Anda di halaman 1dari 169

STIKES AUFA ROYHAN PADANGSIDIMPUAN

RPS DAN BAHAN AJAR


ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

Jl. Raja Inal Siregar Kel. Batu nadua Julu, Kota Padangsidimpuan, 22733
BAHAN AJAR :
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


STIKES AUFA ROYHAN PADANGSIDIMPUAN
T.A 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

Manusia tumbuh sejak lahir sampai dengan bertambahnya usia selalu


melakukan interaksi atau bergaul dengan manusia lainya dan semakin luas daya
cakup hubungannya dengan manusia lain didalam masyarakat tersebut. Dengan
perjalanan hidupnya manusia akan mengetahui dia mempunyai persamaan dan juga
perbedaan dengan manusia lainnya. Dalam pergaulan manusia mempunyai
kebebasan akan tetapi hal tersebut bukan berarti manusia mempunyai sifat
semaunya sendiri.

Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena dilengkapi


oleh penciptanya dengan akal, perasaan dan kehendak, akal adalah alat berfikir,
sebagi sumber ilmu dan teknologi. Dengan akal manusia menilai mana yang benar
dan mana yang salah, sebagi sumber nilai kebenaran. Perasaan adalah alat untuk
menyatakan keindahan, dengan persaan manusia menialai mana yang indah dan
yang jelek dan kehendak adlah alat untuk menyatakan pilihan sebagai sumber
kebaikkan. Dengan kehendak manusia menilai mana yang baik dan mana yang
buruk, sebagai sumber nilai moral.

Sebuah pendidikan etika dimulai dari keluarganya pendidikan dari ayah,


ibunya kakak dansaudaralainnya ataudari lingkungan sekitarnya, pendidikan ini
yangdapat memunculkan perilaku seseorang. Pendidikan tersebutlah yang menjadi
pedoman hubungan manusia dengan manusia lainnya dan juga hubungan manusia
dengan masyarakat lainnya. Etika sosial merupakan pengamalan pola tingkah laku
manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial dimasyarakat. Adanya
etika terhadap sesama manusia dan etika profesi atau etika sosial saling melengkapi
sehingga kebahagiaan akan terwujud.

Manusia sebagai makhluk budaya mempunyai berbagai ragam kebutuhan.


Kebutuhan tersebut hanya dipenuhi dengan sempurna apabila berhubungan dengan
manusia lainnya. Hubungan tersebut dilandasi oleh ikatan moral yang pihak-
pihaknya mematuhinya. Berdasarkan memenuhi ikatan moral pihak-pihak
memenuhi apa yang seharusnya dilakukan dan dapat memperoleh apa yang
harusnya didapati. Dalam pergaulan antar manusia juga harus didasari dengan
etika yang baik menjalankanaturansesuai dengannormayangberlakudilingkungan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


sekitar. Karena nilai yang di anut oleh masyarakat itu menjadi tolak ukur kebenaran
dan kebaikkan sebagai acuan untuk menata kehidupan pribadi dan menata
hubungan antar manusia, serta manusia dengan alam sekitarnya.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


BAB II
MATERI BAHAN AJAR

2.1 KONSEP DASAR ETIKA


Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala
bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan kebidanan.hal ini merupakan tantangan bagi profesi kebidanan dalam
mengembangkan profesionalisme selama member pelayanan yang berkualitas.
Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan
basis pada etika dan moral yang tinggi.
Sikap etis professional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akam
tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang
diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang
mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat
penting dan mendasar dalam memberikan asuhan kebidanan dimana nilai-nilai
pasien selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.

2.1.1 PENGENALAN ETIKA UMUM


2.1.1.1 Etika (umum) ; Istilah dengan aneka ragam arti
Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang
pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu
atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah hal-hal yang
menyangkut moral, dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan
perbuatan manusia dianggap baik dan buruk. Franz Magnis Suseno menyebut
etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk
menjawab pertanyaan yang amat fundamental : bagaimana saya harus hidup
dan bertindak? Peter singer, fisuf kontemporer dari Australia menilai kata
etika dan moralitas sama artinya, karena itu didalam buku-bukunya ia
menggunakan keduanya secara tertukar-tukar.
Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang
dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter
dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggungjawab
memnuhi harapan (ekspansi) profesi dan masyarakat, serta bertindak dengan
cara-cara yang professional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar,
jujur, adil, professional dan terhormat.
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban
dan tanggungjawab khusus terhadap pasien dank lien lin, terhadap organisasi
dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemerintah dan pada
tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Criteria wajar,
jujur, adil professional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain
di rumah sakit.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersama dan pedoman
untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang
dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.

2.1.1.2 Hal-hal yang bukan etika


Untuk melengkapi tentang etika, perlu juga ditambah tentang apa yang
menurut Peter Singer sebenarnya bukan etika (What Ethics is not).
a. Etika bukan seperangkat larangan khusus yang hanya berhubungan
dengan perilaku seksual.
b. Etika bukan sistem yang ideal, luhur dan baik dalam teori, namun tidak
ada gunanya dalam praktek. Agaknya penilaian demikianlah yang
apriori diberika oleh masyarakat jika ada kasus kejadian klinis yang
tidak diinginkan dibawa ke MKEK.
c. Etika bukan sesuatu yang hanya dapat dimengerti dalam konteks
agama. Ini tantulah pemikiran sekuler. Menurut ajaran agama, sesuatu
yang secara moral ‘baik’ adalah sesuatu yang sangat disetujui dan
disenangi Tuhan. Sedangkan Singer berpendapat (sama dengan Plato
2000 tahun sebelumnya), suatu perbuatan manusia adalah baik karena
disetujui Tuhan, bukan sebaliknya karena disetujui Tuhan perbuatan itu
menjadi baik. Kontradiksi pendapat tentang ini sudah berlangsung
berabad-abad, dan mungkin akan berlangsung terus.
d. Etika bukan sesuatu yang relative atau subjektif. Sangkalan Singer
terhadap anggapan keempat ini tidak dijelaskan lebih lanjut disini,
karena elaborasi-nya dari sudut historis dan falsafah yang panjang dan
rumit.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


2.1.1.3 Jenjang perkembangan dari ajaran moral sampai kode etik
Dapat dilihat, bahwa empat hal yang dianggap bukan etika diatas
adalah sanggahan Peter Singer terhadap apa yang dianggapnya sistem nilai
umum dalam masyarakat.
1) Ajaran moral : Ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup dan
berbuat agar menjadi manusia yang baik.
2) Moral : Sistem nilai atau consensus social tentang motivasi, perilaku atau
perbuatan tertentu dinilai baik atau buruk.
3) Falsafah moral : Falsafah atau penalaran moral yang menjelaskan
mengapa perbuatan tertentu dinilai baik, sedangkan perbuatan lain
buruk.
4) Falsafah moral manghasilkan teori-teori etika.
5) Teori-teori etika : Kerangka untuk berfikir tentang apakah suatu
perbuatan dapat diterima dinilai dari pendekatan moral. Dan teori etika
klasik yang paling terkenal adalah Utilitiarisme dan Deontologi. Teori
utilitiarisme menilai baik-buruknya suatu tindakan dari hasil atau
dampak tindakan itu. Jika hasilnya baik (the greatest good for the greatest
number), secara moral tindakan itu adalah baik. Teori deontology berkata
lain; lakukan kewajiban (Deon = Kewajiban), jangan lihat hasil atau
dampaknya.
6) Asas-asas etika : penerapan teori-teori etika dalam praktek. Dua asas
klasik adalah beneficence (kewajiban untuk berbuat baik) dan
normaleficence(kewajiban untuk tidak melakukan hal-hal yang
merugikan orang lain). Dua asas etika kontemporer adalah menghormati
manusia (respect for reason) dan keadilan (justice).
7) Aturan-aturan etika : Seperangkat standar atau norma yang diturunkan
dari asas-asas etika dan bertujuan mengatur perilaku perbuatan manusia.
8) Kode etik profesi : Seperangkat aturan etika khusus sebagi consensus
semua anggota asosiasi profesi, yang memuat anjuran dan larangan yang
wajib ditaati dan dilaksanakan oleh semua anggota asosiasi dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan profesionalnya.
Perlu pemahaman tentang jenjang dan hubungan antara konsep-
konsep seperti yang ditayangkan pada bagian atas, terutama tentang beberapa
teori etika yang utama, tentang asas-asas etika, dan kode etik.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Oleh karena –seperti akan dielaborasi lebih lanjut dibelakang nanti-
terutama asas-asas etika dank ode etik profesi adalah alat pengukur untuk
menilai apakah dalam kasus tertentu di Rumah Sakit terjadi pelanggaran etika
atau tidak.

2.1.1.4 Kelahiran Etika Rumah Sakit


Etika rumah sakit yaitu etika praktis yang dikembangkan untuk rumah
sakit sebagai suatu intitusi lahir pada waktu yang hampir bersamaan dengan
kehadiran etika biomedis. Atau dapat juga dikatakan etika institusional rumah
sakit adalah pengembangan dari etika biomedika (bioetika). Karena masalah-
masalah atau dilemma etika yang baru sama sekali sebagai dampak atau
akibat dari penerapan kemajuan pesat ilmu dan teknologi biomedis, justru
terjadi dirumah sakit. Sebagai contoh, dapat disebut kegiatan reproduksi
dibantu transpalansi organ.
Penggunaanalat-alat medis teknologi tinggi untuk menunjang hidup,
operasi ganti kelamin,penelitian serta uji-coba klinis, dan beberapa terobosan
baru lain darirevolusi biomedis sejak tahun 1960-an yang semuanya
dilaksanakan di Rumah Sakit.
Komponen-komponen etika Rumah Sakit
Etika rumahsakit terdiri atas dua komponen :

1) Etika administrative
2) Etika biomedis

Klasifikasi ini sesuai dengan dua bidang governance di rumah sakit :


corporate governancedan clinical governance dengan wilayah tumpang tindih
di antara keduanya. Dapat dikatakan pada banyak masalah etika biomedis ada
aspek etika administratifnya dan pada semua kegiatan klinis ada potensi isu
etisnya. Isu-isu atau potensi masalah etika yang terkait dengan masing-masing
komponen etika rumahsakit itu didiskusikan berikut ini :
Isu-isu etika administrative
Potensi isu etika administratif yang pertama terkait dengan
kepemimpinan dan manajemen dirumah sakit. Fungsi manajemen mencakup
antara lain kegiatan menentukan obyektif, menentukan arah dan memberi
pedoman pada organisasi. Kegiatan-kegiatan kepemimpinan dan manajemen
ini paling sensitif secara etis. Artinya dalam pelaksanaannya seorang

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


pemimpin yang manajer puncak sangat mudah-disadari atau tidak melanggar
asas-asas etika beneficence, nonmaleficence, menghormati manusia dan
berlaku adil.
Apalagi jika Direktur Rumah Sakit berprilaku diskrimatif dan
menerapkan standar ganda; iamenuntut orang lain mematuhi standar-standar
yang ditetapkan. Sedangkan iasendiri tidak mau memberi teladan sesuai
dengan standar-standar itu.
Potensi isu etika administratif berikutnya adalah tentang privasi.
Privasi menyangkut hal-hal konfidensial tentang pasien, seperti rahasia
pribadi, kelainan ataupenyakit yang diderita, keadaan keuangan, dan
terjaminnya pasien dari gangguanterhadap ketersendirian yang menjadi
haknya. Adalah kewajiban etis rumah sakituntuk menjaga dan melindungi
privasi dan kerahasiaan pasiennya. Harus diakui,hal itu tidak selalu mudah.
Misalnya kerahasiaan rekam medis pasien sukar dijaga, karena rumah
sakit modern data daninformasi yang terdapat di dalamnya terbuka bagi
begitu banyak petugas yang karenakewajibannya memang berhak punya
akses terhadap dokumen tersebut. Dapat juga terjadi dilema etika
administratif, jika terjadi keterpaksaan membuka kerahasiaan karena suatu
sebab di satu pihak lain kewajiban moral untuk menjaganya. Persetujuan
tindakan medis (Informed consent). Masalah etika administratif dapat
terjadi,jika informed consent tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya,
yaitu persetujuan yang diberikan secara sukarela oleh pasien yang kompeten
kepada dokter untuk melakukan tindakan medis tertentu pada dirinya, setelah
ia diberi informasi yang lengkap dan dimengerti olehnya tentang semua
dampak dan resiko yang mungkin terjadi sebagai akibat tindakan itu atau
sebagai akibat sebagai tidak dilakukan tindakan itu. Dalam banyak hal,
memang tidak terjadi banyak masalah etika, jika intervensi medis berjalan
aman dan outcome klinis sesuai dengan apa yang diharapkan semua pihak.
Tetapi, dapat saja terjadi suatu tindakan invansif ringan yang rutin dikerjakan
sehari-hari misalnya -apendektomi- berakibat fatal. Kasus demikian dapat
menjadi penyesalan berkepanjangan. Dapat juga terjadi dilema etik pada
dokter dirumah sakit, yang tega mengungkapkan informasi yang
selengkapnya kepada pasien, karena ia tahu jika itu dilakukan pasien akan jadi
bingung, fanik, dan takut sehingga ia minta dipulangkan saja untuk mencari

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


pengobatan alternatif. Padahal dokter percaya bahwa tindakan medik yang
direncanakan masih besar kemungkinannya untuk menyelamatkan pasien.
Dilema etika administratif berikutnya di rumah sakit dapat terjadi
berhubung dengan faktor-faktor situasi keuangan. Contoh-contoh berikut ini
terjadi sehari-hari :
a. Apakahkemampuan pasien membayar uang muka adalah faktor yang
mutlak bagi rumah sakituntuk memberikan pertolongan kepadanya.
b. Karena pertimbangan tertentu, pemilik atau manajeman rumah sakit
mengalokasikan danayang terbatas untuk proyek tertentu,dan dengan
demikian mengakibatkan kebutuhan lain yang mungkin lebih mendesak,
lebih besar manfaatnya, dan lebih efektifbiaya.
c. Bagaimana sikap rumah sakit terhadap dokter tertentu sangat tinggi
tarif jasanya. Jikaditegur ia pasti akan marah, dan mungkin akan
hengkang kerumah sakit lain. Padahal ia patient getter yang merupakan
'telur emas'bagi rumah sakit.
d. Bagaimana sikap terhadap pasien yang kurang tepat waktu melunasi
piutang periodiknya, padahal ia sangat memerlukan tindakan khusus
lanjutan.
e. Untuk rumah sakit milik pemodal, bagaimana sikap manajemen jika ada
konflik kepentingan antara kebutuhan pasien dengan keingginan
pemegang saham yang melihat sesuatu hanyadari perhitungan bisnis.
f. Bagaimana jika ada konflik kepentingan antara pemilik, manajemen dan
para klinis yang akar masalahnya adalah soal keuangan dan pendapatan.
g. Bagaimana sikap manajemen terhadap dokter tertentu yang dapat
diduga melakukan moral hazard dengan berkolusi dengan PBF.
h. Bagaimana sikap rumah sakit terhadap teknologi mahal; disatu pihak
diperlukan untuk meningkatkan posisi dan citra rumah sakit, di pihak
lain potensi moral hazard juga tinggi demi untuk membayar cicilan
kredit atau/easing.
Isu-isu Etika Biomedis
Isu etika biomedis di rumah sakit menyangkut persepsi dan perilaku
profesional dan instutisional terhadap hidup dan kesehatan manusia dari
sejak sebelum kelahiran, pada saat-saaat sejak lahir, selama pertumbuhan, jika
terjadi penyakit atau cidera, menjadi tua, sampai saat-saat menjelang akhir

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


hidup, kematian, dan malah beberapa waktu setelah itu. Sebenarnya
pengertian etika biomedis dalam hal ini masih perlu dipilah lagi dalam :
a. Isu-isu etikabiomedis atau bioetika yang lahit sebagai dampak revolusi
biomedis sejak tahun1960-an, yang antara lain berakibat masalah dan
dilema baru sama sekali bagi para dokter dalam menjalankan
propesinya.
b. Etika biomedis dalam arti ini didefinisikan oleh International
association of bioethics sebagai berikut; Bioetika adalah studi tentang
isu-isu etis, sosial, hukum, dan isu-isu lain yang timbul dalam pelayanan
kesehatan dan ilmu-ilmu biolagi (terjemahan oleh penulis).
c. Isu-isu etika medis 'tradisional' yang sudah dikenal sejak ribuan tahun,
dan lebih banyak menyangkut hubungan individual dalam interaksi
terapeutik antara dokter danpasien. Kemungkinan adanya masalah
etika medis demikianlah yang dalam pelayanan di rumah sakit sekarang
cepat oleh masyarakat (dan media masa) ditunding sebagai malpraktek.

Isu-Isu Bioetika
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis
dalam arti pertama (bioetika) adalah antara lain terkait dengan: kegiatan
rekayasa genetik,teknologi reproduksi, eksperimen medis, donasi dan
transpalasi organ, penggantian kelamin, eutanasia, isu-isu pada akhir hidup,
kloning terapeutik dan kloning repraduktif. Sesuai dengan definisi di atas
tentang bioetika oleh International Association of Bioethics ,kegiatan-kegiatan
di atas dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biologi tidak hanya
menimbulkan isu-isu etika, tapi juga isu-isu sosial, hukum, agama, politik,
pemerintahan, ekonomi, kependudukan, lingkungan hidup,dan mungikin juga
isu-isu di bidang lain.
Dengan demikian, identifikasi dan pemecahan masalah etika biomedis
dalam arti tidak hanya terbatas pada kepedulian internal rumah sakit saja, -
misalnya Komite Etika Rumah Sakit dan para dokter saja seperti halnya pada
penanganan masalah etika medis 'tradisional'- melainkan kepedulian dan
bidang kajian banyak ahli multi-dan inter-displiner tentang masalah-masalah
yang timbul karena perkembangan bidang biomedis pada skala mikro dan
makro, dan tentang dampaknya atas masyarakat luas dan sistem nilainya,kini
dan dimasa mendatang (F.Abel, terjemahan K.Bertens).

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Studi formalinter-disipliner dilakukan pada pusat-pusat kajian
bioetika yang sekarang sudah banyak jumlahnya terbesar di seluruh dunia.
Dengan demikian, identifikasi dan pemecahan masalah etika biomedis dalam
arti pertama tidak dibicarakan lebih lanjut pada presentasi ini. yang perlu
diketahui dan diikuti perkembangannya oleh pimpinan rumah sakit adalah
tentang 'fatwa' pusat-pusat kajian nasional dan internasional, deklarasi
badan-badan internasional seperti PBB, WHO, Amnesty International, atau
'fatwa' Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional (diIndonesia;AIPI) tentang isu-isu
bioetika tertentu, agar rumah sakit sebagai institusi tidak melanggar kaidah-
kaidah yang sudah dikonsesuskan oleh lembaga-lembaga nasional atau
supranasional yang terhormat itu. Dan jika terjadi masalah bioetika dirumah
sakit yang belum diketahui solusinya, pendapat lembaga-lembaga demikian
tentu dapat diminta.
Isu-Isu Etika Medis
Seperti sudah disinggung diatas, masalah etika medis tradisional
dalam pelayanan medis dirumah sakit kita lebih banyak dikaitkan dengan
kemungkinan terjadinya malpraktek, terutama oleh dokter. Padahal, etika
disini terutama diartikan kewajiban dan tanggung jawab institusional rumah
sakit. Kewajiban dan tanggung jawab itu dapat berdasar pada ketentuan
hukum (Perdata, Pidana, atau Tata Usaha Negara) atau pada norma-norma
etika.
Malpraktek (medis) sebenarnya adalah istilah hukum yang berarti
kesalahan dalam menjalankan profesi. Berkhouwer dan Borstman (dikutip
oleh Veronica Komalawati) mengatakan, seorang dokter melakukan kesalahan
profesi, apabila ia tidak memeriksa, tidak membuat penilaian, tidak
melakukan tindakan atau tidak menghindari tindakan (tertentu), sedangkan
dokter-dokter yang baik pada umumnya pada situasi yang sama akan
melakukan pemeriksaan, membuat penilaian, melakukan tindakan atau
menghindari tindakan (tertentu). Kita dapat melihat :
Pertama, bahwa definisi ini bersifat relatif. Baik buruknya seorang
dokter menjalankan profesinya dibandingkan dengan rata-rata dokter lain.
Tentu ini ada kelemahan-kelemahannya ; dapat saja seorang dokter yang
inovatif di tuduh melakukan malpraktek karena ia melakukan hal-hal yang
tidak biasa dilakukan kebanyakan dokter lain, padahal yang ia lakukan adalah
baik dan bermanfaat bagi pasien. Soal standar profesi tidak disinggung dalam

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


devinisi itu,mungkin karena belum ada,karena buku dua ahli hukum Belanda
itu diterbitkan lebih daripada setengah abad yang lalu dalamtahun 1950.
Kedua. Walaupun tidak secara eksplisit dinyatakan, dalam definisi ini
dengan kesalahan profesional ditonjolkan tentang kelainan; dokter tentu tidak
melakukan pemeriksaan. tidak membuat penilaian, tidak melakukan tindakan,
dan tidak menghindari tindakan tertentu. Ini sesuai dengan pemahaman,
bahwa malpraktek adalah sama dengan negligence.
Fokus utama adalah pada masalah etika medis dirumah sakit. Terkait
dengan itu, untuk kejelasan wacana uraian rekapulatiif berikut ini kiranya
diperlukan:
1) Etika dalam hal ini diartikan sebagai kewajiban dan tanggung jawab.
2) Etika rumah sakit adalah etika institusi, jadi kewajiban dan tanggng
jawab itu adalah institusional, bukan individual.
3) Namun, eksekutif puncak rumah sakit- sebagai yang oleh pemilik
melalui Governing Body (Badan Pengampu, Majelis Wali Amanah,
Dewan Pembina, atau nama jenis yang lain) diberi kekuasaan mengelola
dan tanggung jawab rumah sakit, dengan sendirinya juga adalah
penanggung jawab moral dan etika institusional.
4) Etika medis berhubungan dengan hidup dan kesehatan. Objek
kewajiban dan tanggung jawab pada etika medis adalah hidup dan
kesehatan manusia dan kelompok manusia dilingkungan luar rumah
sakit. itu berarti pasien staf serta karyawan rumah sakit, dan
masyarakat.
5) Masalah etika rumah sakit timbul apabila terjadi pelanggaran terhadap
asas-asas etika (umum) dan Kode Etik Rumah Sakit, yang adalah uraian
lebih operasional dari asas-asas etika.
6) Asas-asas etika yang diterapkan pada etika rumah sakit sebagai etika
praktis adalah :
a. Rumah sakit berbuat kebaikan (benifecence)dan tidak
menimbulkan mudharat atau cidera (nonmalifecence) pada
pasien, staf dan karyawan, masyarakat umum, serta lingkungan
hidup.
b. Dua asas etika klasik ini sudah ada dalam lafal Sumpah
Hipprokrates sejak lebih 23 abad yang lalu. Dua asas ini adalah
juga ajaran semua agama. Ajaran islam hamper selalu menyebut

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


dua asas itu dalam satu kalimat (Amar ma 'arupnahimungkar).
Dalam ajaran agama hindu, nonmaleficence adalah Ahimsa.
c. Asas menghormati manusia (respect for persons) berarti
menghormati pasien,staf dan karyawan, serta masyarakat dalam
hal hidup dan kesehatan mereka. Itu berarti menghormati
otonomi (hak untuk mengambil keputusan tentang
dirisendiri),hak-hak asasi sebagai warga negara, hak atas
informasi,hak atasprivasi, hak atas kerahasiaan, seta harkat dan
mertabat mereka sebagai manusia dan lain-lain.
d. Asas keadilan (justice): keadilan sosial, keadilan ekonomi, dan
perlakuan yang 'fair' terhadap pasien, staf dan karyawan, serta
masyarakat umum.

2.1.1.5 Identifikasi Masalah Etika Rumah Sakit


Kurt Darr mengatakan, bahwa seorang eksekutif rumah sakit tidak
perlu sampai mengikuti kursus tentang pilosofi atau etika untuk dapat
mengidentifikasikan masalah etika, walaupun kursus-kursus demikian akan
banyak menolong. yang penting,harusada kepekaan, kebiasaan melakukan
refleksi (an inquiring mind), dan etika pribadi (personal etics) yang cukup
baik. tiga pertanyaan berikut ini dianjurkan diajukan pada diri sendiri untuk
mengidentifikasikan kemungkinan adanya etika pada kasus tertentu.
 Apakah pasien, staf dan karyawan, atau masyarakat umum dalam
kasus tertentu itu diperlakukan seperti saya ingin diperlakukan dalam
kasus seperti itu? Ini dinamakan The Golden Rule.
 Apakah pasien, staf dan karyawan, serta masyarakat umum cukup
dilindungi terhadap kemungkinan cidera dalam keberadaan dan
pelayanan di rumah sakit?
 Apakah penjelasan tentang informed conset kepada pasien cukup
memberi informasi baginya tentang apa yang akan dilakukan pada
dirinya?

Jika salah satu atau lebih dari tiga pertanyaan itu terjawab dengan
"tidak",ada indikasi masalah etika pada kasus yang dihadapi. Pertanyaan-
pertanyaan selanjutnya adalah:
 Adakah pasal-pasal dalam Kode Etik Rumah Sakit yang dilanggar?

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


 Adakah asas-asas etika umum yang dilanggar?

Jika masih perlu untuk lebih memastikan: Teori etika mana yang dapat
dipakai untuk pembenaran keputusan atau tindakan rumah sakit yang
menimbulkan masalah etika administratif atau etika biomedis. Sama halnya
dengan proses pemecahan masalah secara umum, mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang tepat adalah bagian penting proses itu.

2.1.1.6 Pemecahan Masalah Etika Di Rumah Sakit


Setelah berhasil mengidentifikasikan adanya masalah etika
administratif, masalah bioetika, masalah medis tradisional, atau gabungan
berbagai masalah etika itu dirumah sakit, langkah berikutnya adalah mencari
solusi untuk masalah-masalah itu. Perlu segera ditambahkan, bahwa
pemecahan masalah etika secara umum tidakmudah. Pada dasarnya ada dua
model untuk pemecahan masalah secara umum; model terprogram (rasional)
dan model tak terprogram.
Model rasional terprogram mungkin dapat diterapkan pada
pemecahan banyak masalah manajemen umum, tetapi rasio saja tidak selalu
berhasil diterapkan pada pemecahan masalah etika. Masalah etika
administratif tertentu di rumah sakityang menyangkut proses atau prosedur
mungkin dapat lebih mudah dipecahkan secara rasional. Tetapi, masalah etika
biomedis yang menyangkut substansi atauprinsif sering kali sangat sensitif,
karena itu rasio saja tidak selalu efektif. Diperlukan kebijaksanaan yang
umumnya tidak dapat diprogramkan.
Dianjurkan langkah-langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan
masalah etika rumah sakit:
1) Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam
komponen-komponennya, menganalisis komponen-komponen itu
sehingga ditemukan akar masalah. Akar masalah adalah penyebab paling
dasar dari masalah etika yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan pada
manusia, kepemimpinan, manajemen, budaya organisasi, sarana, alat,
sistem, prosedur, atau faktor-faktor lain.
2) Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah
ditemukan (root causeanalysis), untuk menetapkan arah pemecahannya.
3) Menetapkan beberapa alternatif untuk pemecahan akar masalah.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4) Memilih alternatif yang situasional terbaik untuk pemecahan masalah itu.
5) Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah
dilaksanakan.
6) Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau
terulang lagiterjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah
etika baru adalah jika manusia sebagai penyebab akar masalah yang
berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit.

2.2 PRINSIP ETIKA DAN MORALITAS

Apabila profesi itu berkenaan dengan bidang kesehatan, maka kelompok


profesi itu disebut kelompok profesi kesehatan (dokter, perawat, ahli teknologi
laboratorium medik, dan profesi kesehatan yang lainnya). Pengembangan profesi
kesehatan, tuntutan profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik
untuk masing-masing bidang profesi. Pengembangan profesi bekerja secara
profesional dan fungsional. Mereka memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian,
ketekunan, kritis dan pengabdian yang tinggi karena mereka bertanggungjawab
kepada diri sendiri dan kepada sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, mereka bekerja sesuai dengan kode etik, dimana mereka harus rela
mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik. Dibawah ini
ada 3 prinsip-prinsip etika profesi, yaitu sebagai berikut:
1. Tanggung jawab.
Setiaporangyangmempunyaiprofesidiharapkanselalubertanggungjawab
dalam dua arah.
a. Dalampelaksanaan pekerjaanya tersebutdan dalam pelaksanaan
hasilnya dimaksudkan supayakaumprofessional diharapkan dapat
bekerjasebaik mungkindenganstandardiatasrata-rata,denganhasil
yangsangatbaik. Tugasnya dapat dipertanggung jawabkan dari segi
tuntutanprofesionalnya. Untuk bisa bertanggungjawab dalam hal
pelaksanaan dan hasil dari tugasnya. Oleh karena itu supaya
diterapkan dalam kompetisi prima, bekerja secara efisien dan efektif.
b. Dampakdariprofesiituuntuk kehidupanorang lain atau
masyarakatpada umumnya. Setiap professional diharapkan
bertanggungjawab atas dampak dari tugasnya terhadap profesinya,
tempat bekerja, sejawat dan keluarganya. Professional berkewajiban

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


melakukan hal yang tidakmerugikankepentingan orang lain. Bahkan
diharuskan mengusahakan hal yang berguna bagi orang lain.
2. Keadilan, prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja
apa yangmenjadi haknya. Dalam rangka pelaksanaa sebuah profesi,
tuntutan itu berarti: di dalam manjelankan profesinya setiap orang profesi
tidak boleh melanggar hak orang lain, lembaga atau negara. Sebaliknya
kaum professional perlu menghargai hak pihak- pihak lain.
3. Otonomi, prinsip ini menuntut agar kaum professional memiliki dan diberi
kebebasandalam menjalankan profesinya.Organisasi profesi ikut
bertanggungjawab atas pelaksanaan profesi anggotanya akan tetapi yang
paling bertanggungjawab adalah anggota itu sendiri secara pribadi.
Otonomi juga menuntut agar organisasi profesi secara keseluruhan bebas
dari campur tangan yang berlebihan dari pihak pemerintah atau pihak lain
manapun juga.

2.2.1 Pengertian (Etika, Etiket, Moral, Hukum, Etika Moral,


Bioetika)
2.2.1.1 Etik, Etik, Kode Etik, Nilai, Moral

Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku


benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan
perilaku. Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau
buruk sikap tindakan manusia. Etika merupakan bagian filosofis yang
berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan,
apakah benar atau salah, dan penyelesaiannya baik atau tidak (Jones, 1994).
Menurut bahasa, Etik diartikan sebagai : Yunani ; Ethos, kebiasaan
atau tingkah laku, Inggris ; Ethics, artinya tingkah laku/perilaku manusia
yang baik, tindakan yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral
pada umumnya. Sedangkan dalam konteks lain secara luas dinyatakan bahwa
ETIK adalah aplikasi dari proses dan teori filsafat moral terhadap kenyataan
yang sebenarnya. Hal ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar dan
konsep yang membimbing makhluk hidup dalam berfikir dan bertindak serta
menekankan nilai-nilai mereka.
Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral
kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


membimbing manusia berfikir dan bertindak dalam kehidupannya yang
dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1953),
etika artinya ilmu pengetahuan tentang azas-azas akhlak (moral). Banyak
pihak yang menggunakan istilah etik untuk menggambarkan etika suatu
rpofesi dalam hubungannya dengan kode etik professional seperti Kode Etik
PPNI atau IBI. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (DepDikBud, 1998) etika
mengandung arti :
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan
kewajiban moral.
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.

Bertens merumuskan arti kata etika sebagai berikut :

 Kata etika bias dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral
yang menjadi pegangan bagi seseorang ataupun suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya, arti ini bias dirumuskan sebagai sistem nilai.
Sistem nilai bias berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun
pada taraf sosial.
 Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini
adalah kode etik.
 Etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk.

