Anda di halaman 1dari 36

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Performance Measurement System

2.1.1. Definisi Performance Measurement System

Berikut ini adalah beberapa definisi Performance Measurement System (PMS)

menurut beberapa ahli:

1. Menurut Niven dalam bukunya Balanced Scorecard Step-By-Step Maximizing

Performance and Maintaining Results (2002, p. 114) mendefinisikan Performance

Measures System sebagai:

“the tools we use to determine whether we are meeting our objective and moving
toward the successful implementation of our strategy”

Diterjemahkan sebagai berikut:

“alat yang digunakan untuk memastikan apakah kita berhasil mencapai tujuan dan
bergerak maju menuju kesuksesan penerapan strategi kita”

2. Menurut Wikipedia (http://en.wikipedia.org), Performance Measurement adalah:

“performance measurement is the process whereby an organization establishes


the parameters within which programs, investments, and acquisitions are reaching
the desired results”

Diterjemahkan sebagai berikut:

“pengukuran performa adalah proses dimana suatu organisasi menerapkan


parameter untuk mengukur program, investasi, dan akusisi yang mencapai target
yang diinginkan”

9
10

3. Menurut Anthony dan Govindarajan dalam bukunya Management Control System

(2007, p. 460), Performance Measurement System adalah:

“is simply a mechanism that improves the likelihood the organization will
implement its strategy successfully”

Diterjemahkan sebagai berikut:

“sebuah mekanisme yang meningkatkan kemungkinan berhasilnya perusahaan


dalam menerapkan strateginya.”

4. Yuwono menyimpulkan dalam bukunya Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced

Scorecard (2007, p. 23) bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran

yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada

perusahaan. Hasil dari pengukuran performa memberikan masukan berupa

informasi mengenai pencapaian perencanaan dan poin tertentu dimana perlu

adanya adaptasi untuk rencana dan pengendalian aktivitas.

Dengan demikian performance measurement adalah proses pengukuran

terhadap berbagai aktifitas dalam value chain perusahaan. Hasil dari performance

measurement ini berupa umpan balik yang memberikan informasi mengenai

pencapaian rencana dan bagian tertentu yang memerlukan adaptasi dalam aktifitas

perencanaan dan kontrol.


11

2.1.2. Keuntungan Performance Measurement System

Keuntungan Performance Measurement System yang baik menurut Roman dan

Michael dalam bukunya Handbook of Cost Management (1993, p. 328), adalah:

1. Melacak/melihat performa perusahaan terhadap ekspektasi konsumen dengan

tujuan untuk mendekatkan perusahaan kepada konsumen dan melibatkan

stakeholders dalam usaha memuaskan konsumen.

2. Memotivasi karyawan untuk memberikan pelayanan terbaik terhadap konsumen.

3. Mengidentifikasikan tindakan yang sia-sia dan mendorong pengurangan usaha

yang sia-sia.

4. Menciptakan tujuan strategi yang konkrit untuk mempercepat proses pembelajaran

perusahaan.

5. Membangun konsensus untuk membuat perubahan dengan memberikan

penghargaan atas tindakan/tingkah laku yang diharapkan.

2.2 Balanced Scorecard

2.2.1 Definisi Balanced Scorecard

Ide tentang Balanced Scorecard pertama kali dipublikasikan dalam artikel

Robert S. Kaplan dan David P.Norton di Harvard Business Review tahun 1992 dalam

sebuah artikel berjudul "Balaced Scorecard-Measures that Drive Performance".

Artikel tersebut merupakan laporan dari serangkaian riset dan eksperimen terhadap
12

beberapa perusahaan di Amerika serta diskusi dua bulanan dengan wakil dari

berbagai bidang perusahaan sepanjang tahun itu untuk mengembangkan suatu model

pengukuran kinerja baru. Balanced Scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja

yang memungkinkan para eksekutif memandang perusahaan dari berbagai perspektif

secara simultan.

Menurut, Kaplan & Norton dalam bukunya Balanced Scorecard Menerapkan

Strategi Menjadi Aksi (2000, p. 2):

“Balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam


seperangkat ukuran yang menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi pengukuran
dan sistem manajemen strategis. Selain tetap memberi penekanan pada pencapaian
tujuan finansial, Balanced Scorecard juga memuat faktor pendorong kinerja
tercapainya tujuan finansial tersebut. Scorecard mengukur kinerja perusahaan pada
empat perspektif yang seimbang: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, dan
proses pembelajaran serta pertumbuhan. Balanced Scorecard memungkinkan
perusahaan mencatat hasil kinerja finansial sekaligus memantau kemajuan
perusahaan dalam membangun kemampuan dan mendapatkan aktiva tak berwujud
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan masa datang”

Sedangkan menurut Widjaja dalam bukunya Memahami Konsep Balanced

Scorecard (2002, p. 2), Balaced Scorecard adalah:

“sekelompok tolak ukur kinerja yang terintegrasi yang berasal dari strategi
perusahaan dan mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan.”

Oleh karena itu, Balanced Scorecard adalah sistem manajemen, pengukuran

dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan

pemahaman pada manajer tentang performance bisnis (Yuwono, 2007, p. 8).

Dari teori-teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Balanced Scorecard

adalah suatu sistem manajemen kinerja perusahaan yang mampu memberikan

informasi pada manajer tentang kinerja dari perusahaan dan mampu mendukung

pengambilan keputusan oleh pihak manajemen.


13

2.2.2 Balanced Scorecard Framework

Menurut Kaplan dan Norton dalam bukunya The Strategy Focused

Organization How Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Business

Environment (2001, p. 23), Balanced Scorecard menawarkan kerangka kerja yang

menjelaskan strategi yang digunakan untuk membuat nilai dari empat perspektif

seperti diilustrasikan gambar 2.1 Balanced Scorecard Provides a Framework to

Translate Strategy Into Operational Terms:

Gambar 2.1 Balanced Scorecard Provides a Framework to Translate Strategy Into Operational
Terms
Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 8
14

Penjelasan dari Gambar 2.1 adalah sebagai berikut:

1. Perspektif Keuangan (Financial)

Strategi untuk pertumbuhan, keuntungan, dan risiko yang dapat dilihat dari

perspektif shareholders.

