Etika Rumah Sakit : Tentang identifikasi masalah dan mekanisme untuk pemecahannya
Etika rumah sakit adalah etika terapan (applied ethics) atau etika praktis (practical ethics), yaitu
moralitas atau etika umum yang diterapkan pada isu-isu praktis, seperti perlakuan terhadap etnik-
etnik minoritas, keadilan untuk kaum perempuan, penggunaan hewan untuk bahan makanan atau
penelitian, pelestarian lingkungan hidup, aborsi, etanasia, kewajiban bagi yang mampu untuk
membantu yang tidak mampu, dan sebagainya.
Jadi, etika rumah sakit adalah etika umum yang diterpakan pada (pengoperasian) rumah sakit.
Oleh karena itu, mendahului diskusi tentang etika rumah sakit perlu ada uraian singkat tentang
etika umum. Baru kemudian tentang etika institusional rumah sakit dan potensi masalahnya.
Uraian pendahuluan itu perlu untuk landasan identifikasi dan kemudian upaya pemecahan
masalah-masalah etika rumha sakit.
Etika (Umum)
Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari
istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas
adalah ha-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan
perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai
ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat
fundamental : bagaimana saya harus hidup dan bertindak ? Peter Singer, filusf kontemporer dari
Australia menilai kata etika dan moralitas sama artinya, karena itu dalam buku-bukunya ia
menggunakan keduanya secara tertukar-tukar.
Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya
tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti
kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan (ekspekatasi) profesi dan amsyarakat, serta
bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga
terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil,
profesional dan terhormat.
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab
khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan
profesi, terhadap pemrintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap
masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk
eksekutif lain di rumah sakit.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersamadan pedoman untuk diterapkan dan
dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan
pelayanan profesi itu.
Untuk melengkapi tentang etika, perlu juga ditambahkan tentang apa yang menurut Peter Singer
sebenarnya bukan etika (What ethics is not)
1. Etika bukan seperangkat larangan khusus yang hanya berhubungan dengan perilaku
seksual.
2. Etika bukan sistem yang ideal, luhur dan baik dalam teori, namun tidak ada gunanya
dalam praktek.Agaknya, penilaian demikianlah yang apriori diberikan oleh masyarakat
jika ada kasus kejadian klinis yang tidak dinginkan dibawa ke MKEK.
3. Etika bukan sesuatu yang hanya dapat dimengerti dalam konteks agama. Ini tentulah
pemikiran sekuler. Menurut ajaran agama, sesuatu yang secara moral 'baik' adalah
sesuatu yang sangat disetujui dan disenangi Tuhan. Sedangkan Singer berpendapat
(sama dengan Plato 2000 tahun sebelumnya), suatu perbuatan manusia adalah baik
karena disetujui Tuhan, bukan sebalikny karena disetujui Tuhan perbuatan itu mnejadi
baik. Kontradiksi pendapat tentang ini sudah berlangsung berabad-abad, dan mungkin
akan berlangsung terus.
4. Etika bukan sesuatu yang relatif atau subjektif. Sangkalan Singer terhadap anggapan
keempat ini tidak dijelaskan lebih lnajut disini, karena elaborasinya dari sudut historis
dan falsafah yang panjang dan rumit.
Dapat dilihat, bahwa empat hal yang dianggap bukan etika di atas adalah sanggahan Peter Singer
terhadap apa yang dianggapnya sistem nilai umum dalam masyarakat.
1. Ajaran moral : Ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup dan berbuat agar menjadi
manusia yang baik
2. Moral : Sistem nilai atau konsensus sosial tentang motivasi, perilaku dan perbuatan
tertentu dinilai baik atau buruk.
3. Falsafah moral : Falsafah atau penalaran moral yang menjelaskan mengapa perbuatan
tertentu dinilai baik, sedangkan perbuatan lain buruk.
