Anda di halaman 1dari 59

KODE ETIK PPAT

Dr. Udin Narsudin, SH., M.Hum., SpN


• UDIN NARSUDIN
• S-1 UNPAS BANDUNG
• Spesialis Notariat dan Pertanahan UI
• S-2 Hukum Bisnis UGM
• S-3 Ilmu Hukum UNPAD
• -Notaris dan PPAT Kota Tangsel
• -Ketua MKP IPPAT
• -Anggota MPPP
• -Dosen MKn UNPAS, Dosen MKn UNS SOLO dan Dosen PDIH UKI
• Kewenangan PPAT

PPAT harus berwenang sepanjang


PPAT harus berwenang sepanjang yang mengenai orang-orang untuk
menyangkut akta yang dibuatnya kepentingan siapa akta tersebut
dibuat

KEWENANGAN PPAT

PPAT harus berwenang sepanjang


PPAT harus berwenang sepanjang
mengenai tempat, dimana akta itu
mengenai waktu, kapan akta itu dibuat.
dibuat
Pengantar...
Setiap manusia siapapun dan apapun profesinya membutuhkan perenungan-perenungan
atas moralitas yang terkait dengan profesinya. Dalam konteks inilah lalu timbul suatu
cabang etika yang disebut etika profesi.
Etika profesi sesungguhnya telah menjadi perbincangan klasik, setua dengan kemunculan
sebutan profesi itu sendiri. Tantangan untuk mempelajari etika profesi hukum tentu ada,
khususnya ketika pertimbangan-pertimbangan yang diungkapkan dianggap bertolak
belakang dengan prilaku keseharian yang ditunjukkan oleh penyandang profesi tersebut.
Hal ini memunculkan sinisme yang berlebihan bahwa bebicara tentang etika profesi
hukum tidak lain seperti berdiri di menara gading, tidak membumi, terlalu idealis, sok
moralis, dan sebagainya.
Materi etika profesi hukum ini memang selayaknya diberikan kepada calon penyandang
profesi hukum sedini mungkin.
Frans Magnis Suseno mengatakan etika profesi baru dapat ditegakkan apabila ada 3 (tiga)
ciri moralitas yang utama :
1. berani berbuat dengan bertekad sesuai tuntutan profesi
2. sadar akan kewajibannya
3. memiliki idealisme yang tinggi.
Letak Etika Profesi Hukum
Etika merupakan bagian dari pembahasan filsafat, bahkan merupakan salah satu cabang
filsafat. Cabang filsafat sendiri dikelompokkan pada 3 (tiga) kelompok utama :
1. Ontologi, adalah cabang filsafat yang menyelidiki keberadaan sesuatu, antara lain
metafisika.
2. Epistimologi, adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang asal, syarat, susunan,
metode, dan validitas pengetahuan, pada kelompok ini bisa dimasukkan cabang filsafat,
logika, filsafat ilmu dan metodologi.
3. Aksiologi, adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang hakikat nilai, kriteria, dan
kedudukan suatu nilai. Pada kelompok ini antara lain dapat dimasukkan cabang-cabang
filsafat : Etika dan Estetika.
Jadi etika merupakan salah satu cabang filsafat, tepatnya filsafat tentang nilai atau
aksiologi. Nilai-nilai yang dimaksud disini berkenaan dengan sikap dan prilaku manusia.
Dengan kata lain, etika membicarakan tentang nilai-nilai yang baik bagi manusia sebagai
manusia. Nilai-nilai inilah yang dikenal dengan moral.
Etika profesi Hukum menjadi sangat penting dipelajari dan dilaksanakan, terlepas bahwa
diluar etika profesi pun sudah tersedia ajaran-ajaran moral (contoh ajaran agama) yang
juga mengajarkan kebaikan.
Kehadiran etika profesi diperlukan karena :
1. kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral,
sehingga kita bingung harus mengikuti yang mana.
2. modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai
masyarakat yang akibatnya menantang pandangan-pandangan moral tradisional.
3. adanya berbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup, yang masing-
masing dengan ajarannya sendiri mengajarkan bagaimana manusia harus hidup
4. etika juga diperlukan oleh kaum agama yang disatu pihak diperlukan untuk
menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak mau
berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi
kehidupan masyarakat yang sedang berubah.
Suatu konsep yang terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep
tanggungjawab hukum (liability). Seseorang yang bertanggungjawab secara hukum atas
perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya
bertentangan/berlawanan hukum.
Sanksi dikenakan deliquet, karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut
bertanggungjawab. PPAT merupakan suatu profesi yang dilatar belakangi dengan
