Anda di halaman 1dari 278

HAK-HAK ANAK DAN

PERLINDUNGAN ANAK
KERANGKA
KERANGKA HUKUM
HUKUMHAK-HAK
HAK-HAK ANAK
ANAK
DAN PERLINDUNGAN ANAK
PENGASUHAN BERKELANJUTAN
Konsultan / Penulis
Hadi Utomo
(Pekerja Sosial)

Anggota Tim Konsultan / Tim Penulis


Ahmad Muhammad
Faisal Cakra Buana
(Pekerja Sosial)

UNICEF Support Team


Anna Winoto
Astrid Dionisio
Regi Wirawan

Penerbit
UNICEF dan Kementerian Sosial RI

Fotografi
Burhan Yogaswara / Yogastografi

Kartunis
Muhammad Mukhlis.

i
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah dengan izin Allah S.W.T Buku Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Program Keluarga
Harapan (PKH) berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak (KHA) dapat diselesaikan berkat kerjasama
dengan semua pihak. Modul ini merupakan bagian integral dari Family Development Session (FDS)
Kesejahteraan Keluarga.

Modul ini, dirancang dengan menggunakan pendekatan berbasis hak-hak anak (Child Rights-Based
Approach). Oleh karena itu, Modul ini memuat materi tentang hak dan perlindungan anak, kerangka
hukum perlindungan anak serta pengasuhan berkelanjutan bagi anak. Modul ini dilengkapi dengan
Buku Pegangan Perlindungan Anak Bagi Fasilitator PKH, yang dibuat secara terpisah.

Pertama-tama, kami berterima kasih kepada Anna Winoto, Astrid Dionisio dan Regi Wirawan, serta
staff pendukung di UNICEF yang telah memberikan dukungan dan arahan baik dalam perancangan
konsep awal hingga pengembangan materi selanjutnya.

Terima kasih kami sampaikan kepada BAPPENAS, Kementerian Sosial, BAPPEDA dan DINSOS Brebes,
BAPPEDA dan DINSOS Sikka, UNICEF Regional Jawa Tengah dan Jawa Timur, UNICEF NTT yang telah
mendukung pelaksanaan uji coba sehingga buku ini dapat diselesaikan dengan baik.

Terima kasih kepada Mohammad Farid dari Yayasan SAMIN Yogyakarta yang telah membantu
memberikan masukan berharga bagi pengayaan dan penyempurnaan Modul Pelatihan KHA

Sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak melalui Keputusan Presiden No 36 Tahun 1990,
implementasi KHA telah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh tetapi masih menghadapi berbagai
kendala dan tantangan yang memerlukan perhatian dan kerja keras dari pemerintah dan
membutuhkan partisipasi masyarakat.

Dengan dibuatnya Modul ini, merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan
perhatian, pengetahuan dan pemahaman bagi para pendamping PKH mengenai Perlindungan Anak
baik ditingkat Pusat maupun Daerah, agar mampu memberikan pemahaman tentang hak dan
perlindungan anak, kerangka hukum internasional dan hukum nasional maupun Pengasuhan
Berkelanjutan bagi anak.

Dengan demikian, pendamping PKH memiliki pemahaman dan landasan serta arah yang jelas dalam
melakukan proses pendampingan di masyarakat, dapat berdiskusi dimanapun dan kapanpun tentang
permasalahan perlindungan anak bersama anak dan keluarga di wilayah dampingannya secara
luwes, termasuk dalam melakukan advokasi maupun pengembangan jejaring kerjasama dengan
pemerintahan daerah dan tokoh masyarakat yang diperlukan, untuk kepentingan perlindungan anak.

Konsultan / Penulis
Hadi Utomo

Anggota Tim Konsultan / Tim Penulis


Ahmad Muhammad
Faisal Cakra Buana

ii
Kata Pengantar

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan investasi gizi dalam rangka


peningkatan kualitas sumber daya manusia dan memenuhi hak dasar penduduk
terhadap gizi, khususnya pada perempuan dan anak sebagai kelompok penduduk yang
paling rentan. Penjabaran RPJMN yang dituangkan dalam Rencana Strategis (RENSTRA)
Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 bahwa sasaran pembinaan gizi masyarakat
adalah menurunkan prevalensi gizi kurang dari 18,4% menjadi 15% pada tahun 2014 dan
menurunkan prevalensi balita pendek dan sangat pendek dari 36,8% tahun 2009
menjadi 32% tahun 2014. Prevalensi stunting di Kabupaten Brebes 48.7% dan Kabupaten
Sikka 49.6% lebih tinggi dari angka Nasional (36,8%).

Lancet Series on Maternal and Child Under-nutrition pada tahun 2008, melakukan
review terhadap enam program bantuan tunai bersyarat diantara beberapa metode
intervensi lainnya diidentifikasi bahwa Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) merupakan salah
satu intervensi yang penting dan efektif untuk menanggulangi stunting apabila dalam
program tersebut terdapat komponen pendidikan gizi. Di Indonesia bantuan tunai
bersyarat dinamakan Program keluarga harapan/PKH.

Pemerintah Indonesia bersama Unicef Mengembangkan sebuah proyek pilot yaitu


Program Penguatan Komponen Gizi dan penanggulangan stunting melalui PKH (PKH-
Prestasi) yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan prevalensi stunting pada
anak. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam pilot ini adalah peningkatan
kapasitas dari petugas pendamping PKH agar dapat memotivasi dan menyampaikan
pesan-pesan gizi. Direktorat Bina Gizi Kementrian Kesehatan bekerjasama dengan
Kementrian Sosial, Unicef dan Konsultan telah menyusun Materi dan alat bantu FDS Gizi
dan Kesehatan bagi Pendamping PKH Prestasi.

UNICEF juga mendukung Pemerintah untuk penguatan dan peningkatan kemampuan


pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) tentang Kesejahteraan Keluarga. Untuk
hal tersebut, UNICEF mengembangkan Modul Pelatihan tentang Hak-hak Anak dan
Perlindungan Anak; Kerangka Hukum Perlindungan Anak dan Pengasuhan Berkelanjutan
Bagi Anak. Modul tersebut akan digunakan oleh Petugas Pendamping / Fasilitator PKH.
Uji coba Modul telah dilakukan di Brebes pada tanggal 28-30 Nopember 2013 dan di
Sikka pada tanggal 04-06 Desember 2013. Saat ini Modul tersebut telah mengalami
revisi seperlunya. Tahap berikutnya, dilakukan pelatihan bagi Master of Trainer (MoT)
PUSDIKLAT Kementerian Sosial.

Pada tahun 2014 penerima PKH yang telah terdaftar selama 7 tahun diharapkan telah
berdaya secara finansial dan dipandang berhasil dan memenuhi syarat untuk
melanjutkan ke tahap berikutnya. Keberhasilan ini disebut sebagai PKH Transformasi di
mana kelompok masyarakat ini tidak lagi menerima bantuan tetapi pemerintah akan
memfasilitasi keluarga untuk diberdayakan sehingga mampu menciptakan keluarga yang
harmonis, mampu mengasuh dan melindungi anak dengan memperhatikan Hak-hak
anak dan melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah
(KEPP) serta merencanakan dan mengelola tujuan keluarga mereka sendiri, pendapatan
dan mata pencaharian.

Dalam rangka membekali kelompok PKH transformasi tersebut pemerintah sedang


mempersiapkan strategi untuk mengembangkan kapasitas keluarga dalam mengelola
kesehatan mereka, pendidikan, ekonomi, dan kesejahteraannya. Langkah strategi
tersebut bernama Family Development Session (FDS), yakni kegiatan pertemuan

iii
bulanan secara formal antara penerima PKH dengan fasilitator yang ruang lingkupnya
diperluas dengan isu-isu kunci yang mempengaruhi kehidupan rumah tangga. Namun
demikian, pemahaman materi Modul FDS dapat digunakan oleh fasilitator PKH secara
informal dalam berbagai kesempatan di wilayah dampingannya.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah meminta bantuan UNICEF


untuk mengembangkan dua dari empat modul FDS, yaitu pada kesehatan dan
kesejahteraan keluarga yang meliputi Hak-hak Anak, Perlindungan Anak, Kerangka
Hukum Perlindungan Anak dan Pengasuhan Berkelanjutan Bagi Anak dan mendapatkan
dukungan Bank Dunia guna mengembangkan modul pendidikan dan ekonomi. Modul
FDS yang digunakan pada pilot project PKH prestasi telah diputuskan akan digunakan
juga pada PKH Transformasi.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Pendamping PKH perlu dilakukan


Pelatihan FDS Gizi dan Kesehatan dan FDS Kesejahteraan Keluarga dalam rangka
membantu pelaksanaan tugas di lapangan. Mengingat materi FDS merupakan hal baru
dan hasilnya juga akan digunakan tidak hanya untuk pilot PKH Prestasi tapi juga PKH
tranformasi, maka perlu dilakukan pelatihan untuk para Master of Trainer (MoT) tingkat
Nasional. Para MoT yang dihasilkan akan melatih para pendamping PKH bukan hanya di
Sikka dan Brebes tetapi juga pada pelaksanaan PKH di seluruh Indonesia.

iv
Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih. …………………………………. ii
Kata Pengantar. …………………………………. iii
Daftar Isi. …………………………………. v
Pendahuluan. …………………………………. 1
Kerangka Modul 1.1: Hak-hak Anak Menurut Konvensi …………………………………. 7
Hak-hak Anak (KHA).
Lembar Kerja (LK) Modul 1.1.2.1 : Identifikasi dan Analisis …………………………………. 14
atas Implementasi Klaster IV Tentang Hak-hak Sipil dan
Kebebasan, di Indonesia.
LK Modul 1.1.2.2 : Identifikasi dan Analisis atas …………………………………. 16
Implementasi Klaster V Tentang Lingkungan Keluarga dan
Pengasuhan Alternatif di Indonesia.
LK Modul 1.1.2.3 : Identifikasi dan Analisis atas …………………………………. 22
Implementasi Klaster VI Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan di Indonesia.
LK Modul 1.1.2.4 : Identifikasi dan Analisa atas …………………………………. 25
Implementasi Klaster VII Tentang Pendidikan, Waktu
Luang, Budaya dan Rekreasi di Indonesia.
LK Modul 1.1.2.5 : Identifikasi dan Analisa atas …………………………………. 28
Implementasi Klaster VIII Tentang Langkah-langkah
Perlindungan Khusus di Indonesia.
Bahan Bacaan Inti Modul 1.1 Tentang Hak-hak Anak …………………………………. 35
Menurut Konvensi Hak-hak Anak.
Hubungan Antara Kewajiban Negara dan Tanggungjawab …………………………………. 35
Orangtua Dalam Mengasuh dan Melindungi Anak dari
Kekerasan, Eksploitasi, Perlakuan Salah dan Penelantaran.
Kewajiban (Obligation) Negara Terhadap Rakyat Menurut …………………………………. 39
HAM.
KHA Dibagi Menjadi VIII Klaster. …………………………………. 39
Kerangka Modul 1.2 : Perlindungan Anak …………………………………. 52
Perlindungan Anak dari Kekerasan, Eksploitasi,
Penelantaran dan Perlakuan Salah.
LK Modul 1.2.2.1 : Studi Kasus Tentang Kekerasan di …………………………………. 59
Lembaga Pendidikan.
LK Modul 1.2.2.2 : Studi Kasus Kekerasan di Rumah. …………………………………. 60
LK Modul 1.2.2.3 : Studi Kasus Kekerasan Seksual. …………………………………. 61
LK Modul 1.2.2.4 : Studi Kasus Kekerasan di Panti. …………………………………. 63
LK Modul 1.2.2.5 : Studi Kasus Eksploitasi – Trafiking Anak. …………………………………. 65
LK Modul 1.2.2.6 : Studi Kasus Eksploitasi - ESA Oleh Anak …………………………………. 67
v
Untuk Pelacuran.
LK Modul 1.2.2.7: Studi Kasus Eksploitasi - PRTA Plus …………………………………. 69
Perkosaan.
LK Modul 1.2.2.8 : Studi Kasus Eksploitasi – Pedopil. …………………………………. 73
Bahan Bacaan Inti Modul 1.2.3 : Perlindungan Anak. Hak …………………………………. 73
Mendapatkan Perlindungan Dari Segala Bentuk Kekerasan
dan Eksploitasi.
Apa Yang Dimaksud Dengan Kekerasan Terhadap Anak?. …………………………………. 73
Kekerasan Fisik. …………………………………. 73
Kekerasan Psikis. …………………………………. 73
Penelantaran / Pengabaian. …………………………………. 74
Kekerasan Seksual (Sexual Abuse) Terhadap Anak. …………………………………. 76
KHA Pasal 19 Ayat 2 Mengamanatkan Kepada Negara. …………………………………. 77
KHA Pasal 37 (a) Menegaskan Tentang Kewajiban Negara …………………………………. 77
Melindungi Anak Dari Segala Bentuk Penyiksaan Atau
Bentuk Kekejaman Lainnya Atau Perlakuan Merendahkan
Martabat Atau Hukuman Tidak Manusiawi.
Menghargai Pandangan Anak. …………………………………. 78
Anak Dalam Situasi Eksploitasi. …………………………………. 79
KHA Pasal 32, ayat 2, dan Instrumen Internasional Terkait …………………………………. 79
Lainnya Menegaskan Tentang Pokok Peraturan Yang
Mengatur.
KHA Pasal 33 Tentang Drug Abuse Mewajibkan Negara …………………………………. 80
Untuk Mengambil Semua Langkah Legislatif, Administratif,
Sosial dan Edukatif.
KHA Pasal 34 Tentang Eksploitasi Seksual dan Kekerasan …………………………………. 81
Seksual Mewajibkan Negara Mengambil Langkah-langkah
Legislatif, Administratif, dan Edukatif, Untuk Melindungi
Anak dari Semua Bentuk Eksploitasi Seksual dan Kekerasan
Seksual.
KHA Pasal 35 Tentang Penjualan, Pengiriman, dan …………………………………. 82
Penculikan Mewajibkan Negara Mengambil Langkah-
langkah Legislatif, Administratif, Anggaran Serta Langkah
Lain, di Tingkat Nasional, Bilateral dan Multilateral, Untuk
Mencegah Penculikan, Penjualan atau Pengiriman Anak
Untuk Berbagai Tujuan atau Bentuk.
KHA Pasal 36 Tentang Bentuk-bentuk Eksploitasi Lainnya …………………………………. 83
Mewajibkan Negara Mengambil Langkah-langkah
Legislatif, Administratif, Adukatif, Anggaran serta Sosial,
Untuk Melindungi Anak Terhadap Semua Bentuk

vi
Eksploitasi Yang Merugikan Semua Aspek
Kesejahteraannya.
Kerangka Modul 2 : Kerangka Hukum Hak-hak Anak dan …………………………………. 87
Perlindungan Anak.
LK Modul 2.2.A : Lembar Kerja Kelompok I, II, III dan IV - …………………………………. 95
Identifikasi kerangka hukum internasional dan kerangka
hukum nasional tentang hak-hak anak dan perlindungan
anak.
LK Modul 2.2.B : Lembar Kerja Kelompok I - Analisis …………………………………. 96
kerangka hukum nasional atas isu-isu penting tentang hak-
hak anak dan perlindungan anak.
LK Modul 2.2.C : Lembar Kerja Kelompok II - Analisis …………………………………. 97
kerangka hukum nasional atas isu-isu penting tentang hak-
hak anak dan perlindungan anak.
LK Modul 2.2.D : Lembar Kerja Kelompok III - Analisis …………………………………. 98
kerangka hukum nasional atas isu-isu penting tentang hak-
hak anak dan perlindungan anak.
LK Modul 2.2.E : Analisis kerangka hukum nasional atas …………………………………. 99
isu-isu penting tentang hak-hak anak dan perlindungan
anak.
Bahan Bacaan Inti Modul 2.3 Kerangka Hukum Hak-hak …………………………………. 100
Anak dan Perlindungan Anak.
Pengantar Kerangka Hukum. …………………………………. 100
Kerangka hukum yang terkait dengan hak-hak anak dan …………………………………. 104
perlindungan anak
Instrumen HAM Internasional.
Deklarasi Universal HAM. …………………………………. 105
Kovenan EKOSOB. …………………………………. 107
Kovenan SIPOL. …………………………………. 109
Deklarasi Hak-hak Anak. …………………………………. 110
Konvensi Hak-hak Anak …………………………………. 110
Klaster IV : Hak sipil dan Kebebasan.
KHA Klaster V : Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan …………………………………. 113
Alternative.
KHA, Klaster VI : Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan. …………………………………. 118
KHA Klaster VII : Pendidikan, Waktu Luang dan Kegiatan …………………………………. 120
Budaya.
KHA Klaster VIII: Langkah-langkah Perlindungan Khusus. …………………………………. 122
Optional Protocol to Prevent, Suppress and Punish …………………………………. 127
Trafficking in Persons, Especially Women and Children,

vii
Supplementing The United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime,2000, (Protokol Untuk
Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan
Orang, Terutama Perempuan dan Anak-anak).
Convention On The Elimination Of All Forms Of …………………………………. 132
Discrimination Against Women.
International Convention on The Protection of The Rights …………………………………. 133
of All Migrant Workers and Members of Their Families,
july 2003, (Konvensi Internasional Tentang Perlindungan
Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota
Keluarganya).
Optional Protocol to The Convention on The Rights of The …………………………………. 135
Child on The Sale of Children, Child Prostitution and Child
Pornography, 2000, (Protokol Opsional Konvensi Hak-hak
Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan
Pornografi Anak).
Undang-undang No. 20 Tahun 1999 Tentang Ratifikasi …………………………………. 142
Konvensi ILO no. 138, mengenai: ILO Minimum Age
Convention.
ILO Worst Forms of Child Labour Convention (No. 182), …………………………………. 142
1999, (Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan
Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk Untuk Anak).
Hague Convention on Protection of Children and …………………………………. 143
Cooperation In Respect of Intercountry Adoption.
Perundang-undangan Nasional Yang Terkait Dengan Hak- …………………………………. 144
hak Anak dan Perlindungan Anak.
Kewajiban Negara. …………………………………. 144
Tanggung jawab dan tugas orang tua / keluarga / kuasa …………………………………. 149
asuh orang tua / pencabutan kuasa asuh orang tua dan
pemisahan anak dari orang tua / hak anak mengetahui dan
diasuh oleh orang tua.
Hak Anak Atas Identitas. …………………………………. 154
Anak Penyandang Disabilitas. …………………………………. 156
Perlindungan Anak. …………………………………. 159
Hak anak untuk menyatakan pandangannya dalam setiap …………………………………. 168
keputusan yang mempengaruhi kehidupannya.
Orangtua Asuh. …………………………………. 169
Wali / Perwalian. …………………………………. 170
Pengangkatan Anak. …………………………………. 171
Pengasuhan Berbasis Residensial / Panti. …………………………………. 174
viii
Mekanisme Pengaduan (Komplain) Bagi Anak. …………………………………. 177
Pengawasan dan Monitoring Independen. …………………………………. 177
Hak Properti Anak. …………………………………. 179
Hak anak atas periodic review (tinjauan berkala) dan …………………………………. 181
tanggungjawab pekerja sosial dalam melakukan asesmen,
monitoring atas anak yang telah diputuskan untuk
ditempatkan pada pengasuhan diluar rumah.
Peran Masyarakat dan Lembaga Non Pemerintah. …………………………………. 183
Hak anak atas pendidikan, waktu luang / bermain dan …………………………………. 188
budaya.
Hak Anak Atas Kesehatan. …………………………………. 193
Hak anak atas agama …………………………………. 197
Kerangka Modul 3 : Pengasuhan Berkelanjutan. …………………………………. 204
LK Modul 3.2.1 : Skenario Role Playing 1 : tentang …………………………………. 214
orangtua yang bersikap dan berprilaku bersifat mendidik
dalam mengasuh anak.
LK Modul 3.2.2 : Skenario Role Playing 2 : tentang …………………………………. 215
orangtua yang cenderung tidak sabar, selalu berteriak,
cenderung melakukan langkah-langkah kasar dalam
mengasuh anak.
LK Modul 3.2.3 : Skenario Role Playing 3 : tentang …………………………………. 216
orangtua yang cendrung acuh tak acuh / mengabaikan
atau menterlantarkan / cenderung tidak memberi waktu
khusus untuk anak dalam proses mengasuh anak.
LK Modul 3.2.4 : Mendengarkan, memperhatikan dan …………………………………. 217
mempertimbangakan pandangan anak (komunikasi) sesuai
dengan tahap-tahap perkembangan anak dan kemampuan
interaksi sosial anak.
LK Modul 3.2.5 : Beberapa hal penyebab konflik dan …………………………………. 218
Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk penyelesaian
masalah.
LK Modul 3.2.6 : Bentuk-bentuk kekerasan dan eksploitasi …………………………………. 221
terhadap anak, dampak buruknya dan hal-hal yang bisa
dilakukan untuk mengatasinya.
LK Modul 3.2.7 : Tanggungjawab bersama yang harus …………………………………. 223
dijalankan oleh kedua orangtua walaupun keduanya telah
berpisah atau bercerai : agar continuum of care for
children berjalan dengan baik dan tidak berdampak
negatif pada anak.
LK Modul 3.2.8 : Tentang eksploitasi ekonomi terhadap …………………………………. 225
ix
anak.
LK Modul 3.2.9 : Tentang eksploitasi seksual terhadap …………………………………. 226
anak.
LK Modul 3.2.10 : Tentang eksploitasi terhadap anak …………………………………. 227
Jalanan.
LK Modul 3.2.11 : tentang pencegahan dan penanganan …………………………………. 228
bpta yang harus dilakukan oleh Negara.
LK Modul 3.2.12 : Role Playing kelompok 1 tentang …………………………………. 229
monitoring anak di keluarga asuh / keluarga angkat.
LK Modul 3.2.13 : Role Playing kelompok 2,tentang …………………………………. 230
monitoring anak di panti / LKSA.
LK Modul 3.2.14 : Role Playing kelompok 3, tentang anak …………………………………. 231
di lembaga pendidikan / sekolah.
LK Modul 3.2.15 : Diskusi (Kelompok 4 suara sapi) …………………………………. 232
membahas tentang pengembangan format monitoring di
keluarga asuh / keluarga angkat, panti / LKSA, lembaga
pendidikan / sekolah.
Bahan Bacaan Inti Modul 3.3 Continuum of Care For …………………………………. 233
Children.
Beberapa definisi continuum of care. …………………………………. 233
Pemahaman Pengasuhan Berkelanjutan Bagi Anak …………………………………. 233
(Continuum of Care for Children) Dalam Modul Ini.
Prinsip-prinsip Pengasuhan. …………………………………. 235
Monitoring. …………………………………. 236
Beberapa isu penting yang berkaitan dengan Pengasuhan …………………………………. 238
Berkelanjutan.
Tahap-tahap perkembangan psikologi anak. …………………………………. 238
Mendengarkan dan mempertimbangkan pandangan anak …………………………………. 242
merupakan salah satu keterampilan yang harus dilakukan
oleh orangtua dalam proses komunikasi dengan anak.
Orangtua harus mengembangkan interaksi sosial / relasi …………………………………. 243
yang baik dalam keluarga.
Beberapa hal penyebab konflik. …………………………………. 243
Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk penyelesaian …………………………………. 247
masalah.
Perbedaan antara mendisiplinkan anak dengan kekerasan …………………………………. 247
terhadap anak yang harus di pahami oleh orangtua ketika
proses pengasuhan anak dilakukan.
Apa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak. …………………………………. 247
Siapa yang melakukan kekerasan terhadap anak. …………………………………. 250

x
Berbagai penyebab terjadinya kekerasan. …………………………………. 250
Dampak buruk kekerasan terhadap anak. …………………………………. 251
Apa yang bisa anda lakukan. …………………………………. 252
Kiat-kiat penting. …………………………………. 253
Bila terjadi keterpisahan orangtua (antara ayah dan ibu) …………………………………. 253
maka demi kepentingan terbaik bagi anak, keduanya harus
tetap menjalankan peran sebagai orangtua.
Berbagai contoh peristiwa rumah tangga dalam kehidupan …………………………………. 254
sehari-hari yang dapat digunakan untuk menegakkan
disiplin anak tetapi rentan menimbulkan konflik jika
dilakukan dengan tidak bijaksana oleh orangtua /
pengasuh.
Eksploitasi terhadap anak. …………………………………. 255
Sumber Referensi. …………………………………. 262

xi
PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan tentang anak berkembang pesat di berbagai Negara,


seperti pengetahuan tentang gisi bagi anak, kedokteran anak, psikologi anak, pendidikan
anak, hukum tentang anak hingga berbagai hasil penelitian tentang anak ditinjau dari sudut
pandang antropologi dan atau sosiologi.

Bersamaan dengan itu, perkembangan lainnya adalah memahami anak dengan


menggunakan pendekatan berbasis hak-hak anak atau Child Rights-Based Approach. Modul
ini, dirancang dengan menggunakan pendekatan Child Rights-Based Approach tersebut.
Oleh karena itu, Modul ini memuat materi tentang hak dan perlindungan anak, kerangka
hukum perlindungan anak serta pengasuhan berkelanjutan bagi anak yang dirancang untuk
bahan pelatihan petugas pendamping PKH.

Tujuan dari modul ini adalah:


 Memberikan pemahaman tentang hak dan perlindungan anak, serta kerangka
hukum terkait baik dengan hukum internasional maupun hukum nasional sebagai
landasan dan panduan dalam melakukan proses pendampingan;
 Memberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip maupun proses pengasuhan
berkelanjutan yang sejalan dengan prinsip-prinsip maupun norma hukum terkait hak
dan perlindungan anak.

Dengan tujuan tersebut diharapkan para petugas pendamping PKH memiliki landasan serta
arah yang jelas dalam melakukan proses pendampingan di masyarakat. Disamping itu para
petugas pendamping PKH memiliki panduan normatif khususnya dalam menghadapi
permasalahan anak dan keluarga, melakukan advokasi maupun pengembangan jejaring
kerjasama yang diperlukan.

Cara Menggunakan Modul


Modul ini dirancang dengan menggunakan prinsip-prinsip andragogi dan metode analisis
tentang kerangka hukum internasional dan kerangka hukum nasional terkait hak dan
perlindungan anak. Penggunaan prinsip dan metode tersebut bertujuan untuk
mengembangkan cakrawala berfikir serta kemampuan memahami konteks secara utuh
mengenai persoalan anak.

Modul ini terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu:


a. Modul 1.1 Tentang Hak-hak Anak dan Modul 1.2 Tentang Perlindungan Anak;
b. Modul 2 Tentang Kerangka Hukum / Instrumen Internasional dan Instrumen
Nasional;
c. Modul 3 Tentang Pengasuhan Berkelanjutan.

1
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pelatihan dengan menggunakan Modul di atas
adalah 420 menit x 5 hari.

Terdapat dua landasan dalam memahami modul ini:


1. Setiap peserta harus membaca materi yang termuat dalam Bahan Bacaan Inti dan
Bahan Bacaan Yang Disarankan yang tersedia pada setiap bagian Modul;
2. Langkah diskusi kelompok dengan menggunakan lembar kerja (LK) yang dilengkapi
petunjuk teknis dalam melakukan rujukan analisis dari bahan bacaan inti modul,
mengembangkan diskusi pembahasan dan bahan pengembangan scenario role playing.
Langkah diskusi kelompok yang dikembangkan pada Modul ini menggunakan 3 (tiga)
model yakni:
a. Diskusi Analisis
b. Studi Kasus
c. Role Playing

Kerangka modul terdiri dari:


1. Pengantar
Pengantar materi berisi tentang garis-garis besar uraian pembahasan Modul. Pengantar
materi ini disertai dengan uraian singkat melalui presentasi fasilitator.
2. Tujuan sesi
Tujuan sesi merupakan poin-poin yang menjadi tujuan pembahasan materi bagi peserta
pelatihan
3. Alokasi Waktu
Alokasi waktu merupakan durasi yang diperlukan untuk tahapan langkah-langkah yang
dilakukan pada setiap sesi.
4. Alat bantu yang diperlukan :
 5 unit Laptop dan 5 unit LCD/proyektor
 Kertas flipchart, spidol, ketas metaplan (MP), pita perekat kertas.
 Bahan presentasi (Slide Modul 1.1 dan 1.2; 2 dan 3)
 Lembar Kerja (1 – 33)

5. Pokok Bahasan
Pokok bahasan merupakan poin-poin penting yang terkandung dalam materi modul
yang menjadi topik pembahasan utama secara lebih mendalam.
6. Langkah-langkah Kegiatan
Langkah-langkah kegiatan merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan dalam setiap
sesi, yang terdiri dari:
a. Pengantar sesi, yakni penjelasan fasilitator tentang pelaksanaan dan tujuan sesi
b. Penggalian pandangan peserta terkait dengan topik bahasan
c. Presentasi dan tanya jawab oleh fasilitator
d. Diskusi Kelompok yang dibantu dengan lembar kerja untuk memudahkan setiap
peserta dalam melakukan analisa materi, studi kasus dan role playing

2
e. Presentasi kelompok dalam bentuk pleno untuk menjelaskan hasil diskusi kelompok.
Presentasi kelompok juga menjadi alat untuk melihat efektivitas penggunaan lembar
kerja dalam memahami maupun menganalisa materi.
f. Refleksi dan rangkuman, yakni langkah akhir yang dilakukan oleh fasilitator untuk
resume sekaligus menjelaskan poin-poin penting materi termasuk menjelaskan hasil
diskusi kelompok.

7. Lembar Kerja (LK)


o LK 1.1.2.1: Identifikasi implementasi dan analisaKlaster IV tentang Hak-hak Sipil dan
Kebebasan di Indonesia
o LK 1.1.2.2: Identifikasi implementasi dan analisaKlaster V Lingkungan Keluarga dan
Pengasuhan Alternatif di Indonesia.
o LK 1.1.2.3: Identifikasi implementasi dan analisaKlaster VI Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan
o LK 1.1.2.4: Identifikasi implementasi dan analisaKlaster VII Pendidikan, Waktu Luang,
Budaya dan Rekreasi
o LK 1.1.2.5: Identifikasi implementasi dan analisaKlaster VIII Langkah-langkah
Perlindungan Khusus
o LK 1.2.2.1 : Studi kasus kekerasan di lembaga pendidikan
o LK 1.2.2.2 : Studi kasus kekerasan di rumah
o LK 1.2.2.3 : Studi kasus kekerasan Seksual
o LK 1.2.2.4 : Studi kasus Kekerasan di Panti
o LK 1.2.2.5 : Studi kasus eksploitasi - trafiking anak
o LK 1.2.2.6 : Studi kasus eksploitasi - ESA oleh anak utk pelacuran
o LK 1.2.2.7 : Studi kasus eksploitasi - PRTA plus perkosaan
o LK 1.2.2.8 : Studi kasus eksploitasi – Pedopil
o LK 2.2.A : Identifikasi kerangka hukum internasional dan kerangka hukum
nasionaltentang hak-hak anak dan perlindungan anak
o LK 2.2.B; 2.2.C; 2.2.D dan 2.2.E : Analisis kerangka hukum nasional atas isu-isu
pentingtentang hak-hak anak dan perlindungan anak
o LK 3.2.1 : Skenario Role Playing 1 ttg ortu mengasuh dg baik
o LK 3.2.2 : Skenario Role Playing 2 ttg ortu mengasuh dg buruk
o LK 3.2.3 : Skenario Role Playing 3 ttg ortu mengasuh acuh tak acuh
o LK 3.2.4 : Komunikasi
o LK 3.2.5 : Penyebab Konflik
o LK 3.2.6 : Kekerasan dan Dampaknya
o LK 3.2.7 : Tanggung Jawab Orangtua Bercerai
o LK 3.2.8 : Tentang Eksploitasi ekonomi
o LK 3.2.9 : Tentang eksploitasi seksual thd anak
o LK 3.2.10 : Tentang eksploitasi Anak Jalanan
o LK 3.2.11 : Tentang Pencegahan & Penanganan BPTA yang harus dilakukan Negara

3
o LK 3.2.12 : Skenario Role Playing tentang monitoring anak di keluarga asuh, angkat
o LK 3.2.13 : Skenario Role Playing tentang monitoring anak di Panti atau LKSA
o LK 3.2.14 : Skenario Role Playing tentang monitoring anak di Lembaga Pendidikan
atau sekolah
o LK 3.2.15 : Diskusi pengembangan Format Monitoring Anak

8. Bahan Bacaan Inti


Merupakan referensi utama yang memuat rincian materi setiap Kerangka Modul dan
menjadi rujukan dalam melakukan analisa.
9. Bahan Bacaan Yang Disarankan
Merupakan bahan bacaan tambahan untuk memperdalam isu yang dibahas.

4
HAK-HAK ANAK

5
HAK-HAK ANAK

MODUL 1.1

6
KERANGKA MODUL 1.1 : HAK-HAK ANAK MENURUT KONVENSI HAK-HAK ANAK (KHA)

Pengantar HAM merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia sejak
dalam kandungan. Negara bukan pemberi HAM, tetapi Negara
melaksanakan kewajiban atas terlaksananya HAM bagi seluruh rakyatnya.
Kewajiban negara terhadap rakyat terbagi kepada 3 (tiga) bagian meliputi:
menghormati, memenuhi dan melindungi.
Hak-hak anak merupakan bagian integral dari Hak Asasi Manusia
(HAM).Definisi anak menurut KHA sebagaimana tercantum dalam Pasal 1:
yakni setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun, KECUALI,
berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan
telah dicapai lebih awal. Definisi ini berimplikasi pada hak-hak anak pada
isu lainnya seperti pendidikan, kesehatan, peradilan anak,
ketenagakerjaan, anak dalam situasi konflik bersenjata.
Terdapat hubungan erat antara kewajiban Negara dan tanggungjawab
orangtua dalam pengasuhan anak. Orangtua / wali / pengasuh memiliki
tanggungjawab dan tugas dalam menjalankan tanggungjawab mengasuh
(membesarkan, membimbing dan mendidik) dan melindungi anak dari
kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah. Tanggungjawab
tersebut, dijalankan terhadap anak sesuai dengan kapasitas anak yang
selalu berkembang (evolving capacities).
Demi kepentingan terbaik bagi anak, Negara wajib membantu penguatan
tanggungjawab orangtua dalam mengasuh dan melindungi anak, terutama
ketika orangtua tidak mampu menjalankan tanggungjawab tersebut.
Misalnya ketika orangtua membutuhkan pendidikan tentang cara
mengasuh yang aman dan tanpa kekerasan sehingga dapat mencapai
perkembangan anak secara maksimum.
Indonesia telah meratifikasi KHA melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun
1990. Negara yang telah meratifikasi instrument internasional termasuk
KHA terikat secara politis dan yuridis. Negara harus mengambil langkah-
langkah legislative, administrative, dan langkah lain untuk
mengimplementasikan hak-hak anak yang diakui di dalam Konvensi
menyangkut hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. KHA meliputi 8 Klaster
(kelompok), yaitu:
- I. Langkah-Langkah Implementasi Umum
- II. Definisi Anak
- III. Prinsip-Prinsip Umum KHA
- IV. Hak Sipil dan Kebebasan

7
- V. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif
- VI. Kesehatan & Kesejahteraan Dasar
- VII. Pendidikan, Waktu Luang & Kegiatan Budaya
- VIII. Langkah-langkah Perlindungan Khusus :
o Anak dalam situasi darurat
o Anak dalam situasi eksploitasi (ekonomi, narkoba,
seksual termasuk kekerasan seksual, penculikan,
perdagangan dan trafiking dan eksploitasi bentuk
lain)
o Anak yang berkonflik dengan hukum
o Kelompok minoritas & suku terasing
Prinsip-prinsip hak-hak anak menurut KHA terdiri dari: non- diskriminasi;
kepentingan terbaik bagi anak; hak hidup, kelangsungan hidup dan
perkembangan; serta menghormati pandangan anak. Prinsip-prinsip hak
anak harus menjiwai implementasi KHA pada setiap klaster terutama
kaslter IV hingga VIII.
Negara wajib melakukan disseminasi (penyebaran informasi) kepada
masyarakat baik kepada orang dewasa maupun kepada anak-anak.
disseminasi tersebut dapat dilakukan melalui kurikulum sekolah, talk show
radio, talk show TV, pelatihan, seminar dan bentuk-bentuk lain upaya
untuk memberi pemahaman kepada masyarakat secara luas.
Negara wajib membuat laporan implementasi KHA kepada Komite Hak-hak
Anak PBB. Laporan tersebut terdiri dari 2 (dua) jenis yang terdiri dari
laporan awal (initial report) yaitu laporan yang dilakukan oleh negara 2
(dua) tahun setelah melakukan ratifikasi dan laporan periodik (periodic
report) yang dilakukan negara setiap 5 tahun sekali.
Secara garis besar, persamaan antara hak–hak anak dan perlindungan anak
diatur di dalam KHA dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan. Sedangkan perbedaan antara keduanya, hak-hak anak
mengatur tentang kewajiban negara dalam pemenuhan dan
penghormatan hak, sedangkan perlindungan mengatur tentang kewajiban
negara dalam memberikan perlindungan terhadap anak dari kekerasan,
eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran.

8
Tujuan Sesi Di akhir sesi, peserta mampu :
1. Memahami definisi anak menurut KHA dan kaitannya dengan isu dalam
Pasal lainnya,
2. Memahami prinsip-prinsip hak anak yang menjadi jiwa seluruh isu
dalam Pasal lainnya,
3. Perbedaan dan persamaan maupun kaitan antara hak anak dan
perlindungan anak.
4. Memahami hubungan antara kewajiban negara dan tanggungjawab
orangtua terhadap anak
5. Memahami pembagian Klaster KHA.

Alokasi Total60 X 7 = 420 menit:


Waktu  20 menit Pengantarsesidancurahpendapat
 60 menitPresentasi dan Tanya Jawab
 60 menit DiskusiKelompok
 250 menit PresentasiKelompok (pleno) : masing-masing kelompok
diberi waktu 50 menit untuk presentasi dan tanya jawab /
tanggapan peserta
 30 menit Refleksi dan rangkuman

Alat Bantu o 5 unit Laptop dan 5 unit LCD/proyektor


o Kertas flipchart, spidol, ketas metaplan (MP), pita perekat kertas.
o Bahan presentasi (slide modul 1.1.1)
o Lembar Kerja (1.1.2.1; 1.1.2.2; 1.1.2.3; 1.1.2.4 dan 1.1.2.5)

Pokok 1. Definisi anak menurut KHA dan kaitannya dengan isu dalam Pasal
Bahasan lainnya,
2. Prinsip-prinsip hak anak yang menjadi jiwa seluruh isu dalam Pasal
lainnya,
3. Perbedaan dan persamaan maupun kaitan antara hak anak dan
perlindungan anak
4. Hubungan antara kewajiban negara dan tangungjawab orangtua
terhadap anak
5. Pembagian Klaster KHA.

Langkah Pengantar Sesi Presentasi dan Diskusi Kelompok


Kegiatan dan Curah Tanya Jawab (60’)
Pendapat (60’)
. (20’)

Refleksi dan Presentasi Kelompok


Rangkuman (Pleno)
(30’) (250’)

9
1. Pengantar sesi dan curah pendapat
 Fasilitator menjelaskan tentang tujuan sesi (Lihat Slide Modul 1.1.1)
 Fasilitator menanyakan pemahaman peserta tentang :
o Hak anak
o Perlindungan anak
o Definisi anak
o Kewajiban Negara dan tanggungjawab orangtua
 Fasilitator mencatat komentar peserta.
 Klarifikasi pendapat peserta di lakukan dalam presentasi oleh
fasilitator.

2. Presentasi Fasilitator dan tanya jawab Slide Modul 1.1.1

3. Diskusi Kelompok tentang Klaster KHA dan Implementasinya di


Indonesia.
a. Fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok yang terdiri dari
 Kelompok 1 : Klaster IV Hak- hak Sipil dan Kebebasan,
 Kelompok 2 : Klaster V Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan
Alternatif,
 Kelompok 3 : Klaster VI Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan,
 Kelompok 4 : Klaster VII Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan
Rekreasi
 Kelompok 5 : Klaster VIII Langkah-langkah Perlindungan Khusus.
b. Fasilitator mengelompokkan peserta berdasarkan penghitungan
angka 1 hingga 5 yang dilakukan berulang hingga semua peserta
selesai menghitung
c. Masing-masing peserta bergabung dengan peserta lain yang
memiliki angka yang sama
d. Fasilitator mempersilahkan tiap kelompok yeng telah terbentuk,
untuk melakukan diskusi

4. Presentasi Kelompok (Pleno)


a. Presentasi kelompok 1 dan tanggapan peserta
b. Presentasi kelompok 2 dan tanggapan peserta
c. Presentasi kelompok 3 dan tanggapan peserta
d. Presentasi kelompok 4 dan tanggapan peserta
e. Presentasi kelompok 5 dan tanggapan peserta

5. Refleksi dan Rangkuman


a. Hak-hak anak merupakan bagian integral dari Hak Asasi Manusia
10
(HAM). HAM merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada
manusia sejak dalam kandungan
b. Negara bukan pemberi HAM, tetapi Negara melaksanakan
kewajiban atas terlaksananya HAM bagi seluruh rakyatnya.
Kewajiban negara terhadap rakyat terbagi kepada 3 (tiga) bagian
meliputi: menghormati, memenuhi dan melindungi.
c. Kewajiban (obligation)Negaraterhadap rakyat menurut HAM :
 Melindungi (to protect)
 Menghormati (to respect)
 Memenuhi (to fulfil)
d. Definisi anak menurut KHA sebagaimana tercantum dalam Pasal 1:
yakni setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun, KECUALI,
berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak,
kedewasaan telah dicapai lebih awal. Definisi ini berimplikasi pada
hak-hak anak pada isu lainnya seperti pendidikan, kesehatan,
peradilan anak, ketenagakerjaan, anak dalam situasi konflik
bersenjata.
e. Terdapat hubungan erat antara kewajiban Negara dan
tanggungjawab orangtua dalam pengasuhan anak. Orangtua / wali /
pengasuh memiliki tanggungjawab dan tugas dalam menjalankan
tanggungjawab mengasuh (membesarkan, membimbing dan
mendidik) dan melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi,
penelantaran dan perlakuan salah. Tanggungjawab tersebut,
dijalankan terhadap anak sesuai dengan kapasitas anak yang selalu
berkembang (evolving capacities).
f. Demi kepentingan terbaik bagi anak, Negara wajib membantu
penguatan tanggungjawab orangtua dalam mengasuh dan
melindungi anak, terutama ketika orangtua tidak mampu
menjalankan tanggungjawab tersebut. Misalnya ketika orangtua
membutuhkan pendidikan tentang cara mengasuh yang aman dan
tanpa kekerasan sehingga dapat mencapai perkembangan anak
secara maksimum.
g. Indonesia telah meratifikasi KHA melalui Keputusan Presiden No. 36
Tahun 1990. Negara yang telah meratifikasi instrument
internasional termasuk KHA terikat secara politis dan yuridis.
h. KHA meliputi 8 Klaster (kelompok), yaitu:
- I. Langkah-Langkah Implementasi Umum
- II. Definisi Anak
- III. Prinsip-Prinsip Umum KHA
- IV. Hak Sipil dan Kebebasan

11
- V. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif
- VI. Kesehatan & Kesejahteraan Dasar
- VII. Pendidikan, Waktu Luang & Kegiatan Budaya
- VIII. Langkah-langkah Perlindungan Khusus :
 Anak dalam situasi darurat
 Anak dalam situasi eksploitasi (ekonomi, narkoba,
seksual termasuk kekerasan seksual, penculikan,
perdagangan dan trafiking dan eksploitasi bentuk lain)
 Anak yang berkonflik dengan hukum
 Kelompok minoritas & suku terasing
i. Negara harus mengambil langkah-langkah legislative,
administrative, dan langkah lain untuk mengimplementasikan hak-
hak anak yang diakui di dalam Konvensi menyangkut hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya.
j. Negara wajib melakukan disseminasi (penyebaran informasi) kepada
masyarakat baik kepada orang dewasa maupun kepada anak-anak.
disseminasi tersebut dapat dilakukan melalui kurikulum sekolah,
talk show radio, talk show TV, pelatihan, seminar dan bentuk-
bentuk lain upaya untuk memberi pemahaman kepada masyarakat
secara luas.
k. Negara wajib membuat laporan implementasi KHA kepada Komite
Hak-hak Anak PBB. Laporan tersebut terdiri dari 2 (dua) jenis yang
terdiri dari laporan awal (initial report) yaitu laporan yang dilakukan
oleh negara 2 (dua) tahun setelah melakukan ratifikasi dan laporan
periodik (periodic report) yang dilakukan negara setiap 5 tahun
sekali.
l. Prinsip-prinsip hak-hak anak menurut KHA terdiri dari: non-
diskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak; hak hidup,
kelangsungan hidup dan perkembangan; serta menghormati
pandangan anak. Prinsip-prinsip hak anak harus menjiwai
implementasi KHA pada setiap klaster terutama kaslter IV hingga
VIII.
m. Secara garis besar, persamaan antara hak–hak anak dan
perlindungan anak diatur di dalam KHA dan merupakan satu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Sedangkan perbedaan antara
keduanya, hak-hak anak mengatur tentang kewajiban negara dalam
pemenuhan dan penghormatan hak, sedangkan perlindungan
mengatur tentang kewajiban negara dalam memberikan

12
perlindungan terhadap anak dari kekerasan, eksploitasi, perlakuan
salah dan penelantaran.

Bahan Bacaan inti:


Bacaan - MODUL 1.1.3 TENTANG HAK-HAK ANAK MENURUTKONVENSI HAK-HAK
ANAK
 Bacaan yang disarankan:
 Konvensi Hak Anak
 UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM
 UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
 UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
 UU No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
 UU No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
(ADMINDUK)
 UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
 UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)

13
LK Modul1.1.2.1

LEMBAR KERJA
Identifikasi dan analisis atas implementasi Klaster IV Tentang Hak-hak Sipil dan Kebebasan, di Indonesia.

IDENTIFIKASI DAN ANALISA BERDASARKAN PANDANGAN, PENILAIAN DAN


PENGALAMAN PESERTA TENTANG IMPLEMENTASI KLASTER IV DI INDONESIA
KHA
Capaian Kendala / Akar Masalah Rekomendasi

Pasal 7 tentang hak atas akte kelahiran, Hak


atas nama, Hak atas kebangsaan, Hak untuk
mengetahui, diasuh orang tuanya
Pasal 8 tentang Identitas, Kewarganegaraan,
Nama dan Hubungan keluarga (hubungan
darah / nasab), Hak untuk mendapatkan
bantuan dan perlindungan untuk memulihkan
identitas anak (Jika identitas tersebut
direnggut)

Pasal 13 tentang kebebasan berekspresi;


Mencari; menerima; memberi informasi dan
gagasan baik lisan maupun tulisan; Restriksi
diatur denganUndang-undang

Pasal 14 tentang kemerdekaan berfikir, Hati


nurani dan Agama, Restriksi diatur dengan
Undang-undang

14
LK Modul1.1.2.1

Pasal 15 tentang kebebasan berserikat,


Berkumpul dengan damai, Restriksi diatur
dengan Undang-undang

Pasal 16 tentang kehidupan privasi anak tidak


boleh dicampuri secara tidak sah, Hak
perlindungan hukum atas privasinya atau
serangan atas privasinya tersebut

Pasal 17 tentang mengakui peran penting mass


media, Menjamin bahwa anak dapat
mengakses informasi, sumber-sumber nasional
dan internasional demi keuntungan, social
budaya anak (sesuai pasal 29), Kerjasama
internasional, Memproduksi dan menyebarkan
buku-buku untuk anak, Mendorong media
memperhatikan kebutuhan linguistik anak-
anak minoritas dan anak-anak suku terasing

Pasal 37 (a) tentang Negara wajib melindungi


anak dari penyiksaan atau bentuk-bentuk
kekejaman lain, perlakuan Merendahkan
martabat, Hukuman tidak manusiawi,
Hukuman mati, Hukuman seumur hidup

15
LK Modul1.1.2.2

LEMBAR KERJA
Identifikasi dan analisis atas implementasi Klaster V Tentang Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif di Indonesia.

IDENTIFIKASI DAN ANALISA BERDASARKAN PANDANGAN, PENILAIAN DAN


PENGALAMAN PESERTA TENTANG IMPLEMENTASI KLASTER V DI INDONESIA
KHA
Capaian Kendala / Akar Masalah Rekomendasi

Pasal 5 tentang bimbingan orangtua dan


perkembangan kapasitas anak (Parental
Guidance and The Child’s Evolving Capacities):
Negara wajib menghormati tanggung jawab,
hak-hak dan tugas-tugas orangtua atau
keluarga yang lebih luas atau masyarakat atau
wali yang syah dalam membimbing anak.

Pasal 9 Tentang pemisahan dari orangtua


(Separation from Parents) Negara Wajib
Menjamin agar anak :
o Tidak dipisahkan dengan orang tuanya
secara ilegal
o Menghargai hak anak berhubungan dan
kontak pribadi dengan orangtuanya
ketika dipisahkan

16
LK Modul1.1.2.2

o Jika dipisahkan oleh Negara anak punya


hak mendapat informasi (berdasarkan
permintaan) tentang anggota
keluarganya yang terpisah
o Menjamin permintaan tersebut tidak
membawa akibat buruk bagi anak
maupun anggota keluarga lainnya
Pasal 10 tentang memasuki atau meninggalkan
Negara untuk reunifikasi keluarga (Entering or
Leaving Countries for Family Reunification)
o Reunifikasi keluarga (memasuki atau
meninggalkan Negara) ditangani
secarapositif, humanis dan sesegera
mungkin
o Menjamin bahwa permintaan tersebut
tidak membawa dampak buruk bagianak
atau anggota keluarganya
o Hak anak untuk meninggalkan atau
memasuki Negara (jika keduanya tinggal
di Negara yang berbeda)
o Restriksi diatur dengan Undang-undang

Pasal 11 tentang Pengiriman gelap dan


terkantung-katungnya anak di luar negeri
(Illicit Transfer and Non- Return of Children
17
LK Modul1.1.2.2

Abroad)
Negara Wajib memerangi :
o Pengiriman gelap dan terkantung-
katungnya anak di luar negeri
o Melakukan perjanjian bilateral dan
multilateral

Pasal 18 tentang tanggung jawab orangtua


dibantu oleh Negara (Paren’s Joint
Responsibilities Assisted by the State):
o Menjamin pengakuan prinsip persamaan
tanggung jawab di antara orangtua dan
wali
o Membantu orangtua dan wali
o Menjamin pengembangan keluarga,
fasilitas dan pelayanan untuk perawatan
anak
Pasal 19 tentang perlindungan anak dari segala
bentuk kekerasan (Child’s Right to Protection
from all forms of Violence)
o Negara wajib mengambil langkah-langkah
: Administratif, Legislatif, Sosial dan
Pendidikan, untuk melindungi anak dari
segala bentuk kekerasan.
(all forms of physical or mental violence,
18
LK Modul1.1.2.2

injury or abuse,neglect or negligent


treatment, maltreatment or exploitation,
including sexual abuse, while inthe care of
parent(s), legal guardian(s) or any other
person who has the care of the child).
Kekerasan mental meliputi: Tindakan
merendahkan martabat, Pelecehan,
Perlakuan salah secara verbal, Dampak
isolasi, Praktek-praktek lain yang
menyebabkan atau mengakibatkan
kerugian psikis
Pasal 20 tentang anak-anak yang tercabut dari
lingkungan keluarga (Children Deprived of their
Family Environment)
o Negara wajib memberi dukungan dan
bantuan khusus bagi anak yang terpisah
dari lingkungan keluarganya
o Negara wajib menjamin adanya
pengasuhan alternatif : Residensial / panti
Asuhan, Kafalah dalam hukum Islam dan
Adopsi
o Mempertimbangkan kesinambungan
pengasuhan anak dan latar belakang
suku, agama, kebudayaan dan bahasa
anak.
19
LK Modul1.1.2.2

Pasal 21 tentang adopsi (Adoption)


Negara wajib :
o Menjamin adopsi dengan
mempertimbangan kepentingan terbaik
bagi anak :
 Disahkan oleh penguasa yang berwenang
 Adopsi antar Negara merupakan alternatif
pengasuhan
 Menjamin bahwa adopsi antar Negara
tidak dikomersilkan
 Mendorong kerjasama internasional agar
penempatan di Negara lain dilakukan
oleh Negara yang berkompeten
Pasal 25 tentang hak anak atas tinjauan
berkala ketika didalam pengasuhan (Child’s
Right to Periodic Review of Treatment)
Negara wajib melakukan tinjauan / monitoring
berkala terhadap anak yang berada dalam
penempatan (misalnya, keluarga asuh, keluarga
angkat, wali, Residensial / panti Asuhan dan
sejenisnya)

Pasal 27 tentang hak anak atas standard hidup


yang layak (Child’s Right to an Adequate
Standard of Living)
20
LK Modul1.1.2.2

o Anak mempunyai Hak atas standard


kehidupan yang layak untuk
pengembangan fisik, mental, spiritual,
moral dan sosial anak
o Orangtua bertanggung jawab utama
untuk menjamin Hak-hak anak dan
Negara berkewajiban mendukung /
membantu para orangtua dalam
melaksanakan tanggung jawabnya
terhadap anak-anak mereka :
 Makanan
 Pakaian dan
 Perumahan
o Hak anak atas pembiayaan anak oleh
orangtua khususnya jika kedua belah
pihak tinggal di Negara yang berbeda

21
LK Modul1.1.2.3

LEMBAR KERJA
Identifikasi dan analisis atas implementasi Klaster VI Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan di Indonesia.

IDENTIFIKASI DAN ANALISA BERDASARKAN PANDANGAN, PENILAIAN DAN


PENGALAMAN PESERTA TENTANG IMPLEMENTASI KLASTER VI DI INDONESIA
KHA
Capaian Kendala / Akar Masalah Rekomendasi

Pasal 23 tentang hak anak dengan disabilitas


(Right of Disable Children)
Negara mengakui Hak-hak anak Cacat untuk
menikmati secara penuh kehidupannya:
Martabat, Meningkatkan rasa percaya diri,
Partisipasi aktif di dalam masyarakat; Hak anak
cacat atas perawatan khusus; Menjamin
tersedianya kebutuhan khusus anak cacat:
Gratis, Pendidikan, Pelatihan, Pelayanan,
kesehatan, Pelayanan rehabilitasi, Persiapan
kerja, Kesempatan rekreasi, Kerjasama
internasional
Pasal 24 tentang hak anak atas kesehatan dan
layanan kesehatan (Child’s Right to Health and
Health Service)
Hak anak untuk menikmati standard kesehatan
yang tertinggi; Menjamin akses kesehatan
22
LK Modul1.1.2.3

tidak tercabut; Implementasi sepenuhnya atas


hak ini khususnya: Mengurangi angka kematian
bayi dan anak, Menjamin bantuan medis dan
kesehatan/Primary Health Care, Memerangi
penyakit dan malnutrisi, menjamin perawatan
kesehatan bagi para ibu ketika sebelum dan
sesudah melahirkan, Menjamin pendidikan
kesehatan: Preventif, Bimbingan dan
Pelayanan KB dan orangtua, Kerjasama
internasional
Pasal 6 (2) tentang hak hidup, kelangsungan
hidup dan perkembangan anak semaksimum
mungkin (child’s right to life and maximum
survival and development) Negara menjamin
kelangsungan hidup dan perkembangan anak
semaksimum mungkin

Pasal 18 (3) tentang tanggungjawab orangtua


dibantu oleh Negara (Parent’s Joint
Responsibilities, Assisted by the State)
o Orangtua/Wali bertanggung jawab
membesarkan dan mengembangkan anak
o Negara memberi bantuan kepada
orangtua/wali yang syah
o Menjamin anak (orangtua yangbekerja)
23
LK Modul1.1.2.3

berhak memperoleh manfaat dan jasa


pemeliharaan anak

Pasal 27 (1-3) tentang hak anak atas standard


hisup yang layak (Child’s Right to an Adequate
Standard of Living)
o Mengakui hak anak atas standard
kehidupan yang layak bagi
perkembangannya meliputi : fisik,mental,
spiritual, moral dan sosial anak
Negara harus mengambil langkah-langkah
untuk membantu orangtua dalam
mengimplementasikan kebutuhan Gizi, Pakaian
dan Perumahan
Pasal 26 tentang hak anak atas jaminan sosial
(Child’s Right to Benefit from Social Security)
Mengakui hak anak atas jaminan sosial
termasuk asuransi social; Melaksanakan
realisasi penuh atas hak ini

24
LK Modul1.1.2.4

LEMBAR KERJA
Identifikasi dan analisa atas implementasi Klaster VII Tentang Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Rekreasi di Indonesia.
IDENTIFIKASI DAN ANALISA BERDASARKAN PANDANGAN, PENILAIAN DAN
PENGALAMAN PESERTA TENTANG IMPLEMENTASI KLASTER VII DI INDONESIA
KHA

Capaian Kendala / Akar Masalah Rekomendasi

Pasal 28 tentang hak anak atas pendidikan


(Child’s Right to Education) Negara menjamin
hak anak atas pendidikan
 Mewajibkan pendidikan dasar dan GRATIS
 Mendorong pendidikan menengah umum
dan kejururan serta mempermudah akses
bagi setiap anak
 Mempermudah akses ke pendidikan yang
lebih tinggi dengan penyediaan fasilitas
yang memadai
 Menyediakan informasi dan panduan
tentang pendidikan
 Mengambil langkah-langkah untuk
mendorong kehadiran di sekolah dan
penurunan tingkat putus sekolah
 Mengambil langkah agar disiplin di

25
LK Modul1.1.2.4

sekolah dilaksanakan dengan cara yang


sesuai dengan martabat anak dan KHA
 Kerjasama internasional dibidang
pendidikan
Pasal 29 tentang Tujuan Pendidikan (The Aims
of Education)
1. Negara peserta menyepakati bahwa
pendidikan anak diarahkan :
1. Pengembangan yang terdiri dari :
o Kepribadian
o Bakat
o Mental dan
o Fisik anak semaksimal
mungkin
2. Pengembangan rasa hormat
terhadap HAM (Hak Asasi
Manusia) serta prinsip-prinsip
yang tercantum dalam piagam
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
3. Pengembangan rasa hormat pada
:
o Orangtua anak
o Identitas budaya
o Bahasa
o Nilai-nilai dan
26
LK Modul1.1.2.4

o Tahapan peradaban yang


berbeda
 Persiapan anak untuk hidup
secara bertanggung jawab dalam
masyarakat yang bebas
 Pengembangan rasa hormat
terhadap lingkungan alam
2. Memberi kebebasan kepada individu
atau lembaga dalam mengarahkan atau
mengembangkan Institusi Pendidikan
sepanjang tidak bertentangan dengan
pasal ini, serta standard minimum yang
ditetapkan oleh Negara

Pasal 31 tentang hak anak atas waktu luang,


rekreasi dan budaya (Child’s Right to Leisure,
Recreation and Culture)
o Negara mengakui hak anak atas :Waktu
luang dan istirahat - Mengahargai dan
meningkatkan hak anak untuk
berpartisipasi secara penuh dalam: Dunia
seni, Budaya, Rekreasi dan Waktu luang

27
LK Modul1.1.2.5

LEMBAR KERJA
Identifikasi dan analisa atas implementasi Klaster VIII Tentang Langkah-langkah Perlindungan Khusus di Indonesia.

