Anda di halaman 1dari 19

RINGKASAN MATA KULIAH

AKUNTANSI MANAJEMEN
“Balanced Scorecard”

Oleh:
Kelompok 10

Nama Kelompok :
1. Komang Tri Paramita (1907531013)
2. Putu Isma Suyanti Wirantini (1907531019)
3. Komang Meilantari Sukrasta (1907531032)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2021
A. Latar Belakang Pengukuran Kinerja
Perkembangan dunia bisnis yang semakin kompetitif menyebabkan perubahan
yang luar biasa dalam persaingan, produksi, pemasaran, pengelolaan sumber daya
manusia, dan penanganan transaksi antara perusahaan dengan pelanggan dan perusahaan
dengan perusahaan lain. Persaingan yang bersifat global dan tajam menyebabkan
terjadinya penciutan laba yang diperoleh perusahaan-perusahaan yang memasuki
persaingan tingkat dunia. Hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki keunggulan pada
tingkat dunia yang mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen, mampu
menghasilkan produk yang bermutu, dan cost effevtive. Perubahan-perubahan tersebut
mendorong perusahaan untuk mempersiapkan dirinya agar bisa diterima di lingkungan
global. Keadaan ini memaksa manajemen untuk berupaya menyiapkan, menyempurnakan
ataupun mencari strategi-strategi baru yang menjadikan perusahaan mampu bertahan dan
berkembang dalam persaingan tingkat dunia.
Penentuan strategi akan dijadikan sebagai landasan dan kerangka kerja untuk
mewujudkan sasaran-sasaran kerja yang telah ditentukan oleh manajemen. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu alat untuk mengukur kinerja sehingga dapat diketahui sejauh mana
strategi dan sasaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Penilaian atau pengukuran
kinerja memegang peranan penting dalam dunia usaha, dikarenakan dengan dilakukannya
penilaian kinerja dapat diketahui efektivitas dari penetapan suatu strategi dan
penerapannya dalam kurun waktu tertentu. Penilaian kinerja dapat mendeteksi kelemahan
atau kekurangan yang masih terdapat dalam perusahaan, untuk selanjutnya dilakukan
perbaikan dimasa mendatang.
Balanced Scorecard menggambarkan adanya keseimbangan antara tujuan jangka
pendek dan tujuan jangka panjang, antara ukuran keuangan dan nonkeuangan, antara
indicator leading. Balanced Scorecard cukup komprehensif untuk memotivasi eksekutif
dalam mewujudkan kinerja dalam keempat perspektif tersebut, agar keberhasilan
keuangan yang dihasilkan bersifat berkesinambungan.

B. Konsep Dasar dan Pengertian Balanced Scorecard


1. Konsep Dasar Balanced Scorecard
Konsep Balanced Scorecard (BSC) dikembangkan dan diperkenalkan oleh
Robert Kaplan dan David Norton pada tahun 1992 untuk membantu akuntan manajemen
memberikan lebih banyak informasi tentang keberhasilan perusahaan dalam menerapkan
strategi. Dengan menerapkan balanced scorecard, akuntan manajemen dapat melakukan
lebih dari memprediksi keuntungan (sebagai bagian dari anggaran) atau memberikan
informasi untuk keputusan tentang harga produk atau membeli peralatan baru. BSC juga
memberikan informasi untuk membantu manajer dan investor menilai seberapa dekat
perusahaan bergerak mencapai berbagai tujuan dan sasarannya. Balanced scorecard
merupakan sistem manajemen strategis yang menterjemahkan visi dan strategi organisasi
ke dalam tujuan dan ukuran operasional.
Mula-mula Balanced scorecard (BSC) digunakan untuk memperbaiki sistem
pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaan kinerja eksekutif diukur hanya dari segi
keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat prespektif, yang kemudian
digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced scorecard (BSC) adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu
menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan.
Balanced scorecard (BSC) adalah salah satu alat manajemen yang terbukti telah
membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnnya.
(Widilestari, 2011, hal. 86-87).

