NPM 51622120036
Menurut Mulyadi (2009: 4-8), pada tahap awal perkembangannya, Balanced Scorecard
ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an,
eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan. Sebagai akibatnya fokus
perhatian hanya dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga terdapat
kecenderungan untuk mengabaikan kinerja nonkeuangan, seperti kepuasan customers,
produktivitas, dan cost effectivitness process yang digunakan untuk menghasilkan produk dan
jasa, keberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan
customers.
Hal ini disebabkan ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan
dari sistem akuntansi berjangka pendek, maka pengukuran kinerja yang berfokus ke keuangan
mengakibatkan eksekutif lebih memfokuskan perwujudan kinerjajangka pendek. Pada tahun
1990 Nolan Norton Insitute, bagian riset kantor akuntan publik KMPG di USA yang dipimpin
oleh David P. Norton mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa
Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang
digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutiftidak lagi memadai.
Definisi dan Konsep Balanced Scorecard
Menurut Hansen dan Mowen dalam buku Amin Widjaja Tunggal (2009: 2), Balanced
Scorecard adalah “A responsibility accounting system objectives and measures for fou r
different perspective: the financial perspective, the customer perspective, the process
perspective, and the learning and growth (infrastructure) perspective”.
Konsep Balanced Scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja yang memberikan
kerangka komprehensif untuk menjabarkan visi ke dalam sasaran-sasaran strategik. Sasaran
strategik yang komprehensif itu dapat dirumuskan ke dalam Balanced Scorecard, karena
Balanced Scorecard menggunakan empat perspektif yang satu sama lain saling berhubungan
dan tidak dapat dipisahkan yang merupakan indikator pengukur kinerja yang saling melengkapi
dan saling memiliki hubungan sebab-akibat (Mulyadi, 2009: 7)
1. Perspektif Keuangan
Perspektif ini tetap digunakan dalam Balanced Scorecard karena ukuran finansial
sangatpenting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah
diambil.Ukuran finansial ini memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi,
danpelaksanaannya memberikan konstribusi atau tidak bagi peningkatan laba
perusahaan.Tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda yaitu menentukan
kinerjafinansial yang diharapkan dari strategi dan menjadi sasaran akhir dari tujuan dan
ukuranperspektif lainnya. Balanced Scorecard membaginya menjadi tiga tahap, yaitu
(SonyYuwono, et al, 2007: 31).
a. Growth (Pertumbuhan)
Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan, di mana perusahaan memiliki produk atau
jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Dalam tahap
pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan
tingkat pengembalian modal yang rendah. Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang
cocok dalam tahap ini adalah tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam
segmen pasar yang telah ditargetkan.
b. Sustain (Bertahan)
Tahapan kedua, di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan
mengisyratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba
mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika mungkin.
Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas
investasi yang dilakukan.
c. Harvest (Kedewasaan)
Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar
yang ada, yang meliputi antara lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume
unit penjualan.
Mengukur di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau
memenangkan bisnis baru. Pengukuran dapat dilakukan melalui persentase jumlah
penambahan pelanggan baru dan perbandingan total penjualan baru dengan jumlah
pelanggan baru yang ada.
Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam
value proposition. Pengukuran dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, seperti
survei melalui surat (pos), interview melalui telepon, atau personal interview.
Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang
khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi
pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Balanced Scorecard membaginya dalam
tiga model dari proses bisnis utama, yaitu (Sony Yuwono, et al, 2007: 37-39).
a. Proses Inovasi
Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari
pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi
dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian R dan D, sehingga setiap keputusan
pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat
dikomersialkan (didasarkan pada kebutuhan pasar). Aktivitas R dan D ini merupakan
aktivitas penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan, terutama untuk jangka
panjang.
b. Proses Operasi
Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk atau jasa.
Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian: 1) proses pembuatan
produk dan 2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja
terkait dalam proses operasi dikelompokan pada: waktu, kualitas, dan biaya.
Proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan produk atau
jasa dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahap ini, misalnya: penanganan garansi
dan perbaikan; penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan; serta pemrosesan
pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam
pelayanan purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan, dengan menggunakan
tolok ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses
operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari
saat keluhan pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.
Menurut Sony Yuwono, Edy Sukarno, dan Muchammad Ichsan (2007: 39-43),
mengemukakan bahwa proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor
sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah
pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan
organisasi. Dalam organisasi knowledge-worker, manusia adalah sumber daya utama. Dalam
berbagai kasus, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan fondasi keberhasilan
bagi knowledge-worker organization dengan tetap memperhatikan faktor sistem dan
organisasi.
Tantangan bagi perusahaan adalah agar para pegawai dapat menyumbangkan segenap
kemampuannya untuk organisasi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja
karyawan, serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Perusahaan yang ingin mencapai
tingkat kepuasan yang tertinggi perlu dilayani oleh pekerja yang terpuaskan perusahaan
Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan, perusahaan perlu melakukan survei
secara teratur. Beberapa unsur kepuasan karyawan yaitu keterlibatan dalam
pengambilan keputusan, pengakuan/penghargaan (reward and recognition) karena
telah melakukan pekerjaan dengan baik, akses memperoleh informasi, dorongan untuk
melakukan kreativitas dan inisiatif, serta dukungan dari atasan. Produktivitas pekerja
dapat diukur dengan total penjualan bersih dibagi dengan jumlah pekerja atau laba
bersih setelah pajak dibagi denganjumlah pekerja (Thomas Sumarsan, 2010: 232).
Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap
upaya pemberianmotivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma
manajemen terbarumenjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi
pegawai untuk melakukan trial and error, sehingga turbelensi lingkungan sama-sama
dicobakenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis, tetapi juga oleh segenap
pegawai di dalam organisasi sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Oleh
karena itu, upaya tersebut perlu dukunganmotivasi yang besar dan pemberdayaan
pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan.
Tentunya itu semua harus dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus
sejalan dengan tujuan organisasi.
Dalam artikel “The Balanced Scorecard : Measures that Drives Performance” (Harvard
Business Review, January-February 1992), Kaplan melakukan riset terhadap12 perusahaan
yang memiliki kinerja yang bagus secara finansial. Dalam riset awalyang dilakukan tersebut
menyatakan bahwa 10 perusahaan diantaranya memilikikriteria-kriteria yang menunjukkan
bahwa Balanced Scorecard dapat diterapkan.Beberapa perusahaan mencoba
mengimplementasikan konsep Balanced Scorecard dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja
finansial mereka, serta untu mempengaruhi perubahan kultur yang ada dalam perusahaan.
Terjadinya perubahankultur dalam perusahaan ini disebabkan karena adanya perubahan dari
sistem yangtelah lama diterapkan oleh perusahaan kepada suatu sistem baru dimana sistem
yangbaru ini dirancang untuk melipatgandakan kinerja dengan empat perspektif
yaituperspektif finansial, perspektif customer, perspektif proses bisnis (internal) danperspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Menurut O’Reilly (Mattson, 1999:1),Sebenarnya Balanced
Scorecard memiliki fokus yang sama dengan praktek manajementradisional yaitu sama-sama
berorientasi pada customer dan efisiensi atas prosesproduksi, tetapi yang membuat berbeda
adalah Balanced Scorecard ini memberikansuatu rerangka pengembangan organisasi bisnis
untuk melakukan pengukuran danmonitoring semua faktor yang berhubungan dengan hal
tersebut secara terus-menerus.
