Anda di halaman 1dari 14

MIND MAP

DIAGRAM PERKADERAN
Transisi
Siswa-mahasiswa IMM UMP Pemetaan
Konsen tiap
Pengenalan
Individu
IMM

Internalisasi Tingkat 2 (3-4) Diaspora


Tingkat 1 (1-2)
Ideologi

Pemetaan Pendalaman
Kader Keilmuan

Alur Perkaderan
Fase
implementasi
dan pengabdian
Fase terpuncak
Komisariat
Sumber Ilmu
Tingkat 4 (7-8) komisariat
Perkaderan Tingkat 3 (5-6)
Kultural

Promotor Kader Madya


Konsolidasi
Rekrutmen
Alur Anggota Baru Anggota IMM
IMM UMP
Masta
Pemberian
Pemetaan
Stimulus sebelum
kader dan
Internalisasi
diaspora Konsolidasi Pra Ideologi
komisariat
DAD
Mahasiswa
Baru

Perkaderan
Pimpinan
DAD
OC perkaderan Internalisasi
Ideologi
pimpinan berupa Pasca
latihan kepemimpinan,
DAD
manajemen dan
administrasi
Perkaderan Kultural,
Diskusi, kajian, aksi,
kepanitiaan
DRAFT
GRAND DESIGN PIMPINAN KOMISARIAT
IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH
BUYA HAMKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
PERIODE 2017-2018

BAB I

A. Latar Belakang
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah salah satu organisasi otonom di bawah naungan muhammadiyah, sebuah persyarikatan
Islam yang memliki tujuan untuk mewujud kan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sebagai salah satu organisasi Islam yang besar
di Indonesia, tentu dibutuhkan roda kepemimpinan organisasi yang kontiniu demi keberlangsungan organisasi Muhammadiyah sendiri.
Adanya organisasi otonom Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah diharapkan mampu untuk menjadi wadah perkaderan mahasiswa
Muhammadiyah yang kemudian melahirkan kader-kader mahasiswa muslim yang berakhlak mulia. Dengan lahirnya kader yang
diharapkan, Muhammadiyah dapat terus melanjutkan cita-cita dan tujuannya.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sendiri dalam usahanya mewujudkan kader Muhammadiyah yang ideal memiliki landasan
yang disebut dengan tri kompetensi dasar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yaitu Religiusitas, Intelektualitas, dan Humanitas. Ketiga
tri kompetensi dasar tersebut terwujud dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah teraktualisasi
seperti kegiatan keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. Kegiatan keagamaan dapat terwujud dalam kegiatan seperti pengajian
rutin, kemahasiswaan terwujud dalam kegiatan seperti diskusi dan bedah buku serta kegiatan kemasyarakatan terwujud dalam kegiatan
seperti bakti sosial dan kurban.
Namun, dalam perjalanannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah khususnya Komisariat BUYA HAMKA Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Purwokerto, belum mampu menjadi wadah pengkaderan yang ideal. Yang menjadi masalah mendasar disini
adalah kurangnya nilai tri kompetensi dasar dalam setiap diri kader. Hal ini yang kemudian menimbulkan beberapa masalah yang timbul
diantaranya ghiroh atau semangat IMM dalam bermuhammadiyah kurang, serta kegiatan-kegiatan yang terasa masih sekedar menjadi
kegiatan yang hanya bertumpu pada nilai administratif-simbolis. Artinya kegiatan tersebut hanya untuk memenuhi administrasi dan
hanya sebagai symbol, atau dengan kata lain hanya sekedar untuk mengejar program kerja bidangnya masing-masing, tanpa benar-benar
memahami maksud dan tujuan dari program tersebut dilaksanakan. Misalnya, kegiatan sosial (bakti sosial) yang dilaksanakan hanya
sebagai rutinitas belaka, namun belum mampu menyentuh pada sisi kepekaan sosial dalam diri kader.
Ghiroh atau semangat berjuang dalam diri kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah juga belum benar-benar melekat dalam diri
kader. Kader-kader ikatan yang seorang mahasiswa masih belum atau kurang menyadari identitasnya. Baik identitas sebagai seorang
kader IMM maupun identitas sebagai akademisi Islam. Kegiatan yang terasa masih menjadi ajang hura-hura dan meninggalkan budaya
keagamaan serta keilmuan merupakan sebuah masalah yang patut menjadi perhatian bersama.
Itulah sekelumit permasalahan yang harus segera ditangani, diantaranya dengan kembali mmembentengi pribadi kader dengan tri
kompetensi dasar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Tri kompetensi dasar menjadi landasan ideal untuk mengembalikan kesadaran para
kader akan identitasnya sesuai dengan yang diharapkan oleh Muhammadiyah. Tri kompetensi dasar IMM (religiusitas, intelektualitas dan
humanitas) perlu dipahami secara mendalam dan menyeluruh. Jika pada ranah aplikasinya belum menyentuh implementasi yang nyata
maka hal itu bisa menjadi parameter bahwa tri kompetensi dasar IMM masih sebatas dipahami secara parsial.
Sudah saatnya, IMM sebagai penyandang amanah gerakan dakwah persyarikatan di ranah kemahasiswaan mulai membenahi diri
dan memainkan peran serta fungsinya. Sejatinya IMM yang memiliki tanggung jawab besar sebagai kader persyarikatan, kader bangsa
dan kader umat mampu untuk bangkit dan menjadi garda terdepan dalam wilayah mahasiswa maupun masyarakat luas dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan sosial yang timbul. Itulah yang menjadi PR penting serta menjadi tantangan bagi kader IMM
BUYA HAMKA.
Oleh karena itu, adanya grand design ini dinilai menjadi hal yang penting sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan yang
terjadi dan dalam rangka menjawab tantangan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sehingga terwujud IMM sebagai wadah yang ideal
dalam persyarikatan Muhammadiyah serta terciptanya kader Muhammadiyah sebagai kader persyarikatan, kader bangsa dan kader umat.