4. Falsafah moral menghasilkan teori-teori etika.
5. Teori-teori etika : Kerangka untuk berpikir tentang apakah suatu perbuatan dapat
diterima dinilai dari pendekatan moral. Dua teori etika klasik yang paling terkenal
adalah Utilitiarisme dan Deontologi. Teori utilitiarisme menilai baik-buruknya suatu
tindakan dari hasil atau dampak tindakan itu. Jika hasilnya baik (the greatest good for
the greates number), secara moral tindakan itu adalah baik. Teori Deontologi berkata
lain ; lakukan kewajiban (Deon = Kewajiban), jangan lihat hasil atau dampaknya.
6. Asas-asas etika : Penerapan teori-teori etika dalam praktek. Dua asas etika klasik adalah
beneficence (kewajiban untuk berbuat baik) dan normaleficence (kewajiban untuk tidak
melakukan hal-hal yang merugikan oranglain). Dua asas etika kontemporer adalah
menghormati manusia (respect for reason) dan keadilan (justice).
7. Aturan-aturan etika : Seperangkat standar atau norma yang diturunkan dari asas-asas
etika dan bertujuan mengatur perilaku perbuatan manusia.
8. Kode etik profesi : Seperangkat aturan etika khusus sebagai consensus semua anggota
asosiasi profesi, yang memuat amar dan larangan yang wajib ditaati dan dilaksanakan
oleh semua anggota asosiasi dalam menjalankan fungsi dan kegiatan profesionalnya.
Perlu pemahaman tentang jenjang dan hubungan antara konsep-konsep seperti yang
ditayangkan pada bagian di atas, terutama tentang beberapa teori etika yang utama,
tentang asas-asas etika, dan kode etik.
Oleh karena -seperti akan di elaborasi lebih lanjut di belakang nanti- terutama asas-asas etika dan
kode etik profesi adalah alat pengukur untuk menilai apakah dalam kasus tertentu di Rumah Sakit
terjadi pelanggaran etika atau tidak.
Etika Rumah Sakit yaitu etika praktis yang dikembangkan untuk Rumah Sakit sebagai suatu
institusi lahir pada waktu yang hampir bersamaan dengan kehadiran etika biomedis. Atau dapat
juga dikatakan etika institusional rumah sakit adalah pengembangan dari etika biomedika
(bioetika). Karena masalah-masalah atau dilema etika yang baru sama sekali sebagai dampak
atau akibat dari penerapan kemajuan pesat ilmu dan teknologi biomedis, justru terjadi di rumah
sakit. Sebagai contoh, dapat disebut kegiatan reproduksi dibantu transplantasi organ.
Penggunaan alat-alat medis teknologi tinggi untuk menunjang hidup, operasi ganti kelamin,
penelitian serta uji-coba klinis, dan beberapa terobosan baru lain dari revolusi biomedis sejak
tahun 1960-an yang semuanya dilaksanakan di Rumah Sakit.
Klasifikasi ini sesuai dengan dua bidang governance di rumah sakit :corporate governance dan
clinical governance dengan wilayah tumpang tindih di antara keduanya. Dapat dikatakan pada
banyak masalah etika biomedis ada aspek etika administratifnya dan pada semua kegiatan klinis
ada potensi isu etisnya.
Isu-isu atau potensi masalah etika yang terkait dengan masing-masing komponen etika rumah
sakit itu didiskusikan berikut ini :
Potensi isu etika administratif yang pertama terkait dengan kepemimpinan dan
manajemen di rumah sakit. Fungsi manajemen mencakup antara lain kegiatan
menentukan obyektif, menentikna arah dan memberi pedoman pada organisasi.
kegiatan-kegiatan kepemimpinan dan manajemen ini paling sensitif secara etis. Artinya
dalam pelaksanaannya seorang pemimpin yang manajer puncak sangat mudah-disadari
atau tidak melanggar asas-asas etika beneficence, nonmaleficence, menghormati
manusia dan berlaku adil.
Apalagi jika Direktur Rumah Sakit berprilaku diskrimatif dan menerapkan standar
ganda; ia menuntut orang lain mematuhi standar-standar yang ditetapkan. Sedangkan ia
sendiri tidak mau memberi teladan sesuai dengan standar-standar itu
Potensi isu etika administratif berikutnya adalah tentang privasi. Privasi menyangkut
hal-hal konfidensial tentang pasien, seperti rahasia pribadi, kelainan atau penyakit yang
diderita, keadaan keuangan, dan terjaminnya pasien dari gangguan terhadap
ketersendirian yang menjadi haknya. Adalah kewajiban etis rumah sakit untuk menjaga
dan melindungi privasi dan kerahasiaan pasiennya. Harus diakui, hal itu tidak selalu
mudah.