2. Perspektif Pelanggan (Customer)

Strategi untuk membuat nilai dan diferensiasi dari sudut pandang pelanggan.

3. Perspektif Proses Bisnis Interen (Internal Business Processes)

Prioritas strategi dari bermacam-macam proses bisnis yang membuat kepuasan

pelanggan dan shareholders.

4. Perspektif Pelatihan dan Pengembangan (Learning and growth)

Prioritas strategi yang membuat suasana yang mendukung perusahaan untuk

berubah, berinovasi dan bertumbuh.

Menurut Kaplan, Norton dan Porter dalam bukunya Strategy Maps: Converting

Intangible Assets into Tangible Outcomes (2004, p. 7), kerangka kerja Balanced

Scorecard memiliki beberapa elemen penting, yaitu:

1. Performa keuangan menawarkan definisi terkuat keberhasilan organisasi. Strategi

menjelaskan niat organisasi untuk membuat pertumbuhan yang berkelanjutan bagi

nilai shareholders.

2. Komponen pokok untuk meningkatkan performa finansial dihasilkan dari

pencapaian target pelanggan. Sebagai tambahan untuk mengukur indikator hasil

yang terhambat untuk keberhasilan pelanggan, seperti kepuasan, retensi, dan

pertumbuhan. Perpektif pelanggan mendefinisikan nilai proposisi untuk segmen


15

pelanggan yang ditargetkan. Memilih nilai proposisi pelanggan adalah elemen

penting strategi.

3. Proses internal membuat dan memberikan nilai proposisi atau pelanggan. Performa

proses internal adalah indikator penting untuk perkembangan selanjutnya dalam

total hasil pelanggan dan keuangan.

4. Assets yang tidak dapat dinilai adalah sumber akhir untuk pembuatan nilai

berkelanjutan. Tujuan pelatihan dan pengembangan menjelaskan bagaimana

orang, teknologi, dan iklim organisasi yang bersatu untuk mendukung strategi.

Pengembangan dalam pelatihan dan pengukuran perkembangan adalah indikator

penting untuk performa proses internal, pelanggan dan keuangan.

5. Tujuan dalam 4 (empat) perspektif ini saling terhubung dalam suatu rantai sebab-

akibat. Mengembangkan dan menyesuaikan asset yang tidak dapat dinilai

membantu proses pengembangan performa, dimana, pada gilirannya memberikan

keberhasilan untuk pelanggan dan shareholders.

2.2.3 Balanced Scorecard sebagai Strategic Management System

Perusahaan yang inovatif telah menggunakan Balanced Scorecard sebagai

sistem manajemen startegis untuk mengatur strategi perusahaan jangka panjang.

Manajer di Amerika telah menemukan bahwa scorecard bisa menjembatani

perbedaan antara pengembangan dan formulasi strategi dengan proses

implementasinya.
16

Beberapa pengertian manajemen strategis menurut beberapa ahli adalah sebagai

berikut:

1. Menurut Robbins dan Coulter dalam bukunya Manajemen edisi 7 (2004, p. 196)

mengatakan manajemen strategis adalah:

“sekelompok keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja jangka


panjang organisasi”

2. Business Dictionary (http://www.businessdictionary.com) menulis manajemen

strategis adalah:

“Systematic analysis of the factors associated with customers and competitors (the
external environment) and the organization itself (the internal environment) to
provide the basis for rethinking the current management practices. Its objective is
to achieve better alignment of corporate policies and strategic priorities”

Diterjemahkan sebagai berikut:

“Analisis sistematik dari faktor-faktor yang berasosiasi dengan pelanggan dan


kompetitor (lingkungan eksternal) dan organisasi itu sendiri (lingkungan internal)
untuk menjadi dasar pemikiran ulang strategi manajemen yang sedang berjalan.
Tujuannya adalah untuk mencapai penyelarasan antara kebijakan perusahaan
dengan prioritas strategi ”

Tujuan utama dari manajemen strategis adalah untuk mengidentifikasi alasan

perusahaan dapat sukses atau gagal dalam berkompetisi. Menurut Robbins, et al

(2004, p. 197-203) komponen utama proses manajemen strategis meliputi:

1. Mengidentifikasi misi, tujuan, dan strategi terkini organisasi.

2. Menganalisis lingkungan.

3. Mengidentifikasi peluang dan ancaman.

4. Menganalisis sumber daya dan kemampuan organisasi.

5. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan.

6. Merumuskan strategi.
17

7. Mengimplimentasikan strategi.

8. Mengevaluasi hasil.

Sedangkan menurut Kaplan, et al (2000, p. 169) ada 4 hambatan khusus untuk

efektifitas implementasi strategi yaitu:

1. Visi dan strategi tidak “actionable”.

2. Strategi yang tidak terkait dengan tujuan departemen, tim dan perorangan.

3. Strategi yang tidak terkait dengan alokasi sumber daya jangka panjang dan jangka

pendek.

4. Umpan balik yang taktis , bukan strategis.

Integrasi Balanced Scorecard dapat mendatangkan hambatan pada sistem

manajemen strategis yang baru. Oleh karena itu, Kaplan, et al (2000, p. 11)

menyarankan empat langkah organisasi yang seharusnya dilakukan untuk

mengimplementasi Balanced Scorecard seperti empat komponen untuk sistem

manajemen strategis seperti gambar 2.2 The Balanced Scorecard as a Strategic

Framework for Action:

1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi

a. Strategi adalah referensi dari keseluruhan proses manajemen.

b. Visi bersama akan menjadi fondasi untuk pembelajaran strategis.

2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan serta ukuran strategis

a. Semua perusahaan harus memiliki target yang selaras dari manajemen tingkat

atas hingga tingkat bawah.

b. Komunikasi yang terbuka dan pembelajaran tentang strategi adalah dasar bagi

pelatihan dan pengembangan karyawan.