B. Maksud dan Tujuan


Grand design PK IMM BUYA HAMKA disusun dalam rangka menafsirkan GBHO berdasarkan keadaan kultur dan kebutuhan
IMM komisariat BUYA HAMKA sebagai rancangan induk yang merupakan pernyataan kehendak untuk kurun waktu lima tahun (lima
kali musyawarah komisariat) sehingga program kerja yang akan dilaksanakan dapat menyeluruh, terarah dan terpadu.

C. Landasan Kebijakan
Kebijakan IMM berdasarkan pada:
1. Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2. Kaidah organisasi otonom Muhammadiyah.
3. Keputusan dan program Muhammadiyah.
4. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga IMM.
5. Keputusan Muktamar yang masih berlaku.

D. Analisis Kondisi Organisasi


Didalam perkembangannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh IMM yang kemudian terangkum dalam : Kekuatan,
Kelemahan, Peluang dan Ancaman.

1. Kekuatan
Sebagai organisai yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan dan kemahasiswaan, IMM BUYA HAMKA memiliki
kekuatan : (1) Kuantitas kader yang semakin mengalami peningkatan. Eksistensi IMM sebagai organisasi otonom dalam lingkungan
Fakultas membuat banyak mahasiswa yang menjadikannya seabagi wadah tujuan pengembangan diri. Konsistensinya dalam membentuk
kader yang unggul semakin menjadikan organisasi ini sebagai organisasi yang “eksis”. (2) Jalur koordinasi bersama birokrasi kampus
sebagai amal usaha muhammadiyah menjadi sebuah kekuatan koordinat bagi organisasi IMM. Keberpihakan pejabat kampus kepada
organisasi menjadikan IMM semakin mudah bergerak didalam setiap penjuru kampus. (3) Tingkat relegiutas yang tinggi dikalangan
mahasiswa FAI, khususnya kader IMM. (4) Eksistensi IMM BUYA HAMKA dengan adanya Madrasah Hamka. Dengan adanya kreastif
minoriti tersebut, maka IMM memiliki kelebihan yang dapat ditampilkan atau dengan kata lain dapat dibanggakan di luar FAI.