Misalnya kerahasiaan rekam medis pasien sukar dijaga, karena rumah sakit modern data
dan informasi yang terdapat di dalamnya terbuka bagi begitu banyak petugas yang
karena kewajibannya memang berhak punya akses terhadap dokumen tersebut. Dapat
juga terjadi dilema etika administratif, jika terjadi keterpaksaan membuka kerahasiaan
karena suatu sebab di satu pihak lain kewajiban moral untuk menjaganya
Persetujuan tindakan medis (Informed consent). Masalah etika administratif dapat
terjadi, jika informed consent tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya, yaitu
persetujuan yang diberikan secara sukarela oleh pasien yang kompeten kepada dokter
untuk melakukan tindakan medis tertentu pada dirinya, setelah ia diberi informasi yang
lengkap dan dimengerti olehnya tentang semua dampak dan resiko yang mungkin terjadi
sebagai akibat tindakan itu atau sebagai akibat sebagai tidak dilakukan tindakan itu.
Dalam banyak hal, memang tidak terjadi banyak masalah etika, jika intervensi medis
berjalan aman dan outcome klinis sesuai dengan apa yang diharapkan semua pihak.
Tetapi, dapat saja terjadi suatu tindakan invansif ringan yang rutin dikerjakan sehari-
hari- misalnya-apendektomi- berakibat fatal. Kasus demikian dapat menjadi penyesalan
berkepanjangan.Dapat juga terjadi dilema etik pada dokter dirumah sakit, yang tega
mengungkapkan informasi yang selengkapnya kepada pasien, karena ia tahu jika itu
dilakukan pasien akan jadi bingung, fanik, dan takut sehingga ia minta dipulangkan saja
untuk mencari pengobatan alternatif. padahal dokter percaya bahwa tindakan medik
yang direncanakan masih besar kemungkinannya untuk menyelamatkan pasien.
Dilema etika administratif berikutnya di rumah sakit dapat terjadi berhubung dengan
faktor-faktor situasi keuangan. Contoh-contoh berikut ini terjadi sehari-hari.
1. Apakah kemampuan pasien membayar uang muka adalah faktor yang mutlak
bagi rumah sakit untuk memberikan pertolongan kepadanya. karena
pertimbangan tertentu, pemilik atau manajeman rumah sakit mengalokasikan
dana yang terbatas untuk proyek tertentu,dan dengan demikian mengakibatkan
kebutuhan lain yang mungkin lebih mendesak, lebih besar manfaatnya, dan
lebih efektif biaya.
2. Bagaimana sikap rumah sakit terhadap dokter tertentu sangat tinggi tarif
jasanya. Jika ditegur ia pasti akan marah, dan mungkin akan hengkang
kerumah sakit lain. padahal ia patient getter yang merupakan 'telur emas'bagi
rumah sakit.
3. Bagaimana sikap terhadap pasien yang kurang tepat waktu melunasi piutang
periodiknya, padahal ia sangat memerlukan tindakan khusus lanjutan.
4. Untuk rumah sakit milik pemodal, bagaimana sikap manajemen jika ada
konflik kepentingan antara kebutuhan pasien dengan keingginan pemegang
saham yang melihat sesuatu hanya dari perhitungan bisnis.
5. Bagaimana jika ada konflik kepentingan antara pemilik, manajemen dan para
klinis yang akar masalahnya adalah soal keuangan dan pendapatan. Bagaimana
sikap manajemen terhadap dokter tertentu yang dapat diduga melakukan moral
hazard dengan berkolusi dengan PBF.
