Leverage
Kelompok 5
Setiawan 196100007
Neng Sani H 196100035
Aliya Nurus Syifa 196100144
Dosen Pengampu : Reni Nurlaela S.E., Ak M.M
Mata Kuliah : Manajemen Keuangan
Jumlah SKS : 3 SKS
Program Studi : S1-Manajemen
Fakultas : Ekonomi
Semester : lV (empat) A
Analisa BEP dan Leverage
Perencanaan laba merupakan suatu proses perencanaan keuangan yang sangat
penting bagi perusahaan. Dengan perencanaan ini manajer keuangan dapat
menetukan aktivitas perusahaan untuk mencapai terget laba yang ditentukan.
Oleh sebab itu para manajer diperusahaan yang berorientasi profit biasanya
mempelajari kaitan antara pendapatan, pengeluaran dan keuntungan bersih,
Studi ini disebut Analisa Biaya-Volume-Laba atau lebih dikenal Peluang
Pokok.
Disamping itu apabila kita telusuri lebih mendalam kita dapat mengkaitkan
antara biaya tetap dan biaya variable terhadap profitabilitas perusahaan.
Dalam perusahaan yang padat modal, maka biaya tetap (Fixed Cost) tinggi dan
biaya variable (variable cost) rendah, tetapi biaya variable tinggi.
Dimana TR = kuantitas (Q) x harga (P), dan TC (total cost) = biaya tetap + biaya variabel. Maka :
PxQ = FC +VC
PxQ = FC + v.Q
PQ – vQ = FC
FC
Q* =
P–v (5.1b)
Sedangkan untuk menghitung BEP dalam rupiah, kita dapat menghitung dengan cara mengalikan
Q* dengan P, atau dapat juga dirumuskan :
FC
BEP = (5.1c)
1 – (v : P)
Dimana :
Q* = Kuantitas produk yang dijual untuk break even.
FC = Total harga biaya tetap.
P = Harga jual produk per unit.
V = Biaya variabel per unit.
P-v = kontribusi marjinal per unit.
Sebagai ilustrasi tentang analisis Break Even Point ini, misalkan suatu perusahaan,
PT. BR mempunyai data sbb :
FC + laba
Q* = (5.2)
P–v
6.000 + 200
Q* =
50 – 40
Q* = 620 unit
Pada tingkat produksi atau penjualan sebesar 620 unit ini, perusahaan akan memperoleh
laba sebesar Rp.200,-
ASUMSI BEP
• Biaya variabel mempunyai hubungan linier dengan penjualan. Akibatnya adalah
kontribusi marginal juga konstan untuk tingkat penjualan dianalisis. Ada beberapa
hal menyebabkan asumsi ini tidak terpenuhi seperti ketidakefisienan operasi
mungkin akan menyebabkan biaya operasional meningkat, dan aktirnya akan
mengurangi kontribusi marjinal.
• Dalam analisis BEP, harga per unit dan biaya tetap diasumsikan tetap, asumsi ini
akan sulit untuk dipertahankan.
• Efisiensi dan produktivitas tidak berubah.
• Bauran penjualan (salesmix) akan tetap konstan. Bauran penjualan adalah
kombinasi relative dari kuantitas berbagai produk perusahaan yang menghasilkan
total penjualan.
• Perbedaan antara persediaan awal dan akhir suatu periode adalah kecil.
TEKNIK KONTRIBUSI MARGIN
Pendekatan lain yang dapat digunakan,dengan mempergunakan kontribusi margin. Dari soal
sebelumnya kontribusi mergin per unit adalah Rp. 10 (50 – 40). Untuk memperoleh jumlah
unit yang harus dijual atau diproduksi agar titik peluang pokok adalah dengan membagi
jumlah biaya tetap terhadap kontribusi margin :
Sedangkan apabila dalam (Rp), maka harus dicari kontribusi margin dalam persentase. Dari
soal tersebut diperoleh 20%, maka :
Sebaliknya untuk perusahaan yang padat karya atau labor intensive, mempunyai
karakteristik biaya operasional tetap yang rendah dan biaya variabel yang relative tinggi.
