Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang ini tampak demikian pesat. Banyak hal
yang bisa dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan teknologi yang ada. Adanya
perkembangan teknologi ini telah mengakibatkan iklim persaingan bisnis semakin ketat. Hal
ini akan mendorong kebutuhan akan suatu informasi menjadi suatu hal yang esensial,
sehingga iklim persaingan bisnis yang ada berubah dari persaingan teknologi atau industrial
competition menjadi persaingan informasi (information competition). Tidaklah
mengherankan jika persaingan informasi ini menjadi suatu hal yang esensial karena dengan
adanya informasi yang dihasilkan untuk setiap aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan akan
diperoleh data dan gambaran aktivitas yang telah dilakukan sehingga berdasarkan informasi
tersebut akan diambil suatu keputusan yang mempengaruhi kehidupan dan aktivitas
perusahaan secara keseluruhan di masa yang akan datang. Suatu keputusan yang baik dapat
diambil atas dasar informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu.

Disamping pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang dimiliki oleh


perusahaan masih banyak manajer-manajer perusahaan yang menjalankan usahanya dengan
sistem manajemen yang seakan-akan berorientasi pada masa yang lalu (backward) dan belum
berorientasi pada masa depan (forward). Sistem yang lebih menitikberatkan pada aspek
keterukuran objek yang menimbulkan biaya ini tampak dari adanya pengambilan keputusan
yang didasarkan pada informasi-informasi yang dibuat berdasarkan laporan-laporan historis
secara periodik. Sistem manajemen yang dilaksanakan oleh banyak perusahaan sekarang ini
lebih memfokuskan pada kinerja keuangan yang diukur secara periodik dimana indikator-
indikator yang terpenting adalah biaya-biaya yang dikeluarkan.

Konsep Balanced Scorecard telah lama dikembangkan oleh Robert S.Kaplan dan
David P.Norton (HBR, January,1992). Konsep Balanced Scorecard ini dikembangkan untuk
melengkapi pengukuran kinerja finansial (atau dikenal dengan pengukuran kinerja
tradisional) dan sebagai alat yang cukup penting bagi organisasi perusahaan untuk
merefleksikan pemikiran baru dalam era competitiveness dan efektivitas organisasi. Konsep
ini memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan
kriteria-kriteria tertentu.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana memahami konsep dan sejarah Balanced Scorecard.Bagaimana


mengimplementasikan Balanced Scorecard Di Perusahaan.Bagaimana memahami
manajemen strategik di setiap Perusahaan.

1.3 Tujuan Penulisan

Memahami serta mengimplementasikan konsep dan sejarah Balanced Scorecard


Mengimplementasikan manajemen strategik di setiap Perusahaan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah dan Konsep Balance Scorecard


Balanced Scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang pertama kali
dikemukakan oleh David P. Norton sebagai CEO Nolan Norton dan Robert S. Kaplan
sebagaikonsultan akademis dalam sebuah proyek penelitian yang berlangsung dalam satu
tahun yang melibatkan berbagai perusahaan. Setiap wakil dari perusahaan-perusahaan
tersebut mengadakan pertemuan tiap dua bulan sekali pada tahun 1990 dalam upaya
mengembangkan suatu model pengukuran kinerja perusahaan yang baru. Penelitian ini
dimotivasi oleh suatu keyakinan bahwa berbagai pendekatan pengukuran kinerja perusahaan
yang ada saat ini terutama yang didasarkan pada ukuran kinerja keuangan tidak membantu
perusahaan untuk menciptakan nilai ekonomis masa depan.
2. Perkembangan Balanced Scorecard
Menurut Mulyadi (2009: 4-8), pada tahap awal perkembangannya, Balanced Scorecard
ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an,
eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan. Sebagai akibatnya fokus
perhatian hanya dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga terdapat
kecenderungan untuk mengabaikan kinerja nonkeuangan, seperti kepuasan customers,
produktivitas, dan cost effectivitness process yang digunakan untuk menghasilkan produk
dan jasa, keberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi
kepuasan customers.
Hal ini disebabkan ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan
dari sistem akuntansi berjangka pendek, maka pengukuran kinerja yang berfokus ke
keuangan mengakibatkan eksekutif lebih memfokuskan perwujudan kinerjajangka pendek.
Pada tahun 1990 Nolan Norton Insitute, bagian riset kantor akuntan publik KMPG di USA
yang dipimpin oleh David P. Norton mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam
Organisasi Masa Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran
kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja
eksekutiftidak lagi memadai.

