Anda di halaman 1dari 43

PEMBELAJARAN SAINS, TEKNOLOGI, DAN MASYARAKAT

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


Sains, Teknologi, dan Masyarakat
yang dibina oleh Bapak Kadim Masjkur, Drs., M.Pd dan Ibu Erni Yulianti, S.Pd.,
M.Pd.

Oleh Kelompok 4/OFF B 2015:

1. Dewi Ayu Nawang Wulan (150351605436)


2. Elmayana (150351608394)
3. Faridatus Sholikha (150351602899)
4. Safira Amalia Fardiana (150351600999)
5. Tri Wahyuni (150351601030)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FEBRUARI 2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini dengan judul “Pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Statistik
Pendidikan. Akhirnya kami sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap
makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan
khususnya pembaca pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah
adanya makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif


sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah
pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Malang, Februari 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Sains, Teknologi, dan Masyarakat ....................................................... 3

2.2 Karakteristik pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat ........................ 5

2.3 Tujuan pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat ............................... 11

2.4 Kaitan Sains, Teknologi, dan Masyarakat ...................................................... 12

2.5 Keunggulan pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat ....................... 17

2.6 Permasalahan pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat .................... 27

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 37

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 37

3.2 Saran ................................................................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan sains memiliki peran yang penting dalam menyiapkan
anak memasuki dunia kehidupannya. Sains pada hakekatnya merupakan
sebuah produk dan proses. Produk sains meliputi fakta, konsep, prinsip,
teori dan hukum. Sedangkan proses sains meliputi cara-cara memperoleh,
mengembangkan dan menerapkan pengetahuan yang mencakup cara kerja,
cara berfikir, cara memecahkan masalah, dan cara bersikap. Oleh karena
itu, sains dirumuskan secara sistematis, terutama didasarkan atas
pengamatan eksperimen dan induksi.
Dalam realitasnya, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang
secara dinamis. Semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik
untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Menjamin relevansi dengan kebutuhan
kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia
usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan
pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan
akademik, dan keterampilan vokasional mutlak harus dilaksanakan.
Pada abad 20 ini, kepekaan terhadap ilmu pengetahuan khususnya
ilmu sains dan teknologi perlu ditingkatan. Oleh karena itu, peserta didik
perlu dipersiapkan untuk mengenal, memahami, dan menguasai IPTEK
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. Upaya untuk mempersiapkan
hal itu memang sudah dilakukan melalui pendidikan formal sesuai dengan
undang-undang n0 2 tahun 1989 . pengantar sains dan teknologi pun sudah
diajarkan sejak pendidikan dasar.
Dengan menggunakan pendekatan S-T-M dinyatakan bahwa
pendekatan tersebut memugkin siswa untuk berperan aktif dalam
pembelajaran dan dapat menampilkan peranan sains dan teknologi didalam

1
2

kehidupan masyarakat. dengan pendekatan S-T-M pula


pembelajaran buka hanya mentrasfer ilmu saja , tetapi juga berkaitan
dengan bagaimana siswa mampu memahami dampak dari pembelajaran
atau hasil pembelajaran tersebut bai dampak positif maupun dampak
negatifnya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sejarah Sains, Teknologi, dan Masyarakat?
1.2.2 Apa karakteristik pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat?
1.2.3 Apa tujuan pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat?
1.2.4 Bagaimana kaitan Sains, Teknologi, dan Masyarakat?
1.2.5 Apa keunggulan pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat?
1.2.6 Bagaimana permasalahan pembelajaran Sains, Teknologi, dan
Masyarakat?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui sejarah Sains, Teknologi, dan Masyarakat.
1.3.2 Mengetahui karakteristik pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat.
1.3.3 Mengetahui tujuan pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat.
1.3.4 Mengetahui kaitan Sains, Teknologi, dan Masyarakat.
1.3.5 Mengetahui keunggulan pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat.
1.3.6 Mengetahui permasalahan pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Sains, Teknologi, dan Masyarakat


Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan alihan dari Science
Technology Society (STS). Ide dibalik program STS adalah untuk
menyediakan siswa koneksi yang nyata dengan kelas dan masyaraka. STS
telah menjadi gerakan pendidikan sains di Amerika Serikat sebagai respon
terhadap kondisi dan situasi pendidikan sains pada saat itu yang kurang
optimal dalam mempersiapkan peserta didik untuk berhadapan dengan
berbagai perkembangan sains dan teknologi di lingkungannya.

Istilah STS untuk pertama kali diciptakan oleh John Ziman dalam
bukunya “Teaching and Learning About Science and Society”. Ziman
mencoba mengungkapkan bahwa konsep-konsep dan proses-proses sains
yang diajarkan seharusnya relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari
(Galib, 2001).

The National Science Teachers Association


(NSTA), mendefinisikan STM sebagai belajar dan mengajar sains
dalam konteks pengalaman manusia. Yager et.al (Sukri, 2000),
mendefinisikan STM mencakup tujuan, kurikulum, asessmen dan
khususnya mengenai pengajaran. Dari beberapa definisi yang
dikemukakan oleh para tokoh, pada prinsipnya yang menjadi dasar
apa yang dilakukan oleh program STM adalah menghasilkan warga
negara yang memiliki pengetahuan yang cakap sehingga mampu
membuat keputusan-keputusan yang krusial (kreatif dan strategis)
tentang masalah dan isu-isu mutakhir dan mengambil tindakan sesuai
dengan keputusan yang dibuatnya tersebut

Yager dan Roy (Galib, 2001) menyatakan sejarah singkat STS


sebagai berikut. Mulai tahun 1970, beberapa universitas di AS, Cornell,
Penn State, Stanford, dan SUNY-Stock Brook secara resmi memulai

3
4

program yang menawarkan pelajaran pada bidang studi yang sekarang


disebut STS/STM. Hal yang sama juga dilakukan konsorsium universitas
di Inggris. Kemudian secara berangsur beberapa negara dan lembaga lain
bekerja sama, menjadi penelitian utama universitas, dan sekitar 100
lembaga menjadikan STM sebagai bidang akademik. Sebagai suatu
momentum perkembangan STM, pada tahun 1977 muncul sebuah proyek
yang disebut Norris Harms’ Project Synthesis dengan empat tujuan utama,
yaitu:(1) mempersiapkan siswa untuk menggunakan sains bagi
pengembangan hidup dan mengikuti perkembangan dunia teknologi; (2)
mengajar para siswa untuk mengambil tanggung jawab dengan isu-isu
teknologi/masyarakat; (3) mengidentifikasi tubuh pengetahuan
fundamental sehingga siswa secara tuntas memperoleh kepandaian dengan
isu-isu S-T-M; dan (4) memberikan suatu gambaran yang akurat kepada
siswa tentang peersyaratan dan kesempatan dalam karir yang tersedia
dalam bidang S-T-M.

Setelah proyek tersebut dilaporkan pada tahun 1981 (Harms dan


Yager dalam Galib, 2001), The National Science Teacher Assosiation (
NSTA ) berinisiatif melakukan suatu penelitian untuk meningkatkan mutu
program pendidikan sains. Dalam hal itu, STM merupakan salah satu
bidang penelitian awal pada tahun 1982-1983 dan juga tahun 1986. Sejak
itu, secara nasional merupakan upaya awal, STM menjadi fokus bagi
sekolah sains adalah suatu bidang untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan
baru, kurikulum baru, modul-modul, strategi pembelajaran yang baru, dan
bentuk-bentuk baru untuk evaluasi. Hal itu telah digunakan dalam
pembaruan pendidikan sains di Iowa sejak dimulai suatu program
Chautauqua NSTA-NSF pada tahun 1983. Dan sekarang, sudah lebih dari
1.700 guru, khususnya pada kelas 4-9 telah mengembangkan dan
memperkenalkan modul-modul STM dalam ruang kelas sains mereka.
Dalam tahun 1990 di AS, STM telah diperkenalkan pada 2000 fakultas
dan 1000 SLTA dalam bentuk pelajaran (Harms dan Yager dalam Galib,
2001).
5

2.2 Karakteristik pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat


Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan inovasi
pembelajaran sains yang berorientasi bahwa sains sebagai bidang ilmu
tidak terpisahkan dari realitas kehidupan masyarakat sehari hari dan
melibatkan siswa secara aktif dalam mempelajari konsep-konsep sains
yang terkait. Oleh karena itu paradigma yang digunakan dalam
pendekatan STM menurut Aikenhead (Asyari 2006: 62 ) adalah:
a. Pelajaran sains dipandang sebagai usaha manusia yang berkembang
melalui aktivitas manusia dan akan mempengaruhi hidup manusia.
b. Memandang pendidikan sains dalam konteks yang lebih luas tidak
hanya menyangkut konsep-konsep yang ditemukan oleh para
ilmuwan saja tetapi juga menyangkut proses yang digunakan dalam
menemukan konsep yang digunakan dalam menemukan konsep yang
baru.
c. Setiap pokok bahasan dikaitkan dengan konteks sosial dan teknologi
sehingga siswa diharapkan dapat melihat adanya integrasi antara
alam semesta sebagai sains dengan lingkungan buatan manusia
sebagai teknologi dan dunia sehari hari para siswa sebagai
lingkungan sosial/masyarakat

