Anda di halaman 1dari 5

TUGAS TEOSOFI “KISAH NABI IBRAHIM AS”

NAMA : Siti Nurjuliati Sa’adah


Kelas : Teosofi D
Prodi : Bahasa & Sastra Inggris

1. Pertama, Film ini mengisahkan tentang perjuangan dakwah Nabi Ibrahim as. yang
menghadapi Raja Namrud yang membakarnya.

Semasa kecil, Nabi Ibrahim diasingkan ke hutan, di dalam sebuah goa yang mustahil
akan ditemukan orang. Hal ini dilakukan dalam bentuk penyelamatan karena di zaman
itu Raja Namrud mengeluarkan peraturan untuk membunuh setiap ada bayi laki-laki
yang lahir. Namrud melakukan hal itu karena dirinya tidak ingin digantikan oleh siapapun
di muka bumi ini sebagai penguasa. Allah telah menunjukkan kuasanya dengan
membuat Nabi Ibrahim tumbuh sebagai sosok lelaki yang tangguh hingga selamat dari
segala macam marabahaya di dalam hutan. Sampai akhirnya dirinya kembali ke tengah
masyarakat dan melihat semua orang seperti gila pada patung. Hampir setiap rumah dan
tempat-tempat umum dipenuhi patung berhala agar dapat menyembah setiap waktu.
Termasuk di rumah ayahnya yang memang bekerja sebagai pembuat patung berhala.
Lama kelamaan Nabi Ibrahim mulai bertanya-tanya pada dirinya. Di manakah Tuhan itu?
Manakah yang dinamakan Tuhan? Kemudian Allah pun memberikan mukjizat pada Nabi
Ibrahim yakni sebuah pemikiran cerdas, kritis, sekaligus mengutusnya sebagai
penyampai keberadaan Allah SWT selama ini. Serta mengajak semua orang untuk
senantiasa bertakwa kepada Allah SWT dan meninggalkan berhala-berhala yang tidak
penting. Paham bahwa berhala bukanlah Tuhan, Nabi Ibrahim dengan kecerdikannya
langsung merencanakan sesuatu pada Raja Namrud dan para pengikutnya. Pada saat
Raja Namrud beserta para pengikutnya pergi ke luar kota, Nabi Ibrahim masuk ke
kerjaan dan menghancurkan semua berhala yang ada di wilayah Namrud. Semua
patung-patung dihancurkan, meski dia tahu itu adalah buatan ayahnya sendiri. Nabi
Ibrahim as hanya menyisakan satu berhala yang tidak dirusaknya. Itu adalah berhala
yang paling besar. Kemudian dia meletakkan kapak yang dipakai untuk menghancurkan
patung-patung lainnya di pangkuan berhala satu-satunya yang tak dirusaknya. Setelah
beberapa hari Raja Namrud mengetahui semua berhalanya rusak dan murka. "Siapa
yang melakukan semua ini di belakangku?!" teriaknya pada pengikutnya. Salah satu
pengikutnya yang kebetulan tidak turut pergi bersama Namrud mengatakan bahwa ada
seorang pemuda bernama Ibrahim yang melakukan itu semua. Dipanggillah Nabi
Ibrahim untuk menghadap Raja Namrud. Sang Raja berkata dengan geram: "Wahai
Ibrahim, bukankah engkau yang telah menghancurkan berhala-berhala ini?" "Bukan!"
jawab Ibrahim singkat. Mendengar jawaban itu, Raja Namrud semakin geram dan
berkata: "Lalu siapa lagi kalau bukan engkau, bukankah kau berada di sini saat kami
pergi dan bukankah engkau membenci berhala-berhala ini?" "Ya, tapi bukan aku yang
menghancurkan berhala-berhala itu. Aku pikir, berhala besar itulah yang
menghancurkannya, bukankah kampaknya masih berada di lehernya?" sahut Ibrahim
dengan tenang. Raja Namrud membantahnya: "Mana mungkin patung berhala dapat
berbuat semacam itu!". Mendengar hal itu dengan tegas Nabi Ibrahim berkata: "Kalau
begitu, kenapa engkau menyembah berhala yang tidak dapat berbuat apa-apa?"
Mendengar pernyataan Ibrahim, para pengikutnya tersadar dan terpikir oleh mereka
Tuhan yang selama ini disembah tidak dapat melihat, mendengar, dan bergerak. Namun,
Raja Namrud semakin murka. Karena Geram dan kesalnya Raja Namrud, akhirnya ia
memerintahkan para tentaranya untuk menghukum Nabi Ibrahim dengan seberat-
beratnya. Nabi Ibrahim dihukum mati dengan jalan dibakar hidup-hidup. Api dinyalakan
besar sekali dengan kayu sebagai bahan bakarnya, sementara Nabi diikat dan
ditempatkan di tengah-tengah tumpukan kayu. Tetapi Allah lebih berkuasa dalam segala
hal. Allah belum menghendaki Nabi Ibrahim mati dan kalah oleh Raja Namrud.
Menyaksikan proses pembakaran itu, Raja Namrud dan para pengikutnya tertawa
dengan penuh kepuasan. Mereka mengira, Nabi Ibrahim telah hancur menjadi abu
bersama api itu. Namun, begitu terkejutnya mereka setelah api yang menyala dahsyat
itu padam.  Nabi tiba-tiba berjalan keluar dari puing-puing pembakaran dengan selamat
tanpa luka sedikit pun. Sejak saat itu, pengikut Namrud berpaling dan menjadi umat
Nabi Ibrahim untuk terus lurus ke jalan Allah SWT.