2. Kelemahan

Disamping kekuatan-kekuatan yang dimiliki organisasi, IMM juga memiliki kelemahan yang tidak kalah penting untuk
dimengerti sebagai penguatan identitas organisasi. (1) Perspektif atau pandangan “Mitra kerja” yang masih mendarah didalam tubuh
kader dalam organisasi. Pandangan ini menjadi sebuah kelemahan sebab akan berimbas pada kepada kualitas kader. Kedepannya, IMM
harus menanamkan pandangan lebih filosofis kepada kader. Nilai yang lebih mendalam daripada sekedar “mitra kerja” ialah perspektif
“keluarga”. (2) didalam bergerak dan menjawab tantangan, kader masih bergerak secara subjektif sehingga ketika diperhadapkan pada
sebuah tantangan, kader menilainya juga secara subjektif. (3) egoisme-arogansi antarkader didalam tubuh organisasi. Sikap seperti ini
terlihat didalam perilaku kader yang terkadang masih menjunjung kepentingan individu daripada kepentingan kolektif organisasi. (4)
peningkatan kuantitas kader yang tidak diimbangi dengan pengembangan kualitas kader. Akibatnya, organisasi hanya unggul didalam
jumlah tapi kurang dalam kualitas. (5) kurangnya pemahaman terhadap organisasi yang berimbas kepada kader yang bergerak secara
“buta”. Bergerak tanpa mengetahui secara mendalam dan komprehensif tujuan pergerakan. (6) kurangnya budaya membaca dan menulis
dikalangan kader IMM BUYA HAMKA, hal ini berimbas banyak pada kurangnya pula gagasan-gagasan intelektual kader. (7)
kurangnya koordinasi bidang di dalam komisariat IMM BUYA HAMKA. Hal ini dapat mengakibatkan kurang konsolidasi antar kader
dan kesalah pahaman antar kader. Selain itu dengan adanya kurang koordinasi tersebut dapat menyebabkan kesejangan atau kondisi jauh
antar satu kader dengan yang lain. (8) Politicalphobia atau enggan untuk menjamah dunia politik. Padahal salah satu hal yang menjadi
pembahasan dalam dunia pergerakan adalah dunia politik. Dan dengan keenggangan merambah dunia politik bagi sebagian kader bahkan
mayoritas kader IMM BUYA HAMKA akan menyebabkan kejomplangan di dalam siklus gerakan IMM itu sendiri. Selain itu akan
menyebabkan degradasi nilai-nilai yang ingin IMM perjuangkan, karena salah satu jalan untuk menuju nilai-nilai itu salah satu jalannya
adalah melalui jalan politik. (9) Kurangnya keinginan untuk mengeksplor. Maksudnya yaitu mengeksplor kemampuan yang ada di dalam
diri kader. Padahal kemampuan yang dimiliki oleh setiap kader begitu beragam. Sehingga dengan adanya hal tersebut akan menyebabkan
kemandegan atau kejumudan di dalam komisariat dengan merasa kekurangan kader yang berkompeten. (10) Kurangnya penanaman
ideologi didalam diri setiap kader sehingga menyebabkan kurangnya internalisasi tri kompetensi maupun trilogi yang ingin dicapai.

3. Peluang

Didalam pergerakannya, organisasi IMM BUYA HAMKA memiliki peluang . kekuatan yang telah dijelaskan diatas memiliki
relevansi terhadap peluang yang dimiliki oleh organisasi. Beberapa peluang pergerakan IMM BUYA HAMKA , yakni : (1) keberpihakan
birokrat kampus terhadap organisasi. Keberpihakan ini misalkan terlihat didalam kemudahan menggunakan fasilitas kampus untuk
menjalankan program kerja yang diadakan oleh organisasi. (2) Ikatan yang masih erat bersama senior-senior IMM terdahulu ini terlihat
dari sumbangsih-sumbangsih senior IMM BUYA HAMKA kepada organisasi baik moril maupun materil, gagasan maupun gerakan dan
keberpihakan kepada ikatan. (3) Creative Minority yang diadakan oleh Cabang Banyumas bisa menjadi sebuah wadah belajar untuk
kemudian kembali kepada komisariat mengimplementasikannya. Sebagai misal, kader komisariat yang telah belajar didalam Creative
minority Pelatihan Mubaligh Dasar bisa kembali kepada komisarat memberikan sumbangsihnya kepada komisariat. (4) Banyaknya
simpatisan terhadap IMM. Hal ini dapat menjadi angin segar bagi IMM, karena dengan adanya orang-orang yang simpati dengan IMM
akan membantu IMM dalam menjalankan gerak roda organisasinya. Selain itu dengan adanya simpatisan IMM ini akan menjaga ritme
alur jalan gerak IMM, IMM BUYA HAMKA khususnya. (5) Pemberdayaan kader didalam diaspora, sehingga tujuan yang ingin dicapai
didalam IMM sendiri mampu terealisasikan dengan bantuan
4. Ancaman/Tantangan
Adapun tantangan atau ancaman didalam perjalanan gerakan organisasi ialah : (1) Dikotomi aktivitas kader. Didalam menjalankan
seluruh program kerja organisasi, terkadang kader dibenturkan pada aktivitas-aktivitas diluar organisasi, terutama kegiatan kuliah. Meski
begitu, keberadaan student day bisa menjadi jalan untuk meminimalisir dikotomi ativitas organisasi dengan kampus. (2) keberadaan
kompetitor didalam lingkungan fakultas dan universitas. Kompetitor ini disatu pihak bisa menjadi sebuah tantangan namun bisa juga bisa
menjadi ancaman bagi organisasi. (3) Kurangnya pengontrolan komisariat terhadap kader diaspora. Hal ini bisa saja terjadi karena
kurangnya tanggung jawab yang diemban oleh penanggung jawab yang ditunjuk oleh komisariat untuk mengurusi hal tersebut. Atau
mungkin kesalahan dalam diri kader itu sendiri, yang merasa bahwa diaspora adalah satu-satunya tempat dia mengembangkan
kemampuan dirinya.