keahlian khusus yang ditempuh dalam suatu pendidikan dan pelatihan khusus.
Hal ini menuntut PPAT untuk memiliki pengetahuan yang luas dan tanggung jawab untuk
melayani kepentingan umum.
Pada saat PPAT menjalankan tugasnya, PPAT harus memegang teguh dan menjunjung
tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan terhormat.
Dalam hal tanggungjawab seorang PPAT, mempunyai kewajiban yang sama dengan bidang
pekerjaan-pekerjaan lain yang juga memiliki tanggung jawab (subyek responsibility) dan
subyek kewajiban hukum.
Dalam teori tradisional, ada dua jenis tanggung jawab: pertanggungjawaban berdasarkan
kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawab mutlak (absolut responsibility).
Tanggungjawab mutlak yaitu suatu perbuatan menimbulkan akibat yang dianggap
merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan antara perbuatan
dengan akibatnya. Tiada hubungan antara keadaan jiwa si pelaku dengan akibat dari
perbuatannya.
• Dalam melayani kepentingan umum, PPAT dihadapkan dengan berbagai macam
karakter manusia serta keinginan yang berbeda-beda satu sama lain dari tiap pihak
yang datang kepada PPAT untuk dibuatkan suatu akta berkaitan dengan Hak Atas Tanah
dan HMRS.
• Konsep kewajiban yang dikembangkan disini adalah konsep yang dimaksudkan oleh
teori analitis Austin, argumentasi Austin berdasarkan pada asumsi bahwa sanksi selalu
dikenakan pada deliquent dan tidak di perhatikan kasus dimana sanksi juga dikenakan
kepada individu dalam hubungan hukum tertentu dengan deliquent. Dia tidak
menyadari perbedaan antara diwajibkan (being obligated) dengan bertanggung jawab.
• Profesi PPAT berlandaskan pada nilai moral, sehingga pekerjaannya harus berdasarkan
kewajiban, yaitu ada kemauan baik pada dirinya sendiri, tidak hanya sekedar
bergantung pada tujuan atau hasil yang dicapai. Sikap moral penunjang etika profesi
PPAT adalah bertindak atas dasar tekad, adanya kesadaran berkewajiban untuk
menjunjung tinggi etika profesi, menciptakan idealisme dalam mempraktikan profesi,
yaitu bekerja bukan hanya untuk mencari keuntungan, akan tetapi dilandasi pula
mengabdi kepada sesama.
Kode etik PPAT dalam Praktik
Istilah etik terbentuk dari dua perkataan latin, mores dan ethos yang tergabung sebagai
rangkaian mores of community (kesopanan suatu masyarakat) dan ethos of the people
(akhlak manusia).
Etik dimulai dengan mengintroduksi moral dengan bertanya “what we ought to do”,
bagaimana seharusnya kita hidup dengan baik?
Pertanyaan tsb berlanjut dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik berikutnya,
seperti apa tujuan hidup kita?
Mencari keilmuan, kekayaan atau kebahagiaan ?
Untuk siapa, apakah untuk diri sendiri atau untuk orang banyak ?
Apakah kita cukup berkewajiban dan bertanggung jawab sekarang atau perlu memikirkan
untuk generasi yang akan datang ?
Etika universal tidak dikenal karena terkait pada budaya bangsa, profesi atau jabatan
masing-masing yang tidak lepas dari tempat dan waktu. Jawaban yang diberikan atas
pertanyaan berbobot moralitas dan etis didasarkan pada pilihan dengan ukuran/standar
yang dianggap baik, tidak baik dan patut, tidak patut sesuai dengan tempat dan waktu.
Etika profesi PPAT menyebabkan kita harus menjawab pertanyaan yang tentunya spesifik
seperti apakah kita boleh memasang papan reklame dimana-mana atau bolehkan kita
menawarkan honorarium lebih rendah dari yang telah disetujui bersama?
Masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan dan harus dijawab dengan memakai
acuan baik tidak baik, patut dan tidak patut.
Kode etik dalam arti materiil adalah norma atau peraturan yang praktis, baik tertulis
maupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta pengambilan putusan
hal-hal fundamental dan nilai dan standar perilaku orang yang dinilai baik atau buruk
dalam menjalankan profesinya yang secara mandiri dirumuskan, ditetapkan dan
ditegakkan oleh organisasi profesi.
Didalam dunia ke-PPAT-an, standar etik PPAT telah dijabarkan dalam kode etik PPAT yang
wajib dipatuhi oleh segenap PPAT. Akibat dari pelanggaran terhadap Kode Etik PPAT
adalah mendapatkan sanksi organisasi dan sanksi dari Majelis Pengawas dan Pembina.
