Anda di halaman 1dari 11

Cerpen Islami Kisah Keteladanan Nabi Ibrahim as dan

Mukjizatnya

Dalam AI-Qur'an, kisah tentang keteladanan Nabi Ibrahim diceritakan di


beberapa surat. Salah satunya adalah surat Ibrahim. Keistimewaan Nabi
Ibrahim diabadikan dalam Al-Qur'an karena keikhlasan, keberanian, dan
kedermawanan beliau.

Nabi Ibrahim memang dikenal sebagai pribadi yang luhur.


Ketika bangsa dan orang tuanya menyembah berhala, Ibrahim kecil mencari
keberadaan Tuhan yang sesungguhnya (Allah). Pencariannya itu juga
dikisahkan dalam Al-Qur'an.

Nabi Ibrahim juga berani menegakkan kebenaran meski nyawa beliau


sebagai taruhannya. Kala itu, yang beliau hadapi bukan orang biasa,
melainkan Namrud.

Namrud adalah Seorang Raja besar yang sangat berkuasa. Tak ada seorang
pun yang berani menentangnya. Tapi, Ibrahim yang masih remaja, berani
menentang Namrud. Akibatnya pun tidak main-main. Nabi Ibrahim ditangkap
oleh prajurit Namrud, kemudian dijatuhi hukuman mati.

Bayi Ibrahim dalam Ancaman


Nabi Ibrahim dilahirkan di negeri yang makmur. Negeri itu bernama Babilonia.
Dalam peta sekarang, negeri Babilonia masuk dalam wilayah Irak selatan.

Raja yang memerintah negeri Babilonia saat itu adalah Raja Namrud. Ia
mempunyai orang-orang kepercayaan yang sangat cakap di berbagai bidang.
Tak mengherankan jika kemudian Babilonia menjadi makmur dan sejahtera
dengan cepat.

Babilonia seolah-olah menjadi pusat dunia saat itu. Bagaimana tidak?


Babilonia memiliki gedung-gedung megah yang menjulang tinggi, saluran air
yang bersih, dan kuil-kuil yang indah.

Kerajaan Babilonia juga mempunyai prajurit yang sangat banyak jumlahnya,


dilengkapi dengan persenjataan yang canggih. Bahkan Babilonia juga
mempunyai orang-orang sakti. Mereka selalu memberitahukan ancaman
bahaya kepada Raja Namrud jauh hari sebelum bahaya itu datang.

Suatu ketika, dukun sakti istana menafsirkan mimpi Raja Namrud. Dukun
sakti itu mengatakan bahwa akan Iahir seorang laki-laki yang kelak mampu
menghancurkan kekuasaan Raja Namrud. Raja Namrud pun segera
mengumumkan kepada seluruh rakyatnya, bahwa setiap bayi laki-laki yang
lahir pada tahun itu akan disingkirkan.

"Tidaaak!" jerit seorang perempuan yang sedang hamil begitu mendengar


pengumuman itu.

"Bagaimana ini? Waktu kelahiran bayi kita tak lama lagi," ujarnya kepada
suaminya, Azar.

"Tak perlu panik," kata Azar, menenangkan istrinya. "Lagipula kita belum
tahu, bayi kita laki-laki atau perempuan."

Meskipun Azar sudah berusaha menenangkan, tapi istrinya itu tetap gelisah.
Dia merasa bahwa bayi yang dikandungnya itu adalah laki-laki.

"Tenanglah! Kalaupun nantinya bayi kita itu laki-laki, aku akan mencari cara,"
kata Azar. "Tak akan pernah kuserahkan bayi kita kepada Raja Namrud. Kita
harus melindungi bayi kita, meski nyawa kita taruhannya."

Hari kelahiran pun tiba. Ternyata firasat istri Azar benar. Bayi yang
dilahirkannya adalah bayi laki-laki. Bayi laki-laki itu mereka beri nama Ibrahim.

"Cepat! Kita tak punya banyak waktu," seru Azar kepada istrinya yang amat
panik. "Kita harus menyelamatkan bayi ini sebelum prajurit Namrud tahu."

Dengan mengendap-endap, mereka berdua pergi ke hutan yang sepi. Bayi


Ibrahim yang terbungkus selimut tebal itu pun mereka Ietakkan di bawah
sebuah pohon yang paling besar di hutan itu.