IDENTIFIKASI DAN ANALISA BERDASARKAN PANDANGAN, PENILAIAN DAN


PENGALAMAN PESERTA TENTANG IMPLEMENTASI KLASTER VIII DI INDONESIA
KHA
Capaian Kendala / Akar Masalah Rekomendasi

Pasal 22 tentang pengungsi anak (Refugee


Children)
 Negara wajib mengambil langkah-langkah
untuk menjamin anak yang mencari
status pengungsi mendapat perlindungan
yang layak dan bantuan kemanusiaan
 Kerjasama dengan PBB dan lembaga
internasional yang kompeten atau LSM
untuk melindungi dan membantu anak
dalam mencari orangtuanya atau anggota
keluarga lainnya
 Melakukan perlindungan terhadap anak
yang terpisah dari orangtuanya seperti
yang diperoleh oleh anak yang masih
bersama orangtuanya

Pasal 38 tentang perlindungan anak dari konflik


bersenjata Protection of children affected by

28
LK Modul1.1.2.5

Armed Conflict
Negara menghargai dan menjamin
penghormatan atas hukum humaniter
internasional untuk : menjamin anak di bawah
15 tahun tidak terlibat dalam permusuhan,
tidak merekrut anak di bawah 15 tahun dalam
angkatan perang, memprioritaskan anak yang
lebih tua (antara 15 – 18 tahun) ke dalam dinas
militer dan mengambil langkah untuk
menjamin perlindungan dan perawatan bagi
anak-anak yang diakibatkan oleh konflik
bersenjata

Pasal 37 tentang kekerasan, perlakuan yang


merendahkan dan pencabutan atas kebebasan
(Torture, Degrading Treatment And Deprivation
of Liberty)
Pasal ini memberikan hak perlindungan kepada
anak dari : penyiksaan atau bentuk kekejaman
lain, perlakuan merendahkan martabat atau
tidak manusiawi, Hukuman mati, Hukuman
seumur hidup tanpa kemungkinan untuk bebas
dan Perampasan atas hak secara tidak sah
ataupun sewenang-wenang
Pasal 39 tentang rehabilitasi anak korban
(Rehabilitation of Child Victims)

29
LK Modul1.1.2.5

Pasal ini menuntut Negara mengambil langkah-


langkah untuk membantu anak-anak yang
menjadi korban segala bentuk Kekerasan,
Penelantaran, Eksploitasi dan Perlakuan salah
serta rehabilitasi bagi anak-anak korban
eksploitasi ekonomi, dieksploitasi sebagai
pengguna dan pengedar narkoba, eksploitasi
seksual dan kekerasan seksual, penjualan dan
trafiking dan eksploitasi sosial (nikah usia dini)
Pasal 40 tentang system peradilan anak
(Administration of Juvenile justice)
Negara mengakui hak anak yang disangka,
dituduh atau diakui telah melanggar hukum
diperlakukan dengan cara yang sesuai dengan
peningkatan martabat dan nilai anak yang
memperkuat penghargaan anak pada hak-hak
asasi manusia

Negara menjamin setiap anak yang disangka


atau dituduh telah melakukan pidana
setidaknya mendapat jaminan sebagai berikut :
 Dianggap tidak bersalah sampai terbukti
bersalah menurut hukum
 Diberitahu segera atas tuduhannya
termasuk kepada orangtua atau walinya
 Mendapat bantuan hukum dan bantuan

30
LK Modul1.1.2.5

lainnya ditangani oleh pihak yang


berkompeten dan independen
 Tidak dipaksa memberi kesaksian atau
mengakui bersalah ; untuk memeriksa
saksi yang memberatkan serta
mendapatkan partisipasi dan
pemeriksaan saksi atas namanya dengan
memakai prinsip persamaan
 Berhak atas kasasi
 Mendapat bantuan interpreter gratis
 Privasinya sepenuhnya dihormati

Pasal 32 tentang pekerja anak (Child Labour):

Negara wajib melindungi anak dari eksploitasi


ekonomi dan dari pekerjaanyang:

 Berbahaya
 Mengganggu pendidikan anak, atau
 Merugikan kesehatan anak maupun
perkembangan : Fisik, Mental, Spiritual,
Moral atau Sosial
Negara wajib mengambil langkahLegislatif,
Administratif, Sosial dan pendidikan, untuk
menjamin pelaksanaan dan secara khusus
memberikan:
31
LK Modul1.1.2.5

 Batas usia atau serangkaian batas usia


minimum yang memberikan ketentuan
perijinan untuk bekerja
 Peraturan yang sesuai mengenai jam
kerja dan kondisi pekerjaan
Hukuman atau sangsi yang sesuai untuk
menjamin keberhasilan pelaksanaan pasal ini

Pasal 33 tentang Children and Drug Abuse


Negara wajib mengambil semua langkah untuk
:
 Melindungi anak dari penggunaan obat-
obatan jenis Narkotika dan Zat-zat
psikotropika
 Mencegah penggunaan anak-anak dalam
produksi dan pengiriman illegal dari zat-
zat ini
Perjanjian-perjanjian Internasional telah
mengidentifikasi sekuruh obat bius dan zat-zat
yang membutuhkan pengawasan, dalam
pengelompokan yang masih luas berikut ini :
 Opium, morfin dan alkaloid opium serta
morfin sintetis (misalnya heroin)
 Daun koka serta kokain
 Produk Cannabis (mariyuana)

32
LK Modul1.1.2.5

 Obat-obatan psikotropika/ psikoaktif


yang biasa menimbul-kan
ketergantungan atau penyalahgunaan
yang bisa menciptakan masalah-masalah
sosial dan kesehatan masyarakat yang
membutuhkan kontrol Internasional
(obat penenang seperti barbiturat,
stimulan seperti amfetamin dan
halusinogen seperti LSD
Pasal 34 tentang eksploitasi seksual anak
(Sexual Exploitation of Children)
Mewajibkan Negara melakukan perlindungan
bagi anak dari segala bentuk eksploitasi
maupun kekerasan seksual (perkosaan,
pelecehan dan incest), dengan melakukan
langkah-langkah kerjasama Nasional, Bilateral,
Multilateral
Untuk melindungi anak dari tiga bentuk khusus
(dan sering berkaitan), yakni :
 Bujukan (inducement) atau paksaan
(coercion) terhadap anak untuk
melakukan kegiatan seksual yang tidak
sah
 Eksploitasi anak dalam pelacuran atau
praktek seksual lainnya yang tidak sah
Eksploitasi anak dalam pertunjukan serta

33
LK Modul1.1.2.5

segala bentuk pornografi

Pasal 35. tentang pencegahan dari penculikan,


penjualan dan trafiking (Preventation of
Abduction, Sale and Trafficking)
Pasal 35 bertindak sebagai perlindungan
sempurna bagi anak-anak yang beresiko
terhadap penculikan, penjualan, dan trafficking
anak untuk tujuan apapun dan dalam bentuk
apapun

Pasal 36 tentang perlindungan dari segala


bentuk eksploitasi lainnya (Protection from
Other Form of Exploitation)
Negara melindungi anak dari segala bentuk
eksploitasi lainnya, seperti :Eksploitasi Media,
Eksploitasi oleh para peneliti, Eksploitasi Sosial
Pasal 30 tentang anak dari minoritas dan
penduduk asli (Children of Minoritiesor of
Indigenous People)
Negara menjamin hak anak anak dari kelompok
minoritas dan terasing atas Budaya sendiri,
Keyakinannya dan Bahasanya

34
BAHAN BACAAN INTI
MODUL 1.1 TENTANG HAK-HAK ANAK MENURUT KONVENSI HAK-HAK ANAK

A. HUBUNGAN ANTARA KEWAJIBAN NEGARA DAN TANGGUNGJAWAB ORANGTUA


DALAM MENGASUH DAN MELINDUNGI ANAK DARI KEKERASAN, EKSPLOITASI,
PERLAKUAN SALAH DAN PENELANTARAN

Orang tua dan keluarga secara alamiah merupakan lingkungan sosial pertama yang
dikenal anak. Dalam lingkungan ini pertama kali semua dimensi kemanusiaan anak
diperkanalkan, seperti dimensi fisik maupun non fisik, berkomunikasi dan berinteraksi.
Aktivitas komunikasi dan interaksi yang terjadi dalam lingkungan keluarga menjadi iklim
yang paling dirasakan langsung akibatnya baik secara psikologis maupun social oleh anak.
Lazimnya orang tua dan keluarga merupakan dunia keakraban secara batiniah, dimana
hubungan emosional tiap individu didalamnya sedemikian lekat sehingga satu sama
lainnya merasa menjadi satu.

Dengan demikian orang tua dan keluarga merupakan akar sosial budaya anak dan
menjadi bagian hak anak yang paling mendasar untuk tidak tercabut atau terpisahkan
dari akar sosial budayanya tersebut. Orang tua dan keluarga bagi proses tumbuh
kembang anak bukan hanya menunjukkan fakta alamiah, tetapi juga memuat aspek
fungsional yang kemudian menjadi landasan pertanggungjawaban orang tua dan
keluarga terhadap perkembangan kehidupan anak. Fakta alamiah keluarga serta aspek
fungsional orang tua tersebut menjadi prinsip dasar yang kemudian meletakkan posisi
orang tua/keluarga sebagai penanggungjawab utama dalam proses pengasuhan selama
masa tumbuh kembang anak dan bertanggung jawab untuk melindungi anak dari segala
bentuk kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah maupun penelantaran.

Prinsip-prinsip dasar tersebut diakui dan dilestarikan dalam Deklarasi Hak Anak 1959:
“Anak, demi perkembangan kepribadiannya yang penuh dan selaras, membutuhkan cinta
dan pengertian. Ia harus, jika mungkin, tumbuh dalam perawatan dan dalam tanggung
jawab Orang tuanya…” (Pasal 6). Selanjutnya Kovenan Internasional tentang Hak Sipil
dan politik memberikan ketentuan: “Keluarga adalah unit kelompok masyarakat yang
alamiah dan fundamental dan berhak atas perlindungan dari masyarakat dan
negara”(Pasal 23 (1)). Semangat yang sama juga termuat dalam aline 5-6 mukadimah
Konvensi Hak-hak Anak (KHA) yang menyebutkan bahwa keluarga sebagai kelompok
dasar dari masyarakat dan lingkungan alam bagi pertumbuhan dan kesejahteraan dari
seluruh anggautanya terutama anak-anak, harus diberi perlindungan dan bantuan yang
diperlukan sehingga dapat sepenuhnya memikul tanggung jawabnya dalam masyarakat.
Bahwa anak, demi pengembangan sepenuhnya dan keharmonisan dari kepribadiannya,

35
harus tumbuh dalam lingkungan keluarga dalam iklim kebahagiaan, cinta kasih dan
pengertian.

Fakta alamiah bahwa orang tua dan keluarga merupakan akar sosial budaya anak,
kemudian ditegaskan dalam pasal 9 KHA menjadi dua prinsip penting tentang hak anak:
(1) Bahwa anak tidak boleh dipisahkan dari orang tua kecuali jika hal itu memang perlu
bagi kepentingan terbaik anak, dan:
(2) Bahwa semua aturan untuk memisahkan anak dari orang tua (jika memang perlu)
harus bersifat adil

Terkait dengan akar sosial budaya anak serta hak anak untuk tidak terpisah darinya maka
Negara sebagai pelindung hak asasi manusia diamanatkan untuk mengambil langkah-
langkah yang diperlukan guna membantu orang tua atau keluarga agar memiliki
kemampuan maksimal dalam melaksanakan tanggung jawab pengasuhan dan
perlindungan anak (KHA, Pasal 18)

Anak tanpa pengasuhan dan perlindungan atau terpisah dari orang tua atau keluarga
identik dengan tercabutnya anak dari akar sosial budayanya. Keterpisahan ini seringkali
mengakibatkan anak berada dalam situasi rentan terhadap resiko menjadi korban
kekerasan, eksploitasi, perdagangan, diskriminasi ataupun bentuk pelanggaran lain yang
merugikan dan bahkan menghilangkan hak-hak anak. Dalam situasi konflik (anak
dipisahkan secara paksa dari keluarga dan masyarakat atau harus menyeberangi batas
kenegaraan) kerentanan terhadap resiko yang dihadapi anak tersebut lebih meningkat
terkadang sampai resiko kematian.

Keterpisahan anak dari orang tua atau keluarga hanya dimungkinkan dengan persyaratan
yang sangat ketat dan harus mengacu kepada prinsip umum KHA serta melalui keputusan
lembaga Negara, khususnya prinsip kepentingan terbaik bagi anak yang disertai dengan
perlindungan dan kontrol Negara sebagaimana diatur dalam KHA, Pasal 9 ayat 1 dan 3.
Pasal ini juga menegaskan hak anak untuk mempertahankan hubungan dan kontak
dengan kedua orang tua, serta mewajibkan Negara untuk menginformasikan pada orang
tua atau anak mengenai keberadaan (orang tua/anggota keluarga) jika Negara yang
menyebabkan/menghendaki pemisahan tersebut misalnya karena penahanan atau
hukuman penjara.

Dengan demikian langkah-langkah pengasuhan anak mengharuskan tetap mengacu pada


prinsip keberlangsungan pegasuhan anak oleh orang tua atau keluarga. Dalam kaitan ini
sistem pengasuhan anak secara garis besar dibagi kedalam dua bentuk yakni:
pengasuhan dalam rumah dan pengasuhan diluar rumah (lihat modul 3 tentang
continuum of care for children).

36
Prinsip keberlangsungan pengasuhan oleh orang tua atau keluarga memuat pengertian,
bahwa sekalipun demi kepentingan terbaik bagi anak, anak harus terpisah dari orang tua
atau keluarga, langkah tersebut tidak serta merta menghilangkan tanggung jawab orang
tua atau keluarga maupun hak anak terhadap tanggung jawab dan pengasuhan orangtua.
Hal ini sebagaimana tercermin dalam hak anak untuk mengetahui asal usul keluarga dan
budayanya maupun kewajiban Negara untuk memberitahukan anak dan orang tua
yang terpisah, termasuk memfasilitasi kontak keduanya. Dengan demikian tanggung
jawab orang tua atau keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak bersifat utuh
sekalipun dalam kasus tertentu demi kepentingan terbaik anak, anak harus terpisah dari
orang tua atau keluarga.

Jika orang tua atau keluarga tersebut tidak mampu melaksanakan tanggung jawab
pengasuhan dan perlindungan anak secara optimal, maka kewajiban Negara membantu
menguatkan kapasitas keluarga tersebut misalnya dalam bentuk program
pendidikan/pengasuhan, keterampilan menjadi orangtua, keterampilan melindungi anak,
kemampuan meningkatkan partisipasi anak dalam keluarga maupun penyelenggaraan
program konseling bagi anak dan keluarga. Bilamana diperlukan, Negara dapat
memberikan dukungan/bantuan ekonomi.

Kegagalan keluarga dalam melaksanakan tanggungjawab mengasuh dan melindungi anak


disertai dengan kegagalan Negara di dalam membantu/memberdayakan keluarga
tersebut dalam mengasuh dan melindungi anak identik dengan “membiarkan” anak
dalam kondisi rentan dan beresiko mengalami kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan
perlakuan salah lainnya.
Tanggung jawab orangtua dalam mengasuh dan melindungi anak
Keunikan anak sebagai manusia terletak dalam fase tumbuh kembang yang
periodisasinya didefinisikan dalam pasal 1 KHA, yakni setiap manusia yang berusia
dibawah 18 tahun, KECUALI, berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak,
kedewasaan telah dicapai lebih awal. Fase tumbuh kembang ini menjadi modal dalam
mencapai kesempurnaannya sebagai manusia dalam menuju kedewasaannya.
Fase tumbuh kembang anak ini harus dilalui dan dialami anak dalam akar sosial
budayanya secara harmonis, penuh cinta kasih, pengertian dan kebahagiaan, kasih
sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan. Oleh sebab itu fase tumbuh
kembang anak tersebut memerlukan pengasuhan dan perlindungan sebagai langkah
mempersiapkan dan mengkondisikan menuju kedewasaan, yakni sebagai anggota
masyarakat yang dapat mempertanggungjawabkan diri sendiri dan kehidupannya sesuai
dengan hak asasinya sebagai manusia.
Pihak utama yang bertanggung jawab atas pengasuhan dan perlindungan anak dalam
fase tumbuh kembangnya tersebut adalah orang tua dan keluarga atau masyarakat
sesuai dengan kebiasaan setempat, wali atau orang lain yang secara hukum

37
bertanggung jawab atas anak tersebut. Langkah pengasuhan dan perlindungan tersebut
harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan anak, arahan maupun bimbingan
yang tepat sesuai dengan hak-hak anak yang diakui dalam KHA.
Menghargai pandangan anak
Menghargai pandangan anak merupakan salah satu bentuk penghargaan kemanusiaan
anak yang sangat nyata. Paradigma yang termuat didalamnya bertentangan dengan
umumnya kebiasaan masyarakat yang menempatkan anak pada posisi subsistem
keluarga maupun marjinalisasi dimana anak sering kehilangan hak untuk mengungkapkan
pandangannya.
Menghargai pandangan anak juga menjadi salah satu dasar dalam mengkonstruksikan
langkah perlindungan anak, mengingat umumnya kasus kekerasan maupun eksploitasi
anak terjadi karena mengabaikan hak anak tersebut. Dengan demikian menghargai
pandangan anak harus mainstream dalam implementasi perlindungan anak.

Perbedaan dan persamaan maupun kaitan antara hak anak dan perlindungan anak.

38
B. KEWAJIBAN (OBLIGATION)NEGARATERHADAP RAKYAT MENURUT HAM
Kewajiban Negara terhadap rakyat terdiri atas:
1. Menghormati (the obligation to respect) - berpantang untuk melakukan hal-hal yang
melanggar hak asasi .
Contoh tidak menghormati, misalnya membuat kebijakan pendidikan yang hanya
menguntungkan kelompok anak tertentu untuk menikmatinya
2. Melindungi (the obligation to protect) melindungi setiap warga Negara dari berbagai
pihak non-Negara
Contoh melindungi, misalnya membuat undang-undangan atau kebijakan untuk
melindungi setiap individu warga Negara
3. Memenuhi (the obligation to fulfill) – Negara harus mengambil tindakan untuk
memenuhi hak-hak anak
Contoh misalnya: alokasi anggaran, membangun sekolah, rumah sakit, dll
4. Memajukan (the obligation to promote) – langkah awal dalam mempromosikan
pemenuhan hak-hak anak, contoh misalnya mengembangkan akses informasi

C. KHA DIBAGI MENJADI VIII KLASTER.


KLASTER I,II DAN III HARUS MAINSTREAM KEDALAM IMPLEMENTASI HAK ANAK PADA
KLASTER IV – VIII
Berikut Pembagian Klaster Dalam KHA Dan Pokok-pokok Substansi:
1. KLASTER I. LANGKAH-LANGKAH UMUM IMPLEMENTASI (GENERAL MEASURES OF
IMPLEMENTATION) (Pasal. 4, 42 dan 44,para. 6,)
a. Pasal 4 tentang implementasi hak-hak anak dalam konvensi yang
mengamanatkan kepada tiap Negara mengambil langkah-langkah legislative,
administrative (kebijakan, strategi, program,alokasi anggaran untuk anak)
semaksimal mungkin dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia (to
the maximum extent of available resources)
b. Pasal 42 tentang Negara berkewajiban menyebarluaskan isi KHA dan
diketahui secara luas baik oleh anak maupun oleh orang dewasa.
c. Pasal 44 tentang Negara berkewajiban membuat Report kepada Komite Hak-
hak Anak PBB dan diketahui oleh masyarakat secara luas. Report tersebut
terdiri dari:
o INITIAL REPORT yang dilakukan 2 tahun setelah ratifikasi.
o PERIODIC REPORT: Setelah initial report dilakukan, maka Negaraharus
melakukan laporan berkala (periodic report), yang dilakukan pada 5 tahun
sekali.

2. KLASTER II TENTANG DEFINISI ANAK (DEFINITION OF THE CHILD).


Konvensi Hak-hak Anak mendefinisikan anak sebagai berikut:

39
Pasal 1 Setiap orang yang berusia dibawah 18 th, KECUALI berdasarkan undang-
undang yang berlaku, bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
Namun pada pelaksanaannya, terdapat ketentuan-ketentuan beberapa Pasal
dalam KHA lainnya yang berkaitan dengan anak secara langsung dan harus
diwujudkan semaksimum mungkin. Adapun kaitan-kaitan Pasal lain yang terkait
dengan Pasal 1 KHA tersebut diantaranya:
 Pasal 37 (a) Terhadap anak tidak boleh ada hukuman mati atau hukuman
seumur hidup
 Pasal 38 menyatakan Tak boleh ada rekrutmen Angkatan Bersenjata atau
terlibat dalam permusuhan (di bawah usia 15 thn)
 Pasal 32 tentang Negara menentukan : Batasan usia minimum anak boleh
bekerja
 Pasal 40 (3.a) tentang Usia minimum anak dianggap tidak memiliki
kapasitas pelanggaran hukum pidana.
 Pasal 28 tentang Batasan usia wajib belajar & gratis

3. KLASTER III. PRINSIP-PRINSIP UMUM KHA(GENERAL PRINCIPLES), TERDIRI DARI:


Pasal 2 : Non Diskriminasi
• Negara wajib menghormati dan menjamin hak anak dan dimasukan dalam
sistem hukum yang ada tanpa diskriminasi ( ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, pandangan politik orang tua, status ekonomi, kecacatan, dan
kelahiran )
• Negara wajib mengambil langkah-langkah yang layak untuk menjamin anak
terlindungi dari semua bentuk diskriminasi atau penghukuman berdasarkan
latar belakang yang disebabkan oleh pandangan dan keyakinan orang tua anak
/ wali / keluarga.
• Non diskriminasi juga berkaitan dengan KHA Pasal 3 (2) : Negara wajib
menjamin pengasuhan dan perlindungan anak untuk kesejahteraan anak,
memperhatikan hak dan tugas orang tua / wali melalui langkah-langkah
legislatif dan administratif (KHA Pasal 4). Hal tersebut berkaitan dengan hak
keperdataan anak.

Pasal 3 Kepentingan terbaik bagi anak (The Best Interests of The Child)
Pasal ini harus menjadi landasan system hukum dan Kebijakan Pemerintah; Pasal
3 juga berkaitan dengan Pasal 40 (2) (b) (iii) atau pengadilan meliputi JAMINAN
NEGARA atas : Penanganan kasus anak sesegera mungkin tanpa penundaan; Oleh
instansi yang berwenang (aparat penegak hukum); Independent; Mendapatkan
bantuan yang layak; dan dengan mempertimbangkan umur atau situasi.
Disamping itu kepentingan terbaik bagi anak juga berkaitan dengan pasal 37 (c)
meliputi JAMINAN NEGARA atas: pencabutan Kebebasan yaitu Anak yang dicabut
40
kebebasannya harus dipisahkan dari tahanan dewasa, kecuali dengan
pertimbangan demi kepentingan terbaik bagi anak.
Pasal 6 Hak Hidup; Kelangsungan Hidup; Perkembangan.
Berisi jaminan Negara atas anak yang berkonflik dengan hukum/berhadapan
dengan hukum dengan memperhatikan Hak hidup anak dan mempromosikan
kelangsungan hidup serta perkembangan anak secara maksimum.
Pasal 6 berkaitan dengan pasal-pasal lain yang memuat tentang peranan orangtua
dan keluarga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan anak serta
kewajiban negara mendukung, membantu dan melakukan intervensi untuk
maksud tersebut. Pasal 6 juga berkaitan dengan perlindungan anak dari segala
bentuk kekerasan dan eksploitasi agar kelangsungan hidup dan perkembangan
anak dapat dicapai secara maksimum.
Pasal 12 Menghargai Pandangan Anak:
Berisi tentang kewajiban Negara untuk menjamin :
 bahwa setiap anak yang mampu membentuk pandangan mempunyai hak
untuk mengekspresikannya secara bebas pada semua hal yang berpengaruh
pada dirinya
 bahwa pandangan anak dipertimbangan sesuai dengan umur dan
kematangan anak.
 Secara khusus memberikan hak anak untuk didengar dan pandangannya
dipertimbangkan pada setiap proses peradilan dan administrative yang
mempengaruhi dirinya. Hal ini mencakup rentang yang sangat luas dari sidang
pengadilan dan termasuk kebijakan / pembuatan keputusan yang
mempengaruhi anak, contohnya, pendidikan, kesehatan, lingkungan,
pengasuhan, adopsi.
4. KLASTER IV. HAK SIPIL DAN
KEBEBASAN (IV. CIVIL RIGHTS
AND FREEDOMS) TERDIRI
ATAS:
Pasal 7 tentang Hak Sipil dan
Kebebasan. Khususnya Pasal
7 (akte, nama, kebangsaan,
mengetahui, diasuh orang
tuanya)
© UNICEF/IDSA/025/Wunderman
Pasal 8 tentang (Identitas Poster kampanye pencatatan kelahiran oleh
Kewarganegaraan Nama dan UNICEF memperlihatkan bahwa 6 dari 10 anak
Hubungan keluarga, balita di Indonesia tidak memiliki identitas
yang sah.
mendapatkan bantuan dan
perlindungan untuk memulihkan identitas anak (Jika identitas tersebut direnggut)
41
Pasal 13 tentang Child’s Right to Freedomof Expression: Kebebasan berekspresi,
Mencari, menerima, memberi informasi dan gagasan, baik lisan maupun tulisan.
Restriksi diatur dengan Undang-undang
Pasal 14 tentang Child’s Right to Freedom of Thought, Consciense and Religion:
Kemerdekaan berfikir Hati nurani dan Agama. Restriksi diatur dengan Undang-
undang;
Pasal 16 tentang Child’s Right to Privacy: Kehidupan privasi anak tidak boleh
dicampuri secara tidak syah, Hak perlindungan hukum atas privasinya atau
serangan atas privasinya tersebut;
Pasal 17 tentang Child’s Acces to Appropriate Information : Mengakui peran
penting mass media; Menjamin bahwa anak dapat mengakses informasi; Sumber-
sumber nasional dan internasional demi keuntungan social budaya anak (sesuai
pasal 29 tentang Kerjasama internasional Memproduksi dan menyebarkan buku-
buku untuk anak; Mendorong media memperhatikan kebutuhan linguistik anak-
anak minoritas dan anak-anak suku terasing
Pasal 37 (a) tentang Negara wajib melindungi anak dari : Penyiksaan atau bentuk
kekejaman lainnya, perlakuan merendahkan martabat atauhukuman tidak
manusiawi. Melindungi anak dari Hukuman mati dan Hukuman seumur hidup

5. KLASTER V : LINGKUNGAN KELUARGA DAN PENGASUHAN ALTERNATIVE(FAMILY


ENVIRONMENT AND ALTERNATIVE CARE), terdiri dari:
Pasal 5 tentang Parental Guidance and The Child’sEvolving Capacities:
Negara wajib menghormati tanggung jawab, hak-hak dan tugas-tugas orangtua
atau keluarga yang lebih luas atau masyarakat atau wali yang sah dalam
membimbing anak.

Pasal 9 tentang Separation fromParents Negara Wajib Menjamin agar anak :


o Tidak dipisahkan dengan orang tuanya secara ilegal
o Menghargai hak anak berhubungan dan kontak pribadi dengan
orangtuanya ketika dipisahkan
o Jika dipisahkan oleh Negara anak punya hak mendapat informasi
(berdasarkan permintaan) tentang anggota keluarganya yang terpisah
o Menjamin permintaan tersebut tidak membawa akibat buruk bagi anak
maupun anggota keluarga lainnya

Pasal 10 tentang Entering or Leaving Countries for Family Reunification


o Reunifikasi keluarga (memasuki atau meninggalkan Negara) ditangani
secarapositif, humanis dan sesegera mungkin
o Menjamin bahwa permintaan tersebut tidak membawa dampak buruk
bagi anak atau anggota keluarganya
42
o Hak anak untuk meninggalkan atau memasuki Negara (jika keduanya
tinggal di Negara yang berbeda)
o Restriksi diatur dengan Undang-undang

Pasal 11 tentang Illicit Transfer and Non- Returnof Children Abroad


Negara Wajib memerangi :
o Pengiriman gelap dan terkantung-katungnya anak di luar negeri
o Melakukan perjanjian bilateral dan multilateral

Pasal 18 tentang Tanggung jawab orangtua dibantuoleh Negara (Paren’s Joint


ResponsibilitiesAssisted by the State):
o Menjamin pengakuan prinsip persamaan tanggung jawab di antara
orangtua dan wali
o Membantu orangtua dan wali
o Menjamin pengembangan keluarga, fasilitas dan pelayanan untuk
perawatan anak

Pasal 19 tentang Child’s Right to Protection from all forms of Violence


o Negara wajib mengambil langkah-langkah : Administratif, Legislatif, Sosial
dan Pendidikan, untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan.
(all forms of physical or mental violence, injury or abuse,neglect or
negligent treatment, maltreatment or exploitation, including sexual
abuse, while inthe care of parent(s), legal guardian(s) or any other person
who has the care of the child).
Kekerasan mental meliputi: Tindakan merendahkan martabat, Pelecehan,
Perlakuan salah secara verbal, Dampak isolasi, Praktek-praktek lain yang
menyebabkan atau mengakibatkan kerugian psikis

Pasal 20 tentang Children Deprived of their Family Environment


o Negara wajib memberi dukungan dan bantuan khusus bagi anak yang
terpisah dari lingkungan keluarganya
o Negara wajib menjamin adanya pengasuhan alternatif :Residensial /
panti Asuhan, Kafalah dalam hukum Islam dan Adopsi
o Mempertimbangkan kesinambungan pengasuhan anak dan latar
belakang suku, agama, kebudayaan dan bahasa anak.

Pasal 21 tentang Adoption


Negara wajib :
Menjamin adopsi dengan mempertimbangan kepentingan terbaik bagi anak :
 Disahkan oleh penguasa yang berwenang
 Adopsi antar Negara merupakan alternatif pengasuhan
43
 Menjamin bahwa adopsi antar Negara tidak dikomersilkan
 Mendorong kerjasama internasional agar penempatan di Negara lain
dilakukan oleh Negara yang berkompeten

Pasal 25 tentang Child’s Right toPeriodic Review of Treatment


Negara wajib melakukan tinjauan / monitoring berkala terhadap anak yang
berada dalam penempatan (misalnya, keluarga asuh, keluarga angkat, wali,
Residensial / panti Asuhandan sejenisnya)

Pasal 27 tentang Child’s Right to an Adequate Standard of Living


o Anak mempunyai Hak atas standard kehidupan yang layak untuk
pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak
o Orangtua bertanggung jawab utama untuk menjamin Hak-hak anak dan
Negara berkewajiban mendukung/membantu para orangtua dalam
melaksanakan tanggung jawabnya terhadap anak-anak mereka :
 Makanan
 Pakaian dan
 Perumahan
o Hak anak atas pembiayaan anak oleh orangtua khususnya jika kedua
belah pihak tinggal di Negara yang berbeda

6. KLASTER VI. KESEHATAN & KESEJAHTERAAN DASAR (BASIC HEALTH AND WELFARE)
Pasal 23 tentang Right of Disable Children
Negara mengakui Hak-hak anak Cacat untuk menikmati secara penuh
kehidupannya: Martabat, Meningkatkan rasa percaya diri, Partisipasi aktif di
dalam masy; Hak anak cacat atas perawatan khusus; Menjamin tersedianya
kebutuhankhusus anak cacat: Gratis, Pendidikan, Pelatihan, Pelayanan,
kesehatan, Pelayanan rehabilitasi, Persiapan kerja, Kesempatan rekreasi,
Kerjasama internasional
Pasal 26 tentang Child’s Right to Benefit fromSocial Security
Mengakui hak anak atas jaminan sosial termasuk asuransi social; Melaksanakan
realisasi penuh atas hak ini

Pasal 24 tentang Child’s Right to Health and Health Service


Hak anak untuk menikmati standard kesehatan yang tertinggi; Menjamin akses
kesehatan tak tercabut; Implementasi sepenuhnya atas hak ini khususnya:
Mengurangi angka kematian bayi dan anak, Menjamin bantuan medis dan
kesehatan/Primary Health Care, Memerangi penyakit dan malnutrisi, menjamin
perawatan kesehatan bagi para ibu ketika sebelum dan sesudah melahirkan,
Menjamin pendidikan kesehatan: Preventif, Bimbingan dan Pelayanan KB dan
orangtua, Kerjasama internasional
44
Pasal 6 (2) tentang child’s right to life and maximum survival and development.
Negara menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan anak semaksimal
mungkin
Pasal 18 (3) tentang Parent’s Joint Responsibilities, Assisted by the State
o Orangtua/Wali bertanggung jawab membesarkan dan mengembangkan
anak
o Negara memberi bantuan kepada orangtua/wali yang syah
o Menjamin anak (orangtua yangbekerja) berhak memperoleh manfaat dan
jasa pemeliharaan anak
Pasal 27 (1-3) tentang Child’s Right to an Adequate Standard of Living
o Mengakui hak anak atas standard kehidupan yang layak bagi
perkembangannya meliputi : fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak
o Negara harus mengambil langkah-langkah untuk membantu orangtua
dalam mengimplementasikan kebutuhan Gizi, Pakaian dan Perumahan

7. KLASTER VII. PENDIDIKAN, WAKTU LUANG & KEGIATAN BUDAYA(EDUCATION,


LEISURE ANDCULTURAL ACTIVITIES)
Pasal 28 tentang Child’s Right toEducation Negara menjamin hak anak atas
pendidikan
 Mewajibkan pendidikan dasar dan GRATIS
 Mendorong pendidikan menengah umum dan kejururan serta
mempermudah akses bagi setiap anak
 Mempermudah akses ke pendidikan yang lebih tinggi dengan penyediaan
fasilitas yang memadai
 Menyediakan informasi dan panduan tentang pendidikan
 Mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadiran di sekolah dan
penurunan tingkat putus sekolah
 Mengambil langkah agar disiplin di sekolah dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan martabat anak dan KHA
 Kerjasama internasional dibidang pendidikan

Pasal 29 tentang Tujuan Pendidikan - The Aims of Education


1. Negara peserta menyepakati bahwa pendidikan anak diarahkan :
 Pengembangan yang terdiri dari :
o Kepribadian
o Bakat
o Mental dan
o Fisik anak semaksimal mungkin

45
 Pengembangan rasa hormat terhadap HAM (Hak Asasi Manusia) serta
prinsip-prinsip yang tercantum dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa)
 Pengembangan rasa hormat pada :
o Orangtua anak
o Identitas budaya
o Bahasa
o Nilai-nilai dan
o Tahapan peradaban yang berbeda
 Persiapan anak untuk hidup secara bertanggung jawab dalam
masyarakat yang bebas
 Pengembangan rasa hormat terhadap lingkungan alam
2. Memberi kebebasan kepada individu atau lembaga dalam mengarahkan atau
mengembangkan Institusi Pendidikan sepanjang tidak bertentangan dengan
pasal ini, serta standard minimum yang ditetapkan oleh Negara
Pasal 31 tentang Child’s Right to Leisure, Recreation and Culture
o Negara mengakui hak anak atas :Waktu luang dan istirahatMengahargai
dan meningkatkan hak anak untuk berpartisipasi secara penuh dalam:
Dunia seni, Budaya, Rekreasi dan Waktu luang

8. KLASTER VIII. LANGKAH-LANGKAH PERLINDUNGAN KHUSUS (SPECIAL


PROTECTION MEASURES).
Pasal 22 tentang Refugee Children
 Negara wajib mengambil langkah-langkah untuk menjamin anak yang
mencari status pengungsi mendapat perlindungan yang layak dan bantuan
kemanusiaan
 Kerjasama dengan PBB dan lembaga internasional yang kompeten atau LSM
untuk melindungi dan membantu anak dalam mencari orangtuanya atau
anggota keluarga lainnya
 Melakukan perlindungan terhadap anak yang terpisah dari orangtuanya
seperti yang diperoleh oleh anak yang masih bersama orangtuanya

Pasal 30 tentang Children of Minoritiesor of Indigenous People


Negara menjamin hak anak anak dari kelompok minoritas dan terasing atas
Budaya sendiri, Keyakinannya dan Bahasanya

Pasal 32 tentang Child Labour.


Negara wajib melindungi anak dari eksploitasi ekonomi dan dari pekerjaanyang:
 Berbahaya
 Mengganggu pendidikan anak, atau

46
 Merugikan kesehatan anak maupun perkembangan : Fisik, Mental, Spiritual,
Moral atau Sosial
Negara wajib mengambil langkah Legislatif, Administratif, Sosial dan pendidikan,
untuk menjamin pelaksanaan dan secara khusus memberikan:

 Batas usia atau serangkaian batas usia minimum yang memberikan ketentuan
perijinan untuk bekerja
 Peraturan yang sesuai mengenai jam kerja dan kondisi pekerjaan
 Hukuman atau sangsi yang sesuai untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan
pasal ini

Pasal 33 tentang Children and Drug Abuse


Negara wajib mengambil semua langkah untuk :
 Melindungi anak dari penggunaan obat-obatan jenis Narkotika dan Zat-zat
psikotropika
 Mencegah penggunaan anak-anak dalam produksi dan pengiriman illegal dari
zat-zat ini
Perjanjian-perjanjian Internasional telah mengidentifikasi sekuruh obat bius dan
zat-zat yang membutuhkan pengawasan, dalam pengelompokan yang masih luas
berikut ini :
 Opium, morfin dan alkaloid opium serta morfin sintetis (misalnya heroin)
 Daun koka serta kokain
 Produk Cannabis (mariyuana)
 Obat-obatan psikotropika/ psikoaktif yang biasa menimbul-kan
ketergantungan atau penyalahgunaan yang bisa menciptakan masalah-
masalah sosial dan kesehatan masyarakat yang membutuhkan kontrol
Internasional (obat penenang seperti barbiturat, stimulan seperti amfetamin
dan halusinogen seperti LSD

Pasal 34 tentang Sexual Exploitation of Children


Mewajibkan Negara melakukan perlindungan bagi anak dari segala bentuk
eksploitasi maupun kekerasan seksual (perkosaan, pelecehan dan incest), dengan
melakukan langkah-langkah kerjasama Nasional, Bilateral, Multilateral
Untuk melindungi anak dari tiga bentuk khusus (dan sering berkaitan), yakni :
 Bujukan (inducement) atau paksaan (coercion) terhadap anak untuk
melakukan kegiatan seksual yang tidak sah
 Eksploitasi anak dalam pelacuran atau praktek seksual lainnya yang tidak sah
 Eksploitasi anak dalam pertunjukan serta segala bentuk pornografi

47
Pasal 35 tentang Preventation of Abduction, Sale and Trafficking.
Pasal 35 bertindak sebagai perlindungan sempurna bagi anak-anak yang beresiko
terhadap penculikan, penjualan, dan trafficking anak untuk tujuan apapun dan
dalam bentuk apapun

Pasal 36 tentang Protection from Other Form of Exploitation


Negara melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi lainnya, seperti :Eksploitasi
Media, Eksploitasi oleh para peneliti, Eksploitasi Sosial

Pasal 37 tentang Torture, Degrading Treatment And Deprivation of Liberty


Pasal ini memberikan hak perlindungan kepada anak dari : penyiksaan atau
bentuk kekejaman lain, perlakuan merendahkan martabat atau tidak manusiawi,
Hukuman mati, Hukuman seumur hidup tanpa kemungkinan untuk bebas dan
Perampasan atas hak secara tidak sah ataupun sewenang-wenang

Pasal 38 tentang Protection of children affected by Armed Conflict


Negara menghargai dan menjamin penghormatan atas hukum humaniter
internasional untuk : menjamin anak di bawah 15 tahun tidak terlibat dalam
permusuhan, tidak merekrut anak di bawah 15 tahun dalam angkatan perang,
memprioritaskan anak yang lebih tua (antara 15 – 18 tahun) ke dalam dinas
militer dan mengambil langkah untuk menjamin perlindungan dan perawatan bagi
anak-anak yang diakibatkan oleh konflik bersenjata

Pasal 39 tentang Rehabilitation of Child Victims


Pasal ini menuntut Negara mengambil langkah-langkah untuk membantu anak-
anak yang menjadi korban segala bentuk Kekerasan, Penelantaran, Eksploitasi dan
Perlakuan salah serta rehabilitasi bagi anak-anak korban eksploitasi ekonomi,
dieksploitasi sebagai pengguna dan pengedar narkoba, eksploitasi seksual dan
kekerasan seksual, penjualan dan trafiking dan eksploitasi sosial (nikah usia dini)

Pasal 38 tentang Konflik Bersenjata


Negara wajib :
o menghargai dan menjamin penghormatan atas hukum humaniter
internasional
o Menjamin anak di bawah 15 tahun tidak terlibat dalam permusuhan
o Tidak merekrut anak di bawah 15 tahun dalam angkatan perang
o Memprioritaskan anak yang lebih tua (antara 15 – 18 tahun) ke dalam dinas
militer
o Mengambil langkah untuk menjamin perlindungan dan perawatan bagi anak-
anak yang diakibatkan oleh konflik bersenjata

48
Pasal 40 tentang Administration of Juvenile justice
Negara mengakui hak anak yang disangka, dituduh atau diakui telah melanggar
hukum diperlakukan dengan cara yang sesuai dengan peningkatan martabat dan
nilai anak yang memperkuat penghargaan anak pada hak-hak asasi manusia

Negara menjamin setiap anak yang disangka atau dituduh telah melakukan pidana
setidaknya mendapat jaminan sebagai berikut :
 Dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum
 Diberitahu segera atas tuduhannya termasuk kepada orangtua atau
walinya
 Mendapat bantuan hukum dan bantuan lainnya ditangani oleh pihak yang
berkompeten dan independen
 Tidak dipaksa memberi kesaksian atau mengakui bersalah ; untuk
memeriksa saksi yang memberatkan serta mendapatkan partisipasi dan
pemeriksaan saksi atas namanya dengan memakai prinsip persamaan
 Berhak atas kasasi
 Mendapat bantuan interpreter gratis
 Privasinya sepenuhnya dihormati

49
PERLINDUNGAN ANAK

50
PERLINDUNGAN ANAK

MODUL 1.2

51
KERANGKA MODUL 1.2 PERLINDUNGAN ANAK

Perlindungan Anak dari Kekerasan, Eksploitasi, Penelantaran dan Perlakuan Salah


Pengantar Dalam Konteks ini :
Perlindungan Anak bukan dimaksudkan sebagai perlindungan dan promosi
hak-hak anak secara umum, tetapi secara khusus fokus pada perlindungan
anak dari perlakuan salah, kekerasan, exploitasi dan penelantaran
Modul ini fokus pada KHA Pasal 19 serta Pasal terkait lainnya termasuk yang
terdapat dalam Klaster VIII (Special Protection Measures). Pasal 19 Tentang
Perlindungan Anak Dari Segala Bentuk Kekerasan (Child’s right to protection
from all forms of violence) menegaskan :Negara wajib mengambil langkah-
langkah Administratif, Legislatif, Sosial, dan Pendidikan untuk melindungi anak
dari segala bentuk kekerasan baik fisik, mental, perlakuan salah, penelantaran
/ pengabaian, eksploitasi termasuk kekerasan seksual baik ketika anak diasuh
oleh orangtua/ wali atau orang yang bertanggung jawab atas pengasuhan
anak.
Kekerasan terhadap anak berdampak buruk terhadap anak dan berpengaruh
negatif terhadap tumbuh kembang anak hingga dewasa.
Dampak buruk kekerasan (penelantaran) terhadap anak pada usia dibawah 3
tahun.
Dampak penelantaran

Gambar / Foto CT scan di atas :


Foto bagian kanan merupakan dampak negatif yang ekstrim dari penelantaran
terhadap anak usia dibawah 3 tahun, dengan ukuran otak yang tidak normal /
kecil.
Sedangkan foto bagian kiri menunjukan bahwa pertumbuhan otak pada anak
usia 3 tahun yang tidak mengalami penelantaran jauh lebih besar / normal.
Hal ini menunjukan bahwa cinta, kasih sayang, perhatian dan sikap lemah
lembut terhadap anak, memberikan pengaruh pada perkembangan otak anak
secara normal.
52
Kerentanan anak: kerentanan anak mendapatkan kekerasan tidak terlepas
dari usia dan kemampuan anak yang selalu berkembang. Anak yang selalu
mendapatkan kekerasan akan mengalami hambatan dalam mencapai tumbuh
kembang secara maksimum atau anak akan mengalami berbagai hambatan
perkembangan dirinya.
Sebagian anak rentan mendapatkan kekerasan karena perbedaan gender, ras,
etnik, suku pribumi, atau anak penyandang disabilitas.

Pengembangan kapasitas bagi setiap orang yang bekerja dengan anak,


kelompok profesi, keluarga dan anak itu sendiri sangat diperlukan, agar :
a. Turut serta dalam eliminasi/penghapusan kekerasan terhadap anak
b. Meningkatnya pengetahuan tentang dampak buruk segala bentuk
kekerasan (fisik, psikis / mental, seksual dan penelantaran) terhadap
anak dan menghormati hak-hak anak
c. Memiliki kemauan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi dan
merespon kekerasan terhadap anak
d. Memiliki kemampuan dalam melakukan langkah penanganan yang
berkaitan dengan mencari bantuan hukum, perawatan emergency,
rumah sakit meupun pengasuhan sementara bagi anak korban
kekerasan.
e. Menjamin partisipasi anak dalam proses penanganan demi
kepentingan terbaik bagi anak

Semua bentuk hukuman fisik dan psikis mengakibatkan penderitaan fisik dan
psikis yang sangat dalam dan perasaan tidak nyaman bagi anak. sebagian
besar menyangkut pukulan (membanting, menampar, membenturkan kepala
anak). kekerasan tersebut kadang-kadang menggunakan tangan, atau dengan
sebuah alat : cambuk, tongkat, ikat pinggang, sepatu, sendok kayu, tongkat
rotan dan dengan menggunakan benda lainnya. Tapi bisa juga disertai
menendang, melemparkan anak, mencakar, mencubit, membakar, menyiram
dengan air mendidih / panas atau dipaksa menelan (misalnya, mencuci mulut
anak dengan sabun atau memaksa mereka untuk makan cabai) serta bentuk-
bentuk perlakuan kekerasan lainnya.

Dalam pandangan Komite Hak-Hak Anak PBB, hukuman fisik akan selalu
bersifat merendahkan martabat anak. Selain itu, ada bentuk-bentuk hukuman
non-fisik lainnya yang juga kejam dan merendahkan harga diri anak misalnya,
hukuman yang melecehkan, menghina, mencemarkan, mengkambing
hitamkan, mengancam, menakut-nakuti atau menertawakan anak.
Hukuman fisik dan bentuk kekejaman lainnya atau tidak manusiawi terjadi di
53
berbagai tempat, seperti: dalam rumah tangga dan keluarga, dalam segala
bentuk pengasuhan alternatif (keluarga asuh, keluarga angkat, panti asuhan,
LSM yang melakukan pendampingan terhadap anak). hukuman tersebut juga
terjadi di Sekolah atau lembaga pendidikan, tempat penahanan atau
pemenjaraan, serta tempat kerja yang mempekerjakan anak.
Semua bentuk kekerasan tersebut berdampak buruk terhadap perkembangan
kesehatan anak baik kesehatan mental, kesehatan fisik maupun kecerdasan
emosi anak.

EKSPLOITASI TERHADAP ANAK.


Terdapat berbagai bentuk eksploitasi terhadap anak yang meliputi eksploitasi
ekonomi; eksploitasi narkoba (anak dieksploitasi sebagai pengguna dan
dieksploitasi sebagai pengedar narkoba); Eksploitasi Seksual Anak; kekerasan
seksual terhadap anak (harassment, rape, incest); hubungan seksual disertai
dengan kekerasan misalnya melakukan hubungan seks disertai dengan
mencubit atau memukul untuk mencapai kepuasan sampai tingkat tertentu;
penjualan, penculikan dan trafiking terhadap anak.

Tujuan Di akhirsesi, pesertamampumemahami :


- Perlindungananak berdasarkan KHA Pasal 19, 37 (a) dan Pasal terkait
lainnya;
- Bentuk-bentuk kekerasan
- Bentuk-bentuk eksploitasi terhadap anak
Alokasi Total 60 X 7 = 420 menit
Waktu
A. Perlidungan Anak dari Segala Bentuk Kekerasan
1. 5 menitPengantarsesi tentang kekerasan dan eksploitasi
2. 10 menit Penggalian pandangan peserta tentang kekerasan (fisik,
psikis dan seksual (rape atau perkosaan, harassment atau
pelecehan dan incest))
3. 60 menitpresentasi fasilitator tentang kekerasan dan tanya jawab
4. 15 menit melihat video tentang kekerasan dan menggali tanggapan
peserta terhadap video tersebut
5. 20 menit diskusi kelompok tentang kekerasan
6. 80 menit presentasi kelompok melalui diskusi pleno
7. 20 Menit Refleksi dan Rangkuman

54
B. Perlidungan Anak dari Segala Bentuk Eksploitasi
1. 10 menit Penggalian pandangan peserta tentang ekslploitasi
seksual dan ekonomi
2. 60 menitpresentasi fasilitator tentang eksploitasi dan tanya jawab
3. 15 menit melihat video tentang Eksploitasi dan menggali tanggapan
peserta terhadap video tersebut
4. 25 menit diskusi kelompok tentang eksploitasi
5. 80 menit presentasi kelompok melalui diskusi pleno
6. 20 menit Refleksi dan Rangkuman

Alat  4 unit Laptop,


 4 unit LCD/proyektor
Bantu
 Kertas flipchart, spidol, kertas metaplan (opsional)
 Bahan presentasi
 Bahan LK Studi Kasus
 Layar
1. Kekerasan terhadap anak dan dampak buruknya
PokokBah
2. Eksploitasi terhadap anak dan dampak buruknya
asan

Langkah- A. Perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan


Langkah Pengantarsesi Penggalian Presentasi
Kegiatan (5’) pandangan Fasilitator
Peserta (60’)
(10’)

Presentasi Diskusi Kelompok Melihat Video


Kelompok (20’) (15’)
(80’)

Refleksi dan
Rangkuman
(20’)

B. Perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi


Penggalian Presentasi Melihat Video
pandangan Fasilitator (15’)
peserta (60’)
(10’)

Presentasi Diskusi
Refleksi dan
Kelompok Kelompok
rangkuman
(80’) (25’)
(20’)

55
A. Perlidungan Anak dari Segala Bentuk Kekerasan
1. Pengantarsesi tentang kekerasan dan eksploitasi terhadap anak.
Fasilitator memberikan pengantar sesi dengan menjelaskan tujuan
sesi.
2. Fasilitator melakukan penggalian pandangan peserta tentang
kekerasan (fisik, psikis dan seksual (rape atau perkosaan,
harassment atau pelecehan dan incest)
3. Presentasi fasilitator tentang kekerasan dan tanya jawab dari Slide
1.2.1
4. Fasilitator mengajak peserta untuk melihat video tentang
kekerasan dan menggali tanggapan peserta terhadap video
tersebut.
5. Fasilitator membagi peserta menjadi 4 (empat) kelompok diskusi
tentang kekerasan
a. Studi kasus Kekerasan di Lembaga Pendidikan
b. Studi kasus Kekerasan di Rumah
c. Studi kasus Kekerasan seksual
d. Studi kasus Kekerasan di Panti
6. Presentasi kelompok melalui diskusi pleno

B. Perlidungan Anak dari Segala Bentuk Eksploitasi


1. Fasilitator menggali pandangan peserta tentang ekslploitasi seksual
dan ekonomi
2. Fasilitator presentasi tentang eksploitasi dan tanya jawab
3. Fasilitator mengajak peserta untuk melihat video tentang
Eksploitasi dan menggali tanggapan peserta terhadap video
tersebut
4. Fasilitator membagi peserta kedalam 4 kelompok tentang
eksploitasi
a. Studi kasus Eksploitasi - trafiking anak.
b. Studi kasus Eksploitasi - ESA yang dilakukan oleh anak.
c. Studi kasus Eksploitasi - PRTA plus perkosaan.
d. Studi kasus Eksploitasi - pedopil.
5. Presentasi kelompok melalui diskusi pleno
6. Refleksi dan Rangkuman
Fasilitator merangkum point-point penting tentang sesi kekerasan
dan eksploitasi terdiri dari:
 Perlindungan anak meliputi: melindungi anak dari segala
bentuk kekerasan baik fisik, mental, perlakuan salah,
penelantaran / pengabaian, eksploitasi termasuk kekerasan
seksual baik ketika anak diasuh oleh orangtua/ wali atau orang
yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak

56
 Jenis-jenis kekerasan psikis meliputi : Tindakan merendahkan
martabat, Pelecehan, Perlakuan salah secara verbal, Dampak
isolasi, Praktek-praktek lain yang menyebabkan atau
mengakibatkan kerugian psikis
 Jenis-jenis kekerasan fisik meliputi: memukul, membanting,
menampar, membenturkan kepala anak, menendang,
melemparkan anak, mencakar, mencubit, membakar,
menyiram dengan air mendidih / panas atau dipaksa menelan
(misalnya, mencuci mulut anak dengan sabun atau memaksa
mereka untuk makan cabai serta bentuk-bentuk perlakuan
kekerasan lainnya). kekerasan tersebut kadang-kadang
menggunakan tangan, atau dengan sebuah alat : cambuk,
tongkat, ikat pinggang, sepatu, sendok kayu, tongkat rotan dan
dengan menggunakan benda lainnya.
 Eksploitasi anak meliputi: eksploitasi ekonomi; eksploitasi
narkoba (anak dieksploitasi sebagai pengguna dan dieksploitasi
sebagai pengedar narkoba); Eksploitasi Seksual Anak;
kekerasan seksual terhadap anak (harassment, rape, incest);
hubungan seksual yang disertai dengan kekerasan misalnya
melakukan hubungan seks disertai dengan mencubit atau
memukul untuk mencapai kepuasan sampai tingkat tertentu;
penjualan, penculikan dan trafiking terhadap anak
 Kekerasan dan eksploitasi terhadap anak berdampak buruk
terhadap perkembangan anak hingga dewasa.
 Upaya perlindungan anak harus dimulai dari keluarga,
masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga anak seperti LSM
anak / panti.
 Upaya perlindungan anak harus dilakukan dengan
mengembangkan jaringan untuk pencegahan dan penanganan.
Jaringan tersebut meliputi semua elemen: keluarga,
masyarakat, kelompok profesi, lembaga pemerintah, lembaga
pengasuhan anak / LSM anak.
 Negara berkewajiban dan bertanggungjawab untuk melakukan
upaya pencegahan dan penanganan permasalahan
perlindungan anak dengan melibatkan semua elemen
masyarakat.

