Anda di halaman 1dari 8

WAYANG SEBAGAI PUNCAK KESENIAN ISLAM JAWA

I.

PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai kedamaian dan ketentraman,
sehingga dalam penyebarannya pun Islam tak mengenal kata kekerasan, pemaksaan
dan lain sebagainya. Begitu pula yang terjadi pada penyebaran Islam di pulau Jawa.
Pulau Jawa yang sangat kental dengan tradisi dan budaya kejawen, menerima Islam
dengan tangan terbuka tanpa harus meninggalkan warisan sang nenek moyang. Pun
Islam, berbaur tanpa lebur dengan masyarakat Jawa, sehingga terciptalah sebuah
akulturasi yang sangat indah.
Proses penyebaran Islam di pulau Jawa dapat dibagi menjadi dalam dua
pendekatan, yang pertama yaitu Islamisasi Jawa dan yang kedua Jawanisasi Islam.
Pendekatan yang pertama mengupayakan budaya jawa sehingga terlihat bercorak
islam baik dari segi formal maupun substansi, sedangkan yang kedua yaitu
internalisasi nilai jawa ke dalam tradisi yang dibawa oleh Islam. Agama Islam telah
mengubah Jawa sedemikian rupa, namun kuatnya tradisi Jawa menjadikan Islam
harus menyatu dengannya sehingga terciptalah sebutan Islam Kejawen.
Penyebaran Islam di Jawa dilakukan dengan berbagai cara, baik secara terangterangan dengan dakwah, maupun memasukkan nilai islam ke dalam budaya dan seni
yang terdapat di Jawa. Wayang, misalnya. Dengan pertunjukkan wayang kulit, Islam
disebarkan tanpa harus membuat penikmat wayang merasa aneh dengan cerita yang
disajikan. Penyebaran Islam melalui kesenian wayang kulit akan dibahas lebih lanjut
dalam makalah ini.

II.

III.

RUMUSAN MASALAH
A. Apa definisi dari Wayang ? Bagaimana sejarah Wayang di Pulau Jawa ?
B. Bagaimana peranan Wayang sebagai puncak kesenian Islam Jawa ?
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Wayang di Pulau Jawa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wayang berarti
boneka tiruan yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang dapat
dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukkan drama tradisional

( Bali, Jawa, Sunda dan lain sebagainya), biasanya dimainkan oleh seseorang
yang disebut dalang.1
Sri Mulyono menjelaskan bahwa kata wayang berasal dari bahasa
Jawa asli dari bayang atau bayang-bayang. Ditarik dari akar kata yang
dengan mendapat awalan wa menjadi wayang. Kata wayang atau
hamayang pada waktu dulu berarti mempertunjukan bayangan, lambat laun
menjadi pertunjukan bayang-bayangdan kemudian menjadi seni pentas bayang
atau wayang. Dalam Ensiklopedi umum dijelaskan Wayang Purwo,
merupakan cabang kesenian Jawa tertua, semacam tonil dengan bonekaboneka sebagai pelaku-pelakunya yang dimainkan dan diceritakan oleh
seorang dalang.
Dikenal juga dengan nama Wayang Kulit, karena wayang dibuat dari
kulit hewan. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, wayang kulit berarti
gambar atau tiruan orang dan sebagainya yang terbuat dari kulit untuk
pertunjukan sebagai lakon. Dalam pementasan wayang ada alur cerita yang
sejak awalnya baku, yang diambil dari kisah-kisah dari Mahabharata dan
Ramayana. Tetapi perkembangan berikutnya muncul pula cerita-cerita hasil
olahan yang kemudian sering dikenal sebagai lakon-lakon Carangan.2
Sejarah wayang ada beberapa pendapat:
1. Menurut Clair Holt dipagelarkan sejak zaman Balitung, sekitar tahun

907 Masehi.
2. Menurut robert Von Haine Goldern dan K.A Hidding wayang
sebagaimana yang dikenal sekarang ini merupakan sebuah warisan
budaya nenek moyang yang sangat tua, yang diperkirakan telah ada
kurang lebih 3500 tahun yang lalu.
3. Menurut J. Brandes wayang sudah dikenal sejak zaman Prapanca
sekitar tahun 778 Masehi.

