Anda di halaman 1dari 7

KONSTRIBUSI PROGRESIVISME DALAM IMPLEMENTASI

KURIKULUM 2013

Nurul Fajariyaha, 2Ahmad Sudi Pratiknoa


1

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Trunojoyo
Madura, Kamal 69162, Bangkalan, Jawa Timur, Indonesia
1
Email (180611100125@student.trunojoyo.ac.id), 2Email (ahmad.pratikno@trunojoyo.ac.id)

Abstrak

Kurikulum merupakan sebuah rencana yang terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar bagi
siswa dibawah naungan sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan. Kurikulum dapat
mengalami perubahan sebagai dampak perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan yang terus berubah.
Tentunya perubahan kurikulum harus disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan di masyarakat. Kurikulum
2013 merupakan pembaharuan sistem yang menitikberatkan pada pengembangan potensi yang dimiliki
peserta didik. Kurikulum 2013 diharapkan dapat mengubah kegiatan pembelajaran yang sebelumnya guru
menjadi tokoh sentral dalam pembelajaran ke arah sistem yang lebih maju, yaitu dengan menjadikan peserta
didik sebagai tokoh sentral dan guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan
filosofis pendidikan progresivisme yang mendukung adanya pelaksanaan pendidikan yang berpusat pada
siswa untuk mengembangkan berbagai kemampuan yang ada dalam dirinya sebagai bekal hidup untuk
menghadapi tantangan dimasa yang akan datang. Melihat keterkaitan antara kurikulum 2013 dengan filsafat
pendidikan progresivisme, maka artikel penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstribusi progresivisme
dalam implementasi kurikulum 2013, dimana pada penelitian ini memfokuskan pada tiga hal berikut: konsep
dasar kurikulum 2013, filsafat pendidikan progresivisme, dan sumbangsih progresivisme dalam
implementasi kurikulum 2013.

Kata Kunci: Kurikulum 2013, Implementasi Kurikulum, Progresivisme

Abstract

The curriculum is an organized plan to create a learning experience for students under the auspices of a
school or educational institution to achieve a goal. The curriculum can experience changes as a result of the
development of the times and science that continues to change. curriculum changes must be adapted to the
needs and needs of the community. The 2013 curriculum is a system that focuses on developing the potential
of students. The 2013 curriculum is expected to change the center of learning activities that were previously
teachers into leaders in learning towards a more advanced system, namely by making students as leaders
and teachers as facilitators in learning activities. This is in line with the philosophy of progressive education
which supports the implementation of student-centered education to develop various abilities that exist
within him as a provision for life to face challenges in the future. The relationship between the 2013
curriculum and the philosophy of progressivism education, this research article aims to determine the
contribution of progressivism in the implementation of the 2013 curriculum, where this research focuses on
the following three things: the basic concepts of the 2013 curriculum, the philosophy of progressivism
education, and the contribution of progressivism in the implementation of the 2013 curriculum.