57
Bahanbacaaninti:
Bahan
Modul 1.2.3 Perlindungan Anak
Bacaan
Bahan bacaan yang disarankan :
- Modul 1.2.4 Hadi Utomo, dkk, Anak-anak Yang Membutuhkan
Perlindungan Khusus dan Peranan Pekerja Sosial, Yayasan Bahtera
– UNESCO – UNICEF, 2002.
- Program Pembangunan Yang Berkeadilan NOMOR 3 TAHUN 2010
- TENTANG BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN

58
LK Modul 1.2.2.1

Selasa, 23 Juli 2013 | 21:32 WIB


Dipukul Guru, Siswa SD Trauma dan Berhenti Sekolah

TEMPO.CO, Malang --Seorang murid kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Tlekung 1 Junrejo Kota
Batu, Mochammad Sohibul berhenti sekolah. Ia mengaku trauma setelah mengalami
kekerasan di sekolah. Pelakunya diduga adalah guru di kelasnya. Kini, ia membantu ayahnya
berjualan pisang di jalan utama Oro Oro Ombo Kota Batu.
"Dia dipukul guru September 2012 lalu, sekarang mogok tak mau bersekolah," kata kerabat
korban, Sukadi, Selasa 23 Juli 2013. Sohibul dipukul di bagian mata kanannya. Saat itu,
katanya, Sohibul tengah berbincang dengan teman sebangkunya.
Setelah insiden itu, Sohibul ngambek tak mau berangkat ke sekolah. Selain trauma dan takut
mengalami kejadian serupa, ia juga khawatir dikucilkan teman sekelasnya. Kekerasan ini
berakhir damai, setelah Kepolisian setempat memediasi kasus tersebut.
"Ada penyesaian perdamaian," kata juru bicara Kepolisian Resor Batu, Ajun Komisaris
Yantofan.
Dihubungi terpisah, Wakil Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Apong Herlina
mengakui kasus-kasus kekerasan fisik masih mendominasi masalah anak di Jawa Timur.
"Mitra kami menyebut kekerasan fisik di sekolah masih tinggi," kata Apong. Selain kekerasan
di sekolah, kekerasan fisik di rumah dan tawuran antar pelajar juga kerap terjadi.

Sumber :
EKO WIDIANTO
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/23/173499084/Dipukul-Guru-Siswa-SD-Trauma-
dan-Berhenti-Sekolah

PERTANYAAN:
Proses diskusi kelompok hendaknya menggunakan bahan bacaan inti dan kembangkanlah
berdasarkan imajinasi anda atas beberapa pertanyaan berikut:
1. Bagaimana mekanisme perlindungan anak yang diperlukan dalam merespon kasus
seperti yang terdapat dalam berita di atas? Jelaskan dengan alasan.
2. Jika anak tersebut anak anda, respon apa yang akan anda tunjukkan? Jelaskan dengan
alasan.
3. Dampak negatif apa saja yang bisa terjadi pada korban? Jelaskan dengan alasan.
4. Apakah korban memerlukan konseling, bagaimana proses konseling yang harus
dilakukan?
5. Pemerintah menyediakan berbagai jaminan sosial seperti: BOS, JAMKESMAS,
JAMKESDA dan PKH. Dalam pandangan anda, apakah kasus kekerasan tersebut
memerlukan jaminan sosial yang disediakan pemerintah tersebut? Jelaskan dengan
alasan.
6. Adilkah cara penyelesaian perdamaian seperti yang diungkap oleh berita di atas?
Jelaskan dengan alasan.

59
LK Modul 1.2.2.2

Senin, 26 Agustus 2013 | 14:20 WIB

Kekerasan Pada Anak 8 Tahun Di Depok


TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menerima laporan kekerasan terhadap anak di Depok, Jawa
Barat. MH, 8 tahun, dilaporkan sering dianiaya kedua orang tuanya dan memutuskan untuk
kabur dari rumah, pekan lalu.

"Sudah diterima laporannya di Polres Depok Jumat kemarin," ujar juru bicara Polda Metro
Jaya, Kombes Rikwanto, Senin, 26 Agustus 2013. Rikwanto menyatakan, laporan diterima
polisi setelah beberapa saksi melihat korban linglung usai dianiaya kedua orang tuanya.
Saksi yang menemukan korban di sebuah pusat perbelanjaan di Depok, mendapat cerita
korban sering dipukul menggunakan bambu oleh ayahnya. Polisi bergerak cepat. Mereka
mendatangi rumah korban dan menyita bambu yang diduga digunakan untuk memukul
korban.

Dari tubuh korban terlihat bekas kekerasan, seperti memar di punggung akibat pukulan dan
luka ringan di telinga akibat sering mendapat jeweran. Namun, hingga kini kedua pelaku, SA
(40 tahun) dan D (38 tahun), tidak ditahan.

Alasannya, pelaku masih memiliki tanggungan anak yang lain. "Ada empat anak, paling besar
12 tahun," ujar Rikwanto. Proses hukum kasus ini masih berjalan. Korban MH kini tinggal di
tempat perlindungan kasus kekerasan anak.

Bila terbukti bermasalah, kedua orang tua korban terancam pidana tiga setengah tahun
karena melanggar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.

Sumber :
EKO WIDIANTO
http://www.tempo.co/read/news/2013/08/26/214507499/Kekerasan-Pada-Anak-8-Tahun-
Di-Depok

PERTANYAAN:
Proses diskusi kelompok hendaknya menggunakan bahan bacaan inti dan kembangkanlah
berdasarkan imajinasi anda atas beberapa pertanyaan berikut:
1. Hak anak apa saja yang dilanggar? Jelaskan dengan alasan.
2. Dampak buruk yang dialami anak? Jelaskan dengan alasan.
3. Langkah-langkah perlindungan yang dibutuhkan anak? Jelaskan dengan alasan.

60
LK Modul 1.2.2.3

Sabtu, 30 Maret 2013 | 09:41 WIB


66 Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak di Aceh

TEMPO.CO, Banda Aceh - Gerakan Perempuan Aceh mencatat sebanyak 66 kasus kekerasan
seksual terhadap anak terjadi di Aceh dalam dua tahun terakhir. Mereka mengajak
masyarakat untuk memberi perlindungan yang lebih kepada anak. Juru bicara Gerakan
Perempuan Aceh, Nursiti, mengatakan masih banyak kasus kekerasan terhadap anak di
Aceh sampai saai ini. Salah satunya adalah pembunuhan dan pemerkosaan yang dialami
Diana, bocah perempuan 6 tahun, tiga hari lalu di Banda Aceh. "Harusnya ini menjadi kasus
terakhir kekerasan anak," ujarnya, Jumat, 29 Maret 2013. Berdasarkan catatan lembaganya,
selain 66 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang berusia 2-18 tahun di Aceh, juga
tercatat terjadi sebanyak 994 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Aceh,
sepanjang 2011 sampai 2012. Total kasus keduanya adalah 1.060 kasus. Menurutnya, dari
1.060 tersebut, sebanyak 561 kasus telah diverifikasi dan dianalisis. Dari situ, kemudian
diketahui 73,6 persen di antaranya adalah kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga.
Sisanya sebesar 26,3 persen merupakan kekerasan yang terjadi di dalam masyarakat. Terkait
dengan pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak, dari 66 kasus yang tercatat,
sebanyak 27 kasus incest (kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota keluarga), baik
oleh ayah kandung, paman, abang maupun kakek. Selebihnya dilakukan oleh orang-orang
yang dikenal baik oleh korban. Nursiti yang juga Ketua Presidium Balai Syura Ureung Inong
Aceh mengakui lembaganya mengeluarkan catatan tersebut agar menjadi data awal untuk
penanganan kekerasan terhadap perempuan di Aceh melalui berbagai strategi, baik berupa
advokasi anggaran maupun program. "Juga mendukung penghapusan kekerasan terhadap
perempuan dan anak di Aceh.

sumber:
ADI WARSIDI
http://www.tempo.co/read/news/2013/03/30/058470132/66-Kasus-Kekerasan-Seksual-
terhadap-Anak-di-Aceh

PERTANYAAN UNTUK DISKUSI:


Dengan informasi yang sangat terbatas berdasarkan berita di atas, dalam pandangan anda,
kembangkanlah imajinasi anda tentang apa yang seharusnya termuat dalam sistem data dan
informasi, dengan berbagai pertanyan sebagai berikut:

1. Apakah data di atas menunjukkan adanya mekanisme pengumpulan, analisa,


penyimpanan dan penggunaan data dan informasi untuk perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi program perlindungan anak? Jelaskan dengan alasan.

61
LK Modul 1.2.2.3

2. Apakah berita tersebut sudah mencakup data populasi, data prevalensi faktor resiko,
data prevalensi permasalahan anak, data kasus dan cakupan layanan serta data
monitoring dan evaluasi? Jelaskan dengan alasan.
3. Lembaga mana yang seharusnya mengkordinir Bank Data dan Informasi Perlindungan
Anak serta dan kembangkanlah pointer SOP untuk pengumpulan, analisa,
penyimpanan, diseminasi dan pemanfaatan data? Jelaskan dengan alasan.
4. Kembangkanlah pointer standar etika pengumpulan, penyimpanan dan diseminasi
datayang harus dilakukan? Jelaskan dengan alasan.
5. Kembangkanlah pointer monitoring dan pengawasan yang dilakukan terkait
pengumpulan data dan informasi? Jelaskan dengan alasan.

62
LK Modul 1.2.2.4

Mengaku Disiksa, 15 Anak Panti Kasih Ibu Kabur


di Update oleh ronalyw Selasa, 10 September 2013 00:00

-PA Kasih Ibu: Mereka Cuma Cari Sensasi


MAKASSAR, BKM -- Kasus kekerasan anak kembali terjadi. Kali ini menimpa 15 anak dari
Panti Asuhan Kasih Ibu di Jalan Andi Ta'de, Makassar, yang memilih kabur karena mengaku
kerap mendapat perlakuan kasar dan intimidasi dari pengelola.
Peristiwa kaburnya 15 anak Panti Asuhan Kasih Ibu pertama kali diketahui salah seorang
warga Jalan Pontiku, Jumat (7/9) pekan lalu. Melihat 15 anak ini terkatung-katung, warga
tersebut lalu mengajak mereka untuk tinggal sementara waktu di kediamannya.
Kepada warga, ke-15 anak ini menceritakaan pengalaman pahitnya sejak tinggal di panti
tersebut. Mereka mengaku sering disiksa dengan alasan yang tidak jelas.
Bahkan beberapa dari mereka mengalami luka di kepala akibat dipukul menggunakan ikat
pinggang oleh pengelola panti. Peristiwa ini juga sudah disampaikan ke lembaga sosial
Universitas Islam Negeri (UIN) serta Anggota DPRD Kota Makassar.
"Kita lari karena sering disiksa sama ibu panti. Ada yang sampai luka di kepala karena
dipukul pake ikat pinggang, bekasnya masih ada sampai sekarang," tutur Udin salah satu
anak panti.

Perlakukan kasar yang diduga dilakukan pengelola panti ungkap mereka, sudah lama terjadi.
Bahkan beberapa hari sebelum mereka minggat, pihak panti sudah tidak lagi memberikan
fasilitas makan dan minum serta seragam untuk bersekolah.
"Ibu panti bilang kami nakal. Tapi kami tidak pernah ji merasa nakal. Selalu dicari kesalahan
ta, makanya kita lari. Sudah dua hari sebelum kami pergi tidak dikasih makan. Mauki pergi
sekolah tapi semua baju sekolah disita sama ibu panti," kata Imran anak panti lainnya sambil
sesekali menundukkan kepala disertai mata berkaca-kaca.
15 anak itu antara lain Hasnawi, Irwan, Tasmin, Irfan, Yusdar, Asdar, Udin, Imran, Budiman,
Gasali, Adi, Gunawan, Rusli, Iksan, dan Irkan
Kasus ini telah ditangani oleh beberapa relawan sosial dari Himpunan Bidik Misi (HBM)
Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar.
Ketua HBM UIN, Hanafi mengaku siap menjadi pendamping 15 anak tersebut untuk
melayangkan laporan ke pihak berwajib. Hanafi mengatakan, sejauh ini 15 anak tersebut
saat ini dalam kondisi yang sangat tertekan.
Namun secara fisik mereka masih terlihat sehat, meski beberapa dari mereka mengalami
bekas luka akibat pukulan benda tumpul.

"Kami siap mendampingi mereka untuk melaporkan kasus ini baik ke kepolisian maupun ke
dinas terkait. Sejauh ini kondisi kejiwaan mereka masih belum stabil, mungkin karena
trauma atau banyak tertekan oleh situasi di panti," kata Hanafi.
63
LK Modul 1.2.2.4

Menanggapi hal ini, Legislator Demokrat Makassar Haeruddin Hafid, kemarin mengaku, siap
untuk mengawal kasus ini melalui rapat hearing di komisi terkait lembaga DPRD Makassar.
Menurutnya, jika kenakalan menjadi dasar perilaku kasar pihak panti bukan hal yang harus
dibenarkan. Panti, kata Haeruddin adalah tempat untuk menampung para anak yatim piatu
atau anak telantar dimana mereka juga memiliki hak untuk mendapat perlakuan yang baik
serta fasilitas pendidikan yang layak.

"Apapun alasan pihak panti, anak panti tidak dibenarkan keluar dalam kondisi yang
tertekan. Mereka memiliki hak atas pengelolaan panti, apalagi kalau panti ini mendapat
bantuan rutin dari pemerintah, maka menempatkan alasan kenakalan bukan menjadi
pembenaran. Saya akan meminta komisi terkait agar kasus ini bisa dihearing agar pihak
pengelola dipanggil untuk klarifikasi atas pengakuan 15 anak itu," ujar Haeruddin Hafid.
Dikonfirmasi terkait hal ini, pihak pengelola Panti Kasih Ibu, Eni, membantah keras jika 15
anak terebut diperlakukan kasar seperti yang disampaikan Hanafi kepada wartawan. Eni
mengaku 15 anak binaannya tersebut dikeluarkan dengan menggunakan surat pernyataan
secara tertulis.
Alasan dikeluarkannya 15 anak panti tersebut, kata Eni karena dianggap melakukan
pelanggaran aturan yang dibuat oleh pengelola Panti Kasih Ibu. Eni juga mengaku siap untuk
berhadapan dengan pihak hukum jika pihak advokasi anak melayangkan laporan ke polisi.
"Tidak benar itu mereka disiksa sampai lari. Kami keluarkan mereka karena mereka tidak
ikuti aturan yang diberlakukan di panti. Jam bangun pagi dan jam shalat tidak pernah
dijalankan," katanya.
Eni menyebut, mereka hanya cari sensasi saja. "Kalau mau kita sama-sama ke kantor polisi,"
tegas Eni dengan nada tinggi. (ril/sya/B)
Sumber:
http://beritakotamakassar.com/index.php/topik-utama-hari-ini/9407-mengaku-disiksa-15-
anak-panti-kasih-ibu-kabur.html

PERTANYAAN:
1. Jika laporan ke-15 anak yang merasa disiksa benar, diskusikan : Apakah pengurus
tersebut mengalami gangguan jiwa, Sedang menerapkan disiplin kepada anak,
Termasuk kategori kekerasan terhadap anak, Penelantaran anak oleh panti? Jelaskan
dengan alasan.
2. Kelayakan panti: apakah panti tersebut layak sebagai tempat pegasuhan anak?
jelaskan dengan alasan.
3. Apakah Kasus tersebut menunjukkan adanya : Efektifitas peran pemerintah (Dinas
Sosial Kota), Mekanisme monitoring, Implemantasi standar nasional pengasuhan anak
? jelaskan dengan alasan.
4. Langkah-langkah apa sajakah untuk mencegah kejadian serupa di lembaga
pengasuhan lainnya? Jelaskan dengan alasan.
5. Langkah-langkah apa sajakah untuk menangani kasus tersebut, baik yang menyangkut
kepentingan terbaik bagi anak maupun langkah-langkah hukum terhadap pengurus /
pengasuh panti tersebut? Jelaskan dengan alasan.

64
LK Modul 1.2.2.5

Selasa, 03 September 2013 | 06:00 WIB


Ungkap Trafficking, Polisi Menyaru Pembeli Anak

Foto sejumlah korban human trafficking yang disita dari seorang mucikari di Kuningan, Jawa
Barat. TEMPO/Deffan Purnama
TEMPO.CO , Jakarta: Untuk mengungkap jaringan perdagangan manusia di Taman Sari,
Jakarta Barat, Kepolisian Resor Kota Bogor menyamar sebagai pembeli seorang anak yang
berasal dari Kota Bogor. Kasat Reskrim Polres Bogor Kota, AKP Condro Sasongko
mengatakan bahwa mucikari yang bernama Ellie, 40 tahun, memberikan harga sebesar Rp
18 juta agar seorang korbannya bisa terjual. Polisi yang menyamar ini pun melakukan tawar-
menawar hingga menjadi Rp 11 juta.
"Seorang korban di bawah umur berinisial C yang berasal dari Kalimantan dilabeli harga Rp
100 juta oleh Ellie," ucap Condro Sasongko di Taman Sari pada Senin 2 September 2013
malam hari.
Dari transaksi tersebut, polisi kemudian mencokok empat tersangka di rumahnya, yakni di
Jalan Kebun Jeruk 17, Gang Pinang no.36 Tamansari, Jakarta Barat. Dari sana kemudian
diketahui terdapat 28 korban di dalam rumah tersebut. Sebelas di antaranya adalah anak di
bawah umur.
Korban dieksploitasi secara seksual dengan dipekerjakan sebagai gadis hiburan malam.
Modus merekrut adalah para korban awalnya dijanjikan memperoleh pekerjaan di ibukota
sebagai pramusaji restoran dan kasir di karaoke.
Ke-28 korban tersebut diperoleh tersangka dari berbagai daerah di pelosok tanah air,
seperti dari Kalimantan, Sukabumi, Bogor, dan Lampung. Bersama para korban, polisi
berhasil menemukan sejumlah barang bukti di bilik-bilik rumah tersangka. Barang bukti itu
antara lain: uang senilai 2,15 juta, puluhan kondom, buku absensi dan catatan hutang, serta
obat penunda haid.
Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 UU No. 21 tahun 2007 tentang
perdagangan manusia. Mereka diancam dengan hukuman hingga 15 tahun penjara dan
denda sebesar Rp 120 juta.

sumber:
MUHAMMAD MUHYIDDIN
http://www.tempo.co/read/news/2013/09/03/064509708/Ungkap-Trafficking-Polisi-
Menyaru-Pembeli-Anak

PERTANYAAN :
Proses diskusi kelompok hendaknya menggunakan bahan bacaan inti dan kembangkanlah
berdasarkan imajinasi anda atas beberapa pertanyaan berikut:
1. Uraikan analisa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya trafiking? Jelaskan dengan
alasan.
2. Gambarkan kesenjangan antara implementasi perlindungan anak dengan terjadinya
kasus trafiking? Jelaskan dengan alasan.
3. Uraikan tanggapan peserta tentang langkah penanganan hukum yang dilakukan?
Jelaskan dengan alasan.
65
LK Modul 1.2.2.5

4. Uraikan tentang korelasi upaya pencegahan dan penanganan yang seharusnya


dilakukan? Jelaskan dengan alasan.
5. Berdasarkan kasus di atas, apa saja yang harus dilakukan oleh Negara untuk
mencegah anak menjadi korban trafiking? Jelaskan dengan alasan.
6. Sebutkan dan analisis perundang-undangan yang berkaitan dengan kasus di atas?
Jelaskan dengan alasan.

66
LK Modul 1.2.2.6

Minggu, 16 Juni 2013 | 18:20 WIB


Kasus Terbongkar, Pelanggan NA Langsung Menghilang

Ilustrasi pelacuran / prostitusi. REUTERS/Edgar Su

TEMPO.CO, Surabaya-Polisi mengaku kesulitan menelusuri keberadaan pelanggan mucikari


pelacur ABG, NA, 15 tahun. Setelah kasus mencuat, para pelanggan bisnis prostitusi yang
dikelola siswi sekolah menengah pertama ini langsung memutus kontak.

"Mereka kan komunikasi lewat BBM (Blackberry Messenger), setelah ada kasus ini, langsung
delcon (delete contact)," kata Kepala Unit Kejahatan Umum Kepolisian Resor Kota Besar
Surabaya Inspektur Polisi tingkat I M. Solikin Ferry pada Tempo, Minggu, 16 Juni 2013.

Meski demikian, polisi tidak menampik jika penelusuran terhadap pelanggan NA sangat
penting. Sebab, mereka bisa dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak karena
melakukan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur.

Hanya saja, menangkap para pelanggan atau pemesan bukanlah perkara mudah. Selain
karena mereka menutup diri, polisi juga kekurangan alat bukti. "Alat bukti kami yang kurang,
tersangka (mucikari) bisa saja nyebut si A, si B, tapi pembuktiannya yang sulit," kata Ferry.

Tidak hanya kesulitan menelusuri para pelanggan yang sebagian besar merupakan orang
dewasa. Polisi juga menemui kendala menemukan sisa anak buah NA lainnya. Lantaran
mereka melarikan diri dan langsung tertutup setelah kasus ini tersebar di pemberitaan.

Dikatakan Ferry, kasus NA terendus dari laporan masyarakat. Polisi melakukan undercover
buy untuk menjebak jaringan NA. Namun hal ini dipertanyakan Direktur Surabaya Children
Crisis Center M. Umar. Ia mengatakan sejak 2010, pihaknya selalu mempermasalahkan
kenapa polisi tidak pernah menjerat pelanggan atau pemesan dalam kasus prostitusi anak di
bawah umur. "Bukan kali ini saja, sejak 2010 sudah kami permasalahkan, tapi mereka tidak
mau menjawab itu," katanya.

Padahal, kata Umar, pemesan juga melakukan kriminal karena berhubungan seksual dengan
anak-anak. Sayangnya, dalam kasus trafficking, pembeli tidak pernah diproses secara
hukum. Inilah nantinya yang akan dipertanyakan Umar di pengadilan.

sumber
AGITA SUKMA LISTYANTI
http://www.tempo.co/read/news/2013/06/16/063488673/Kasus-Terbongkar-Pelanggan-
NA-Langsung-Menghilang

67
LK Modul 1.2.2.6

PERTANYAAN:

1. “PELAKU” adalah NA anak berumur 15 tahun. Analisalah mengapa NA terjebak dalam


perbuatan tersebut?
2. Bila merujuk pada KHA Pasal 34 dan 35 (lihat bahan bacaan inti Modul 1.2), Layakkah
NA disebut sebagai pelaku atau apakah NA juga korban?
3. Analisalah penyebab perbuatan NA dilihat dari sudut pandang hak anak atas
pengasuhan? (lihat bacaan inti Modul 1.1)
4. Analisalah tentang kebijakan dan program pemerintah yang wajib dilakukan (lihat
bahan bacaan inti Modul 1.2).

68
LK Modul .1.2.2.7

Jumat, 10/05/2013 08:45 WIB


KASUS PRT 13 TAHUN DIPERKOSA DI BEKASI, KPAI SOROTI PEKERJA DI BAWAH UMUR
Jakarta - Seorang pembantu rumah tangga (PRT) umur 13 tahun diperkosa perampok di
Bekasi. Kasus itu disoroti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Para pelaku
perampokan harus diusut, tapi juga menjadi pertanyaan mengapa anak di bawah umur
sudah diizinkan bekerja menjadi PRT.

"Kota Bekasi kecolongan karena ada majikan yang mempekerjakan anak umur 13 tahun
menjadi pembantu RT," kata Komisioner KPAI M Ihsan dalam keterangannya, Jumat
(10/5/2013).

Kasus perampokan ini terjadi pada Selasa (7/5) lalu. Saat itu pelaku mengaku sebagai tukang
genteng, yang akan memperbaiki atap. Sang pembantu yang masih bocah dan lugu, manut
saja pada tukang itu. Di rumah itu hanya ada dia seorang diri.

Di lantai dua rumah itu, pembantu itu dibenturkan kepalanya ke dinding hingga pingsan.
Saat sadar, dirinya sudah dalam kondisi tangan dan kaki teringat tanpa pakaian di badan.
Polisi sudah melakukan visum pada korban ke rumah sakit.

"Pekerjaan terburuk bagi anak salah satunya adalah pembantu rumah tangga. Anak harus
bekerja 24 jam melayani seluruh anggota keluarga dan bertanggung jawab penuh untuk
keamanan, kebersihan dan sebagainya. Bagaimana mungkin anak umur 13 tahun harus
dibebankan dengan seabrek pekerjaan rumah tangga," jelas Ihsan.

Apalagi, Bekasi tengah didaulat menjadi kota yang ramah anak. "Pekerja rumah tangga di
bawah umur ini menjadi "PR" serius Pemda Kota Bekasi jika ingin menjadi kota layak anak,"
imbuhnya.

"Pemkot bekasi harus segera memberikan layanan pemulihan pada korban, mengeluarkan
korban dari pekerjaan sebagai pembantu RT, serta kepolisian harus segera mengungkap
pelaku dan memproses majikan secara hukum sesuai dengan ketentuan pekerjaan terburuk
bagi anak," tambahnya.
Sumber:
http://news.detik.com/read/2013/05/10/084557/2242205/10/kasus-prt-13-tahun-
diperkosa-di-bekasi-kpai-soroti-pekerja-di-bawah-umur

PERTANYAAN :
1. Anak berumur 13 tahun, menjadi pembantu rumah tangga anak (PRTA), analisis kasus
tersebut berdasarkan pada Pasal 32 KHA? (lihat bahan bacaan inti Modul 1.2)
2. Anak sebagai PRTA mendapatkan kekerasan dari pelaku perampokan “dibenturkan
kepalanya ke dinding hingga pingsan”. Analisis kasus tersebut berdasarkan Pasal 19
KHA? (lihat bahan bacaan Modul 1.2)
3. Dampak buruk apa sajakah yang dialami anak PRTA (bekerja lebih dari 8 jam,
kehilangan haknya atas pendidikan, rentan berisiko mendapatkan perlakuan tidak baik
dan tidak senonoh atau bentuk kekerasan dan eksploitasi lainnya), baik saat ini
maupun bagi masa depannya?
4. Analisa kewajiban Pemkot Bekasi dalam melakukan pencegahan dan penanganan anak
yang terjebak dalam lingkaran eksploitasi ekonomi? (kembangkan berdasarkan bahan
bacaan inti modul 1.2)
69
LK Modul .1.2.2.7

5. Upaya apa saja yang harus dilakukan agar penegakkan hukum bagi pelaku eksploitasi
ekonomi terhadap anak dapat diajukan ke pengadilan?

70
LK Modul 1.2.2.8

WARGA BELANDA DIVONIS 4 TAHUN PENJARA KASUS PELECEHAN SEKSUAL


Posted March 7, 2013 - 21:40

Foto Ilustrasi
“Saksi-saksi dan alat bukti di persidangan sudah mengarah bahwa terdakwa secara sah dan
meyakinkan telah melakukan perbuatan melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak”

Singaraja, Seruu.com - Warga negara Belanda Jan Jacobus Voogle dituntut hukuman penjara
selama empat tahun dalam kasus pelecehan seksual terhadap empat anak di bawah umur di
Desa Kaliasem, Kabupaten Buleleng.

Dalam sidang yang berlangsung tertutup di Pengadilan Negeri Singaraja, Kabupaten


Buleleng, Kamis, jaksa penuntut umum juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar
Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan penjara.

"Saksi-saksi dan alat bukti di persidangan sudah mengarah bahwa terdakwa secara sah dan
meyakinkan telah melakukan perbuatan melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," kata Putu Ambara selaku JPU perkara tersebut.

Sebelumnya beberapa orang tua korban dalam persidangan tersebut tidak mengakui
keterangan yang diberikan dalam berita acara pemeriksaan.

Para orang tua korban mengaku bahwa terdakwa yang telah berusia 50 tahun itu sangat
baik dan dermawan, terutama pada kalangan anak-anak [ant/mal]

Sumber:
http://city.seruu.com/read/2013/03/07/150623/warga-belanda-divonis-4-tahun-penjara-
kasus-pelecehan-seksual

PERNYATAAN:
Perhatikan pernyataan dalam UUPA No 23 Tahun 2002 Pasal 82, menyatakan:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda
71
LK Modul 1.2.2.8

paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)”.
Bandingkanlah dengan pernyataan para orangtua korban di bawah ini:
“Sebelumnya beberapa orang tua korban dalam persidangan tersebut tidak mengakui
keterangan yang diberikan dalam berita acara pemeriksaan.
Para orang tua korban mengaku bahwa terdakwa yang telah berusia 50 tahun itu sangat
baik dan dermawan, terutama pada kalangan anak-anak”.

PERTANYAAN:
1. Analisa Pasal 82 dengan pernyataan para orangtua korban?
2. Pengadilan memvonis pelaku 4 tahun penjara, lakukan analisa berdasarkan Pasal 82?
3. Apakah pelaku masuk dalam kategori pedopil?
4. Jelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh orangtua, masyarakat, para
pendidik dan kelompok profesi serta Negara dalam melakukan pencegahan
hinggapenanganan terhadap terulangnya kasus tersebut

72
BAHAN BACAAN INTI MODUL 1.2.3 : PERLINDUNGAN ANAK

Hak anak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi

Apa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak?


Secara umum kekerasan terhadap anak berkaitan dengan perlakuan buruk orang dewasa
terhadap anak. kekerasan terhadap anak dilakukan oleh seseorang yang melakukan suatu
tindakan yang dapat melukai anak.
Terdapat empat bentuk kekerasan terhadap anak, meliputi:
 kekerasan fisik (physical abuse)
 kekerasan psikis (emotional abuse)
 penelantaran (neglect)
 kekerasan seksual (sexual abuse)

Berikut penjelasan singkat kekerasan fisik, psikis, penelantaran dan kekerasan seksual:

1. Kekerasan fisik
Menyangkut pukulan (membanting, menampar, membenturkan kepala anak),
menggigit, menggoncang-goncangkan tubuh anak. kekerasan tersebut kadang-kadang
menggunakan tangan, atau dengan sebuah alat : cambuk, tongkat, ikat pinggang,
sepatu, sendok kayu, tongkat rotan dan dengan menggunakan benda lainnya. Tapi bisa
juga disertai menendang, melemparkan anak, mencakar, mencubit, membakar,
menyiram dengan air mendidih / panas atau dipaksa menelan (misalnya, mencuci mulut
anak dengan sabun atau memaksa mereka untuk makan cabai) serta bentuk-bentuk
perlakuan kekerasan lainnya

Apakah hukuman fisik bagian dari kekerasan terhadap anak?


Umumnya orang dewasa memandang kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa
terhadap anak sebagai pelanggaran hukum. Tetapi sebagian orang tua memandang
tindakan kekerasan terhadap anak demi pendidikan dan bertujuan untuk
mendisiplinkan anak. Cara pandang seperti ini merupakan ketidakadilan. Seharusnya
segala bentuk tindakan kekerasan yang dilakukan kepada siapapun terlebih kepada
anak sekalipun atas nama pendisiplinan, merupakan pelangaran hukum.

2. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis lebih banyak dilakukan dan berulang-ulang dan tanpa disadari oleh
orangtua karena dampaknya tidak terlihat secara langsung sebagaimana kekersan fisik.
Dampak Kekerasan psikis diantaranya:
 Anak merasa takut,
 Malu,
 Marah,
 Sendirian / sering mengucilkan diri dan
 Rendah diri.

73
Ketika anak mengalami perilaku ini, mereka merasa tidak dicintai, tidak berharga dan
kurang percaya diri. Mereka cenderung memiliki kesulitan membentuk hubungan
positif dengan anak-anak lain atau orang dewasa.
Kekerasan seksual (pelecehan, perkosaan) berdampak lebih buruk terhadap anak dan
perkembangan psikologis anak mengalami hambatan yang sangat besar.

Bentuk-bentuk tindakan kekerasan psikis :


 Sering mengkritik, meremehkan atau merendahkan harga diri anak
 Sering membentak anak
 Mengabaikan dan menolak ketika anak membutuhkan bantuan
 Memanggil anak dengan nama yang merendahkan
 Mempermalukan anak di depan orang lain
 Mengancam secara fisik
 Menghukum anak
 Mengabaikan atau menelantarkan atau meninggalkan anak
 Menjadikan anak sebagai bulan-bulanan kekerasan dalam rumah tangga
 Mendorong anak untuk terlibat dalam kegiatan kriminal
 Terus-menerus mengabaikan anak dan menolak untuk menunjukkan kasih sayang
 Tidak mencintai anak, mengancam dengan kata-kata untuk tidak akan
mencintainya.

3. Penelantaran / pengabaian
Penelantaran ini terjadi ketika orangtua tidak mau atau tidak mampu memenuhi
kebutuhan anak, sehingga perkembangan atau pertumbuhan anak tidak normal.

Bentuk-bentuk pengabaian diantaranya:


 Ketika orang tua gagal untuk melindungi anak dari hal-hal yang membahayakan
anak di lingkungan mereka
 Terus-menerus mengabaikan kebutuhan anak atau tidak memberikan perhatian
atau tidak meluangkan waktunya untuk mendengarkan dan bermain dengan anak
 Tidak menyekolahkan anak sehingga kehilangan kesempatannya atas belajar
 Meninggalkan anak tanpa menitipkan anak kepada orang dewasa lainnya sehingga
anak dalam kesendirian
Penelantaran lainnya:
 Ketika seorang anak tidak memiliki cukup makanan, pakaian, tidak bersih, tidak
memiliki tempat tinggal
 Ketika seorang anak tidak diberikan perawatan kesehatan yang diperlukan seperti
medis, kesehatan gigi dan / atau lainnya, termasuk tidak memberikan obat ketika
anak dalam kondisi sakit

74
Dampak buruk kekerasan (penelantaran) terhadap anak pada usia dibawah 3
tahun.
Dampak penelantaran

Gambar / Foto CT scan di atas :


Foto bagian kanan merupakan dampak negatif yang ekstrim dari penelantaran
terhadap anak usia dibawah 3 tahun, dengan ukuran otak yang tidak normal / kecil.
Sedangkan foto bagian kiri menunjukan bahwa pertumbuhan otak pada anak usia 3
tahun yang tidak mengalami penelantaran jauh lebih besar / normal.
Hal ini menunjukan bahwa cinta, kasih sayang, perhatian dan sikap lemah lembut
terhadap anak, memberikan pengaruh pada perkembangan otak anak secara
normal.

Jum'at, 19 April 2013 | 05:15 WIB


Kasus Tasripin Contoh
Nyata Kemiskinan
Struktural

TEMPO.CO , Jakarta: Purwokerto - Kejadian yang dialami oleh Tasripin dinilai hanya merupakan puncak gunung
es kemiskinan yang ada di Banyumas. Tasripin merupakan korban kemiskinan struktural. "Masih banyak Tasripin lain
di Banyumas," kata Sosiolog Unsoed, Sulyana Dadan, Kamis (18/4).
Ia mengatakan, fenomena Tasripin berhasil diangkat oleh media massa sehingga menjadi perhatian publik. Tak kurang
Presiden SBY ikut memantau kasus ini melalui jejaring sosial Twitter. Tasripin, 12 tahun, dari Desa Gunung Lurah,
Kecamatan Cilongok, Banyumas, harus menghidupi ketiga adiknya. Ibunya sudah meninggal dan ayahnya
bekerja di Kalimantan.
Dadan menambahkan, munculnya fenomena Tasripin merupakan bentuk keterlambatan Pemerintah Banyumas dalam
menangangi masalah ini. "Logika menunggu laporan dari bawah ini sangat Orde Baru sekali, harusnya pemerintah
cepat tanggap untuk segera turun ke bawah," katanya.Masih menurut Dadan, semangat solidaritas masyarakat masih
tinggi dengan banyaknya bantuan yang datang untuk Tasripin. "Dalam sudut pandang sosiologis, ada dua macam
solidaritas yang muncul, yakni solidaritas organik dan solidaritas mekanik," ujarnya.Ia mengatakan, dalam kajian
sosiologis, solidaritas mekanik mengacu pada masyarakat desa yang sebenarnya memiliki kesadaran yang tinggi
terhadap sesama. Dengan solidaritas itu, kata dia, Tasripin dan ketiga adiknya akan tetap bisa hidup karena kesadaran
kolektif masyarakat desa yang tinggi.Sementara solidaritas organik, kata dia, muncul dalam masyarakat perkotaan.
"Jika Tasripin tinggal di kota, maka ia akan menjadi gelandangan," kata dia menambahkan.
Saat ini Tasripin dan ketiga adiknya menginap di hotel di Purwokerto. Mereka menginap di hotel karena rumah mereka
sedang direnovasi oleh tentara. "Kuswito (Ayah Tasripin) baru sampai di Surabaya pada pukul 01.00 dini hari,
kemungkinan besok akan sampai di Purwokerto," kata Nasihati, 43 tahun, keluarga dekat Tasripin.
Tasripin bersama adiknya mengaku betah senang tinggal di hotel karena kasurnya empuk. "Tapi sudah pengin pulang
ke rumah," kata Tasripin.
75
Sumber :
ARIS ANDRIANTO ( http://www.tempo.co/read/news/2013/04/19/058474403/Kasus-Tasripin-Contoh-Nyata-Kemiskinan-Struktural )
4. Kekerasan seksual (sexual abuse) terhadap anak, meliputi :
 Aktivitas seksual.
 Pelecehan seksual
 Menyuruh perbuatan seksual,
 Menunjukkan organ seksual kepada anak,
 Menunjukkan gambar-gambar porno,
 Meraba bagian tubuh anak,
 Menyuruh masturbasi,
 Menyuruh oral seks
 Penetrasi daerah genital atau anak dengan suatu benda, penis atau bagian lain dari
tubuh.

Pelecehan seksual juga dapat mencakup eksploitasi seksual komersial anak yang
melibatkan dan atau menarik anak untuk terlibat dalam aktivitas seksual atau difoto
untuk mendapatkan uang atau hadiah lainnya.

Perlindungan anak dalam hal ini menekankan aspek langkah melakukan pencegahan
terjadinya segala bentuk kekerasan dan eksploitasi anak dimanapun anak berada.
Disamping menjadi kewajiban orang tua, keluarga maupun masyarakat, langkah
perlindungan juga harus diambil oleh Negara baik secara legtislatif, administratrif, sosial
maupun pendidikan. KHA Pasal 19 secara rinci menegaskan mengenai isu tersebut
termasuk kewajiban Negara untuk melakukan langkah-langkah berikut:
o UU (pidana dan/atau hukum keluarga) termasuk larangan segala bentuk kekerasan
fisik dan mental, termasuk hukuman fisik, perbuatan merendahkan derajat dengan
sengaja, luka fisik, kekerasaan verbal (bentakan dan umpatan), penelantaran atau
eksploitasi, antara lain dari keluarga, orangtua asuh atau bentuk-bentuk
pengasuhan lainnya, dan dalam institusi-institusi pemerintah atau swasta, seperti
penjara dan sekolah;
o Menciptakan Prosedur keluhan: anak bisa mengajukan keluhan, baik secara
langsung atau lewat perwakilan, serta tersedia pelayanan pemulihan (termasuk
ganti rugi);
o Menciptakan Prosedur untuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah dalam
kasus dimana anak membutuhkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan,
perlakuan salah atau penelantaran;
o Melakukan langkah pendidikan dan langkah-langkah lainnya yang dipakai untuk
meningkatkan disiplin, pengasuhan dan perlakuan terhadap anak secara positif dan
tanpa kekerasan;
o Melakukan Berbagai kampanye informasi dan peningkatan kesadaran untuk
mencegah situasi kekerasan, perlakuan salah atau penelantaran dan untuk
memperkuat sistem perlindungan anak;
o Menciptakan mekanisme monitoring bentuk-bentuk kekerasan, luka fisik dan
kekerasaan verbal (bentakan dan umpatan), penelantaran atau kelalaian, perlakuan
76
salah atau eksploitasi yang terkandung dalam KHA pasal 19, termasuk dalam
keluarga, institusi atau pengasuhan lainnya, yang bersifat mendukung
kesejahteraan, pendidikan atau hukuman anak, serta faktor-faktor sosial dan faktor
lainnya yang mendukung, serta evaluasi yang dibuat demi efektifitas langkah yang
diambil;
o Pengembangan data dan informasi tentang anak yang sudah dikelompokkan,
termasuk pengelompokan lewat usia, jenis kelamin, situasi keluarga,
pedesaan/perkotaan, sosial ataupun etnis.

KHA Pasal 19 Ayat 2 mengamanatkan kepada Negara untuk :


 Menciptakan prosedur yang efektif dalam menjalankan program-program sosial guna
memberikan bantuan yang diperlukan bagi anak dan mereka yang mengasuh anak,
termasuk mekanisme rehabilitasi;
 Bentuk-bentuk pencegahan yang lain;
- Melakukan langkah-langkah untuk identifikasi, pelaporan, rujukan, investigasi,
penyembuhan, dan tindak lanjut atas kasus-kasus yang ada, serta untuk
pelibatan peradilan;
- Mengembangkan sistem pelaporan yang wajib dilakukan oleh kelompok
profesiyang bekerja dengan dan untuk anak (misalnya para pekerja sosial,
psikolog,guru, advokat atau dokter);
- Menyediakan layanan Hotlines yang bersifat pribadi, nasehat, atau konseling
bagi anak korban kekerasan, perlakuan salah atau penelantaran maupun
bentuk-bentuk lainnya;
- Melakukan pelatihan khusus yang ditujukan kepada kelompok profesi yang
terkait.
 Melakukan langkah-langkah untuk menjamin pemulihan fisik dan psikis serta reintegrasi
social anak yang menjadi korban berbagai bentuk penelantaraan, eksploitasi atau
perlakuan salah, dalam suatu lingkungan yang mendukung kesehatan, harga diri dan
martabat anak.

KHA Pasal 37 (a) menegaskan tentang kewajiban Negara melindungi anak dari segala
bentuk penyiksaan atau bentuk kekejaman lainnya atau perlakuan merendahkan
martabat atau hukuman tidak manusiawi
Berbagai langkah harus dilakukan oleh Negara yang meliputi:
 Penetapan prosedur keluhan dan penyediaan pemulihan bagi anak sebagai korban
 Melakukan kampanye kesadaran untuk mencegah segala bentuk penyiksaan atau
bentuk kekejaman lainnya atau perlakuan merendahkan martabat atau hukuman
tidak manusiawi

77
 Melakukan Aktifitas pendidikan dan pelatihan, khususnya untuk petugas aparat
penegak hukum (APH), anggota militer,lembagaanak, yang dimaksudkan untuk
mencegah segala bentuk perlakuan buruk;
 Langkah-langkah yang diambil untuk mencegah kekebalan hukum para pelaku,
termasuk dengan menyelidiki kasus-kasus tersebut dan menghukum mereka yang
yang bertanggungjawab;
 Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin pemulihan fisik dan psikis serta
reintegrasi anak yang telah mengalami penyiksaan atau perlakuan buruk;
 Mendukung sistem monitoring independen.

Menghargai pandangan anak


Menghargai pandangan anak dalam proses pencegahan dan penanganan segala bentuk
kekerasan merupakan salah satu bentuk penghargaan kemanusiaan anak yang sangat nyata.
Paradigma yang termuat didalamnya bertentangan dengan umumnya kebiasaan
masyarakat yang menempatkan anak pada posisi subsistem keluarga maupun marjinalisasi
dimana anak sering kehilangan hak untuk mengungkapkan pandangannya.

Menghargai pandangan anak juga menjadi salah satu dasar dalam mengkonstruksikan
langkah perlindungan anak, mengingat umumnya kasus kekerasan maupun eksploitasi
anak terjadi karena mengabaikan hak anak tersebut. Dengan demikian menghargai
pandangan anak harus mainstream dalam implementasi perlindungan anak.
Dalam kaitan ini terdapat beberapa pertimbangan berikut:
 Ketentuan mengenai hak anakuntuk mengungkapkan pandangannya secara bebas
dalam semua masalah yang mempengaruhinya, dan ketentuan agar pandangan
anak dipertimbangkan telah dimasukkan dalam peraturan, dengan cara yang sesuai
dengan perkembangan kapasitasnya, termasuk dalam: Kehidupan keluarga;
Kehidupan sekolah; Pelaksanaan peradilan anak; Penempatan dan kehidupan dalam
bentuk-bentuk pengasuhan kelembagaan dan bentuk-bentuk yang lain dan Prosedur
pencarian suaka.
 Ketentuan untuk meningkatkan kesadaran keluarga dan masyarakat secara umum
akan perlunya mendorong anak guna melaksanakan hak-haknya untuk
mengungkapkan pandangannya, dan untuk melatih kelompok profesi yang berkerja
bersama anak untuk mendorong anak melakukan hal tersebut, serta
mempertimbangkan pandangan tersebut.
 Ketentuan mengenai kewajiban mengikuti pelatihan tentang hak-hak anak dan
perlindungan anak yang diberikan kepada staf-staf sebagai berikut: Hakim; Petugas
masa percobaan; Petugas polisi; Petugas penjara; Pekerja Sosial; Psikolog; Para
guru; Petugas kesehatan; Kelompok profesi lainnya.

78
ANAK DALAM SITUASI EKSPLOITASI
Negara wajib melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan berupa langkah
legislatif, administratif dan langkah lainnya untuk menjamin anak mendapat perlindungan
dari segala bentuk eksploitasi termasuk hak anak yang menjadi korban, untuk mendapatkan
pemulihan fisik dan psikis serta reintegrasi sosial
Anak yang dilibatkan dalam pekerjaan,berakibat pada terhambatnya atau terputusnya
pendidikan anak, merugikan kesehatan anak,menghambat perkembangan fisik, mental,
spiritual, moral atau sosialnya.
Wajib belajar termasuk kemudahan bagi anak dalam melanjutkan pendidikan dapat menjadi
langkah preventif anak terlibat dalam dunia kerja.
Kampanye informasi tentang kerugian bagi anak yang terlibat dalam dunia kerja dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut bertanggungjawab dalam mencegah anak
dieksploitasi secara ekonomi. Dunia kerja yang melibatkan anak meliputi buruh anak baik di
sektor formal maupun informal, termasuk pembantu rumah tangga, di pertanian, atau
dalam kegiatan ekonomi keluarga.
Program pelatihan kejuruan bagi anak remaja dapat meningkatkan keterampilan remaja
dalam menyiapkan diri memasuki dunia kerja yang bermartabat dan terhindar dari
eksploitasi ekonomi.

KHA Pasal 32, ayat 2, dan instrumen internasional terkait lainnya menegaskan tentang
pokok peraturan yang mengatur :
 Usia minimum atau berbagai usia minimum untuk ijin bekerja;
 Peraturan yang sesuai tentang jam dan kondisi kerja;
 Hukuman yang layak atau sangsi bagi pengusaha yang mempekerjakan anak untuk
menjamin perlindungan anak dari eksploitasi ekonomi.
 Adanya mekanisme inspeksi / monitoring dan sistem pelaporan keluhan bagi anak, baik
langsung atau lewat perwakilan.

Data dan informasi tentang anak yang dilibatkan dalam eksploitasi ekonomi dibutuhkan oleh
masyarakat, lembaga pendidikan dan Negara. Data dan informasi yang dapat dipercaya
dapat digunakan sebagai landasan advokasi masyarakat terhadap lembaga Negara yang
relevan. Data dan informasi tersebut juga dapat digunakan oleh lembaga Negara yang
relevan untuk membuat kebijakan pencegahan dan penanganan anak yang terjebak dalam
eksploitasi ekonomi.
Data dan informasi tersebut terutama mengenai situasi pengasuhan anak dalam
keluarga yang bersangkutan, pandangan masyarakat tentang anak yang bekerja,
apakah anak bekerja karena adanya kekerasan dalam keluarga, apakah anak bekerja
disebabkan oleh jeratan hutang orangtua anak, apakah ada ancaman dari pihak

79
perusahaan atau majikan jika anak keluar dari pekerjaannya, apakah disebabkan oleh
kurangnya akses pendidikan bagi anak, apakah jarak dari rumah anak ke tempat
sekolah terlalu jauh atau sulit dijangkau atau membahayakan anak atau harus melalui
sungai yang tidak ada jembatannya atau harus melalui hutan yang dikuatirkan
terdapat binatang yang membahayakan keselamatan anak seperti: ular, kalajengking
dan binatang buas / berbisa lainnya; kontur tanah yang curam dan berbatu, apakah
anak putus sekolah karena anak merasa takut atas terjadinya kekerasan di sekolah.

Langkah-langkah yang perlu diambil oleh Negara diantaranya:


 Membuat peraturan / UU yang melarang pekerjaan yang berbahaya dan merugikan,
dan/atau kegiatan yang dianggap berbahaya, merugikan kesehatan atau perkembangan
anakatau mengganggu pendidikan anak;
 Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin penghormatan bagi prinsip-prinsip
umum KHA, yakni non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, hak hidup, dan
kelangsungan hidup serta perkembangan sampai semaksimal mungkin;
 Menetapkan kebijakan dan strategi multidispliner untuk mencegah dan memerangi
situasi eksploitasi ekonomi dan buruh anak;
 Menetapkan Indikator tentang eksploitasi ekonomi dan monitoring;
 Melakukan Program kerjasama teknis dan bantuan internasional;

KHA Pasal 33 tentang drug abuse mewajibkan Negara untuk mengambil semua langkah
legislatif, administratif, sosial dan edukatif.
Langkah-langkah penting harus dilakukan meliputi:
 Melindungi anak dari eksploitasi narkoba (dieksploitasi sebagai pengguna atau
pengedar) atau penggunaan obat-obat narkotika dan psikotropika, seperti yang
ditentukan oleh perjanjian internasional yang relevan;
 Mencegah penggunaan anak-anak dalam produksi yang tidak sah dan pengiriman obat-
obatan tersebut;
 Berbagai rencana dan struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dan anak-anak, termasuk lewat sistem sekolah dan jika mungkin
dimasukkan dalam kurikulum sekolah;
 Membantu anak-anak dankeluarganya, termasuk lewat konseling, nasehat dan
bantuan, jika perlu yang bersifat rahasia, dan kebijakan serta strategi yang dirancang
untuk menjamin pemulihan fisik dan psikis serta reintegrasi sosial anak yang
bersangkutan;
 Monitoringterhadap anak yang dieksploitasi sebagai pengguna dan pengedar narkoba
serta anak dieksploitasi dalam produksi dan pengiriman narkotik dan psikotropika;

80
 Data dan informasi (kaitkan dengan data dan informasi dalam kotak) yang relevan yang
dikelompokkan, termasuk menurut usia, jenis kelamin, wilayah, daerah
perkotaan/pedesaan, kelompok sosial dan etnis.
 Langkah legislatif dan langkah lainnya untuk mencegah penggunaan alkohol, tembakau,
dan obat-obatan lainnya oleh anak-anak yang merugikan kesehatannya.

KHA Pasal 34 tentang Eksploitasi seksual dan kekerasan seksual mewajibkan Negara
mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, dan edukatif, untuk melindungi anak
dari semua bentuk eksploitasi seksual dan kekerasan seksual. Langkah-langkah nasional,
bilateral dan multilateral yang diambil untuk mencegah:
 Bujukan atau paksaan terhadap anak untuk terlibat dalam kegiatan seksual yang tidak
sah;
 Pemanfaatan eksploitatif anak-anak dalam prostitusi atau praktek-praktek seksual
lainnya yang tidak sah;
 Pemanfaatan eksploitatif anak-anak dalam pertunjukan dan materi pornografi.

Negara seharusnya melindungi anak dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual termasuk
melindungi anak dari para pedopil, dengan mengambil langkah-langkah yang meliputi:
 Memasukkan prinsip ekstrateritorialitas ke dalam UU untuk menghukum pelaku
ekploitasi seksual anak-anak oleh warga negara dan penduduk Negara Peserta ketika
dilakukan di luar negeri;
 Membentuk unit khusus / petugas penegak hukum dan petugas humas polisi yang telah
ditunjuk untuk menangani anak-anak yang telah dieksploitasi secara seksual atau
mengalami kekerasan seksual, dan pelatihan khusus bagi mereka;
 Perjanjian bilateral, regional dan multilateral untuk meningkatkan pencegahan segala
bentuk kekerasan seksual dan eksploitasi seksual dan untuk menjamin perlindungan
efektif bagi anak yang menjadi korban, termasuk di bidang kerjasama peradilan dan
kerjasama antar petugas penegak hukum;
 Program kerjasama teknis dan bantuan internasional relevan yang dikembangkan
bersama badan-badan PBB dan organisasi internasional lainnya, serta dengan badan
yang berwenang lainnya, termasuk INTERPOL, dan LSM;

Orangtua, masyarakat, para pendidik dan kelompok profesi serta Negara harus secara serius
melakukan kampanye informasi dan kesadaran, serta pendidikan untuk mencegah berbagai
bentuk eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap anak, termasuk kampanye yang
dilakukan yang bekerjasama dengan media;
 Menjamin perlindungan anak-anak dibawah usia 18 tahun terhadap segala bentuk
eksploitasi dan kekerasan seksual, termasuk dalam keluarga;
 Menciptakan mekanisme koordinasi dan monitoring;
81
 Menetapkan indikator program dan kerjasama tersebut;
 UU yang dikembangkan untuk menjamin perlindungan efektif bagi anak yang menjadi
korban, termasuk lewat akses pada bantuan hukum atau bantuan lain yang sesuai serta
pelayanan bantuian;
 Apakah eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap anak, prostitusi anak, dan
pornografi anak, termasuk pemilikan pornografi anak, dan penggunaan anak-anak
dalam praktek-praktek seksual yang tidak sah lainnya yang dianggap sebagai
pelanggaran kriminal;
 Kegiatan dan program yang relevan yang dikembangkan, termasuk yang bersifat
multidisipliner, untuk menjamin pemulihan dan reintegrasi anak yang menjadi korban
eksploitasi seksual dan kekerasan seksual sesuai dengan pasal 39 KHA;
 Langkah-langkah yang diambil untuk menjadi penghormatan atas prinsip-prinsip umum
KHA, yakni non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, penghormatan atas pandangan
anak, hak hidup, dan kelangsungan hidup serta perkembangan sampai semaksimal
mungkin;
 Data relevan mengenai anak yang terkait dengan pelaksanaan pasal 34, termasuk yang
telah dikelompokkan, antara lain menurut usia, jenis kelamin, wilayah, suku bangsa,
daerah perkotaan/pedesaan, serta suku bangsa, kelompok sosial dan etnis.
 Data tersebut harus memasukkan jumlah kasus dimana anak dimanfaatkan dalam
pengiriman obat bius selama masa pelaporan; hukuman minimum sesuai hukum karena
memanfaatkan anak dalam pengiriman obat bius, dan jumlah kasus eksploitasi seksual
komersial, kekerasan seksual, penjualan anak-anak, penculikan anak serta kekerasan
terhadap anak-anak yang dilaporkan selama masa ini;
 Kemajuan yang dicapai dalam pelaksanaan pasal 34, kendala yang dihadapi dam target
yang ditentukan.