18

3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif

strategis

a. Membuat rencana jangka panjang, keuntungan, dan target yang dapat dicapai.

b. Mengidentifikasikan inisiatif strategi secara jelas.

c. Menyelaraskan budget tahunan dengan rencana jangka panjang.

4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis

a. Sistem umpan balik digunakan untuk uji hipotesa tentang keterkaitan antara

tujuan dan pemicu strategis.

b. Membuat tim pemecah masalah untuk menganalisa dan belajar dari data kinerja

dan mengadaptasi strategi untuk memecahkan masalah.

c. Pengembangan strategis yang dilakukan terus-menerus.

Gambar 2.2 The Balanced Scorecard as a Strategic Framework for Action


Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 11
19

2.2.4 Hubungan antara Balanced Scorecard dan Visi, Misi, dan Strategi

Perusahaan

Menurut Kaplan, et al (2004, p. 32-34), misi organisasi menyediakan poin

permulaan dengan mendefinisikan mengapa organisasi ada, atau bagaimana unit

bisnis yang cocok dengan arsitektur korporasi yang lebih luas. Misi dan nilai inti

yang menemaninya untuk tetap stabil melewati waktu. Melukiskan visi organisasi

dengan gambar masa depan yang dikelompokkan menjadi arah organisasi yang

membantu individu untuk mengerti mengapa dan bagaimana seharusnya mereka

mendukung organisasi.

Sebagai tambahan, visi dibuat organisasi dalam gerakan, bagaimana stabilitas

misi dan nilai inti menjadi strategi yang dinamis, langkah selanjutnya dalam suatu

rangkaian. Strategi dibangun dan diubah melewati waktu untuk bertemu mengubah

sikap kondisi dengan lingkungan eksternal dan kemampuan internal. Menurut

Kaplan, et al (2004, p. 34), visi adalah:

“a concise statement that defines the mid- to long –term (three- to ten -year) goals of
the organization. The vision should be external and market-oriented and should
express-often in colorful or “visionary ” terms-how the organization wants to be
preceived by the world.”

Diterjemahkan sebagai berikut:

“pernyataan singkat yang mendefinisikan apa yang ingin dicapai organisasi untuk
jangka menengah sampai jangka panjang (3 sampai 5 tahun). Visi seharusnya
eksternal dan berorientasi pada pasar dan harus selalu diekspresikan dengan penuh
warna atau “visionary” mengenai bagaimana perusahaan ingin dilihat oleh dunia.”
20

Dan misi didefinisikan oleh Kaplan, et al (2004, p. 34-35) sebagai berikut:

“a concise, internally focused statement of the reason for the organization’s


existence, the basic purpose toward which its activities are directed, and the values
that guide employee’s activities. The mission should also describe how the
organization expects to compete and deliver value to customers.”

Diterjemahkan sebagai berikut:

“pernyataan yang fokus secara internal dan singkat alasan tentang keberadaan
organisasi, tujuan dasar yang mengenai aktifitas usaha akan diarahkan, dan nilai yang
memberikan arahan dalam aktivitas karyawan/pekerja. Misi juga seharusnya
menjelaskan bagaimana organisasi akan bersaing dan memberikan nilai untuk
pelanggan.”

Visi dan misi mengatur tujuan umum dan arah organisasi. Mereka membantu

shareholders, pelanggan, dan karyawan pekerja mengerti tentang perusahaan dan apa

yang ingin dicapai. Perusahaan membuat visi dan misi mereka menjadi nyata ketika

mendefinisikan strategi untuk mencapai visi dan misi.

Kaplan, et al (2004, p. 35), Porter berargumentasi bahwa strategi adalah tentang

memilih sekumpulan aktivitas dimana organisasi akan maju untuk membuat

perbedaan krusial dalam pasar. Perbedaan krusial ini dapat memberikan nilai lebih

untuk pelanggan dibandingkan pesaing, atau menyediakan nilai yang lebih tetapi

dengan biaya yang lebih rendah daripada competitor. Strategi menjelaskan bagaimana

organisasi ingin memberikan nilai lebih untuk shareholders.

Sistem pengukuran performa seharusnya memotivasi manajer dan karyawan

untuk mengimplementasikan strategi unit bisnisnya. Perusahaan yang dapat

menerapkan strateginya ke dalam sistem pengukuran akan memiliki kemampuan

yang lebih baik untuk menjalankan strategi.


21

Kaplan, et al (2001, p. 147) menyebutkan pentingnya membuat Scorecard yang

dapat mengkomunikasikan strategi unit bisnis seperti berikut:

1. Scorecard menggambarkan visi masa depan organisasi menjadi suatu organisasi

yang menciptakan saling pengertian.

2. Scorecard menciptakan strategi model holistic yang mengizinkan semua karyawan

untuk mengetahui kontribusi mereka akan keberhasilan organisasi. Tanpa suatu

keterikatan, individu dan departemen dapat mengoptimalkan performa lokal

mereka tapi tidak berkontribusi untuk mencapai tujuan strategi.

3. Scorecard berfokus pada usaha perubahan. Keberhasilan implementasi akan

terjadi jika tujuan dan alat ukur yang benar telah diidentifikasikan. Jika tidak,

investasi dan inisiatif akan sia-sia.

Kaplan, et al (2000, p. 27) menemukan dua prinsip yang menjelaskan hubungan

Balanced Scorecard dengan strategi organisasi sebagai berikut:

1. Hubungan sebab-akibat

Prinsip ini penting untuk Balanced Scorecard karena ini membedakan Balanced

Scorecard dengan konsep lain. Dengan prinsip ini, Balanced Scorecard dapat

menverifikasi tujuan yang terintegrasi dan pengukuran pada tiap perspektif.

Menurut Kaplan dan Norton, strategi adalah kumpulan model hipotesa sebab dan

akibat. Pengembangan Balanced Scorecard yang benar seharusnya dapat

menjelaskan urutan cerita dari strategi bisnis internal hubungan sebab dan akibat.