6. Bagaimana sikap rumah sakit terhadap teknologi mahal;disatu pihak diperlukan
untuk meningkatkan posisi dan citra rumah sakit, di pihak lain potensi moral
hazard juga tinggi demi untuk membayar cicilan kredit atau/easing.
isu etika biomedis di rumah sakit menyangkut persepsi dan perilaku profesional dan instutisional
terhadap hidup dan kesehatan manusia dari sejak sebelum kelahiran, pada saat-saaat sejak lahir,
selama pertumbuhan, jika terjadi penyakit atau cidera, menjadi tua,sampai saat-saat menjelang
akhir hidup,kematian,dan malah beberapa waktu setelah itu.
Sebenarnya pengertian etika biomedis dalam hal ini masih perlu dipilah lagi dalam:
Isu-isu etika biomedis atau bioetika yang lahitr sebagai dampak revolusi biomedis sejak
tahun 1960-an, yang antara lain berakibat masalah dan dilema baru sama sekali bagi
para dokter dalam menjalankan propesinya.
Etika biomedis dalam arti ini didefinisikan oleh International association of bioethics
sebagai berikut; Bioetika adalah studi tentang isu-isu etis,sosial,hukum,dan isu-isu
lainyang timbul dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biolagi(terjemahan oleh
penulis).
Isu-isu etika medis'tradisional' yang sudah dikenal sejak ribuan tahun, dan lebih banyak
menyangkuthubungan individual dalam interaksi terapeutik antara dokter dan pasien.
Kemungkinan adanya masalah etika medis demikianlah yang dalam pelayanan di rumah
sakit sekarang cepat oleh masyarakat (dan media masa) ditunding sebagai malpraktek.
Isu-Isu Bioetika
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis dalam arti pertama
(bioetika) adalah antara lain terkait dengan: kegiatan rekayasa genetik,teknologi
reproduksi,eksperimen medis, donasi dan transpalasi organ, penggantian kelamin, eutanasia, isu-
isu pada akhir hidup, kloning terapeutik dan kloning repraduktif. Sesuai dengan definisi di atas
tentang bioetika oleh International Association of Bioethics ,kegiatan-kegiatan di atas dalam
pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biologi tidak hanya menimbulkan isu-isu etika,tapi juga isu-
isu sosial, hukum, agama, politik, pemerintahan, ekonomi,kependudukan,lingkungan hidup,dan
mungikin juga isu-isu di bidang lain.
Dengan demikian,identifikasi dan pemecaha masalah etika biomedis dalam arti tidak hanya
terbatas pada kepedulian internal rumah sakit saja-misalnya Komite Etika Rumah Sakit dan para
dokter saja seperti halnya pada penanganan masalah etika medis 'tradisional'- melainkan
kepedulian dan bidang kajian banyak ahlimulti- dan inter-displiner tentang masalah-masalah
yang timbul karena perkembangan bidang biomedis pada skala mikro dan makro,dan tentang
dampaknya atas masyarakat luas dan sistemnilainya,kini dan dimasa mendatang
(F.Abel,terjemahan K.Bertens).
Studi formal inter-disipliner dilakukan pada pusat-pusat kajian bioetika yang sekarang sudah
banyak jumlahnya terbesar di seluruh dunia.Dengan demikian,identifikasi dan pemecahan
masalah etika biomedis dalam arti pertama tidak dibicarakan lebih lanjut pada presentasi ini.
yang perlu diketahui dan diikuti perkembangannya oleh pimpinan rumah sakit adalah tentang
'fatwa' pusat-pusat kajian nasional dan internasional,deklarasi badan-badan internasional seperti
PBB, WHO, Amnesty International, atau'fatwa' Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional
(diIndonesia;AIPI) tentang isu-isu bioetika tertentu, agar rumah sakit sebagai institusi tidak
melanggar kaidah-kaidah yang sudah dikonsesuskan oleh lembaga-lembaga nasional atau
supranasional yang terhormat itu. Dan jika terjadi masalah bioetika dirumah sakit yang belum
diketahui solusinya,pendapat lembaga-lembaga demikian tentu dapat diminta.
Seperti sudah disinggung diatas, masalah etika medis tradisional dalam pelayanan medis dirumah
sakit kita lebih banyak dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya malpraktek, terutama oleh
dokter. Padahal, etika disini terutama diartikan kewajiban dan tanggung jawab institusional
rumah sakit. Kewajiban dan tanggung jawab itu dapat berdasar pada ketentuan hukum (Perdata,
Pidana, atau Tata Usaha Negara) atau pada norma-norma etika.
