Mukjizatnya
Namrud adalah Seorang Raja besar yang sangat berkuasa. Tak ada seorang
pun yang berani menentangnya. Tapi, Ibrahim yang masih remaja, berani
menentang Namrud. Akibatnya pun tidak main-main. Nabi Ibrahim ditangkap
oleh prajurit Namrud, kemudian dijatuhi hukuman mati.
Raja yang memerintah negeri Babilonia saat itu adalah Raja Namrud. Ia
mempunyai orang-orang kepercayaan yang sangat cakap di berbagai bidang.
Tak mengherankan jika kemudian Babilonia menjadi makmur dan sejahtera
dengan cepat.
Suatu ketika, dukun sakti istana menafsirkan mimpi Raja Namrud. Dukun
sakti itu mengatakan bahwa akan Iahir seorang laki-laki yang kelak mampu
menghancurkan kekuasaan Raja Namrud. Raja Namrud pun segera
mengumumkan kepada seluruh rakyatnya, bahwa setiap bayi laki-laki yang
lahir pada tahun itu akan disingkirkan.
"Bagaimana ini? Waktu kelahiran bayi kita tak lama lagi," ujarnya kepada
suaminya, Azar.
"Tak perlu panik," kata Azar, menenangkan istrinya. "Lagipula kita belum
tahu, bayi kita laki-laki atau perempuan."
Meskipun Azar sudah berusaha menenangkan, tapi istrinya itu tetap gelisah.
Dia merasa bahwa bayi yang dikandungnya itu adalah laki-laki.
"Tenanglah! Kalaupun nantinya bayi kita itu laki-laki, aku akan mencari cara,"
kata Azar. "Tak akan pernah kuserahkan bayi kita kepada Raja Namrud. Kita
harus melindungi bayi kita, meski nyawa kita taruhannya."
Hari kelahiran pun tiba. Ternyata firasat istri Azar benar. Bayi yang
dilahirkannya adalah bayi laki-laki. Bayi laki-laki itu mereka beri nama Ibrahim.
"Cepat! Kita tak punya banyak waktu," seru Azar kepada istrinya yang amat
panik. "Kita harus menyelamatkan bayi ini sebelum prajurit Namrud tahu."
Istri Azar tak mampu membendung air matanya ketika hendak pulang. Tak
ada pilihan lain. ia harus meninggalkan bayinya sendirian agar bayinya
selamat. Sesekali Azar dan istrinya menoleh ke belakang dengan perasaan
yang amat sedih.
Meskipun sangat mustahil, tapi mereka tetap berharap kelak ketika mereka
datang lagi ke tempat itu, bayi tersebut masih hidup. Sepanjang perjalanan
pulang, mereka berdoa memohon kepada Yang Mahakuasa untuk melindungi
bayi mereka.
Setahun berlalu. Titah Raja Namrud untuk menyingkirkan setiap bayi laki-laki,
sudah dihapuskan. Kini tak ada lagi ancaman bahaya terhadap bayi laki-laki
yang akan lahir. Azar dan istrinya yang mendengar hal itu langsung merasa
gembira.
"Tapi, apakah dia masih bertahan hidup di sana?" tanya istri Azar, ragu.
"Aku tak tahu, tapi semoga dia masih hidup. Ayo kita berangkat! Jangan
sampai terlambat. Aku khawatir nanti ada binatang buas yang
memangsanya," seru bapak nabi Ibrahim Azar.
"Di mana dulu kita meletakkan bayi kita, ya?" gumam Azar sambil mencoba
mengingat-ingat.
"Oh iya!" serunya tiba-tiba. "Di pohon yang paling besar itu! Aku ingat
sekarang. Dulu, kita meninggalkan buah hati kita di sana."
Azar dan istrinya lalu membawa Ibrahim pulang ke rumah dan merawatnya
dengan penuh kasih sayang. Bayi Ibrahim memang diselamatkan oleh Allah
SWT.
"Oh, pastilah itu Tuhan! Cahayanya begitu indah dan luar biasa," gumam
Ibrahim. Ibrahim merasa amat kagum ketika memandang langit malam yang
penuh gemerlap bintang. Ia merasa yakin bahwa bintang itu adalah Tuhan.
"Bulan ini pastilah Tuhan yang sesungguhnya! Yang ini Iebih besar dan Iebih
terang cahayanya," katanya dalam hati.
Malam berlalu dan berganti fajar. Bulan pun menghilang, digantikan semburat
terang matahari di ufuk timur. Ibrahim kembali merasa gundah.
"Bagaimana Tuhan bisa menghilang dan dikalahkan dengan matahari yang
Iebih besar dan terang ini?" pikirnya.
Lagi-lagi, Ibrahim menjadi ragu akan keyakinannya saat malam datang dan
matahari menghilang.
Allah SWT berfirman, "(Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya
dan kaumnya, 'Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?'
Mereka menjawab, 'Kami mendapati nenek moyang kami menyembahnya."'
(Q.S. Al-Anbiyaa' [21]: 52-53)
Meskipun seruan Ibrahim selalu gagal, Ibrahim tidak menyerah. Ibrahim pun
berpikir keras mencari cara agar semua orang sadar, bahwa sebenarnya
berhala-berhala itu cuma batu dan tak bisa berbuat apa-apa.
"Aku yakin dengan cara ini, semua orang akan sadar bahwa menyembah
berhala itu hanya sia-sia," kata Ibrahim dalam hati.
Keesokan harinya, Ibrahim pergi ke sebuah kuil. Kuil itu terlihat sepi. Di kuil
itu, terlihat berhala-berhala yang berjejer. Dengan mengendap-endap, Ibrahim
berjalan masuk ke dalamnya dengan sebuah kapak besar di tangannya.
"Ini pasti ulah Ibrahim!" teriak mereka. "Kita laporkan saja hal ini ke Raja
Namrud. Ibrahim benar-benar telah kelewatan."
Tak sulit bagi prajurit Namrud yang ribuan jumlahnya untuk menangkap
Ibrahim. Ibrahim pun diseret dan dibawa ke hadapan Raja Namrud.
"Mengapa tuan raja dan kalian semua menuduh saya yang melakukannya?"
kilah Ibrahim.
"Jika bukan kamu, siapa lagi? Bukankah hanya kamu di kota ini yang tak suka
dengan peribadatan berhala kami?" ujar Namrud.
"Coba lihatlah! Patung besar itu yang memegang kapak. Tanyakan saja
kepadanya! Mungkin dia yang melakukan perusakan itu!" ujar Ibrahim.
Semua yang hadir di sana saling pandang satu sama lain. Mereka
membenarkan perkataan Ibrahim tersebut.
Amarah Raja Namrud semakin menjadi-jadi. Mukanya merah padam. Dia tak
ingin terus dipermalukan Ibrahim. Dengan angkuhnya, ia pun memutuskan
bahwa Ibrahim tetap bersalah.
"Pemuda inilah yang merusak berhala di kuil ini! Kita harus membakarnya
hidup-hidup! Itu hukuman yang setimpal untuk perusak dan penghina dewa-
dewa kita!" seru Raja Namrud.
Mereka merasa yakin bahwa kobaran api itu akan mengakhiri hidup Ibrahim.
Pemuda itu pasti sudah hangus menjadi abu hitam, Tapi begitu kobaran api
mereda, mereka terbelalak. Mereka tak percaya dengan pemandangan yang
mereka lihat.
Hikmah yang dapat dipetik dari Kekuasaan Allah SWT meliputi segala
sesuatu. Tak ada yang mustahil bagi-Nya.