2. Pengertian Balanced Scorecard


Menurut Kaplan dan Norton (1997:7), balanced scorecard adalah metode
alternatif yang digunakan perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan secara lebih
komprehensif, tidak hanya terbatas pada kinerja keuangan, namun meluas ke kinerja non
keuangan, seperti perspektif pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan
pertumbuhan.
Menurut Mulyadi (2007:3), balanced scorecard terdiri dari dua kata yaitu
balanced dan scorecard. Scorecard diartikan sebagai kartu skor, maksudnya adalah kartu
skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan
datang serta untuk mencatat skor hasil kinerja perusahaan. Sedangkan balanced artinya
berimbang, untuk mengukur kinerja eksekutif secara berimbang dari berbagi dimensi
yaitu keuangan dan non keuangan jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern.
Melalui kartu ini skor yang hendak diwujudkan perusahaan di masa depan dibandingkan
dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan
evaluasi atas kinerja perusahaan diukur serta berimbang dari dua aspek keuangan dan non
keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, maupun internal dan eksternal.
Jadi balanced scorecard merupakan suatu kartu skor yang digunakan untuk
merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan, dan untuk
mencatat skor hasil kinerja yang sesungguhnya dicapai oleh seseorang.

C. Penerjemahan Strategi
Pemilihan segmen pasar dan pelanggan yang unit bisnis akan layani,
pengidentifikasian proses internal dan bisnis yang penting di mana unit harus unggul
dalam hal penyampaian proposisi nilai kepada pelanggan dalam segmen pasar sasaran,
serta memilih kemampuan individual dan organisasional yang dibutuhkan untuk tujuan
internal, pelanggan, dan keuangan.
Tampilan Proses Penerjemahan Strategi

Strategi adalah penspesifisikan hubungan yang diinginkan manajemen di antara


empat perspektif. Di lain pihak, penerjemah strategi (strategy translation) berarti
penspesifikan tujuan, ukuran, target, dan inisiatif tiap perspektif. Proses penerjemahan
strategi diilustrasikan pada gambar diatas. Misalkan, perspektif keuangan. Pada perspektif
keuangan, perusahaan dapat menspesifikasi suatu tujuan pertumbuhan pendapatan dengan
memperkenalkan produk baru. Pengukuran kinerja (performance measure) bisa berbentuk
persentase pendapatan yang berasal dari penjualan produk baru. Target atau standar pada
tahun depan untuk ukuran mungkin 20 persen (20 persen dari total pendapatan tahun
mendatang harus dari penjualan produk baru). Inisiatif menggambarkan bagaimana hal ini
dipenuhi. Bagaimana tentu melibatkan tiga perspektif lainnya. Sekarang, perusahaan
harus mengidentifikasi segmen pelanggan, proses internal, serta kemampuan individual
dan organisasional yang akan memungkinkan realisasi tujuan pertumbuhan pendapat. Hal
ini mengilustrasikan fakta bahwa tujuan keuangan menjadi fokus dari tujuan, ukuran, dan
inisiatif dari tiga perspektif lainnya.

D. Peranan Ukuran Kinerja


Secara umum ukuran kinerja berguna bagi perusahaan untuk mengukur baik
tidaknya kinerja yang sudah dilakukan sehubungan dengan visi, strategi dan tujuan
perusahaan, serta memiliki data yang jelas untuk merumuskan tindakan korektif yang
akan dilakukan ke depannya. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa balanced scorecard
memiliki konsep ‘keseimbangan’ dalam artian bahwa pengukuran kinerja menggunakan
balanced scorecard tidak hanya melihat dari satu sisi saja, tapi juga dari sisi lainnya yang
berlawanan. Maka dari itu ukuran kinerja harus diseimbangkan antara:
a) Ukuran lag (ukuran hasil dari usaha masa lalu) dengan ukuran lead (faktor-faktor
penggerak kinerja masa depan). Contoh ukuran lag adalah profitabilitas
pelanggan. Contoh ukuran lead adalah jumlah jam pelatihan karyawan.
b) Ukuran objektif (ukuran yang bisa langsung dihitung dan diverifikasi) dengan
ukuran subjektif (ukuran yang lebih sulit dihitung, bersifat praduga). Contoh
ukuran objektif adalah pangsa pasar. Contoh ukuran subjektif adalah kemampuan
karyawan.
c) Ukuran keuangan (ukuran yang yang menggunakan unit-unit moneter) dengan
ukuran nonkeuangan (menggunakan unit-unit nonmoneter). Contoh ukuran
keuangan adalah persentase pendapatan, laba. Contoh ukuran nonkeuangan adalah
jumlah pelanggan yang tidak puas.
d) Ukuran eksternal (berkaitan dengan pihak di luar perusahaan seperti pelanggan
dan pemegang saham) dengan ukuran internal (berkaitan dengan pihak di dalam
perusahaan seperti karyawan). Contoh ukuran eksternal adalah kepuasan
pelanggan dan pengembalian atas investasi. Contoh ukuran internal adalah
efisiensi proses dan kepuasan karyawan.
E. Karakteristik Pengukuran Kinerja
Dengan munculnya berbagai paradigma baru di mana bisnis harus digerakkan
oleh konsumen-focused, suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif paling tidak harus
memiliki syarat-syarat sebagai berikut (Yuwono dkk, 2002):
a) Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri
sesuai perspektif pelanggan.
b) Evaluasi atas berbagai aktivitas, mengggunakan ukuran-ukuran kinerja yang
konsumen-validated.
c) Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan,
sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif.
d) Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenali
masalah-masalah yang mempunyai kemungkinan untuk diperbaiki.