Etika diartikan “sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan


keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang
didorong oleh kehendak didasari pikiran jernih dengan pertimbangan
perasaan”.
Nilai-nilai (Values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang
penghargaan terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada
sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang
nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku
personal.
Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar
personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


antara etika dalam agama, hokum, adat dan praktek professional. Teori moral
mencoba memformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan
masalah-masalah etik. Terdapat beberapa pendapat apa yang dimaksud
dengan moral.
1) Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia (Tim Prima Pena)
 Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai akhlak.
 Alkhlak dan budi pekerti.
 Kondisi mental yang mempengaruhi seseorang menjadi tetap
bersemangat, berani, disiplin, dll.
2) Ensiklopedia Pendidikan (Prof. Dr. Soeganda Poerbacaraka).
 Suatu istilah yang menentukan batas-batas dari sifat-sifat, corak-
corak, maksud-masuk, pertimbangan-pertimbangan, atau
perbuatan-perbuatan yang layak dapat dinyatakan baik/buruk,
benar/salah.
 Lawannya amoral.
 Suatu istilah untuk menyatakan bahwa baik/benar itu lebih dari
pada yang buruk/salah.
Bila dilihat dari sumber dan sifatnya, ada moral keagamaan dan moral
sekuler. Moral keagamaan kiranya telah jelas bagi semua orang, sebab untuk
hal ini orang tinggal mempelajari ajaran-ajaran agama yang dikehendaki
dibidang moral.
Etika juga diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang moralitas
atau tentang manusia yang berkaitan dengan moralitas. Etika merupakan ilmu
yang menyelidiki tingkah laku moral. Terdapat tiga pembagian mengenai
etika, yaitu sebagai berikut :
a. Etika deskriptif
Eika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas,
misalnya adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik buruk,
tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika
deskriptif tidsk member penilaian tetapi menggambarkan moralitas
kepada individu-individu tertentu, kebudayaan atau subkultural
tertentu dalam kurun waktu tertentu.
b. Etika normatif

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Pada etika normatif terjadi penilaian tetang perilaku manusia.
Penilaian ini terbentuk atas dasar norma. Etika normatif bersifat
preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menentukan
benar atau tidaknya tingkah laku. Etika normatif menampilkan
argumentasi atau alas an atas dasar norma dan prinsip etis yang dapat
dipertanggung jawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam
praktik.
c. Metaetika
“Meta” berasal dari bahasa yunani yag berarti melebihi atau
melampaui. Metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan
etis. Pada metaetika mempersoalkan behasa normatif apakah dapat
diturunkan menjadi ucapan kenyataan. Metaetika mengarahkan pada
arti khusus dari bahasa etika.
Faktor-faktor yang melandasi etika adalah meliputi hal-hal
tersebut dibawah ini :
1) Nilai-nilai atau value.
2) Norma.
3) Social budaya, dibangun oleh konstruksi social dan dipengaruhi
oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
4) Religious
 Agama mempunyai hubungan erat dengan moral.
 Agama merupakan motivasi terkuat perilaku moral atau etik.
 Agama merupakan salah satu sumber nilai dan norma etis
yang paling penting.
 Setiap agama mengandung ajaran moral yang menjadi
pegangan bagi perilaku para anggotanya.
 Kebijakan atau policy maker, siapa stake holdersnya dan
bagaimana kebijakan yang dibuat sangat berpengaruh atau
mewarnai etika maupun kode etik.

2.2.2 Fungsi Etika dan Moral dalam Praktek Kebidanan


Sebenarnya etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih
baik, tetapi etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis
berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan. Etika akan
menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan untuk

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


berargumentasi secara rasional dan kritis. Orientasi etis ini diperlukan dalam
mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme. Pluralisme moral
diperlukan karena:
1. Pandangan moralyang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku,
daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan;
2. Modernisasi membawa perubahanbesardalam struktur dan nilai
kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral
tradisional;
3. Berbagai ideologi menawarkandiri sebagai penuntun kehidupan,
masing-masingdengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia
harus hidup.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi
prinsip serta moral dasar dan etika khusus atau etika terapan yang berlaku
khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika
sosial. Etika sosial dibagi menjadi:
1) Sikap terhadap sesama;
2) Etika keluarga
3) Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis,
pialang informasi
4) Etika politik
5) Etika lingkungan hidup, serta
6) Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional
tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu
dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika
dengan moralitas.

2.2.3 Nilai-nilai Esensial dalam Profesi Kebidanan


Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing”
melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai
esensial dalam praktek keperawatan profesional. Nilai-Nilai esensial ini sangat
bekaitan dengan moral keperawatan dalam praktiknya. Perkumpulan ini
mengidentifikasikan 7 nilai-nilai esensial dalam kehidupan profesional, yaitu:

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


1. Aesthetics (keindahan) : Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian,
seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas,
imajinasi, sensitifitas dan kepedulian.
Contoh : seorang perawat yang telah selesai melaksanakan tindakan
keperawatan personal hygiene (memandikan) yang kemudian
memberikan reinforchment positif kepada kliennya, sehingga
meningkatkan harga diri klien tersebut dan klien tersebut merasa
dirinya teraktualisasi.
2. Altruisme (mengutamakan orang lain): Kesediaan memperhatikan
kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan, komitmen, arahan,
kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan. Pada nilai ini
sikap perawat yang lebih mengutamakan orang lain, daripada
keperluannya sendiri yaitu lebih mengutamakan kewajibannya
daripada hak.
3. Equality (kesetaraan) : Memiliki hak atau status yang sama termasuk
penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi.
Contoh: Bapak Anu merupakan salah satu masyarakat yang
tergolong masyarakat miskin, sedangkan suster Hani perawat bapak
Anu merupakan masyarakat yang tergolong dalam masyarakat
menengah keatas. Namun dalam pemberian pelayanan kesehatan
suster hani memberikan pelayanan yang terbaik bagi kliennya tanpa
melihat status golongan dari kliennya.
4. Freedom (Kebebasan) : Memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan
termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam
pengarahan diri sendiri. Disini seorang perawat bebas untuk berbuat
atau bertindak namun tetap harus sesuai dengan etika dan moral
keperawatan.
5. Human dignity (Martabat manusia) : Berhubungan dengan penghargaan
yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk
didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan
penuh terhadap kepercayaan.
Contoh: seorang perawat merasa sangat senang apabila pasiennya
memutuskan untuk berhenti merokok serta mengurangi kegiatan
bisnisnya, karena dia mulai menyadari dan sangat menghargai
kesehatannya.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


6. Justice (Keadilan) : Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal
termasuk objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta
kewajaran.
Contoh : seorang perawat yang adil dalam memberikan pelayanan
tanpa memandang status ekonomi kliennnya, dan selalu
memberikan pelayanan yang terbaik pada semua pasien.
7. Truth (Kebenaran) : Menerima kenyataan dan realita, termasuk
akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional.
Perawat yang jujur dalam memberikan tindakan, dan dalam
memberikan informasi yang riil dalam pekembangan kesehatan klien,
termasuk jujur dalam pemberian obat, agar kepercayaan klien
meningkat dan juga untuk menghindari kasus mall praktik.

KLARIFIKASI NILAI-NILAI (VALUES)

Klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana seseorang dapat


mengerti sistem nilai-nilai yang melekat pada dirinya sendiri. Hal ini
merupakan proses yang memungkinkan seseorang menemukan sistem
perilakunya sendiri melalui perasaan dan analisis yang dipilihnya dan muncul
alternatif-alternatif, apakah pilihan–pilihan ini yang sudah dianalisis secara
rasional atau merupakan hasil dari suatu kondisi sebelumnya
(Steele&Harmon, 1983). Klarifikasi nilai-nilai mempunyai manfaat yang
sangat besar didalam aplikasi keperawatan dan kebidanan. Ada tiga fase
dalam klarifikasi nilai-nilai individu yang perlu dipahami oleh perawat dan
bidan.
Pilihan: (1) Kebebasan memilih kepercayaan serta menghargai
keunikan bagi setiap individu; (2) Perbedaan dalam kenyataan hidup selalu
ada perbedaan-perbedaan, asuhan yang diberikan bukan hanya karena
martabat seseorang tetapi hendaknya perlakuan yang diberikan
mempertimbangkan sebagaimana kita ingin diperlakukan. (3) Keyakinan
bahwa penghormatan terhadap martabat seseorang akan merupakan
konsekuensi terbaik bagi semua masyarakat.
Penghargaan: (1) Merasa bangga dan bahagia dengan pilihannya
sendiri (anda akan merasa senang bila mengetahui bahwa asuhan yang anda
berikan dihargai pasen atau klien serta sejawat) atau supervisor memberikan
pujian atas keterampilan hubungan interpersonal yang dilakukan; (2) Dapat

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


mempertahankan nilai-nilai tersebut bila ada seseorang yang tidak bersedia
memperhatikan martabat manusia sebagaimana mestinya.
Tindakan : (1) Gabungkan nilai-nilai tersebut kedalam kehidupan
atau pekerjaan sehari-hari; (2) Upayakan selalu konsisten untuk menghargai
martabat manusia dalam kehidupan pribadi dan profesional, sehingga timbul
rasa sensitif atas tindakan yang dilakukan.
Semakin disadari nilai-nilai profesional maka semakin timbul nilai-
nilai moral yang dilakukan serta selalu konsisten untuk mempertahankannya.
Bila dibicarakan dengan sejawat atau pasien dan ternyata tidak sejalan, maka
seseorang merasa terjadi sesuatu yang kontradiktif dengan prinsip-prinsip
yang dianutnya yaitu; penghargaan terhadap martabat manusia yang tidak
terakomodasi dan sangat mungkin kita tidak lagi merasa nyaman. Oleh karena
itu, klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana kita perlu
meningkatkan serta konsisten bahwa keputusan yang diambil secara khusus
dalam kehidupan ini untuk menghormati martabat manusia. Hal ini
merupakan nilai-nilai positif yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-
hari dan dalam masyarakat luas.

2.3 ETIKA PROFESI BIDAN

2.3.1 Peran, Fungsi dan Standar Kompetensi Bidan

Dalam KepMeKes nomor 369/MENKES/SK/III/2007 dikatakan bahwa


Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting
dan strategis terutama dalam penurunan angka kematian bayi. Bidan
memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna,
berfokus pada aspek pencegahan, promosi berlandaskan kemitraan dan
pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya
untuk senantiasa siap melayani siapa saja, diman saja dan kapan saja. Bidan
juga mempunyai tugas penting dalam pendidikan kesehatan masyarakat dan
konseling yang diberikan tidak hanya pada perempuan tapi juga pada
keluarga dan masyarakat. Untuk menjamin agar pelayanan yang diberikan
adalah pelayanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan klien maka
diperlukan adanya suatu standar profesi sebagai acuan tentang Peran Bidan,
Fungsi Bidan serta Kompetensi yang harus dimiliki oleh Bidan.
A. Peran Bidan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai
pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti.
1. Peran sebagai pelaksana.
Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas yaitu tugas
mendiri, tugas kolaborasi, dan tugas ketergantungan/rujukan.
a. Tugas mandiri.
1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan yang diberikan, mencakup :
- Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan
asuhan klien.
- Menentukan diagnosis.
- Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang
dihadapi
- Melakssnakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah
disusun
- Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan
- Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan
2) Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan
dengan melibatkan mereka sebagai klien, mencakup :
- Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan
wanita dalam mas pranikah.
- Menentukan diagnosis dan kabutuhan pelayan dasar.
- Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas
mendasar bersama klien.
- Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.
- Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan
bersama klien
- Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama
klien.
- Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.
3) Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan
normal, mencakup :
- Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.
- Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan
klien.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


- Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai
dengan prioritas masalah.
- Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana
yang telah disusun.
- Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama
klien.
- Membuat rencana tindakan lanjut asuhan kebidanan
bersama klien.
- Membuat pencatata dan pelaporan asuhan kebidanan yang
telah diberikan.
4) Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan
dengan melibatkan klien/keluarga, mencakup :
- Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam
masa persalinan.
- Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan
dalam masa persalinan.
- Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai
dengan prioritas masalah.
- Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana
yang telah disusun.
- Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan
bersama klien.
- Membuat rencana tindak pada ibu selama masa persalinan
sesuai dengan prioritas.
- Membuat asuhan kebidanan.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, mencakup :
- Mengkaji status kesehatan bayi baru lahir dengan melibatkan
keluarga.
- Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan pada bayi
baru lahir.
- Menyusun rencana asuhan kebdanan sesuai dengan prioritas.
- Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat.
- Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
- Membuat rencana tindak lanjut.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


- Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah
diberikan.
6) Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan
melibatkan klien/keluarga, mencakup :
- Mengkaji status kesehatan bayi baru lahir dengan melibatkan
keluarga.
- Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan pada bayi
baru lahir.
- Menyusun rencana asuhan kebdanan sesuai dengan prioritas.
- Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat.
- Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
- Membuat rencana tindak lanjut.
- Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah
diberikan.
7) Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang
membutuhkan pelayanan keluarga berencana, mencakup :
- Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada PUS
(Perempuan Usia Subur)
- Menentukan diagnosis dan kebuthan pelayanan.
- Menyusun rencana pelayanan KB sesuai dengan prioritas
maslaha bersama klien.
- Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah
dibuat.
- Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan
- Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama
- Membuat pencatatan dan pelaporan.
8) Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan
reproduksi dan wanita dalam masa masa klimakterium serta
menopause, mencakup :
- Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien.
- Menentukan diagnosis, prognosis, prioritas, dan kebutuhan
asuhan.
- Menyusun rencana asuhan sesuai dengan prioritas masalah
bersama klien.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


- Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
- Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang
telah diberikan.
- Membuat rencana tindak lanjut bersama klien.
- Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.
9) Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan
melibatkan keluarga, mencakup :
- Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan
tumbuh kembang bayi/balita.
- Menentukan diagnosis dan prioritas masalah.
- Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.
- Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah.
- Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan.
- Membuat rencana tindak lanjut.
- Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan.
b. Tugas kolaborasi.
1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan
keluarga, mencakup :
- Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan
kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
- Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
- Merencanakan tindakan sesuai denga prioritas
kegawatdaruratan dan hasil kolaborasi serta bekerja sama
dengan klien.
- Melakasanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan
melibatkan klien
- Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan
- Menyususn rencana tindak lanjut bersama klien.
- Membuat pencatatan dan pelaporan
2) Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi
dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi, mencakup :

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


- Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus resiko tinggi dan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
- Menentukan diagnosis, prognosis dan prioritas sesuai
dengan factor resiko serta keadaan kegawatdaruratan pada
kasus resiko tinggi.
- Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan
pertama sesuai dengan prioritas.
- Melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil
dengan resiko tinggi dan member pertolongan pertama
sesuai dengan prioritas.
- Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan
pertama.
- Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
- Membuat pencatatan dan pelaporan.
3) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan
dengan resiko tinggi serta keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi
dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup :
- Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam mas
persalinan dengan resiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
- Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai
dengan factor resiko dan keadaan kegawatdaruratan.
- Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa
persalinan dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama
sesuai dengan prioritas.
- Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa
persalinan dengan resiko tinggi dan member pertolongan
pertama sesuai dengan prioritas.
- Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan
pertama pada ibu hamil dengan resiko tinggi.
- Menyususn rencana tindakan lanjut bersama klien.
- Membuat pencatatan dan pelaporan.
4) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan
resiko tinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi
bersama klien dan keluarga, mencakup :
- Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas
dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
- Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai
dengan factor resiko serta keadaan kegawatdaruratan.
- Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa
nifas dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai
dengan rencana.
- Melaksanakan asuhan kebidanan dengan resiko tinggi dan
memeberi pertolongan pertama sesuai dengan rencana.
- Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan
pertama.
- Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
- Membuat pencatatan dan pelaporan.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko
tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawat
daruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien
dan keluarga, mencakup :
- Mengkaji kebutuhan asuhan kebidana pada bayi baru lahir
dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
- Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai
dengan faktor resiko serta keadaan kegawatdaruratan.
- Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan
prioritas.
- Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan resiko tinggi dan memeberi pertolongan pertama
sesuai dengan prioritas.
- Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan
pertama.
- Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
- Membuat pencatatan dan pelaporan.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


6) Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi
serta pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan
yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama kliendan
keluarga, mencakup :
- Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan resiko tinggi
dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
- Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai
dengan factor resiko serta keadaan kegawatdaruratan.
- Menyusun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan
resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan
prioritas.
- Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko
tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan
prioritas.
- Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan
pertama.
- Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
- Membuat pencatatan dan pelaporan.
c. Tugas ketergantungan/rujukan.
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan sesuai fungsi keterlibatan klien dan keluarga,
mencakup :
- Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan yang memerlukan
tindakan diluar lingkup kewenangan bidan dan memerlukan
rujukan.
- Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas serta
sumber-sumber dan fasilitas untuk kebutuhan intervensi
lebih lanjut bersama klien/keluarga.
- Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada
petuga/intitusi pelayanan kesehatan yang berwenang
dengan dokumentasi yang lengkap.
- Membuat pencatatan dan pelaporan serta
mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


2) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
kasus kehamilan resiko tinggi serta kegawatdaruratan,
mencakup :
- Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan melalui konsultasi
dan rujukan.
- Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
- Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan
rujukan.
- Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.
- Persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien
dan keluarga, mencakup, mengirim klien untuk keperluan
intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan
kesehatan yang berwenang.
- Membuat pencatatan dan pelaporan serta
mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
3) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
masa :
- Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan
pada ibu dalam persalinan yang memerlukan konsultasi dan
rujukan.
- Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
- Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan
rujukan.
- Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada
petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
- Membuat pencatatan dan pelaporan serta
mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
4) Member asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
ibu dalam masa nifas yang disertai penyulit tertentu dan
kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga,
mencakup :
- Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan
pada ibu dalam masa nifas yang memerlukan konsultasi dan
rujukan.
- Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


- Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan
rujukan.
- Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada
petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
- Membuat pencatatan dan pelaporan serta
mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan
tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi
serta rujukan, mencakup :
- Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan
pada bayi baru lahir yang memerlukan konsultasi dan
rujukan.
- Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
- Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan
rujukan.
- Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada
petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
- Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.
6) Memberi asuhan kebidanan pada anak balita dengan kelainan
tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi dan
rujukan melibatkan klien/keluarga, mencakup :
- Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan
pada balita yang memerlukan konsultasi dan rujukan.
- Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
- Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan
rujukan.
- Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada
petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
- Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.
2. Peran sebagai pengelola.
a. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan
Bidan bertugas; mengembangkan pelayanan dasar kesehatan,
terutama pelayanan kebidanan untuk individu, keluarg, kelompok
khusus, dan masyarakat diwilayah kerja dengan melibatkan
masyarakat/klien, mencakup :

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


1) Mengkaji kebutuhan terutama yang membutuhkan dengan
kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan serta
mengembangkan program pelayanan kesehatan diwilayah
kerjanya bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat.
2) Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama
masyarakat.
3) Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat,
khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
(KB) sesuai dengan rencana.
4) Mengkoordinir, mengawasi dan membimbing kader, dukun, atau
petugas kesehatan lain dalam melaksanakan program/kegiatan
pelayanan kesehatan ibu dan anak serta KB.
5) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat khususnya kesehatan anak serta KB, termasuk
pemanfaatan sumber yang ada pada program dan sector terkait.
6) Menggerakkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat
serta memelihara kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-
potensi yang ada.
7) Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik
professional melalui pendidikan, pelatihan, magang serta
kegiatan-kegiatan dalam kelompok profesi.
8) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilakasanakan.
b. Berpartisipasi dalam tim
1) Bekerja sama dengan puskesmas, istitusi lain sebagai anggota
tim dalam member asuhan kepada klien dalam bentuk konsultasi
rujukan dan tindak lanjut.
2) Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader
kesehatan atau petugas lapangan keluarga berencana (PLKB)
dan masyarakat.
3) Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader
dan petugas kesehatan lain.
4) Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.
5) Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang
berkaitan dengan kesehatan.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


3. Peran sebagai pendidik.
Sebagai pendidik bidan memiliki tugas-tugas yaitu sebagai pendidik
dan penyuluh kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader.
a. Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien.
Bidan memeberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien
(individu, keluarga, kelompok, serta masyarakat) tentang
penanggualangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, mencakup :
1) Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan,
khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak, dan keluarga
berencana bersama klien.
2) Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang bersama klien.
3) Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai
dengan rencana yang telah disusun.
4) Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan
kesehatan sesuai dengan rencana jangka pendek serta jangka
panjang dengan melibatkan unsure-unsur terkait, termasuk
klien.
5) Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama
klien dan menggunakannya untuk memperbaiki serta
meningkatkan program dimasa yang akan datang.
6) Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil
pendidikan/penyuluhan kesehatan secara lengkap serta
sistematis.
b. Melatih dan membimbing kader
Bidan telah melatih dan membimbing kader, peserta sisik kebidanan
dan keperawatan, serta membina dukun diwilayah atau tempat
kerja.
1) Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbinan bagi kader, dukun
bayi, serta peserta didik.
2) Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan hasil
pengkajian.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


3) Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids, AVA) dan
bahan untuk keperluan pelatihan dan bimbingan sesuai dengan
rencana yang telah disusun.
4) Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai
dengan rencana yang telah disusun dengan melibatkan unsure-
unsur terkait.
5) Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan dalam
lingkup kerjanya.
6) Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan.
7) Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program
bimbingan.
8) Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi
pelatihan serta bimbingan secara sistematis dan lengkap.
4. Peran sebagai peneliti.
Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang
kesehatan baik secara mandiri maupun berkelompok, mencakup :
a. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
b. Menyusun rencana kerja pelatihan.
c. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
d. Mengelola dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
e. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
f. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan
mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan.
B. Fungsi Bidan
Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan diatas, maka
fungsi bidan adalah sebagai berikut :
1. Fungsi pelaksana
a. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga,
serta masyarakat (khususnya kaum remaja) pada masa
praperkawinan.
b. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal,
kehamilan dengan kasus patologis tertentu, dan kehamilan dengan
resiko tinggi.
c. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


d. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan resiko
tinggi.
e. Melakukan asuhan kebidanan pada ibun nifas.
f. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.
g. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan prasekolah.
h. Memberi pelayanan keluarga berencana sesuai dengan
wewenangnya.
i. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus gangguan
sistem reproduksi, termasuk wanita pada masa klimakterium
internal dan menopause sesuai dengan wewenangnya.
2. Fungsi pengelola
Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup :
a. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi
individu, keluarga, kelompok masyarakat, sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat setempat yang didukung oleh partisipasi
masyarakat.
b. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan dilingkungan
unit kerjanya.
c. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.
d. Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antar sector yang
terkait dengan pelayanan kebidanan
e. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan
kebidanan.
3. Fungsi pendidik
Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup :
a. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga dan kelompok
masyarakat terkait dengan pelayanan kebidanan dalam lingkup
kesehatan serta keluarga berencana.
b. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesehatan sesuai
dengan bidang tanggung jawab bidan.
c. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan
praktik di klinik dan dimasyarakat.
d. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai
dengan bidang keahliannya.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4. Fungsi peneliti
Fungsi bidan sebagai penelitian mencakup :
a. Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang
dilakukan sendiri atau berkelompok dalam lingkup pelayanan
kebidanan.
b. Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga berencana.
C. Standar Kompetensi Bidan
1. Konsep Kompetensi Dan Standar Kompetensi
a. Konsep Kompetensi Bidan
Kompetensi menurut SK Mendiknas 045/U/2002 adalah
seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung-jawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat
dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Elemen-
elemen kompetensi terdiri atas :
 Landasan kepribadian.
 Penguasaan ilmu dan keterampilan.
 Kemampuan berkarya.
 Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian
ber-dasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai.
b. Konsep Standar Kompetensi
Standar memberikan pengertian sebagai pernyataan eksplisit
tentang kualitas minimal yang diharapkan dalam melaksanakan suatu
pekerjaan. Konsep standar kompetensi bidan yang disusun berdasar-
kan pada kesepakatan bersama dari berbagai pihak terkait yaitu IBI,
AIPKIND, Kolegium Bidan Indonesia, Praktisi bidan, Kementerian
Kesehatan, Kementrian Pendidikan Nasional, pihak penyelenggara
pendidikan dan perempuan sebagai penerima Layanan. Kesepakatan ini
selanjutnya akan disahkan oleh PP-IBI bersama Kolegium Bidan
Indonesia. Standar Kompetensi disusun melalui pengorganisasian
kompetensi berdasarkan pendekatan yang bersifat umum ke yang
bersifat khusus/spesifik yaitu profil, kompetensi utama, kompetensi
penunjang dan Kriteria Kinerja (Performance Criteria). Pernyataan
kompetensi (competency statement) menggambarkan tingkat
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude) yang
harus dimiliki oleh lulusan bidan. Profil dan Kompetensi Utama perlu

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


dilengkapi dengan deskripsi untuk memberikan informasi tentang
lingkup dan kedalaman kompetensi yang akan dicapai. Kompetensi
Penunjang dan Kriteria Kinerja (Performance Criteria) berisikan
pernyataan kompetensi-kompetensi yang diperlukan dengan tingkat
kompetensi (Level of competency) untuk mencapai kompetensi utama
yang telah ditetapkan. Selanjutnya Kompetensi Penunjang dijabarkan
dalam Kriteria Kinerja (Performance Criteria) dengan menggunakan
analisa instruksional.
Tingkat kompetensi disusun mengacu pada ditentukan dengan
memanfaatkan ranah taxonomy yang telah dikenal dan dipakai di dunia
pendidikan secara terintegrasi, yaitu Cognitive (C), Psychomotoric (P)
dan Afektif (A). Batas minimal tingkat kompetensi ditentukan berkisar
pada tingkat kognitif 1 s/d 6, psikomotor 1 s/d 5, dan afektif 1 s/d 5.

Keterangan:
 Profil Profil bidan di Indonesia merupakan tampilan kinerja bidan
pada area pelayanan kebidanan yaitu mencakup sebagai pemberi
asuhan (care provider), pengambil keputusan (decision maker),
komunikator (communicator), pemimpin masyarakat (community
leader), dan manajer (manager).
 Area kompetensi Area kompetensi adalah sejumlah/keseluruhan
kompetensi baku yang diperlu-kan dalam melaksanakan
tugas/pekerjaan tertentu suatu bidang keahlian. Area kompetensi
bidan adalah keseluruhan kompetensi yang harus dimiliki bidan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


dalam melaksanakan pelayanan kebidanan yaitu : Etik legal dan
keselamatan pasien, Komunikasi efektif, Pengembangan diri dan
profesionalisme, Landasan ilmiah ilmu kebidanan, Keterampilan
klinis dalam praktik kebidanan , Promosi kesehatan dan konseling,
Manajemen kepemimpinan dan kewirausahaan
 Komponen kompetensi Komponen kompetensi bidan merupakan
jabaran fungsi tugas/pekerjaan yang mendukung tercapainya
keseluruhan kompetensi bidan, dan diuraikan lebih spesifik
menjadi unit kompetensi.
 Elemen kompetensi Elemen kompetensi merupakan sejumlah
sub-fungsi tugas/pekerjaan bidan yang mendukung ketercapaian
unit kompetensi dan merupakan aktivitas yang dapat diukur dan
diamati, meliputi ranah pengetahuan, keterampilan, dan afektif.
 Kriteria Kinerja (Performances Criteria) Kriteria kinerja adalah
kemampuan bidan yang dapat diukur dalam menunjukkan
kinerjanya sesuai dengan standar kompetensi yang telah
ditentukan oleh profesi dan kolegium berdasarkan undang-undang
atau peraturan yang berlaku.
2. Kompetensi Bidan Indonesia
a. Area Kompetensi Bidan Indonesia
Area kompetensi bidan Indonesia meliputi :
Area Kompetensi 1: Etik legal dan keselamatan pasien
Area kompetensi 2: Komunikasi efektif
Area kompetensi 3: Pengembangan diri dan profesionalisme
Area kompetensi 4: Landasan ilmiah praktek kebidanan
Area kompetensi 5: Keterampilan klinis dalam praktik kebidanan
Area kompetensi 6: Promosi kesehatan dan konseling
Area kompetensi 7:Manajemen, kepemimpinan dan kewirausahaan
b. Komponen Kompetensi
Area kompetensi 1: Etik legal dan keselamatan pasien
Kompetensi Inti 1: Berperilaku profesional, bermoral, dan memiliki
etika dalam tanggap terhadap/ menyikapi/mencermati issue etik
maupun aspek legal dalam praktik kebidanan yang berorientasi pada
keselamatan perempuan dan masyarakat
Komponen Kompetensi :

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


1.1. Memiliki perilaku professional
1.1.1. Menunjukkan sikap profesional sesuai dengan kode etik
kebidanan
1.1.2. Mengembangkan praktik kebidanan dengan berpedoman
pada standar profesi
1.1.3. Menghargai perempuan dan keluarganya tanpa
membedakan status sosial, budaya, dan tradisi yang
diyakininya
1.1.4. Mengakui kelebihan orang lain tanpa memandang status
sosial
1.1.5. Menyadari keterbatasan diri, baik sebagai manusia
maupun sebagai bidan
1.1.6. Berperilaku sebagai agen pembaharu bagi perempuan
dan masyarakat, terutama dalam lingkup praktik
kebidanan
1.1.7. Menjalin kerjasama sebagai tim kesehatan dalam
meningkatkan derajat kesehatan perempuan dan
masyarakat, khususnya pelayanan kebidanan
1.1.8. Menghargai budaya multikultural terkait kesehatan
reproduksi perempuan
1.2. Mematuhi aspek etik-legal dalam praktik kebidanan
1.2.1. Menghargai hak azasi manusia khususnya hak
perempuan dalam kesehatan reproduksi.
1.2.2. Mematuhi Undang-undang/Peraturan yang berlaku
dalam menjalan-kan praktik kebidanan
1.2.3. Bertanggung jawab dan mempertanggunjawabkan
pelayanan kebidanan yang dilakukannya.
1.3. Menghargai hak-hak perempuan dan keluarganya
1.3.1. Menghargai keputusan perempuan terkait dengan
kesehatan reproduksinya
1.3.2. Menjaga kerahasiaan perempuan terkait dengan
kehidupan dan kesehatan reproduksinya
1.3.3. Menghormati martabat perempuan dan keluarganya

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


1.3.4. Menjalin kemitraan dengan perempuan dan keluarganya
dalam pengambilan keputusan terhadap kepentingan
kesehatan reproduksinya.
1.4. Mengutamakan keselamatan pasien dalam praktik
kebidanan
1.4.1. Memberi pelayanan kebidanan yang aman berpusat pada
kebutuhan kesehatan perempuan
1.4.2. Membantu perempuan dalam mengambil keputusan
mengenai kesehatan reproduksinya
1.4.3. Memberdayakan keluarga dan masyarakat dalam
mendukung kesehatan reproduksi perempuan
1.4.4. Melakukan deteksi dini dan cepat tanggap terhadap
kondisi yang mengancam kehidupan perempuan dan
keluarganya
Komponen area kompetensi 2:
Komunikasi efektif Kompetensi Inti : Mampu bertukar informasi
secara verbal dan non-verbal dengan pasien/ perempuan,
keluarganya, masyarakat di lingkungan perempuan, sesama profesi,
antar profesi kesehatan, dan stakeholder
Komponen Kompetensi :
2.1 Berkomunikasi dengan perempuan dan anggota
keluarganya
2.1.1 Membangkitkan rasa percaya diri perempuan dan
keluarganya ketika mendiskusikan tentang kesehatan
reproduksinya
2.1.2 Menggali dan mengembangkan informasi tentang kondisi
kesehatan reproduksi perempuan.
2.1.3 Memberi penjelasan dan informasi yang akurat kepada
perempuan dan keluarganya tentang kesehatan
reproduksinya
2.1.4 Memberi penjelasan dan informasi yang akurat serta
meminta persetujuan kepada perempuan dan
keluarganya untuk melakukan tindakan/rujukan
2.2 Berkomunikasi dengan masyarakat

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


2.2.1 Menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh
masyarakat dalam memberikan informasi kesehatan.
2.2.2 Melibatkan tokoh masyarakat dalam pemanfaatan sarana
dan prasarana yang dapat menunjang ketercapaian
informasi kesehatan secara luas dan efektif kepada
masyarakat di wilayah kerjanya.
2.3 Berkomunikasi dengan sesama profesi
2.3.1 Memberi informasi yang tepat mengenai kondisi pasien
baik secara lisan, tertulis, atau melalui media elektronik
dengan meng-utamakan kepentingan pasien berdasarkan
keilmuan dalam praktik kebidanan
2.3.2 Menelaah kasus pasien bersama tim kerja untuk
meningkatkan pelayanan dan keilmuan dalam praktik
kebidanan
2.4 Berkomunikasi dengan profesi lain
2.4.1 Memberi informasi yang relevan tentang kondisi pasien
baik secara lisan, tertulis, ataupun melalui media
elektronik kepada profesi lain sesuai dengan kepentingan
pasien
2.4.2 Menjalin kerjasama dengan profesi lain dalam memberi
pelayanan kebidanan kepada perempuan.
2.5 Berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan (stake
holders)
2.5.1 Memberi informasi kepada stakeholder tentang lingkup
kerja bidan
2.5.2 Membahas kinerja dan kebutuhan bidan yang diharapkan
oleh stakeholder melalui forum komunikasi terpadu
2.5.3 Melakukan advokasi kepada stakeholder.
Komponen Area kompetensi 3: Profesionalisme dan
Pengembangan diri
Komponen Kompetensi : Mampu mengembangkan diri dengan
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi terkini, serta
menyadari keterbatasan diri berkaitan dengan praktik kebidanan
serta menjunjung tinggi komitmen terhadap profesi bidan.
Komponen Kompetensi :

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


3.1 Kesediaan mawas diri
3.1.1 Mengakui keterbatasan kemampuan yang berkaitan
dengan praktik kebidanan
3.1.2 Membekali diri dengan kecerdasan spiritual dan
emosional
3.1.3 Melakukan refleksi terhadap pelayanan kebidanan yang
telah dilakukan secara ilmiah.
3.1.4 Menerima dan menanggapi secara wajar terhadap
kritikan yang membangun praktik kebidanan
3.1.5 Membina hubungan interpersonal dalam lingkungan
praktik kebidanan
3.2 Kesediaan belajar sepanjang hayat
3.2.1 Mengidentifikasi kebutuhan belajar dirinya
3.2.2 Mengikuti perkembangan keilmuan terkini yang
menunjang praktik kebidanan
3.2.3 Berpikir kritis terhadap literatur dan relevansinya
dengan praktik kebidanan berdasarkan evidence based
3.2.4 Mencari informasi dari berbagai sumber untuk
pengembangan profesi kebidanan
3.3 Mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan kebidanan
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dengan teknologi
terkini.
3.3.1 Mencermati kesenjangan terhadap penerapan ilmu
kebidanan dalam praktik.
3.3.2 Mencari jawaban terhadap kesenjangan penerapan ilmu
kebidanan dalam praktik.
3.4 Berkomitmen mengembangkan profesi bidan
3.4.1 Berpartisipasi dalam organisasi profesi
3.4.2 Memberi kontribusi keilmuan yang menunjang
pengembangan profesi
3.4.3 Melakukan musyawarah terhadap segala bentuk
perubahan terkait profesi bertujuan untuk meningkatkan
kinerja profesi
3.4.4 Menghargai dan melaksanakan kesepakatan yang telah
diputuskan profesi

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Komponen area kompetensi 4: Landasan ilmiah Praktik
kebidanan
Kompetensi Inti : Bidan memiliki pengetahuan tentang ilmu
kebidanan, neonatologi, ilmu-ilmu sosial, ilmu kesehatan
masyarakat, etika, budaya, dan asuhan yang tepat untuk perempuan,
bayi yang baru lahir, “childbearing women”,dan keluarga
Komponen Kompetensi :
4.1 Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi dan
pendidikan kesehatan yang tanggap budaya dalam upaya
mempromosikan kehidupan keluarga yang sehat,
perencanaan kehamilan dan menjadi orang tua, yaitu :
4.1.1 Anatomi dan fisiologi perempuan dan laki-laki yang
berhubungan dengan konsepsi dan reproduksi
4.1.2 Pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan
dengan organ seksual, perkembangan seksualitas dan
aktivitas seksual
4.1.3 Norma budaya dan praktek yang berhubungan dengan
seksualitas, praktek seksual, perkawinan, dan
“childbearing women”
4.1.4 Data yang sesuai tentang riwayat kesehatan, keluarga
dan genetik
4.1.5 Pemeriksaan fisik dan laboratorium penunjang untuk
memastikan apakah kehamilan sehat
4.1.6 Pendidikan kesehatan tentang kesehatan seksual dan
reproduksi (misalnya, penyakit menular seksual, HIV,
bayi dan kesehatan anak)
4.1.7 Prinsip dasar farmakokinetika obat-obatan kontrasepsi
4.1.8 Metode kontrasepsi alamiah yang dapat diterima budaya
masyarakat setempat
4.1.9 Metode kontrasepsi : barrier, steroid, mekanik, kimia dan
pembedahan. Cara kerja, indikasi, manfaat dan risiko
kontrasepsi. Rumor dan mitos yang mempengaruhi
penggunaan alat kontrasepsi

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4.1.10 Kriteria kelayakan penggunaan metode kontrasepsi,
termasuk jangka waktu yang sesuai dalam penggunaan
kontrasepsi tersebut.
4.1.11 Metode dan strategi untuk memfasilitasi perempuan dan
/ atau pasangan dalam membuat keputusan pemilihan
metode kontrasepsi
4.1.12 Tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan infeksi
menular seksual yang sering terjadi
4.1.13 Indikator umum penyakit akut dan kronis , spesifik pada
daerah yang dapat meyebabkan risiko pada seorang
perempuan hamil dan janinnya (misalnya, HIV, TB,
malaria) serta proses rujukan untuk penilaian lebih
lanjut dan pencegahan terhadap kemungkinan perluasan
penyakit
4.1.14 Indikator dan metode untuk memberikan konseling dan
rujukan pada kasus dengan masalah seksual, kekerasan
gender, kekerasan emosional dan penelantaran
4.1.15 Prinsip metode skrining untuk kanker serviks, (misalnya,
inspeksi visual dengan asam asetat [IVA], Pap test, dan
kolposkopi)
4.2 Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk dapat
memberikan pelayanan antenatal yang berkualitas tinggi
guna memaksimalkan kesehatan selama kehamilan
termasuk deteksi dini dan pengobatan atau rujukan pada
komplikasi tertentu
4.2.1 anatomi dan fisiologi tubuh manusia
4.2.2 biologi reproduksi manusia termasuk siklus menstruasi,
dan proses konsepsi
4.2.3 Tanda dan gejala kehamilan
4.2.4 Pemeriksaan dan tes untuk memastikan kehamilan
4.2.5 Metode untuk diagnosis kehamilan ektopik
4.2.6 Prinsip penghitungan usia kehamilan berdasarkan siklus
menstruasi, ukuran dan pembesaran rahim, dan
penggunaan USG (jika tersedia).