BAB II

A. Visi
“Internalisasi Nilai Trikompetensi Dasar dalam rangka Mewujudkan Gerakan Islam Profetik.”

Sebagai organisasi perkaderan, IMM memiliki landasan Tri Kompetensi Dasar yang seharusnya menjadi landasan pacu bagi kader
untuk menempa diri menjadi pemimpin yang berkualitas. Nilai-nilai sebagaimana yang dimaksud adalah : (1) Religiusitas : aqhlakul
karimah, amar makruf nahi mungkar, ibadah, sidiq, amanah dan tawakkal. (2) Intelektualitas : Cerdas, wawasan luas, logis, kritis,
inovatif dan kreatif). (3) Humanitas : Peka, solidaritas tinggi, empati, peduli, royal, lebih mengutamakan kepentingan bersama.

Proses Internalisasi sebagaimana yang tertuang dalam Visi, merupakan proses penanaman ideologi (ideologisasi). Puspita sari (2014)
mengartikan internalisasi sebagai proses penanaman sikap sesorang kedalam diri sendiri melalui sebuah pembinaan.
Dalam visi telah dinyatakan bahwa profetik sebagai tujuan berlabuh IMM BUYA HAMKA dalam jangka waktu yang panjang. Secara
bahasa, profetik berasal dari bahasa inggris, prophetical yang mempunyai makna kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi.
Kuntowijoyo (2001:357) menerjemahkan profetik melalui tiga muatan ilmu-ilmu sosial yakni humanisme, liberasi, dan transedensi.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam langkah geraknya, kader IMM BUYA HAMKA melalui nilai tri kompetensi dasar
diharapkan mampu menjelma dan memiliki paradigma profetik. Sebagaimana yang kita maklum, nabi tidak hanya mengajarkan
persoalan agama saja, namun lebih daripada itu Nabi telah mengajarkan ummatnya untuk hadir ditengah-tengah masyarakat untuk
mengubah status quo menjadi sebuah visi pembaruan, keluar dari kegelapan menuju cahaya yang mencerahkan.
B. Misi
1. Menjadikan visi sebagai isu organisasi.
2. Optimalisasi integrasi antar bidang.
3. Optimalisasi proses perkaderan yang terintegrasi
4. Optimalisasi implementasi nilai-nilai islam dalam keseharian diri kader.
5. Menggalakkan creative minority sebagai penanaman nilai trikompetensi dasar bagi kader
C. Strategi
Strategi sebagaimana yang akan dijelaskan dibawah ini merupakan langkah umum yang digunakan dalam rangka pencapaian Visi.
Agar memudahkan dalam memahami strategi yang dijelaskan. Berikut ialah bagan strategi :
perkaderan

visi misi ilmu arah Sasaran

aksi
utama khusus

Visi sebagaimana yang termaktub diatas ialah pandangan atau wawasan ke depan (KBBI). Menurut Wibisono (2006: 43), visi adalah
serangkaian kata-kata bahkan rangkaian kalimat mengungkapkan impian, cita-cita, rencana, harapan sebuah perkumpulan,
perusahaan, organisasi yang ingin dicapai di masa mendatang.