Keywords: 2013 Curriculum, Implementation curriculum, Progressivism

PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan sebuah rencana yang terorganisir untuk mencipatakan suatu
pengalaman belajar bagi siswa dibawah naungan sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai
suatu tujuan. Kurikulum dapat dikatakan efektif apabila kurikulum tersebut dapat menyiapkan
lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dalam masyarakat. Melihat dari sejarah
perkembangan kurikulum di Indonesia, kurikulum telah banyak mengalami perubahan. Mulai dari
Kurikulum rencana pelajaran tahun 1947 hingga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada
tahun 2004, yang kemudian disempurnakan lagi menjadi Kurikulum 2006, hingga terakhir
kurikulum 2013. Perubahan tersebut terjadi, tentunya karena adanya perbaikan baik dari segi
1
orientasinya, pendekatan, maupun filosofinya. Adanya perubahan/perbaikan dalam suatu kurikulum
merupakan hal yang wajar jika mengingat salah satu prinsip dari kurikulum yakni relevansi. Adanya
prinsip tersebut membuat kurikulum mamiliki sifat dinamis, artinya kurikulum harus menyesuaikan
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Peran kurikulum sangat menentukan perkembangan pendidikan. karena kurikulm sendiri
merupakan jantung dari pendidikan nasional. Hermawan dan Cynthia (dalam Junaidi dan
Komalasari, 2019, hlm.138) mengemukakan bahwa kurikulum berperan dalam pencapaian tujuan
pendidikan, diantaranya yaitu: (1) peran konservatif, (2) kreatif, (3) kritis, dan (4) evaluatif. Sejalan
dengan itu, menurut Triwiyanto (dalam Junaidi dan Komalasari, 2019, hlm.38) kurikulum dan
pembelajaran berpusat untuk mengembangkan potensi peserta didik yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan lingkungan di sekitar peserta didik. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nasution
(dalam Junaidi dan Komalasari, 2019, hlm.138) yang mengatakan bahwa setiap kurikulum pada
dasarnya merupakan cerminan keinginan, cita-cita, tuntutan, dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum
yang telah dikembangkan tentunya diharapkan dapat diimplementasikan dengan baik oleh para
pelaku pendidikan, khususnya guru. Kurikulum yang terus mengalami perkembangan diharapkan
dapat diwujudkan secara efektif dalam proses pembelajaran. Perkembangan kurikulum pendidikan
di Indonesia tentunya didasarkan pada penyempurnaan kurikulum sebelumnya. Demikian pula
dengan kurikulum 2013 yang juga disinkronkan dengan kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2013
memiliki landasan filosofis yang mengadopsi filosofis asing yang biasa disebut dengan elektrik
inklusif yang kemudian diselaraskan dengan sistem pendidikan di Indonesia.
Landasan filosofis yang digunakan untuk merancang suatu kurikulum berperan penting dalam
menentukan tujuan pendidikan. Kurikulum 2013 sendiri merupakan pembaharuan sistem yang
menitikberatkan pada pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik. Kurikulum 2013
diharapkan dapat mengubah kegiatan pembelajaran yang sebelumnya dimana guru menjadi tokoh
sentral dalam pembelajaran ke arah sistem yang lebih maju, yaitu menjadikan peserta didik sebagai
tokoh sentral dan guru sebagai fasiltator dalam kegiatan pembelajaran (Rachmawati, 2019, hlm.3).
Hal ini sejalan dengan filosifis pendidikan progresivisme yang mendukung adanya pelaksanaan
pendidikan yang berpusat pada siswa untuk mengembangkan berbagai kemampuan yang ada dalam
dirinya sebagai bekal hidup untuk menghadapi tantangan dimasa yang akan datang (Rachmawati,
2019, hlm.2). Melihat adanya keterkaitan antara implementasi kurikulum 2013 dengan aliran
progresivisme pada filsafat pendidikan, maka penelitian ini penting untuk mengetahui konstribusi
progresivisme pada implementasi kurikulum 2013 yang dirumuskan pada tujuan penelitian dengan
memfokuskan pada tiga hal berikut: konsep dasar kurikulum 2013, filsafat pendidikan
progresivisme, dan sumbangan progresivisme dalam implementasi kurikulum 2013.

