Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN

DI SUSUN OLEH

ULFAH

2112B031

A.PENDAHULUAN

PENGERTIAN Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah
adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja.
Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
muskuloskeletal. Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan guna
mempertahankan kesehatannya. Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana
seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas dan sebagainya. NILAI-NILAI NORMAL Kategori tingkat kemampuan aktivitas
adalah sebagai berikut : Tingkat aktivitas / mobilitas Kategori Tingkat 0 Tingkat 1 Tingkat 2
Tingkat 3 Tingkat 4 Mampu merawat diri sendiri secara penuh Memerlukan penggunaan alat
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain dan peralatan Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan Keadaan postur yang seimbang sesuai dengan garis sumbu dengan sentralnya
adalah gravitasi. Kemampuan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan seperti
kemampuan mangangkat beban, maksimal 57 %. HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI PADA
KLIEN YANG MENGALAMI GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN
LATIHAN Tingkat aktivitas sehari-hari Pola aktivitas sehari-hari Jenis, frekuensi dan
lamanya latihan fisik Tingkat kelelahan Aktivitas yang membuat lelah Riwayat sesak napas
Gangguan pergerakan Penyebab gangguan pergerakan Tanda dan gejala Efek dari gangguan
pergerakan Pemeriksaan fisik Tingkat kesadaran Postur/bentuk tubuh (Skoliosis, Kiposis,
Lordosis, Cara berjalan) Ekstremitas (Kelemahan, Gangguan sensorik, Tonus otot, Atropi,
Tremor, Gerakan tak terkendali, Kekuatan otot, Kemampuan jalan, Kemampuan duduk,
Kemampuan berdiri, Nyeri sendi, Kekakuan sendi)

DIAGNOSA KEPERAWATAN Intoleransi aktivitas b.d nyeri dan pembatasan


pergerakan Gangguan mobilitas fisik b.d imobilisasi dan gangguan neuromuskular Keletihan
b.d proses penyakit Nyeri akut b.d agen injuri biologis PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN 1 Intoleransi aktivitas Definisi : Ketidakcukupan energui secara fisiologis
maupun psikologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau
aktifitas sehari hari. Batasan karakteristik : melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau
kelemahan. Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas Adanya dyspneu
atau ketidaknyamanan saat beraktivitas. Faktor faktor yang berhubungan : Tirah Baring atau
imobilisasi Kelemahan menyeluruh NOC : Energy conservation Self Care : ADLs Kriteria
Hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan
RR Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri NIC : Energy
Management Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas Kaji adanya
factor yang menyebabkan kelelahan Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat Monitor
pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan Monitor respon
kardiovaskuler terhadap aktivitas Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanaka n
progran terapi yang tepat.

Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan 2 Gangguan


mobilitas fisik Definisi : Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu
NOC : Mobility Level Self care : ADLs Transfer performance Kriteria Hasil : Klien
meningkat dalam aktivitas fisik Mengerti tujuan dari NIC : Exercise therapy : ambulation
Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan pada
bagian tubuh atau satu atau lebih ekstremitas Batasan karakteristik : Postur tubuh yang tidak
stabil selama melakukan kegiatan rutin harian Keterbatasan kemampuan untuk melakukan
keterampilan motorik kasar Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan
motorik halus Keterbatasan ROM Usaha yang kuat untuk perubahan gerak Faktor yang
berhubungan : Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik Tidak nyaman, nyeri
Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler Intoleransi aktivitas/penuru nan kekuatan dan
stamina peningkatan mobilitas Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan 3 Keletihan NOC : Energy conservation Nutritional status :
energy NIC : Energy Management Observasi adanya Kriteria Hasil : Memverbalisasikan
peningkatan energi dan merasa lebih baik Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi
kelelahan pembatasan klien dalam melakukan aktivitas Dorong anal untuk mengungkapkan
perasaan terhadap keterbatasan Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan Monitor
nutrisi dan sumber energi tangadekuat Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien 4 Nyeri akut
Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara
aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi
Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai
berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang
dari 6 bulan. Batasan karakteristik : Laporan secara verbal atau non verbal NOC : Pain Level,
Pain control, Comfort level Kriteria Hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu
mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal NIC : Pain Management Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang Fakta
dari observasi Gerakan melindungi Tingkah laku berhatihati Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) Fokus menyempit (penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
Perubahan dalam nafsu makan dan minum Faktor yang berhubungan : Agen injuri (biologi,
kimia, fisik, psikologis) ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kurangi faktor presipitasi nyeri Ajarkan
tentang teknik non farmakologi Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Monitor
penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

2.1 Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia

2.1.1 Kebutuhan Dasar Manusia Kebutuhan dasar manusia adalah unsur-unsur yang
dibutuhkan manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis,
yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan maupun kesehatan. Kebutuhan
menyatakan bahwa bahwa setiap manuasia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu fisisologis,
keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Wahit et al, 2015).

Kebutuhan dasar manusia berfokus dalam asuhan keperawatan. Bagi pasien yang
mengalami masalah pada keseahatan, maka kemungkinan ada salah satau atau beberapa
kebutuhan dasar manusia yang terganggu (Tarwoto, 2010). 2.1.2 Kebutuhan Dasar Manusia
Menurut Teori Virginia Henderson Teori Virginia Henderson membehas tentang kebutuhan
dsar manusia. Virginia Hederson menyimpulkan bahwa asuhan keperawatan dasarnya pada
setiap situasi keperawatan, sehingga perawat dapat bekerja pada semua dibidang yang khusus
di rumah sakit. Virginia Henderson merupakan ahli teori keperawatan yang penting dan
memberi pengaruh besar pada keperawatan sebagai profesi yang mendunia.virginia Virginia
Henderson mengharapkan pasien menjadi salah satu titik fokus perhatian bagi perawat dan
profesional lainnya. Virginia Henderson tidak menyukai, bila pasien sebagai penerima asuhan
keperawatan tidak dilindungi dari malpraktek, sehingga Hendorson berpikir bahwa profesi
yang mempengaruhi kehidupan manusia harus memiliki fungsi yang jelas. Sehingga fungsi
dari perawat adalah membantu pasien, sehat atau sakit, dalam memberikan keehatan atau
pemulihan atau kematian yang damai yang dapat dilakukan tanpa bantuan jika memiliki
kekuatan, kemauan atau pengetahuan, dan melakukan dengan cara tersebut dapat membantu
kemandirian secara cepat. Pemikiran Virginia Henderson dipengaruhi oleh Edward
Thorndyke, yang banyak melakukan penelitian tentang bidang kebutuhan dasar manusia.
Berdasarkan teori Edward Thorndyke dan definisi tentang keperawatan, Virginia Henderson
membagi tugas keperawatan menjadi 14 komponen yang berusaha untuk memenuhi
kehidupan manusia. Pembagian dari 14 komponen kebutuhan dasar manusia dijadikan pilar
dari model keperawatan, Virginia Henderson menyatakan bahwa perawat harus selalu
mengakui pola kebutuhan dasar pasien harus dipenuhi dan perawat harus selalu mencoba
menempatkan dirinya pada posisi pada pasien. Adapun kebutuhan dasar manusia menurut
teori Virgina Henderson meliputi 14 komponen

(Aini, 2018).

1. Bernapas secara normal.

2. Makan dan minum yang cukup.

3. Eliminasi (BAK dan BAB).

4. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan.

5. Tidur dan istirahat.

6. Memilih pakaian yang tepat dan sesuai.

7. Mempertahankan suhu tubuh dalam kaisaran yang normal.

8. Menjaga kebersihan diri dan penampilan (mandi).

9. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari bahaya orang lain.

10. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan, dan
kehawatiran.

11. Beribadah sesuai dengan agamanya dan kepercayaannya.

12. Bekerja untuk modal membiyayai kebutuhan hidup.

13. Bermain atau berpartisipasi dalam bentuk rekreasi.

14. Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tau yang mengarah pada perkembangan
yang normal, kesehatan, dan penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia.