Melalui model ini, strategi dapat dikritik bersamaan sebelum, ketika dan setelah

dilaksanakan. Sistem pengukuran seharusnya membuat hubungan eksplisit sebab

dan akibat antara hasil pengukuran dan pengendalian performa yang menghasilkan
22

sesuatu yang dapat diatur dan divalidasi. Keseluruhan rantai hubungan sebab dan

akibat dapat dibangun seperti vector vertical melalui empat perpektif Balanced

Scorecard seperti yang ada pada gambar 2.3 Hubungan Sebab dan Akibat.

Gambar 2.3 Hubungan Sebab dan Akibat


Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 28

2. Faktor pendorong kinerja

Balanced Scorecard yang baik seharusnya memiliki indikator akhir dan indikator

awal yang digunakan untuk strategi unit bisnis. Indikator stop secara generic

menghasilkan pengukuran yang merefleksikan tujuan umum dari banyak strategi

seperti keuntungan, pangsa pasar, kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, dan

kemampuan karyawan, dimana membimbing indikator atau performa

mengendalikan refleksi keunikan strategi unit bisnis. Contoh dari indikator yang

membimbing adalah pengendali keuntungan finansial, segmen pasar dimana unit


23

memilih untuk bersaing, proses bisnis internal tertentu, dan pembelajaran serta

pengembangan tujuan yang akan memberi nilai preposisi kepada target pelanggan

dan segmen pasar. Identifikasi pengendali performa akan mengatasi kelemahan

dari hasil pengukuran. Hasil pengukuran menjadi lebih berguna jika performa

dapat dikendalikan seperti yang diketahui.

2.2.5 Balanced Scorecard Perspectives

Menurut Kaplan, et al (2000, p. 41-127) terdapat 4 perspektif Balanced

Scorecard yaitu:

1. Financial Perspective

Ukuran performa dengan menggunakan perspektif keuangan melihat perencanaan

strategis dan implementasi yang memberikan pengembangan pada keuntungan

perusahaan. Peningkatan direfleksikan ke dalam target khusus yang berhubungan

dengan keuntungan, pertumbuhan bisnis, dan nilai Shareholders.

Pengukuran performa keuangan mempertimbangkan tiga tahap daur hidup bisnis

dengan target yang berbeda maka ditekankan pengukuran yang berbeda. Tiga

tahap daur hidup bisnis tersebut adalah:

a. Growth

Tahap pertumbuhan terjadi dalam frase awal daur hidup bisnis dimana

perusahaan membuat produk dan layanan dengan tingkat potensi pertumbuhan

yang sangat signifikan. Manajemen berkomitmen untuk mengembangkan dan

mengubah produk dan layanan baru, mengembangkan fasilitas produksi,


24

meningkatkan kemampuan operasi, pengembangan sistem, infrastruktur, dan

jaringan distribusi yang mendukung hubungan global, dan membuat hubungan

pengembangan pelanggan. Pada tahap ini, bisnis beroperasi dengan arus kas

negatif dan tingkat pengembalian modal yang rendah. Jadi, tujuan keuangan

yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dengan persentase pertumbuhan

sebagai pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan sebagai target pasar.

b. Sustain

Ini adalah tahap kedua dimana mayoritas unit bisnis pada perusahaan akan

berada. Perusahaan tetap menarik untuk diinvestasi dan diinvestasi lagi dan

dibutuhkan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik dari modal yang

sudah diinvestasikan. Pada tahap ini, perusahaan akan mencoba untuk menjaga

pangsa pasar, dan mengembangkannya sebisa mungkin. Investasi pada

umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan kinerja, kapasitas

pengembangan dan pengembangan terus menerus. Target finansial berfokus

pada penghasilan yang didapat pada modal yang diinvestasikan biasanya

menggunakan Return on Investment (ROI), Return on Capital Employed

(ROCE) dan Economic Value Added (EVA).

c. Harvest

Ini adalah tahap akhir dimana perusahaan benar-benar memanen semua

investasi yang telah dibuat dari 2 tahap sebelumnya. Tidak ada investasi besar

lagi baik ekspansi ataupun membuat kemampuan baru, kecuali untuk fasilitas

maintenance. Target keuangan pada tahap ini adalah untuk memaksimalkan

inflow kas dan mengurangi modal kerja.


25

2. Customer Perspective

Filosofi manajemen sekarang telah memperlihatkan pengakuan pentingnya fokus

dan kepuasan pelanggan. Perspektif ini memberi indicator, jadi jika pelanggan

tidak puas, mereka akan mencari produsen lain yang akan memenuhi kebutuhan

mereka. Performa yang tidak baik dari perspektif pelanggan akan mengurangi

jumlah pelanggan di masa yang akan datang meskipun performa keuangan terlihat

baik sekarang. Perspektif pelanggan memiliki 2 kelompok pengukuran yaitu:

a. Pengukuran pelanggan inti

Pengukuran pelanggan inti, dapat dilihat pada gambar 2.4 Perpektif Pelanggan.

Pengukuran Inti, memiliki beberapa pengukuran, yaitu:

1) Pangsa pasar

Pangsa pasar merefleksikan proporsi bisnis dalam pasar unit bisnis yang

menjual dan mengandung volume penjualan, jumlah pelanggan, dan volume

unit yang dijual.

2) Retensi Pelanggan

Pengukuran di level mana perusahaan dapat menjaga hubungan dengan

pelanggan.

3) Akuisisi Pelanggan

Pengukuran, pada tingkat tertentu, unit bisnis dapat menarik pelanggan baru

atau memenangkan bisnis baru.


26

4) Kepuasan Pelanggan

Memperkirakan tingkatan kepuasan pelanggan yang berhubungan dengan

kriteria performa yang khusus pada nilai preposisi.

5) Keuntungan Pelanggan

Pengukuran keuntungan pelangan setelah pengurangan dari pengeluaran

khusus dibutuhkan untuk mendukung pelanggan.

Gambar 2.4 Perpektif Pelanggan, Pengukuran inti.


Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 60

b. Preposisi nilai pelanggan

Preposisi nilai pelanggan dapat dilihat seperti gambar 2.5 Nilai Preposisi

Pelanggan, pemicu performa yang ada pada preposisi nilai inti berbasis pada

atribut:

1) Atribut produk dan layanan.

Atribut produk dan layanan meliputi fungsi produk/layanan, harga, dan

kualitas. Pelanggan memiliki bermacam-macam keingingan atas produk

yang ditawarkan. Beberapa pelanggan menginginkan fungsi produk, kualitas


27

atau harga. Perusahaan harus mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dari

penawaran produk, kemudian mengukuran performa dapat ditentukan.

2) Hubungan Pelanggan

Hubungan Pelanggan berhubungan dengan perasaan pelanggan melalui

proses dari produk yang ditawarkan perusahaan. Perasaan pelanggan

tergantung pada respon dari perusahaan dan waktu pengiriman. Pelanggan

biasanya mempertimbangkan waktu pengiriman yang cepat sebagai factor

yang penting untuk kepuasan mereka.

3) Image dan Relasi

Image dan reputasi mendatangkan faktor yang tidak dapat dinilai untuk

menarik pelanggan kepada perusahaan. Membuat image dan reputsi dapat

dicapai melalui iklan dan kualitas pengiriman produk dan layanan.

Gambar 2.5 Nilai preposisi pelanggan


Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 65

3. Internal Process Business Perspective

Menurut Kaplan, et al (200, p. 80) pada perspektif ini, para manajer melakukan

identifikasi berbagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan

dan pemegang saham.


28

Analisis proses bisnis internal dilakukan dengan memanfaatkan analisis rantai

nilai. Dalam analisis ini, manajemen mengidentifikasi proses bisnis internal yang

dianggap sebagai sesuatu yang superior bagi perusahaan. Scorecard dalam

perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis

mereka dan apakah produk dan servis sudah sesuai dengan harapan pelanggan.

Perspektif ini harus didesain secara rinci oleh seseorang yang sangat mengerti misi

perusahaan.

Menurut Yuwono (2007, p. 36) ada perbedaan antara pendekatan tradisional dan

Balanced Scorecard dalam perpektif proses bisnis internal, yaitu:

a. Pendekatan tradisional mencoba untuk mengontrol dan meningkatkan proses

bisnis internal yang sudah ada, sedangkan Balanced Scorecard mencoba untuk

mengenal semua proses yang perlu untuk mendukung kesuksesan strategi

perusahaan meskipun prosesnya belum berjalan.

b. Sistem pengukuran performa hanya berfokus pada bagaiman menyampaikan

produk dan layanan dengan cara pendekatan tradisional. Sementara, Balanced

Scorecard meletakkan proses inovasi dalam perspektif proses bisnis internal.

Kaplan, et al (2000, p. 83-92) membagi proses bisnis internal menjadi tiga proses

bisnis yang dapat dilihat pada Gambar 2.6 Perspektif proses bisnis internal –

Model Generik Value Chain sebagai berikut:

a. Inovasi

Dalam proses ini, unit bisnis melakukan riset untuk mencari kebutuhan laten

pelanggan dan menciptakan produk dan layanan yang mereka perlukan. Proses

inovasi biasanya dilakukan oleh departemen Research and Development,


29

sehingga setiap keputusan untuk meluncurkan produk baru telah memenuhi

kebutuhan dan permintaan pasar. Aktifitas ini merupakan aktifitas terpenting

dalam menentukan kesuksesan jangka panjang perusahaan.

b. Operasi

Proses operasi adalah proses untuk menciptakan dan menyampaikan produk

dan layanan pada pelanggan. Aktifitas dalam proses operasi dibagi menjadi dua

bagian, yaitu proses produksi dan proses penyampaian. Pengukuran performa

dalam proses ini dibagi menjadi waktu, kualitas, dan biaya.

c. Layanan purna jual

Proses ini termasuk juga memberikan layanan pada konsumen setelah penjualan

selesai, sebagai contoh garansi pemakaian, perbaikan produk, dan sebagainya.

Perusahaan dapat mengukur apakah layanan purna jual mereka telah memenuhi

harapan konsumen atau tidak dengan memanfaatkan pengukuran kualitas,

waktu, dan biaya. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat mengukur mulai dari

ketika komplain diterima sampai masalah tersebut diselesaikan.

Gambar 2.6 Perspektif proses bisnis internal – Model Generik Value Chain
Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 84
30

4. Learning and Growth Perspective

Proses belajar dan berkembang dilihat dari sumber daya manusia, sistem, dan

prosedur organisasi. Pelatihan karyawan dan kultur organisasi yang meningkatkan

kemampuan individu dan organisasi adalah bagian dari perspektif pembelajaran

dan berkembang ini. Dalam organisasi pengetahuan karyawan, sumber daya

manusia merupakan sumber utama bagi organisasi. Hasil dari pengukuran tiga

perspektif sebelumnya akan mengidentifikasi perbedaan kemampuan dari

karyawan yang sudah ada, sistem, dan prosedur dengan standar untuk mencapai

performa yang ditargetkan. Karenanya perusahaan harus berinvestasi di sumber

daya manusia, sistem, dan prosedur untuk membentuk suatu pembelajaran

organisasi.

Kaplan, et al (2000, p. 110) mengidentifikasi 3 pengukuran dalam perspektif

pembelajaran dan berkembang:

a. Kapabilitas pekerja

Salah satu perubahan dramatis dalam pola pikir manajemen dalam 15 tahun

terakhir adalah peran karyawan dalam organisasi. Dan faktanya, tidak ada yang

lebih baik untuk revolusi perubahan dari era industri ke era informasi dibanding

filososfi manajemen baru yang berpikir bagaimana karyawan mengorbankan

seluruh kemampuannya bagi perusahaan. Karenanya, perencanaan dan

penerapan usaha untuk melatih kembali karyawan untuk memastikan

kepandaian dan kreatifitas karyawan dilaksanakan untuk mencapai tujuan dari

perusahaan.
31

b. Kapabilitas sistem informasi

Meskipun motivasi karyawan dan kemampuannya telah mendukung pencapaian

tujuan perusahaan, informasi yang sempurna juga diperlukan. Dengan sistem

informasi yang baik, informasi akurat dan tepat waktu yang dibutuhkan oleh

manajemen dan level karyawan dapat diperoleh.

c. Motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan

Perspektif ini signifikan untuk memastikan proses berkesinambungan untuk

memotivasi dan memberi inisiatif pada karyawan.Paradigma baru manajemen

menjelaskan proses pembelajaran sangat penting bagi karyawan untuk

melakukan trial and error sehingga perubahan lingkungan dapat diterima oleh

semua karyawan di organisasi berdasarkan kompetensi masing-masing.