3. Definisi dan Konsep Balanced Scorecard


Menurut Atkinson, et al dalam buku Sony Yuwono, et al (2007: 8), Balanced
Scorecardadalah “A measurement and management system that views a business unit’s
performancefrom four perspectives:financial, customer, internal business process, and
learning andgrowth”, yang berarti pengukuran dan sistem manajemen penilaian kinerja
dengan empatperspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran
danpertumbuhan. Menurut Mulyadi (2001: 3), Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu
Balanced (berimbang) : menunjukan bahwa kinerja eksekutif diukur secara berimbang
dari dua aspek: keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan
ekstern. Scorecard (kartu skor) : kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja
seseorang dan juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan
personel dimasa depan.
Menurut Hansen dan Mowen dalam buku Amin Widjaja Tunggal (2009: 2), Balanced
Scorecard adalah “A responsibility accounting system objectives and measures for fou r
different perspective: the financial perspective, the customer perspective, the process
perspective, and the learning and growth (infrastructure) perspective”.

Konsep Balanced Scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja yang memberikan
kerangka komprehensif untuk menjabarkan visi ke dalam sasaran-sasaran strategik. Sasaran
strategik yang komprehensif itu dapat dirumuskan ke dalam Balanced Scorecard, karena
Balanced Scorecard menggunakan empat perspektif yang satu sama lain saling berhubungan
dan tidak dapat dipisahkan yang merupakan indikator pengukur kinerja yang saling
melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab-akibat (Mulyadi, 2001: 7)

4. Perspektif Balanced Scorecard


Balanced Scorecard memungkinkan perusahaan untuk mencatat hasil kerja kinerja
keuangan sekaligus membantu kemajuan perusahaan dalam membangun kemampuan dan
mendapatkan aktiva tak berwujud yang dibutuhkan untuk pertumbuhan masa depan.
Menyajikan keseimbangan tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam bentuk sistem ukuran
kinerja strategik yang mencakup empat perspektif sebagai berikut (Kaplan dan Norton, 2000:
52).
1. Perspektif Keuangan
Perspektif ini tetap digunakan dalam Balanced Scorecard karena ukuran finansial
sangatpenting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah
diambil.Ukuran finansial ini memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi,
danpelaksanaannya memberikan konstribusi atau tidak bagi peningkatan laba
perusahaan.Tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda yaitu menentukan
kinerjafinansial yang diharapkan dari strategi dan menjadi sasaran akhir dari tujuan dan
ukuranperspektif lainnya. Balanced Scorecard membaginya menjadi tiga tahap, yaitu
(SonyYuwono, et al, 2007: 31)
 Growth (Pertumbuhan)
Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan, di mana perusahaan memiliki produk atau jasa
yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Dalam tahap pertumbuhan,
perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian
modal yang rendah. Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah
tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.
 Sustain (Bertahan)
Tahapan kedua, di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan
mengisyratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba
mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika mungkin. Sasaran
keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang
dilakukan.
 Harvest (Kedewasaan)
Tahapan ketiga, di mana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil investasi pada
tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan
kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran
keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolok ukur adalah
memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.

2. Perspektif Pelanggan

Perspektif pelanggan dalam Balanced Scorecard mengidentifikasi bagaimana kondisi


pelanggan dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan
kompetitor. Segmen yang dipilih mencerminkan keberadaan pelanggan sebagai sumber
pendapatan. Dalam perspektif ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama, yaitu
(Sony Yuwono, et al, 2007: 33)

 Market Share (Pangsa Pasar)

Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang
ada, yang meliputi antara lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit
penjualan.

 Customer Retention (Pertumbuhan/Mempertahankan Pelanggan)

Mengukur tingkat di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan


konsumen. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase
pertumbuhan bisnis dengan jumlah pelanggan yang saat ini dimiliki perusahaan.