Konsep Dasar Kurikulum 2013


Kurikulum menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana
dan pengaturan tentang tujuan, bahan pembelajaran, dan teknik yang digunakan sebagai pedoman
dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Junaidi
dan Komalasari, 2019, hlm.140). Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan seringkali
mengalami perbaikan yang dilakukan dalam upaya pengembangan. Pengembangan kurikulum
sebenarnya merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dimana kurikulum
digunakan sebagai alat untuk membantu guru melaksanakan tugas mengajar dan memenuhi
kebutuhan di masyarakat (Suarga, 2017, hlm. 15). Pengembangan kurikulum tidak akan pernah
berhenti dan terus berlanjut sejalan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan di masyarakat.
Zaman yang semakin berkembang membuat kurikulum di Indonesia seringkali mengalami
perubahan, mulai dari kurikulum 1947 hingga yang terkahir kurikulum 2013.
Hal yang mendasari adanya kurikulum 2013 adalah pendekatan pembelajaran yang
digunakan, Mulyoto (dalam Suarga, 2017, hlm. 16). Selama ini pendekatan yang sering kali
digunakan adalah pendekatan materi. Dimana materi tersebut diberikan sebanyak-banyak pada
peserta didik hingga mereka menguasainya secara maksimal. Bahkan untuk memastikan peserta
menguasai materi yang diajarkan, latihan sudah diberikan sejak awal jauh sebelum mereka
2
melaksanakan ujian nasional. Pada pembelajaran seperti ini tentunya tujuan pembelajaran lebih
menekankan pada aspek kognitif saja tanpa memperhatikan aspek psikomotorik dan afektif. Hal ini
tentunya bertolak belakang dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang telah
tercantumkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yaitu untuk mengembangkan potensi
peserta didik menjadi manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis, dan bertanggung jawab. Secara singkat, Undang-Undang tersebut berharap agar
pendidikan di Indonesia dapat mengahasilkan peserta didik yang kompeten dibidangnya, dengan
meningkatkan kompetensi baik dalam ranah afektif, psikomotorik, maupun kognitif (Junaidin dan
komalasari, 2019, hlm. 141). Sejalan dengan arahan Undang-Undang tersebut, telah ditetapkan pula
visi pendidikan tahun 2025 yaitu untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas dan
kompetitif. Cerdas yang dimaksud disini adalah cerdas komprehensif, yaitu cerdas spiritual dan
cerdas sosial/emosional dalam ranah sikap, cerdas intelektual dalam ranah pengetahuan, serta
cerdas kinestetis dalam ranah keterampilan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurikulum
2013 dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan generasi bangsa memiliki kemampuan hidup
sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta
mampu berkonstribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Adapun kompetensi yang temuat dalam kurikulum 2013 dirancang sebagai berikut: (1) Isi
atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI)
kelas dan lebih diperinci lagi menjadi Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran; (2) Kompetensi Inti
(KI) adalah gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam tiga aspek yaitu sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah,
kelas, dan mata pelajaran. KI merupakan kualitas yang harus dimiliki peserta didik untuk setiap
kelas melalui pembelajaran KD yang terorganisasi melalui pembelajaran siswa aktif; (3)
Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema di
SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK; (4) KI
dan KD untuk jenjang pendidikan dasar diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang
pendidikan menengah pada kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi ); (5) Kompetensi
Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi dasar, dimana KD dan proses pembelajaran
dikembangkan untuk mencapai kompetensi dalam kompetensi inti; (6) Kompetensi dasar yang
dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat, dan memperkaya antar mata
pelajaran dan jenjang pendidikan; (7) Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu
tema (SD/MI) atau satu kelas dan satu mata pelajaran (SMP/MTS, SMA/MA, SMK,MAK); (8)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dikembangkan dari setiap KD untuk mata pelajaran dan
kelas tersebut.
Pada kurikulum 2013 proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik yaitu
pendekatan yang menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ini memiliki kriteria yang
menekankan pada beberapa aspek antara lain: (1) Materi pembelajaran didasarkan pada fakta yang
dapat dijelaskan menggunakan logika; (2) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif
antara guru dan siswa yang didasarkan pada pemikiran logis; (3) Siswa didorong untuk berpikir
kritis, analistis, dan tepat, dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran; (4) Mendorong siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola pikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran; (6)
Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun sistem penyajiannya menarik.
kurikulum 2013 menekankan pada tiga aspek penting dalam pembelajaran, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Sehingga langkah-langkah dalam pembelajaran tidak boleh terlepas dari
ketiga aspek tersebut. Dimana hasil akhir dari kegiatan pembelajaran diharapakan terdapat
peningkatan dan keseimbangan antara soft skill dan hard skill. Pembelajaran pada kurikulum 2013
menekankan siswa untuk mencari tahu tentang prinsip dan konsep ilmu pengetahuan yang diberikan
oleh guru, pembelajaran ini dikenal dengan istilah discovery learning. Discovery Learning adalah
teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran dimana siswa mengorganisasi materi
pelajaran secara mandiri. Sehingga, dalam pengaplikasian metode ini guru berperan sebagai
3
fasilitator yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar aktif. Kondisi seperti ini
mengubah kegiatan belajar mengajar dari teacher oriented menjadi student oriented.
Sistem penilaian pada kurikulum 2013 menerapkan sistem penilaian berbasis kompetensi.
Dimana terjadi pergeseran dari penilaian yang menggunakan tes (mengukur kompetensi
pengetahuan berdasarkan hasil saja), menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi baik
sikap, pengetahuan, dan keterampilan berdasarkan proses dan hasil). Penilaian Acuan Patokan
diperkuat dengan pencapaian hasil belajar yang didasarkan pada posisi skor yang diperoleh terhadap
skor ideal (maksimal). Penilaian tidak hanya pada level KD saja, tetapi juga KI dan SKL, serta
mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrument utama penialaian,
permendikbud (dalam Junaidin dan Komalasari, 2019, hlm. 142). Penilaian pada kurikulum 2013
lebih tegas dari pada kurikulum yang berlaku sebelumnya. Pelaksanaan kurikulum 2013
menekankan guru melakukan penilaian secara seimbang terhadap tiga ranah domain, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak diukur (Setiadi, 2016, hlm.
167).