KHA Pasal 35 tentang Penjualan, pengiriman, dan penculikan mewajibkan Negara


mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, anggaran serta langkah lain, di
tingkat nasional, bilateral dan multilateral, untuk mencegah penculikan, penjualan atau
pengiriman anak untuk berbagai tujuan atau bentuk.
Negara seharusnya mengambil langkah-langkah:
 Menetapkan UU untuk menjamin perlindungan efektif bagi anak-anak terhadap
penculikan, penjualan dan pengiriman, termasuk lewat pertimbangan terhadap
perbuatan tersebut sebagai pelanggaran kriminal;
 Kampanye informasi dan kesadaran untuk mencegah terjadinya perbuatan diatas,
termasuk kampanye yang dilakukan yang bekerjasama dengan media;
 Alokasi sumber daya yang sesuai bagi perkembangan dan pelaksanaan kebijakan dan
program yang relevan;
 Berbagai strategi nasional yang dibuat untuk mencegah dan menekan tindakan-
tindakan tersebut;
82
 Menciptakan mekanisme koordinasi dan monitoring;
 Menetapkan indikator yang relevan;
 Membentuk unit khusus / petugas penegak hukum dan petugas humas polisi yang telah
ditunjuk untuk menangani anak-anak yang telah mengalami penjualan, penculikan dan
trafiking sertapelatihan khusus bagi mereka;
 Struktur dan program yang dikembangkan untuk memberikan pelayanan bantuan bagi
anak yang terkait dan untuk meningkatkan pemulihan fisik dan psikis serta reintegrasi
sosial, sesuai dengan pasal 39;
 Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar dalam pelaksanaan pasal 35 perlu
dipertimbangkan ketentuan lain dalam KHA, termasuk dibidang hak-hak sipil, khususnya
berkaitan dengan hak mempertahankan identitas anak, adopsi dan pencegahan
berbagai bentuk eksploitasi anak termasuk buruh anak dan eksploitasi seksual;
 Menjamin terlaksananya prinsip-prinsip umum KHA, yakni non-diskriminasi,
kepentingan terbaik anak, penghormatan atas pandangan anak, hak hidup, dan
kelangsungan hidup serta perkembangan sampai semaksimal mungkin.
 Melakukan perjanjian bilateral dan multilateral untuk mencegah penjualan dan
penculikan serta pengiriman anak, termasuk dibidang kerjasama internasional antara
pihak peradilan dan petugas penegak hukum, antara lain tentang sistem pengumpulan
dan pertukaran informasi mengenai pelaku perbuatan tersebut serta tentang anak yang
menjadi korban.
 Data dan informasi relevan yang sudah dikelompokkan tentang anak-anak yang terkait
dalam pelaksanaan pasal 35, termasuk pengelompokan lewat jenis kelamin, usia,
wilayah, kelompok etnis dan sosial, serta kemajuan yang dicapai dan kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan pasal ini, serta tentang target yang ditetapkan untuk masa
yang akan datang.

KHA Pasal 36 tentang Bentuk-bentuk eksploitasi lainnya mewajibkan negara mengambil


langkah-langkah legislatif, administratif, edukatif, anggaran serta sosial, untuk melindungi
anak terhadap semua bentuk eksploitasi yang merugikan semua aspek kesejahteraannya.
Keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, kelompok profesi dan Negara melakukan
kerjasama untuk :
 Mengambangkan data dan informasi tentang bentuk eksploitasi yang merugikan
kesejahteraan anak;
 Melakukan kampanye kesadaran dan informasi, termasuk bagi anak-anak, keluarga dan
masyarakat, serta melibatkan media;
 Melakukan pelatihan bagi kelompok profesi yang bekerja dengan dan untuk anak;
 Mengembangkan strategi untuk menjamin perlindungan bagi anak serta tentang target
yang ditetapkan untuk masa yang akan datang;
 Mengembangkan mekanisme untuk memonitor situasi anak, kemajuan yang dicapai
dan kendala yang dihadapi;
83
 Membuat Indikator relevan yang dipakai;
 Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin pemulihan fisik dan psikis serta
reintegrasi sosial, bagi anak yang menjadi korban eksploitasi yang merugikan aspek
kesejahteraannya;
 Menjamin terlaksananya penghormatan atas prinsip-prinsip KHA, yaitu non-
diskriminasi, kepentingan terbaik anak, penghormatan atas pandangan anak, hak hidup,
dan kelangsungan hidup serta perkembangan sampai semaksimal mungkin;

84
KERANGKA HUKUM HAK-HAK ANAK
DAN PERLINDUNGAN ANAK

85
KERANGKA HUKUM
MODUL 2 HAK-HAK ANAK
DAN PERLINDUNGAN ANAK
86
MODUL 2

KERANGKA HUKUM HAK-HAK ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK

Kerangka hukum hak-hak anak dan perlindungan anak terdiri dari


Pengantar
instrumen / hukum internasional dan instrumen / hukum nasional.

Hukum internasional merupakan standar HAM dunia, dan tiap negara


boleh melakukan ratifikasi menjadi bagian dari kerangka hukum
nasional negara yang bersangkutan serta boleh mengabaikan / tidak
meratifikasi. Konsekuensi bagi Negara yang telah meratifikasi
instrumen internasional maka negara tersebut terikat secara yuridis
dan politis. Dapat dikatakan bahwa hukum nasional merupakan
turunan atau pelaksanaan mandat dari hukum internasional yang
telah diratifikasi (disahkan).

Kerangka hukum internasional dimulai dari Kovenan yang merupakan


induk HAM terdiri dari dua Kovenan yaitu:
1. Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Kovenan
tentang EKOSOB) atau International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights; dan
2. Kovenan tentang Hak- hak Sipil dan Politik (Kovenan tentang
SIPOL) atau International Covenant on Civil and Political Rights.
Kedua Kovenan tersebut berdasarkan pada pokok-pokok amanat
Deklarasi Universal HAM-PBB / DUHAM (Universal Declaration Of
Human Rights).

Kedua Kovenan tersebut, melahirkan berbagai Konvensi atau


Instrumen internasional seperti : Konvensi Tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) atau
Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against
Women, Konvensi tentang pengungsi, Konvensi Hak-hak Anak dan
Konvensi lainnya.

Untuk hal-hal yang bersifat sangat spesifik, KHA menurunkan protoklol


guna mengatur lebih rinci atas satu isu. Terdapat tiga isu protokol
pilihan Yaitu :
1. Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child
on the involvement of children in armed conflict yang telah
diratifikasi (disahkan) Indonesia melalui UU No 9 Tahun 2012;
2. Optional Protocol on the sale of children, child prostitution and
child pornography yang telah diratifikasi (disahkan) di
87
Indonesia melalui UU No 10 Tahun 2012.
3. Protokol pilihan tentang prosedur komunikasi (Optional
Protocol to the Convention on the Rights of the Child on a
communications procedure), Indonesia belum meratifikasi
protokol pilihan ini.
Disamping itu, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi yang
berkaitan dengan buruh anak yaitu :
1. Konvensi ILO No 138;
2. Konvensi ILO No 182.

Untuk penyandang disabilitas, Indonesia telah meratifikasi Konvensi


Tentang hak-hak orang Penyandang Disabilitas (Convention on The
Rights of Persons With Disabilities), melalui UU No 19 Tahun 2011.
Kepentingan anak penyandang disabilitas tercantum di dalam
Konvensi tersebut.

Instumen / hukum nasional seharusnya selaras dan tidak


bertentangan dengan instrumen / hukum internasional yang telah
diratifikasi oleh sebuah Negara, termasuk Indonesia.
Catatan penting:
1. Apakah kerangka hukum nasional selaras dan tidak
bertentangan dengan hukum internasional yang telah
diratifikasi ? untuk hal itu memerlukan analisa tersendiri.
2. Tidak semua hukum nasional dibuat setelah Indonesia
meratifiakasi hukum internasional, contohnya :
a. UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang
didalamnya mengatur tentang pengasuhan anak
b. UU No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yang
didalamnya mengatur Tentang Pengasuhan Anak?
c. UU No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat

Sistem Hukum dan Kebijakan merupakan salah satu elemen dalam


Sistem Perlindungan Anak yang memberi kerangka hukum untuk
pelaksanaan perlindungan anak.

Kerangka hukum ini membentuk, mengatur, memberikan mandat dan


sumber daya untuk hak anak dan Perlindungan Anak diantaranya
mengatur tentang hak pendidikan, hak kesehatan, hak mendapatkan
akta kelahiran, perlindungan anak dari KEPP.

Memahami kerangka Hukum berguna untuk advokasi tentang promosi


hak anak dan perlindungan anak. Advokasi itu ditujukan kepada
lembaga eksekutif dan legislatif untuk membuat undang-undang dan
88
kebijakan yang sesuai dengan standar internasional untuk pemenuhan
hak-hak anak dan memberikan perlindungan yang komprehensif
dalam mencegah dan menangani kekerasan, eksploitasi, perlakuan
salah dan penelantaran terhadap anak.

Sesi ini menjelaskan tentang kerangka Hukum internasional dan


nasional tentang hak anak dan perlindungan anak.
Di akhir sesi, peserta mampu:
Tujuan
1. Memahami kaitan antara Kerangka Hukum internasional dan
nasional tentang hak-hak anak dan perlindungan anak ;
2. Memahami persamaan dan perbedaan antara Deklarasi,
Kovenan, Konvensi, Protokol, Signing, Ratifikasi dan Reservasi.
3. Memahami kewajiban negara dalam melindungi, memenuhi, dan
menghormati hak-hak anak serta tanggungjawab dan tugas
orangtua dalam mengasuh dan melindungi anak menurut
kerangka hukum nasional;
4. Menganalisis kerangka hukum nasional tentang hak-hak anak dan
perlindungan anak
Alokasi Waktu A. Kerangka hukum 180’
1. 15 menit Pengantar sesi
2. 45 menit Presentasi dan tanya jawab
3. 60 menit diskusi kelompok
4. 60 menit Presentasi kelompok dan pleno

B. Analisis Kerangka hukum yang berkaitan dengan hak-hak anak


dan perlindungan anak 240’
1. 60 menit Presentasi dan tanya jawab
2. 90 menit diskusi kelompok
3. 60 menit Presentasi kelompok dan pleno
4. 30 menit Refleksi dan rangkuman

Alat Bantu  LCD projector, Laptop.


 Kertas flipchart, spidol, kertas metaplan (optional), selotip.
 Bahan Presentasi.
 Lembar Kerja (Modul 2.2.A (I,II,III dan IV) dan Modul 2.2.B; 2.2.C;
2.2.D; dan 2.2.E
 Acuan Analisis (Slide 2.1 dan Bahan Bacaan Inti Kerangka Hukum
Hak-hak Anak dan Perlindungan Anak).

89
1. Kerangka hukum internasional dan nasional yang terkait
Pokok Bahasan
dengan hak anak dan perlindungan anak
2. Analisis kerangka hukum nasional atas isu-isu penting tentang
hak-hak anak dan perlindungan anak, meliputi :
a. kewajiban Negara;
b. tanggung jawab dan tugas orang tua/keluarga / kuasa
asuh orang tua / pencabutan kuasa asuh orang tua dan
pemisahan anak dari orang tua / hak anak mengetahui
dan diasuh oleh orang tua;
c. hak anak atas identitas;
d. anak penyandang disabilitas;
e. perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi,
penelantaran dan perlakuan salah (KEPP);
f. hak anak untuk menyatakan pandangannya dalam setiap
keputusan yang mempengaruhi kehidupannya;
g. orang tua asuh;
h. wali / perwalian;
i. pengangkatan anak;
j. pengasuhan berbasis residensial / panti;
k. mekanisme pengaduan (komplain) bagi anak;
l. pengawasan dan monitoring independen;
m. hak properti anak;
n. periodic review (tinjauan berkala) dan tanggungjawab
pekerja sosial dalam melakukan asesmen, monitoring atas
anak yang telah diputuskan untuk ditempatkan pada
pengasuhan diluar rumah;
o. peran masyarakat dan lembaga non pemerintah;
p. hak anak atas pendidikan, waktu luang, bermain dan
budaya;
q. hak anak atas kesehatan;
r. hak anak atas agama.
Langkah-Langkah A. Kerangka hukum Internasional dan nasional
Kegiatan Pengantar Sesi Presentasi dan Diskusi
(15’) Tanya awab Kelompok
(45’) (60’)

Presentasi
Kelompok dan
Pleno
(60’)

90
B. Analisis kerangka hukum yang berkaitan dengan hak-hak anak
dan perlindungan anak

Presentasi dan Diskusi Kelompok Presentasi


Tanya Jawab (90’) Kelompok dan
(60’) Pleno
(60’)

Refleksi dan
Rangkuman
(30’)

A. Kerangka hukum Internasional dan nasional


7. Fasilitator menjelaskan tujuan sesi (lihat Slide Modul ....) serta
proses yang akan dilakukan dalam pelatihan ini, yaitu adanya
presentasi dan tugas kelompok. Fasilitator menekankan bahwa
sesi ini berisi pembahasan dan analisa kerangka hukum
internasional dan nasional mengenai hak-hak anak dan
perlindungan anak
8. Fasilitator menggali pandangan peserta tentang kerangka
hukum internasional dan nasional mengenai hak-hak anak dan
perlindungan anak
9. Presentasi fasilitator tentang kerangka hukum internasional
dan nasional mengenai hak-hak anak dan perlindungan anak
dari Slide Modul 2.1, sambil memberi kesempatan kepada
peserta untuk tanya jawab.
10. Fasilitator membagi peserta menjadi 4 (empat) kelompok
diskusi
11. Diskusi kelompok untuk mengidentifikasi Kerangka Hukum
Internasional dan Nasional Tentang Hak-hak Anak dan
Perlindungan Anak (LK Modul 2.2.A)
12. Presentasi kelompok melalui diskusi pleno

B. Analisis Kerangka hukum yang berkaitan dengan hak-hak anak dan


perlindungan anak
1. Fasilitator menggali pandangan peserta tentang kerangka
hukum nasional mengenai hak-hak anak dan perlindungan
anak
2. Presentasi fasilitator disertai tanya jawab tentang kerangka
hukum nasional mengenai hak-hak anak dan perlindungan
91
anak (Slide Modul 2.1) yang ditekankan kepada isu-isu berikut:
a. kewajiban Negara;
b. tanggung jawab dan tugas orang tua/keluarga / kuasa
asuh orang tua / pencabutan kuasa asuh orang tua dan
pemisahan anak dari orang tua / hak anak mengetahui
dan diasuh oleh orang tua;
c. hak anak atas identitas;
d. anak penyandang disabilitas;
e. perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi,
penelantaran dan perlakuan salah (KEPP);
f. hak anak untuk menyatakan pandangannya dalam setiap
keputusan yang mempengaruhi kehidupannya;
g. orang tua asuh;
h. wali / perwalian;
i. pengangkatan anak;
j. pengasuhan berbasis residensial / panti;
k. mekanisme pengaduan (komplain) bagi anak;
l. pengawasan dan monitoring independen;
m. hak properti anak;
n. periodic review (tinjauan berkala) dan tanggungjawab
pekerja sosial dalam melakukan asesmen, monitoring atas
anak yang telah diputuskan untuk ditempatkan pada
pengasuhan diluar rumah;
o. peran masyarakat dan lembaga non pemerintah;
p. hak anak atas pendidikan, waktu luang, bermain dan
budaya;
q. hak anak atas kesehatan;
r. hak anak atas agama.
3. Fasilitator membagi peserta menjadi 4 (empat) kelompok
diskusi
4. Diskusi kelompok untuk menganalisa Kerangka Hukum
Nasional atas isu-isu penting tentang hak-hak anak dan
perlindungan anak (LK Modul 2.2.B, 2.2.C, 2.2.D, dan 2.2.E)
5. Presentasi kelompok melalui diskusi pleno
6. Refleksi dan rangkuman.
a. Refleksi
Fasilitator meminta peserta menyampaikan apa yang
mereka pelajari di sesi ini (materi) dan pendapat mereka
tentang proses di sesi ini.
b. Rangkuman
1. Kerangka hukum hak-hak anak dan perlindungan anak
92
terdiri dari instrumen / hukum internasional dan
instrumen / hukum nasional. Hukum internasional
merupakan standar HAM dunia, dan tiap negara boleh
melakukan ratifikasi menjadi bagian dari kerangka
hukum nasional negara yang bersangkutan serta boleh
mengabaikan / tidak meratifikasi.
2. Negara yang telah meratifikasi instrumen internasional
maka negara tersebut terikat secara yuridis dan politis.
3. Hukum nasional merupakan turunan atau pelaksanaan
mandat dari hukum internasional yang telah diratifikasi
(disahkan).
4. Kerangka hukum internasional dimulai dari Kovenan
yang merupakan induk HAM terdiri dari dua Kovenan
yaitu:
 Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya /
Kovenan tentang EKOSOB (International Covenant
on Economic, Social and Cultural Rights); dan
 Kovenan tentang Hak- hak Sipil dan Politik /
Kovenan tentang SIPOL (International Covenant on
Civil and Political Rights).
5. Untuk hal-hal yang bersifat sangat spesifik, KHA
menurunkan protoklol guna mengatur lebih rinci atas
satu isu.
6. Terdapat tiga isu protokol pilihan Yaitu :
 Optional Protocol to the Convention on the Rights
of the Child on the involvement of children in
armed conflict.
 Optional Protocol on the sale of children, child
prostitution and child pornography.
 Protokol pilihan tentang prosedur komunikasi
(Optional Protocol to the Convention on the Rights
of the Child on a communications procedure),
Indonesia belum meratifikasi protokol pilihan ini.
7. Kerangka hukum ini membentuk, mengatur,
memberikan mandat dan sumber daya untuk hak anak
dan Perlindungan Anak diantaranya mengatur tentang
hak pendidikan, hak kesehatan, hak mendapatkan akta
kelahiran, perlindungan anak dari KEPP.
8. Memahami kerangka Hukum berguna untuk advokasi
tentang promosi hak anak dan perlindungan anak.
9. Perundang-undangan nasional yang mengatur tentang
93
hak-hak anak dan perlindungan anak diantaranya UU
PA, PTPPO, ADMINDUK, KEWARGANEGARAAN,
SISDIKNAS, SPPA, PORNOGRAFI, KESEHATAN,
PENDIDIKAN, PENYANDANG CACAT, KESEJAHTERAAN
ANAK, KETENAGAKERJAAN.
10. Negara yang telah meratifikasi hukum
Internasional maka sistem perundang-undangan
nasional negara tersebut harus selaras dengan hukum
internasional yang telah diratifikasi.

Bahan Bacaan Bahan bacaan inti:


Bagi Fasilitator Modul 2 Tentang Kerangka Hukum Hak-hak Anak dan Perlindungan
Anak
dan Peserta

Bahan bacaan yang disarankan:


 Narasi Hukum dan Kabijakan - Diambil dari bahan SBA / sistem
Perlindungan Anak Nasional

94
LK Modul 2.2.A
Lembar Kerja Kelompok I, II, III dan IV
IDENTIFIKASI KERANGKA HUKUM INTERNASIONAL DAN KERANGKA HUKUM NASIONAL
TENTANG HAK-HAK ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK

Instrumen atau hukum Internasional Contoh Undang-undang yang menjadi


Diratifikasi oleh Indonesia
(Kovenan / Konvensi / Protokol) turunannya

Catatan: LK ini didesain khusus untuk mendorong kompetisi antar kelompok dalam penguasaan materi pembahasan, sehingga Modul 2. A
hanya menggunakan satu LK serta menyiapkan penugasan pada LK Modul 2. B
95
LK Modul 2.2.B

Lembar Kerja Kelompok I


ANALISIS KERANGKA HUKUM NASIONAL ATAS ISU-ISU PENTING TENTANG HAK-HAK ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK

Nama Kovenan / Konvensi / Protokol Nomor dan nama Undang-undang dan


Nomor Topik pembahasan dan Pasal-pasal dalam kerangka hukum Pasal-pasal dalam kerangka hukum
internasional nasional (perundang-undangan)
1. kewajiban Negara;
2. wali / perwalian;
3. pengangkatan anak;
4. mekanisme pengaduan (komplain) bagi
anak;
5. pengawasan dan monitoringindependen;
6. periodic review (tinjauan berkala) dan
tanggungjawab pekerja sosial dalam
melakukan asesmen, monitoring atas
anak yang telah diputuskan untuk
ditempatkan pada pengasuhan diluar
rumah;

96
LK Modul 2.2.C

Lembar Kerja Kelompok II


ANALISIS KERANGKA HUKUM NASIONAL ATAS ISU-ISU PENTING TENTANG HAK-HAK ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK

Nama Kovenan / Konvensi / Nomor dan nama Undang-undang dan Pasal-


Nomor Topik pembahasan Protokol dan Pasal-pasal dalam pasal dalam kerangka hukum nasional
kerangka hukum internasional (perundang-undangan)
1. orang tua asuh;

2. pengasuhan berbasis residensial / panti;

3. hak properti anak;

4. peran masyarakat dan lembaga non


pemerintah;

5. tanggung jawab dan tugas orang


tua/keluarga / kuasa asuh orang tua /
pencabutan kuasa asuh orang tua dan
pemisahan anak dari orang tua / hak anak
mengetahui dan diasuh oleh orang tua;

6. anak penyandang disabilitas;

97
LK Modul 2.2.D

Lembar Kerja Kelompok III


ANALISIS KERANGKA HUKUM NASIONAL ATAS ISU-ISU PENTING TENTANG HAK-HAK ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK

Nama Kovenan / Konvensi / Protokol Nomor dan nama Undang-undang dan


Nomor Topik pembahasan dan Pasal-pasal dalam kerangka hukum Pasal-pasal dalam kerangka hukum
internasional nasional (perundang-undangan)
1. perlindungan anak dari kekerasan,
eksploitasi, penelantaran dan perlakuan
salah (KEPP);

2. hak anak untuk menyatakan


pandangannya dalam setiap keputusan
yang mempengaruhi kehidupannya;

98
LK Modul 2.2.E

Lembar Kerja Kelompok IV


ANALISIS KERANGKA HUKUM NASIONAL ATAS ISU-ISU PENTING TENTANG HAK-HAK ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK

Nama Kovenan / Konvensi / Protokol dan Nomor dan nama Undang-undang dan
Nomor Topik pembahasan Pasal-pasal dalam kerangka hukum Pasal-pasal dalam kerangka hukum
internasional nasional (perundang-undangan)
1. Hak anak atas pendidikan, waktu luang,
bermain dan budaya;

2. Hak anak atas agama

3. Hak anak atas kesehatan;

4. Hak Identitas anak

99
Bahan Bacaan Inti Modul 2.3
KERANGKA HUKUM HAK-HAK ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK

I. PENGANTAR KERANGKA HUKUM

Kerangka hukum hak-hak anak dan perlindungan anak terdiri dari instrumen / hukum
internasional dan instrumen / hukum nasional.

Hukum internasional merupakan standar HAM dunia, dan tiap negara boleh melakukan
ratifikasi menjadi bagian dari kerangka hukum nasional negara yang bersangkutan serta
boleh mengabaikan / tidak meratifikasi. Konsekuensi bagi Negara yang telah meratifikasi
instrumen internasional maka negara tersebut terikat secara yuridis dan politis. Keterikatan
yuridis ditandai dengan kewajiban Negara mengambil langkah-langkah legislatif atau
membuat UU nasional sesuai dengan isu atau substansi dalam Kovenan / Konvensi /
Protokol yang telah diratifikasi. Dapat dikatakan bahwa hukum nasional merupakan turunan
atau pelaksanaan mandat dari hukum internasional yang telah diratifikasi (disahkan).
Keterikatan secara politis ditandai dengan Negara yang bersangkutan berkomitmen
membuat kebijakan, strategi, program guna mengimplementasikan isi atau substansi atau
amanat yang terkandung dalam Kovenan / Konvensi / Protokol.

Kerangka hukum internasional (Kovenan Konvensi dan Protokol termasuk perjanjian


Internasional lainnya) mengikat negara dan tidak mengikat rakyatnya. Bila suatu negara
telah meratifikasi hukum internasional, dan negara tersebut telah membuat UU maka rakyat
terikat dengan segala sesuatu yang diatur di dalam UU tersebut. Namun demikian, suatu
negara yang telah meratifikasi hukum internasional tetapi belum membuat turunan UU nya
maka negara dan rakyatnya telah terikat secara moral.

Kerangka hukum internasional dimulai dari Kovenan yang merupakan induk HAM terdiri dari
dua Kovenan yaitu:
1. Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya / Kovenan tentang EKOSOB (International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights); dan
2. Kovenan tentang Hak- hak Sipil dan Politik / Kovenan tentang SIPOL (International
Covenant on Civil and Political Rights).

Kedua Kovenan tersebut berdasarkan pada pokok-pokok amanat Deklarasi Universal HAM-
PBB / DUHAM (Universal Declaration Of Human Rights).
Kedua Kovenan tersebut telah diratifikasi (disahkan) oleh Indonesia dan menjadi bagian dari
sistem hukum di Indonesia. Kovenan tentang EKOSOB diratifikasi (disahkan) melalui UU No
11 Tahun 2005 dan Kovenan tentang SIPOL diratifikasi (disahkan) melalui UU No 12 Tahun
2005.
100
Kedua Kovenan tersebut, melahirkan berbagai Konvensi atau Instrumen internasional
seperti : Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
(CEDAW) atau Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women,
yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 7 Tahun 1984, Konvensi Tentang Hak-
hak Orang Dengan Disabilitas atau CRPD (Convention on The Rights of Persons With
Disabilities), Konvensi Hak-hak Anak, Konvensi tentang pengungsi, dan Konvensi lainnya.

Konvensi Hak-hak Anak / KHA (Convention Of The Rights Of The Child) berisi tentang rincian
amanat kedua Kovenan tersebut yang di tekankan pada hak-hak anak. KHA telah diratifikasi
Indonesia melalui Kepres No 36 Tahun 1990.

Untuk hal-hal yang bersifat sangat spesifik, KHA menurunkan protoklol guna mengatur lebih
rinci atas satu isu. Terdapat tiga isu protokol pilihan Yaitu :
1. Protokol Pilihan (Optional Protocol / OP) OP pertama tentang Keterlibatan Anak
dalam konflik bersenjata (Optional Protocol to the Convention on the Rights of the
Child on the involvement of children in armed conflict) yang telah diratifikasi
(disahkan) Indonesia melalui UU No 9 Tahun 2012;
2. Protokol Pilihan Tentang Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak
(Optional Protocol on the sale of children, child prostitution and child pornography)
yang telah diratifikasi (disahkan) di Indonesia melalui UU No 10 Tahun 2012.
3. Protokol Pilihan Tentang Prosedur Komunikasi(Optional Protocol to the Convention
on the Rights of the Child on a Communications Procedure). Substansi dari OP ini
adalah setiap anak / kelompok anak yang merasa hak-haknya dilanggar dan tidak
mendapat perlindungan dari negara maka anak / kelompok dapat melakukan
laporan langsung kepada Komite Hak-hak Anak PBB. Indonesia belum meratifikasi
Protokol Pilihan ini.

Disamping itu, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi yang berkaitan dengan buruh anak
yaitu :
1. Konvensi ILO Tentang Batasan Usia Minimum Boleh Bekerja (Convention ILO
Minimum Age Convention, 1973 (No.138)) melalui UU No 20 Tahun 1999;
2. Konvensi ILO No 182 Tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak / BPTA (ILO
Worst Forms of Child Labour Convention, 1999 (No.182)) yang telah diratifikasi
(disahkan) Indonesia melalui UU No 1 Tahun 2000.

Untuk Penyandang Disabilitas, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Tentang Hak-hak


Penyandang Disabilitas (Convention on The Rights of Persons With Disabilities), melalui UU
No 19 Tahun 2011. Kepentingan anak penyandang disabilitas tercantum di dalam Konvensi
tersebut. Dimasa mendatang, Indonesia harus membuat UU baru tentang Penyandang
Disabilitas sebagai pengganti UU No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.
101
Instrumen / hukum nasional seharusnya selaras dan tidak bertentangan dengan instrumen /
hukum internasional yang telah diratifikasi oleh sebuah Negara, termasuk Indonesia.
Beberapa contoh perundang-undangan di Indonesia yang merupakan turunan atau
pelaksanaan mandat hukum internasional diantaranya :
1. KHA, Klaster VIII (B) Pasal 37 a.b.c.d, Pasal 39 dan Pasal 40 tentang children in
conflict with the law maka untuk melaksanakan mandat dalam Klaster tersebut,
Indonesia telah membuat UU No 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan dirubah
menjadi UU no 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidanan Anak (SPPA).
2. KHA Klaster VIII (C) mengenai Anak Dalam Situasi Ekspolitasi, khususnya eksploitasi
seksual / perdagangan anak, maka untuk melaksanakan mandat dalam Klaster
tersebut Indonesia telah membuat tiga UU yaitu:
a. UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
b. UU No 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi,
c. UU No 21 Tahun 2007 Tentang PTPPO

3. KHA, Klaster VII Tentang Pendidikan maka untuk melaksanakan mandat dalam
klaster tersebut, Indonesia telah membuat UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang di dalamnya memuat tentang Hak-hak anak
atas pendidikan.
4. KHA, Klaster VI Tentang Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar terutama Pasal 24
Tentang Kesehatan Anak maka untuk melaksanakan mandat dalam klaster tersebut,
Indonesia telah membuat UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang di
dalamnya mengatur tentang hak-hak kesehatan anak.
5. KHA, Klaster IV Tentang Hak-hak Sipil dan Kebebasan, terutama Pasal 7 dan 8, maka
untuk melaksanakan mandat dalam klaster tersebut, Indonesia telah membuat dua
buah UU yang berkaitan dengan hak anak atas akta kelahiran, identitas, kebangsaan
dan kewarganegaraan yaitu:
a. UU No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (ADMINDUK),
yang di dalamnya mengatur tentang hak-hak anak atas akta kelahiran.
b. UU No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.

6. Konvensi ILO No 138 Tentang Batasan Usia Minimum Boleh Bekerja dan Konvensi ILO
No 182 Tentang BPTA serta KHA Klaster VIII (C) khususnya Pasal 32 Tentang
Perlindungan Anak dari Eksplitasi Ekonomi, substansi mandatnya telah dimasukkan
dalam UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang didalamnya mengatur
tentang Pekerja Anak atau Perlindungan Anak Dari Eksploitasi Ekonomi.
7. Substansi mandat dalam KHA secara keseluruhan, Indonesia telah membuat UU No
23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. UU ini merupakan payung hukum bagi
anak di Indonesia.

102
8. KHA Klaster IV, Pasal 37. a Tentang Perlindungan Anak dari penyiksaan,
penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan
derajat dan martabatnya, (“...No child shall be subjected to torture or other cruel,
inhuman or degrading treatmentor punishment...”). telah diatur dalam dua buah UU
yaitu:
a. UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
b. UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment
(konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia) telah di ratifikasi Indonesia melalui UU No 5
Tahun 1998. Konvensi ini sering disebut dengan CAT. Konvensi ini selaras dengan Pasal 37 (a)
KHA.

Catatan penting:
1. Apakah kerangka hukum nasional selaras dan tidak bertentangan dengan hukum
internasional yang telah diratifikasi ? untuk hal itu memerlukan analisa tersendiri.
2. Tidak semua hukum nasional dibuat setelah Indonesia meratifiakasi hukum
internasional, contohnya :
a. UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang didalamnya mengatur Tentang
Pengasuhan Anak
b. UU No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yang didalamnya mengatur
Tentang Pengasuhan Anak?
c. UU No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat
3. Tidak semua UU yang dibuat berdasarkan mandat dari sebuah Instrumen Internasional,
kadang-kadang UU tersebut dibuat berdasarkan pada lebih dari satu Instrumen
Internasional. Contoh: UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan khususnya
Paragraf Pekerja anak pada Pasal 68 hingga Pasal 75 berdasarkan MandatKonvensi ILO
138 dan Konvensi ILO 182 serta KHA Klaster VIII (B) Pasal 32 tentang Ekslpoitasi
Ekonomi.
4. Terdapat UU yang dibuat berdasarkan jiwa yang terkandung dalam Instrumen
Internasional walaupun Indonesia pada saat menetapkan UU tersebut belum
meratifikasi Instrumen Internasional terkait.Contohnya : UU No 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, terkait dengan minimumdua buah
Intrumen Internasional yaitu :
a. Convention Against Transnational Organized Crime atau Konvensi PBB Menentang
Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisir, yang diratifikasi oleh Indonesia
melalui UU No 5 Tahun 2009, serta
b. Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women
and Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational
Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum
Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-anak, Melengkapi Konvensi
Perserikatan Bangsa-bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi), yang diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 14 Tahun 2009

103
Hukum dan Kebijakan merupakan salah satu elemen dalam Sistem Perlindungan Anak yang
memberi kerangka hukum untuk pelaksanaan perlindungan anak. Kerangka hukum ini
membentuk, mengatur, memberikan mandat dan sumber daya untuk hak anak dan
Perlindungan Anak diantaranya mengatur tentang hak pendidikan, hak kesehatan, hak
mendapatkan akta kelahiran, perlindungan anak dari KEPP.
Memahami kerangka Hukum dapat dilakukan dengan mempelajari hukum internasional dan
nasional serta berguna untuk advokasi tentang promosi hak anak dan perlindungan anak.
Advokasi itu ditujukan kepada lembaga eksekutif dan legislatif untuk membuat undang-
undang dan kebijakan yang sesuai dengan standar internasional untuk pemenuhan hak-hak
anak dan memberikan perlindungan yang komprehensif dalam mencegah dan menangani
kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran terhadap anak.

II. KERANGKA HUKUM YANG TERKAIT DENGAN HAK-HAK ANAK DAN PERLINDUNGAN
ANAK
A. Instrumen HAM Internasional
Instrumen / Konvensi Internasional yang mengikat secara yuridis tentang Hak-hak
Anak dan Perlindungan Anak, diantaranya:
1. Deklarasi Universal HAM
2. The International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights ,1966,
(Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya / Kovenan
Ekosob)
3. The International Covenant on Civil and Political Rights,1966, (Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik)
4. Deklarasi Hak-hak Anak
5. Konvensi Hak-hak Anak
6. Optional Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially
Women and Children, supplementing the united nations convention against
transnational organized crime,2000, (protocol untuk mencegah, menindak, dan
menghukum perdagangan orang, terutama perempuan dan anak-anak, melengkapi
konvensi perserikatan bangsa-bangsa menentang tindak pidana transnasional yang
terorganisasi)
7. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women
8. International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers
and Members of Their Families, July 2003, (Konvensi Internasional tentang
Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya),
9. Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the sale of
children, child prostitution and child pornography, 2000, (Protokol Opsional
Konvensi Hak-hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi
Anak),
10. UU No. 20 Tahun 1999 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138, mengenai:
104
ILO Minimum Age Convention, 1973 (No.138)
11. ILO Worst Forms of Child Labour Convention (No.182), 1999, (Konvensi ILONo 182
Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk Untuk Anak)
12. Hague Convention on Protection of Children and Cooperation in respect of
Intercountry Adoption - Hague Conference on Private International Law, The
Hague, 29 May 1993 Entered into force: 1 May 1995, pasal 11

1. DEKLARASI UNIVERSAL HAM


Pasal 1 Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan
hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan
hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.

Pasal 2 Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang
tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian (diskriminasi)
apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau
kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain. Di
samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar
kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara
atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang
merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau
yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.

Pasal 8 Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan
nasional yang kompeten untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar
yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.

Pasal 12 Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang


urusan pribadinya, keluarganya, rumah-tangganya atau hubungan
surat-menyuratnya, juga tak diperkenankan pelanggaran atas
kehormatannya dan nama baiknya(privasi). Setiap orang berhak
mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau
pelanggaran seperti itu.

Pasal 13 1. Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di


dalam batas-batas setiap negara.
2. Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk
negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.

105
Pasal 15 1. Setiap orang berhak atas sesuatu kewarga-negaraan.
2. Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut
kewarga-negaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti
kewarga-negaraan.

Pasal 16 3. Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari


masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari
masyarakat dan Negara.

Pasal 17 1. Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun


bersama-sama dengan orang lain.
2. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-
mena.

Pasal 18 Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama;
dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau
kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau
kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya,
melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.

Pasal 19 Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan


pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat
tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan
informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak
memandang batas-batas (wilayah).

Pasal 20 1. Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan


berserikat secara damai.
2. Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki sesuatu
perkumpulan.

Pasal 22 Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan


sosial dan berhak melaksanakan dengan perantaraan usaha-usaha
nasional dan kerjasama internasional, dan sesuai dengan organisasi
serta sumber-sumber kekayaan dari setiap Negara, hak-hak
ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk
martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya.

106
Pasal 25 2. Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan
bantuan istimewa. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam
maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan
sosial yang sama.

Pasal 26 1. Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus


gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan
pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan.
Pendidikan teknik dan jurusan secara umum harus terbuka
bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil
dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.
2. Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi
yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan
terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pendidikan
harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan
persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun
agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-
Bangsa dalam memelihara perdamaian.
3. Orang-tua mempunyai hak utama untuk memilih jenis
pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.

Pasal 27 1. Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam
kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk mengecap
kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu
pengetahuan dan manfaatnya.

2. THE INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS


,1966, (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI SOSIAL DAN
BUDAYA / KOVENAN EKOSOB) DIRATIFIKASI MELALUI UU NO. 11 TAHUN 2005.
PASAL 10 MENYATAKAN:

Pasal 10 NegaraPihakpada kovenaninimengakuibahwa:


1. Perlindungan atas bantuan seluas mungkin harus diberikan
kepada keluarga yang merupakan kelompok alamiah dan
mendasar dari satuan masyarakat, terutama terhadap
pembentukannya, dan sementara itu keluarga bertanggung jawab
atas perawatan dan pendidikan anak-anak yang masih dalam
tanggungan. Perkawinan harus dilangsungkan berdasarkan
persetujuan yang sukarela dari calon mempelai.
107
2. Perlindungan khusus harus diberikan kepada para ibu selama
jangka waktu yang wajar sebelum dan sesudah melahirkan.
Selama jangka waktu itu para ibu yang bekerja harus diberikan
cuti dengan gaji atau cuti dengan jaminan social yang memadai.
3. Langkah-langkah khusus untuk perlindungan dan bantuan harus
diberikan untuk kepentingan semua anak dan remaja, tanpa
diskriminasi apapun berdasarkan keturunan atau keadaan-
keadaan lain. Anak-anak dan remaja harus dilindungi dari
eksploitasi ekonomi dan sosial. Pemanfaatan mereka dalam
pekerjaan yang merrugikan moral atau kesehatan, atau yang
membahayakan kehidupan mereka, atau yang sangat mungkin
menghambat perkembangan mereka secara wajar, harus dikenai
sanksi hukum. Negara-negara juga harus menetapkan batas umur
di mana mempekerjakan anak di bawah umur tersebut dengan
imbalan, harus dilarang dan dikenai sanksi hukum.

Pasal 11 Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2)


ayat (1) dan
ayat (2) “…Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang
atas kehidupan yang layak untuk dirinya sendiri dan keluarganya,
termasuk kelayakan pangan, sandang dan papan, dan perbaikan
kondisi hidup yang terus menerus. Negara-negara Pihak akan
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin perwujudan
hak tersebut, dengan mengakui arti penting yang esensial dari kerja
sama internasional yang didasarkan pada kesepakatan sukarela….”

“…Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, dengan mengakui hak dasar


setiap orang untuk bebas dari kelaparan, harus mengambil langkah-
langkah yang diperlukan, termasuk menyelenggarakan program
khusus, baik secara individual maupun melalui kerjasama
internasional…”

108
3. THE INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS,1966,
(KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)DIRATIFIKASI
MELALUI UU NO. 12 TAHUN 2005. PASAL 12 (2 DAN 4 ), 17, 18 (4), 23, 24)

Pasal 12 2. Setiap orang bebas untuk meninggalkan Negara manapun,


termasuk negaranya sendiri.
4. Tidak seorangpun boleh secara sewenang-wenang dicabut
haknya untuk masuk ke negaranya sendiri.
Pasal 17 1. Tidak seorang pun yang dapat secara sewenang-wenang atau
secara tidak sah dicampuri masalah pribadi, keluarga,rumah atau
korespondensinya, atau secara tidak sah diserang kehormatan dan
nama baiknya.
2. Setiap orang berhak atas perlindungan hokum terhadap campur
tangan atau serangan tersebut.
Pasal 18 4. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk
menghormati kebebasan orangtua dan, jika ada, wali yang sah,
untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi
anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.
Pasal 23 1. Keluarga adalah unit kelompok social yang alamiah dan dasar
dan berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan Negara.
2. Hak laki-laki dan perempuan pada usia perkawinan untuk
menikah dan membentuk keluarga harus diakui.
3. Tidak ada sebuah perkawinan pun dapat dilakukan tanpa
persetujuan yang bebas dan penuh dari para pihak yang hendak
menikah.
4. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini akan mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk menjamin kesetaraan hak dan
tanggung jawab suami dan istri mengenai perkawinan, selama
masa perkawinan dan pada saat perkawinan berakhir.
Ketika perkawinan berakhir, harus dibuat ketentuan yang
diperlukan untuk melindungi anak-anak.
Pasal 24 1. Setiap anak, tanpa diskriminasi yang berkenaan dengan ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, asal-usul kebangsaan
atau sosial, harta benda atau kelahiran, berhak atas upaya-upaya
perlindungan sebagaimana yang dibutuhkan oleh statusnya
sebagai anak di bawah umur, oleh keluarga, masyarakat dan
Negara.
2. Setiap anak harus didaftarkan segera setelah lahir dan harus
mempunyai nama.
3. Setiap anak berhak memperoleh kewarganegaraan.

109
4. DEKLARASI HAK-HAK ANAK

Prinsip 6 The child, for the full and harmonious development of his
personality, needs love and understanding. He shall, wherever
possible, grow up in the care and under the responsibility of his
parents, and, in any case, in an atmosphere of affection and of moral
and material security; a child of tender years shall not, save in
exceptional circumstances, be separated from his mother. Society
and the public authorities shall have the duty to extend particular
care to children without a family and to those without adequate
means of support. Payment of State and other assistance towards
the maintenance of children of large families is desirable.

5. KONVENSI HAK-HAK ANAK


A. Konvensi Hak-hak Anak, Klaster IV: Hak-hak Sipil dan Kebebasan (Civil rights
and freedoms(arts. 7, 8, 13-17 and 37 (a))
Pasal 7 1. Anak harus didaftarkan segera sesudah kelahiran dan harus
mempunyai hak sejak lahir atas suatu nama, hak untuk memperoleh
kewarganegaraan, dan sejauh mungkin, hak untuk mengetahui dan
dirawat oleh orang tuanya.

2. Negara-negara Pihak harus menjamin pelaksanaan hak-hak ini


sesuai dengan hukum nasional mereka dan kewajiban mereka
menurut instrumen-instrumen internasional yang relevan dalam
bidang ini, terutama apabila anak sebaliknya akan tidak
berkewarganegaraan.
Pasal 8 1. Negara-negara Pihak harus berusaha menghormati hak anak untuk
mempertahankan identitasnya, termasuk kewarganegaraan, nama
dan hubungan keluarga seperti yang diakui oleh hukum tanpa campur
tangan yang tidak sah.

2. Apabila seorang anak secara tidak sah dicabut beberapa atau


semua unsur identitasnya, maka Negara-negara Pihak harus
memberikan bantuan dan perlindungan yang tepat dengan tujuan
secara cepat membentuk kembali identitasnya.
Pasal 13 1. Anak harus memiliki hak atas kebebasan mengeluarkan pendapat,
hak ini mencakup kebebasan mencari, menerima dan memberikan
informasi dan semua macam pemikiran, tanpa memperhatikan
perbatasan, baik secara lisan, dalam bentuk tertulis ataupun cetak,
110
dalam bentuk seni, atau melalui media lain apa pun pilihan anak.

2. Pelaksanaan hak ini dapat tunduk pada pembatasan-pembatasan


tertentu, tetapi hanya akan seperti yang ditentukan oleh undang-
undang dan diperlukan:
(a) Untuk menghormati hak-hak atau nama baik orang-orang lain;
atau
(b) Untuk perlindungan keamanan nasional atau ketertiban umum,
atau kesehatan, atau kesusilaan umum.
Pasal 14 1. Negara-negara Pihak harus menghormati hak anak atas kebebasan
berpikir, hati nurani dan beragama.

2. Negara-negara Pihak harus menghormati hak-hak dan kewajiban-


kewajiban orang tua, dan apabila berlaku, wali hukum, untuk
memberikan pengarahan pada anak dalam melaksanakan haknya
dengan cara yang sesuai dengan kemampuan anak yang sedang
berkembang.

3. Kebebasan untuk menyatakan agama seseorang atau kepercayaan


seseorang, dapat tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan
seperti yang ditentukan oleh undang-undang dan yang diperlukan
untuk melindungi keselamatan umum, ketertiban umum, kesehatan
atau kesusilaan atau hak-hak atau kebebasan-kebebasan dasar orang
lain.
Pasal 15 1. Negara-negara Pihak mengakui hak-hak anak atas kebebasan
berhimpun dan kebebasan berkumpul dengan damai.

2. Tidak saatu pun pembatasan dapat ditempatkan pada pelaksanaan


hak-hak ini, selain yang dibebankan sesuai dengan undang-undang,
dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokrasi, demi
kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban
umum, perlindungan kesehatan atau kesusilaan umum atau
perlindungan hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain.
Pasal 16 1. Tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran dari campur tangan
yang sewenang-wenang atau tidak sah terhadap kerahasiaan
pribadinya, keluarganya, rumahnya, atau hubungan surat-
menyuratnya, ataupun dari serangan yang tidak sah terhadap
kehormatan dan nama baiknya.

2. Anak berhak atas perlindungan undang-undang terhadap campur


111
tangan dan serangan tersebut.
Pasal 17 Negara-negara Pihak mengakui fungsi penting yang dilakukan media
massa dan harus menjamin bahwa anak mempunyai akses ke
informasi dan bahan dari suatu diversitas sumber-sumber nasional
dan internasional; terutama yang ditujukan pada peningkatan
kesejahteraan sosial, spiritual dan kesusilaannya dan kesehatan fisik
dan mentalnya. Untuk tujuan ini, maka Negara-negara Pihak harus :
(a) Mendorong media massa untuk menyebarluaskan informasi
dan bahan yang mempunyai manfaat sosial dan budaya pada
anak dan sesuai dengan makna pasal 29;
(b) Mendorong kerjasama internasional dalam produksi,
pertukaran dan penyebarluasan informasi dan bahan tersebut
dari suatu diversitas budaya, sumber-sumber nasional dan
internasional;
(c) Mendorong produksi dan penyebarluasan buku anak-anak;
(d) Mendorong media massa agar mempunyai perhatian khusus
pada kebutuhan-kebutuhan linguistik anak, yang menjadi
anggota kelompok minoritas dan merupakan penduduk asli;
(e) Mendorong perkembangan pedoman-pedoman yang tepat
untuk perlindungan anak dari informasi dan bahan yang
merusak kesejahteraannya dengan mengingat ketentuan-
ketentuan pasal 13 dan pasal 18.
Pasal 37 (a) Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa:
(a) Tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan,
atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang
menghinakan. Baik hukuman mati atau pemenjaraan seumur hidup
tanpa kemungkinan pembebasan, tidak dapat dikenakan untuk
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang di bawah
umur delapan belas tahun;

112
B. Konvensi Hak-hak Anak, Klaster V:Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan
Alternatif (Family environment andalternative care) (arts. 5, 9-11, 18, paras. 1
and 2; 19-21, 25, 27, para. 4 and 39)
Pasal 5: Negara-negara Pihak harus menghormati tanggung jawab, hak-hak
dan kewajiban-kewajiban orang tua, atau apabila dapat
diberlakukan, para anggota keluarga yang diperluas atau masyarakat
seperti yang diurus oleh kebiasaan lokal, wali hukum, atau orang-
orang lain yang secara sah bertanggung jawab atas anak itu, untuk
memberikan dalam suatu cara yang sesuai dengan kemampuan anak
yang berkembang, pengarahan dan bimbingan yang tepat dalam
pelaksanaan oleh anak mengenai hak-hak yang diakui dalam
Konvensi ini.

Pasal 9: 1. Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa seorang anak


tidak dapat dipisahkan dari orang tuanya, secara bertentangan
dengan kemauan mereka, kecuali ketika penguasa yang
berwenang dengan tunduk pada yudicial review menetapkan
sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku bahwa
pemisahan tersebut diperlukan demi kepentingan-kepentingan
terbaik anak. Penetapan tersebut mungkin diperlukan dalam
suatu kasus khusus, seperti kasus yang melibatkan
penyalahgunaan atau penelantaran anak oleh orang tua, atau
kasus apabila orang tua sedang bertempat tinggal secara
terpisah dan suatu keputusan harus dibuat mengenai tempat
kediaman anak.
2. Dalam persidangan-persidangan apapun sesuai dengan
ketentuan ayat 1 pasal ini, maka semua pihak yang
berkepentingan harus diberi kesempatan untuk ikut serta
dalam persidangan-persidangan dan membuat pendapat
merreka diketahui.
3. Negara-negara Pihak harus menghormati hak anak yang
dipisahkan dari salah satu atau kedua orang tuanya untuk tetap
mengadakan hubungan pribadi dan hubungan langsung dengan
orang tua atas dasar yang tetap, kecuali bertentangan dengan
kepentingan terbaik anak.
4. Apabila pemisahan tersebut diakibatkan tindakan apapun yang
diprakarsai suatu Negara Pihak seperti penahanan,
pemenjaraan, pengasingan, deportasi atau kematian (termasuk
kematian akibat sebab apapun selama orang itu ada dalam
tahanan negara) salah satu atau kedua orang tua si anak, maka

113
Negara Pihak yang bersangkutan atas permintaan harus
memberikan kepada orang anak atau kalau cocok anggota
keluarga yang lain dengan informasi pokok mengenai tempat
berada anggota atau paran anggota keluarga yang tidak ada
kecuali pemberian informasi itu akan merusak kesejahteraan
anak itu. Negara-negara Pihak harus lebih jauh menjamin
bahwa penyampaian permintaan tersebut dengan sendirinya
harus tidak membawa konsekuensi yang merugikan bagi orang
(atau orang-orang) yang bersangkutan.

Pasal 10 1. Sesuai dengan kewajiban Negara-negara Pihak menurut pasal 9


ayat 1, pengajuan permohonan oleh seorang anak atau orang
tuanya, untuk memasuki atau meninggalkan suatu Negara Pihak
untuk tujuan penyatuan kembali keluarga akan ditangani oleh
Negara-negara Pihak dalam suatu cara yang positif, manusiawi
dan lancar. Negara-negara Pihak harus lebih jauh menjamin
bahwa penyampaian permintaan tersebut harus tidak
membawa konsekuensi yang merugikan para pengaju
permohonan dan anggota keluarga mereka.
2. Seorang anak dimana orang tuanya berdiam di Negara lain
berhak mengadakan, atas dasar yang tetap kecuali dalam
keadaan-keadaan yang luar biasa, hubungan pribadi dan
hubungan langsung dengan kedua orang tuanya. Ke arah tujuan
tersebut dan sesuai dengan kewajiban Negara-negara Pihak
menurut ketentuan pasal 9 ayat 2 maka Negara-negara Pihak
harus menghormati hak anak dan orang tuanya untuk
meninggalkan negara manapun, termasuk negara mereka
sendiri, dan untuk memasuki negara mereka sendiri. Hak untuk
meninggalkan negara manapun harus tunduk hanya pada
pembatasan-pembatasan seperti yang ditentukan oleh undang-
undang dan yang perlu untuk melindungi keamanan nasional,
ketertiban umum, kesehatan, atau kesusilaan umum atau hak-
hak dan kebebasan-kebebasan orang lain dan sesuai dengan
hak-hak lainnya yang diakui dalam Konvensi ini.

Pasal 11 1. Negara-negara Pihak harus mengambil tindakan-tindakan untuk


memerangi perdagangan gelap anak-anak dan tidak
dipulangkannya kembali anak-anak yang ada di luar negeri.
2. Untuk tujuan ini, maka Negara-negara Pihak, harus
meningkatkan pembuatan persetujuan-persetujuan bilateral

114
atau multilateral atau aksesi pada persetujuan-persetujuan
yang ada.

Pasal 18 1. Negara-negara Pihak harus menggunakan usaha-usaha


terbaiknya untuk menjamin pengakuan prinsip bahwa kedua
orang tua mempunyai tanggung jawwab bersama untuk
mendewasakan dan perkembangan anak. Orang tua atau,
bagaimanapun nanti, wali hukum, mempunyai tanggung jawab
utama untuk pendewasaan dan perkembangan anak.
Kepentingan-kepentingan terbaik si anak akan menjadi
perhatian dasar mereka.
2. Untuk tujuan menjamin dan meningkatkan hak-hak yang
dinyatakan dalam Konvensi ini, maka Negara-negara Pihak
harus memberikan bantuan yang tepat kepada orang tua dan
wali hukum, dalam melaksanakan tanggung jawab
membesarkan anak mereka, dan harus menjamin
perkembangan berbagai lembaga, fasilitas dan pelayanan bagi
pengasuhan anak-anak.

Pasal 19 1. Negara-negara Pihak harus mengambil semua tindakan


legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang tepat untuk
melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau
mental, luka-luka atau penyalahgunaan, penelantaran atau
perlakuan alpa, perlakuan buruk atau eksploitasi, termasuk
penyalahgunaan seks selam dalam pengasuhan (para) orang
tua, wali hukum atau orang lain manapun yang memiliki
tanggung jawab mengasuh anak.
2. Tindakan-tindakan perlindungan tersebut, sebagai layaknya,
seharusnya mencakup prosedur-prosedur yang efektif untuk
penyusunan program-program sosial untuk memberikan
dukungan yang perlu bagi mereka yang mempunyai tanggung
jawab perawatan anak, dan juga untuk bentuk-bentuk
pencegahan lain, dan untuk identifikasi, melaporkan,
penyerahan, pemeriksaan, perlakuan dan tindak lanjut
kejadian-kejadian perlakuan buruk terhadap anak yagn
digambarkan sebelum ini, dan, sebagaimana layaknya, untuk
keterlibatan pengadilan.

Pasal 20 1. Seorang anak yang secara sementara atau tetap dicabut dari
115
lingkungan keluarganya, atau yang demi kepentingannya sendiri
yang terbaik tidak diperkenankan tetap berada dalam
lingkungan tersebut, berhak atas perlindungan khusus dan
bantuan yang disediakan oleh Negara.
2. Negara-negara Pihak sesuai dengan undang-undang nasional
mereka harus menjamin pengasuhan alternatif bagi seorang
anak semacam itu.
3. Perawatan tersebut dapat mencakup, antara lain, penempatan
orang tua anak, kafalah dalam hukum Islam, adopsi, atau kalau
perlu penempatan dalam lembaga yang tepat untuk
pengasuhan anak. Ketika mempertimbangkan penyelesaian-
penyelesaiannya, maka harus diberikan perhatian yang
semestinya pada keinginan yang berkesinambungan dalam
pendidikan seorang anak dan para etnis, agama, latar belakang
budaya dan linguistik anak.

Pasal 21 Negara-negara Pihak yang mengakui dan/atau memperkenankan


sistem adopsi harus menjamin bahwa kepentingan-kepentingan
terbaik si anak akan merrupakan pertimbangan terpenting dan
mereka harus :
a) Menjamin bahwa adopsi seorang anak disahkan hanya oleh
para penguasa berwenang yang menetapkan, sesuai dengan
undang-undang dan prosedur-prosedur yang berlaku dan
berdasarkan semua informasi yang berhubungan dan dapat
dipercaya, bahwa adopsi diiperrkenankan menurut status
anak mengenai orang tua, saudara-saudara dan wali hukum
dan bahwa kalau dipersyaratkan, orang-orang yang
bersangkutan telah memberikan persetujuan adopsi
berdasarkan konseling sebagaimana yang mungkin
diperlukan;
b) Mengakui bahwa adopsi antar negara dapat dianggap sebagai
cara alternatif pengasuhan anak, kalau anak tidak dapat
ditempatkan dalam asuhan orang tua angkat atau keluarga
adoptif atau dalam setiap cara yang cocok tidak dapat diasuh
di Negara asal si anak ;
c) Menjamin bahwa anak yang bersangkutan dengan adopsi
antar-negara memperoleh perlindungan dan standar yang
sepadan dengan dengan perlindungan dan standar yang ada
dalam kasus adopsi nasional ;
d) Mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin

116
bahwa, dalam adopsi antar-negara, penempatannya tidak
berakibat dalam penghasilan keuangan yang tidak cocok bagi
yang terlibat di dalamnya ;
e) Meningkatkan, apabila tepat, tujuan-tujuan pasal ini dengan
membuat pengaturan-pengaturan atau persetujuan-
persetujuan bilateral atau multilateral dan berusaha, di dalam
kerangka kerrja ini, menjamin bahwa penempatan si anak di
negara lainnya dilaksanakan oleh para penguasa atau organ-
organ yang berwenang.