Karyawan harus termotivasi dan didukung dengan pemberian otoritas untuk

mengambil keputusan dan diikuti oleh adaptasi berkala yang selaras dengan

tujuan organisasi.

2.2.6 Key Performance Indicator

Key Performance Indicator (KPI) atau disebut juga Key Success Indicator

(KSI) adalah alat ukur kuantitif untuk peningkatan dari performa suatu aktifitas yang

menjadi faktor kunci kesuksesan suatu organisasi (Cranfield School of Management

2007). Menurut Reh, F. John (management.about.com; 2007) KPI membantu

organisasi untuk mendefinisikan dan mengukur progres dari tujuan organisasi setelah

misi, stakeholders, dan tujuannya telah diidentifikasikan dan dianalisis.


32

Setiap organisasi memiliki KPI yang berbeda bergantung dari budaya dan

strategi organisasi. Sebagai contoh, KPI suatu sekolah adalah rata-rata lulusan

siswanya, departemen customer service berdasarkan persentase panggilan pelanggan

pada menit pertama, dan untuk organisasi sosial berdasarkan jumlah klien yang

dibantu per periode 1 tahun.

KPI digunakan secara regular untuk mengukur aktifitas yang sulit untuk dinilai

seperti keuntungan dari pengembangan leadership, servis, dan kepuasan (Wikipedia

2007). KPI dapat digunakan sebagai manajemen kinerja dan alat peningkatan yang

fokus dalam pencapaian tujuan organisasi. Pengamatan suatu KPI memungkinkan

manajemen untuk mengidentifikasikan dan memperbaiki kelemahan bisnisnya. KPI

biasanya digunakan untuk tinjauan jangka panjang, dimana berarti pengertian KPI

dan bagaimana KPI diukur tidak berubah terlalu sering, hanya tujuan dari KPI

berubah sejalan dengan tujuan organisasi.

Menurut Cranfield School of Management (www.businesslink.gov.uk; 2007),

karakteristik suatu KPI adalah:

1. Merefleksikan tujuan organisasi

Jika tujuan organisasi adalah menjadi bisnis paling menguntungkan, maka pilih

KPI yang mengukur keuntungan/profit. Tapi, jika tujuannya untuk meningkatkan

pelayanan maka pilih KPI yang mengukur kualitas.

2. Kunci kesuksesan organisasi

KPI harus dibatasi pada aktifitas dimana bisnis tersebut bersandar untuk mencapai

tujuannya, dengan tujuan agar tetap fokus pada key objectives dan membuat

pengamatan performa menjadi mudah.


33

3. Bisa diukur dan dibandingkan

KPI harus mendefinisikan apa saja yang termasuk didalamnya atau bagaimana KPI

dihitung, metode pengukuran dan pembandingannya, dan targetnya. Untuk semua

macam target, setiap variabel memiliki range operasi baik batasan minimum

maupun maksimum (US Patent 2006).

Setelah mempelajari berbagai macam contoh KPI maka Penulis menyimpulkan

ada 2 macam batasan atau range operasi KPI, yaitu:

1. Minimum

Tipe ini biasanya digunakan untuk menentukan target untuk semua yang

diharapkan untuk diperoleh sebanyak mungkin. Juga berarti target minimum yang

dicapai.

Contoh:

Pada KPI persentasi untuk pendapatan perusahaan tahun ini, diharapkan untuk

memperoleh profit sebanyak mungkin, karenanya tipe target yang digunakan

adalah minimum. Jika minimum target ditetapkan 70%, maka profit minimum

yang diperoleh harus 70%, jika lebih dari itu maka lebih baik.

2. Maksimum

Tipe ini digunakan untuk men-set semua target yang diharapkan dikurangi

sebanyak mungkin itu bisa dilakukan, berarti batas maksimum yang bisa dicapai.

Contoh:

Pada KPI persentasi untuk system error, diharapkan untuk mengurangi error

sebanyak mungkin dapat dilakukan, karenanya tipe tergetnya adalah maksimum.


34

Jika target maksimum adalah 2%, maka system error tidak boleh lebih dari 2%.

Jika kurang dari 2% maka itu lebih baik.

Setelah KPI diidentifikasikan untuk keseluruhan bisnis, manajemen harus

memastikan karyawan fokus dalam memenuhi atau melebihi KPI tersebut dengan

memotivasi karyawan, me-review dan melaporkan hasil secara berkala.

2.2.7 Balanced Scorecard Strategy Map

Menurut Kaplan, et al (2004, p. 30-32), Balanced Scorecard strategy map

seperti pada Gambar 2.7 menyediakan frameworks untuk mengilustrasikan

bagaimana strategi menghubungkan intangible assets pada value-creating proceesses.

Sudut pandang finansial mendeskripsikan hasil tangible dari strategi dalam

wujud finansial. Pengukuran seperti ROI, shareholder value, keuntungan,

pertumbuhan pendapatan, dan cost per unit adalah indikator yang menunjukan apakah

strategi organisasi berhasil atau gagal.

Sudut pandang pelanggan mendefiniskan nilai harapan untuk target pelanggan.

Nilai harapan memberikan konteks untuk intangible assets dalam menciptakan nilai.