Filsafat Pendidikan Progresivisme


Progresivisme menurut bahasa istilah berasal dari kata progresif yang artinya bergerak maju.
Dalam KBBI progresif memiliki arti ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan; dan
bertingkat-tingkat naik. Sehingga dapat dikatakan bahwa progresif dimaknai sebagai gerakan
perubahan menuju perbaikan (Fadlillah, 2017, hlm. 17). Progresivisme sering pula dikaitkan dengan
kata progress, yaitu kemajuan. Artinya, progresivisme adalah aliran yang menghandaki kemajuan
yang dapat membawa perubahan. Progresivisme moderm menekankan pada kata “progress” yang
menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kemampuan megembangkan dan
menyempurnakan lingkungannya dengan penggunaan metode ilmiah serta memanfaatkan
kecerdasan yang dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul baik dari kehidupan
personal maupun sosial manusia iu sendiri. Dalam konteks ini, pendidikan dapat dikatakan berhasil
apabila dalam pelaksanaan pembelajaran melibatkan peserta didik secara aktif, sehingga mereka
memperoleh pengalaman sebagai bekal kehidupannya, Gutek (dalam Fadlillah, 2017, hlm. 18).
Pada pelaksanaan sistem pendidikan, aliran progresivisme berfokus untuk mendidik
kemandirian siswa, dan mengembangkan kemampuan yang ada dalam dirinya sebagai bekal
menghadapi kehidupan di masyarakat, Mutmainah (dalam Rachmawati, 2019, hlm. 3). Pendapat
lain mengemukakan bahwa aliran ini berorientasi untuk memberikan keterampilan, dan
pengetahuan yang diperlukan siswa, serta keberhasilan yang bersifat kompetitif dimasa ini, Nanuru
(dalam Rachmawati, 2019, hlm. 3). Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat dikatakan
bahwa aliran progresivisme merupakan suatu aliran yang berpusat pada siswa untuk mendukung
adanya kemajuan kearah yang lebih baik, yaitu dengan memberikan siswa kesempatan agar
terampil dan berpengetahuan untuk mencapai keberhasilan di era saat ini yang bersifat kompetitif
sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan sosial di lingkungannya.
Aliran filsafat pendidikan progresivisme berfokus untuk memberikan pengatahuan kepada
siswa berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya. Dengan begitu diharapkan dapat membentuk
kepribadian siswa yang giat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya (Rachmawati,
2019, hlm. 4). Berkaitan dengan tujuan, adanya perubahan pelaksanaan sistem pendidikan yang
lebih menghargai dan mementingkan kemampuan siswa dan kompetensi yang dimilikinya
merupakan tujuan dalam aliran ini. Sehingga yang menjadi pusat perhatian dan lebih banyak
dilibatkan dalam pelaksanaan pembelajaran adalah siswa, Fadlillah (dalam Rachmawati, 2019, hlm.
4). Jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme menekankan agar peserta
didik memperoleh pengalaman empiris untuk membentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat
(Fadlillah, 2017, hlm. 21). Dalam hal ini pengalaman yang dipelajari tentunya harus bersifat rill
atau sesuai dengan kehidupan nyata peserta didik. Oleh karenya, guru harus mampu mengembangan
kemampuan peserta didik dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya.
Aliran progresivisme lahir sekitar abad ke-20 yang dilatar belakangi oleh ketidakpuasaan
pendidikan yang masih tradisional, otoriter dan siswa hanya sebagai objek pembelajaran bukan
4
subyek didik. Pendapat lain mengemukakan aliran ini ada sekitar abad ke-19, akan tetapi
keberadaannya terlihat di abad ke-20, khususnya di Amerika Serikat, Muhmidayeli (dalam
Noviyanti, 2019, hlm. 39). Aliran ini menginginkan adanya perkembangan asas kemajuan dalam
semua keadaan terutama dalam aspek kehidupan agar peserta didik dapat bertahan menghadapi
tantangan hidup nantinya. Pemikiran yang berdampak pada aliran ini antara lain, yaitu pemikiran
John Dewey, Johan Heinrich Pestalozzi, dan Sigmund Freud, pemikiran merekalah yang dijadikan
sebagai inspirasi dalam aliran progresivisme.
Dalam sudut pandang progresivisme, kurikulum merupakan seperangkat rencana
pembelajaran yang disusun agar dapat merubah peserta didik secara praktis, baik di sekolah mapun
di masyarakat. Karaktersitik kurikulum progresivisme diantaranya, yaitu;(1) bersifat eksperimental;
(2) Memiliki rencana yang tersusun teratur;(3) Menitikberatkan pada pengalaman yang bersumber
dari interaksi antara manusia dengan lingkungan;(4) Terintegrasinya setiap mata pelajaran
(Noviyanti, 2019, hlm.41). Pendapat lain mengemukakan bahwa kurikulum progresivisme memiliki
karakteristik, yaitu;(1) Kurikulum untuk meningkatkan kualitas hidup berdasarkan jenjang
pendidikan;(2) kurikulum dapat meningkatkan kompetensi peserta didik;(3) kurikulum dapat
merubah tingkah laku peserta didik ke arah yang lebih baik;(4) Kurikulum bersifat fleksibel.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa kurikulum aliran progresivisme dapat
bekerjasama dalam menyikapi permasalahan yang ada, baik dimasyarakat dengan model
pembelajaran maupun praktik, serta menggunakan metode problem solving pada proses
pembelajarannya.