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4.2.7 Data riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik sesuai
kebutuhan pada setiap kunjungan
4.2.8 Manifestasi dari tingkat mutilasi (pemotongan) alat
kelamin perempuan dan dampak yang mungkin terjadi
terhadap kesehatan perempuan, termasuk proses
kelahiran.
4.2.9 Pemeriksaan tes laboratorium sesuai dengan kebutuhan
(misalnya HB, tes urine untuk gula, protein, aseton,
bakteri).
4.2.10 Perkembangan normal kehamilan: perubahan fisik,
ketidaknyamanan umum, pembesaran fundus sesuai usia
kehamilan
4.2.11 Implikasi pembesaran fundus yang tidak sesuai usia
kehamilan, termasuk pertumbuhan janin terhambat/
terbatas, oligo dan polihidramnion, janin lebih dari satu.
4.2.12 Faktor risiko pada janin yang memerlukan rujukan ibu
hamil ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi sebelum
terjadi persalinan dan kelahiran.
4.2.13 Perubahan psikologis normal pada kehamilan, indikator
stres psikososial, dan dampaknya terhadap kehamilan
ibu dan keluarga.
4.2.14 Ketersedian bahan/obat tradisional non farmakologi
yang aman untuk menghilangkan ketidaknyamanan
selama kehamilan.
4.2.15 Bagaimana menentukan kesejahteraan janin selama
kehamilan termasuk detak jantung janin dan pola
aktivitas.
4.2.16 Kebutuhan gizi perempuan hamil dan janin
4.2.17 Pendidikan kesehatan dalam kehamilan (misalnya,
informasi cara mengurangi ketidaknyamanan umum,
kebersihan, seksualitas, olaraga, dan bekerja di dalam
atau di luar rumah)
4.2.18 Prinsip dasar obat farmakokinetik yang diresepkan,
diberikan atau diserahkan kepada perempuan selama
kehamilan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4.2.19 Efek obat yang diresepkan, obat bebas, obat tradisional,
serta pemberian obat dengan dosis yang berlebihan pada
kehamilan dan janin
4.2.20 Dampak merokok, penyalahgunaan alkohol dan napza
pada ibu hamil dan janin.
4.2.21 Perencanaan persalinan (persiapan untuk persalinan,
kelahiran, dan kegawatdaruratan).
4.2.22 Persiapan keluarga untuk menyambut kelahiran bayi
4.2.23 Tanda dan gejala awal persalinan (termasuk persepsi
perempuan dan gejala)
4.2.24 Teknik untuk meningkatkan relaksasi dan cara mengatasi
nyeri selama proses persalinan.
4.2.25 Tanda, gejala dan dampak yang mungkin terjadi pada
kondisi yang mengancam jiwa perempuan hamil dan /
atau janinnya, (misalnya, pre-eklampsia/eklampsia,
perdarahan pevaginam, persalinan prematur, anemia
berat, Rh isoimmunisation, sifilis)
4.2.26 Cara dan metode menasihati tentang perawatan,
pengobatan dan dukungan untuk perempuan hamil HIV-
positif termasuk langkah-langkah untuk mencegah
penularan ibu-ke-bayi (PMTCT) (termasuk pilihan
pemberian makan).
4.2.27 Tanda, gejala dan indikasi untuk melakukan rujukan
dengan komplikasi tertentu yang mempengaruhi ibu atau
janin (misalnya, asma, infeksi HIV, diabetes, kondisi
jantung, malpresentations/kelainan letak, gangguan
plasenta, kelahiran prematur, kehamilan lewat waktu)
4.2.28 Langkah-langkah untuk pencegahan dan pengendalian
malaria dalam kehamilan, menurut pola penyakit daerah,
termasuk pengobatan pencegahan intermittent (IPT) dan
promosi kelambu berinsektisida (ITN)
4.2.29 Farmakologi dasar obat cacing pada kehamilan (sesuai
dengan kebutuhan).
4.2.30 Fisiologi laktasi dan metode mempersiapkan perempuan
untuk menyusui.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4.3 Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk
memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan tanggap
budaya selama persalinan, menolong persalinan dan
kelahiran yang bersih dan aman serta menangani situasi
kegawatdaruratan untuk memaksimalkan kesehatan ibu
dan bayi
4.3.1 Proses fisiologis kala satu, dua dan tiga persalinan
4.3.2 Anatomi kepala janin, panggul dan jalan lahir
4.3.3 Aspek psikologis dan sosial budaya dalam persalinan dan
kelahiran
4.3.4 Fase laten dan fase aktif persalinan
4.3.5 Indikator untuk induksi persalinan dan perbaikan
kontraksi rahim
4.3.6 Kemajuan persalinan normal
4.3.7 Pemantauan persalinan dengan partograf
4.3.8 Pemantauan kesejahteraan janin selama persalinan
4.3.9 Pemantauan kesejahteraan ibu selama persalinan
4.3.10 Proses penurunan bagian terendah janin melalui panggul
selama persalinan dan kelahiran; mekanisme pemutaran
presentasi janin
4.3.11 Dukungan selama persalinan (misal dengan
menghadirkan keluarga/ pendampingan, hidrasi,
dukungan emosional, mengurangi nyeri dengan non
farmakologi pengaturan posisi pada persalinan dan
kelahiran)
4.3.12 Obat-obatan yang digunakan untuk mengurangi nyeri
persalinan, termasuk faktor resiko, kerugian, metode
manajemen nyeri yang aman dan efeknya pada
persalinan fisiologis
4.3.13 Tanda dan gejala komplikasi saat persalinan ( misal
perdarahan, partus macet, mal presentasi, eklampsia,
kegawatdaruratan maternal, gawat janin, infeksi dan
prolaps tali pusat)
4.3.14 Prinsip pencegahan trauma dasar panggul dan robekan
perineum

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4.3.15 Episiotomi (pengertian, Indikasi melakukan tindakan,
metoda, prosedur tindakan)
4.3.16 Manajemen fisiologis kala III persalinan
4.3.17 Prinsip manajemen aktif kala III persalinan
4.3.18 Prinsip dasar penjahitan robekan perineum dan
episiotomi
4.3.19 Indikasi kegawatdaruratan yang membutuhkan
manajemen, dan tindakan kegawatdaruratan, kolaborasi
dan atau rujukan kegawatdaruratan obstetrik ( misalnya
prolaps tali pusat, distosia bahu, perdarahan dalam
persalinan, retensio plasenta)
4.3.20 Indikasi kebutuhan rujukan untuk operasi caesar,
ekstraksi vacum, penggunaan forsep atau
*symphisiotomy* (misalnya pada kasus gawat janin,
disproporsi kepala janin – panggul)
4.4 Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan dalam
memberikan asuhan postpartum yang komprehensif,
berkualitas tinggi, dan tanggap budaya
4.4.1 Perubahan fisik dan emosi yang terjadi setelah kelahiran
bayi, termasuk proses normal involusi uterus.
4.4.2 Fisiologi dan proses laktasi dan kelainan umum yang
biasa terjadi seperti bendungan payudara, ASI kurang
dan penyulit lainnya.
4.4.3 Menyusui dini dan ASI Eksklusif untuk ibu dan anak
4.4.4 Kebutuhan ibu postpartum dini seperti nutrisi, istirahat,
mobilisasi dan kebutuhan dasar (misal BAB dan BAK)
4.4.5 Prinsip bonding attachment orang tua dan bayi (misal
bagaimana mempromosikan hubungan yang positif)
4.4.6 Indikator sub involusi (misal : perdarahan uterus
persisten, infeksi)
4.4.7 Masalah atau komplikasi ibu menyusui, termasuk
mastitis
4.4.8 Tanda dan gejala kondisi yang mengancam jiwa yang
dapat timbul selama periode post partum (misal

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


perdarahan vaginal persisten, emboli, preeklamsia dan
eklamsi postpartum, depresi berat)
4.4.9 Tanda dan gejala komplikasi tertentu selama periode
postpartum (misal anemia persisten, hematom, depresi,
tromboflebitis, inkontinensia feses atau urin, retensi urin,
fistula obstetrik)
4.4.10 Komunikasi interpersonal bagi perempuan dan
keluarganya yang berduka/ mengalami kehilangan
(kematian ibu, bayi, keguguran, IUFD, kelainan
congenital)
4.4.11 Pendekatan dan strategi dalam memberikan dukungan
khusus bagi remaja, korban kekerasan (termasuk
pemerkosaan)
4.4.12 Prinsip aspirasi vakum manual pada kavum uteri untuk
mengeluarkan hasil konsepsi
4.4.13 Prinsip pencegahan penularan HIV, TBC, hepatitis B dan
C dari ibu ke anak pada masa post partum
4.4.14 Metode keluarga berencana yang dapat digunakan pada
masa post partum dini (misal : MAL, pil progestin)
4.4.15 Pelayanan post partum dikomunitas bagi perempuan dan
keluarganya dan cara mengakses pelayanan tersebut.
4.5 Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan dalam
memberikan asuhan dasar komprehensif dan berkualitas
tinggi pada Bayi baru lahir sehat hingga usia 2 bulan. Input
Rakernas (ditambahkan hingga anak pra
sekolah)dilengkapi:
4.5.1 Pemeriksaan awal bayi baru lahir (misal APGAR;
pernapasan, deyut jantung, reflek, tonus otot dan warna
kulit)
4.5.2 Adaptasi bayi baru lahir dengan kehidupan diluar rahim
(misal : perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem
jantung paru)
4.5.3 Kebutuhan dasar bayi baru lahir : pernafasan,
kehangatan, nutrisi, bonding attachment)

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4.5.4 Berbagai metode dan keuntungan menghangatkan bayi
baru lahir, termasuk kontak kulit dengan kulit (metode
kangguru)
4.5.5 Penilaian usia gestasi bayi baru lahir.
4.5.6 Karakteristik bayi BBLR dan kebutuhannya
4.5.7 Karakteristik bayi baru lahir sehat (penampilan dan
perilaku)
4.5.8 Pertumbuhan dan perkembangan normal bayi premature
4.5.9 Pertumbuhan dan perkembangan bayi baru lahir sehat
4.5.10 Kelainan tertentu pada bayi baru lahir normal (misal :
kaput, molase, Mongolian spot)
4.5.11 Asuhan bayi sehari – hari (misal : perawatan tali pusat,
kebutuhan nutrisi, pola eliminasi)
4.5.12 Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada BBL
dan bayi (misal malaria, TB, HIV),
4.5.13 Kebutuhan Imunisasi (risiko dan keuntungan bagi bayi
sejak lahir sampai anak-anak)
4.5.14 Tradisi dan budaya yang berkaitan dengan bayi baru
lahir
4.5.15 Prinsip nutrisi bayi, pilihan pemberian makanan pada
bayi (termasuk BBL yang lahir dari ibu HIV positif)
4.5.16 Tanda dan gejala komplikasi BBL (misal : kuning,
hematom, molase berat di kepala bayi, iritasi otak, cidera,
hemangioma, hipoglikemi, hipotermia, dehidrasi yang
tidak terdeteksi, infeksi, sipilis congenital)
4.6 Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk dapat
memberikan asuhan pada perempuan yang mengalami
terminasi kehamilan atau keguguran sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
4.6.1 Kebijakan, hukum regulasi dan protokol,yang berkaitan
dengan aborsi.
4.6.2 Faktor – faktor yang diperlukan dalam mengambil
keputusan berkaitan dengan kehamilan yang tidak
direncanakan atau tidak disadari.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4.6.3 Metode kontrasepsi yang sesuai untuk periode pasca
aborsi.
4.6.4 Persyaratan medis yang harus dipenuhi dalam
mengakhiri kehamilan
4.6.5 Asuhan, informasi dan dukungan yang diperlukan selama
dan setelah keguguran (fisik dan psikologis)
4.6.6 Proses normal involusi, pemulihan fisik dan emosi pasca
keguguran
4.6.7 Tanda dan gejala sub involusi dan atau aborsi inkomplit
(misal : perdarahan uterus persisten)
4.6.8 Tanda dan gejala komplikasi keguguran serta kondisi
yang mengancam jiwa (misal : perdarahan pervaginam
persisten, infeksi)
Komponen area Kompetensi 5: Keterampilan klinis dalam
praktik kebidanan
Kompetensi Inti : Bidan memiliki keterampilan tentang ilmu
kebidanan, neonatologi, ilmu-ilmu sosial, ilmu kesehatan
masyarakat, etika, budaya, dan asuhan yang tepat untuk perempuan,
bayi yang baru lahir, “childbearing women”,dan keluarga
Komponen Kompetensi :
5.1 Bidan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi dan
pendidikan kesehatan yang tanggap budaya dalam upaya
mempromosikan kehidupan keluarga yang sehat,
perencanaan kehamilan dan menjadi orang tua
5.1.1 Mengkaji riwayat kesehatan dan midwifery, obstetri,
ginekologi, serta riwayat kesehatan reproduksi secara
komprehensif
5.1.2 Melibatkan perempuan dan keluarga dalam konseling
prakonsepsi, berdasarkan situasi serta kebutuhan dan
keinginan perempuan
5.1.3 Melakukan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan
payudara yang berfokus pada kondisi perempuan
tersebut

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


5.1.4 Menginterpretasikan hasil tes/ pemeriksaan
laboratorium umum (misalnya, hematokrit, dipstick
urinalisis untuk proteinuria)
5.1.5 Menganjurkan/melakukan dan menginterpretasikan
hasil tes/skrining tertentu seperti skrining untuk TB,
HIV, IMS
5.1.6 Memberikan dukungan, konseling, asuhan, serta
melakukan rujukan pada perempuan HIV positif.
5.1.7 Menulis permintaan obat/ alat kontrasepsi, menyimpan
dan memberikan kontrasepsi yang digunakan sesuai
kewenangan dan budaya setempat.
5.1.8 Memberikan konseling pada perempuan mengenai efek
samping dan masalah dalam penggunaan metode
kontrasepsi
5.1.9 Menulis permintaan obat kontrasepsi darurat,
menyimpan dan memberikan kontrasepsi darurat sesuai
kewenangan, kebijakan lokal, protokol, peraturan dan
hukum.
5.1.10 Menyediakan metode kontrasepsi barier yang umum,
steroid, mekanik, dan metode kimia
5.1.11 Melakukan skrining untuk kanker serviks dengan
inspeksi visual asam asetat (IVA).
5.1.12 Meminta uji sitologi serviks (Pap smear)
5.2 Bidan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk dapat
memberikan pelayanan antenatal berkualitas tinggi guna
memaksimalkan kesehatan perempuan selama kehamilan
termasuk deteksi dini dan pengobatan atau rujukan pada
komplikasi tertentu
5.2.1 Mengumpulkan data awal dan data kunjungan ulang
5.2.2 Melakukan pemeriksaan fisik dan menjelaskan temuan
pada ibu
5.2.3 Mengukur dan menilai tanda-tanda vital ibu termasuk
suhu, tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


5.2.4 Menilai gizi ibu hamil dan hubungannya dengan
pertumbuhan janin; memberikan nasihat yang sesuai
dengan kebutuhan gizi ibu dan cara memenuhinya
5.2.5 Melakukan pemeriksaan abdominal lengkap termasuk
mengukur tinggi fundus, letak, posisi, dan presentasi
janin
5.2.6 Menilai pertumbuhan janin melalui pemeriksaan
manual/ perabaan dengan tangan
5.2.7 Mengevaluasi lokasi plasenta, volume cairan ketuban dan
pertumbuhan janin dengan menggunakan visualisasi USG
dan pengukuran (jika peralatan tersedia untuk
digunakan).
5.2.8 Mendengarkan detak jantung janin, meraba rahim untuk
melihat aktivitas janin dan menginterpretasikan temuan.
5.2.9 Memantau denyut jantung janin dengan leannec atau
doppler (jika tersedia)
5.2.10 Melakukan pemeriksaan dalam jika ada indikasi selama
kehamilan
5.2.11 Menghitung dan memperkirakan tanggal kelahiran
5.2.12 Memberikan pendidikan kesehatan pada perempuan dan
keluarga tentang perkembangan kehamilan normal,
gejala dan tanda bahaya, kapan dan bagaimana cara
menghubungi bidan
5.2.13 Menjelaskan dan atau mendemontrasikan langkah-
langkah untuk mengurangi ketidaknyamanan umum
selama kehamilan.
5.2.14 Memberikan bimbingan dan persiapan dasar untuk
persalinan, kelahiran dan kesiapan menjadi orang tua
5.2.15 Mengidentifikasi kelainan normal selama kehamilan :
 gizi kurang dan atau tidak memadai
 Pembesaran uterus yang tidak sesuai umur
kehamilan, dicurigai oligo atau polihidramnion, dan
kehamilan molar
 Peningkatan tekanan darah, proteinuria, adanya
edema signifikan, nyeri kepala, perubahan visual,

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


nyeri epigastrium yang berhubungan dengan
kenaikan tekanan darah
 pendarahan pervaginam
 Kehamilan ganda, kelainan letak / malpresentasi
pada masa aterm (≥ 36 minggu)
 Kematian janin intrauterine
 Ketuban pecah sebelum waktu
 Status HIV positif dan / atau AIDS
 Hepatitis B dan C positif
5.2.16 Menulis Permintaan obat untuk pengobatan dan
penyelamatan jiwa (misalnya, antibiotik, antikonvulsan,
anti-malaria, antihipertensi, antiretroviral) dan
memberikan pada perempuan dengan kasus tertentu
sesuai dengan kewenangan
5.2.17 Mendeteksi ketidaknormalan selama kehamilan dan
melakukan rujukan pada kondisi perempuan yang
membutuhkan intervensi lebih lanjut
5.3 Bidan memiliki keterampilan yang diperlukan dalam
memberikan asuhan berkualitas tinggi, tanggap budaya
selama persalinan, memfasilitasi persalinan yang bersih dan
aman serta menangani situasi kegawatdaruratan untuk
memaksimalkan kesehatan ibu dan bayinya.
5.3.1 Mengkaji riwayat spesifik dan tanda vital ibu saat
persalinan
5.3.2 Melakukan pemeriksaan fisik terfokus dalam persalinan
5.3.3 Melakukan pemeriksaan abdomen lengkap mengenai
posisi janin dan penurunan
5.3.4 Menghitung lamanya kontraksi dan Keefektifan kontraksi
uterus
5.3.5 Melakukan pemeriksaan dalam yang lengkap dan akurat;
menilai dilatasi serviks, presentasi dan penurunan bagian
terendah, kondisi membran dan menilai adanya
disproporsi janin – panggul atau tidak

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


5.3.6 Memantau kemajuan persalinan dengan menggunakan
partograf atau alat lain yang serupa serta
mendokumentasikannya
5.3.7 Memberikan dukungan fisik, psikologis serta
mempromosikan persalinan normal pada perempuan
dan keluarga
5.3.8 Memfasilitasi kehadiran pendamping selama persalinan
dan kelahiran
5.3.9 Memberikan hidrasi, nutrisi yang adekuat dan
kenyamanan non farmakologi selama persalinan dan
kelahiran
5.3.10 Memantau kandung kemih dan melakukan kateterisasi
jika ada indikasi
5.3.11 Mengidentifikasi ketidaknormalan saat persalinan dan
melakukan intervensi yang dibutuhkan serta melakukan
rujukan dengan tepat
5.3.12 Menstimulasi atau augmentasi kontraksi uterus dengan
cara non farmakologi.
5.3.13 Memberikan anestesi lokal perineum ketika melakukan
episiotomi atau penjahitan perineum; jika diperlukan
5.3.14 Melakukan episiotomi jika diperlukan
5.3.15 Melakukan manuver tangan pada kelahiran presentasi
puncak kepala
5.3.16 Melakukan manuver tangan pada kelahiran dengan
presentasi muka dan bokong
5.3.17 Menjepit dan memotong tali pusat
5.3.18 Melakukan penanganan segera pada kasus
kegawatdaruratan kebidanan (misal: prolaps tali pusat,
malpresentasi, distosia bahu dan gawat janin) untuk
menyelamatkan janin sebelum dilakukan tindakan medis
atau melakukan rujukan
5.3.19 Memeriksa dan melakukan maneuver lilitan tali pusat
pada leher bayi saat kelahiran
5.3.20 Melakukan manajemen fisiologis kala III
5.3.21 Melakukan manajemen aktif kala III :

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


 Memeriksa adanya bayi kedua
 Memberikan uterotonika dalam 1 menit setelah
kelahiran bayi
 Melakukan Peregangan Tali pusat Terkendali
 Melakukan massase uterus setelah kelahiran plasenta
5.3.22 Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaput
5.3.23 Melakukan masase fundus uteri untuk menstimulasi
kontraksi uterus
5.3.24 Menyediakan lingkungan yang aman bagi ibu dan bayi
dalam melakukan bounding attachment
5.3.25 Mengukur dan mencatat jumlah pengeluaran darah
pervaginam
5.3.26 Memeriksa laserasi vagina dan serviks
5.3.27 Melakukan penjahitan episiotomi
5.3.28 Melakukan penjahitan perineum atau vagina derajat 1
dan 2
5.3.29 Melakukan manajemen perdarahan postpartum
menggunakan tehnik yang sesuai dan pemberian
uterotonika dengan indikasi
5.3.30 Menulis Permintaan obat untuk pengobatan dan
penyelamatan jiwa (misalnya, antibiotik, antikonvulsan,
anti-malaria, antihipertensi, antiretroviral) dan
memberikan pada perempuan dengan kasus tertentu
sesuai dengan kewenangan
5.3.31 Melakukan manual plasenta
5.3.32 Melakukan kompresi bimanual interna dan eksterna
5.3.33 Melakukan kompresi aorta
5.3.34 Mengidentifikasi dan melakukan manajemen syok
5.3.35 Memasang dan mengatur cairan infus, mengambil darah
untuk pemeriksaan laboratorium
5.3.36 Mengatur dan melakukan rujukan ibu dengan komplikasi
pada waktu dan fasilitas kesehatan yang tepat,
menggunakan obat/ peralatan yang tepat, mengatur
pendamping diperjalanan untuk memberikan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


pertolongan kegawatdaruratan terus menerus sesuai
kebutuhan.
5.3.37 Melakukan resusitasi jantung paru
5.4 Bidan memiliki keterampilan yang diperlukan dalam
memberikan asuhan postpartum yang komprehensif,
berkualitas tinggi, dan tanggap budaya
5.4.1 Mengkaji data terfokus, termasuk kondisi spesifik selama
kehamilan, persalinan dan kelahiran.
5.4.2 Melakukan pemeriksaan fisik terfokus pada ibu
5.4.3 Memberikan informasi dan dukungan pada ibu dan atau
keluarga yang mengalami kehilangan (kematian ibu,
janin, keguguran, kematian neonatal, kelainan
congenital)
5.4.4 Memeriksa dan mengevaluasi involusi uterus dan
penyembuhan luka laserasi
5.4.5 Melakukan inisiasi menyusui dini, dan mendukung ASI
Eksklusif
5.4.6 Mengajarkan ibu cara memerah ASI dan mengelola ASI
perah
5.4.7 Memberikan pendidikan kesehatan pada ibu tentang
perawatan diri dan bayinya, termasuk tanda dan gejala
komplikasi
5.4.8 Memberikan pendidikan kesehatan tentang seksualitas
serta metoda kontrasepsi setelah melahirkan pada ibu
dan keluarganya
5.4.9 Memberikan pelayanan kontrasepsi sebagai bagian
integral dari asuhan postpartum
5.5 Bidan memiliki keterampilan yang diperlukan dalam
memberikan asuhan dasar komprehensif dan berkualitas
tinggi pada Bayi baru lahir sehat hingga usia 2 bulan. (input
rakernassampai anak pra sekolah) tolong ditambahkan
5.5.1 Melakukan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk
mengeringkan, membebaskan jalan nafas dan
memastikan bayi dapat bernafas dengan stabil, serta
penjepitan dan pemotongan tali pusat.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


5.5.2 Memeriksa kondisi awal bayi baru lahir (misal APGAR
skor atau metode lainnya)
5.5.3 Mengupayakan dan mempertahankan kehangatan tubuh
bayi dengan menggunakan penutup (selimut, topi),
menjaga kondisi lingkungan dan memfasilitasi kontak
kulit
5.5.4 Melakukan tindakan kegawatdaruratan pada gangguan
pernafasan (resusitasi pada bayi baru lahir), hipotermi,
hipoglikemi
5.5.5 Memberikan asuhan yang sesuai termasuk metode
kangguru bagi bayi BBLR dan menyiapkan rujukan jika
berpotensi menimbulkan komplikasi, atau bayi BBLSR
5.5.6 Melakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir untuk
menilai ketidaknormalan
5.5.7 Melakukan pemeriksaan usia gestasional
5.5.8 Melakukan asuhan rutin bayi baru lahir, sesuai dengan
peraturan (misal : identifikasi, perawatan mata, tes
skrining, pemberian vitamin K, pencatatan kelahiran)
5.5.9 Posisi bayi baru lahir untuk inisiasi menyusui bayi
sesegera mungkin setelah kelahiran dan mendukung ASI
Eksklusif
5.5.10 Merujuk bayi baru lahir berisiko kefasilitas pelayanan
yang tepat; jika memungkinkan
5.5.11 Memberikan pendidikan kesehatan kepada orang tua
tentang tanda bahaya pada bayi baru lahir dan kapan
harus membawa bayinya ke pelayanan kesehatan
5.5.12 Memberikan pendidikan kesehatan kepada orang tua
mengenai pertumbuhan dan perkembangan normal bayi
baru lahir dan bayi muda, dan bagaimana menyediakan
kebutuhan sehari – hari bayi yang normal
5.5.13 Membantu orang tua dan keluarga untuk mengakses
sumber daya yang ada dimasyarakat
5.5.14 Mendukung orang tua selama proses kehilangan
(kehilangan kehamilan, kematian janin, kelainan
kongenital atau kematian neonatal)

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


5.5.15 Mendukung orang tua selama perjalanan merujuk
neonatal atau selama dipisahkan dengan bayinya (misal :
perawatan di NICU)
5.5.16 Mendukung dan memberikan pendidikan kesehatan
kepada orang tua yang memiliki bayi kembar (kebutuhan
khusus)
5.5.17 Memberikan asuhan yang sesuai pada bayi baru lahir dari
ibu HIV positif (misal : administrasi ARV dan makanan
yang sesuai)
5.6 Bidan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk dapat
memberikan asuhan pada perempuan yang mengalami
terminasi kehamilan atau keguguran sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
5.6.1 Memeriksa usia gestasi dengan cara menanyakan HPHT,
pemeriksaan bimanual dan atau pemeriksaan urin
kehamilan.
5.6.2 Memberikan konseling kepada perempuan yang sedang
mempertimbangkan untuk melakukan supaya tetap
mempertahankan kehamilannya
5.6.3 Memberikan pendidikan kesehatan kepada perempuan (
dan keluarga jika diperlukan) mengenai seksual dan
keluarga berencana pasca aborsi
5.6.4 Memberikan pelayanan kontrasepsi sebagai bagian
integral dari pelayanan pasca terminasi kehamilan,
keguguran dan pasca aborsi
5.6.5 Memeriksa involusi uterus, dan melakukan rujukan jika
diperlukan
5.6.6 Memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu untuk
merawat dirinya, termasuk istirahat dan nutrisi serta
bagaimana mendeteksi komplikasi seperti perdarahan
5.6.7 Mengidentifikasi indikasi komplikasi akibat aborsi ilegal
(termasuk perforasi uterus); pengobatan atau rujukan
sesuai kebutuhan
Komponen Area kompetensi 6: Promosi dan konseling
Kompetensi Inti :

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Melakukan promosi kesehatan dan konseling mengenai kesehatan
masyarakat pada umumnya, dan kesehatan perempuan sesuai
dengan tahap perkembangan siklus reproduksinya. Komponen
Kompetensi :
6.1 Promosi kesehatan reproduksi pada individu, keluarga dan
masyarakat
6.1.1 Mengidentifikasi masalah kesehatan masyarakat, bekerja
sama dengan tokoh masyarakat dan profesi terkait
6.1.2 Mengidentifikasi peran individu, keluarga, dan
masyarakat dalam pencegahan penyakit
6.1.3 Melakukan kerja sama dalam tim untuk mencegah
penyakit dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
6.1.4 Memberdayakan potensi keluarga dan masyarakat dalam
meningkatkan derajat kesehatannya
6.2 Promosi siklus kehidupan perempuan yang
alami/normalitas dalam kehamilan dan persalinan
6.2.1 Menjelaskan proses pertumbuhan dan perkembangan
kehidupan perempuan yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksinya
6.2.2 Menjelaskan bahwa proses menjadi ibu adalah sesuatu
yang alamiah dan dapat berlangsung normal
6.2.3 Memberdayakan potensi perempuan dalam
meningkatkan derajat kesehatannya serta keluarganya
6.2.4 Memberi dukungan kepada perempuan yang akan
menjadi ibu
6.2.5 Melibatkan keluarga untuk mengenal kondisi perempuan
yang akan menjadi ibu
6.3 Konseling kesehatan reproduksi pada individu dan keluarga
6.3.1 Membantu perempuan untuk mengenal dan menjaga
kondisi kesehatan reproduksinya
6.3.2 Membantu perempuan dalam membuat keputusan sesuai
dengan kondisi kesehatan reproduksinya.
Komponen Area kompetensi 7: Manajemen, kepemimpinan dan
ke- wirausahaan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Bidan mampu: Mampu merencanakan dan mengelola sumber daya
dibawah tanggung jawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensif
sumber daya di wilayah kerjanya dengan memanfaatkan IPTEK
untuk menghasilkan langkah-langkah strategis pengembangan
organisasi.
7.1 Menerapkan teori kepemimpinan dalam pengelolaan sumber
daya kebidanan
7.1.1 Memaksimalkan potensi kepemimpinannya dalam
pelayanan dan praktek kebidanan sebagai model peran
dan mentor
7.1.2 Melakukan manajemen dalam menentukan alternatif
pemecahan masalah
7.1.3 Membuat keputusan strategis dengan pendekatan
pemecahan masalah.
7.1.4 Mengelola pelayanan kebidanan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.
7.1.5 Menginisiasi team building
7.1.6 Membangun networking yang efektif bersama pemangku
kepentingan.
7.1.7 Menghargai peraturan yang berlaku
7.2 Menunjukkan visi yang luas dalam mengientifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi kebijakan dan strategi pelayanan
kebidanan terhadap perempuan
7.2.1 Membantu perempuan untuk mendapatkan status yang
setara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
7.2.2 Membantu perempuan untuk menyuarakan dan
mempertahankan pendapatnya dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan.
7.2.3 Mengajarkan perempuan dalam bernegosiasi dan
mengenal risiko
7.2.4 Melakukan advokasi untuk memperjuangkan hak-hak
kesehatan reproduksi perempuan dan anak.
7.2.5 Mampu melakukan pengembangan dan penguatan
profesi kebidanan.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


7.3 Sebagai agen perubahan (inisiasi perubahan) dalam praktik
kebidanan
7.3.1 Mengidentifikasi peluang dalam meningkatkan
profesionalisme bidan
7.3.2 Memfasilitasi penelitian kebidanan sebagai sumber
informasi profesi.
7.3.3 Melakukan toleransi ambiguitas, untuk dapat berfungsi
dengan nyaman, sabar dan efektif dalam lingkungan yang
tidak pasti
7.4 Kewirausahaan dalam praktik kebidanan
7.4.1 Memimpin dan mengelola usaha jasa pelayanan dan
praktik kebidanan secara mandiri maupun
berkesinambungan
7.4.2 Menciptakan peluang dan memelopori pembaharuan
dalam pelayanan dan praktik kebidanan
7.4.3 Melakukan manajemen risiko
7.4.4 Menciptakan kesejahteraan perempuan dan masyarakat
7.4.5 Mengelola keuangan
7.5 Pengembangan dan pemeliharaan jejaring lintas sektor dan
lintas program
7.5.1 Merancang dan mengusulkan pengembangan jenjang
karir bidan.
7.5.2 Menunjukkan kemampuannya untuk terlibat secara
efektif dengan berbagai individu, kelompok, lembaga dan
organisasi.
D. STANDAR KOMPETENSI BIDAN
Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan
keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang
membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya,
untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.

PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI


Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan
keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.

ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN


Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk
mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini,
pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu

ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN


Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap
terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama
persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan
tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru
lahir.

ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI


Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui
yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.

ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR


Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.

ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA


Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).

KEBIDANAN KOMUNITAS
Kompetensi ke-8 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan
komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan
budaya setempat.

ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI


Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan
gangguan sistem reproduksi.

E. STANDAR PENDIDIKAN BIDAN

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Penyusunan standar pendidikan Strata-1 Kebidanan disusun berdasarkan
beberapa referensi yang meliputi:
1. Standar Pendidikan Kebidanan berdasarkan International
Confederation of Midwives
International Confederation of Midwives (ICM) pada tahun 2010
mengesahkan standar pendidikan kebidanan yang berlaku secara global
(Global standards for Midwifery Education, 2010) yang terdiri dari :
1. Standard 1 : Organization and administration
2. Standard 2 : Midwifery Faculty
3. Standard 3 : Student Body
4. Standard 4 : Curriculum
5. Standard 5 : Resource, Faculty and services
6. Standard 6 : Assesment strategies
2. Standar Pendidikan Bidan Berdasarkan World Health Organization
WHO, 2009 menyatakan ada empat syarat standar pendidikan bagi tenaga
kesehatan :
1. Program pendidikan harus memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat
2. Interaksi antara mahasiswa dengan kliennya menggambarkan kualitas
pendidikan dan asuhan
3. Pendekatan interprofesional dalam pendidikan maupun praktik
merupakan bagian penting
4. Standard harus dievaluasi, direview secara berkala dan digunakan
sebagai umpan balik
Berdasarkan Global Standard for the initial education of Profesional
Nurses and Midwives, yang dikeluarkan WHO tahun 2009, terdapat 5
komponen standar pendidikan untuk pendidikan kebidanan, yaitu :
1. Standard 1 : Programmes graduate
2. Standard 2 : Programme development and revision
3. Standard 3 : Programme curriculum
4. Standard 4 : Academic faculty and staff
5. Standard 5 : Programme admission
3. Standar Pendidikan Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan
Berdasarkan peraturan pemerintah RI no. 19 tahun 2005, terdapat
delapan komponen standar nasional pendidikan, yaitu :
1. Standar 1 : Kompetensi Lulusan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


2. Standar 2 : Isi
3. Standar 3 : Proses
4. Standar 4 : Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
5. Standar 5 : Sarana dan Prasarana
6. Standar 6 : Pengelolaan
7. Standar 7 : Pembiayaan Pendidikan
8. Standar 8 : Penilaian Pendidikan
4. Standar Pendidikan berdasarkan Standar Profesi Bidan
Kepmenkes No. 369 tahun 2007 tentang standar profesi bidan,
menyebutkan terdapat Sembilan komponen standar pendidikan terkait
pendidikan kebidanan di Indonesia :
1. Standar 1 : Lembaga Pendidikan
2. Standar 2 : Falsafah
3. Standar 3 : Organisasi
4. Standar 4 : Sumber Daya Pendidikan
5. Standar 5 : Pola Pendidikan
6. Standar 6 : Kurikulum
7. Standar 7 : Tujuan Pendidikan
8. Standar 8 : Evaluasi Pendidikan
9. Standar 9 : Lulusan

F. STANDAR PENDIDIKAN BIDAN BERKELANJUTAN


1. STANDAR I: ORGANISASI
Peyelenggaraan Pendidikan Berkelanjutan Bidan berada di bawah
organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) pada tingkat Pengurus Pusat (PP-
IBI), Pengurus Daerah (PD-IBI)dan Pengurus Cabang (PC -IBI)
Definisi Operasional :
- Pendidikan berkelanjutan untuk bidan, terdapat dalam organisasi
profesi IBI.
- Keberadaan pendidikan berkelanjutan bidan dalam organisasi profesi
IBI, disahkan oleh PP-IBI/PD-IBI/PC-IBI.
2. STANDAR II : FALSAFAH
Pendidikan berkelanjutan untuk bidan mempunyai falsafah yang selaras
dengan falsafah organisasi profesi IBI yang terermin visi, misi dan tujuan.
Definisi Operasional :

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


- Bidan harus mengembangkan diri dan belajar sepanjang hidupnya.
- Pendidikan berkelanjutan merupakan kebutuhan untuk
meningkatkan kemampuan bidan .
- Melalui penelitian dalam Pendidikan Berkelanjutan akan
memperkaya Body of Knowledge ilmu kebidanan.
3. STANDAR III : ORGANISASI
Bidang pendidikan berkelanjutan mempunyai organisasi yang konsisten.
Definisi operasional :
- Ada struktur organisasi pendidikan berkelanjutan. Baik di tingkat
PP/PD/PC
- Ada kejelasan tanggung jawab dan garis kerja sama
- Ada uraian tugas masing-masing komponen
4. STANDAR IV : SUMBER DAYA PENDIDIKAN
Pendidikan berkelanjutan untuk bidan mempunyai sumber daya manusia,
finansial dan material untuk memperlancar proses pendidikan
berkelanjutan.
Definisi Operasional :
- Memiliki sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi dan
mampu melaksanakan / mengelola pendidikan berkelanjutan.
- Ada sumber finansial yang menjamin terselenggaranya program.
5. STANDAR V : PROGRAM PENDIDIKAN dan PELATIHAN
Pendidikan berkelanjutan bidan memiliki program pendidikan dan
pelatihan yang berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan
pengembangan.
Definisi Operasional :
- Program Pendidikan Berkelanjutan bidan berdasarkan hasil
pengkajian kelayakan.
- Ada program yang sesuai dengan hasil pengkajian kelayakan.
- Program tersebut disahkan/ terakreditasi organisasi IBI
(PP/PD/PC), yang di buktikan dengan adanya sertifikat.
6. STANDAR VI : FASILITAS
Pendidikan berkelanjutan bidan memiliki fasilitas pembelajaran yang
sesuai dengan standar.
Definisi Operasional :
- Tersedia fasilitas pembelajaran yang terakreditasi

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


- Tersedia fasilitas pembelajaran sesuai perkembangan ilmu dan
tehnologi.
7. STANDAR VII: DOKUMEN PENYELENGGARAAN
PENDIDIKANBERKELANJUTAN
Pendidikan berkelanjutan dan pengembangan bidan perlu
pendokumentasian.
Definisi Operasional:
- Ada dokumentasi pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan
pengembangan.
- Ada laporan pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
- Ada laporan evaluasi pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
- Ada rencana tindak lanjut yang jelas.
8. STANDAR VII : PENGENDALIAN MUTU
Pendidikan berkelanjutan bidan melaksanakan pengendalian mutu
pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
Definisi Operasional:
- Ada program peningkatan mutu pendidikan, pelatihan dan
pengembangan.
- Ada penilaian mutu proses pendidikan, pelatihan dan
pengembangan.
- Ada penilaian mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
- Ada umpan balik tentang penilaian mutu.
- Ada tindak lanjut dari penilaian mutu.

G. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN


Standar Pelayanan Kebidanan meliputi 24 standar , yang dikelompokan
menjadi 5 bagian besar, yaitu :
A. Standar Pelayanan Umum (2 standar)
1. STANDAR 1 : Persiapan Untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan,
keluarga dan masyarakat terhadap segalan hal yang berkaitan
dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan umum (gizi, KB,
kesiapan dalam menghadapai kehamilan dan menjadi calon orang
tua, persalinan dan nifas). Tujuannya adalah memberikan
penyuluhan kesehatan yang tepat untuk mempersiapkan kehamilan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


yang sehat dan terencana serta menjadi orang yang
bertanggungjawab.
Dan hasil yang diharapkan dari penerapan standar 1 adalah
masyarakat dan perorangan dapat ikut serta dalam upaya mencapai
kehamilan yang sehat. Ibu,keluarga dan masyarakat meningkat
pengetahuannya tentang fungsi alat-alat reproduksi dan bahaya
kehamilan pada usia muda.Tanda-tanda bahaya kehamilan diketahui
oleh masyarakat dan ibu.
2. STANDAR 2 : Pencatatan Dan Pelaporan
Bidan melakukan pencatatan dan pelaporan semu kegiatan yang
dilakukannya , yaitu registrasi semua ibu hamil diwilayah kerja,
rincian pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil/bersalin/nifas
dan bayi baru lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan
kepada masyarakat. Disamping itu, bidan hendaknya mengikut
sertakan kader untuk mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya
masyarakat yang berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir. Bidan
meninjau secara teratur catatan tersebut untuk menilai kinerja dan
penyusunan rencana kegiatan untuk meningkatkan pelayanannya.
Tujuan dari standar 2 ini yaitu mengumpulkan, menggunakan dan
mempelajari data untuk pelaksanaan penyuluhan , kesinambungan
pelayanan dan penilaian kerja. Hal-hal yang dapat dilakukan bidan
untuk dapat melakukan pencatatan dan pelaporan yang maksimal
adalah sebagai berikut :
 Bidan harus bekerjasama dengan kader dan pamong setempat
agar semua ibu hamil dapat tercatat
 Memberikan ibu hamil KMS atau buku KIA untuk dibawa pulang .
Dan memberitahu ibu agar membawa buku tersebut setiap
pemeriksaan.
 Memastikan setiap persalinan , nifas, dan kelahiran bayi tercatat
pada patograf.
 Melakukan pemantauan buku pencatatan secara berkala .
 Dll
Hasil yang diharapkan dari dilakukannya standar ini yaitu
terlaksananya pencatatatn dan pelaporan yang baik. Tersedia data
untuk audit dan pengembangan diri, meningkatkan keterlibatan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


masyarakat dalam kehamilan , kelahiran bayi dan pelayanan
kebidanan.
B. Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)
1. STANDAR 3 : Identifikasi Ibu Hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan
masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan
motifasi ibu , suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu
untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
Adapun tujuan yang diharapkan dari penerapan standar ini adalah
mengenali dan memotifasi ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya. Kegiatan yang dapat dilakukan bidan untuk
mengidentifikasi ibu hamil contoh nya sebagai berikut :
 Bidan melakukan kunjungan rumah dan penyuluhan secara
teratur
 Bersama kader bidan memotifasi ibu hamil
 Lakukan komunikasi dua arah dengan masyarakat untuk
membahas manfaat pemeriksaan kehamilan.
 Dll
Hasil yang diharapkan dari standar ini adalah ibu dapat
memahami tanda dan gejala kehamilan. Ibu, suami, anggota
masyarakat menyadari manfaat pemeriksaan kehamilan secara dini
dan teratur. Meningkatkan cakupan ibu hamil yang memeriksakan
diri sebelum kehamilan 16 minggu.
2. STANDAR 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Bidan hendaknya paling sedikit memberikan 4 kali pelayanan
antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan
janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan
berlangsung normal.bidan juga harus bisa mengenali kehamilan
dengan risti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi,
PMS/infeksi HIV; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan
penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan
oleh puskesmas. Tujuan yang diharapkan dari standar ini adalah
bidan mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan
deteksi dini komplikasi kehamilan.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Adapun hasil yang diharapkan yaitu ibu hamil mendapatkan
pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan. Meningkatnya
pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat. Deteksi dini dan
penanganan komplikasi kehamilan. Ibu hamil, suami, keluarga dan
masyarakat mengenali tanda bahaya kehamilan dan tahu apa yang
harus dilakukan. Mengurus transportasi rujukan ,jika sewaktu-waktu
dibutuhkan.
3. STANDAR 5 : Palpasi abdominal
Bidan harus melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama
dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan. Bila
umur kehamilan bertambah , memeriksa posisi, bagian terendah,
masuknya kepala janin kedalam rongga panggul, untuk mencari
kelainan dan untuk merujuk tepat waktu. Tujuan dari dilakukannya
standar ini adalah memperkirakan usia kehamilan, pemantauan
pertumbuhan janin, penentuan letak, posisi dibagian bawah janin.
Hasil yang diharapkan yaitu bidan dapat memperkirakan usia
kehamilan , diagnosis dini kelainan letak, dan merujuk sesuai
kebutuhan. Mendiagnosisi dini kehamilan ganda dan kelainan, serta
merujuk sesuai dengan kebutuhan.
4. STANDAR 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan anemia , penemuan ,
penanganan dan rujukan semua kasusu anemia pada kehamialan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tujuan dari standar ini
adalah bidan mampu menemukan anemia pada kehamilan secara
dini, melakukan tindak lanjut yang memadai untuk mengatasi
anemia sebelum persalinan berlangsung.
Tindakan yang bisa dilakukan bidan contohnya , memeriksakan
kadar Hb semua ibu hamil pada kunnjungan pertama dan minggu ke
28. Memberikan tablet Fe pada semua ibu hamil sedikitnya 1 tablet
selama 90 hari berturut-turut . beripenyuluhan gizi dan pentingnya
konsumsi makanan yang mengandung zat besi, dll.
Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan standar ini yaitu jika ada
ibu hamil dengan anemia berat dapat segera dirujuk, penurunan
jumlah ibu melahirkan dengan anemia, penurunana jumlah bayi baru
lahir dengan anemia/BBLR.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


5. STANDAR 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi Pada Kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah
pada kehamilan dan mengenali tanda gejala preeklamsia lainnya,
serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknnya.
Tujuan dari dilakukannya standar ini yaitu bidan dapat
mengenali dan menemukan secaea dini hipertensi pada kehamilan
dan melakukan tindakan yang diperlukan. Adapun tindakan yang
dapat dilakukan bidan yaitu rutin memeriksa tekanan darah ibu dan
mencatatnya. Jika terdapat tekanan darah diatas 140/90 mmHg
lakukan tindakan yang diperlukan.
Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan standar ini adalah ibu
hamil dengan tanda preeklamsia mendapat perawatan yang
memadai dan tepat waktu. Penurunan angka kesakitan dan kematian
akibat eklamsia.
6. STANDAR 8 : Persiapan Persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami
atau keluarga pada trimester III memastikan bahwa persiapan
persalinan bersih dan aman dan suasana menyenangkan akan
direncanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan
biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat.
Bidan mengusahakan untuk melakukan kunjungan ke setiap rumah
ibu hamil untuk hal ini. Tujuan dari dilakukannya standar ini adalah
untuk memastikan bahwa persalinan direncanakan dalam
lingkungan yang aman dan memadai dengan pertolongan bidan
terampil.
Hasil yang diharapkan adalah ibu hamil, suami dan keluarga
tergerak untuk merencanakan persalinan yang bersih dan aman.
Persalinan direncanakan di tempat yang aman dan memadai dengan
pertolongan bidan terampil. Adanya persiapan sarana transportasi
untuk merujuk ibu bersalin,jika perlu. Rujukan tepat waktu telah
dipersiapkan bila diperkirakan.
C. Standar Pelayanan Persalinan (4 standar)
1. STANDAR 9 : Asuhan Persalinan Kala Satu
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai,
kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai,

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


dengan memperhatikan kebutuhan ibu, selama proses persalinan
berlangsung. Bidan juga melakuakan pertolongan proses persalinan
dan kelahiran yang bersih dan aman, dengan sikap sopan dan
penghargaan terhadap hak pribadi ibu serta memperhatikan tradisi
setempat. Disamping itu ibu diijinkan memilih orang yang akan
mendampinginya selam proses persalinan dan kelahiran. Tujuan dari
dilakukannya standar ini yaitu untuk memberikan pelayanan
kebidanan yang memadai dalam mendukung pertolongan persalinan
yang bersih dan aman untuk ibu bayi.
Hasil yang diharapkan adalah ibu berssalin mendapatkan
pertolongan yang aman dan memadai. Meningkatnya cakupan
persalinan dan komplikassi lain yang ditangani oleh tenaga
kesehatan. Berkurangnya kematian/kesakitan ibu bayi akibat partus
lama.
2. STANDAR 10 : Persalinan Kala Dua Yang Aman
Bidan melakukan pertolongan persalinan bayi dan plasenta yang
bersih dan aman, dengan sikap sopan dan penghargaann terhadap
hak pribadi ibu serta memperhatikan tradisi setempat. Disamping itu
ibu diijinkan untuk memilih siapa yang akan mendampinginya saat
persalinan.
Tujuan dari diterapkannya standar ini yaitu memastikan
persalinan yang bersih dan aman bagi ibu dan bayi. Hasil yang
diharapkan yaitu persalinan dapat berlangsung bersih dan aman.
Menigkatnya kepercayaan masyarakat kepada bidan. Meningkatnya
jumlah persalinan yang ditolong oleh bidan. Menurunnya angka
sepsis puerperalis.
3. STANDAR 11 : Penatalkasanaan Aktif Persalinan Kala Tiga
Secara aktif bidan melakukan penatalaksanaan aktif persalinan
kala tiga. Tujuan dilaksanakan nya standar ini yaitu membantu
secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara
lengkap untuk mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan
kala tiga, mencegah terjadinya atonia uteri dan retesio plasenta.
Adapaun hasil yang diharapkan yaitu menurunkan terjadinya
perdarahan yang hilang pada persalinan kala tiga. Menurunkan
terjadinya atonia uteri, menurunkan terjadinya retensio plasenta ,

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


memperpendek waktu persalinan kala tiga, da menurunkan
perdarahan post partum akibat salah penanganan pada kala tiga.
4. STANDAR 12 : Penanganan Kala Dua Dengan Gawat Janin Melalui
Episiotomi
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala
dua, dan segera melakukan episiotomy dengan aman untuk
mmemperlancar persalinan, diikiuti dengan penjahitan perineum.
Tujuan dilakukannya standar ini adalah mempercepat persalinan
dengan melakukan episiotomy jika ada tanda-tanda gawat janin pada
saat kepala janin meregangkan perineum. Hasil yang diharapkan
yaitu penurunan kejadian asfiksia neonnaturum berat. Penurunan
kejadian lahir mati pada kala dua .
D. Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
1. STANDAR 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan
pernafasan spontan, mencegah asfiksia, menemukan kelainan, dan
melakukan tindakan atau merujuk sesuai kebutuhan. Bidan juga
harus mencegah atau menangani hipotermi dan mencegah
hipoglikemia dan infeksi. Tujuan nya adalah menilai kondisi bayi
baru lahir dan membantu dimulainya pernafasan serta mencegah
hipotermi, hipoglikemi dan infeksi.
Dan hasil yang diharapkan adalah bayi baru lahir menemukan
perawatan dengan segera dan tepat. Bayi baru lahir mendapatkan
perawatan yang tepat untuk dapat memulai pernafasan dengan baik.
2. STANDAR 14 : Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya
komplikasi paling sedikit selama 2 jam stelah persalinan, serta
melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu, bidan
memberikan penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat pulihnya
kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI.
Tujuan nya adalah mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang
bersih dan aman selama persalinan kala empat untuk memulihkan
kesehatan ibu dan bayi. Meningkatan asuhan saying ibu dan sayang
bayi. Memulai pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


persalinan dan mendukung terjadinya ikatan batin antara ibu dan
bayinya.
3. STANDAR 15 : Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi Pada Masa Nifas
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas di puskesmas
dan rumah sakit atau melakukan kunjungan ke rumah paa hari ke-
tiga, minggu ke dua dan minggu ke enam setelah persalinan, untuk
membantu proses penatalaksanaan tali pusat yang benar, penemuan
dini, penatalaksanaan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi
pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang kesehatan
secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, asuhan bayi
baru lahir , pemberian ASI , imunisasi dan KB.
Tujuannya adalah memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi
sampai 42 hari setelah persalinan dan memberikan penyuluhan ASI
eksklusif.
E. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri-neonatal (9
standar)
1. STANDAR 16 : Penanganan Perdarahan Dalam Kehamilan Pada
Trimester Tiga
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada
kehamilan serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Tujuan dari dilakukannya standar ini adalah mengenali dan
melakukan tindakan secara tepat dan cepat perdarahan pada
trimester tiga.
Hasil yang diharapkan dari kemampuan bidan dalam
menerapkan standar ini adalah ibu yang mengalami perdarahan
kehamilan trimester tiga dapat segera mendapatkan pertolongan,
kematian ibu dan janin akibat perdarahan pada trimester tiga dapat
berkurang , dan meningkatnya pemanfaatan bidan sebagai sarana
konsultasi ibu hamil.
2. STANDAR 17 : Penanganan Kegawatdaruratan pada Eklamsia
Bidan mengenali secara tepat dan gejala eklamsia mengancam,
serta merujuk dan/atau memberikan pertolongan pertama. Tujuan
dilaksanakan satandar ini adalah mengenali tanda gejala
preeklamsia berat dan memberikan perawatan yang tepat dan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


memadai. Mengambil tindakan yang tepat dan segera dalam
penanganan kegawat daruratan bila eklamsia terjadi.
Hasil yang diharapkan yaitu penurunan kejadian eklamsia. Ibu
hamil yang mengalami preeklamsia berat dan eklamsia
mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Ibu dengan tanda-
tanda preeklamsia ringan mendapatkan perawatan yang tepat.
Penurunan kesakitan dan kematian akibat eklamsia.
3. STANDAR 18 : Penanganan Kegawatdaruratan Pada Partus Lama /
macet
Bidan mengenali secara tepat tanda gejala partus lama/macet
serta melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu untuk
merujuk untuk persalinan yang aman. Tujuannya adalah untuk
mengetahui segera dan penanganan yang tepat keadaan daruratpada
partus lama/macet.
Hasil yang diharapkan yaitu mengenali secara dini tanda gejala
partus lama/macet serta tindakan yang tepat. Penggunaan patograf
secara tepat dan seksama untuk semua ibu dalam proses persalinan.
Penurunan kematian/kesakitan ibu dan bayi akibat partus
lama/macet.
4. STANDAR 19 : Persalinan Dengan Menggunakan Vakum Ekstraktor
Bidan hendaknya mengenali kapan waktu diperlukan
menggunakan ekstraksi vakum, melakukan secara benar dalam
memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanan
bagi ibu dan janinnya. Tujuan penggunaan vakum yaitu untuk
mempercepat persalinan dalam keadaan tertentu. Hasil yang
diharapkan yaitu penurunan kesakitan atau kematian akibat
persalinan lama. Ibu mendapatkan penanganan darurat obstetric
yang cepat.
5. STANDAR 20 : Penanganan Kegawat daruratan Retensio Plasenta
Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan
pertolongan pertama, termasuk plasenta manual dan penanganan
perdarahan, sesuai dengan kebutuhan. Tujuan nya adalah mengenali
dan melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retensio plasenta.
Hasil yang diharapkan ialah penurunan kejadian retensio
plasenta. Ibu dengan retesio plasenta mendapatkan penanganan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


yang cepat dan tepat. Penyelamatan ibu dengan retensio plasenta
meningkat.
6. STANDAR 21 : Penanganan Perdarahan Post Partum Primer
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24
jam pertama setelah persalinan dan segera melakukan pertolongan
pertama kegawat daruratan untuk mengendalikan perdarahan.
Tujuannya adalah bidan mampu mengambil tindakan pertolongan
kegawat daruratan yang tepat pada ibu yang mengambil perdarahan
post partum primer/ atoni uteri.
Hasil yang diharapkan yaitu penurunan kematian dan kesakitan
ibu akibat perdarahan post partum primer. Meningkatkan
pemanfaatan pelayanan bidan. Merujuk secara dini pada ibu yang
mengalami perdarahan post partum primer.
7. STANDAR 22 : Penanganan Perdarahan Post Partum Sekunder
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini gejala perdarahan
post partum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk
penyelamatan jiwa ibu, dan/atau merujuk. Tujuannya adalah
mengenali gejala dan tanda perdarahan post partum sekunder serta
melakukan penanganan yang tepat untuk menyelamatkan jiwa ibu.
Hasil yang diharapkan yaitu kematian dan kesakitan akibat
perdarahan post partum sekunder menurun. Ibu yang mempunyai
resiko mengalami perdarahan post partum sekunder ditemuka
secara dini dan segera di beri penanganan yang tepat.
8. STANDAR 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis
Bidan mampu menangani secara tepat tanda dan gejala sepsis
puerperalis, melakukan perawatan dengan segera merujuknya.
Tujuannya adalah mengenali tanda dan gejala sepsis puerperalis dan
mengambil tindakan yang tepat. Hasil yang diharapkan yaitu ibu
dengan sepsis puerperalis mendapatkan penanganan yang cepat dan
tepat. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat sepsis
puerperalis. Meningkatnya pemanfaatan bidan dalam pelayanan
nifas.
9. STANDAR 24 : Penanganan Asfiksia Neonaturum
Bidan mengenali secara tapat bayi baru lahir dengan asfiksia,
serta melakukan tindakan secepatnya, memulai resusitasi,

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


mengusahakan bantuan medis, merujuk bayi baru lahir dengan tepat
dan memberiakan perawatan lanjutan yang tepat.
Tujuan yang diharapkan yaitu mengenal dengan tepat bayi baru
lahir dengan asfiksia, mengambil tindakan yang tepat dan melakukan
pertolongan kegawatdaruratan.

2.3.2 Etika Moral dan Nilai dalam Praktek Kebidanan

2.3.3 Ciri-ciri Profesional

Menurut Beberapa ahli ciri-ciri Profesional adalah :


1. Menurut T.Raka Joni, 1980 adalah sebagai berikut :
a. Memiliki Visi yang mendasari keterampilan
b. Mempunyai wawasan filosofi
c. Mempunyai pertimbangan rasional
d. Memiliki sifat yang positif serta mengembangkan mutu kerja
2. Menurut CV. Good
a. Memerlukan persiapan dan pendidikan khusus bagi pelaku
b. Memiliki kecakapan professional sesuai persyaratan yang telah
dibakukan (organisasi profesi, pemerintahan)
c. Mendapat pengakuan dari masyarakat atau pemerintah
3. Menurut Scein EH
a. Terikat dengan pekerjaan seumur hidup
b. Mempunyai motivasi yang kuat atau panggilan sebagai landasan
pemilihan kariernya dan memiliki komitmen seumur hidup
c. Memiliki kelompok ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus
melalui pendidikan dan pelatihan
d. Mengambil keputusan demi kliennya, berdassarkan kebutuhan
objektif klien
e. Berorientasi pada pelayanan menggunakan keahlian demi
kebutuhan klien
f. Pelayanan yang diberikan kepada klien berdasarkan kebutuhan
objektif klien
g. Lebih mengetahui apa yang baik untuk klienmempuntyai otonomi
dalam mempertahankan tindakannya
h. Membentuk perkumpulan profesi peraturan untuk profesi

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


i. Mempunyai kekuatanh status dalam bidang keahlian, pengetahuan
mereka dianggap khusus
j. Tidak diperbolehkan mengadakan advertensi klien

2.3.4 Perilaku Etis Profesional

Bidan harus memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan


asuhan Kebidanan yang berkualitas berdasarkan standart prilaku yang etis
dalam praktik asuhan kebidanan. Pengetahuan tentang prilaku etis diumulai
dari pendidikan bidan dan berlanjut pada forum atau kegiatan ilmiah baik
formal maupun non formal. Salah satu prilaku eetis adalah bil bidan
menampilkan prilaku pengambilan keputusan yang etis dalam membantu
memecahkan masalah klien.
Dalam membantu memecahkan masalah bidan menggunakan dua
pendekatan dalam Asuhan Kebidanan, yaitu :
4. Pendekatan berdasarkan prinsip
Dilakukan dalam etika kesehatan untuk menawarkan bimbingan
tindakan khusus. Menurut Beauchamp Childress ada 4 pendekatan
prinsip dalam etika kesehatan , meliputi :
a. Tindakan sebaiknya mengarah sebagai penghargaan terhadap
kapasitas otonomi setiap orang
b. Menghindari berbut suatu kesalahan
c. Dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan
segala konsekuensinya
d. Keaadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi .
e. Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan
penyebab konflik dalam bertindak
2. Pendekatan berdasarkan Asuhan dan Pelayanan
Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana bidan
dapat berbagi waktu untuk duduk bersama dengan pasien atau sejawat.
Perspektif Asuhan meliputi :
a. Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan
b. Meningkatan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat
klien atau ibu sebagai manusia
c. Mau mendengarkan dan mengolah saran-sarandaro orang lain
sebagai dasar yang mengarah pada tanggung jawab professional

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


d. Meningat kembali arti tanggung jawab moral yang meliputi
kebajikan sebagai kebaikan , kepedulian, empati, prasaan kasih
saying, menerima kenyataan (Taylor, 1993)
Komitmen utama Asuhan Kebidanan adalah bagaimana advokasi
terhadap pasien dalam memberikan asuhan. Advokasi adalah memberikan
saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasien. Hal tersebut
merupakan suatu kewajiban moral bidan. Bidan dalam memberikan Asuhan
Kebidanan dalam Praktik kebidanan perlu mengingat hal-hal sebagai berikut:
1. Loyalitas staf atau kolega adalah memegang teguh komitmen terutama
kepada pasien
2. Prioritas utama terhadap pasien dan keluarganya
3. Bidan perduli terhadap otonomi pasien. Bidan harus memberikan
informasi yang akurat, menghormati dan mendukung hak pasien dalam
mengambil keputusan.
Sikap etis Profesional berarti bekerja sesuai dengan standart,
melaksanakan advokasi, menjamin keselamatan pasien menghormati
terhadap hak-hak pasien. Sehingga kualitas pelayanan kebidanan meningkat.
Ada beberapa unsure pelayanan Profesional , yaitu :
a. Pelayanan yang berlandaskan sikap dan kemampuan professional
b. Ditujukan untuk kepentingan yang menerima
c. Pelayanan yang diberikan serasi dengan pandangan dan keyakinan
profesi
d. Memberikan perlindungan bagi anggota profesi
Bidan harus menampilkan prilaku professional, adapaun criteria
prilaku profesional adalah :
a. Bertindak sesuai dengan keahliannya dan didukung oleh pengetahuan
dan pengalaman serta keterampilan
b. Bermoral tinggi
c. Berlaku jujur, baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri
d. Tidak melakukan tindakan coba-coba yang didukung ilmu pengetahuna
profesi
e. Tidak memberikan janji yang berlebihan
f. Tidak melakukan tindakan yang semata-mata didorong oleh
pertimbangan komersial
g. Memegang teguh etika profesi

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


h. Mengenal batas-batas kemampuan
i. Menyadari ketentuan hukum yang membatasi geraknya.