2. Yang kedua, kisah Siti Sarah yang cemburu kepada Nabi Ibrahim as.
Hajar merupakan istri kedua dari Nabi Ibrahim AS, setelah Sarah. Namun sayangnya,
Ibrahim belum ditakdirkan oleh Allah untuk dikarunia seorang anak dari Sarah. Sarah
pun ingin mengutarakan keinginannya kepada Nabi Ibrahim AS. Pada saat itu Nabi
Ibrahim menetap di salah satu daerah yang ada di negeri Baitul Maqdis selama 20 tahun.
Sarah pun berkata kepadanya suaminya, “Aku belum ditakdirkan memiliki seorang anak
oleh-Nya, ku persilakan kau wahai suamiku supaya menikahi budakku ini, semoga saja
dengan lantaran budak milikku ini Allah menakdirkan kita seorang anak darinya.” Setelah
Sarah mengizinkan Nabi Ibrahim untuk menikah lagi, maka beliau pun menikah dan
Hajar pun hamil. Namun siapa sangka setelah kehamilan Hajar, posisinya di depan
suaminya seperti terlihat lebih tinggi dari pada Sarah. Untuk pertama kalinya Sarah
meluapkan api kecemburuannya. Siti Sarah bergegas mengutarakan kecemburuannya
kepada sang suami, lantas Nabi Ibrahim berkata padanya, “Silakan kau perlakukan Hajar
seperti apa yang kau mau.” Ucapan itu terdengar oleh Hajar. Hajar pun ketakutan dan
langsung melarikan diri. Di tengah pelariannya, ia dihampiri seorang malaikat yang
berkata kepadanya, “Wahai Hajar, janganlah kamu takut, karena Allah akan
menghadiahkan dan memberikan kebaikan melalui jabang bayi yang kau kandung ini.”
Setelah itu, Hajar disarankan oleh malaikat untuk menyampaikan berita gembira
tersebut kepada suaminya. Saat kembali, Hajar akhirnya melahirkan Ismail dan saat itu
pula usia Nabi Ibrahim sekitar 86 tahun. Letupan api kecemburuan Sarah pun kian
membesar dan ia meminta kepada suaminya supaya membawanya pergi. Ibrahim pun
membawa pergi Hajar beserta anaknya, lalu mereka ditempatkan di sebuah lembah.
Lembah tersebut saat ini menjadi  kiblat semua orang muslim dan setiap tahunnya ramai
dengan lautan manusia untuk menunaikan rukun Islam yang ke 5 dari semua penjuru
dunia, yakni Tanah Mekah. Akan tetapi, setelah mereka berdua di tempatkan di lembah
tersebut, Nabi Ibrahim beranjak pergi untuk meninggalkannya, tiba-tiba Hajar menarik
baju sang suami seraya berkata: “Ibrahim! Hendak pergi kemana engkau, sedangkan kau
tak memberikan suatu apapun bekal untuk mencukupi keperluan kami?” ujar Hajar.
Ibrahim pun tetap tak acuh. Namun Hajar terus mendesak agar suaminya menjawab
atas pertanyaan yang dilontarkannya, akan tetapi tetap saja Nabi Ibrahim tidak
menjawabnya. Siti Hajar pun kembali tanya pada suaminya, “Wahai suamiku, Apakah
Allah yang telah mengutusmu untuk melakukan semua hal ini kepadaku dan anakmu?”
“Iya,” balas suaminya. “Baiklah, aku yakin Dia tidak akan membiarkan kami terlantar
seperti ini,” timpal Siti Hajar. Nabi Ibrahim pun bergegas untuk melangkahkan kakinya
kembali untuk pergi meninggalkan mereka berdua. Hal ini bisa diambil kesimpulan
bahwa sesaleha apapun seorang istri, bahkan saat dia sendiri yang membolehkan
suaminya menikah lagi, maka dia sebenarnya tidak sepenuhnya ikhlas untuk dimadu.
Atas kecemburuan Sarah terhadap madunya itu, dalam kitab An-Nawadir, Syaikh Abu
Muhammad bin Abu Zaid menjelaskan bahwa Sarah marah hingga bersumpah akan
memotong tiga bagian dari tubuh Hajar. Pada saat Sarah bersumpah, Ibrahim lah yang
menyaksikan dan beliau langsung menyuruh Sarah untuk menindik kedua telinga Hajar
dan menyunatnya, hingga sumpah tersebut terbayar. Dengan demikian, luapan api
cemburu Sarah tersebut, menjadikan Hajar sebagai perempuan yang pertama kali
disunat, ditindik, dan memanjangkan baju bagian belakangnya.