 Customer Acquisition (Menarik/Perolehan Pelanggan Baru)

Mengukur di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan
bisnis baru. Pengukuran dapat dilakukan melalui persentase jumlah penambahan pelanggan
baru dan perbandingan total penjualan baru dengan jumlah pelanggan baru yang ada.

 Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan)

Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value
proposition. Pengukuran dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, seperti survei
melalui surat (pos), interview melalui telepon, atau personal interview.

 Customer Profitabilitas (Keuntungan Pelanggan)

Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang
khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan
dan memberikan hasil finansial yang baik. Balanced Scorecard membaginya dalam tiga
model dari proses bisnis utama, yaitu (Sony Yuwono, et al, 2007: 37-39)

 Proses Inovasi

Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari
pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi dalam
perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian R dan D, sehingga setiap keputusan pengeluaran
suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersialkan
(didasarkan pada kebutuhan pasar). Aktivitas R dan D ini merupakan aktivitas penting dalam
menentukan kesuksesan perusahaan, terutama untuk jangka panjang.

 Proses Operasi

Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk atau jasa.
Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian: 1) proses pembuatan produk
dan 2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja terkait dalam
proses operasi dikelompokan pada: waktu, kualitas, dan biaya.

 Layanan Purna Jual

Proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan produk atau
jasa dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahap ini, misalnya: penanganan garansi dan
perbaikan; penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan; serta pemrosesan
pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan
purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan, dengan menggunakan tolok ukur yang
bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk siklus
waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan pelanggan
diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Menurut Sony Yuwono, Edy Sukarno, dan Muchammad Ichsan (2007: 39-43),
mengemukakan bahwa proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor
sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah
pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan
organisasi. Dalam organisasi knowledge-worker, manusia adalah sumber daya utama. Dalam
berbagai kasus, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan fondasi keberhasilan
bagi knowledge-worker organization dengan tetap memperhatikan faktor sistem dan
organisasi.
Hasil dari pengukuran ketiga perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan
kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem, dan prosedur yang ada saat ini
dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Itulah mengapa,
perusahaan harus melakukan investasi di ketiga faktor tersebut untuk mendorong perusahaan
menjadi sebuah organisasi pembelajar (learning organization). Menurut Kaplan dan Norton
“learning” lebih sekedar “training” karena pembelajaran meliputi pula proses “mentoring dan
tutoring”, seperti kemudahan dalam komunikasi disegenap pegawai yang memungkinkan
mereka untuk siap membantu jika dibutuhkan. Tolak ukur dalam perspektif ini, yaitu

 Capabilities Empolyee (Kemampuan Pekerja)


Tantangan bagi perusahaan adalah agar para pegawai dapat menyumbangkan segenap
kemampuannya untuk organisasi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja
karyawan, serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Perusahaan yang ingin mencapai tingkat
kepuasan yang tertinggi perlu dilayani oleh pekerja yang terpuaskan perusahaan Untuk
mengetahui tingkat kepuasan karyawan, perusahaan perlu melakukan survei secara teratur.
Beberapa unsur kepuasan karyawan yaitu keterlibatan dalam pengambilan keputusan,
pengakuan/penghargaan (reward and recognition) karena telah melakukan pekerjaan dengan
baik, akses memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif, serta
dukungan dari atasan. Produktivitas pekerja dapat diukur dengan total penjualan bersih dibagi
dengan jumlah pekerja atau laba bersih setelah pajak dibagi denganjumlah pekerja (Thomas
Sumarsan, 2010: 232).
 Capabilities Information System (Kemampuan Sistem Informasi)
Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian
tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik. Dengan
kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan
pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaikbaiknya.
 Motivation, Empowerment, and Aligment (Motivasi, Pemberdayaan, dan
Keselarasan)
Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap
upaya pemberianmotivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma
manajemen terbarumenjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai
untuk melakukan trial and error, sehingga turbelensi lingkungan sama-sama dicobakenali
tidak saja oleh jenjang manajemen strategis, tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam
organisasi sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Oleh karena itu, upaya tersebut
perlu dukunganmotivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang
yang memadai untuk mengambil keputusan. Tentunya itu semua harus dibarengi dengan
upaya penyesuaian yang terus menerus sejalan dengan tujuan organisasi.
Keempat perspektif dalam Balanced Scorecard memberi keseimbangan antara tujuan
jangka pendek dengan tujuan jangka panjang, antara hasil yang diinginkan dengan faktor
pendorong tercapainya hasil tersebut, dan antara ukuran objektif yang keras dengan ukuran
subjektif yang lebih lunak. Sementara keberagaman ukuran pada Balanced Scorecard yang
dibuat dengan benar mengandung kesatuan tujuan, karena semua ukuran diarahkan kepada
pencapaian strategi yang terpadu.
5. Perkembangan Terkini Implementasi Balance Scorecard

