Anda di halaman 1dari 10

Sejarah dan Konsep Balance Scorecard

Balanced Scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang pertama kali dikemukakan oleh
David P. Norton sebagai CEO Nolan Norton dan Robert S. Kaplan sebagaikonsultan akademis
dalam sebuah proyek penelitian yang berlangsung dalam satu tahun yang melibatkan berbagai
perusahaan. Setiap wakil dari perusahaan-perusahaan tersebut mengadakan pertemuan tiap dua
bulan sekali pada tahun 1990 dalam upaya mengembangkan suatu model pengukuran kinerja
perusahaan yang baru. Penelitian ini dimotivasi oleh suatu keyakinan bahwa berbagai pendekatan
pengukuran kinerja perusahaan yang ada saat ini terutama yang didasarkan pada ukuran kinerja
keuangan tidak membantu perusahaan untuk menciptakan nilai ekonomis masa depan.

Perkembangan Balanced Scorecard

Menurut Mulyadi (2009: 4-8), pada tahap awal perkembangannya, Balanced Scorecard ditujukan
untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an, eksekutif hanya
diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan. Sebagai akibatnya fokus perhatian hanya
dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga terdapat kecenderungan untuk
mengabaikan kinerja nonkeuangan, seperti kepuasan customers, produktivitas, dan cost
effectivitness process yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, keberdayaan dan
komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan customers.

Hal ini disebabkan ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem
akuntansi berjangka pendek, maka pengukuran kinerja yang berfokus ke keuangan mengakibatkan
eksekutif lebih memfokuskan perwujudan kinerjajangka pendek. Pada tahun 1990 Nolan Norton
Insitute, bagian riset kantor akuntan publik KMPG di USA yang dipimpin oleh David P. Norton
mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”. Studi ini
didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh
semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutiftidak lagi memadai.

Definisi dan Konsep Balanced Scorecard

Menurut Atkinson, et al dalam buku Sony Yuwono, et al (2007: 8), Balanced Scorecardadalah “A
measurement and management system that views a business unit’s performancefrom four
perspectives:financial, customer, internal business process, and learning andgrowth”, yang berarti
pengukuran dan sistem manajemen penilaian kinerja dengan empatperspektif yaitu keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran danpertumbuhan. Menurut Mulyadi (2001:
3), Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu

Balanced (berimbang) : menunjukan bahwa kinerja eksekutif diukur secara berimbang dari dua
aspek: keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern.
Scorecard (kartu skor) : kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang dan
juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan personel dimasa depan.

Menurut Hansen dan Mowen dalam buku Amin Widjaja Tunggal (2009: 2), Balanced Scorecard
adalah “A responsibility accounting system objectives and measures for fou r different perspective:
the financial perspective, the customer perspective, the process perspective, and the learning and
growth (infrastructure) perspective”.

Konsep Balanced Scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja yang memberikan kerangka
komprehensif untuk menjabarkan visi ke dalam sasaran-sasaran strategik. Sasaran strategik yang
komprehensif itu dapat dirumuskan ke dalam Balanced Scorecard, karena Balanced Scorecard
menggunakan empat perspektif yang satu sama lain saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan
yang merupakan indikator pengukur kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan
sebab-akibat (Mulyadi, 2001: 7)

Perspektif Balanced Scorecard

Balanced Scorecard memungkinkan perusahaan untuk mencatat hasil kerja kinerja keuangan
sekaligus membantu kemajuan perusahaan dalam membangun kemampuan dan mendapatkan
aktiva tak berwujud yang dibutuhkan untuk pertumbuhan masa depan. Menyajikan keseimbangan
tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam bentuk sistem ukuran kinerja strategik yang mencakup
empat perspektif sebagai berikut (Kaplan dan Norton, 2000: 52).