Istri Azar tak mampu membendung air matanya ketika hendak pulang. Tak
ada pilihan lain. ia harus meninggalkan bayinya sendirian agar bayinya
selamat. Sesekali Azar dan istrinya menoleh ke belakang dengan perasaan
yang amat sedih.
Meskipun sangat mustahil, tapi mereka tetap berharap kelak ketika mereka
datang lagi ke tempat itu, bayi tersebut masih hidup. Sepanjang perjalanan
pulang, mereka berdoa memohon kepada Yang Mahakuasa untuk melindungi
bayi mereka.

Setahun berlalu. Titah Raja Namrud untuk menyingkirkan setiap bayi laki-laki,
sudah dihapuskan. Kini tak ada lagi ancaman bahaya terhadap bayi laki-laki
yang akan lahir. Azar dan istrinya yang mendengar hal itu langsung merasa
gembira.

Mereka kemudian teringat dengan bayi mereka, Ibrahim, yang mereka


tinggalkan seorang diri di hutan. Muncul perasaan sedih dan khawatir akan
nasib Ibrahim kecil. Istri Azar bertanya-tanya, apakah mungkin anaknya itu
masih hidup.
"Ayo, kita harus ke hutan itu. Kita bawa pulang Ibrahim," ucap Azar.

"Tapi, apakah dia masih bertahan hidup di sana?" tanya istri Azar, ragu.

"Aku tak tahu, tapi semoga dia masih hidup. Ayo kita berangkat! Jangan
sampai terlambat. Aku khawatir nanti ada binatang buas yang
memangsanya," seru bapak nabi Ibrahim Azar.

Dengan langkah tergopoh-gopoh, pasangan suami istri itu pergi ke hutan


tempat di mana dulu mereka meninggalkan Ibrahim sendirian. Namun,
rupanya tidak mudah mencari Ibrahim. Hutan telah banyak berubah.
Pepohonan yang dulu masih kecil, kini telah tumbuh tinggi dan membuat
mereka bingung.

"Di mana dulu kita meletakkan bayi kita, ya?" gumam Azar sambil mencoba
mengingat-ingat.

"Oh iya!" serunya tiba-tiba. "Di pohon yang paling besar itu! Aku ingat
sekarang. Dulu, kita meninggalkan buah hati kita di sana."

Istri Azar pun bergegas, mempercepat langkahnya ke pohon besar itu.

"Suamiku!" pekiknya penuh haru ketika sampai di pohon itu. Ia menangis


bahagia. "Anak kita masih hidup!"

Istri Azar segera menggendong dan memeluk Ibrahim erat sekali. Ia


menciumnya berkali-kali. Pun demikian dengan Azar, suaminya. Sungguh,
mereka tak percaya bahwa bayi yang dulu mereka tinggalkan sendirian di
hutan masih hidup.

Azar dan istrinya lalu membawa Ibrahim pulang ke rumah dan merawatnya
dengan penuh kasih sayang. Bayi Ibrahim memang diselamatkan oleh Allah
SWT.

Sebagaimana firman Allah SWT, "Dan Kami berikan kepadanya (Ibrahim)


kebaikan di dunia, dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang yang
saleh." (QS. An-Nahl [16]: 122)
Nabi Ibrahim Mencari Tuhan
Ibrahim memiliki hati yang bersih (hanif). Maka ketika menginjak dewasa,
hatinya berontak melihat Raja Namrud dan rakyat Babilonia menyembah
berhala. Ibrahim sangat menolak kesesatan rakyat Babilonia.

"Haruskah aku turut menyembah berhala bersama mereka?" tanya hati


kecilnya. "Ah, tidak! Bagaimana mungkin berhala adalah Tuhan? Tapi, di
manakah Tuhan sebenarnya itu berada?"

Cukup lama Ibrahim merasa risau. Apalagi, sepanjang hari di rumahnya,


Ibrahim melihat ayahandanya sibuk membuat berhala. Berhala itu nanti akan
ditaruh di kuil-kuil dan disembah banyak orang.

Kebimbangan dan penolakan Ibrahim terhadap penyembahan berhala itu


semakin kuat dalam hatinya. Tapi, ia tak tahu apa yang harus ia perbuat.