2.3.5 Etika Pelayanan Kebidanan

Pelayanan Kebidanan tergantung bagaimana struktur social budaya


masyarakat dan termasuk kondisi social ekonomi, social demografi .
Parameter social demografi dalam pelayanan kebidanan anatara lain:
Perbaikan status gizi bayi, cakupan pertolongan persalinan, menurunkan
angka kematian ibu, menurunnya angka kematian bayi, cakupan pelayanan
kasus beresiko, meningkatnya cakupan pemeriksaan antenatal.
Pelayanan kebidanan meliputi aspek biopsikososial spiritual dan
cultural. Pasien memerlukan bidan yang mempunyai karakter sebagai berikut
: Semangat melayani simpati, empati, ikhlas, member kepuasan. Bidan sebagai
provider juga harus memperhatikan suasan aman , nyaman , privacy, alami
dan tepat.
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan menggunakan
metodologi manajemen kebidanan. Metoda pelayanan kebidanan merupakan
suatu langkah yang sistematis, terarah, terukur dalam pengaambilan
keputusan . Manajemen Kebidanan menggunakan langkah : Pengkajian data,
interprestasi data, mengidentifikasi masalah potensial dan antisipasi tindakan
segera yang bersifat mandiri, kolaborasi atau rujukann menentukan rencana
tindakan, tindakan atau pelaksanaan dan evaluasi.
Semua langkah manajemen kebidanan didokumentasikan sebagai
aspek legal dan informasi dalam asuhan kebidanan. Bidan bertanggung jawab
terhadap dokumentasi kebidanan.Aspek pelayanan yang didokumentasikan
adalah semua pelayanan mandiri, konsutasi dan kolaborasi. Kegunaan
dokumentasi adalah sebagai berikut :
1. Sebagai data atau fakta yang dapat dipakai untuk mendukung ilmu
pengetahuan
2. Merupakan alat untuk mengambil keputusan, perencanaan,
pengontrolan terhadap suatu masalah
3. Sebagai sarana penyimpanan berkas agar tetap aman terpelihara
dengan baik .

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Pelayanan Kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang
dappat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kebidanan serta
penyelenggarannya sesuai kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah
ditetapkan. Kode etik serta standar profesi pada dasarnya merupakan
kesepakatan antara anggoota profesi sendiri, sehingga bersifat wajib menjadi
pedoman dalam pelaksanaan setiaap kegiatan profesi.
Dimensi Kepuasan pasien meliputi dua hal :
1. Kepuasan mengacu penerapan kode etik dan standar pelayanan profesi.
Kepuasan ini mencakup penilaian :
a. Hubungan bidana dengan pasien yang baik memungkinkan bidan
memberikan penjelasan semua informasi yang dibutuhkan pasien.
b. Kenyamana pelayanan
c. Kebebasan melakukan pilihan
d. Pengetahuan dan kompetensi bidan (Pengetahuan, Ketemapilan
dan sikap)
e. Efektivitas pelayanan
2. Kepuasan mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan
kebidanan. Pelayanan yang bermutu artinya semua prasyarat pelayanan
kebidanan dapat memuaskan pasien. Ukuran pelayanan kebidanan yang
bermutu :
a. Ketersedianan pelayanan kebidanan
b. Kewajaran pelayanan kebidanan
c. Kesinambungan Pelayanan Kebidanan
d. Penerimaan jasa pelayanan kebidanan
e. Ketercapaian Pelayanan Kebidanan
f. Keterjangkauan Pelayanana Kebidanan
g. Efisiensi Pelayanan Kebidanan
h. Mutu Pelayanan Kebidanan.

2.6 KODE ETIK PROFESI KEBIDANAN

2.6.1 Definisi Profesi Bidan

Setiap profesi mutlak mengenal atau mempunyai kode etik. Dengan


demikian dokter, perwat, bidan, guru dan sebagainya yang merupaka bidang
pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Kode etik suatu profesi adalah

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang
bersangkutan didalam malaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya
dimasyarakat.
Kode etik profesi merupakan ”suatu pernyataan komprehensif dari
profesi yang memberikan tuntutan bagi anggotanya untuk melaksanakan
praktik dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasien,
keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan diri sendiri”. Namun
dikatakan bahwa kode etik pada zaman dimana nilai-nilai peradaban semakin
kompleks, kode etik tidak dapat lagi diakai sebagai pegangan satu-satunya
dalam menyelesaikan masalah etik, untuk itu dibutuhkan juga suatu
pengetahuan yang berhubungan dengan hokum. Benar atau salah pada
penerapan kode etik, ketentuan/nilai moral yang berlaku terpulang kepada
profesi.
Pengkajian dan pembahasan tentang etika tidak selalu berhubungan
dengan moral dan norma. Kadang etika diidentikkan dengan moral, walaupun
sebenarnya terdapat perbedaan dalam aplikasinya. Moral lebih menunjuk
peda perbuatan yang sedang dinilai, sedang etika dipakai sebagai kajian
terhadap sistem nilai yang berlaku.
Etika juga sering dinamakan filsafat moral yaitu cabang filsafat
sitematis yang membahas dan mengkaji nilai baik buruknya tindakan manusia
yang dilaksanakan dengan sadar serta menyoroti kewajiban-kewajiban yang
seharusnya dilakukan oleh manusia. Perbuatan yang dilakukan sesuai norma
moral maka akan memperoleh pujian sebagai reward-nya, namun perbuatan
yang melanggar norma moral, maka sipelaku akan memperoleh celaan sebagai
punishment-nya.
Istilah etika yang kita gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan
dengan filsafat moral yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk
dimasyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan
perubahan/perkembangan norma/nilai. Dikatakan kurun waktu tertentu
karena etik dan moral bisa berubah dengan lewatnya waktu.
Pada zaman sekarang ini etik perlu dipertahankan karena tanpa etik
dan tanpa diperkuat oleh hukum, manusia yang satu dapat dianggap saingan
oleh sesama yang lain. Saingan yang dalam arti lain harus dihilangkan sebagai
akibat timbulnya nafsu keserakahan manusia. Kalau tidak ada etik yang
mengekang maka pihak yang satu bias tidak segan-segan untuk melawannya

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


dengan segala cara. Segala cara akan ditempuh untuk menjatuhkan dan
mengalahkan lawannya sekedar dapat tercapai tujuan.

2.6.2 Ciri-ciri atau Karakteristik Profesi

2.6.3 Tujuan Kode Etik dalam Pelayanan Kebidanan

Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu


profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi. Secara
umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut :
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat
mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi.
Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang barbagai
tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan
nama baik profesi didunia luar. Dari segi kode etik juga disebut kode
etik kehormatan.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Yang dimaksud kesejahteraan adalah kesejahteraan materiil dan
spiritual atau mental. Dalam hal kesejahteraan materiil anggota profesi
kode etik, umumnya menerapkan larangan-larangan bagi anggotanya
untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik
juga menciptakan peraturan peraturan yang ditujukan kepada
pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para
anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu,
sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas
dan tanggungjawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu, kode etik
merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para
anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi
berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang
pengabdiannya. Selain itu, kode etik juga mengatur bagaimana cara
memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


2.6.4 Dimensi Kode Etik
1. Anggota profesi dan klien/pasien
2. Anggota profesi dan sistem kesehatan
3. Anggota profesi dan profesi kesehatan
4. Anggota profesi dan semua anggota profesi

2.6.5 Prinsip Kode Etik


1. Menghargai otonomi
2. Melakukan tindakan yang benar
3. Mencegah tindakan yang dapat merugikan
4. Memberlakukan manusia dengan adil
5. Menjelaskan dengan benar
6. Menepati janji yang telah disepakati
7. Menjaga kerahasiaan

2.6.6 Penetapan Kode Etik


Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para
anggotanya. Penetapan kode etik IBI harus dilakukan dalam kongres IBI.

2.6.7 Kode Etik Profesi Bidan


Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai
internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan
komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota dalam
melaksanakan pengabdian profesi. Kode Etik Bidan Indonesia pertama kali
disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan
Indonesia (IBI) X tahun 1988, sedangkan petunjuk pelaksanaannya disahkan
dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian
disempurnakan dan disyahkan pada Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia
(IBI) XII tahun 1998. Sebagai pedoman dalam prilaku, Kode Etik Bidan
Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam
mukadimah tujuan dan bab. Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab.
Ketujuh bab ini dapat dibedakan atas tujuh bagian yaitu :
1. Kewajiban Bidan terhadap tugasnya (3 butir)
2. Kewajiban Bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2
butir)

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


3. Kewajiban Bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2
butir)
4. Kewajiban Bidan terhadap profesinya (3 butir)
5. Kewajiban Bidan terhadap dia sendiri (2 butir)
6. Kewajiban Bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2
butir.
7. Penutup (1 butir)

2.6.8 Kode Etik Bidan Indonesia

A. Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia


Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-
nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan
komprohensif suatu profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota dalam
melaksanakan pengabdian profesi.
B. MUKADIMAH
Dengan rahmat tuhan Yang Maha Esa dan didorong oleh keinginan yang
luhur demi tercapainya :
a. Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
b. Pembangunan manusia indonesia seutuhnya.
c. Tingkat kesehatan yang optimal bagi setiap warga negara Indonesia.
Maka Ikatan Bidan Indonesia sebagai organisasi profesi kesehatan yang
menjadi wadah persatuan dan kesatuan para Bidan Indonesia menciptakan
Kode Etik Bidan Indonesia yang disusun atas dasar penekanan kesehatan
klien diatas kepentingan lainnya.
Terwujudnya kode etik ini merupakan bentuk kesadaran dan
kesungguhan hati dari setiap bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan
demi tercapainya cita-cita pembangunan nasional dibidang kesehatan pada
umumnya, KIA/KB dan Kesehatan Keluarga pada khususnya.
Mengupayakan segala sesuatunya agar kaumnya pada detik-detik yang
sangat menentukan pada saat menyambut insan generasi secara selamat,
aman dan nyaman merupakan tugas sentral dari para bidan.
Menelusuri tuntunan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
terus meningkat sesuai dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai sosial
budaya yang berlaku pada masyarakat.Sudah sewajarnya kode etik bidan ini

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


berdasarkan Pancasila dan UUD1945 sebagai Landasan ideal dan Garis-Garis
Besar Haluan Negara sebagai landasan operasional.
Sesuai dengan wewenang dan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan,
kode etik ini merupakan pedoman dalam tata cara dan keselarasan dalam
pelaksanaan pelayanan profesional.
Bidan senantiasa berusaha memberikan pemeliharaan kesehatan yang
komprehensif terhadap remaja putri, wanita pra nikah, wanita pra hamil, ibu
hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui, bayi dan balita pada khususnya.
Sehingga mereka tumbuh dan berkembang menjadi insan indonesia yang
sehat jasmani dan rohani dengan tetap memperhatikan kebutuhan
pemeliharaan kesehatan bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Beberapa kewajiban bidan diatur dalam pengabdian profesinya adalah :
1. Kewajiban Terhadap Klien dan Masyarakat dan Petunjuk
pelaksanaannya
a) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya.
Petunjuk pelaksanaan Kode Etik Bidan Indonesia :
 Bidan harus melakukan tugasnya berdasarkan tugas dan fungsi
Bidan yang telah ditetapkan sesuai dengan prosedur ilmu dan
kebijaksanaan yang berlaku dengan penuh kesungguhan dan
tanggung jawab.
 Bidan dalam melaksanakan tugasnya harus memberikan
pelayanan yang optimal kepada siapa saja, dengan tidak
membedakan pangkat, kedudukan, golongan, bangsa dan agama.
 Bidan dalam melaksanakan tugasnya tidak akan menceritakan
kepada orang lain dan merahasiakan segala yang berhubungan
dengan tugasnya.
 Bidan hanya boleh membuka rahasia pasiennya/kliennya apabila
diminta untuk keperluan kesaksian pengadilan
b) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi
harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra
bidan.
 Pada hakekatnya manusia termasuk klien memiliki keutuhan akan
intelektual dan pengakuan yang hakiki baik dari golongan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


masyarakat, intelektual, menengah, maupun kelompok
masyarakat kurang mampu. Oleh karena itu Bidan harus
menentukan sikap yang manusiawi (sabar, lemah lembut dan
ikhlas) memberi pelayanan.
 Atas dasar menghargai martabat setiap insan Bidan harus
memberikan pelayanan profesional yang memadai kepada setiap
kliennya
 Profesional artinya memberikan pelayanan sesuai dengan bidang
ilmu yang dimiliki dan manusiawi secara penuh tanpa
mementingkan diri sendiri tetapi mendahulukan kepentingan klien
serta menghargai sebagaimana Bidan mengharagai dirinya
sendiri
 Bidan dalam memberikan pelayanan harus menjaga citra Bidan
artinya Bidan sebagai profesi memiliki nilai-nilai pengabdian yang
sangat esensial yaitu bahwa jasa-jasa yang diberikan kpeada
kliennya adalah suatu keijakan sosial, dimana masyarakat akan
merasakan sangat dirugikan atas ketidakhadiran Bidan.
c) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman
pada peran,tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan
klien keluarga dan masyarakat.
 Bidan dalam melaksanakan pelayanan harus sesuai dengan tugas
dan kewajiban yang telah digariskan dalam PER MEN KES :
572/Menkes/Per.IV/1996 antara lain :
o Memberikan penerangan dan penyuluhan
o Melaksanakan bimbingan pada teg.kes. lainnya yang lebih
rendah dukun
o Melayani kasus ibu dan pengawasan keh, persalinan
normal, letak sungsang, episotomi, penjahitan perineum TK
I dan II
o Perawatan nifas dan menyusui termasuk pemberian
uterotonika
o Memberikan pelayanan KB
 Melayani bayi dan anak prasekolah, pengawasan tumbang,
imunisasi perawatan bayi dan memberikan petunjuk pada ibu
tentang makanan yang benar untuk bayi / balita sesuai usia

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


 Memberikan obat-obatan dalam bidang kebidanan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi klien
 Mengadakan konsultasi dengan profesi kesehatan lainnya dalam
kasusnya yang tidak bisa diatasi sendiri yaitu :
o Kehamilan resiko tinggi dan versi luar digital
o Pertolongan persalinan sungsang pada primigravida dan
cunam ekstravator vakum pada kepala dasar panggul
o Pertolongan nifas dengan pemberian antibiotik pada
infeksi baik secara oral maupun suntik
o Memberikan pertolongan kedaruratan melalui pemberian
infus guna pencegahan syok dan mengatasi perdarahan
pasca persalinan termasuk pengeluaran uri dengan manual
o Mengatasi kedaruratan eklamsi dan mengatasi infeksi BBL
 Bidan melaksanakan perannya ditengah kehidupan masyarakat.
o Berperan sebagai penggerak PSM dengan menggali,
membangkitkan peran aktif masyarakat
o Berperan sebagai motivator yang dapat memotivasi
masyarakat untuk berubah dan berkembang kearah peri
akal, peri rasa dan perilaku yang lebih baik
o Berperan aktif sebagai pendidik yang mampu merubah
masyarakat dari tidak tahu menjadi tahu
o Berperan sebagai motivator/pembaharu yang membawa
hal-hal yang baru yang dapat merubah keadaan ke arah
yang lebih baik.
d) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan
kepentingan klien, mengormati hak klien dan menghormati nilai-
nilai yang berlaku di masyarakat.
 Kepentingan klien adalah diatas kepentingan sendiri maupun
kelompok artinya Bidan harus mampu menilai situasi saat dimana
menghadapi kliennya. Berikan dahulu pelayanan yang dibutuhkan
klien dan mereka tidak boleh ditinggalkan begitu saja
 Bidan harus menghormati hak klien antara lain :
o Klien berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang
memadai
o Klien berhak memperoleh perawatan dan pengobatan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


o Klien berhak untuk dirujuk pada institusi/bidang ilmu yang
lain sesuai dengan permasalahannya
o Klien mempunyai hak untuk menghadapi kematian dengan
tenang
 Batu menghormati nilai-nilai yang ada di masyarakat artinya :
o Bidan harus mampu menganalisa nilai-nilai yang ada di
masyarakat dimana ia bertugas
o Bidan mampu menghargai nilai-nilai masyarakat setempat
o Bidan mampu beradaptasi dengan nilai-nilai budaya
masyarakat dimana ia berada
e) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan
kepentingan klien,keluarga dan, masyarakat dengan identitas yang
sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang
dimlikinya.
 Bidan sudah siap untuk berangkat ke suatu pertemuan mendadak
ada klien yang datang untuk berkonsultan/partus, tentu
kepentingan klien yang diutamakan sekalipun pertemuan tersebut
sangat penting : dengan catatan usahakan agar mengutus
seseorang untuk memberi kabar
 Bidan sudah siap untuk ke kantor (bekerja), mendadak ada
seorang anggota keluarga meminta bantuan untuk menolong
seorang bayi yang kejang, tentu saja kita utamakan untuk melihat
anak yang kejang tersebut lebih dahulu
 Bidan sudah merencanakan akan mengambil cuti keluar kota,
tetapi sebelum berangkat pamong meminta untuk memberikan
ceramah mengenai ASI kepada masyarakat, tentu hal ini akan
didahulukan, dan seterusnya
f) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam
hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.
 Bidan harus mengadakan kunjungan rumah/masyarakat
memberikan penyuluhan serta motivasi agar mau membentuk
posyandu / PKMD / bagi yang mempunyai balita / ibu hamil
memeriksakan diri di posyandu

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


 Bidan dimana saja berada baik di kantor, di puskesmas / di rumah,
di tempat praktek, maupun ditengah-tengah masyarakat
lingkungan tempat tinggal harus selalu memberikan motivasi
agar mereka hidup berprilaku sehat.
 Bidan harus mengadakan kunjungan rumah/masyarakat
memberikan penyuluhan serta motivasi agar mau membentuk
posyandu / PKMD / bagi yang mempunyai balita / ibu hamil
memeriksakan diri di posyandu
 Bidan dimana saja berada baik di kantor, di puskesmas / di rumah,
di tempat praktek, maupun ditengah-tengah masyarakat
lingkungan tempat tinggal harus selalu memberikan motivasi
agar mereka hidup berprilaku sehat.
2. Kewajiban Bidan Terhadap Tugasnya (3 Butir)
a) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap
klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi
yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien dan masyarakat.
b) Setiap bidan berhak memberi pertolongan dan mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk
keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
c) Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat
dan atau dipercayakan kepadanya.Kecuali bila diminta oleh
pengadilan atau diperlukan sehubungan kepentingan klien.
3. Kewajiban Bidan Terhadap Sejawat dan Tenaga Kesehatan Lainnya
(2 Butir)
a) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya
untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
b) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling
menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan
yang lainnya.
4. Kewajiban Bidan Terhadap Profesi (3 Butir)
a) Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra
profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan
memberika pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


b) Setiap bidan harus senatiasa mengembangkan diri dan
meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
c) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian
dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra
profesinya.
5. Kewajiban Bidan Terhadap Diri Sendiri (2 Butir)
a) Setiap bidan harus memelihara keesehatannya agar dapat
melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
b) Setiap bidab harus berusaha secara terus menerus untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Kewajiban Bidan Terhadap Pemerintah, Bangsa dan Tanah Air (2
Butir)
a) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya,senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan
khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesejahteraan keluarga dan
masyarakat.
b) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu
jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan
kesehatan keluarga.
7. Penutup (1 Butir)
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari senantiasa
menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.

2.6.9 Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Bidan dan


Klien/Pasien

Hak dan kewajiban merupakan hubungan timbal balik dalam kehidupan


sosial sehari-hari. Pasien memiliki hak terhadap bidan atas pelayanan yang diterima,
sedangkan bidan memiliki kewajiban untuk pasien. Jadi hak adalah sesuatu yang
diterima oleh pasien, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang diberikan oleh
bidan. Seharusnya juga ada hak yang harus diterima oleh bidan dan ada kewajiban
yang harus diberikan oleh pasien.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


1. Hak Bidan
a. Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya
b. Bidan berhak bekerja sesuai standar profesi pada setiap jenjang/tingkat
pelayanan kesehatan
c. Bidan berhak menolak keingianan pasien/klien dan keluarga yang
bertentangan dengan peraturan perundangn, dan kode etik profesi
d. Bidan berhak atas privasi/kedirian dan menuntut apabila nama baiknya
dicemarkan baik oleh pasien, keluarga atau profesi lainnya
e. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui
pendidikan ataupun pelatihan
f. Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang
karir dan jabatan yang sesuai
g. Bidan berhak mendapatkan kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai
2. Kewajiban Bidan
a. Kewajiban bidan mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan
hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin
dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
b. Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan
standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien.
c. Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang
mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
d. Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi
suami atau keluarga.
e. Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
f. Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien.
g. Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang
akan dilakukan serta risiko yang mungkiri dapat timbul.
h. Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consent) atas
tindakan yang akan dilakukan.
i. Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.
j. Bidan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu
pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


k. Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait
secra timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan.
3. Hak pasien
Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai
pasien/klien :
a. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di rumah sakit atau instusi pelayanan
kesehatan.
b. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
c. Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi
bidan tanpa diskriminasi.
d. Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan
keinginannya.
e. Pasien berhak mendapatkan ;nformasi yang meliputi kehamilan,
persalinan, nifas dan bayinya yang baru dilahirkan.
f. Pasien berhak mendapat pendampingan suami atau keluarga selama
proses persalinan berlangsung.
g. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan seuai dengan
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
h. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan
pendapat kritis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dad pihak
luar.
i. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di
rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang
dideritanya, sepengatahuan dokter yang merawat.
j. Pasien berhak meminta atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya.
k. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:
(1) Penyakit yang diderita
(2) Tindakan kebidanan yang akan dilakukan
(3) Alternatif terapi lainnya
(4) Prognosisnya
(5) Perkiraan biaya pengobatan
l. Pasien berhak men yetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


m. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap
dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas
tanggungjawab sendiri sesuadah memperoleh informasi yang jelas
tentang penyakitnya.
n. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
o. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
p. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di rumah sakit.
q. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun
spiritual.
r. Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus
mal-praktek.
4. Kewajiban pasien
a. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan
dan tat tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.
b. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan,
perawat yang merawatnya.
c. Pasien dan atau penangungnya berkewajiban untuk melunasi semua
imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan
kesehatan, dokter, bidan dan perawat.
d. Pasien dan atau penangggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang
selalu disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.
5. Kewajiban Bidan
Kode Etik Bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986
dan disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988,
sedangkan petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional
(Rakernas) IBI tahun 1991 sebagai pedoman dalam prilaku. Ketujuh bab ini
dapat dibedakan atas tujuh bagian yaitu :
a. Kewajiban Bidan terhadap tugasnya (3 butir)
b. Kewajiban Bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2
butir)
c. Kewajiban Bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2
butir)
d. Kewajiban Bidan terhadap profesinya (3 butir)

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


e. Kewajiban Bidan terhadap dia sendiri (2 butir)
f. Kewajiban Bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2
butir)
g. Penutup (1 butir)
6. Kewajiban Bidan Terhadap Profesi
a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjujung tinggi citra
profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan
memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
(1) Menjadi panutan dalam hidupnya
(2) Berpenampilan yang baik
(3) Tidak membeda-bedakan pangkat, jabatan, golongan
(4) Menjaga mutu pelayanan profesinya sesuai dengan standar yang
telah ditentukan
(5) Dalam menjalankan tugasnya, bidan tidak diperkenankan mencari
keuntungan pribadi dengan menjadi agen promosi suatu produk
(6) Menggunakan pakaian dinas dan kelangkapannya hanya dalam
waktu dinas
b. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai denga perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi
(1) Mengembangkan kemampuan dilahan praktik
(2) Mengikuti pendidikan formal
(3) Mengikuti pendidikan berkelanjutan melalui penataran, seminar,
loka karya, simposium, membaca majalah, buku dan lain-lain secara
pribadi.
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan
kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra
profesinya.
(1) Membantu pembuatan perencanaan penelitian kelompok.
(2) Membantu pelaksanaan proses penelitian dalam kelompok
(3) Membantu pengolahan hasil penelitian kelompok
(4) Membantu pembuatan laporan penelitian kelompok
(5) Membantu perencanaan penelitian mandiri.
(6) Melaksanakan penelitian mandiri
(7) Mengolah hasil penelitian

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


(8) Membuat laporan penelitian

2.7 DASAR HUKUM / PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN


DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

2.7.1 Pengertian Hukum Kesehatan


Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu
kekuasaan, dalam mengatur pergaulan hidup masyarakat. Pengertian Hukum
Kesehatan menurut berbagai sumber yaitu :
7. UU RI tentang Kesehatan
Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. Hal
tersebut menyangkut hak dan kewajiban menerima pelayanan kesehatan
(baik perorangan dan lapisan masyarakat) maupun dari penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasinya, sarana, standar
pelayanan medik dan lain-lain.
8. Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia
(PERHUKI)
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan
penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan kewajiban baik dari
perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan
kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam
segala aspek-aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan
medic, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber
hukum lainnya.
Hukum kesehatan mencakup komponen–komponen hukum
bidang kesehatan yang bersinggungan satu dengan lainnya, yaitu Hukum
Kedokteran/Kedokteran Gigi, Hukum Keperawatan, Hukum Farmasi
Klinik, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat, Hukum
Kesehatan Lingkungan dan sebagainya (Konas PERHUKI, 1993)
9. Prof.H.J.J.Leenen
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang
berhubungan langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan
penerapanya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Arti peraturan disini tidak hanya mencakup pedoman internasional,
hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi, namun ilmu pengetahuan dan
kepustakaan dapat juga merupakan sumber hukum.
10. Prof. Van der Mijn
Hukum kesehatan dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengaturan
yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya
kepada hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi.
Hukum medis yang mempelajari hubungan yuridis dimana dokter menjadi
salah satu pihak, adalah bagian dari hukum kesehatan

2.7.2 Hubungan Etika Kesehatan dan Hukum Kesehatan


Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan
langsung pada pemberian kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata,
hukum administrasi, dan hukum pidana. Hukum kesehatan adalah semua
ketentuanhukum yang berhubungan langsungdengan pemeliharaan/pelayanan
kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan kewajiban baik dari
perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelaksana
kesehatan maupun dari pihak penyelenggara dalam segala aspeknya,
organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan
kesehatan, dan hakim serta sumber-sumber lainnya.
Hukum kesehatan terdiri dari banyak disiplin, diantaranya: hukum
kedokteran, hukum keperawatan, hukum farmasi, hukum apotik, hukum
kesehatan masyarakat, hukum perobatan, dan lain-lain. Masing-masing disiplin
ini umumnya telah mempunyai etik profesi yang harus diamalkan anggotanya.
Begitu pula rumah sakit sebagai suatu institusi dalam pelayanan kesehatan juga
mempunyai etika yang di indonesia terhimpun dalam etik rumah sakit
indonesia (ERSI) (Hanafiah, 1999).
Etika adalah salah satu bagian dari filsafat. Filsafat sebagai suatu
interpretasi tentang hidup manusia mempunyai tugas meneliti dan menentukan
semua fakta konkret sampai pada dasarnya yang mendalam. Persoalan-
persoalan pokok filsafat mempunyai ciri khas, yaitu: mendalam pemecahannya
selalu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru. Sebagai contoh misalnya:
bila seseorang dapat membedakan dengan tepat antara benar dan salah, maka
masih akan dibutuhkan pengetahuan lain yang mempertanyakan mengapa dan
atas dasar apa pembedaan tersebut dinyatakan, juga mengapa demikian, dsb.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Dengan demikian, pembahasan filosofis itu mencakup penelitian atau
penyelidikan yang mempunyai ruang lingkup yang sedemikian luas dan
menyeluruh (kanisius, 1995).
Etika berhubungan dengan semua aspek dari tindakan dan keputusan
yang diambil oleh manusia maka etika merupakan bidang kajian yang sangat
luas dan kompleks dengan berbagai cabang subdevisi. Etika kedokteran
berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan
sedangkan bioetika merupaka subjek yang sangat luas yang berhubungan
dengan masalah moral yang muncul karena perkembangan dalam ilmu
pengetahuan biologis yang lebih umum.
Etika kedokteran juga sangat berhubungan dengan hukum. Hampir di
semua Negara ada hukum yang secara khusus mengatur bagaimana dokter
harus bertindak berhubungan dengan masalah etika dalam perawatan pasien
dan penelitian. Namun etika dan hukum tidaklah sama. Sangat sering,
bahkan etika membuat standar perilaku yang lebih tinggi dibanding hukum,
dan kadang etika memungkinkan dokter perlu untuk melanggar hukum yang
menyuruh melakukan tindakan tidak etis. Hukum juga berbeda-beda untuk
tiap-tiap Negara sedangkan etika dapat diterapkan tanpa melihat batas Negara.
Etika dan hukum kesehatan dalam dunia kesehatan umumnya berbeda
namun saling melengkapi, dimana hukum cenderung bersifat kaku, lama dalam
proses legalisasi, dan kurang menyeluruh kemudian norma etika akan
melengkapi kelemahan-kelemahan norma hukum sehingga mampu mengikuti
perubahan- perubahan yang terjadi di masyarakat.

Segi-Segi Hukum Hak dan Perlindingan Tenaga Kesehatan


Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik sudah dibentuk
Undang – Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Perundang – undangan
tersebut mangatur secara jelas, cermat dan lengkapp setiap aspek kesehatan.
Mulai dari pengertian–pengertian penting dalam asas dan tujuan, hukum
kesehatan, hak dan kewajiban, sumber daya dibidang kesehatan, upaya
pertahanan kesehatan, tanggung jawab pemerintah, kesehatan ibu dan bayi,
anak, remaja, lanjut usia,gizi, penyakit menular dan tidak menular, kesehatan
jiwa, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, informasi kesehatan, pembiayaan
kesehatan, pengelolaan kesehatan, peran serta masyarakat, badan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


pertimbangan kesehatan, pembinaan dan pengawasan, dan berbagai hal yang
terkait dengan kesehatan yang diatur dalam tiap babnya.
Hak dan Perlindungan Tenaga Kesehatan :
1. Hak mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
Perlindungan bagi tenaga kesehatan dalam UU Kesehatan diatur dalam
pasal 53 ayat (1) :
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
Ketentuan tersebut kemudian dijabarkan dalam PP Tenaga Kesehatan
Pasal 24 ayat(1) dan (2) sebagai berikut :
(1) Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang
melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
2. Hak memperoleh penghargaan
Tenaga kesehatan yang berprestasi atau meninggal dunia dalam
melaksanakan tugas dapat memperoleh penghargaan, yang hal ini
diatur dalam PP Tenaga Kesehatan Pasal 25 :
(1) Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas
dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada negara atau
meninggal dunia dalam melaksanakan tugas diberikan penghargaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan
olehPemerintah dan atau masyarakat.
(3) Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa, uang
atau bentuk lain.
3. Hak untuk membentuk ikatan profesi
Ketentuan tentang hak tenaga kesehatan untuk membentuk ikatan profesi
diatur dalam PP Tenaga Kesehatan Pasal 26 :
(1) Tenaga Kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah
untuk meningkatkan dan atau mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan, martabat dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
(2) Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilaksanankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan yang berlaku.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Adanya ikatan profesi penting, selain untuk mewujudkan keakraban dan
kerja sama, juga untuk dapat mewakili kelompok tenaga kesehatan yang
bersangkutan dalam Majelis Pertimbangan Tenaga Kesehatan (MDTK)
yang diatur dalm UU Kesehatan Pasal 54, atau memberikan
pertimbangan kepada Menteri Kesehatan dalam penetapan standar
profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan, sebagaimana disebutkan
dalam PP Tenaga Kesehatan pada penjelasan Pasal 21 ayat (2).
4. Hak memperoleh pembinaan
Tenaga kesehatan sebagai pendukung upaya kesehatan dalam
melaksanakan tugasnya harus selalu dibina untuk mempertahankan dan
meningkatkan kemampuannya, melalui pembinaan karier, disiplin dan
teknis profesi tenaga kesehatan.
Pembinaan karier meliputi kenaikan pangkat, jabatan dan pemberian
penghargaan.
Pembinaan disiplin menjadi tanggung jawab penyelenggara dan atau
pimpinan sarana kesehatan yang bersangkutan.
Pembinaan teknis profesi dilakukan oleh Menteri Kesehatan, yang
dilaksanakan melalui bimbingan, pelatihan dan penetapan standar profesi.
Ketentuan tentang pembinaan tersebut diatur dalam PP Tenaga Kesehatan
Pasal 28 s.d 31.
5. Hak untuk memperoleh lebih dahulu penilaian/pertimbangan dari MDTK
bila ada dugaan bahwa tenaga kesehatan melakukan kesalahan dalam
pengabdian profesinya.
Sebagaimana ditegaskan dalam UU Kesehatan Pasal 54 terhadap tenaga
kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin, sebagai salah satu bentuk
tindakan administratif, yang sebagai tindak lanjutnya perlu diatur melalui
Keputusan Presiden yaitu Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1996
tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan. Dalam Keputusan Presiden
Nomor 56 Tahun 1996, anatara lain ditetapkan :
Pasal 2 :
(1) Dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan obyektif
baik kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan
kesehatan, dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan untuk

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian tenaga
kesehatan dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan.
(2) Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan yang selanjutnya disingkat
MDTKmerupakan lembaga yang bersifat otonom, mandiri dan non
struktural.
Pasal 5 :
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan bertugas meneliti dan menentukan ada
atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar
profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan.
6. Hak untuk tidak membuka rahasia kedokteran, meskipun diminta oleh
pihak penyidik atau oleh hakim.
Dalam bagian ini akan dibahas ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur
tentang hak/perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan, apabila ada pihak
lain yang meminta keterangan tentang rahasia kedokteran yang wajib
disimpannya. Yang dimaksud pihak lain ini ialah pihak penyidik dan pihak
hakim dalam suatu sidang pengadilan.
UU Nomor 8 Tahun 1991 tentang Hukum Acara Pidana
Pasal 120
(1) Dalam hal penyidikan menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat
orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka
penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut
pengetahuannya yang sebaik- baiknya kecuali bila disebabkan karena
harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia
menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan
yang diminta.
Pasal 170 :
(1) Mereka yang karena pekerjaannya, harkat martabat atau
jawabannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dari
kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal
yang dipercayakan kepada mereka. Pekerjaan atau jabatan yang
menentukan adanya kewajiban untuk menyimpan rahasia
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan
tersebut. Jika tidak ada ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang jabatan atau pekerjaan yang dimaksud, maka
seperti yang itentukan ayat ini, hakim yang menentukan sah atau
tidaknya alasan yang dikemukakan untuk mendapatkan kebebasan
tersebut.