Jika pelanggan menghargai kualitas dan kecepatan pelayanan, maka kemampuan,

sistem, dan proses yang menghasilkan dan memberikan kualitas produk dan layanan

menjadi sangat berharga bagi perusahaan. Jika pelanggan menghargai inovasi dan

performa tinggi maka kemampuan, sistem, dan proses yang bisa menghasilkan dan

memberikan produk dan layanan baru dengan kemampuan lebih menjadi sangat

berharga. Keselarasan yang konsisten antara aksi dan kemampuan dengan nilai
35

harapan konsumen adalah inti dari pelaksanaan strategi. Sudut pandang finansial dan

pelanggan mendeskripsikan hasil yang diharapkan dari suatu strategi.

Sudut pandang proses internal mengidentifikasikan beberapa proses penting

yang diharapkan memiliki efek besar terhadap strategi. Sudut pandang pembelajaran

dan berkembang mengidentifikasikan intangible assets yang sangat penting dalam

strategi. Tujuan dari sudut pandang ini untuk mengidentifikasi pekerjaan mana

(sumber daya manusia), sistem mana (sumber daya informasi), dan iklim seperti apa

(sumber daya organisasi) yang diperlukan untuk mendukung proses internal

penciptaan nilai (value-creating internal processes). Aset ini harus digabungkan dan

diselaraskan untuk proses internal penting.

Gambar 2.7 Balanced Scorecard Framework


Sumber: Kaplan, et al, 2004, p. 30
36

2.2.8 Kelebihan dan Kelemahan Balanced Scorecard

Menurut Mulyadi dalam bukunya Balanced Scorecard: Alat Manajemen

Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan (2001, p. 63) ada

beberapa kelebihan Balanced Scorecard, yaitu:

1. Strategic

Untuk melipatgandakan performa finansial perusahaan, personel harus melewati

berbagai langkah strategi untuk menciptakan 3 macam sumber daya: firm equity,

sumber daya organisasi, dan sumber daya manusia. Balanced Scorecard

mendorong personel untuk memformulasikan target strategi dalam perencanaan

strategi.

2. Comprehensive

Target strategi ekspansi menuju sudut pandang non-finansial mengarahkan

perhatian personel dan memobilisasi semua usaha pada penggerak utama dari

performa finansial. Dari sudut pandang pelanggan, target strategi yang perlu

diterapkan adalah firm equity yang berguna untuk meningkatkan brand equity dan

firm culture. Melalui pencapaian firm equity, performa finansial organisasi akan

berlipat dengan pendapatan dari pelanggan. Dari sudut pandang proses bisnis

internal, target strategi yang harus diwujudkan adalah kapital organisasi.

Pencapaian strategi kapital organisasi diharapkan meningkatkan proses produksi

membuat produk dan servis untuk pelanggan dan peningkatan efektifitas biaya

sehingga perusahaan akan memperoleh peningkatan performa finansial melalui

peningkatan produktifitas dan pengurangan biaya. Dalam sudut pandang


37

pembelajaran dan berkembang, sumber daya manusia yang dihasilkan dari

peningkatan kemampuan dan komitmen karyawan adalah target dari strategi yang

harus dicapai. Dengan memenuhi sumber daya manusia, produktifitas pengetahuan

akan meningkatkan kualitas proses yang berguna untuk memunculkan customer

value.

3. Coherent

Balanced Scorecard bisa membuat dua macam koherensi antara misi dan visi

perusahaan serta rencana jangka pendek, dan antara berbagai target strategi yang

diformulasikan dalam perencanaan strategi.

4. Balanced

Proses bisnis internal dan sudut pandang pembelajaran dan berkembang

berorientasi pada sisi dalam organisasi, sedangkan sudut pandang finansial dan

pelanggan berorientasi pada sisi luar perusahaan. Target strategi harus fokus pada

4 sudut pandang ini dalam komposisi yang seimbang antara proses bisnis internal,

pembelajaran dan perkembangan, serta antara intern dan external dari organisasi.

Strategi yang berimbang akan memastikan keuntungan shareholders yang

bervariasi dalam jangka panjang.

5. Measurable

Balanced Scorecard menghasilkan strategi pengukuran target untuk mengukur

kesuksesan dari target tersebut yang telah diformulasikan dan untuk menentukan

faktor yang membuat target tercapai.


38

Menurut Anthony, et al (2003, p. 502-503) kelemahan dari Balanced Scorecard

adalah:

1. Hubungan yang buruk antara pengukuran non-finansial dan hasil

Tidak ada garansi bahwa keuntungan masa mendatang dapat mengikuti

pencapaian target pada berbagai area non-finansial. Ini mungkin masalah terbesar

dari Balanced Scorecard karena adanya asumsi bahwa keuntungan masa

mendatang terjadi karena mengikuti semua pengukuran Balanced Scorecard.

2. Perbaikan pada hasil finansial

Tekanan tambahan dihasilkan dari lemahnya keterikatan Balanced Scorecard

dengan program insentif sehingga senior manager sering kali dikompensasikan

untuk performa finansial. Hal ini dapat mengganggu pencapaian tujuan,

mengakibatkan manajer lebih fokus pada sisi finansial dibandingkan pengukuran

lainnya. Bahkan yang telah berusaha untuk mengaitkan penghargaan dengan

pengukuran Balanced Scorecard menggunakan cara yang menyimpang pada

performa finansial.

3. Pengukuran tidak diperbaharui

Banyak perusahaan tidak memiliki mekanisme formal untuk memperbaharui

pengukuran agar selaras dengan perubahan dan tahapan dari strategi. Hasilnya

adalah perusahaan tetap mengukur performa berdasarkan strategi sebelumnya.

Sebagai tambahan, pengukuran sering menghasilkan inertia, biasanya karena

karyawan mulai merasa nyaman menggunakan pengukuran tersebut. Beberapa

akibat dari sistem pengukuran yang tidak diperbaharui:


39

a. Measurement overload

Jika terlalu sedikit, maka manajer akan mengindahkan pengukuran yang

penting untuk mencapai kesuksesan. Jika terlalu banyak, maka manajer berisiko

kehilangan fokus dan berusaha melakukan banyak hal sekaligus.

b. Kesulitan dalam menjalankan trade-offs

Beberapa perusahaan mengkombinasikan pengukuran finansial dan non-

finansial menjadi satu-kesatuan laporan, dan memberi bobot pada pengukuran

individu. Tapi sebagian besar Balanced Scorecard tidak menerapkan bobot

setiap pengukuran secara eksplisit. Di tengah tidak adanya bobot itu, menjadi

sulit untuk melakukan trade-offs antara pengukuran finansial dan non-finansial

yang ada.