Etika jabatan PPAT menyangkut masalah yang berhubungan dengan sikap para PPAT
berdasar nilai dan moral terhadap rekan PPAT, masyarakat dan negara.
Dengan dijiwai pelayanan yang berintikan penghormatan terhadap martabat manusia
pada umumnya dan martabat PPAT pada khususnya, maka ciri pengembanan profesi
PPAT adalah :
1. jujur, mandiri, tidak berpihak dan bertanggung jawab;
2. mengutamakan pengabdian pada kepentingan masyarakat dan negara;
3. tidak mengacu pamrih (dis-interestedness);
4. Rasionalitas yang berarti mengacu kebenaran objektif;
5. spesifitas fungsional, yaitu ahli dibidang ke-PPAT-an; dan
6. solidaritas antara sesama rekan dengan tujuan menjaga kualitas dan martabat profesi.
Kewajiban PPAT terhadap klien:
a. PPAT wajib bersikap tulus ikhlas terhadap klien dan mempergunakan segala sumber
keilmuannya. Apabila ia tidak (cukup) menguasai bidang hukum tertentu dalam
pembuatan akta, ia wajib berkonsultasi dengan rekan lain yang mempunyai keahlian
dalam masalah yang bersangkutan.
b. PPAT wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang masalah klien
arena kepercayaan yang telah diberikan kepadanya, bahkan setelah klien meninggal
dunia.
Landasan Kode Etik PPAT
Kode etik PPAT merupakan kaidah moral yang ditentukan oleh organisasi profesi PPAT,
yaitu IPPAT yang wajib dipatuhi semua anggota perkumpulan yang menjalankan tugas
jabatan PPAT.
Keberadaan Kode Etik PPAT dilandasi oleh sosiopsikologis, landasan moral dan landasan
praktis.
Landasan Sosiopsikologis
Sebagai pengemban profesi, PPAT adalah orang yang memiliki keahlian dan keilmuan
dalam bidang Pertanahan sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang
membutuhkan pelayanan di bidang ke-PPAT-an.
PPAT bertanggung jawab secara pribadi atas mutu pelayanan jasa yang diberikannya.
Antara PPAT sebagai pengemban profesi dan kliennya terjadi hubungan personal antara
subjek yang secara yuridis formal kedudukannya sama.
Walaupun demikian, substansi hubungan antara PPAT dengan klien secara
sosiopsikologikal terdapat ketidakseimbangan karena pada dasarnya klien tidak
mempunyai pilihan lain, kecuali memberikan kepercayaan kepada PPAT dengan harapan
PPAT akan memberikan pelayanan profesionalnya secara bermutu dan bermartabat.
Karena pelayanan yang dilakukan oleh PPAT termasuk pada fungsi kemasyarakatan yang
langsung berkaitan dengan nilai dasar perwujudan martabat manusia di bidang Ke-PPAT-
an, maka sesungguhnya PPAT memerlukan pengawasan dari masyarakat.
Namun, masyarakat tidak memiliki kompetensi teknikal untuk menilai dan melakukan
pengawasan yang efektif terhadap PPAT. Hal ini disebabkan daya jangkau kontrol sosial
tidak dapat mencapai hubungan yang mengandung sifat personal antara PPAT dan klien.
Sehubungan dengan nilai dan kepentingan yang terlibat didalam hubungan PPAT dengan
kliennya, maka pengembanan profesi PPAT menuntut agar dalam melakukan pelayanan
profesionalnya dijiwai sikap tertentu yaitu yang dijiwai etika profesi PPAT.
Landasan Moral
Kehidupan mengandung banyak ketidakpastian. Naluri orang cenderung untuk
mendapatkan jaminan yang mendekati kepastian. Jaminan tersebut, baik berupa benda
maupun orang diminta untuk lebih menghindari ketidakpastian tersebut. Demikian pula
orang menutup asuransi dengan tujuan yang sama.
Oleh karena itu, orang bekerja keras dengan menggunakan segala sarana untuk mencapai
kebahagiaan tersebut yang tentunya ukuran kebahagiaanbagi tiap orang tidak sama.
Dengan segala keterbatasan orang berua kelemahan, khilaf, ataupun keliru terjadilah
penyimpangan atau pelanggaran kaidah hukum dan kaidah sosial yang dapat
menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakstabilan di dalam masyarakat pada umumnya
dan lingkungan profesi pada khususnya.
Untuk memulihkan ketidakstabilan dan ketidaktertiban tersebut perlu adanya kode etik
PPAT dan sarana pendukung yaitu organisasi negara dan organisasi profesi.
Landasan Praktis
Etika profesi PPAT adalah sikap etis sebagai bagian integral dan sikap hidup dalam
menjalani kehidupan dibidang kenotariatan. Hanya PPAT sendiri yang dapat atau paling
mengetahui tentang apakah perilakunya dalam mengemban profesi PPAT memenuhi
