Andi Prastowo
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
anditarbiyah@gmail.com
Abstract: Curriculum change is a necessity for education is not anti-reality. The curriculum of Pancasila and
Civic Education for Primary Schools and Islamic Primary Schools in Indonesia is also changing along with the
change of curriculum policy of 2013 which replaces 2006 Curriculum. This change is done to improve the
quality of education in Indonesia. However, as the implementation of Curriculum 2013 there are still many
moral and legal issues in the environment of children and students who do not go away. Departing from that
problem, this research seeks to reveal how the curriculum changes Pancasila and Civic Education for
Elementary School and Islamic Primary School. By using literature study, the findings of this research
succeeded in revealing that the change of curriculum of Educational and Civic Education for Elementary
School and Islamic Primary Schools was substantially covering four aspects, namely objectives, content or
materials, strategies or methods, and evaluation of learning.
Keywords:Curriculum Changes, Civic Education, Pancasila Education, Elementary School, Islamic Primary
Schools
Abstrak: Perubahan kurikulum adalah sebuah keniscayaan agar pendidikan tidak anti realitas. Kurikulum
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidiayah di Indonesia juga
mengalami perubahan seiring dengan perubahan kebijakan kurikulum 2013 yang menggantikan Kurikulum
2006. Perubahan ini dilakukan agar terjadi perbaikan mutu pendidikan di Indonesia. Namun, seiring
pelaksanaan Kurikulum 2013 masih saja terjadi berbagai persoalan moral dan hukum di lingkungan anak dan
pelajar yang tidak kunjung surut. Berangkat dari persoalan itulah, penelitian ini berupaya untuk mengungkap
bagaimana perubahan kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk Sekolah dasar dan
Madrasah Ibtidaiyah. Dengan menggunakan studi kepustakaan, temuan penelitian ini berhasil mengungkapkan
bahwa perubahan kurikulum PPKn untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah ternyata substansial
mencakup empat aspek yaitu tujuan, isi atau materi, strategi atau metode, dan evaluasi pembelajarannya.
36
Andi Prastowo: Perubahan Kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan... 37
mencapai tujuan pendidikan tertentu psikis dalam rentang satu dekade terakhir,
(Presiden Republik Indonesia, 2003), khususnya tahun 2011-2016, yang cenderung
perluterus dilakukan penyelarasan dan meningkat (KPAI, 2016) maka efektivitas
adaptasi. Penyelarasan dan adaptasi kurikulum di sekolah dasar dan madrasah
disesuaikan perubahan politik, ekonomi, ibtidaiyah (SD/MI) dalam mendidik anak agar
sosial, budaya dan ilmu pengetahuan dan menjadi individu yang bermoral,
teknologi secara periodik dan berkelanjutan. bertanggungjawab, dan menjadi warga negara
Ini artinya, kurikulum dalam suatu lembaga yang taat hukum semakin dipertanyakan
pendidikan menjadi sesuatu yang dinamis, efektivitasnya. Lebih khusus lagi yaitu
bukan statis. kurikulum mata pelajaran Pancasila dan
Selaras penjelasan Hamalik bahwa Kewarganegaraan (PKn) belum berperan
perubahan kurikulum dipengaruhi oleh secara optimal. Asumsi ini didasarkan pada
beberapa faktor yaitu: pertama, tujuan pandangan Susanto (2013) bahwa
filsafat pendidikan nasional yang dijadikan pembelajaran PKn di Sekolah
sebagai dasar untuk merumuskan tujuan Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dimaksudkan
institusional yang pada gilirannya menjadi untuk membantu peserta didik agar dapat
landasan merumuskan tujuan kurikulum suatu membentuk manusia Indonesia seutuhnya
satuan pendidikan; kedua, sosial budaya yang dalam pembentukan karakter bangsa yang
berlaku dalam kehidupan masyarakat; ketiga, diharapkan mengarah pada penciptaan suatu
keadaan lingkungan (interpersonal, kultural, masyarakat yang menempatkan demokrasi
biokologi, geokologi); keempat, kebutuhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
pembangunan politik, ekonomi, sosial, yang berlandaskan pada Pancasila, UUD, dan
budaya, dan perhanan keamanan; dan kelima, norma-norma yang berlaku di masyarakat
perkembangan ilmu pengetahuan dan yang diselenggarakan selama enam tahun.
teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan Berbagai upaya perbaikan mutu
kemanusiaan serta budaya bangsa (Hidayat, pendidikan di Indonesia selama ini, salah
2013). satunya melalui pengembangan kurikulum
Kurikulum mempunyai kedudukan baru, yang dilakukan secara periodik
sentral dan strategis dalam seluruh proses (Surakhmad, 2009) pada pendidikan dasar
pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala dan menengah (sekolah dan madrasah)
bentuk aktivitas pendidikan untuk tercapainya sesungguhnya merupakan sebuah pilihan
tujuan pendidikan. Kurikulum sekolah dan yang sangat tepat. Seperti diungkapkan
madrasah merupakan instrumen strategis Suryadi (dalam Tim PGRI, 2014) bahwa
untuk pengembangan manusia yang sebagai investasi publik, pendidikan dasar
berkualitas baik jangka pendek maupun adalah yang paling menguntungkan (Internal
jangka panjang. Kurikulum sekolah dan Rate of Return atau IRR, 25-30%)
madrasah juga memiliki koherensi yang amat dibandingkan pendidikan tinggi (IRR, antara
dekat dengan upaya pencapaian tujuan 10-15%). Pendidikan tinggi memang
sekolah atau madrasah dan tujuan pendidikan merupakan investasi yang menguntungkan,
nasional. Oleh karena itu, perubahan dan tetapi hanya untuk orang per orang (private
pembaharuan kurikulum harus menyesuaikan rate of return, 15-20%). Bahkan dalam
dengan kebutuhan dan perkembangan analisis Sakernas tahun 2011, Suryadi juga
masyarakat serta perkembangan kemajuan mengungkapkan bahwa terdapat gejala yang
ilmu pengetahuan dan teknologi (Hidayat, konsisten bahwa semakin tinggi pendidikan
2013). semakin besar persentase lulusan yang
Jika melihat fenomena peningkatan menganggur. Persentase penganggur lulusan
jumlah kasus kenakalan atau kasus hukum pendidikan dasar yaitu SD 1-3%, SMP 5-6%,
yang terjadi pada anak atau pelajar di sekolah menengah 14% dan pendidikan tinggi
Indonesia, seperti tawuran, kekerasan pelajar 13%. Sedangkan perluasan SMK sebagai
di sekolah, kekerasan seksual online, pendidikan persiapan kerja justru
narkotika, pornografi, kekerasan fisik maupun menghasilkan lulusan penganggur dengan
38 Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, Volume VIII Edisi 01 2018, hlm 36-52
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, mendorong sekolah untuk melakukan
semangat kebangsaan, cinta tanah air, pengambilan keputusan secara partisipatif
menghargai prestasi, bersahabat atau dalam pengembangan kurikulum, dan secara
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, khusus (Suwignyo dalam Indratno (ed.),
peduli lingkungan, peduli sosial, dan 2008), adalah pertama: untuk meningkatkan
tanggungjawab (Pusat Kurikulum Badan mutu pendidikan melalui kemandirian dan
Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas, inisiatif sekolah dalam mengembangkan
2011). kurikulum, mengelola dan memberdayakan
Adapun sejumlah kebijakan yang sumberdaya yang tersedia; kedua,
menjadi landasan pengembangan KTSP yaitu meningkatkan kepedulian warga sekolah dan
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, masyarakat dalam pengembangan kurikulum
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 melalui pengambilan keputusan bersama, dan
tentang Standar Nasional Pendidikan, ketiga, meningkatkan kompetisi yang sehat
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tenang antar satuan pendidikan tentang kualitas
Standar Isi, Permendiknas No. 23 Tahun 2006 pendidikan yang akan dicapai.
tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan Meskipun demikian, ternyata muncul
Permendiknas No. 24 tahun 2006 tentang sejumlah persoalan dalam penerapan KTSP di
Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23 sekolah dan madrasah. Berikut ini Suwignyo
tersebut (Suwignyo dalam Indratno (Ed.), (dalam Indratno (ed.), 2008) merangkum dari
2008). berbagai sumber sejumlah persoalan teknis
Beberapa penyempurnaan yang dalam praktik KTSP di lapangan, yaitu:
dilakukan BSNP terhadap kurikulum pertama, kesiapan guru masih kurang
sebelumnya dalam KTSP yaitu: pertama, sehingga justru kebingungan ketika harus
pengurangan beban belajar kurang lebih 10%, mempraktikkan KTSP, kedua, KTSP
dan kedua, penyederhanaan kerangka dasar dipandang membebani guru, ketiga, KTSP
dan struktur kurikulum (Suwignyo dalam juga dinilai ambigu karena disatu sisi
Indratno (Ed.), 2008). Sementara itu, Sholeh menekankan proses pembelajaran kreatif,
Hidayat menyatakan bahwa perbedaan tetapi evaluasinya melalui Ujian Nasional
mendasar KTSP dengan kurikulum tetap menitikberatkan hasil. Sedangkan
sebelumnya (KBK versi 2002 dan 2004) yaitu persoalan substansial dalam penerapan KTSP,
sekolah dan madrasah diberi kewenangan yaitu: penjabaran standar kompetensi ke
penuh menyusun rencana pendidikannya kompetensi dasar tidak selalu dilandasi
dengan mengacu pada standar-standar yang pemikiran mendalam.
telah ditetapkan, mulai dari tujua, visi-misi, Sebagai contoh, untuk pelajaran PPKn
struktur dan muatan kuriklum, beban belajar, SD kelas 1 semester 1 pertemuan pertama,
kalender pendidikan, hingga pengembangan standar kompetensi dirumuskan: “menerapkan
silabusnya (Hidayat, 2014). Sementara itu, hidup rukun dalam perbedaan”. Kompetensi
Agus Suwignyo (dalam Indratno (ed.), 2008) dasarnya: “menjelaskan perbedaan jenis
mengidentifikasi bahwa perbedaan KTSP kelamin, agama, dan suku bangsa”. Dalam
dengan KBK yaitu kalau KTSP mengatur silabus yang dikembangkan guru di sebuah
distribusi pembelajaran kepada sekolah dan SD dituliskan, sebagai kegiatan inti, peserta
guru, sedangkan KBK memandu arah atau didik diminta memperkenalkan diri dengan
orientasi akhir pembelajaran. Jadi KTSP dan menyebutkan jenis kelamin, agama dan suku
KBK justru saling melengkapi. bangsanya. Kemudian, peserta didik
Di samping itu, urgensi implementasi melakukan diskusi kelompok tentang
KTSP di setiap satuan pendidikan juga perbedaan jenis kelamin, agama dan suku
didasarkan pada sejumlah tujuan yang sangat bangsa yang ada di dalam kelas. Contoh
positif dari KTSP, yaitu: secara umum, untuk kasus trsebut memunculkan pertanyaan.
memandirikan dan memberdayakan satuan Sementara jenis kelamin dan etnisitas
pendidikan melalui pemberian kewenangan merupakan identitas bawaan-lahir (in-born),
(otonomi) kepada lembaga pendidikan dan apakah agama juga demikian? Itulah
40 Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, Volume VIII Edisi 01 2018, hlm 36-52
persoalan yang substansial menurut Suwignyo sedikit yang selalu bingung dan bingung dan
(dalam Indratno (ed.), 2008). akhirnya tidak berbuat apa-apa.
Persoalan lain dalam penerapan KTSP Di samping itu, berdasarkan hasil
yang berhasil diamati oleh J.C. Tukiman telaah pemerintah terhadap implementasi
Taruna (2008:65), yaitu: para guru “sibuk” KTSP ditemukan adanya beberapa
bergelut dengan KTSP. Ada yang jatuh kesenjangan dalam kurikulum tersebut.
bangun menyusun atau mengembangkan Sejalan dengan perkembangan ilmu
sendiri setelah membaca berbagai sumber, ada pengetahuan teknologi dan seni yang
yang sibuk bertanya ke berbagai sumber, berlangsung cepat dalam era global dewasa
tidak kurang yang sekadar menunggu ini, dapat diidentifikasi beberapa kesenjangan
perkembangan dalam arti nanti tinggal kurikulum tersebut sebagai berikut (Mulyasa,
mencontoh saja (copy-paste), pun tidak 2013)
Gambar 1.