Mengapa ini ? Karena, perusahaan yang banyak investasi dalam mesin tentunya ia akan banyak
mengeluarkan uang dalam aktiva tetap, sehingga biaya tetap menjadi tinggi, tetapi
keuntungannya apabila memproduksi dalam unit yang besar, maka biaya variabel menjadi
rendah. Hal sebaliknya perusahaan yang menggunakan padat karya, ia akan sangat kecil
mengeluarkan uang atau investasi dalam aktiva tetap, tetapi biaya variabel menjadi tinggi. Hal ini
disebabkan semakin banyak ia mempekerjakan seseorang ada kecenderungan biaya variabel
akan menjadi tinggi untuk per unitnya.
Perbedaan struktur biaya ini mempunyai dampak terhadap kontribusi margin yang berbeda pula.
Pada tingkat harga jual yang konstan, biaya relative besar. Sebaliknya pada tingkat harga jual
yang konstan, tetapi biaya variael per unit yang relative tinggi menyebabkan kontribusi marjinal
yang rendah. Perbedaan besarnya kontribusi margin yang diakibatkan oleh investasi dalam
aktiva tetap ini mempengaruhi perbedaan tingkat BEP. Oleh sebab itu apabila dalam suatu
perusahaan yang memiliki struktur biaya operasional tetap, maka akan timbul masalah operating
leverage atau leverage operasi. Leverage operasi adalah perubahan EBlT terhadap perubahan
volume penjualan yang disebabkan oleh struktur biayanya. Contoh PT.BR mempunyai data Sbb :
27.200 – 17.000
Perubahan dalam EBlT = x 100%
17.000
= 60%
280.500 – 255.000
Perubahan dalam Penjualan = x 100%
255.000
= 10%
Dengan demikian Degree of Operating Leverage (DOL) pada tingkat penjualan 255.00 dapat
dihitung sbb
% ∆ EBlT 60%
DOL = = = 6 kali
% ∆ Penjualan 10%
Data penjualan pada tahun 2008 dan tahun 2009, tampak bahwa kenaikan penjualan sebesar 10% akan
menghasilkan laba sebesar Rp.10.200. kenaikan ini adalah sebesar 60% dibandingkan dengan kenaikan
penjualan yang hanya sebesar 10%. Suatu cara lain untuk menghitung tingkat leverage operasi dengan cara
yang lebih sederhana dengan menggunakan data unit biaya adalah :
S – TVC
DOP = (5.3a)
S – TVC – TFC
Atau :
Q (P – V)
DOL P = (5.3b)
Q(P – V) – TFC
Dimana :
DOL P = tingkat leverage operasi pada tingkat penjualan tertentu
Q = kuantitas atau volume penjualan
P = harga jual per unit
V = biaya variabel per unit
FC = total biaya tetap
S = penjualan
TVC = total biaya variabel
TFC = total biaya tetap
untuk ilustrasi perhitungan DOL dengan rumus diatas, misalkan bahwa volume penjualan
adalah 15.000 unit dengan harga jual Rp.8,5 per unit. Biaya variabel per unit adalah Rp.5,1 dan
Total Biaya Tetap Rp. 85.000. Degree of Operating Leverage dengan formula diatas adalah :
102.000
DOL 255.00 = = 6 kali
17.000
Pada tingkat volume penjualan yang berbeda, degree of operating leverage juga berbeda.
Semakin meningkat volume penjualan, semakin kecil tingkat degree of operating leverage.
Keadaan ini dapat ditunjukan dari table di halaman berikut.
Tabel
DOL Pada Berbagai Volume Penjualan
Penjualan DOL
Hasil table diatas kita dapat menggunakan rumus (5.3a). Dari table ini
terlihat bahwa pada volume penjualan yang semakin bertambah, degree
of operating leverage semakin menurun. Tingkat leverage operasi sama
dengan 6 menunjukan bahwa untuk setiap peningkatan penjualan
dengan 10% EBlT akan meningkat dengan 60%
Leverage Keuangan
Masalah leverage keuangan atau financial leverage akan timbul jika suatu
perusahaan menggunakan hutang jangka panjang. Dengan menggunakan
hutang jangka panjang maka akan menimbulkan beban bunga tetap untuk
membiayai investasinya. Oleh sebab itu dengan beban bunga tetap ini
perusahaan harus tetap membayar bunga terlepas apakah perusahaan
memperoleh laba atau tidak. Pada saat laba perusahaan kecil, beban bunga
tetap menurunkan hasil kepada pemegang saham. Sebaliknya biaya bunga
adalah merupakan pos dedukasi pajak. Karenanya perusahaan mendapat
subsidi atas beban bunga. Dalam kondisi ini, subsidi atas bunga akan
meningkatkan hasil kepada pemegang saham. Dengan demikian, financial
laverage mengukur tingkat kepekaan perubahan laba per lembar atau EPS
terhadap perubahan EBlT.