Akhirnya, Ibrahim memutuskan untuk pergi. Ia akan mencari Tuhan yang


sebenarnya. Ia pun meninggalkan rumah dan berjalan seorang diri
menembus hutan, padang pasir, dan Iembah.

Malam datang dan bintang bersinar terang di langit.

"Oh, pastilah itu Tuhan! Cahayanya begitu indah dan luar biasa," gumam
Ibrahim. Ibrahim merasa amat kagum ketika memandang langit malam yang
penuh gemerlap bintang. Ia merasa yakin bahwa bintang itu adalah Tuhan.

Namun, pada malam-malam berikutnya, ketika bulan muncul dan bintang


menghilang, Ibrahim berubah pendirian.

"Bulan ini pastilah Tuhan yang sesungguhnya! Yang ini Iebih besar dan Iebih
terang cahayanya," katanya dalam hati.

Malam berlalu dan berganti fajar. Bulan pun menghilang, digantikan semburat
terang matahari di ufuk timur. Ibrahim kembali merasa gundah.
"Bagaimana Tuhan bisa menghilang dan dikalahkan dengan matahari yang
Iebih besar dan terang ini?" pikirnya.

"Hmm, pasti mataharilah Tuhan yang sesungguhnya!" seru Ibrahim.

Lagi-lagi, Ibrahim menjadi ragu akan keyakinannya saat malam datang dan
matahari menghilang.

"Ah, mengapa ia menghilang dan dikalahkan oleh malam?" gumam Ibrahim.

Ibrahim merenung, memikirkan semua dugaannya tentang Tuhan selama ini


yang ternyata salah.

Ibrahim terus mencari, hingga akhirnya Allah SWT memperlihatkan


keagunganNya. Allah memberinya petunjuk. Akhirnya, Ibrahim merasa amat
yakin bahwa hanya ada satu Tuhan yaitu Allah SWT. Hanya kepada-Nya
manusia beribadah, menyembah, dan menggantungkan semua urusannya.
Allah SWT berfirman, "Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada
Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia
termasuk orang-orang yang yakin." (Q.S. AlAn'aam [6]: 75)

Nabi Ibrahim dibakar


Ibrahim merasa tenang dan bahagia karena telah menemukan kebenaran dan
keyakinan tentang Tuhan. Ketika ia pulang dan melihat kaumnya masih
menyembah berhala, hatinya menjadi gundah. Ia ingin menunjukkan
kebenaran kepada mereka.

Mula-mula, ia berdakwah kepada keluarganya sendiri. Bagi Ibrahim, itu


tidaklah mudah, apalagi ayahandanya adalah seorang pembuat berhala.
Namun, Ibrahim tetap melakukannya.

"Wahai, ayahanda!" serunya. "Mengapa ayahanda menyembah berhala


sebagai Tuhan? Padahai, ayahanda sendiri yang membuatnya?"

Selain kepada keluarganya sendiri, Ibrahim juga menyeru kaumnya. Ibrahim


mengajak mereka keluar dari kesesatan penyembahan berhala.

"Wahai kaumku! Sembahlah Allah SWT dan tinggalkanlah penyembahan


berhala! Hanya Allah SWT yang harus kalian sembah!" seru Ibrahim.

Namun, mereka menolak dengan tegas. Bahkan ayahnya marah-marah dan


mengancam akan mengusir Ibrahim dari rumah jika tetap meneruskan
dakwahnya itu.

"Hai Ibrahim, mengapa kamu mengajak kami meninggalkan peribadatan


terhadap berhala? Bukankah ini juga disembah nenek moyang kita?" tanya
mereka.

Allah SWT berfirman, "(Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya
dan kaumnya, 'Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?'
Mereka menjawab, 'Kami mendapati nenek moyang kami menyembahnya."'
(Q.S. Al-Anbiyaa' [21]: 52-53)
Meskipun seruan Ibrahim selalu gagal, Ibrahim tidak menyerah. Ibrahim pun
berpikir keras mencari cara agar semua orang sadar, bahwa sebenarnya
berhala-berhala itu cuma batu dan tak bisa berbuat apa-apa.

Ibrahim lalu menyusun sebuah rencana. Ibrahim tahu rencananya itu


berbahaya. Raja Namrud bisa marah besar, menangkap, dan
menghukumnya. Tapi, Ibrahim bertekad akan tetap melakukan rencananya
itu.