Hubungan tersebut dapat diilustrasikan seperti gambar berikut :

Gambar. Hubungan antara bahan ajar dengan kesatuan pemahaman


Keterangan :

 Anak panah menunjukan pemahaman yang dibentuk siswa


 Garis hubung menunjukan keterpaduan bahan pengajaran sains
6

Diagram tersebut di atas memberikan makna bahwa alam yang


merupakan lingkungan dimana siswa berada yang merupakan sumber
berbagai pengetahuan sains. Disamping itu untuk dalam melangsungkan
kehidupannya manusia akan memanfaatkan/mendayagunakan alam. Untuk
dapat memanfaatkan alam tersebut manusia perlu menciptakan teknologi.
Teknologi diciptakan pada dasarnya untuk membantu/memudahkan
manusia dalam pencapaian tujuan hidupnya. Teknologi dibangun dengan
dasar atau menerapkan prinsip-prinsip sains, sehingga teknologi dapat
dimaknai sebagai lingkungan buatan manusia. Agar kelangsungan hidup
manusia dapat terjaga maka dalam menciptakan dan menggunakan
teknologi tersebut maka dalam menciptakan dan menggunakan teknologi
tersebut harus memperhatikan dampak atau pengaruhnya bagi masyarakat
luas jangan sampai teknologi yang diciptakan malah menimbulkan
dampak sosial yang pada akhirnya manusia sendiri yang rugi.
Pemaknaan seperti tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa
penerapan pendekatan STM merupakan usaha untuk menjembatani atau
memadukan antara sains dan ilmu pengtahuan sosial. Oleh karena itu
pendekatan STM dapat digunakan untuk membangun kesadaran siswa
bahwa antara sains dengan pengetahuan sosial memiliki peranan yang
sama dalam kehidupan bermasyarakat.
Titik tolak seperti tersebut maka untuk pembelajaran sains lewat
pendekatan STM harus berorientasi pada siswa (student centered) secara
rinci Yager (Asyari, 2006: 67) merumuskan karakteristik pendekatan STM
adalah:
1. berawal dari identifikasi masalah-masalah lokal yang ada kaitannya
2. dengan sains dan teknologi oleh siswa ( dengan bimbingan guru)
3. penggunaan sumber daya setempat baik sumber daya manusia maupun
material
4. keikutsertaan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat
diterapkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari hari
5. pengidentifikasian cara-cara yang memungkinkan sains dan teknologi
untuk memecahkan masalah hari depan.
7

6. dilaksanakan menurut strategi pembuatan keputusan. Setiap siswa


harus menggunakan informasi sebagai bukti baik untuk membuat
keputusan tentang kehidupan sehari hari maupun keputusan tentang
masa depan masyarakat.
7. belajar tidak hanya berlangsung dalam kelas atau sekolah tetapi juga
diluar sekolah atau dilapangan nyata
8. penekanan pada keterampilan proses yang dapat digunakan siswa
dalam memecahkan masalah mereka sendiri
9. membuka wawasan siswa tentang pentingnya kesadaran karir/profesi,
terutama karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi
10. adanya kesempatan bagi siswa untuk memperoleh pengalaman dalam
berperan sebagai warga negara untuk mencoba memecahkan masalah
yang telah mereka identifikasi
Dengan mencermati karakteristik program STM seperti tersebut di
atas nampak bahwa program STM dimaksudkan untuk
menyiapkan/menghasilkan warga negara yang mampu melaksanakan atau
mengambil keputusan tentang masalah-masalah aktual. Disamping itu
STM dapat juga digunakan sebagai sarana untuk pembentukan
literasi/tidak buta tentang sains dan teknologi karena selain siswa
memperoleh pengetahuan juga diharapkan dapat timbul kesadaran tentang
pelestarian lingkungan dan dampak negatif teknologi serta tanggung jawab
untuk mencari penyelesaiannya.
Mengingat karakteristik seperti tersebut di atas maka proses
pembelajaran STM beserta penilaiannya difokuskan pada enam
ranah/domain yaitu sebagai pusatnya adalah konsep sains dan proses sains
sedangkan empat domain yang lain mencerminkan dunia nyata. Dua
domain diantaranya merupakan aspek yang memotivasi siswa untuk
memasuki dunia ilmuwan yaitu aspek kreativitas dan sikap. Dua domain
yang lain merupakan penerapan dan hubungan antar domain, dalam hal ini
meliputi teknologi yang merupakan hasil karya manusia.
Hubungan keenam domain tersebut oleh Yager (Asyari 2006: 65)
digambarkan sebagai berikut :
8

Gambar. Domain yang perlu dievaluasi dalam pendekatan


STM

Mengingat bervariasinya aspek yang perlu diukur keberhasilannya


maka bentuk dan cara evaluasinya juga bervariasi. Seyogyanya evaluasi
dilakukan secara berkelanjutan sehingga penggunaan portofolio atau data
perkembangan pencapaian hasil setiap siswa sangat dianjurkan. Menurut
Yager dan Tamir (Asyari 2006: 66) yang menyatakan bahwa” untuk ranah
konsep pencapaian hasil belajarnya dapat digunakan tes tertulis. Bahkan
untuk konsep-konsep sederhana dapat digunakan bentuk pilihan ganda”.

Oleh karena sains meliputi juga aspek proses maka untuk


mengetahui pencapaian kemampuannya harus dilakukan dengan
mengamati apa yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Sebagai contoh untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
mengobservasi dapat dilakukan dengan melihat bagaimana siswa
mengamati obyek dan bagaimana hasil/data yang diperolehnya sedangkan
untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengklasifikasi dapat
dilakukan dengan melihat bagaimana siswa menyusun informasi yang
digali atau data yang diperoleh menjadi suatu matriks yang mudah
dipahami. Untuk ranah kretivitas dapat dievaluasi dari aspek :
9

a) Kelancaran : yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai ide


secara cepat dalam dalam menyelesaikan masalah.
b) Keluwesan : kemampuan untuk menghasilkan berbagai ide dalam
menyelesaikan masalah yang baru.
c) Keaslian : kemampuan untuk menghasilkan respon/jawaban yang unik
atau lain daripada yang lain
d) Elaborasi: kemampuan untuk menghasilkan banyak
alternatif/kemungkinan untuk menerjemahkan ide kedalam tindakan
e) Kepekaan : peka terhadap munculnya masalah atau situsi tertentu.

HAMBATAN PEMBELAJARAN STM


Aisyah (2007), mengemukakan empat hambatan pembelajaran
dengan pendekatan STM, yaitu waktu, biaya, kompetensi guru, dan
komunikasi dengan stakeholder (orang tua, masyarakat, dan birokrat).
Waktu merupakan faktor penting untuk menentukan materi-materi apa
yang akan diajarkan pada siswa. Pelaksanaan seluruh fase pembelajaran
pada konten tertentu, kadang-kadang membutuhkan waktu yang panjang
sehingga memerlukan analisa yang baik untuk memilih dan
mengalokasikan waktu untuk implementasinya. Siswa membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data dari nara sumber
secara mendetail. Oleh karena itu, siswa harus kerjasama dengan baik
antar anggota kelompok agar data yang diperoleh dapat maksimal.
Beberapa sekolah memilih waktu di sore hari atau jalur ekstrakurikuler
untuk penerapan STM agar tidak terganggu dengan aktivitas belajar yang
lain. Bahkan, gelar kasus (show case) yang dilanjutkan dengan refleksi
diri, biasanya dilaksanakan pada akhir semester (Aisyah, 2007).
Biaya merupakan faktor yang penting dalam implementasi STM.
Biaya dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan STM dari mulai identifikasi masalah, sampai pelaksanaan
gelar kasus (show case). Umumnya, pihak sekolah belum mengalokasikan
biaya untuk kegiatan pembelajaran STM. Oleh karena itu, pihak sekolah
khusunya hendaknya memberi dorongan moril maupun materil untuk
10

terselenggaranya penerapan STM ini. Dalam hal dorongan materil, dapat


dirintis pembiayaan penerapan metode ini secara swadaya (Aisyah, 2007).
Kompetensi guru sangat penting dalam pembelajaran STM,
terutama dalam penguasaan materi inti, problem solving dan hubungan
interpersonal. Umumnya guru belum memiliki pengetahuan yang baik
tentang pendekatan STM sehingga penerapan pendekatan ini masih sangat
jarang ditemukan. Selain itu, paradigma guru dalam menginterpretasikan
dan mengembangkan kurikulum, masih berbasis konten sehingga guru
merasa dituntut untuk menyampaikan materi tepat pada waktunya dan lupa
berinovasi dalam pembelajaran (Aisyah, 2007).
Kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga terkait
diperlukan pada saat siswa merencanakan untuk mengunjungi lembaga
tertentu atau meninjau kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga
tertentu. Misalnya mengunjungi rumah sakit daerah, observasi pada pabrik
produk bahan makanan dan sebagainya. Untuk kelancaran kegiatan, anak
perlu dibekali surat pengantar dari sekolah, atau sekolah melakukan
pemrosesan izin ke lembaga yang terkait sebelum kegiatan dilaksanakan.
Selain itu, komunikasi dengan orang tua perlu diintensifkan. Orang tua
perlu diberi pemahaman sehingga seluruh aktivitas anak yang menyita
waktu dapat dimaklumi atau mendapat support dari orang tua (Aisyah,
2007).
Menurut Aisyah (2007), hambatan lain dalam penerapan
pendekatan ini adalah siswa belum terbiasa untuk berpikir kritis dan
belajar mengambil pengalaman di lapangan, sehingga dibutuhkan
kesabaran dan ketekunan guru untuk mengarahkan dan membimbing siswa
dalam pembelajaran. Untuk menerapkan pendekatan ini, peranan guru
dimulai dari perencanaan pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil
belajar, motivator dan pembimbing. Pendekatan STM menuntut
kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi sosial dan
kompetensi kepribadian yang baik.
11

