DUH, seharusnya saya tetap bungkam dan tidak menceritakan kisah mereka
berdua di saat-saat seperti ini kepada kalian. Semua ini pokoknya dimulai jauh sebelum
preman-preman Pulokambing menyerbu abang-abangan lapak angkot dan ojek
pangkalan Pulogebang. Untungnya, Pulogebang menjadi wilayah yang dijaga oleh
seorang petarung tangguh blasteran Purbalingga dan Jerman, namanya Adipati
Soerdjono Baldhart atau biasa dipanggil Mas John—iya, betul, pakai ejaan bahasa
Inggris karena katanya agar tetap kental darah Eropa secara tertulis.
Berdasarkan kabar yang beredar, Mas John adalah pria paling edan, gagah,
brutal dan metal (selera musiknya sih Didi Kempot). Perawakannya garang, seperti
tokoh wayang Gatot Kaca tetapi versi jarang pulang dan jarang mandi. Rambutnya
mirip lapangan yang licin dengan sedikit rumput, kumisnya tebal hitam pekat seperti
baru dioles semir sepatu, alisnya bagai ulat bulu kecemplung got, mata kanannya hitam
belo dan mata kirinya sedikit biru, tetapi lebih banyak putihnya (bukan karena blasteran
tapi karena katarak), hidungnya yang mancung menjadi satu-satunya warisan dari
mendiang ibunya, ototnya menonjol-nonjol layaknya batu kali di hilir sungai, badannya
berdiri setegak patung Sudirman di Setiabudi, dadanya bidang seolah-olah selalu
melotot dan menantang siapa pun dengan bulu-bulu kriting yang mengintip dari celah
kemeja bermotif bunga yang dibuka setengah, kakinya berbentuk kaki ayam Brahma
yang memberontak dari pelukan celana bahan, bahkan satu kakinya ini mampu
mencekik leher orang di antara betis dan pahanya. Pokoknya, dia orang paling ditakuti
sekaligus disegani.
Sejauh pengamatan gosip-gosip yang beredar, Mas John itu orang paling pelit
menggunakan kata-kata. Orang-orang hanya terbiasa mendengar Mas John berbicara,
“hmmmhh, haahh, nggeh, yaaa …” Terkesan orang yang malas berbicara dan tidak ada
jawa-jawanya karena terkesan begitu kurang ramah. Tetapi, yang aneh dari sosoknya
adalah karismanya. Ia memang tak perlu banyak cing-cong meyakinkan orang-orang
sekecamatan Pulogebang untuk percaya bahwa memang Mas John lah satu-satunya
pelindung yang bisa dipercaya. Karena memang tidak ada lagi yang bisa dipercaya
selain kata-kata yang tidak dijual dengan harga murah. Mas John ini juga punya istri
bernama Sri Endang Munawarah, atau biasa dipanggil Teh Ndang. Perempuan bernama
Teh Ndang ini adalah sosok yang paling beruntung se-kecamatan, bahkan mungkin
lebih beruntung dari Kecamatan Pulogebang itu sendiri. Mas John sangat merawat istri
kesayangannya meskipun Teh Ndang mandul dan tak bisa memberikan keturunan.
Entahlah, apa yang membuat Mas John selalu dengan penuh hati dan jiwa untuk
melindungi istri kesayangannya. Semua orang di Kecamatan Pulogebang percaya
dengan Mas John, kecuali satu orang. Ia adalah Izrail.
“Demi Tuhan gua bersumpah ya John! Bakal gua tagih janji lo sampai ke dalam
kuburan! Bakal gua bongkar nanah yang ngebusuk di dalem hati lo dan bakalan gua
lempar ke semua orang yang sayang ama lo! Itu janji!” Itu adalah ucapan terakhir dari
Izrail sebelum ia murtad ke Pulokambing untuk bikin persekutuan bernama PICEK atau
Petarung Idaman Cabang Empedu Kambing.
Namanya memang agak aneh, tetapi isi dari perkumpulan itu adalah orang-orang
sakit hati terhadap perlakuan Mas John yang dianggap terlalu berkuasa di lapangan
parkir terminal bus, angkot, pangkalan ojek, hingga wilayah pasar sekitar Pulogebang.
Mereka adalah sekumpulan orang-orang … maaf, maksud saya lebih tepatnya adalah
laki-laki sumbu pendek yang merasa tertindas lebih dalam, merasa lebih kecil dari orang
kecil, lebih terpinggirkan dari orang punggiran, dan lebih terlantar dari orang-orang
yang terlantar. Perkumpulan ini dipimpin oleh Izrail dan menetap di sekitar wilayah
pabrik tekstil Harja Busana di Pulokambing.
Masing-masing dari mereka memendam dendam pribadi terhadap Mas John.
Ada yang merasa lapak setoran parkirnya direbut, ada yang merasa tidak diperhatikan
usaha dagangannya, ada yang merasa Mas John tidak membantu mereka di masa-masa
sulit. Anehnya, mereka semua ini adalah orang-orang aneh yang terlalu menghambakan
Mas John seperti Don Corleone dalam film The Godfathers. Saking kecewanya, mereka
sampai sempat membuat pamflet yang mengatakan, “Tinggal tunggu waktu mainnya
sebelum Si JOHNTOR berkhianat.” Pamflet itu dibuat setelah Mas John bertarung
untuk pertama kalinya dengan Izrail yang menyebabkan bibirnya luka parah dan
semenjak saat itu, Mas John makin sunyi. Orang-orang jauh lebih memercayainya
ketimbang siapa pun. Tetapi, dari semua itu, yang paling punya luka dalam adalah
Izrail.