F. Hubungan Ukuran Kinerja dengan Strategi


Ukuran kinerja dapat dihubungkan dengan strategi organisasi. Ukuran kinerja
harus disesuikan dengan strategi yang dimiliki perusahaan. Strategi akan melukiskan
rencana yang akan dilakukan perusahaan. Pelaksanaan strategi akan terbagi menjadi
beberapa aspek sesuai perspektif. Di dalam masing-masing aspek tersebut, akan terdapat
tindakan yang harus dilakukan manajer dan karyawan sebagai bentuk implementasi
strategi. Kemudian untuk mengukur apakah tindakan sudah berhasil dilaksanakan, maka
dibutuhkan ukuran kinerja. Dalam hubungannya dengan strategi, terdapat beberapa istilah
yang penting antara lain:
• Penggerak kinerja
Yaitu ukuran yang membuat suatu terjadi dan merupakan indikator bagaimana
ouput dihasilkan. Contoh penggerak kinerja dalam kasus: pelatihan kualitas dan
perancangan ulang produk.
• Ukuran output
Yaitu ukuran untuk mengukur output atau konsekuensi ekonomi sebagai hasil
penerapan strategi. Contoh: untuk mengukur baik atau tidaknya kinerja pelatihan
kualitas, maka digunakan ukuran output jumlah jam pelatihan kualitas.
Strategi yang baik adalah strategi yang logis dan dapat diuji (testable strategy)
dalam suatu hubungan sebab akibat. Contoh hal ini akan dirumuskan di paragraf di bawah
ini:
“Jika para insinyur desain menerima pelatihan kualitas, maka mereka dapat mendesain
ulang produk untuk menurunkan jumlah unit produk cacat. Jika jumlah unit cacat
menurun, maka kepuasan pelanggan akan meningkat. Jika kepuasan pelanggan
meningkat, maka pangsa pasar pun akan meningkat. Jika pangsa pasar meningkat, maka
penjualan akan meningkat. Jika penjualan meningkat maka laba juga akan meningkat.”
Paragraf di atas dapat disingkat menjadi bagan-bagan yang disebut peta strategi
seperti berikut ini:

Berdasarkan peta strategi terdapat sejumlah hal menarik, yakni:


a) Keempat perspektif dalam pengukuran kinerja dihubungkan melalui hubungan
hipotesis sebab akibat.
b) Dengan adanya hubungan sebab akibat, kelebihan strategi dapat diuji. Hal ini
akan memungkinkan manajer untuk menguji kelogisan strategi atau dengan
kata lain untuk melihat apakah strategi memberikan hasil yang diharapkan
atau tidak.
Suatu strategi tidak memberikan hasil yang diharapkan (tidak mencapai target)
secara garis besar disebabkan oleh dua hal yaitu gagal implementasi atau strategi yang
tidak valid.

Gagal implementasi terjadi ketika output yang ditargetkan tidak tercapai meskipun telah
dilakukan tindakan sesuai strategi. Sedangkan strategi yang tidak valid terjadi ketika
target yang dicapai terpenuhi, namun output yang dihasilkan tidak begitu berarti. Hal ini
berarti perusahaan salah dalam menerapkan strategi sehingga perlu tindakan koreksi agar
strategi yang diterapkan lebih valid. Informasi mengenai efektifitas dan validitas asumsi
yang mendasari startegi disebut balikan double-loop. Sedangkan balikan single-loop
hanya menekankan mengenai efektifitas pelaksanaan saja. Sehingga dalam balikan
tersebut, hasil aktual banyak menyimpang dari yang direncanakan, pun validitas asumsi
yang mendasari rencana tidak dipertanyakan.