2.1.3 Paradigma Keperawatan Menurut Virginia Henderson Definisi paradigam keperawatan


menurut Virginia Hnderson (Aini, 2018)

1. Manusia Individu terdiri dari 4 dasar elemen yang merupakan bagian dari 14 kebutuhan
dasar manusia, yaitu terdiri dari kebutuhan biologis (1-9), psikologis (10,14), social (12-13),
dan spiritual (11). Individu merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jiwa dan
raganya adalah kesatuan. Setiap manusia berupaya untuk mempertahankan keseimbangan
fisiologis dan emosionalnya.

2. Lingkungan Individu berada dalam hubungan timbal balik dengan keluarga. Masyarakat
mengharapkan perawat untuk membantu individu yang tidak mampu melakukan aktivitas
secara mandiri. Masyarakat harus berkontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidik
keperawatan yang memungkinkan perawat lebih memahami pasien sebagai penerima asuhan
keperawatan dan lingkungan yang mempengaruhi seseorang. Virginia Henderson
mendifinisikan lingkungan sebagai salah stu faktor eksternal dan kondisi mempengaruhi
kehidupan dan sebagai perkembangan manusia.

3. Sehat dan sakit Definisi dari kesehatan didasarkan pada kemampuan individu untuk
memenuhi fungsinya secara independen dari 14 elemen. Perawat harus ,menekan dukungan
kesehatan, mencegah gelaja penyakit, dan pengobatan penyakit. Kesejahteraan dan kesehatan
sangat dibutuhkan. Kesehatan dapat mempengaruhi oleh usia, lingkungan, budaya,
kemampuan fisik dan intelektual individu, keseimbangan emosiobal seseorang. Fungsi
perawat menurut Virginia Henderson adalah sebagai professional medis independen.

4. Keperawatan Tujuan utama dari keperawatan adalah mempertahankan kemandirian


maksimal individu sehingga dapat menjalankan kehidupan yang berharga. Bila potensi invidu
tidak memuaskan, kurangnya independensi dikompensasikan dengan pemberi asuhan
keperawatan yang tepat. Fungsi perawat adalah memulihkan kesehatan, membantu invidu
memperoleh kembali kemandirian dengan segera mungkin atau mengoptimalkan
kesejahteraan. Kesehatan dan kesejahteraan yang sehat tercermin dari kemandirian. Tepatnya
keperawatan didefisinikan perawat untuk memberikan kegiatan keperawatan secara mandiri.

2.1.4 Manusia Sebagai Makhuk Holistik Manusia sebagai makhluk holistik adalah makhluk
yang utuh atau menyeluruh yang terdiri dari unsur biologis, fisiologis, sosial dan spriritual.
Dalam teori holistik menjelaskan bahwa semua organisme hidup saling berinteraksi. Adanya
gangguan pada salah satu bagian akan mempengaruhi bagian lainnya. Saat mempelajari salah
satu bagian manusia, perawat harus mempertimbangkan yang berkaitan pada bagian tersebut.
Selain itu perawat, juga harus harus mempertimbangkan interaksi pada.

Menurut model tersebut, manusia terdiri atas sebagai berikut:


1. Unsur biologis 1) Manusia merupakan susunan sistem organ tubuh. 2) Manusia
mempunyai kebutuhan untuk dapat mempertahankan kehidupan. 3) Manusia tidak lepas dari
hokum alam yaitu, lahir, berkembang, dan meninggal.

2. Unsur psikologis 1) Manusia mempunyai struktur kepribadian. 2) Tingkah laku manusia.


3) Manusia mempunyai daya pikir dan kecerdasan. 4) Manusia mempunyai psikologis agar
pribadinya dapat berkembang.

3. Unsur sosial 1) Manusia memperlukan bekerjasama dengan orang lain untuk memenuhi
kehidupan dan tuntunan hidup. 2) Dalam sistem sosial, pandangan individu, kelompok. Dan
masyarakat dipengarhui oleh kebudayaan. 3) Manusia dipengaruhi oleh lingakang social dan
beradaptasi dengan lingkungan. 4) Dalam sistem sosial, manusia dituntut untuk bertingkah
laku sesuai dengan harapan dan norma yang berlaku di masyarakat.

4. Unsur spiritual 1) Manusia mempunyai keyakinan atau mengakui adanya Tuhan Yang
Maha Esa. 2) Manusia memiliki pandangan hidup. 3) Manusia mempunyai semangat hidup
yang sejalan dengan keyakinan yang dianut.

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Pemenuhan


kebutuhan dasar pada manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor (Walyani, 2015). Sebagai
berikut :

1. Penyakit, adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan berbagai perubahan


kebutuhan, dari fisiologis dan psikologis, karena fungsi dari tubuh memerlukan pemenuhan
kebutuhan yang lebih besar.

2. Hubungan yang berarti atau keluarga, dimana hubungan keluarga yang baik dapat
meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar manusia karena saling percaya, merasakan
kesenangan hidup, dan tidak ada rasa curiga.

3. Konsep diri, konsep diri ini dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk memenuhi
kebutuhannya. Konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan bagi individu.
Konsep diri dapat menghasilkan perasaan dan kekuatan positif dalam diri individu.orang
yang beranggapan positif terhadap dirinya mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan, dan
mengembangkan cara hidup yang sehat sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar.

4. Tahap perkembangan, bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks, di dalam suatu pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan.
5. Struktur keluarga, dapat mempengaruhi cara pasien memuaskan kebutuhannya. Sebagai
contoh seorang ibu mungkin akan mendahulukan kebutuhan bayinya dari pada kebutuhannya
sendiri.

2.1.6 Ciri - Ciri Kebutuhan Dasar Manusia Kebutuhan dasar manusia bertujuan untuk
mempertahankan suatu kehidupan dan kesehatan manusia. Setiap manusia memiliki lima
kebutuhan dasar yaitu fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri. Ciri-ciri
kebutuhan dasar manusia antara lain (Wahit et al , 2015).

1. Setiap manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena budaya,
maka kebutuhan itu akan berubah kultur.

2. Dalam memenuhi kebutuhan manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang sesuai.

3. Setiap manusia dapat merasakan adanya kebutuhan dan merespon dengan berbagai cara.

4. Jika manusia gagal dalam memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras
untuk berusaha mendapatkannya.

5. Kebutuhan saling berkaitan dengan beberapa kebutuhan yang tidak dipenuhi akan
mempengaruhi kebutuhan yang lainnya.

2.1.7 Masalah Yang Berhubungan Dengan Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Rianzi (2013)
menyatakan bahwa dalam kebutuhan dasar manusia, mempunyai masalah-masalah yang
berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia. Adapun masalah-masalah yang berhubungan
dengan dengan kebutuhan dasar manusia dan cara penanganannya adalah:

1. Oksigen Kebutuhan oksigen adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
fisiologis. Pemenuhan kebutuhan oksigen ditunjukan untuk menjaga kelangsungan sel
didalam tubuh, mempertahankan hidupnya, dan melakukan aktivitas bergabagai organ dan
sel. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi okesigenasi adalah saraf otonom, hormonal
dan obat, alergi pada saluran napas, faktor lingkungan, dan faktor perilaku. Gangguan atau
masalah dari oksigenasi adalah hipoksia, perubahan pola napas, obstruksi jalan napas, dan
pertukaran gas. Adapun penanganan dari masalah kebutuhan oksigenasi yaitu berlatihya
napas, latihan batuk efektif, pemberian oksigen, fisioterapi dada, dan penghisapan lendir
(suction).
2. Nurisi Nutrisi adalah pengambilan zat-zat makanan . jumlah dari seluruh interaksi antara
organisme dan makanan yang dikonsumsinya. Manusia memperoleh makanan dan nutrient
esensial untuk pertumbuhan dan pertahanan dari seluruh jaringan pada tubuh dan
menormalkan fungsi dari proses tubuh. Nutrisi adalah zat kimia organik yang ditemukan
dalam makanan dan diperoleh untuk fungsi tubuh. Adapun jenis-jenis nutrisi yaitu protein,
karbohidrat, nukloetida, lemak, DHA (Decosehaxaenoic Acid), vitamin. Faktor yang
mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah pengetahuan, kebiasaan atau kesukaan, dan
ekonomi. Gannguan pada kebutuhan nutrisi sendiri adalah obesitas, malnutrisi, diabetes
militus, hipertensi, peningkatan jantung koroner, anoreksia nervosa dan kanker. Tindakan
untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah pe

3. Personal Hygiene Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang artinya kebersihan.
Adapun dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene adalah dampak fisik dan
dampak psikososial.