tuntunan etika profesinya atau tidak.
Kepatuhan pada etika profesi PPAT sangat tergantung pada akhlak PPAT yang
bersangkutan. Setiap profesi itu mengandung dua aspek, yaitu Profesionalisme dan Etika
Profesi sebagai pedoman moralitas.
Sehingga pada setiap profesi dijumpai technic dan ethic pada profesi. Oleh karena itu
Etika Profesi sangat berperan dalam kehidupan masyarakat dan sekaligus dapat dijadikan
agent of change (perantara perubahan dari perkembangan suatu masyarakat dan
hukumnya).
• KEWAJIBAN
• Baik dalam rangka melaksanakan tugas jabatan (bagi para PPAT serta PPAT Pengganti)
ataupun dalam kehidupan sehari-hari, setiap PPAT diwajibkan untuk:
a. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan PPAT;
b. Senantiasa menjunjung tinggi dasar negara dan hukum yang berlaku serta bertindak
sesuai dengan makna sumpah jabatan, kode etik dan berbahasa Indonesia secara
baik dan benar;
c. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara;
d. Memiliki perilaku profesional dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional,
khususnya di bidang hukum;
e. Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur, dan tidak berpihak;
• LARANGAN
• Setiap PPAT, baik dalam rangka melaksanakan tugas jabatan maupun dalam kehidupan
sehari-hari, dilarang :
• A. Membuka/mempunyai kantor cabang atau kantor perwakilan;
• B. secara langsung mengikut-sertakan atau menggunakan perantara-perantara dengan
mendasarkan pada kondisi-kondisi tertentu;
• C. mempergunakan mass media yang bersifat promosi;
• D. melakukan tindakan-tindakan yang pada hakekatnya mengiklankan diri antara lain
tetapi tidak terbatas pada tindakan berupa pemasangan iklan untuk keperluan
pemasaran atau propaganda, yaitu :
1. Memasang Iklan dalam surat kabar;
2. uang atau apapun, pensponsoran kegiatan apapun;
3. mengirim karangan bungsa atas kejadian apapun dan kepada siapapun;
4. mengirim orang-orang selaku "salesman" ke berbagai tempat/lokasi untuk
mengumpulkan klien dalam rangka pembuatan akta;
E. memasang papan nama dengan cara dan/atau bentuk di luar batas-batas kewajaran
dan/atau memasang papan nama di beberapa tempat di luar lingkungan kantor PPAT
yang bersangkutan;
F. baik langsung maupun tidak langsung, mengadakan usaha-usaha yang menjurus ke
arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan PPAT, termasuk
namun tidak terbatas pada penetapan jumlah biaya pembuatan akta;
G. melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama rekan PPAT, baik
moral maupun material ataupun melakukan usaha-usaha untuk mencari keuntungan
bagi dirinya semata-mata;
H. mengajukan permohonan, baik lisan maupun tertulis kepada instansi-instansi,
perusahaan-perusahaan, lembaga-lembaga ataupun perseorangan untuk ditetapkan
sebagai PPAT dari instansi, perusahaan atau lembaga tersebut, baik tanpa apalagi
disertai pemberian insentif tertentu, termasuk namun tidak terbatas pada penurunan
tarif yang jumlahnya/besarnya lebih rendah dari tarif yang dibayar oleh instansi,
perusahaan, lembaga ataupun perseorangan tersebut kepada PPAT tersebut;
• I.-menerima/memenuhi permintaan dari seseorang untuk membuat akta yang
rancangannya telah disiapkan oleh PPAT lain;
• -dalam hal demikian, anggota yang bersangkutan wajib menolak permintaan itu, kecuali
untuk keperluan tersebut telah mendapat izin dari PPAT pembuat rancangan;
• J. dengan jalan apapun berusaha atau berupaya agar seseorang berpindah dari PPAT
lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan
maupun melalui perantaraan orang lain;
• K. menempatkan pegawai atau pegawai-pegawai/asisten PPAT di satu atau beberapa
tempat di luar kantor PPAT yang bersangkutan.
• BERLAKUNYA KODE ETIK PPAT
• Kode etik ini berlaku bagi seluruh PPAT dan bagi para PPAT pengganti, baik dalam
rangka melaksanakan tugas jabatan (khusus bagi yang melaksanakan tugas jabatan
PPAT) ataupun dalam kehidupan sehari-hari.
KODE ETIK IPPAT BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI AGRARIA DAN TATA
RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
112/KEP-4.1/IV/2017 Tentang PENGESAHAN KODE ETIK IKATAN PEJABAT
PEMBUAT AKTA TANAH
Dijalankan/Ditegakkan
oleh