2.3 Tujuan pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat


Tujuan pendekatan STM adalah untuk membentuk individu yang
memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap
masalah masyarakat dan lingkungannya. Pendekatan STM dilandasi oleh
tiga hal penting yaitu:
1. Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi dan masyarakat.
2. Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang
pada pokoknya menggambarkan bahwa anak membentuk atau
membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan
lingkungan.
3. Dalam pengajarannya terkandung lima ranah, yang terdiri atas ranah
pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas, dan
ranah hubungan dan aplikasi.
Purwanto,(2008:6) Berdasarkan pengertian STM sebagaimana
diungkapkan di bagian sebelumnya, maka dapat diungkapkan bahwa
yang menjadi tujuan model STM adalah untuk menghasilkan lulusan
yang cukup mempunyai bekal pengetahuan sehingga mampu mengambil
keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat dan
sekaligus dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang
diambilnya (NSTA, 1991).
Menurut Poedjiadi (2005:123) bahwa: “Tujuan dari pendekatan
STM adalah untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan
teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan
lingkungannya. seseorang yang memiliki literasi sains dan teknologi,
adalah yang memiliki kemampuan menyelesaikan masalah
menggunakan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan
sesuai jenjangnya, mengenal produk teknologi yang ada di sekitarnya
beserta dampaknya, mampu menggunakan produk teknologi dan
memeliharanya, kreatif membuat hasil teknologi yang disederhanakan
dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai”.
Lebih lanjut, Rusmansyah (2006:3) menyatakan: “Tujuan
pendekatan STM ini secara umum adalah agar para peserta didik
12

mempunyai bekal pengetahuan yang cukup sehingga ia mampu


mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam
masyarakat dan sekaligus dapat mengambil tindakan sehubungan dengan
keputusan yang diambilnya”.
Berdasarkan pendapat Poedjiadi dan Rusmansyah di atas dapat
disimpulkan tujuan pendekatan STM adalah:
1. Peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial dengan topic
pembelajaran di dalam kelas;
2. Peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan/perspektif untuk
mensikapi berbagai isu/situasi yang berkembang di masyarakat
berdasarkan pandangan ilmiah;
3. Peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat
yang memiliki tanggung jawab sosial.

2.4 Kaitan Sains, Teknologi, dan Masyarakat


Istilah Sains Teknologi Masyarakat di terjemahkan dari bahasa
inggris Science Technology Society. Pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat berarti menggunakan teknologi sebagai penghubung antara
sains dan masyarakat. Sains, teknologi dan masyarakat memiliki
keterkaitan yang sangat erat karena masyarakat membutuhkan sains dan
teknologi sebagai alat untuk memudahkan dan mensejahterakan kehidupan
masyarakat. Jadi sains dan teknologi diperlukan untuk memecahkan
permasalahan yang sedang berkembang di masyarakat. Sains, teknologi
dan masyarakat memiliki keterkaitan timbal balik, saling mengisi, saling
ketergantungan, saling mempengaruhi dan saling mendukung dalam
masyarakat.
Aikenhead (1992) memberikan batasan bahwa society is the social
milieu. Jadi, masyarakat mengandung pengertian lingkungan pergaulan
sehari-hari, teknologi, pranata sosial, aspek-aspek sosial budaya, dan nilai-
nilai yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Dengan demikian,
secara konseptual, model pembelajaran STM dapat dikaitkan dengan
asumsi bahwa sains, teknologi, dan masyarakat memiliki keterkaitan
timbal balik, saling mengisi, saling tergantung, saling mempengaruhi dan
13

mendukung dalam mempertemukan antara permintaan dan kebutuhan


manusia serta membuat kehidupan masyarakat lebih baik dan mudah.
Sains dan teknologi memiliki hubungan simbiosis. Artinya, sains
diterapkan untuk menghasilkan produk teknologi baru, instrumen baru,
teknik baru yang dapat bermanfaat dan menjadi kekuatan baru bagi para
saintis dalam melakukan penyelidikan ilmiah yang lebih maju demi
perkembangan sains. Kemudian temuan baru dalam bidang sains dapat
menjadi input baru untuk kemajuan teknologi, demikian seterusnya.
Teknologi dan ilmu pengetahuan tidak pernah terpisah. Siswa yang telah
mempelajari konsep/prinsip sains perlu selalu didorong untuk
menggunakan/menerapkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari,
misalnya menjelaskan peristiwa atau fenomena alam, dan menghasilkan
teknologi untuk memecahkan masalah yang dijumpai dalam masyarakat.
Teknologi dan masyarakat juga memiliki hubungan yang sangat
erat. Daya cipta individu merupakan sesuatu yang esensial dalam inovasi
teknologi. Kekuatan sosial dan ekonomi masyarakat sangat mempengaruhi
jenis teknologi yang dipilih. Teknologi juga dipengaruhi oleh sejarah dan
budaya masyarakat. Di sisi lain, secara historis beberapa teori sosial
berkeyakinan bahwa perkembangan teknologi akan mengakibatkan
perubahan sosial. Teknologi akan menimbulkan perubahan pola hidup,
politik, religius dan kesejahteraan hidup umat manusia.
Hubungan antara sains, teknologi, dan masyarakat memiliki
hubungan timbal balik dua arah yang tidak dapat dipisahkan dan dapat
dikaji manfaat maupun kerugian yang dihasilkan. Hubungan antara sains
dengan masyarakat adalah produk-produk sains memberi kontribusi bagi
kesejahteraan umat manusia. Sains sebagai proses dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengasah kemampuan berpikirnya dalam
memecahkan masalah terkait dengan kehidupan sehari-hari. Sebaliknya,
kebutuhan manusia sebagai individu maupun masyarakat memberikan
dorongan yang kuat bagi perkembangan sains.
Sains dan teknologi dapat digunakan untuk memantau kualitas
lingkungan. Masyarakat mempunyai kemampuan untuk memberikan
14

tanggapan terhadap pendidikan dan mengatur kualitas lingkungan dan


dengan bijaksana menggunakan sumber alam, untuk meningkatkan
kualitas hidup tanpa harus merusak keseimbangan ekosistem. Sains dapat
memberikan pemahaman mengenai pemanfaatan lingkungan sebagai
sumber belajar, sehingga masyarakat mampu memilah dan memilih
teknologi sesuai kebutuhan. Model pembelajaran STM berupaya
memberikan pemahaman tentang peranan sains terhadap teknologi,
masyarakat. Sebaliknya peranan masyarakat terhadap arah perkembangan
sains, dan teknologi. Termasuk juga peranan teknologi dalam
penyesuaiannya dengan sains, manfaatnya terhadap masyarakat dan
dampak-dampak yang ditimbulkan. Hubungan antara sains, teknologi, dan
masyarakat, dapat dilihat seperti pada Gambar dibawah. Mengetahui
eratnya hubungan timbal balik antara sains, teknologi, dan masyarakat,
maka isu-isu sosial dan teknologi yang ada di masyarakat perlu digunakan
sebagai rujukan dalam pedidikan sains di sekolah, khususnya dalam upaya
pencapaian literasi sains dan teknologi bagi siswa. Terdapat keterkaitan
antara sains, teknologi, dan masyarakat. Masing-masing unsur dalam tidak
dapat dipisahkan.