4. Bodi mekanik atau Posisi Bodi mekanik adalh penggunaan tubuh yang efesien,
terkoordinir dan aman untuk menghasilkan pergerakan keseimbangan selama aktivitas. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mekanika tubuh atau dapat menimbulkan
gangguan mekanika tubuh manusia diantaranya adalah status kesehatan, pengetahuan, situasi
atau kebiasaan, gaya hidup, dan emosi. mberian nutrisi secara oral, dan pemberian nutrisi
secara pipa penduga/lambung.

5. Eliminasi Eliminasi adalah proses pembuangan. Pemenuhan kebutuhan elimininasi terdiri


dari kebutuhan eliminasi urine (berkemih). Sebagaimana factor yang mempengaruhi
eliminasi urine adalah diet dan asupan (intake) respon keinginan awal untuk berkemih, gaya
hidup, stress paikologis, tingkat aktivitas, tingkat perkembangan, kondisi penyakit,
sosialkultura, dan tonus otot.

6. Intake dan outpot Intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus dikendalikan
oleh otak sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi
angiotensin II sebagai respon dari tekanan darah, pendarahan yang mengakibatkan penurunan
volume darah. Sedangkan output adalah kehilangan cairan tubuh melaluibeberapa proses
yaitu cairan dimana proses pembentukan urine oleh ginjal dan dieksresi melalui traktus
urinarius, IWL (Insesible Water Loss) terjadi melalui paru-paru dan kulit, keringat terjadi
sebagai respon terhadap kondisi yang panas, dan fases berkaisar antara 100- 200 ml per hari
yang diatur melalui mekanisme reabsorsi di dalam mukosa
2.1.8 Penerapan Kebutuhan Dasar Manusia dalam Praktik Keperawatan Pengetahuan
kebutuhan dasar manusia dapat membantu perawat dalam bebagai hal yaitu , membantu
perawat dalam memahami dirinya sendiri untuk mencapai kebutuhan personal diluar sistem
pasien, memahami kebutuhan dasar manusia perawat dapat memahami perilaku orang lain
dengan lebih baik,pengetahuan tentang kebutuhan dasar manusia dapat memberi kerangka
kerja untuk diaplikasikan dalam proses keperawatan, dan perawat dapat menggunakan
pengetahuan kebutuhan manusia untuk membantu seseorang untuk tumbuh dan kembang
(Mahyar et al, 2010).

2.2 Konsep Dasar Ilmu Penyakit Dalam 2.2.1 Definisi Jantung Salah satu dari penyakit dalam
adalah penyakit jantung koroner. Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut,
berongga dan dengan basisnya diatas dan puncaknya dibawah. Apex-nya (puncak) miring
kesebalh kiri. Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung
dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kana dan kiri serta
ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12cm, lebar 8-9cm serta tebal
kira-kira 6cm. berat jantung sekitar 200 sampai 425gram dan sedikit lebih besar dan kepalan
tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung
memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung terletak
diantara kedua paru-paru dan berada ditengah dada, bertumpu pada diaphragm thoracis dan
berada kira-kira 5cm diatas processus ximphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi
cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 2cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan
caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1cm dari tepi lateral
sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra
ditepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang sintercostali 5, kira-kira 9cm di kiri
linea medioclavicularis (Naga,2014).

2.2.2 Fungsi Jantung Fungsi jantung kiri adalah untuk mempompa darah bersih yang kaya
oksigen atau zat asam keseluruh tubuh. Sedangkan fungsi jantung kana adalah menampung
darah kotor yang rendah oksigen, kaya karbondioksida atau zat asam arang, yang kemudian
dialirkan ke seruluh paru-paru (Naga,2014).

2.2.3 Definisi Penyakit Jantung Koroner (PJK) Penyakit jantung koroner (PJK) adalah
sesuatu penyakit pada jantung yang terjadi adanya kelainan pada pembulih koroner (yaitu
sepasang pembuluh nadi cabang pertama aorta yang mengantarkan zat-zat makanan yang
dibutuh dari jaringan dinding. Kelainan pembuluh darah koroner ini berupa penyempitan
darah sebagai akibat dari proses atherosclecis yaitu pengerasan dinding pembulluh darah
karena penimbuhan lemak yang berlebihan (Sumiati et all, 2012).

2.2.4 Patofisiologi PJK Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh
plak pada pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya disebabkan
peningkatan kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk
pada dinding arteri sehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah.
Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh penumpukan lemak disertai
klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya
berupa plak fibrosa pembuluh darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi dan
pendaeahan di bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot darah. Pada akhirnya,
dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan jantung (Satito,2016). Pada umumnya
PJK juga merupakan ketidakseimbangan antara penyedian dan kebutuhan oksigen
miokardium. Penyedian oksigen miokardium bisa menurun atau kebutuhan oksigen
miokardium bisa meningkat melebihi batas cadangan perfusi koroner peningkatan kebutuhan
oksigen miokardium harus dipenuhi dengan peningkatan aliran darah. gangguan suplai darah
arteri koroner dianggap berbahaya bila terjadi penyumbatan sebesar 70% atau lebih pada
pangkal atau cabang utama arteri koroner. Penyempitan

2.2.5 Faktor Resiko Menurut sumiati (2014) adapun faktor resiko yang tidak dapat dirumah
dari PJK adalah

1. Umur atau usia

2. Jenis kelamin

3. Riwayat keluarga atau genetik Adapun faktor resiko PJK yang dapat diubah atau
dikendalika adalah

1. Hipertensi atau darah tinggi

2. Penyakit diabetes mellitus atau kencing manis

3. Merokok

4. Kolestrol atau kadar lemak dalam darah lebih dari normal

5. Kegemukan
6. Stress, dan

7. Kurangnya katifitas fisik

2.2.6 Tanda Tanda Gelaja PJK Adapun tanda dan gejala penyakit jantung koroner menurut
(Sumiati,2012): 1. Angina pectoris 2. Infark miocart akut (serangan jantung) 3. Aritima 4.
Payah jantung 5. Kematian mendadak

2.2.7 Anggapan Yang Salah Tentang PJK Banyak masyarakarat yang beranggapan salah
tentang penyakit jantung koroner diantaranya penyakit jantung hanya terjadi pada orang yang
gemuk, penyakit jantung tidak bias pada anaka atau anak muda, wanita terbatas dari penyakit
jantung, penyakit jantung hanya satu macam, jantungnya sehat tidak mungkin bias sakit
jantung, tidak ada hubungannya dengan serangan stroke, penyakit jantung merupakan
penyakit keturunan, penyakit jantung tidak dapat dicegah, terkena penyakit jantung karena
sering dikaget-kagetin, dan penyakit jantung sering mengkonsumsi menu jantung pisang
(Jota, 2008).