Malpraktek (medis) sebenarnya adalah istilah hukum yang berarti kesalahan dalam menjalankan
profesi. Berkhouwer dan Borstman (dikutip oleh Veronica Komalawati) mengatakan,seorang
dokter melakukan kesalahan profesi, apabila ia tidak memeriksa, tidak membuat penilaian, tidak
melakukan tindakan atau tidak menghindari tindakan (tertentu), sedangkan dokter-dokter yang
baik pada umumnya pada situasi yang sama akan melakukan pemeriksaan, membuat penilaian,
melakukan tindakan atau menghindari tindakan (tertentu).
Kedua. Walaupun tidak secara eksplisit dinyatakan, dalam definisi ini dengan kesalahan
profesional ditonjolkan tentang kelainan; dokter tentu tidak melakukan pemeriksaan. tidak
membuat penilaian, tidak melakukan tindakan, dan tidak menghindari tindakan tertentu. Ini
sesuai dengan pemahaman, bahwa malpraktek adalah sama dengan negligence.
Sesuai dengan konteks makalah ini, tentang malpraktek dengan latar belakang pelanggaran
hukum tidak dibicarakan lebih jauh. Fokus utama adalah pada masalah etika medis di rumah
sakit. Terkait dengan itu, untuk kejelasan wacana uraian rekapulatiif berikut ini kiranya
diperlukan:
1. Etika dalam hal ini diartikan sebagai kewajiban dan tanggung jawab.
2. Etika rumah sakit adalah etika institusi, jadi kewajiban dan tanggng jawab itu adalah
institusional,bukan individual.
3. Namun, eksekutif puncak rumah sakit- sebagai yang oleh pemilik melalui Governing
Body (Badan Pengampu, Majelis Wali Amanah, Dewan Pembina, atau nama jenis yang
lain) diberi kekuasaan mengelola dan tanggung jawab rumah sakit, dengan sendirinya
juga adalah penanggung jawab moral dan etika institusional.
4. Etika medis berhubungan dengan hidup dan kesehatan. Objek kewajiban dan tanggung
jawab pada etika medis adalah hidup dan kesehatan manusia dan kelompok manusia
dilingkungan luar rumah sakit. itu berarti pasien staf serta karyawan rumah sakit,dan
masyarakat.
5. Masalah etika rumah sakit timbul apabila terjadi pelanggaran terhadap asas-asas etika
(umum)dan Kode Etik Rumah Sakit, yang adalah uraian lebih operasional dari asas-asas
etika.
6. Asas-asas etika yang diterapkan pada etika rumah sakit sebagai etika praktis adalah:
o Rumah sakit berbuat kebaikan (benifecence)dan tidak menimbulkan mudharat
atau cidera (nonmalifecence)pada pasien,staf dan karyawan,masyarakat
umum,serta lingkungan hidup.
Dua asas etika klasik ini sudah ada dalam lafal Sumpah Hipprokrates sejak
lebih 23 abad yang lalu. Dua asas ini adalah juga ajaran semua agama. Ajaran
islam hampir selalu menyebut dua asas itu dalam satu kalimat (Amar ma
'arupnahi mungkar).dalam ajaran agama hindu, nonmaleficence adalah Ahimsa.
o Asas menghormati manusia (respect for persons) berarti menghormati
pasien,staf dan karyawan,serta masyarakat dalam hal hidup dan kesehatan
mereka. itu berarti menghormati otonomi (hak untuk mengambil keputusan
tentang diri sendiri),hak-hak asasi sebagai warga negara, hak atas informasi,hak
atas privasi,hak atas kerahasiaan,seta harkat dan mertabat mereka sebagai
manusia dan lain-lain.
o Asas keadilan (justice): keadilan sosial, keadilan ekonomi, dan perlakuan yang
'fair'terhadap pasien, staf dan karyawan, serta masyarakat umum.