1 TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus


Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, hlm. 816
2 Darori Amin, Islam dan Budaya Jawa,( Yogyakarta: Warta pustaka, 2006), hlm.
173

Wayang merupakan simbol kehidupan yang lebih bersifat rohaniah dari


pada jasmaniah. Jika orang melihat pagelaran wayang yang dilihat bukan
wayangnya, melainkan masalah yang tersirat didalam lakon wayang itu.
perumpamaan ketika orang melihat kaca rias orang bukan melihat tebal atau
jenis kaca rias itu, melainkan melihat apa yang tersirat dalam kaca tersebut,
orang melihat bayangan dikaca rias. Oleh karena itu kalau orang menonton
wayang, bukannya melihat wayang melainkan melihat bayangan ( lakon)
dirinya sendiri.
Pada perkembangannya, wayang berulang kali mengalami perubahan.
Diantara periodesasinya adalah:
1. Zaman pra sejarah

Pertunjukan wayang pada masa ini semula digunakan untuk


memuja arwah- arwah nenek moyang. Bentuknya dari kulit yang
menyerupai arwah nenek moyang dan lakon yang dimainkan tentang
kepahlawanan dan petualangan nenek moyang.
2. Zaman Mataram Kuno
Fungsi wayang kuno bertambah dari fungsi mejig dengan funsi
alat pendidikan dan komunikasi. Sumber cerita dan lakon ceritanya
dari kisah Ramayana dan Mahabarata.
3. Zaman Jawa Timuran
Pertunjukan wayang pada zaman ini sudah mencapai bentuk
yang sempurna, sehingga dapat mengharukan hati penonton. Bahasa
yang dipakai Jawa kuno dan kata-kata sang sekerta.
4. Zaman kedatangan Islam
Sejak masuknya Islam maka sarana kegiatan budaya Jawa yang
berupa wayang dianyam secara cangkih untuk memasukan ajaran
Islam sebagai media dakwah. Cerita yang diambil dari cerita sabad,
yakni mencampur adukan cerita Ramayana dengan ajaran- ajaran
Islam.
Tradisi wayang adalah salah satu komponen kebudayaan Jawa
paling kompleks dan canggih. Kebanyakan umat muslim kejawen
menganggap wayang bisa mewujudkan hakikat kebenaran filosofis,
dan etika. Bagi mereka wayang bukanlah sekedar kesenian yang
berfungsi sebagai hiburan dan tontonan saja, tetapi juga mempunyai
makna sebagai simbol perilaku kehidupan manusia. Didalamnya
terdapat suri tauladan manusia karena terdapat pergumulan antara "