2.2.8 Upanya Yang Dilakukan Dalam Penanganan PJK Menurut jota (2008) upaya yang perlu
dilakukan untuk mencegah dan mengatasi PJK adalah:

1. Olah raga Olah raga secara teratur sangat efektif untuk membantu mengatasi stress karena
olah raga akan mempelancarkan peredaran darah dan membuka jantung untuk menerima
lebih banyak oksigen. 2. Makan makanan dengan seimbang Perencanaan makanan harus
mengikti 3J (jumlah: kalori sesuai kebutuhan, jadwal: makan harus dengan baik, jenis:
komponen karohidrat protein dan lemak seimbang dan nutrisi spesifik terpenuhi) 3. Hindari
merokok Kebiasaan merokok adalah kebiasaan buruk terbesar yangterdapat pada masyarakat.
Cara berhenti merokok meliputi mengambil semua rokok dalam manapun lalu diremas
semuanya lalu membuang ditempat sampah atau dibakar, bila harus melakukan sesuatu yang
lain untuk mengalihkan pikiran dari merokok maka kunyahlah permen karet berkalori rendah
atau lebih baik lagi potongan wortel atau seledri. Jangan putus asa dalam melakukan
berhentinya merokok. Carilah hobi baru atau teman baru, dan hindari tempattempat yang
penuh asap rokok dan selalu waspada. 4. Hindari kegemukan Obesitas merupakan dimana
berat badan melebihi 20% dari berat badan ideal. Obesitas akan menambah beban kerja
jantung. Keadaan ini akan

6. Pelihara tekana darah Tekanan darah tinggi merupakan suatu keaadan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekana darah diatas normal yang mengakibatkan angka kesakitan dan
angka kematian. Adapun beberapa jenis tumbuhan obat dan bahan alami yang dapat
digunakan untuk mencegah dan mengatasi PJK adalah daun dewa (gynura segetum),
mengkudu, bawang putih, bawang Bombay, jamur kuping hitam, rumput laut, terong ungu,
jantung pisang, bunga mawar, dan siantan (ixora stricta roxb)

Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasca Stroke Non Hemoragik 1. Pengertian Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara mudah,
bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
baik secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat
(Widuri, 2010). Mobilitas adalah proses yang kompleks yang membutuhkan adanya
koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem saraf (P. Potter, 2010) Mobilisasi adalah
suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas (Kozier, 2010). Jadi
mobilitas atau mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. 2. Pengertian
Gangguan Mobilitas Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan di mana
seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
(aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas, dan sebagainya (Widuri, 2010). Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah
keterbatasan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
(Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015). 9 Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi)
didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu
kedaaan dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan
fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara
lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari
atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan
fungsi motorik, klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal
(seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunter, atau gangguan fungsi motorik
dan rangka (Kozier, Erb, & Snyder, 2010). 3. Jenis Mobilitas a. Mobilitas penuh merupakan
kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang. b.
Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada area tubuhnya. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1)
Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampun individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang. 10 2) Mobilitas
sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel,
contohnya terjadi hemiplegia karena stroke, parapelgia karena cedera tulang belakang,
poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik (Widuri, 2010). 4. Jenis
Imobilitas a. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak
dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan. b. Imobilitas intelektual,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien
yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit. c. Imobilitas emosional, keadan ketika
seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba
dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah
amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan
sesuatu yang paling dicintai. d. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakit sehingga dapat memengaruhi
perannya dalam kehidupan social (Widuri, 2010). 11 5. Etiologi Faktor penyebab terjadinya
gangguan mobilitas fisik yaitu : a. Penurunan kendali otot b. Penurunan kekuatan otot c.
Kekakuan sendi d. Kontraktur e. Gangguan muskuloskletal f. Gangguan neuromuskular g.
Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017) 6. Tanda dan Gejala
Gangguan Mobilitas Fisik Adapun tanda gejala pada gangguan mobilitas fisik yaitu : a.
Gejala dan Tanda Mayor 1) Subjektif a) Mengeluh sulit menggerakkan ektremitas 2) Objektif
a) Kekuatan otot menurun b) Rentang gerak (ROM) menurun. b. Gejala dan Tanda Minor 1)
Subjektif a) Nyeri saat bergerak b) Enggan melakukan pergerakan c) Merasa cemas saat
bergerak 2) Objektif a) Sendi kaku 12 b) Gerakan tidak terkoordinasi c) Gerak terbatas d)
Fisik lemah (Tim Pokja DPP PPNI, 2017). 7. Dampak Gangguan Mobilitas Fisik Imobilitas
dalam tubuh dapat memengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan pada metabolisme tubuh,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi
gastrointestinal, perubahan sistem pernafasan, perubahan kardiovaskular, perubahan sistem
muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan kecil), dan
perubahan perilaku (Widuri, 2010). a. Perubahan Metabolisme Secara umum imobilitas dapat
mengganggu metabolisme secara normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya
kecepatan metabolisme dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal
metabolism rate ( BMR ) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel
tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan metabolisme
imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat.
Keadaan ini dapat berisiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas dapat
juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan pengingkatan nitrogen. Hal tersebut dapat
ditemukan pada pasien yang mengalami imobilitas pada hari kelima dan keenam. Beberapa
dampak perubahan metabolisme, di antaranya adalah pengurangan jumlah metablisme, atropi
kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, deminetralisasi
tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal. 13 b.
Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
sebagai dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di
samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular ke interstisial dapat
menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Imobilitas
juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang akibat menurunnya aktivitas otot, sedangkan
meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan reabsorbsi kalium. c. Gangguan
Pengubahan Zat Gizi Terjadinya gangguan zat gizi disebabkan oleh menurunnya pemasukan
protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun, di mana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam
jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme. d. Gangguan Fungsi
Gastrointestinal Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini
disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga
penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan, seperti perut kembung,
mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi. e. Perubahan
Sistem Pernapasan Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot
yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya 14 penurunan kadar
haemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga
mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang
meningkat oleh permukaan paru. f. Perubahan Kardiovaskular Perubahan sistem
kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat berapa hipotensi ortostatik, meningkatnya
kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat
disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan lama,
refleks neurovaskular akan menurun dan menyebabkan vasokontrriksi, kemudian darah
terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat terhambat.
Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan karena imobilitas dengan posisi horizontal.
Dalam keadaan normal, darah yang terkumpul pada ekstermitas bawah bergerak dan
meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan
kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan oleh vena statsi yang merupakan hasil
penurunan kontrasi muskular sehingga meningkatkan arus balik vena. g. Perubahan Sistem
Muskuloskeletal Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak dari
imobilitas adalah sebagai berkut: 1) Gangguan Muskular Menurunnya massa otot sebagai
dampak imobilitas dapat menyebabkan turunya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya
fungsi kapasitas otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa
otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah 15
dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah
atau lesu. 2) Gangguan Skeletal Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan
skletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur
merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan
atropi dan memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam
kedudukan yang tidak berfungsi. h. Perubahan Sistem Integumen Perubahan sistem
integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunannya sirkulasi
darah akibat imobilitas dan terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan
adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke
jaringan. i. Perubahan Eliminasi Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine
yang mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga
aliran darah renal dan urine berkurang. j. Perubahan Perilaku Perubahan perilaku sebagai
akibat imobilitas, antara lain lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional
tinggi, depresi, perubahan siklus tidur dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya
perubahan perilaku tersebut merupakan dampk imobilitas karena selama proses imobilitas
seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain (Widuri,
2010). 16 8. Manifestasi Klinis a. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah
perubahan pada: 1) Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium. 2)
Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan
pembentukan thrombus. 3) Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea
setelah beraktifitas. 4) Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan
kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi). 5) Eliminasi urin seperti stasis urin
meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal. 6) Integument seperti ulkus
dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan. 7) Neurosensori: sensori deprivation
(Asmadi, 2008). 9. Komplikasi Pada stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik
jika tidak ditangani dapat menyebabkan masalah, diantaranya: a. Pembekuan darah Mudah
terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan, pembengkaan selain itu
juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri
yang mengalir ke paru. 17 b. Dekubitus Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul,
pantat, sendi kaki dan tumit bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. c. Pneumonia
Pasien stroke non hemoragik tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan pneumonia. d.
Atrofi dan kekakuan sendi Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi
Komplikasi lainnya yaitu: a) Disritmia b) Peningkatan tekanan intra cranial c) Kontraktur d)
Gagal nafas e) Kematian (saferi wijaya, 2013). 10. Gangguan Pemenuhan Mobilitas Fisik
Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Gangguan pemenuhan mobilitas fisik pada stroke non
hemoragik disebabkan oleh kerusakan pada beberapa sistem saraf pusat meregulasi gerakan
volunter yang menyebabkan gangguan kesejajaran tubuh, keseimbangan, dan mobilisasi.
Iskemia akibat stroke dapat merusak serebelum atau strip motoric pada korteks serebral.
Kerusakan pada serebelum menyebabkan masalah pada keseimbangan dan gangguan motorik
yang dihubungkan langsung dengan jumlah kerusakan strip motorik. Misalnya seseorang