a. PADA TINGKAT PERTAMA OLEH PENGURUS DAERAH IPPAT DAN MAJELIS KEHORMATAN
DAERAH BERSAMA-SAMA DENGAN PENGURUS WILAYAH DAN SELURUH ANGGOTA
PERKUMPULAN IPPAT;
b. PADA TINGKAT TERAKHIR OLEH PENGURUS PUSAT IPPAT DAN MAJELIS KEHORMATAN
PUSAT.
• KODE ETIK PPAT BERDASARKAN:
• Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;
• Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;
• Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;
• Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018
Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Pejabat pembuat akta tanah.
MAJELIS PEMBINA DAN PENGAWAS PPAT (MPPP)

MPPP PUSAT
MPPP WILAYAH
MPPP DAERAH
• Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan Pengawasan
PPAT:
• Pasal 1 angka 2: Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh
Menteri terhadap PPAT secara efektif dan efisien untuk mencapai kualitas PPAT yang
lebih baik.
• Pasal 1 angka 3: Pengawasan adalah kegiatan administratif yang bersifat preventif dan
represif oleh Menteri yang bertujuan untuk menjaga agar para PPAT dalam
menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Pasal 1 angka 11: Majelis Pembina dan Pengawas PPAT adalah majelis yang diberi
kewenangan oleh Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
PPAT.
• Pasal 1 angka 14: Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah yang selanjutnya
disingkat MPPD adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di
Kantor Pertanahan.
• MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
• Pasal 2 Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan PPAT:
• (1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan dan
pengawasan serta penegakan aturan hukum melalui pemberian sanksi terhadap PPAT
yang dilakukan oleh Kementerian.
• (2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mewujudkan PPAT yang profesional,
berintegritas dan melaksanakan jabatan PPAT sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan Kode Etik.
• (1) Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
• a. pembinaan dan pengawasan PPAT;
• b. pembentukan majelis pembina dan pengawas PPAT;
• c. tata kerja pemeriksaan dugaan pelanggaran PPAT;
• dan
• d. bantuan hukum terhadap PPAT.
• (2) PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
• a. PPAT;
• b. PPAT Sementara;
• c. PPAT Pengganti; dan
• d. PPAT Khusus;
• Pasal 4 Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan PPAT :
• (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT dilakukan oleh Menteri.
• (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di daerah
dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN dan Kepala Kantor Pertanahan.
• Pembinaan
• Pasal 5 Permen Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan PPAT :
• (1) Pembinaan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam
• Pasal 4 ayat (1), dapat berupa:
• a. penentuan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas jabatan PPAT;
• b. pemberian arahan pada semua pihak yang berkepentingan terkait dengan kebijakan
di bidang ke-PPAT-an;
• c. menjalankan tindakan yang dianggap perlu untuk memastikan pelayanan PPAT tetap
berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
• d. memastikan PPAT menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan Kode Etik.
• (2) Pembinaan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN dan Kepala Kantor Pertanahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dapat berupa:
a. penyampaian dan penjelasan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Menteri terkait
pelaksanaan tugas PPAT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
• b. sosialisasi, diseminasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan pertanahan;
• c. pemeriksaan ke kantor PPAT dalam rangka pengawasan secara periodik; dan/atau
• d. pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi PPAT sesuai Kode Etik.
• Pasal 6 Permen Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan PPAT :
• Selain pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Kepala Kantor Pertanahan
atau petugas yang ditunjuk melakukan pemeriksaan atas akta yang dibuat oleh PPAT
pada saat pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak.
• Pasal 7 Permen Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan PPAT :
• (1) Kepala Kantor Wilayah BPN dan/atau Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan
pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) sesuai dengan tugas dan
kewenangannya.
• (2) Pembinaan berupa penyampaian dan penjelasan kebijakan yang telah ditetapkan
oleh Menteri terkait pelaksanaan tugas PPAT sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan sosialisasi, diseminasi kebijakan dan peraturan perundang-
undangan pertanahan, dan pelaksanaan tugas dan fungsi PPAT sesuai dengan Kode Etik,
dilaksanakan secara berkala.
• (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibantu oleh Majelis
Pembina dan Pengawas PPAT sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
• Pengawasan
• Pasal 8 Permen Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan PPAT :
Pengawasan terhadap PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dapat berupa:
• a. pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan PPAT; dan
• b. penegakan aturan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang PPAT.
• Pasal 9 Permen Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan PPAT :
• (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan PPAT sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf a dilakukan untuk memastikan PPAT melaksanakan kewajiban dan jabatan
PPAT-nya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• (2) Pelaksanaan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
• a. tempat kedudukan kantor PPAT;