Strategi Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013
(Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Kemendikbud, 2013)
dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan dari kebijakan baru Menteri Pendidikan
Kemendikbud, 2013) dan Kebudayaan yang menyatakan
Berdasarkan uraian di atas dapat membatasi pelaksanakan Kurikulum 2013
ditarik pemahaman bahwa pengembangan maka Menteri Agama pun mengeluarkan
Kurikulum 2013 masih merupakan PMA No. 207 Tahun 2014 tertanggal 31
kelanjutan dari kurikulum berbasis Desember 2014 yang isinya menghentikan
kompetensi. Kurikulum 2013 penerapan Kurikulum 2013 pada mata
dikembangan dengan landasan filosofis pelajaran umum dan terus melanjutkan
eksperimentalisme dan rekonstruksio- Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran
nisme. Sedangkan teori pendidikan Pendidikan Agama Islam.
berdasarkan standar dan teori kurikulum Pembatasan implementasi Kuriku-
berdasarkan standar adalah basis lum 2013 di sekolah dan madrasah tersebut
teoritisnya. Selanjutnya, sebagai landasan tidaklah hanya karena persoalan politis,
yuridis yaitu UUD 1945, UU No. 17 yaitu pergantian orang nomor 1 di
Tahun 2005, PP No. 19 Tahun 2005 yang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
kemudian diubah menjadi PP No. 32 tetapi juga tampaknya karenaadanya
Tahun 2013. Implementasi Kurikulum berbagai persoalan dan kontroversi yang
2013 dilakukan dengan cara bertahap, menyelimuti proses pengembangan
dimulai dari kelas dan sekolah tertentu maupun implementasi Kurikulum 2013.
pada tahun pertama (2013) hingga pada Untuk lebih jelasnya tentang bagaimana
tahap ketiga yaitu pada Juli 2015 persoalan dan kontroversi yang terjadi di
semestinya semua tingkat dan sekolah masyarakat sehingga kemudian kurikulum
sudah melaksanakannya. Sedangkan yang baru berumur 3 semester tersebut
untuk madrasah, pelaksanaannya baru harus dihentikan “sementara” pada akhir
dimulai tahun pelajaran 2014/2015. tahun 2014 dapat ditemukan jawabannya
Namun, dalam prakteknya ternyata pada pembahasan segmen berikutnya.
rancangan tersebut tidak dapat terlaksana
sebagaimana yang diharapkan. Ketika peta Perubahan Kurikulum PPKn antara
perpolitikan nasional mengalami KTSP dan Kurikulum 2013
perubahan drastis pada tahun 2014 Ada hal yang menarik dalam
tepatnya setelah pesta demokrasi, pemilu, perubahan kurikulum pendidikan dasar dan
dan pemilihan presiden serta wakil menengah, dari Kurikulum 2006 (KTSP)
presiden, kurikulum 2013 pun akhirnya menunju Kurikulum 2013. Salah satunya
harus ikut terkena imbasnya. Setelah yaitu terjadi pada kurikulum mata
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang pelajaran Pendidikan Pancasila dan
lama, Muhammad Nuh, diganti dengan Kewarganegaraan. Ada 4 aspek yang
Mendikbud yang baru, Anis Baswedan, menjadi fokus analisis perubahan
pada akhir tahun 2014 implementasi kurikulum PPKn antara KTSP dan
Kurikulum 2013 dihentikan sementara Kurikulum 2013, yaitu: tujuan pembela-
perluasan implementasinya. Dengan jaran, isi atau materi pembelajaran, strategi
keluarnya Permendikbud RI No. 160 atau metode, dan evaluasi pembelajaran.
Tahun 2014 maka implementasi Penjelasan selengkapnya untuk empat
Kurikulum 2013 hanya dibatasi (selambat- fokus kajian tersebut disajikan berikut ini.
lambatnya sampai tahun 2019) untuk Pertama, tujuan pembelajaran.
sekolah yang sudah melaksanakan Tujuan pembelajaran PPKn dalam
Kurikulum 2013 selama 3 semester, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
adapun bagi yang baru 1 semester harus dikembangkan dengan mengacuStandar
kembali menggunakan Kurikulum Tingkat Kompetensi Lulusan (SKL) Satuan
Satuan Pendidikan. Sementara itu, dalam Pendidikan, Standar Kompetensi
konteks kurikulum di madrasah, merujuk Kelompok Mata Pelajaran, sekaligus
Andi Prastowo: Perubahan Kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan... 45
No. 23 Tahun 2006 (Menteri Pendidikan 2006, kegiatan tatap muka per satu jam
Nasional, 2006) mencakup beberapa aspek pembelajarannya berlangsung selama 35
sebagai berikut: (a) Persatuan dan menit. Untuk PPKn SD/MI, beban
Kesatuan bangsa, (b) Norma, hukum dan belajarnya sebesar 2 jam pelajaran per
peraturan, (c) Hak asasi manusia , (d) minggu melalui sistem tatap muka.