Gambar di atas menunjukkan bahwa sains, teknologi, dan


masyarakat sangat erat hubungannya. Siswa berinteraksi dengan
lingkungan sosial (masyarakat), lingkungan alam (dipelajari dengan sains),
dan lingkungan buatan (teknologi). Teknologi ini diciptakan oleh manusia
untuk memenuhi kebutukan hidupnya. Teknologi dan sains saling
melengkapi sebab sains merupakan pengetahuan yang sistematis tentang
alam sedangkan teknologi merupakan metode sistematis yang dilakukan
15

manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Robert dan Rustam,


2000:9).
Namun, saat ini kenyataannya pendidikan sains di sekolah lebih
menekankan pembelajaran ke arah produk sains saja tanpa memperhatikan
prosesnya. Sejarah membuktikan bahwa kehidupan di masa lalu beserta
pendidikan generasi mudanya sama sekali tidak memperhatikan
lingkungan sekitar. Setiap produk yang dihasilkan baik teknologi maupun
sumber daya manusianya berlomba-lomba untuk mengeksplorasi kekayaan
bumi tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan di masa yang akan
datang (Utomo, 2008). Mengubah paradigma mengenai pendidikan
tidaklah mudah. Salah satu cara yang dapat dilakukan sejak dini adalah
membuat siswa menjadi tertarik pada suatu pelajaran. Pelajaran yang
bersifat abstrak sangat tidak disukai oleh siswa. Untuk itu pelajaran kini
harus mengaitkan dengan lingkungan terdekat siswa, sehingga siswa
menjadi lebih tertarik dan merasakan makna dari pelajaran tersebut.
Lingkungan akan berperan untuk memfasilitasi siswa pada situasi yang
lebih konkrit dan akan memberikan dampak peningkatan apresiasi siswa
terhadap konsep sains dan lingkungannya (Theresia, 2007).
Menurut Podjiaji (dalam Tistanti) pembelajaran Sains Lingkungan
Teknologi dan Masyarakat pada dasarnya memberikan pemahaman
tentang kaitanantara sains teknologi dan masyarakat sekitar serta
merupakan wahana untuk melatih kepekaan siswa terhadap lingkungan
sebagai akibat perkembangan sains dan teknologi. Berdasarkan hal
tersebut siswa diharapkan dapat menerapkan pembelajaran sains dengan
memanfaatkan lingkungan sekitar untuk membuat teknologi yang
bermanfaat bagi masyarakat. Dalam hal ini diutamakan pada dampak-
dampak yang timbul akibat sains dan teknologi dalam usaha pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Pembelajarn sains, teknologi, dan masyarakat
menekankan pada peserta didik untuk learning to know, learning to do,
learning to be, learning to live together. Siswa aktif dalam pembelajaran
dan guru berfungsi sebagai fasilitator.
16

Namun, saat ini kenyataannya pendidikan sains di sekolah lebih


menekankan pembelajaran ke arah produk sains saja tanpa memperhatikan
prosesnya. Sejarah membuktikan bahwa kehidupan di masa lalu beserta
pendidikan generasi mudanya sama sekali tidak memperhatikan
lingkungan sekitar. Setiap produk yang dihasilkan baik teknologi maupun
sumber daya manusianya berlomba-lomba untuk mengeksplorasi kekayaan
bumi tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan di masa yang akan
datang (Utomo, 2008). Mengubah paradigma mengenai pendidikan
tidaklah mudah. Salah satu cara yang dapat dilakukan sejak dini adalah
membuat siswa menjadi tertarik pada suatu pelajaran. Pelajaran yang
bersifat abstrak sangat tidak disukai oleh siswa. Untuk itu pelajaran kini
harus mengaitkan dengan lingkungan terdekat siswa, sehingga siswa
menjadi lebih tertarik dan merasakan makna dari pelajaran tersebut.
Lingkungan akan berperan untuk memfasilitasi siswa pada situasi yang
lebih konkrit dan akan memberikan dampak peningkatan apresiasi siswa
terhadap konsep sains dan lingkungannya (Theresia, 2007).
Untuk itu, dalam upaya meningkatkan literasi sains dan teknologi
siswa, perlu dikembangkan suatu model pembelajaran yang mengaitkan
antara sains, teknologi masyarakat melalui model pembelajaran STM.
Model pembelajaran STM memungkinkan siswa berperan aktif dalam
pembelajaran dan dapat menampilkan peranan sains dan teknologi di
dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan.
Model pembelajaran STM adalah model pembelajaran yang
mengaitkan antara sains dan teknologi serta manfatnya bagi masyarakat.
Model pembelajaran ini memanfaatkan lingkungan sebagai sasaran
belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Model pembelajaran STM
merupakan model pembelajaran alternatif yang dapat digunakan untuk
menarik perhatian siswa dalam pembelajaran sains, sehingga literasi sains
dan teknologi siswa dapat meningkat. Model pembelajaran ini berusaha
untuk meningkatkan keterlibatan pembelajar melalui pendayagunaan
lingkungan sebagai sumber belajar. Pembelajaran dengan menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar mampu menyediakan berbagai hal
17

menarik untuk siswa. Jumlah sumber belajar yang tersedia di lingkungan


ini tidaklah terbatas. Belajar melalui lingkungan akan semakin
memperkaya wawasan dan pengetahuan siswa karena siswa dapat
mengalami secara langsung dan dapat mengoptimalkan potensi panca
inderanya untuk berkomunikasi dengan lingkungan, sehingga
pembelajaran menjadi bermakna (meaningfull learning).
Melalui pembelajaran sains, teknologi, dan masyarakat diharapkan
peserta didik mampu berpikir kritis, menjawab dan mengatasi setiap
masalah yang berkaitan dengan isu-isu sains dan teknologi di masyarakat,
hingga pada akhirnya terbentuk siswa yang literasi sains dan teknologi.
Peserta didik dibimbing untuk memiliki kepekaan terhadap masalah-
masalah di masyarakat dan berperan aktif untuk turut mencari solusi dari
masalah tersebut. Siswa akan memiliki kemampuan intelektual yang tinggi
dan diimbangi dengan keterampilan hidup (life skill) yang dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan di masyarakat, sehingga tercipta siswa
yang literasi sains dan teknologi.

2.5 Keunggulan pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat


Salah satu pendekatan kontekstual yang dapat dikembangkan
dalam pendidikan dasar adalah model Sains Teknologi Masyarakat (STM).
Pendekatan STM adalah belajar dan mengajarkan sains dan teknologi
dalam konteks pengalaman manusia. Pendekatan STM dianggap cocok
untuk mengintegrasikan domain konsep, keterampilan proses, kreativitas,
sikap, nilai-nilai, penerapan, dan keterkaitan antar bidang studi dalam
pembelajaran dan pendekatan sains. Menurut pandangan National Science
Teacher Assocciation (NSTA), STM harus sejalan dengan pengalaman
hidup siswa. Oleh karena itu, pembelajaran sains yang menggunakan
pendekatan STM melibatkan masalah/isu aktual yang dihadapi oleh siswa
dan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sehingga relevan dengan
kehidupan siswa.
Pembelajaran dengan pendekatan STM memiliki cakupan
pembelajaran yang lebih luas karena diperkaya dengan permasalahan atau
isu sains atau teknologi. Konteks pembelajaran menjadi lebih luas.
18

Pembelajaran seperti ini memberi kesempatan kepada siswa untuk


menyadari hubungan sains yang dipelajarinya dengan apa yang ditemui
dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran selalu berawal dari masalah
yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan nyata. Dengan demikian siswa
tidak hanya memperlajari konsep fisika, biologi atau kimia saja tetapi juga
belajar untuk menanggapi dan menyelesaikan permasalahan yang
dihadirkan dalam pembelajaran.
Penggunaan pendekatan STM tidak hanya terbatas pada konsep
esensial yang diajarkan di sekolah tetapi juga menekankan peranan sains
dan teknologi dalam kehidupan bermasyarakat sehingga dapat
menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa terhadap dampak sains dan
teknologi yang terjadi dalam masyarakat. Sehingga aspek dalam diri siswa
yang dapat dikembangkan anatara lain domain konsep, keterampilan
proses, kreativitas, sikap, nilai-nilai, penerapan dan keterkaitan
antarbidang studi dalam pembelajaran dan pendekatan sains. Salah satu
contohnya, dapat mengembangkan kreativitas siswa dalam memecahkan
masalah, terutama permasalahan atau isu-isu yang ada dimasyarakat. Misal
isu kimia di masyarakat, yaitu mengenai zat aditif dimasyarakat. Dengan
mengaitkan materi dengan dunia nyata dalam kehidupan siswa (daily life)
dengan jalan bercerita atau mengajukan tanya jawab lisan tentang kondisi
aktual siswa. Kemudian siswa diarahkan melalui mode ling agar siswa
termotivasi, questioning yang menuntut siswa berfikir, construct
ivism agar siswa membangun pengertian, inquiry mendesak siswa
menemukan konsep sendiri dengan bimbingan guru, learning
community menciptakan siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta
terbiasa berkolaborasi dan mengkomunikasikan
pengetahuan, reflection membuat siswa mampu mengulang kembali dan
menyimpulkan pengalaman belajarnya, serta authentic assessment agar
penilaian yang diberikan guru menjadi objektif.
Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM)
Dalam upaya meningkatkan penguasaan siswa terhadap konsep-
konsep dan prinsip-prinsip sains, serta meningkatkan literasi sains dan
19

teknologi siswa, maka penyajian materi ajar sains di sekolah hendaknya


selalu dikaitkan dan disepadankan dengan isu-isu sosial dan teknologi
masyarakat. Salah satu pendekatan dalam pendidikan sains yang mungkin
dapat memberikan solusi terhadap permasalahan di atas adalah pendekatan
“sains-teknologi-masyarakat” (STM). Pendekatan STM dalam
pembelajaran sains merupakan “perekat” yang mempersatukan sains,
teknologi, dan masyarakat. Isu-isu sosial dan teknologi di masyarakat
merupakan karakteristik kunci dari pendekatan STM (Yager,
1991). Melalui pendekatan STM, para siswa belajar sains dalam konteks
pengalaman nyata, yang mencakup penerapan sains dan teknologi (Yager,
1996). Pengetahuan yang dibangun melalui pendekatan STM akan ada
pada diri siswa sebagai copy situasi kehidupan nyata.
Ciri-ciri pendekatan STM antara lain:
1) difokuskan pada isu-isu sosial dan teknologi di masyarakat yang
terkait dengan konsep dan prinsip sains yang akan diajarkan,
2) diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan ketrampilan siswa
dalam membuat keputusan berdasarkan informasi ilmiah,
3) tanggap terhadap karir pada masa depan,
4) evaluasi belajar ditekankan pada kemampuan siswa dalam
memperoleh dan menggunakan informasi ilmiah untuk
memecahkan masalah (Eddy M. Hidayat,1992).
Model Pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat (STM)
Model pembelajaran STM merupakan salah satu model dalam
pembelajaran Sains di sekolah. Sasaran yang ingin dicapai melalui
pendekatan STM adalah meningkatkan minat siswa terhadap Sains serta
membentuk pribadi siswa yang literasi sains dan teknologi. Melalui model
pembelajaran STM, para siswa sebagai warga masyarakat diharapkan
lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosialnya. Model
pembelajaran STM merupakan “perekat” yang mempersatukan sains,
teknologi, dan masyarakat (Rustum Roy, 1983). Pengajaran Sains akan
lebih bermakna jika konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori Sains
dikemas dalam kerangka yang bertalian dengan teknologi dan masyarakat.
20