benar dan salah " yang diakhiri dengan pihak yang benar. Lebih jauh
lagi wayang juga mengandung arti mengungkapkan gambaran hidup
semesta dan kehidupan manusia beserta segala masalahnya.3
B. Wayang sebagai Puncak Kesenian Islam Jawa
Wayang merupakan bentuk kebudayaan Hindu-Budha yang diadopsi
Walisongo sebagai sarana untuk mengenalkan ajaran Islam. Bahkan, kesenian
rakyat tersebut dikonstruk Walisongo dengan teologi Islam sebagai pengganti
dari teologi Hindu. Sampai saat ini pakem cerita asli pewayangan masih
merupakan kisah-kisah dari kitab Mahabaratadan Ramayana yang merupakan
bagian dari kitab suci Hindu.
Walisongo mengadopsi kisah-kisah tersebut dengan memasukkan
unsur nilai nilai Islam dalam plot cerita tersebut. Pada prinsipnya, walisogo
hanya mengadopsi instrumen budaya Hindu yang berupa wayang, dan
memasukkan nilai-nilai Islami untuk menggantikan filsafat dan teologi Hindu
(dan tentunya juga teologi Budha)yang terdapat di dalamnya.
Sebagai contoh, Walisongo memodifikasi makna konsep Jimat
Kalimah Shada yang asalnya berarti jimat kali maha usada yang
bernuansa teologi Hindu menjadi bermakna azimah kalimat syahadah.
Frase yang terakhir merupakan pernyataan seseorang tentang keyakinan
bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Keyakinan tersebut merupakan spirit hidup dan penyelamat kehidupan bagi
setiap orang.
Dalam cerita pewayangan, Walisongo tetap menggunakan term
tersebut untuk mempersonifikasikan senjata terampuh bagi manusia. Hanya
saja, jika perspektif Hindu, jimat tersebut diwujudkan dalam bentuk benda
simbolik yang dianggap sebagai pemberian Dewa, maka Walisongo
medesakralisasi formula tersebut sehingga sekadar sebagai pernyataan tentang
keyakinan terhadap Allah dan rasul-Nya.
Dalam perspektif Islam, kalimah syahadah tersebut sebagai kunci
Surga yang berarti sebagai formula yang akan mengantarkan manusia menuju
keselamatan di dunia dan akhirat. Maksudnya, syahadattersebut dalam
perspektif muslim mempunyai kekuatan spiritual bagi yang mengucapkannya.
3 Maftukhah, Wayang Sebagai Puncak Kesenian Jawa, ( Semarang :Pusat Pengkajian
Islam dan Budaya Jawa : 2012 ) Jurnal Dewaruci edisi 20, hlm.63-64

Hal ini merupakan pernyataan seorang muslim untuk hidup dengan teguh
memegangi prinsip-prinsip ajaran Islam sehingga meraih kesuksesan hidup di
dunia dan akhirat.Pemaknaan baru tersebut tidak akan mengubah pakem
cerita, tetapi telah mampu membangun nilai-nilai Islam dalam cerita
pewayangan.
Kemudian ada bentuk gunungan atau kayon, karya tersebut merupakan
hasil ciptaan Sunan Kalijaga pada tahun 1443 saka. Di balik kayon tersebut
terlihat sunggingan yang menggambarkan api menyala. Ini merupakan surya
sangkala yang berbunyi geni dadi sucineng jagad yang berarti geni (api)
berwatak tiga, dadi (samudra) yang berwatak empat, suci (air) yang berwatak
empat, dan jagad berwatak satu. Jadi angka-angka tersebut menunjukan 3411.
Sengkalan tersebut sebagai pertanda bahwa kepandaian sunan kalijaga dalam
memahami dan memasukkan nilai dalam seni pewayangan , karena beliau
mengartikan 3411 adalah penciptaan gunungan yang dicetuskan beliau pada
tahun 1443.
Walisongo juga menggunakan kesenian wayang untuk membangun
konstruksi sosial, yakni membangun masyarakat yang beradab dan berbudaya.
Untuk membangun arah yang berbeda dari pakem asli pewayangan,
Walisongo menambahkan dalam cerita pakem pewayangan dengan plot yang
berisi visi sosial kemasyarakat Islam, baik dari sistem pemerintahan,
hubungan bertetangga, hingga pola kehidupan keluarga dan kehidupan pribadi.
Untuk tujuan tersebut, Walisongo bahkan memunculkan figur-figur
baru yang sebenarnya tidak ada dalam kisah asli Mahabarata maupun
Ramayana. Figur-figur yang paling dikenal luas adalah punakawan yang
berarti mentor yang bijak bagi para Pandawa. Walisongo banyak
memperkenalkan ajaran-ajaran Islam (aqidah, syariah, dan akhlak) melalui
plot cerita yang dibangun berdasarkan perilaku punakawan tersebut.4
Menurut Prof. K. MA Machfoel nama-nama Punakawan (Semar, Nala
Gareng, Petruk dan Gareng) sama sekali tidak terdapat dalam epos hindu
Ramayana dan Mahabarata sebagai sumber pewayangan asli. Munculnya figur
punakawan tersebut merupakan hasil kreasi Wali Sanget Tinelon untuk
memperagakan serta mengabdikan fungsi watak, tugas konsepsional
4 Sudarto, Interelasi Nilai Jawa dalam Pewayangan dalam Islam dan Kebudayaan Jawa.
(Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 183

