Anda di halaman 1dari 3

Nama : Berlianny Ovina Jasmine

NIM : H74215026

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG


PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Di Indonesia telah diatur mengenai pengelolaan wilayah pesisir. Undang-Undang terbaru yang
mengatur tentang hal ini adalah UU No.1 Tahun 2014. Sebelum UU tersebut terbit, ada UU No. 27 Tahun
2007 yang juga mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir. Jadi, UU No.1 Tahun 2014 bertujuan
untuk mengatur hal-hal yang belum diatur dalam UU No. 27 Tahun 2007. Adapun hal yang mendasari
dilakukanya perubahan UU No.27 Tahun 2007 adalah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang
membatalkan pasal-pasal terkait HP-3 (Hak Pengusahaan Perairan Pesisir) HP 3. Berikut ini merupakan
pasal-pasal yang mengalami perubahan dari UU No. 27 Tahun 2007:
 Pasal 1
1. Ayat 1, terdapat penambahan kata ‘Pengoordinasian’ dan adanya perubahan kata dari
‘Masyarakat’ menjadi ‘Rakyat’. Hal ini dimaksudkan agar terdapat adanya koordinasi antara
pemerintah, pemerintah daerah, antarsektor, dan lain-lainnya.
2. Ayat 17, adanya perbaikan struktur penyusunan kalimat. Hal ini bertujuan untuk lebih
memperjelas maksud kalimat pada ayat tersebut. Perubahan ini menjelaskan bahwa surat izin
untuk pengelolaan di dalam rencana zonasi dapat diterbitkan tidak hanya oleh Pemerintah Daerah
saja, melainkan Pemerintah juga dapat menerbitkan surat izin tersebut.
3. Ayat 18, pada ayat 18 sebelum terjadi perubahan membahas tentang hak-hak pemanfaatan dan
penguasaan perairan pesisir. Tetapi, pada UU No. 1 Tahun 2014 ayat 18 ini lebih membahas
tentang izin lokasi untuk pemanfaatan ruang perairan pesisir. Lalu, perubahan selanjutnya adalah
ayat 18 dibuat menjadi 2 bagian yang terdiri dari ayat 18 dan ayat 18A.
4. Ayat 19, terdapat perubahan kata yang awalnya ‘Perlindungan’ lalu diubah menjadi
‘Pelindungan’.
5. Ayat 23, terdapat perubahan kata yang awalnya ‘Orang’ lalu diubah menjadi ‘Setiap Orang’.
6. Ayat 26, terdapat penambahan kata ‘Setiap’. Hal ini bertujuan untuk menekankan bahwa bencana
yang terjadi di pesisir dapat dilakukan oleh setiap orang.
7. Ayat 27A, hal ini merupakan penambahan ayat dari ayat 27 sebelumnya.
8. Ayat 28, terdapat penambahan kata ‘Setiap’ yang sebelumnya tidak ada. Hal ini bertujuan untuk
menekankan bahwa pencemaran yang terjadi di pesisir dapat dilakukan oleh setiap orang.
9. Ayat 29, adanya pengurangan kata, dari yang awalnya ‘Program-Program’ menjadi kata
‘Program’ agar kalimat pada ayat tersebut efektif dan sesuai dengan aturan EYD.
10. Ayat 30, adanya pengurangan kata, dari yang awalnya ‘Masyarakat Pesisir’ menjadi kata
‘Masyarakat’ agar pemanfaatan sumber daya pesisir tidak hanya dioptmalkan oleh masyarakat
pesisir melainkan seluruh masyarakat Indonesia dapat mengoptimalkannya juga.
11. Ayat 31, adanya pengurangan kata, dari yang awalnya ‘Masyarakat Pesisir’ menjadi kata
‘Masyarakat’ karena semua masyarakat berhak mendapatkan pemberian fasilitas, tidak untuk
masyarakat pesisir saja.
12. Ayat 32, adanya perubahan kata dari ‘Masyarakat Adat’ menjadi kata ‘Masyarakat Hukum Adat’
serta penambahan kata ‘Masyarakat Tradisional’. Hal ini bertujuan untuk tetap memberlakukan
hukum adat yang masih ada di wilayah pesisir seluruh Indonesia.
13. Ayat 33, terjadi perubahan mengenai penjelasan di ayat ini. Apabila pada UU No. 27 Tahun 2007
menjelaskan tentang Masyarakat Adat, maka pada perubahan ini menjelaskan tentang Masyarakat
Hukum Adat.
14. Ayat 38, terdapat perubahan kata yang awalnya ‘Orang’ lalu diubah menjadi ‘Setiap Orang’
untuk memperjelas maksud dari ayat tersebut.
15. Ayat 44, adanya perubahan mengenai penjelasan tentang tugas seorang menteri.

