PERLINDUNGAN ANAK
KERANGKA
KERANGKA HUKUM
HUKUMHAK-HAK
HAK-HAK ANAK
ANAK
DAN PERLINDUNGAN ANAK
PENGASUHAN BERKELANJUTAN
Konsultan / Penulis
Hadi Utomo
(Pekerja Sosial)
Penerbit
UNICEF dan Kementerian Sosial RI
Fotografi
Burhan Yogaswara / Yogastografi
Kartunis
Muhammad Mukhlis.
i
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah dengan izin Allah S.W.T Buku Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Program Keluarga
Harapan (PKH) berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak (KHA) dapat diselesaikan berkat kerjasama
dengan semua pihak. Modul ini merupakan bagian integral dari Family Development Session (FDS)
Kesejahteraan Keluarga.
Modul ini, dirancang dengan menggunakan pendekatan berbasis hak-hak anak (Child Rights-Based
Approach). Oleh karena itu, Modul ini memuat materi tentang hak dan perlindungan anak, kerangka
hukum perlindungan anak serta pengasuhan berkelanjutan bagi anak. Modul ini dilengkapi dengan
Buku Pegangan Perlindungan Anak Bagi Fasilitator PKH, yang dibuat secara terpisah.
Pertama-tama, kami berterima kasih kepada Anna Winoto, Astrid Dionisio dan Regi Wirawan, serta
staff pendukung di UNICEF yang telah memberikan dukungan dan arahan baik dalam perancangan
konsep awal hingga pengembangan materi selanjutnya.
Terima kasih kami sampaikan kepada BAPPENAS, Kementerian Sosial, BAPPEDA dan DINSOS Brebes,
BAPPEDA dan DINSOS Sikka, UNICEF Regional Jawa Tengah dan Jawa Timur, UNICEF NTT yang telah
mendukung pelaksanaan uji coba sehingga buku ini dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih kepada Mohammad Farid dari Yayasan SAMIN Yogyakarta yang telah membantu
memberikan masukan berharga bagi pengayaan dan penyempurnaan Modul Pelatihan KHA
Sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak melalui Keputusan Presiden No 36 Tahun 1990,
implementasi KHA telah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh tetapi masih menghadapi berbagai
kendala dan tantangan yang memerlukan perhatian dan kerja keras dari pemerintah dan
membutuhkan partisipasi masyarakat.
Dengan dibuatnya Modul ini, merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan
perhatian, pengetahuan dan pemahaman bagi para pendamping PKH mengenai Perlindungan Anak
baik ditingkat Pusat maupun Daerah, agar mampu memberikan pemahaman tentang hak dan
perlindungan anak, kerangka hukum internasional dan hukum nasional maupun Pengasuhan
Berkelanjutan bagi anak.
Dengan demikian, pendamping PKH memiliki pemahaman dan landasan serta arah yang jelas dalam
melakukan proses pendampingan di masyarakat, dapat berdiskusi dimanapun dan kapanpun tentang
permasalahan perlindungan anak bersama anak dan keluarga di wilayah dampingannya secara
luwes, termasuk dalam melakukan advokasi maupun pengembangan jejaring kerjasama dengan
pemerintahan daerah dan tokoh masyarakat yang diperlukan, untuk kepentingan perlindungan anak.
Konsultan / Penulis
Hadi Utomo
ii
Kata Pengantar
Lancet Series on Maternal and Child Under-nutrition pada tahun 2008, melakukan
review terhadap enam program bantuan tunai bersyarat diantara beberapa metode
intervensi lainnya diidentifikasi bahwa Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) merupakan salah
satu intervensi yang penting dan efektif untuk menanggulangi stunting apabila dalam
program tersebut terdapat komponen pendidikan gizi. Di Indonesia bantuan tunai
bersyarat dinamakan Program keluarga harapan/PKH.
Pada tahun 2014 penerima PKH yang telah terdaftar selama 7 tahun diharapkan telah
berdaya secara finansial dan dipandang berhasil dan memenuhi syarat untuk
melanjutkan ke tahap berikutnya. Keberhasilan ini disebut sebagai PKH Transformasi di
mana kelompok masyarakat ini tidak lagi menerima bantuan tetapi pemerintah akan
memfasilitasi keluarga untuk diberdayakan sehingga mampu menciptakan keluarga yang
harmonis, mampu mengasuh dan melindungi anak dengan memperhatikan Hak-hak
anak dan melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah
(KEPP) serta merencanakan dan mengelola tujuan keluarga mereka sendiri, pendapatan
dan mata pencaharian.
iii
bulanan secara formal antara penerima PKH dengan fasilitator yang ruang lingkupnya
diperluas dengan isu-isu kunci yang mempengaruhi kehidupan rumah tangga. Namun
demikian, pemahaman materi Modul FDS dapat digunakan oleh fasilitator PKH secara
informal dalam berbagai kesempatan di wilayah dampingannya.
iv
Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih. …………………………………. ii
Kata Pengantar. …………………………………. iii
Daftar Isi. …………………………………. v
Pendahuluan. …………………………………. 1
Kerangka Modul 1.1: Hak-hak Anak Menurut Konvensi …………………………………. 7
Hak-hak Anak (KHA).
Lembar Kerja (LK) Modul 1.1.2.1 : Identifikasi dan Analisis …………………………………. 14
atas Implementasi Klaster IV Tentang Hak-hak Sipil dan
Kebebasan, di Indonesia.
LK Modul 1.1.2.2 : Identifikasi dan Analisis atas …………………………………. 16
Implementasi Klaster V Tentang Lingkungan Keluarga dan
Pengasuhan Alternatif di Indonesia.
LK Modul 1.1.2.3 : Identifikasi dan Analisis atas …………………………………. 22
Implementasi Klaster VI Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan di Indonesia.
LK Modul 1.1.2.4 : Identifikasi dan Analisa atas …………………………………. 25
Implementasi Klaster VII Tentang Pendidikan, Waktu
Luang, Budaya dan Rekreasi di Indonesia.
LK Modul 1.1.2.5 : Identifikasi dan Analisa atas …………………………………. 28
Implementasi Klaster VIII Tentang Langkah-langkah
Perlindungan Khusus di Indonesia.
Bahan Bacaan Inti Modul 1.1 Tentang Hak-hak Anak …………………………………. 35
Menurut Konvensi Hak-hak Anak.
Hubungan Antara Kewajiban Negara dan Tanggungjawab …………………………………. 35
Orangtua Dalam Mengasuh dan Melindungi Anak dari
Kekerasan, Eksploitasi, Perlakuan Salah dan Penelantaran.
Kewajiban (Obligation) Negara Terhadap Rakyat Menurut …………………………………. 39
HAM.
KHA Dibagi Menjadi VIII Klaster. …………………………………. 39
Kerangka Modul 1.2 : Perlindungan Anak …………………………………. 52
Perlindungan Anak dari Kekerasan, Eksploitasi,
Penelantaran dan Perlakuan Salah.
LK Modul 1.2.2.1 : Studi Kasus Tentang Kekerasan di …………………………………. 59
Lembaga Pendidikan.
LK Modul 1.2.2.2 : Studi Kasus Kekerasan di Rumah. …………………………………. 60
LK Modul 1.2.2.3 : Studi Kasus Kekerasan Seksual. …………………………………. 61
LK Modul 1.2.2.4 : Studi Kasus Kekerasan di Panti. …………………………………. 63
LK Modul 1.2.2.5 : Studi Kasus Eksploitasi – Trafiking Anak. …………………………………. 65
LK Modul 1.2.2.6 : Studi Kasus Eksploitasi - ESA Oleh Anak …………………………………. 67
v
Untuk Pelacuran.
LK Modul 1.2.2.7: Studi Kasus Eksploitasi - PRTA Plus …………………………………. 69
Perkosaan.
LK Modul 1.2.2.8 : Studi Kasus Eksploitasi – Pedopil. …………………………………. 73
Bahan Bacaan Inti Modul 1.2.3 : Perlindungan Anak. Hak …………………………………. 73
Mendapatkan Perlindungan Dari Segala Bentuk Kekerasan
dan Eksploitasi.
Apa Yang Dimaksud Dengan Kekerasan Terhadap Anak?. …………………………………. 73
Kekerasan Fisik. …………………………………. 73
Kekerasan Psikis. …………………………………. 73
Penelantaran / Pengabaian. …………………………………. 74
Kekerasan Seksual (Sexual Abuse) Terhadap Anak. …………………………………. 76
KHA Pasal 19 Ayat 2 Mengamanatkan Kepada Negara. …………………………………. 77
KHA Pasal 37 (a) Menegaskan Tentang Kewajiban Negara …………………………………. 77
Melindungi Anak Dari Segala Bentuk Penyiksaan Atau
Bentuk Kekejaman Lainnya Atau Perlakuan Merendahkan
Martabat Atau Hukuman Tidak Manusiawi.
Menghargai Pandangan Anak. …………………………………. 78
Anak Dalam Situasi Eksploitasi. …………………………………. 79
KHA Pasal 32, ayat 2, dan Instrumen Internasional Terkait …………………………………. 79
Lainnya Menegaskan Tentang Pokok Peraturan Yang
Mengatur.
KHA Pasal 33 Tentang Drug Abuse Mewajibkan Negara …………………………………. 80
Untuk Mengambil Semua Langkah Legislatif, Administratif,
Sosial dan Edukatif.
KHA Pasal 34 Tentang Eksploitasi Seksual dan Kekerasan …………………………………. 81
Seksual Mewajibkan Negara Mengambil Langkah-langkah
Legislatif, Administratif, dan Edukatif, Untuk Melindungi
Anak dari Semua Bentuk Eksploitasi Seksual dan Kekerasan
Seksual.
KHA Pasal 35 Tentang Penjualan, Pengiriman, dan …………………………………. 82
Penculikan Mewajibkan Negara Mengambil Langkah-
langkah Legislatif, Administratif, Anggaran Serta Langkah
Lain, di Tingkat Nasional, Bilateral dan Multilateral, Untuk
Mencegah Penculikan, Penjualan atau Pengiriman Anak
Untuk Berbagai Tujuan atau Bentuk.
KHA Pasal 36 Tentang Bentuk-bentuk Eksploitasi Lainnya …………………………………. 83
Mewajibkan Negara Mengambil Langkah-langkah
Legislatif, Administratif, Adukatif, Anggaran serta Sosial,
Untuk Melindungi Anak Terhadap Semua Bentuk
vi
Eksploitasi Yang Merugikan Semua Aspek
Kesejahteraannya.
Kerangka Modul 2 : Kerangka Hukum Hak-hak Anak dan …………………………………. 87
Perlindungan Anak.
LK Modul 2.2.A : Lembar Kerja Kelompok I, II, III dan IV - …………………………………. 95
Identifikasi kerangka hukum internasional dan kerangka
hukum nasional tentang hak-hak anak dan perlindungan
anak.
LK Modul 2.2.B : Lembar Kerja Kelompok I - Analisis …………………………………. 96
kerangka hukum nasional atas isu-isu penting tentang hak-
hak anak dan perlindungan anak.
LK Modul 2.2.C : Lembar Kerja Kelompok II - Analisis …………………………………. 97
kerangka hukum nasional atas isu-isu penting tentang hak-
hak anak dan perlindungan anak.
LK Modul 2.2.D : Lembar Kerja Kelompok III - Analisis …………………………………. 98
kerangka hukum nasional atas isu-isu penting tentang hak-
hak anak dan perlindungan anak.
LK Modul 2.2.E : Analisis kerangka hukum nasional atas …………………………………. 99
isu-isu penting tentang hak-hak anak dan perlindungan
anak.
Bahan Bacaan Inti Modul 2.3 Kerangka Hukum Hak-hak …………………………………. 100
Anak dan Perlindungan Anak.
Pengantar Kerangka Hukum. …………………………………. 100
Kerangka hukum yang terkait dengan hak-hak anak dan …………………………………. 104
perlindungan anak
Instrumen HAM Internasional.
Deklarasi Universal HAM. …………………………………. 105
Kovenan EKOSOB. …………………………………. 107
Kovenan SIPOL. …………………………………. 109
Deklarasi Hak-hak Anak. …………………………………. 110
Konvensi Hak-hak Anak …………………………………. 110
Klaster IV : Hak sipil dan Kebebasan.
KHA Klaster V : Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan …………………………………. 113
Alternative.
KHA, Klaster VI : Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan. …………………………………. 118
KHA Klaster VII : Pendidikan, Waktu Luang dan Kegiatan …………………………………. 120
Budaya.
KHA Klaster VIII: Langkah-langkah Perlindungan Khusus. …………………………………. 122
Optional Protocol to Prevent, Suppress and Punish …………………………………. 127
Trafficking in Persons, Especially Women and Children,
vii
Supplementing The United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime,2000, (Protokol Untuk
Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan
Orang, Terutama Perempuan dan Anak-anak).
Convention On The Elimination Of All Forms Of …………………………………. 132
Discrimination Against Women.
International Convention on The Protection of The Rights …………………………………. 133
of All Migrant Workers and Members of Their Families,
july 2003, (Konvensi Internasional Tentang Perlindungan
Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota
Keluarganya).
Optional Protocol to The Convention on The Rights of The …………………………………. 135
Child on The Sale of Children, Child Prostitution and Child
Pornography, 2000, (Protokol Opsional Konvensi Hak-hak
Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan
Pornografi Anak).
Undang-undang No. 20 Tahun 1999 Tentang Ratifikasi …………………………………. 142
Konvensi ILO no. 138, mengenai: ILO Minimum Age
Convention.
ILO Worst Forms of Child Labour Convention (No. 182), …………………………………. 142
1999, (Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan
Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk Untuk Anak).
Hague Convention on Protection of Children and …………………………………. 143
Cooperation In Respect of Intercountry Adoption.
Perundang-undangan Nasional Yang Terkait Dengan Hak- …………………………………. 144
hak Anak dan Perlindungan Anak.
Kewajiban Negara. …………………………………. 144
Tanggung jawab dan tugas orang tua / keluarga / kuasa …………………………………. 149
asuh orang tua / pencabutan kuasa asuh orang tua dan
pemisahan anak dari orang tua / hak anak mengetahui dan
diasuh oleh orang tua.
Hak Anak Atas Identitas. …………………………………. 154
Anak Penyandang Disabilitas. …………………………………. 156
Perlindungan Anak. …………………………………. 159
Hak anak untuk menyatakan pandangannya dalam setiap …………………………………. 168
keputusan yang mempengaruhi kehidupannya.
Orangtua Asuh. …………………………………. 169
Wali / Perwalian. …………………………………. 170
Pengangkatan Anak. …………………………………. 171
Pengasuhan Berbasis Residensial / Panti. …………………………………. 174
viii
Mekanisme Pengaduan (Komplain) Bagi Anak. …………………………………. 177
Pengawasan dan Monitoring Independen. …………………………………. 177
Hak Properti Anak. …………………………………. 179
Hak anak atas periodic review (tinjauan berkala) dan …………………………………. 181
tanggungjawab pekerja sosial dalam melakukan asesmen,
monitoring atas anak yang telah diputuskan untuk
ditempatkan pada pengasuhan diluar rumah.
Peran Masyarakat dan Lembaga Non Pemerintah. …………………………………. 183
Hak anak atas pendidikan, waktu luang / bermain dan …………………………………. 188
budaya.
Hak Anak Atas Kesehatan. …………………………………. 193
Hak anak atas agama …………………………………. 197
Kerangka Modul 3 : Pengasuhan Berkelanjutan. …………………………………. 204
LK Modul 3.2.1 : Skenario Role Playing 1 : tentang …………………………………. 214
orangtua yang bersikap dan berprilaku bersifat mendidik
dalam mengasuh anak.
LK Modul 3.2.2 : Skenario Role Playing 2 : tentang …………………………………. 215
orangtua yang cenderung tidak sabar, selalu berteriak,
cenderung melakukan langkah-langkah kasar dalam
mengasuh anak.
LK Modul 3.2.3 : Skenario Role Playing 3 : tentang …………………………………. 216
orangtua yang cendrung acuh tak acuh / mengabaikan
atau menterlantarkan / cenderung tidak memberi waktu
khusus untuk anak dalam proses mengasuh anak.
LK Modul 3.2.4 : Mendengarkan, memperhatikan dan …………………………………. 217
mempertimbangakan pandangan anak (komunikasi) sesuai
dengan tahap-tahap perkembangan anak dan kemampuan
interaksi sosial anak.
LK Modul 3.2.5 : Beberapa hal penyebab konflik dan …………………………………. 218
Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk penyelesaian
masalah.
LK Modul 3.2.6 : Bentuk-bentuk kekerasan dan eksploitasi …………………………………. 221
terhadap anak, dampak buruknya dan hal-hal yang bisa
dilakukan untuk mengatasinya.
LK Modul 3.2.7 : Tanggungjawab bersama yang harus …………………………………. 223
dijalankan oleh kedua orangtua walaupun keduanya telah
berpisah atau bercerai : agar continuum of care for
children berjalan dengan baik dan tidak berdampak
negatif pada anak.
LK Modul 3.2.8 : Tentang eksploitasi ekonomi terhadap …………………………………. 225
ix
anak.
LK Modul 3.2.9 : Tentang eksploitasi seksual terhadap …………………………………. 226
anak.
LK Modul 3.2.10 : Tentang eksploitasi terhadap anak …………………………………. 227
Jalanan.
LK Modul 3.2.11 : tentang pencegahan dan penanganan …………………………………. 228
bpta yang harus dilakukan oleh Negara.
