keselamatan fisik.

13

Mempertahankan aseptis lingkungan.


Pengelola SDM yang efektif.
4. Airway (jalan nafas) Persiapkan alat untuk mempertahankan Airway antara
lain: guedel, laringoskop, ETT berbagai ukuran, system hisab lendir
5. Breathing (pernafasan) persiapan alat untuk terapi O2 antara lain: kanula,
sungkup, bagging dan ventilator
6. Circulation (sirkulasi):
a. Pemeriksaan takikardia
b. Kanulasi arteri dipasang untuk memantau tekanan arteri dan
analisa gas darah
c. Pemasangan CVP untuk pemberian darah autologus dan infuse
kontinu serta obat-obatan yang perlu diberikan
d. Temperature: sering digunakan nasofaringeal atau rektal untuk
mengevaluasi status pasien dari cooling dan rewarning, tingkat
proteksi miokard, adekuatnya perfusi perifer dan hipertermi
maligna
e. Pemeriksaan hiperfentilasi (respon terhadap aktivitas)
f. Pemberian obat-obatan: untuk anastesi dengan tujuan tidak
sadar, amnesia, analgesia, relaksasi otak dan

menurunkan

respons stress, sedang obat lain seperti inotropik, kronotropik,


antiaritmia, diuretic, anti

hipertensi, anti kuagulan dan

kuagulan juga perlu


7. Defibrillator : Alat ini disiapkan untuk mengantisipasi aritmia yang
mengancam jiwa
c. Perawatan Post Operatif:
a. Baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal
b. Ukur nadi dan tekanan darah secara teratur
c. Observasi kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena
pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma.
d. Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan
mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu
memantau TTV setiap 10-15 me-nit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam
sekali.

14

e. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan


kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi
dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk
mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.

1.

Perawatan Luka Operasi


Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan suci hama (larutan
betadine dan sebagainya), lalu ditutup dengan kain penutup luka secara
penodik. Pembalut luka diganti dan luka dibersihkan. Dibuat pula catatan
kapan benang/orave kapan dicabut atau dilonggarkan. Diperhatikan pula
apakah luka sembuh perprinum atau di bawah luka terdapat eksudat.
1. Tempat perawatan pasca operasi atau bedah
Setelah tindakan di kamar operasi penderita dipindahkan dalam
kamar rawat (recovery room) yang dilengkapi dengan alat pendingin
kamar udara setelah beberapa hari. Bila keadaan penderita gawat
segera pindahakan ke unit kamar darurat (intensive care unit).

2. Pemberian cairan
Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi
(PPO), maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak perban
mengandung elektrolik yang diperlukan agar jangan terjadi
hipertermia, dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ tubuh
lainnya.
3. Nyeri
Sejak penderita sadar 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan di
daerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri diberikan obat-obatan
antiseptik dan penenang seperti suntikan intramuskuler ptihidin dosis
100-150 mg secara perinfus atau obat lainnya
4. Mobilisasi
Segera tahap demi tahap berguna untuk membantu jalannya
penyembuhan penderita. Kemajuan mobilisasi tergantung juga pada
jenis operasi yang dilakukan oleh komplikasi yang mungkin dijumpai
5. Pemberian obat-obatan
Seperti antibiotik, kemoterapi dan antiflamasi
6. Perawatan putih
Setelah selesai operasi dokter bedah dan anastesi telah membuat
rencana pemeriksaan rutin atau (check up) bagi penderita pasca bedah
yang diteruskan kepada dokter atau tenaga kesehatan lain.

2.