Kurt Darr mengatakan, bahwa seorang eksekutuf rumah sakit tidak perlu sampai mengikuti
kursus tentang pilosofi atau etika untuk dapat mengidentifikasikan masalah etika, walaupun
kursus-kursus demikian akan banyak menolong. yang penting,harus ada kepekaan, kebiasaan
melakukan refleksi (an inquiring mind), dan etika pribadi (personal etics)yang cukup baik. tiga
pertanyaan berikut ini dianjurkan diajukan pada diri sendiri untuk mengidentifikasikan
kemungkinan adanya etika pada kasus tertentu.
Apakah pasien, staf dan karyawan, atau masyarakat umum dalam kasus tertentu itu
diperlakukan seperti saya ingin diperlakukan dalam kasus seperti itu? ini dinamakan The
Golden Rule.
Apakah pasien, staf dan karyawan, serta masyarakat umum cukup dilindungi terhadap
kemungkinan cidera dalam keberadaan dan pelayanan di rumah sakit?
Apakah penjelasan tentang informed conset kepada pasien cukup memberi informasi
baginya tentang apa yang akan dilakukan pada dirinya?
Jika salah satu atau lebih dari tiga pertanyaan itu terjawab dengan "tidak",ada indikasi masalah
etika pada kasus yang dihadapi. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya adalah:
Adakah pasal-pasal dalam Kode Etik Rumah Sakit yang dilanggar?
Adakah asas-asas etika umum yang dilanggar?
Jika masih perlu untuk lebih memastikan: Teori etika mana yang dapat dipakai untuk
pembenaran keputusan atau tindakan rumah sakit yang menimbulkan masalah etika
administratif atau etika biomedis.
Sama halnya dengan proses pemecahan masalah secara umum, mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang tepat adalah bagian penting proses itu.
Model rasional terprogram mungkin dapat diterapkan pada pemecahan banyak masalah
manajemen umum, tetapi rasio saja tidak selalu berhasil diterapkan pada pemecahan masalah
etika. Masalah etika administratif tertentu di rumah sakit yang menyangkut proses atau prosedur
mungkin dapat lebih mudah dipecahkan secara rasional. Tetapi, masalah etika biomedis yang
menyangkut substansi atau prinsif sering kali sangat sensitif, karena itu rasio saja tidak selalu
efektif. Diperlukan kebijaksanaan yang umumnya tidak dapt diprogramkan.
Dianjurkan langkah langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan masalah etika rumah sakit:
1. Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam komponen-
komponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga ditemukan akar
masalah.Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari masalah etika yang terjadi. Ia
dapat berupa kelemahan pada manusia, kepemimpinan,manajemen, budaya organisasi,
sarana, alat, sistem, prosedur, atau faktor-faktor lain.
2. Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan (root cause
analysis),untuk menetapkan arah pemecahannya.
3. Menetapkan beberapa alternatif untuk pemecahan akar masalah.
4. Memilih alternatif yang situasional terbaik untuk pemecahan masalah itu.
5. Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah dilaksanakan.
6. Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau terulang lagi
terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah etika baru adalah jika
manusia sebagai penyebab akar masalah yang berulang-ulang dikeluarkan dari rumah
sakit.
Kesimpulan
Telah disampaikan tentang etika umum dan etika rumah sakit sebagai etika terapan atau etuka
praktis. Juga uraian tentang jenis atau kelompok etika di rumah sakit, mekanisme untuk
mengidentifikasi masalah-masalah etika, serta langkah-langkah umum untuk pemecahanya.
Pemecahan masalah etika lebih rumit dan sulit daripada pemecahan masalah manajemen umum.
Diskriminasi terhadap perempuan, terkadang muncul karena menginginkan anak lelaki, dalam akses
pelayanan kesehatan dan gizi dapat membahayakan kesehatan dan kelangsungan hidup mereka saat ini
dan masa mendatang. Konseling dan akses informasi serta pelayanan kesehatan reproduksi remaja masih
sangat kurang atau tidak lengkap. Pengalaman seks dini, dikombinasikan dengan kurangnya informasi
dan pelayanan kesehatan, memperbesar risiko kehamilan tidak diinginkan dan kehamilan yang terlalu
cepat, infeksi HIV dan PMS lainnya, sebagaimana aborsi tidak aman (paragraf 93).