LK Modul 3.2.12 : Role Playing kelompok 1 tentang …………………………………. 229
monitoring anak di keluarga asuh / keluarga angkat.
LK Modul 3.2.13 : Role Playing kelompok 2,tentang …………………………………. 230
monitoring anak di panti / LKSA.
LK Modul 3.2.14 : Role Playing kelompok 3, tentang anak …………………………………. 231
di lembaga pendidikan / sekolah.
LK Modul 3.2.15 : Diskusi (Kelompok 4 suara sapi) …………………………………. 232
membahas tentang pengembangan format monitoring di
keluarga asuh / keluarga angkat, panti / LKSA, lembaga
pendidikan / sekolah.
Bahan Bacaan Inti Modul 3.3 Continuum of Care For …………………………………. 233
Children.
Beberapa definisi continuum of care. …………………………………. 233
Pemahaman Pengasuhan Berkelanjutan Bagi Anak …………………………………. 233
(Continuum of Care for Children) Dalam Modul Ini.
Prinsip-prinsip Pengasuhan. …………………………………. 235
Monitoring. …………………………………. 236
Beberapa isu penting yang berkaitan dengan Pengasuhan …………………………………. 238
Berkelanjutan.
Tahap-tahap perkembangan psikologi anak. …………………………………. 238
Mendengarkan dan mempertimbangkan pandangan anak …………………………………. 242
merupakan salah satu keterampilan yang harus dilakukan
oleh orangtua dalam proses komunikasi dengan anak.
Orangtua harus mengembangkan interaksi sosial / relasi …………………………………. 243
yang baik dalam keluarga.
Beberapa hal penyebab konflik. …………………………………. 243
Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk penyelesaian …………………………………. 247
masalah.
Perbedaan antara mendisiplinkan anak dengan kekerasan …………………………………. 247
terhadap anak yang harus di pahami oleh orangtua ketika
proses pengasuhan anak dilakukan.
Apa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak. …………………………………. 247
Siapa yang melakukan kekerasan terhadap anak. …………………………………. 250
x
Berbagai penyebab terjadinya kekerasan. …………………………………. 250
Dampak buruk kekerasan terhadap anak. …………………………………. 251
Apa yang bisa anda lakukan. …………………………………. 252
Kiat-kiat penting. …………………………………. 253
Bila terjadi keterpisahan orangtua (antara ayah dan ibu) …………………………………. 253
maka demi kepentingan terbaik bagi anak, keduanya harus
tetap menjalankan peran sebagai orangtua.
Berbagai contoh peristiwa rumah tangga dalam kehidupan …………………………………. 254
sehari-hari yang dapat digunakan untuk menegakkan
disiplin anak tetapi rentan menimbulkan konflik jika
dilakukan dengan tidak bijaksana oleh orangtua /
pengasuh.
Eksploitasi terhadap anak. …………………………………. 255
Sumber Referensi. …………………………………. 262
xi
PENDAHULUAN
Dengan tujuan tersebut diharapkan para petugas pendamping PKH memiliki landasan serta
arah yang jelas dalam melakukan proses pendampingan di masyarakat. Disamping itu para
petugas pendamping PKH memiliki panduan normatif khususnya dalam menghadapi
permasalahan anak dan keluarga, melakukan advokasi maupun pengembangan jejaring
kerjasama yang diperlukan.
1
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pelatihan dengan menggunakan Modul di atas
adalah 420 menit x 5 hari.
5. Pokok Bahasan
Pokok bahasan merupakan poin-poin penting yang terkandung dalam materi modul
yang menjadi topik pembahasan utama secara lebih mendalam.
6. Langkah-langkah Kegiatan
Langkah-langkah kegiatan merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan dalam setiap
sesi, yang terdiri dari:
a. Pengantar sesi, yakni penjelasan fasilitator tentang pelaksanaan dan tujuan sesi
b. Penggalian pandangan peserta terkait dengan topik bahasan
c. Presentasi dan tanya jawab oleh fasilitator
d. Diskusi Kelompok yang dibantu dengan lembar kerja untuk memudahkan setiap
peserta dalam melakukan analisa materi, studi kasus dan role playing
2
e. Presentasi kelompok dalam bentuk pleno untuk menjelaskan hasil diskusi kelompok.
Presentasi kelompok juga menjadi alat untuk melihat efektivitas penggunaan lembar
kerja dalam memahami maupun menganalisa materi.
f. Refleksi dan rangkuman, yakni langkah akhir yang dilakukan oleh fasilitator untuk
resume sekaligus menjelaskan poin-poin penting materi termasuk menjelaskan hasil
diskusi kelompok.
3
o LK 3.2.12 : Skenario Role Playing tentang monitoring anak di keluarga asuh, angkat
o LK 3.2.13 : Skenario Role Playing tentang monitoring anak di Panti atau LKSA
o LK 3.2.14 : Skenario Role Playing tentang monitoring anak di Lembaga Pendidikan
atau sekolah
o LK 3.2.15 : Diskusi pengembangan Format Monitoring Anak
4
HAK-HAK ANAK
5
HAK-HAK ANAK
MODUL 1.1
6
KERANGKA MODUL 1.1 : HAK-HAK ANAK MENURUT KONVENSI HAK-HAK ANAK (KHA)
Pengantar HAM merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia sejak
dalam kandungan. Negara bukan pemberi HAM, tetapi Negara
melaksanakan kewajiban atas terlaksananya HAM bagi seluruh rakyatnya.
Kewajiban negara terhadap rakyat terbagi kepada 3 (tiga) bagian meliputi:
menghormati, memenuhi dan melindungi.
Hak-hak anak merupakan bagian integral dari Hak Asasi Manusia
(HAM).Definisi anak menurut KHA sebagaimana tercantum dalam Pasal 1:
yakni setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun, KECUALI,
berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan
telah dicapai lebih awal. Definisi ini berimplikasi pada hak-hak anak pada
isu lainnya seperti pendidikan, kesehatan, peradilan anak,
ketenagakerjaan, anak dalam situasi konflik bersenjata.
Terdapat hubungan erat antara kewajiban Negara dan tanggungjawab
orangtua dalam pengasuhan anak. Orangtua / wali / pengasuh memiliki
tanggungjawab dan tugas dalam menjalankan tanggungjawab mengasuh
(membesarkan, membimbing dan mendidik) dan melindungi anak dari
kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah. Tanggungjawab
tersebut, dijalankan terhadap anak sesuai dengan kapasitas anak yang
selalu berkembang (evolving capacities).
Demi kepentingan terbaik bagi anak, Negara wajib membantu penguatan
tanggungjawab orangtua dalam mengasuh dan melindungi anak, terutama
ketika orangtua tidak mampu menjalankan tanggungjawab tersebut.
Misalnya ketika orangtua membutuhkan pendidikan tentang cara
mengasuh yang aman dan tanpa kekerasan sehingga dapat mencapai
perkembangan anak secara maksimum.
Indonesia telah meratifikasi KHA melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun
1990. Negara yang telah meratifikasi instrument internasional termasuk
KHA terikat secara politis dan yuridis. Negara harus mengambil langkah-
langkah legislative, administrative, dan langkah lain untuk
mengimplementasikan hak-hak anak yang diakui di dalam Konvensi
menyangkut hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. KHA meliputi 8 Klaster
(kelompok), yaitu:
- I. Langkah-Langkah Implementasi Umum
- II. Definisi Anak
- III. Prinsip-Prinsip Umum KHA
- IV. Hak Sipil dan Kebebasan
7
- V. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif
- VI. Kesehatan & Kesejahteraan Dasar
- VII. Pendidikan, Waktu Luang & Kegiatan Budaya
- VIII. Langkah-langkah Perlindungan Khusus :
o Anak dalam situasi darurat
o Anak dalam situasi eksploitasi (ekonomi, narkoba,
seksual termasuk kekerasan seksual, penculikan,
perdagangan dan trafiking dan eksploitasi bentuk
lain)
o Anak yang berkonflik dengan hukum
o Kelompok minoritas & suku terasing
Prinsip-prinsip hak-hak anak menurut KHA terdiri dari: non- diskriminasi;
kepentingan terbaik bagi anak; hak hidup, kelangsungan hidup dan
perkembangan; serta menghormati pandangan anak. Prinsip-prinsip hak
anak harus menjiwai implementasi KHA pada setiap klaster terutama
kaslter IV hingga VIII.
Negara wajib melakukan disseminasi (penyebaran informasi) kepada
masyarakat baik kepada orang dewasa maupun kepada anak-anak.
disseminasi tersebut dapat dilakukan melalui kurikulum sekolah, talk show
radio, talk show TV, pelatihan, seminar dan bentuk-bentuk lain upaya
untuk memberi pemahaman kepada masyarakat secara luas.
Negara wajib membuat laporan implementasi KHA kepada Komite Hak-hak
Anak PBB. Laporan tersebut terdiri dari 2 (dua) jenis yang terdiri dari
laporan awal (initial report) yaitu laporan yang dilakukan oleh negara 2
(dua) tahun setelah melakukan ratifikasi dan laporan periodik (periodic
report) yang dilakukan negara setiap 5 tahun sekali.
Secara garis besar, persamaan antara hak–hak anak dan perlindungan anak
diatur di dalam KHA dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan. Sedangkan perbedaan antara keduanya, hak-hak anak
mengatur tentang kewajiban negara dalam pemenuhan dan
penghormatan hak, sedangkan perlindungan mengatur tentang kewajiban
negara dalam memberikan perlindungan terhadap anak dari kekerasan,
eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran.
8
Tujuan Sesi Di akhir sesi, peserta mampu :
1. Memahami definisi anak menurut KHA dan kaitannya dengan isu dalam
Pasal lainnya,
2. Memahami prinsip-prinsip hak anak yang menjadi jiwa seluruh isu
dalam Pasal lainnya,
3. Perbedaan dan persamaan maupun kaitan antara hak anak dan
perlindungan anak.
4. Memahami hubungan antara kewajiban negara dan tanggungjawab
orangtua terhadap anak
5. Memahami pembagian Klaster KHA.
Pokok 1. Definisi anak menurut KHA dan kaitannya dengan isu dalam Pasal
Bahasan lainnya,
2. Prinsip-prinsip hak anak yang menjadi jiwa seluruh isu dalam Pasal
lainnya,
3. Perbedaan dan persamaan maupun kaitan antara hak anak dan
perlindungan anak
4. Hubungan antara kewajiban negara dan tangungjawab orangtua
terhadap anak
5. Pembagian Klaster KHA.
9
1. Pengantar sesi dan curah pendapat
Fasilitator menjelaskan tentang tujuan sesi (Lihat Slide Modul 1.1.1)
Fasilitator menanyakan pemahaman peserta tentang :
o Hak anak
o Perlindungan anak
o Definisi anak
o Kewajiban Negara dan tanggungjawab orangtua
Fasilitator mencatat komentar peserta.
Klarifikasi pendapat peserta di lakukan dalam presentasi oleh
fasilitator.
11
- V. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif
- VI. Kesehatan & Kesejahteraan Dasar
- VII. Pendidikan, Waktu Luang & Kegiatan Budaya
- VIII. Langkah-langkah Perlindungan Khusus :
Anak dalam situasi darurat
Anak dalam situasi eksploitasi (ekonomi, narkoba,
seksual termasuk kekerasan seksual, penculikan,
perdagangan dan trafiking dan eksploitasi bentuk lain)
Anak yang berkonflik dengan hukum
Kelompok minoritas & suku terasing
i. Negara harus mengambil langkah-langkah legislative,
administrative, dan langkah lain untuk mengimplementasikan hak-
hak anak yang diakui di dalam Konvensi menyangkut hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya.
j. Negara wajib melakukan disseminasi (penyebaran informasi) kepada
masyarakat baik kepada orang dewasa maupun kepada anak-anak.
disseminasi tersebut dapat dilakukan melalui kurikulum sekolah,
talk show radio, talk show TV, pelatihan, seminar dan bentuk-
bentuk lain upaya untuk memberi pemahaman kepada masyarakat
secara luas.
k. Negara wajib membuat laporan implementasi KHA kepada Komite
Hak-hak Anak PBB. Laporan tersebut terdiri dari 2 (dua) jenis yang
terdiri dari laporan awal (initial report) yaitu laporan yang dilakukan
oleh negara 2 (dua) tahun setelah melakukan ratifikasi dan laporan
periodik (periodic report) yang dilakukan negara setiap 5 tahun
sekali.
l. Prinsip-prinsip hak-hak anak menurut KHA terdiri dari: non-
diskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak; hak hidup,
kelangsungan hidup dan perkembangan; serta menghormati
pandangan anak. Prinsip-prinsip hak anak harus menjiwai
implementasi KHA pada setiap klaster terutama kaslter IV hingga
VIII.
m. Secara garis besar, persamaan antara hak–hak anak dan
perlindungan anak diatur di dalam KHA dan merupakan satu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Sedangkan perbedaan antara
keduanya, hak-hak anak mengatur tentang kewajiban negara dalam
pemenuhan dan penghormatan hak, sedangkan perlindungan
mengatur tentang kewajiban negara dalam memberikan
12
perlindungan terhadap anak dari kekerasan, eksploitasi, perlakuan
salah dan penelantaran.
13
LK Modul1.1.2.1
LEMBAR KERJA
Identifikasi dan analisis atas implementasi Klaster IV Tentang Hak-hak Sipil dan Kebebasan, di Indonesia.
14
LK Modul1.1.2.1
15
LK Modul1.1.2.2
LEMBAR KERJA
Identifikasi dan analisis atas implementasi Klaster V Tentang Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif di Indonesia.
16
LK Modul1.1.2.2
Abroad)
Negara Wajib memerangi :
o Pengiriman gelap dan terkantung-
katungnya anak di luar negeri
o Melakukan perjanjian bilateral dan
multilateral
21
LK Modul1.1.2.3
LEMBAR KERJA
Identifikasi dan analisis atas implementasi Klaster VI Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan di Indonesia.
24
LK Modul1.1.2.4
LEMBAR KERJA
Identifikasi dan analisa atas implementasi Klaster VII Tentang Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Rekreasi di Indonesia.
IDENTIFIKASI DAN ANALISA BERDASARKAN PANDANGAN, PENILAIAN DAN
PENGALAMAN PESERTA TENTANG IMPLEMENTASI KLASTER VII DI INDONESIA
KHA
25
LK Modul1.1.2.4
27
LK Modul1.1.2.5
LEMBAR KERJA
Identifikasi dan analisa atas implementasi Klaster VIII Tentang Langkah-langkah Perlindungan Khusus di Indonesia.
28
LK Modul1.1.2.5
Armed Conflict
Negara menghargai dan menjamin
penghormatan atas hukum humaniter
internasional untuk : menjamin anak di bawah
15 tahun tidak terlibat dalam permusuhan,
tidak merekrut anak di bawah 15 tahun dalam
angkatan perang, memprioritaskan anak yang
lebih tua (antara 15 – 18 tahun) ke dalam dinas
militer dan mengambil langkah untuk
menjamin perlindungan dan perawatan bagi
anak-anak yang diakibatkan oleh konflik
bersenjata
29
LK Modul1.1.2.5
30
LK Modul1.1.2.5
Berbahaya
Mengganggu pendidikan anak, atau
Merugikan kesehatan anak maupun
perkembangan : Fisik, Mental, Spiritual,
Moral atau Sosial
Negara wajib mengambil langkahLegislatif,
Administratif, Sosial dan pendidikan, untuk
menjamin pelaksanaan dan secara khusus
memberikan:
31
LK Modul1.1.2.5
32
LK Modul1.1.2.5
33
LK Modul1.1.2.5
34
BAHAN BACAAN INTI
MODUL 1.1 TENTANG HAK-HAK ANAK MENURUT KONVENSI HAK-HAK ANAK
Orang tua dan keluarga secara alamiah merupakan lingkungan sosial pertama yang
dikenal anak. Dalam lingkungan ini pertama kali semua dimensi kemanusiaan anak
diperkanalkan, seperti dimensi fisik maupun non fisik, berkomunikasi dan berinteraksi.
Aktivitas komunikasi dan interaksi yang terjadi dalam lingkungan keluarga menjadi iklim
yang paling dirasakan langsung akibatnya baik secara psikologis maupun social oleh anak.
Lazimnya orang tua dan keluarga merupakan dunia keakraban secara batiniah, dimana
hubungan emosional tiap individu didalamnya sedemikian lekat sehingga satu sama
lainnya merasa menjadi satu.
Dengan demikian orang tua dan keluarga merupakan akar sosial budaya anak dan
menjadi bagian hak anak yang paling mendasar untuk tidak tercabut atau terpisahkan
dari akar sosial budayanya tersebut. Orang tua dan keluarga bagi proses tumbuh
kembang anak bukan hanya menunjukkan fakta alamiah, tetapi juga memuat aspek
fungsional yang kemudian menjadi landasan pertanggungjawaban orang tua dan
keluarga terhadap perkembangan kehidupan anak. Fakta alamiah keluarga serta aspek
fungsional orang tua tersebut menjadi prinsip dasar yang kemudian meletakkan posisi
orang tua/keluarga sebagai penanggungjawab utama dalam proses pengasuhan selama
masa tumbuh kembang anak dan bertanggung jawab untuk melindungi anak dari segala
bentuk kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah maupun penelantaran.