Pasal 25 Negara-negara Pihak mengakui hak seorang anak yang telah


ditempatkan oleh para penguasa yang berwenang untuk tujuan
perawatan, perlindungan atau pengobatan kesehatan fisiknya atau
kesehatan mentalnya atau peninjauan kembali secara berkala
terhadap perawatan yang diberikan kepada anak itu dan semua
keadaan lain yang relevan untuk penempatannya.
Pasal 27 4. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang
tepat untuk menjamin penggantian pengasuhan anak itu, dari
orang tua atau orang-orang lain yang mempunyai tanggung
jawab keuangan atas anak itu, bukan saja di dalam Negara
Pihak tetapi juga di luar negeri. Terutama, apabila orang yang
mempunyai tanggung jawab keuangan atas anak itu tinggal di
suatu Negara yang berbeda dengan Negara si anak, maka
Negara-negara Pihak harus meningkatkan aksesi ke
persetujuan-persetujuan internasional atau konklusi
persetujuan-persetujuan semacam itu, dan juga pembuatan
pengaturan-pengaturan lain yang tepat.
Pasal 39 Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat
untuk meningkatkan penyembuahan fisik dan psikologis dan integrasi
kembali sosial seorang anak yang menjadi korban bentuk
penelantarana apa pun, eksploitasi atau penyalahgunaan,
penganiayaan atau bentuk perlakuan kejam yang lain apa pun, tidak
manusiawi atau hukuman yang menghinakan, atau konflik
bersenjata. Penyembuhan dan integrasi kembali tersebut harus
berlangsung dalam suatu lingkungan yang meningkatkan kesehatan,
harga diri dan martabat si anak.

117
C. Konvensi Hak-Hak Anak, Klaster VI : Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan (Basic
health and welfare (arts. 6, 18, para. 3, 23, 24, 26,and 27, paras. 1-3))
Pasal 6 1. Negara-negara Pihak mengakui bahwa tiap-tiap anak mempunyai
hak yang melekat atas kehidupan.

2. Negara-negara Pihak harus menjamin sampai pada jangkauan


semaksimum mungkin ketahanan dan perkembangan anak.
Pasal 18 (3) 3. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat
untuk menjamin bahwa anak-anak dari orang tua yang bekerja berhak
atas keuntungan dari pelayanan-pelayanan dan fasilitas-fasilitas
pengasuhan anak, yang untuknya mereka memenuhi syarat.
Pasal 23 1. Negara-negara Pihak mengakui bahwa seorang anak yang cacat
mental atau cacat fisik harus menikmati kehidupan yang utuh dan
layak, dalam keadaan-keadaan yang menjamin martabat,
meningkatkan percaya diri dan memberikan fasilitas partisipasi aktif si
anak dalam masyarakat.

2. Negara-negara Pihak mengakui hak anak cacat atas perawatan


khusus dan harus mendorong dan menjamin, dengan tunduk pada
sumber-sumber yang tersedia, pemberian kepada anak yang
memenuhi syarat dan mereka yang bertanggung jawab atas
perawatannya, bantuan yang untuknya permintaan diajukan dan yang
sesuai dengan keadaan si anak dan keadaan-keadaan orang tua atau
orang-orang lain yang merawat anak itu.

3. Dengan mengakui kebutuhan-kebutuhan khusus seorang anak


cacat, maka bantuan yang diberikan, sesuai dengan ketentuan ayat 2
pasal yang sekarang ini, harus diadakan dengan cuma-cuma, setiap
waktu mungkin, dengan memperhatikan sumber-sumber keuangan
orang tua atau orang lain yang merawat si anak, dan harus dirancang
untuk menjamin bahwa anak cacat tersebut mempunyai akses yang
efektif ke dan menerima pendidikan, pelatihan, pelayanan perawatan
kesehatan, pelayanan rehabilitasi, persiapan bekerja dan kesempatan
rekreasi dalam suatu cara yang menghasilkan pencapaian integrasi
sosial yang paling sepenuh mungkin, dan pengembangan
perseorangan si anak termasuk pengembangan budaya dan jiwanya.

4. Negara-negara Pihak harus meningkatkan, dalam semangat kerja


sama internasional, pertukaran informasi yang tepat, di bidang
perawatan kesehatan yang preventif dan perlakuan medis, psikologis
dan fungsional dari anak cacat, termasuk penyebarluasan dan akses
118
ke informasi mengenai metode-metode rehabilitasi, pendidikan dan
pelayanan kejuruan, dengan tujuan memungkinkan Negara Pihak
untuk memperbaiki kemampuan dan keahlian mereka dan untuk
memperluas pengalaman mereka di bidang-bidang ini. Dalam hal ini,
perhatian khusus harus diberikan mengenai kebutuhan-kebutuhan
negara-negara sedang berkembang.
Pasal 24 1. Negara-negara Pihak mengakui hak anak atas penikmatan standar
kesehatan yang paling tinggi dapat diperoleh dan atas berbagai
fasilitas untuk pengobatan penyakit dan rehabilitasi kesehatan.
Negara-negara Pihak harus berusaha menjamin bahwa tidak seorang
anak pun dapat dirampas haknya atas aksers ke pelayanan perawatan
kesehatan tersebut.

2. Negara-negara Pihak harus mengejar pelaksanaan hak ini


sepenuhnya dan terutama, harus mengambil langkah-langkah yang
tepat untuk: (a) Mengurangi kematian bayi dan anak; (b) Menjamin
penyediaan bantuan kesehatan yang diperlukan dan perawatan
kesehatan untuk semua anak dengan penekanan pada perawatan
kesehatan primer; (c) Memerangi penyakit dan kekurangan gizi yang
termasuk dalam kerangka kerja perawatan kesehatan primer melalui,
antara lain, penerapan teknologi yang dengan mudah tersedia dan
melalui penyediaan pangan bergizi yang memadai dan air minum
bersih, dengan mempertimbangkan bahaya-bahaya dan resiko-resiko
pencemaran lingkungan; (d) Menjamin perawatan kesehatan sebelum
dan sesudah kelahiran yang tepat untuk para ibu; (e) Menjamin
bahwa semua bagian masyarakat, terutama orang tua dan anak,
diinformasikan, mempunyai akses ke pendidikan dan ditunjang dalam
penggunaan pengetahuan dasar mengenai kesehatan dan gizi anak,
manfaat-manfaat ASI, kesehatan dan sanitasi lingkungan dan
pencegahan kecelakaan; (f) Mengembangkan perawatan kesehatan
yang preventif, bimbingan bagi orang tua dan pendidikan dan
pelayanan keluarga berencana.

3. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang efektif


dan tepat dengan tujuan menghilangkan praktek-praktek tradisional
yang merusak kesehatan anak.

4. Negara-negara Pihak berusaha meningkatkan dan mendorong kerja


sama internasional dengan tujuan mencapai realisasi hak yang diakui
dalam pasal ini sepenuhnya dan secara progresif. Dalam hal ini, maka
harus diberikan perhatian khusus pada kebutuhan-kebutuhan negara-
119
negara sedang berkembang.
Pasal 26 1. Negara-negara Pihak harus mengakui untuk setiap anak hak atas
kemanfaatan dari jaminan sosial termasuk asuransi sosial dan harus
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai realisasi
hak ini sepenuhnya sesuai dengan hukum nasional mereka.

2. Kemanfaatan-kemanfaatan, apabila tepat, akan diberikan, dengan


memperhatikan sumber-sumber dan keadaan-keadaan anak itu dan
orang-orang yang bertanggung jawab memelihara dan mengasuh
anak tersebut, dan juga setiap pertimbangan lain yang relevan untuk
mengajukan permohonan berbagai kemanfaatan-kemanfaatan yang
dibuat oleh anak itu atau atas nama anak itu.
Pasal 27 (1- 1. Negara-negara Pihak mengakui hak setiap anak atas suatu standar
3) kehidupan yang memadai bagi perkembanga fisik, mental, spiritual,
moral dan sosial anak.

2. Orang tua atau orang-orang lain yang bertanggung jawab atas anak
itu mempunyai tanggung jawab primer untuk menjamin di dalam
kesanggupan dan kemampuan keuangan mereka, penghidupan yang
diperlukan bagi perkembangan si anak.

3. Negara-negara Pihak, sesuai dengan keadaan-keadaan nasional dan


di dalam sarana-sarana mereka, harus mengambil langkah-langkah
yang tepat untuk membantu orang tua dan orang-orang lain yang
bertanggung jawab atas anak itu untuk melaksanakan hak ini, dan
akan memberikan bantuan material dan mendukung program-
program, terutama mengenai gizi, pakaian dan perumahan.

D. Konvensi Hak-Hak Anak, Klaster VII: Pendidikan, Waktu Luang dan Kegiatan
Budaya (EDUCATION, LEISURE AND CULTURAL ACTIVITIES (arts. 28, 29 and 31))
Pasal 28 1. Negara-negara Pihak mengakui hak anak atas pendidikan, dan
dengan tujuan mencapai hak ini secara progresif dan berdasarkan
kesempatan yang sama, mereka harus, terutama: (a) Membuat
pendidikan dasar diwajibkan dan terbuka bagi semua anak; (b)
Mendorong perkembangan bentuk-bentuk pendidikan menengah
yang berbeda-beda, termasuk pendidikan umum dan pendidikan
kejuruan, membuat pendidikan-pendidikan tersebut tersedia dan
dapat dimasuki oleh setiap anak, dan mengambil langkah-langkah
yang tepat seperti memperkenalkan pendidikan Cuma-Cuma dan
menawarkan bantuan keuangan jika dibutuhkan; (c) Membuat
pendidikan yang lebih tinggi dapat dimasuki oleh semua anak
120
berdasarkan kemampuan dengan setiap sarana yang tepat; (d)
Membuat informasi pendidikan dan kejuruan dan bimbingan tersedia
dan dapat dimasuki oleh semua anak; (e) Mengambil langkah untuk
mendorong kehadiran yang tetap di sekolah dan penurunan angka
putus sekolah.

2. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat


untuk menjamin bahwa disiplin sekolah dilaksanakan dalam cara yang
sesuai dengan martabat manusia si anak dan sesuai dengan Konvensi
ini.

3. Negara-negara Pihak harus meningkatkan dan mendorong kerja


sama internasional dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan
pendidikan, terutama dengan tujuanmengarah pada penghapusan
kebodohan dan buta aksara di seluruh penjuru dunia dan memberikan
fasilitas akses ke ilmu pengetahuan dan pengetahuan teknik dan
metode-metode mengajar modern. Dalam hal ini, perhatian khusus
harus diberikan pada kebutuhan-kebutuhan negara-negara sedang
berkembang.
Pasal 29 1. Negara-negara Pihak bersepakat bahwa pendidikan anak harus
diarahkan ke: (a) Pengembangan kepribadian anak, bakat-bakat dan
kemampuan mental dan fisik pada potensi terpenuh mereka; (b)
Pengembangan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan
kebebasan-kebebasan dasar dan prinsip-prinsip yang diabadikan
dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa; (c) Pengembangan
penghormatan terhadap orang tua anak, jati diri budayanya sendiri,
bahasa dan nilai-nilainya sendiri terhadap nilai-nilai nasional dari
Negara di mana anak itu sedang bertempat tinggal, negara anak itu
mungkin berasal dan terhadap peradaban-peradaban yang berbeda
dengan miliknya sendiri;
(d) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab dalam
suatu masyarakat yang bebas, dalam semangat saling pengertian,
perdamaian, tenggang rasa, persamaan jenis kelamin, dan
persahabatan antara semua bangsa, etnis, warga negara dan
kelompok agama, dan orang-orang asal pribumi; (e) Pengembangan
untuk menghargai lingkungan alam.

2. Tidak satu pun bagian dari pasal ini atau pasal 28 dapat ditafsirkan
sehingga mengganggu kebebasan orang-orang dan badan-badan
untuk membuat dan mengarahkan lembaga-lembaga pendidikan,
dengan selalu tunduk pada pentaatan prinsip-prinsip yang dinyatakan
121
dalam ayat 1 pasal ini dan pada persyaratan-persyaratan bahwa
pendidikan yang diberikan dalam lembaga-lembaga tersebut harus
memenuhi standar minimum seperti yang mungkin ditentukan oleh
Negara yang bersangkutan.
Pasal 31 1. Negara-negara Pihak mengakui hak anak untuk beristirahat dan
bersenang-senang, untuk terlibat dalam bermain, dan aktivitas-
aktivitas rekreasi sesuai dengan umur anak itu dan berpartisipasi
dengan bebas dalam kehidupan budaya dan seni.

2. Negara-negara Pihak harus menghormati dan meningkatkan hak


anak untuk berpartisipasi dengan sepenuhnya dalam kehidupan
budaya dan seni dan harus mendorong pemberian kesempatan-
kesempatan yang tepat dan sama untuk aktivitas budaya, seni,
rekreasi dan bersenang-senang.

E. Konvensi Hak-Hak Anak, Klaster VIII: Langkah-langkah Perlindungan Khusus


(SPECIAL PROTECTION MEASURES (arts. 22, 30, 32-36, 37 (b)-(d), 38, 39 and 40))
Pasal 22 1. Negara-negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang tepat
untuk menjamin bahwa seorang anak yang sedang mencari status
pengungsi atau yang dianggap sebagai pengungsi, sesuai dengan
hukum dan prosedur internasional atau domestik yang berlaku,
apakah tidak diikuti atau diikuti oleh orang tuanya atau oleh orang
lain mana pun, harus menerima perrlindungan yang tepat dan
bantuan kemanusiaan dalam perrolehan hak-hak yang berlaku yang
dinyatakan dalam Konvensi ini dan dalam instrumen-instrumen hak-
hak asasi manusia atau kemanusiaan internasional yang lain, di mana
Negara-negara tersebut merupakan pesertanya.

2. Untuk tujuan ini, maka Negara-negara Pihak harus menyediakan,


seperti yang mereka anggap tepat, kerja sama dalam usaha apa pun
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi-organisasi antar
pemerintah lain yang berwenang, atau organisasi-organisasi non-
pemerintah, yang bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk melindungi dan membantu seorang anak semacam itu dan
melacak setiap orang tua atau anggota-anggota keluarga yang lain
dari pengungsi anak, agar dapat memperoleh informasi yang
diperlukan untuk melaksanakan repatriasi dengan keluarganya. Dalam
kasus apabila orang tua atau para anggota keluarga lainnya sama
sekali tidak dapat ditemukan, maka anak itu harus diberi perlindungan
yang sama seperti anak yang lainnya, yang secara tetap atau
sementara dicabut dari lingkungan keluarganya, karena alasan apa

122
pun, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi ini.

Pasal 30 Pada Negara-negara tersebut di mana terdapat minoritas etnis,


agama, atau linguistik atau orang-orang asal pribumi, seorang anak
yang termasuk dalam minoritas tersebut atau orang-orang pribumi
tidak dapat diingkari haknya, dalam masyarakat dengan anggota-
anggota lain dari kelompoknya, untuk menikmati kebudayaannya
sendiri, untuk menyatakan dan mengamalkan agamanya sendiri, atau
pun untuk menggunakan bahasanya sendiri.
Pasal 32 1. Negara-negara Pihak mengakui hak anak untuk dilindungi dari
eksploitasi ekonomi dan dari melakukan setiap pekerjaan yang
mungkin berbahaya atau mengganggu pendidikan si anak, atau
membahayakan kesehatan si anak atau pengembangan fisik, mental,
spiritual, moral dan sosialnya.

2. Negara-negara Pihak harus mengambil langkah-langkah legislatif,


administratif, sosial dan pendidikan untuk menjamin pelaksanaan
pasal ini. Untuk tujuan ini, dan dengan memperhatikan ketentuan-
ketentuan yang relevan dari instrumen-instrumen internasional yang
lain, maka Negara-negara Pihak harus terutama: (a) Menentukan
umur minimum atau umur-umur minimum untuk izin bekerja; (b)
Menetapkan peraturan yang tepat mengenai jam-jam kerja dan
syarat-syarat perburuhan; (c) Menentukan hukuman-hukuman atau
sanksi-sanksi lain yang tepat untuk menjamin pelaksanaan pasal ini
yang efektif.
Pasal 33 Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat,
termasuk tindakan legislatif, administratif, sosial dan pendidikan
untuk melindungi anak-anak dari penggunaan gelap obat-obatan
narkotika dan bahan-bahan psikotropik seperti yang didefinisikan
dalam perjanjian-perjanjian internasional yang relevan, dan untuk
mencegah penggunaan anak-anak dalam produksi dan perdagangan
gelap bahan-bahan tersebut.

Pasal 34 Negara-negara Pihak berusaha melindungi anak dari semua bentuk


eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual. Untuk tujuan-tujuan
ini, maka Negara-negara Pihak harus terutama mengambil semua
langkah nasional, bilateral dan multilateral yang tepat, untuk
mencegah: (a) Bujukan atau pemaksaan terhadap seorang anak untuk
terlibat dalam setiap aktivitas seksual yang melanggar hukum. (b)
Penggunaan eksploitatif terhadap anak-anak dalam pelacuran, atau
praktek-praktek seksual lainnya yang melanggar hukum. (c)

123
Penggunaan eksploitatif terhadap anak-anak dalam pertunjukan dan
bahan-bahan pornografis.
Pasal 35 Negara Pihak harus mengambil semua langkah nasional, bilateral dan
multilateral yang tepat, untuk mencegah penculikan, penjualan atau
perdagangan anak-anak untuk tujuan apa pun atau dalam bentuk apa
pun.
Pasal 36 Negara-negara Pihak harus melindungi anak dari semua bentuk
eksploitasi lainnya yang berbahaya untuk setiap segi-segi
kesejahteraan si anak
Pasal 37 (b) Tidak seorang anak pun dapat dirampas kebebasannya secara
(b,c,d) melanggar hukum atau dengan sewenang-wenang. Penangkapan,
penahanan atau pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan
undang-undang, dan harus digunakan hanya sebagai upaya jalan lain
terakhir dan untuk jangka waktu terpendek yang tepat;

(c) Setiap anak yang dirampas kebebasannya harus diperlakukan


manusiawi dan menghormati martabat manusia yang melekat, dan
dalam suatu cara dan mengingat akan kebutuhan-kebutuhan orang
pada umurnya. Terutama, setiap anak yang dirampas kebebasannya
harus dipisahkan dari orang dewasa kecuali penempatannya itu
dianggap demi kepentingan si anak dan harus mempunyai hak untuk
mempertahankan kontak dengan keluarga melalui surat-menyurat
dan kunjungan, kecuali bila dalam keadaan-keadaan luar biasa.

(d) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak atas akses segera
ke bantuan hukum dan bantuan lain yang tepat, dan juga hak untuk
menyangkal keabsahan perampasan kebebasannya, di hadapan suatu
pengadilan atau penguasa lain yang berwenang, mandiri dan adil, dan
atas putusan segera mengenai tindakan apa pun semacam itu.
Pasal 38 1. Negara-negara Pihak berusaha menghormati dan menjamin
penghormatan terhadap peraturan-peraturan hukum humaniter
internasional yang dapat berlaku bagi mereka dalam konflik
bersenjata yang relevan bagi anak itu.

2. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat


untuk menjamin bahwa orang-orang yang belum mencapai umur lima
belas tahun tidak mengambil suatu bagian langsung dalam
permusuhan.

3. Negara-negara Pihak harus mengekang diri agar tidak menerima


siapa pun yang belum mencapai umur lima belas tahun ke dalam

124
angkatan bersenjata mereka. Dalam menerima di antara orang-orang
tersebut, yang telah mencapai umur lima belas tahun tetapi belum
mencapai umur delapan belas tahun maka Negara-negara Pihak harus
berusaha memberikan prioritas kepada mereka yang tertua.

4. Sesuai dengan kewajiban-kewajiban mereka menurut hukum


humaniter internasional untuk melindungi penduduk sipil dalam
konflik bersenjata, maka Negara-negara Pihak harus mengambil
semua langkah yang tepat untuk menjamin perlindungan dan
pengasuhan anak-anak yang dipengaruhi oleh suatu konflik
bersenjata.

Pasal 39 Pasal 39 Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang


tepat untuk meningkatkan penyembuahan fisik dan psikologis dan
integrasi kembali sosial seorang anak yang menjadi korban bentuk
penelantarana apa pun, eksploitasi atau penyalahgunaan,
penganiayaan atau bentuk perlakuan kejam yang lain apa pun, tidak
manusiawi atau hukuman yang menghinakan, atau konflik bersenjata.
Penyembuhan dan integrasi kembali tersebut harus berlangsung
dalam suatu lingkungan yang meningkatkan kesehatan, harga diri dan
martabat si anak.
Pasal 40 1. Negara-negara Pihak mengakui hak setiap anak yang dinyatakan
sebagai tertuduh, atau diakui sebagai telah melanggar hukum pidana,
untuk diperlakukan dalam suatu cara yang sesuai dengan peningkatan
rasa penghormatan dan harga diri anak, yang memperkuat kembali
penghormatan anak terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-
kebebasan dasar orang-orang lain, dan yang memperhatikan umur
anak dan keinginan untuk meningkatkan integrasi kembali anak dan
pengambilan anak pada peran konstruktif dalam masyarakat.

2. Untuk tujuan ini, dan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan


dalam instrumen-instrumen internasional yang relevan, maka Negara-
negara Pihak, terutama, harus menjamin bahwa:

(a) Tidak seorang anak pun dapat dinyatakan, dituduh, atau diakui
telah melanggar hukum pidana, karena alasan berbuat atau tidak
berbuat yang tidak dilarang oleh hukum nasional atau internasional
pada waktu perbuatan-perbuatan itu dilakukan;

(b) Setiap anak yang dinyatakan sebagai atau dituduh telah


125
melanggar hukum pidana, paling sedikit memiliki jaminan-jaminan
berikut: (i) Dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah
menurut hukum; (ii) Diberi informasi denga segera dan langsung
mengenai tuduhan-tuduhan terhadapnya, dan, kalau tepat, melalui
orang tuanya atau wali hukumnya, dan mempunyai bantuan hukum
atau bantuan lain yang tepat dalam mempersiapkan dan
menyampaikan pembelaannya; (iii) Masalah itu diputuskan tanpa
penundaan, oleh suatu penguasa yang berwenang, mandiri dan
adil, atau badan pengadilan dalam suatu pemeriksaan yang adil
menurut hukum, dalam kehadiran bantuan hukum atau bantuan
lain yang tepat, dan kecuali dipertimbangkan tidak dalam
kepentingan terbaik si anak, terutama, dengan memperhatikan
umurnya atau situasinya, orang tuanya atau wali hukumnya; (iv)
Tidak dipaksa untuk memberikan kesaksian atau mengaku salah;
untuk memeriksa para saksi yang berlawanan, dan untuk
memperoleh keikutsertaan dan pemeriksaan para saksi atas
namanya menurut syarat-syarat keadilan; (v) Kalau dianggap telah
melanggar hukum pidana, maka putusan ini dan setiap upaya yang
dikenakan sebagai akibatnya, ditinjau kembali oleh penguasa lebih
tinggi yang berwenang, mandiri dan adil atau oleh badan
pengadilan menurut hukum; (vi) Mendapat bantuan seorang
penerjemah dengan cuma-cuma kalau anak itu tidak dapat
mengerti atau berbicara dengan bahasa yang digunakan; (vii)
Kerahasiaannya dihormati dengan sepenuhnya pada semua tingkat
persidangan.

3. Negara-negara Pihak harus berusaha meningkatkan pembuatan


undang-undang, prosedur-prosedur, para penguasa dan lembaga-
lembaga yang berlaku secara khusus pada anak-anak yang dinyatakan
sebagai, dituduh, atau diakui melanggar hukum pidana, terutama: (a)
Pembentukan umur minimum; di mana di bawah umur itu anak-anak
dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk melanggar hukum
pidana; (b) Setiap waktu yang tepat dan diinginkan, langkah-langkah
untuk menangani anak-anak semacam itu tanpa menggunakan jalan
lain pada persidangan pengadilan, dengan syarat bahwa hak-hak asasi
manusia dan perlindungan hukum dihormati sepenuhnya;

4. Berbagai pengaturan, seperti perawatan, bimbingan dan


pengawasan, perintah, penyuluhan, percobaan, pengasuhan anak
angkat, pendidikan dan program-program pelatihan kejuruan dan
pilihan-pilihan lain untuk perawatan kelembagaan harus tersedia

126
untuk menjamin bahwa anak-anak ditangani dalam suatu cara yang
sesuai dengan kesejahteraan mereka dan sepadan dengan keadaan-
keadaan mereka maupun pelanggaran itu.

6. OPTIONAL PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN


PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN,SUPPLEMENTING THE UNITED
NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME,2000,
(PROTOKOLUNTUK MENCEGAH,MENINDAK,DANMENGHUKUM
PERDAGANGANORANG,TERUTAMAPEREMPUANDAN ANAK-ANAK, MELENGKAPI
KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSAMENENTANGTINDAKPIDANA
TRANSNASIONALYANGTERORGANISASI) DIRATIFIKASI MELALUI UU NOMOR 14
TAHUN 2009. PASAL 2,3,5,6,7,8,9
Pasal 2 Tujuan dari Protokol ini adalah;
Pernyataan (a) Untuk mencegah dan memberantas perdagangan orang,
Tujuan dengan memberikan perhatian khusus kepada perempuan
dan anak-anak;
(b) Untuk melindungi dan membantu korban-korban perdagangan
tersebut, dengan menghormati sepenuhnya hak-hak asasi
mereka; dan
(c) Untuk mendorong kerjasama antar Negara-Negara Pihak untuk
memenuhi tujuan–tujuan tersebut.

Pasal 3 Untuk maksud protocol ini:


Penggunaan a) “Perdagangan orang” berarti perekrutan,
Istilah pengangkutan, pengiriman, penampungan, atau penerimaan
orang-orang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan
atau bentuk lain dari paksaan, penculikan, penipuan,
penyesatan, penyalahgunaan kekuasaan atau keadaan rentan
atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau
keuntungan untuk mendapatkan persetujuan dari
seseorang yang. Memiliki kekuasaan atas orang lain,
untuk tujuan eksploitasi, Eksploitasi meliputi, sekurang-
kurangnya, eksploitasi dalam pelacuran seseorang atau
bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa,
perbudakan atau praktek-praktek serupa dengan perbudakan,
penghambaan atau pengambilan organ-organ.
b) Persetujuan dari korban perdagangan orang atas eksploitasi

127
yang diniatkan sebagaimana disebutkan dalam ayat (a) pasal
ini menjadi tidak relevn apabila cara-cara yang disebutkan
dalam ayat (a) telah digunakan.
c) Perekrutan, pengangkutan, pengiriman,
penampungan, atau penerimaan seorang anak dengan
tujuan mengeksploitasi wajib dianggap sebagai “perdagangan
orang” meskipun tidak menggunakan cara-cara yang
disebutkan dalam ayat (a) pasal ini;
d) “Anak” berarti setiap orang yang berusia dibawah
delapan belas tahun.

Pasal 5 1. Setiap Negara Pihak wajib mengambil tindakan legislatif dan


Kriminalisasi tindakan lainnya yang diperlukan untuk menetapkannya
sebagai tindak pidana yang diatur dalam pasal 3 Protokol
ini, apabila dilakukan secara sengaja.

2. Setiap Negara Pihak wajib mengambil tindakan legislatif


atau tindakan lainnya yang diperlukan untuk menjadikannya
suatu tindak pidana:

a) Tunduk pada konsep-konsep dasar sistem hukumnya,


mencoba untuk melakukan suatu tindak pidana yang
ditetapkan pada ayat 1 pasal ini;
b) Berpartisipasi sebagai kaki tangan melakukan suatu tindak
pidana yang ditetapkan pada ayat 1pasal ini;
c) Mengorganisasi atau mengarahkan orang lain untuk
melakukan suatu tindak pidana yang ditetapkan pada ayat
1 pasal ini.
Pasal 6 II. Perlindungan bagi Korban-Korban Perdagangan Orang
Bantuan dan
1. Dalam kasus-kasus yang tepat dan sepanjang dimungkinkan
perlindungan
berdasarkan hukum nasionalnya, setiap Negara Pihak wajib
bagi korban
perdagangan melindungi kerahasiaan dan identitas korban perdagangan
orang orang, termasuk, antara lain, dengan merahasiakan proses
persidangan yang berhubungan dengan perdagangan tersebut.
2. Setiap Negara Pihak wajib memastikan bahwa system hokum
atau administrasi nasionalnya memuat tindakan-tindakan yang
memberikan korban perdagangan orang, dalam kasus-kasus
yang tepat:
a) Informasi tentang proses peradilan dan administrative yang
relevan;

128
b) Bantuan untuk memungkinkan pendapat dan
keprihatinan mereka disampaikan dan dipertimbangkan
ditahapan yang tepat dalam proses persidangan pidana
melawan pelanggar, dengan cara yang tidak merugikan hak-
hak pembelaan.
3. Setiap Negara Pihak wajib mempertimbangkan untuk
melaksanakan tindakan-tindakan bagi penyediaan pemulihan
fisik, psikologis dan sosial bagi korban- korban perdagangan
orang, termasuk, dalam kasus-kasus yang tepat, bekerja
sama dengan organisasi-organisasi non-pemerintah,
organisasi-organisasi relevan lainnya dan elemen-elemen
masyarakat sipil lainnya, dan, khususnya, ketentuan mengenai;
a) Perumahan yang layak;
b) Bimbingan dan informasi, khususnya terkait dengan hak-hak
hokum mereka, dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh
korban-korban perdagangan orang;
c) Bantuan kesehatan, psikologis dan materi;dan
d) Kesempatan-kesempatan kerja, pendidikan dan pelatihan.
4. Setiap Negara Pihak wajib memperhatikan, dalam
menerapkan ketentuan- ketentuan dalam pasal ini, umur, jenis
kelamin dan kebutuhan-kebutuhan khusus korban-korban
perdagangan orang, terutama kebutuhan-kebutuhan khusus
anak-anak, termasuk perumahan, pendidikan dan perawatan
yang layak.
5. Setiap Negara Pihak wajib berupaya untuk menyediakan
keamanan fisik bagi korban-korban perdagangan ketika mereka
berada didalam wilayahnya.
6. Setiap Negara Pihak wajib memastikan bahwa sistem hukum
nasionalnya memuat tindakan-tindakan yang
menawarkan kepada korban-korban perdagangan orang
kemungkinan untuk memperoleh kompensasi atas kerugian
yang dideritanya,

Pasal 7 1. Sebagai tambahan pengambilan tindakan-tindakan sesuai


Status dengan pasal 6 Protokol ini, setiap Negara Pihak wajib
korban mempertimbangkan untuk mengesahkan tindakan-tindakan
perdagangan legislatif atau tindakan-tindakan tepat lainnya yang
orang di mengizinkan korban-korban perdagangan orang untuk tetap
negara- berada diwilayahnya, untuk sementara waktu atau secara tetap,
negara dalam kasus-kasus yang tepat.

129
penerima 2. Dalam melaksanakan ketentuan dalam ayat 1 pasal ini, setiap
Negara Pihak wajib memberikan pertimbangan yang tepat
mengenai faktor-faktor kemanusiaan dan rasa belas kasihan.
Pasal 8 1. Negara Pihak dimana korban perdagangan orang adalah warga
Negara atau dimana orang tersebut mempunyai hak tinggal
Pemulangan
menetap pada saat memasuki wilayah Negara Pihak
korban
penerima wajib membantu dan menerima, dengan
perdagangan
memperhatikan keselamatan orang tersebut, pemulangan
orang
orang tersebut tanpa penundaan yang tidak semestinya atau
tidak beralasan.
2. Ketika suatu Negara Pihak memulangkan korban
perdagangan orang kepada Negara Pihak dimana orang
tersebut merupakan warga Negaranya atau dimana ia memiliki,
pada saat masuk wilayah Negara Pihak penerima. hak tinggal
menetap, pemulangan tersebut wajib memperhatikan
keamanan orang tersebut dan status dari proses hukum
apapun yang berhubungan dengan fakta bahwa orang
tersebut adalah korban dari perdagangan dan diutamakan
dilakukan secara sukarela.
3. Atas permintaan Negara Pihak penerima, suatu Negara Pihak
yang diminta wajib, tanpa penundaan yang tidak
semestinyaatau tidak beralasan, memastikan apakah orang
yang menjadi korban perdagangan orang adalah warga
negaranya atau memiliki hak tinggal menetap di wilayahnya
pada saat masuk ke dalam wilayah Negara Pihak penerima.
4. Untuk memudahkan pemulangan korban perdagangan
orang yang tidak memiliki dokumen yang layak, Negara
Pihak dimana orang tersebut adalah warga negaranya atau
dimana ia memiliki hak tinggal menetap pada saat masuk ke
dalam wilayah Negara Pihak Penerima wajib menyetujui untuk
menerbitkan, atas permintaan Negara Pihak penerima,
dokumen-dokumen perjalanan tersebut atau otorisasi yang
lain yang dianggap perlu untuk memungkinkan orang
tersebut pergi dan masuk kembali ke wilayahnya.
5. Pasal ini tidak dapat merugikan hak-hak yang diberikan
kepada korban- korban perdagangan orang oleh hokum
nasional Negara Pihak penerima.
6. Pasal ini tidak dapat merugikan perjanjian bilateral atau
multilateral yang berlaku atau perjanjian atau pengaturan
yang mengatur, secara menyeluruh atau sebagian,

130
pemulangan korban-korban perdagangan orang.
Pasal 9 III. Pencegahan,KerjasamadanTindakan-TindakanLainnya:
Pencegahan 1. Negara-Negara Pihak wajib membuat kebijakan-kebijakan,
perdagangan program-program dan tindakan-tindakan komprehensif lainnya:
orang (a) Untuk mencegah dan memberantas perdagangan orang; dan,
(b) Untuk melindungi korban-korban perdagangan orang,
terutama perempuan dan anak-anak agar tidak dijadikan
korban lagi
2. Negara-Negara Pihak wajib berupaya mengambil tindakan-
tindakan seperti penelitian, sosialisasi informasi dan
kampanye media massa dan inisiatif-inisiatif sosial dan
ekonomi untuk mencegah dan memberantas perdagangan
orang, Kebijakan-kebijakan, program-program dan tindakan-
tindakan lainnya yang dibuat sesuai dengan pasal ini wajib,
sepatutnya, termasuk keijasama dengan organisasi-
organisasinon pemerintah, organisasi-organisasi relevan lainnya
dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya.
3. Negara-Negara Pihak wajib mengambil atau memperkuat
tindakan-tindakan, termasuk melalui kerjasama bilateral atau
multilateral, untuk mengurangi faktor- faktor yangmembuat
orang-orang, terutama perempuan dan anak-anak, reman
terhadap perdagangan, seperti kemiskinan, keterbelakangan dan
kurangnya kesempatan yang setara.
4. Negara-Negara Pihak wajib mengambil atau memperkuat
tindakan-tindakan legislative atau tindakan-tindakan lainnya,
seperti pendidikan, tindakan-tindakan social atau kebudayaan,
termasuk melalui kerjasama bilateral dan multilateral, untuk
mengurangi permintaan yang memicu segala bentuk
eksploitasi orang, termasuk perempuan dan anak-anak, yang
mengarah keperdagangan.

131
7. CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION
AGAINST WOMEN,1979, PASAL 5 DAN 16

Pasal 5 Negara-negara Peserta wajib melakukan langkah-langkah-tindak yang


tepat:
a) Untuk mengubah pola tingkah-laku sosial dan budaya laki-laki
dan perempuan, dengan maksud untuk mencapai
penghapusan prasangka dan kebiasaan dan segala praktek
lainnya yang didasarkan atas inferioritas atau superioritas
salah satu jenis kelamin atau peran-peran stereotip laki-laki
dan perempuan;
b) Untuk menjamin bahwa pendidikan keluarga mencakup
pemahaman yang tepat mengenai kehamilan sebagai fungsi
sosial dan pengakuan tanggung jawab bersama laki-laki dan
perempuan dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak-
anaknya, dan dipahami bahwa kepentingan anak adalah
pertimbangan pertama dan utama dalam semua hal.

Pasal 16 1. Negara-negara Peserta wajib melakukan langkah-tindak yang


tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam
semua urusan yang berhubungan dengan perkawinan dan
hubungan
keluarga dan khususnya wajib menjamin, atas dasar kesetaraan
laki-laki dan perempuan:
(a) Hak-hak yang sama untuk masuk dalam ikatan perkawinan;
(b) Hak-hak yang sama untuk memilih dengan bebas pasangan
hidupnya dan untuk masuk ke dalam ikatan perkawinan hanya
dengan persetujuan bebas dan sepenuhnya;
(c) Hak-hak dan tanggung jawab yang sama selama perkawinan
dan pada pemutusan perkawinan;
(d) Hak-hak dan tanggung jawab yang sama sebagai orang-tua,
terlepas dari status perkawinannya, dalam persoalan yang
berhubungan dengan anak-anak mereka; dalam semua hal
kepentingan anak harus diutamakan;
(e) Hak-hak yang sama untuk secara bebas dan bertanggung
jawab memutuskan jumlah dan jarak usia anak-anak mereka
dan untuk mempunyai akses terhadap informasi, pendidikan
dan sarana untuk menggunakan hak-hak itu.
(f) Hak-hak dan tanggung jawab yang sama berkenaan dengan
perwalian, dan pengangkatan anak, atau lembaga-lembaga

132
yang sejenis dimana konsep-konsep ini ada dalam undang-
undang nasional; dalam semua hal kepentingan anak harus
diutamakan;
(g) Hak-hak pribadi yang sama sebagai suami-isteri termasuk hak
untuk memilih nama keluarga, profesi dan pekerjaan;
(h) Hak-hak yang sama bagi kedua pasangan sehubungan dengan
kepemilikan, pembelian, pengelolaan, administrasi,
penikmatan dan pelepasan hak milik, baik secara cuma-cuma
maupun dengan pertimbangan nilai harga.
2. Pertunangan dan perkawinan anak tidak akan mempunyai akibat
hukum, dan semua tindakan yang diperlukan, termasuk legislasi,
wajib dilakukan untuk menentukan usia minimum untuk menikah
dan untuk mewajibkan pencatatan perkawinan di tempat
pencatatan yang resmi.

8. INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL


MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES, JULY 2003, (KONVENSI
INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN HAK-HAK SELURUH PEKERJA
MIGRAN DAN ANGGOTA KELUARGANYA), PASAL 14, 22, 44

Pasal 14 Tidak seorang pun pekerja migran atau anggota keluarganya boleh
secara sewenang-wenang atau secara tidak sah diganggu dalam hal
urusan pribadi, keluarga, rumah tangga, korespondensi, atau
komunikasi lain, atau secara tidak sah diserang kehormatan dan
nama baiknya. Setiap pekerja migran dan anggota keluarganya harus
memiliki hak atas perlindungan hukum terhadap gangguan atau
serangan seperti itu.
Pasal 22 1. Para pekerja migran dan anggota keluarganya tidak boleh
menjadi sasaran kebijakan pengusiran secara massal. Setiap
kasus pengusiran harus diperiksa dan diputuskan sendiri-
sendiri.
2. Para pekerja migran dan anggota keluarganya hanya dapat
diusir dari wilayah suatu Negara Pihak atas suatu keputusan
yang diambil oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
hukum.
3. Keputusan tersebut wajib dikomunikasikan kepada mereka
dalam bahasa yang mereka pahami. Atas permintaan mereka,
kecuali merupakan kewajiban, keputusan itu wajib

133
disampaikan secara tertulis dan, kecuali dalam keadaan
terkait keamanan nasional, beserta alasan-alasannya. Orang-
orang yang bersangkutan wajib diberi tahu mengenai hak-hak
ini sebelum atau selambat-lambatnya pada saat keputusan itu
diambil.
4. Kecuali, apabila suatu keputusan akhir telah ditetapkan oleh
pengadilan yang berwenang, orang-orang yang bersangkutan
harus memiliki hak untuk menyampaikan alasan-alasan
mengapa mereka tidak boleh diusir dan untuk meminta
kasusnya ditinjau kembali oleh pejabat yang berwenang,
kecuali ditentukan sebaliknya, dengan alasan keamanan
nasional. Selama menunggu peninjauan kembali, orang-orang
yang bersangkutan harus memiliki hak untuk meminta
penundaan keputusan pengusiran tersebut.
5. Apabila keputusan pengusiran yang telah ditetapkan
kemudian dibatalkan, orang yang bersangkutan harus
memiliki hak untuk menuntut ganti rugi menurut hukum, dan
keputusan yang pertama tidak boleh dipergunakan untuk
mencegahnya memasuki kembali negara yang bersangkutan.
6. Dalam hal pengusiran, orang-orang yang bersangkutan harus
memiliki hak atas kesempatan yang cukup sebelum atau
sesudah keberangkatannya, untuk menyelesaikan
pembayaran gaji atau hak lain yang harus diberikan dan juga
utang-utangnya.
7. Tanpa mengurangi pelaksanaan keputusan pengusiran,
seorang pekerja migran atau anggota keluarganya yang
menjadi sasaran keputusan tersebut dapat memohon untuk
memasuki suatu negara yang bukan negara asalnya.
8. Dalam hal pengusiran seorang pekerja migran atau anggota
keluargannya, biaya pengusiran tidak boleh dibebankan
kepadanya. Orang yang bersangkutan dapat diminta untuk
membayar biaya perjalanannya sendiri.
9. Pengusiran dari negara tempat bekerja tidak boleh
mengurangi hak apa pun yang telah diperoleh pekerja migran
atau anggota keluarganya sesuai dengan hukum negara
tersebut, termasuk hak untuk menerima gaji dan hak lain
yang harus diterimanya.

Pasal 44 1. Negara-Negara Pihak, dengan mengakui bahwa keluarga


merupakan satuan kelompok masyarakat yang alami dan
mendasar serta berhak atas perlindungan masyarakat dan
134
Negara, wajib mengambil kebijakan yang tepat untuk
memastikan perlindungan terhadap kesatuan keluarga para
pekerja migran.
2. Negara-Negara Pihak wajib mengambil kebijakan yang
mereka anggap sesuai dan dalam kewenangannya untuk
memfasilitasi reunifikasi para pekerja migran dengan
pasangannya atau orangorang yang mempunyai hubungan
dengan pekerja migran yang, menurut hukum yang berlaku,
berakibat sama dengan perkawinan, serta dengan anak-anak
di bawah umur dalam tanggungan mereka yang belum
menikah.
3. Negara tujuan kerja, berdasarkan alasan-alasan kemanusiaan,
wajib mempertimbangkan dengan baik pemberian perlakuan
yang setara, sebagaimana ditentukan dalam ayat 2 Pasal ini,
kepada anggota keluarga lain dari pekerja migran.

9. OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON


THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY, 2000,
(PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN
ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK), DIRATIFIKASI MELALUI UU
NO. 10 TAHUN 2012. PASAL 1 – 10

Pasal 1 Negara-Negara Pihak harus melarang penjualan anak, prostitusi


anak, dan pornografi anak sebagaimana diatur dalam Protokol ini.
Pasal 2 Untuk tujuan Protokol ini:
a) Penjualan anak adalah setiap aksi atau transaksi di mana anak
dipindah tangankan oleh seseorang atau kelompok orang ke
pihak lainnya untuk suatu imbalan atau alas an lainnya;
b) Prostitusi anak adalah pemanfaatan seorang anak dalam
aktifitas seks untuk suatu imbalan alasan lainnya;
c) Pornografi anak adalah setiap perwujudan, melalui sarana
apapun, seorang anak yang terlibat dalam situasinya taat
audisimulasi yang secara eksplisit melakukan aktifitas seksual,
atau perwujudan lain dari organ seks anak yang utamanya
untuk tujuan seksual.

135
Pasal 3 1. Setiap Negara Pihak harus menjamin bahwa, setidaknya, aksi
dan aktifitas berikut ini, baik yang dilakukan didalam negeri
maupun lintas Negara atau secara perseorangan atau
terorganisir, sepenuhnya diatur dalam hukum pidananya:

(a)Dalam konteks penjualan anak sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 2:

(i) penawaran, pengantaran atau penerimaan anak


dengan cara apapun untuk tujuan:
a. eksploitasi seksual anak;
b. transfer organ tubuh anak untuk mencari
keuntungan;
c. pengikut sertaan anak dalam kerja paksa;
(ii)memperoleh persetujuan, dengan cara-cara yang tidak
semestinya, untuk adopsi anak sehingga melanggar
instrumen hukum internasional mengenai adopsi anak;

(b) menawarkan, memperoleh, membeli, atau menyediakan


seorang anak untuk prostitusi, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2;

(c) memproduksi, mendistribusikan, menyebarluaskan,


mengimpor, mengekspor, menawarkan, menjual, atau
memiliki hal-hal untuk tujuan pornografi anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2.

2. Dengan tunduk pada ketentuan hokum nasional Negara-


Negara Pihak, hal-hal yang sama harus diterapkan pada upaya
percobaan atas pelanggaran tersebut dan pada keterlibatan
atau keikutsertaan dalam pelanggaran tersebut.

3. Setiap Negara Pihak harus menjadikan pelanggaran-


pelanggaran ini dapat dihukum dengan hukuman yang layak
yang mempertimbangkan sifat beratdari pelanggaran tersebut.

4. Dengan tunduk pada ketentuan hokum nasionalnya, setiap


Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah, jika
dipandang perlu, untuk menegakkan hokum bagi pelaku atas
pelanggaran-pelanggaran sebagaimana termaktub dalam
ayat(1) Pasal ini. Dengan merujuk prinsip-prinsip hukum
Negara Pihak, penegakkan hokum bagi pelaku dapat secara
pidana, perdata, atau administratif.

136
5. Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah hokum
dan administrative yang layak untuk memastikan bahwa semua
orang yang terlibat dalam adopsi anak bertindak sesuai
dengan instrumen hokum internasional yang berlaku.

Pasal 4 1. Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang


mungkin diperlukan untuk menegakkan yurisdiksinya atas
pelanggaran-pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal

3 ayat(1), ketika pelanggaran-pelanggaran dilakukan didalam


wilayahnya atau diatas kapal atau pesawat terbang yang
terdaftar di Negara tersebut.

2. Setiap Negara Pihak dapat mengambil langkah-langkah yang


mungkin diperlukan untuk menegakkan yurisdiksinya atas
pelanggaran-pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal3
ayat (1)dalam kasus-kasus berikut:
a. ketika tersangka pelaku adalah warga negaranya atau
seseorang yang bertempat tinggal di wilayahnya;
b. ketika korban adalah warga negaranya.
3. Setiap Negara Pihak juga harus mengambil langkah-langkah
yang mungkin diperlukan untuk menegakkan yurisdiksinya atas
pelanggaran-pelanggaran yang disebutkan di atas saat
tersangka pelaku berada didalam wilayahnya dan tidak
mengekstradisi tersangka pelaku ke Negara Pihak lain dengan
alas an bahwa pelanggaran telah dilakukan oleh salah seorang
warga NegaraPihak lain tersebut.
4. Protokol ini tidak mengecualikan segala yurisdiksi pidana yang
dilaksanakan sesuai dengan hukum setempat.

Pasal 5 1. Pelanggaran-pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal


3 ayat (1) harus dianggap sebagai pelanggaran yang dapat
diektradiksikan dalam setiap perjanjian ekstradisi antara
Negara-Negara Pihak dan harus dimasukkan sebagai
pelanggaran yang dapat diekstradisikan dalam setiap
perjanjian ekstradisi yang diputuskan kemudian diantara
mereka, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
perjanjian-perjanjian tersebut.
2. Jika suatu Negara Pihak, yang mensyaratkan ekstradisi
dilakukan melalui suatu perjanjian, menerima permintaan
ekstradisi dari Negara Pihak lain yang tidak memiliki perjanjian

137
ekstradisi dengan Negara Pihak tersebut, Protokol ini dapat
dipertimbangkan oleh Negara Pihak tersebut sebagai dasar
hokum untuk ekstradisi berkenaan dengan pelanggaran
tersebut. Ekstradisi harus merujuk pada ketentuan-ketentuan
hokum dari Negara yang diminta.

3. Negara-Negara Pihak yang tidak mensyaratkan ekstradisi


dilakukan melalui suatu perjanjian harus mengakui
pelanggaran-pelanggaran tersebut sebagai pelanggaran yang
dapat diekstradisikan diantara mereka sendiri dengan merujuk
pada ketentuan-ketentuan hukum Negara yang diminta.

4. Untuk tujuan ekstradisi diantara Negara-Negara Pihak,


pelanggaran-pelanggaran tersebut harus diperlakukan tidak
hanya terbatas pada tempat terjadinya pelanggaran, tetapi
juga di wilayah dimana Negara-Negara diharuskan untuk
menegakkan yurisdiksinya sesuai dengan Pasal 4.

5. Jika suatu permintaan ekstradisi dibuat atas dasar pelanggaran


sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat(1), dan jika Negara
Pihak yang diminta menolak atau menyatakan tidakakan
melakukan ekstradisi dengan dasar kewarganegaraan dari
pelaku pelanggaran, Negara yang diminta tersebut harus
mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk menyampaikan
perkara tersebut kepada otoritasnya yang berwenang untuk
tujuan penuntutan.

Pasal 6 1. Negara-Negara Pihak harus memberikan bantuan terbaik


satu sama lainnya dalam penyelidikan atau tahapan
pemidanaan atau ekstradisi atas pelanggaran yang diatur
dalam Pasal 3ayat(1), termasuk memberikan bukti-bukti yang
tersedia dan dibutuhkan untuk tahapan-tahapan tersebut.

2. Negara-Negara Pihak harus melaksanakan kewajibannya sesuai


ayat(1) Pasal ini sejalan dengan segala perjanjian atau bentuk
kesepakatan lain tentang bantuan hokum timbale balik yang
mungkin ada. Jika tidak terdapat perjanjian atau kesepakatan
semacamitu, Negara- Negara Pihak harus menyediakan satu
sama lain bantuan yang sesuai dengan hokum domestik
mereka.

Pasal 7 Negara-Negara Pihak harus, dengan merujuk pada ketentuan


hukum nasional mereka:

138
(a) Mengambil langkah-langkah untuk menetapkan perampasan
dan penyitaan, sebagaimana mestinya, dari:
(i) Barang-barang seperti bahan, aset, dan peralatan lainya
yang digunakan untuk melakukan atau memfasilitasi
pelanggaran di bawah Protokol ini;
(ii)Hasil-hasil yang berasal dari pelanggaran tersebut.
(b)Memenuhi permintaan dari NegaraPihaklain untuk merampas
atau menyita barang- barang atau hasil-hasil sebagaimana
dimaksud pada sub ayat (a) (i);

(c) Mengambil langkah-langkah yang bertujuan untuk menutup,


dengan sementara atau permanen, tempat-tempat yang digunakan
untuk melakukan pelanggaran tersebut.

Pasal 8 1. Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang


layak untuk melindungi hak- hak dan kepentingan anak-anak
yang menjadi korban praktik-praktik yang dilarang dalam
Protokol ini padasemua tahapan proses peradilan pidana,
khususnya dengan:

(a)mengakui kerentanan anak-anak yang menjadi korban


dan melakukan penyesuaian prosedur untuk mengenali
kebutuhan khusus mereka, termasuk kebutuhan khusus
mereka sebagai saksi;

(b) memberitahu anak-anak yang menjadi korban tentang


hak-hak dan peran mereka, serta ruang lingkup, waktu, dan
kemajuan tahapan, dan penyelesaian perkara mereka;

(c)memungkinkan pandangan, kebutuhan, dan perhatian


dari anak-anak yang menjadi korban untuk disampaikan
dan dipertimbangkan dalam tahapan dimana kepentingan
pribadi mereka terpengaruh, dengan cara yang konsisten
dengan peraturan prosedural hukum nasional;

(d)menyediakan layanan dukungan yang sesuai kepada


anak-anak yang menjadi korban selamaproses hukum;

(e)melindungi, sesuaiyang dibutuhkan, privasi dan identitas


anak-anak yang menjadikorban, dan mengambil langkah-
langkah yang sesuai dengan hokum nasional untuk
menghindari penyebaran informasi yang tidak sesuai yang
dapat mengarah pada identifikasi anak-anak yang menjadi

139
korban;

(f) menjamin, dalam kasus-kasus tertentu, keselamatan


anak-anak yang menjadi korban, dan juga keluarga mereka
serta saksi yang mewakili mereka, dari intimidasi dan
pembalasan;

(g) menghindari penundaan yang tidak perlu dalam


penyelesaian perkara dan pelaksanaan perintah atau
keputusan yang memberikan kompensasi kepada anak-
anak yang menjadi korban.

2. Negara-Negara Pihak harus menjamin bahwa keraguan


mengenai usia korban tidak menghalangi dimulainyas uatu
penyelidikan pidana, termasuk penyelidikan yang bertujuan
untuk menetapkan usia korban.

3. Negara-Negara Pihak harus menjamin bahwa, dalam


memberlakukan system peradilan pidana bagi anak yang
merupakan korban pelanggaran yang diatur dalam Protokol
ini, kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan
utama.

4. Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah untuk


menjamin pelatihan yang layak,khususnya pelatihan hokum
dan psikologi, bagi orang yang menangani korban pelanggaran
yang diatur dalam Protokol ini.

5. Negara-Negara Pihak harus,dalam kasus-kasus tertentu,


menetapkan langkah-langkah untuk melindungi keselamatan
dan integritas orang-orang dan/atau organisasi yang
melakukan upaya pencegahan dan/atau perlindungan dan
rehabiIitasi korban pelanggaran tersebut.

6. Tidak ada satu hal pun dalam Pasal ini yang dapat ditafsirkan
merugikan atau tidak konsisten dengan hak-hak terdakwa atas
pengadilan yang adil dan tidak memihak.

Pasal 9 1. Negara-Negara Pihak harus mengadopsi atau


memperkuat, melaksanakan dan menyebarluaskan undang-
undang, langkah-langkah administratif, kebijakan dan program
social untuk mencegah pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam Protokol ini. Perhatian khusus harus diberikan untuk
melindungi anak-anak yang khususnya rentan terhadap

140
praktik- praktik ini.

2. Negara-Negara Pihak harus memajukan kesadaran masyarakat


secara luas, termasuk anak- anak, melalui informasi dengan
semua sarana yang sesuai, pendidikan dan pelatihan, tentang
langkah-langkah pencegahan dan dampak yang merusak dari
pelanggaraan yang dimaksud dalam Protokol ini. Dalam
memenuhi kewajiban dibawah Pasal ini,Negara-Negara Pihak
harus mendorong partisipasi masyarakat dan, khususnya,
anak-anak dan mereka yang menjadi korban, didalam
informasi, pendidikan dan program pelatihan tersebut,
termasuk ditingkat internasional.

3. Negara-Negara Pihak harus mengambil semua langkah yang


memungkinkan dalam rangka menjamin tersedianya bantuan
yang layak bagi korban pelanggaran, termasuk reintegrasi
sosial, dan pemulihan fisik dan psikis mereka secara penuh.

4. Negara-Negara Pihak harus menjamin bahwa semua anak yang


menjadi korban pelanggaran yang diatur dalam Protokol ini
tanpa diskriminasi memperoleh akses terhadap prosedur yang
memadai untuk memperoleh kompensasi atas kerugian dari
pihak yang secara hukum bertanggungjawab.

5. Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang


tepat dan efektif untuk melarang produksi dan penyebaran
materi iklan yang mengandung pelanggaran yang diatur dalam
Protokol ini.

Pasal 10 1. Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang


diperlukan untuk memperkuat kerja sama internasional
melalui perjanjian multilateral, regional, dan bilateral dalam
rangka pencegahan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
dan hukuman bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab atas
tindakan yang terkait dengan penjualan anak, prostitusi anak,
pornografi anak, dan pariwisata seks anak. Negara-Negara
Pihak juga harus memajukan kerja sama dan koordinasi
internasional diantara otoritas mereka, organisasi non
pemerintah nasional dan internasional dan organisasi-
organisasi internasional.

2. Negara-Negara Piha kharus memajukan kerjasama


internasional untuk membantu anak-anak yang menjadi

141
korban dalam pemulihan fisik dan psikis, reintegrasi social
serta pemulangan mereka.

3. Negara-Negara Pihak harus memajukan penguatan kerjasama


internasional untuk mengatasi akar permasalahan, seperti
kemiskinan dan keterbelakangan pembangunan, yang
melandasi kerentanan anak-anak terhadap terjadinya
penjualan anak, prostitusi anak, pornografi anak, dan
pariwisata seks anak.

4. Negara-Negara Pihak, dalam posisi untuk melakukan hal-hal


demikian, harus menyediakan bantuan keuangan, teknik, atau
bantuan lainnya melalui program multilateral, regional,
bilateral atau program-program lainnyayang ada.

10. UU NO. 20 TAHUN 1999 TENTANG RATIFIKASI KONVENSI ILO NO. 138,
MENGENAI:ILO MINIMUM AGE CONVENTION, 1973 (NO.138)

Article 2 3) The minimum age specified in pursuance of paragraph 1 of this


Article shall not be less than the age of completion of compulsory
schooling and, in any case, shall not be less than 15 years.
4) Notwithstanding the provisions of paragraph 3 of this Article, a
Member whose economy and educational facilities are
insufficiently developed may, after consutation with the
organizations of employers and workers concerned, where such
exist, initially specify a minimum age of 14 years.