1. Perspektif Keuangan

Perspektif ini tetap digunakan dalam Balanced Scorecard karena ukuran finansial sangatpenting
dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil.Ukuran
finansial ini memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi, danpelaksanaannya
memberikan konstribusi atau tidak bagi peningkatan laba perusahaan.Tujuan dan ukuran finansial
harus memainkan peran ganda yaitu menentukan kinerjafinansial yang diharapkan dari strategi
dan menjadi sasaran akhir dari tujuan dan ukuranperspektif lainnya. Balanced Scorecard
membaginya menjadi tiga tahap, yaitu (SonyYuwono, et al, 2007: 31)

ü Growth (Pertumbuhan)

Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan, di mana perusahaan memiliki produk atau jasa yang
secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan
biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang
rendah. Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah tingkat
pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.

ü Sustain (Bertahan)

Tahapan kedua, di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan
mengisyratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba
mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika mungkin. Sasaran
keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang
dilakukan.

ü Harvest (Kedewasaan)
Tahapan ketiga, di mana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil investasi pada tahap-
tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan
kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran
keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolok ukur adalah memaksimumkan
arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.

Perspektif Pelanggan

Perspektif pelanggan dalam Balanced Scorecard mengidentifikasi bagaimana kondisi pelanggan


dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor. Segmen
yang dipilih mencerminkan keberadaan pelanggan sebagai sumber pendapatan. Dalam perspektif
ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama, yaitu (Sony Yuwono, et al, 2007: 33)

ü Market Share (Pangsa Pasar)

Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada,
yang meliputi antara lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.

ü Customer Retention (Pertumbuhan/Mempertahankan Pelanggan)

Mengukur tingkat di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.


Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan
jumlah pelanggan yang saat ini dimiliki perusahaan.

ü Customer Acquisition (Menarik/Perolehan Pelanggan Baru)

Mengukur di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis
baru. Pengukuran dapat dilakukan melalui persentase jumlah penambahan pelanggan baru dan
perbandingan total penjualan baru dengan jumlah pelanggan baru yang ada.

ü Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan)

Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value
proposition. Pengukuran dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, seperti survei melalui
surat (pos), interview melalui telepon, atau personal interview.

ü Customer Profitabilitas (Keuntungan Pelanggan)

Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus
diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.

Perspektif Proses Bisnis Internal

Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan
memberikan hasil finansial yang baik. Balanced Scorecard membaginya dalam tiga model dari
proses bisnis utama, yaitu (Sony Yuwono, et al, 2007: 37-39)
ü Proses Inovasi

Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan
menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi dalam perusahaan biasanya
dilakukan oleh bagian R dan D, sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah
memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersialkan (didasarkan pada kebutuhan pasar).
Aktivitas R dan D ini merupakan aktivitas penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan,
terutama untuk jangka panjang.

ü Proses Operasi

Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk atau jasa. Aktivitas di
dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian: 1) proses pembuatan produk dan 2) proses
penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja terkait dalam proses operasi
dikelompokan pada: waktu, kualitas, dan biaya.

ü Layanan Purna Jual

Proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan produk atau jasa
dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahap ini, misalnya: penanganan garansi dan perbaikan;
penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan; serta pemrosesan pembayaran pelanggan.
Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi
harapan pelanggan, dengan menggunakan tolok ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu
seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan
pengukuran waktu dari saat keluhan pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.

Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Menurut Sony Yuwono, Edy Sukarno, dan Muchammad Ichsan (2007: 39-43), mengemukakan
bahwa proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya manusia,
sistem, dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan
budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam
organisasi knowledge-worker, manusia adalah sumber daya utama. Dalam berbagai kasus,
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan fondasi keberhasilan bagi knowledge-
worker organization dengan tetap memperhatikan faktor sistem dan organisasi.