2.3 Lahan Gambut

2.3.1. Pengertian Lahan Gambut

Menurut Wikipedia (id.wikipedia.org) gambut adalah jenis tanah yang

terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan yang setengah membusuk, oleh sebab

itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-

lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat dan lahan-lahan bergambut

di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor, muskeg,

pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap dari bahasa daerah Banjar.
40

Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.

Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m³, yang menutupi

wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km² atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan

mengandung potensi energi kira-kira 8 miliar terajoule.

2.3.2. Pembentukan Gambut

Menurut Wikipedia (id.wikipedia.org) gambut terbentuk tatkala bagian-bagian

tumbuhan yang luruh terhambat pembusukannya, biasanya di lahan-lahan berawa,

karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempat. Tidak

mengherankan jika sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpih dan kepingan

sisa tumbuhan, daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar, yang belum

sepenuhnya membusuk. Kadang-kadang ditemukan pula, karena ketiadaan oksigen

bersifat menghambat dekomposisi, sisa-sisa bangkai binatang dan serangga yang

turut terawetkan di dalam lapisan-lapisan gambut.

Lazimnya di dunia, disebut sebagai gambut apabila kandungan bahan organik

dalam tanah melebihi 30%; akan tetapi hutan-hutan rawa gambut di Indonesia

umumnya mempunyai kandungan melebihi 65% dan kedalamannya melebihi dari 50

cm. Tanah dengan kandungan bahan organik antara 35–65% juga biasa disebut muck.

Pertambahan lapisan-lapisan gambut dan derajat pembusukan terutama

bergantung pada komposisi gambut dan intensitas penggenangan. Gambut yang

terbentuk pada kondisi yang teramat basah akan kurang terdekomposisi, dan dengan

demikian akumulasinya tergolong cepat, dibandingkan dengan gambut yang


41

terbentuk di lahan-lahan yang lebih kering. Sifat-sifat ini memungkinkan para

klimatolog menggunakan gambut sebagai indikator perubahan iklim di masa lampau.

Demikian pula, melalui analisis terhadap komposisi gambut, terutama tipe dan jumlah

penyusun bahan organiknya, para ahli arkeologi dapat merekonstruksi gambaran

ekologi di masa purba. Pada kondisi yang tepat, gambut juga merupakan tahap awal

pembentukan batubara.

2.3.3. Gambut di Indonesia

Menurut Wikipedia (id.wikipedia.org) luas lahan gambut di Sumatra

diperkirakan berkisar antara 7,3–9,7 juta hektare atau kira-kira seperempat luas lahan

gambut di seluruh daerah tropika. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di

Indonesia dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.

Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan

air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di

pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam,

hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur, dengan zat hara

yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa

tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.

Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen

bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada

umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan

tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan


42

unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air

hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah

gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5),

mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air

teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air

hitam.

Gambut ombrogen kebanyakan terbentuk tidak jauh dari pantai. Tanah gambut

ini kemungkinan bermula dari tanah endapan mangrove yang kemudian mengering;

kandungan garam dan sulfida yang tinggi di tanah itu mengakibatkan hanya sedikit

dihuni oleh jasad-jasad renik pengurai. Dengan demikian lapisan gambut mulai

terbentuk di atasnya. Penelitian di Sarawak memperlihatkan bahwa gambut mulai

terbentuk di atas lumpur mangrove sekitar 4.500 tahun yang lalu, pada awalnya

dengan laju penimbunan sekitar 0,475 m/100 tahun (pada kedalaman gambut 10–12

m), namun kemudian menyusut hingga sekitar 0,223 m/100 tahun pada kedalaman 0-

5 m. Agaknya semakin tua hutan di atas tanah gambut ini tumbuh semakin lamban

akibat semakin berkurangnya ketersediaan hara.


43

2.3.4. Proses Penambangan Lahan Gambut

Berdasarkan standar kerja milik PT. Indah Kiat Pulp&Papper, tahapan proses

penambangan lahan gambut adalah sebagai berikut:

1. Land clearing

Adalah tahapan di mana sisa-sisa kayu hutan industri dibersihkan dari lahan

gambut dengan menggunakan excavator.

2. Cabut tunggul

Proses di mana tunggul-tunggul kayu dicabut dari dalam tanah dan dibersihkan

dari lahan. Prosesnya: tanah digali sedalam 1,5 M dengan menggunakan excavator

dan jika ditemukan tunggul maka dilakukan pencabutan dan dibuang.

3. Gali parit

Membuat parit untuk rembesan air dan menampung air hujan untuk kemudian

dialirkan keluar dari lahan produksi, sehingga lahan produksi tetap kering.

4. Perataan lahan

Pada tahap ini lahan gambut dibersihkan dari kayu-kayu kecil dengan

menggunakan screw dan preparing. Screw digunakan untuk mengangkut batang

kayu yang berukuran cukup besar yang tidak terangkut oleh excavator, sedangkan

untuk kayu berukuran kecil dihancurkan dengan menggunakan preparing.

5. Membentuk jalur produksi

Dengan menggunakan grader dilakukan pembentukan jalur produksi, bentuk

jalurnya seperti timbunan tanah dimana posisi tanah di tengah jalur lebih tinggi

dibandingkan di sisi jalur.


44

6. Proses produksi

Pertama dilakukan penggemburan dengan menggunakan milder, kurang lebih

hingga kedalaman 1,5 cm. Setelah itu dilakukan pengeringan lahan selama 3-4

jam. Gambut yang ada kemudian dikumpulkan dengan menggunakan riger, untuk

kemudian diangkut dengan menggunakan super loader. Setelah itu diletakkan di

stockpile.

Anda mungkin juga menyukai