G. Empat Perspektif dan Ukuran Kinerja


Keempat perspektif ini akan mendefinisikan strategi organisasi, melalui struktur
dan kerangka kerja yang lebih mudah untuk diimplementasikan. Kerangka kerja tersebut
akan berfungsi untuk mengembangkan ukuran kinerja yang terintegrasi dan kohesif.
Ukuran tersebut akan menjadi alat untuk mengomunikasikan strategi organisasi kepada
para pegawai dan manajer, sehingga nantinya para pegawai dan manajer dapat melakukan
tindakan-tindakan yang selaras dengan visi dan misi perusahaan. Dengan adanya keempat
perspektif ini dalam pengembangan ukuran kinerja, pengujian perspektif akan menjadi
lebih detail dan terjamin.
Adapun keempat perspektif tersebut antara lain:
a) Perspektif Keuangan
Perspektif ini memperlihatkan tujuan perusahaan dalam aspek keuangan.
Perspekti ini digunakan karena dapat menunjukkan apakah perencanaan dan
pelaksanaan strategi perusahaan memberikan perbaikan atau tidak bagi
peningkatan keuangan perusahaan. Ada 3 tema strategis dalam perspektif ini
antara lain: pertumbuhan pendapatan, penurunan biaya, dan penggunaan aset.
Berikut tabel mengenai kemungkinan tujuan yang berhubungan dengan ketiga
tema perspektif keuangan dan ukuran kinerja yang mungkin untuk digunakan.

Tujuan Ukuran Kinerja


Pertumbuhan pendapatan
• Menaikkan jumlah produk baru Persentase pendapatan dari produk
baru
• Membuat aplikasi baru Persentase pendapatan dari aplikasi
baru
• Mengembangkan pelanggan dan Persentase pendapatan dari sumber
pasar baru baru (dari pangsa pasar baru)
• Mengadopsi strategi penetapan Profitabilitas produk dan pelanggan
harga baru

Penurunan biaya
• Menurunkan biaya produk per unit Biaya produk per unit
• Menurunkan biaya pelanggan per Biaya pelanggan per unit
unit
• Menurunkan biaya jalur distribusi Biya per jalur distribusi

Penggunaan aset
• Memperbaiki pemanfaatan aset Laba atas investasi
Nilai tambah ekonomi

b) Perspektif Pelanggan
Perspektif ini akan mengevaluasi bagaimana pandangan pelanggan terhadap
perusahaan. Perspektif ini terdiri dari dua kelompok pengukuran:
• Customer core measurement (pengukuran inti pelanggan)
Sering disebut core objectives and measures (tujuan dan ukuran
utama) dari perspektif pelanggan. Ada 5 tujuan utama yang berkaitan
dengan hal ini antara lain:
1) Peningkatan pangsa pasar
Pangsa pasar mencerminkan bagian pasar yang dimiliki
perusahaan dalam memasarkan produknya.
2) Peningkatan retensi pelanggan
Retensi pelanggan ialah kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan hubungan dengan konsumen.
3) Meningkatkan akuisisi pelanggan
Yakni kemampuan perusahaan untuk menarik pelanggan baru.
4) Peningkatan kepuasan pelanggan.
Dalam hal ini perusahaan akan berusaha untuk menaksir tingkat
kepuasan pelanggan.
5) Peningkatan profitabilitas pelanggan
Dalam hal ini perusahaan akan berusaha untuk mengukur
tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan dari para
pelanggannya.
• Customer value preposition (preposisi nilai pelanggan)
Nilai pelanggan adalah perbedaan antara realisasi dan pengorbanan
pelanggan. Realisasi adalah apa yang diterima pelanggan, meliputi hal-
hal seperti fungsi produk (fitur), kualitas produk, keandalan
pengiriman (output dikirim tepat waktu), waktu respons pengiriman,
citra dan reputasi. Sedangkan pengorbanan adalah apa yang harus
diserahkan pelanggan untuk mendapatkan produk tersebut, meliputi
harga produk, waktu untuk mempelajari penggunaan produk, biaya
operasional, biaya pemeliharaan, dan biaya pembuangan. Kebanyakan
komponen dari pengorbanan adalah biaya pasca pembelian. Atribut
yang berhubungan dengan realisasi dan pengorbanan proposisi nilai
memberikan dasar bagi tujuan dan ukuran yang akan mengarahkan
pada perbaikan hasil utama. Semakin besar realisasi dan semakin
sedikit pengorbanan pelanggan akan membuat pandangan pelanggan
terhadap perusahaan menjadi semakin baik.
Berikut tabel mengenai kemungkinan tujuan dan ukuran yang mungkin digunakan
dalam perspektif pelanggan.