Hasil dari pengukuran ketiga perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan kesenjangan
yang besar antara kemampuan orang, sistem, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang
dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Itulah mengapa, perusahaan harus melakukan
investasi di ketiga faktor tersebut untuk mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi
pembelajar (learning organization). Menurut Kaplan dan Norton “learning” lebih sekedar
“training” karena pembelajaran

meliputi pula proses “mentoring dan tutoring”, seperti kemudahan dalam komunikasi disegenap
pegawai yang memungkinkan mereka untuk siap membantu jika dibutuhkan. Tolak ukur dalam
perspektif ini, yaitu
ü Capabilities Empolyee (Kemampuan Pekerja)

Tantangan bagi perusahaan adalah agar para pegawai dapat menyumbangkan segenap
kemampuannya untuk organisasi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan,
serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Perusahaan yang ingin mencapai tingkat kepuasan yang
tertinggi perlu dilayani oleh pekerja yang terpuaskan perusahaan Untuk mengetahui tingkat
kepuasan karyawan, perusahaan perlu melakukan survei secara teratur. Beberapa unsur kepuasan
karyawan yaitu keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan/penghargaan (reward and
recognition) karena telah melakukan pekerjaan dengan baik, akses memperoleh informasi,
dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif, serta dukungan dari atasan. Produktivitas
pekerja dapat diukur dengan total penjualan bersih dibagi dengan jumlah pekerja atau laba bersih
setelah pajak dibagi denganjumlah pekerja (Thomas Sumarsan, 2010: 232).

ü Capabilities Information System (Kemampuan Sistem Informasi)

Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian tujuan-
tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik. Dengan kemampuan
sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas
informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaikbaiknya.

ü Motivation, Empowerment, and Aligment (Motivasi, Pemberdayaan, dan Keselarasan)

Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya
pemberianmotivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma manajemen
terbarumenjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melakukan
trial and error, sehingga turbelensi lingkungan sama-sama dicobakenali tidak saja oleh jenjang
manajemen strategis, tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai dengan
kompetensinya masing-masing. Oleh karena itu, upaya tersebut perlu dukunganmotivasi yang
besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil
keputusan. Tentunya itu semua harus dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus
sejalan dengan tujuan organisasi.

Keempat perspektif dalam Balanced Scorecard memberi keseimbangan antara tujuan jangka
pendek dengan tujuan jangka panjang, antara hasil yang diinginkan dengan faktor pendorong
tercapainya hasil tersebut, dan antara ukuran objektif yang keras dengan ukuran subjektif yang
lebih lunak. Sementara keberagaman ukuran pada Balanced Scorecard yang dibuat dengan benar
mengandung kesatuan tujuan, karena semua ukuran diarahkan kepada pencapaian strategi yang
terpadu.

2.2. Perkembangan Terkini Implementasi Balance Scorecard

Dalam artikel “The Balanced Scorecard : Measures that Drives Performance” (Harvard Business
Review, January-February 1992), Kaplan melakukan riset terhadap12 perusahaan yang memiliki
kinerja yang bagus secara finansial. Dalam riset awalyang dilakukan tersebut menyatakan bahwa
10 perusahaan diantaranya memilikikriteria-kriteria yang menunjukkan bahwa Balanced
Scorecard dapat diterapkan.Beberapa perusahaan mencoba mengimplementasikan konsep
Balanced Scorecard dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja finansial mereka, serta untu
mempengaruhi perubahan kultur yang ada dalam perusahaan. Terjadinya perubahankultur dalam
perusahaan ini disebabkan karena adanya perubahan dari sistem yangtelah lama diterapkan oleh
perusahaan kepada suatu sistem baru dimana sistem yangbaru ini dirancang untuk
melipatgandakan kinerja dengan empat perspektif yaituperspektif finansial, perspektif customer,
perspektif proses bisnis (internal) danperspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Menurut
O’Reilly (Mattson, 1999:1),Sebenarnya Balanced Scorecard memiliki fokus yang sama dengan
praktek manajementradisional yaitu sama-sama berorientasi pada customer dan efisiensi atas
prosesproduksi, tetapi yang membuat berbeda adalah Balanced Scorecard ini memberikansuatu
rerangka pengembangan organisasi bisnis untuk melakukan pengukuran danmonitoring semua
faktor yang berhubungan dengan hal tersebut secara terus-menerus.