Mobilisasi
15

a. RANGE OF MOTION
1. Pengertian.
Range of motion (ROM) : ruang lingkup gerak sendi.
Range of Movement (ROM) : jangkauan gerak sendi.
Tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkanRange of
Motion persendian secara normal dan lengkap, meliputi kegiatan sendi
secara rutin dan efektif
-Latihan aktif : pasien secara mandiri dapat menggerakkan persendian
melalui ROM nya secara penuh (latihan isotonik).
-Latihan aktif assistif : perawat memberikan dorongan seminimal
mungkin.
-Latihan ROM Pasif : pasien tidak mampu bergerak secara bebas dan
perawat menggerakkan setiap persendian melalui ROM.
PROSEDUR DAN LANGKAH LATIHAN ROM
a. Beri tahu pasien latihan yang akan diberikan
b. Hindari latihan yang berlebihan
c. Gerakan dimulai secara perlahan dengan gerakan yang halus dan
secara ritmik
d. Gerakan persendian sampai ada tahanan dan hindari timbulnya
nyeri
e. Selama menggerakan persendian perawat melakukan evaluasi.
f. Kembalikan persendian pada posisi yang normal setelah
melakukan latihan.
g. Cegah timbulnya friksi seminimal mungkin.
h. Gunakan latihan ROM dua kali sehari secara reguler untuk
membentuk kemampuan otot dan sendi.
i. Observasi pernapasan dan ritme jantung yang
berkembang/berubah naik pada saat latihan . Irama akan normal
kembali setelah beberapa menit.
2. Beberapa bentuk tindakan yang dapat diberikan pada latihan ROM :
a. Leher : Fleksio, Rotasi, Lateral pleksi , Sirkumduksi.
b. Bahu : Fleksi, Abduksi dan adduksi, Rotasi external dan internal
c. Siku : Fleksi dan Ekstensi.
d. Pergelangan Tangan : Pronasi dan supinasi, Fleksi dan ekstensi,
Deviasi radiasi dan ulnar.
e. Jari dan Ibu Jari : Rotasi, Adduksi, Fleksi/ekstensi dan aposisi.
f. Tenggorokan : Fleksi, Rotasi
g. Pangkal Paha dan Lutut : Fleksi/ekstensi, Rotasi Interna/Eksterna,
Abduksi/adduksi, Rotasi pangkal paha setengah lingkaran sejauh mungkin.
h. Pergelangan Kaki : Dorsal fleksi/plantar fleksi Inversi/Eversi,
Rotasi, Fleksi/Hiperekstensi.
b. PEMENUIHAN KEBUTUHAN BODY ALIGMENT
1. Pengertian.

16

Bodi aligment adalah susunan geometrik bagian-bagian tubuh


dalam berhubungan dengan bagian yang lain untuk meningkatkan
keseimbangan dan memaksimalkan fungsi tubuh dalam berbagai posisi
klien yang sesuai.
Bodi aligment yang baik adalah dengan mempertahankan keseimbangan
sepanjang garis gravitasi.
2. Pengaturan Posisi pasien di tempat tidur.
a. Posisi Fowler
b. Posisi Prone
c. Posisi Lateral
d. Posisi Sim
e. Posisi Dorsal Recumbent.

3.

Perawatan Traksi Skeletal


Traksi Skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi ini digunakan
paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus dan tulang
leher. Kadang- kadang skelet traksi bersifat seimbang yang menyokong
ekstermitas yang terkena, memungkinkan gerakan pasien sampai batasbatas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien maupun asuh
keperawatan sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan yang
termasuk skelet traksi adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare,2001 ).
a. Traksi Rangka Seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah
tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan traksi ini
tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang
ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal.
Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang
tersebut.
Ektermitas pasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut
membentuk sekitar 35, kerekan primer disesuaikan sedemikian sehingga
garis ketegangan koaksial dengan sumbu longitudinal femur yang

17

mengalami fraktur. Beban yang cukup berat dipasang sedemikian rupa


mencapai panjang normalnya. Paha penderita disokong oleh alat parson
yang dipasang pada bidai tomas alat parson dan ektermitas itu sendiri
dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang sesuai sehingga kaki
tergantung bebas diudara.
Dengan demikian pemeliharaan penderita ditempat tidur sangat
mudah. Bentuk traksi ini sangat berguna sekali untuk merawat berbagai
jenis fraktur femur. Seluruh bidai dapat diadduksi atau diabduksi untuk
memperbaiki deformitas angular pada bidang medle lateral fleksi panggul
dan lutut lebih besar atau lebih kecil memungkinkan perbaikan lateral
posisi dan angulasi alat banyak memiliki keuntungan antara lain traksi
elefasi keaksial.
Longitudinal pada tulang panjang yang patah, ektermitas yang
cidera mudah dijangkau untuk pemeriksaan ulang status neuro vascular,
dan untuk merawat luka lokal serta mempermudah perawatan oleh
perawat. Seperti bentuk traksi yang mempergunakan pin rangka, pasien
sebaiknya diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya peradangan atau
infeksi sepanjang pin, geseran atau pin yang kendor dan pin telah tertarik
dari tulang(Wilson, 1995 ).
b. Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3
tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen fragmen pada
fraktur tulang femur hampir selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90
penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur.
*Traksi Skeletal
Cuci tangan
Atur posisi klien dalam posisi lurus di tempat tidur untuk mempertahankan