11. ILO WORST FORMS OF CHILD LABOUR CONVENTION (NO.182), 1999, (KONVENSI
ILO NOMOR 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA
PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK)
DIRATIFIKASI MELALUI UU NO. 1 TAHUN 2000. PASAL 3, MENYATAKAN:

Pasal 3 Dalam konvensi ini, istilah "bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk


anak" mengandung pengertian :
a. segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis
perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak,
kerja ijon (debt bondage) dan perhambaan serta kerja paksa
142
atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak-anak secara
paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik
bersenjata;
b. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk
pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk
pertunjukan-pertunjukan porno;
c. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk
kegiatan haram, khususnya untuk produksi dan perdagangan
obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian
internasional yang relevan.
d. pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan itu
dilakukan dapat membahayakan kesehatan, atau moral anak-
anak.

12. HAGUE CONVENTION ON PROTECTION OF CHILDREN AND COOPERATION IN


RESPECT OF INTERCOUNTRY ADOPTION - HAGUE CONFERENCE ON PRIVATE
INTERNATIONAL LAW, THE HAGUE, 29 MAY 1993 ENTERED INTO FORCE: 1 MAY
1995, PASAL 11
Pasal 11 An accredited body shall :
a) pursue only non-profit objectives according to such
conditions and within such limits as may be established by the
competent authorities of the State of accreditation;
b) be directed and staffed by persons qualified by their ethical
standards and by training or experience to work in the field of
intercountry adoption; and
c) be subject to supervision by competent authorities of that
State as to its composition, operation and financial situation.

143
B. Perundang-undangan Nasional Yang Terkait Dengan Hak-hak Anak dan Perlindungan
Anak, diantaranya:
1. Kewajiban Negara
2. Tanggung Jawab dan Tugas Orang Tua/ Keluarga / Kuasa Asuh Orang Tua /
Pencabutan Kuasa Asuh Orang Tua dan Pemisahan Anak Dari Orang Tua / Hak
Anak Mengetahui dan Diasuh Oleh Orang Tua.
3. Hak Anak Atas Identitas
4. Anak Penyandang Disabilitas
5. Perlindungan Anak
6. Hak Anak Untuk Menyatakan Pandangannya Dalam Setiap Keputusan Yang
Mempengaruhi Kehidupannya
7. Orangtua Asuh
8. Wali / Perwalian
9. Pengangkatan Anak
10. Pengasuhan Berbasis Residensial / Panti
11. Mekanisme Pengaduan (Komplain) Bagi Anak
12. Pengawasan dan Monitoring Independen
13. Hak Properti Anak
14. Hak Anak Atas Periodic Review (tinjauan berkala) dan Tanggungjawab Pekerja
Sosial Dalam Melakukan Asesmen, Monitoring Atas Anak Yang Telah Diputuskan
Untuk Ditempatkan Pada Pengasuhan Diluar Rumah
15. Peran Masyarakat dan Lembaga Non Pemerintah
16. Hak Anak Atas Pendidikan, Waktu Luang / Bermain dan Budaya
17. Hak Anak Atas Kesehatan
18. Hak Anak Atas Agama
Berikut rangkuman Kerangka Hukum Nasional tersebut:

1. KEWAJIBAN NEGARA

UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 49


Tentang Perkawinan (1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut
kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk
waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain,
keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara
kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang
dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. Ia berkelakuan buruk sekali.

(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka


masih berkewajiban untuk memberi pemeliharaan kepada
144
anak tersebut.

Pasal 51 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5)


(3) Wali wajib mengurus anak yang di bawah
penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan
menghormati agama dan kepercayaan itu.
(4) Wali wajib membuat daftar harta benda yang berada di
bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan
mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak
atau anak-anak itu.
(5) Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang
berada di bawah perwaliannya serta kerugian yang
ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya.

Pasal 53
(1) Wali dapat di cabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal
yang tersebut dalam pasal 49 Undang-undang ini.
(2) Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimna
dimaksud pada ayat (1) pasal ini oleh Pengadilan ditunjuk
orang lain sebagai wali.

Pasal 54
Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda
anak yang di bawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau
keluarga tersebut dengan keputusan Pengadilan, yang
bersangkutan dapat di wajibkan untuk mengganti kerugian
tersebut.

UU No. 4 Tahun 1979 Pasal 4


Tentang (1) Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak
Kesejahteraan Anak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan.
(2) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 10
(1) Orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya
145
sebagaimana termaksud dalam Pasal 9, sehingga
mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya
sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk
orang atau badan sebagai wali.
(2) Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak
menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan
untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya,
penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya.
(3) Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orang tua
ditetapkan dengan keputusan hakim.
(4) Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

UU No. 23 Tahun Pasal 21


2002 Tentang Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung
Perlindungan Anak jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak
tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak,
urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.

Pasal 22
Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung
jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan perlindungan anak.

Pasal 23
(1) Negara dan pemerintah menjamin perlindungan,
pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau
orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap
anak.
(2) Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan
perlindungan anak.
Pasal 24
Negara dan pemerintah menjamin anak untuk
146
mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat
sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

Pasal 29
(1) Jika terjadi perkawinan campuran antara warga negara
Republik Indonesia dan warga Negara asing, anak yang
dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak memperoleh
kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk
memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada
dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.
(3) Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), sedangkan anak belum mampu menentukan
pilihan dan ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia,
demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan
ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status
kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.

Pasal 55
(1) Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan
perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di
luar lembaga.
(2) Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat.
(3) Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan
anak terlantar, lembaga pemerintah dan lembaga
masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat
mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak yang
terkait.
(4) Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan
perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.

Pasal 59
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan

147
bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan
khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang
berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas
dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,
penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik
fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan
anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Pasal 76
Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas :
melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan
anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima
pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,
pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak; memberikan laporan,
saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam
rangka perlindungan anak.

U No. 21 Tahun 2007 Pasal 57


Tentang (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan
Pemberantasan keluarga wajib mencegah terjadinya tindak pidana
Tindak Pidana perdagangan orang.
Perdagangan Orang
(PTPPO) (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat
kebijakan, program, kegiatan, dan mengalokasikan
anggaran untuk melaksanakan pencegahan dan
penanganan masalah perdagangan orang.

Pasal 8
(1)Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan
kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana
perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal
2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
148
(1) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa
pemberhentian secara tidak dengan hormat dari
jabatannya.
(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.

2. TANGGUNG JAWAB DAN TUGAS ORANG TUA/KELUARGA / KUASA ASUH ORANG


TUA / PENCABUTAN KUASA ASUH ORANG TUA DAN PEMISAHAN ANAK DARI
ORANG TUA / HAK ANAK MENGETAHUI DAN DIASUH OLEH ORANG TUA.

UU No. 01 Tahun Pasal 45


1974 Tentang
Perkawinan (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-
anak mereka sebaik-baiknya

(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri
kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara
kedua orang tua putus.

Pasal 48
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
menggandakan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya
yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila
kepentingan anak itu menghendakinya.
UU No. 04 Tahun Pasal 9
1979 Tentang Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggungjawab
Kesejahteraan Anak atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani,
jasmani maupun sosial.

UU No. 39 Tahun Pasal 56


1999 Tentang HAM (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang
tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuannya sendiri.
Pasal 57
(1) setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara,
dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya
149
oleh orang tua tua atau walinya sampai dewasa dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

UU No. 23 Tahun Pasal 26


2002 Tentang (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab
Perlindungan Anak untuk :
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi
anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-
anak.

UU No. 23 Tahun Pasal 9


2004 Tentang (1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam
Kekerasan Dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang
Rumah Tangga berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia
(KDRT) wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut.

UU No. 01 Tahun Pasal 47


1974 Tentang (1) Anak yang belum mencapai umur 18 ( delapan belas )
Perkawinan tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada
di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak
dicabut dari kekuasaannya.

(2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala


perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.
UU No. 23 Tahun Pasal 26
2002 Tentang (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :
Perlindungan Anak
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi
anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-
anak.

150
UU No. 01 Tahun Pasal 49
1974 Tentang (1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut
Perkawinan kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk
waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain,
keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara
kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang
dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. Ia berkelakuan buruk sekali.
(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka
masih berkewajiban untuk memberi pemeliharaan kepada
anak tersebut.

UU No. 04 Tahun Pasal 10


1979 Tentang (1) Orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya
kesejahteraan Anak sebagaimana termaksud dalam Pasal 9, sehingga
mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya
sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk
orang atau badan sebagai wali.
(2) Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak
menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan
untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya,
penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya.
(3) Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orang tua
ditetapkan dengan keputusan hakim.
(4) Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

UU No. 39 Tahun Pasal 56 ayat (2)


1999 Tentang HAM Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan
memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan
Undang-undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau
diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

151
Pasal 59
(1) Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang
tuanya secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri,
kecuali jika ada alas an dan atauran yang sah yang
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak.
(2) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
hak anak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan
pribadi secara tetap dengan orang tuanya tetap dijamin
oleh Undang-undang.
UU No. 23 Tahun Pasal 14
2002 tentang Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri,
Perlindungan Anak kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir.

Pasal 26 ayat (2)


Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui
keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat
melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka
kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 30
(1) Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26, melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan
tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat
dicabut.
(2) Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau
pencabutan kuasa asuh sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.

Pasal 31
(1) Salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga
sampai derajat ketiga, dapat mengajukan permohonan ke
pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan
tentang pencabutan kuasa asuh orang tua atau melakukan

152
tindakan pengawasan apabila terdapat alasan yang kuat
untuk itu.
(2) Apabila salah satu orang tua, saudara kandung, atau
keluarga sampai dengan derajat ketiga, tidak dapat
melaksanakan fungsinya, maka pencabutan kuasa asuh
orang tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat juga
diajukan oleh pejabat yang berwenang atau lembaga lain
yang mempunyai kewenangan untuk itu.
(3) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat menunjuk orang perseorangan atau lembaga
pemerintah/masyarakat untuk menjadi wali bagi yang
bersangkutan.
(4) Perseorangan yang melaksanakan pengasuhan anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus seagama
dengan agama yang dianut anak yang akan diasuhnya.

Pasal 32
Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 ayat (3) sekurang-kurangnya memuat ketentuan :
a. tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan
orang tua kandungnya;
b. tidak menghilangkan kewajiban orang tuanya untuk
membiayai hidup anaknya; dan
c. batas waktu pencabutan.

UU No. 23 Tahun Pasal 7


2002 Tentang (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya,
Perlindungan Anak dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

Pasal 14
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri,
kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir.

153
UU No. 39 Tahun Pasal 56
1999 Tentang HAM (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang
tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuannya sendiri.
(2) Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan
dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan
Undang-undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau
diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. HAK ANAK ATAS IDENTITAS

UU No 23 Tahun Pasal 5
2002 Tentang
Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri
Perlindungan Anak dan status kewarganegaraan.

Pasal 27
(1) Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak
kelahirannya.
(2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dituangkan dalam akta kelahiran.
(3) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat
keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau
membantu proses kelahiran.
(4) Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak
diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya,
pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan
pada keterangan orang yang menemukannya.

Pasal 28
(1) Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab
pemerintah yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan
serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan/desa.
(2) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan.

154
(3) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) tidak dikenai biaya.
(4) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat
pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), diatur dengan peraturan perundang-undangan.

UU No 23 tahun 2006 Pasal 27


tentang Administrasi (1) Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada
Kependudukan
Instansi Pelaksana di tempatterjadinya peristiwa kelahiran
(Adminduk) paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pejabat Pencatatan Sipilmencatat pada Register Akta
Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

Pasal 28
(1) Pencatatan kelahiran dalam Register Akta Kelahiran dan
penerbitan Kutipan Akta Kelahiran terhadap peristiwa
kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya atau
keberadaan orang tuanya, didasarkan pada laporan orang
yang menemukan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan dari
kepolisian.

Pasal 90
(1) Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa
denda apabila melampaui batas waktu pelaporan Peristiwa
Penting dalam hal:
a. kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1) atau Pasal 29 ayat (4) atau Pasal 30 ayat (6)
atau Pasal 32 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (1):

(2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).

155
4. ANAK PENYANDANG DISABILITAS
UU No. 4 Tahun Pasal 7
1979 Tentang Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk
Kesejahteraan Anak mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh
batas kemampuan dan kesanggupan anak yang
bersangkutan.

UU No. 4 Tahun 1997 Pasal 6


Tentang Penyandang
Setiap penyandang cacat berhak memperoleh :
Cacat
1. pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan;
2. pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan
jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan
kemampuannya;
3. perlakuan yang sama untuk berperan dalam
pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya;
4. aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya;
5. rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial; dan
6. hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat,
kemampu-an, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi
penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga
dan masyarakat
UU No. 39 Tahun Pasal 41
1999 Tentang HAM (1) Setiap warga negara berhak atas jaminan social yang
dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan
pribadinya secara utuh.
(2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut,
wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh
kemudahan dan perlakuan khusus.

Pasal 42
Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau
cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan,
pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk
menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat
kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan
156
kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pasal 54
Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak
memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan
bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin
kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan,
meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
UU No. 11 Tahun Pasal 5
2009 Tentang (1) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada:
Kesejahteraan Sosial a. perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok; dan/atau
d. masyarakat.
(2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang
memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan
dan memiliki kriteria masalah sosial: “…c.
kecacatan…”

Pasal 9
(1) Jaminan sosial dimaksudkan untuk:
a. menjamin “… penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat
fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang
mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar
kebutuhan dasarnya terpenuhi…”

UU No. 23 Tahun Pasal 9


2002 Tentang (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
Perlindungan Anak pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak
memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak
yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus.
157
Pasal 12
Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh
rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial.

Pasal 46
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit
yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau
menimbulkan kecacatan.

Pasal 51
Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental
diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk
memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.

Pasal 59
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus
kepada anak “… anak yang menyandang cacat…”

Pasal 62
Perlindungan khusus bagi anak korban kerusuhan, korban
bencana, dan anak dalam situasi konflik bersenjata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b, huruf c, dan
huruf d, dilaksanakan melalui: “… b. pemenuhan kebutuhan
khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang
mengalami gangguan psikososial…”

Pasal 70
Perlindungan khusus bagi anak yang menyandang cacat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui
upaya :
perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat
dan hak anak; pemenuhan kebutuhan-kebutuhan khusus;
dan memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya
untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan
pengembangan individu.

158
5. PERLINDUNGAN ANAK

U No. 39 Tahun 1999 Pasal 58


Tentang HAM (1) Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan
hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental,
penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual
selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau
pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuh
anak tersebut.
(2) Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak
melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental,
penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual
termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap
anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan
pemberatan hukuman.

UU No. 23 Tahun Pasal 4


2002 Tentang Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
Perlindungan Anak berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,
atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak
melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan
hukuman.

159
Pasal 15
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur
kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.

Pasal 16
(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari
sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi.
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai
dengan hukum.
(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara
anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang
berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

Pasal 17
(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan
penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya
secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum
yang berlaku; dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan
pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak
dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan
seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak
dirahasiakan.

Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana
berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

160
Pasal 59
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus
kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak
yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan
dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik
dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak
korban perlakuan salah dan penelantaran.

UU No. 13 Tahun Pasal 68


2003 Tentang Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
Ketenagakerjaan

Pasal 69
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat
dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas)
tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk
melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan
ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ha-rus
memenuhi persyaratan :
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua
atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu
waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

161
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf
a, b, f, dan g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada
usaha keluarganya.

Pasal 70
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang
merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan
yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling
sedikit berumur 14 (empat belas) tahun.
(3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dilakukan dengan syarat :
a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan
pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam
melaksanakan pekerjaan; dan
b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja.

Pasal 71
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk
mengembangkan bakat dan minatnya.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi syarat :
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau
wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu
perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu
sekolah.
(3) Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk
mengembangkan bakat dan minat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri.

Pasal 72
Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan
pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus

162
dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

Pasal 73
Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja,
kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
Pasal 74
(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak
pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.
(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud
dalam ayat (1) meliputi :
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau
sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan,
atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi
pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan,
atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan
minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya; dan/atau
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan,
keselamatan, atau moral anak.
(3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan,
keselamatan, atau moral anak sebagaimana di-maksud
dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.

Pasal 75
(1) Pemerintah berkewajiban melakukan upaya
penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja.
(2) Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

UU No. 23 Tahun Pasal 9


2004 Tentang (1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam
Kekerasan Dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang

163
Rumah Tangga berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia
(KDRT) wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut.

UU No. 21 Tahun Pasal 5


2007 Tentang Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan
Pemberantasan Tidak menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan
Pidana Perdagangan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara
Orang (PTPPO) paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 6
Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam
atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang
mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana
dengan pidana penjarapaling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).

Pasal 7
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6
mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan
jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan
jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi
reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat (2),
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2


ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan
matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama penjara seumur
164
hidup dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

Pasal 8
(1) Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan
kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana
perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal
2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.

(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa
pemberhentian secara tidak dengan hormat dari
jabatannya.

(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.

Pasal 17
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka
ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 38
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan terhadap saksi dan/atau korban anak dilakukan
dengan memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak
dengan tidak memakai toga atau pakaian dinas.

Pasal 39
(1) Sidang tindak pidana perdagangan orang untuk
memeriksa saksi dan/atau korban anak dilakukan dalam
sidang tertutup.

165
(2) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) saksi dan/atau korban anak wajib didampingi orang
tua, wali, orang tua asuh, advokat, atau pendamping
lainnya.
(3) Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan tanpa
kehadiran terdakwa.

Pasal 40
(1) Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak, atas
persetujuan hakim, dapat dilakukan di luar sidang
pengadilan dengan perekaman.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang.

UU No. 44 Tahun Pasal 4


2008 Tentang (1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat,
Pornografi memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,
menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan
pornografi yang secara eksplisit
memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang
menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:


a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau
tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual;
atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung
maupun tidak langsung layanan seksual.
166
UU No 35 Tahun Pasal 133
2009 Tentang (1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan
Narkotika sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan,
memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman,
memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat,
atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115,
Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120,
Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,
Pasal 126, dan Pasal 129 dipidana dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan


sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan,
memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman,
memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat,
atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk
menggunakan Narkotika, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 134
(1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan
sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling
banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(2) Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan
Pecandu Narkotika tersebut dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
UU No 11 Tahun Pasal 3 Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:
2012 Tentang (e) bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan
SPPA lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan
derajat dan martabatnya;

167
6. HAK ANAK UNTUK MENYATAKAN PANDANGANNYA DALAM SETIAP KEPUTUSAN
YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPANNYA

UU No. 39 Tahun Pasal 55


1999 Tentang HAM Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya,
berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat
intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua
dan atau wali.

Pasal 60
(2) Setiap anak berhak mencari, menerima, dam
memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas
dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai
dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepattutan.

Pasal 66 AYAT (7)


Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk
membela diri dan memperoleh keadilan di depan
Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam
sidang yang tertutup untuk umum.

UU No. 23 Tahun
Pasal 4
2002 Tentang
Perlindungan Anak Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 10
Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,
menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
dan kepatutan.

Pasal 24
Negara dan pemerintah menjamin anak untuk
mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat
168
sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

Pasal 56
(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan
perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar
anak dapat :
a. Berpartisipasi;
b. Bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai
dengan hati nurani dan agamanya;
c. Bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai
dengan tahapan usia dan perkembangan anak;
d. Bebas berserikat dan berkumpul;
e. Bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi,
dan berkarya seni budaya; dan
f. Memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat
kesehatan dan keselamatan.

(2) Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat
kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak
menghambat dan mengganggu perkembangan anak.

7. ORANGTUA ASUH
UU No. 23 Tahun Pasal 7 ayat (2)
2002 Tentang Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat
Perlindungan Anak menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan
terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat
sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

169
8. WALI / PERWALIAN

UU No 01 Tahun Pasal 51
1974 Tentang
(1) Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang
Perkawinan
menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal,
dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua)
orang saksi.
(2) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak
tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran
sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.

UU No. 04 Tahun Pasal 4


1979 Tentang (1) Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak
kesejahteraan Anak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan.
(2) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
UU No. 39 Tahun Pasal 57
1999 Tentang HAM (2) Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat
atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua
orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab
yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
orang tua.

(3) Orang tua angkat atau wali sebagaimana dimaksud


dalam ayat (2) harus menjalankan kewajiban sebagai orang
tua yang sesungguhnya.

UU No. 23 Tahun Pasal 33


2002 Tentang (1) Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan
Perlindungan Anak perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau
keberadaannya, maka seseorang atau badan hukum yang
memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali dari
anak yang bersangkutan.
(2) Untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.

170
(3) Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) agamanya harus sama dengan agama yang dianut anak.

Pasal 34
Wali yang ditunjuk berdasarkan penetapan pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dapat mewakili
anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam
maupun di luar pengadilan untuk kepentingan yang terbaik
bagi anak.

Pasal 36
(1) Dalam hal wali yang ditunjuk ternyata di kemudian hari
tidak cakap melakukan perbuatan hukum atau
menyalahgunakan kekuasaannya sebagai wali, maka status
perwaliannya dicabut dan ditunjuk orang lain sebagai wali
melalui penetapan pengadilan.
(2) Dalam hal wali meninggal dunia, ditunjuk orang lain
sebagai wali melalui penetapan pengadilan.

9. PENGANGKATAN ANAK

UU No. 4 Tahun 1979 Pasal 12


Tentang Kesejahteraan (1) Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan
Anak dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan
kesejahteraan anak.
(2) Kepentingan kesejahteraan anak yang termaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
(3) Pengangkatan anak untuk kepentingan
kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan
kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan.

UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 57


Tentang HAM (2) Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua
171
angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan
apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau
karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai orang tua.
(3) Orang tua angkat atau wali sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) harus menjalankan kewajiban sebagai
orang tua yang sesungguhnya.

UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 39


Tentang Perlindungan (1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk
Anak kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan
berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara
anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.

(3) Calon orang tua angkat harus seagama dengan


agama yang dianut oleh calon anak angkat.

(4) Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya


dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

(5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka


agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas
penduduk setempat.

Pasal 40
(1) Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada
anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua
kandungnya.
(2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan kesiapan anak yang

172
bersangkutan.

Pasal 41
(1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan
anak.
(2) Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
UU No. 21 Tahun 2007 Pasal 5
Tentang Pemberantasan Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak
Tidak Pidana Perdagangan dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu
Orang (PTPPO) dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).

UU No. 23 Tahun 2006 Pasal 47


Tentang Administrasi (1) Pencatatan pengangkatan anak dilaksanakan
Kependudukan berdasarkan penetapan pengadilan di tempat tinggal
(Adminduk) pemohon.
(2) Pencatatan pengangkatan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh
Penduduk kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan
Kutipan Akta Kelahiran paling lambat 30 (tiga puluh)
hari setelah diterimanya salinan penetapan pengadilan
oleh Penduduk.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan
pinggir pada Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta
Kelahiran.

Pencatatan Pengangkatan Anak Warga Negara Asing di


luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

173
Pasal 48
(1) Pengangkatan anak warga negara asing yang
dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan
pada instansi yang berwenang di negara setempat.
(2) Hasil pencatatan pengangkatan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Perwakilan
Republik Indonesia.
(3) Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan
Pengangkatan Anak bagi warga negara asing, warga
negara yang bersangkutan melaporkan kepada
Perwakilan Republik Indonesia setempat untuk
mendapatkan surat keterangan pengangkatan anak.
(4) Pengangkatan anak warga negara asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di
tempat tinggalnya paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak yang bersangkutan kembali ke Republik
Indonesia.
(5) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Instansi Pelaksana mengukuhkan Surat
Keterangan Pengangkatan Anak.

10. PENGASUHAN BERBASIS RESIDENSIAL / PANTI

UU No 4 Tahun 1979 Pasal 11


Tentang Kesejahteraan (1) Usaha kesejahteraan anak terdiri atas usaha
Anak pembinaan, pengembangan, pencegahan, dan
rehabilitasi.
(2) Usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh
Pemerintah dan atau masyarakat.
(3) Usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh
Pemerintah dan atau masyarakat dilaksanakan baik di

174
dalam maupun di luar Panti.
(4) Pemerintah mengadakan pengarahan, bimbingan,
bantuan, dan pengawasan terhadap usaha
kesejahteraan anak yang dilakukan oleh masyarakat.
(5) Pelaksanaan usaha kesejahteraan anak sebagai
termaktub dalam ayat (1), (2), (3) dan (4) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

UU No 23 Tahun 2002 Pasal 37


Tentang Perlindungan (1) Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang orang
Anak tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang
anaknya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual,
maupun sosial.
(2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh lembaga yang mempunyai
kewenangan untuk itu.
(3) Dalam hal lembaga sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) berlandaskan agama, anak yang diasuh harus
yang seagama dengan agama yang menjadi landasan
lembaga yang bersangkutan.
(4) Dalam hal pengasuhan anak dilakukan oleh lembaga
yang tidak berlandaskan agama, maka pelaksanaan
pengasuhan anak harus memperhatikan agama yang
dianut anak yang bersangkutan.
(5) Pengasuhan anak oleh lembaga dapat dilakukan di
dalam atau di luar Panti Sosial.
(6) Perseorangan yang ingin berpartisipasi dapat
melalui lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Pasal 38
(1) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37, dilaksanakan tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan
bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan
kondisi fisik dan/atau mental.
(2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), diselenggarakan melalui kegiatan bimbingan,

175
pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan secara
berkesinambungan, serta dengan memberikan bantuan
biaya dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh
kembang anak secara optimal, baik fisik, mental,
spiritual maupun sosial, tanpa mempengaruhi agama
yang dianut anak.

UU No 11 Tahun 2009 Pasal 7


Tentang Kesejahtaraan (1) Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan
Sosial dan mengembangkan kemampuan seseorang yang
mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar.

(2) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif,
koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti
sosial.

Pasal 32
Sumber daya penyelenggaraan kesejahteraan sosial
meliputi:
a. sumber daya manusia;
b. sarana dan prasarana; serta
c. sumber pendanaan.

Pasal 35
(1) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 huruf b meliputi:
a. panti sosial;
b. pusat rehabilitasi sosial;
c. pusat pendidikan dan pelatihan;
d. pusat kesejahteraan sosial;
e. rumah singgah;
f. rumah perlindungan sosial.

(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) memiliki standar minimum yang ditetapkan
oleh Pemerintah.

(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai standar sarana dan

176
prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

11. MEKANISME PENGADUAN (KOMPLAIN) BAGI ANAK

UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 76


Tentang Perlindungan Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas :
Anak
“… mengumpulkan data dan informasi, menerima
pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,
pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak…”

UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 27


Tentang Kekerasan Dalam Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat
Rumah Tangga (KDRT) dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh, atau anak
yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

12. PENGAWASAN DAN MONITORING INDEPENDEN

UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 41


Tentang Perlindungan (1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan
Anak dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan
anak.
(2) Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 55
(4) Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan
perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.
Pasal 67
Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban

177
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya (napza) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59, dan terlibat dalam produksi dan
distribusinya, dilakukan melalui upaya pengawasan,
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh
pemerintah dan masyarakat.

Pasal 68
Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan,
penjualan, dan perdagangan anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui upaya
pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan,
dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.

Pasal 71
Perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah
dan penelantaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 dilakukan melalui pengawasan, pencegahan,
perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan
masyarakat.

Pasal 74
Dalam rangka meningkatkan efektivitas
penyelenggaraan perlindungan anak, dengan undang-
undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak
Indonesia yang bersifat independen.

Pasal 75
(2) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama,
tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya
masyarakat, dunia usaha, dan kelompok masyarakat
yang peduli terhadap perlindungan anak.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelengkapan


organisasi, mekanisme kerja, dan pembiayaan
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 76
Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas :
178
melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan anak, mengumpulkan data dan
informasi, menerima pengaduan masyarakat,
melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan
anak; memberikan laporan, saran, masukan, dan
pertimbangan kepada Presiden dalam rangka
perlindungan anak.

13. HAK PROPERTI ANAK


UU No. 01 Tahun 1974 Pasal 48
Tentang Perkawinan Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
menggandakan barang-barang tetap yang dimiliki
anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali
apabila kepentingan anak itu menghendakinya.

Pasal 51
(3) Wali wajib mengurus anak yang di bawah
penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya
dengan menghormati agama dan kepercayaan itu.
(4) Wali wajib membuat daftar harta benda yang
berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai
jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan
harta benda anak atau anak-anak itu.
(5) Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak
yang berada di bawah perwaliannya serta kerugian
yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya.

Pasal 52
Terhadap wali berlaku juga pasal 48 Undang-undang
ini.
Pasal 48
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau

179
menggandakan barang-barang tetap yang dimiliki
anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali
apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
Pasal 53
(1) Wali dapat di cabut dari kekuasaannya, dalam hal-
hal yang tersebut dalam pasal 49 Undang-undang ini.
(2) Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut,
sebagaimna dimaksud pada ayat (1) pasal ini oleh
Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali.
Pasal 54
Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta
benda anak yang di bawah kekuasaannya, atas
tuntutan anak atau keluarga tersebut dengan keputisan
Pengadilan, yang bersangkutan dapat di wajibkan untuk
mengganti kerugian tersebut.

UU No 23 Tahun 2002 Pasal 33


Tentang Perlindungan (4) Untuk kepentingan anak, wali sebagaimana
Anak dimaksud dalam ayat (2) wajib mengelola harta milik
anak yang bersangkutan.
(5) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
penunjukan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 35
(1) Dalam hal anak belum mendapat penetapan
pengadilan mengenai wali, maka harta kekayaan anak
tersebut dapat diurus oleh Balai Harta Peninggalan atau
lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk itu.
(2) Balai Harta Peninggalan atau lembaga lain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertindak
sebagai wali pengawas untuk mewakili kepentingan
anak.
(3) Pengurusan harta sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) harus mendapat penetapan

180
14. HAK ANAK ATAS PERIODIC REVIEW (TINJAUAN BERKALA) DAN
TANGGUNGJAWAB PEKERJA SOSIAL DALAM MELAKUKAN ASESMEN,
MONITORING ATAS ANAK YANG TELAH DIPUTUSKAN UNTUK DITEMPATKAN
PADA PENGASUHAN DILUAR RUMAH
UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 23
Tentang Perlindungan (1) Negara dan pemerintah menjamin perlindungan,
Anak pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali,
atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab
terhadap anak.
(2) Negara dan pemerintah mengawasi
penyelenggaraan perlindungan anak.

Pasal 55
(1) Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan
dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga
maupun di luar lembaga.
(2) Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh lembaga
masyarakat.
(3) Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan
perawatan anak terlantar, lembaga pemerintah dan
lembaga masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), dapat mengadakan kerja sama dengan
berbagai pihak yang terkait.
(4) Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan
perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.
Pasal 10 ayat (a) dan ayat (d)
UU No. 23 Tahun 2004
Korban berhak mendapatkan:
Tentang Kekerasan Dalam
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian,
Rumah Tangga (KDRT)
kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial,
atau pihak lainnya baik sementara maupun
berdasarkan penetapan perintah perlindungan
dari pengadilan;
d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan
181
hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

Pasal 25 ayat (c)


Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan,
advokat wajib:
a. melakukan koordinasi dengan sesama penegak
hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial
agar proses peradilan berjalan sebagaimana
mestinya.

Pasal 33
(1) Pengadilan dapat menyatakan satu atau lebih
tambahan perintah perlindungan.
(2) Dalam pemberian tambahan perintah
perlindungan, pengadilan wajib mempertimbangkan
keterangan dari korban, tenaga kesehatan, pekerja
sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing
rohani.

Pasal 39
Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat
memperoleh pelayanan dari:
b. tenaga kesehatan;
c. pekerja sosial;
d. relawan pendamping; dan/atau
e. pembimbing rohani.

Pasal 41
Pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau
pembimbing rohani wajib memberikan pelayanan
kepada korban dalam bentuk pemberian konseling
untuk menguatkan dan/atau memberikan rasa aman
bagi korban.

182
Pasal 42
Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga
kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping
dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja
sama.
Pasal 1 ayat (4)
UU No. 11 Tahun 2009
Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang
Tentang Kesejahteraan
bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta
Sosial
yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan
sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang
diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau
pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk
melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan
masalah sosial.

Pasal 8
UU No. 11 Tahun 2012
(1) Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah
Tentang Sistem Peradilan
dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya,
Pidana Anak (SPPA)
korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional
berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
(2) Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga
Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.

15. PERAN MASYARAKAT DAN LEMBAGA NON PEMERINTAH


UU No. 4 Tahun 1979 Pasal 11
Tentang Kesejahteraan (1) Usaha kesejahteraan anak terdiri atas usaha
Anak pembinaan, pengembangan, pencegahan, dan
rehabilitasi.
(2) Usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh
Pemerintah dan atau masyarakat.
(3) Usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh
Pemerintah dan atau masyarakat dilaksanakan baik

183
di dalam maupun di luar Panti.
(4) Pemerintah mengadakan pengarahan, bimbingan,
bantuan, dan pengawasan terhadap usaha
kesejahteraan anak yang dilakukan oleh masyarakat.
(5) Pelaksanaan usaha kesejahteraan anak sebagai
termaktub dalam ayat (1), (2), (3) dan (4) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 25


Tentang Perlindungan Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap
Anak perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan
peran masyarakat dalam penyelenggaraan
perlindungan anak.
Pasal 41
(1) Pemerintah dan masyarakat melakukan
bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
pengangkatan anak.
(2) Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 43
(1) Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang
tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan
anak dalam memeluk agamanya.
(2) Perlindungan anak dalam memeluk agamanya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran
agama bagi anak.
Pasal 44
(2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya
kesehatan secara komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh peran serta
masyarakat.
Pasal 53
184
(1) Pemerintah bertanggung jawab untuk
memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan
cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari
keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak
yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
(2) Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong
masyarakat untuk berperan aktif.
Pasal 55
(1) Pemerintah wajib menyelenggarakan
pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik
dalam lembaga maupun di luar lembaga.
(2) Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh
lembaga masyarakat.

Pasal 64
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan
dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan
anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban
dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

Pasal 65
(1) Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 dilakukan melalui penyediaan
prasarana dan sarana untuk dapat menikmati
budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan
ajaran agamanya sendiri, dan menggunakan
bahasanya sendiri.
(2) Setiap orang dilarang menghalang-halangi anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk
menikmati budayanya sendiri, mengakui dan
melaksanakan ajaran agamanya, dan menggunakan
bahasanya sendiri tanpa mengabaikan akses

185
pembangunan masyarakat dan budaya.

Pasal 66
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

Pasal 67
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dan terlibat
dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui
upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan
rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.

Pasal 68
(1) Perlindungan khusus bagi anak korban
penculikan, penjualan, dan perdagangan anak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan
melalui upaya pengawasan, perlindungan,
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh
pemerintah dan masyarakat.
Pasal 71
(1) Perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan
salah dan penelantaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 dilakukan melalui pengawasan,
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh
pemerintah dan masyarakat.

Pasal 72
(1) Masyarakat berhak memperoleh kesempatan
seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan
anak.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
186
ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga
perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan,
lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan,
lembaga keagamaan, badan usaha, dan media
massa.

Pasal 73
Peran masyarakat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 75 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
(2) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, tokoh
agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial,
organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan
kelompok masyarakat yang peduli terhadap
perlindungan anak.
(3) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelengkapan
organisasi, mekanisme kerja, dan pembiayaan
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

UU No. 11 Tahun 2012 Pasal 8 ayat (2)


Tentang Sistem Peradilan Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana
Pidana Anak (SPPA) dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga
Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.

UU No. 21 Tahun 2007 Pasal 60


Tentang Pemberantasan (1) Masyarakat berperan serta membantu upaya
187
Tidak Pidana Perdagangan pencegahan dan penanganan korban tindak pidana
Orang (PTPPO) perdagangan orang.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diwujudkan dengan tindakan
memberikan informasi dan/atau melaporkan adanya
tindak pidana perdagangan orang kepada penegak
hukum atau pihak yang berwajib, atau turut serta
dalam menangani korban tindak pidana perdagangan
orang.

16. HAK ANAK ATAS PENDIDIKAN, WAKTU LUANG / BERMAIN DAN BUDAYA
UU No 39 Tahun 1999 Pasal 12
Tentang HAM Setiap orang berhak atas perlindungan bagi
pengembangan pribadinya, untuk memperoleh
pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan
kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman,
bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia,
bahagia, dan sejahttera sesuai dengan hak asasi
manusia.

Pasal 42
Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan
atau cacat mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya
negara, untuk menjamin kehidupan yang layak
sesuai dengan martabat kemanusiaannya,
meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Pasal 48
Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

Pasal 54
Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak
memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan
bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin
kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan,
meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
188
Pasal 60
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi
sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.
(2) Setiap anak berhak mencari, menerima, dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat
intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya
sepanjang sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepattutan.

Pasal 64
Setiap anak berhak untukmemperoleh perlindungan
dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan
yang membehayakan dirinya, sehingga dapat
mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral,
kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.
UU No 23 Tahun 2002 Pasal 9
Tentang Perlindungan (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
Anak pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
minat dan bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), khusus bagi anak yang menyandang cacat
juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,
sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan
juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

Pasal 38
(1) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37, dilaksanakan tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan
bahasa, status hukum anak, urutan
kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.
(2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), diselenggarakan melalui kegiatan
bimbingan, pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan
secara berkesinambungan, serta dengan
memberikan bantuan biaya dan/atau fasilitas lain,
untuk menjamin tumbuh kembang anak secara
optimal, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial,
tanpa mempengaruhi agama yang dianut anak.

Pasal 48
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar
minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.
189
Pasal 49
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada anak untuk memperoleh pendidikan.

Pasal 50
Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
diarahkan pada :
a. pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian
anak, bakat, kemampuan mental dan fisik
sampai mencapai potensi mereka yang optimal;
b. pengembangan penghormatan atas hak asasi
manusia dan kebebasan asasi;
c. pengembangan rasa hormat terhadap orang tua,
identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya
sendiri,nilai-nilai nasional di mana anak bertempat
tinggal, dari mana anak berasal, dan
peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari
peradaban sendiri;
d. persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung
jawab; dan
e. pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap
lingkungan hidup.

Pasal 51
Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental
diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas
untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan
luar biasa.

Pasal 52
Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan
dan aksesibilitas untuk memperoleh
pendidikan khusus.

Pasal 53
(1) Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan
biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma
atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang
mampu, anak terlantar, dan anak yang
bertempat tinggal di daerah terpencil.
(2) Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong
masyarakat untuk berperan aktif.

190
Pasal 54
Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib
dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di
dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga
pendidikan lainnya.

Pasal 56
(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan
dan perawatan wajib mengupayakan dan
membantu anak, agar anak dapat :
a. berpartisipasi;
b. bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai
dengan hati nurani dan agamanya;
c. bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai
dengan tahapan usia dan perkembangan
anak;
d. bebas berserikat dan berkumpul;
e. bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi,
dan berkarya seni budaya; dan
f. memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat
kesehatan dan keselamatan.
(2) Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat
kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak
menghambat dan mengganggu perkembangan
anak.

Pasal 65
(1) Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 dilakukan melalui penyediaan
prasarana dan sarana untuk dapat menikmati
budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan
ajaran agamanya sendiri, dan menggunakan
bahasanya sendiri.
(2) Setiap orang dilarang menghalang-halangi anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk menikmati
budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran
agamanya, dan menggunakan bahasanya sendiri tanpa
mengabaikan akses pembangunan masyarakat dan
budaya.

UU No 20 Tahun 2003 Pasal 1 (1)


Tentang SISDIKNAS Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

191
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

Pasal 1 (16)
Pendidikan berbasis masyarakat adalah
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan
agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat
sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk
masyarakat

Pasal 4
Ayat 3 Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlangsung sepanjang hayat.

Ayat 5 Pendidikan diselenggarakan dengan


mengembangkan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat.

Pasal 37
Ayat 1 Kurikulum pendidikan dasar dan menengah
wajib memuat:
(g). seni dan budaya;

Pasal 55
Ayat 1 Masyarakat berhak menyelenggarakan
pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan
formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama,
lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan
masyarakat.

192
17. HAK ANAK ATAS KESEHATAN
UU No 39 Tahun 1999 Pasal 62
Tentang HAM Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan
dan jaminan social secara layak, sesuai dengan
kebutuhan fisik dan mentak spiritualnya.

Pasal 64
Setiap anak berhak untukmemperoleh perlindungan
dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan
yang membehayakan dirinya, sehingga dapat
mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral,
kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.
UU No 23 Tahun 2002 Pasal 8
Tentang Perlindungan Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan
Anak dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan
fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Pasal 44
(1) Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan
menyeleng-garakan upaya kesehatan yang
komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh
derajat kesehatan yang optimal sejak dalam
kandungan.
(2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya
kesehatan secara komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh peran serta
masyarakat.
(3) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk
pelayanan kesehatan dasar
maupun rujukan.
(4) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan secara cuma-cuma bagi keluarga yang
tidak mampu.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 45
(1) Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga
kesehatan anak dan merawat anak sejak
dalam kandungan.
(2) Dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak
mampu melaksanakan tanggung jawab
193
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka
pemerintah wajib memenuhinya.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
pelaksanaannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 46
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari
penyakit yang mengancam kelangsungan hidup
dan/atau menimbulkan kecacatan.

Pasal 47
(1) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
melindungi anak dari upaya transplantasi organ
tubuhnya untuk pihak lain.
(2) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
melindungi anak dari perbuatan :
a. pengambilan organ tubuh anak dan/atau jaringan
tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan
anak;
b. jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak; dan
c. penelitian kesehatan yang menggunakan anak
sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua
dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik
bagi anak.
UU No 36 Tahun 2009 Pasal 128
Tentang Kesehatan (1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu
eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan,
kecuali atas indikasi medis.
(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga,
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan
penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat
sarana umum.

Pasal 129
(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan
kebijakan
dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan
air susu ibu secara eksklusif.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

194
Pasal 130
Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap
kepadasetiap bayi dan anak.

Pasal 131
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus
ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan
datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk
menurunkan angka kematian bayi dan anak.
(2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan
sejakanak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah
dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas)
tahun.
(3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan
anaksebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2)menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama
bagi
orang tua, keluarga, masyarakat, dan Pemerintah, dan
pemerintah daerah.

Pasal 132
(1) Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh
secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan
anaktumbuh dan berkembang secara sehat dan
optimal.
(2) Ketentuan mengenai anak yang dilahirkan
sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai denganperaturan perundang-undangan.
(3) Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar
sesuaidengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah
terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui
imunisasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis
imunisasidasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkandengan Peraturan Menteri.

Pasal 133
(1) Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan
terhindardari segala bentuk diskriminasi dan tindak
kekerasanyang dapat mengganggu kesehatannya.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya
perlindungan bayi dan anak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan menyediakan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan.

195
Pasal 134
(1) Pemerintah berkewajiban menetapkan standar
dan/ataukriteria terhadap kesehatan bayi dan anak
sertamenjamin pelaksanaannya dan memudahkan
setiappenyelenggaraan terhadap standar dan kriteria
tersebut.
(2) Standar dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud
padaayat (1) harus diselenggarakan sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai agama, dan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 135
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
wajibmenyediakan tempat dan sarana lain yang
diperlukanuntuk bermain anak yang memungkinkan
anak tumbuhdan berkembang secara optimal serta
mampubersosialisasi secara sehat.
(2) Tempat bermain dan sarana lain yang diperlukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi
sarana perlindungan terhadap risiko kesehatan agar
tidak membahayakan kesehatan anak.

Pasal 138
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia
harusditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat
danproduktif secara sosial maupun ekonomis sesuai
denganmartabat kemanusiaan.
(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok
lanjutusia untuk dapat tetap hidup mandiri dan
produktifsecara sosial dan ekonomis.

Pasal 139
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan penyandang cacat
harusditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat
danproduktif secara sosial, ekonomis, dan bermartabat.
(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang
cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif
secara sosial dan ekonomis.

Pasal 140
Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia dan
penyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 138
dan Pasl 139 dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
196
daerah,
dan/atau masyarakat.

Pasal 142
(1) Upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus
kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan
lanjut
usia dengan prioritas kepada kelompok rawan:
a. bayi dan balita;
b. remaja perempuan; dan
c. ibu hamil dan menyusui.
(2) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan
standarangka kecukupan gizi, standar pelayanan gizi,
danstandar tenaga gizi pada berbagai tingkat
pelayanan.
(3) Pemerintah bertanggung jawab atas pemenuhan
kecukupan gizi pada keluarga miskin dan dalam situasi
darurat.
(4) Pemerintah bertanggung jawab terhadap
pendidikan daninformasi yang benar tentang gizi
kepada masyarakat.
(5) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
melakukan upaya untuk mencapai status gizi yang baik.

18. HAK ANAK ATAS AGAMA

UU No 39 Tahun 1999 Pasal 4


Tentang HAM Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh
siapapun.

Pasal 22
(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadah menurut agamnya dan
kepercayaanya itu.
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang
memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.

197
Pasal 55
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut
agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan
tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan
orang tua dan atau wali.

UU No 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat 11


Tentang Perlindungan Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk
Anak mengasuh, mendidik, memelihara, membina,
melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai
dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat,
serta minatnya.
Pasal 6
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut
agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan
orang tua.

Pasal 19
Setiap anak berkewajiban untuk :
a. menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan
menyayangi teman;
c. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran
agamanya; dan
e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Pasal 31
(1) Salah satu orang tua, saudara kandung, atau
keluarga sampai derajat ketiga, dapat mengajukan
permohonan ke pengadilan untuk mendapatkan
penetapan pengadilan tentang pencabutan kuasa
asuh orang tua atau melakukan tindakan
pengawasan apabila terdapat alasan yang kuat untuk
itu.
(2) Apabila salah satu orang tua, saudara kandung,
atau keluarga sampai dengan derajat ketiga, tidak
dapat melaksanakan fungsinya, maka pencabutan
kuasa asuh orang tua sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat juga diajukan oleh pejabat yang
berwenang atau lembaga lain yang mempunyai

198
kewenangan untuk itu.
(3) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat menunjuk orang perseorangan
atau lembaga pemerintah/masyarakat untuk menjadi
wali bagi yang bersangkutan.
(4) Perseorangan yang melaksanakan pengasuhan anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus seagama
dengan agama yang dianut anak yang akan diasuhnya.

Pasal 33
(1) Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan
perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat
tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau
badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat
ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan.
(2) Untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan
pengadilan.
(3) Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) agamanya harus sama dengan agama yang
dianut anak.
(4) Untuk kepentingan anak, wali sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) wajib mengelola harta milik
anak yang bersangkutan.
(5) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
penunjukan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37
(1) Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang
orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
kembang anaknya secara wajar, baik fisik, mental,
spiritual, maupun sosial.
(2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh lembaga yang mempunyai
kewenangan untuk itu.
(3) Dalam hal lembaga sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) berlandaskan agama, anak yang diasuh harus
yang seagama dengan agama yang menjadi landasan
lembaga yang bersangkutan.
(4) Dalam hal pengasuhan anak dilakukan oleh
199
lembaga yang tidak berlandaskan agama, maka
pelaksanaan pengasuhan anak harus memperhatikan
agama yang dianut anak yang bersangkutan.
(5) Pengasuhan anak oleh lembaga dapat dilakukan di
dalam atau di luar Panti Sosial.

Pasal 39
(1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan
berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara
anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
(3) Calon orang tua angkat harus seagama dengan
agama yang dianut oleh calon anak angkat.
(4) Pengangkatan anak oleh warga negara asing
hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
(5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka
agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas
penduduk setempat.

Pasal 42
(1) Setiap anak mendapat perlindungan untuk
beribadah menurut agamanya.
(2) Sebelum anak dapat menentukan pilihannya,
agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang
tuanya.
Pasal 43
(1) Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang
tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan
anak dalam memeluk agamanya.
(2) Perlindungan anak dalam memeluk agamanya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran
agama bagi anak.

Pasal 56
(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan
pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan
200
dan membantu anak, agar anak dapat :
a. berpartisipasi;
b. bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai
dengan hati nurani dan agamanya;
c. bebas menerima informasi lisan atau tertulis
sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan
anak;
d. bebas berserikat dan berkumpul;
e. bebas beristirahat, bermain, berekreasi,
berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan
f. memperoleh sarana bermain yang memenuhi
syarat kesehatan dan keselamatan.
(2) Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat
kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak
menghambat dan mengganggu perkembangan anak.

Pasal 65
(1) Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 dilakukan melalui penyediaan prasarana dan
sarana untuk dapat menikmati budayanya sendiri,
mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri,
dan menggunakan bahasanya sendiri.
(2) Setiap orang dilarang menghalang-halangi anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk menikmati
budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran
agamanya, dan menggunakan bahasanya sendiri tanpa
mengabaikan akses pembangunan masyarakat dan
budaya.
UU No 4 Tahun 1979 Pasal 8
Tentang Kesejahteraan Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan
Anak kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa
membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian
politik, dan kedudukan sosial.

201
PENGASUHAN BERKELANJUTAN

202
PENGASUHAN BERKELANJUTAN
(CONTINUUM OF CARE FOR CHILDREN)
MODUL 3 203
KERANGKA MODUL 3: PENGASUHAN BERKELANJUTAN(CONTINUUM OF CARE)

Pengasuhan mencakup setiap aktivitas yang dilakukan oleh orang tua


Pengantar
maupun pihak lain yang bertanggung jawab terhadap anak atas
tumbuhkembang anak baik secara fisik, mental maupun sosial. Semua
aktivitas yang dilakukan tersebut untuk mendukung kemampuan anak
yang selalu berkembang (evolving capacities) dengan mengerahkan
sumber-sumber semaksimum mungkin (to the maximum extent of their
available resources). Hal itu untuk menjamin anak untuk dapat tumbuh
kembang secara maksimum dengan berbagai kemudahan mengakses
semua sistem layanan guna memenuhi hak atas pendidikan, hak atas
kesehatan, hak mendapatkan akta kelahiran, hak mendapatkan
perlindungan hukum.

Dalam hubungan ini pengasuhan berkelanjutan untuk anak (continuum of


care for children), memuat pengertian, memastikan bahwa semua
aktivitas dan langkah pengasuhan yang dilakukan tersebut tepat dan sesuai
dengan kebutuhan perkembangan anak baik berdasarkan pemenuhan hak-
hak anak maupun perlindungan anak. Semua aktivitas maupun langkah-
langkah pengasuhan tersebut baik yang dilakukan oleh orangtua atau oleh
/ melalui pengasuhan alternatif seperti : wali, orangtua asuh, orangtua
angkat atau panti sebagai alternatif terakhir.

Monitoring harus dilakukan oleh aparat Negara (Pekerja Sosial) terhadap


kondisi dan perkembangan anak yang berada dalam semua bentuk
pengasuhan alternatif.

Pengasuhan harus mencapai tujuan keselamatan (Safety), kelekatan


(attachment) dan Kesejahteraan (well-being) serta bersifat tetap, berlanjut
terus tidak terputus (permanency).

Prinsip-prinsip umum pengasuhan kontinum berdasarkan KHA: non


diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak;hak untuk hidup, kelangsungan
hidup, dan perkembangan; penghargaan terhadap pandangan anak.
Lebih lanjut, anak memiliki hak lainnya yaitu hak untuk diasuh oleh orang
tuanya; pencegahan keterpisahan anak dari keluarganya, kecuali demi
kepentingan terbaik bagi anak, anak harus dipisahkan dari orangtua dalam
hal anak mendapatkan kekerasan dari orangtua;hak untuk mengetahui
asal-usul keluarga;kesamaan agama dengan anak; memperhatikan
kepercayaan dan budaya anak; danperlindungan dari segala bentuk
kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran.

Berbagai isu penting yang berkaitan dengan continuum of care for


childrenperlu dipahami oleh setiap orangtua, pengasuh atau orang yang
bertangungjawab atas pengasuhan anak.
Kekerasan (yang oleh sebagian orangtua dipandang sebagai metode
mendidik anak dan mendisiplinkan anak) bertentangan dengan continuum
of care for children. Oleh karena itu, orangtua, pengasuh atau orang yang
bertangungjawab atas pengasuhan anak harus memahami perbedaan

204
antara mendisiplinkan anak dengan kekerasan terhadap anak.

Berbagai masalah dalam keluarga selalu terjadi dan orangtua perlu


memahami tentang bagaimana menyelesaikan masalah dalam keluarga
termasuk memahami bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak, penyebab
terjadinya kekerasan dan dampak buruk kekerasan terhadap anak serta
hal-hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi persoalan tersebut.
Eksploitasi dapat mengganggu pengasuhan anak dan berpengaruh buruk
terhadap tumbuh kembang anak.

Tujuan Di akhir sesi, peserta mampu :

6. memahami pengertian pengasuhan kontinum menurut Modul 3.1;


7. memahami prinsip-prinsip umum pengasuhan kontinum berdasarkan
KHA;
8. memahami beberapa isu penting yang berkaitan dengan continuum of
care for children;
9. memahami perbedaan antara mendisiplinkan anak dengan kekerasan
terhadap anak;
10. memahami langkah-langkah yang harus dilakukan orangtua untuk
menyelesaikan masalah dalam keluarga;
11. memahami : bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak, penyebab
terjadinya kekerasan dan dampak buruk kekerasan terhadap anak dan
hal-hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi persoalan tersebut;
12. Memahami bentuk-bentuk eksploitasi dan dampak buruknya dalam
proses pengasuhan anak.
13. Memahami monitoring terhadap anak yang berada dalam pengasuhan
alternatif

Total11 jam (660 menit):


Alokasi
Bagian A Total 135 menit.
Waktu
 15 menitPengantarsesidancurahpendapat
 60 menitpresentasi dan tanya jawab
 60 menit tiga jenis role playing dengan topik / skenario yang berbeda
a. 20 menit tentang orangtua yang bersikap dan berprilaku bersifat
mendidik dalam mengasuh anak;
b. 20 menit tentang orangtua yang cenderung tidak sabar, selalu
berteriak, cenderung melakukan langkah-langkah kasar dalam
mengasuh anak;
c. 20 menit tentang orangtua yangcendrung acuh tak acuh /
mengabaikan atau menterlantarkan / cenderung tidak memberi

205
waktu khusus untuk anak dalam proses mengasuh anak

Bagian B Total 190 menit.


 60 menitDiskusiKelompok tentang: Komunikasi orangtua dengan anak,
Penyebab konflik, Kekerasan dan dampaknya serta Tanggungjawab
orangtua yang telah berpisah atau bercerai
o 120 menitPresentasiKelompok (masing-masing kelompok diberi
waktu selama 30 menit termasuk tanya jawab)
o 10 menit Refleksi dan rangkuman tentang Komunikasi orangtua
dengan anak, Penyebab konflik, Kekerasan dan dampaknya serta
Tanggungjawab orangtua yang telah berpisah atau bercerai

Bagian C Total 95 menit.


 25 menit diskusi kelompok tentang : eksploitasi Ekonomi, seksual,
eksploitasi terhadap anak jalanan, pencegahan dan penanganan yang
harus dilakukan oleh Negara.
o 60 menit Presentasi hasil diskusi kelompok (pleno) – masing-masing
kelompok diberi waktu 20 menit.
o 10 menit refleksi dan rangkuman

Bagian D Total 220 menit.


 220 menit : Monitoring terhadap anak yang berada dalam pengasuhan
alternatif

a. Role Playing Kelompok 1,2 dan 3


i. 40 menit Persiapan role playing (membuat skenario dan
mengembangkan bahan monitoring) untuk kelompok 1,2 dan 3

ii. Role Playing Kelompok 1


 20 menit Pelaksanaan Role playing kelompok 1
 20 menit Tanggapan peserta terhadap Role Playing
kelompok 1
 20 menit Ringkasan dan Rangkuman fasilitator untuk
kelompok 1

iii. Role Playing Kelompok 2


 20 menit Pelaksanaan Role playing kelompok 2
 20 menit Tanggapan peserta terhadap Role Playing
kelompok 2

206
 20 menit Ringkasan dan Rangkuman fasilitator untuk
kelompok 2

iv. Role Playing Kelompok 3


 20 menit Pelaksanaan Role playing kelompok 3
 20 menit Tanggapan peserta terhadap Role Playing
kelompok 3
 20 menit Ringkasan dan Rangkuman fasilitator untuk
kelompok 3

b. Diskusi Kelompok 4
Durasi waktu Diskusi Kelompok 4 dan Role Playing, sama yaitu 220
menit. Jika kelompok 4 bisa menyelesaikan tugas-tugas kelompok
dalam jangka waktu kurang dari 220 menit, maka kelompok 4
diperbolehkan menyaksikan dan memberikan komentar dalam
Kegiatan Role Playing yang sedang berjalan.