Dengan adanya konsep Balanced Scorecard akan terus memelihara arah dan kemajuanperusahaan
sesuai dengan apa yang menjadi visi dan misi organisasi.Selain itu Balanced Scorecard akan
membantu perusahaan dalam menyelaraskantujuan dengan satu strategi yang ingin diterapkan,
karena Balanced Scorecard membantu mengeliminasi berbagai macam strategi manajemen puncak
yang tidaksesuai dengan strategi karyawan dengan cara membantu karyawan untuk
memahamibagaimana peran serta mereka dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan
secarakeseluruhan.

Adanya kelebihan yang dimiliki oleh Balanced Scorecard ini mendorong semakinbanyaknya
perusahaan yang ingin mengimplementasikan konsep Balanced Scorecard. Menurut survei yang
dilakukan oleh Gartner Group (Mattson, 1999:1), sebanyak 60persen dari 1000 perusahaan versi
majalah Fortune (Agustus, 1999) telah mencobauntuk menerapkan filosofi Balanced Scorecard
dalam keseluruhan sistem manajemenmereka pada tahun 2000 ini. Seperti yang dilakukan oleh
perusahaan LutheranBrotherhood di Minneapolis, pihak manajemen telah memperkenalkan kosep
Balanced Scorecard ini sejak tahun 1998. Pendekatan yang digunakan untuk menerapkankonsep
Balanced Scorecard di perusahaan Lutheran Brotherhood ini menggunakanmodel pendekatan
hands-on approach, sedangkan sistem manajemen tetap dilakukansendiri oleh pihak manajemen
perusahaan. Salah satu cara adalah dengan melaluipelatihan dan pengetahuan kepada karyawannya
yang dikembangkan melalui intranetperusahaan dan juga mensosialisasikan program
implementasi Balanced Scorecard melalui acara diskusi dan pertemuan.

2.3. Keunggulan Balance Scorecard

Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik adalah pada
kemampuan Balanced Scorecard dalam menghasilkan rencana strategik yang memiliki
karakteristik sebagai berikut (Mulyadi, 2009: 15-19).

Komprehensif

Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik, dari yang
sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif lain: pelanggan,
proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategik
ke perspektif nonkeuangan tersebut menghasilkan manfaat berikut ini:
Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda dan berkesinambungan, karena dalam
perencanaan, perhatian, dan usaha personel difokuskan ke perspektif nonkeungan – perspektif
yang di dalamnya terletak pemacu sesungguhnya kinerja keuangan.Memampukan perusahaan
untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks, karena Balanced Scorecard menghasilkan
rencana yang mencakup perspektif luas (keuangan, customer, proses, serta pembelajaran dan
pertumbuhan), sehingga rencana yang dihasilkan mampu dengan kompleks merespon perubahan
lingkungan.Koheren

Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab-akibat (causal


relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik.
Setiap sasaran yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal
dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Seimbang

Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting untuk
menghasilkan kinerja keuangan yang berkesinambungan. Dengan demikian, nilai keempat
perspektif tersebut dalam Balanced Scorecard adalah seimbang, di mana perspektif yang satu tidak
melebihi perspektif yang lainnya.

Terukur

Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran strategik
pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan
sasaran yang tidak mudah diukur. Namun, dalam pendekatan Balanced Scorecard ketiga perspektif
nonkeuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan untuk
mengukur kinerja perusahaan. Dengan demikian, keterukuran sasaran strategik pada ketiga
perspektif tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik nonkeuangan, sehingga
kinerja keuangan dapat berlipatganda dan berkesinambungan.

2.4. Faktor Yang Memacu Perusahaan Yang Mengimplementasikan Balance Scorecard

Pembangunan suatu peta strategi hanya dapat dilakukan secara runtut dari level tertinggi ke level
yang lebih rendah. Jadi, ketika kita ingin membangun peta strategi suatu unit eselon II, maka syarat
mutlaknya adalah telah terbangunnya peta strategi unit eselon I di atasnya.

Studi kasus: Direktorat Barang Milik Negara (BMN) I pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN).