Walisongo dan para mubaligh Islam. Mennurut beliau makna dari nama-nama
punakawan tersebut adalah sebagai berikut
1. Semar, dari bahasa Arab Ismar. Kata Ismar dalam pengucapan lidah

Jawa menjadi Semar, dari suku kata is dalam ucapan lidah Jawa
biasanya menjadi se, misalnya Istambul menjadi Setambul, Islam
menjadi Selam, dan seterusnya. Ismar berarti paku, berfungsi sebagai
pengokoh yang goyah, ibarat ajaran Islam yang didakwahkan oleh
Walisongo di seluruh kerajaan Majapahit yang pada saat itu sedang
bergolak dan diakhiri dengan berdirinya kerajaan Demak oleh Raden
Patah.
2. Nala Gareng berasal dari pengucapan lidah Jawa kata Naala Qariin
yang berarti memperoleh banyak kawan. Menyiratkan tugas dan
kewajiban konsepsional para Walisongo sebagai juru dakwah adalah
untuk memperoleh sebanyak-banyaknya kawan untuk kembali ke Jalan
Tuhan dengan kebijaksanaan dan harapan yang baik.
3. Petruk berasal dari pengucapan lidah Jawa kata Fatruk yang
merupakan pangkal kalimat pendek dari sebuah petuah tasawuf yang
berbunyi fatruk kullu maa siwallaahi; yang artinya Tinggalkanlah
semua apapun selain Allah. Petuah tersebut kemudian menjadi watak
pribadi para wali dan mubaligh pada waktu itu.
4. Bagong berasal dari pengucapan lidah Jawa kata Baghaa yang berarti
memberontak. Memberontak terhadap kebathilan atau kemungkaran.
Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa Bagong berasal dari
bahasa Arab Bagho (Baqa) yang berarti kekal, kekekalan untuk semua
mahluk hidup di akhirat kelak. Tokoh punakawan satu ini memiliki
sifat kritis yang tak segan mengkritik dan menyindir segala keadaan
yang dianggap tidak benar.
Munculnya punakawan tersebut, biasa disebut dengan goro-goro.
Adegan dalam goro-goro selalu berisi petuah-petuah tentang peringatan
keadaan yang tidak normal, ke dalam kemasan bahasa yang ringan, diselingi
banyolan-banyolan, sehingga orang-orang yang dikritik tidak terlalu malu,
juga tidak terlalu terbawa suasana emosional yang kebablasan.
Sebenarnya dalam cerita wayang yang asli dari India tidak ada tokoh
Punakawan. Punakawan hanyalah merupakan 'Bahasa Halus' dan 'Bahasa
Komunikatif' yang diciptakan oleh para Sunan atau Wali di tanah Jawa. Para
tokoh Punakawan dibuat sedemikian rupa, mendekati kondisi masyarakat

Jawa yang beraneka ragam. Para Wali dalam penyebaran agama Islam selalu
melihat kondisi masyarakat baik dari adat istiadat maupun dari budaya yang
berkembang saat itu sehingga para Wali melihat wayang adalah media yang
cukup

efektif

untuk menyampaikan misi

dalan

berdakwah dengan

menampilkan goro-goro.
Sedikitnya ada enam manfaat yang dapat dipetik dari dunia pakeliran/
pewayangan,
1. Mengenal salah satu jenis seni dan budaya bangsa Indonesia, sebagai

salah satu kesenian adiluhung warisan nenek moyang;