Dalam artikel “The Balanced Scorecard : Measures that Drives Performance” (Harvard
Business Review, January-February 1992), Kaplan melakukan riset terhadap12 perusahaan
yang memiliki kinerja yang bagus secara finansial. Dalam riset awalyang dilakukan tersebut
menyatakan bahwa 10 perusahaan diantaranya memilikikriteria-kriteria yang menunjukkan
bahwa Balanced Scorecard dapat diterapkan.Beberapa perusahaan mencoba
mengimplementasikan konsep Balanced Scorecard dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja
finansial mereka, serta untu mempengaruhi perubahan kultur yang ada dalam perusahaan.
Terjadinya perubahankultur dalam perusahaan ini disebabkan karena adanya perubahan dari
sistem yangtelah lama diterapkan oleh perusahaan kepada suatu sistem baru dimana sistem
yangbaru ini dirancang untuk melipatgandakan kinerja dengan empat perspektif
yaituperspektif finansial, perspektif customer, perspektif proses bisnis (internal)
danperspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Menurut O’Reilly (Mattson,
1999:1),Sebenarnya Balanced Scorecard memiliki fokus yang sama dengan praktek
manajementradisional yaitu sama-sama berorientasi pada customer dan efisiensi atas
prosesproduksi, tetapi yang membuat berbeda adalah Balanced Scorecard ini
memberikansuatu rerangka pengembangan organisasi bisnis untuk melakukan pengukuran
danmonitoring semua faktor yang berhubungan dengan hal tersebut secara terus-menerus.

Dengan adanya konsep Balanced Scorecard akan terus memelihara arah dan
kemajuanperusahaan sesuai dengan apa yang menjadi visi dan misi organisasi.Selain itu
Balanced Scorecard akan membantu perusahaan dalam menyelaraskantujuan dengan satu
strategi yang ingin diterapkan, karena Balanced Scorecard membantu mengeliminasi berbagai
macam strategi manajemen puncak yang tidaksesuai dengan strategi karyawan dengan cara
membantu karyawan untuk memahamibagaimana peran serta mereka dalam rangka
peningkatan kinerja perusahaan secarakeseluruhan.

Adanya kelebihan yang dimiliki oleh Balanced Scorecard ini mendorong


semakinbanyaknya perusahaan yang ingin mengimplementasikan konsep Balanced
Scorecard. Menurut survei yang dilakukan oleh Gartner Group (Mattson, 1999:1), sebanyak
60persen dari 1000 perusahaan versi majalah Fortune (Agustus, 1999) telah mencobauntuk
menerapkan filosofi Balanced Scorecard dalam keseluruhan sistem manajemenmereka pada
tahun 2000 ini. Seperti yang dilakukan oleh perusahaan LutheranBrotherhood di
Minneapolis, pihak manajemen telah memperkenalkan kosep Balanced Scorecard ini sejak
tahun 1998. Pendekatan yang digunakan untuk menerapkankonsep Balanced Scorecard di
perusahaan Lutheran Brotherhood ini menggunakanmodel pendekatan hands-on approach,
sedangkan sistem manajemen tetap dilakukansendiri oleh pihak manajemen perusahaan.
Salah satu cara adalah dengan melaluipelatihan dan pengetahuan kepada karyawannya yang
dikembangkan melalui intranetperusahaan dan juga mensosialisasikan program implementasi
Balanced Scorecard melalui acara diskusi dan pertemuan.
6. Keunggulan Balance Scorecard

Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik adalah


pada kemampuan Balanced Scorecard dalam menghasilkan rencana strategik yang memiliki
karakteristik sebagai berikut (Mulyadi, 2009: 15-19).