Untuk ilustrasi tentang financial leverage ini diambil contoh sebagai berikut:
PT. BU, suatu perusahaan yang baru didirikan, merencanakan investasi
untuk usahanya sebesar Rp 10.000.000. Untuk pembiayaan bisnis ini, terdapat empat
alternatif cara pengumpulan dana. Alternatif tersebut adalah:
1. 1. Pembiayaan dengan mengeluarkan saham sebanyak 10.000 lembar dengan
2. harga Rp 1.000 per lembar.
3. 2. Pembiayaan B dengan mengeluarkan saham sebanyak 7.500 lembar, dan 25%
4. menerbitkan obligasi dengan bunga 20%
5. 3. Pembiayaan dengan mengeluarkan saham sebanyak 6.000 lembar, dan 40%
6. menerbitkan obligasi dengan bunga 20%.
7. 4. Pembiayaan D dengan mengeluarkan saham sebanyak 2.500 lembar, dan 75%
8. menerbitkan obligasi dengan bunga 20%
Untuk mengetahui pengaruh financial leverage atau pembiayaan dengan hutang
terhadap EBIT, diasumsikan bahwa EBIT bervariasi dari Rp 0 sampai dengan Rp
10.000.000. Sedangkan tarif pajak sebesar 30%. Perhitungan tentang pengaruh
financial leverage terhadap Earnings per Share (EPS) tampak pada tabel 5.4
Tabel 5.4
Analisis Financial Leverage
(dalam ribuan,kecuali EPS)
Bunga Pajak
EBIT EBT EAT EPS
(20%) (30%)
l. Pembiayaan A
0 0 0 0 0 0
lll. Pembiayaan C
Pada tabel 5.4 terlihat terjadi alternatif pembiayaan A, kenaikan EBIT dari
Rp 2.000.000 menjadi Rp 4.000.000 menyebabkan EPS naik 100 persen.
Dengan alternatif pembiayaan B, kenaikan EBIT yang sama menyebabkan
EPS naik 133,33 persen. Sedang dengan alternatif C dan D kenaikan EBIT
yang sama, EPS naik masing - masing sebesar 166,67 persen dan 400
persen. Dengan demikian penggunaan leverage operasi dapat meningkatkan
return kepada pemegang saham.
Tetapi pada tingkat EBIT yang sedemikian rendah, penggunaan financial leverage akan
membebani return pada pemegang saham. Hal ini terlihat dari semakin bertambahnya hasil
negatif kepada pemegang saham dengan bertambahnya leverage padda saat EBIT sama
dengan nol. EBIT yang menyamakan semua EPS terletak pada EBIT sebesar 2 juta rupiah,
yaitu sebesar 140 rupiah. Bila kita menggambarkan, dapat kita ketahui hubungan antara
EBIT dan EPS seperti pada Gambar 5.4 berikut ini.
Gambar 5.4
Hubungan EBIT - EPS
Pada gambar 5.4 terlihat bahwa pada EBIT 2000, maka akan menghasilkan EPS yang
sama, yaitu sebesar 140. Apabila EBIT di bawah 2.000, maka sebaiknya dibiayai oleh
pembiayaan A, sedangkan apabila EBIT lebih besar dari 2.000, maka sebaiknya dibiayai
oleh pembiayaan D, karena menghasilkan EPS yang lebih tinggi.