2.7.3 Peraturan dan Perundang-undangan Kesehatan yang


Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek Kebidanan

1. UU RI No. 36 thun 2009 tetang Kesehatan


2. UU RI No. 22 thun 1999 tentang Otonomi Daerah
3. UU RI No. 8 /1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)
4. UU RI No. 13 thun 2003 tentang Ketenagakerjaan
5. UU RI No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
6. UU RI No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik
7. UU RI No. 44/2009 tentang Rumah Sakit
8. UU RI No. 24/2013 tentang Perubahan atas UU No. 23 / 2006 tentang
Administrasi Kependudukan
9. PP No. 32 / 1996 tentang Kesehatan
10. PP RI No. 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi
11. Kepmenkes No. 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi
Bidan
12. Kepmenkes No. 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan
Kebidanan
13. Kepmenpan No. 1/2008 tentang Jabatan Fungsional Bidan
14. Kepmenkes No. 836/Menkes/SK/VI/2005 tentang Pengembangan
Manajemen Kinerja Perawat da Bidan
15. Kepmenkes No. 46/2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
16. Kepmenkes No. 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
17. Kepmenkes No. 129/Menkes/SK/II/2009 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit
18. Permenkes No. 369/2007 tentang Standar Profesi Bidan
19. Permenkes No. 938/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


20. Permenkes No. 1464/Per/Menkes/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan
21. Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis
22. Permenkes No. 155/Menkes/Per/I/2010 tentang Penggunaan KMS
bagi Balita
23. Peraturan Bersama Mendagri dan Menkes No. 15/2010 dan No.
162/Menkes/PB/2010 tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab
Kematian
24. Kepmenpan No. 01/2008 tentang Jabatan Fungsional Bidan dan Angka
Kreditnya

2.7.4 Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat Bidan dalam Praktek


Kebidanan
A. Tanggung Jawab Dalam Praktek Kebidanan
1. Tanggung jawab bidan terhadap klien dan masyarakat
a. Setiap bidan senantiasa menjungjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya.
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung
tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan
memelihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman
pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan
klien, keluarga dan masyarakat.
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan
kepentingan klien, menghormati hak-hak klien dan menghormati
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
e. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa
mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan
identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya.
f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam
hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara
optimal.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


2. Tanggung jawab bidan terhadap tugasnya
a. Setiap bidan senantiasa pelayanan paripurna terhadap klien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang
dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
b. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya
termasuk keputusan mengadakan konsultasi atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan, keterangan yang didapat
atau dipercayakan kepadanya kecuali bila diminta oleh pengadilan
atau diperlukan sehubungan kepentingan klien.
3. Tanggung jawab bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
b. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya
untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
c. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling
menghormati baik terhadap sejawatnya maupun lainnya
4. Tanggung jawab bidan terhadap profesinya
b. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra
profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan
memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
c. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan
meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan IPTEK.
d. Setiap bidan senantiasa berperans serta dalam kegiatan penelitian
dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra
profesinya.
5. Tanggung jawab bidan terhadap pemerintah
a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa
melaksanakan kegiatan-kegiatan pemerintah dalam bidang
kesehatan khususnya dalam KIA/KB dan kesehatan keluarga dan
masyarakat
b. Setiap bidan melalui profesinya berpatisipasi dan menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu
jangkauan pelayanan kesehatan, terutama KIA/KB dan keluarga

B. Tanggung Gugat Dalam Praktek Kebidanan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Tanggung gugat terjadi karena beberapa hal :
1. Mal episiensi, keputusan yang diambil merugikan pasien
2. Mal praktek/ lalai :
- Gagal melakukan tugas
- Tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar
- Melakukan kegiatan yang mencederai klien
- Klien cedera karena kegagalan melaksanakan tugas
3. Mal praktek terjadi karena :
- Ceroboh
- Lupa
- Gagal mengkomunikasikan
Bidan sebagai petugas kesehatan sering berhadapan dengan masalah
etik yang berhubungan dengan hukum. Sering masalah dapat diselesaikan
dengan hukum tetapi belum dapat diselesaikan berdasarkan prinsip-prinsip
dan nilai-nilai etik.
Contoh kasus :
Di sebuah desa terpencil seorang ibu mengalami perdarahan post
partum telah melahirkan bayinya yang pertama di rumah. Ibu tersebut
menolak untuk diberikan suntikan utero tonika, bila ditinjau dari hak pasien
atas keputusan yang menyangkut dirinya maka bidan bisa saja memberikan
suntikan jika kemauan pasien tetapi bidan akan berhadapan dengan masalah
yang rumit lagi. Bila terjadi perdarahan hebat dan harus diupayakan
pertolongan untuk merujuk pasien dan yang lebih fatal lagi bila pasien
akhirnya meninggal akibat perdarahan dalam hal ini bidan dikatakan tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik, walaupun bidan harus memaksa
pasiennya untuk disuntik mungkin itu keputusan yang terbaik untuk
dilakukan.
Aturan Hukum standar yang berhubungan dengan pengelolaan
pelayanan kebidaanan mandiri dan sanksi penyimpangan kode etik bidan
Tanggung Jawab Hukum
1. Aspek Hukum Pidana
Asas Nullum Delictum :
Peristiwa pidana tidak akan ada, jika ketentuan pidana dalam undang-
undang tidak ada terlebih dahulu. (tidak bisa berlaku surut)
2. Prinsip dalam Hukum Pidana

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


a. Nulla poena sine legetidak ada hukuman, kalau tidak ada undang-
undang
b. Nulla poena criminetidak ada hukuman, kalau tidak ada
kejahatan
c. Nullum crimen sine poena legalitidak ada kejahatan, kalau tidak
ada hukuman yang berdasarkan undang-undang
3. Tindak Pidana meliputi :
a. Pelanggaran
- Bersifat ringan atau kecil, misalnya : Bidan praktek tidak
mempunyai SIB dan SIPB, memberikan pelayanan tidak sesuai
dengan standar.
- bersifat berat dan besar, misalnya : pembunuhan,
penganiayaan, penggelapan, pencurian, pemalsuan, dll.
b. Unsur-Unsur yang harus dipenuhi dalam Tindak Pidana
- harus dilakukan dengan sengaja (delik dolus)
- dilakukan tidak dengan sengaja (delik culpa), yang berupa
kelalaian berat, sangat tidak berhati-hati, kesalahan serius,
sembrono (culpa lata).
Kedua unsur diatas harus dibuktikan apakah seorang dokter atau
bidan melakukan pelanggaran.
4. Alat buktiPasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah adalah :
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan terdakwa
- Sanksi pidana dalam Hukum Kesehatan
Sesuai dengan jenis dan tingkat pelanggarannya sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku, misalnya :
- KUHP
- UU. No 23 th 1992 tentang Kesehatan
- UU. No 4 th 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
- UU. No 1 th 1962 tentang Karantina Laut
- UU. No 2 th 1962 tentang Karantina Darat
- UU. No 5 th 1997 tentang Psikotropika

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


- UU. No 22 th 1997 tentang Narkotika
5. Aspek Hukum Perdata (Tanggung Gugat)
a. Ganti rugi
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (pasal 55 UU. No 23 th 1992)
b. Prinsip dalam Hukum Perdata
- Harus ada gugatanTanggung jawab dokter atau bidan baru
timbul apabila seseorang mengajukan gugatan untuk membayar
ganti rugi atas dasar tindakan yang merugikan pasien.
- Harus ada unsur wanprestasi (ingkar janji)
1) tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
2) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
3) Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana
yang dijanjikan
4) Melakukan sesuatu, yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan (pasal 1371 dan 1365 KUH Perdata)
5) Harus ada unsur kelalaian
6) Pasal 1366 KUH Perdata
c. Alat bukti
 Bukti tulisan
 Buktis saksi
 Persangkaan (dugaan)
 Pengakuan
 Sumpah
6. Aspek Hukum Administrasi
Bidan praktek dengan sengaja :
a. Tanpa ijin
b. Tidak mematuhi standar profesi
Dipidana denda paling banyak Rp 10 juta dan atau dicabut ijin
prakteknya (termasuk pelanggaran)

Tanggung Jawab Profesi


Pasal 53 ayat (2) UU. No 23 th 1992, mengatakan bahwa Tenaga
Kesehatan (termasuk Bidan) dalam melakukan tugasnya berkewajiban

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.Pekerjaan profesi
kesehatan dilandasi oleh dua prinsip perilaku :
1. Kesungguhan untuk berbuat demi kebaikan pasien
2. Tidak ada niat untuk menyakiti, mencederai, dan merugikan pasien
Untuk mencegah pelanggaran etik profesi salah satu upaya dengan
melakukan medical audit. Dalam kebidanan digunakan pendekatan Making
Pregnancy Safer (MPS) dan ditiap Kab/Kota dibentuk tim AMP (Audit
Maternal Perinatal) dengan tujuan untuk meningkatkan Mutu Pelayanan
KIA.
Sanksi Pelanggaran Kode Etik yaitu :
a. Sanksi moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh
suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu.
Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis,
seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti
kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik.
Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud
dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya
sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan
kontrol terhadap pelanggar.
Namun demikian, dalam praktek sehari-hari control ini tidak
berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota-
anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan
teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku
semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi
dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena
tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas
pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana
profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian
dapat melaksanakannya.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik
profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah
dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih
memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat
dalam etika profesi.
Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan
yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan
tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang
dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional

2.7.5 Peran, Fungsi dan Standar Kompetensi Bidan Indonesia

2.7.6 Peran dan Fungsi Majelis Pertimbangan Etika Profesi

Dasar penyusunan Majelis pertimbangan etik profesi adalah majelis


pembinaan dan pengawasan etik pelayanan medis (MP2EPM) yang meliputi:

1. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982


Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan
terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis.
2. Peraturan pemerintah No. 1Tahun 1988 Bab V Pasal 11
Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi, dan tenaga
kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri
Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk.
3. Surat keputusan menteri kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991,
tentang pembentukan MP2EPM
Dasar majelis disiplin tenaga kesehatan (MDTK), adalah sebagai berikut :
b. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945
c. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan
4. Keputusan Presiden Tahun 1995 tentang pembentukan MDTK
Tugas MDTK adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya
kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan.
5. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Pusat
a. Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga
kesehatan kepada menteri

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


b. Membina, mengembangkan, dan mengawasi secara aktif pelaksanaan
kode etik kedokteran gigi, perawat, bidan, sarjana farmasi, dan
rumah sakit.
c. Menyelesaikan persoalan, menerima rujukan dan mengadakan
konsultasi dengan instasi terkait
d. MP2EPM pusat atas Menteri yang berwenang mereka yang ditunjuk
mengurus persoalan etik tenaga kesehatan.
6. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Propinsi
a. Menerima dan memberi pertimbangan, mengawasi persoalan kode
etik, dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait dengan
persoalan kode etik.
b. Memberi nasihat, membina dan mengembangkan serta mengawasi
secara aktif etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya
bekerjasama dengan organisasi profesi seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI,
ISFI, PRS21
c. Memberi pertimbangan dan saran kepada instansi terkait.
d. MP2EPM propinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Propinsi berwenang memanggil mereka yang
bersangkutan dalam suatu etik profesi.
7. Majelis Etika Profesi Bidan
Pengertian majelis etika profesi bidan adalah merupakan badan
perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya
tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan
indikasi penyimpangan hukum. Realisasi majelis etika bidan (MPEB) dan
majelis pembelaan anggota (MPA). Latar belakang dibentuknya majelis
pertimbangan etika bidan atau MPEB adalah adanya unsur-unsur pihak-
pihak terkait:
a. Pemeriksa pelayanan untuk pasien
b. Sarana pelayanan kesehatan
c. Tenaga pemberi pelayanan, yaitu bidan

Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika, dan agama.


Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka
diperlukan wadah untuk menentukan standar profesi, prosedur yang baku

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


dan kode etik yang disepakati, maka perlu dibentuk majelis etik bidan, yaitu
MPEB dan MPA.
Tujuan dibentuknya majelis etika bidan adalah untuk memberikan
perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan dan penerima
pelayanan. Lingkup majelis etik kebidanan meliputi:
a. Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi
pelayanan bidan (Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002).
b. Melakukan supervisi lapangan, termasuk tentang teknis, dan
pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah
pelaksanaan praktik bidan sesuai dengan standar praktik bidan,
standar profesi dan standar pelayanan kebidanan, juga batas-batas
kewenangan bidan.
c. Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik
kebidanan.
d. Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang hukum kesehatan,
khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik bidan.

Pengorganisasian majelis etik kebidanan, adalah sebagai berikut:

a. Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisasi yang mandiri,


otonom, dan non struktural.
b. Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi atau pusat.
c. Majelis kebidanan pusat berkedudukan di ibukota negara dan majelis
etik kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi.
d. Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris
e. Jumlah anggota masing-masing terdiri dari lima orang
f. Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selama tiga tahun dan
sesudahnya, jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan
yang berlaku, maka anggota tersebut dapat dipilih kembali.
b. Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh
menteri kesehatan.
c. Susunan organisasi majelis etik kebidanan terdiri dari:
 Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan di
bidang hukum
 Sekretaris merangkap anggota

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


 Anggota majelis etik bidan

Tugas majelis etik kebidanan, adalah meliputi:

a. Meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian


dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan.
b. Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien, dan keluarga
yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan
c. Permohonan secara tertulis dan disertai data-data
d. Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bisa konsul ke majelis
etik kebidanan pada tingkat pusat
e. Sidang majelis etik kebidanan paling lambat 7 hari, setelah diterima
pengaduan. Pelaksanaan sidang menghadirkan dan minta keterangan
dari bidan dan saksi-saksi.
f. Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara
tertulis kepada pejabat yang berwenang.
g. Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan
daerah IBI di tingkat propinsi.

Dalam pelaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa organisasi


profesi bidan IBI, telah melantik MPEB (majelis pertimbangan etika bidan)
dan MPA (majelis peradilan profesi, namun dalam pelaksanaannya belum
terealisasi dengan baik.
8. Badan Konsil Kebidanan
Dalam organisasi profesi bidan Indonesia hingga saat ini belum
terbentuk badan konsil kebidanan. Secara konseptual badan konsil
merupakan badan yang dibentuk dalam rangka melindungi masyarakat
penerima jasa pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Konsil kebidanan Indonesia merupakan lembaga otonom dan independent,
bertanggung jawab kepada President sebagai Kepala Negara.
Tugas Badan Konsil Kebidanan
- Melakukan registrasi tenaga bidan
- Menetapkan standar pendidikan bidan
- Menapis dan merumuskan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
- Melakukan pembinaan terhadap pelanggaran praktik kebidanan.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Konsil kebidanan Indonesia berfungsi mengatur, menetapkan serta
membina tenaga bidan yang menjalankan praktik kebidanan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Wewenang badan konsil
kebidanan meliputi:
 Menetapkan standar kompetensi bidan
 Menguji persyaratan registrasi bidan
 Menyetujui dan menolak permohonan registrasi
 Menerbitkan dan mencabut sertifikat registrasi
 Menetapkan teknologi kebidanan yang dapat diterapkan di Indonesia
 Melakukan pembinaan bidan mengenai pelaksanaan etika profesi yang
ditetapkan organisasi profesi.
 Melakukan pencatatan bidan yang dikenakan sanksi oleh organisasi
profesi.

Keanggotaan konsil kebidanan

 Dari unsur departemen kesehatan 2 orang


 Lembaga konsumen 1 orang
 Bidan 10 orang
 Organisasi profesi terkait 4 orang
 Ahli hukum 1 orang

Persyaratan anggota konsil

 Warga negara Indonesia


 Sehat jasmani dan rohani
 Berkelakuan baik
 Usia sekurangnya 40 tahun
 Pernah praktik kebidanan minimal 10 tahun
 Memiliki moral etika yang tinggi

Keanggotaan konsil berhenti karena:

 Berakhir masa jabatan sebagai anggota


 Meninggal dunia
 Mengundurkan diri
 Bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


 Gangguan Kesehatan
 Diberhentikan karena melanggar aturan konsil

Mekanisme tata kerja konsil

 Memelihara dan menjaga registrasi bidan


 Mengadakan rapat pleno, dikatakan sah bila dihadiri separuh tambah 1
unsur pimpinan harian
 Rapat pleno memutuskan:
 Konsil kebidanan melakukan rapat pleno sekurang-kurangnya empat
kali dalam setahun
 Konsil kebidanan daerah hanya mengambil keputusan yang berkaitan
dengan persoalan etik profesi
 Ketua konsil, wakil ketua konsil, ketua komite registrasi dan ketua
komite peradilan profesi merupakan unsur pimpinan harian konsil.

2.7.7 Peran Organisasi Profesi terhadap Penyimpangan Kode Etik


Bidan
Sesuai kode etik dan standar profesi bidan, Setiap penyimpangan baik
itu disengaja atau tidak, akan tetap di audit oleh dewan audit khusus yang telah
dibentuk oleh organisasi bidan atau dinas kesehatan di kabupaten tersebut. Dan
bila terbukti melakukan pelanggaran atau penyimpangan maka bidan tersebut
akan mendapat sanksi yang tegas, supaya bidan tetap bekerja sesuai
kewenangannya.
Sanksi adalah imbalan negatif, imbalan yang berupa pembebanan atau
penderitaan yang ditentukan oleh hukum aturan yang berlaku. Sanksi berlaku
bagi bidan yang melanggar kode etik dan hak/kewajiban bidan yang telah
diatur oleh organisasi profesi. Bagi bidan yang melaksanakan pelayanan
kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku(Kepmenkes RI
No.900/SK/VII/2002). Dalam organisasi profesi kebidanan terdapat Majelis
Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) yang
memiliki tugas :
1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan
ketetapan pengurus pusat.
2. Melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas
pengurus pusat.
4. Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan, tugas dan tanggung jawabnya
ditentukan pengurus.

MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan


berkoordinasi dengan pengurus inti dalam organogram IBI tingkat nasional.
MPEB secara internal memberikan saran, pendapat, dan buah pikiran tentang
masalah pelik yang sedang dihadapi, khususnya yang menyangkut pelaksanaan
kode etik bidan dan pembelaan anggota.
MPEB dan MPA, bertugas mengkaji, menangani dan mendampingi
anggota yang mengalami permasalahan dan praktik kebidanan serta masalah
hukum. Kepengurusan MPEB dan MPA terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara,
dan anggota. MPA tingkat pusat melaporkan pertanggungjawabannya kepada
pengurus pusat IBI dan pada kongres nasional IBI. MPA tingkat provinsi
melaporkan pertanggungjawabannya kepada IBI tingkat provinsi (pengurus
daerah).
Tugas dan wewenang MPA dan MPEB adalah memberikan bimbingan
dan pembinaan serta pengawasan etik profesi, meneliti dan menentukan
adanya kesalahan atau kelalaian bidan dalam memberikan pelayanan. Etika
profesi adalah norma-norma yang berlaku bagi bidan dalam memberikan
pelayanan profesi seperti yang tercantum dalam kode etik bidan.
Anggota MPEB dan MPA, adalah:
1. Mantan pengurus IBI yang potensial.
11. Anggota yang memiliki perhatian tinggi untuk mengkaji berbagai aspek
dan perubahan serta pelaksanaan kode etik bidan, pembelaan anggota,
dan hal yang menyangkut hak serta perlindungan anggota
12. Anggota yang berminat dibidang hukum.

Keberadaan MPEB bertujuan untuk:


1. Meningkatkan citra IBI dalam meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan bidan.
2. Membentuk lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya pelanggaran
terhadap Kode Etik Bidan Indonesia
13. Meningkatkan kepercayaan diri anggota IBI.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


14. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bidan dalam
memberikan pelayanan.

Contoh sanksi bidan adalah pencabutan ijin praktek bidan, pencabutan SIPB
sementara, atau bisa juga berupa denda. Penyimpangan yang dilakukan oleh
bidan misalnya :
- Bidan melakukan praktek aborsi,yang seharusnya tidak boleh
dilakukan oleh bidan karena termasuk tindakan kriminal.
- Bidan tidak melakukan rujukan pada ibu yang mengalami persalinan
premature, bidan ingin melakukan persalinan ini sendiri. Ini jelas tidak
boleh dilakukan, dan harus dirujuk. Karena ini sudah bukan
kewenangan bidan lagi, selain itu jika dilakukan oleh bidan itu
sendiri,persalinan akan membahayakan ibu dan bayi yang
dikandungnya.

Alur Sanksi Bidan


Malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat disebabkan oleh banyak
faktor, misalnya kelalaian, kurangnya pengetahuan, faktor ekonomi,
rutinitas,dan juga perubahan hubungan antara bidan dengan pasien. Untuk
dapat mencegah terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan tidak memberikan jaminan
atau garansi akan keberhasilan usahanya, dalam melakukan tindakan harus ada
informed consent, mencatat semua tindakan kedalam rekam medik, dan lain-
lain.
Untuk penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh
bidan yang telah masuk ke pengadilan, semua tergantung kepada pertimbangan
hakim yang menangani kasus tersebut untuk menentukan apakah kasus yang
ditanganinya termsuk kedalam malpraktek atau tidak. Atau apakah si pelaku
dapat dimintai pertanggung jawaban secara pidana atau tidak.
Melakukan malpraktek yuridis (melanggar hukum) berarti juga
melakukan malpraktek etik (melanggar kode etik). Sedangkan malpraktek etik
belum tentu merupakan malpraktek yuridis. Apabila seorang bidan melakukan
malpraktek etik atau melanggar kode etik.
Maka penyelesaian atas hal tersebut dilakukan oleh wadah profesi
bidan yaitu IBI. Dan pemberian sanksi dilakukan berdasarkan peraturan-
peraturan yang berlaku didalam organisasi IBI tersebut. Sedangkan apabila

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


seorang bidan melakukan malpraktek yuridis dan dihadapkan ke muka
pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan MPEB wajib melakukan penilaian
apakah bidan tersebut telah benar-benar melakukan kesalahan. Apabila
menurut penilaian MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi
bukan karena kesalahan atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah
melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi, maka IBI melalui MPA
wajib memberikan bantuan hukum kepada bidan tersebut dalam menghadapi
tuntutan atau gugatan di pengadilan.

2.8 ASPEK LEGAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN


2.8.1 Pengertian Aspek Legal
Peran legislasi adalah: 1) Menjamin perlindungan pada masyarakat
pengguna jasa profesi dan profesi sendiri, 2) Legislasi sangat berperan dalam
pemberian pelayanan profesional.Bidan dikatakan profesional, memenuhi
beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Mandiri.
2. Peningkatan kompetensi.
3. Praktek berdasarkan evidence based.
4. Penggunaan berbagai sumber informasi.

Masyarakat membutuhkan pelayanan yang aman dan berkualitas, serta


butuh perlindungan sebagai pengguna jasa profesi. Ada beberapa hal yang
menjadi sumber ketidakpuasan pasien atau masyarakat, yaitu:
1. Pelayanan yang aman.
2. Sikap petugas kurang baik.
3. Komunikasi yang kurang.
4. Kesalahan prosedur.
5. Sarana kurang baik.
6. Tidak adanya penjelasan atau bimbingan atau informasi atau pendidikan
kesehatan.

Legislasi adalah proses pembuatan Undang-undang atau


penyempurnaan perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian
kegiatan Sertifikasi (pengaturan kompetensi), Registrasi (pengaturan
kewenangan), dan Lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan).

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Tujuan Legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat
terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut adalah
meliputi:
1. Mempertahankan kualitas pelayanan.
2. Memberikan kewenangan.
3. Menjamin perlindungan hukum.
4. Meningkatkan profesionalisme.

Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang


diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai
dengan kewenangan dan kemampuannya.

2.8.2 Dasar Aspek Legal Pelayanan Kebidanan

A. Sertifikasi (Pengaturan Kompetensi)


Sertifikasi adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu melalui
kegiatan pendidikan formal maupun non formal (Pendidikan berkelanjutan).
Lembaga pendidikan non formal misalnya organisasi profesi, rumah sakit,
LSM bidang kesehatan yang akreditasinya ditentukan oleh profesi.
Sedangkan sertifikasi dan lembaga non formal adalah berupa sertifikat yang
terakreditasi sesuai standar nasional.
Ada dua bentuk kelulusan, yaitu:
a. Ijazahmerupakan dokumentasi penguasaan kompetensi tertentu,
mempunyai kekuatan hukum atau sesuai peraturan perundangan yang
berlaku dan diperoleh dari pendidikan formal.
b. Sertifikat adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu, bisa
diperolehdari kegiatan pendidikan formal atau pendidikan
berkelanjutan maupun lembaga pendidikan non formal yang
akreditasinya ditentukan oleh profesi kesehatan.
Tujuan umum Sertifikasi adalah sebagai berikut:
a. Melindungi masyarakat pengguna jasa profesi.
b. Meningkatkan mutu pelayanan.
c. Pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan.
Tujuan khusus Sertifikasi adalah sebagai berikut:
a. Menyatakan kemampuan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku
(kompetensi) tenaga profesi.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


b. Menetapkan kualifikasi dari lingkup kompetensi.
c. Menyatakan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku (kompetensi)
pendidikan tambahan tenaga profesi.
d. Menetapkan kualifikasi, tingkat dan lingkup pendidikan tambahan
tenaga profesi.
e. Memenuhi syarat untuk mendapat nomor registrasi.
B. Registrasi (Pengaturan Kewenangan)
Registrasi adalah sebuah proses di mana seorang tenaga profesi
harus mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodik guna
mendapatkankewenangan dan hak untuk melakukan tindakan
profesionalnya setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan
oleh badan tersebut.
Registrasi bidan artinya proses pendaftaran, pendokumentasian dan
pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal
kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga
secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya.
Tujuan umum registrasi adalah Melindungi masyarakat dari mutu
pelayanan profesi.
Tujuan Khusus Registrasi adalah sebagai berikut:
b. Meningkatkan kemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan
ilmu pengetahuan dan tehnologi yang berkembang pesat.
c. Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam
penyelesaian kasus mal praktik.
d. Mendata jurnlah dan kategori melakukan praktik.
Aplikasi proses Registrasi dalam Praktik kebidanan adalah sebagai
berikut, bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan
kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana
Institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB (Surat Ijin Bidan)
selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima Ijasah bidan. Kelengkapan
registrasi menurut Kepmenkes No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 adalah
meliputi: fotokopi ijasah bidan, fotokopi transkrip nilai akademik, surat
keterangan sehat dari dokter, pas foto sebanyak 2 lembar. SIB berlaku
selama 5 tahun dan dapat diperbaharui, serta merupakan dasar untuk
penerbitan lisensi praktik kebidanan atau SIPB (Surat Ijin Praktik Bidan).

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Bentuk formulir permohonan registrasi atau SIB dapat dilihat pada
lampiran. SIB tidak berlaku lagi karena: dicabut atas dasar ketentuan
Perundang-undangan yang berlaku, habis masa berlakunya dan tidak
mendaftar ulang, dan atas permintaan sendiri.
C. Lisensi (Pengaturan Penyelenggaraan Kewenangan)
Pengertian lisensi adalah proses ministrasi yang dilakukan oleh
pemerintah atau yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan
kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.
Tujuan umum lisensi adalah untuk melindungi masyarakat dan pelayanan
profesi.
Tujuan khusus lisensi adalah:
a. Memberikan kejelasan batas wewenang.
b. Menetapkan sarana dan prasarana.
Aplikasi Lisensi dalam praktik kebidanan adalah dalam bentuk SlPB
(Surat Ijin Praktik Bidan). SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Depkes RI kepada tenaga bidan yang menjalankan praktik setelah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan. Bidan yang menjalankan praktik harus
memiliki SIPB, yang diperoleh dengan cara mengajukan permohonan kepada
Kepa1a Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat dengan memenuhi
persyaratan sebagai berikut: fotokopi SIB yang masih berlaku, fotokopi
ijasah bidan, surat persetujuan atasan, surat keterangan sehat dari dokter,
rekomendasi dari organisasi profesi, pas foto. Rekomendasi yang diberikan
organisasi profesi setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan
keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta
kesanggupan melakukan praktik bidan.
Bentuk penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan inilah
yang diaplikasikan dengan rencana diselenggarakannya Uji Kompetensi bagi
bidan yang mengurus SIPB atau lisensi. Meskipun Uji Kompetensi sekarang
ini baru pada tahap uji coba di beberapa wilayah, namun terdapat beberapa
propinsi yang menerapkan kebijaksanaan daerah untuk penyelenggaraan uji
kompetensi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan bidan, misalnya
Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta dan beberapa propinsi lainnya, dengan
menempatkan uji kompetensi pada tahap pengajuan SIB. Uji kompetensi
sedang dalam pembahasan termasuk mengenai bagaimana dasar hukumnya.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Dengan diselenggarakannya uji kompetensi diharapkan bahwa bidan yang
menyelenggarakan praktik kebidanan adalah bidan yang benar-benar
kompeten. Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan kebidanan, mengurangi medical error atau malpraktik dalam
tujuan utama untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Dalam
rancangan uji kompetensi apabila bidan tidak lulus uji kompetensi, maka
bidan tersebut menjadi binaan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) setempat.
Materi uji kompetensi sesuai 9 area kompetensi dalam standar profesi bidan
Indonesia. Namun demikian uji kompetensi belum di bakukan dengan suatu
dasar hukum, sehingga baru pada tahap draft atau rancangan.
Menurut Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 SIPB berlaku
sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dan dapat diperbaharui
kembali. Bentuk permohonan SIPB dapat dilihat pada lampiran.

2.8.3 Otonomi Bidan dalam Pelayanan Kesehatan Legislasi


Pelayanan Kebidanan
Profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah
pertanggungjawaban dan tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan
yang dilakukannya. Sehingga semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus
berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence based. Accountability
diperkuat dengan satu landasan hukum yang mengatur batas-batas wewenang
profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan
memiliki hak otonomi dan mandini untuk bertindak secara profesional yang
dilandasi kemampuan berfikir logis dan sistematis serta bertindak sesuai
standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dan berbagai kegiatan bidan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan
mutunya melalui:
1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
2. Penelitian dalam bidang kebidanan.
3. Pengembangan ilmu dan tekhnologi dalam kebidanan.
4. Akreditasi.
5. Sertifikasi.
6. Registrasi.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


7. Uji Kompetensi.
8. Lisensi.
Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang mendasari dan
terkait dengan pelayanan kebidana antara lain sebagai berikut:
1. Kepmenkes Republik Indonesia 900/ Menkcs/SK/ VII/ 2002 Tentang
registrasi dan praktik bidan.
2. Standar Pelayanan Kebidanan, 2001.
3. Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/ 2007
Tentang Standar Prof esi Bidan.
4. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
5. PP No 32/Tahun 1996 Tentang tenaga kesehatan.
6. Kepmenkes Republik Indonesia 1277/Menkes/SK/XI/2001 Tentang
organisasi dan tata kerja Depkes.
7. UU No 22/ 1999 Tentang Otonomi daerah.
8. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
9. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung, dan transplantasi.
10. KUHAP, dan KUHP, 1981.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 585/ Menkes/
Per/ IX/ 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
12. UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan Keluarga Berencana;
13. UU No. 10/1992 Tentang pengembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
14. UU No. 23/2003 Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan
di Dalam Rumah Tangga.

2.9 PERMASALAHAN ETIK MORAL DAN DILEMA DALAM


PRAKTEK KEBIDANAN
2.9.1 Malpraktek
A. MALPRAKTEK MEDIS
Istilah malpraktek medis tidak dikenal dalam Hukum Positif Indonesia.
Secara harfiah malpraktik berarti bad practice atau praktek buruk yang berkaitan
dengan praktek penerapan ilmu dan teknologi medik dalam menjalankan profesi
medik yang mengandung ciri-ciri khusus.
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan malpraktik, dapat terjadi
kesimpangsiuran pengertian antara malpraktek, pelanggaran kode etik atau

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


pelanggaran hukum. Secara etimologis, malpraktik mengandung kata mal yang
artinya buruk atau salah, sehingga malpraktik diartikan salah melakukan prosedur
yang berujung pada kerugian pasien atau bahkan sampai fatal. Dalam hal salah
melakukan prosedur ini, dapat saja dikatakan malpraktik harus memenuhi unsur
kecerobohan, kekurang hati-hatian (Professional misconduct), atau
kekurangmampuan yang tidak pantas (Unreasonable lack of skill).
Jadi, seorang dokter dikatakan telah melakukan malpraktik jika dalam
menjalankan pelayanan medik tidak memenuhi persyaratan-persyaratan atau
standar-standar yang telah ditentukan kode etik kedokteran, standar profesi,
standar pelayanan medik atau operasional prosedur, dan akibat dari tindakan
tersebut pasien mengalami kerugian.
Menurut J. Guwandi, malpraktik medis dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu :
1. Dilakukan dengan sengaja, yang dilarang oleh peraturan perundang-
undangan atau dolus. Dengan perkataan lain, malpraktik dalam arti sempit,
misalnya dengan sengaja melakukan abortus tanpa indikasi medis,
melakukan euthanasia, memberi surat keterangan medis yang isinya tidak
benar, dan sebagainya.
Golongan yang pertama ini, tujuan tindakannya sudah diarahkan
kepada akibat yang hendak ditimbulkan, atau tidak perduli terhadap
akibatnya, walaupun mengetahui atau seharusnya sudah mengetahui bahwa
tindakannya bertentangan dengan hukum yang berlaku (Criminal
malpractice).
2. Dilakukan dengan tidak sengaja atau neglience atau culpa, atau kelalaian
misalnya menelantarkan pengobatan pasien karena lupa atau sembaranagan
sehingga penyakit pasien bertambah berat atau bahkan meninggal dunia.