Prinsip-prinsip dasar tersebut diakui dan dilestarikan dalam Deklarasi Hak Anak 1959:
“Anak, demi perkembangan kepribadiannya yang penuh dan selaras, membutuhkan cinta
dan pengertian. Ia harus, jika mungkin, tumbuh dalam perawatan dan dalam tanggung
jawab Orang tuanya…” (Pasal 6). Selanjutnya Kovenan Internasional tentang Hak Sipil
dan politik memberikan ketentuan: “Keluarga adalah unit kelompok masyarakat yang
alamiah dan fundamental dan berhak atas perlindungan dari masyarakat dan
negara”(Pasal 23 (1)). Semangat yang sama juga termuat dalam aline 5-6 mukadimah
Konvensi Hak-hak Anak (KHA) yang menyebutkan bahwa keluarga sebagai kelompok
dasar dari masyarakat dan lingkungan alam bagi pertumbuhan dan kesejahteraan dari
seluruh anggautanya terutama anak-anak, harus diberi perlindungan dan bantuan yang
diperlukan sehingga dapat sepenuhnya memikul tanggung jawabnya dalam masyarakat.
Bahwa anak, demi pengembangan sepenuhnya dan keharmonisan dari kepribadiannya,
35
harus tumbuh dalam lingkungan keluarga dalam iklim kebahagiaan, cinta kasih dan
pengertian.
Fakta alamiah bahwa orang tua dan keluarga merupakan akar sosial budaya anak,
kemudian ditegaskan dalam pasal 9 KHA menjadi dua prinsip penting tentang hak anak:
(1) Bahwa anak tidak boleh dipisahkan dari orang tua kecuali jika hal itu memang perlu
bagi kepentingan terbaik anak, dan:
(2) Bahwa semua aturan untuk memisahkan anak dari orang tua (jika memang perlu)
harus bersifat adil
Terkait dengan akar sosial budaya anak serta hak anak untuk tidak terpisah darinya maka
Negara sebagai pelindung hak asasi manusia diamanatkan untuk mengambil langkah-
langkah yang diperlukan guna membantu orang tua atau keluarga agar memiliki
kemampuan maksimal dalam melaksanakan tanggung jawab pengasuhan dan
perlindungan anak (KHA, Pasal 18)
Anak tanpa pengasuhan dan perlindungan atau terpisah dari orang tua atau keluarga
identik dengan tercabutnya anak dari akar sosial budayanya. Keterpisahan ini seringkali
mengakibatkan anak berada dalam situasi rentan terhadap resiko menjadi korban
kekerasan, eksploitasi, perdagangan, diskriminasi ataupun bentuk pelanggaran lain yang
merugikan dan bahkan menghilangkan hak-hak anak. Dalam situasi konflik (anak
dipisahkan secara paksa dari keluarga dan masyarakat atau harus menyeberangi batas
kenegaraan) kerentanan terhadap resiko yang dihadapi anak tersebut lebih meningkat
terkadang sampai resiko kematian.
Keterpisahan anak dari orang tua atau keluarga hanya dimungkinkan dengan persyaratan
yang sangat ketat dan harus mengacu kepada prinsip umum KHA serta melalui keputusan
lembaga Negara, khususnya prinsip kepentingan terbaik bagi anak yang disertai dengan
perlindungan dan kontrol Negara sebagaimana diatur dalam KHA, Pasal 9 ayat 1 dan 3.
Pasal ini juga menegaskan hak anak untuk mempertahankan hubungan dan kontak
dengan kedua orang tua, serta mewajibkan Negara untuk menginformasikan pada orang
tua atau anak mengenai keberadaan (orang tua/anggota keluarga) jika Negara yang
menyebabkan/menghendaki pemisahan tersebut misalnya karena penahanan atau
hukuman penjara.
36
Prinsip keberlangsungan pengasuhan oleh orang tua atau keluarga memuat pengertian,
bahwa sekalipun demi kepentingan terbaik bagi anak, anak harus terpisah dari orang tua
atau keluarga, langkah tersebut tidak serta merta menghilangkan tanggung jawab orang
tua atau keluarga maupun hak anak terhadap tanggung jawab dan pengasuhan orangtua.
Hal ini sebagaimana tercermin dalam hak anak untuk mengetahui asal usul keluarga dan
budayanya maupun kewajiban Negara untuk memberitahukan anak dan orang tua
yang terpisah, termasuk memfasilitasi kontak keduanya. Dengan demikian tanggung
jawab orang tua atau keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak bersifat utuh
sekalipun dalam kasus tertentu demi kepentingan terbaik anak, anak harus terpisah dari
orang tua atau keluarga.
Jika orang tua atau keluarga tersebut tidak mampu melaksanakan tanggung jawab
pengasuhan dan perlindungan anak secara optimal, maka kewajiban Negara membantu
menguatkan kapasitas keluarga tersebut misalnya dalam bentuk program
pendidikan/pengasuhan, keterampilan menjadi orangtua, keterampilan melindungi anak,
kemampuan meningkatkan partisipasi anak dalam keluarga maupun penyelenggaraan
program konseling bagi anak dan keluarga. Bilamana diperlukan, Negara dapat
memberikan dukungan/bantuan ekonomi.
37
bertanggung jawab atas anak tersebut. Langkah pengasuhan dan perlindungan tersebut
harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan anak, arahan maupun bimbingan
yang tepat sesuai dengan hak-hak anak yang diakui dalam KHA.
Menghargai pandangan anak
Menghargai pandangan anak merupakan salah satu bentuk penghargaan kemanusiaan
anak yang sangat nyata. Paradigma yang termuat didalamnya bertentangan dengan
umumnya kebiasaan masyarakat yang menempatkan anak pada posisi subsistem
keluarga maupun marjinalisasi dimana anak sering kehilangan hak untuk mengungkapkan
pandangannya.
Menghargai pandangan anak juga menjadi salah satu dasar dalam mengkonstruksikan
langkah perlindungan anak, mengingat umumnya kasus kekerasan maupun eksploitasi
anak terjadi karena mengabaikan hak anak tersebut. Dengan demikian menghargai
pandangan anak harus mainstream dalam implementasi perlindungan anak.
Perbedaan dan persamaan maupun kaitan antara hak anak dan perlindungan anak.
38
B. KEWAJIBAN (OBLIGATION)NEGARATERHADAP RAKYAT MENURUT HAM
Kewajiban Negara terhadap rakyat terdiri atas:
1. Menghormati (the obligation to respect) - berpantang untuk melakukan hal-hal yang
melanggar hak asasi .
Contoh tidak menghormati, misalnya membuat kebijakan pendidikan yang hanya
menguntungkan kelompok anak tertentu untuk menikmatinya
2. Melindungi (the obligation to protect) melindungi setiap warga Negara dari berbagai
pihak non-Negara
Contoh melindungi, misalnya membuat undang-undangan atau kebijakan untuk
melindungi setiap individu warga Negara
3. Memenuhi (the obligation to fulfill) – Negara harus mengambil tindakan untuk
memenuhi hak-hak anak
Contoh misalnya: alokasi anggaran, membangun sekolah, rumah sakit, dll
4. Memajukan (the obligation to promote) – langkah awal dalam mempromosikan
pemenuhan hak-hak anak, contoh misalnya mengembangkan akses informasi
39
Pasal 1 Setiap orang yang berusia dibawah 18 th, KECUALI berdasarkan undang-
undang yang berlaku, bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
Namun pada pelaksanaannya, terdapat ketentuan-ketentuan beberapa Pasal
dalam KHA lainnya yang berkaitan dengan anak secara langsung dan harus
diwujudkan semaksimum mungkin. Adapun kaitan-kaitan Pasal lain yang terkait
dengan Pasal 1 KHA tersebut diantaranya:
Pasal 37 (a) Terhadap anak tidak boleh ada hukuman mati atau hukuman
seumur hidup
Pasal 38 menyatakan Tak boleh ada rekrutmen Angkatan Bersenjata atau
terlibat dalam permusuhan (di bawah usia 15 thn)
Pasal 32 tentang Negara menentukan : Batasan usia minimum anak boleh
bekerja
Pasal 40 (3.a) tentang Usia minimum anak dianggap tidak memiliki
kapasitas pelanggaran hukum pidana.
Pasal 28 tentang Batasan usia wajib belajar & gratis
Pasal 3 Kepentingan terbaik bagi anak (The Best Interests of The Child)
Pasal ini harus menjadi landasan system hukum dan Kebijakan Pemerintah; Pasal
3 juga berkaitan dengan Pasal 40 (2) (b) (iii) atau pengadilan meliputi JAMINAN
NEGARA atas : Penanganan kasus anak sesegera mungkin tanpa penundaan; Oleh
instansi yang berwenang (aparat penegak hukum); Independent; Mendapatkan
bantuan yang layak; dan dengan mempertimbangkan umur atau situasi.
Disamping itu kepentingan terbaik bagi anak juga berkaitan dengan pasal 37 (c)
meliputi JAMINAN NEGARA atas: pencabutan Kebebasan yaitu Anak yang dicabut
40
kebebasannya harus dipisahkan dari tahanan dewasa, kecuali dengan
pertimbangan demi kepentingan terbaik bagi anak.
Pasal 6 Hak Hidup; Kelangsungan Hidup; Perkembangan.
Berisi jaminan Negara atas anak yang berkonflik dengan hukum/berhadapan
dengan hukum dengan memperhatikan Hak hidup anak dan mempromosikan
kelangsungan hidup serta perkembangan anak secara maksimum.
Pasal 6 berkaitan dengan pasal-pasal lain yang memuat tentang peranan orangtua
dan keluarga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan anak serta
kewajiban negara mendukung, membantu dan melakukan intervensi untuk
maksud tersebut. Pasal 6 juga berkaitan dengan perlindungan anak dari segala
bentuk kekerasan dan eksploitasi agar kelangsungan hidup dan perkembangan
anak dapat dicapai secara maksimum.
Pasal 12 Menghargai Pandangan Anak:
Berisi tentang kewajiban Negara untuk menjamin :
bahwa setiap anak yang mampu membentuk pandangan mempunyai hak
untuk mengekspresikannya secara bebas pada semua hal yang berpengaruh
pada dirinya
bahwa pandangan anak dipertimbangan sesuai dengan umur dan
kematangan anak.
Secara khusus memberikan hak anak untuk didengar dan pandangannya
dipertimbangkan pada setiap proses peradilan dan administrative yang
mempengaruhi dirinya. Hal ini mencakup rentang yang sangat luas dari sidang
pengadilan dan termasuk kebijakan / pembuatan keputusan yang
mempengaruhi anak, contohnya, pendidikan, kesehatan, lingkungan,
pengasuhan, adopsi.
4. KLASTER IV. HAK SIPIL DAN
KEBEBASAN (IV. CIVIL RIGHTS
AND FREEDOMS) TERDIRI
ATAS:
Pasal 7 tentang Hak Sipil dan
Kebebasan. Khususnya Pasal
7 (akte, nama, kebangsaan,
mengetahui, diasuh orang
tuanya)
© UNICEF/IDSA/025/Wunderman
Pasal 8 tentang (Identitas Poster kampanye pencatatan kelahiran oleh
Kewarganegaraan Nama dan UNICEF memperlihatkan bahwa 6 dari 10 anak
Hubungan keluarga, balita di Indonesia tidak memiliki identitas
yang sah.
mendapatkan bantuan dan
perlindungan untuk memulihkan identitas anak (Jika identitas tersebut direnggut)
41
Pasal 13 tentang Child’s Right to Freedomof Expression: Kebebasan berekspresi,
Mencari, menerima, memberi informasi dan gagasan, baik lisan maupun tulisan.
Restriksi diatur dengan Undang-undang
Pasal 14 tentang Child’s Right to Freedom of Thought, Consciense and Religion:
Kemerdekaan berfikir Hati nurani dan Agama. Restriksi diatur dengan Undang-
undang;
Pasal 16 tentang Child’s Right to Privacy: Kehidupan privasi anak tidak boleh
dicampuri secara tidak syah, Hak perlindungan hukum atas privasinya atau
serangan atas privasinya tersebut;
Pasal 17 tentang Child’s Acces to Appropriate Information : Mengakui peran
penting mass media; Menjamin bahwa anak dapat mengakses informasi; Sumber-
sumber nasional dan internasional demi keuntungan social budaya anak (sesuai
pasal 29 tentang Kerjasama internasional Memproduksi dan menyebarkan buku-
buku untuk anak; Mendorong media memperhatikan kebutuhan linguistik anak-
anak minoritas dan anak-anak suku terasing
Pasal 37 (a) tentang Negara wajib melindungi anak dari : Penyiksaan atau bentuk
kekejaman lainnya, perlakuan merendahkan martabat atauhukuman tidak
manusiawi. Melindungi anak dari Hukuman mati dan Hukuman seumur hidup
6. KLASTER VI. KESEHATAN & KESEJAHTERAAN DASAR (BASIC HEALTH AND WELFARE)
Pasal 23 tentang Right of Disable Children
Negara mengakui Hak-hak anak Cacat untuk menikmati secara penuh
kehidupannya: Martabat, Meningkatkan rasa percaya diri, Partisipasi aktif di
dalam masy; Hak anak cacat atas perawatan khusus; Menjamin tersedianya
kebutuhankhusus anak cacat: Gratis, Pendidikan, Pelatihan, Pelayanan,
kesehatan, Pelayanan rehabilitasi, Persiapan kerja, Kesempatan rekreasi,
Kerjasama internasional
Pasal 26 tentang Child’s Right to Benefit fromSocial Security
Mengakui hak anak atas jaminan sosial termasuk asuransi social; Melaksanakan
realisasi penuh atas hak ini
45
Pengembangan rasa hormat terhadap HAM (Hak Asasi Manusia) serta
prinsip-prinsip yang tercantum dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa)
Pengembangan rasa hormat pada :
o Orangtua anak
o Identitas budaya
o Bahasa
o Nilai-nilai dan
o Tahapan peradaban yang berbeda
Persiapan anak untuk hidup secara bertanggung jawab dalam
masyarakat yang bebas
Pengembangan rasa hormat terhadap lingkungan alam
2. Memberi kebebasan kepada individu atau lembaga dalam mengarahkan atau
mengembangkan Institusi Pendidikan sepanjang tidak bertentangan dengan
pasal ini, serta standard minimum yang ditetapkan oleh Negara
Pasal 31 tentang Child’s Right to Leisure, Recreation and Culture
o Negara mengakui hak anak atas :Waktu luang dan istirahatMengahargai
dan meningkatkan hak anak untuk berpartisipasi secara penuh dalam:
Dunia seni, Budaya, Rekreasi dan Waktu luang
46
Merugikan kesehatan anak maupun perkembangan : Fisik, Mental, Spiritual,
Moral atau Sosial
Negara wajib mengambil langkah Legislatif, Administratif, Sosial dan pendidikan,
untuk menjamin pelaksanaan dan secara khusus memberikan:
Batas usia atau serangkaian batas usia minimum yang memberikan ketentuan
perijinan untuk bekerja
Peraturan yang sesuai mengenai jam kerja dan kondisi pekerjaan
Hukuman atau sangsi yang sesuai untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan
pasal ini
47
Pasal 35 tentang Preventation of Abduction, Sale and Trafficking.
Pasal 35 bertindak sebagai perlindungan sempurna bagi anak-anak yang beresiko
terhadap penculikan, penjualan, dan trafficking anak untuk tujuan apapun dan
dalam bentuk apapun
48
Pasal 40 tentang Administration of Juvenile justice
Negara mengakui hak anak yang disangka, dituduh atau diakui telah melanggar
hukum diperlakukan dengan cara yang sesuai dengan peningkatan martabat dan
nilai anak yang memperkuat penghargaan anak pada hak-hak asasi manusia
Negara menjamin setiap anak yang disangka atau dituduh telah melakukan pidana
setidaknya mendapat jaminan sebagai berikut :
Dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum
Diberitahu segera atas tuduhannya termasuk kepada orangtua atau
walinya
Mendapat bantuan hukum dan bantuan lainnya ditangani oleh pihak yang
berkompeten dan independen
Tidak dipaksa memberi kesaksian atau mengakui bersalah ; untuk
memeriksa saksi yang memberatkan serta mendapatkan partisipasi dan
pemeriksaan saksi atas namanya dengan memakai prinsip persamaan
Berhak atas kasasi
Mendapat bantuan interpreter gratis
Privasinya sepenuhnya dihormati
49
PERLINDUNGAN ANAK
50
PERLINDUNGAN ANAK
MODUL 1.2
51
KERANGKA MODUL 1.2 PERLINDUNGAN ANAK
Semua bentuk hukuman fisik dan psikis mengakibatkan penderitaan fisik dan
psikis yang sangat dalam dan perasaan tidak nyaman bagi anak. sebagian
besar menyangkut pukulan (membanting, menampar, membenturkan kepala
anak). kekerasan tersebut kadang-kadang menggunakan tangan, atau dengan
sebuah alat : cambuk, tongkat, ikat pinggang, sepatu, sendok kayu, tongkat
rotan dan dengan menggunakan benda lainnya. Tapi bisa juga disertai
menendang, melemparkan anak, mencakar, mencubit, membakar, menyiram
dengan air mendidih / panas atau dipaksa menelan (misalnya, mencuci mulut
anak dengan sabun atau memaksa mereka untuk makan cabai) serta bentuk-
bentuk perlakuan kekerasan lainnya.
Dalam pandangan Komite Hak-Hak Anak PBB, hukuman fisik akan selalu
bersifat merendahkan martabat anak. Selain itu, ada bentuk-bentuk hukuman
non-fisik lainnya yang juga kejam dan merendahkan harga diri anak misalnya,
hukuman yang melecehkan, menghina, mencemarkan, mengkambing
hitamkan, mengancam, menakut-nakuti atau menertawakan anak.