Hasil penelitian yang dilakukan USA oleh Yager (1984), Yager &
Yager (1985) menunjukkan bahwa jumlah siswa yang merasa bahwa sains
tidak menyenangkan dan hanya merupakan hafalan fakta, meningkat pada
kelas-kelas yang makin tinggi. Kesan siswa bahwa guru Sains berusaha
membuat sains menarik, menimbulkan rasa ingin tahu, serta mendorong
siswa untuk berani mengemukakan pendapat, menurun pada kelas-kelas
yang makin tinggi. Di samping itu, terungkap pula bahwa 1) guru Sains
terikat pada buku ajar yang diikuti baik isi, urutan maupun contoh-
contohnya secara kaku, 2) kebutuhan dan minat siswa diabaikan, dan 3)
disiplin dalam sains dipisahkan secara sangat tajam, dan tidak ditunjukkan
aplikasinya dan kaitannya dengan disiplin lainnya.
National Science Teacher Assosiation (NSTA) di USA
mendefinisikan STM sebagai “ the teaching and learning of science in the
contaxt of human experience (Yager,1992). NSTA mengajukan sebelas
ciri dalam mendeskripsikan pendekatan STM dalam pembelajaran Sains,
yaitu:
1) Siswa mengidentifikasi masalah-masalah sosial dan teknologi di
daerahnya serta dampaknya.
2) Menggunakan sumber lokal (manusia dan material) untuk
memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah.
3) Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang
dapat digunakan dalam memecahkan masalah dalam kehidupan
nyata.
4) Perluasan untuk terjadinya proses belajar yang melampaui waktu,
kelas, dan sekolah.
5) Memusatkan pengaruh sains dan teknologi kepada siswa.
6) Pandangan bahwa materi subyek lebih dari sekedar konsep yang
harus dikuasai siswa.
7) Penekanan pada keterampilan proses yang dapat digunakan siswa
dalam memecahkan masalah.
21

8) Penekanan terhadap kesadaran karir, terutama karir yang


berhubungan dengan sains dan teknologi.
9) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan sebagai warga
masyarakat, jika telah dapat mengatasi isu yang telah
diidentifikasinya.
10) Identifikasi cara-cara yang memungkinkan sains dan teknologi
memecahkan masalah di masa depan.
11) Perwujudan otonomi dalam proses belajar sebagai isu individu.
Keuntungan pendekatan STM dalam pembelajaran Sains adalah
berlakunya model belajar konstruktivis. Pendekatan STM sejajar dengan
pelaksanaan pandangan konstruktivisme dalam belajar dan mengajar
(Yager, 1992). Pandangan konstriktivisme dalam belajar dan mengajar
didasarkan atas asumsi bahwa “pengetahuan dibangun di dalam pikiran
pebelajar” (Bodner, 1986). Model konstruktivis tentang belajar dan
mengajar, memberi tekanan pada pentingnya peran prior knowledge siswa
dalam belajar, serta memperhatikan bagaimana pengetahuan itu dibangun
di dalam struktur kognitif siswa. Jadi, model konstruktivis menempatkan
siswa pada posisi sentral dalam proses pembelajaran. Pendekatan STM di
samping menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang berlaku
pada model konstruktivis dalam pembelajaran, juga memberi kesempatan
kepada siswa sebagai decision maker dalam memecahkan masalah.
Berikut ini dikemukakan perbandingan antara karakteristik
pembelajaran Sains yang tradisional yang pada umumnya diikuti oleh para
guru Sains dan karakteristik pembelajaran Sainsdengan pendekatan STM.
Pembelajaran Sains tradisional
1) Konsep-konsep diperoleh dari buku teks.
2) Menggunakan laboratorium dan aktivitas yang disarankan dalam
buku petunjuk.
3) Keterlibatan siswa kurang aktif, karena informasi biasanya telah
disediakan guru atau ada dalam LKS.
4) Pernyataan pentingnya informasi berasal dari guru.
5) Siswa berkonsentrasi pada masalah yang disiapkan oleh guru.
22

6) IPA dipelajari di sekitar dinding kelas, sebagai bagian dari


kurikulum.
Pembelajaran Sains dengan pendekatan STM
1) Masalah diidentifikasi oleh siswa.
2) Keterlibatan siswa lebih aktif, karena mereka harus mencari sendiri
informasi yang digunakan untuk memecahkan masalah.
3) Pembelajaran Sains dapat melampaui apa yang tertera dalam
kurikulum.
4) Proses belajar sangat berpusat pada siswa.
5) Tidak hanya ditekankan pada keterampilan proses, tetapi juga
metode ilmiah yang digunakan ilmuwan.
6) Konsep-konsep yang dipelajari tidak hanya bersumber dari buku
teks, tetapi juga dari masyarakat.
7) Para siswa memperoleh kesempatan untuk berfungsi sebagai
“decision maker” dalam memecahkan masalah.
Ditinjau dari penggunaan buku teks, antara kelas yang diajar
dengan pendekatan tradisional dan kelas yang diajar dengan pendekatan
STM, terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah
sebagai berikut
Tradisional STM
1) Buku teks dapat 1) Buku teks hanya digunakan jika
digunakan terus diper-lukan sebagai sumber
menerus. informasi.
2) Guru menyediakan 2) Guru membantu siswa dalam
informasi untuk dicatat menemukan jawaban dari
dan diulangi. pertanyaannya.
3) Kegiatan belajar 3) Siswa merencanakan aktivitas
disiapakan terma-suk sebagai cara untuk menguji idenya
tujuan akhir. dan pen-jelasannya.
4) Tidak ada perhatian 4) Masalah dan isu yang ada sering
terhadap masalah dan dipersiapkan sebagai konteks
isu yang sedang belajar.
23

“ngetrend”.
5) Siswa mengerjakan apa 5) Siswa mengusulkan kegiatan,
yang ada dalam buku sumber informasi, dan pertanyaan
dan guru suruh untuk baru.
dikerjakan.
6) Tidak ada penggunaan 6) Sering menggunakan laporan berita
surat kabar dan jurnal. dan situasi saat itu.
7) Ide dan informasi
dipresentasi untuk 7) Ide dan informasi diperlukan untuk
dikuasai. merespon isu dan pertanyaan.
8) “Sains” ditempatkan 8) Sains berupa fakta di sekolah
pada wadah yang sebagai kesatuan yang utuh di
dinamai kelas sains masyarakat dan dalam kehidupan
atau kelas siswa.
laboratorium.
(Yager, 1996)
Lebih lanjut, dilihat dari penguasaan konsep dan keterampilan
proses, antara kelas yang diajar dengan pendekatan tradisional dan kelas
yang diajar dengan pendekatan STM, terdapat beberapa perbedaan.
Perbedaan-perbedaan tersebut adalah sebagai berikut.
Tradisional STM
1) Konsep hanya disiapkan untuk 1) Siswa melihat konsep sebagai
penguasaan tes yang dibuat kebutuhan pribadi.
guru.
2) Konsep dilihat sebagai hasil 2) Konsep dilihat dari
akhir yang dicapai siswa. keperluannya untuk
pemecahan masalah.
3) Penguasaan konsep bersifat 3) Siswa yang belajar dengan
semen-tara. penga-laman memperoleh
pengetahuan dan dapat
menghubungkan penge-
tahuannya dengan situasi baru.
24

4) Siswa melihat proses sains 4) Siswa melihat proses sains


sebagai keterampilan yang sebagai keterampilan yang
dilakukan oleh ilmuwan. mereka dapat gunakan.
5) Siswa melihat proses sains 5) Siswa melihat proses sains
sebagai sesuatu yang sebagai keterampilan yang
dipraktekkan yang merupakan diperlukan untuk memperbaiki
tuntutan pelajaran. dan membangun diri-nya
secara lebih sempurna.
6) Siswa melihat proses sains 6) Siswa melihat proses sains
yang abstrak, sempurna, tidak sebagai bagian penting dari
dapat dicapai, dan tidak apa yang me-reka kerjakan di
berhubungan dengan hidupnya. dalam belajar sains.
(Yager,1996).