Dalam arti umum, kelalaian tidak dianggap melanggar hukum, jika kelalaian
tersebut tidak menyebabkan orang lain menderita kerugian. Malpraktik yang diberi
istilah Serious Professional Misconduct di Inggris, dibagi empat kelompok, yaitu :
1. Kelalaian atau keacuhan sikap tindak dokter yang menyangkut tanggung
jawab pribadinya terhadap pasien dalam meberdayakan pelayanan
pengobatan.
2. Penyalahgunaan wewenang atau kepandaian
3. Sikap tindak perorangan berupa mendeskreditkan reputasi profesi medik

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4. Mengiklankan diri, mempengaruhi pasien, merendahkan kepandaian dokter
lain dan pelanggaran profesi lain.

Black’s Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai “professional


misconductor unreasonable lack of skill” or “failure of one rendering professional
services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the
circumstances in the community by the average prudent reputable member of the
profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services
or to those entitled to rely upon them”.
Pengertian malpraktik di atas bukanlah monopoli bagi profesi medis,
melainkan juga berlaku bagi profesi hukum (misalnya mafia peradilan), akuntan,
perbankan (misalnya kasus BLBI), dan lain-lain.
Pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association (1992)
adalah: “medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the
standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or
negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to
the patient”.
Menurut Azwar, suatu peristiwa dapat dikatakan sebagai malpraktik dapat
dilihat dari dua aliran, yaitu aliran modern dan aliran tradisional. Menurut aliran
modern malpraktek terjadi jika memenuhi lima (5) unsur, yaitu :
1. Adanya kewajiban yang berhubungan dengan kerusakan
2. Adanya pengingkaran kewajiban
3. Adanya hubungan sebab akibat antara tindakan yang mengingkari
kewajiban dengan kerusakan
4. Pengingkaran kewajiban merupakan faktor penyebab yang substansial
(proximate cause)
5. Kerusakan itu nyata adanya.

Sementara pandangan tradisional melihat malpraktek terjadi jika telah


ditemukan adanya :
1. Adanya pelimpahan amanah
2. Adanya pengingkaran amanah
3. Adanya musibah akibat pengingkaran amanah

Menurut Jonsen et.al, menilai suatu perbuatan sebagai malpraktek atau


bukan dilihat dari empat hal, yaitu :

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


1. Indikasi medis (medical indications) yang diberikan oleh dokter.
Pertimbangan ini meliputi diagnosis dan prognosis penyakit, indikasi
pengobatan yang akan dilakukan dan seberapa jauh pengaruh pengobatan
terhadap penyakit yang diderita.
2. Keinginan pasien (patient preferences). Mengetahui keinginan pasien dan
mengusahakan dipenuhinya keinginan tersebut, dengan mempertimbangkan
pula kemampuan (kompetensi) psien untuk mengambil keputusan terhadap
suatu tindakan medis
3. Kualitas hidup (quality of life). Pertimbangan tentang pandangan pasien
terhadap keinginan untuk hidup atau sembuh, serta mempertimbangkan
pandangan dokter.
4. Keadaan sosial budaya masyarakat (contextual features). Keadaan sosial
budaya masyarakat menjadi pertimbangan untuk pengambilan keputusan
medis. Keadaan ini terasuk di dalamnya nihil tidaknya dorongan masyarakat
kepada pasien untuk hidup. Dapat pula dijadikan pertimbangan, yaitu
keadaan keuangan pasien.2

Menurut Mohamad, menyatakan bahwa malpraktek adalah istilah hukum.


Suatu kasus baru bisa dikatakan sebagai malpraktek jika telah diadukan korban dan
dibuktikan melalui pengadilan. Kata malpraktik sendiri tidak ada dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Tetapi terdapat sebuah pasal yang mengatur
tentang ganti rugi yang disebabkan oleh karena kelalaian tenaga medis. Pasal 55
ayat (1) UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan : “setiap orang berhak atas ganti
rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan”.

B. JENIS-JENIS MALPRAKTIK
Penyimpangan yang dimaksud ialah beberapa jenis perbuatan malpraktik.
Jenis-jenis perbuatan malpraktik yang dimaksud , antara lain :
1. Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan
melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai
tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan
dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan
atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan.
2. Malpraktek Yuridis

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga
bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana
(criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative
malpractice).
a. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Jika dokter tidak melaksanakan kewajibannya (ingkar janji),
yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati.
Dikategorikan sebagai Civil Malpractice karena tidak
melakukan (negative act) apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan, melakukan (positive act) apa yang menurut
kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat, melakukan apa
yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna,
dan melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.
b. Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice)
Karena suatu tindakan yang disengaja (intentional) seperti
pada misconduct tertentu (professional), tindakan kelalaian
(neglience), ataupun suatu kekurangmahiran / ketidakkompetenan
yang tidak beralasan (lack of skill).
Professional misconduct yang merupakan kesengajaan dapat
dilakukan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan
disiplin profesi, hukum administratif, serta hukum pidana dan perdata,
seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, fraud,
“penahanan” pasien, pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran,
aborsi ilegal, euthanasia, penyerangan seksual, misrepresentasi atau
fraud, keterangan palsu, menggunakan iptekdok yang belum teruji /
diterima, berpraktek tanpa SIP, berpraktek di luar kompetensinya, dll.
Kesengajaan tersebut tidak harus berupa sengaja mengakibatkan hasil
buruk bagi pasien, namun yang penting lebih ke arah deliberate
violation (berkaitan dengan motivasi) ketimbang hanya berupa error
(berkaitan dengan informasi).
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance,
misfeasance dan nonfeasance.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


 Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum
atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya
melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai
(pilihan tindakan medis tersebut sudah improper).
 Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang
tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper
performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan
menyalahi prosedur.
 Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang
merupakan kewajiban baginya.
 Lack of skill sering menjadi penyebab error atau kelalaian.

c. Malpraktek administratif (Administrative Malpractice)


Bila dokter melanggar hukum tata usaha negara, pemerintah
berhak mengeluarkan berbagai macam peraturan di bidang kesehatan,
seperti tentang persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk menjalankan
profesi medik, batas kewenangan serta kewajibannya. Yang termasuk
malpraktek administratif yaitu menjalankan praktik kedokteran tanpa
lisensi atau izin, menjalankan tindakan medis yang tidak sesuai lisensi
atau izin yang dimiliki, melakukan praktik kedokteran dengan
menggunakan lisensi atau izin yang sudah kedaluwarsa, dan tidak
membuat rekam medik.
Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk
error (mistakes, slips and lapses) yang telah diuraikan sebelumnya,
namun pada kelalaian harus memenuhi ke-empat unsur kelalaian
dalam hukum – khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak
selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent
erroryang tidak secara langsung menimbulkan dampak buruk.
Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis,
sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering
terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang dengan tidak
sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh
orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan
dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang
dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya
(berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah
mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.
Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap
lalai apabila memenuhi empat unsur, yaitu :
1. Duty atau kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan
sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan
tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi
tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan
oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan
kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan
4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang
nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat
antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang
setidaknya merupakan ‘proximate cause’.

Ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan


kerugian (damage) yang di derita oleh karenanya dan tidak ada
peristiwa atau tindakan sela diantaranya, dan hal ini haruslah
dibuktikan dengan jelas. Seorang dokter atau dokter gigi yang
menyimpang dari standar profei dan melakukan kesalahan profesi
belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana ,
malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya
unsur culpa lata atau kelalaian berat dan pula berakibat fatal atau
serius. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 359 KUHP, pasal 360,
pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari dokter
atau dokter gigi.
Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum
pidana meliputi unsur :
1. Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran
2. Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


3. Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal, dan melanggar pasal
359 dan 360 KUHP.
Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai
berikut :
1. Adanya unsur kelalaian (culpa)
2. Adanya wujud perbuatan tertentu
3. Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain
4. Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat
kematian orang lain itu.
Cara pembuktian yang mudah bagi pasien yakni dengan
mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil
layanan/tindakan dokter (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa
loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi
kriteria :
 Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai
 Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter
 Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien.6
WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis
adalah akibat malpraktik medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak
dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan
tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cidera pada
pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktik atau kelalaian
medik. Dengan demikian adverse events (hasil yang tidak diharapkan)
dapat terjadi sebagai akibat dari peristiwa tanpa adanya error dan
dapat pula disebabkan oleh error. Adverse events akibat error
dianggap dapat dicegah (preventable). Apabila preventable adverse
events tersebut telah menimbulkan kerugian, maka ia memenuhi
semua unsur kelalaian medis menurut hukum, sehingga disebut
sebagai negligent adverse events.

Suatu adverse events di bidang medik sebenarnya dapat


diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu :
 Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak
berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan dokter

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


 Hasil dari suatu resiko yang tidak dapat dihindari, yaitu resiko
yang tak dapat diketahui sebelumnya (unforeseeable); atau
resiko yang meskipun telah diketahui sebelumnya (foreseeable)
tetapi tidak dapat/tidak mungkin dihindari (unavoidable),
karena tindakan yang dilakukan adalah satu-satunya cara terapi.
Resiko tersebut harus diinformasikan terlebih dahulu.
 Hasil dari suatu kelalaian medik
 Hasil dari suatu kesengajaan
Berkaitan dengan resiko tersebut, setiap tindakan medis
mengandung resiko buruk, sehingga harus dilakukan tindakan
pencegahan ataupun tindakan mereduksi resiko. Namun demikian,
sebagian besar diantaranya tetap dapat dilakukan oleh karena resiko
tersebut dapat diterima (acceptable) sesuai “state-of-the-art’ ilmu dan
teknologi kedokteran. Resiko yang dapat diterima adalah :
1. Resiko yang derajat probabilitas dan keparahannya cukup kecil,
dapat diantisipasi, diperhitungkan atau dapat dikendalikan,
misalnya efek samping obat, perdarahan dan infeksi pada
pembedahan
2. Resiko yang derajat probabilitasnya dan keparahannya besar
pada keadaan tertentu, yaitu apabila tindakan medis yang
berisiko tersebut harus dilakukan karena merupakan satu-
satunya cara yang harus ditempuh (the only way), terutama
dalam keadaan gawat darurat.

C. PENYEBAB TERJADINYA MALPRAKTIK KEDOKTERAN


Beberapa hal yang dapat menyebabkan seorang tenaga kesehatan
melakukan tindakan malpraktik medik, yaitu apabila tidak melakukan tindakan
medisi sesuai dengan :
• Standar Profesi Kedokteran Dalam profesi kedokteran, ada tiga hal yang
harus ada dalam standar profesinya, yaitu kewenangan, kemampuan rata-
rata dan ketelitian umum.
• Standar Operasional Prosedur (SOP) SOP adalah suatu perangkat
instruksi/ langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu
proses kerja rutin tertentu.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


• Informed Consent Substansi informed consent adalah memberikan
informasi tentang metode dan jenis rawatan yang dilakukan terhadap
pasien, termasuk peluang kesembuhan dan resiko yang akan dialami oleh
pasien.

Hubungan antara dokter dan pasien terjadi suatu kontrak (doktrin social-
contract), yang memberi masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating
(otonomi profesi) dengan kewajiban memberikan jaminan bahwa profesional yang
berpraktek hanyalah profesional yang kompeten dan yang melaksanakan praktek
profesinya sesuai dengan standar.
Sikap profesionalisme adalah sikap yang bertanggungjawab, dalam arti sikap
dan perilaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi maupun
masyarakat luas (termasuk klien). Beberapa ciri profesionalisme tersebut
merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu
“sesuai dengan tempat dan waktu”, sikap yang etis sesuai dengan etika profesinya,
bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya, dan khusus untuk
profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban). Uraian dari ciri-
ciri tersebutlah yang kiranya harus dapat dihayati dan diamalkan agar
profesionalisme tersebut dapat terwujud.

D. Undang-Undang No 29 tahun 2004


• Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran diundangkan
untuk mengatur praktik kedokteran dengan tujuan agar dapat memberikan
perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan medis dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,
dokter dan dokter gigi. Pada bagian awal, Undang-Undang No 29/2004
mengatur tentang persyaratan dokter untuk dapat berpraktik kedokteran,
yang dimulai dengan keharusan memiliki sertifikat kompetensi kedokteran
yang diperoleh dari Kolegium selain ijasah dokter yang telah dimilikinya,
keharusan memperoleh Surat Tanda Registrasi dari Konsil Kedokteran
Indonesia dan kemudian memperoleh Surat ijin Praktik dari Dinas
Kesehatan Kota / Kabupaten. Dokter tersebut juga harus telah mengucapkan
sumpah dokter, sehat fisik dan mental serta menyatakan akan mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi. Selain mengatur persyaratan praktik
kedokteran di atas, Undang-Undang No 29/2004 juga mengatur tentang

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


organisasi Konsil Kedokteran, Standar Pendidikan Profesi Kedokteran serta
Pendidikan dan Pelatihannya, dan proses registrasi tenaga dokter.
• Pada bagian berikutnya, Undang-Undang No 29/2004 mengatur tentang
penyelenggaraan praktik kedokteran. Dalam bagian ini diatur tentang
perijinan praktik kedokteran, yang antara lain mengatur syarat memperoleh
SIP (memiliki STR, tempat praktik dan rekomendasi organisasi profesi),
batas maksimal 3 tempat praktik, dan keharusan memasang papan praktik
atau mencantumkan namanya di daftar dokter bila di rumah sakit. Dalam
aturan tentang pelaksanaan praktik diatur agar dokter memberitahu apabila
berhalangan atau memperoleh pengganti yang juga memiliki SIP, keharusan
memenuhi standar pelayanan, memenuhi aturan tentang persetujuan
tindakan medis, memenuhi ketentuan tentang pembuatan rekam medis,
menjaga rahasia kedokteran, serta mengendalikan mutu dan biaya.
• Pada bagian ini Undang-Undang juga mengatur tentang hak dan kewajiban
dokter dan pasien. Salah satu hak dokter yang penting adalah memperoleh
perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional, sedangkan hak pasien yang
terpenting adalah hak memperoleh penjelasan tentang penyakit, tindakan
medis, manfaat, risiko, komplikasi dan prognosisnya dan serta hak untuk
menyetujui atau menolak tindakan medis.
• Pada bagian berikutnya Undang-Undang No 29/2004 mengatur tentang
disiplin profesi. Undang-Undang mendirikan Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia yang bertugas menerima pengaduan, memeriksa dan
memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter. Sanksi yang diberikan oleh
MKDKI adalah berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan STR
dan/atau SIP, dan kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan tertentu.
• Pada akhirnya Undang-Undang No 29/2004 mengancam pidana bagi mereka
yang berpraktik tanpa STR dan atau SIP, mereka yang bukan dokter tetapi
bersikap atau bertindak seolah-olah dokter, dokter yang berpraktik tanpa
membuat rekam medis, tidak memasang papan praktik atau tidak memenuhi
kewajiban dokter. Pidana lebih berat diancamkan kepada mereka yang
mempekerjakan dokter yang tidak memiliki STR dan/atau SIP.

E. Informed Consent

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Persetujuan tindakan medis (informed consent) mencakup tentang
informasi dan persetujuan, yaitu persetujuan yang diberikan setelah yang
bersangkutan mendapat informasi terlebih dahulu atau dapat disebut sebagai
persetujuan berdasarkan informasi. Berdasarkan Permenkes 585/1989 dikatakan
bahwa informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut. Pada hakekatnya, hubungan antar manusia tidak dapat
terjadi tanpa melalui komunikasi, termasuk juga hubungan antara dokter dan pasien
dalam pelayanan medis.
Oleh karena hubungan antara dokter dan pasien merupakan hubungan
interpersonal, maka adanya komunikasi atau yang lebih dikenal dengan istilah
wawancara pengobatan itu sangat penting. Hasil penelitian King membuktikan
bahwa essensi dari hubungan antara dokter dan pasien terletak dalam wawancara
pengobatan. Pada wawancara tersebut para dokter diharapkan untuk secara
lengkap memberikan informasi kepada pasien mengenai bentuk tindakan yang akan
atau perlu dilaksanakan dan juga risikonya.

Bahasa kedokteran banyak menggunakan istilah asing yang tidak dapat


dimengerti oleh orang yang awam dalam bidang kedokteran. Pemberian informasi
dengan menggunakan bahasa kedokteran, tidak akan membawa hasil apa-apa,
malah akan membingungkan pasien. Oleh karena itu seyogyanya informasi yang
diberikan oleh dokter terhadap pasiennya disampaikan dalam bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh pasien.
Pada prinsipnya, persyaratan untuk memperoleh informed consent dalam
tindakan medis tertentu tidak dibedakan dengan Informed consent yang diperlukan
dalam suatu eksperimen. Hanya saja, dalam eksperimen suatu penelitian baik yang
bersifat terapeutik maupun non-terapeutik yang menggunakan pasien sebagai
naracoba, maka informed consent harus lebih dipertajam, sebab menyangkut
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, pencegahan terjadinya
paksaan dan kesesatan serta penyalahgunaan keadaan.

F. Sistem Hukum Indonesia yang Mengatur Malpraktek


• Hukum Perdata, Hukum Pidana dan Hukum Administrasi. Secara yuridis
kasus malpraktek medis di Indonesia dapat diselesaikan dengan bersandar
pada beberapa dasar hukum yaitu: KUHP, KUHPerdata, UU No 23 Tahun
1992, UU No 8 Tahun 1999, UU No 29 Tahun 2004, UU No 36 Tahun 2009,

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


UU Nomor 44 Tahun 2009, Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/Menkes/Per/IX/1989, Peraturan Menteri Kesehatan
No.512/Menkes/Per/IV/2007, Peraturan Menteri Kesehatan
No.269/Menkes/Per/III/2008.
• Undang-Undang yang bersangkutan, antara lain : UU No 23 Tahun 1992, UU
No 29 Tahun 2004, UU No 36 Tahun 2009, UU No 44 Tahun 2009. Serta
UUPK memberikan dasar bagi pasien untuk mengajukan upaya hukum.
• Peraturan yang tidak masuk dalam hierarki sistem hukum Indonesia tetapi
berkaitan dengan malpraktek medis antara lain: Peraturan Menteri
Kesehatan No 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis, Peraturan
Menteri Kesehatan No 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran, Peraturan Menteri Kesehatan No:
585/Men.Kes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
• Dari pengaturan tersebut yang sudah tidak berlaku lagi yakni, UU No 23
Tahun 1992 Tentang Kesehatan yang sudah diganti dengan UU No 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan.
• Surat Edaran Mahkamah Agung Repiblik Indonesia (SEMA RI) tahun 1982,
dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut dokter atau tenaga kesehatan
lainnya seyogyanya tidak langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi
dimintakan pendapat terlebih dahulu kepada Majelis Kehormatan Etika
Kedokteran (MKEK).
• Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam
struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan
menentukan kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah
pelanggaran hukum. Hal ini juga diperkuat dengan UU No. 23/1992 tentang
kesehatan yang menyebutkan bahwa penentuan ada atau tidaknya
kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
(pasal 54 ayat 2) yang dibentuk secara resmi melalui Keputusan Presiden
(pasal 54 ayat 3).
• Pada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No.
56/1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam
menjalankan tanggung jawab profesinya. Lembaga ini bersifat otonom,
mandiri dan non structural yang keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana
Hukum, Ahli Kesehatan yang mewakili organisasi profesi dibidang

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli Sosiologi. Bila dibandingkan
dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK dapat diharapkan lebih
obyektif, karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari para dokter yang
terikat kepada sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk bertindak
sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi. Akibatnya pasien
tidak akan merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan
dokter saja dan kurang memikirkan kepentingan pasien.

G. Upaya Pencegahan Malpraktik dalam Pelayanan Kesehatan


Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis
karena adanya malpraktek diharapkan dokter dalam menjalankan tugasnya selalu
bertindak hati-hati, yakni :
1) Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan
perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
2) Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
3) Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis
4) Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior.
5) Memperlakukan pasien secara manusiawi denga memperhatikan segala
kebutuhannya.
6) Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, serta keluarganya.

2.9.2 Informed Choise


Informed Choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan
tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan (choice) harus dibedakan
dari persetujuan (concent). Persetujuan penting dari sudut pandang bidan, karena
itu berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua
prosedur yang dilakukan oleh bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari
sudut pandang wanita (pasien) sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.
Tujuan Informed Choice
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya. Peran bidan
tidak hanya membuat asuhan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga
menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi.
Hal ini sejalan dengan kode etik internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993,

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


bahwa bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan
mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.
Rekomendasi
a. Bidan harus terusmeningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam
berbagai aspek agar dapat membuat keputusan klinis dan secara teoritis
agar dapat memberikan pelayanan yang aman dan dapat memuaskan
kliennya.
b. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk yang
dapat dimengerti oleh wanita dengan menggunakan media laternatif dan
penerjemah, kalau perlu dalam bentuk tatap muka secara langsung.
c. Bidan dan petugas kesehatan lainnya perlu belajar untuk membantu wanita
melatih diri dalam menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab
untuk keputusan yang mereka ambil sendiri.
d. Dengan berfokus pada asuhan yang berpusat pada wanita dan berdasarkan
fakta, diharapkan bahwa konflik dapat ditekan serendah mungkin.
e. Tidak perlu takut akan konflik tapi menganggapnya sebagai suatu
kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang
objektif, bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan suatu tekanan
positif.
Bentuk Pilihan (Choice) Pada Asuhan Kebidanan
Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien antara lain :
 Gaya, bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan
laboratorium/screaning antenatal.
 Tempat bersalin (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS) dan kelas perawatan di
RS.
 Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan.
 Pendampingan waktu bersalin.
 Clisma dan cukur daerah pubis.
 Metode monitor denyut jantung janin.
 Percepatan persalinan.
 Diet selama proses persalinan.
 Mobilisasi selama proses persalinan.
 Pemakaian obat pengurang rasa sakit.
 Pemecahan ketuban secara rutin.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


 Posisi ketika bersalin.
 Episiotomi.
 Penolong persalinan.
 Keterlibatan suami waktu bersalin, misalnya pemotongan tali pusat.
 Cara memberikan minuman bayi.
 Metode pengontrolan kesuburan.
Perbedaan Pilihan (Choice) Dengan Persetujuan (Consent)
 Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena
berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua
prosedur yang akan dilakukan bidan.
 Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa
asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang
sesungguhnya dan merupakan aspek otonomi pribadi menentukan
pilihannya sendiri.
 Choice berarti ada alternatif lain, ada lebih dari satu pilihan dan klien
mengerti perbedaannya sehinggga dia dapat menentukan mana yang disukai
atau sesuai dengan kebutuhannya.

2.9.3 Informed Consent


Informed concent berasal dari dua kata, yaitu informed (telah mendapat
penjelasan/keterangan/informasi)dan concent (memberikan
persetujuan/mengizinkan. Informed concent adalah suatu persetujuan yang
diberikan setelah mendapatkan informasi.
Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan
kepada pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut.
Indikasi Informed Consent
1. Biasa nya dipakai pada saat akan diadakannya tindakan medis kepada
pasien sebagai persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga
terdekatmya.
2. Diagnosa yang telah ditegakkan.
3. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
4. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


5. Resiko-resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan
kedokteran tersebut.
6. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah
alternatif cara pengobatan yang lain.
Resiko-resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran :
 Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
 Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Informed consent dikatakan sah jika memenuhi minimal 3 unsur :
 Keterbukaan informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan (dokter,
bidan, perawat dll).
 Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan.
 Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran adalah :
 Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera
bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
 Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi
situasi dirinya.
Tujuan Informed Consent
 Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang
sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar
pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
 Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan
bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan
pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko.
Fungsi Informed Consent
 Penghormatan harkat dan martabat pasien selaku manusia.
 Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
 Untuk mendorong petugas kesehatan melakukan kehati-hatian dalam
mengobati pasien.
 Menghindari penipuan dan misleading oleh bidan.
 Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional.
 Mendorong keterlibatan publik dalam kebidanan dan kesehatan.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


 Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kebidanan dan
kesehatan.
Urgensi dan penerapan informed consent :
 Kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi.
 Kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai tehnologi
baru yang sepenuhnya belum dipahami efeksampingnya
 Kasus-kasus yang memakai terapi obat yang memungkinkan banyak efek
sampingnya, seperti terapi dengan sinar laser dll.
 Kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien.
 Kasus-kasus disamping mengobati, dokter juga melakukan riset dan
eksperimen dengan objek pasien.
Aspek-aspek hukum informed consent :
 Aspek hukum perdata tentang tanpa ada persetujuan dari penguna jasa
kesehatan, pasal 1365 KUHPer.
 Aspek hukum pidana tentang informed consent mutlak harus dipenuhi,
tindakan invasive (missal : pembedahan, tindakan radiologi invasive), pasal
351 KUHP.
 Pasal 89 KUH Pidana, tentang pemberian obat bius.
 Pasal 351 KUH Pidana, tentang penganiayaan sekalipun sebagai dokter,
kecuali :
o Perlukaan bedah yang disetujui.
o Tindakan bedah medikyang disetujui.
o Tindakan bedah medik dilakukan dengan standar prosedur medik.

2.10 ISU ETIK, MORAL DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM


PELAYANAN KEBIDANAN
2.10.1 Issue Etik dalam Pelayanan Kebidanan
• Isu adalah topik yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang
memungkinkan setiap orang mempunyai pendapat. Pendapat yang
timbul akan bervariasi, isu muncul dikarenakan perbedaan nilai-nilai
dan kepercayaan.
• Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai
manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan
apakah penyelesaiannya baik atau buruk (Jones, 1994).

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Dalam praktek kebidanan seringkali bidan dihadapkan pada
permasalahan yang dilematis, artinya pengambilan keputusan sulit berkenaan
dengan etik.
Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral, pertentangan
batin atau pertentangan antara nilai2 yang diyakini bidan dengan kenyataan
yang ada.
Beberapa permasalahan pembahasan etik dalam kehidupan sehari-hari
adalah sebagai berikut:
1. Persetujuan dalam proses melahirkan
2. Memilih atau mengambil keputusan dalam persalianan
3. Kegagalan dalam proses persalinan
4. Pelaksanaan USG dalam kehamilan
5. Konsep normal pelayanan kebidanan
6. Bidan dan pendidikan sex

Beberapa masalah etik yang berhubungan dengan teknologi:


1. Perawatan intensif pada bayi
2. Screening bayi
3. Transplantasi organ
4. Tehnik reproduksi dalam kebidanan

Etik berhubungan erat dengan profesi yaitu:

a. Pengambilan keputusan dan penggunaan etik


b. Otonomi bidan dan kode etik professional
c. Etik dalam penelitian kebidanan
d. Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif

Beberapa contoh mengenai isu etik dalam pelayanan kebidanan, adalah


berhubungan dengan:

1. Agama/kepercayaan
2. Hubungan dengan pasien
3. Hubungan dokter dengan bidan
4. Kebenaran
5. Pengambilan keputusan
6. Pengambilan data

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


7. Kematian
8. Kerahasiaan
9. Aborsi
10. AIDS
11. In-Vitro fertilization

Isu adalah masalah pokok yang berkembang di suatu masyarakat atau


suatu lingkungan yang belum tentu benar, yang membutuhkan pembuktian.
Bidan dituntut berperilaku hati-hati dalam setiap tindakannya dalam
memberikan asuhan kebidanan dengan menampilkan perilaku etis profesional.

2.10.2 Issue Moral


Isu moral adalah merupakan topik yang penting berhubungan dengan
benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh nilai-nilai yang
berhubungan dengan kehidupan orang sehari hari menyangkut kasus abortus,
euthanasia, keputusan untuk terminasi kehamilan.
Isu moral juga berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam
kehidupan sehari-hari, seperti menyangkut konflik, perang, dsb.

2.10.3 Dilema dan Konflik Moral


Dilema moral adalah suatu keadaan dimana dihadapkan pada 2
alternatif pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir sama dan membutuhkan
pemecahan masalah.
Banyak kasus yang timbul dalam masyarakat dapat menimbulkan
permasalahan bagi tenaga medis. Permasalahan itu mengakibatkan dilema
dalam tinadakan profesi, karena apabila tenaga medis melakukan tindakan
yang tidak disetujui oleh klien ataupun di luar wewenangnya, hal ini akan dapat
mempengaruhi moral yang mengakibatkan tindakan melanggar hukum.
Dilema moral yang dihadapi seorang bidan dipengaruhi oleh kode etik
profesi dengan batasan-batasan yang menegaskan garis kewenangannya. Kode
etik kebidanan sebenarnya tidak menimbulkan dilema, karena di satu sisi bidan
diminta untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan klien serta berusaha
untuk memenuhi kebutuhan klien, namun bidan juga harus menjamin bahwa
tindakannya tidak akan membahayakan klien. Ketika mencari solusi harus
mengingat akan tanggung jawab profesional yaitu:

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


a. Tindakan selalu ditujukan untuk peningkatan kenyamanan, kesejahteraan
klien (keselamatan jiwa).
b. Menjamin bahwa tidak ada tindakan yang menghilangkan sesuatu bagian
(omission), disertai rasa tanggung jawab, memperhatikan kondisi dan
keamanan klien. Serta menghargai hak-hak klien.

Menurut Beauchamp and Childress ada 2 bentuk dilema moral :


1. Bila alternatif tindakan sama kuat
Terdapat alasan yang sama kuat untuk melakukan tindakan atau tidak
melakukan tindakan.
Ex.: episiotomi
2. Bila alternatif tindakan tidak sama kuat
Satu tindakan dianggap “benar” dan tindakan lain dianggap “salah”.
Ex.: seorang remaja yang hamil karena pergaulan bebas ingin
menggugurkan kandungannya.

Bagaimana kita menghadapi dilema?


Yaitu menyelesaikannya dengan menggunakan teori-teori etika dan
teori pengambilan keputusan dalam pelayanan kebidanan.
Konflik moral adalah suatu proses ketika dua pihak atau lebih berusaha
memaksakan tujuannya dengan cara menggagalkan tujuan yang ingin dicapai
pihak lain.
Konflik moral tidaklah sama dengan dilema. Kenyataannya konflik
moral terjadi karena perbedaan antara prinsip moral antar individu. Konflik
moral mendasari dilema moral. Ada 2 tipe konflik (Johnson) :
1) Konflik pada prinsip yang sama.
Ex.: Bila seorang bidan berprinsip menjunjung tinggi autonomi, autonomi
siapa yang ia perjuangkan? Autonomi bidan atau autonomi klien?
Keduanya memiliki kedudukan dan kepentingan yang sama, sehingga
sering kali menimbulkan konflik bagi bidan.
2) Konflik dalam prinsip yang berbeda
Ex.: Dalam kasus ibu yang menolak episiotomi, bidan memiliki konflik
antara kewajiban untuk menghargai hak hidup janin sekaligus
menghargai autonomi dan keinginan ibu.

Penyebab munculnya konflik:

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


1. Berusaha mencapai tujuan dengan cara memuaskan kebutuhan
2. Mempertahankan nilai-nilai
3. Memaksakan kepentingan
4. Sumber daya yang tidak mencukupi
5. Kurang atau ketiadaan komunikasi antara pihak-pihak berkonflik
6. Kurangnya rasa percaya satu sama lain
7. Saling tidak mengahargai hubungan
8. Kekuasaan terpusat (tidak terbagi secara merata)
9. Kesenjangan antara prinsip moral yang dianut dengan situasi kenyataan
yang dihadapi.

Contoh konflik moral:


a. Aborsi
b. Bayi tabung
c. Sewa rahim
d. Bank sperma
e. Kloning

Untuk mengatasi konflik moral adalah dengan cara :


a. Setiap pihak (nakes dan klien) harus menyadari hak dan kewajibannya
serta mampu menempatkan dirinya dalam porsi yang tepat.
b. Upaya yang dapat mempertemukan kebutuhan kedua belah pihak tanpa
merugikan salah satu pihak adalah melalui komunikasi interpersonal atau
konseling (KIP/K) antara nakes dengan kliennya. Yang terwujud dalam
informed choice dan informed concent.