Perempuan memiliki risiko kesehatan lebih besar karena kurangnya kepedulian dan pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi … Aborsi tidak
aman membahayakan hidup perempuan, mewakili masalah kesehatan masyarakat yang serius, banyak
menimpa remaja yang berisiko paling tinggi. Kebanyakan dari kematian, masalah kesehatan dan
kecacatan dapat dicegah melalui perbaikan akses pelayanan kesehatan yang cukup, termasuk metode KB
yang aman dan efektif serta pelayanan kebidanan gawat darurat, mengenali hak perempuan dan laki-laki
dalam memilih metode KB yang aman, efektif dan dapat diterima sesuai pilihan mereka, yang tidak
bertentangan dengan hukum. Kemampuan perempuan untuk mengontrol fertilitasnya merupakan dasar
penting untuk menikmati hak-hak lainnya (paragraf 97)
Tindakan yang akan dilakukan pemerintah bekerjasama dengan lembaga non-pemerintah dengan
dukungan institusi internasional adalah:
(j) Mengenali dan menangani pengaruh aborsi tidak aman terhadap kesehatan sebagai masalah utam
kesehatan masyarakat, sebagaimana dijelaskan pada paragraf 8.25 dari Program Aksi Konferensi
Internasional tentang Kependudukan dan Pengembangan (ICPD);
(k) Dalam paragraf 8.25 dari Program Aksi Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan
Pembangunan (ICPD) … mempertimbangkan untuk mengkaji ulang hukum yang berisi aturan tentang
perempuan yang melakukan aborsi ilegal (paragraf 106)
Tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah, Badan Perserikatan Bangsa-bangsa, profesi
kesehatan, lembaga penelitian, lembaga non-pemerintah, donatur, industri farmasi, dan media massa, sbb:
(i) Karena aborsi tidak aman merupakan masalah utama terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa
perempuan, penelitian untuk memahami konsekuensi aborsi disengaja, termasuk pengaruhnya terhadap
fertilitas, kesehatan reproduksi dan jiwa serta penggunaan kontrasepsi harus lebih dipromosikan,
sebagaimana penelitian tentang tindakan terhadap komplikasi aborsi dan perawatan pasca-aborsi
(paragraf 109)
… Oleh karena itu kesehatan reproduksi mengimplikasikan bahwa setiap individu dapat memiliki
kehidupan seks yang aman dan memuaskan serta mempunyai kemampuan untuk memiliki keturunan dan
bebas untuk memutuskan kapan dan bagaimana untuk memperolehnya. Secara implisit, hal itu merupakan
hak laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan informasi dan akses terhadap metode KB yang aman,
efektif, terjangkau dan dapat diterima sesuai pilihan mereka (paragraf 94)
Dari definisi di atas, hak reproduksi merupakan hak asasi manusia yang sudah dikenal dalam hukum
nasional, peraturan internasional hak-hak manusia, dan peraturan lainnya. Hak-hak tersebut bergantung
pada pengenalan dari hak asasi setiap pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan
bertanggungjawab jumlah, jarak dan waktu kelahiran anak mereka, serta mendapatkan informasi untuk
melakukannya, dan hak untuk memperoleh standar tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi. Termasuk
hak mereka untuk mengambil keputusan mengenai masalah reproduksi, bebas dari diskriminasi, tekanan
dan kekerasan (paragraf 95)
Hak-hak asasi perempuan termasuk hak mereka untuk mengontrol dan memutuskan secara bebas setiap
hal yang berhubungan dengan kehidupan seks mereka, termasuk kesehatan reproduksi dan seks, bebas
dari tekanan, diskriminasi dan kekerasan (paragraf 96).
a. Pelayanan pasien berjenjang :Yaitu pelayanan yang diberikan oleh satu tim yang terdiri dari :
bidan – dokter umum – dokter spesialis obs.gin/anak
Sistem ini merupakan yang terbanyak dipilih pasien dan merupakan kebijaksanaan utama
karena :
o Memenuhi misi Perkumpulan Budi Kemuliaan yang meng-haruskan pelayanan untuk
seluruh lapisan masyarakat
o Pasien dapat memilih pelayanan sesuai dengan ekonominya
o Merupakan lahan praktek bagi pendidikan bidan.
b. Pelayanan Pasien Pribadi Pelayanan diberikan oleh dokter yang dipilih pasien
Hasil Kegiatan
Sedangkan kunjungan bayi dan anak rata-rata 16.000 bayi/ tahun (kurva 3).