Konstribusi Progresivisme dalam Implementasi Kurikulum 2013


Aliran progresivisme memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam perkembangan
kurikulum 2013. Progresivisme dalam kurikulum 2013 mengutamakan pesrta didik dengan
memberikan pembaharuan yakni menjadikan peserta didik sebagai pusat pembelajaran. Pendidikan
bagi peserta didik adalah pendidikan yang mengasyikkan dan tidak membosankan (Novianty, 2019,
hlm. 41). Sumbangsih aliran progresivisme pada kurikulum dapat dilihat dalam hal berikut; (1)
Anak sebagai subjek didik, progresivisme merupakan sebuah aliran yang perkembangannya
memusatkan pada peserta didik, dimana pendidikan harus memenuhi tumbuh kembang peserta
didik. Perkembangan peserta didik didasarkan pada minat dan bakat yang dimilikinya, dimana
keinginan dan kebutuhan peserta didik harus difasilitasi agar mencapai minat dan bakat yang sesuai,
dengan begitu peserta didik dapat menjadi subjek didik yang sebenarnya. Peserta didik tidak akan
merasa terkekang selama proses pembelajaran, melainkan lebih fleksibel dalam penggunaan waktu
di sekolah. Sehingga, mereka dapat mengekspresikan dirinya dalam dunia nyata baik terhadap diri
maupun lingkungan;(2) Peran guru sebagai fasilitator, dalam aliran progresivisme guru tidak
berlaku otoriter melainkan sebagai fasilitator, dimana guru diharuskan dapat memahami siswa
dengan baik, baik secara pengetahuan, sikap, dan keterampilan;(3) Kurikulum yang terintegrasi,
kurikulum dapat meningkatkan minat dan bakat peserta didik sehingga mereka dapat berperan aktif,
baik di sekolah maupun di masyarakat nantinya. Kurikulum yang diharapkan dalam aliran
progresivisme adalah kurikulum yang bersifat utuh dan menyeluruh dalam tiga ranah, yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kurikulum 2013 menggunakan tematik terpadu sebagai
bentuk keselarasan antar jenjang pendidikan. Adapun konstribusi yang diperoleh kurikulum 2013
dari metode tematuk terpadu ialah sebagai berikut; (a) guru percaya bahwa peserta didik melihat
dunia sebagai satu kesatuan yang utuh; (b) Adanya keterkaitan pada mata pelajaran sehingga
pembelajaran bersifat konvergen;(c) Kompetensi dari mata pelajaran dijadikan satu secara utuh
sehingga dapat dipelajari secara mendalam. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang
didasarkan pada kompetensi, sehingga dalam proses pembelajarannya menggunakan tema untuk
memudahkan peserta didik memahami dan menguasai informasi baru yang diperoleh dan
menghubungkan antar konsep untuk memperoleh pengetahuan yang utuh, Hidayani (dalam
Noviyanti, 2019, hlm. 41-42); (4) Memunculkan pendidikan karakter, melalui proses berpikir aliran
progresivisme dapat mengembangkan pendidikan karakter, dimana pendidikan menekankan pada
perkembangan peserta didik yang dapat membentuk pribadi yang kuat. Pendidikan karakter ialah
5
usaha sadar dan terencana yang dilakukan dalam meningkatkan potensi peserta didik secara
menyeluruh serta mengajarkan kebiasaan baik yang dapat diterapkan dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat nantinya, Kusumawati (dalam Noviyanti, 2019, hlm. 42). Pendidikan karakter
sendiri merupakan jati diri kurikulum 2013 yang mengharapkan terjadinya perubahan kualitas
manusia menjadi lebih baik, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, dan sikap; (5) Pemahaman
mengenai perkembangan kurikulum, seiring dengan perkembangan zaman pendidikan selalu
mengalami perubahan karena ilmu pengetahuan pun turut berubah. Mengingat kurikulum
merupakan jantung dari pendidikan, maka sudah menjadi hal wajar jika kurikulum pun mengalami
perubahan sebagai dampak dari perubahan sistem pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Adanya perubahan kurikulum sebagai upaya untuk menyempurnakan kurikulum yang
pernah berlaku sebelumnya.