Sedangkan Misi merupakan Kumpulan Pernyataan yang mencerminkan hal-hal yang tengah atau hendak di jadikan atau mau di capai
dalam waktu dekat.(Arman:2008) Dalam hal ini, misi ialah langkah umum mencapai visi.

Dalam rangka menerjemahkan visi dan misi maka strategi dibagi dalam tiga garis besar yang selanjutnya akan diterjemahkan lebih
konkret. Ketiga strategi ini ialah strategi perkaderan, ilmu serta aksi.

Strategi perkaderan (Soon)

Perkaderan merupakan sistem ideologisasi kader IMM BUYA HAMKA. Visi yang sebagaimana diterangkan diatas akan diwujudkan
melalui pondasi ideologisasi. Ideologisasi adalah upaya menanamkan nilai tri kompetensi dasar dalam diri kader. Digunakannya strategi
perkaderan ini, supaya terciptanya sumber daya manusia (kader) yang memiliki kapasitas dan kapabilitas akademik yang memadai sesuai
dengan perkembangan dan tuntutan zaman, yang memiliki akhlak karimah serta bertanggung jawab, dan memiliki komitmen dan
kompetensi perjuangan amar ma’ruf nahi munkar. Jenjang perkaderan juga perlu untuk di terapkan di tingkat komisariat, belajar dari
pengalaman lalu ketika kader sudah menjadi pimpinan baik setelah dua tahun mengenyam perkaderan atau bahkan baru satu tahun kader
hanya disibukan oleh mengagendakan agenda perkaderan. Padahal sebagai kader IMM yang nantinya harus siap dipanahkan ke
masyarakat, kader diharuskan dimatangkan terlebih dahulu di dalam diri komisariat, maka dari itu kita membagi jenjang perkaderan
menjadi tiga jenjang tahapan di komisariat.

- Tahun pertama kader diarahkan kepada ideologisasi yang ditandai dengan mengikuti perkaderan pertama.
- Tahun kedua kader diarahkan kepada pendalaman wacana keilmuan agar proses ideologisasi di tahun pertama tidak bersifat doktriner
dan juga memperluas khazanah keilmuan kader.
- Tahun ketiga kader diarahkan kepada implementasi atau pengabdian terhadap apa yang telah diideologisasi dan didalami pada fase-
fase sebelumnya.

Strategi Ilmu (Soon)

IMM sebagai mahasiswa Islam tidak akan bisa terlepas dari tanggung jawabnya terhadap intelektualitasnya dengan menjadikannya akar
rumput (root grass) sebagai basis gerakan keilmuannya. Maka daripada itu gerakan creative monority diharapkan dapat menjawab
tanggung jawab intelektual tersebut. Creative monority dapat dilakukan dengan gerakan membaca, diskusi, dan menulis bagi kader.

- Gerakan membaca: menggalakkan atau memasifkan gerakan membaca bagi kader-kader IMM mengenai Islam klasik, Islam
kontemporer, pemikiran Barat kontemporer, serta yang sejalan dengan wacana keilmuan IMM BUYA HAMKA.
- Gerakan diskusi: mendiskusikan hal-hal apa yang sudah menjadi bahan bacaan kader sebelumnya, dan gagasan yang baru akan
muncul melalui proses dialektika. Selain itu diskusi juga membahas terkait dengan isu atau masalah kontemporer yang ada di
kalangan kader. Dan diskusi ini juga melatih daya analisis terkait isu dan masalah yang ada.
- Gerakan menulis: setelah melakukan diskusi maka muncul gagasan, kemudian gagasan tersebut dituliskan agar tulisan tersebut
dapat dibaca dan dikonsumsi oleh kader-kader yang lain. Dari situ akan muncul kritik terkait tulisan tersebut sehingga akan memicu
munculnya tulisan-tulisan yang lebih baik lagi. Hal ini bertujuan untuk terbantuknya budaya menuliskan gagasan dari diskusi, yang
mana harapannya tulisan-tulisan kader dapat berkembang lebih baik lagi

Strategi aksi gerakan islam profetik (Soon)