Ditinjau dari sisi penerapan konsep sains yang diperoleh siswa,


perbedaanya antara siswa yang diajar dengan pendekatan tradisional dan
siswa yang diajar dengan pendekatan STM adalah sebagai berikut.
Tradisional STM
1) Siswa tidak melihat nilai dan 1) Siswa dapat menghubungkan
atau kegunaan dari pelajaran sains yang dipelajari dengan
sains untuk kehidupannya. kehidupan-nya.
2) Siswa tidak melihat nilai dari 2) Siswa menjadi terlibat dalam
sains yang dipelajari untuk pemecahan isu-isu sosial;
memecahkan masalah yang ada mereka melihat manfaat dari
di masyarakat. belajar sains untuk menjadi
warga negara yang
bertanggung jawab.
3) Siswa dapat menceritakan 3) Siswa menginginkan informasi
informasi atau konsep yang yang berhubungan dengan
dipelajari. masalah.
4) Siswa tidak dapat 4) Siswa tertarik dengan
menghubungkan sains yang perkembangan teknologi baru
25

dipelajari dengan teknologi yang dan menggunakannya untuk


ada pada saat itu. melihat kepentingannya serta
kecocokannya dengan konsep
sains.
(Yager,1996)
Adapun kelebihan STM adalah :
1. Siswa memiliki kemampuan memandang sesuatu secara
terintegrasi dengan memperhatikan keempat unsur STM, sehingga
dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang
pengetahuan yang telah dimiliki.
2. Melatih siswa peka terhadap masalah yang sedang berkembang di
lingkungan mereka.
3. Siswa memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan atau
sistem kehidupan dengan mengetahui sains, perkembangannya dan
bagaimana perkembangan sains dapat mempengaruhi lingkungan,
teknologi dan masyarakat secara timbal balik. (Nono
Sutanto,2007:36)
4. Siswa dapat melihat hubungan (nilai) tentang apa-apa yang mereka
pelajari di bangku sekolah dengan kehidupan nyata sehari-hari (real
life situation)
5. Siswa dapat melihat relevansi teknologi yang digunakan saat ini
dengan konsep-konsep dan prinsip sains yang sedang mereka
pelajari
6. Siswa menjadi lebih kreatif, hal ini akan terlihat dari banyaknya
pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan karena besarnya rasa
ingin tahu mereka. Mereka juga menjadi lebih mudah dan terampil
mengidentifikasi penyebab atau dampak penggunaan suatu
teknologi
7. Siswa dapat melihat bahwa sains adalah alat yang dapat digunakan
/ mampu memecahkan masalah-masalah
26

8. Siswa akan menyadari bahwa proses-proses sains penting untuk


dipelajari karena mereka merupakan keterampilan yang sangat
penting untuk dikuasai dalam tujuan memecahkan suatu masalah.
Kelebihan dari model STM dapat ditinjau dari segi tujuan,
Pembelajaran, guru dan evaluasi.
 Segi tujuan, yaitu:
1) Meningkatkan tidak hanya keterampilan konsep proses sains
saja tetapi juga keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah.
2) Menekankan cara belajar yang baik mencangkup aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik.
3) Menekankan sains dalam keterpaduan antar dan dalam(intra)
bidang studi.
 Segi pembelajaran, yaitu:
1) Menekankan keberhasilan siswa.
2) Menggunakan berbagai strategi.
3) Menggunakan berbagai informasi, kerja lapangan studi mandiri
serta interaksi antara informasi secara formal.
 Segi guru, yaitu:
1) Mempunyai pandangan yang luas mengenai sains.
2) Mengajar dengan berbagai strategi baru de dalam kelas,
sehingga memahami tentang kecakapan,dan kematangan serta
latar belakang siswa.
3) Menyadarkan guru bahwa kadang-kadang dirinya tidak selalu
berfungsi sebagai sumber informasi.
 Segi evaluasi, yaitu:
1) Ada hubungan antara tujuan, proses dan hasil belajar.
2) Perbedaan antara kecakapan dan keuntungan serta latar
belakang siswa juga diperhatikan.
3) Kualitas, efisiensi serta fungsi program juga dievaluasi.
Guru juga termasuk yang dievaluasi usahanya yang terus-menerus
dalam membantu siswa.
27

Menurut Hairida (1996:29) kelebihan penggunaan model STM


dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan literasi sains para siswa, meningkatkan perhatian siswa
terhadap sains dan teknologi serta perhatian terhadap interaksi antara
sains, teknologi dan masyarakat.
2) pemahaman yang lebih baik dalam sains.
3) Meningkatkan kemampuan berpikir kritis, bernalar logis, memecahkan
masalah secara kretif.
4) Peningkatan kemampuan membuat keputusan terhadap permasalahan
yang menyangkut sains, teknologi, dan masyarakat.

2.6 Permasalahan pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat

Manfaat Model Pemebelajaran STM (Sain, Teknologi, dan


Masyarakat )

Adapun manfaat dari suatu pendekatan STM ( Sains, Teknologi,


Masyarakat) yaitu:

1. Pendekatan STM efektif untuk penguasaan konsep dalam diri murid.


2. Dalam ranah penerapan/aplikasi murid-murid yang diberikan
pendekatan STM menunjukan kemampuan menerapkan konsep-
konsep sains (IPA) dalam kehidupan sehari-hari.
3. Dalam ranah sikap, hasil penelitian menunjukan bahwa murid-murid
yang diberikan pendekatan STM mempunyai sikap yang lebih positif
terhadap pelajaran sains.
4. Dan siswa dapat menjadi pelajar yang bisa bersikap dan tahu
teknologi.
5. Serta untuk meningkatkan kemampuan menggunakan pengetahuan
didalam membuat keputusan. Dengan demikian individu tersebut
dapat menghargai sains dan teknologi dalam masyarakat, dan
mengerti keterbatasan-keterbatasannya.
6. Siswa menjadi lebih kreatif, hal ini akan terlihat dari banyaknya
pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan karena besarnya rasa ingin
28

tahu mereka. Mereka juga menjadi lebih mudah dan terampil


mengidentifikasi penyebab atau dampak penggunaan suatu teknologi

Problematika Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam


Pembelajaran

Mitchener & Anderson (1989) dalam Raja (2009), melaporkan


hasil penelitian tentang perspektif guru dalam penyusunan dan
pelaksanaan sebuah pembelajaran dengan pendekatan STM bahwa guru
memiliki hambatan dalam penerapan pendekatan ini dan menunjukkan
kekhawatiran berupa ketidak nyamanan dengan pengelompokan,
ketidakpastian tentang evaluasi, dan frustrasi tentang populasi siswa, dan
kebingungan peran guru. Hasil-hasil temuan tersebut akan berguna dalam
menyelenggarakan program pengembangan guru.

Kekhawatiran terhadap konten dapat terjadi karena persentasi


waktu yang rendah bagi peran guru dalam transfer pengetahuan kepada
anak. Guru lebih banyak berperan dalam mengarahkan pengetahuan anak
pada upaya penemuan masalah dan konseptualisasi berdasarkan disiplin
ilmu. Penanaman konsep lebih banyak dilakukan pada momen-momen
tertentu secara tepat, sehingga memiliki tingkat retensi yang lebih lama.

Bagi sekolah dengan populasi siswa yang tinggi dalam kelas, dapat
menjadi masalah tersendiri bagi guru. Jika kelompok yang dibentuk dalam
kelas banyak, guru akan kewalahan dalam pendampingan kelompok dan
pembimbingan kajian masalah. Sedangkan ketika kelompok dikurangi
(populasi dalam kelompok tinggi) konsekuensinya dapat terjadi peran
yang tidak efektif bagi anak. Sehingga penggunaan pendekatan STM,
harus dirancang untuk melibatkan pihak lain dalam proses pembelajaran.

Kompleksitas masalah dan sumber informasi yang dapat terlibat


dalam pembelajaran STM, harus dapat disikapi secara profesional oleh
guru. Ketepatan masalah yang dipilih oleh siswa untuk dikaji sangat
ditentukan oleh peran guru dalam mengekspose fakta-fakta. Penentuan
29

prosedur analisis dan sumber data yang akurat, memerlukan bimbingan


dan arahan dari guru. Demikian pula, dalam hal kajian data dan
konseptualisasinya dibutuhkan peran guru dalam memberikan klarifikasi
dan penguatan atas hasil-hasil kerja dari tiap kelompok.

Kompleksitas masalah dan sumber informasi juga berimplikasi


pada beragamnya fokus anak dalam mengkaji konsep pengetahuan.
Konsekuensinya, dibutuhkan kecermatan dalam menyusun alat evaluasi
terutama pada domain penguasaan konsep. Penggunaan alat penilaian
yang variatif, dapat meningkatkan akurasi data yang dibutuhkan dalam
mengevaluasi perkembangan anak.