KESIMPULAN
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan, bahan pembelajaran,
dan teknik yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan seringkali
mengalami perbaikan yang dilakukan dalam upaya pengembangan. Zaman yang semakin
berkembang membuat kurikulum di Indonesia seringkali mengalami perubahan, mulai dari
kurikulum 1947 hingga yang terkahir kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan pembaharuan
sistem yang menitikberatkan pada pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik. Kurikulum
2013 diharapkan dapat mengubah kegiatan pembelajaran yang sebelumnya guru menjadi tokoh
sentral dalam pembelajaran ke arah sistem yang lebih maju, yaitu menjadikan peserta didik sebagai
tokoh sentral dan guru sebagai fasiltator dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan
filosofis pendidikan progresivisme yang mendukung adanya pelaksanaan pendidikan yang berpusat
pada siswa untuk mengembangkan berbagai kemampuan yang ada dalam dirinya sebagai bekal
hidup untuk menghadapi tantangan dimasa yang akan datang. Aliran progresivisme memberikan
konstribusi besar terhadap implementasi kurikulum 2013. Adapun konstrubusi tersebut diataranya,
yaitu: (1) Anak sebagai subjek didik; (2) Peran guru sebagai fasilitator; (3) Kurikulum yang
terintegrasi; (4) Memunculkan pendidikan karakter; (5) Pemahaman mengenai perkembangan
kurikulum. Para pelaku pendidikan, khususnya guru diharapkan dapat lebih memahami dan
mengkaji kurikulum yang berlaku. Seperti memahami dan mengkaji landasan filosofis yang
digunakan dalam suatu kurikulum, agar kurikulum tersebut dapat diimplementasikan dengan baik
nantinya. Kurikulum yang terus mengalami perkembangan diharapkan dapat diwujudkan secara
efektif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, artikel penelitian ini dapat dijadikan sarana
untuk menambah wawasan para pelaku pendidikan khususnya guru untuk lebih memahami apa saja
konstribusi progresivisme dalam implementasi kurikulum 2013.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, R. (2014). “Hal-Hal yang Mendasari Penerapan Kurikulum 2013.” Humaniora, 5(1): 97-
106.

Faris, A. F. (2015). “Kurikulum 2013 dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Progresivisme.” 25(2):
316-337.

Fadlillah, M. (2017). “Aliran Progresivisme dalam Pendidikan di Indonesia.” Jurnal Dimensi


Pendidikan dan Pembelajaran, 5(1): 17-24.

Noviyanti, I. N. (2019). “Kurikulum 2013 dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Progresivisme.”


Journal Of Mathematics and Mathematics Education, ISSN(2089-8878): 35-43.

6
Rachmawati, I. (2019). “Hubungan Pandangan Aliran Progresivisme dan Kurikulum 2013 pada
Pembelajaran Matematika.” Journal Of Mathematics and Mathematics Education,
ISSN(2089-8878): 1-7.

Suarga. (2017). “Kerangka Dasar dan Landasan Pengembangan Kurikulum 2013.” Journal Inspiratif
Pendidikan, 6(1) : 15-23.
Junaidin, & Komalasari. (2019). “Konstribusi Esensialisme dalam Implementasi Kurkulum 2013.”
Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan, ISSN(2541-4429): 138-147.

Anda mungkin juga menyukai