• b. stempel jabatan PPAT;
• c. papan nama, dan kop surat PPAT;
• d. penggunaan formulir akta, pembuatan akta dan penyampaian akta;
• e. penyampaian laporan bulanan akta;
• f. pembuatan daftar akta PPAT;
• g. penjilidan akta, warkah pendukung akta, protokol atau penyimpanan bundel asli
akta; dan
• h. pelaksanaan jabatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
• Pasal 10 Permen Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan PPAT :
• (1) Pengawasan atas pelaksanaan jabatan PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2) dilakukan dengan pemeriksaan ke kantor PPAT atau cara pengawasan lainnya.
• (2) Pemeriksaan ke kantor PPAT atau cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
oleh:
• a. Kepala Kantor Wilayah BPN, dilaksanakan secara berkala; dan
• b. Kepala Kantor Pertanahan, dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
• (3) Kepala Kantor Wilayah BPN dan/atau Kepala Kantor Pertanahan dapat menugaskan
pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan pemeriksaan ke kantor PPAT.
• (4) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dibantu
oleh Majelis Pembina dan Pengawas PPAT sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
• (5) Dalam hal pemeriksaan ke kantor PPAT dibantu oleh Majelis Pembina dan Pengawas
PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilaksanakan dengan ketentuan:
• a. mendapat penugasan dari Ketua Majelis Pembina dan Pengawas PPAT; dan
• b. dilakukan paling sedikit 2 (dua) orang.
• (6) Hasil pemeriksaan dibuat dalam bentuk risalah sesuai dengan format tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
• (7) Dalam hal terdapat temuan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT, ditindaklanjuti
dengan pemeriksaan oleh Majelis Pembina dan Pengawas PPAT.
• Pasal 11 Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan PPAT
• (1) Hasil pemeriksaan ke kantor PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
dilaporkan secara berkala kepada Menteri.
• (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berjenjang, dengan
ketentuan:
a. Kepala Kantor Pertanahan menyampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN, paling
lambat pada minggu pertama awal bulan;
• b. Kepala Kantor Wilayah BPN menyampaikan pelaporan di wilayahnya dan pelaporan
dari Kantor Pertanahan kepada Direktur Jenderal, paling lambat pada minggu kedua
awal bulan; dan
• c. Direktur Jenderal meneruskan laporan Kepala Kantor Pertanahan dan Kepala Kantor
Wilayah BPN kepada Menteri.
• (3) Tindak lanjut pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai pertimbangan
dalam pengambilan kebijakan di bidang PPAT.
• Pasal 12 Permen Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan PPAT :
• (1) Pengawasan berupa penegakan aturan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b
dilaksanakan atas temuan dari Kementerian terhadap pelanggaran pelaksanaan jabatan
PPAT atau terdapat pengaduan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT.
• (2) Pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan:
• a. pelanggaran atas pelaksanaan jabatan PPAT;
• b. tidak melaksanakan kewajiban yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan;
• c. melanggar ketentuan larangan yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan; dan/atau
• d. melanggar Kode Etik.
• (3) Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berasal dari:
a. masyarakat, baik perorangan/badan hukum; dan/atau
b. IPPAT.
• (4) Pengaduan terhadap dugaan pelanggaran oleh PPAT dapat disampaikan secara
tertulis kepada Kementerian atau melalui website pengaduan, aplikasi Lapor atau
sarana pengaduan lainnya yang disediakan oleh Kementerian.
• (5) Dalam hal pengaduan dari masyarakat diterima oleh Kementerian, Kantor Wilayah
BPN, Kantor Pertanahan, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT atau IPPAT maka
pengaduan diteruskan kepada MPPD.
• (6) Pengaduan yang disampaikan secara tertulis oleh pelapor harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
• a. harus jelas menyebutkan identitas pelapor dan terlapor; dan
• b. melampirkan bukti yang berkaitan dengan pengaduan.
• (7) MPPD menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan melakukan pemeriksaan terhadap PPAT
terlapor.
• Pasal 13 Permen Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan
dan Pengawasan PPAT :
• (1) Pemberian sanksi yang dikenakan terhadap PPAT yang melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dapat berupa:
• a. teguran tertulis;
• b. pemberhentian sementara;
• c. pemberhentian dengan hormat; atau
• d. pemberhentian dengan tidak hormat.
• (2) Pemberian sanksi berupa pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b sampai dengan huruf d dapat diberikan langsung tanpa didahului teguran
tertulis.
• (3) Pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan hormat atau dengan tidak hormat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d, dapat didahului dengan
pemberhentian sementara.
• (4) Jenis pelanggaran dan sanksi tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
• Pasal 14 Permen Permen ATR/Ka.BPN Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan PPAT :
• (1) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT berupa teguran
tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Kepala
Kantor Pertanahan.
• (2) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT berupa
pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b,
dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN.
• (3) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT berupa
pemberhentian dengan hormat atau tidak hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1) huruf c dan huruf d, dilakukan oleh Menteri.
• PEMBENTUKAN MAJELIS PEMBINA DAN PENGAWAS