Hukuman fisik dan bentuk kekejaman lainnya atau tidak manusiawi terjadi di
53
berbagai tempat, seperti: dalam rumah tangga dan keluarga, dalam segala
bentuk pengasuhan alternatif (keluarga asuh, keluarga angkat, panti asuhan,
LSM yang melakukan pendampingan terhadap anak). hukuman tersebut juga
terjadi di Sekolah atau lembaga pendidikan, tempat penahanan atau
pemenjaraan, serta tempat kerja yang mempekerjakan anak.
Semua bentuk kekerasan tersebut berdampak buruk terhadap perkembangan
kesehatan anak baik kesehatan mental, kesehatan fisik maupun kecerdasan
emosi anak.
54
B. Perlidungan Anak dari Segala Bentuk Eksploitasi
1. 10 menit Penggalian pandangan peserta tentang ekslploitasi
seksual dan ekonomi
2. 60 menitpresentasi fasilitator tentang eksploitasi dan tanya jawab
3. 15 menit melihat video tentang Eksploitasi dan menggali tanggapan
peserta terhadap video tersebut
4. 25 menit diskusi kelompok tentang eksploitasi
5. 80 menit presentasi kelompok melalui diskusi pleno
6. 20 menit Refleksi dan Rangkuman
Refleksi dan
Rangkuman
(20’)
Presentasi Diskusi
Refleksi dan
Kelompok Kelompok
rangkuman
(80’) (25’)
(20’)
55
A. Perlidungan Anak dari Segala Bentuk Kekerasan
1. Pengantarsesi tentang kekerasan dan eksploitasi terhadap anak.
Fasilitator memberikan pengantar sesi dengan menjelaskan tujuan
sesi.
2. Fasilitator melakukan penggalian pandangan peserta tentang
kekerasan (fisik, psikis dan seksual (rape atau perkosaan,
harassment atau pelecehan dan incest)
3. Presentasi fasilitator tentang kekerasan dan tanya jawab dari Slide
1.2.1
4. Fasilitator mengajak peserta untuk melihat video tentang
kekerasan dan menggali tanggapan peserta terhadap video
tersebut.
5. Fasilitator membagi peserta menjadi 4 (empat) kelompok diskusi
tentang kekerasan
a. Studi kasus Kekerasan di Lembaga Pendidikan
b. Studi kasus Kekerasan di Rumah
c. Studi kasus Kekerasan seksual
d. Studi kasus Kekerasan di Panti
6. Presentasi kelompok melalui diskusi pleno
56
Jenis-jenis kekerasan psikis meliputi : Tindakan merendahkan
martabat, Pelecehan, Perlakuan salah secara verbal, Dampak
isolasi, Praktek-praktek lain yang menyebabkan atau
mengakibatkan kerugian psikis
Jenis-jenis kekerasan fisik meliputi: memukul, membanting,
menampar, membenturkan kepala anak, menendang,
melemparkan anak, mencakar, mencubit, membakar,
menyiram dengan air mendidih / panas atau dipaksa menelan
(misalnya, mencuci mulut anak dengan sabun atau memaksa
mereka untuk makan cabai serta bentuk-bentuk perlakuan
kekerasan lainnya). kekerasan tersebut kadang-kadang
menggunakan tangan, atau dengan sebuah alat : cambuk,
tongkat, ikat pinggang, sepatu, sendok kayu, tongkat rotan dan
dengan menggunakan benda lainnya.
Eksploitasi anak meliputi: eksploitasi ekonomi; eksploitasi
narkoba (anak dieksploitasi sebagai pengguna dan dieksploitasi
sebagai pengedar narkoba); Eksploitasi Seksual Anak;
kekerasan seksual terhadap anak (harassment, rape, incest);
hubungan seksual yang disertai dengan kekerasan misalnya
melakukan hubungan seks disertai dengan mencubit atau
memukul untuk mencapai kepuasan sampai tingkat tertentu;
penjualan, penculikan dan trafiking terhadap anak
Kekerasan dan eksploitasi terhadap anak berdampak buruk
terhadap perkembangan anak hingga dewasa.
Upaya perlindungan anak harus dimulai dari keluarga,
masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga anak seperti LSM
anak / panti.
Upaya perlindungan anak harus dilakukan dengan
mengembangkan jaringan untuk pencegahan dan penanganan.
Jaringan tersebut meliputi semua elemen: keluarga,
masyarakat, kelompok profesi, lembaga pemerintah, lembaga
pengasuhan anak / LSM anak.
Negara berkewajiban dan bertanggungjawab untuk melakukan
upaya pencegahan dan penanganan permasalahan
perlindungan anak dengan melibatkan semua elemen
masyarakat.
57
Bahanbacaaninti:
Bahan
Modul 1.2.3 Perlindungan Anak
Bacaan
Bahan bacaan yang disarankan :
- Modul 1.2.4 Hadi Utomo, dkk, Anak-anak Yang Membutuhkan
Perlindungan Khusus dan Peranan Pekerja Sosial, Yayasan Bahtera
– UNESCO – UNICEF, 2002.
- Program Pembangunan Yang Berkeadilan NOMOR 3 TAHUN 2010
- TENTANG BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN
58
LK Modul 1.2.2.1
TEMPO.CO, Malang --Seorang murid kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Tlekung 1 Junrejo Kota
Batu, Mochammad Sohibul berhenti sekolah. Ia mengaku trauma setelah mengalami
kekerasan di sekolah. Pelakunya diduga adalah guru di kelasnya. Kini, ia membantu ayahnya
berjualan pisang di jalan utama Oro Oro Ombo Kota Batu.
"Dia dipukul guru September 2012 lalu, sekarang mogok tak mau bersekolah," kata kerabat
korban, Sukadi, Selasa 23 Juli 2013. Sohibul dipukul di bagian mata kanannya. Saat itu,
katanya, Sohibul tengah berbincang dengan teman sebangkunya.
Setelah insiden itu, Sohibul ngambek tak mau berangkat ke sekolah. Selain trauma dan takut
mengalami kejadian serupa, ia juga khawatir dikucilkan teman sekelasnya. Kekerasan ini
berakhir damai, setelah Kepolisian setempat memediasi kasus tersebut.
"Ada penyesaian perdamaian," kata juru bicara Kepolisian Resor Batu, Ajun Komisaris
Yantofan.
Dihubungi terpisah, Wakil Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Apong Herlina
mengakui kasus-kasus kekerasan fisik masih mendominasi masalah anak di Jawa Timur.
"Mitra kami menyebut kekerasan fisik di sekolah masih tinggi," kata Apong. Selain kekerasan
di sekolah, kekerasan fisik di rumah dan tawuran antar pelajar juga kerap terjadi.
Sumber :
EKO WIDIANTO
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/23/173499084/Dipukul-Guru-Siswa-SD-Trauma-
dan-Berhenti-Sekolah
PERTANYAAN:
Proses diskusi kelompok hendaknya menggunakan bahan bacaan inti dan kembangkanlah
berdasarkan imajinasi anda atas beberapa pertanyaan berikut:
1. Bagaimana mekanisme perlindungan anak yang diperlukan dalam merespon kasus
seperti yang terdapat dalam berita di atas? Jelaskan dengan alasan.
2. Jika anak tersebut anak anda, respon apa yang akan anda tunjukkan? Jelaskan dengan
alasan.
3. Dampak negatif apa saja yang bisa terjadi pada korban? Jelaskan dengan alasan.
4. Apakah korban memerlukan konseling, bagaimana proses konseling yang harus
dilakukan?
5. Pemerintah menyediakan berbagai jaminan sosial seperti: BOS, JAMKESMAS,
JAMKESDA dan PKH. Dalam pandangan anda, apakah kasus kekerasan tersebut
memerlukan jaminan sosial yang disediakan pemerintah tersebut? Jelaskan dengan
alasan.
6. Adilkah cara penyelesaian perdamaian seperti yang diungkap oleh berita di atas?
Jelaskan dengan alasan.
59
LK Modul 1.2.2.2
"Sudah diterima laporannya di Polres Depok Jumat kemarin," ujar juru bicara Polda Metro
Jaya, Kombes Rikwanto, Senin, 26 Agustus 2013. Rikwanto menyatakan, laporan diterima
polisi setelah beberapa saksi melihat korban linglung usai dianiaya kedua orang tuanya.
Saksi yang menemukan korban di sebuah pusat perbelanjaan di Depok, mendapat cerita
korban sering dipukul menggunakan bambu oleh ayahnya. Polisi bergerak cepat. Mereka
mendatangi rumah korban dan menyita bambu yang diduga digunakan untuk memukul
korban.
Dari tubuh korban terlihat bekas kekerasan, seperti memar di punggung akibat pukulan dan
luka ringan di telinga akibat sering mendapat jeweran. Namun, hingga kini kedua pelaku, SA
(40 tahun) dan D (38 tahun), tidak ditahan.
Alasannya, pelaku masih memiliki tanggungan anak yang lain. "Ada empat anak, paling besar
12 tahun," ujar Rikwanto. Proses hukum kasus ini masih berjalan. Korban MH kini tinggal di
tempat perlindungan kasus kekerasan anak.
Bila terbukti bermasalah, kedua orang tua korban terancam pidana tiga setengah tahun
karena melanggar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
Sumber :
EKO WIDIANTO
http://www.tempo.co/read/news/2013/08/26/214507499/Kekerasan-Pada-Anak-8-Tahun-
Di-Depok
PERTANYAAN:
Proses diskusi kelompok hendaknya menggunakan bahan bacaan inti dan kembangkanlah
berdasarkan imajinasi anda atas beberapa pertanyaan berikut:
1. Hak anak apa saja yang dilanggar? Jelaskan dengan alasan.
2. Dampak buruk yang dialami anak? Jelaskan dengan alasan.
3. Langkah-langkah perlindungan yang dibutuhkan anak? Jelaskan dengan alasan.
60
LK Modul 1.2.2.3
TEMPO.CO, Banda Aceh - Gerakan Perempuan Aceh mencatat sebanyak 66 kasus kekerasan
seksual terhadap anak terjadi di Aceh dalam dua tahun terakhir. Mereka mengajak
masyarakat untuk memberi perlindungan yang lebih kepada anak. Juru bicara Gerakan
Perempuan Aceh, Nursiti, mengatakan masih banyak kasus kekerasan terhadap anak di
Aceh sampai saai ini. Salah satunya adalah pembunuhan dan pemerkosaan yang dialami
Diana, bocah perempuan 6 tahun, tiga hari lalu di Banda Aceh. "Harusnya ini menjadi kasus
terakhir kekerasan anak," ujarnya, Jumat, 29 Maret 2013. Berdasarkan catatan lembaganya,
selain 66 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang berusia 2-18 tahun di Aceh, juga
tercatat terjadi sebanyak 994 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Aceh,
sepanjang 2011 sampai 2012. Total kasus keduanya adalah 1.060 kasus. Menurutnya, dari
1.060 tersebut, sebanyak 561 kasus telah diverifikasi dan dianalisis. Dari situ, kemudian
diketahui 73,6 persen di antaranya adalah kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga.
Sisanya sebesar 26,3 persen merupakan kekerasan yang terjadi di dalam masyarakat. Terkait
dengan pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak, dari 66 kasus yang tercatat,
sebanyak 27 kasus incest (kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota keluarga), baik
oleh ayah kandung, paman, abang maupun kakek. Selebihnya dilakukan oleh orang-orang
yang dikenal baik oleh korban. Nursiti yang juga Ketua Presidium Balai Syura Ureung Inong
Aceh mengakui lembaganya mengeluarkan catatan tersebut agar menjadi data awal untuk
penanganan kekerasan terhadap perempuan di Aceh melalui berbagai strategi, baik berupa
advokasi anggaran maupun program. "Juga mendukung penghapusan kekerasan terhadap
perempuan dan anak di Aceh.
sumber:
ADI WARSIDI
http://www.tempo.co/read/news/2013/03/30/058470132/66-Kasus-Kekerasan-Seksual-
terhadap-Anak-di-Aceh
61
LK Modul 1.2.2.3
2. Apakah berita tersebut sudah mencakup data populasi, data prevalensi faktor resiko,
data prevalensi permasalahan anak, data kasus dan cakupan layanan serta data
monitoring dan evaluasi? Jelaskan dengan alasan.
3. Lembaga mana yang seharusnya mengkordinir Bank Data dan Informasi Perlindungan
Anak serta dan kembangkanlah pointer SOP untuk pengumpulan, analisa,
penyimpanan, diseminasi dan pemanfaatan data? Jelaskan dengan alasan.
4. Kembangkanlah pointer standar etika pengumpulan, penyimpanan dan diseminasi
datayang harus dilakukan? Jelaskan dengan alasan.
5. Kembangkanlah pointer monitoring dan pengawasan yang dilakukan terkait
pengumpulan data dan informasi? Jelaskan dengan alasan.
62
LK Modul 1.2.2.4
Perlakukan kasar yang diduga dilakukan pengelola panti ungkap mereka, sudah lama terjadi.
Bahkan beberapa hari sebelum mereka minggat, pihak panti sudah tidak lagi memberikan
fasilitas makan dan minum serta seragam untuk bersekolah.
"Ibu panti bilang kami nakal. Tapi kami tidak pernah ji merasa nakal. Selalu dicari kesalahan
ta, makanya kita lari. Sudah dua hari sebelum kami pergi tidak dikasih makan. Mauki pergi
sekolah tapi semua baju sekolah disita sama ibu panti," kata Imran anak panti lainnya sambil
sesekali menundukkan kepala disertai mata berkaca-kaca.
15 anak itu antara lain Hasnawi, Irwan, Tasmin, Irfan, Yusdar, Asdar, Udin, Imran, Budiman,
Gasali, Adi, Gunawan, Rusli, Iksan, dan Irkan
Kasus ini telah ditangani oleh beberapa relawan sosial dari Himpunan Bidik Misi (HBM)
Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar.
Ketua HBM UIN, Hanafi mengaku siap menjadi pendamping 15 anak tersebut untuk
melayangkan laporan ke pihak berwajib. Hanafi mengatakan, sejauh ini 15 anak tersebut
saat ini dalam kondisi yang sangat tertekan.
Namun secara fisik mereka masih terlihat sehat, meski beberapa dari mereka mengalami
bekas luka akibat pukulan benda tumpul.
"Kami siap mendampingi mereka untuk melaporkan kasus ini baik ke kepolisian maupun ke
dinas terkait. Sejauh ini kondisi kejiwaan mereka masih belum stabil, mungkin karena
trauma atau banyak tertekan oleh situasi di panti," kata Hanafi.
63
LK Modul 1.2.2.4
Menanggapi hal ini, Legislator Demokrat Makassar Haeruddin Hafid, kemarin mengaku, siap
untuk mengawal kasus ini melalui rapat hearing di komisi terkait lembaga DPRD Makassar.
Menurutnya, jika kenakalan menjadi dasar perilaku kasar pihak panti bukan hal yang harus
dibenarkan. Panti, kata Haeruddin adalah tempat untuk menampung para anak yatim piatu
atau anak telantar dimana mereka juga memiliki hak untuk mendapat perlakuan yang baik
serta fasilitas pendidikan yang layak.
"Apapun alasan pihak panti, anak panti tidak dibenarkan keluar dalam kondisi yang
tertekan. Mereka memiliki hak atas pengelolaan panti, apalagi kalau panti ini mendapat
bantuan rutin dari pemerintah, maka menempatkan alasan kenakalan bukan menjadi
pembenaran. Saya akan meminta komisi terkait agar kasus ini bisa dihearing agar pihak
pengelola dipanggil untuk klarifikasi atas pengakuan 15 anak itu," ujar Haeruddin Hafid.
Dikonfirmasi terkait hal ini, pihak pengelola Panti Kasih Ibu, Eni, membantah keras jika 15
anak terebut diperlakukan kasar seperti yang disampaikan Hanafi kepada wartawan. Eni
mengaku 15 anak binaannya tersebut dikeluarkan dengan menggunakan surat pernyataan
secara tertulis.
Alasan dikeluarkannya 15 anak panti tersebut, kata Eni karena dianggap melakukan
pelanggaran aturan yang dibuat oleh pengelola Panti Kasih Ibu. Eni juga mengaku siap untuk
berhadapan dengan pihak hukum jika pihak advokasi anak melayangkan laporan ke polisi.
"Tidak benar itu mereka disiksa sampai lari. Kami keluarkan mereka karena mereka tidak
ikuti aturan yang diberlakukan di panti. Jam bangun pagi dan jam shalat tidak pernah
dijalankan," katanya.
Eni menyebut, mereka hanya cari sensasi saja. "Kalau mau kita sama-sama ke kantor polisi,"
tegas Eni dengan nada tinggi. (ril/sya/B)
Sumber:
http://beritakotamakassar.com/index.php/topik-utama-hari-ini/9407-mengaku-disiksa-15-
anak-panti-kasih-ibu-kabur.html
PERTANYAAN:
1. Jika laporan ke-15 anak yang merasa disiksa benar, diskusikan : Apakah pengurus
tersebut mengalami gangguan jiwa, Sedang menerapkan disiplin kepada anak,
Termasuk kategori kekerasan terhadap anak, Penelantaran anak oleh panti? Jelaskan
dengan alasan.
2. Kelayakan panti: apakah panti tersebut layak sebagai tempat pegasuhan anak?
jelaskan dengan alasan.
