Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

“Tunagrahita”

Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS)

Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen Pengampu: Dr. Mutmainah, M.Si.,M.Pdi.

Oleh:
Nurul Fajariyah
NIM.180611100125

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2020
A. Identitas ABK

Nama : Wahyu Heri Setiyawan

Umur : 13 tahun

Nama Ayah : Hernowo (60 Tahun)

Nama Ibu : Kamilah (61 Tahun)

B. Ciri-Ciri Anak

Wahyu Heri Setiyawan merupakan anak tunagrahita berumur 13 tahun yang tinggal di
Kulon Progo, adapun ciri-ciri yang ada dalam diri wahyu adalah sebagai berikut:

 Susah untuk diatur saat di sekolah


 Susah berkomunikasi
 Sering rewel jika ingin meminta jajan atau main
 Saat di rumah sering kali tidak menuruti perintah orang tua
 Dari segi fisik seperti anak normal lainnya hanya saja mata sedikit sipit
 Saat di ajak berkomunikasi pandangan mata cenderung ke arah bawah
 Cenderung aktif tidak bisa diam dalam waktu yang lama
 Perhatiannya tidak dapat bertahan lama, amat singkat.

C. Hasil Analisis

Tunagrahita berasal dari kata tuna yang berarti “merugi” dan grahita yang berarti
“pikiran”. Sehingga dapat dikatakan bahwa anak tunagrahita adalah individu yang secara
signifikan memiliki Intelegensi dibawah intelegensi normal. Tunagrahita merupakan salah satu
klasifikasi anak berkebutuhan khusus (ABK) yakni dengan hambatan dibidang mental. Anak
tunagrahita memiliki kemampuan akademis di bawah rata-rata sehingga menyebabkan mereka
tidak dapat berkembang sesuai dengan tahapan perkembangan pada usianya selayaknya anak-
anak normal lain (Lisinus dan Sembiring, 2020:88). Anak tunagrahita sering kali mengalami
kesulitan dalam menyerap informasi, bahkan informasi sederhana yang terbilang mudah bagi
orang normal, mengingat anak tunagrahita memiliki IQ terbilang rendah. Reiss, et.al mengatakan
bahwa pada anak tunagrahita sering kali mengalami gangguan emosi dan masalah-masalah
perkembangan emosi sehubungan dengan kemapuannya yang rendah Suharmini, 2009 (dalam
Lisinius dan Sembiring, 2020:88).

Wahyu heri setiyawan atau yang akrab dipanggil wahyu merupakan salah satu anak
tunagrahita yang ada di Indonesia. Wahyu tinggal di kulon progo bersama kedua orang tuanya
yang sudah lansia yakni Hernowo dan Kamilah. Wahyu yang berumur 13 tahun merupakan salah
satu siswa kelas 5 SLB N 1 Kulon Progo. Menurut Erlina selaku gurunya, mengatakan bahwa
wahyu merupakan salah satu siswa yang cukup aktif di kelas, Wahyu menunjukkan
ketertarikannya dalam belajar, hal ini ditunjukkan dengan perkembangannya yang semakin
membaik, diantaranya yaitu:

1. Kemampuannya dalam menulis sudah cukup lancar.


2. Dapat menyusun angka
3. Sudah mau menuruti apa yang guru katakan
4. Mampu bersosialisasi dengan baik
5. Sering kali berbagi jika ada temannya yang mengalami kesulitan.

Erlina mengatakan bahwa keadaan tersebut sangat berbeda dengan kondisi saat wahyu
pertama kali masuk sekolah, dimana saat itu wahyu sangat sulit untuk di atur karena sulitnya
diajak berkomunikasi. Saat di dalam kelas pun wahyu kerap kali berlari keluar dan sulit untuk
diminta duduk kembali, bahkan tak jarang pintu ruang kelas ditutup dan dikunci agar wahyu
tidak kabur. Dalam tayangan acara hitam putih, ibu kamilah juga menyampaikan wahyu sudah
dapat melakukan hal-hal kecil tanpa pengawasan lagi, seperti memakai pakaian sendiri,
memasang baju sendiri, mandi sendiri, dan masih banyak aktivitas kecil lainnya yang dapat
dilakukan wahyu secara mandiri. Bahkan, wahyu sudah dapat menggunakan sepeda kayuh
dengan baik. Wahyu merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang terbilang beruntung,
karena memiliki orang tua yang sangat menyanyanginya. Dimana kedua orang tuanya rela
menempuh jarak 11 Km dengan mengayuh sepeda onthel dengan usia yang terbilang tidak muda
lagi agar wahyu dapat mengenyam pendidikan walaupun dengan kekhususannya. Mereka
bekerja keras untuk agar dapat memenuhi kebutuhan wahyu, Bahkan, dengan keterbatasan
ekonomi yang mereka alami, mereka bertekad untuk memberikan yang terbaik untuk anaknya,
termasuk dalam pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa wahyu termasuk kedalam kategori
tungrahita tahap ringan (mampu didik). Dimana tunagrahita ringan memiliki kecerdasan IQ
sekitar 50-70, mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik,
penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja, mampu menyesuaikan lingkungan yang lebih luas,
dapat mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan semi trampil dan pekerjaan
sederhana (Lisinius dan Sembiring, 2020:90). Kemampuan yang dapat dikembangkan dari anak
tunagrahita tahap ringan adalah:

1. Membaca, menulis, mengeja, dan berhitung


2. Menyesuaikan diri dan tidak bergantung pada orang lain.
3. Keterampilan sederhana untuk kepentingan kerja kemudian hari.

