A. Latar Belakang
Pidie jaya adalah salah satu kabupaten yang menyelenggarakan Pendidikan
Inklusi, sesuai dengan peraturan Bupati Pidie Jaya Nomor 29 Tahun 2017 tentang
Penyelenggara Inklusif di Kabupaten Pidie Jaya dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri
Pidie Jaya sebagai Pusat sumber Penyelenggara Inklusif.
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran
dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya.
Sejarah pengembangan pendidikan inklusi di Kabupaten Pidie jaya, Sejak tahun
2009 pidie jaya menetapkan Sekolah Dasar Negeri Teupin pukat untuk penyelenggara
pendidikan Iklusi. Kemudian di tahun 2011 Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi
bertambah dua Sekolah yaitu, SD Negeri Monsagoe dan SD Negeri Ulee Gle. sejak saat
itu pengembangan pendidikan inklusi terus berkembang. Tahun 2013 pemerintah
Kabupaten pidie jaya membuka sekolah yang menangani anak berkebutuhan khusus
yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB). Tiga tahun berdirinya SLB dikabupaten Pidie jaya,
maka Pemerintah mengeluarkan suatu Peraturan Bupati No. 29 tahun 2017 tentang
penunjukan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Pidie jaya sebagai pusat sumber bagi
penyelenggara Inklusi.
Pemerintah Kabupaten Pidie jaya melalui Dinas Pendidikan berkomitmen dalam
menangani anak berkebutuhan khusus yang berada di Pidie jaya. Tahun 2017 Dinas
Pendidikan menambahkan 11 (sebelas) Sekolah Dasar (SD) dan 6 Sekolah Menengah
Pertama (SMP), tahun 2018 dinas pendidikan menambahkan 10 sekolah untuk
penyelenggara inklusi. Sampai saat ini ada 30 sekolah yang. Sampai saat ini ada 30
sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi di Kabupaten Pidie jaya.
Pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menegaskan “setiap warga
berhak mendapatkan pendidikan”; Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (2) yang
menegaskan “setiap warga anak wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya”. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) yang menegaskan “setiap warga negara
1
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Undang-
undang inilah yang menjadi bukti kuat hadirnya pendidikan inklusi ditengah
masyarakat.
Pada pendidikan dasar, kehadiran pendidikan inklusi perlu mendapat perhatian
lebih. Pendidikan inklusif sebagai layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama anak tanpa berkebutuhan khusus di dalam
satu kelas dengan modifikasi kurikulum, penilaian, sarana dan prasarana sesuai dengan
kebutuhan anak. Menerima ABK di Sekolah Dasar terdekat merupakan mimpi yang
indah yang dirasakan orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus.
Sayangnya, SD Inklusi yang sudah “terlanjur” menerima tidak langsung dengan
mudahnya menangani anak-anak yang sekolah dengan kebutuhan khusus itu. Kurikulum
harus dapat disesuaikan dengan kelas yang heterogen dengan karakteristik ABK dan
regular. Guru belum siap untuk menangani anak-anak dikelasnya dengan karakteristik
yang berbeda. Akhirnya, guru-guru yang berhadapan langsung dengan ABK di kelas
mengeluh dan sulit untuk mengajar satu metode yang sama dan dengan perlakuakuan
yang sama sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai seperti yang diharapkan.
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan sebagai upaya menciptakan pembelajaran
yang menyenangkan dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dalam pendidikan inklusi.
Pendidikan inklusi di SD belum beriiringan dengan visi pendidikan belum
berdasarkan inklusi ethos yang mengedepankan keragaman dan kesamaan hak dalam
memperoleh pedidikan. Kurikulum dan metode pengajaran yang kaku dan sulit diakses
oleh ABK masih ditemukan pada kelas inklusi. Pengintergrasian kurikulum belum dapat
dilakukan oleh guru Karena kemampuan guru yang terbatas. Guru-guru belum
mendapatkan training yang praktikal dan kebanyakan yang diberikan sifatnya hanya
sebatas sosialisasi saja. Wali kelas dan atau guru bidang studi yang kedapatan
dikelasnya ada ABK masih menunjukkan sikap “terpaksa” dalam mendampingi ABK
memahami materi.
B. Tujuan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menemukan strategi penggunaan
media gambar pada anak tunagrahita di SD Negeri Teupin Pukat ditinjau dari lima
komponen strategi pembelajaran, meliputi: 1) kegiatan pembelajaran pendahuluan; 2)
penilaian pembelajaran; dan 3) kegiatan lanjutan.
C. Mamfaat
Hasil penelitian diharapkan mempunyai nilai praktis untuk guru dan calon guru
Sekolah Dasar (SD), siswa, orang tua siswa, sekolah, peneliti, dan masyarakat. Manfaat
praktis hasil penelitian ini meliputi:
1. bagi guru dan calon guru SD, hasil penelitian dapat memberikan informasi
tentang strategi pembelajaran yang efektif untuk penggunaan media gambar
pada anak tunagrahita di sekolah inklusi;
2. bagi siswa, hasil penelitian dapat mendukung pembelajaran efektif untuk semua
siswa, baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus, terutama anak
tunagrahita, di sekolah inklusi;
3. bagi orang tua siswa, hasil penelitian dapat memberikan informasi untuk
mendukung pembelajaran anaknya di sekolah maupun di rumah;
4. bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang strategi
pembelajaran yang efektif untuk anak tunagrahita di sekolah inklusi.