3. Apakah Kasus tersebut menunjukkan adanya : Efektifitas peran pemerintah (Dinas
Sosial Kota), Mekanisme monitoring, Implemantasi standar nasional pengasuhan anak
? jelaskan dengan alasan.
4. Langkah-langkah apa sajakah untuk mencegah kejadian serupa di lembaga
pengasuhan lainnya? Jelaskan dengan alasan.
5. Langkah-langkah apa sajakah untuk menangani kasus tersebut, baik yang menyangkut
kepentingan terbaik bagi anak maupun langkah-langkah hukum terhadap pengurus /
pengasuh panti tersebut? Jelaskan dengan alasan.
64
LK Modul 1.2.2.5
Foto sejumlah korban human trafficking yang disita dari seorang mucikari di Kuningan, Jawa
Barat. TEMPO/Deffan Purnama
TEMPO.CO , Jakarta: Untuk mengungkap jaringan perdagangan manusia di Taman Sari,
Jakarta Barat, Kepolisian Resor Kota Bogor menyamar sebagai pembeli seorang anak yang
berasal dari Kota Bogor. Kasat Reskrim Polres Bogor Kota, AKP Condro Sasongko
mengatakan bahwa mucikari yang bernama Ellie, 40 tahun, memberikan harga sebesar Rp
18 juta agar seorang korbannya bisa terjual. Polisi yang menyamar ini pun melakukan tawar-
menawar hingga menjadi Rp 11 juta.
"Seorang korban di bawah umur berinisial C yang berasal dari Kalimantan dilabeli harga Rp
100 juta oleh Ellie," ucap Condro Sasongko di Taman Sari pada Senin 2 September 2013
malam hari.
Dari transaksi tersebut, polisi kemudian mencokok empat tersangka di rumahnya, yakni di
Jalan Kebun Jeruk 17, Gang Pinang no.36 Tamansari, Jakarta Barat. Dari sana kemudian
diketahui terdapat 28 korban di dalam rumah tersebut. Sebelas di antaranya adalah anak di
bawah umur.
Korban dieksploitasi secara seksual dengan dipekerjakan sebagai gadis hiburan malam.
Modus merekrut adalah para korban awalnya dijanjikan memperoleh pekerjaan di ibukota
sebagai pramusaji restoran dan kasir di karaoke.
Ke-28 korban tersebut diperoleh tersangka dari berbagai daerah di pelosok tanah air,
seperti dari Kalimantan, Sukabumi, Bogor, dan Lampung. Bersama para korban, polisi
berhasil menemukan sejumlah barang bukti di bilik-bilik rumah tersangka. Barang bukti itu
antara lain: uang senilai 2,15 juta, puluhan kondom, buku absensi dan catatan hutang, serta
obat penunda haid.
Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 UU No. 21 tahun 2007 tentang
perdagangan manusia. Mereka diancam dengan hukuman hingga 15 tahun penjara dan
denda sebesar Rp 120 juta.
sumber:
MUHAMMAD MUHYIDDIN
http://www.tempo.co/read/news/2013/09/03/064509708/Ungkap-Trafficking-Polisi-
Menyaru-Pembeli-Anak
PERTANYAAN :
Proses diskusi kelompok hendaknya menggunakan bahan bacaan inti dan kembangkanlah
berdasarkan imajinasi anda atas beberapa pertanyaan berikut:
1. Uraikan analisa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya trafiking? Jelaskan dengan
alasan.
2. Gambarkan kesenjangan antara implementasi perlindungan anak dengan terjadinya
kasus trafiking? Jelaskan dengan alasan.
3. Uraikan tanggapan peserta tentang langkah penanganan hukum yang dilakukan?
Jelaskan dengan alasan.
65
LK Modul 1.2.2.5
66
LK Modul 1.2.2.6
"Mereka kan komunikasi lewat BBM (Blackberry Messenger), setelah ada kasus ini, langsung
delcon (delete contact)," kata Kepala Unit Kejahatan Umum Kepolisian Resor Kota Besar
Surabaya Inspektur Polisi tingkat I M. Solikin Ferry pada Tempo, Minggu, 16 Juni 2013.
Meski demikian, polisi tidak menampik jika penelusuran terhadap pelanggan NA sangat
penting. Sebab, mereka bisa dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak karena
melakukan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur.
Hanya saja, menangkap para pelanggan atau pemesan bukanlah perkara mudah. Selain
karena mereka menutup diri, polisi juga kekurangan alat bukti. "Alat bukti kami yang kurang,
tersangka (mucikari) bisa saja nyebut si A, si B, tapi pembuktiannya yang sulit," kata Ferry.
Tidak hanya kesulitan menelusuri para pelanggan yang sebagian besar merupakan orang
dewasa. Polisi juga menemui kendala menemukan sisa anak buah NA lainnya. Lantaran
mereka melarikan diri dan langsung tertutup setelah kasus ini tersebar di pemberitaan.
Dikatakan Ferry, kasus NA terendus dari laporan masyarakat. Polisi melakukan undercover
buy untuk menjebak jaringan NA. Namun hal ini dipertanyakan Direktur Surabaya Children
Crisis Center M. Umar. Ia mengatakan sejak 2010, pihaknya selalu mempermasalahkan
kenapa polisi tidak pernah menjerat pelanggan atau pemesan dalam kasus prostitusi anak di
bawah umur. "Bukan kali ini saja, sejak 2010 sudah kami permasalahkan, tapi mereka tidak
mau menjawab itu," katanya.
Padahal, kata Umar, pemesan juga melakukan kriminal karena berhubungan seksual dengan
anak-anak. Sayangnya, dalam kasus trafficking, pembeli tidak pernah diproses secara
hukum. Inilah nantinya yang akan dipertanyakan Umar di pengadilan.
sumber
AGITA SUKMA LISTYANTI
http://www.tempo.co/read/news/2013/06/16/063488673/Kasus-Terbongkar-Pelanggan-
NA-Langsung-Menghilang
67
LK Modul 1.2.2.6
PERTANYAAN:
68
LK Modul .1.2.2.7
"Kota Bekasi kecolongan karena ada majikan yang mempekerjakan anak umur 13 tahun
menjadi pembantu RT," kata Komisioner KPAI M Ihsan dalam keterangannya, Jumat
(10/5/2013).
Kasus perampokan ini terjadi pada Selasa (7/5) lalu. Saat itu pelaku mengaku sebagai tukang
genteng, yang akan memperbaiki atap. Sang pembantu yang masih bocah dan lugu, manut
saja pada tukang itu. Di rumah itu hanya ada dia seorang diri.
Di lantai dua rumah itu, pembantu itu dibenturkan kepalanya ke dinding hingga pingsan.
Saat sadar, dirinya sudah dalam kondisi tangan dan kaki teringat tanpa pakaian di badan.
Polisi sudah melakukan visum pada korban ke rumah sakit.
"Pekerjaan terburuk bagi anak salah satunya adalah pembantu rumah tangga. Anak harus
bekerja 24 jam melayani seluruh anggota keluarga dan bertanggung jawab penuh untuk
keamanan, kebersihan dan sebagainya. Bagaimana mungkin anak umur 13 tahun harus
dibebankan dengan seabrek pekerjaan rumah tangga," jelas Ihsan.
Apalagi, Bekasi tengah didaulat menjadi kota yang ramah anak. "Pekerja rumah tangga di
bawah umur ini menjadi "PR" serius Pemda Kota Bekasi jika ingin menjadi kota layak anak,"
imbuhnya.
"Pemkot bekasi harus segera memberikan layanan pemulihan pada korban, mengeluarkan
korban dari pekerjaan sebagai pembantu RT, serta kepolisian harus segera mengungkap
pelaku dan memproses majikan secara hukum sesuai dengan ketentuan pekerjaan terburuk
bagi anak," tambahnya.
Sumber:
http://news.detik.com/read/2013/05/10/084557/2242205/10/kasus-prt-13-tahun-
diperkosa-di-bekasi-kpai-soroti-pekerja-di-bawah-umur
PERTANYAAN :
1. Anak berumur 13 tahun, menjadi pembantu rumah tangga anak (PRTA), analisis kasus
tersebut berdasarkan pada Pasal 32 KHA? (lihat bahan bacaan inti Modul 1.2)
2. Anak sebagai PRTA mendapatkan kekerasan dari pelaku perampokan “dibenturkan
kepalanya ke dinding hingga pingsan”. Analisis kasus tersebut berdasarkan Pasal 19
KHA? (lihat bahan bacaan Modul 1.2)
3. Dampak buruk apa sajakah yang dialami anak PRTA (bekerja lebih dari 8 jam,
kehilangan haknya atas pendidikan, rentan berisiko mendapatkan perlakuan tidak baik
dan tidak senonoh atau bentuk kekerasan dan eksploitasi lainnya), baik saat ini
maupun bagi masa depannya?
4. Analisa kewajiban Pemkot Bekasi dalam melakukan pencegahan dan penanganan anak
yang terjebak dalam lingkaran eksploitasi ekonomi? (kembangkan berdasarkan bahan
bacaan inti modul 1.2)
69
LK Modul .1.2.2.7
5. Upaya apa saja yang harus dilakukan agar penegakkan hukum bagi pelaku eksploitasi
ekonomi terhadap anak dapat diajukan ke pengadilan?
70
LK Modul 1.2.2.8
Foto Ilustrasi
“Saksi-saksi dan alat bukti di persidangan sudah mengarah bahwa terdakwa secara sah dan
meyakinkan telah melakukan perbuatan melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak”
Singaraja, Seruu.com - Warga negara Belanda Jan Jacobus Voogle dituntut hukuman penjara
selama empat tahun dalam kasus pelecehan seksual terhadap empat anak di bawah umur di
Desa Kaliasem, Kabupaten Buleleng.
"Saksi-saksi dan alat bukti di persidangan sudah mengarah bahwa terdakwa secara sah dan
meyakinkan telah melakukan perbuatan melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," kata Putu Ambara selaku JPU perkara tersebut.
Sebelumnya beberapa orang tua korban dalam persidangan tersebut tidak mengakui
keterangan yang diberikan dalam berita acara pemeriksaan.
Para orang tua korban mengaku bahwa terdakwa yang telah berusia 50 tahun itu sangat
baik dan dermawan, terutama pada kalangan anak-anak [ant/mal]
Sumber:
http://city.seruu.com/read/2013/03/07/150623/warga-belanda-divonis-4-tahun-penjara-
kasus-pelecehan-seksual
PERNYATAAN:
Perhatikan pernyataan dalam UUPA No 23 Tahun 2002 Pasal 82, menyatakan:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda
71
LK Modul 1.2.2.8
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)”.
Bandingkanlah dengan pernyataan para orangtua korban di bawah ini:
“Sebelumnya beberapa orang tua korban dalam persidangan tersebut tidak mengakui
keterangan yang diberikan dalam berita acara pemeriksaan.
Para orang tua korban mengaku bahwa terdakwa yang telah berusia 50 tahun itu sangat
baik dan dermawan, terutama pada kalangan anak-anak”.
PERTANYAAN:
1. Analisa Pasal 82 dengan pernyataan para orangtua korban?
2. Pengadilan memvonis pelaku 4 tahun penjara, lakukan analisa berdasarkan Pasal 82?
3. Apakah pelaku masuk dalam kategori pedopil?
4. Jelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh orangtua, masyarakat, para
pendidik dan kelompok profesi serta Negara dalam melakukan pencegahan
hinggapenanganan terhadap terulangnya kasus tersebut
72
BAHAN BACAAN INTI MODUL 1.2.3 : PERLINDUNGAN ANAK
Hak anak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi
Berikut penjelasan singkat kekerasan fisik, psikis, penelantaran dan kekerasan seksual:
1. Kekerasan fisik
Menyangkut pukulan (membanting, menampar, membenturkan kepala anak),
menggigit, menggoncang-goncangkan tubuh anak. kekerasan tersebut kadang-kadang
menggunakan tangan, atau dengan sebuah alat : cambuk, tongkat, ikat pinggang,
sepatu, sendok kayu, tongkat rotan dan dengan menggunakan benda lainnya. Tapi bisa
juga disertai menendang, melemparkan anak, mencakar, mencubit, membakar,
menyiram dengan air mendidih / panas atau dipaksa menelan (misalnya, mencuci mulut
anak dengan sabun atau memaksa mereka untuk makan cabai) serta bentuk-bentuk
perlakuan kekerasan lainnya
2. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis lebih banyak dilakukan dan berulang-ulang dan tanpa disadari oleh
orangtua karena dampaknya tidak terlihat secara langsung sebagaimana kekersan fisik.
Dampak Kekerasan psikis diantaranya:
Anak merasa takut,
Malu,
Marah,
Sendirian / sering mengucilkan diri dan
Rendah diri.
73
Ketika anak mengalami perilaku ini, mereka merasa tidak dicintai, tidak berharga dan
kurang percaya diri. Mereka cenderung memiliki kesulitan membentuk hubungan
positif dengan anak-anak lain atau orang dewasa.
Kekerasan seksual (pelecehan, perkosaan) berdampak lebih buruk terhadap anak dan
perkembangan psikologis anak mengalami hambatan yang sangat besar.
3. Penelantaran / pengabaian
Penelantaran ini terjadi ketika orangtua tidak mau atau tidak mampu memenuhi
kebutuhan anak, sehingga perkembangan atau pertumbuhan anak tidak normal.
74
Dampak buruk kekerasan (penelantaran) terhadap anak pada usia dibawah 3
tahun.
Dampak penelantaran
TEMPO.CO , Jakarta: Purwokerto - Kejadian yang dialami oleh Tasripin dinilai hanya merupakan puncak gunung
es kemiskinan yang ada di Banyumas. Tasripin merupakan korban kemiskinan struktural. "Masih banyak Tasripin lain
di Banyumas," kata Sosiolog Unsoed, Sulyana Dadan, Kamis (18/4).
Ia mengatakan, fenomena Tasripin berhasil diangkat oleh media massa sehingga menjadi perhatian publik. Tak kurang
Presiden SBY ikut memantau kasus ini melalui jejaring sosial Twitter. Tasripin, 12 tahun, dari Desa Gunung Lurah,
Kecamatan Cilongok, Banyumas, harus menghidupi ketiga adiknya. Ibunya sudah meninggal dan ayahnya
bekerja di Kalimantan.
Dadan menambahkan, munculnya fenomena Tasripin merupakan bentuk keterlambatan Pemerintah Banyumas dalam
menangangi masalah ini. "Logika menunggu laporan dari bawah ini sangat Orde Baru sekali, harusnya pemerintah
cepat tanggap untuk segera turun ke bawah," katanya.Masih menurut Dadan, semangat solidaritas masyarakat masih
tinggi dengan banyaknya bantuan yang datang untuk Tasripin. "Dalam sudut pandang sosiologis, ada dua macam
solidaritas yang muncul, yakni solidaritas organik dan solidaritas mekanik," ujarnya.Ia mengatakan, dalam kajian
sosiologis, solidaritas mekanik mengacu pada masyarakat desa yang sebenarnya memiliki kesadaran yang tinggi
terhadap sesama. Dengan solidaritas itu, kata dia, Tasripin dan ketiga adiknya akan tetap bisa hidup karena kesadaran
kolektif masyarakat desa yang tinggi.Sementara solidaritas organik, kata dia, muncul dalam masyarakat perkotaan.
"Jika Tasripin tinggal di kota, maka ia akan menjadi gelandangan," kata dia menambahkan.
Saat ini Tasripin dan ketiga adiknya menginap di hotel di Purwokerto. Mereka menginap di hotel karena rumah mereka
sedang direnovasi oleh tentara. "Kuswito (Ayah Tasripin) baru sampai di Surabaya pada pukul 01.00 dini hari,
kemungkinan besok akan sampai di Purwokerto," kata Nasihati, 43 tahun, keluarga dekat Tasripin.
Tasripin bersama adiknya mengaku betah senang tinggal di hotel karena kasurnya empuk. "Tapi sudah pengin pulang
ke rumah," kata Tasripin.
75
Sumber :
ARIS ANDRIANTO ( http://www.tempo.co/read/news/2013/04/19/058474403/Kasus-Tasripin-Contoh-Nyata-Kemiskinan-Struktural )
4. Kekerasan seksual (sexual abuse) terhadap anak, meliputi :
Aktivitas seksual.
Pelecehan seksual
Menyuruh perbuatan seksual,
Menunjukkan organ seksual kepada anak,
Menunjukkan gambar-gambar porno,
Meraba bagian tubuh anak,
Menyuruh masturbasi,
Menyuruh oral seks
Penetrasi daerah genital atau anak dengan suatu benda, penis atau bagian lain dari
tubuh.
Pelecehan seksual juga dapat mencakup eksploitasi seksual komersial anak yang
melibatkan dan atau menarik anak untuk terlibat dalam aktivitas seksual atau difoto
untuk mendapatkan uang atau hadiah lainnya.
Perlindungan anak dalam hal ini menekankan aspek langkah melakukan pencegahan
terjadinya segala bentuk kekerasan dan eksploitasi anak dimanapun anak berada.