3. Kemudian yang ketiga menceritakan tentang Nabi Ibrahim dan Siti Hajar di padang
tandus.

Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengajak isterinya, Siti Hajar dan
putranya Ismail, ke daratan tandus dan kering di antara dua bukit. Sebuah gurun yang
sangat panas, gersang tanpa peradaban. Ibrahim harus meninggalkan mereka di sana.
Kemudian Siti Hajar bertanya tanya, mengapa suaminya meninggalkan dia dan Ismail
anaknya yang masih kecil di padang pasir yang tak bertuan? Siti Hajar mengikuti Nabi
Ibrahim yang hendak pergi sambil berkata, "Wahai Ibrahim, engkau hendak pergi ke mana?
Apakah engkau hendak pergi meninggalkan kami sementara di lembah ini tidak ada seorang
pun manusia dan tidak ada makanan sama sekali?" Pertanyaan Siti Hajar diucapkan berkali
kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menoleh dan tidak pula menjawab, hingga akhirnya Hajar
berkata kepada sang Nabi, "Apakah Allah memerintah kan hal ini kepada mu?" Ibrahim
menjawab, "Ya." Hajar kemudian berkata, "Jika demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan
kami." Setelah itu, Hajar tak bertanya lagi. Ibrahim terus pergi hingga ketika beliau sampai di
tsaniyah, yang tidak bisa dilihat oleh orang-orang, beliau segera menghadap kan wajahnya
ke Baitullah. "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekillah mereka dari
buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur " (QS Ibrahim:37). Begitulah akhirnya, Siti
Hajar dan Ismail hidup berdua saja di tempat tandus itu, yang kini disebut dengan kota
Mekkah. Siti Hajar terus-menerus menyusui Ismail sampai tak terasa perbekalan air dan
kurma hampir habis. Dan pada akhirnya, Siti Hajar sudah tidak bisa menyusui lagi. Ketika air
susu Siti Hajar kering, Ismail mulai kehausan dan terus menangis dengan keras. Siti Hajar
kebingungan dan berlari kecil ke bukit Shafa lalu ke bukit Marwah untuk mencari
pertolongan. Namun tak seorang pun yang ditemui di tanah tandus itu. Siti Hajar berdoa
agar pertolongan Allah segera datang. Tiba-tiba Siti Hajar mendengar ada suara dan muncul
sebuah mata air. Dia pun mendekatinya dan membuat gundukan di sekitar air tersebut agar
tidak mengalir ke mana-mana. Air tersebut lalu diberikan kepada Ismail yang kehausan.
Mereka berdua selamat melewati ujian itu. Mata air itu yang disebut sebagai air zamzam.
Dari Nabi Ibrahim dan Siti Hajar kita belajar mengenai keikhlasan, ikhlas dan taat atas
perintah Allah SWT. Kita juga diajarkan untuk percaya dan yakin akan keberadaan dan
pertolongan Allah.

4. Dilanjutkan dengan kisah Nabi Ibrahim yang menyembelih puteranya sendiri,


Ismail.

Sewaktu Nabi Ismail AS mencapai usia remajanya, Nabi Ibrahim AS mendapat mimpi
bahwa ia harus menyembelih Ismail. Mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara
turunnya wahyu Allah SWT, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus
dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim A.S. Nabi Ibrahim A.S pun menyampaikan isi mimpinya
kepada Ismail untuk melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih Ismail. Nabi
Ismail meminta ayahnya untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan, ia pun berjanji
kepada ayahnya akan menjadi seorang yang sabar dalam menjalani perintah itu. Adapun
berikut percakapannya, Ibrahim berkata: “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab:
Wahai Bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan
mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Ash-Shafaat: 102). Nabi Ibrahim lalu
membaringkan anaknya dan bersiap melakukan penyembelihan. Nabi Ismail AS siap menaati
instruksi ayahnya. Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS nampak menunjukkan keteguhan,
ketaatan dan kesabaran mereka dalam menjalankan perintah itu. Ketika Nabi Ibrahim AS
hendak mengayunkan parang, Allah SWT lalu menggantikan tubuh Nabi Ismail AS dengan
sembelihan besar, yakni berupa domba jantan dari Surga, yang berwarna putih, bermata
bagus, bertanduk. “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shafaat (37) : 104:107). Kejadian tersebut
merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Nabi
Ismail AS itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail sampai sejauh mana
cinta dan ketaatan mereka kepada Allah SWT. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian
yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim AS telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan
pergorbanan puteranya untuk berbakti melaksanakan perintah Allah SWT. Sedangkan Nabi
Ismail AS tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam menjalankan perintah Allah SWT
dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan kepada orang tuanya. Dari sinilah
asal permulaan sunah berkurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Idul
Adha di seluruh pelosok dunia. Peristiwa tersebut memberikan 3 pelajaran utama, yaitu nilai
ketakwaan pada Allah SWT, meningkatkan hubungan antar manusia dan meningkatkan
kualitas diri.

Nilai keteladanan yang dapat diambil :

Anda mungkin juga menyukai