Dapat dikatakan bahwa anak tunagrahita taraf ringan merupakan anak tunagrahita yang tidak
mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal.

D. Layanan dan pendidikan

Dari segi pendidikan dapat dikatakan bahwa wahyu sudah mendapatkan layanan
pendidikan yang tepat ketika orang tuanya memutuskan untuk memasukkan wahyu ke Sekolah
Luar biasa (SLB) Negeri yang ada di Kulon Progo, hal tersebut dapat dilihat dengan
perkembangan wahyu yang semakin membaik. Dimana yang awalnya dia sulit untuk di atur kini
sudah mau menuruti perintah yang di berikan gurunya bahkan wahyu sudah dapat berkomunikasi
dengan baik serta dapat menulis dan menyusun angka. Selain SLB layanan pendidikan yang juga
dapat diberikan kepada anak tunagrahita menurut Endang Rochyadi dan Zainal Alimin (2005)
yaitu :
a. Tempat Khusus atau Sistem Segregasi
Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem
pendidikan anak normal. Tempat pendidikan yang termasuk sistem segregasi, adalah sebagai
berikut: 1) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), 2) Kelas Jauh, 3) Guru Kunjung 4) Lembaga
Perawatan.
b. Sekolah Umum dengan Sistem Integrasi Terpadu
Sistem integrasi merupakan tempat yang tepat untuk anak tunagrahita. Karena sekolah ini
memberikan anak tunagrahita kesempatan untuk belajar, bermain atau bekerjasama dengan
anak normal lainnya. Pelaksanaan sistem integrasi bervariasi disesuaikan dengan taraf
ketunagrahitaannya. Berikut ini beberapa tempat pendidikan yang termasuk sistem integrasi,
(adaptasi dari Moh,1995).
1. Kelas Biasa Tanpa Kekhususan Baik Bahan Pelajaran Maupun Guru
Anak tunagrahita yang dimasukkan dalam kelas ini adalah yang paling ringan
ketunagrahitaannya. Mereka tidak memerlukan bahan khusus ataupun guru khusus. Anak
ini mungkin hanya memerlukan waktu belajar untuk bahan tertentu lebih lama dari rekan-
rekannya yang normal. Mereka memerlukan perhatian khusus dari guru kelas (guru
umum), misalnya penempatan tempat duduknya, pengelompokan dengan teman-
temannya, dan kebiasaan bertanggung jawab.
2. Kelas Biasa Dengan Guru Konsultan
Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak normal di bawah pimpinan
guru kelasnya. Sekali-sekali guru konsultan datang untuk membantu guru kelas dalam
memahami masalah anak tunagrahita dan cara menanganinya, memberi petunjuk
mengenai bahan pelajaran dan metode yang sesuai dengan keadaan anak tunagrahita.
3. Kelas Biasa Dengan Guru Kunjung
Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak normal di kelas biasa dan
diajar oleh guru kelasnya. Guru kunjung mengajar anak tunagrahita apabila guru kelas
mengalami kesulitan dan juga memberi petunjuk atau saran kepada guru kelas. Guru
kunjung memiliki jadwal tertentu.
4. Kelas Biasa Dengan Ruang Sumber
Ruang sumber adalah ruangan khusus yang menyediakan berbagai fasilitas untuk
mengatasi kesulitan belajar anak tunagrahita. Anak tunagrahita dididik di kelas biasa
dengan bantuan guru pendidikan luar biasa di ruang sumber. Biasanya anak tunagrahita
datang ke ruang sumber.
5. Kelas Khusus Sebagian Waktu
Kelas ini berada di sekolah biasa dan menampung anak tunagrahita ringan tingkat
bawah atau tunagrahita sedang tingkat atas. Dalam beberapa hal, anak tunagrahita
mengikuti pelajaran di kelas biasa bersama dengan anak normal. Apabila menyulitkan,
mereka belajar di kelas khusus dengan bimbingan guru pendidikan luar biasa.
6. Kelas Khusus
Kelas ini juga berada di sekolah biasa yang berupa ruangan khusus untuk anak
tunagrahita. Biasanya anak tunagrahita sedang lebih efektif ditempatkan di kelas ini.
Mereka berintegrasi dengan anak yang normal pada waktu upacara, mengikuti pelajaran
olahraga, perayaan, dan penggunaan kantin.

 Untuk wahyu yang merupakan katogori tunagrahita taraf ringan, maka tempat pendidikan
yang dapat diberikan kepada wahyu dalam sistem integrasi adalah:
 Kelas biasa dengan guru konsultan
 Kelas biasa dengan guru kunjung
 Kelas biasa dengan ruang sumber
 Kelas khusus sebagian waktu

c. Pendidikan Inklusif

Selain SLB dan Sekolah Umum dengan Sistem Integrasi (Terpadu), Pendidikan Inklusif
juga dapat dijadikan salah satu layanan pendidikan yang dapat diberikan untuk anak
tunagrahita taraf ringan seperti wahyu, agar memiliki kesempatan untuk berkomunikasi secara
luas. Pendidikan inklusif merupakan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus,
dimana pendidikan inklusif menekankan kepada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi
anak dengan prinsip “Education For All”. Layanan pedidikan inklusif diselenggarakan pada
sekolah reguler, dimana anak tunagrahita dapat belajar bersama anak normal lainnya, pada
kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusif siswa dibimbing oleh 2 (dua)
orang guru, satu guru reguler dan satu lagi guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan
bantuan pada tungrahita jika anak tersebut megalami kesulitan di dalam kelas. Semua anak di
berlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama.
LAMPIRAN

 Berita tentang anak tunagrahita


 Aktivitas wahyu di sekolah

Anda mungkin juga menyukai