"Aku yakin dengan cara ini, semua orang akan sadar bahwa menyembah
berhala itu hanya sia-sia," kata Ibrahim dalam hati.

Keesokan harinya, Ibrahim pergi ke sebuah kuil. Kuil itu terlihat sepi. Di kuil
itu, terlihat berhala-berhala yang berjejer. Dengan mengendap-endap, Ibrahim
berjalan masuk ke dalamnya dengan sebuah kapak besar di tangannya.

Tanpa membuang waktu, Ibrahim menghancurkan semua berhala di kuil


tersebut. Ibrahim sengaja menyisakan sebuah patung besar. Sebelum
Ibrahim keluar dari kuil itu, ia mengalungkan kapaknya di leher patung paling
besar itu.

Betapa gemparnya orang-orang ketika mendapati patung-patung yang


mereka sembah telah hancur berantakan.

"Ini pasti ulah Ibrahim!" teriak mereka. "Kita laporkan saja hal ini ke Raja
Namrud. Ibrahim benar-benar telah kelewatan."

"Berani-beraninya dia menghina dewa-dewa kita. Cari dan tangkap pemuda


itu secepatnya!" perintah Raja Namrud begitu mendengar hal tersebut. Ia
murka mengetahui patung-patung di kuil kebanggaannya telah menjadi puing-
puing.

Tak sulit bagi prajurit Namrud yang ribuan jumlahnya untuk menangkap
Ibrahim. Ibrahim pun diseret dan dibawa ke hadapan Raja Namrud.

"Mengapa tuan raja dan kalian semua menuduh saya yang melakukannya?"
kilah Ibrahim.
"Jika bukan kamu, siapa lagi? Bukankah hanya kamu di kota ini yang tak suka
dengan peribadatan berhala kami?" ujar Namrud.

"Coba lihatlah! Patung besar itu yang memegang kapak. Tanyakan saja
kepadanya! Mungkin dia yang melakukan perusakan itu!" ujar Ibrahim.

"Jangan macam-macam, anak muda!" seru Namrud, mulai naik pitam.


"Bagaimana mungkin sebuah patung bisa bergerak, hidup, dan melakukan
perusakan?"

Jawaban Namrud inilah yang sebenarnya ditunggu-tunggu oleh Ibrahim. Ia


pun berkata, "Jika tuan raja sendiri tahu bahwa patung tak bisa melakukan
apa pun, mengapa kalian menyembahnya dan menganggapnya sebagai
dewa atau Tuhan?"

Semua yang hadir di sana saling pandang satu sama lain. Mereka
membenarkan perkataan Ibrahim tersebut.

Amarah Raja Namrud semakin menjadi-jadi. Mukanya merah padam. Dia tak
ingin terus dipermalukan Ibrahim. Dengan angkuhnya, ia pun memutuskan
bahwa Ibrahim tetap bersalah.

"Pemuda inilah yang merusak berhala di kuil ini! Kita harus membakarnya
hidup-hidup! Itu hukuman yang setimpal untuk perusak dan penghina dewa-
dewa kita!" seru Raja Namrud.

Raja Namrud pun melaksanakan hukuman itu. Orang-orang bersorak-sorai


gembira ketika api mulai dinyalakan. Mereka merasa puas karena akhirnya
Ibrahim, pemuda penghina dewa-dewa mereka, mendapat hukuman.

Mereka merasa yakin bahwa kobaran api itu akan mengakhiri hidup Ibrahim.
Pemuda itu pasti sudah hangus menjadi abu hitam, Tapi begitu kobaran api
mereda, mereka terbelalak. Mereka tak percaya dengan pemandangan yang
mereka lihat.

"Dia masih hidup!" teriak mereka.


"Ya, dia masih hidup! Dan sama sekali tak terlihat bekas api di tubuhnya!
Bahkan rambutnya terlihat tidak tersentuh api sedikit pun!" teriak yang lain.

Begitulah, Allah SWT dengan kekuasaan-Nya telah menyelamatkan Nabi


Ibrahim dari kobaran api yang menyala-nyala itu. Allah SWT memerintahkan
api agar terasa dingin bagi nabi-Nya, Ibrahim.

Hikmah yang dapat dipetik dari Kekuasaan Allah SWT meliputi segala
sesuatu. Tak ada yang mustahil bagi-Nya.

Anda mungkin juga menyukai