Disamping menjadi kewajiban orang tua, keluarga maupun masyarakat, langkah
perlindungan juga harus diambil oleh Negara baik secara legtislatif, administratrif, sosial
maupun pendidikan. KHA Pasal 19 secara rinci menegaskan mengenai isu tersebut
termasuk kewajiban Negara untuk melakukan langkah-langkah berikut:
o UU (pidana dan/atau hukum keluarga) termasuk larangan segala bentuk kekerasan
fisik dan mental, termasuk hukuman fisik, perbuatan merendahkan derajat dengan
sengaja, luka fisik, kekerasaan verbal (bentakan dan umpatan), penelantaran atau
eksploitasi, antara lain dari keluarga, orangtua asuh atau bentuk-bentuk
pengasuhan lainnya, dan dalam institusi-institusi pemerintah atau swasta, seperti
penjara dan sekolah;
o Menciptakan Prosedur keluhan: anak bisa mengajukan keluhan, baik secara
langsung atau lewat perwakilan, serta tersedia pelayanan pemulihan (termasuk
ganti rugi);
o Menciptakan Prosedur untuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah dalam
kasus dimana anak membutuhkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan,
perlakuan salah atau penelantaran;
o Melakukan langkah pendidikan dan langkah-langkah lainnya yang dipakai untuk
meningkatkan disiplin, pengasuhan dan perlakuan terhadap anak secara positif dan
tanpa kekerasan;
o Melakukan Berbagai kampanye informasi dan peningkatan kesadaran untuk
mencegah situasi kekerasan, perlakuan salah atau penelantaran dan untuk
memperkuat sistem perlindungan anak;
o Menciptakan mekanisme monitoring bentuk-bentuk kekerasan, luka fisik dan
kekerasaan verbal (bentakan dan umpatan), penelantaran atau kelalaian, perlakuan
76
salah atau eksploitasi yang terkandung dalam KHA pasal 19, termasuk dalam
keluarga, institusi atau pengasuhan lainnya, yang bersifat mendukung
kesejahteraan, pendidikan atau hukuman anak, serta faktor-faktor sosial dan faktor
lainnya yang mendukung, serta evaluasi yang dibuat demi efektifitas langkah yang
diambil;
o Pengembangan data dan informasi tentang anak yang sudah dikelompokkan,
termasuk pengelompokan lewat usia, jenis kelamin, situasi keluarga,
pedesaan/perkotaan, sosial ataupun etnis.
KHA Pasal 37 (a) menegaskan tentang kewajiban Negara melindungi anak dari segala
bentuk penyiksaan atau bentuk kekejaman lainnya atau perlakuan merendahkan
martabat atau hukuman tidak manusiawi
Berbagai langkah harus dilakukan oleh Negara yang meliputi:
Penetapan prosedur keluhan dan penyediaan pemulihan bagi anak sebagai korban
Melakukan kampanye kesadaran untuk mencegah segala bentuk penyiksaan atau
bentuk kekejaman lainnya atau perlakuan merendahkan martabat atau hukuman
tidak manusiawi
77
Melakukan Aktifitas pendidikan dan pelatihan, khususnya untuk petugas aparat
penegak hukum (APH), anggota militer,lembagaanak, yang dimaksudkan untuk
mencegah segala bentuk perlakuan buruk;
Langkah-langkah yang diambil untuk mencegah kekebalan hukum para pelaku,
termasuk dengan menyelidiki kasus-kasus tersebut dan menghukum mereka yang
yang bertanggungjawab;
Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin pemulihan fisik dan psikis serta
reintegrasi anak yang telah mengalami penyiksaan atau perlakuan buruk;
Mendukung sistem monitoring independen.
Menghargai pandangan anak juga menjadi salah satu dasar dalam mengkonstruksikan
langkah perlindungan anak, mengingat umumnya kasus kekerasan maupun eksploitasi
anak terjadi karena mengabaikan hak anak tersebut. Dengan demikian menghargai
pandangan anak harus mainstream dalam implementasi perlindungan anak.
Dalam kaitan ini terdapat beberapa pertimbangan berikut:
Ketentuan mengenai hak anakuntuk mengungkapkan pandangannya secara bebas
dalam semua masalah yang mempengaruhinya, dan ketentuan agar pandangan
anak dipertimbangkan telah dimasukkan dalam peraturan, dengan cara yang sesuai
dengan perkembangan kapasitasnya, termasuk dalam: Kehidupan keluarga;
Kehidupan sekolah; Pelaksanaan peradilan anak; Penempatan dan kehidupan dalam
bentuk-bentuk pengasuhan kelembagaan dan bentuk-bentuk yang lain dan Prosedur
pencarian suaka.
Ketentuan untuk meningkatkan kesadaran keluarga dan masyarakat secara umum
akan perlunya mendorong anak guna melaksanakan hak-haknya untuk
mengungkapkan pandangannya, dan untuk melatih kelompok profesi yang berkerja
bersama anak untuk mendorong anak melakukan hal tersebut, serta
mempertimbangkan pandangan tersebut.
Ketentuan mengenai kewajiban mengikuti pelatihan tentang hak-hak anak dan
perlindungan anak yang diberikan kepada staf-staf sebagai berikut: Hakim; Petugas
masa percobaan; Petugas polisi; Petugas penjara; Pekerja Sosial; Psikolog; Para
guru; Petugas kesehatan; Kelompok profesi lainnya.
78
ANAK DALAM SITUASI EKSPLOITASI
Negara wajib melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan berupa langkah
legislatif, administratif dan langkah lainnya untuk menjamin anak mendapat perlindungan
dari segala bentuk eksploitasi termasuk hak anak yang menjadi korban, untuk mendapatkan
pemulihan fisik dan psikis serta reintegrasi sosial
Anak yang dilibatkan dalam pekerjaan,berakibat pada terhambatnya atau terputusnya
pendidikan anak, merugikan kesehatan anak,menghambat perkembangan fisik, mental,
spiritual, moral atau sosialnya.
Wajib belajar termasuk kemudahan bagi anak dalam melanjutkan pendidikan dapat menjadi
langkah preventif anak terlibat dalam dunia kerja.
Kampanye informasi tentang kerugian bagi anak yang terlibat dalam dunia kerja dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut bertanggungjawab dalam mencegah anak
dieksploitasi secara ekonomi. Dunia kerja yang melibatkan anak meliputi buruh anak baik di
sektor formal maupun informal, termasuk pembantu rumah tangga, di pertanian, atau
dalam kegiatan ekonomi keluarga.
Program pelatihan kejuruan bagi anak remaja dapat meningkatkan keterampilan remaja
dalam menyiapkan diri memasuki dunia kerja yang bermartabat dan terhindar dari
eksploitasi ekonomi.
KHA Pasal 32, ayat 2, dan instrumen internasional terkait lainnya menegaskan tentang
pokok peraturan yang mengatur :
Usia minimum atau berbagai usia minimum untuk ijin bekerja;
Peraturan yang sesuai tentang jam dan kondisi kerja;
Hukuman yang layak atau sangsi bagi pengusaha yang mempekerjakan anak untuk
menjamin perlindungan anak dari eksploitasi ekonomi.
Adanya mekanisme inspeksi / monitoring dan sistem pelaporan keluhan bagi anak, baik
langsung atau lewat perwakilan.
Data dan informasi tentang anak yang dilibatkan dalam eksploitasi ekonomi dibutuhkan oleh
masyarakat, lembaga pendidikan dan Negara. Data dan informasi yang dapat dipercaya
dapat digunakan sebagai landasan advokasi masyarakat terhadap lembaga Negara yang
relevan. Data dan informasi tersebut juga dapat digunakan oleh lembaga Negara yang
relevan untuk membuat kebijakan pencegahan dan penanganan anak yang terjebak dalam
eksploitasi ekonomi.
Data dan informasi tersebut terutama mengenai situasi pengasuhan anak dalam
keluarga yang bersangkutan, pandangan masyarakat tentang anak yang bekerja,
apakah anak bekerja karena adanya kekerasan dalam keluarga, apakah anak bekerja
disebabkan oleh jeratan hutang orangtua anak, apakah ada ancaman dari pihak
79
perusahaan atau majikan jika anak keluar dari pekerjaannya, apakah disebabkan oleh
kurangnya akses pendidikan bagi anak, apakah jarak dari rumah anak ke tempat
sekolah terlalu jauh atau sulit dijangkau atau membahayakan anak atau harus melalui
sungai yang tidak ada jembatannya atau harus melalui hutan yang dikuatirkan
terdapat binatang yang membahayakan keselamatan anak seperti: ular, kalajengking
dan binatang buas / berbisa lainnya; kontur tanah yang curam dan berbatu, apakah
anak putus sekolah karena anak merasa takut atas terjadinya kekerasan di sekolah.
KHA Pasal 33 tentang drug abuse mewajibkan Negara untuk mengambil semua langkah
legislatif, administratif, sosial dan edukatif.
Langkah-langkah penting harus dilakukan meliputi:
Melindungi anak dari eksploitasi narkoba (dieksploitasi sebagai pengguna atau
pengedar) atau penggunaan obat-obat narkotika dan psikotropika, seperti yang
ditentukan oleh perjanjian internasional yang relevan;
Mencegah penggunaan anak-anak dalam produksi yang tidak sah dan pengiriman obat-
obatan tersebut;
Berbagai rencana dan struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dan anak-anak, termasuk lewat sistem sekolah dan jika mungkin
dimasukkan dalam kurikulum sekolah;
Membantu anak-anak dankeluarganya, termasuk lewat konseling, nasehat dan
bantuan, jika perlu yang bersifat rahasia, dan kebijakan serta strategi yang dirancang
untuk menjamin pemulihan fisik dan psikis serta reintegrasi sosial anak yang
bersangkutan;
Monitoringterhadap anak yang dieksploitasi sebagai pengguna dan pengedar narkoba
serta anak dieksploitasi dalam produksi dan pengiriman narkotik dan psikotropika;
80
Data dan informasi (kaitkan dengan data dan informasi dalam kotak) yang relevan yang
dikelompokkan, termasuk menurut usia, jenis kelamin, wilayah, daerah
perkotaan/pedesaan, kelompok sosial dan etnis.
Langkah legislatif dan langkah lainnya untuk mencegah penggunaan alkohol, tembakau,
dan obat-obatan lainnya oleh anak-anak yang merugikan kesehatannya.
KHA Pasal 34 tentang Eksploitasi seksual dan kekerasan seksual mewajibkan Negara
mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, dan edukatif, untuk melindungi anak
dari semua bentuk eksploitasi seksual dan kekerasan seksual. Langkah-langkah nasional,
bilateral dan multilateral yang diambil untuk mencegah:
Bujukan atau paksaan terhadap anak untuk terlibat dalam kegiatan seksual yang tidak
sah;
Pemanfaatan eksploitatif anak-anak dalam prostitusi atau praktek-praktek seksual
lainnya yang tidak sah;
Pemanfaatan eksploitatif anak-anak dalam pertunjukan dan materi pornografi.
Negara seharusnya melindungi anak dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual termasuk
melindungi anak dari para pedopil, dengan mengambil langkah-langkah yang meliputi:
Memasukkan prinsip ekstrateritorialitas ke dalam UU untuk menghukum pelaku
ekploitasi seksual anak-anak oleh warga negara dan penduduk Negara Peserta ketika
dilakukan di luar negeri;
Membentuk unit khusus / petugas penegak hukum dan petugas humas polisi yang telah
ditunjuk untuk menangani anak-anak yang telah dieksploitasi secara seksual atau
mengalami kekerasan seksual, dan pelatihan khusus bagi mereka;
Perjanjian bilateral, regional dan multilateral untuk meningkatkan pencegahan segala
bentuk kekerasan seksual dan eksploitasi seksual dan untuk menjamin perlindungan
efektif bagi anak yang menjadi korban, termasuk di bidang kerjasama peradilan dan
kerjasama antar petugas penegak hukum;
Program kerjasama teknis dan bantuan internasional relevan yang dikembangkan
bersama badan-badan PBB dan organisasi internasional lainnya, serta dengan badan
yang berwenang lainnya, termasuk INTERPOL, dan LSM;
Orangtua, masyarakat, para pendidik dan kelompok profesi serta Negara harus secara serius
melakukan kampanye informasi dan kesadaran, serta pendidikan untuk mencegah berbagai
bentuk eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap anak, termasuk kampanye yang
dilakukan yang bekerjasama dengan media;
Menjamin perlindungan anak-anak dibawah usia 18 tahun terhadap segala bentuk
eksploitasi dan kekerasan seksual, termasuk dalam keluarga;
Menciptakan mekanisme koordinasi dan monitoring;
81
Menetapkan indikator program dan kerjasama tersebut;
UU yang dikembangkan untuk menjamin perlindungan efektif bagi anak yang menjadi
korban, termasuk lewat akses pada bantuan hukum atau bantuan lain yang sesuai serta
pelayanan bantuian;
Apakah eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap anak, prostitusi anak, dan
pornografi anak, termasuk pemilikan pornografi anak, dan penggunaan anak-anak
dalam praktek-praktek seksual yang tidak sah lainnya yang dianggap sebagai
pelanggaran kriminal;
Kegiatan dan program yang relevan yang dikembangkan, termasuk yang bersifat
multidisipliner, untuk menjamin pemulihan dan reintegrasi anak yang menjadi korban
eksploitasi seksual dan kekerasan seksual sesuai dengan pasal 39 KHA;
Langkah-langkah yang diambil untuk menjadi penghormatan atas prinsip-prinsip umum
KHA, yakni non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, penghormatan atas pandangan
anak, hak hidup, dan kelangsungan hidup serta perkembangan sampai semaksimal
mungkin;
Data relevan mengenai anak yang terkait dengan pelaksanaan pasal 34, termasuk yang
telah dikelompokkan, antara lain menurut usia, jenis kelamin, wilayah, suku bangsa,
daerah perkotaan/pedesaan, serta suku bangsa, kelompok sosial dan etnis.
Data tersebut harus memasukkan jumlah kasus dimana anak dimanfaatkan dalam
pengiriman obat bius selama masa pelaporan; hukuman minimum sesuai hukum karena
memanfaatkan anak dalam pengiriman obat bius, dan jumlah kasus eksploitasi seksual
komersial, kekerasan seksual, penjualan anak-anak, penculikan anak serta kekerasan
terhadap anak-anak yang dilaporkan selama masa ini;
Kemajuan yang dicapai dalam pelaksanaan pasal 34, kendala yang dihadapi dam target
yang ditentukan.
84
KERANGKA HUKUM HAK-HAK ANAK
DAN PERLINDUNGAN ANAK
85
KERANGKA HUKUM
MODUL 2 HAK-HAK ANAK
DAN PERLINDUNGAN ANAK
86
MODUL 2
89
1. Kerangka hukum internasional dan nasional yang terkait
Pokok Bahasan
dengan hak anak dan perlindungan anak
2. Analisis kerangka hukum nasional atas isu-isu penting tentang
hak-hak anak dan perlindungan anak, meliputi :
a. kewajiban Negara;
b. tanggung jawab dan tugas orang tua/keluarga / kuasa
asuh orang tua / pencabutan kuasa asuh orang tua dan
pemisahan anak dari orang tua / hak anak mengetahui
dan diasuh oleh orang tua;
c. hak anak atas identitas;
d. anak penyandang disabilitas;
e. perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi,
penelantaran dan perlakuan salah (KEPP);
f. hak anak untuk menyatakan pandangannya dalam setiap
keputusan yang mempengaruhi kehidupannya;
g. orang tua asuh;
h. wali / perwalian;
i. pengangkatan anak;
j. pengasuhan berbasis residensial / panti;
k. mekanisme pengaduan (komplain) bagi anak;
l. pengawasan dan monitoring independen;
m. hak properti anak;
n. periodic review (tinjauan berkala) dan tanggungjawab
pekerja sosial dalam melakukan asesmen, monitoring atas
anak yang telah diputuskan untuk ditempatkan pada
pengasuhan diluar rumah;
o. peran masyarakat dan lembaga non pemerintah;
p. hak anak atas pendidikan, waktu luang, bermain dan
budaya;
q. hak anak atas kesehatan;
r. hak anak atas agama.
Langkah-Langkah A. Kerangka hukum Internasional dan nasional
Kegiatan Pengantar Sesi Presentasi dan Diskusi
(15’) Tanya awab Kelompok
(45’) (60’)
Presentasi
Kelompok dan
Pleno
(60’)
90
B. Analisis kerangka hukum yang berkaitan dengan hak-hak anak
dan perlindungan anak
Refleksi dan
Rangkuman
(30’)
94
LK Modul 2.2.A
Lembar Kerja Kelompok I, II, III dan IV
IDENTIFIKASI KERANGKA HUKUM INTERNASIONAL DAN KERANGKA HUKUM NASIONAL
TENTANG HAK-HAK ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK
Catatan: LK ini didesain khusus untuk mendorong kompetisi antar kelompok dalam penguasaan materi pembahasan, sehingga Modul 2. A
hanya menggunakan satu LK serta menyiapkan penugasan pada LK Modul 2. B
95
LK Modul 2.2.B
96
LK Modul 2.2.C
97
LK Modul 2.2.D
98
LK Modul 2.2.E
Nama Kovenan / Konvensi / Protokol dan Nomor dan nama Undang-undang dan
Nomor Topik pembahasan Pasal-pasal dalam kerangka hukum Pasal-pasal dalam kerangka hukum
internasional nasional (perundang-undangan)
1. Hak anak atas pendidikan, waktu luang,
bermain dan budaya;
99
Bahan Bacaan Inti Modul 2.3
KERANGKA HUKUM HAK-HAK ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK
Kerangka hukum hak-hak anak dan perlindungan anak terdiri dari instrumen / hukum
internasional dan instrumen / hukum nasional.
