Anda di halaman 1dari 3

SARJANA SASTRA INDONESIA SUDAH KADALUARSA

Muhammad Raehan Bagus Fadillah


2106635266

Menjadi seorang sarjana program studi Sastra Indonesia adalah kondisi dan
situasi yang penuh dengan dilema dan dinamika. Di zaman yang serba modern
ini, persaingan menjadi semakin ketat antar lulusan sarjana. Lantas, apakah
jurusan Sastra Indonesia masih relevan dengan prospek kerja yang ada?
Pendidikan saat ini juga sudah menjadi komoditas ladang tenaga kerja
untuk dipekerjakan. Lowongan kerja yang tersebar luas menjadi sasaran empuk
para lulusan sarjana, akan tetapi sarjana macam apa? Yang jelas lulusan seperti
sarjana Sastra Indonesia sudah jauh dari peradaran opsi rekruter. Mengapa? sebab
lapangan kerja sarjana Sastra Indonesia juga dapat direnggut dengan mudahnya
oleh lulusan sarjana dari jurusan lain.
Prospek kerja dari sarjana Sastra Indonesia tidak jauh dari menulis, entah
sebagai penulis artikel, penulis wara (copywriter), penulis konten, penulis
naskah, dan genre-genre penulis lainnya. Tipe pekerjaan seperti ini dapat
dilakukan oleh banyak individu di luar jurusan Sastra Indonesia, terlebih lagi
seorang sarjana dapat dipastikan wajib memiliki kemampuan menulis yang
mumpuni, apapun jurusannya. Bahkan, ada juga lulusan sarjana dari jurusan di
luar Sastra Indonesia memiliki kemampuan yang lebih baik dari lulusan sarjana
Sastra Indonesia itu sendiri.
Pekerjaan sebagai seorang penyunting pun juga dapat ditempuh secara
otodidak. Bentuk pengetahuan yang didapatkan terkait penyuntingan selama
perkuliahan memang sangat jelas, detil, dan khusus. Namun, semua hal itu tidak
lagi menjadi relevan ketika terdapat orang-orang di luar sana yang sudah banyak
pengalaman menyunting teks dan sangat serius untuk mendapatkan sertifikasi.
Menjadi lulusan sarjana Sastra Indonesia untuk mengejar profesi penyunting
tidaklah cukup, masih ada ujian sertifikasi yang perlu ditempuh.
Menjadi seorang peneliti bahasa, peneliti naskah, ataupun peneliti dialek
dapat menjadi opsi, tapi permasalahan berikutnya adalah tentang seberapa banyak
mahasiswa yang lulus menjadi sarjana yang tertarik pada bidang tersebut.
Pertanyaan tersebut dapat dikulik jawabannya dari salah satu contoh nyata yang
ada, yaitu dari judul-judul tugas akhir mahasiswa. Mahasiswa Prodi Indonesia
dari Universitas Indonesia angkatan tahun 2018 yang baru lulus di tahun 2022,
rata-rata mengambil cabang ilmu Sastra, kemudian Linguistik dan Filologi ada di
urutan setelahnya.
Pekerjaan lain yang masih dapat ditelisik adalah penerjemah bahasa dan
dosen. Problematika untuk menjadi seorang penerjemah bahasa juga serupa
dengan prospek kerja jurusan Sastra lainnya, sama-sama dapat dikejar oleh
orang-orang yang belajar secara otodidak dan kursus khusus sertifikasi.
Bagaimana dengan dosen? Jawabannya juga serupa dengan menjadi peneliti,
tidak banyak jumlah mahasiswa saat ini yang memiliki keinginan menempuh
tingkat pendidikan selanjutnya, yaitu S2.
Memang, menjadi seorang mahasiswa berjurusan Sastra Indonesia penuh
dilema. Banyak yang berpendapat kalau jurusan ini adalah jurusan yang tidak
jelas prospek kerjanya, lalu kenapa masih ada yang mendaftar? Mungkin karena
memang cinta dengan bahasa dan Sastra Indonesia atau karena gagal masuk
jurusan pilihan pertama.
Kalau kondisi sudah seperti ini, kenapa jurusan ini tidak dibubarkan?
Karena hanya di dalam jurusan ini mahasiswa dapat benar-benar mengerti arti
dari sebuah pengajaran dan pembelajaran, tanpa ada embel-embel kerja yang
menjanjikan. Sesuai dengan definisinya, Sastra yang berarti sarana ajar atau
mengajar telah menjalankan fungsinya dengan baik melalui bahasa yang
berinteraksi dengan mahasiswa.
Boleh jadi sarjana Sastra Indonesia sudah kadaluarsa pada zaman ini
karena dipandang sebelah mata dan tidak begitu terlihat perannya secara
signifikan, tetapi selama masih ada orang-orang yang mempelajari Sastra
Indonesia, maka juga masih ada orang-orang yang tulus dalam menempuh
pendidikan serta memberikan sumbangsih terbaik untuk bangsanya melalui salah
satu aspek paling sedehana di dalam hidup…bahasa.

Anda mungkin juga menyukai