Cara yang paling mudah dengan persamaan matematis untuk menggunakan EBIT yang
menghasilkan EPS yang sama adalah dengan menggunakan rumus indifference point EBIT
- EPS, sebagai berikut:
(𝑬𝑩𝑰𝑻 − 𝑰) (𝟏 − 𝒕) − 𝑷 (𝑬𝑩𝑰𝑻 − 𝑰)(𝟏 − 𝒕) − 𝑷
=
𝑺𝒔 𝑺𝒃
Dimana :
l = Biaya bunga
t = Tarif pajak
P = Deviden saham preferen
Ss, Sb = Jumlah saham beredar dengan alternatif pembiayaan
semua dengan saham dan pembiayaan dibiayai sebagian dengan
obligasi atau hutang
Dari persoalan diatas kita dapat menemukan EBIT yang menyamakan EPS,
misalkan kita gunakan dasar perhitungan pembiayaan A & B, maka hasil
perhitungannya sebagai berikut (perhitungan dalam ribuan rupiah):
(𝑬𝑩𝑰𝑻 − 𝟎)(𝟏 − 𝟎, 𝟑) − 𝟎 (𝑬𝑩𝑰𝑻 − 𝟓𝟎𝟎)(𝟏 − 𝟎, 𝟑) − 𝟎
=
𝟏𝟎 𝟕, 𝟓
(𝑬𝑩𝑰𝑻)(𝟎, 𝟕) (𝑬𝑩𝑰𝑻 − 𝟓𝟎𝟎)(𝟎, 𝟕)
=
𝟏𝟎 𝟕, 𝟓
𝟎, 𝟕 𝑬𝑩𝑰𝑻 𝟎, 𝟕 𝑬𝑩𝑰𝑻 − 𝟑𝟓𝟎
=
𝟏𝟎 𝟕, 𝟓
𝟓, 𝟐𝟓 𝐄𝐁𝐈𝐓 = 𝟕 𝐄𝐁𝐈𝐓 − 𝟑𝟓𝟎𝟎
𝐄𝐁𝐈𝐓 = 𝟑. 𝟓𝟎𝟎 ∶ 𝟏, 𝟕𝟓
𝐄𝐁𝐈𝐓 = 𝟐𝟎𝟎𝟎
Dari hasil diatas, maka kita dapat mengetahui berapa EBIT yang menyamakan
EPS dari berbagai alternatif pembayaran, dari perhitungan tersebut diperoleh
hasil titik indifference point sebesar 2 juta.
Pengukuran leverage operasi dapat pula dilakukan dengan mempergunakan formula tingkat
leverage operasi (DFL). Tingkat leverage operasi mengukur tingkat kepekaan EPS terhadap
perubahan EBIT. Formula DFL tersebut adalah:
% ∆ 𝑬𝑷𝑺
𝑫𝑭𝑳 = (5.6)
% ∆ 𝑬𝑩𝑰𝑻
Pembiayaan A :
Pembiayaan B :
lnterpretasi dari DFL ini adalah jika pembiayaan A dipilih dan EBlT naik 10% dari Rp 4.000.000,
maka EPS juga akan naik dengan 10%. Sedangkan jika EBlT turun 10% dari Rp 4.000.000, maka
EPS juga akan turun 10%. Interpretasi dari DFL untuk altenatif pembiayaan lainnya adalah identik.
Semakin besar leverage yang digunakan perusahaan, semakin besar pula fluktuasi EPS-nya.
KOMBINASI LEVERAGE OPERASI
DAN LEVERAGE KEUANGAN
Dalam analisis operating leverage, apabila perubahan pada tingkat
penjualan akan mempengaruhi EBlT, sedangkan financial leverage - apabila
perubahan pada tingkat EBlT akan mempengaruhi tingkat EPS. Oleh sebab
itu kombinasi dari operating leverage akan menyebabkan semakin besarnya
variasi perubahan dalam EPS.