Tujuan Ukuran Kinerja


Customer core measurement / tujuan
dan ukuran utama
• Meningkatkan pangsa pasar Persentase pangsa pasar
• Meningkatkan retensi pelanggan Persentase pertumbuhan bisnis dari
pelanggan yang ada, persentase
pelanggan yang kembali
(berlangganan)
• Meningkatkan akusisi pelanggan Jumlah pelanggan baru
• Meningkatkan kepuasan pelanggan Tingkat kepuasan berdasarkan hasil
survei pelanggan.
• Meningkatkan profitabilitas Tingkat profitabilitas pelanggan
pelanggan

Customer value preposition (preposisi


nilai pelanggan)
• Menurunkan harga Harga produk
• Menurunkan biaya pasca Biaya pasca pembelian
pembelian
• Memperbaiki fungsi produk Tingkat dari survei pelanggan
tentang fungsi produk
• Memperbaiki kualitas produk Persentase barang yang
dikembalikan, biaya garansi
• Meningkatkan keandalan Persentase pengiriman barang tepat
pengiriman waktu, jumlah jadwal yang tidak
terpenuhi
• Memperbaiki citra dan reputasi Tingkat dari survey pelanggan
produk tentang citra dan reputasi produk

c) Perspektif Proses Bisnis Internal


Perspektif ini mengevaluasi bagaimana proses di dalam operasi perusahaan dan
hubungannya dalam menghasilkan produk yang ditawarkan sesuai dengan
spesifikasi pasar. Perspektif ini dapat didefinisikan melalui rantai nilai proses
antara lain:
• Proses inovasi
Yakni proses yang menggali pemahaman tentang kebutuhan pelanggan
yang potensial dan menciptakan produk yang memuaskan kebutuhan itu.
Adapun proses inovasi biasanya berbicara mengenai inovasi produk baru.
• Proses operasional
Yaitu proses yang berhubungan dengan pembuatan produk atau jasa. Proses
ini dimulai dengan pesanan pelanggan dan berakhir dengan pengiriman
produk atau jasa. Ada 3 tujuan proses operasional yang hampir selalu
ditekankan antara lain: meningkatkan kualitas proses, meningkatkan
efisiensi proses dan menurunkan waktu proses).
• Proses jasa pasca penjualan
Yaitu proses pemberian pelayanan yang cepat dan tanggap bagi pelanggan
setelah produk atau jasa dikirimkan, seperti garansi, reparasi dan pelayanan
complain.
Berikut tabel mengenai kemungkinan tujuan dan ukuran yang mungkin digunakan
dalam perspektif proses bisnis internal ini.
Tujuan Ukuran Kinerja
Proses inovasi
• Meningkatkan jumlah produk baru Jumlah produk baru versus yang
direncanakan
• Meningkatkan pendapatan dari Persentase pendapatan dari produk
produk yang dimiliki yang dimiliki
• Menurunkan waktu pengembangan Waktu siklus pengembangan
produk baru

Proses operasional
• Meningkatkan kualitas proses Biaya kualitas
Hasil output
Persentase unit cacat
• Meningkatkan efisiensi proses Tren biaya unit
Output/input
• Menurunkan waktu pemrosesan Waktu siklus dan velositas
Efektivitas siklus manufaktur
(MCE)
Takt time (tingkat permintaan
pelanggan terhadap produk)

Proses pelayanan pascapenjualan


• Meningkatkan kualitas pelayanan Pertama langsung berhasil
(persentase permintaan pelanggan
yang dipenuhi dalam 1 kunjungan
pelayanan)
• Meningkatkan efisiensi pelayanan Tren biaya, output/input
• Menurunkan waktu pelayanan Waktu siklus pemrosesan pelayanan

d) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Perspektif ini akan membahas hal-hal apa saja yang perlu dikembangkan untuk
menunjang proses-proses yang ada dalam perusahaan terkhusus yang
berhubungan dengan sumber daya perusahaan. Perspektif ini secara umum
membahas 3 aspek utama yaitu: kemampuan karyawan; motivasi, pemberdayaan
dan pelibatan karyawan; dan kemampuan sistem informasi. Kemampuan
karyawan berhubungan dengan aspek keterampilan yang dimiliki dan berguna
bagi perusahaan. Tidak hanya keterampilan, karyawan pun memiliki hak untuk
berkontribusi, mengambil inisiatif dan saran demi kemajuan perusahaan.
Kemampuan sistem informasi yang berarti produktivitas karyawan berhungan
dengan kemampuan sistem informasi sehingga sebaiknya perusahaan dapat
memberikan informasi yang lebih akurat dan tepat waktu pada karyawan.
Berikut tabel mengenai kemungkinan tujuan dan ukuran yang mungkin digunakan
dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini.