dengan hemoragi serebral sisi kanan 18 disertai nekrosis telah merusak strip motorik kanan
yang menyebabkan hemiplegia sisi kiri (P. Potter, 2010). 11. Penatalaksanaan Mobilitas Fisik
Dengan Latihan Range Of Motion (ROM) Range of motion atau ROM merupakan latihan
gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien
menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun
pasif. Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan
atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal
dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2006). Latihan
ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat pada setiap-
setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak
dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total.
Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal.
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan
otot-ototnya secara aktif . Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di seluruh
tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif (Suratun, 2008).
Gerakan Range of Motion (ROM) pada sendi di seluruh tubuh yaitu : 19 Tabel 1 Gerakan
Range of Motion (ROM ) 1 2 3 Leher Gerakan Penjelasan Rentang Fleksi Menggerakkan
dagu menempel ke dada. Rentang 45° Ekstensi Mengembalikan kepala keposisi tegak.
Rentang 45° Hyperekstensi Menekuk kepala kebelakang sejauh mungkin. Rentang 40-45°
Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh mungkin kearah setiap bahu. Rentang 40-45°
Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler. Rentang 45° Bahu Ekstensi
Mengembalikan lengan keposisi di samping tubuh. Rentang 180° Hiperekstensi
Menggerakkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus. Rentang 45-60° Abduksi
Menaikkan lengan posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala.
Rentang 180° Adduksi Menurunkan lengan kesamping dan menyilang tubuh sejauh mungkin
Rentang 320° Rotasi dalam Dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan lengan
sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang. Rentang 90° Fleksi Menaikkan lengan
dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di Rentang 180° 20 1 2 3 atas kepala. Rotasi
luar Dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala.
Rentang 90° Sirkumduksi Menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh. Rentang 360° Siku
Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak kedepan sendi bahu dan tangan
sejajar bahu. Rentang 150° Ekstensi Meluruskan siku menurunkan tangan. Rentang 150°
Lengan Bawah Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan
menghadap keatas. Rentang 70-90° Pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke bawah. Rentang 70-90° Pergelangan Tangan Fleksi Menggerakkan telapak
tangan kesisi bagian dalam lengan bawah. Rentang 80-90° Ekstensi Menggerakkan jari – jari
tangan sehingga jari – jari, tangan, lengan bawah berada dalam arah yang sama. Rentang 80-
90° Hiperkesktensi Membawa permukaan tangan dorsal kebelakang sejauh mungkin.
Rentang 89-90° Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari. Rentang 30° 21 1 2
3 Jari – Jari Tangan Fleksi Membuat genggaman. Rentang 90° Ekstensi Meluruskan jari – jari
tangan kebelakang sejuh mungkin. Rentang 90° Hiperekstensi Meregangkan jari – jari tangan
kebelakang sejauh mungkin. Rentang 30-60° Abduksi Meregangkan jari – jari tangan yang
satu dengan yang lain. Rentang 30° Adduksi Merapatkan kembali jari – jari tangan Rentang
30° Ibu Jari Fleksi Menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan. Rentang 90°
Ekstensi Menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan. Rentang 90° Abduksi
Menjauhkan ibu jari kedepan tangan. Rentang 30° Adduksi Menggerakkan ibu jari ke depan
tangan. Rentang 30° Oposisi Menyentuh ibu jari ke setiap jari – jari tangan pada tangan yang
sama. Panggul Ekstensi Menggerakkan kembali kesamping tungkai yang lain. Rentang 90-
120° Hiperekstensi Menggerakkan tungkai kebelakang tubuh. Rentang 30-50° Abduksi
Menggerakkan tungkai kesamping tubuh. Rentang 30-50° Adduksi Menggerakkan tungkai
kembali keposisi media dan melebihi jika mungkin. Rentang 30-50° 22 1 2 3 Rotasi dalam
Memutar kaki dan tungkai kearah tungkai lain. Rentang 90° Rotasi luar Memutar kaki dan
tungkai menjauhi tungkai lain. Rentang 90° Sirkumduksi Menggerakkan tungkai melingkar. -
Lutut Fleksi Merakkan tumit kearah belakang paha. Rentang 120-130° Ekstensi
Mengembalikan tungkai kelantai. Rentang 120-130° Mata Kaki Dorsi fleksi Menggerakkan
kaki sehingga jari – jari kaki menekuk keatas. Rentang 20-30° Plantar fleksi Menggerakkan
kaki sehingga jari – jari kaki menekuk ke bawah. Rentang 45-50° Inversi Memutar telapak
kaki kesamping dalam. Rentang 10° Eversi Memutar telapak kaki kesamping luar Rentang
10° Jari – Jari Kaki Fleksi Menekukkan jari- jari ke bawah. Rentang 30-60° Ekstensi
Meluruskan jari – jari kaki. Rentang 30-60° Sumber : Potter & Perry, Fundamental
Keperawatan, 2006 23 B. Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik dengan Gangguan
Mobilitas Fisik 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian adalah bagian dari setiap aktifitas
yang dilakukan oleh perawat dengan dan untuk pasien (Atkinson, 2008). Pengkajian adalah
pengumpulan, pengaturan, validasi dan dokumentasi data (informasi) yang sistematis dan
bersinambungan (Kozier et al., 2010). Pada tahap ini, perawat wajib melakukan pengkajian
atas permasalahan yang ada. Yaitu tahapan di mana seorang perawat harus menggali
informasi secara terus menerus dari pasien maupun anggota keluarga yang dibina (Murwani,
Setyowati, & Riwidikdo, 2008). Menurut Bakri (2016) dalam proses pengkajian dibutuhkan
pendekatan agar pasien dan keluarga dapat secara terbuka memberikan data-data yang
dibutuhkan. Pendekatan yang digunakan dapat disesuikan dengan kondisi pasien dan sosial
budayanya. Selain itu, diperlukan metode yang tepat bagi perawat untuk mendapatkan data
pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan pasien. a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah proses pengumpulan informasi tentang status kesehatan klien.
Proses ini harus sistematis dan kontinu untuk mencegah kehilangan data yang signifikan dan
menggambarkan perubahan status kesehatan klien (Kozier et al., 2010). Metode
pengumpulan data yang utama adalah observasi, wawancara, dan pemeriksaan. 24 1)
Observasi Observasi adalah pengumpulan data dengan menggunakan indra. Observasi adalah
keterampilan yang disadari dan disengaja yang dikembangkan melalui upaya dan dengan
pendekatan yang terorganisasi. Walaupun perawat melakukan observasi, terutama melalui
penglihatan, sebagian besar indra dilibatkan selama observasi yang cermat. 2) Wawancara
Wawancara adalah komunikasi yang direncanakan perbincangan dengan suatu tujuan,
misalnya, mendapatkan atau memberikan informasi, mengidentifikasi masalah keprihatinan
bersama, mengevaluasi perubahan, mengajarkan, memberikan dukungan, atau memberikan
konseling atau terapi. Salah satu contoh wawancara, yaitu riwayat kesehatan keperawatan,
yang merupakan bagian pengkajian keperawatan saat masuk rumah sakit . 3) Pemeriksaan
Pemeriksaan menjadi hal yang harus dilakukan selanjutnya. Pemeriksaan merupakan suatu
proses inspeksi tubuh dan sistem tubuh untuk menentukan ada atau tidaknya penyakit.
Pemeriksaan dapat berupa pemeriksaan fisik, laboratorium atau rontgen. Pemeriksaan fiik
terdiri dari empat prosedur yang digunakan yaitu inspeksi, palpasi dan auskultasi
pemeriksaan fisik dalat dilakukan secara head to toe, pemeriksaan laboratorium secerti
urinalisis, pemeriksaan darah dan kultur, selanjutnya yaitu pemeriksaan hasil rotgen yang
merupakan visualisasi bagian tubuh dan fungsinya. Setelah dilakukan pengumpulan data,
maka akan mendapatkan data yang diinginkan. Terdapat dua tipe data pada saat pengkajian
yaitu data subjektif dan 25 data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari
pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak
dapat ditentukan oleh perawat secara independen, tetapi melalui suatu interaksi atau
komunikasi. Data subjektif sering didapatkan dari riwayat keperawatan termasuk persepsi
pasien, perasaan, dan ide tentang status kesehatannya. Informasi yang diberikan sumber
lainnya, misalnya dari keluarga, konsultan, dan tenaga kesehatan lainnya juga dapat sebagai
data subjektif jika didasarkan pada pendapat pasien (Arif Muttaqin, 2010). Sedangkan data
objetif adalah data yang diobservasi dan diukur. Informasi tersebut biasanya diperoleh
melalui “sense”: 2S (sight atau pengelihatan dan smell atau penciuman) dan HT (hearing atau
pendengaran dan touch atau taste ) selama pemeriksaan fisik (Arif Muttaqin, 2010).
Pengumpulan data menurut Muttaqin meliputi: 1) Anamnesis Wawancara atau anamnesis
dalam pengkajian keperawatan merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat karena 80%
diagnosis masalah pasien dapat ditegakkan dari anamnesis. Pengkajian dengan melakukan
anamnesis atau wawancara untuk menggali masalah keperawatan lainnya yang dilaksanakan
perawat adalah mengkaji riwayat kesehatan pasien. Dalam wawancara awal, perawat
berusaha memperoleh gambaran umum status kesehatan pasien. Perawat memperoleh data
subjektif dari pasien mengenai awitan masalhnya dan bagimana penangan yang sudah
dilakukan. Persepsi dan harapan pasien sehubungan dengan masalah kesehatan dapat
memengaruhi perbaikan kesehatan (Arif Muttaqin, 2010). 26 a) Informasi Biografi Informasi
biografi meliputi tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, usia, status pekerjaan, status
perkawinan, nama anggota keluarga terdekat atau orang terdekat lainnya, agama, dan sumber
asuransi kesehatan. Usia pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan baik pasien secara
fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui
hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat
pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien masalah atau penyakitnya (Arief
Muttaqin, 2014) b) Keluhan Utama Pengkajian anamnesis keluhan utama didapat dengan
menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan pasien sampai perlu pertolongan
(Arif Muttaqin, 2010). Setiap keluhan utama harus ditanyakan sedetil-setilnya kepada pasien
dan semuanya dituliskan pada riwayat penyakit sekarang. Pada umunya, beberapa hal yang
harus diungkapkan pada setiap gejala adalah lama timbulnya (surasi), lokasi penjalarannya.
Pasien diminta untuk menjelaskan keluhan-keluhannya dari gejala awal sampai sekarang
(Arif Muttaqin, 2010). (1) Riwayat kesehatan dahulu Perawat menanyakan tentang penyakit-
penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Menurut (Arif Muttaqin, 2010) hal-hal yang perlu
dikaji meliputi: (a) Pengobatan yang lalu dan riwayat alergi. Ada beberapa obat yang
diminum oleh pasien pada masa lalu yang masih relevan, seperti pemakaian obat