2. Mengetahui keindahan seni rupa, tatah, ukir, dan sungging;
3. Mengetahui dan memahami seni sastra serta merupakan hiburan sehat
bagi jasmani dan rohani;
4. Mengenal secara lebih dekat watak dan figur tokoh wayang yang
merupakan lambang karakter serta sifat-sifat manusia untuk memahami
jati dirinya;
5. Pewayangan merupakan ensiklopedia yang hidup, tentang prilaku
kehidupan manusia yang banyak mengandung falsafah dan ajaran
kerohanian seperti etika, estetika, kesetiaan, pengabdian dan cinta
tanah air, serta mengandung ajaran sangkan paraning dumadi (asal dan
tujuan hidup manusia);
6. Intisari ceriteranya yang mulia, dapat dijadikan untuk membimbing
budi pekerti agar selalu berbuat kebajikan dan menjauhi perbuatan
yang didorong oleh nafsu angkara murka.5
Bagi bangsa Indonesia khususnya masyarakat Jawa, wayang merupakan
kesenian klasik tradisional yang banyak memberikan peluang untuk menuju
penyempurnaan diri. Wayang yang berbentuk boneka mengandung banyak
pasemon (kiasan) yang oleh alam logika sangat sulit dijabarkan sehingga
membuat pengamat pewayangan menjadikan polemik yang tidak ada
habisnya. Namun demikian, sebenarnya bagi orang jawa sendiri pengkajian
kebenaran tidak semata-mata harus melalui indra batin. Rasio dan indra batin
dalam bahas Jawa disebut cipta dan rasa. Sering kali rasio terdesak ke
belakang sehingga penilaian indra batinlah yang kadang-kadang memegang
peranan utama. Maka tidak mengherankan kalau filsafat orang Jawa ada

5 Dr. Purwadi M. Hum, Dakwah Sunan Kalijaga, Penyebaran Agama Islam di Jawa dengan
Berbasis Kultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2004, Hlm: 176

kalanya berhasil menjelajahi alam irasional, alam di luar akal atau dunia
mistik.
IV.

V.

KESIMPULAN
1. Wayang adalah boneka tiruan yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang
dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukkan drama
tradisional ( Bali, Jawa, Sunda dan lain sebagainya), biasanya dimainkan oleh
seseorang yang disebut dalang
2. Wayang mulai diperkenalkan di Indonesia antara tahun 778 masehi hingga 901
masehi
3. Wayang adalah kesenian asli tanah jawa yang cerita dan penokohan awalnya
diambil dan diserap dari Mahabarata dan Ramayana asal India yang
berkembang lebih dulu pada masa Hindu-Budha
4. Wayang digunakan walisongo sebagai media dakwah islam karena pentas
pewayangan merupakan budaya yang telah melekat di masyarakat Jawa,
sehingga dapat nilai islam dapat merasuk lebih dalam tanpa harus
menghilangkan adat dan istiadat yang telah ada.
PENUTUP
Demikian makalah tentang wayang sebagia puncak kesenian islam jawa.
Harapannya dengan hadirnya makalah ini, pembaca dapat mengetahui seluk beluk
dakwah islam di pulau Jawa dari sisi kesenian serta melestarikan kembali budaya
jawa yang sempat tergerus oleh zaman Sehingga makalah ini dapat berguna dengan
baik dalam membangun karakter penerus bangsa yang lebih cerdas dan santun serta
lebih memahami nilai dan budaya sesuai dengan pancasila dan undang-undang dasar.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan itu
merupakan kekurangan penulis sebagai manusia. Jika ada bagian-bagian yang
bermanfaat bagi pembaca khususnya, maka itu semua berasal dari Allah SWT, karena
Dia-lah Dzat yang sempurna yang tiada bandingannya.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang kiranya bisa membangun atau
memperbaiki makalah ini sangat diharapkan oleh penulis mengingat banyaknya
kekurangan di dalamnya. Semoga dengan makalah ini, Allah SWT memberikan
setetes ilmu yang bermanfaat kepada semua pihak, baik itu penulis, pembaca, dll.

Anda mungkin juga menyukai