1. Komprehensif

Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik,


dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif lain:
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif
rencana strategik ke perspektif nonkeuangan tersebut menghasilkan manfaat berikut ini:
Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda dan berkesinambungan, karena dalam
perencanaan, perhatian, dan usaha personel difokuskan ke perspektif nonkeungan – perspektif
yang di dalamnya terletak pemacu sesungguhnya kinerja keuangan.Memampukan perusahaan
untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks, karena Balanced Scorecard menghasilkan
rencana yang mencakup perspektif luas (keuangan, customer, proses, serta pembelajaran dan
pertumbuhan), sehingga rencana yang dihasilkan mampu dengan kompleks merespon
perubahan lingkungan.KoherenBalanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun
hubungan sebab-akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang
dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran yang ditetapkan dalam perspektif
nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara
langsung maupun tidak langsung.

2. Seimbang

Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik


penting untuk menghasilkan kinerja keuangan yang berkesinambungan. Dengan demikian,
nilai keempat perspektif tersebut dalam Balanced Scorecard adalah seimbang, di mana
perspektif yang satu tidak melebihi perspektif yang lainnya.

3. Terukur

Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran
strategik pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan
pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur. Namun, dalam pendekatan
Balanced Scorecard ketiga perspektif nonkeuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat
dikelola, sehingga dapat diwujudkan untuk mengukur kinerja perusahaan. Dengan demikian,
keterukuran sasaran strategik pada ketiga perspektif tersebut menjanjikan perwujudan
berbagai sasaran strategik nonkeuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipatganda dan
berkesinambungan.
7. Faktor Yang Memacu Perusahaan Yang Mengimplementasikan Balance Scorecard

Pembangunan suatu peta strategi hanya dapat dilakukan secara runtut dari level tertinggi
ke level yang lebih rendah. Jadi, ketika kita ingin membangun peta strategi suatu unit eselon
II, maka syarat mutlaknya adalah telah terbangunnya peta strategi unit eselon I di atasnya.
Studi kasus: Direktorat Barang Milik Negara (BMN) I pada Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN). Tugas dan fungsi utama Dit. BMN I adalah pengelolaan barang milik negara
pada Kementerian Negara, Lembaga dan Badan Layanan Umum (BLU).

Peta strategi Dit. BMN I (Depkeu-Two) baru dapat disusun apabila peta strategi
DJKN (Depkeu-One) telah terbangun. Dalam contoh kasus ini, diasumsikan bahwa Depkeu-
One untuk DJKN sudah diturunkan dari Depkeu-Wide. Lampiran VI dalam buku panduan ini
menjelaskan secara lebih rinci teknik penyusunan peta strategi mulai dari level tertinggi
(Depkeu-Wide). Adapun penyusunan BSC pada Dit. BMN I mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:

1. Peta Strategi
Pastikan unit organisasi memiliki visi dan misi yang dapat dilihat pada renstra a. unit
tersebut. Tentukan perspektif peta strategi dengan memperhatikan hal-hal berikut:b. Sebagai
institusi publik yang tidak berorientasi pada profit, tentukan i. stakeholder dari unit tersebut.
Stakeholder adalah pihak yang secara tidak langsung memiliki kepentingan atas outcome dari
suatu organisasi. Stakeholder untuk Dit. BMN I adalah Direktur Jenderal kekayaan Negara,
8. Konsep Manajemen Strategik