7. 20 menit :Refleksi dan Rangkuman keseluruhan Modul bagian A, B, C


dan D

Alat Bantu o Laptop, LCD/proyektor


o Kertasflipchart, spidol, ketas metaplan (MP), pita perekat kertas.
o Bahan presentasi
o Slide Modul 3.1
o Lembar Kerja
o Skenario role playing

1. Tentang pengertian pengasuhan kontinum;


Pokok
2. Prinsip-prinsip umum pengasuhan kontinum berdasarkan KHA;
Bahasan 3. Isu penting yang berkaitan dengan continuum of care for children;
a. Mendengarkan, memperhatikan dan mempertimbangakan
pandangan anak (komunikasi) sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan anak dan kemampuan interaksi sosial anak.
b. Beberapa hal penyebab konflik dan Langkah-langkah yang bisa
dilakukan untuk penyelesaian masalah
c. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak, dampak buruknya dan hal-
hal yang bisa dilakukan untuk mengatasinya.
d. Tanggungjawab bersama yang harus dijalankan oleh kedua orangtua
walaupun keduanya telah berpisah atau bercerai : agar continuum

207
of care for children berjalan dengan baik dan tidak berdampak
negatif pada anak
4. Eksploitasi anak akan mengganggu continuum of care for children atau
mengganggu pengembangan anak semaksimum mungkin serta
mengganggu pencapaian pribadi yang mandiri dan bermartabat.
5. Monitoring terhadap anak yang berada dalam pengasuhan alternatif

Langkah
BAGIAN A BAGIAN B BAGIAN C
Kegiatan (135‘) (190’) (90’)

BAGIAN D
(220’)

1. Pengantar sesi dan curah pendapat


 Fasilitator menjelaskan tentang tujuan sesi (Lihat Slide Modul
3.1.2) Fasilitator menanyakan apa yang peserta pahami tentang :
- Apa yang dipahami tentang continuum of care for children
- Apa saja yang turut mempengaruhi continuum of care for
children.
 Fasilitator mencatat komentar peserta. Klarifikasi pendapat
peserta di lakukan dalam presentasi oleh fasilitator.

2. Presentasi dan Tanya Jawab

3. Role Playing tentang : Orangtua yang bersikap dan berprilaku bersifat


mendidik dalam mengasuh anak; Orangtua yang cenderung tidak
sabar, selalu berteriak, cenderung melakukan langkah-langkah kasar
dalam mengasuh anak; Orangtua yangcendrung acuh tak acuh /
mengabaikan atau menterlantarkan / cenderung tidak memberi waktu
khusus untuk anak dalam proses mengasuh anak.
Fasilitator menjelaskan tentang tujuan role playing yang akan
diperankan oleh peserta untuk merangsang / membuka fikiran peserta
tentang berbagai bentuk pola pengasuhan dan dampaknya terhadap
anak. pada sesi role playing ini, fasilitator akan membagi kepada tiga
jenis role playing yang berbeda skenario, sebagai berikut:
a. Role playing atau skenario 3.2.1: tentang orangtua yang bersikap
danberprilaku bersifat mendidik dalam mengasuh anak;
Langkah-langkah role playing 3.2.1:
 Fasilitator mempersilahkan tiga orang peserta untuk menjadi
relawan yang berperan sebagai ayah, ibu dan anak.

208
 Fasilitator meminta tiga relawan tersebut untuk membaca
skenario role playing
 Fasilitator mempersilahkan relawan untuk melakukan role
playing
 Fasilitator meminta pandangan / pendapat peserta tentang role
playing tersebut
 Fasilitator mengajak peserta untuk membuat kesimpulan /
ringkasan role playing 3.2.1

b. Role playing atau skenario 3.2.2 : tentang orangtua yang cenderung


tidak sabar, selalu berteriak, cenderung melakukan langkah-langkah
kasar dalam mengasuh anak;
Langkah-langkah role playing b:
 Fasilitator mempersilahkan tiga orang peserta untuk menjadi
relawan yang berperan sebagai ayah, ibu dan anak.
 Fasilitator meminta tiga relawan tersebut untuk membaca
skenario role playing 3.2.2
 Fasilitator mempersilahkan relawan untuk melakukan role
playing 3.2.2
 Fasilitator meminta pandangan / pendapat peserta tentang role
playing 3.2.2 tersebut
 Fasilitator mengajak peserta untuk membuat kesimpulan /
ringkasan role playing 3.2.2

c. Role playing atau skenario 3.2.3 : tentang orangtua yangcendrung


acuh tak acuh / mengabaikan atau menterlantarkan / cenderung
tidak memberi waktu khusus untuk anak dalam proses mengasuh
anak
Langkah-langkah role playing 3.2.3 :
 Fasilitator mempersilahkan tiga orang peserta untuk menjadi
relawan yang berperan sebagai ayah, ibu dan anak.
 Fasilitator meminta tiga relawan tersebut untuk membaca
skenario role playing 3.2.3
 Fasilitator mempersilahkan relawan untuk melakukan role
playing 3.2.3
 Fasilitator meminta pandangan / pendapat peserta tentang role
playing 3.2.3 tersebut
 Fasilitator mengajak peserta untuk membuat kesimpulan /
ringkasan role playing 3.2.3

209
4. Diskusi kelompok tentang : Komunikasi orangtua dengan anak,
Penyebab konflik, Kekerasan dan dampaknya serta Tanggungjawab
orangtua yang telah berpisah atau bercerai.
a. Fasilitator menjelaskan tentang tujuan dan materi diskusi kelompok;
b. Fasilitator menyediakan gambar empat jenis binatang (ayam,
kucing, kambing dan sapi) sesuai dengan jumlah peserta;
c. Fasilitator membagi kelompok dengan cara :
o Setiap peserta mengambil undian berupa gambar binatang yang
telah tersedia
o Kemudian Peserta menirukan suara binatang sesuai dengan
gambar yang didapatkannya
o Peserta berkumpul dengan peserta lain yang menirukan suara
binatang sejenis, dalam satu kelompok
a. Kelompok 1 suara ayam pelung
b. Kelompok 2 suara kucing
c. Kelompok 3 suara kambing
d. Kelompok 4 suara sapi
d. Fasilitator mempersilahkan tiap kelompok yang telah terbentuk
untuk melakukan diskusi :
 Kelompok 1 (suara ayam pelung) membahas LK 3.2.4 tentang
Komunikasi
 Kelompok 2 (suara kucing) membahas LK 3.2.5 tentang
Penyebab konflik
 Kelompok 3 (suara kambing) membahas LK 3.2.6 tentang
Kekerasan dan Dampaknya
 Kelompok 4 (suara sapi) membahas LK 3.2.7 tentang Tanggung
jawab orangtua bercerai
e. Fasilitator mempersilahkan tiap kelompok untuk presentasi hasil
diskusi kelompok (pleno).

5. Diskusi kelompok tentang Eksploitasi terhadap anak: Ekonomi, seksual,


eksploitasi terhadap anak jalanan, pencegahan dan penanganan yang
harus dilakukan oleh Negara.
a. Fasilitator membagi empat kelompok sesuai dengan nama-nama
kelompok yang sudah terbentuk sebelumnya
b. Fasilitator mempersilahkan tiap kelompok yang telah terbentuk
untuk melakukan diskusi :
 Kelompok 1 (suara ayam pelung) membahas LK 3.2.8 tentang
Eksploitasi ekonomi

210
 Kelompok 2 (suara kucing) membahas LK 3.2.9 tentang
eksploitasi seksual
 Kelompok 3 (suara kambing) membahas LK 3.2.10 tentang
eksploitasi terhadap anak jalanan
 Kelompok 4 (suara sapi) membahas LK 3.2.11 tentang
pencegahan dan penanganan yang harus dilakukan oleh
Negara.
c. Fasilitator mempersilahkan tiap kelompok untuk presentasi hasil
diskusi kelompok (pleno).
d. Ringkasan dan rangkuman

6. Role Playing dan Diskusi Kelompok Tentang Pengasuhan Altrenatif


a. Fasilitator membagi empat kelompok sesuai dengan nama-nama
kelompok yang sudah terbentuk sebelumnya
b. Fasilitator mempersilahkan tiga kelompok untuk melakukan
persiapan role playing sesuai dengan topik di bawah ini:
 Role Playing (Kelompok 1 suara ayam pelung) membahas LK
3.2.12 tentang monitoring anak di keluarga asuh / keluarga
angkat
 Role Playing (Kelompok 2 suara kucing) membahas LK 3.2.13
tentang monitoring anak di panti / LKSA
 Role Playing (Kelompok 3 suara kambing) membahas LK 3.2.14
tentang monitoring anak di lembaga pendidikan / sekolah;
c. Fasilitator mempersilahkan tiga kelompok (1, 2 dan 3) untuk
melakukan role playing secara bergiliran.
d. Fasilitator mempersilahkan peserta untuk memberikan tanggapan
dan analisa terhadap ketiga role playing di atas.

e. PADA SAAT PERSIAPAN DAN ROLE PLAYING DILAKUKAN: Fasilitator


mempersilahkan Kelompok 4 (suara sapi) untuk melakukan diskusi
kelompok tentang pengembangan format monitoring di keluarga
asuh / keluarga angkat, panti / LKSA, lembaga pendidikan / sekolah,
sesuai dengan LK 3.2.15;
CATATAN : KELOMPOK 4 TIDAK IKUT TERLIBAT DALAM PERSIAPAN DAN
PELAKSANAAN ROLE PLAYING YANG DILAKUKAN OLEH KELOMPOK 1, 2 DAN 3

f. Fasilitator mempersilahkan kelompok 4 untuk mempresentasikan


hasil diskusi (Pleno)
g. Fasilitator mempersilahkan peserta untuk memberikan tanggapan
dan analisa terhadap presentasi kelompok 4.

211
h. Ringkasan dan rangkuman

7. Fasilitator melakukan refleksi dan rangkuman seluruh sesi


 Pengasuhan mencakup setiap aktivitas yang dilakukan oleh orang
tua maupun pihak lain (wali, orangtua asuh, orangtua angkat atau
panti sebagai alternatif terakhir) yang bertanggung jawab terhadap
anak atas tumbuhkembang anak baik secara fisik, mental maupun
sosial.

 Pengasuhan harus mencapai tujuan keselamatan (Safety),


kelekatan (attachment) dan Kesejahteraan (well-being) serta
bersifat tetap, berlanjut terus tidak terputus (permanency).

 Semua aktivitas pengasuhan yang dilakukan tersebut untuk


mendukung kemampuan anak yang selalu berkembang (evolving
capacities) dengan mengerahkan sumber-sumber semaksimum
mungkin (to the maximum extent of their available resources).

 Aktivitas pengasuhan untuk menjamin anak untuk dapat tumbuh


kembang secara maksimum dengan berbagai kemudahan
mengakses semua sistem layanan guna memenuhi hak atas
pendidikan, hak atas kesehatan, hak mendapatkan akta kelahiran,
hak mendapatkan perlindungan hukum.

 Prinsip-prinsip umum pengasuhan kontinum berdasarkan KHA: non


diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak;hak untuk hidup,
kelangsungan hidup, dan perkembangan; penghargaan terhadap
pandangan anak.

 Lebih lanjut, anak memiliki hak lainnya yaitu hak untuk diasuh oleh
orang tuanya; pencegahan keterpisahan anak dari keluarganya,
kecuali demi kepentingan terbaik bagi anak, anak harus dipisahkan
dari orangtua dalam hal anak mendapatkan kekerasan dari
orangtua;hak untuk mengetahui asal-usul keluarga;kesamaan
agama dengan anak; memperhatikan kepercayaan dan budaya
anak; danperlindungan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi,
dan penelantaran.

 Pengasuhan berkelanjutan untuk anak (continuum of care for


children), memuat pengertian, memastikan bahwa semua aktivitas
dan langkah pengasuhan harus semaksimum mungkin tepat dan
sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.

 Monitoring harus dilakukan oleh aparat Negara (Pekerja Sosial)


terhadap kondisi dan perkembangan anak yang berada dalam
semua bentuk pengasuhan alternatif.

 Berbagai isu penting yang berkaitan dengan continuum of care for

212
childrenperlu dipahami oleh setiap orangtua, pengasuh atau orang
yang bertangungjawab atas pengasuhan anak.

 Kekerasan (yang oleh sebagian orangtua dipandang sebagai


metode mendidik anak dan mendisiplinkan anak) bertentangan
dengan continuum of care for children. Oleh karena itu, orangtua,
pengasuh atau orang yang bertangungjawab atas pengasuhan anak
harus memahami perbedaan antara mendisiplinkan anak dengan
kekerasan terhadap anak.

 Berbagai masalah dalam keluarga selalu terjadi dan orangtua perlu


memahami tentang bagaimana menyelesaikan masalah dalam
keluarga termasuk memahami bentuk-bentuk kekerasan terhadap
anak, penyebab terjadinya kekerasan dan dampak buruk kekerasan
terhadap anak serta hal-hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi
persoalan tersebut.

 Eksploitasi dapat mengganggu pengasuhan anak dan berpengaruh


buruk terhadap tumbuh kembang anak.

Bahan Bahan Bacaan Inti:


Bacaan - BAHAN BACAAN INTI MODUL 3.1.3 : CONTINUUM OF CARE FOR
CHILDREN

Bahan Bacaan Yang Disarankan:


- Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial
Anak (Permensos 30-HUK-2011).

213
LK Modul 3.2.1

Skenario Role Playing 1 : tentang orangtua yang bersikap dan berprilaku bersifat
mendidik dalam mengasuh anak
Ketika anaknya terlambat pulang sekolah atau ketika anaknya lupa membersihkan kamar
atau ketika anaknya tidak langsung mengganti pakaian seragamnya sepulang sekolah atau
berpenampilan tidak rapi atau makan sambil berbicara yaitu ketika di dalam mulut sedang
ada makanan yang dikunyah (bedakan dengan makan sambil bicara tetapi ketika mulutnya
sedang tidak ada makanan) atau tidak menyiram / membanjur toilet yang telah dipakai atau
bermain terlalu lama sehingga waktunya habis dan tidak ada sisa waktu untuk belajar maka
kedua orangtua selalu menyadari bahwa proses mendisiplinkan anak memerlukan
kesabaran yang luar biasa dan memerlukan waktu yang sangat panjang / bertahun-tahun.
Kedua orang tersebut dalam mendidik anak dan mengasuh anak tetap bersikap dan
berprilaku baik. kedua orangtua anak tersebut selalu bertanya dan mendengarkan
pandangan anak mengapa prilaku anak seperti itu. Kedua orangtua tersebut selalu berbicara
lemah lembut kepada anak, dan selalu memilih kata yang bersifat mendidik di dalam
melakukan dialog dengan anaknya atau kedua orang tersebut selalu khawatir jika
menggunakan kata-kata yang tidak tepat.
______________________________
Catatan: peserta diberi kesempatan untuk melakukan improvisasi dan mengembangkan
proses dialog dari skenario tersebut di atas.

214
LK Modul 3.2.2

Skenario Role Playing 2 : tentang orangtua yang cenderung tidak sabar, selalu berteriak,
cenderung melakukan langkah-langkah kasar dalam mengasuh anak
Suatu hari Andi yang masih duduk di Kelas 2 Sekolah Dasar, terlambat pulang dari sekolah
dan orangtua bertanya dengan suara keras dan bersikap tidak ramah. Andi terdiam atas
prilaku orangtua tersebut. Pada sore hari, Andi bermain dengan teman-temannya hingga
menjelang maghrib, dan orangtua memarahi Andi yang terlambat mandi sore sambil
menggusur Andi ke kamar mandi dengan menjambak rambutnya. Orangtua Andi membuka
paksa pakaiannya serta mengguyur Andi sambil membentak-bentak dan sesekali gayung
yang digunakan dipukulkan ke kepala dan tubuh Andi. Andi menangis keras sambil terus
diguyur oleh orangtuanya. Sesaat setelah mandi, Andi ketakutan sambil berjongkok di sudut
tembuk kamarnya. Pada jam 19.00 malam, Andi mengambil buku pelajaran sesuai dengan
jadwal pada esok harinya tetapi Andi sulit berkonsentrasi untuk belajar karena teringat
bentakan dan perlakuan kasar orangtuanya.
Suatu hari, Andi terlambat bangun tidur dan teralambat berangkat ke sekolah. Seperti
biasanya, Andi selalu di beri uang 1000 rupiah oleh ibunya atau bapaknya dan tidak diijinkan
sarapan. Karena kesalahan Andi di pagi hari maka orangtuanya membentak-bentak Andi
sambil menyatakan : “BERANGKAT KAMU!!!, KAMU TERLAMBAT !!!” Andi kemudian
berangkat ke sekolah dengan perasaan sedih. Di bangku kelas, Andi teringat perlakuan
kedua orangtuanya kepada dirinya di pagi hari tersebut, hal itu membuat Andi tidak mampu
konsentrasi belajar ketika gurunya sedang mengajar.
Pada hari lain, Andi pulang sekolah tepat waktu dan setelah itu bermain bersama teman-
temannya serta pulang pada saat ashar. Kemudian Andi bergegas ke kamar mandi untuk
membersihkan diri. Namun, orangtua Andi tidak memberikan penghargaan atas perubahan
prilaku Andi tersebut.
_____________________________
Catatan: peserta diberi kesempatan untuk melakukan improvisasi dan mengembangkan
proses dialog dari skenario tersebut di atas.

215
LK MODUL 3.2.3

Skenario Role Playing 3 : tentang orangtua yang cendrung acuh tak acuh / mengabaikan
atau menterlantarkan / cenderung tidak memberi waktu khusus untuk anak dalam proses
mengasuh anak
Dihadapan orangtuanya: Ucok membuang sampah tidak pada tempatnya; Suatu saat Ucok
buang air kecil (BAK) dan tidak menyiram toilet, setelah itu orangtuanya menggunakan toilet
yang sama dirumah tersebut dan tidak memberi komentar apapun; Ucok tidak pernah
membersihkan kamarnya dan tidak pernah ikut andil dalam membersihkan rumah.
Suatu saat Ucok meminta bantuan ayahnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah (tugas
sekolah), namun ayah Ucok tidak menanggapi dengan baik. Orangtua Ucok mendapatkan
undangan rapat orangtua dari sekolah tetapi tidak ditanggapi dengan baik dan tidak hadir
dalam pertemuan orangtua tersebut, dengan alasan sibuk. Karena kesibukan orangtuanya,
Ucok tidak pernah bercengkrama dan atau bercanda dengan orangtuanya di rumah.
Keseharian Ucok di rumah jarang berkomunikasi dengan orangtua walaupun orangtua
sedang ada di rumah. Orangtua Ucok tidak pernah menegur atau menasihati ketika Ucok
terlambat bangun tidur pagi hari, seragam sekolahnya kotor, Ucok selalu bermain game dan
nonton TV tanpa memperhatikan waktu belajar.
Suatu hari, Ucok sakit namun orangtuanya tidak segera membawanya ke dokter atau
PUSKESMAS dan sakitnya Ucik semakin parah namun orangtuanya hanya memberi nasehat
agar membeli obat di warung.
Orangtua Ucok tidak pernah memperhatikan teman bermain Ucok dan tidak mempedulikan
prilaku teman-teman Ucok. Ucok sering berbicara kasar tetapi orangtuanya selalu
membiarkan ucapan tersebut. Ucok juga sering bermain dengan orang yang jauh lebih
dewasa yang sudah menjadi peminum, penjudi pelaku kekerasan, tetapi orangtua Ucok
tidak mempedulikannya.
Sebenarnya Ucok sering meminta perhatian dari orangtuanya dengan segala cara, misalnya
ketika Ucok menerima raport dan memperlihatkannya kepada orangtuanya, namun
orangtua Ucok tidak menanggapinya secara layak, sambil membaca koran.
______________________________
Catatan: peserta diberi kesempatan untuk melakukan improvisasi dan mengembangkan
proses dialog dari skenario tersebut di atas.

216
LK MODUL 3.2.4

Mendengarkan, memperhatikan dan mempertimbangakan pandangan anak (komunikasi) sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak dan
kemampuan interaksi sosial anak.
Bagaimana Cara berkomuniksi (dialog) yang bisa Perkirakan dampak (bagi anak dan orangtua) dari cara
Tahap-tahap
dikembangkan oleh orangtua berkomunikasi yang dikembangkan oleh orangtua
Masa
Pertumbuhan
(dari lahir – 18
bulan)

Anak Usia Dini


(2 - 3 tahun)

Pra Sekolah /
PAUD / TK (3 - 5
tahun)

Masa Sekolah
(6 - 11 tahun)

Masa Remaja
(12 - 18 tahun)

Catatan: baca dan simak bahan bacaan inti Modul 3.1 dan peserta diharapkan mengembangkan jawaban berdasarkan hasil kelompok

217
LK Modul 3.2.5

Beberapa hal penyebab konflik dan Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk penyelesaian masalah
Langkah-langkah untuk mengatasi kesenjangan yang dilakukan oleh orangtua
Penyebab Konflik
(kembangkan)

a. Perubahan cara berfikir anak


yang seharusnya dipahami oleh
orangtua

e. Orangtua Tidak Melakukan


Perubahan yang diperlukan
dalam menghadapi konflik
dengan anak

f. Orangtua tidak merubah cara


berkomunikasi atau
berhubungan dengan anak

g. Perubahan keperibadian anak

218
LK Modul 3.2.5

h. Orang tua tidak mau berusaha


menghadapi perubahan anak

i. Perubahan fisik dan psikis

j. Orangtua tidak memahami cara


melakukan perlindungan
terhadap anak

k. Orangtua selalu berpikir bahwa


dirinya selalu benar

219
LK Modul 3.2.5

l. Perubahan situasi

m. Perubahan budaya

n. Kekerasan dipandang sebagai


metode penegakkan disiplin
(ternasuk dalam kehidupan
sehari-hari) berdasarkan
pengamatan dan atau
pengalaman peserta

Catatan : baca dan simak bahan bacaan inti Modul 3.1 dan peserta diharapkan mengembangkan jawaban berdasarkan hasil kelompok

220
LK Modul 3.2.6

Bentuk-bentuk kekerasan dan eksploitasi terhadap anak, dampak buruknya dan hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasinya.
Bentuk-bentuk
Apa yang bisa anda lakukan untuk mengatasi hal
kekerasan Dampak buruk terhadap anak
tersebut?
terhadap anak
Fisik :
1.
2.
3.
4. Dst...
Psikis
1.
2.
3.
4. Dst...
Penelantaran
1.
2.
3.
4. Dst...

221
LK Modul 3.2.6

Seksual
1.
2.
3.
4. Dst...
Eksploitasi
terhadap anak
(ekonomi)

Eksploitasi
terhadap anak
(seksual)

Catatan : baca dan simak bahan bacaan inti Modul 3.1 dan peserta diharapkan mengembangkan jawaban berdasarkan hasil kelompok

222
LK Modul 3.2.7

Tanggungjawab bersama yang harus dijalankan oleh kedua orangtua walaupun keduanya telah berpisah atau bercerai : agar continuum of care
for children berjalan dengan baik dan tidak berdampak negatif pada anak
Isu yang selalu muncul Yang harus dilakukan oleh ayah dan ibu walaupun salah satu dari
Isu penting kedua orangtua tersebut berbeda rumah.

Mempertimbangkan prioritas kebutuhan anak-anak,


mempersiapkan segala sesuatu untuk anak-anak sesuai dengan
prinsip kepentingan terbaik anak.

Melindungi anak-anak dari bahaya fisik atau psikis atau dampak


buruknya.

Mendorong anak-anak untuk berbicara dan bertemu dengan orang


tua lainnya (ayah atau ibu) secara berkala, kecuali jika hal itu akan
membahayakan / merugikan anak

(misalnya terjadinya kekerasan oleh salah satu orangtua, atau anak


merasa ketakutan bertemu dengan salah satu orangtua dengan
berbagai alasan).

Bila anak diasuh oleh ayah:

ayah melarang anak untuk bertemu dengan ibu, yang


mengakibatkan rusaknya hubungan (komunikasi) dengan ibu.

223
LK Modul 3.2.7

Bila anak diasuh oleh ibu:

Ibu melarang anak untuk bertemu dengan ayah, yang


mengakibatkan rusaknya hubungan (komunikasi) dengan ayah

Mendorong dan membantu anak-anak untuk menikmati budaya


mereka.

Menyediakan kebutuhan keuangan untuk anak

Menghargai pandangan anak terutama ketika membuat keputusan


yang berdampak pada kehidupan anak.

Catatan : baca dan simak bahan bacaan inti Modul 3.1 dan Bahan Bacaan Inti Modul 2 II.A.5.B Tentang Konvensi Hak-hak Anak, Klaster V:
Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif (Family environment andalternative care) (arts. 5, 9-11, 18, paras. 1 and 2; 19-21, 25, 27,
para. 4 and 39), Halaman 113
Dan
II.B.2 Tentang TANGGUNG JAWAB DAN TUGAS ORANG TUA/KELUARGA / KUASA ASUH ORANG TUA / PENCABUTAN KUASA ASUH ORANG TUA
DAN PEMISAHAN ANAK DARI ORANG TUA / HAK ANAK MENGETAHUI DAN DIASUH OLEH ORANG TUA, Halaman 149
Serta peserta diharapkan mengembangkan jawaban berdasarkan hasil diskusi kelompok

224
LK 3.2.8

TENTANG EKSPLOITASI EKONOMI TERHADAP ANAK

BENTUK- BENTUK EKSPLOITASI Kolom Kreativitas Peserta


DAMPAK BURUK BAGI ANAK
EKONOMI
APA YANG DAPAT ANDA LAKUKAN?
(jawaban berdasarkan analisa)

Catatan : kaitkan dengan Modul 2 Tentang Kerangka Hukum Hak Anak dan Perlindungan Anak – Bahan Bacaan Inti – II, A, 2 Tentang Kovenan
EKOSOB Pasal 10 (c); 5 – B KHA Pasal 19, Pasal 21 (d), Pasal 39; E KHA Pasal 32 – 36; II. 6. OP to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in
Persons, Especially Women and Children,supplementing the united nations convention against transnational organized crime,2000, Pasal 3 (a,
b, c dan d); II. B. 5 Tentang Perlindungan Anak – UU PTPPO Pasal 6.

225
LK 3. 2.9

TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL TERHADAP ANAK

BENTUK- BENTUK EKSPLOITASI Kolom Kreativitas Peserta


DAMPAK BURUK BAGI ANAK
SEKSUAL
APA YANG DAPAT ANDA LAKUKAN?
(jawaban berdasarkan analisa)

Catatan : kaitkan dengan Modul 2 Tentang Kerangka Hukum Hak Anak dan Perlindungan Anak – Bahan Bacaan Inti : KHA Pasal 19, Pasal 39;
Pasal 34 – 35; UU PTPPO Pasal 6; UU Pornografi Pasal 4 ayat (1 dan 2).

226
LK 3. 2.10

TENTANG EKSPLOITASI TERHADAP ANAK JALANAN

Kolom Kreativitas Peserta

BENTUK- BENTUK EKSPLOITASI APA YANG DAPAT ANDA LAKUKAN TERMASUK


DAMPAK BURUK BAGI ANAK
TERHADAP ANAK JALANAN BAGAIMANA MENEGAKKAN PENGASUHAN YANG
BAIK?
(jawaban berdasarkan analisa)

Catatan : kaitkan dengan Modul 2 Tentang Kerangka Hukum Hak Anak dan Perlindungan Anak – Bahan Bacaan Inti : KHA Pasal 19, Pasal 5,
Pasal 18, Pasal 39; Pasal 32 – 35; UU PTPPO Pasal 6; UU Pornografi Pasal 4 ayat (1 dan 2).

227
LK 3.2.11

TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN BPTA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH NEGARA

Kolom Kreativitas Peserta


BENTUK-BENTUK PEKERJAAN
TERBURUK ANAK PENCEGAHAN DAN PENANGANAN YANG DAMPAK TERHADAP CONTINUUM OF CARE FOR
HARUS DILAKUKAN OLEH NEGARA CHILDREN JIKA KOLOM KEDUA,
(BPTA)
BERHASIL ATAU GAGAL ?
(jawaban berdasarkan analisa)

Catatan : lihat Bahan Bacaan Inti Modul 3.1.3

228
LK Modul 3.2.12

Role Playing kelompok 1 tentang monitoring anak di keluarga asuh / keluarga angkat

Kreativitas dan Improvisasi Peserta.


Setelah membaca Bahan Bacaan Inti Modul 3.1.3 Tentang Continuum of care for children,
khususnya bagian D. Tentang Monitoring,
maka kembangkanlah skenario role playing (termasuk mengembangkan substansi
monitoring) dalam melakukan monitoring anak di keluarga asuh / keluarga angkat.

229
LK Modul 3.2.13

Role Playing kelompok 2,tentang monitoring anak di panti / LKSA

Kreativitas dan Improvisasi Peserta.


Setelah membaca Bahan Bacaan Inti Modul 3.1.3 Tentang Continuum of care for children,
khususnya bagian D. Tentang Monitoring,
maka kembangkanlah skenario role playing (termasuk mengembangkan substansi
monitoring) dalam melakukan monitoring anak di panti / LKSA.

230
LK Modul 3.2.14

Role Playing kelompok 3,tentang anak di lembaga pendidikan / sekolah

Kreativitas dan Improvisasi Peserta.


Setelah membaca Bahan Bacaan Inti Modul 3.1.3 Tentang Continuum of care for children,
khususnya bagian D. Tentang Monitoring,
maka kembangkanlah skenario role playing (termasuk mengembangkan substansi
monitoring) dalam melakukan monitoring anak di lembaga pendidikan / sekolah.

231
LK Modul 3.2.15

Diskusi (Kelompok 4 suara sapi) membahas tentang pengembangan format monitoring di


keluarga asuh / keluarga angkat, panti / LKSA, lembaga pendidikan / sekolah

Kreativitas dan Improvisasi Peserta.


Setelah membaca Bahan Bacaan Inti Modul 3.1.3 Tentang Continuum of care for children,
khususnya bagian D. Tentang Monitoring,
maka kembangkanlah diskusi tentang pengembangan format monitoring anak di keluarga
asuh / keluarga angkat; panti / LKSA; dan lembaga pendidikan / sekolah. Substansi
monitoring harus dikembangkan dan tidak terpaku hanya pada Bahan Bacaan.

232
BAHAN BACAAN INTI MODUL 3.3
CONTINUUM OF CARE FOR CHILDREN

I. PENDAHULUAN
A. Beberapa definisi continuum of care
1. A link between two things, or a continuous series of things, that blend into each
other so gradually and seamlessly that it is impossible to say where one becomes
the next, (English Dictionary).
2. Pengertian konsep Kontinuum menurut Jean LeadloffinuumofCare
“konsep kontinuum adalah gagasan yang bertujuan untuk mencapai
perkembangan secara optimal baik pisik, mental dan emosi dan kesejahteraan,
khususnya bagi bayi”. (1998, http://www.continuumconcept.org/cc_defined.html)
3. Pengasuhan kontinuum menurut tujuannya:
Menjamin perkembangan dan mengantarkan layanan secara layak bagi anak yang
mengalami penderitaan gangguan emosi (Parent Handbook, South Carolina
Departmentof Social Services, 2013).

B. Pemahaman Pengasuhan Berkelanjutan Bagi Anak (Continuum of Care for Children)


Dalam Modul Ini.

Pengasuhan mencakup setiap aktivitas yang dilakukan oleh orang tua maupun
pihak lain yang bertanggung jawab terhadap anak atas tumbuh kembang anak baik
scara fisik, mental maupun sosial. Semua aktivitas yang dilakukan tersebut untuk
mendukung kemampuan anak yang selalu berkembang (evolving capacities) dengan
mengerahkan sumber-sumber semaksimum mungkin (to the maximum extent of
their available resources). Hal itu untuk menjamin anak untuk dapat tumbuh
kembang secara maksimum dengan berbagai kemudahan mengakses semua sistem
layanan guna memenuhi hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak mendapatkan
akta kelahiran, hak mendapatkan perlindungan hukum.

Dalam hubungan ini pengasuhan berkelanjutan untuk anak (continuum of care for
children), memuat pengertian, memastikan bahwa semua aktivitas dan langkah
pengasuhan yang dilakukan tersebut tepat dan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak baik berdasarkan pemenuhan hak-hak anak maupun
perlindungan anak. Semua aktivitas maupun langkah-langkah pengasuhan tersebut
baik yang dilakukan oleh orangtua atau oleh / melalui pengasuhan alternatif seperti :
wali, orangtua asuh, orangtua angkat atau panti sebagai alternatif terakhir.

Pengasuhan alternatif dilakukan jika orangtua atau keluarga tidak mampu


menjalankan tanggungjawab mengasuh dan melindungi anak atau karena adanya
tindakan kekerasan, eksploitasi yang dilakukan oleh orangtua sehingga
mengharuskan anak dipisahkan dari keluarganya. Dalam hal ini, kemiskinan tidak
dapat dijadikan alasan memisahkan anak dari orangtuanya, karena “harta” yang
paling berharga bagi anak adalah kasih sayang, sikap lemah lembut, cinta kasih,
perhatian dari orangtuanya sendiri. “Harta” tersebut belum tentu atau sulit
didapatkan dari bentuk pengasuhan alternatif / pengganti. Pengasuhan oleh
orangtua asuh dan oleh panti harus bersifat sementara, sambil menunggu
pengasuhan permanen yang dilakukan oleh pengasuhan keluarga pengganti.

233
Menurut UU Perkawinan dan UU Kesejahteraan Anak (lihat Bacaan Inti Modul 2.
Dalam UU Perkawinan dinyatakan: jika orangtua : (a). Ia sangat melalaikan
kewajibannya
terhadap
anaknya; (b). Ia SISTEM PENGASUHAN ANAK
berkelakuan
buruk sekali,
PENGASUHAN
maka salah satu DALAM RUMAH
PENGASUHAN DI LUAR RUMAH
atau kedua
orangtua dapat
dicabut
kekuasaannya, Dukungan Family
Pengasuhan
Keluarga
Pengasuhan
Kerabat Perwalian Adopsi Oleh
dengan Keluarga Preservation Asuh
Lembaga
demikian anak
masuk dalam
lingkaran
pengasuhan
alternatif.
Dalam UU
kesejahteraan
Anak dinyatakan : (1) Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh
asuhan oleh Negara atau orang atau badan, serta (1) Orang tua yang terbukti
melalaikan tanggungjawabnya sebagaimana termaksud dalam Pasal 9, sehingga
mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak,
dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu
ditunjuk orang atau badan sebagai wali. Namun pencabutan kuasa asuh anak dari
orangtua tersebut tidak menghapuskan kewajiban orangtua bersangkutan untuk
membiayai, sesuai dengan kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan
pendidikan anaknya, serta pencabutan dan pengembalian kuasa asuh sorang tua
ditetapkan dengan keputusan hakim.

Terdapat perbedaan Langkah-langkah dan intervensi antara pengasuhan keluarga


dengan pengasuhan alternative. Pada pengasuhan keluarga langkah-langkah dan
intervensi pengasuhan sepenuhnya berada dalam tanggung jawab orangtua /
keluarga. Sementara pada pengasuhan alternatif langkah-langkah dan intervensi
pengasuhan anak beralih kepada pihak lain yakni wali, keluarga pengganti atau
lembaga pengasuhan/panti sebagai alternatif terakhir.

Pemisahan anak dari keluarga merupakan pengalaman buruk bagi anak-anak dan
dapat memiliki konsekwensi jangka panjang yang serius bagi kesejahteraannya,
walaupun sebagian anak yang terpisah dari orangtua / keluarga dapat segera
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Pemisahan anak dari keluarga
mengakibatkan adanya perubahan lingkungan dan adanya intervensi pihak lain.
Dalam hubungannya dengan prinsip continuum of care for children yang harus
dicermati dalam pemisahan anak dari orang tua/keluarga kedalam proses
pengasuhan alternatif adalah adanya kepastian bahwa langkah-langkah yang
dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pengasuhan alternatif
234
sesuai dengan perkembangan psikososial anak, memenuhi hak-hak anak, tidak
memutuskan hubungan darah dengan keluarga asal / asli, serta adanya jaminan
bahwa anak mendapat perlindungan dari KEPP.

Terdapat sekurangnya tiga hal mendasar terkait dengan prinsip continuum of care
dalam langkah-langkah pengasuhan alternatif.

 Alasan-alasan hukum yang membolehkan anak terpisah dari keluarga dan harus
mendapatkan pengasuhan alternative. Diantara alasan hukum yang
membolehkan anak terpisah dari orangtua adalah adanya tindakan kekerasan,
baik secara fisik maupun psikis, dan atau tindakan eksploitasi, yang
mengakibatkan dampak buruk pada anak serta menjadi hambatan terhadap
perkembangan kemampuan anak yang maksimum.

 Pihak-pihak yang secara hukum terlibat dalam proses pengasuhan alternatif.


Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak berbagai pihak yang harus terlibat dalam
proses pengasuhan alternatif terdiri dari: Negara serta pihak lain yang seharusnya
menjadi dan atau bertanggung jawab atas pengasuhan anak, seperti Kerabat,
keluarga asuh, perwalian, adopsi dan lembaga pengasuhan sebagai alternatif
terakhir.

 Langkah-langkah pengasuhan yang harus dilakukan oleh setiap/semua pihak yang


terlibat dalam pengasuhan alternative. Diantara langkah-langkah tersebut adalah:
meminta persetujuan anak, merumuskan perencanaan pengasuhan,
mempersiapkan sistem dukungan dan langkah-langkah monitoring. Semua
langkah yang dilakukan tersebut untuk memastikan kesesuaian dengan
kebutuhan perkembangan anak serta terpenuhinya hak-hak anak.

C. Prinsip-prinsip Pengasuhan

Mengacu kepada Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) semua aktivitas dan langkah-
langkah pengasuhan baik dalam keluarga maupun pengasuhan alternatif harus
didasarkan kepada prinsip-prinsip berikut:

a. Non diskriminasi;
b. Kepentingan terbaik bagi anak;
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;
d. Penghargaan terhadap pandangan anak;
e. Serta memperhatikan hak anak :
i. untuk diasuh oleh orang tuanya;
ii. pencegahan keterpisahan anak dari keluarganya, kecuali demi kepentingan
terbaik bagi anak, anak harus dipisahkan dari orangtua dalam hal anak
mendapatkan kekerasan dari orangtua;
iii. hak untuk mengetahui asal-usul keluarga;
iv. kesamaan agama dengan anak, memperhatikan kepercayaan dan budaya
anak; dan
v. perlindungan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran.
235
D. Monitoring
Monitoring terhadap anak yang ditempatkan oleh Negara dalam pengasuhan
alternatif wajib dilakukan oleh aparat Negara (Pekerja Sosial). KHA Pasal 3 ayat 3
mewajibkan Negara untuk melakukan monitoring terhadap lembaga dan staf yang
mengelola lembaga pengasuhan anak, termasuk terhadap orang yang
bertanggungjawab terhadap anak (Foster Families, Adoptive Families, Rumah Anak,
Panti, Imigrasi (tempat penahanan pengungsi) Rumah Sakit dan Unit Kesehatan,
Pusat Terapi tertentu, Asrama Sekolah, Tahanan dan Penjara). Sedangkan KHA Pasal
25 mewajibkan kepada Negara (Pekerja Sosial) untuk melakukan monitoring
terhadap kondisi dan perkembangan anak baik yang menyangkut perkembangan
psikososial anak maupun pendidikan dan kondisi kesehatan anak.
Berikut monitoring terhadap kondisi dan perkembangan anak sesuai
dengan KHA Pasal 25 (tidak termasuk monitoring sesuai amanat KHA
Pasal 3 ayat 3 / tentang Lembaga Pengasuhan dan Perangkatnya dan
tempat pengasuhan alternatif lainnya).

Tidak ada format yang baku untuk monitoring terhadap kondisi dan
perkembangan anak, karena disesuaikan dengan kebutuhan, walaupun
demikian beberapa substansi penting (dapat dikembangkan sesuai
kebutuhan) untuk monitoring terhadap kondisi anak yang ditempatkan di
pengasuhan alternatif (keluarga asuh, keluarga angkat / wali, panti
asuhan), lembaga pendidikan dan masyarakat, meliputi:
- Hubungan anak dengan pengasuh
- Hubungan anak dengan anak
- Aktivitas anak yang menyangkut olahraga, seni budaya, pemanfaatan
waktu luang, bermain
- Apakah anak merasa nyaman dan merasa dilindungi dari kekerasan,
eksploitasi, pengabaian / penelantaran
- Apakah anak merasa tidak didiskriminasi oleh lingkungan pegasuhan
alternatif tersebut
- Apakah anak merasa bahwa pemenuhan hak kesehatan didapatkan
dengan baik
- Apakah anak merasa dapat mengekspresikan dirinya, tanpa
hambatan

Pendidikan meliputi:
- Perkembangan anak di sekolah
- Kemampuan anak menyerap pelajaran
- Hubungan anak dengan siswa lainnya
- Hubungan anak dengan guru dan tenaga kependidikan lainnya
- Aktivitas anak di sekolah yang menyangkut olahraga, seni budaya,
pemanfaatan waktu luang, bermain
- Perkembangan prestasi belajar anak
- Apakah anak merasa nyaman dan merasa dilindungi di lembaga
pendidikan dari kekerasan, eksploitasi, pengabaian / penelantaran
236
- Apakah anak merasa tidak didiskriminasi oleh lingkungan pendidikan
tersebut
- Apakah anak merasa dapat mengekspresikan dirinya dan
berorganisasi secara bebas di lingkungan sekolah tanpa hambatan

Kesehatan anak:
- Apakah anak dalam kondisi sehat
- Apakah anak mengidap penyakit tertentu
- Apakah selama dalam pengasuhan, anak sering mengalami sakit
- Apakah anak berani mengeluhkan tentang kondisi kesehatannya

Agama dan Keyakinan:


- Apakah anak merasa agama dan keyakinannya tidak diganggu atau
mendapatkan penghormatan dari pangasuh, lembaga pendidikan
dan di masyarakat

Menghargai Pandangan Anak :


- Apakah anak merasa bahwa pandangannya dihargai, dihormati dan
dipertimbangkan oleh pembuat keputusan di tempat baru (keluarga,
lembaga pengasuhan, lembaga pendidikan, dan masyarakat)

Mekanisme komplain (keluhan)


- Apakah anak merasa mudah mengutarakan keluh kesah-nya
- Apakah anak memiliki keberanian untuk mengutarakan keluh kesah-
nya atau tidak memiliki keraguan untuk mengungkapkan
perasaannya baik
- Apakah anak memiliki keberanian untuk melakukan komplain
tentang perlakuan tidak senonoh / tidak baik dari salah satu
pengasuh atau pembimbing terhadap dirinya

Lingkungan Komunitas :
- Apakah anak merasa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosial tempat anak berada
- Apakah anak merasa bahwa lingkungan sosial tersebut menerima
dirinya sebagaimana adanya
- Apakah anak merasa nyaman dilingkungan sosial tersbut dan
merasa tidak terancam dari lingkungan sosial tersebut
- Apakah anak merasa tidak didiskriminasi oleh lingkungan sosial
tersebut

237
II. BEBERAPA ISU PENTING YANG BERKAITAN DENGAN CONTINUUM OF CARE FOR
CHILDREN, DIANTARANYA:
A. Tahap-tahap perkembangan psikologi anak.
Menurut Erikson tahapan perkembangan anak digambarkan dalam matrik berikut.
(Erikson's Psychosocial Stages Summary Chart - Erikson's Stages of Psychosocial
Development)

Konflik /
Kejadian
Tahap Benturan Hasil
Penting
Mendasar
Masa Percaya vs. tidak Pemberian Anak mengembangkan perasaan
Pertumbuhan percaya Makanan percaya ketika pengasuh dapat
(dari lahir – 18 diandalkan, mampu merawat,
bulan) memberi kasih sayang.
Kurangnya pengasuh
memberikan hal-hal tersebut
akan megakibatkan ketidak
percayaan anak.
Anak Usia Dini Mandiri Latihan Anak-anak perlu
(2 - 3 tahun) Kebersihan mengembangkan kemampuan
vs. Rasa malu
Diri mengontrol diri terhadap
dan Keraguan
keterampilan fisik dan perasaan
kemandirian. Kesuksesan
mengembangkan kemampuan
tersebut menghasilkan
kemandirian, sebaliknya
kegagalan akan menimbulkan
rasa malu dan keraguan.
Pra Sekolah / Inisiatif vs. Explorasi Anak-anak perlu mulai
PAUD / TK (3 - Perasaan menegaskan kendali dan
5 tahun) Bersalah kekuasaan atas lingkungan.
Keberhasilan dalam tahap ini
mengarahkan kepada sebuah
tujuan. Anak-anak yang terlalu
banyak mencoba mengerahkan
daya upaya dan mengalami
kegagalan , akan mengakibatkan
perasaan bersalah.
Masa Sekolah Karya vs. Sekolah Anak perlu mengatasi kebutuhan
(6 - 11 tahun) Rendah diri sosial dan pengetahuan baru
(akademis). Kesuksesan dalam
mencapai hal tersebut, maka
anak merasa memiliki
kompetensi. Sebaliknya jika
gagal maka anak akan merasa
rendah diri.
Masa Remaja Identitas Pribadi Hubungan Remaja perlu mengembangkan
(12 - 18 tahun) / Jati Diri vs. Sosial kesadaran diridan identitas
Peran yang pribadi / jati diri Kesuksesan
238
Membingungkan mencapai hal tersebut akan
menumbuhkan kemampuan
untuk jujur pada diri sendiri,
sedangkan jika gagal
mengakibatkan kebingungan
atas perannya dan merasa
dirinya lemah

1. KEPERCAYAAN VS.KETIDAKPERCAYAAN
Tahap Satu Perkembangan Psikososial (Stage One of Psychosocial Development)
 Konflik Psikososial (Psychosocial Conflict): Trust vs Mistrust
 Pertanyaan Utama (Major Question): "Bisakah aku mempercayai orang-orang di
sekitarku?” (“Can I trust the people around me?")
 Teladan Dasar: Harapan (Basic Virtue: Hope)
 Peristiwa Penting: Memberi makan. (Important Event(s): Feeding).

Tahap Keperecayaan versus Ketidak percayaan adalah tahap pertama dari teori Erik
Erikson tentang perkembangan psikososial.Tahap ini berlangsung antara kelahiran
dan kurang lebih usia 18 bulan. Menurut Erikson, tahap kepercayaan versus
ketidakpercayaan merupakan periode yang paling penting dalam kehidupan
seseorang.

Karena anak usia dini sepenuhnya bergantung pada para pengasuhnya, maka
kualitas perawatan yang diterima anak memainkan peran yang penting dalam
membentuk kepribadian anak. Selama tahap ini, anak-anak belajar apakah mereka
bisa mempercayai orang-orang di sekitar mereka atau tidak.Ketika seorang bayi
menangis, apakah pengasuhnya memenuhi kebutuhannya? Ketika ia merasa
ketakutan, apakah ada orang yang menghiburnya?

Ketika kebutuhan-kebutuhan ini secara konsisten terpenuhi, maka anak akan


belajar bahwa ia bisa mempercayai orang-orang yang mengasuhnya. Akan tetapi,
jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi secara konsisten maka anak
akan mulai tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya.

Jika anak berhasil mengembangkan kepercayaannya, maka ia akan merasa aman


dan nyaman di dunia ini. Para pengasuh yang kurang konsisten, secara emosional
kurang bisa diandalkan atau menolak berperan dalam perasaan tidak percaya pada
anak-anak yang mereka asuh. Kegagalan untuk mengembangkan kepercayaan akan
mengakibatkan rasa takut dan kepercayaan bahwa dunia ini tidak konsisten dan tak
bisa diprediksi.

2. OTONOMI VERSUS RASA MALU DAN KERAGUAN


Tahap Dua dari Perkembangan PSikososial.
 Konflik Psikososial: Otonomi versus Rasa Malu dan Keraguan
 Pertanyaan Utama: Apakah aku bisa melakukannya sendirian atau apakah aku
harus mengandalkan bantuan orang lain?”
239
 Teladan Dasar: Kemauan.
 Peristiwa Penting: Pelatihan Toilet

Otonomi versus rasa malu dan keraguan adalah tahap kedua dari tahap
perkembangan psikososial Erik Erikson.Tahap ini berlangsung antara umur 18 bulan
sampai kurang lebih dua sampai tiga tahun. Menurut Erikson, anak pada tahap ini
terfokus pada perkembangan pengendalian diri.

Perolehan rasa kendali diri atas dunia ini penting pada tahap perkembangan ini.
Pelatihan toilet memainkan peran besar; belajar mengendalikan fungsi tubuh
seseorang akan menghasilkan perasaan kendali dan rasa mandiri. Peristiwa penting
lainnya termasuk mengendalikan pilihan makanan, mainan, dan pakaian mereka.

Anak-anak yang berhasil menyelesaikan tahap ini merasa nyaman dan percaya diri,
sementara mereka yang gagal merasa kurang mampu dan ragu terhadap dirinya

3. INISIATIF VERSUS RASA BERSALAH (INITIATIVE VERSUS GUILT)


Tahap KetigaPerkembanganPsikososial
 KonflikPsikososial: Inisiatif versus Rasa Bersalah
 PertanyaanUtama: “Apakah aku baik atau jahat?”
 TeladanDasar: Tujuan
 Peristiwapenting: Eksplorasi, Permainan

Inisiatif versus Rasa Salah adalah tahap ketiga dari teori Erikson tentang
Perkembagan Psikososial. Tahap ini berlangsung selama bertahun-tahun
prasekolah, antara usia tiga dan lima tahun. Selama tahap inisiatif versus rasa
bersalah, anak-anak mulai menunjukkan kekuasaan dan kendali atas dunia ini lewat
mengarahkan permainan dan interaksi social lainnya.

Anak-anak perlu mulai menegaskan kendali dan kekuasaan atas lingkungan dengan
mengambil inisiatif lewat perencanaan kegiatan, penyelesaian tugas dan mengatasi
tantangan. Selama tahap ini, penting bagi para pengasuh anak untuk mendorong
eksplorasi dan membantu anak membuat pilihan-pilihan yang sesuai. Para
pengasuh yang bersikap melarang atau menolak bisa menyebabkan anak merasa
malu akan dirinya dan menjadi terlalu bergantung pada bantuan orang lain.

Permainan dan imajinasi memainkan peran penting dalam tahap ini. Anak-anak
memiliki inisiatif yang dikuatkan dengan diberi kebebasan dan dorongan untuk
bermain. Ketika usaha untuk melibatkan permainan fisik dan imajinatif dihambat
oleh pengasuh, anak-anak mulai merasa bahwa usaha yang didasarkan atas inisiatif
diri mereka adalah sumber rasa malu. Keberhasilan dalam tahap ini menghasilkan
pemahaman akan tujuan, sementara kegagalan menghasilkan rasa bersalah.

4. KERJA KERAS VERSUS RENDAH DIRI


Tahap Ke-empat Stage dari Perkembangan Psikososial

 KonflikPsikososial: Kerja Keras versus Rendah Diri


 Pertanyaan Utama: “Bagaimana aku bisa menjadi baik?”
240
 Teladan Dasar: Kompetensi
 Peristiwa Penting: Sekolah

Kerja Keras versus Rasa Rendah Diri adalah tahap ke-4 dari teori perkembangan
psikososial dari Erik Erikson. Tahap ini berlangsung selama masa anak-anak antara
usia enam dan sebelas tahun. Sekolah dan interaksi social memainkan peran
penting dalam kehidupan anak pada masa ini. Lewat interaksi social, anak mulai
mengembangkan rasa bangga dalam keberhasilan dan kemampuan mereka.

Selama tahap kerja keras versus rasa rendah diri, anak-anak menjadi mampu
melakukan tugas-tugas yang semakin kompleks. Akibatnya, mereka berusaha
menguasai ketrampilan-ketrampilan baru. Anak-anak yang didorong dan dipuji
orang tua dan guru mengembangkan rasa kompetensi dan keyakinan akan
keterampilan mereka. Mereka yang menerima dorongan yang sedikit atau tidak
menerima sama sekali dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan meragukan
kemampuan mereka untuk berhasil.

Menurut Erikson, tahap ini sangat penting dalam pengembangan rasa percaya diri.
Selama sekolah dan kegiatan social lainnya, anak-anak menerima pujian dan
perhatian atas hasil mereka menyelesaikan berbagai tugas seperti membaca,
menulis, menggambar dan memecahkan masalah. Anak-anak perlu mengatasi
tuntutan akademik maupun social yang baru. Keberhasilan menghasilkan rasa
kompetensi (kemampuan), sementara kegagalan menghasilkan rasa rendah diri.

5. IDENTITAS VERSUS KEBINGUNGAN


Tahap Ke-lima dari Perkembangan Psikososial
 Konflik Psikososial: Identitas versus Kebingungan
 PernyataanUtama: “Siapa Aku?”
 Teladan Dasar: Kesetiaan
 Peristiwa Penting: Hubungan Sosial
Identitas versus Kebingungan adalah tahap ke-lima dari teori Perkembangan
Psikososial Erik Erikson. Tahap ini belangsung selama masa remaja antara usia
kurang lebih 12 sampai 18 tahun. Remaja perlu mengembangkan pemahaman akan
identitas diri dan pribadi. Selama masa remaja, anak-anak mengeksplorasi
kemandirian mereka dan mengembangkan pemahaman akan diri.

Saat mereka mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan,


remaja mulai merasa bingung atau tidak aman mengenai diri mereka sendiri dan
bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan masyarakat. Ketika mereka berusaha
membangun pemahaman akan diri, remaja mungkin mengalami peran-peran,
kegiatan dan perilaku yang berbeda-beda. Menurut Erikson, ini penting bagi proses
pembentukan identitas yang kuat dan mengembangkan pemahaman akan arah
kehidupan.

241
Mereka yang menerima dorongan dan pujian lewat eksplorasi pribadi akan keluar
dari tahap ini dengan pemahaman yang kuat akan diridan rasa kemandirian serta
kendali. Mereka yang tetap ragu akan keyakinannya serta keinginannya akan
merasa tidak aman dan bingung tentang diri mereka sendiri dan masa depan
mereka.

B. Mendengarkan dan mempertimbangkan pandangan anak merupakan salah satu


keterampilan yang harus dilakukan oleh orangtua dalam proses komunikasi
dengan anak. Komunikasi merupakan bagian penting dari pengasuhan
kontinuum(continuum of care).

Salah satuketerampilan yang palingpenting dalam komunikasiadalah mendengarkan.


Mendengarkan seringkali melelahkan, sebarapa sulit orangtua bersedia
mendengarkan? Jika orangtua mendengarkan pandangan anak dengan baik dan
sungguh-sungguh meskipun itu harus melelahkan dan orangtua menyadari kelelahan
tersebut sebagai bagian dari tanggungjawabnya (pengorbanan) maka sikap orangtua
tersebut dapat menjadi kebaikan bagi anak sebagai subjek yang sedang
mengutarakan pandangannya. Jika orangtua mendengarkan pandangan anak dengan
baik, maka orangtua akan memahami dan akan lebih peduli terhadap hal-hal yang
diungkapkan oleh anak. Pada saat yang sama, kesediaan orangtua mendengarkan
pandangan anak tersebut, akan melatih anak untuk melakukan hal yang sama dan
akan memiliki kecenderungan menghargai pandangan orang lain.