Dengan adanya konsep Balanced Scorecard akan terus memelihara arah dan
kemajuanperusahaan sesuai dengan apa yang menjadi visi dan misi organisasi.Selain itu
Balanced Scorecard akan membantu perusahaan dalam menyelaraskantujuan dengan satu
strategi yang ingin diterapkan, karena Balanced Scorecard membantu mengeliminasi berbagai
macam strategi manajemen puncak yang tidaksesuai dengan strategi karyawan dengan cara
membantu karyawan untuk memahamibagaimana peran serta mereka dalam rangka
peningkatan kinerja perusahaan secarakeseluruhan.
Seimbang
Terukur
Pembangunan suatu peta strategi hanya dapat dilakukan secara runtut dari level
tertinggi ke level yang lebih rendah. Jadi, ketika kita ingin membangun peta strategi suatu unit
eselon II, maka syarat mutlaknya adalah telah terbangunnya peta strategi unit eselon I di
atasnya.
Studi kasus: Direktorat Barang Milik Negara (BMN) I pada Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN). Tugas dan fungsi utama Dit. BMN I adalah pengelolaan barang
milik negara pada Kementerian Negara, Lembaga dan Badan Layanan Umum (BLU).
Peta strategi Dit. BMN I (Depkeu-Two) baru dapat disusun apabila peta strategi DJKN
(Depkeu-One) telah terbangun. Dalam contoh kasus ini, diasumsikan bahwa Depkeu-One
untuk DJKN sudah diturunkan dari Depkeu-Wide. Lampiran VI dalam buku panduan ini
menjelaskan secara lebih rinci teknik penyusunan peta strategi mulai dari level tertinggi
(Depkeu-Wide). Adapun penyusunan BSC pada Dit. BMN I mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
Peta Strategi
Pastikan unit organisasi memiliki visi dan misi yang dapat dilihat pada renstra a. unit tersebut.
Sebagai institusi publik yang tidak berorientasi pada profit, tentukan i. stakeholder dari unit
tersebut. Stakeholder adalah pihak yang secara tidak langsung memiliki kepentingan atas
outcome dari suatu organisasi.
Proses scorecard dimulai dengan tim manajemen puncak yang bersama-sama bekerja
menerjemahkan strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan strategis yang spesifik. Untuk
menetapkan berbagai tujuan finansial, tim ini harus mempertimbangkan apakah akan
menitikberatkan kepada pertumbuhan pendapatan dan pasar, profitabilitas atau
menghasilkan arus kas (cash flow). Khusus untuk perspektif pelanggan, tim manajemen
harus menyatakan dengan jelas pelanggan dan segmen pasar yang diputuskan untuk
dimasuki. Setelah tujuan finansial dan pelanggan ditetapkan, perusahaan kemudian
mengidentifikasi berbagai tujuan dan ukuran proses bisnis internal. Identifikasi semacam
ini merupakan salah satu inovasi dan manfaat utama dari pendekatan scorecard.
Keterkaitan yang terakhir, tujuan pembelajaran dan pertumbuhan, memberi alasan logis
terhadap adanya kebutuhan investasi yang besar untuk melatih ulang para pekerja, dalam
teknologi dan sistem informasi, serta dalam meningkatkan berbagai prosedur
organisasional. Semua investasi dalam sumber daya manusia, sistem dan prosedur
menghasilkan inovasi dan perbaikan yang nyata pada proses bisnis internal, untuk
kepentingan pelanggan dan pada akhirnya, untuk kepentingan para pemegang saham.
b. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
Kaplan, S. Robert, dan David, P. Norton, (1996). The Balanced Scorecard: Translating Strategy
into Action, Edisi satu, Boston, United States of America: HarvardBusiness School
Press.
Mattson, Beth, (1999). Executives learn how to keep score : Balanced Scorecard gets all
employees focusing on vision, http://www.ianalliot.com.
Mulyadi, dan Johny, Setyawan, (2009). Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen :
Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan, Edisi satu, Yogyakarta:Aditya Media,
Erna Rizki Yoland; Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Yang
Memadai” (Sebuah Studi Pada Perusahaan Bio Tech Sarana di Bandung) Mathius
Tandiontong Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Kristen Maranatha: Agustus
2011