 Pasal 14
1. Ayat 1, adanya perubahan mengenai keikutsertaan Masyarakat dalam penyusunan RSWP-3-K,
RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K.
2. Ayat 7, terdapat penambahan kata ‘maka’ agar sesuai dengan kaidah EYD.
3. Judul Bagian Kesatu dan BAB V, pengubahan judul pada BAB V sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Bagian Kesatu
Izin”

 Pasal 16
Adanya perubahan dari HP-3 menjadi izin lokasi. Hal ini dilakukan agas memperjelas dan
menyederhanakan mengenai hak-hak pengusahaan permukaan laut.
 Pasal 17
Adanya perubahan dari HP-3 menjadi izin lokasi. Hal ini dilakukan agas memperjelas dan
menyederhanakan mengenai hak-hak pemanfaatan pesisir.
 Pasal 18
Adanya perubahan dari HP-3 menjadi izin lokasi. Ayat ini menjelaskan tentang pemegang izin
lokasi.
 Pasal 19
Adanya perubahan dari HP-3 menjadi izin lokasi. Ayat ini menjelaskan tentang kegiatan
pemanfaatan sumber daya pesisir dan pemilik izin lokasi.
 Pasal 20
Adanya perubahan dari HP-3 menjadi izin lokasi. Ayat ini menjelaskan tentang pemberian izin
lokasi.
 Pasal 21
Adanya penghapusan kata HP-3. Ayat ini menjelaskan tentang pemanfaatan ruang dan sumber
daya pesisir.
 Pasal 22
Adanya penghapusan kata HP-3. Ayat ini menjelaskan tentang kepemilikan izin lokasi. Pada
pasal ini juga terdapat penambahan pasal, yaitu pasal 22A, 22B, dan 22C.
 Pasal 22A ini menjelaskan mengenai pemberian izin lokasi.
 Pasal 22B ini menjelaskan tentang pengajuan izin pengelolaan.
 Pasal 22C ini menjelaskan tentang syarat dan ketentuan lebih lanjut mengenai izin lokasi.
 Pasal 23
Adanya perubahan beberapa kata agar sesuai dengankaidah EYD serta penambahan point i.
pertahanan dan keamanan negara pada ayat kedua.
 Pasal 26A ini menjelaskan tentang izin pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya.
 Pasal 30
Adanya penambahan isi pasal menjadi ayat 1,2,3, dan 4 sehingga menjadi lebih rinci.
 Pasal 50
Adanya perubahan pembahasan yang awalnya membahas tentang pemberian dan pencabuatn H-4
oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati atau Walikota menjadi pemberian dan pencabuatn izin lokasi
oleh pihak-pihak tersebut.
 Pasal 51
Adanya perubahan dari yang awalnya membahas mengenai kewenangan Menteri atas H-3
menjadi pembahasan mengenai kewenangan Menteri atas izin terhadap pemanfaatan pulau-pulau
kecil dan perairan.
 Pasal 60
Adanya perubahan dari yang awalnya menggunakan H-3 menjadi menggunakan kata izin lokasi
dan izin pengelolaan.
 Pasal 63
Adanya penambahan kata ‘Pemerintah Daerah’. Hal ini bertujuan agar pemerintah dan
pemerintah daerah dapat saling bekerjasama dalam mengelola dan meningkatkan tingkat
kesejahteraan masyarakat pesisir.
 Pasal 71
Adanya penambahan ayat sebanyak 2 buah dan terdapat pergantian dari HP-3 menjadi izin lokasi.
Pasal ini menjelaskan tentang pelanggaran dan saksi administratif.
 Pasal 75
Adanya perubahan pembahasan. Pada UU No. 27 Tahun 2007 membahas tentang sanksi terhadap
pelanggaran HP-3, sedangkan pada UU No. 1 Tahun 2014 membahas tentang sanksi terhadap
pelanggaran izin lokasi.
 Pasal 75A
Pasal ini merupakan penambahan pasal pada UU No. 1 Tahun 2014 yang memperjelas mengenai
sanksi pelanggaran izin lokasi.
 Pasal 78A
Pasal ini merupakan penambahan pasal pada UU No. 1 Tahun 2014 yang memperjelas mengenai
wewenang yang dimiliki Menteri.
 Pasal 78B
Pasal ini merupakan penambahan pasal pada UU No. 1 Tahun 2014 yang memperjelas mengenai
hal pemberlakuan izin lokasi.

Anda mungkin juga menyukai