TINGKAT PUSAT
MAJELIS PEMBINA DAN DITETAPKAN MENTERI
PENGAWAS PPAT PUSAT (MPPP) BERKEDUDUKAN DI KEMENTERIAN

TINGKAT WILAYAH
MAJELIS PEMBINA DAN DITETAPKAN DIRJEN ATAS NAMA DIBANTU
PENGAWAS PPAT WILAYAH MENTERI BERKEDUDUKAN DI KANWIL SEKRETARIAT
(MPPW) BPN DI MASING-
MASING
TINGKAT DAERAH TINGKATAN
DITETAPKAN KAKANWIL BPN ATAS
MAJELIS PEMBINA DAN
NAMA MENTERI BERKEDUDUKAN DI
PENGAWAS PPAT DAERAH
KANTOR PERTANAHAN
(MPPD)

MEMBANTU MENTERI UNTUK MELAKUKAN PEMBINAAN DAN


PENGAWASANTERHADAP PELAKSANAAN JABATAN PPAT
• PENGISIAN JABATAN MPPPP/MPPPW/MPPPD
• MPPP 11 orang :
• Pasal 17 :
• (1) MPPP dibentuk dan ditetapkan oleh Menteri dan berkedudukan di Kementerian.
• (2) Susunan keanggotaan MPPP, terdiri atas:
• a. 1 (satu) orang ketua, dari unsur Kementerian yang dijabat oleh Direktur Jenderal atau
pejabat yang ditunjuk;
• b. 1 (satu) orang wakil ketua, yang dijabat oleh unsur IPPAT; dan
• c. 9 (sembilan) orang anggota, dengan komposisi 5 (lima) orang dari unsur Kementerian
dan 4 (empat) orang dari unsur IPPAT.
• MPPPW: 9 orang
• Pasal 18 :
• (1) MPPW dibentuk dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dan
berkedudukan di Kantor Wilayah BPN.
• (2) Susunan keanggotaan MPPW, terdiri atas:
• a. 1 (satu) orang ketua, dari unsur Kementerian yang dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah
BPN atau pejabat yang ditunjuk;
• b. 1 (satu) orang wakil ketua, yang dijabat oleh unsur IPPAT; dan
• c. 7 (tujuh) orang anggota, dengan komposisi 4 (empat) orang dari unsur Kementerian
dan 3 (tiga) orang dari unsur IPPAT.
• MPPPD 7 orang:
• Pasal 19 :
• (1) MPPD dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN atas nama Menteri
dan berkedudukan di Kantor Pertanahan.
• (2) Susunan keanggotaan MPPD, terdiri atas:
• a. 1 (satu) orang ketua, dari unsur Kementerian yang dijabat oleh Kepala Kantor
Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk;
• b. 1 (satu) orang wakil ketua, yang dijabat oleh unsur IPPAT; dan
• c. 5 (lima) orang anggota, dengan komposisi 3 (tiga) orang dari unsur Kementerian dan
2 (dua) orang dari unsur IPPAT.
• (3) MPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibentuk di daerah yang
jumlah PPATnya paling sedikit 10 (sepuluh) orang PPAT.
• (4) Dalam hal di Kantor Pertanahan tidak dibentuk MPPD karena tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk melaksanakan tugas pembinaan
dan pengawasan:
• a. dibantu oleh MPPW; atau
• b. dibentuk tim gabungan MPPD dari daerah lain.
• (5) Dalam hal di daerah kabupaten/kota terdapat jumlah PPAT lebih dari 100 (seratus)
orang PPAT, Kepala Kantor Wilayah BPN dapat menambah jumlah anggota MPPD sesuai
dengan kebutuhan.
• (6) Penambahan jumlah anggota MPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
dengan ketentuan:
• a. setiap kelipatan 100 (seratus) PPAT dalam daerah kabupaten/kota ditambahkan 2
(dua) anggota MPPD; dan
• b. penambahan jumlah anggota MPPD tidak boleh melebihi jumlah anggota MPPP.
• (7) Penambahan jumlah anggota MPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dengan
perhitungan komposisi paling sedikit 60% (enam puluh persen) dari Kementerian dan
40% (empat puluh persen) dari IPPAT.
• KEWENANGAN MPPP PUSAT

1. MELAKUKAN PEMBINAAN
Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh Menteri terhadap PPAT
secara efektif dan efisien untuk mencapai kualitas PPAT yang lebih baik. (Pasal 1 Angka 2).