Balanced Scorecard menekankan ukuran kinerja terpadu dan merupakan bahagian sistem
informasi kepada karyawan (information system for employee) pada setiap jenjang
organisasi. “Karyawan garis depan (front line employee) harus mengerti konsekwensi
keuangan dari keputusan dan tindakan mereka; para eksekutif senior harus memahami
berbagai faktor yang mendorong keberhasilan finansial jangka panjang. Tujuan dan ukuran
dalam Balanced Scorecard lebih dari sekedar sekumpulan ukuran kinerja finansial dan
nonfinansial khusus; semua tujuan dan ukuran ini diturunkan dari suatu proses atas ke bawah
(top-down) yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis. Balanced Scorecard
seharusnya menerjemahkan misi dan strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan dan
ukuran. Balanced Scorecard menyatakan adanya keseimbangan antara berbagai ukuran
eksternal para pemegang saham dan pelanggan, dengan berbagai ukuran internal proses bisnis
penting, inovasi, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan antara
semua ukuran hasil - apa yang dicapai oleh perusahaan pada waktu yang lalu dengan semua
ukuran faktor pendorong kinerja masa depan perusahaan. Scorecard juga menyatakan
keseimbangan antara semua ukuran hasil yang objektif dan mudah dikuantifikasi dengan
faktor penggerak kinerja berbagai ukuran hasil yang subjektif dan agak berdasarkan
pertimbangan sendiri. Balanced Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau
operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan scorecard sebagai sebuah system
manajemen strategis, untuk mengelola strategi jangka panjang. Perusahaan menggunakan
fokus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting:

1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.


Proses scorecard dimulai dengan tim manajemen puncak yang bersama-sama bekerja
menerjemahkan strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan strategis yang spesifik. Untuk
menetapkan berbagai tujuan finansial, tim ini harus mempertimbangkan apakah akan
menitikberatkan kepada pertumbuhan pendapatan dan pasar, profitabilitas atau menghasilkan
arus kas (cash flow). Khusus untuk perspektif pelanggan, tim manajemen harus menyatakan
dengan jelas pelanggan dan segmen pasar yang diputuskan untuk dimasuki. Setelah tujuan
finansial dan pelanggan ditetapkan, perusahaan kemudian mengidentifikasi berbagai tujuan
dan ukuran proses bisnis internal. Identifikasi semacam ini merupakan salah satu inovasi dan
manfaat utama dari pendekatan scorecard. Keterkaitan yang terakhir, tujuan pembelajaran
dan pertumbuhan, memberi alasan logis terhadap adanya kebutuhan investasi yang besar
untuk melatih ulang para pekerja, dalam teknologi dan sistem informasi, serta dalam
meningkatkan berbagai prosedur organisasional. Semua investasi dalam sumber daya
manusia, sistem dan prosedur menghasilkan inovasi dan perbaikan yang nyata pada proses
bisnis internal, untuk kepentingan pelanggan dan pada akhirnya, untuk kepentingan para
pemegang saham.

2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.

Tujuan dan ukuran strategis Balanced Scorecard dikomunikasikan ke seluruh organisasi


melalui surat edaran, papan bulletin, video dan bahkan secara elektronis melalui jaringan
komputer. Komunikasi tersebut memberi informasi kepada semua pekerja mengenai berbagai
tujuan penting yang harus di capai agar strategi organisasi berhasil. Beberapa perusahaan
berusaha untuk menguraikan

9. Beda Manajemen Strategik Dalam Manajemen Tradisional Dan Kontemporer


 Perbedaan Pelaporan Pengendalian dan Pelaporan Strategis
 Pelaporan Strategis Pelaporan Pengendalian
 (Manajemen Balanced Scorecard) (Manajemen Tradisional)

Umpan-balik dan pembelajaranBerfokus pada timfungsional silang (cross-functional


teams)Pengukuran kinerja terintegrasi yang dilakukan berdasarkan hubungan sebab-
akibatInformasi fungsional silang dan disebarkan ke seluruh fungsi dalam
organisasiPengendalian melalui anggaranBerfokus pada fungsi-fungsi dalam
organisasiMengabaikan pengukuran kinerja atau pengukuran kinerja dilakukan secara
terpisahInformasi fungsional tunggal (hanya untuk keperluan satu fungsi dalam organisasi)