Tujuan Ukuran Kinerja


Peningkatan kemampuan karyawan Tingkat kepuasan karyawan
Persentase pergantian karyawan
Produktivitas karyawan (pendapatan
per karyawan)
Jumlah jam pelatihan
Rasio penguasaan pekerjaan
strategis

Peningkatan motivasi, pemberdayaan Saran dan masukan dari setiap


dan pelibatan karyawan karyawan
saran dan masukan karyawan yang
dilaksanakan

Peningkatan kemampuan sistem Persentase proses dengan


informasi kemampuan merespons balik dalam
waktu nyata.
Persentase karyawan menghadapi
pelanggan dengan akses online ke
informasi pelanggan dan produk

Hubungan keempat perspektif dalam mengembangkan kinerja.


Keempat perspektif saling mendukung satu sama lain dan dihubungkan melalui
hubungan hipotesis sebab akibat dengan pola sebagai berikut:
Pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan yang baik akan menunjang proses bisnis
internal yang semakin baik juga. Ketika proses bisnis perusahaan bagus, maka nilai
perusahaan di mata pelanggan akan meningkat. Semakin bagus nilai pelanggan maka
semakin besar pula peluang perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari segi
keuangan. Hal ini juga mengartikan bahwa apabila salah satu dari perspektif tidak
terwujud, maka perspektif lainnya pun sulit untuk diwujudkan. Sebaliknya apabila
keempat perspektif itu mampu untuk diwujudkan maka dapat dikatakan bahwa
kemampuan perusahaan dalam mengelola bisnisnya sudah bagus,

H. Keunggulan Balanced Scorecard


1. Komprehensif
Sebelum konsep balanced scorecard lahir, perusahaan beranggapan bahwa
perspektif keuangan adalah perspektif yang paling tepat untuk mengukur kinerja
perusahaan. Setelah Balanced Scorecard berhasil diterapkan, para eksekutif
perusahaan baru menyadari bahwa perspektif keuangan sesungguhnya merupakan
hasil dari 3 perspektif lainnya yaitu konsumen, proses bisnis, dan pembelajaran
pertumbuhan. Pengukuran kinerja yang digunakan harus meliputi semua aspek ukuran
(menyeluruh) dalam ukuran keuangan dan non-keuangan. Pengukuran yang luas dan
menyeluruh (komprehensif) ini berdampak bagi perusahaan untuk lebih bijak dalam
memilih strategi korporat dan memberdayakan perusahaan dalam memasuki arena
bisnis yang kompleks.
2. Koheren
Koheren berarti balanced scorecard mewajibkan personel untuk membangun
hubungan sebab akibat (causal relationship) diantara berbagai sasaran strategis yang
dihasilkan dalam perencanaan strategis. Setiap sasaran strategis yang ditetapkan
dalam perspektif non keuangan harus memiliki hubungan kausal dengan sasaran
keuangan, baik secara langsung maupun tak langsung. Kekoherenan strategis yang
dihasilkan dalam sistem perencanaan strategis memotivasi personel untuk
bertanggungjawab dalam mencari inisiatif strategis yang bermanfaat untuk
menghasilkan kinerja keuangan.
3. Seimbang
Keseimbangan sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategis penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang. Sasaran
strategis yang lebih difokuskan ke salah satu perspektif mengakibatkan perspektif
yang lain terabaikan, hal ini akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka panjang. Oleh karena itu semua
perspektif balanced scorecard yang ada harus diperlakukan seimbang.
4. Terukur
Keterukuran sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategis menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategis yang dihasilkan oleh
sistem tersebut. Balanced scorecard mengukur sasaran-sasaran strategis yang sulit
untuk diukur. Sasaran-sasaran strategis perspektif non keuangan merupakan sasaran
yang tidak mudah di ukur, namun dalam pendekatan balanced scorecard, sasaran
diketiga perspektif non keuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola,
sehingga dapat diwujudkan.