tarikan traksi yang optimal


Buka set ganti balut, cairan pembersih dan gunakan sarung tangan steril
Bersihkan pin serta area kulit sekitar pin, menggunakan lidi kapas dengan

teknik menjauh dari pin (dari dalam ke luar)


Beri salep anti bakteri jika diperlukan sesuai protokol RS
Tutup kassa di lokasi penusukan pin
Lepas sarung tangan
Buang alat alat yang telah dipakai ke dalam plastik khusus infeksius

18

Cuci tangan
Anjurkan klien menggunakan trapeze untuk membantu dalam pergerakan di

tempat tidur selama ganti alat dan membersihkan area punggung/ bokong
Berikan posisi yang tepat di tempat tidur
0 Perawatan

Berikan tindakan kenyamanan (contoh: sering ubah posisi, pijatan

punggung) dan aktivitas terapeutik


Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi,

gunakan teknik aseptic dengan tepat.


Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan

imajinasi, nafas dalam.


Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh:
edema, eritema

BAB III
PENUTUPAN

19

Kesimpulan
Setelah pesien diputuskan operasi, maka persiapan harus dilakukan, yaitu
persiapan fisik maupun persiapan mental.
Untuk persiapan fisik, hal-hal yang harus diperhatikan ialah persiapan
kulit, gastrointestinal, persiapan untuk anastesi, kenyamanan dan istirahat pasien,
serta obat-obatan

yang digunakan. Sedangkan persiapan mental, sangat

tergantung pada dukungan dari keluarga. Tugas perawat bedah disini adalah dapat
memberikan informasi yang jelas pada pasien. Meliputi anatomi dasar dan kondisi
penyakit pasien. Prosedur operasi sebatas kopetensi yang diberikan, pemeriksaan
diagnostik penunjang, peraturan-peraturan dari tim bedah, keadaan di ruang
operasi, jenis syarat operasi dan ruang tunggu bagi keluarga pasien. Hal ini
dilakukan pada saat perawat bedah melakukan kunjungan sebelum pasien
dioperasi.

DAFTAR PUSTAKA

_Arie Gibran. 2012. Traksi Pada Fraktur.


http://kehidupan18ku.blogspot.co.id/2012/10/traksi-pada-frakture.html, 27
September 2016

20

_Budiawan. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Traksi.


http://petrus88.blogspot.co.id/2012/04/asuhan-keperawatan-pada-klientraksi.html, 27 September 2016
_Hendrik Saputra. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Traksi.
http://endrix89.blogspot.co.id/2009/04/asuhan-keperawatan-klien-dengantraksi.html, 27 September 2016
_Fandik Prasetiyawan. 2012. Makalah Asuhan Keperawatan Pra dan Post.
http://fandik-prasetiyawan.blogspot.com/2012/11/makalah-asuhan-keperawatanpra-dan-post.html, 27 September 2016
_Setiani. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Muskuloskeletal.
http://kumpulan-asuhan-keperawatan-eddie.blogspot.co.id/2011/12/askepgangguan-muskuloskeletal_22.html, 27 September 2016
_Mulyani. 2014. Makalah Keperawatan Luka Pasca Operasi.
http://dokumen.tips/documents/makalah-perawatan-luka-pasca-operasi.html,
27September 2016
_Nilam Sari. 2008. Keperawatan Perioperatif Pada Fraktur Mandibula.
https://akperppni.wordpress.com/2008/10/31/keperawatan-perioperatif-padafraktur-mandibulae/, 27 September 2016
_Fery Heryawan. 2014. Makalah Perawatan Luka Bersih dan Kotor.
https://feryromanisti.wordpress.com/makalah-perawatan-luka-bersih-kotor/, 27
September 2016

21

22

Anda mungkin juga menyukai