5. bagi peneliti, hasil penelitian dapat menunjukkan strategi pembelajaran
penggunaan media gambar pada anak tunagrahita, di samping sebagai wujud
pengabdian dalam dunia pendidikan; dan
6. bagi masyarakat, hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang
lingkungan masyarakat yang dapat mendukung pendidikan inklusif di sekolah
inklusi terkait, sehingga dapat mendukung terwujudnya masyarakat inklusif.
BAB II PELAKSANAAN
A. Ruang Lingkup
SD Negeri Teupin Pukat adalah sekolah penyelenggara pendidikan inklusi
pertama di pidie jaya yang dibina lagsung oleh HKI (hellen killer Indonesia) pada tahun
2007. Anak berkebutuhan khusus yang ada di SD Negeri Teupin Pukat yaitu beraneka
ragam karekterikstinya, ada anak tunagrahita, tuna rungu, lambat belajar, lowvision, dan
autis.. Adapun tekhnik dan pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri Teupin Pukat
terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengertian Tunagrahita
Duduk, merangkak, atau berjalan lebih lambat dari anak-anak lain seusianya
Mengalami kesulitan berbicara
Memiliki kesulitan memahami aturan sosial
Memiliki kesulitan dalam mengendalikan sikap atau gerakannya
Sulit memecahkan masalah
Sulit berpikir logis
Sebagai contoh, anak usia 8 tahun dengan kondisi tuna grahita biasanya belum
dapat berbicara atau menulis. Padahal, pada anak yang normal, menulis dan berbicara
seharusnya sudah bisa dilakukan.
Anak dengan kondisi ini umumnya juga lebih lambat untuk belajar keterampilan
lain, seperti sulit untuk berpakaian sendiri atau belum memahami cara bereaksi ketika
melakukan interaksi dengan orang lain.
Meski sering ditandai dengan kondisi perkembangan belajar yang terlambat,
bukan berarti anak dengan kondisi ini tidak bisa belajar. Mereka tetap bisa belajar,
namun dengan kecepatan dan cara yang berbeda. Beberapa orang dengan
autisme, down syndrome(tunagrahita) ataupun celebral palsy juga banyak yang
berpestasi layaknya anak lain.
Sebagian anak yang memiliki kelainan mental kemungkinan mengalami
gangguan kesehatan, seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, autisme,
gangguan kemampuan motorik, hingga kejang.
Sebagian besar kasus tunagrahita tidak dapat dicegah, tetapi ibu hamil selalu
dapat menghindari aktivitas yang membahayakan, seperti mengonsumsi minuman keras
dan mendapat perawatan hingga pascapersalinan. Pada kasus yang disebabkan oleh
penyakit turunan, bisa diberlakukan tes untuk mendeteksi kelainan genetik.
Anak dengan tunagrahita memiliki tingkatan yang berbeda-beda, tetapi anak-
anak tunagrahita juga perlu membutuhkan pembelajaran untuk dapat hidup mandiri
seperti anak-anak normal pada umumnya. Mereka bisa mempelajari keterampilan
sehari-hari, dan belajar dari media gambar.
Orang tua yang memiliki anak tunagrahita diharapkan mencari tahu sebanyak
mungkin tentang kondisi tunagrahita, termasuk cara mendampingi yang tepat. Anda
bisa konsultasi juga ke dokter atau psikolog anak agar diberi informasi mengenai
bagaimana cara memperlakukan dan memberi dukungan pada anak tunagrahita.
Anak tunagrahita umumnya dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:
Namun, kondisi ini sebenarnya masih perlu diteliti lebih lanjut, karena nyatanya
penyebab dari sebagian besar kasus tunagrahita masih belum diketahui secara pasti.
Jika pada tahap awal kemampuan siswa hanya mampu mengenal warna dasar
target pencapaian keberhasilan peserta didik tuna grahita dengan menggunakan
mediagambar sudah mencapai 70% seperti yang ditargetkan peneliti dan pendidik, maka
penelitian tidak dilanjutkan ke tahap ke dua. Namun jika target pencapaian kebrehasilan
peserta didik kurang dari 70%.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan yang dapat ditarik dari
penelitian ini adalah sebagai berikut. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan media gambar dapat digunakan untuk mengembangkan konsep
pengetahuan yang dibutuhkan untuk membantu proses input sensori yaitu modalitas
visual, taktual (perabaan), motorik (gerak), dsb. Sehingga anak dapat lebih fokus dan
melibatkan keaktifan fisik dan mental untuk Tunagrahita.
Media Gambar merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran di sekolah.
Pemanfaatan media Gambar juga merupakan upaya kreatif dan sistematis untuk
menciptakan pengalaman yang dapat membantu proses belajar siswa. Hal ini
dikarenakan media berperan sebagai alat perangsang belajar dan dapat menumbuhkan
motivasi belajar sehingga murid tidak mudah bosan dalam mengikuti proses
pembelajaran.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, beberapa saran yang dapat diajukan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk kepentingan teoritis, hasil tulisan ini diharapkan dapat menambah
dan pengetahuan tentang penggunaan media gambar pada anak tunagrahita
dikelas reguler
b. Untuk kepentingan praktis diharapkan dapat menambah wawasan dan bahan
pertimbangan untuk karya ilmiah dan pembaca dalam penggunaan media
gambar pada anak tunagrahita