Aisyah (2007), mengemukakan empat hambatan pembelajaran


dengan pendekatan STM, yaitu waktu, biaya, kompetensi guru, dan
komunikasi dengan stakeholder (orang tua, masyarakat, dan birokrat).
Waktu merupakan faktor penting untuk menentukan materi-materi apa
yang akan diajarkan pada siswa. Pelaksanaan seluruh fase pembelajaran
pada konten tertentu, kadang-kadang membutuhkan waktu yang panjang
sehingga memerlukan analisa yang baik untuk memilih dan
mengalokasikan waktu untuk implementasinya. Siswa membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data dari nara sumber
secara mendetail. Oleh karena itu, siswa harus kerjasama dengan baik
antar anggota kelompok agar data yang diperoleh dapat maksimal.
Beberapa sekolah memilih waktu di sore hari atau jalur ekstrakurikuler
untuk penerapan STM agar tidak terganggu dengan aktivitas belajar yang
lain. Bahkan, gelar kasus (show case) yang dilanjutkan dengan refleksi
diri, biasanya dilaksanakan pada akhir semester (Aisyah, 2007).

Biaya merupakan faktor yang penting dalam implementasi STM.


Biaya dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan STM dari mulai identifikasi masalah, sampai pelaksanaan
gelar kasus (show case). Umumnya, pihak sekolah belum mengalokasikan
biaya untuk kegiatan pembelajaran STM. Oleh karena itu, pihak sekolah
30

khusunya hendaknya memberi dorongan moril maupun materil untuk


terselenggaranya penerapan STM ini. Dalam hal dorongan materil, dapat
dirintis pembiayaan penerapan metode ini secara swadaya (Aisyah, 2007).

Kompetensi guru sangat penting dalam pembelajaran STM,


terutama dalam penguasaan materi inti, problem solving dan hubungan
interpersonal. Umumnya guru belum memiliki pengetahuan yang baik
tentang pendekatan STM sehingga penerapan pendekatan ini masih sangat
jarang ditemukan. Selain itu, paradigma guru dalam menginterpretasikan
dan mengembangkan kurikulum, masih berbasis konten sehingga guru
merasa dituntut untuk menyampaikan materi tepat pada waktunya dan lupa
berinovasi dalam pembelajaran (Aisyah, 2007).

Kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga terkait


diperlukan pada saat siswa merencanakan untuk mengunjungi lembaga
tertentu atau meninjau kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga
tertentu. Misalnya mengunjungi rumah sakit daerah, observasi pada pabrik
produk bahan makanan dan sebagainya. Untuk kelancaran kegiatan, anak
perlu dibekali surat pengantar dari sekolah, atau sekolah melakukan
pemrosesan izin ke lembaga yang terkait sebelum kegiatan dilaksanakan.
Selain itu, komunikasi dengan orang tua perlu diintensifkan. Orang tua
perlu diberi pemahaman sehingga seluruh aktivitas anak yang menyita
waktu dapat dimaklumi atau mendapat support dari orang tua (Aisyah,
2007).

Menurut Aisyah (2007), hambatan lain dalam penerapan


pendekatan ini adalah siswa belum terbiasa untuk berpikir kritis dan
belajar mengambil pengalaman di lapangan, sehingga dibutuhkan
kesabaran dan ketekunan guru untuk mengarahkan dan membimbing siswa
dalam pembelajaran. Untuk menerapkan pendekatan ini, peranan guru
dimulai dari perencanaan pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil
belajar, motivator dan pembimbing. Pendekatan STM menuntut
31

kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi sosial dan


kompetensi kepribadian yang baik.

Berdasarkan data hasil PISA (Program for International


Assessment of Student) tahun 2009, peringkat Indonesia baru bisa
menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Ada tiga aspek yang diteliti
PISA, yakni kemampuan membaca, matematika, dan sains, berikut hasil
survey PISA tahun 2009; Reading (57), Matematika (61) dan Sains (60).
Dengan predikat ini bisa mencerminkan bagaimana sistem pendidikan
Indonesia yang sedang berjalan saat ini.

Berdasarkan data PISA tahun 2009 tersebut, anak Indonesia masih


rendah dalam kemampuan literasi sains diantaranya mengidentifikasi
masalah ilmiah, menggunakan fakta ilmiah, memahami sistem kehidupan
dan memahami penggunaan peralatan sains.

Berdasarkan data prestasi sains di TIMSS (Trends in International


Mathematics and Science Study) Indonesia pada tahun 2003 Indonesia
berada diurutan 36 dan tahun 2007 diurutan 41. Oleh karena itu,
pembaharuan pendidikan di Indonesia memang harus terus dilakukan.
Perlu diupayakan penataan pendidikan yang bermutu dan terus menerus
yang adaptif terhadap perubahan zaman. Rendahnya mutu sumber daya
manusia Indonesia itu memang tidak terlepas dari hasil yang dicapai oleh
pendidikan kita selama ini.

Oleh Choiri mengatakan bahwa banyak permasalahan


pembelajaran sains yang diangkat ke media tanpa adanya inovasi
pembelajaran di kelas, Selain itu pemberian materipun harus diperhatikan,
hal ini untuk menghindari kesalahan/kekurangan penerimaan konsep pada
anak dengan benar dengan memperhatikan psikologi anak tersebut dari
awal pelajaran hingga evaluasi.

 Banyak sekali masalah yang muncul yang dialami oleh guru,


diantaranya :
32

a. Guru tidak siap mengajar, dalam arti terkadang guru belum


memahami konsep materi yang diajarkan.
b. Kesulitan memahami pelajaran, guru sering kesulitan dalam
memunculkan minat belajar anak
c. Kurang optimal dalam penerapan metode pembelajaran yang
ada.
d. Kesulitan memilih dan menentukan alat peraga yang sesuai
dengan materi yang diajarkan
e. Kesulitan menanamkan konsep yang benar pada siswa dan
sering bersifat verbalistik.
 Sedangkan masalah yang timbul dari siswa diantaranya :
a. sukar untuk mengubah paradigma yang berpandangan bahwa
guru adalah satu-satunya sumber belajar.
b. Kurangnya minat siswa terhadap pelajaran sains karena bagi
mereka sains itu sulit dan sangat dibenci.
 Masalah dalam proses berlangsungnya pembelajaran antaranya :
a. pola pembelajaran DDCH (duduk, dengar, catat dan hapal).
Pola pembelajaran DDCH punya kelemahan, yaitu :
1. kurangnya interaksi guru sehingga murid dapat
menurunkan motivasi anak belajar
2. murid apatis karena tidak ada keaktifan terlihat dalam
proses pembelajaran.
3. murid kesulitan memahami konsep materi pelajaran.
4. munculnya trauma murid kepada guru yang mengajar
5. materi pelajaran yang diserap murid masuk dalam
ingatan jangka pendek alias STM (short time memory)
6. prestasi pembelajaran sains cenderung menurun.
b. Fasilitas baik sarana dan prasarana yang kurang menunjuang
membuat proses belajar mengajar terhambat.
c. Metode pembelajaran yang di terapkan guru kurang sesuai
dengan konsep materi .
33

d. Kurangnya kreativitas dan inovasi dari guru dalam mengajar


sehingga siswa menjadi bosan dan jenuh.
e. Jumlah siswa di atas 20 anak dalam satu kelas menyebabkan
guru kesulitan untuk mengatasi masalah perbedaan
kemampuan individu.Contoh kendala lain adalah ketersediaan
waktu; ketidakcocokan antara kurikulum, pembelajaran, dan
evaluasi; keterbatasan sumber belajar; pola hubungan antara
guru dan siswa; dan lain-lain.

SOLUSI ATAS PERMASALAHAN PEMBELAJARAN SAINS

1. Kegiatan Membenahi Motivasi dan Prestasi.


Kegiatan membenahi motivasi dan prestasi merupakan kegiatan
awal pembelajaran. Kegiatan itu perlu dirancang sebaik mungkin guna
mengkoordinasikan murid-murid untuk “siap” belajar, menerima
pelajaran dengan bertanya dan menggali ilmu pengetahuan yang akan
dipelajari. Kegiatan yang bisa memberikan motivasi dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan, misalnya
metode ceramah (bercerita), peragaan, demonstrasi, dan sosiodrama
dengan bermain peran, serta metode tanya jawab. Pada kegiatan
memberikan motivasi, guru hendaknya memberikan pertanyaan awal
yang mengarahkan pada materi yang akan dibahas, sehingga muncul
opini anak.
2. Guru dapat mengembangkan pembelajaran yang aktif.
Pendekatan pembelajaran “PAKEMI” dan inovatif,
pembelajaran aktif, kreatif, enak, menyenangkan. Pendekatan
pembelajaran PAKEMI paling tidak dapat membawa angin perubahan
dalam pembelajaran, yaitu :
a. guru dan murid sama-sama aktif dan terjadi interaksi timbal balik
antar keduanya.
b. guru dan murid dapat mengembangkan kreatifitasnya dalam
pembelajaran.
c. murid merasa senagn dan nyaman dalam pembelajaran
34

d. munculnya pembahasan dalam pembelajaran di kelas.

Selain itu pembelajaran aktif bisa dilakukan dengan pembelajaran


CBSA. Dalam pembelajaran ini dirubah system dari guru yang aktif
seperti pembelajaran dahulu, dimana guru memegang peran yang besar
karena guru dianggap sumber satu-satunya materi pembelajaran menjadi
siswa yang aktiv.anak-anak diperlakukan sebagai pribadi yang potensial
dan sedang berkembang. Keaktivan siswa harus meliputi intelektual dan
emosional. Dalam CBSA peranan guru menjadi ganda tidak hanya
ceramah namun ada peran lain diantaranya :

a. sebagai informator
b. sebagai komunikator
c. sebagai organisator
d. sebagai fasilisator
e. sebagai motivator
f. sebagai director
g. sebagai kasalisator
h. sebagai konduktor
i. sebagai inisiator
j. sebagai moderator
k. sebagai administrator
l. sebagai evaluator.