Sebagai ilustrasi dari penggunaan kombinasi operating laverage dan
financial leverage, lihat contoh PT. BR berikut. Data penjualan pada tahun
2008 dan tahun 2009 tampak pada Tabel 5.4 berikut:
Perhitungan tingkat kombinasi leverage (DCL) adalah:
𝑫𝑶𝑳 (𝟏. 𝟎𝟐𝟎. 𝟎𝟎𝟎) = 𝟔𝟎% ∶ 𝟏𝟎% = 𝟔 𝑲𝒂𝒍𝒊
𝑫𝑭𝑳 (𝟔𝟖. 𝟎𝟎𝟎) = 𝟖𝟎% ∶ 𝟔𝟎% = 𝟒/𝟑 𝑲𝒂𝒍𝒊
𝑫𝑪𝑳 = 𝑫𝑶𝑳 𝒙 𝑫𝑭𝑳
𝑫𝑪𝑳 = 𝟔 𝒙 𝟒/𝟑
= 𝟖 𝑲𝒂𝒍𝒊
Dari tabel ini terlihat bahwa suatu kenaikan penjualan sebesar 10% melalui
operating leverage telah meningkatkan EBlT sebanyak 6 kali. Sedangkan
kenaikan dalam EBlT sebesar 60% melalui financial leverage telah
menyebabkan kenaikan dalam EPS dengan 4/3 kali menjadi 80%. Dengan
kata lain, perubahan penjualan sebesar 10% telah meningkatkan EPS
sebanyak 80% dengan kombinasi operating leverage dan financial leverage.
Kombinasi leverage operasi dan leverage keuangan dapat pula dinyatakan
dalam hubungan langsung antara perubahan penjualan EPS. Formula
kombinasi leverage (DCL) tersebut adalah:
% ∆ 𝑬𝑷𝑺
𝑫𝑪𝑳 = (5.7)
% ∆ 𝑷𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏
Sehingga 𝑫𝑪𝑳 = 𝟖𝟎% ∶ 𝟏𝟎%
= 𝟖𝑿
Atau alternatif lain untuk menyatakan Degree of Combined Leverage tersebut adalah
dengan mengganti formula diatas, yaitu:
𝑺 − 𝑻𝑽𝑪
𝑫𝑪𝑳 = (5.7a)
𝑺 − 𝑻𝑽𝑪 − 𝑰 − 𝑻𝑪𝑭
DCL diatas dapat diganti dengan DCLP, sehingga menjadi:
𝑸 (𝑷−𝑽)
𝑫𝐂𝐋 𝐏 = (5.7b)
𝑸(𝑷−𝑽)−𝑰−𝑭𝑪
Dimana:
DCLP = Tingkat kombinasi leverage untuk tingkat penjualan tertentu
S = Penjualan
Q = Kuantitas atau Volume penjualan
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
FC = Total biaya tetap
I = Biaya bunga
TVC = Total biaya variabel
TFC = Total biaya tetap
Dengan mempergunakan formula ini, misalkan bahwa folume penjualan adalah 60.000
Unit dengan harga jual Rp 17 per unit. Biaya variabel per unit adalah Rp 10,2 dan total
biata tetap Rp 340.000 degree of combine leverage untuk tingkat penjualan Rp 1.020.000
adalah sebagai berikut:
𝟔𝟎. 𝟎𝟎𝟎 (𝟏𝟕 − 𝟏𝟎, 𝟐)
𝑫𝑪𝑳 (𝟏, 𝟎𝟐 𝒋𝒖𝒕𝒂) =
𝟔𝟎. 𝟎𝟎𝟎(𝟏𝟕 − 𝟏𝟎, 𝟐) − 𝟏𝟕. 𝟎𝟎𝟎 − 𝟑𝟒𝟎. 𝟎𝟎𝟎
𝑫𝑪𝑳 (𝟏, 𝟎𝟐 𝒋𝒖𝒕𝒂) = 𝟒𝟎𝟖. 𝟎𝟎𝟎 ∶ 𝟓𝟏. 𝟎𝟎𝟎
𝑫𝑪𝑳 (𝟏, 𝟎𝟐 𝒋𝒖𝒕𝒂) = 𝟖 𝒌𝒂𝒍𝒊
Penggunaan leverage bagi peusahaan mempunyai pengaruh ganda. Pada tingkat
penjualan yang rendah tertentu, penggunaan leverage akan menambah risikp bagi
pemegang saham. sebaliknya pada tingkat penjualan yang cukup tinggi, penggunaan
leverage akan meningkatka hasil pada pemegang saham. Dengan adanya trade off ini,
pengetahua leverage dapat digunakan oleh manajer untuk menetukan tingkat risiko yang
akan diambil dan EPS yang diharapkan.
Pertanyaan dan Soal
1. Apakah manfaat yang dapat diambil dari analisis Break Even Point bagi
seorang financial manajer?