kortikosteroid. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Selain itu juga harus
menanyakan alergi obat dan reaksi alergi seperti apa yang timbul. 27 (b) Riwayat keluarga.
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga. Apabila ada
anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan. Hal ini
ditanyakan karena banyak penyakit menurun dalam keluarga. (c) Riwayat pekerjaan dan
kebiasaan Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Seperti kebiasaan
sosial, kebiasaan merokok dan sebagainya yang memengaruhi kesehatan. (d) Status
perkawinan dan kondisi kehidupan. Tanyakan mengenai status perkawinan pasien dan
tanyakan dengan hatihati menganai kepuasan dari kehidupannya yang sekarang. Tanyakan
mengenai kondisi kesehatan pasangannya dan setiap anak-anaknya. Pertanyaan mengenai
rencana kehidupan pasien adalah penting terutama untuk penyakit kronis, di mana pasien
harus mengetahui bantuan sosial apa yang tersedia dan apakah pasien dapat mengaturnya di
rumah (misalnya beberapa langkah yang dibutuhkan untuk mecapai rumah). Setiap
pengkajian riwayat harus dapat diadaptasikan sesuai kebutuhan unik seorang pasien. Setiap
pola merupakan suatu rangkaian perilaku yang membantu perawat mengumpulkan,
mengorganiasikan, dan memilah-milah data (P. A. Potter, 1996). Adapun pola-pola
fungsional gordon terdiri dari : a) Persepsi-kesehatan-pola manajemen-kesehatan
Menggambarkan pola pemahaman pasien dan keluarga tentang kesehtaan dan kesejahteraan
dan bagaimana kesehatan mereka diatur. 28 b) Pola metabolic - nutrisi Menggambarkan
konsumsi relative terhadap kebuthan metabolic dan suplai gizi, meliputi pola konsumsi
makanan dan cairan, keadaan kulit, rambut, kuku, dan membrane mukosa, suhu tubuh, tinggi
dan berat badan. c) Pola eliminasi Menggambarkan pola ekskresi (usus besar, kandung
kemih, dan kulit), termasuk pola individu sehari-hari, perubahan atau gangguan, dan
metabolisme yang digunakan untuk menggalikan ekskresi. d) Pola aktivitas - olahraga
Menggambarkan pola olahraga, aktivitas, pengisian waktu senggang, dan rekreasi, termasuk
aktivitas kehidupan sehari-hari, tipe dan kualitas olahraga, dan faktor-faktor yang
memengaruhi pola aktivitas (seperti otot-saraf, respirasi, dan sirkulasi). e) Pola tidur -
istirahat Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan relaksasi dan setiap bantuan untuk
merubah pola tersebut f) Pola persepsi - kognitif Mengambarkan pola persepsi-sensori dan
pola kognitif, meliputi keadekuatan bentuk sensori (pengelihatan, pendengaran, perabaan,
pengecapan, dan penghidu). g) Pola persepsi-diri-konsep-diri Menggambarkan bagaimana
seseorang memandang dirinya sendiri, kemampuan mereka, gambaran diri, dan perasaan. 29
h) Pola hubungan peran Menggambarkan pola keterikatan peran dengan hubungan meliputi
persepsi terhadap peran utama dan tanggung jawab dalam situasi kehidupan saat ini. i) Pola
reproduksi - seksualitas Menggambarkan kepuasan atau ketidakpuasan dalam seksualitas,
termasuk status reproduksi wanita. j) Pola koping - toleransi stress Menggambarkan pola
koping umum, dan keefektifan keterampilan koping dalam mentoleransi stress. k) Pola nilai -
kepercayaan Menggambarkan pola nilai, tujuan atau kepercayaan (termasuk kepercayaan
spiritual) yang mengarahkan pilihan keputusan gaya hidup (Gordon 1987 dalam Potter,
1996). 2) Pemeriksaan fisik Menurut Muttaqin (2010) pemeriksaan fisik dengan pendekatan
per sistem dimulai dari kepala ke ujung kaki atau head to toe dapat lebih mudah dilakukan
pada kondisi klinik. Pada pemeriksaan fisik diperlukan empat modalitas dasar yang
digunakan yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Setelah pemeriksaan fisik terdapat
pemeriksaan tambahan mengenai pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengkaji
tingkat kesehatan umum seseorang dan pengukuran tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu,
respirasi, nadi) (P. A. Potter, 1996). 30 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan
merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons pasien terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Tujuan
diagnosis keperawatan adalah untuk mengidentifikasi respons pasien individu, keluarga,
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien stroke non hemoragik yaitu gangguan
mobilitas fisik berhubungan penurnan kekuatan otot ditandai dengan mengeluh susah
menggerakkan ekstermitas, rentang gerak (ROM) menurun. (Tim Pokja DPP PPNI, 2016).
Adapun diagnosa yang mungkin muncul pada pasien stroke non hemoragik: a. Gangguan
menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nerfus vagus atau hilangnya refluks muntah
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi nerfus hipoglosus. c. Nyeri
akut d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangan keseimbangan
dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak. e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan
gejala sisa stroke f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/hemiplegia,
penurunan mobilitas. g. Resiko jatuh berhubungan dengan perubahan ketajaman penglihatan
31 h. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot facial/oral i.
Resiko ketidakefektifakn perfusi jaringan otak berhubungan dnegan penurunan aliran darah
ke otak (aterosklerosis, embolisme) (Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015). 3. Intervensi
Keperawatan Rencana keperawatan merupakan fase dari proses keperawatan yang penuh
pertimbangan dan sistematis serta mencakup pembuatan keputusan untuk menyelesaikan
masalah (Kozier et al., 2010). Menurut McCloskey & Bulecheck (2000), intervensi
keperawatan adalah setiap tindakan berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan, yang
perawat lakukan untuk meningkatkan hasil pada pasien (Kozier et al., 2010). Berikut
merupakan intervensi dari stroke non hemoragik: Tabel 2 Intervensi Keperawatan Stroke Non
Hemoragik 1 2 3 4 No. Diagnosa Tujuan Intervensi 1 Gangguan menelan Batasan
karakteristik: 1. Gangguan fase esofagus 2. Abnormalitas pada fase esofagus pada
pemeriksaan menelan NOC 1. Pencegahan aspirasi 2. Status menelan : tindakan pribadi untuk
mencegah pengeluaran cairan dan partikel padat ke dalam paru 3. Status menelan : fase
esofagus: penyaluran cairan atau partikel NIC Aspiration precaution 1. Memantau tingakat
kesadaran, refleks batuk, refleks muntah, dan kemampuan menelan 2. Monitor status paru
menjaga atau mempertahankan jalan nafas 32 1 2 3 4 3. Pernafasan bau asam 4. Bruksisme 5.
Nyeri epigastrik, nyeri ulu hati 6. Menolak makan 7. Hematemesis 8. Hiperekstensi kepala
(misalnya membukuk pada saat atau setelah makan) 9. Bangun malam karena mimpi buruk
10.Batuk malam hari 11.Terlihat bukti kesulitan menelan (misalnya statis makanan pada
rongga mulut, batuk/tersedak) Faktor yang berhubungan: 1. Akalsia padat dari faring ke
lambung 4. Status menelan: fase oral : persiapan, penahanan, dan pergerakan cairan atau
partikel padat ke arah posterior mulut. 5. Status menelan : fase faring: penyaluran cairan atau
partikel padat dari mulut ke esofagus Kriteria Hasil: 1. Dapat mempertahankan makanan
dalam mulut 2. Kemampuan menelan adekuat 3. Pengirim bolus ke hipofaring selaras dengan
refleks menelan 4. Kemampuan untuk mengosongkan rongga mulut 5. Mampu mengontrol
mual muntah 6. Imobilisasi konsekuensi : fisiologis 3. Posisi tegak 90 derajat atau sejauh
mungkin 4. Jauhan manset trakea meningkat 5. Menyuapkan makanan dalam jumlah kecil 6.
Hindari makan, jika residu tinggi tempat “pewarna” dalam tabung pengisi NG 7. Penawaran
makanan atau caiaran yang dapat dibentuk menjadi bolus sebelum menelan 8. Potong
makanan menjadi potonganpotongan kecil 33 1 2 3 4 2. Defek anatomi didapat 3. Paralisis
serebral 4. Gangguan saraf kranial 5. Keterlambatan perkembangan 6. Abnormalitas
orofaring 7. Prematuritas 8. Trauma, cedera kepala traumatik 2 Ketidakseimbang an Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh Batasan karakteristik: 1. Ketidak mampuan memakan makanan
2. Tonus otot menurun 3. Mengeluh gangguan sensasi rasa 4. Kelemahan otot NOC 1.
Nutritional status : food and fluid 2. Intake 3. Nutritional status: nutrient intake 4. Weight
control Kriteria hasil: 1. Adanya peningkatan berat badan 2. Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak adan tandaNIC Nutrition
Management 1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalor dan nutrisi yang dibutuhkan pasien 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake Fe 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C 5. Berikan substansi
gula 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tingg serat untuk 34 1 2 3 4 pengunyah 5.
Kelemahan otot untuk menelan Faktor-faktor yang berhubungan 1. Faktor biologis 2. Faktor
ekonomi 3. Ketidakmamp uan untuk mengabsorbsi nutrien 4. Ketidak mampuan untuk
mencerna makanan 5. Ketidak mampuan menelan makanan 6. Faktor psikologis tanda
malnutrisi 5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecap dari menelan 6. Tidak terjadi
penurunan berat badan yang berarti mencegah konstipasi 7. Berikan makanan yang terpilih
( yang sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10.Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi 11.Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas normal 2. Monitor adanya penurunan berat
badan 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4. Monitor interaksi anak
atau orang tua selama makan 5. Monitor lingkungan selama makan 6. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak 35 1 2 3 4 selama jam makan 7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi 8. Monitor turgor kulit 9. Monitor mual dan muntah 10. Monitor kadar albumin,
total protein,Hb dan kadar Ht 11. Monitor pertumbungan dan perkembangan 12. Monitor
pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva 13. Monitor kalori dan intae nutrisi
14. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. 15. Catat jika
lidah berwarna magenta, scarlet. 3 Nyeri akut Batasan karakteristik 1. Perubahan selera
makan 2. Perubahan NOC 1. Pain level 2. Pain control 3. Comfort level Kriteria hasil: 1.
Mampu mengontrol NIC Pain Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, 36 1 2 3 4 tekanan darah 3. Perubahan frekuensi
jantung 4. Perubahan frekuensi pernafasan 5. Laporan isyarat 6. Diaforesis 7. Perilaku
distraksi (misalnya berjalan mondar-mandi mencari orang lain dan atau aktivitas lain,
aktivitas yang berulang 8. Mengekspresi kan perilaku 9. Masker wajah 10.Sikap melindungi
area nyeri 11.Fokus menyempit 12.Indikasi nyeri yang dapat diamati nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri 3. Mampu
mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi
nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan tenik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon 5. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri asa lampau 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan 9. Kurangi faktor 37 1 2 3 4 13.Perubahann posisi
untuk menghindari nyeri 14.Sikap tubuh melindungi 15.Dilatasi pupil 16.Melaporkan nyeri
secara verbal 17.Gangguan tidur Faktor yang berhubungan 1. Agen cedera (misalnya
biologis, kimia, fisik, psikologis) presipitasi nyeri 10.Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan interpersonal) 11.Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi 12.Ajarkan tentang teknik non farmakologi 13.Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri 14.Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 15.Tingkatkan istirahat
16.Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 4.
Gangguan mobilitas fisik Batasan Karakteristik: 1.Kesulitan membolak balik posisi
2.Perubahan cara berjalan 3.Keterbatasan kemampuan NOC: 1. Joint Movement : Active 2.
Mobility level 3. Self care : ADLs 4. Transfer performance Kreteria Hasil : 1. Klien
meningkat dalam aktivitas fisik 2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas NIC : Exercise
therapy : ambulation 1. Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan 38 1 2 3 4 melakukan keterampilan motorik halus 4.Keterbatasan
kemampuan melakukan keterampian motorik kasar 5.Keterbatasan rentang pergerakan sendi
Faktor yang berhubungan 1. Penurunan kendali otot 2. Gangguan neuromoskular 3.
Penurunan kekuatan otot 4. Kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik 5. Keengganan
memulai pergerakan 3. Membervalisasikan perasaan dalam peningkatan kekuatan dan
kemmapuan berpindah 4.Memperagakan penggunaan akat 5.Bantu untuk mobilisasi 3. Bantu
klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera 4. Ajarkan pasien
atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi. 5. Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi 6. Latihan pasien dalam pemenuhan kebutuhan adls secara mandiri sesuai
kemampuan 7. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan adls
8. Berikan alat bantu jika klien memerlukan 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan 5. Defisit perawatan diri Noc : 1. Sefl care status 2. Self
care : dressing 3. Activity tolerance Nic : Self care assistance : dressing / grooming 1. Pantau
tingkat kekuatan 39 1 2 3 4 4. Fatigue level Kriteria hasil: 1. Mampu melakukan tugas fisik
yang paling mendasar dan aktivitas perawatan diri secara mandiri dengan atau tanpa alat
bantu 2. Mampu menganakan pakaian dengan atau tanpa alat bantu 3. Mampu
mempertahankan kebersihan pribadi dan penampilan yang rapih secara mandiri dengan atau
tanpa alat bantu 4. Perawatan diri eliminasi: mampu melakukan aktivitas eliminasi 5. Mampu
duduk dan turun dari kloset 6. Membersihkan diri setelah eliminasi 7. Perawatan diri makan :
kemampuan menyiapkan makan padat atau cairan dan toleransi aktivitas 2. Pantau
peningkatan dan penurunan kemampuan untuk berpakaian dan melakukan perawatan rambut
3. Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri 4. Sediakan
pakaian pasien pada tempat yang mudah di jangkau 5. Dukung kemandirian dalam
berpakaian, berhias, bantu pasien jika diperlukan 6. Perawatan diri eliminasi: Membantu
pasien ke toilet 7. Menyediakan privasi selama eliminasi 8. Perawatan diri makan:
Memonitor pasien kemampuan untuk menelan 9. Identifikasi diet yang diresepkan 10.
Mengatur nampan makanan dan meja 40 1 2 3 4 secara aman dari mulut ke lambung 8.
Mampu makan secara mandiri 9. Perawatan diri mandi : mampu untuk membersihkan tubuh
secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu 10. Mampu untuk mempertahankan kebersihan
dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu 11. Mampu untuk
merawat mulut dan gigi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu 12. Mampu
mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk kamar mandi dan menyediakan
perlengkapan mandi 13. Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh
dan menarik 11. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan 12. Pastikan
posisi pasien yang tepat untuk memfasilitas mengunyah dan menelan 13. Memberikan
bantuan fisik, sesuai kebutuhan 14. Perawatan diri mandi : Menyediakan artikel pribadi yang
diinginkan ( sikat gigi, sabun, sampo, lotion, dan produk aromaterapi) 15. Memfasilitasi
mandi pasien 16. Memantau integritas kulit pasien 17. Menjaga kebersihan ritual 41 1 2 3 4
hygine oral. 6. Resiko kerusakan intagritas kulit NOC 1. Tissue integrity : skin and muccous
2. Membranes 3. Hemodyalis akses Kriteria hasil : 1. Integritas kulit bisa dipertahankan 2.
Perfusi jaringan baik 3. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami NIC: Pressure Management 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
longgar 2. Hindari kerutan pada tempat tidur 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali) 5. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada daerah yang tertekan 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien. 7
Resiko Jatuh Faktor resiko: Fisiologis 1. Gangguan keseimbangan 2. Gangguan mobilitas
fisik NOC 1. Trauma Risk For 2. Injury risk for Kriteria Hasil : 1. Keseimbangan :
kemampuan untuk mempertahankan ekulibrium 2. Gerakan terkoordinasi kemampuan otot
untuk bekerja sama secara volunter untuk NIC Fall prevention 1. Mengidentifikasi defisit
kognitif atau fisik pasien yang dapat meningkatkan potensi jatuhdalam lingkungan tertentu 2.
Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh 42 1 2 3 4 melakukan
gerakan yang bertujuan 3. Perilaku pencegahan jatuh : tindakan individu atau pemberi asuhan
untuk meminimalkan faktor resiko yang dapat memicu jatuh dilingkungan individu 4.
Kejadian jatuh : tidak ada kejadian jatuh 5. pengetahuan : keamanan pribadi. 6. Pelanggaran
perlindungan tingkat kebingungan akut 7. Tingkat agitasi 8. Komunitas pengendalian risiko :
kekerasan 9. Komunitas tingkat kekerasan 10.Gerakan terkoordinasi 11. Kecenderungan 12.
risiko pelarian untuk kawin 13.Kejadian terjun Keparahan cedera fisik 3. Mengidentifikasi
karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi untuk jatuh 4. Sarankan perubhana
dalam gaya berjalan kepada pasien 5. Mendorong pasien untuk menggunakan tongkat atau
alat pembantu berjalan 6. Kunci roda dari kursi roda, tempat tidur atau brankar selama
transfer pasien 7. Tempat artikel mudah dijangkau dari pasien 8. Ajarkan pasien bagaimana
jatuh untuk meminimalkan cedera 43 1 2 3 4 4. Kerusakan komunikasi verbal Batasan
karakteristik 1. Tidak dapat bicara 2. Kesulitan mengekspresik an pikiran secara verbal 3.
Pelo 4. Sulit bicara 5. Bicara dengan kesulitan Faktor yang berhubungan: 1. Perubahan sistem
saraf pusat 2. Penurunan sirkulasi ke otak 3. Hambatan fisik 4. Pelemahan sistem
muskuloskelet NOC 1. Komunikasi ekspresif ( kesulitan bicara) ekspresi pesan verbal dan
atau non verbal yang bermakna 2. Mampu memanajemen kemampuan fisik yang dimiliki 3.
Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan lingkungan sosial NIC 1. Beri satu kalimat
simpel setiap bertemu, jika diperlukan 2. Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi
wicara 3. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi
permintaan 4. Dengarkan dengan penuh perhatian 5. Beri anjuran kepada pasien dan keluarga
tentang penggunaan alat bantu bicara 6. Berikan pujian positif, jika diperlukan 7. Anjurkan
kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi 44 1 2 3 4 al 9 .
Perfusi Perifer Tidak Efektif Batasan Karakteristik: 1. Perubahan fungsi motorik 2.
Perubahan tekanan darah diekstermitas 3. Nyeri ekstermitas Faktor yang berhubungan : 1.
Kurang pengetahuan tetang faktor pemberat (misalnya : merokok, gaya hidup monoton,
trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas). 2. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit.
NOC: 1. Circulation status 2. Tissue perfusion : cerebral Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang ditandai dengan: 1. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan
kemampuan 2. Menunjukkan perhatian, konsentasi dan orientasi 3. Memproses informasi 4.
Membuat keputusan dengan benar 5. Menunjukan fungsi sensori motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan gerakan involunter NIC : Peripheral
Sensastion Management (managemen sensasi perifer) 1. Monitor adanya daerah tertentu yang
hanya peka terhadap panas/ dingin/tajam/tumpulM onitor adanya paretese 2. Instruksikan
keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isis atau laserasi 3. Gunakan sarung tangan
untuk proteksi 4. Batasi gerak pada kepala, leher dan punggung 5. Monitor kemampuan BAB
6. Kolaborasi pemberian analgetik 7. Monitor adanya tromboplebitis 8. Diskusikan mengenai
penyebab perubahan sensasi Sumber : Nurarif, A.H & Hardhi , Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nic Noc, 2015 45 4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi
respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Pada
proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Berdasarkan terminology NIC, implementasi terdiri atas melakukan
dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang
diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Perawat
melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun
dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat
tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier, 2010). 5.
Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan.
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari
evaluasi menentukan menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan,
atau diubah. Evaluasi berjalan kontinu, evaluasi yang dilakukan ketika atau segera setelah
mengimplementasikan program keperawatan memungkinkan perawat segera memodifikasi
intervensi. Evaluasi yang dilakukan pada interval tertentu (misalnya, satu kali seminggu
untuk klien perawatan dirumah) menunjukan tingkat kemajuan untuk mencapai tujuan dan
memungkinkan perawat untuk memperbaiki kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan
sesuai kebutuhan (Kozier, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., Maas, M., Moorhead, S. 2000. Nursing Outcomes Classification Second
Edition. Mosby, Inc : Missouri. McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. 1996. Nursing Intervention
Classification Second Edition. Mosby, Inc : Missouri. North American Nursing Diagnosis
Association. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Prima Medika
Towarto, Wartonal. 2007. Kebutuhan Dasar & Prose Keperawatan. Edisi 3. Salemba Medika:
Jakarta. Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses Keperawatan.
Salemba Medika: Jakarta. Elis J.R, Nowlis E.A. 1985. Nursing a Human Needs Approach.
Third Edition. Houghton Mefflin Company: Boston.

Anda mungkin juga menyukai