Anda di halaman 1dari 3

Salah satu masalah kesehatan dari beberapa dasawarsa silam yang terjadi di setiap negara di seluruh dunia yaitu

penyakit degeneratif yang

telah menjadi penyebab kematian tersebar diseluruh dunia (Hanjani dkk, 2009). Berdasarkan data WHO (Badan Kesehatan Dunia), hampir 17

juta orang meninggal lebih awal setiap tahunnya disebabkan epidemik global penyakit degeneratif. Perubahan pola hidup yang meliputi aspek

sosial, ekonomi, budaya dan politik menjadi salah satu penyebab tingginya kematian yang diakibatkan oleh penyakit degeneratif (Hanjani, dkk.,

2009). Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) kementerian kesehatan menyatakan telah menyelesaikan analisis awal survei

penyebab kematian berskala nasional. Terlibat bahwa terdapat 10 jenis penyakit paling sering menjadi penyebab kematian di Indonesia dan 8

diantaranya adalah penyakit degeneratif.Sedangkan Menurut Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama kepala Balitbangkes menyatakan bahwa data yang

dikumpulkan meliputi 41.590 kematian penunjang pada tahun 2014.

Salah satu senyawa bioaktif metabolit sekunder yang berguna untuk mengatasi penyakit degeneratif yaitu kandungan senyawa polifenol

(Sutini, 2008). Senyawa polifenol berperan untuk melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dengan cara mengikat radikal bebas

sehingga mencegah proses inflamasi dan peradangan pada sel tubuh. Polifenol juga bermanfaat menurunkan risiko penyakit degeneratif salah

satunya yaitu penyakit jantung, alzheimer, dan kanker (Siti N, 2009).

Menurut Nindia Dewi (2008), terdapat kandungan polifenol di dalam teh (Camellia sinensis L) yang dapat menurunkan penyakit

degeneratif, seperti kanker dan jantung. Teh (Camellia sinensis L) ini mengandung komponen bioaktif polifenol yang dapat mencegah radikal

bebas merusak DNA dan menghentikan perkembangan sel-sel liar yang akan berkembang menjadi kanker dan meningkatkan system imun.
Menurut Engler dan Engler (2004) serta Nestle Research Centers (2010), menyatakan bahwa terdapat senyawa polifenol pada biji kakao

yang berkontribusi terhadap pelebaran pembuluh darah untuk memperbaiki sirkulasi aliran darah, serta secara positif mempengaruhi peningkatan

produksi senyawa eicosanoid yang bermanfaat dalam menjaga kesehatan jantung.

Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber polifenol yaitu daun bambu notans dan daun bambu vulgaris. Dalam penelitian

yang telah dilakukan oleh Tripati, dkk (2015), menyatakan bahwa kandungan yang terdapat dalam polifenol pada daun bambu notans sebesar

15,35 mg/100 mg ekstrak, sedangkan kandungan polifenol dalam daun bambu vulgaris sebesar 12,79 mg/100 mg ekstrak. Daun bambu bambu

notans dan daun bambu vulgaris ini jarang ditemukan di daerah Garut, maka salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber

polifenol yaitu daun bambu surat (Gigantochloa pseudoarundinaceae). Jenis bambu ini sering dimanfaatkan masyarakat mulai dari akar, batang,

daun, kelopak bahkan rembungnya yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan (Berlian & Rahayu, 1995).

Setelah dilakukan uji pendahuluan berupa uji kualitatif pada daun bambu surat (Gigantochloa pseudoarundinaceae) untuk memastikan

kandungan polifenol yang terdapat didalamnya yaitu dengan menambahkan 500 µl Folin Ciocalteau dan 400 µl Na2CO3 ke dalam 100 µl larutan

sampel ekstrak daun bambu surat (Gigantochloa pseudoarundinaceae). Reaksi tersebut dinyatakan positif mengandung kadar polifenol dengan

adanya perubahan warna merah kekuningan menjadi hijau kebiruan (Multijaya dan Lim, 2007).

Tumbuhan yang digunakan masyarakat kebanyakan menggunakan daun tua, karena apabila daun terlalu tua dikhawatirkan kandungan zat

aktif yang diharapkan telah menurun, begitupun dengna daun yang terlalu muda. Para praktisi pengobatan dan industri herbal biasanya memilih

daun pada lembar 4-6 dari pucuk. Daun yang ada pada posisi tersebut dianggap memiliki kandungan zat aktif yang paling baik (Yunus, 2018).
Hal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai analisis kadar polifenol total dalam ekstrak daun muda, tua dan

sangat tua bambu surat (Gigantochloa pseudoarundinaceae). Pengukuran kadar polifenol dilakukan dengan menggunakan metode

spektrofotometer UV-Vis, karena pengukurannya memiliki ketelitian yang besar (Day dan Underwood, 2001).

1.1 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat rumuskan masalah yaitu “Bagaimana gambaran kadar polifenol total dalam dalam daun muda, tua dan

sangat tua bambu surat (Gigantochloa pseudoarundinaceae) ?

Anda mungkin juga menyukai