- Konflik adalah yang mendasari dilema


- Jika konflik tidak diselesaikan maka akan timbul dilemma.
- Konflik pertentangan
- Contoh konflik : Pasien yang menderita penyakit tertentu harus dirujuk
tetapi pasien tersebut tidak mempunyai biaya.
- Contoh dilema:Ibu hamil yang menderita suatu penyakit dihadapkan pada 2
pilihan, yaitu bayi dilahirkan spontan dengan resiko ibu akan meninggal,
pilihan yang kedua bayi digugurkan denagn harapan agar ibu bisa selamat.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Kerangkapengambilankeputusan dalam asuhan kebidanan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Bidan harus mempunyai responbility dan accountability.
2. Bidan harus menghargai wanita sebagai individu dan melayani denagn
rasa hormat.
3. Pusat perhatian pelayanan bidan adalah safety and wellbeing mother.
4. Bidan berusaha menyokong pemahaman ibu tentang kesejahteraan dan
menyatakan pilihannya pada pengalaman pada situasi yang aman.
5. Sumber proses pengambilan keputusan dalam kebidanan
adalah:knowledge, ajaran intrinsik, kemampuan berfikir kritis,
kemampuan membuat keputusan klinis yang logis.

2.11 PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGHADAPI DILEMA


ETIK DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
2.11.1 Pengambilan Keputusan dalam Pelayanan Kebidanan
Menurut George R. Terry, Pengambilan keputusan adalah pemilihan
alternatif prilaku tertentu dari dua atrau lebih alternatif yang ada. Ciri
Keputusan yang etis meliputi:
b. Memiliki pertimbangan benar salah
c. Sering menyangkut pilihan sukar
d. Tidak mungkin dielakan
e. Dipengaruhi oleh norma,situasi.iman, lingkungan sosial
Situasi
Mengapa kita perlu mengerti situasi :
3) Untuk menerapkan norma-norma terhaddap situasi
4) Untuk melakukan perbuatan yang tepat dan berguna
5) Untuk mengetahui maslah-masalah yang perlu diperhatikan
Kesulitan-kesulitan dalam mengerti situasi
1) Kerumitan situasi dan keterbatasan pengetahuan kita
2) Pengertian kita terhadap situasi sering dipengaruhi oleh kepentingan,
pransangka dan faktor-faktor subjektif lainnya.
Bagaimana kita memperbaiki pengertian kita tentang situasi :
1) Melakukan Penyelidikan yang memadai
2) Menggunakan Sarana ilmiah dan keterangan para ahli
3) Memperluas pandangan tentang situasi

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4) Kepekaan terhadap pekerjaaan
5) Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain.

2.11.2 Teori-teori Pengambilan Keputusan


1. Teori Utilitarisme
Teori ini mengutamakan adanya konsekuensi kepercayaan adanya
kegunaan. Dioercaya bahwa semua manusia memiliki perasasan
menyenangkan dan perasaan sakit. Ketika keputusan dibuat seharusnya
memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan ketidak senangan. Perinsip
umum dalam utilitarismee adalah didasari bahwa tindakan moral
menghasilkan kebahagiaan yang besar bila menghasilkan jumlah dan angka
yang besar. Ada 2 bentuk teori utilitarisme , yaitu : (1) utilitarisme
berdasarkan tindakan (2) Utilatirisme berdasarkan aturan. Prinsip
utilatirisme berdasarkan tindakan adalah setiap tindakan ditujuan untung
keuntungan yang akan menghasilkan hasil atau tingkatan yang lebih besar.
Utilatirisme berdasarkan aturan adalah modifikasi antara utilatirisme
tindakana dan aturan moral, aturan yang baik akan menghasilkan
keuntungan yang maksimal. Tindakan individu didasarkan atas prinsip
kegunaan berdasarkan aturan moral. Tindakan diikatakan baik bila
didasarkan aturan moral yang baik. Menurut Richard B.Brandt bahwa
perbuatan dinilai baik secara moral jika sesuai dengan aturan moral yang
berlaku dan berguna bagi masyarakat.
2. Teori Deontology
Menurut Imanuel kant (1724-1804) , sesuatu dikatan baik dalam arti
sesungguhnya adalah kehendak yang baik. kesehatan, kekayaan, kepandaian
adalah baik, jika digunakan dengan baik oleh manusia, tetapi jika digunakan
dengan kehendak jahat, akan menjadi jelek sekali. Kehendak menjadi baik
jika bertindak karena kewajiban. Kalau seseorang bertindak karena motivasi
tertentu atau keinginan tertentu berarti disebut tindakan yang tidak baik.
Bertindak sesuai kewajiban disebut legalitas. Menurut W.D.ross (1877-
1971), setiap manusia memiliki intuisi akan kewajiban , semua kewajiban
berlaku langsung pada diri kita. Kewajiban untuk mengatakan kebenaran
merupakan kewajiban utama termasuk kewajiban kesetiaan, ganti rugi,
terimakasih, keadilan, berbuat baik dan sebagainya.
3. Teori hedonisme

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Menurut Aristippos (433-355M), sesuai kodratnya setiap manusia
mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Akan tetapi ada
batas untuk mencari kesenangan. Hal yang penting adalah menggunakan
kesenagan dengan baik dan tidak terbawa oleh kesenangan. Menurut
Epikuros (341-270M) dalam menilai kesenangan (hendone) tidak banyak
kesenangan indrawi, tetapi kebebssan dari rasa nyeri, kebebasan ari
keresahan jiwa, Apa tujuan lain dari kehidupan manusia adalah kesenangan.
4. Teori Eudemonisme
Menurut filsuf Yunani Aristotles (384-322M) dalam buku etikha
Nikomakhein , bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu
tujuan., ingin mencapai suatu yang lebih baik bagi kita. Sering kali kita
mencari suatu tujuan untuk mencapai suatu tujuan yang lain lagi. Semua
orang akan menyetujui bahwa tujuan akhir manusia hidup adalah
kebahagiaan (eudaimonia). Seseorang mampu mencapai tujuannya jika
mampu menjalankan fungsinya dengan baik, keunggulan manusia addalah
akal dan budi. Manusia mencapai kebahagiaannya dengan menjalankan
kegiatannya yang rasional. Adda dua macam keutamaannya, yaitu
keutamaan intelektual dan keutamaan moral.

2.12 TUGAS BIDAN BERDASARKAN ETIK DAN KODE ETIK PROFESI


1. KEWAJIBAN DALAM PEKERJAAN
Sangat jelas bahwa kewajiban harus mendapat pengakuan hukum. Bidan
dalam melaksanakan peran dan fungsinya wajib memberikan asuhan kepada
semua pasiennya (ibu dan bayi), termasuk orang lain yang secara langsung juga
memberikan asuhan kepada pasien tersebut misalnya orang tua/keluarga
pasien.Kewajiban bidan yang antara lain:
a. Memberikan informasi kepada klien dan keluarganya.
b. Memberikan penjelasan tentang resiko tertentu yang mungkin terjadi dalam
memberikan asuhan atau prosedur kebidanan.
Kewajiban ini telah diatur dalam PP 32 tentang tenaga kesehatan yang
merupakan pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga kesehatan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesinya secara baik, juga dalam kode etik
maupun standar profesi yang disusun oleh profesi.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


2. BEBERAPA PERMASALAHAN PEMBAHASAN ETIK DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI
a. Persetujuan dalam proses melahirkan
b. Memilih/mengambil keputusan dalam persalinan
c. Kegagalan dalam proses persalinan misalnya memberikan epidural
anestasi
d. Pelaksanaan USG dalam kehamilan
e. Konsep normal pelayanan kebidanan
f. Bidan dan pendidikan seks

3. MASALAH ETIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN TEHNOLOGI


a. Perawatan intensive pada bayi
b. Skrening terhadap bayi
c. Transplantasi bayi
d. Teknik reproduksi dan kebidanan

4. ETIK DAN PROFESI


a. Pengambilan keputusan dan penggunaan Kode Etik
b. Otonomi bidan dan Kode Etik Profesional
c. Etik dalam penelitian kebidanan
d. Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif

5. ETIK ISSUE DAN DILEMA


a. Agama/kepercayaan
b. Hubungan dengan pasien
c. Hubungan dokter dengan bidan
d. Kebenaran
e. Pengambilan keputusan
f. Pengambilan data
g. Kematian yang tenang
h. Kerahasiaan
i. Aborsi
j. AIDS
k. In-vitro fertilization

6. BEBERAPA PEDOMAN ETIK KEBIDANAN

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


a. Kode Etik Profesi
Sejak zaman sebelum Masehi dunia kedokteran sudah mengenail
kode etik yang digunakan untuk melaksanakan praktek kedokteran pada
zaman itu. Kode etik merupakan suatu kesepakatan yang diterima dan
dianut bersama (kelompok tradisional) sebagai tuntunan dalam melakukan
praktek. Kode etik ini disususn oleh profesi berdasarkan keyakinan dan
kesadaran profesional serta tanggung jawab yang berakar pada kekuatan
moral dan kemampuan manusia.
Kode etik profesi merupakan suatu pernyataan komprehensif dari
profesi yang memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakan
praktek dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan
klien/pasian, keluarga, masyarakat teman sejawat, profesi dan dirinya
sendiri. Namun dikatakan bahwa kode etik tidak dapat lagi dipakai sebagai
pegangan satu-satunya dalam menyelesaikan masalah etik. Untuk itu
dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum.
Benar/salah pada penerapan kode etik, ketentuan/nilai moral yang
berlaku terpulang kepada profesi.
b. Dimensi Kode Etik
1) Anggota profesi dan klien/pasien
2) Anggota profesi dan sistem kesehatan
3) Anggota profesi dan profesi kesehatan
4) Sesama anggota profesi
Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif
profesi yang memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan
praktek kebidanan baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga
masyarakat , teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.
c. Prinsip Kode Etik
1) Menghargai otonomi
2) Melakukan tindakan yang benar
3) Mencegah tindakan yang dapat merugikan
4) Memperlakukan manusia secara adil
5) Menjelaskan dengan benar
6) Menepati janji yang telah disepakati
7) Menjaga kerahasiaan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


7. PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah himpunan petunjuk atas kaidah/norma yang mengatur tata
tertib di dalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat
yang bersangkutan. Hukum adalah aturan didalam masyarakat tertentu. Hukum
dilihat dari isinya terdiri dari norma atau kaidah tentang apa yang boleh
dilakukan dan tidak, dilarang atau diperbolehkan. Hubungan hukum
perundang-undangan dan hukum yang berlaku dengan tenaga kesehatan:
Klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan timbal balik
dengan tenaga kesehatan yang dalam hal ini adalah pemberi jasa. Hubungan
timbal balik ini mempunyai dasar hukum yang merupakan peraturan
pemerintah. Klien sebagai penerima jasa kesehatan dan tenaga kesehatan
sebagai pemberi jasa sama-sama mempunyai hak dan kewajiban.

8. STANDAR ASUHAN
Standar asuhan juga sangat penting untuk menentukan apakah seseorang
telah melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugasnya.
Misalnya : Seorang bidan melakukan pertolongan persalinan dengan ekstrasi
vacum pada bayi dengan presentasi kepada yang masih tinggi di sebuah RB
yang masih termasuk wilayah DKI. Dalam kasus ini Bidan tersebut bisa
dikatakan melanggar tugasnya karena hal ini sudah diatur dalam
Permenkes No. 572, dimana dalam salah satu butir peraturannya
mengatakan bahwa bidan hanya diperbolehkan melakukan ekstraksi vacum
pada posisi kepala sudah didasar panggul dan tidak memungkinkan
melakukan rujukan.

Banyak sekali dimensi etika yang berhubungan dengan keputusan dalam


pelayanan kebidanan.
Misal : Prinsip pengkajian berdasarkan aturan dan moral artinya setiap
keputusan yang diambil harus berdasarkan peraturan tidak menjadi terlalu
spesifik.

9. BIDAN SEBAGAI TENAGA PROFESIONAL


a. Peran bidan Professional
1) Pelaksana
2) Pengelola
3) Pendidik

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


4) Peneliti
b. Pelayan Professional
1) Berlandaskan sikap dan kemampuan profesional
2) Ditujukan untuk kepentingan yang menerima
3) Serasi dengan pandangan dan keyakinan profesi
4) Memberikan perlindungan bagi anggota profesi
c. Perilaku Profesional
1) Bertindak sesuai dengan keahliannya dan didukung oleh
pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan yang tinggi
2) Bermoral tinggi
3) Berlaku jujur, baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri
4) Tidak melakukan tindakan coba-coba yang tidak didukung ilmu
pengetahuan profesinya
5) Tidak memberikan janji yang berlebihan
6) Tidak melakukan tindakan yang semata-mata didorong oleh
pertimbangan komersial
7) Memegang teguh etika profesi
8) Mengenal batas-batas kemampuan
9) Menyadari ketentuan hukum yang membatasi geraknya

10. BIDAN DAN RAHASIA JABATAN


Kerahasiaan merupakan satu prinsip penting dalam tugas tiap tenaga
kesehatan termasuk bidan. Kedudukan bidan di dalam sistem pelayanan
kesehatan tidak saja sebagai pemberi asuhan kebidanan, akan tetapi sering pula
bidan menjadi semacam “biceht vader” (tumpuhan permasalahan) dari klien
maupun keluarganya. Permasalahan ini dapat pula yang telah diamati sendiri
oleh bidan pada waktu menolong persalinan di rumah dan/atau pada waktu
melakukan kunjungan rumah. Data/informasi yang didapat bidan melalui
anamnese klien di klinik menjadi faktor rahasia pula dalam tugas bidan.
Seorang wanita dalam keadaan hamil, melahirkan atau nifas, seringkali
mendapat gangguan pada emosinya atau pada keadaan kesehatan mentalnya.
Dalam keadaan seperti ini seringkali ia ingin mencurahkan segala isi hatinya
atau permasalahan dirinya secara pribadi maupun dalam keluarga pada
seseorang yang mau mendengarkannya. Biasanya orang tersebut adalah bidan,
yang pada waktu-waktu tersebut adalah dekat dengan klien. Bidan harus tetap

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


menghormati kepercayaan yang diberikan klien kepadanya dan memegang
teguh kerahasiaan informasi yang didapat.
Ada kalanya informasi perlu dibuka kerahasiaan, yaitu sebagai contoh pada
persidangan (hukum) bila bidan bertindak sebagai saksi dan informasi tertentu
dibutuhkan hakim sebagai bukti. Memegang kerahasiaan ditegaskan dalam Per
Menkes No. 572/1996, ps.30, ad 2 b untuk bidan dan dalam UU Kes No.23/1992
bagi semua tenaga kesehatan.
11. KERAHASIAAN DAN PRIVACY
Ada dua hal yang hampir sama yang harus dibedakan yaitu kerahasiaan
dan privacy, sebagai berikut. Contoh di bawah ini menunjukkan bahwa dalam
kehidupan sehari-hari kerahasiaan dan privacy sering dilanggar, walaupun
contoh kasus ini sangat jarang terjadi.

Seorang bidan (Betsy) melakukan pemeriksaan antenatal pada kunjungan


pertama. Klien menceritakan bahwa ia pernah menggugurkan
kandungannya pada waktu yang lalu, tetapi tidak diketahui suaminya. Dan
ia meminta kepada Betsy agar tidak memberitahukan hal ini kepada
suaminya.

Kemudian terjadilah peristiwa sebagai berikut:

Bidan A memberitahukan hal tersebut kepada suami wanita tersebut tanpa


disengaja. Bidan dianggap melanggar kerahasiaan.

Bila B yang membaca catatan perihal Betsy dari catatan yang ada di file
Betsy pada pergantian dinas, juga termasuk melanggar kerahasiaan.

Bidan B kemudian meninggalkan file Betsy di meja sehingga suami Betsy


membuka dan membaca catatan B, Bidan B juga dianggap melanggar
privacy Betsy.

Bila kejadian diatas terjadi, Bidan A dan B sebenarnya tidak dapat


dipersalahkan walaupun mereka telah melanggar kerahasiaan dan privacy
Betsy

12. BIDAN PROFESIONAL


Profesional berarti memiliki sifat profesional (profesional = ahli). Secara
populer seseorang bekerja di bidang apapun sering diberi predikat profesional.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Sesorang pekerja profesional dalam bahasa keseharian tersebut adalah seorang
pekerja yang terampil atau cakap. Bidan adalah jabatan profesional. Dikatakan
jabatan profesional karena :
- Disiapkan melalui pendidikan agar lulusannya dapat mengerjakan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dan kemampuannya
diperoleh melalui jenjang pendidikan.
- Dalam menjalankan tugasnya bidan mempunyai alat yang dinamakan
kode etik dan etika kebidanan
- Bidan memiliki kelompok pengethuan yang jelas dalam menjalankan
profesinya
- Memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya (Kep Menkes
900/VIII/2002)
- Memiliki organisasi profesi
- Memiliki karakteristik khusus, dan dikenal derta dibutuhkan
masyarakat
- Menjadikan bidan sebagai sumber utama kehidupan
Persyaratan bidan sebagai jabatan profesional meliputi :
a. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus
atau spesialis
b. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga
profesional
c. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat
d. Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh
pemerintah
e. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas
f. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur
g. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
h. Memiliki kode etik bidan
i. Memiliki etika kebidanan
j. Memiliki standar pelayanan dan standar praktek
k. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan
profesi sesuai dengan kebutuhan pelayanan
1) Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana
pengembangan kompetensi
2) Peran Bidan Profesional

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Peran bidan secara umum berdasarkan undang – undang dibagi menjadi :
a. Pelaksana
Sebagai pelaksana bidan memiliki kategori tugas yaitu:
1) Tugas Mandiri
Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan yang diberikan.
- Memberikan pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan
dengan melibatkan mereka sebagai klien.
- Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan
normal.
- Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa
persalinan dengan melibatkan klien/keluarga.
- Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
- Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas
dengan melibatkan klien/keluarga.
- Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang
membutuhkan pelayanan keluarga berencana.
- Memberikan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan
sistem reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium.
- Memberikan asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan
melibatkan keluarga.
2) Tugas Kolaborasi
- Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan
keluarga.
- Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu
nifas, bayi baru lahir dan balita dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi.
3) Tugas Rujukan
- Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga.
- Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
pada kasus kehamilan, persalinan, masa nifas, bayi baru lahir,

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


dan balita yang disertai kegawatdaruratan yang memerlukan
konsultasi serta rujukan yang melibatkan klien dan keluarga.
b. Pengelola
Sebagai pengelola, bidan berperan mengembangkan pelayanan dasar
kesehatan, terutama pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga, dan
masyarakat di wiliyah kerja dengan melibatkan masyarakat/klien. Selain
itu bidan juga dapat bekerja sama dengan lintas sektor yang ada di
masyarakat.
c. Pendidik
Sebagai pendidik bidan memiliki tugas yaitu sebagai pendidik dan
penyuluh kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing bagi kader.
d. Peneliti
Bidan melakukan penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara
mandiri maupun berkelompok untuk meningkatkan dan mengembangkan
pelayanan kesehatan yang diberikan pada masyarakat.

A. Pelayanan Professional
o Berlandaskan sikap dan kemampuan profesional
o Ditujukan untuk kepentingan yang menerima
o Serasi dengan pandangan dan keyakinan profesi
o Memberikan perlindungan bagi anggota profesi
B. Perilaku Profesional
o Bertindak sesuai dengan keahliannya dan didukung oleh
pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan yang tinggi
o Bermoral tinggi
o Berlaku jujur, baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri
o Dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada etika profesi dan
aspek legal
o Tidak melakukan tindakan coba-coba yang tidak didukung ilmu
pengetahuan profesinya
o Tidak memberikan janji yang berlebihan
o Tidak melakukan tindakan yang semata-mata didorong oleh
pertimbangan komersial
o Memegang teguh etika profesi
o Mengenal batas-batas kemampuan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


o Menyadari ketentuan hukum yang membatasi geraknya
o Bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan keputusan klinis
yang dibuatnya.
o Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan
mutakhir secara berkala
o Menggunakan cara pencegahan universal untuk mencegah penularan
penyakit dan strategi pengendalian infeksi.
C. Persamaan dan perbedaan pelayanan dan perilaku profesional seorang
bidan
1. Persamaan
Baik pelayanan maupun prilaku profesional seorang bidan keduanya
memberikan dampak tehadap pasien.
2. Perbedaan
- Pelayanan profesional
- Perilaku profesional
- Aplikasi dari keterampilan
- Berhubungan dengan interaksi terhadap pasien
- Aplikasi dari sikap
- Berdasarkan terhadap hati nurani
Jadi, dalam pelayanan profesional seorang bidan terdapat perilaku
profesional. Kedua hal ini saling berhungan karena saat pelayanan profesional
tidak ditunjang dengan prilaku yang baik nilai pelayanan tersebut akan menjadi
kurang di mata pasien sebagai penerima pelayanan. Begitupun sebaliknya
perilaku baik yang dimiki oleh seorang bidan tidak cukup jika tidak ditunjang
dengan skil/keterampilan dalam memberikan pelayanan profesional.

2.13 MEMECAHKAN MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN


ETIKOLEGAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
A. Masalah-masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi Dalam Praktek Bidan
1. Tuntutan etik adalah hal penting dalam kebidanan karena :
a. Bertanggung jawab atas keputusan yang dibuat
b. Bertanggung jawab atas keputusan yang diambil
2. Untuk menjalankan praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan :
a. Pengetahuan klinik yang baik
b. Pengetahuan yang up to date

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


c. Memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan
3. Harapan Bidan dimasa depan :
a. Bidan dikatakan profesional, apabila menerapkan etika dalam
menjalankan praktik kebidanan (Daryl Koehn, Ground of Profesional
Ethis, 1994)
b. Dengan memahami peran bidan tanggung jawab profesionalisme
bidan terhadap pasien atau klien akan meningkat
c. Bidan berada dalam posisi baik memfasilitasi klien dan membutuhkan
peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menerapkan dalam
strategi praktik kebidanan
B. LANGKAH-LANGKAH PENYELESAIAN MASALAH
1. Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui bidan adalah perlu mendengar
kedua sisi dengan menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini
adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan, dengan
bantuan pertanyaan yaitu :
a. Apa yang menjadi fakta medik ?
b. Apa yang menjadi fakta psikososial ?
c. Apa yang menjadi keinginan klien ?
d. Apa nilai yang menjadi konflik ?
2. Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang
terlibat dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses.
Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat
spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu:
a. Tentukan tujuan dari treatment.
b. Identifikasi pembuat keputusan
c. Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi/pilihan.
3. Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil
keputusan beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan
putusan yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi
komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran Bidan
selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk,
karena dilema etis sering kali menimbulkan efek emosional seperti rasa

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


bersalah, sedih/berduka, marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh
perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para
pengambil keputusan. Bidan harus ingat “Saya disini untuk melakukan
yang terbaik bagi klien”.
Bidan harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2
(dua) alternatif yang menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak
menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan, pengambil
keputusan harus menjalankannya. Kadang kala kesepakatan tak tercapai
karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai.
Atau lain waktu, Bidan tak dapat menangkap perhatian utama klien. Sering
kali klien/keluarga mengajukan permintaan yang sulit dipenuhi, dan di
dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati.
4. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti
yang ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien,
kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk
mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah.
Komunikasi diantara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.
Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek kebidanan dapat
bersifat personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan
bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih
prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena
keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan
keburukan. Pada saat berhadapan dengan dilema etis juga terdapat
dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses
pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.
Masalah pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi
ginjal juga sering menimbulkan dilema etis karena sangat berhubungan
dengan hak asasi manusia, pertimbangan tingkat keberhasilan tindakan
dan keterbatasan sumber-sumber organ tubuh yang dapat didonorkan
kepada orang lain sehingga memerlukan pertimbangan yang matang. Oleh
karena itu sebagai perawat yang berperan sebagai konselor dan
pendamping harus dapat meyakinkan klien bahwa keputusan akhir dari
komite merupakan keputusan yang terbaik.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


C. Informed Choice dan Informed Consent
Menurut Jhon M. Echols dalam kamus bahasa inggris indonesia tahun 2003
Informed berarti telah diberitahukan, telah disampaikan, telah di informasikan.
Sedangkan Choice berarti pilihan. Dengan demikian secara umum Infrmed Choice
dapat diartikan memberitahukan atau menjelaskan pilihan-pilihan yang ada pada
klien.
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya, peran
bidan tidak hanya membuat asuhan dalam menejemen asuhan kebidanan tetapi
juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhan dan keinginannya
terpenuhi.
Menurut kode etik bidan internasional tahun 1993, ”bidan harus
menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang
pilihan dalam asuhan dan tanggung jawabnya tentang hasil dari pilihannya”
Informasi yang diberikan kepada ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat,
keuntungan, dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Tetapi sebagian besar
wanita masih sulit untuk membuat keputusan karena alasan social, ekonomi,
kurangnya pendidikan, dan pemahaman masalah kesehatan. Kesulitan bahasa, dan
pehamanan sistem kesehatan yang tersedia dan lain-lain.
Berikut rambu-rambu yang harus di ingat dalam Informed Choice :
1. Informed Choice bukan sekedar mengetahui berbagai pilihan yang ada,
namun juga mengerti benar manfaat dan resiko dari setiap pilihan yang
ditawarkan.
2. Informed choice tidak sama dengan membujuk atau memaksa klien
mengambil keputusan yang menurut orang lain baik (meskipun dilakukan
dengan cara halus)

Menurut Jusuf Hanafiah (1999) Informed consent adalah persetujuan yang


diberikan pasien kepada dokter setelah diberikan penjelasan. Hal ini dilakukan
setiap melakukan tindakan medis sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut
Depkes (2002),informed consent dibagi menjadi 2 bentuk yaitu:
1. Implied consent, yaitu persetujuan yang dinyatakan secara langsung.
2. Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan
atau ferbal.

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan


persetujuan tindakan kedokteran kepada klien adalah:

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


1. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter harus segera
bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi
situasi dirinya. Ini tercantum dalam Permenkes No.290/ Menkes/ Per/ III/
2008.

Menurut Culver and Gert, ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatu
consent/persetujuan :
1. Sukarela (voluntariness)
2. Informasi (information)
3. Kompetensi (competence)
4. Keputusan (decision)

Pilihan (choice) berbedadengan persetujuan (consent), yaitu:


1. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena
berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua
prosedur yang akan dilakukan bidan
2. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa
asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang
sesungguhnya dan merupakan aspek otonomi pribadi menentukan
‘pilihannya sendiri’

Agar pilihan dapat dipeluas dan menghindari konflik, maka yang harus
dilakukan adalah:
1. Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias,
dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang
lain, sebaiknya tatap muka.
2. Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu
menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab keputusan yang
diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga
kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu
sudah diberikan informasi yang lengkap tentang dampak dari keputusan
mereka.
3. Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan,
mengembangkan sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


petunjuk teknis baik di tingkat daerah, propinsi, untuk semua kelompok
tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.
4. Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidencebased, diharapkan konflik
dapat ditekan serendah mungkin.
5. Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai sesuatu
kesempatan untuk saling memberi, dan mungkin suatu penilaian ulang yang
objektif, bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif
pada perubahan.

Beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat diplih oleh pasien, antara
lain:
1. Bentuk pemeriksaan ANC dan screening laboratorium ANC
2. Tempat melahirkan
3. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
4. Didampingi waktu melahirkan
5. Argumentasi, stimulasi, induksi
6. Mobilisasi atau posisi saat persalinan
7. Pemakaian analgesia
8. Episiotomi
9. Pemecahan ketuban
10. Penolong persalinan
11. Keterlibatan suami pada waktu melahirkan
12. Teknik pemberian minuman pada bayi
13. Metode kontrasepsi

Pencegahan konflik etik, meliputi empat hal:


1. Informed Consent
2. Negosiasi
3. Persuasi
4. Komite Etik

Latar belakang diperlukannya informed consent adalah karena tindakan


medik yang dilakukan bidan, hasilnya penuh dengan ketidak pastian dan
unpredictable (tidak dapat diperhitungkan secara matematik), sebab dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain yang berada di luar kekuasaan bidan, seperti perdarahan
post partum, shock, asfiksia neonatorum.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


Menurut Dr.H.J.J Leenen, bahwa isi dari informasi adalah diagnosa, terapi,
tentang cara kerja, resiko, kemungkinan perasaan sakit, keuntungan terapi, dan
prognosa. Yang berhak memberikan persetujuan adalah mereka yang dalam
keadaan sadar dan sehat mental, telah berumur 21 tahun atau telah menikah, bagi
mereka yang telah berusia lebih dari 21 tahun tetapi dibawah pengampuan maka
persetujuan diberikan oleh wali. Ibu hamil yang telah melangsungkan perkawinan,
berarapun umurnya, menurut hukum adalah dewasa (cakap), berhak mendapat
informasi.
Hak atas persetujuan bilamana ada pertentangan dengan suami maka
pendapat ibu hamil yang diturut karena yang memebrikan persetujuan adalah ibu
hamil sendiri, mengingat akan hak atas alat reproduksi.
Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah
pihak, yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan
formulir persetujuan itu ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka persetujuan
kedua belah pihak saling mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu
pihak. Ia hanya dapat dipergunakan sebagai bukti tertulis akan adanya izin atau
persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang dilakukan.
Bilamana ada formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya
berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab bidan atau
rumah bersalin. Rumusan tersebt secara hukum tidak mempunyai kekuatan
hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung
jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
Rahasia pribadi yang diberitahu oleh ibu hamil adalah rahasia yang harus
dipegang teguh dan dirahasiakan bahkan sampai yang bersangkutan meninggal
dunia. Hukuman membuka rahasia jabatan diatur dalam KUHP BAB XVII pasal 322
tentang membuka rahasia.
Informed consent mempunyai dua dimensi, yaitu sebagai berikut:
1. Dimensi hukum, merupakan perlindungan pasien terhadap bidan yang
berperilaku memaksakan kehendak, memuat:
a. Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
b. Informasi yang diberikan harus dimngerti pasien
c. Memberikan kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik
2. Dimensi etik, mengandung nilai-nilai:
a. Menghargai otonomi pasien

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


b. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila diminta
atau dibutuhkan
c. Bidan menggali keinginan pasien baik secara subjektif atau hasil
pemikiran rasional

Syarat syahnya perjanjian atau consent adalah:


1. Adanya kata sepakat, sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan maupun
kekeliruan. Dalam hal perjanjian antara bidan dan pasien, kata sepakat harus
diperoleh dari pihak bidan dan pasien setelah terlebih dahulu bidan
memberikan informasi kepada pasien sejelas-jelasnya.
2. Kecakapan, artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan memberikan
persetujuan, jika orang tersebut mampu melakukan tindakan hukum,
dewasa, dan tidak gila
3. Suatu hal tertentu, objek dalam persetujuan antara bidan dan pasien harus
disebutkan dengan jelas dan terperinci. Misalnya dalam persetujuan ditulis
dengan jelas identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, alamat, suami
atau wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan identitas yang
memberikan persetujuan
4. Suatu sebab yang halal, maksudnya adalah isi persetujuan tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan
hukum.

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


DAFTAR PUSTAKA

1. Achadiat, Chrisdiono M, Dinamika Etika & Hukum Kedokteran dalam


Tantangan Zaman, Jakarta: EGC, 2007.
2. Dewi, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book Publisher:
Yogyakarta
3. Dewi. N. S & Sujiyatini. 2011. Catatan Kuliah Etika Profesi Kebidanan
Disertai Analisis Hukum Kesehatan Terkini. Yogyakarta: Rohima Press.
4. Fraser, DM. dan Cooper, MA. 2011. Buku Ajar Bidan Myles, Edisi 14.
EGC, Jakarta.
5. Guwandi, J, Pengantar Ilmu Hukum Medik & Bio-etika (Prinsip,
Pedoman, Pembuktian dan contoh kasus), Jakarta: Fakultas Kedokteran
Univesitas Indonesia, 2005.
6. Hanafiah, J, 2013, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta: EGC
7. Heryani, R, 2013, Etikolegal Dalam Praktek Kebidanan, Jakarta: TIM
8. IBI. 2006. Etika dan Kode Etik Kebidanan. PP IBI Jakarta.
9. J. Guwandi, Hukum Medik (Medical Law), Balai Penerbit Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia
10. Jusuf H. M. dan Amri. A. 2013. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan,
Penerbit EGC. Jakarta.
11. Marimbi, Hanum. 2008. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan; Mitra
Cendikia, Yogyakarta
12. Pengurus Pusat IBI. 2016. Buku Acuan Midwifery Update. Jakarta. PP
IBI
13. Samil, Ratna Suprapti, Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001.
14. Sampurna. B. 2008. Jurnal Hukum Kesehatan Depkes. RI. Edisi II Vol.1
No.2. Tahun 2008. Penerbit Biro Hukum dan Organisasi, Sekjen Depkes
RI. Jakarta
15. Setiawan, 2010, Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan, Jakarta TIM
16. Soepardan, Suryani. 2008. Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan.
Jakarta: EGC

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }


17. Soeparto. P. dkk. 2006. Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan. Penerbit,
Universitas Erlangga. Surabaya.
18. Sujiyatini dan Nilda. 2011. Etika Profesi Kebidanan. Penerbit Rohima
Press. Yogyakarta
19. Suseno Tutu A. 2010. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Citra
Pustaka.
20. Varney, H. Kriebs, JM. and Gegor, CL. 2008. Buku Ajar; Asuhan
Kebidanan Edisi 4 Vol. 2. EGC. Jakarta.
21. Wahyuni. H. P. 2008. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
22. Widyawati. 2011. Undang –undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dan
penjelasannya. Penerbit SL Media (Kelompok Karisma Publishing)

Modul Bahan Ajar ; Etika dan Hukum Kesehatan { PAGE \* MERGEFORMAT }

Anda mungkin juga menyukai