Anda di halaman 1dari 4

UTS INDIVIDU SOSIOLOGI KOMUNIKASI

INTISARI PEMAHAMAN ARTIKEL NEGOTIATING PRINCELY STATUS THROUGH THE


PHOTOGRAPHIC GIFT

Dosen Pengampu : Nisa Alfira, S.I.Kom., MA.

Disusun Oleh :
Shabilla Ulanda Mulyadin
205120201111050 / 24
Sosiologi Komunikasi – A Kom 5

Program Studi Ilmu Komunikasi


Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
Malang
2022
Artikel ini menjelaskan bagaimana sebuah proses negosiasi makna yang tercipta dari
sebuah interaksi melalui fotografi. Dijelaskan dalam artikel bahwa Adipati Paku Alam merupakan
salah seorang pemimpin pribumi yang berkesempatan memberikan hadiah pada Putri Juliana,
putri Ratu Wilhelma di Belanda. Melalui fotografi yang ia berikan sebagai hadiah pada Putri
Juliana, Paku Alam membentuk sebuah negosiasi makna yang baru dibanding bagaimana sebuah
hadiah yang biasa didapatkan oleh sang putri. Melalui fotografi tersebut, Paku Alam tidak hanya
menunjukan rasa hormatnya kepada sang putri, namun juga memberikan bentuk kekuasaan yang
ia miliki untuk di hormati.
Hadiah bilateral biasanya membentuk suatu konsepsi solidaritas atau kerjasama politik
antar dua negara berbeda. Melalui konsep fotografi unik ini, Paku Alam tidak hanya menjaga
konsep kerjasama tersebut namun juga memberi sejumlah pemahaman atas representasi dirinya
dan bagaimana ia merepresentasikan budayanya yakni Indonesia. Melalui fotografi yang ia
berikan ini ia menjelaskan bagaimana perbedaan representasi fotografi dari dua negara tersebut
sangat berbeda. Album foto keluarga pada abad 19 merupakan sebuah media baru dalam
memperingati keluarga borjuis. Foto yang dipakai merupakan foto formal yang diambil dari studio
foto yang khusus terbilang bagi para bangsawan. Perkembangan teknologi salah satunya kamera
yang meluas juga menjadikan fotografi sebagai media populer.
Dalam hal ini, bias terhadap bangsawan juga diciptakan melalui adanya media fotografi,
yakni dengan menjadikan fotografi sebagai sebuah usaha mengajak masyarakat lebih demokratis
dan mudah dalam segi aksesibilitas tidak seperti cat dan kanvas yang sebelumnya dipakai oleh
raja terdahulu. Fotografi ini secara tidak langsung digunakan sebagai media politik, juga warisan
budaya turun temurun dari darah kerajaan berupa album foto. Fotografi ini juga meningkatkan
popularitas kerajaan melalui keramahan foto yang dicoba dipublikasikan, misalnya pada album
Juliana, konsep fotografi lebih mengarah pada konsep kasual dan sistematis saat Juliana di masa
anak-anak.
Sedangkan pada album milik Paku Alam, lebih menggambarkan bagaimana hubungan
dinasti dalam kerajaannya, dan menggambarkan prinsip-prinsip dalam kerajaan sebagai bentuk
penghormatan sebagai seorang pangeran yang tidak ditujukan kepada publik. Album foto ini
menjadi penggambaran yang berbeda dari konsep foto album biasanya dan bagaimana Paku
Alam mengemas ya menciptakan makna yang berbeda. Hal ini juga dilihat dari bagaimana hadiah
ini dibedakan diantara hadiah lain yang dinilai memiliki nilai fungsi dan tujuan yang berbeda.
Penciptaan makna yang multitafsir ini menjadi sebuah interaksi makna yang kemudian
dinegosiasikan dan menggambarkan tentang representasi dan juga representasi diri oleh Paku
Alam.
Seperti yang diketahui representasi menurut teori dari Chris Barker merupakan sebuah
konstruksi sosial yang dalam memaknainya perlu dieksplorasi bagaimana pembentukan makna
tersebut dan konteks yang tergambarkan. Menurut Stuart Hall, representasi dapat digambarkan
melalui bahasa yang memiliki tujuan untuk menyampaikan sesuatu yang bermakna pada orang
lain. Bagian terpenting dalam representasi ini merupakan bagaimana proses terciptanya makna
dari konsep budaya yang dikomunikasikan pada orang lain hingga terciptanya persamaan makna
(Kristyowati & Harningsih, 2018, dalam Olivia dan Yusnanda, 2021). Dalam hal ini, Paku Alam
berusaha menggambarkan budaya yang dimilikinya sebagai sebuah konsep bahasa untuk
dikomunikasikan kepada Juliana, negosiasi hadiah ini tidak hanya memberi sebuah hubungan
kerjasama tapi bermakna lebih yang kemudian dapat diterima oleh Juliana.
Seperti yang dijelaskan dalam artikel, hadiah ini kemudian memberikan pemahaman yang
berbeda bagi penerimanya, yakni Juliana dan Wilhelma dibanding dengan hadiah-hadiah lain yang
mereka terima. Konsep representasi yang dicoba oleh Paku Alam secara tidak langsung berhasil
untuk merepresentasikan budaya yang ia miliki pada sang penerima. Komunikasi melalui fotografi
ini juga menjadi bukti bahwa interaksi dan pemahaman dapat tergambarkan melalui objek simbol
dan gambar. Pemanfaatan objek visual dalam menciptakan makna dan menyiramkan tujuan
tertentu tergambarkan melalui visualisasi fotografi sebagai objek negosiasi.
Hal ini juga menjadi simbolisasi bagaimana komunikasi melalui semiotika terjadi, yakni
komunikasi melalui tanda yang salah satunya melalui gambar. Menurut Alex Sobur (2017) tanda
dalam sebuah dialog mewakili suatu hal bagi seseorang, baik yang mengirim ataupun menerima
yang dikatakan bahwa tanda yang ada dalam suatu objek berfungsi sebagai sebuah makna bagi
interprétant, ikon, dan juga simbol (Olivia dan Yusnanda, 2021). Dalam hal ini, menurut saya apa
yang Paku Alam coba gambarkan tidak hanya budaya Indonesia tapi juga bagaimana representasi
sistem kekuasaan yang ada di Indonesia terkhusus Jawa. Melalui artikel ini saya memahami
beberapa konsep representasi dan kekuasaan juga bagaimana interpretasi makna melalui sebuah
media komunikasi dan bagaimana komunikasi dapat terbentuk karena hal tersebut.
Daftar Pustaka

Isnaini, Santi. (2018). Konflik dan Negosiasi dalam Perspektif : Arsitektur, Sosiologi, Teknologi dan
Komunikasi. Bricolage, 4(1), 32-94.
Olivia, H. & Yusnanda, E. A. (2021). Representasi Kelas Sosial Pada Foto "Dua Anak Kecil Di
Gerobak" Karya Dayat Sutisno. Jurnal Ilmu Komunikasi dan Humaniora, 4(1), 24-30.
Susie Protschky. (2012). Negotiating Princely Status Trough The Photographic Gift. Indonesia and
the Malay World, 40(118), 298-314.
DOI:10.1080/13639811.2012.709019

Anda mungkin juga menyukai