Mendengarkan secara sungguh-sungguh

a. Mendengarkan harus disertai dengan memaknai. Hal tersebut dimaksudkan agar


orangtua memahami maksud yang diungkapkan oleh anak. Orangtua harus
mencoba memaknai apa yang diungkapkan oleh anak. Dalam proses ini,
orangtua mencoba menciptakan komunikasi yang interaktif misalnya dengan
mengulang kembali apa yang diungkapkan oleh anak berdasarkan pemahaman
orangtua. Orangtua tidak perlu berkecil hati jika apa yang dipahami oleh
orangtua tersebut masih belum sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh anak,
karena hal ini menunjukkan adanya proses perkembangan komunikasi dan
interaksi antar anak dengan orangtua yang efektik dan merupakan wujud
kedekatan secara emosional.
b. Dalam proses komunikasi, orangtua harus sambil mencoba memahami posisi
anak dengan membayangkan jika orangtua berada dalam posisi sebagai anak.
langkah ini dapat membantu orangtua untuk dapat lebih memahami pandangan
anak.
c. Anak membutuhkan perhatian dari orangtua. Perhatian tersebut akan
membantu memudahkan anak mengungkapkan pandangannya.
d. Mendengarkan dengan sungguh-sungguh juga bisa ditunjukkan dengan bahasa
tubuh misalnya menatap mata (atau bagian lain pada wajah anak yang
berdekatan dengan mata), ketika mendengarkan ungkapan anak. jika orangtua
tidak melakukan hal tersebut, anak akan cenderung merasa tidak diperhatikan /
tidak didengarkan / tidak dihargai. Tunjukkan bahwa orangtua sungguh-sungguh
mendengarkan ungkapan anak misalnya dengan mengangguk atau dengan

242
mengungkapkan kata-kata seperti “oh gitu ya” atau “mmmh” atau “oh ya benar
bapak / ibu paham” dan lain sebagainya.

Berkomunikasi pada dasarnya merupakan proses saling mengungkapkan pikiran


dengan tidak disertai saling menyalahkan. Berkomunikasi yang baik tidak ditekankan
hanya pada materi dan hasil pembicaraan, tetapi kepada proses berkomunikasi itu
sendiri. Pendapat baik dan pendapat buruk akan terjadi dalam proses komunikasi,
tetapi jangan langsung saling menyalahkan, karena makna baik dan buruk akan
terungkap dan dipahami oleh orangtua, melalui proses komunikasi yang baik dan
efektif dengan anak.

C. Orangtua harus mengembangkan interaksi sosial / relasi yang baik dalam keluarga
Beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam menciptakan hubungan interaksi positif
dengan anak, diantaranya:
a. Saling menghargai pandangan yang berbeda ketika melakukan komunikasi atau
berdiskusi dengan anak maupun antara anggota keluarga lainnya.
b. Bersedialah untuk mendengarkan pandangan anak.
c. Bersikaplah sopan dan lemah lembut
d. Jangan menyalahkan dan jangan menuduh
e. Tetaplah pada isu atau persoalan yang sedang dibahas dan jangan membahasa
persoalan lain sebelum jelas masalah yang dibicarakan
f. Bekerjasamalah untuk menyelesaikan masalah. Ungkapkan tentang apa yang
orangtua dan anak inginkan dan bekerjasamalah untuk mencapai tujuan yang
sesuai dengan kesepakatan.
Kesepakatan antara anak dan orangtua atau dengan anggota keluarga lain
bukanlah kesepakatan baku. Jika kesepakatan tersebut tidak di jalankan
oleh anakmaka perlu dilakukan diskusi kembali dan membuat kesepakatan
baru atau memeperkuat kesepakatan lama. Kesepakatan pada dasarnya
merupakan alat bagi anak untuk belajar memahami sesuatu. Sikap
orangtua yang tidak cenderung menyalahkan anak ketika anak tidak
mentati kesepakatan, disertai dengan langkah orangtua mengajak anak
mendiskusikan perkembangan terbaru tersebut, dapat berdampak positif
pada pembentukan sikap, perilaku dan keperibadian anak, anak akan
cenderung belajar,lalu belajar lagi, kemudian belajar menegakkan disiplin
pada dirinya tanpa keterpaksaan. Anak belajar memahami sesuatu dengan
kebahagiaan dan menimmbulkan dampak positif lainnya misalnya berupa
kesadaran untuk melakukan sesuatu yang bersifat positif yang
ditanamkan di dalam dirinya oleh dirinya sendiri.

D. Beberapa hal penyebab konflik

Konflik anak dengan Orangtua sering terjadi seiring dengan perkembangan anak dari
hari ke hari hingga ketika anak beranjak remaja. Orangtua sering mangalami
kesulitan mengatasi fase pertumbuhan anak tersebut dan orangtua sering
mengalami kebingungan tentang bagaimana cara menghadapinya.

243
1. Perubahan cara berfikir anak yang seharusnya dipahami oleh orangtua
Ketika anak beranjak remaja akan mengalami perubahan dan perkembangan
dalam banyak hal. Pada Fase ini seringkali muncul pertanyaan anak kepada
orangtua dengan pertanyaan yang lebih mendalam atau lebih luas dibandingkan
ketika mereka masih kecil. Dalam fase ini orangtua seharusnya dapat
memahami perkembangan pemikiran anak, karena pada dasarnya setiap orang
mengalami fase ini.

Pada fase pertumbuhan ini, anak akan mulai berfikir tentang dunianya, termasuk
tentang nilai dan keyakinan terhadap sesuatu. Seringkali cara berfikir anak
tersebut nampak bertentangan dengan apa yang difikirkan oleh orangtua. Jika
orangtua tidak mampu membangun relasi dan hubungan komunikasi yang baik
dengan anak, situasi ini sering menjadi penyebab konflik antara anak dengan
orangtua.

2. Orangtua Tidak Melakukan Perubahan yang diperlukan dalam menghadapi


konflik dengan anak
Ketika anak masih kecil, orangtua merasa lebih mudah mengarahkan mereka
sesuai dengan keinginan orangtua. Tetapi ketika anak beranjak remaja, hal
tersebut tidak mudah dilakukan kerena anak mulai berfikir lebih kompleks dan
akan lebih sulit untuk diarahkan sebagaimana yang diinginkan oleh orangtua.
Pada fase ini orangtua harus rajin mengajak anak mendiskusikan sesuatu yang
sedang dihadapi anak dan bukannya memberikan nasehat dan bukan pula
memaksakan kehendaknya.

3. Orangtua tidak merubah cara berkomunikasi atau berhubungan dengan anak


Ketika anak masih kecil hubungan komunikasi lebih bersifat satu arah, namun
ketika anak bertambah umur / beranjak remaja hubungan komunikasi akan
mengalami perubahan menjadi komunikasi dua arah (dialogis). Perubahan ini
tidak terjadi dalam sekejap tetapi terjadi secara bertahap bersamaan dengan
tumbuh kembang anak itu sendiri. Sudah seharusnya dalam proses pengasuhan,
orangtua lebih dapat memperhatikan perkembangan situasi yang terjadi dan
dialami oleh anak tersebut. Salah satu cara yang harus dilakukan oleh orangtua
dengan merubah cara berkomunikasi atau cara berhubungan dengan anak,
karena pada fase ini anak akan lebih banyak membutuhkan masukan atau
dukungan dari orangtua melalui proses diskusi dan bukan intervensi.

4. Perubahan keperibadian anak


Setiap orang akan mengalami tahap perkembangan atau tumbuh kembang.
Misalnya dari bayi – anak – remaja – dewasa. Dalam fase tumbuh kembang ini,
setiap anak mengalami situasi pencarian jati diri. Situasi tersebut pada satu sisi
merupakan perkembangan normal namun pada sisi yang lain menunjukan
kerentanan. Hal ini tergantung pada bagaimana orangtua melakukan
tanggungjawabnya dalam mengasuh dan melindungi anak, proses pengasuhan
yang tanpa KEPP akan mendukung perkembangan individu anak kepada proses
kedewasaan dan kematangan emosi serta perkembangan sikap mental ke arah
yang lebih positif seperti, anak lebih ceria, merasa nyaman, mengutamakan
244
berfikir positif dibandingkan dengan berfikir negatif, lebih percaya diri, tidak
mudah putus asa, memiliki kemampuan untuk bangkit kembali ketika
menghadapi masalah, mampu bergaul dengan baik, tidak mudah tersinggung,
memiliki kemampuan menolak atas hal-hal yang dapat merugikan dirinya,
memiliki kemampuan konsentrasi belajar dengan baik.

Sebaliknya, pengasuhan yang disertai KEPP akan cenderung mendorong anak ke


arah yang negatif dan merupakan kebalikan dari hal-hal di atas.

Pada fase orangtua yang mengalami apa yang disebut dengan “krisis paruh
baya”, pada saat yang bersamaan anak sedang mengalami “krisis identitas”
(pencarian jatidiri), jika tidak terbangun pola komunikasi yang baik dalam proses
pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua kepada anak, maka kedua situasi
tersebut akan menimbulkan banyak konflik. Hal tersebut pada dasarnya akan
lebih mudah diatasi jika kebiasaaan dalam proses pengasuhan yang dilakukan
oleh orangtua tidak disertai unsur KEPP, karena pola pengasuhan tanpa KEPP
akan mendorong orangtua lebih bijaksana sekaligus mendorong anak belajar
dewasa.

5. Orang tua tidak mau berusaha menghadapiperubahanAnak


Bagian dari krisis identitas anak diantaranya: anak mulai berfikir tentang
kebebasan, kepentingan dirinya, selera, gaya hidup, perkembangan seksualitas,
termasuk hak privasi. Pada tahap ini, orangtua seringkali mengalami kesulitan
mengikuti perkembangan anak yang begitu cepat tersebut. Pada fase kritis
pencarian identitas ini, anak akan semakin merasa tertekan karena anak sangat
membutuhkan dukungan untuk dapat keluar dari tekanan yang dialaminya. Jika
orangtua sebagai orang yang sangat dekat dengan anak tidak mampu
memberikan dukungan maka anak akan mencari orang lain yang dapat
membantu mencari jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya. Situasi ini
sangat rentan bagi anak karena anak sangat ingin ada orang yang dapat
membantunya mendapatkan jalan keluar. Dalam situasi rentan ini terdapat dua
kemungkinan, anak akan mendapatkan orang yang membantunya kepada arah
yang baik (positif) atau sebaliknya, anak justru akan mendapatkan orang yang
dipercayainya atau yang merasa memberikan kenyamanan pada dirinya, tetapi
pada saat yang sama anak tidak menyadari bahwa orang / teman sebaya /
kelompok / orang dewasa tersebut mengarahkannya pada hal yang negatif (jalan
keluar yang negatif).

6. Perubahanfisik dan psikis


Berbagai perubahan yang terjadi pada anak diantaranya perubahan berfikir,
emosi, identitas atau fisik. Perubahan tersebut berlangsung terus-menerusdari
hari kehari, minggu keminggu, bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun dan anak
dapat meraih kemampuan yang selalu berkembang (evolving capacities).
Seorang anak yang dalam suasana pengasuhan kebahagiaan, penuh kasih
sayang, dan cinta akan meraih kematangan sejalan dengan perkembangan
umur-nya. Sebaliknya, seorang anak yang dalam suasana antara kasih sayang
dan kekerasan fisik atau psikis dalam proses pengasuhan maka sebagian
perkembangan psikologis akan mengalami hambatan.
245
7. Orangtua tidak memahami cara melakukan perlindungan terhadap anak
Pertumbuhan fisik dan psikis anak sesungguhnya memberikan pesan kepada
orangtua bahwa anak tengah mengalami perkembangan atau perubahan, anak
sangat ingin melihat dan merasakan kehidupan diluar rumah. Pada situasi ini,
banyak orangtua yang merespon perkembangan atau perubahan anak tersebut
dengan kekhawatiran yang berlebihan terutama ketika anak berada diluar
rumah. Kekhawatiran orangtua yang berlebihan tersebut, biasanya ditunjukkan
dengan perilaku orangtua melakukan perlindungan yang berlebihan
(overprotective) dan membuat anak merasa tidak nyaman, serta dapat
menghambat perkembangan anak.

Orangtua tetap harus melakukan perlindungan kepada anak namun bagaimana


caranya agar perlindungan yang dilakukan tersebut tetap membuat anak
nyaman dan tidak merasa ditekan. Pada dasarnya, pada tahap ini anak
membutuhkan proses belajar dari pengalaman yang dihadapinya. Maka
orangtua seharusnya memberikan peluang kepada anak dengan cara
mendiskusikannya secara baik dengan anak sehingga muncul pemahaman kedua
pihak yang dapat diterima oleh masing-masing. (LK Role playing)

8. Orangtua selalu berpikir bahwa dirinya selalubenar


Umumnya orangtua terjebak pada pandangan bahwa dirinya berada pada posisi
paling benar, misalnya karena merasa lebih berpengalaman atau lebih banyak
tahu. Pandangan ini juga sering menyebabkan orangtua enggan mengakui ketika
anak mengetahui lebih tentang sesuatu dibandingkan orangtuanya. Sikap
orangtua ini dapat menjadi hambatan komunikasi dengan anak dan sulit
membangun proses diskusi antara keduanya, akibatnya banyak persoalan yang
tidak dapat diselesaikan = konflik.

9. Perubahansituasi
Jika ada perubahanbesar yang terjadi dalam kehidupan, hal itu dapat
menciptakan terjadinya stresdan konflik. Beberapa contohperubahan besar
diantaranya: pindah rumah, pindah sekolah, perceraian / perpecahan keluarga,
maka kemungkinan timbulnya stress dan konflik akan mudah terjadi. Yang perlu
dilakukan adalah berbicara terbuka dengan segenap anggota keluarga termasuk
anak-anak agar dapat mencegah terjadinya stress dan konflik. Setiap anggota
keluarga perlu berbicara pelan, tidak tergesa-gesa, berusaha memahami suasana
psikologis pihak lain dan penuh toleransi, agar suasana kekeluargaan dan
kebahagiaan dapat diciptakan walaupun dalam situasi sulit.

10. Perubahan budaya


Ketika keluarga berpindah tempat ke lokasi yang berbeda kebudayaan atau suku
maka seluruh keluarga menghadapi perubahan besar-besaran. Keluarga yang
berpindah lokasi maka keluarga tersebut meninggalkan sahabat, teman akrab,
teman sebaya, teman sebudaya, dan kebiasaan serta harus berusaha memahami
sosial budaya yang baru. Hambatan akan terjadi ketika upaya memahami sosial
budaya yang baru, di tempat baru tidak dilakukan dengan hati terbuka,
menghormati perbedaan budaya dan berusaha memahami semua perbedaan
246
yang ada tanpa mencari keburukan. Jika hal itu dilakukan maka hambatan-
hambatan kelangsungan pengasuhan anak dapat dihindari.

Upaya untuk memahami sosiobudaya di tempat baru tidak perlu tergesa-gesa


dan tidak harus meninggalkan nilai, budaya dan pedoman hidup keluarga
tersebut.

E. Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk penyelesaian masalah:


a. Putuskan bersama apa sebenarnya permasalahan yang dihadapi.
b. Brainstorm solusi yang mungkin secara terbuka dan kreatif.
c. Pikirkan tentang konsekuensi dari setiap solusi yang mungkin terjadi .
d. Pilih salah satu ide dan lakukanlah.
e. Apakah hal tersebut berhasil? Jika tidak berhasil maka cobalah kembali dengan
ide lain demikian, (kembali ke langkah 2 dan mencoba ide lain).

F. Perbedaan antara mendisiplinkan anak dengan kekerasan terhadap anak yang


harus di pahami oleh orangtua ketika proses pengasuhan anak dilakukan.
Banyak orangtua yang tidak memahami perbedaan antara tindakan mendisiplinkan
anak dengan kekerasan terhadap anak. Tujuan mendisiplinkan anak merupakan
tujuan yang baik, namun langkah yang dilakukannya akan menjadi tidak baik jika
dengan cara kekerasan. Pada dasarnya, antara menegakkan disiplin dengan tindakan
kekerasan bisa dibedakan dari pola yang dilakukan dan dampaknya yang akan
dirasakan oleh anak ketika mereka remaja. Misalnya:
Tentang kebersihan kamar. Setiap orangtua sangat menginginkan kamar anaknya
rapi dan bersih dan berusaha mendorong anaknya untuk mau membersihkan dan
merapihkan kamarnya. Langkah orangtua dalam mendorong anak tersebut,
sebaiknya dilakukan secara terus-menerus dari hari kehari, minggu keminggu, bulan
ke bulan dan dari tahun ke tahun hingga anak mencapai akil balig serta disertai
dengan contoh yang dilakukan oleh orangtua (partisipatif), diantaranya:
 Orangtua membersihkan kamar anak didepan anak
 mengajak anak untuk bersama-sama membersihkanya
 mengajak anak untuk membuat jadwal membersihkan kamar
 mengajak diskusi dengan anak tentang pentingnya kebersihan dan kesehatan

247
Langkah partisipatif ini diperlukan agar terbangun kesadaran pada diri anak tentang
pentingnya kebersihan dan kesehatan. Sehingga ketika anak membersihkan dan
merapihkan kamar lebih didasari oleh kesadaran akan pentingnya kebersihan dan

Beberapa contoh penegakkan disiplin anak yang harus dilakukan


dengan penuh kesabaran (berbicara pelan, tidak tergesa-gesa,
berusaha memahami suasana psikologis pihak lain dan penuh
toleransi) dalam kehidupan keluarga :
 Membersihkan rumah / halaman / dapur / toilet;
 Disiplin menonton TV yang tidak mengganggu jadwal anak atau kegiatan
anak dalam belajar,
 Kebiasaan makan dengan sopan termasuk tidak berbicara sambil
mengunyah makanan
 Menggunakan HP atau alat teknologi informasi lainnya secara tepat dan
tidak berlebihan,
 Carilah contoh lainnya.

kesehatan, dan bukan karena rasa takut di marahi oleh orangtuanya. Kesadaran akan
terbentuk pada diri anak, jika proses yang dilakukan dengan penuh perhatian, kasih
sayang dan dilakukan berulang-ulang dengan penuh kesabaran. Karena kesadaran
anak atas sesuatu yang berhubungan dengan pendisiplinan tidak terjadi / terbentuk
dalam waktu yang singkat.

Apa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak?


Secara umum kekerasan terhadap anak berkaitan dengan perlakuan buruk orang
remaja terhadap anak. kekerasan terhadap anak dilakukan oleh seseorang yang
melakukan suatu tindakan yang dapat melukai anak.
Terdapat empat bentuk kekerasan terhadap anak:
 kekerasan fisik (physical abuse)
 kekerasan psikis (emotional abuse)
 penelantaran (neglect)
 kekerasan seksual (sexual abuse)

1. Kekerasan fisik
Menyangkut pukulan (membanting, menampar, membenturkan kepala
anak), menggigit, menggoncang-goncangkan tubuh anak. kekerasan
tersebut kadang-kadang menggunakan tangan, atau dengan sebuah alat :
cambuk, tongkat, ikat pinggang, sepatu, sendok kayu, tongkat rotan dan
dengan menggunakan benda lainnya. Tapi bisa juga disertai menendang,
melemparkan anak, mencakar, mencubit, membakar, menyiram dengan air
mendidih / panas atau dipaksa menelan (misalnya, mencuci mulut anak
dengan sabun atau memaksa mereka untuk makan cabai) serta bentuk-
bentuk perlakuan kekerasan lainnya

Apakah hukuman fisik bagian dari kekerasan terhadap anak?


Umumnya orang dewasa memandang kekerasan yang dilakukan oleh orang
dewasa terhadap anak sebagai pelanggaran hukum. Tetapi sebagian orang

248
tua memandang tindakan kekerasan terhadap anak demi pendidikan dan
bertujuan untuk mendisiplinkan anak. Cara pandang seperti ini merupakan
ketidakadilan. Seharusnya segala bentuk tindakan kekerasan yang
dilakukan kepada siapapun terlebih kepada anak sekalipun atas nama
pendisiplinan, merupakan pelangaran hukum.

2. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis lebih banyak dilakukan dan berulang-ulang dan tanpa
disadari oleh orangtua karena dampaknya tidak terlihat secara langsung
sebagaimana kekersan fisik. Dampak Kekerasan psikis diantaranya:
 Anak merasa takut,
 Malu,
 Marah,
 Sendirian / sering mengucilkan diri dan
 Rendah diri.
Ketika anak mengalami perilaku ini, mereka merasa tidak dicintai, tidak
berharga dan kurang percaya diri. Mereka cenderung memiliki kesulitan
membentuk hubungan positif dengan anak-anak lain atau orang dewasa.
Kekerasan seksual (pelecehan, perkosaan) berdampak lebih buruk terhadap
anak dan perkembangan psikologis anak mengalami hambatan yang sangat
besar.
Bentuk-bentuk tindakan kekerasan psikis :
 Sering mengkritik, meremehkan atau merendahkan harga diri anak
 Sering membentak anak
 Mengabaikan dan menolak ketika anak membutuhkan bantuan
 Memanggil anak dengan nama yang merendahkan
 Mempermalukan anak di depan orang lain
 Mengancam secara fisik
 Menghukum anak
 Mengabaikan atau menelantarkan atau meninggalkan anak
 Menjadikan anak sebagai bulan-bulanan kekerasan dalam rumah
tangga
 Mendorong anak untuk terlibat dalam kegiatan kriminal
 Terus-menerus mengabaikan anak dan menolak untuk menunjukkan
kasih sayang
 Tidak mencintai anak, mengancam dengan kata-kata untuk tidak akan
mencintainya.

3. Penelantaran / pengabaian
Penelantaran ini terjadi ketika orangtua tidak mau atau tidak mampu
memenuhi kebutuhan anak, sehingga perkembangan atau pertumbuhan
anak tidak normal.

Bentuk-bentuk pengabaian diantaranya:


 Ketika orang tua gagal untuk melindungi anak dari hal-hal yang
membahayakan anak di lingkungan mereka

249
 Terus-menerus mengabaikan kebutuhan anak atau tidak memberikan
perhatian atau tidak meluangkan waktunya untuk mendengarkan dan
bermain dengan anak
 Tidak menyekolahkan anak sehingga kehilangan kesempatannya atas
belajar
 Meninggalkan anak tanpa menitipkan anak kepada orang dewasa
lainnya sehingga anak dalam kesendirian
Penelantaran lainnya:
 Ketika seorang anak tidak memiliki cukup makanan, pakaian, tidak
bersih, tidak memiliki tempat tinggal
 Ketika seorang anak tidak diberikan perawatan kesehatan yang
diperlukan seperti medis, kesehatan gigi dan / atau lainnya, termasuk
tidak memberikan obat ketika anak dalam kondisi sakit

4. Kekerasan seksual (sexual abuse) terhadap anak, meliputi :


 Aktivitas seksual.
 Pelecehan seksual
 Menyuruh perbuatan seksual,
 Menunjukkan organ seksual kepada anak,
 Menunjukkan gambar-gambar porno,
 Meraba bagian tubuh anak,
 Menyuruh masturbasi,
 Menyuruh oral seks
 Penetrasi daerah genital atau anal dengan suatu benda, penis atau
bagian lain dari tubuh.

Pelecehan seksual juga dapat mencakup eksploitasi seksual komersial anak


yang melibatkan dan atau menarik anak untuk terlibat dalam aktivitas
seksual atau difoto untuk mendapatkan uang atau hadiah lainnya.

Siapa yang melakukan kekerasan terhadap anak?


Umumnya pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang yang paling dekat dengan
anak dan mendapat kepercayaan dari anak. mereka diantaranya: orang tua, kakek /
nenek atau, kakak, paman, bibi, tetangga, guru, aktivis yang bekerja untuk anak,
babysitter,organisasi, klub olahraga, lembaga-lembaga pendidikan berbasis
keagamaan, LSM, pengasuh, panti. Kebanyakan dari mereka memandang tindakan
kekerasan yang mereka lakukan untuk kebaikan anak, membantu belajar,
mendisiplinkan anak. umumnya mereka melakukan hal tersebut tanpa rasa bersalah
maupun penyesalan setelah melakukannya.

Dibawah ini berbagai penyebab terjadinya kekerasan:

 Stres, kelelahan, kesepian, emosi yang tidak terkendali menyebabkan para


orangtua melukai anak-anak mereka. Kadang-kadang orangtua kesulitan
mengelola / menghadapi kehidupan mereka sendiri. Para orangtua
250
menyerang anak secara verbal (kata-kata kasar) terhadap anak mereka
disebabkan oleh berbagai tekanan / kesulitan hidup yang sedang dihadapi.
 Kadang-kadang para orangtua berharap terlalu banyak terhadap anak-anak
mereka. Hal ini bisa menjadi penyebab tekanan terhadap diri mereka sendiri,
padahal anak-anak tidak bisa mencapai sesuatu yang diinginkan orangtua.
Contohnya bayi tidak boleh menangis, anak usia prasekolah tidak boleh
mengotori tempat tidurnya atau anak-anak yang berumur 12 tahun harus
selalu menjaga tempat tidurnya rapi dan bersih.
 Sebagian orangtua mempercayai bahwa hukuman badan satu-satunya cara
untuk mendisiplinkan anak, oleh karena itu hukuman badan selalu dilakukan.
Para orangtua tersebut menggunakan metode mendisiplinkan anak
sebagaimana mereka mengalami di masa kecil atau ketika masih kanak-
kanak, para orangtua tersebut diperlakukan oleh orangtua mereka dengan
kekerasan.
 Kadang-kadang, tidak bisa dihindari, sebagian orang yang telah mengalami
kekerasan ketika masa kanak-kanak akan melakukan hal yang sama kepada
pihak lain yang dipandang lemah atau tridak memiliki kekuatan
 Kadang-kadang para orangtua salah dalam memahami perilaku anak. mereka
beranggapan bahwa anak-anak mereka sedang mencoba melakukan
kebohongan, ketika anak sungguh-sungguh untuk mengekspresikan /
mengungkapkan kebutuhannya. Contohnya: seorang anak yang menangis
karena kesakitan dan membuituhkan rasa nyaman, pada saat yang sama
orangtua sedang sibuk dan beranggapan bahwa anak tersebut sedang
berpura-pura atau hanya mencari perhatian dari orangtua.
 Pedopilia (pemerkosa anak).
Pedopilia melihat anak sebagai sasaran pemuas nafsu seksual. Mereka
mencari anak-anak yang dapat dibujuk untuk melakukan hubungan seksual
dengan berbagai cara, tipuan maupun janji memberi hadiah. Para pedopil
menganggap bahwa perbuatan itu bukan kekerasan dan kejahatan. Mereka
menganggap bahwa ketika anak tidak menolak maka anak tersebut dianggap
setuju melakukan perbuatan tersebut. Sebagian besar pedopil tahu bahwa
perbuatannya merupakan pelanggaran hukum.

Dampak buruk kekerasan terhadap anak


Umumnya orang yang melakukan tindakan kekerasan terhadp anak merupakan
orang terdekat dan dipercaya anak. Dampak buruk kekerasan terhadap anak
diantaranya

 Anak merasa tidak ada orang yang akan menolong dan merasa tak berdaya
serta merasa tak ada orang dewasa yang dapat dipercaya
 Merasa takut dan merasa tidak memiliki rasa aman
 Berdampak pada kestabilan emosi
 Jika menyaksikan kekerasan yang dilakukan oleh salah satu orangtua (oleh
ayah terhadap ibu atau sebaliknya) maka anak merasa turut bersalah karena
ia ingin menghentikan kekerasan tersebut tetapi tidak mampu sehingga anak
merasa tak berdaya.

251
Dampak buruk lainnya:

 Usia anak contohnya, memukul anak dapat meyebabkan luka fisik dan psikis;
menggoncang-goncang bayi dapat menyebabkan kerusakan otak, patah
tulang bahkan kematian
 Durasi kekerasan, semakin awal (usia muda) anak mendapatkan kekerasan
dan semakin lama anak mendapatkan kekerasan akan semakin beresiko
terganggunya perkembangan psikis, fisik, perkembangan kesehatan seksual.
 Seringnya mendapatkan kekerasan, anak yang sering mendapatkan kekerasan
akan menumbuhkan pemikiran bahwa kekerasan merupakan hal yang biasa
dan normal. Mereka menjadi pelaku kekerasan di sekolah atau dengan
sesama teman dan menggunakan metode kekerasan didalam mencari teman
/ membentuk geng yang anggotanya sesama anak yang mengalami kekerasan
dari keluarganya
 Kepribadian anak, setiap orang berbeda dalam mengatasi kekecewaan dan
rasa sakit, tak terkecuali anak. sebagian anak akan mencoba mengatasi
kekerasan dengan cara merahasiahkan / memendam atau berpura-pura tidak
sakit / tidak tersakiti, sebagian yang lain akan mengatakan dan
mengungkapkannya agar hal tersebut bisa dihentikan. Anak-anak dalam satu
keluarga yang sama –sama mendapatkan kekerasan dari orangtuanya /
pengasuhnya akan berdampak berbeda-beda.
 Anak membutuhkan orang dewasa yang peduli untuk menghindari kekerasan
yang terus menerus terjadi dan dampak buruk yang diakibatkannya. Mereka
juga membutuhkan pengertian orang dewasa bahwa kekerasan tersebut
bukan disebabkan oleh kesalahan dirinya. Kehadiran orang dewasa
dibutuhkan anak untuk melawan kerusakan yang diakibatkan oleh tindakan
kekerasan terhadap dirinya.

Apa yang bisa anda lakukan ?

 Jangan merasa bangga atau malu untuk melindungi anak. tidak ada istilah
terlambat untuk memberikan pertolongan.
 Sebagian orangtua merasa beruntung mempunyai teman atau keluarga yang
dapat memberikan pertolongan atau nasehat - sebagian lainnya tidak.
Sebagian orangtua mungkin tidak ingin berbicara kepada teman-temannya
atau keluarganya.
 Langkah yang bisa dilakukan : menghubungi guru, dokter atau tenaga profesi
yang bekerja untuk anak. Hal ini kadang-kadang sangat sulit dan
membutuhkan keberanian / kemauan keras. Pikirkanlah mana yang penting
antara keharusan melindungi anak atau melindungi pelaku.
 Carilah ide tentang bagaimana menghadapi prilaku anak dari buku, artikel,
majalah, leaflet, atau informasi lainnya baik cetak maupun elektronik tentang
keterampilan menjadi orangtua.
 Perhatikan dan pahamilah prilaku anak sebagaimana anda mendengarkan
pandangan anak. jika anak sedang marah, kecewa, atau menunjukkan tanda-
tanda perubahan perilaku atau terluka - cobalah mencari tahu / menyelidiki
apa yang sesungguhnya terjadi.
252
 Jika kadang-kadang anak berkata dan anda percaya bahwa anak telah
mendapatkan perlakuan kekerasan, jangan panik. Berilah semangat tetapi
jangan memaksa anak untuk berbicara tentang hal tersebut. Dengarkan
secara hati-hati dan tunjukkan bahwa anda percaya meskipun anda kaget.
Beritahukan kepada anak bahwa semua persoalan tersebut, bukanlah
kesalahan anak.
 Jika anda mengetahui pelaku kekerasan terhadap anak, jangan biarkan anak
keluar atau pergi bersama orang tersebut. Jangan menyerang orang tersebut
tanpa berkonsultasi dengan petugas keamanan atau RT/RW setempat.
 Lakukan advokasi kepada Camat, Lurah, Para Kepala Sekolah agar
mengajarkan kepada masyarakat maupun siswa tentang cara-cara
menghadapi kekerasan yang terjadi baik di masyarakat maupun di lembaga
pendidikan

Kiat-kiat penting
Sebagai orangtua perlu memperhatikan kiat-kiat berikut:
 Tidak ada kata terlambat untuk merubah perilaku orangtua dalam mendidik,
mengasuh dan melindungi anak
 Tidak ada kata terlambat untuk meminta bantuan kepada pihak lain untuk
menigkatkan kualitas pengasuhan anak
 Yakinkan kepada anak bahwa sebagai orangtua selalu mendengarkan
pandangan anak
 Jangan paksa anak untuk bersama dengan orang lain yang ditakuti oleh anak,
walaupun orang tersebut adalah pamannya sendiri atau anggota keluarga
lainnya
 Perlakukan anak sebagai manusia dan akui bahwa anak-anak mempunyai
perasaan dan kebutuhan.

Bila terjadi keterpisahan orangtua (antara ayah dan ibu) maka demi kepentingan
terbaik bagi anak, keduanya harus tetap menjalankan peran sebagai orangtua.
Tanggungjawab bersama yang harus dijalankan oleh kedua orangtua walaupun
keduanya telah berpisah atau bercerai.

Berikut merupakan uraian penting bagi orangtua yang berpisah agar pengasuhan
yang kontinuun tetap dapat dilaksanakan.
• Pertimbangkan prioritas kebutuhan anak-anak, mempersiapkan segala sesuatu
untuk anak-anak sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak.
• Melindungi anak-anak dari bahaya fisik atau psikis atau dampak buruknya.
• Mendorong anak-anak untuk berbicara dan bertemu dengan orang tua lainnya
(ayah atau ibu) secara berkala, kecuali jika hal itu akan membahayakan /
merugikan anak.
• Jangan menyatakan tidak atau menghentikan komunikasi antara anak dengan
salah satu orangtua (ayah atau ibu) karen hal tersebut akan menyebabkan
hubungan yang buruk / merusak hubungan antara anak dengan orangtua (ayah
atau ibu).
• Mendorong dan membantu anak-anak untuk menikmati budaya mereka.
• Menyediakan kebutuhan keuangan untuk anak
253
• Hargai pandangan anak terutama ketika membuat keputusan yang berdampak
pada kehidupan anak.

Berbagai contoh peristiwa rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari yang dapat
digunakan untuk menegakkan disiplin anak tetapi rentan menimbulkan konflik jika
dilakukan dengan tidak bijaksana oleh orangtua / pengasuh, diantaranya:
A. Menegakkan disiplin pada anak:
1. tentang latihan tanggungjawab kebersihan kamar, rumah, halaman, dapur;
2. tidur terlalu malam;
3. nonton TV terus menerus sehingga anak kehilangan jam belajar /nonton
acara TV yang dilarang oleh orangtua;
4. tidak menyiram / membanjur toilet yang telah dipakai;
5. berpenampilan tidak rapi;
6. makan sambil berbicara yaitu ketika di dalam mulut sedang ada makanan
yang dikunyah (bedakan dengan makan sambil bicara tetapi ketika mulutnya
sedang tidak ada makanan);
7. tidak mentaati jam belajar;
8. meletakan gayung tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan kebiasaan
(custom) dalam keluarga tersebut;
9. meludah disembarang tempat;
10. kentut di depan orangtua;
11. bermain terlalu lama sehingga waktunya habis dan tidak ada sisa waktu
untuk belajar;
12. anak melakukan kesalahan berulang-ulang dan orangtua cenderung marah;
13. bermain HP atau game secara berlebihan;
14. menaruh gambar (upload) yang tidak layak dalam akun facebooknya atau
media jejaring sosial lainnya;
15. berbicara terlalu keras kepada temannya.
16. ............................ Apa lagi yang terjadi dalam rumah tangga anda?

B. Beberapa prilaku orangtua yang berdampak buruk pada anak.


1. orangtua tidak memberi contoh prilaku yang baik kepada anak yang akan
berdampak pada anak mencontoh prilaku tersebut;
2. orangtua bersikap tidak menghormati pengemis maka anak akan belajar
bagaimana cara melecehkan orang lain;
3. orangtua berbohong didepan anak padahal anak tahu bahwa orangtuanya
sedang berbohong;
4. orangtua menyuruh anak beribadah tetapi orangtua itu sendiri jarang
beribadah;
5. orangtua masuk kamar anak tanpa ijin anak maka berakibat anak masuk
kamar orangtua tanpa ijin orangtua;
6. orangtua lebih cenderung memperhatikan salah satu anak dibanding anak
yang lain;
7. orangtua selalu memuji-muji salah satu anak dan mengabaikan yang lainnya;
8. orangtua selalu membandingkan salah satu anak diantara anak lainnya atau
membandingkan anaknya sendiri yang dianggap tidak berprestasi dengan
anak orang lain yang dianggap berprestasi;
254
9. orangtua cenderung memarahi anak yang sakit-sakitan tanpa berusaha
memahami penyebabnya dan tanpa berusaha merasakan penderitaan anak;
10. orangtua tidak segara membawa anak ke PUSKESMAS / dokter ketika
anaknya sakit;
11. orangtua membentak-bentak ketika anak selalu menangis;
12. orangtua menyatakan panakut ketika anak merasa takut atas situasi yang
sedang dihadapi (dimalam hari atau menghadapi temannya);
13. orangtua tidak melakukan imunisasi lengkap terhadap anak;
14. orangtua membentak-bentak anak yang sering menangis yang tidak jelas apa
sebabnya;
15. bagi keluarga yang tinggal di pantai : orangtua tidak membiasakan memberi
makanan sayuran terutama kepada anak yang cenderung makan ikan;
16. orangtua membiarkan anak jajan terlalu sering dan berakibat anak tidak
nafsu makan;
17. orangtua membiarkan anak membeli jajanan yang tidak bergizi atau
makanan campuran warna yang membahayakan;
18. orangtua membiarkan anak terlalu sering makan permen yang cenderung
merusak pertumbuhan gigi;
19. orangtua membiarkan anak yang sering minum-minuman dingin atau es
yang berakibat anak mudah pilek;
20. orangtua membiarkan anak tanpa pakaian tebal atau jaket dalam cuaca
dingin.
21. ................................. Hal buruk apa lagi (jika terjadi) yang anda lakukan
sebagai orangtua?

APAKAH ANDA BERPRILAKU BAIK ATAU BERPRILAKU BURUK


TERHADAP ANAK HARI INI???
(jawablah dalam hati : evaluasi diri anda untuk kepentingan anda sendiri)

Eksploitasi terhadap anak


Anak harus dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan semua bentuk pekerjaan yang
membahayakan atau yang mempengaruhi pendidikan atau berdampak buruk
terhadap perkembangan kesehatan anak baik fisik, mental, spiritual, moral maupun
sosial.

Anak-anak yang terlibat dalam kegiatan non ekonomik, termasuk di dalamnya


menyediakan layanan domestik seperti PRTA yang sebagian besar waktuya
dihabiskan untuk di rumah tersebut atau menjadi baby sitter pada umumnya
kehilangan hak pendidikan dan tidak memiliki masa depan: sebagian diantara anak-
anak tersebut terlibat dalam BPTA dan cenderung merusak atau mengganggu
perkembangan fisik dan psikis, atau mengancam kehidupan mereka. Situasi ini,
berkaitan juga dengan pelanggaran terhadap anak yang tidak dapat di toleransi,
situasi tersebut berdampak pada anak dan keluarganya terjebak pada kemiskinan
yang tidak pernah ada jalan keluarnya serta cenderung melanggengkan kemiskinan,
255
tidak dapat berpartisipasi dalam upaya pertumbuhan ekonomi bangsa karena
diperlakukan secara tidak adil oleh Negara.

Pekerjaan yang dihadapi anak dibawah umur tidak selaras dengan legislasi nasional
dan standar internasional, walaupun telah ada upaya pemerintah tetapi upaya
tersebut tidak memadai dan tidak menjangkau anak-anak yang menjadi korban
eksploitasi ekonomi diseluruh pelosok Indonesia. Hal tersebut berdampak pada
semakin banyaknya anak yang terjebak dalam situasi eksploitasi ekonomi.

Sebagian pekerjaan yang melibatkan anak bahkan membahayakan kesejahteraan,


fisik, mental, moral anak.

Kondisi pekerjaan yang buruk meliputi: perbudakan atau mirip perbudakan


(termasuk PRTA), trafiking (untuk tujuan eksploitasi ekonomi dan atau eksploitasi
seksual), jeratan hutang (kerja ijon) dan bentuk-bentuk seperti bentuk lainya seperti
kerja paksa, rekrutmen anak secara paksa untuk terlibat dilibatkan dalam konflik
bersenjata, prostitusi anak, pornografi anak dan bentuk-bentuk aktivitas ilegal
lainnya.

UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan


Orang (PTPPO)

Pasal 1 ayat (1):


Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau
memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang
yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam
Negara maupun antar Negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan
orang tereksploitasi.

Pasal 1 ayat (7):

Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi
tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan
atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik,
seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau
mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga
atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik
materiil maupun immateriil.

256
Pasal 1 ayat (8):

Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau
organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi
tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.

Pasal 26
Persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan tindak
pidana perdagangan orang.

Pasal 27
Pelaku tindak pidana perdagangan orang kehilangan hak tagihnya atas utang
atau perjanjian lainnya terhadap korban, jika utang atau perjanjian lainnya
tersebut digunakan untuk mengeksploitasi korban.

Monitoring terhadap terjadinya pelangaran hak-hak anak, terutama yang berkaitan


dengan eksploitasi terhadap anak belum dilakukan oleh pemerintah secara layak dan
sungguh-sungguh. Anak yang dilibatkan dalam pekerjaan informal dan tidak diatur
dalam perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan lebih menderita karena
ketiadaan pengawasan dari Pemerintah (Dinas Tenaga Kerja), tidak ada inspeksi.

Walaupun media sering memberitakan terjadinya kelompok anak yang dilibatkan


dalam eksploitasi ekonomi tetapi kebijakan pemerintah didalam melakukan
pencegahan dan penanganan tidak dilakukan secara maksimal dan hal itu akan
mengganggu continuum of care for children atau mengganggu pengembangan anak
semaksimum mungkin guna mencapai pribadi yang mandiri dan bermartabat.
Eksploitasi anak yang bersifat komersial seperti eksploitasi seksual juga semakin
marak dan berkembang di berbagai kota, baik untuk kepentingan turis asing maupun
turis domestik. Fenomena eksploitasi seksual dewasa tanpa komersial tumbuh di
semua kota di Indonesia.

Fenomena Anak jalanan yang semakin hari semakin banyak jumlahnya dan sebagian
besar dari mereka tidak pernah mendapatkan semua bentuk program jaminan sosial
pemerintah merupakan bentuk eksploitasi ekonomi yang cenderung merugikan anak
itu sendiri dan akan menjadi beban Negara dikemudian hari karena mereka akan
menjadi kelompok unskill worker.

Anak yang hidup dan atau bekerja di jalan


Pemandangan terhadap adanya anak jalanan terdapat di berbagai kota baik di
Negara-Negara kaya maupun Negara miskin. Sebagian anak jalanan masih
mempunyai rumah dan keluarga di wilayah kumuh dan kondisi rumah yang sempit,
pulang ke rumah setiap hari, sementara sebagian yang lainnya tidak memiliki
rumah bahkan sebagian diantaranya tidak memiliki keluarga. Sebagian anak
jalanan dari keluarga single parent (ibu atau ayah sebagai kepala keluarga).

257
Anak jalanan merupakan salah satu korban eksploitasi seperti halnya anak yang
terjebak dalam Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA), yang mana
merupakan dampak dari kegagalan keluarga dalam mengasuh dan melindungi
anak serta kegagalan Negara dalam membantu keluarga yang tidak mampu
menjalankan tanggungjawab mengasuh dan melindungi anak. Kegagalan kedua
belah pihak tersebut berdampak pada terganggunya continuum of care for
children.

Anak jalanan mengahadapi berbagai risiko seperti: rentan kekerasan fisik, psikis
dan seksual; korban trafiking; eksploitasi (dieksploitasi sebagai pengguna dan
pengedar narkoba, eksploitasi seksual); risiko kesehatan; risiko kecelakaan; risiko
terhadap hilangnya hak pendidikan; kesehatan dan perlindungan; kekerasan antar
kelompok; kekerasan oleh orang dewasa bahkan kekerasan oleh aparat
pemerintah seperti Satpol PP. Sebagian anak jalanan berasal dari kelompok anak
disabilitas yang tak berdaya menghadapi kehidupan karena tidak memiliki sumber
ekonomi yang tetap serta tidak mendapat kesempatan untuk meningkatkan
kemampuan sebagai manusia disabilitas yang bermartabat.

Diantara bentuk-bentuk eksploitasi anak jalanan yaitu: pengamen, pengemis,


pencuci kaca mobil yang sedang berhenti di perempatan, ojek payung, pedagang
asong, menari di perempatan jalanan ketika lampu merah, pertunjukan doger
monyet / tarian kuda lumping.

Dalam konteks Indonesia, melalui Kementerian sosial telah melakukan upaya


pengentasan anak jalanan agar lebih bermartabat sebagai manusia melalui
program PKSA. Namun demikian, karena keterbatasan dana, PKSA tidak mampu
menjangkau anak jalanan di seluruh kota-kota di Indonesia.

Berikut ringkasan rekomendasi Geneva yang mengikat semua Negara di dunia.


(Recommendation concerning the prohibition and immediate action for the
elimination of the worst forms of child labour (No.190), adopted by the Conference at
its eighty-seventh session,Geneva, 17 June 1999)

Program aksi nasional


Program aksi merujuk pada Pasal 6 Konvensi ILO No 182 (Indonesia telah meratifikasi
melalui UU No 1 Tahun 2000). Negara wajib membuat rancangan dan melaksanakan
segala hal yang penting, dengan mengupayakan penguatan koordinasi semua
instansi pemerintah, serikat pekerja, dengan mempertimbangkan pandangan anak
secara serius terutama anak yang dilibatkan dalam eksploitasi BPTA. Pandangan
keluarga anak juga harus dipertimbangkan secara layak.

1. Program tersebut meliputi:


a. Identifikasi dan mengutuk BPTA

258
b. Pencegahan anak terlibat dalam BPTA atau mencabut anak dari BPTA,
melindungi anak – anak dan keluarga dari pembalasan pelaku eksploitasi
serta mengambil lengkah-langkah rehabilitasi (pendidikan, fisik dan
psikologis) dan reintegrasi sosial.
c. Memberikan perhatian khusus yang berkenaan dengan :
i. Remaja anak;
ii. Anak perempuan;
iii. Anak yang bekerja di tempat tertutup / tersembunyi, terutama anak-
anak perempuan yang rentan mengalami risiko terjadinya kekerasan;
iv. Kelompok-kelompok anak lainnya yang retan

d. Mengidentifikasi, menjangkau dan melibatkan masyarakat dimana terdapat


anak-anak yang beresiko;
e. Menginformasikan, meningkatkan kepekaan dan memobilisir masyarakat
termasuk kelompok anak dan keluarga mereka

2. Pekerjan yang membahayakan


Dalam menentukan tipe pekerjaan merujuk pada Pasal 3 (d) Konvensi ILO 182,
dan mengidentifikasi keberadaan mereka, memberikan pertimbangan hal-hal
sebagai berikut:
a. Pekerjaan yang mempertontonkan tubuh anak atau kekerasan seksual;
b. Pekerjaan dibawah tanah (galian pasir, marmer, kapur, batu bara), dalam air
(menyelam) atau pekerjaan di tempat tinggi (tower, gedung tinggi) atau
diruang tertutup / sempit / terbatas;
c. Pekerjaan yang membahayakan seperti: pembuatan genteng, batu bata,
semen, kapur, sepatu, menggunakan mesin (mesin pemotong kayu, mesin
industri pabrik, mesin pemotong kain), perlengkapan dan perkakas (mesin
bor, mesin pemotong keramik, mesin pemotong batu alam), mengangkat
atau memindahkan barang-barang berat;
d. bekerja dalam lingkungan yang tidak sehat seperti : menggunakan bahan-
bahan kimia, bekerja dilingkungan mesin yang bersuara memekakkan
telinga / bising, alat yang menimbulkan getaran yang membahayakan
kesehatan;
e. Bekerja dalam kondisi yang sulit seperti, bekerja dengan waktu yang sangat
panjang atau malam hari;
Untuk jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan tersebut di atas, Pasal 3
(d) Konvensi ILO 182 mewajibkan Negara untuk mengambil langkah-langkah
legislasi dan bentuk regulasi lainnya dengan melakukan konsultasi dan
koordinasi dengan Serikat Pekerja, LSM peduli buruh anak, agar anak-anak
berumur 16 tahun yang bekerja mendapatkan jaminan kesehatan,
keselamatan dan terpeliharanya moral serta perlindungan yang layak
disamping itu anak-anak juga harus mendapatkan pelatihan yang layak, dan
disediakan pedoman kerja.

3. Pelaksanaan
1. Informasi lengkap dan data statistik mengenai pekerja anak harus terkumpul
dan di perbaharui sesuai dengan perkembangan untuk dijadikan landasan
259
membuat program nasional penghapusan pekerja anak, khususnya larangan
dan penghapusan BPTA.
2. Informasi lengkap dan data statistik harus dipisahkan antara jenis kelamin,
kelompok umur, jenis pekerjaan, status kepegawaian, kehadiran di sekolah dan
lokasi kerja.
Anak juga harus dibantu untuk memiliki akta kelahiran.
3. Data relevan mengenai pelanggaran yang terjadi terhadap peraturan nasional
tentang pelarangan dan penghapusan BPTA, harus selalu diperbaharui
4. Kumpulan semua data dan informasi harus dijaga kerahasiannya untuk
menjamin hak privasi anak.
5. Semua Informasi tentang pekerja anak harus dilaporkan kepada ILO secara
berkala.
6. Tiap Negara harus membuat mekanisme nasional untuk memonitor
implementasi semua peraturan nasional yang berkaitan dengan pelarangan
dan peghapusan BPTA, dan menguatkan konsultasi dengan Serikat Pekerja atau
LSM peduli buruh anak.
7. Tiap Negara harus menjamin bahwa lembaga Negara yang bertanggungjawab
melaksanakan peraturan nasional (KEMENAKER, DISNAKER) secara berkala
melakukan koordinasi.
8. Perundang-undangan nasional atau KEMENAKER, DISNAKER harus menunjuk
orang-orang yang bertanggung jawab melaksanakan monitoring terhadap
perusahaan yang tidak mematuhi peraturan nasional dalam melaksanakan
program penghapusan dan pelarangan BPTA
9. Semua Negara, sesuai dengan perundang-undangan nasional mengupayakan
kerjasama internasional dalam melaksanakan pelarangan dan penghapusan
BPTA, melalui upaya sebagai berikut:
a. Mengumpulkan dan tukar informasi mengenai kejahatan terhadap anak
(khusus BPTA) termasuk yang melibatkan jaringan internasional
b. Mendeteksi dan menuntut orang-orang yang terlibat dalam penjualan dan
trafiking anak atau menyediakan anak-anak untuk kegiatan atau pekerjan
yang ilegal / dilarang / ilegal, untuk prostitusi, produksi pornografi atau
pertunjukan pornografi.
c. Mendata para pelaku pelanggaran

10. Semua Negara harus menyatakan bahwa BPTA merupakan bentuk pelanggaran
pidana meliputi:
a. Semua bentuk perbudakan atau mirip perbudakan (contohnya PRTA),
penjualan dan trafiking anak, jeratan hutang (kerja ijon), kerja paksa,
termasuk rekruitmen untuk dilibatkan dalam konflik bersenjata;
b. Penyediaan atau penawaran anak untuk prostitusi, untuk produksi
pornografi atau pertunjukan pornografi;
c. Penggunaan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan ilegal untuk
produksi dan trafiking narkoba yang didefinisikan sesuai denga n hukum
internasional yang relevan , atau aktivitas yang melibatkan pelanggaran
hukum atau untuk penjualan senjata

260
11. Semua Negara harus memastikan bahwa semua tindakan hukum yang
dikenakan kepada setiap pelanggar ketentuan nasional tentang BPTA harus
sesuai dengan Pasal 3 (d) Konvensi ILO 182;

261
Sumber Referensi:

Berikut adalah sumber-sumber referensi yang digunakan dalam penyusunan Modul.

I. Instrumen / Hukum Internasional dan Nasional:


A. Instrumen / Hukum Internasional
1. Deklarasi Universal HAM
2. The International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights ,1966,
(Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya / Kovenan
Ekosob)
3. The International Covenant on Civil and Political Rights,1966, (Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik)
4. Deklarasi Hak-hak Anak
5. Konvensi Hak-hak Anak
6. Optional Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons,
Especially Women and Children, supplementing the united nations convention
against transnational organized crime, 2000, (protocol untuk mencegah,
menindak, dan menghukum perdagangan orang, terutama perempuan dan anak-
anak, melengkapi konvensi perserikatan bangsa-bangsa menentang tindak pidana
transnasional yang terorganisasi)
7. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women
8. International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers
and Members of Their Families, July 2003, (Konvensi Internasional tentang
Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya),
9. Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the sale of
children, child prostitution and child pornography, 2000, (Protokol Opsional
Konvensi Hak-hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan
Pornografi Anak),
10. UU No. 20 Tahun 1999 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138, mengenai:
ILO Minimum Age Convention, 1973 (No.138)
11. ILO Worst Forms of Child Labour Convention (No.182), 1999, (Konvensi ILONo
182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk
Pekerjaan Terburuk Untuk Anak)
12. Hague Convention on Protection of Children and Cooperation in respect of
Intercountry Adoption - Hague Conference on Private International Law, The
Hague, 29 May 1993 Entered into force: 1 May 1995, pasal 11

B. Instrumen / Hukum Nasional:


1. Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
2. Undang-undangNo 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

262
3. Undang-undangNo 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat
4. Undang-undang No 39 Tahun 1999 Tentang HAM
5. Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
6. Undang-undangNo 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
7. Undang-undangNo 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
8. Undang-undang No 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT
9. Undang-undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
10. Undang-undangNo 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
(ADMINDUK)
11. Undang-undang No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang (PTPPO)
12. Undang-undang No 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
13. Undang-undang No 35 Tahun 2009Tentang Narkotika
14. Undang-undangNo 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
15. Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
(SPPA), untuk menggantikan Undang-undang No 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak

II. Bahan Bacaan Tentang HAM:


C. de Rover, To Serve and To Protect, Acuan Universal Penegakkan HAM, PT Raja Grapindo
Persada, 2000.
Distia Aviandari dkk, Analisis Situasi Hak Anak untuk isu-isu tertentu, SAMIN Yogyakarta
2010.
Hadi Utomo, dkk, Anak-anak Yang Membutuhkan Perlindungan Khusus dan Peranan Pekerja
Sosial, Yayasan Bahtera – UNESCO – UNICEF, 2002.
Sharon Detrick- A Commentary on the United Nations Convention on The Rights of The
Child, Martinus Nijhoff Publishers The Hague/Boston/London, 1999.
UNICEF and Centre for Tourism Research and Development – Gajah Mada University, A
Focussed Study on Child Abuse in Six Selected Provinces in Indonesia, 1999.
UNICEF - Implementation Handbook for Convention on The Rights of The Child (CRC), Third
Edition, 2007.

III. Bahan Bacaan Lainnya:


Parent Handbook-Continuum of Care for Children, State of South Carolina- Office of the
Governor Continuum of Care 2013. http://www.oepp.sc.gov/coc.
The Continuum of Care for Children and Adolescents-American Academy of Child and
Adolescent Psychiatry , September 2008. http://www.aacap.org

263
Erikson's Psychosocial Stages Summary Chart, Erikson's Stages of Psychosocial Development.
http://psychology.about.com/library/bl_psychosocial_summary.htm

Rencana pengasuhan anak Informasi untuk dipertimbangkan orang tua kalau membuat
rencana pengasuhan anak- Australian Government. www.familyrelationships.gov.au
Youth in Transition ResourceManual, Family Advisory - South Carolina April 24, 2013
Jean Liedloff, Understanding The Continuum Concept The Continuum Concept, Revised
edition ©1977, 1985.
Managing Conflict,
http://www.familyrelationships.gov.au/BrochuresandPublications/Pages/ManagingConflict.aspx
Relationships with parents - working it out
http://www.cyh.com/healthtopics/healthtopicdetails.aspx?p=243&np=291&id=2230

B, Hurlock, Elizabeth, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN--SUATU PENDEKTAN SEPANJANG


RENTANG KEHIDUPAN (Terjemahan), Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Surabaya 1992
Feist, Jess, dkk, TEORI KEPRIBADIAN (Terjemahan), Buku 2 Edisi Ketujuh, Salemba
Humanika, Jakarta 2013
Sears, David O, PSIKOLOGI SOSIAL (Terjemahan), Edisi Kelima Jilid 2, Penerbit Erlangga
Surabaya 1991
Goldberg, Alvin A, dkk, KOMUNIKASI KELOMPOK—PROSES-PROSES DISKUSI DAN
PENERAPANNYA (Terjemahan), Penerbit Universits Indonesia (UI Press), Jakarta 1985
Purwanto, MP. M Ngalim, Drs. PSIKOLOGI PENDIDIKAN, PT Remaja Rosdakarya Bandung
1996
Littauer, Florence, PERSONALITY PLUS (Terjemahan), Binarupa Aksara, Jakarta 1995

264
Alamat e-mail Konsultan / Penulis

Konsultan / Penulis:
Hadi Utomo : hadiutomo234@yahoo.com
email kantor : ybahtera@yahoo.co.id
Yayasan Bahtera (Bina Sejahtera Indonesia)
Handphone : 0813 603 584 65

Anggota Tim Konsultan / Tim Penulis:


Ahmad Muhammad : simkuring65@yahoo.co.id
email kantor : ymasyarakatsehat@yahoo.com
Mewakili Yayasan Masyarakat Sehat (YMS)

Faisal Cakra Buana : fcakrabuana@gmail.com


email kantor : ybahtera@indosat.net.id

265
266

Anda mungkin juga menyukai