I. Faktor Pendukung Keberhasilan Implementasi Balanced Scorecard


Perancangan suatu balanced scorecard sangat tergantung dari organisasi atau
perusahaan yang memanfaatkannya, apa jenis industrinya, dan bagaimana ukuran serta
umur perusahaan yang bersangkutan. Keberhasilan implementasi balanced scorecard di
suatu perusahaan belum memberikan jaminan untuk diterapkan di perusahaan lain.
Terdapat beberapa faktor yang menunjuang keberhasilan penerapan balanced scorecard:
a) Diperlukan dukungan dan partisipasi dari seluruh orang yang ada di perusahaan.
Keberhasilan implementasi balanced scorecard harus didukung komitmen dari
manajemen puncak juga kontribusi peran serta karyawan.
b) Balanced scorcard seharusnya tidak terlalu luas dan melibatkan banyak orang.
Balanced scorecard yang ada di level corporate harus dipecah lagi ke level
dibawahnya.
c) Pengukuran-pengukuran kinerja didefinisikan secara jelas dan konsisten serta
harus dikomunikasikan ke seluruh karyawan yang ada di perusahaan.
d) Membuat tujuan bagi masing-masing pengukuran. Untuk menjaga kredibilitas
balanced scorecard rnaka tujuan harus konsisten dengan visi dan strategi
perusahaan. Di samping itu, tujuan juga harus bisa mencerminkan ambisi
perusahaan. Hal yang terpenting adalah bahwa tujuan-tujuan tersebut harus bisa
dicapai.
e) Balanced scorecard merupakan rnetode untuk pengendalian strategi, sehingga
harus berhubungan dengan sistern pengendalian yang diterapkan atau manajemen
control. Sebagai contoh: anggaran, laporan keuangan dan manajemen, serta sistem
penggajian harus bisa diintegrasikan ke dalam pengukuran yang ada di balanced
scorecard.
f) Mengembangkan sistem pembelajaran perusahaan. Melalui balanced scorecard
strategi perusahaan ditranslasikan ke dalarn pengukuran kinerja dan tujuan-tujuan
yang spesifik. Proses ini memerlukan partisipasi atau keterlibatan dalam proses
pengambilan keputusan, serta tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang telah
diformulasikan. Sebagai konsekuensinya, harus dibuat analisa pencapaian tujuan
yang menjelaskan hal-ha1 apa saja yang telah dijalankan dengan baik, belum baik
atau hal-ha1 yang bisa ditingkatkan.