3. Menentukan model pembelajaran yang mengembangkan misi


pembelajaran sains
Dalam pelaksanaannya pembelajan sains selalu berkaitan dengan
metode ilmiah. Penggunaan metode ini pada dasarnya tidak terlepas
dari bebagai pendekatan-pendekatan terutama pendekatan proses.
Proses merupakan sekumpulan keterampilan intelektual yang harus
dimiliki oleh para siswa sebagai bekal dalam mempelajari sains.
Prestasi belajar siswa tidak semata-mata berasal dari pengetahuan
yang ditransfer langsung dari pikiran guru ke dalam pikiran siswa. Hal
35

ini disebabkan siswa yang datang ke sekolah sudah membawa


pengetahuan awal yang siap dikembangkan dengan bimbingan guru,
sesuai dengan kaidah pembelajaran yakni proses interaksi antara guru
dengan siswa. Dalam proses pembelajaran, guru memberikan
bimbingan, menyediakan berbagai kesempatan yang dapt mendorong
siswa belajar, dan memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Mengintegrasikan isi sains kedalam kegiatan-kegiatan
pembelajaran yang membekali siswa pengalaman belajar siswa secara
langsung. Pemberian pengalaman belajar secara langsung ini sangat
ditekankan melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah dengan tujuan untuk memahami konsep-
konsep dan mampu memecahkan masalah.
Selain itu dalam proses pembelajaran sains kita bisa menggunakan
beberapa macam pendekatan seperti halnya pendekatan lingkungan
dimana pembelajaran sains itu langsung kelapangan dan pengamatan
langsung terhadap fenomena sains ada juga pendekatan STM (sains
teknologi masyarakat) atau pendekatan STS (science technology
society), pendekatan konstruktivis dan pendekatan lainnya.

4. Membantu pemahaman hakikat sains dalam proses pembelajaran


Membantu siswa dalam pemahaman hakikat sains dapat dilakukan
dengan cara :

a. Para siswa/mahasiswa perlu dilibatkan secara aktif dalam


aktivitas yang didasari sains yang merefleksikan metode ilmiah
dan keterampilan proses yang mengarah pada diskoveri atau
inkuiri terbimbing.
b. Para siswa/mahasiswa perlu didorong melakukan aktivitas yang
melibatkan pencarian jawaban bagi masalah dalam masyarakat
ilmiah dan teknologi
c. Para siswa/mahasiswa perlu dilatih ”learning by doing = belajar
dengan berbuat sesuatu” dan kemudian merefleksikannya.
36

Mereka harus secara aktif mengkonstruksi konsep, prinsip, dan


generalisasi melalui proses ilmiah.
d. Para guru perlu menggunakan berbagai pendekatan/model
pembelajaran yang bervariasi dalam pembelajaran sains.
Siswa/mahasiswa perlu diarahkan juga pada pemahaman produk
dan konten materi ajar melalui aktivitas membaca, menulis dan
mengunjungi tempat tertentu.
e. Para siswa perlu dibantu untuk memahami
keterbatasan/ketentatifan sains, nilai-nilai, sikap yang dapat
dikembangkan melalui pembelajaran sains di masyarakat
sehingga mereka dapat membuat keputusan.

5. Menempatkan siswa pada pusat proses pembelajaran

Metoda mengajar tradisional dengan pendekatan ekspositori


sebaiknya mulai dikurangi.Guru yang hanya men-transmisi
pengetahuan kurang menstimulasi siswa untuk belajar secara aktif. Hal
ini bukan berarti bahwa metoda ceramah tidak baik, atau siswa tidak
mengalami proses belajar. Variasi proses pembelajaran lebih memicu
siswa untuk aktif belajar. Menempatkan siswa pada pusat poses
pembelajaran berarti memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengonstruksi hal yang dipelajarinya berdasarkan pengetahuan yang
diketahuinya dan menginterpretasi konsep, bukan memberikan
informasi melalui buku teks.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (STM) dalam


pandangan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, pada dasarnya
memberikan pemahaman tentang kaitan antara sains teknologi dan
masyarakat, melatih kepekaan penilaian peserta didik terhadap
dampak lingkungan sebagai akibat perkembangan sains dan
teknologi
 Implementasi Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dan
Lingkungan diterapkan harus melalui lima tahapan sebagai berikut
: Pendahuluan, Pembentukan/Pengembangan Konsep, Aplikasi
Konsep dalam Kehidupan, Pemantapan Konsep, dan
Penilaian/evaluasi.
 Tujuan pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah sebagai
berikut : memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mengkontraskan sains dan teknologi
,memberikan contoh-contoh dari masa lalu dan sekarang mengenai
perubahan-perubahan yang sangat besar, Memberikan dan
menawarkan pandangan global pada hubungan sains dan teknologi
pada masyarakat, Membuat peserta didik mampu relitas sosial
dengan topik pembelajaran didalam kelas. Serta mampu
menggunakan berbagai jalan atau pandangan untuk mensikapi.
 Kaitan sains, teknologi, dan masyarakat sangat erat hubungannya.
Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial (masyarakat),
lingkungan alam (dipelajari dengan sains), dan lingkungan buatan
(teknologi). Teknologi ini diciptakan oleh manusia untuk
memenuhi kebutukan hidupnya. Teknologi dan sains saling
melengkapi sebab sains merupakan pengetahuan yang sistematis
tentang alam

37
38

sedangkan teknologi merupakan metode sistematis yang dilakukan


manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

 Keunggulan pembelajaran STM adalah Siswa memiliki


kemampuan memandang sesuatu secara terintegrasi dengan
memperhatikan keempat unsur STM, sehingga dapat memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang pengetahuan yang telah
dimiliki.
 Adapun kelemahan dari suatu pendekatan STM ( Sains, Teknologi,
Masyarakat) yaitu: Memakan waktu lebih lama, tidak mudah untuk
mencari masalah yang sesuai dengan tema yang sedang dibahas,
guru yang belum menguasai sains teknologi, siswa yang berada di
kelas rendah belum mampu mengoperasikan sains teknologi yang
sudah ada, dan kurangnya Fasililitas pendukung pada sekolah atau
hampir tidak ada.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan di atas dan simpulan yang telah di
kemukakan sebelumnya, pada bagian ini penulis mengemukakan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Penulis berharap dari adanya tugas ini dapat memberikan manfaat yang
banyak bagi para pembaca.
2. Mohon dimaklumi, jika dalam makalah saya ini masih terdapat banyak
kekeliruan, baik bahasa maupun pemahaman. Saya berharap kritik dan
saran dari pembaca.
39

DAFTAR PUSTAKA
Abror dalam Brahim,Theresia. 2007. Peningkatan Hasil Belajar Sains Siswa kelas
IV Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Penabur – No. 09/ Tahun ke
19/Februari 2018.
Aikenhead S.G. and Ryan A.G. (1992). The development of a new instrument:
Views on Science-Technology-Society” (VOSTS), Science Education, 76,
477–491.
Aisyah. 2007. Penerapan Metode Pembelajaran Portofolio dengan Pendekatan
Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) pada Mata Pelajaran Ekonomi
Kelas X SMA Negeri 15 Semarang. Skripsi. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.

Appropriate Science for All”(Journal NSTA: What Research Say to the Sciences
Teacher.

Asyari, 2006. Penerapan Pendekatan STM Dalam Pembelajaran Sains di SD.


Depdiknas. Direktorat Dikti

Drs.Karso,dkk. 1993. Dasar-Dasar Pendidikan Mipa. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan

Galib, La Maronta. (2001). Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam


Pembelajaran sains di sekolah. [online]. Tersedia :
http://depdiknas.go/editorial jurnal pendidikan dan kebudayaan edisi
34.html ( diakses 20 februari 2018 )

Karli, Hilda dan Margaretha Sri.Y (2002). Implementasi Kurikulum Berbasis


Kompetensi. Bandung

Poedjiadi, A. 2005. Sains Teknologi Masyarakat. Bandung: PT Remaja Rosda


Karya.

Purwanto.2008. Upaya Mengembangkan Kecerdasan Majemuk ( Multiple


Inneligences) Peserta SMK Melalui Penerapan Pendekatan STM
Pembelajaran Fisika. Yogyakarta : Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta

39
40

Robert E, Y dan Rustam R. 2000. STS : Most Pervasive and Most Radical of
Reform Appoarches to “ science” Education. The University of Lowa
and Pennsylvania State University.

Rusmansyah, Yudha Isaryuana. 2006. Prospek Penerapan Pendekatan Sains


Teknologi Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran Kimia di Kalimantan
Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Siti Fatonah, Zuhdan K, Prasetyo. 2014. Pembelajaran Sains,.Yokyakarta:


Penerbit Ombak.

Sukri. (2000). Pendekara Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran


Biologi. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Yager, R, et all (2000). The Philosopy, Theory and Practice of S-T-S Orientation
[online] .( Diakeses 20 februari 2018)

Anda mungkin juga menyukai