Kebutuhan warga negara, (e) Konstitusi Sementara itu, melalui penugasan
Negara, (f) Kekuasan dan Politik, (g) terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
Pancasila, dan (h) Globalisasi. terstruktur maksimum 40% dari jumlah
Sementara itu, ruang lingkup waktu kegiatan tatap muka. Di samping
materi PPKn SD/MI dalam Kurikulum itu, mata pelajaran PPKn SD/MI untuk
2013 merujuk Permendikbud No. 21 kelas I sampai kelas III dibelajarkan
Tahun 2016, yaitu secara garis besar dengan pendekatan tematik sedangkan
mencakup: (a) Kandungan moral untuk kelas IV sampai kelas VI
Pancasila dalam Lambang Negara; (b) menggunakan pendekatan mata pelajaran
Bentuk dan tujuan norma/kaidah dalam (Menteri Pendidikan Nasional, 2006).
masyarakat; (c) Semangat kebersamaan Adapun pembelajaran PPKn SD/MI
dalam keberagaman; (d) Persatuan dan pada Kurikulum 2013 mengacu
kesatuan bangsa, (e) Makna simbol-simbol Permendikbud No. 22 Tahun 2016
Pancasila dan lambang negara Indonesia; dilaksanakan dengan beban belajar yaitu
(f) Hak, kewajiban, dan tanggung jawab per jam pelajarannya berlangsung selama
warganegara; (g) Makna keberagaman 35 menit. Dijelaskan pula dalam
personal, sosial, dan kultural; (h) Moralitas Permendikbud No. 57 Tahun 2014, beban
sosial dan politik warga negara/ pejabat belajar PPKn SD/MI meliputi tatap muka,
negara, dan tokoh masyarakat; dan (i) tugas terstruktur, dan tugas mandiri. Total
Moralitas terpuji dalam kehidupan sehari- dalam satu minggu beban belajar PPKn
hari. SD/MI sebesar 2 jam pelajaran.
Dari uraian tersebut, perubahan Pembelajaran PPKn SD/MI pada
ruang lingkup materi PPKn SD/MI dalam Kurikulum 2013 dilaksanakan dengan
Kurikulum 2013 pada dasarnya terletak pembelajaran tematik terpadu dengan
pada semakin sederhananya materi yang pendekatan intradisipliner, multidisipliner,
harus dikuasai oleh peserta didik. Oleh dan transdisipliner. Sementara itu, tema-
karena, semua materi yang harus dikuasai tema yang digunakan untuk mengikat
oleh peserta didik pada Kurikulum 2013 berbagai KD dari berbagai mata pelajaran,
hanya merupakan sebagian dari materi termasuk PPKn, telah ditentukan oleh
PPKn yang harus dikuasai oleh peserta Pemerintah (Menteri Pendidikan dan
didik SD/MI pada KTSP. Adapun materi Kebudayaan, 2014).
PPKn SD/MI pada KTSP yang tidak lagi Berdasarkan uraian tersebut dapat
dibelajarkan yaitu: aspek hak asasi dipahami bahwa perubahan strategi atau
manusia, aspek konstitusi negara, dan metode pembelajaran PPKn SD/MI pada
aspek globalisasi. Kurikulum 2013, yaitu terletak pada
Ketiga, strategi atau metode. penekanan penggunaan pembelajaran
Pembelajaran PPKn SD/MI pada KTSP tematik yang lebih spesifik dan
dilaksanakan dengan beban belajar yang operasional serta menyeluruh. Jika
dirumuskan dalam bentuk satuan waktu pembelajaran PPKn SD/MI pada KTSP
yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk hanya menyebutkan bahwa pembelajaran
mengikuti program pembelajaran melalui semua mata pelajaran di kelas I sampai
sistem tatap muka, penugasan terstruktur, kelas III dilakukan dengan pendekatan
dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. tematik, namun tidak jelas dan tidak
Merujuk Permendiknas No. 22 Tahun operasional bentuk pendekatan
48 Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, Volume VIII Edisi 01 2018, hlm 36-52