Hukum internasional merupakan standar HAM dunia, dan tiap negara boleh melakukan
ratifikasi menjadi bagian dari kerangka hukum nasional negara yang bersangkutan serta
boleh mengabaikan / tidak meratifikasi. Konsekuensi bagi Negara yang telah meratifikasi
instrumen internasional maka negara tersebut terikat secara yuridis dan politis. Keterikatan
yuridis ditandai dengan kewajiban Negara mengambil langkah-langkah legislatif atau
membuat UU nasional sesuai dengan isu atau substansi dalam Kovenan / Konvensi /
Protokol yang telah diratifikasi. Dapat dikatakan bahwa hukum nasional merupakan turunan
atau pelaksanaan mandat dari hukum internasional yang telah diratifikasi (disahkan).
Keterikatan secara politis ditandai dengan Negara yang bersangkutan berkomitmen
membuat kebijakan, strategi, program guna mengimplementasikan isi atau substansi atau
amanat yang terkandung dalam Kovenan / Konvensi / Protokol.
Kerangka hukum internasional dimulai dari Kovenan yang merupakan induk HAM terdiri dari
dua Kovenan yaitu:
1. Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya / Kovenan tentang EKOSOB (International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights); dan
2. Kovenan tentang Hak- hak Sipil dan Politik / Kovenan tentang SIPOL (International
Covenant on Civil and Political Rights).
Kedua Kovenan tersebut berdasarkan pada pokok-pokok amanat Deklarasi Universal HAM-
PBB / DUHAM (Universal Declaration Of Human Rights).
Kedua Kovenan tersebut telah diratifikasi (disahkan) oleh Indonesia dan menjadi bagian dari
sistem hukum di Indonesia. Kovenan tentang EKOSOB diratifikasi (disahkan) melalui UU No
11 Tahun 2005 dan Kovenan tentang SIPOL diratifikasi (disahkan) melalui UU No 12 Tahun
2005.
100
Kedua Kovenan tersebut, melahirkan berbagai Konvensi atau Instrumen internasional
seperti : Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
(CEDAW) atau Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women,
yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 7 Tahun 1984, Konvensi Tentang Hak-
hak Orang Dengan Disabilitas atau CRPD (Convention on The Rights of Persons With
Disabilities), Konvensi Hak-hak Anak, Konvensi tentang pengungsi, dan Konvensi lainnya.
Konvensi Hak-hak Anak / KHA (Convention Of The Rights Of The Child) berisi tentang rincian
amanat kedua Kovenan tersebut yang di tekankan pada hak-hak anak. KHA telah diratifikasi
Indonesia melalui Kepres No 36 Tahun 1990.
Untuk hal-hal yang bersifat sangat spesifik, KHA menurunkan protoklol guna mengatur lebih
rinci atas satu isu. Terdapat tiga isu protokol pilihan Yaitu :
1. Protokol Pilihan (Optional Protocol / OP) OP pertama tentang Keterlibatan Anak
dalam konflik bersenjata (Optional Protocol to the Convention on the Rights of the
Child on the involvement of children in armed conflict) yang telah diratifikasi
(disahkan) Indonesia melalui UU No 9 Tahun 2012;
2. Protokol Pilihan Tentang Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak
(Optional Protocol on the sale of children, child prostitution and child pornography)
yang telah diratifikasi (disahkan) di Indonesia melalui UU No 10 Tahun 2012.
3. Protokol Pilihan Tentang Prosedur Komunikasi(Optional Protocol to the Convention
on the Rights of the Child on a Communications Procedure). Substansi dari OP ini
adalah setiap anak / kelompok anak yang merasa hak-haknya dilanggar dan tidak
mendapat perlindungan dari negara maka anak / kelompok dapat melakukan
laporan langsung kepada Komite Hak-hak Anak PBB. Indonesia belum meratifikasi
Protokol Pilihan ini.
Disamping itu, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi yang berkaitan dengan buruh anak
yaitu :
1. Konvensi ILO Tentang Batasan Usia Minimum Boleh Bekerja (Convention ILO
Minimum Age Convention, 1973 (No.138)) melalui UU No 20 Tahun 1999;
2. Konvensi ILO No 182 Tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak / BPTA (ILO
Worst Forms of Child Labour Convention, 1999 (No.182)) yang telah diratifikasi
(disahkan) Indonesia melalui UU No 1 Tahun 2000.
3. KHA, Klaster VII Tentang Pendidikan maka untuk melaksanakan mandat dalam
klaster tersebut, Indonesia telah membuat UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang di dalamnya memuat tentang Hak-hak anak
atas pendidikan.
4. KHA, Klaster VI Tentang Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar terutama Pasal 24
Tentang Kesehatan Anak maka untuk melaksanakan mandat dalam klaster tersebut,
Indonesia telah membuat UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang di
dalamnya mengatur tentang hak-hak kesehatan anak.
5. KHA, Klaster IV Tentang Hak-hak Sipil dan Kebebasan, terutama Pasal 7 dan 8, maka
untuk melaksanakan mandat dalam klaster tersebut, Indonesia telah membuat dua
buah UU yang berkaitan dengan hak anak atas akta kelahiran, identitas, kebangsaan
dan kewarganegaraan yaitu:
a. UU No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (ADMINDUK),
yang di dalamnya mengatur tentang hak-hak anak atas akta kelahiran.
b. UU No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.
6. Konvensi ILO No 138 Tentang Batasan Usia Minimum Boleh Bekerja dan Konvensi ILO
No 182 Tentang BPTA serta KHA Klaster VIII (C) khususnya Pasal 32 Tentang
Perlindungan Anak dari Eksplitasi Ekonomi, substansi mandatnya telah dimasukkan
dalam UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang didalamnya mengatur
tentang Pekerja Anak atau Perlindungan Anak Dari Eksploitasi Ekonomi.
7. Substansi mandat dalam KHA secara keseluruhan, Indonesia telah membuat UU No
23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. UU ini merupakan payung hukum bagi
anak di Indonesia.
102
8. KHA Klaster IV, Pasal 37. a Tentang Perlindungan Anak dari penyiksaan,
penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan
derajat dan martabatnya, (“...No child shall be subjected to torture or other cruel,
inhuman or degrading treatmentor punishment...”). telah diatur dalam dua buah UU
yaitu:
a. UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
b. UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment
(konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia) telah di ratifikasi Indonesia melalui UU No 5
Tahun 1998. Konvensi ini sering disebut dengan CAT. Konvensi ini selaras dengan Pasal 37 (a)
KHA.
Catatan penting:
1. Apakah kerangka hukum nasional selaras dan tidak bertentangan dengan hukum
internasional yang telah diratifikasi ? untuk hal itu memerlukan analisa tersendiri.
2. Tidak semua hukum nasional dibuat setelah Indonesia meratifiakasi hukum
internasional, contohnya :
a. UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang didalamnya mengatur Tentang
Pengasuhan Anak
b. UU No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yang didalamnya mengatur
Tentang Pengasuhan Anak?
c. UU No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat
3. Tidak semua UU yang dibuat berdasarkan mandat dari sebuah Instrumen Internasional,
kadang-kadang UU tersebut dibuat berdasarkan pada lebih dari satu Instrumen
Internasional. Contoh: UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan khususnya
Paragraf Pekerja anak pada Pasal 68 hingga Pasal 75 berdasarkan MandatKonvensi ILO
138 dan Konvensi ILO 182 serta KHA Klaster VIII (B) Pasal 32 tentang Ekslpoitasi
Ekonomi.
4. Terdapat UU yang dibuat berdasarkan jiwa yang terkandung dalam Instrumen
Internasional walaupun Indonesia pada saat menetapkan UU tersebut belum
meratifikasi Instrumen Internasional terkait.Contohnya : UU No 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, terkait dengan minimumdua buah
Intrumen Internasional yaitu :
a. Convention Against Transnational Organized Crime atau Konvensi PBB Menentang
Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisir, yang diratifikasi oleh Indonesia
melalui UU No 5 Tahun 2009, serta
b. Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women
and Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational
Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum
Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-anak, Melengkapi Konvensi
Perserikatan Bangsa-bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi), yang diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 14 Tahun 2009
103
Hukum dan Kebijakan merupakan salah satu elemen dalam Sistem Perlindungan Anak yang
memberi kerangka hukum untuk pelaksanaan perlindungan anak. Kerangka hukum ini
membentuk, mengatur, memberikan mandat dan sumber daya untuk hak anak dan
Perlindungan Anak diantaranya mengatur tentang hak pendidikan, hak kesehatan, hak
mendapatkan akta kelahiran, perlindungan anak dari KEPP.
Memahami kerangka Hukum dapat dilakukan dengan mempelajari hukum internasional dan
nasional serta berguna untuk advokasi tentang promosi hak anak dan perlindungan anak.
Advokasi itu ditujukan kepada lembaga eksekutif dan legislatif untuk membuat undang-
undang dan kebijakan yang sesuai dengan standar internasional untuk pemenuhan hak-hak
anak dan memberikan perlindungan yang komprehensif dalam mencegah dan menangani
kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran terhadap anak.
II. KERANGKA HUKUM YANG TERKAIT DENGAN HAK-HAK ANAK DAN PERLINDUNGAN
ANAK
A. Instrumen HAM Internasional
Instrumen / Konvensi Internasional yang mengikat secara yuridis tentang Hak-hak
Anak dan Perlindungan Anak, diantaranya:
1. Deklarasi Universal HAM
2. The International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights ,1966,
(Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya / Kovenan
Ekosob)
3. The International Covenant on Civil and Political Rights,1966, (Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik)
4. Deklarasi Hak-hak Anak
5. Konvensi Hak-hak Anak
6. Optional Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially
Women and Children, supplementing the united nations convention against
transnational organized crime,2000, (protocol untuk mencegah, menindak, dan
menghukum perdagangan orang, terutama perempuan dan anak-anak, melengkapi
konvensi perserikatan bangsa-bangsa menentang tindak pidana transnasional yang
terorganisasi)
7. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women
8. International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers
and Members of Their Families, July 2003, (Konvensi Internasional tentang
Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya),
9. Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the sale of
children, child prostitution and child pornography, 2000, (Protokol Opsional
Konvensi Hak-hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi
Anak),
10. UU No. 20 Tahun 1999 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138, mengenai:
104
ILO Minimum Age Convention, 1973 (No.138)
11. ILO Worst Forms of Child Labour Convention (No.182), 1999, (Konvensi ILONo 182
Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk Untuk Anak)
12. Hague Convention on Protection of Children and Cooperation in respect of
Intercountry Adoption - Hague Conference on Private International Law, The
Hague, 29 May 1993 Entered into force: 1 May 1995, pasal 11
Pasal 2 Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang
tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian (diskriminasi)
apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau
kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain. Di
samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar
kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara
atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang
merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau
yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.
Pasal 8 Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan
nasional yang kompeten untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar
yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.
105
Pasal 15 1. Setiap orang berhak atas sesuatu kewarga-negaraan.
2. Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut
kewarga-negaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti
kewarga-negaraan.
Pasal 18 Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama;
dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau
kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau
kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya,
melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.
106
Pasal 25 2. Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan
bantuan istimewa. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam
maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan
sosial yang sama.
Pasal 27 1. Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam
kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk mengecap
kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu
pengetahuan dan manfaatnya.
108
3. THE INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS,1966,
(KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)DIRATIFIKASI
MELALUI UU NO. 12 TAHUN 2005. PASAL 12 (2 DAN 4 ), 17, 18 (4), 23, 24)
109
4. DEKLARASI HAK-HAK ANAK
Prinsip 6 The child, for the full and harmonious development of his
personality, needs love and understanding. He shall, wherever
possible, grow up in the care and under the responsibility of his
parents, and, in any case, in an atmosphere of affection and of moral
and material security; a child of tender years shall not, save in
exceptional circumstances, be separated from his mother. Society
and the public authorities shall have the duty to extend particular
care to children without a family and to those without adequate
means of support. Payment of State and other assistance towards
the maintenance of children of large families is desirable.
112
B. Konvensi Hak-hak Anak, Klaster V:Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan
Alternatif (Family environment andalternative care) (arts. 5, 9-11, 18, paras. 1
and 2; 19-21, 25, 27, para. 4 and 39)
Pasal 5: Negara-negara Pihak harus menghormati tanggung jawab, hak-hak
dan kewajiban-kewajiban orang tua, atau apabila dapat
diberlakukan, para anggota keluarga yang diperluas atau masyarakat
seperti yang diurus oleh kebiasaan lokal, wali hukum, atau orang-
orang lain yang secara sah bertanggung jawab atas anak itu, untuk
memberikan dalam suatu cara yang sesuai dengan kemampuan anak
yang berkembang, pengarahan dan bimbingan yang tepat dalam
pelaksanaan oleh anak mengenai hak-hak yang diakui dalam
Konvensi ini.
113
Negara Pihak yang bersangkutan atas permintaan harus
memberikan kepada orang anak atau kalau cocok anggota
keluarga yang lain dengan informasi pokok mengenai tempat
berada anggota atau paran anggota keluarga yang tidak ada
kecuali pemberian informasi itu akan merusak kesejahteraan
anak itu. Negara-negara Pihak harus lebih jauh menjamin
bahwa penyampaian permintaan tersebut dengan sendirinya
harus tidak membawa konsekuensi yang merugikan bagi orang
(atau orang-orang) yang bersangkutan.
114
atau multilateral atau aksesi pada persetujuan-persetujuan
yang ada.
Pasal 20 1. Seorang anak yang secara sementara atau tetap dicabut dari
115
lingkungan keluarganya, atau yang demi kepentingannya sendiri
yang terbaik tidak diperkenankan tetap berada dalam
lingkungan tersebut, berhak atas perlindungan khusus dan
bantuan yang disediakan oleh Negara.
2. Negara-negara Pihak sesuai dengan undang-undang nasional
mereka harus menjamin pengasuhan alternatif bagi seorang
anak semacam itu.
3. Perawatan tersebut dapat mencakup, antara lain, penempatan
orang tua anak, kafalah dalam hukum Islam, adopsi, atau kalau
perlu penempatan dalam lembaga yang tepat untuk
pengasuhan anak. Ketika mempertimbangkan penyelesaian-
penyelesaiannya, maka harus diberikan perhatian yang
semestinya pada keinginan yang berkesinambungan dalam
pendidikan seorang anak dan para etnis, agama, latar belakang
budaya dan linguistik anak.
116
bahwa, dalam adopsi antar-negara, penempatannya tidak
berakibat dalam penghasilan keuangan yang tidak cocok bagi
yang terlibat di dalamnya ;
e) Meningkatkan, apabila tepat, tujuan-tujuan pasal ini dengan
membuat pengaturan-pengaturan atau persetujuan-
persetujuan bilateral atau multilateral dan berusaha, di dalam
kerangka kerrja ini, menjamin bahwa penempatan si anak di
negara lainnya dilaksanakan oleh para penguasa atau organ-
organ yang berwenang.
117
C. Konvensi Hak-Hak Anak, Klaster VI : Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan (Basic
health and welfare (arts. 6, 18, para. 3, 23, 24, 26,and 27, paras. 1-3))
Pasal 6 1. Negara-negara Pihak mengakui bahwa tiap-tiap anak mempunyai
hak yang melekat atas kehidupan.
2. Orang tua atau orang-orang lain yang bertanggung jawab atas anak
itu mempunyai tanggung jawab primer untuk menjamin di dalam
kesanggupan dan kemampuan keuangan mereka, penghidupan yang
diperlukan bagi perkembangan si anak.
D. Konvensi Hak-Hak Anak, Klaster VII: Pendidikan, Waktu Luang dan Kegiatan
Budaya (EDUCATION, LEISURE AND CULTURAL ACTIVITIES (arts. 28, 29 and 31))
Pasal 28 1. Negara-negara Pihak mengakui hak anak atas pendidikan, dan
dengan tujuan mencapai hak ini secara progresif dan berdasarkan
kesempatan yang sama, mereka harus, terutama: (a) Membuat
pendidikan dasar diwajibkan dan terbuka bagi semua anak; (b)
Mendorong perkembangan bentuk-bentuk pendidikan menengah
yang berbeda-beda, termasuk pendidikan umum dan pendidikan
kejuruan, membuat pendidikan-pendidikan tersebut tersedia dan
dapat dimasuki oleh setiap anak, dan mengambil langkah-langkah
yang tepat seperti memperkenalkan pendidikan Cuma-Cuma dan
menawarkan bantuan keuangan jika dibutuhkan; (c) Membuat
pendidikan yang lebih tinggi dapat dimasuki oleh semua anak
120
berdasarkan kemampuan dengan setiap sarana yang tepat; (d)
Membuat informasi pendidikan dan kejuruan dan bimbingan tersedia
dan dapat dimasuki oleh semua anak; (e) Mengambil langkah untuk
mendorong kehadiran yang tetap di sekolah dan penurunan angka
putus sekolah.
2. Tidak satu pun bagian dari pasal ini atau pasal 28 dapat ditafsirkan
sehingga mengganggu kebebasan orang-orang dan badan-badan
untuk membuat dan mengarahkan lembaga-lembaga pendidikan,
dengan selalu tunduk pada pentaatan prinsip-prinsip yang dinyatakan
121
dalam ayat 1 pasal ini dan pada persyaratan-persyaratan bahwa
pendidikan yang diberikan dalam lembaga-lembaga tersebut harus
memenuhi standar minimum seperti yang mungkin ditentukan oleh
Negara yang bersangkutan.
Pasal 31 1. Negara-negara Pihak mengakui hak anak untuk beristirahat dan
bersenang-senang, untuk terlibat dalam bermain, dan aktivitas-
aktivitas rekreasi sesuai dengan umur anak itu dan berpartisipasi
dengan bebas dalam kehidupan budaya dan seni.