Strategi Aksi merupakan aktualisasi dari apa yang telah di wacanakan oleh IMM. Gerakan islam profetik merupakan manifestasi
dari apa yang telah digagas oleh Kuntowijoyo. Kuntowijoyo melandaskan gerakan profetik kepada ayat 110 dalam surat Ali Imron. Ayat
tersebut mengandung tiga landasan dalam bergerak yaitu Humanisasi, Liberasi dan Transendensi. Humanisasi yang berarti
memanusiakan manusia atau mengembalikan manusia kepada fitrahnya sebagai kholifatullah fil ardl. Liberasi yang bermakna
membebaskan manusia dari belenggu yang menjeratnya dan membuat ia terbelunggu semacam kemiskinan, kebodohan, ketertindasan
dll. Transendensi merupakan “ruh” dari dua pilar diatas, tanda adanya Tuhan dan kekuasaan Tuhan didalam kehidupan kita.

Strategi aksi kami bagi menjadi 2 jenis :

a. Mikro
Merupakan ladang bergerak di masyarakat terkecil disekitar kita yaitu lingkup fakultas dan atau kampus. Sebagai organisasi
kemahasiswaan, peran kader IMM BUYA HAMKA seharusnya strategis didalam fakultas dan kampus. Strategi diaspora
(pendelegasian kader ke lembaga-lembaga fakultas) dapat menjadi jembatan bagi penguatan peran strategis kader.
b. Makro
Merupakan sebuah tanggung jawab terhadap masyarakat yang lebih luas. Gerakan ini kami fokuskan memalui Program Desa Binaan
yang harapannya mampu menjadi desa yang sesuai dengan tujuan Muhammadiyah yaitu menjadi msyarakat islam yang sebenar-
benarnya sehingga terwujud Baldatun Thoyyibatun wa robbun ghofur.

Strategi Diaspora (Soon)


Sasaran Umum (Soon)

Sasaran umum merupakan upaya untuk mewujudkan visi sehingga dapat terwujud dalam 5 periode Muskom yang akan datang.
Sasaran umum juga merupakan rancangan jangka pajang yang harapannya menjadi acuan sekaligus arah dalam bergerak setiap
periode Muskom:

a. Musykom MMXXI (2021)


Perancangan cita-cita 5 periode Musykom yang akan datang dengan diawali penguatan pemahaman kader terhadap orientasi
gerakan (profetik), hal ini merupakan pijakan awal menuju pencapaian tujuan organisasi. Dalam periode ini, kader diharapkan
telah kuat dalam hal landasan tri kompetensi dasar serta orientasi gerakan profetik.
b. Musykom MMXXII (2022)
Diarahkan pada optimalisasi peran IMM BUYA HAMKA dalam lingkup mikro. Mikro disini diartikan sebagai peran IMM
BUYA HAMKA didalam Fakultas dan Kampus.
c. Musykom MMXXIII (2023)
Optimalisasi peran IMM BUYA HAMKA secara makro dengan mengadakan dan menyempurnakan desa binaan.
d. Musykom MMXXIV (2024)
Diarahkan pada kepekaan sosial, maksudnya tanggap dalam menelaah isu-isu yang terjadi didalam masyarakat. Pada periode ini,
kader diarahkan mampu untuk menumbuh dan mengembangkan kesadaran transformatif.
e. Musykom MMXXV (2025)
Menegaskan peran IMM BUYA HAMKA kepada Mahasiswa serta masyarakat dengan menggunakan indikator profetik sebagai
landasan gerakan.
BAB III
PENUTUP

Grand design ini disusun untuk menjadi acuan gerakan Ikatan dalam menjalankan organisasi. Grand design ini merupakan navigasi
penunjuk arah serta sebagai rel ikatan agar berjalan sesuai dengan jalurnya dalam upaya mencapai tujuan ikatan. Maksud dengan adanya Grand
design ini sebagai upaya untuk mendukung percepatan pelaksanaan program dan agenda organisasi guna menjapai tujuan terbentuknya
intelektual muslim yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.

Daftar Pustaka
kuntowijoyo. (2001). Muslim Tanpa Masjid. Bandung: mizan.

kuntowijoyo. (2006). Islam Sebagai Ilmu. Yogyakarta.


wibisono, d. (2006). manajemen kerja, konsep, desain, dan teknik meningkatkan daya saing perusahaan. erlangga.

Anda mungkin juga menyukai