2. Persalinan
Jumlah persalinan tenyata meningkat dari 4.351 pada tahun 1998, menjadi 7.335 pada
tahun 2003. Peningkatan jumlah persalinan ini terjadi karena perbaikan manejemen
pertolongan persalinan yang merujuk pada Asuhan Persalinan Normal (APN). 70 %
bidan telah mendapat sertifikat standarisasi APN dan masih terus dilakukan secara
bertahap bagi bidan-bidan lainnya. Penerimaan bidan baru ditetapkan lulusan D III
dan dalam orientasi awal kerja dilakukan standarisasi APN lebih dulu.Selain dari
pada itu adanya Maternal Neonatal Health Care Update serta penerapan Upaya
Pencegahan Infeksi yang baik bekerja sama dengan lembaga swadaya dari dalam dan
luar negeri juga menjadi faktor penunjang peningkatan jumlah pasien. Kerjasama
yang baik terjalin dengan instansi terkait seperti bagian kebidanan, bagian anestesi,
serta perinatologi/ nenonatologi RSAB Harapan Kita dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan. Moto cepat, tepat, ramah dan terjangkau dari bidang pelayanan
medik, diwujudkan dengan salah satunya adalah memberikan kemudahan untuk tidak
harus membayar uang muka lebih dulu. Hal ini ternyata sangat berarti bagi mereka
yang kurang mampu. Semua ini tidaklah cukup apabila sarana fisik tidak ditingkatkan
menjadi sarana yang memadai dan memenuhi standar medik dan kenyamanan &
kepuasan pelanggan.
Selain persalinan yang telah disebutkan diatas, persalinan dari RB dan BKIA Budi
Kemuliaan adalah 1.239 pada tahun 1998 menjadi 1.545 pada tahun 2002.
Jumlah dana yang dikeluarkan RSB BK untuk pasien tidak mampu adalah sbb :
Pada umumnya pasien tersebut adalah pasien – pasien rujukan dari fasilitas
kesehatan lainnya. Jumlah dana yang dikeluarkan untuk pasien kurang / tidak
mampu melebihi dana yang diberikan oleh pemerintah DKI.
Pembebasan pembayaran untuk pasien tidak hanya pasien rawat inap saja tetapi
juga pasien – pasien rawat jalan, yang memerlukan tindakan diagnostik khusus
seperti laboratorium, CTG, USG, dan pap’s smear. Subsidi lain yang diberikan
ialah tarif rawat inap untuk kelas IV yang nilainya lebih rendah dari " unit cost " –
nya. Pada tahun 2002 subsidi yang diberikan secara ini sebesar Rp.
297.298.852,-
Dari hasil analisa ternyata subsidi ini dapat terlaksana dengan cara memakai dana
pengembangan sarana dan prasarana serta kesejahteraan karyawan. Beberapa
usaha dilakukan pihak RS untuk menekan subsidi tanpa mengurangi nilai
pelayanan kesehatan antara lain ialah penurunan " length of stay ", menentukan
tarif paket persalinan dan operasi untuk kasus normal.
Dalam mewujudkan misi tersebut, maka semua upaya yang dilakukan merupakan kegiatan
yang dinamis
yang dikembangkan melalui nilai inti (Core Value) RSUP Sanglah yaitu : kerja keras, kejujuran,
rendah hati,
keterbukaan, kerjasama dan hak yang sama bagi seluruh staf untuk mendapatkan
perghargaan dan
kehormatan atas prestasinya. Dan keberhasilan RSUP Sanglah adalah ditentukan oleh
penilaian terhadap
suara pelanggan (customer), yang merupakan aset penting. Kepuasan pelanggan adalah
kebahagiaan kami
dan kami bertekad menjadikan RSUP Sanglah sebagai pilihan utama dalam pelayanan
kesehatan.