J. Implementasi Balanced Scorecard


Dalam artikel “The Balanced Scorecard: Measures that Drives Performance”
(Harvard Business Review, January-February 1992), Kaplan melakukan riset terhadap 12
perusahaan yang memiliki kinerja yang bagus secara finansial. Dalam riset awal yang
dilakukan tersebut menyatakan bahwa 10 perusahaan diantaranya memiliki kriteria-
kriteria yang menunjukkan bahwa Balanced Scorecard dapat diterapkan.
Dalam hal ini, beberapa perusahaan mencoba mengimplementasikan konsep
Balanced Scorecard dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja finansial mereka, serta
untuk mempengaruhi perubahan kultur yang ada dalam perusahaan. Terjadinya
perubahan kultur dalam perusahaan ini disebabkan karena adanya perubahan dari sistem
yang telah lama diterapkan oleh perusahaan kepada suatu sistem baru dimana sistem yang
baru ini dirancang untuk melipatgandakan kinerja dengan empat perspektif yaitu
perspektif finansial, perspektif customer, perspektif proses bisnis (internal) dan perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Menurut O’Reilly (Mattson, 1999:1), Sebenarnya
Balanced Scorecard memiliki fokus yang sama dengan praktek manajemen tradisional
yaitu sama-sama berorientasi pada customer dan efisiensi atas proses produksi, tetapi
yang membuat berbeda adalah Balanced Scorecard ini memberikan suatu rerangka
pengembangan organisasi bisnis untuk melakukan pengukuran dan monitoring semua
faktor yang berhubungan dengan hal tersebut secara terus-menerus. Dengan adanya
konsep Balanced Scorecard akan terus memelihara arah dan kemajuan perusahaan sesuai
dengan apa yang menjadi visi dan misi organisasi.
Selain itu Balanced Scorecard akan membantu perusahaan dalam menyelaraskan
tujuan dengan satu strategi yang ingin diterapkan, karena Balanced Scorecard membantu
mengeliminasi berbagai macam strategi manajemen puncak yang tidak sesuai dengan
strategi karyawan dengan cara membantu karyawan untuk memahami bagaimana peran
serta mereka dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Adanya
kelebihan yang dimiliki oleh Balanced Scorecard ini mendorong semakin banyaknya
perusahaan yang ingin mengimplementasikan konsep Balanced Scorecard.
Permasalahan yang timbul dalam penerapan Balanced Scorecard dan banyak
dihadapi oleh perusahaan yang ingin sekali menerapkan Balanced Scorecard dalam
sistem manajemennya antara lain adalah:
a) Bagaimana mendesain sebuah scorecard
Desain scorecard yang baik pada dasarnya adalah desain yang mencerminkan
tujuan strategi organisasi. Beberapa perusahaan di Amerika telah mencoba
mendesain sebuah scorecard penilaian kinerja berdasarkan kategori-kategori yang
diungkapkan oleh Kaplan & Norton. Dalam prakteknya, masih banyak perusahaan
yang tidak dapat merumuskan strateginya dan memiliki strategi yang tidak jelas
sama sekali (Mavrinac & Vitale, 1999:1). Hal ini tentu saja akan menyulitkan
desain scorecard yang sesuai dengan tujuan strategi perusahaan yang ingin
dicapai.
b) Banyaknya alat ukur yang diperlukan
Banyaknya alat ukur yang dikembangkan oleh perusahaan tidak menjadi masalah
yang terpenting adalah bagaimana alat ukur-alat ukur yang ada tersebut bisa
mencakup keseluruhan strategi perusahaan terutama dapat mengukur dimensi
yang terpenting dari sebuah strategi. Tetapi hal yang harus diingat adalah bahwa
alat ukur tersebut dapat menjangkau perspektif peningkatan kinerja secara luas
dengan pengukuran minimal.
c) Apakah Scorecard cukup layak untuk dijadikan penilai kinerja
Menurut Sarah Marvinack (Marvinack, 1999:1) Layak atau tidaknya scorecard
yang dibentuk oleh perusahaan akan tergantung pada nilai dan orientasi strategi
perusahaan yang bersangkutan. Pada beberapa perusahaan di Amerika, mereka
lebih memperhatikan nilai-nilai yang secara eksplisit dan kuantitatif dikaitkan
dengan strategi bisnis mereka.
d) Perlunya Scorecard dikaitkan dengan gainsharing secara individu
Banyak perusahaan di Amerika yang menghubungkan antara kinerja dalam
Balanced Scorecard dengan pembagian keuntungan (gainsharing) secara
individual. Tetapi haruslah diingat bahwa dasar pembagian keuntungan
(gainsharing) tersebut adalah seberapa besar dukungan inovasi atau perubahan
kultur yang diberikan oleh individu kepada peningkatan kinerja perusahaan.
e) Apakah scorecard yang ada dapat menggantikan keseluruhan sistem manajemen
lama
Dalam prakteknya, sangat sulit mengganti sistem manajemen yang lama dengan
sistem manajemen yang sama sekali baru (balanced scorecard), tetapi perusahaan
diharapkan dapat melakukannya apabila dirasa sistem manajemen yang lama
sudah tidak bisa mendukung tujuan organisasi selama ini. Pada beberapa
perusahaan di Amerika yang berusaha menerapkan konsep balanced scorecard
dalam perusahaannya (Mavrinac, 1999:4), mereka memilih menggabungkan
antara sistem yang masih relevan dengan pencapaian tujuan organisasi dengan
sistem balanced scorecard.
Salah satu kunci keberhasilan penerapan balanced scorecard menurut O’Reilly
(Mattson, 1999:2) adalah adanya dukungan penuh dari setiap lapisan manajemen yang
ada dalam organisasi. Balanced scorecard tidak hanya berfungsi sebagai laporan saja
tetapi lebih dari itu, balanced scorecard haruslah benar-benar merupakan refleksi dari
sebuah strategi perusahaan serta visi dari organisasi. Bahkan O’Reilly mengataka bahwa
balanced scorecard dapat dipandang sebagai sebuah alat untuk mengkomunikasikan
strategi dan visi organisasi perusahaan secara continue.
DAFTAR PUSTAKA

Hansen. Mowen. 2020. Akuntansi Manajerial Buku 2 Edisi 8. Jakarta: Salemba Empat
Ciptani, Monika Kussetya. 2000. Balanced Scorecard sebagai Pengukuran Kinerja Masa
Depan: Suatu Pengantar. Jurnal Akuntansi & Keuangan. 2(1):21-35
Unknown. Tersedia pada https://stie-igi.ac.id/wp-content/uploads/2020/05/AKUNTANSI-
MANAJEMEN-BAB-9.pdf (diakses pada tanggal 3 Mei 2021).
Unknown. Tersedia pada https://repository.wima.ac.id/414/3/Lampiran.pdf (diakses pada
tanggal 4 Mei 2021).
Unknown. Tersedia pada https://rahmatsuharjana.blogspot.com/2013/03/balanced-scorecard-
sebagaipengukuran.html#:~:text=Sementara%20itu%20Anthony%2C%20Banker%2C%
20Kaplan%2C%20dan%20Young%20%281997%29,Balanced%20Scorecard%20merup
akan%20suatu%20alat%20pengukur%20kinerja%20 (diakses pada tanggal 4 Mei 2021)

Anda mungkin juga menyukai