2. Jelaskan asumsi - asumsi analisi BEP?
3. Jelaskan pengertian operating leverage dan financial leverage!
4. Apakah arti dari DOL bernilai 5 dan DFL bernilai 4?
5. Apakah pengertian dari Degree of Combined Leverage?
6. Mengapa suatu perusahaan yang mempunyai DOL tinggi biasanya
mempunyai DFL rendah?
7. Perhitungan rugi - laba perusahaan BU digambarkan sebagai berikut:
Pendapatan bersih Rp 800.000,-
Biaya-biaya (termasuk biaya tetap Rp 400.000,-) Rp 880.000,-
Rugi netto Rp 80.000,-
Pertanyaan:
a. pada tingkat volume penjualan berapa perusahaan BEP?
b. Berapakah volume penjualan yang menghasilkan laba netto Rp.
40.000,-?
8. Suatu perusahaan yang memproduksi jam dinding mempunyai data sebagai berikut: Biaya
Tetap 1 tahun Rp 60 juta. Biaya Produksi Variabel per unit jam Rp 8.000, dan harga jual per
unitnya adalah Rp 20.000. Berapa untikah harus dijual agar perusahaan Break Even? Jika
diinginkan untuk memperoleh laba 10% dari penjualan berapa unit jam dindingkah harus
dijual?
9. Jika perusahaan pada soal 8 menjual jam dinding sebanyak 10.000 unit. Sedangkan bunga
yang dibayar perusahaan adalah Rp 2.000.000. Hitunglah DOL, DFL, dan DCL? Jika
penjualan perusahaan naik dengan 20%, hitunglah kenaikan EPS yang diharapkan
perusahaan?
10. PT. BU, suatu perusahaan yang baru didirikan, merencanakan investasi untuk usahanya
sebesar Rp 20.000.000. Untuk pembiayaan bisnis ini, terdapat empat alternatif cara
pengumpulan dana. Alternatif tersebut adalah; pembiayaan A dengan mengeluarkan saham
sebanyak 20.000 lembar dengan harga Rp 1.000 per lembar. Pembiayaan B dengan
mengeluarkan saham sebanyak 15.000 lembar, dan 25% dengan menerbitkan obligasi
dengan bunga 10%. Pembiayaan C dengan mengeluarkan saham sebanyak 12.000 lembar,
dan 40% dengan menerbitkan obligasi dengan bunga 10%. Pembiayaan D dengan
mengeluarkan saham sebanyak 5.000 lembar, dan 75% dengan menerbitkan obligasi dengan
bunga 10%. Untuk mengetahui pengaruh financial leverage terhadap EBIT, diasumsikan
bahwa EBIT bervariasi dari Rp 0 sampai dengan Rp 10.000.000. dan tarif pajak sebesar
30%. Dengan menggunakan contoh table 5.4., bagaimana dampak dari penggunaan hutang
tersebut terhadap EPS?
11. Sebuah perusahaan memproduksi perabot kantor sedang mempertimbangkan
kombinasi struktur modalnya. Rencana pertama (A) seluruhnya dibiayai oleh
saham biasa, dengan perjanjian 1 juta saham biasa akan dijual dengan hasil netto
per saham Rp 20,-. Rencana kedua (B), melibatkan penggunaan hutang, dengan
menerbitkan surat hutang dengan jatuh tempo 20 tahun dengan suku bunga 10%
dan pokok pinjaman berjumlah Rp 6 juta. Tingkat pajak perusahaan 50%.
Pertanyaan:
a. Carilah tingkat indifference EBlT kedua usulan tersebut dan gambarkan!
b. Tunjukan perhitungan saudara dari jawaban (a) EBIT yang menyamakan
EPS!
12. Sebuah perusahaan mempunyai data sebagai berikut:
Sales 30.000.000
Variable cost 13.500.000
Revenue before fixed cost 16.500.000
Fixed cost 8.000.000
EBIT 8.500.000
Interest expense 1.000.000
EBT 7.500.000
Taxes at (50%) 3.750.000
NI 3.750.000
Hitunglah:
a. DOL
b. DFL
c. DCL
d. BEP dalam sales dollar.
e. Jika sales meningkat 25%, berapa persen EBT dan Nl meningkat?.
Thank U
See U Next Time