10. Balance Scorecard Sebagai Inti Sistem Manajemen Strategik

Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran keuangan dan nonkeuangan harus
menjadi bagian dari sistem informasi untuk seluruh karyawan pada semua tingkat organisasi
berdasarkan visi dan strategi dari suatu unit usaha. Visi dan strategi itu diterjemahkan ke
dalam empat perspektif yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin
dicapai organisasi, ukuran dari tujuan, target yang diharapkan pada masa yang akan datang,
serta program-program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan strategis.
Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam seperangkat
ukuran yang menyeluruh, memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen
strategis (Kaplan dan Norton, 2000: 9). Jika visi dan strategi dinyatakan dalam bentuk tujuan
strategis, ukuran-ukuran dan target yang jelas, kemudian dikomunikasikan kepada setiap
anggota organisasi, sehingga diharapkan setiap anggota organisasi dapat mengerti dan
melaksanakannya agar visi dan strategi organisasi tercapai. Hubungan Balanced Scorecard
dengan visi dan strategi perusahaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Balanced
Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran operasional. Perusahaan yang
inovatifmenggunakan scorecard sebagai sebuah sistem manajemen strategis untuk mengelola
strategi jangka panjang. Perusahaan menggunakan fokus pengukuran scorecard untuk
menghasilkan berbagai proses manajemen penting, diantaranya:

Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi;Mengkomunikasikan dan mengkaitkan


berbagai tujuan dan ukuran strategis;Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan
berbagai inisiatif strategis;Meningkatkan pembelajaran strategis.

Pada umumnya, sistem manajemen tradisional berfokus pada anggaran (budgets),


sehingga pelaksanaan strategi perusahaan sangat tergantung pada anggaran yang tersedia.
Sistem manajemen tradisional semata-mata digunakan sebagai alat pengendalian (control
reporting), sedangkan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard yang berfokus pada
proses-proses manajemen strategis, sehingga strategi perusahaan diterjemahkan menjadi
tindakan-tindakan yang terarah dan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard
digunakan sebagai alat strategis (strategis reporting) (Vincent Gaspersz, 2005:
BAB II

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dengan materi di atas maka kami dapat menyimpulkan bahwa BSC begitu
berpengaruh didunia modern terutama dibidan teknologi informasi. Dengan keempat
presfektif : 1. Presfektif Keuangan, 2. Presfektif pelanggan, 3. Presfektif proses bisnis
internal, 4. Presfektif pembelajaran dan pertumbuhan dan strategik-strategik yang digunakan
oleh sebuah perusahaan, sehingga perusahaan tersebut dapat terstuktur dengan baik dan
mempermudah menjalankan roda organisasi perusahaan. Dengan perlahan-lahan sistem
tradisional dalam perusahan sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan, sehingga BSC dapat
berkembang dalam perusahaan dengan efektif dan efisien.

2. Saran-Saran

Dalam penggunaan BSC sebaiknya dikaitkan dengan teknologi yang sudah


berkembang sehinggga penggunaan BSC tidaklah Karuan, dan Mempermudah para
pengguna.
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, S. Robert, dan David, P. Norton, (1996). The Balanced Scorecard: Translating
Strategy into Action, Edisi satu, Boston, United States of America: HarvardBusiness School
Press.

Kaplan, S. Robert dan David, P. Norton, (Januari-Pebruari 1992), The BalancedScorecard:


Measures that Drive Performance, Harvard Business Review, Boston,United States of
America: Harvard Business School Press.

Mattson, Beth, (1999). Executives learn how to keep score : Balanced Scorecard gets all
employees focusing on vision, http://www.ianalliot.com.

Mavrinac, Sarah, dan Michael, Vitale, (1999). The Balanced Scorecard,


http://www.research.com.

Mulyadi, dan Johny, Setyawan, (1999). Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen :
Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan, Edisi satu, Yogyakarta:Aditya Media,

Panduan pengelolaan kinerja Berbasis balanced scorecard Di lingkungan kementerian


keuangan, Pusat analisis dan harmonisasi kebijakan, Sekretariat jenderal kementerian
keuangan: Jakarta, januari 2010.

Erna Rizki Yoland; Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Yang
Memadai” (Sebuah Studi Pada Perusahaan Bio Tech Sarana di Bandung) Mathius
Tandiontong Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Kristen Maranatha: Agustus 2011

Asriyani No.pokok : a31106709; Pengukuran kinerja dengan balanced scorecard pada


pt.Hadji kalla cabang cokroaminoto makassar, Jurusan : akuntansi Fakultas ekonomi dan
bisnis Universitas Hasanuddin: Makassar 2012

Anda mungkin juga menyukai