2. MELAKUKAN PENGAWASAN
Pengawasan adalah kegiatan administratif yang bersifat preventif dan represif oleh Menteri yang
bertujuan untuk menjaga agar para PPAT dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan (Pasal 1 Angka 3).
• TUGAS MPPP
• 1. Menyampaikan Dan Memberikan Penjelasan Mengenai Kebijakan Yang Ditetapkan
Oleh Menteri Terkait Pelaksanaan Tugas Jabatan PPAT.
• 2. Menerima Serta Menindaklanjuti Pengaduan Dan Menindakanjuti Hasil Pemeriksaan
Pelanggaran PPAT Dari Majelis Pembinan Dan Pengawas PPAT Wilayah Yang
Disampaikan Oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Berupa Rekomendasi Pemberhentian
Dengan Hormat Atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat.
• 3. Menindaklanjuti Permohonan Keberatan Yang Diajukan PPAT Atas Sanksi
Pemberhentian Sementara Oleh Kepala Kantor Wilayah BPN.
• 4. Menyiapkan Laporan Hasil Pemeriksaan Atau Pengkajian Yang Disertai Rekomendasi
Dan Laporan Pelaksanaan Kegiatan Majelis Pembina Dan Pengawas PPAT Pusat Untuk
Disampaikan Kepada Menteri Melalui Direktur Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan.
• 5. Memberikan Bantuan Hukum Kepada Ppat Yang Dpanggil Sebagai Saksi Maupun
Tersangka Oleh Penyidik.
• 6. Melaksanakan Tugas Lain Yang Diberikan Oleh Menteri Atau Pejabat Yang Ditunjuk.
• TUGAS MPPD
• 1. Menyampaikandanmemberikanpenjelasanmengenai Kebijakan Yang Ditetapkan Oleh
Menteri Terkait Pelaksanaan Tugas Jabatan PPAT.
• 2. Menerimapengaduanatasdugaanpelanggaranoleh PPAT.
• 3. Membantu Pelaksanaan Pemeriksaan Ke Kantor PPAT Dalam Rangka Pengawasan
• 4. Memberikan Bantuan Hukum Kepada PPAT Yang Dipanggil Sebagai Saksi Maupun
Tersangka Oleh Penyidik
• 5. Menyiapkan Laporan Hasil Pemeriksaan Atau Pengkajian Yang Disertai Rekomendasi
• 6. Melaporkan Pelaksanaan Kegiatan MPPD Yang Telah Disusun Oleh Sekretariat MPPD
• TUGAS MPPW
• 1. Menyampaikan Dan Memberikan Penjelasan Mengenai Kebijakan Yang Ditetapkan
Oleh Menteri Terkait Pelaksanaan tugas Jabatan PPAT
• 2. Menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan Dari MPPD Yang Disampaikan Oleh Kepala Kantor
Pertanahan Berupa Rekomendasi Pemberhentian Sementara, Pemberhentian Dengan
Hormat, Atau Pemberhentian Dengan Tidak Hormat
• 3. Menindaklanjuti Keberatan Yang Diajukan PPAT Atas Sanksi Teguran Tertulis Dari
Kepala Kantor Pertanahan
• 4. Menyiapkan Laporan Hasil Pemeriksaan Atau Pengkajian Yang Disertai Rekomendasi
• 5. Memberikan Bantuan Hukum Kepada PPAT Yang Dipanggil Sebagai Saksi Maupun
Tersangka Oleh Penyidik
• 6. Membantu Pelaksanaan Pemeriksaan Ke Kantor PPAT Dalam Rangka Pengawasan
• 7. Melaporkan Pelaksanaan Kegiatan MPPW Yang Telah Disusun Oleh Sekretariat
MPPW.
• TUGAS MPPP
• 1. Menyampaikan Dan Memberikan Penjelasan Mengenai Kebijakan Yang Ditetapkan
Oleh Menteri Terkait Pelaksanaan Tugas Jabatan PPAT
• 2. Menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan Dari MPPW Yang Disampaikan Oleh Kakanwil BPN
Berupa Rekomendasi Pemberhentian Dengan Hormat, Atau Pemberhentian Dengan
Tidak Hormat
• 3. Menindaklanjuti Keberatan Yang Diajukan PPAT Atas Sanksi Pemberhentian
Sementara Dari Kepala Kantor Wilayah BPN
• 4. Menyiapkan Laporan Hasil Pemeriksaan Atau Pengkajian Yang Disertai Rekomendasi
• 5. Memberikan Bantuan Hukum Kepada PPAT Yang Dipanggil Sebagai Saksi Maupun
Tersangka Oleh Penyidik
• 6. Membantu Pelaksanaan Pemeriksaan Ke Kantor PPAT Dalam Rangka Pengawasan
• 7. Melaporkan Pelaksanaan Kegiatan MPPP Yang Telah Disusun Oleh Sekretariat MPPP.
• JENIS SANKSI YANG DIJATUHKAN
TEGURAN TERTULIS KEPALA KANTOR
REKOMENDASI MPPD
PERTANAHAN

PEMBERHENTIAN REKOMENDASI MPPW


SEMENTARA KEPALA KANWIL BPN

PEMBERHENTIAN
DENGAN HORMAT MENTERI REKOMENDASI MPPP

PEMBERHENTIAN REKOMENDASI MPPP


MENTERI
DENGAN TIDAK HORMAT
• Terimakasih…
• Hatur Nuhun…

Anda mungkin juga menyukai