Tugas dan fungsi utama Dit. BMN I adalah pengelolaan barang milik negara pada Kementerian
Negara, Lembaga dan Badan Layanan Umum (BLU).

Peta strategi Dit. BMN I (Depkeu-Two) baru dapat disusun apabila peta strategi DJKN (Depkeu-
One) telah terbangun. Dalam contoh kasus ini, diasumsikan bahwa Depkeu-One untuk DJKN
sudah diturunkan dari Depkeu-Wide. Lampiran VI dalam buku panduan ini menjelaskan secara
lebih rinci teknik penyusunan peta strategi mulai dari level tertinggi (Depkeu-Wide). Adapun
penyusunan BSC pada Dit. BMN I mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

Peta Strategi

Pastikan unit organisasi memiliki visi dan misi yang dapat dilihat pada renstra a. unit tersebut.

Tentukan perspektif peta strategi dengan memperhatikan hal-hal berikut:b.

Sebagai institusi publik yang tidak berorientasi pada profit, tentukan i. stakeholder dari unit
tersebut. Stakeholder adalah pihak yang secara tidak langsung memiliki kepentingan atas outcome
dari suatu organisasi.

Stakeholder untuk Dit. BMN I adalah Direktur Jenderal kekayaan Negara,

2.5. Konsep Manajemen Strategik

Balanced Scorecard menekankan ukuran kinerja terpadu dan merupakan bahagian sistem
informasi kepada karyawan (information system for employee) pada setiap jenjang organisasi.
“Karyawan garis depan (front line employee) harus mengerti konsekwensi keuangan dari
keputusan dan tindakan mereka; para eksekutif senior harus memahami berbagai faktor yang
mendorong keberhasilan finansial jangka panjang. Tujuan dan ukuran dalam Balanced Scorecard
lebih dari sekedar sekumpulan ukuran kinerja finansial dan nonfinansial khusus; semua tujuan dan
ukuran ini diturunkan dari suatu proses atas ke bawah (top-down) yang digerakkan oleh misi dan
strategi unit bisnis. Balanced Scorecard seharusnya menerjemahkan misi dan strategi unit bisnis
ke dalam berbagai tujuan dan ukuran. Balanced Scorecard menyatakan adanya keseimbangan
antara berbagai ukuran eksternal para pemegang saham dan pelanggan, dengan berbagai ukuran
internal proses bisnis penting, inovasi, serta

pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan antara semua ukuran hasil - apa
yang dicapai oleh perusahaan pada waktu yang lalu dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja
masa depan perusahaan. Scorecard juga menyatakan keseimbangan antara semua ukuran hasil
yang objektif dan mudah dikuantifikasi dengan faktor penggerak kinerja berbagai ukuran hasil
yang subjektif dan agak berdasarkan pertimbangan sendiri. Balanced Scorecard lebih dari sekedar
sistem pengukuran taktis atau operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan scorecard
sebagai sebuah system manajemen strategis, untuk mengelola strategi jangka panjang. Perusahaan
menggunakan fokus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen
penting:

Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.

Proses scorecard dimulai dengan tim manajemen puncak yang bersama-sama bekerja
menerjemahkan strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan strategis yang spesifik. Untuk
menetapkan berbagai tujuan finansial, tim ini harus mempertimbangkan apakah akan
menitikberatkan kepada pertumbuhan pendapatan dan pasar, profitabilitas atau menghasilkan arus
kas (cash flow). Khusus untuk perspektif pelanggan, tim manajemen harus menyatakan dengan
jelas pelanggan dan segmen pasar yang diputuskan untuk dimasuki. Setelah tujuan finansial dan
pelanggan ditetapkan, perusahaan kemudian mengidentifikasi berbagai tujuan dan ukuran proses
bisnis internal. Identifikasi semacam ini merupakan salah satu inovasi dan manfaat utama dari
pendekatan scorecard. Keterkaitan yang terakhir, tujuan pembelajaran dan pertumbuhan, memberi
alasan logis terhadap adanya kebutuhan investasi yang besar untuk melatih ulang para pekerja,
dalam teknologi dan sistem informasi, serta dalam meningkatkan berbagai prosedur
organisasional. Semua investasi dalam sumber daya manusia, sistem dan prosedur menghasilkan
inovasi dan perbaikan yang nyata pada proses bisnis internal, untuk kepentingan pelanggan dan
pada akhirnya, untuk kepentingan para pemegang saham.

Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.

Tujuan dan ukuran strategis Balanced Scorecard dikomunikasikan ke seluruh organisasi melalui
surat edaran, papan bulletin, video dan bahkan secara elektronis melalui jaringan komputer.
Komunikasi tersebut memberi informasi kepada semua pekerja mengenai berbagai tujuan penting
yang harus di capai agar strategi organisasi berhasil. Beberapa perusahaan berusaha untuk
menguraikan

2.6. Beda Manajemen Strategik Dalam Manajemen Tradisional Dan Kontemporer

Perbedaan Pelaporan Pengendalian dan Pelaporan Strategis

Pelaporan Strategis Pelaporan Pengendalian

(Manajemen Balanced Scorecard) (Manajemen Tradisional)

Umpan-balik dan pembelajaranBerfokus pada timfungsional silang (cross-functional


teams)Pengukuran kinerja terintegrasi yang dilakukan berdasarkan hubungan sebab-
akibatInformasi fungsional silang dan disebarkan ke seluruh fungsi dalam organisasiPengendalian
melalui anggaranBerfokus pada fungsi-fungsi dalam organisasiMengabaikan pengukuran kinerja
atau pengukuran kinerja dilakukan secara terpisahInformasi fungsional tunggal (hanya untuk
keperluan satu fungsi dalam organisasi)

Sumber : Vincent Gaspersz, Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi: Balanced Scorecard dengan
Six Sigma, untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintahan, hal 11

2.7. Balance Scorecard Sebagai Inti Sistem Manajemen Strategik

Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran keuangan dan nonkeuangan harus menjadi
bagian dari sistem informasi untuk seluruh karyawan pada semua tingkat organisasi berdasarkan
visi dan strategi dari suatu unit usaha. Visi dan strategi itu diterjemahkan ke dalam empat
perspektif yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin dicapai organisasi,
ukuran dari tujuan, target yang diharapkan pada masa yang akan datang, serta program-program
yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan strategis. Balanced Scorecard menerjemahkan
visi dan strategi organisasi ke dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh, memberi kerangka
kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis (Kaplan dan Norton, 2000: 9). Jika visi dan
strategi dinyatakan dalam bentuk tujuan strategis, ukuran-ukuran dan target yang jelas, kemudian
dikomunikasikan kepada setiap

anggota organisasi, sehingga diharapkan setiap anggota organisasi dapat mengerti dan
melaksanakannya agar visi dan strategi organisasi tercapai. Hubungan Balanced Scorecard dengan
visi dan strategi perusahaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Balanced Scorecard lebih dari
sekedar sistem pengukuran operasional. Perusahaan yang inovatifmenggunakan scorecard sebagai
sebuah sistem manajemen strategis untuk mengelola strategi jangka panjang. Perusahaan
menggunakan fokus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen
penting, diantaranya:

Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi;Mengkomunikasikan dan mengkaitkan


berbagai tujuan dan ukuran strategis;Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan
berbagai inisiatif strategis;Meningkatkan pembelajaran strategis.

Pada umumnya, sistem manajemen tradisional berfokus pada anggaran (budgets), sehingga
pelaksanaan strategi perusahaan sangat tergantung pada anggaran yang tersedia. Sistem
manajemen tradisional semata-mata digunakan sebagai alat pengendalian (control reporting),
sedangkan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard yang berfokus pada proses-proses
manajemen strategis, sehingga strategi perusahaan diterjemahkan menjadi tindakan-tindakan yang
terarah dan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard digunakan sebagai alat strategis
(strategis reporting) (Vincent Gaspersz, 2005:

Anda mungkin juga menyukai