122
pun, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi ini.
123
Penggunaan eksploitatif terhadap anak-anak dalam pertunjukan dan
bahan-bahan pornografis.
Pasal 35 Negara Pihak harus mengambil semua langkah nasional, bilateral dan
multilateral yang tepat, untuk mencegah penculikan, penjualan atau
perdagangan anak-anak untuk tujuan apa pun atau dalam bentuk apa
pun.
Pasal 36 Negara-negara Pihak harus melindungi anak dari semua bentuk
eksploitasi lainnya yang berbahaya untuk setiap segi-segi
kesejahteraan si anak
Pasal 37 (b) Tidak seorang anak pun dapat dirampas kebebasannya secara
(b,c,d) melanggar hukum atau dengan sewenang-wenang. Penangkapan,
penahanan atau pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan
undang-undang, dan harus digunakan hanya sebagai upaya jalan lain
terakhir dan untuk jangka waktu terpendek yang tepat;
(d) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak atas akses segera
ke bantuan hukum dan bantuan lain yang tepat, dan juga hak untuk
menyangkal keabsahan perampasan kebebasannya, di hadapan suatu
pengadilan atau penguasa lain yang berwenang, mandiri dan adil, dan
atas putusan segera mengenai tindakan apa pun semacam itu.
Pasal 38 1. Negara-negara Pihak berusaha menghormati dan menjamin
penghormatan terhadap peraturan-peraturan hukum humaniter
internasional yang dapat berlaku bagi mereka dalam konflik
bersenjata yang relevan bagi anak itu.
124
angkatan bersenjata mereka. Dalam menerima di antara orang-orang
tersebut, yang telah mencapai umur lima belas tahun tetapi belum
mencapai umur delapan belas tahun maka Negara-negara Pihak harus
berusaha memberikan prioritas kepada mereka yang tertua.
(a) Tidak seorang anak pun dapat dinyatakan, dituduh, atau diakui
telah melanggar hukum pidana, karena alasan berbuat atau tidak
berbuat yang tidak dilarang oleh hukum nasional atau internasional
pada waktu perbuatan-perbuatan itu dilakukan;
126
untuk menjamin bahwa anak-anak ditangani dalam suatu cara yang
sesuai dengan kesejahteraan mereka dan sepadan dengan keadaan-
keadaan mereka maupun pelanggaran itu.
127
yang diniatkan sebagaimana disebutkan dalam ayat (a) pasal
ini menjadi tidak relevn apabila cara-cara yang disebutkan
dalam ayat (a) telah digunakan.
c) Perekrutan, pengangkutan, pengiriman,
penampungan, atau penerimaan seorang anak dengan
tujuan mengeksploitasi wajib dianggap sebagai “perdagangan
orang” meskipun tidak menggunakan cara-cara yang
disebutkan dalam ayat (a) pasal ini;
d) “Anak” berarti setiap orang yang berusia dibawah
delapan belas tahun.
128
b) Bantuan untuk memungkinkan pendapat dan
keprihatinan mereka disampaikan dan dipertimbangkan
ditahapan yang tepat dalam proses persidangan pidana
melawan pelanggar, dengan cara yang tidak merugikan hak-
hak pembelaan.
3. Setiap Negara Pihak wajib mempertimbangkan untuk
melaksanakan tindakan-tindakan bagi penyediaan pemulihan
fisik, psikologis dan sosial bagi korban- korban perdagangan
orang, termasuk, dalam kasus-kasus yang tepat, bekerja
sama dengan organisasi-organisasi non-pemerintah,
organisasi-organisasi relevan lainnya dan elemen-elemen
masyarakat sipil lainnya, dan, khususnya, ketentuan mengenai;
a) Perumahan yang layak;
b) Bimbingan dan informasi, khususnya terkait dengan hak-hak
hokum mereka, dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh
korban-korban perdagangan orang;
c) Bantuan kesehatan, psikologis dan materi;dan
d) Kesempatan-kesempatan kerja, pendidikan dan pelatihan.
4. Setiap Negara Pihak wajib memperhatikan, dalam
menerapkan ketentuan- ketentuan dalam pasal ini, umur, jenis
kelamin dan kebutuhan-kebutuhan khusus korban-korban
perdagangan orang, terutama kebutuhan-kebutuhan khusus
anak-anak, termasuk perumahan, pendidikan dan perawatan
yang layak.
5. Setiap Negara Pihak wajib berupaya untuk menyediakan
keamanan fisik bagi korban-korban perdagangan ketika mereka
berada didalam wilayahnya.
6. Setiap Negara Pihak wajib memastikan bahwa sistem hukum
nasionalnya memuat tindakan-tindakan yang
menawarkan kepada korban-korban perdagangan orang
kemungkinan untuk memperoleh kompensasi atas kerugian
yang dideritanya,
129
penerima 2. Dalam melaksanakan ketentuan dalam ayat 1 pasal ini, setiap
Negara Pihak wajib memberikan pertimbangan yang tepat
mengenai faktor-faktor kemanusiaan dan rasa belas kasihan.
Pasal 8 1. Negara Pihak dimana korban perdagangan orang adalah warga
Negara atau dimana orang tersebut mempunyai hak tinggal
Pemulangan
menetap pada saat memasuki wilayah Negara Pihak
korban
penerima wajib membantu dan menerima, dengan
perdagangan
memperhatikan keselamatan orang tersebut, pemulangan
orang
orang tersebut tanpa penundaan yang tidak semestinya atau
tidak beralasan.
2. Ketika suatu Negara Pihak memulangkan korban
perdagangan orang kepada Negara Pihak dimana orang
tersebut merupakan warga Negaranya atau dimana ia memiliki,
pada saat masuk wilayah Negara Pihak penerima. hak tinggal
menetap, pemulangan tersebut wajib memperhatikan
keamanan orang tersebut dan status dari proses hukum
apapun yang berhubungan dengan fakta bahwa orang
tersebut adalah korban dari perdagangan dan diutamakan
dilakukan secara sukarela.
3. Atas permintaan Negara Pihak penerima, suatu Negara Pihak
yang diminta wajib, tanpa penundaan yang tidak
semestinyaatau tidak beralasan, memastikan apakah orang
yang menjadi korban perdagangan orang adalah warga
negaranya atau memiliki hak tinggal menetap di wilayahnya
pada saat masuk ke dalam wilayah Negara Pihak penerima.
4. Untuk memudahkan pemulangan korban perdagangan
orang yang tidak memiliki dokumen yang layak, Negara
Pihak dimana orang tersebut adalah warga negaranya atau
dimana ia memiliki hak tinggal menetap pada saat masuk ke
dalam wilayah Negara Pihak Penerima wajib menyetujui untuk
menerbitkan, atas permintaan Negara Pihak penerima,
dokumen-dokumen perjalanan tersebut atau otorisasi yang
lain yang dianggap perlu untuk memungkinkan orang
tersebut pergi dan masuk kembali ke wilayahnya.
5. Pasal ini tidak dapat merugikan hak-hak yang diberikan
kepada korban- korban perdagangan orang oleh hokum
nasional Negara Pihak penerima.
6. Pasal ini tidak dapat merugikan perjanjian bilateral atau
multilateral yang berlaku atau perjanjian atau pengaturan
yang mengatur, secara menyeluruh atau sebagian,
130
pemulangan korban-korban perdagangan orang.
Pasal 9 III. Pencegahan,KerjasamadanTindakan-TindakanLainnya:
Pencegahan 1. Negara-Negara Pihak wajib membuat kebijakan-kebijakan,
perdagangan program-program dan tindakan-tindakan komprehensif lainnya:
orang (a) Untuk mencegah dan memberantas perdagangan orang; dan,
(b) Untuk melindungi korban-korban perdagangan orang,
terutama perempuan dan anak-anak agar tidak dijadikan
korban lagi
2. Negara-Negara Pihak wajib berupaya mengambil tindakan-
tindakan seperti penelitian, sosialisasi informasi dan
kampanye media massa dan inisiatif-inisiatif sosial dan
ekonomi untuk mencegah dan memberantas perdagangan
orang, Kebijakan-kebijakan, program-program dan tindakan-
tindakan lainnya yang dibuat sesuai dengan pasal ini wajib,
sepatutnya, termasuk keijasama dengan organisasi-
organisasinon pemerintah, organisasi-organisasi relevan lainnya
dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya.
3. Negara-Negara Pihak wajib mengambil atau memperkuat
tindakan-tindakan, termasuk melalui kerjasama bilateral atau
multilateral, untuk mengurangi faktor- faktor yangmembuat
orang-orang, terutama perempuan dan anak-anak, reman
terhadap perdagangan, seperti kemiskinan, keterbelakangan dan
kurangnya kesempatan yang setara.
4. Negara-Negara Pihak wajib mengambil atau memperkuat
tindakan-tindakan legislative atau tindakan-tindakan lainnya,
seperti pendidikan, tindakan-tindakan social atau kebudayaan,
termasuk melalui kerjasama bilateral dan multilateral, untuk
mengurangi permintaan yang memicu segala bentuk
eksploitasi orang, termasuk perempuan dan anak-anak, yang
mengarah keperdagangan.
131
7. CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION
AGAINST WOMEN,1979, PASAL 5 DAN 16
132
yang sejenis dimana konsep-konsep ini ada dalam undang-
undang nasional; dalam semua hal kepentingan anak harus
diutamakan;
(g) Hak-hak pribadi yang sama sebagai suami-isteri termasuk hak
untuk memilih nama keluarga, profesi dan pekerjaan;
(h) Hak-hak yang sama bagi kedua pasangan sehubungan dengan
kepemilikan, pembelian, pengelolaan, administrasi,
penikmatan dan pelepasan hak milik, baik secara cuma-cuma
maupun dengan pertimbangan nilai harga.
2. Pertunangan dan perkawinan anak tidak akan mempunyai akibat
hukum, dan semua tindakan yang diperlukan, termasuk legislasi,
wajib dilakukan untuk menentukan usia minimum untuk menikah
dan untuk mewajibkan pencatatan perkawinan di tempat
pencatatan yang resmi.
Pasal 14 Tidak seorang pun pekerja migran atau anggota keluarganya boleh
secara sewenang-wenang atau secara tidak sah diganggu dalam hal
urusan pribadi, keluarga, rumah tangga, korespondensi, atau
komunikasi lain, atau secara tidak sah diserang kehormatan dan
nama baiknya. Setiap pekerja migran dan anggota keluarganya harus
memiliki hak atas perlindungan hukum terhadap gangguan atau
serangan seperti itu.
Pasal 22 1. Para pekerja migran dan anggota keluarganya tidak boleh
menjadi sasaran kebijakan pengusiran secara massal. Setiap
kasus pengusiran harus diperiksa dan diputuskan sendiri-
sendiri.
2. Para pekerja migran dan anggota keluarganya hanya dapat
diusir dari wilayah suatu Negara Pihak atas suatu keputusan
yang diambil oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
hukum.
3. Keputusan tersebut wajib dikomunikasikan kepada mereka
dalam bahasa yang mereka pahami. Atas permintaan mereka,
kecuali merupakan kewajiban, keputusan itu wajib
133
disampaikan secara tertulis dan, kecuali dalam keadaan
terkait keamanan nasional, beserta alasan-alasannya. Orang-
orang yang bersangkutan wajib diberi tahu mengenai hak-hak
ini sebelum atau selambat-lambatnya pada saat keputusan itu
diambil.
4. Kecuali, apabila suatu keputusan akhir telah ditetapkan oleh
pengadilan yang berwenang, orang-orang yang bersangkutan
harus memiliki hak untuk menyampaikan alasan-alasan
mengapa mereka tidak boleh diusir dan untuk meminta
kasusnya ditinjau kembali oleh pejabat yang berwenang,
kecuali ditentukan sebaliknya, dengan alasan keamanan
nasional. Selama menunggu peninjauan kembali, orang-orang
yang bersangkutan harus memiliki hak untuk meminta
penundaan keputusan pengusiran tersebut.
5. Apabila keputusan pengusiran yang telah ditetapkan
kemudian dibatalkan, orang yang bersangkutan harus
memiliki hak untuk menuntut ganti rugi menurut hukum, dan
keputusan yang pertama tidak boleh dipergunakan untuk
mencegahnya memasuki kembali negara yang bersangkutan.
6. Dalam hal pengusiran, orang-orang yang bersangkutan harus
memiliki hak atas kesempatan yang cukup sebelum atau
sesudah keberangkatannya, untuk menyelesaikan
pembayaran gaji atau hak lain yang harus diberikan dan juga
utang-utangnya.
7. Tanpa mengurangi pelaksanaan keputusan pengusiran,
seorang pekerja migran atau anggota keluarganya yang
menjadi sasaran keputusan tersebut dapat memohon untuk
memasuki suatu negara yang bukan negara asalnya.
8. Dalam hal pengusiran seorang pekerja migran atau anggota
keluargannya, biaya pengusiran tidak boleh dibebankan
kepadanya. Orang yang bersangkutan dapat diminta untuk
membayar biaya perjalanannya sendiri.
9. Pengusiran dari negara tempat bekerja tidak boleh
mengurangi hak apa pun yang telah diperoleh pekerja migran
atau anggota keluarganya sesuai dengan hukum negara
tersebut, termasuk hak untuk menerima gaji dan hak lain
yang harus diterimanya.
135
Pasal 3 1. Setiap Negara Pihak harus menjamin bahwa, setidaknya, aksi
dan aktifitas berikut ini, baik yang dilakukan didalam negeri
maupun lintas Negara atau secara perseorangan atau
terorganisir, sepenuhnya diatur dalam hukum pidananya:
136
5. Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah hokum
dan administrative yang layak untuk memastikan bahwa semua
orang yang terlibat dalam adopsi anak bertindak sesuai
dengan instrumen hokum internasional yang berlaku.
137
ekstradisi dengan Negara Pihak tersebut, Protokol ini dapat
dipertimbangkan oleh Negara Pihak tersebut sebagai dasar
hokum untuk ekstradisi berkenaan dengan pelanggaran
tersebut. Ekstradisi harus merujuk pada ketentuan-ketentuan
hokum dari Negara yang diminta.
138
(a) Mengambil langkah-langkah untuk menetapkan perampasan
dan penyitaan, sebagaimana mestinya, dari:
(i) Barang-barang seperti bahan, aset, dan peralatan lainya
yang digunakan untuk melakukan atau memfasilitasi
pelanggaran di bawah Protokol ini;
(ii)Hasil-hasil yang berasal dari pelanggaran tersebut.
(b)Memenuhi permintaan dari NegaraPihaklain untuk merampas
atau menyita barang- barang atau hasil-hasil sebagaimana
dimaksud pada sub ayat (a) (i);
139
korban;
6. Tidak ada satu hal pun dalam Pasal ini yang dapat ditafsirkan
merugikan atau tidak konsisten dengan hak-hak terdakwa atas
pengadilan yang adil dan tidak memihak.
140
praktik- praktik ini.
141
korban dalam pemulihan fisik dan psikis, reintegrasi social
serta pemulangan mereka.
10. UU NO. 20 TAHUN 1999 TENTANG RATIFIKASI KONVENSI ILO NO. 138,
MENGENAI:ILO MINIMUM AGE CONVENTION, 1973 (NO.138)
11. ILO WORST FORMS OF CHILD LABOUR CONVENTION (NO.182), 1999, (KONVENSI
ILO NOMOR 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA
PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK)
DIRATIFIKASI MELALUI UU NO. 1 TAHUN 2000. PASAL 3, MENYATAKAN:
143
B. Perundang-undangan Nasional Yang Terkait Dengan Hak-hak Anak dan Perlindungan
Anak, diantaranya:
1. Kewajiban Negara
2. Tanggung Jawab dan Tugas Orang Tua/ Keluarga / Kuasa Asuh Orang Tua /
Pencabutan Kuasa Asuh Orang Tua dan Pemisahan Anak Dari Orang Tua / Hak
Anak Mengetahui dan Diasuh Oleh Orang Tua.
3. Hak Anak Atas Identitas
4. Anak Penyandang Disabilitas
5. Perlindungan Anak
6. Hak Anak Untuk Menyatakan Pandangannya Dalam Setiap Keputusan Yang
Mempengaruhi Kehidupannya
7. Orangtua Asuh
8. Wali / Perwalian
9. Pengangkatan Anak
10. Pengasuhan Berbasis Residensial / Panti
11. Mekanisme Pengaduan (Komplain) Bagi Anak
12. Pengawasan dan Monitoring Independen
13. Hak Properti Anak
14. Hak Anak Atas Periodic Review (tinjauan berkala) dan Tanggungjawab Pekerja
Sosial Dalam Melakukan Asesmen, Monitoring Atas Anak Yang Telah Diputuskan
Untuk Ditempatkan Pada Pengasuhan Diluar Rumah
15. Peran Masyarakat dan Lembaga Non Pemerintah
16. Hak Anak Atas Pendidikan, Waktu Luang / Bermain dan Budaya
17. Hak Anak Atas Kesehatan
18. Hak Anak Atas Agama
Berikut rangkuman Kerangka Hukum Nasional tersebut:
1. KEWAJIBAN NEGARA
Pasal 53
(1) Wali dapat di cabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal
yang tersebut dalam pasal 49 Undang-undang ini.
(2) Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimna
dimaksud pada ayat (1) pasal ini oleh Pengadilan ditunjuk
orang lain sebagai wali.
Pasal 54
Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda
anak yang di bawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau
keluarga tersebut dengan keputusan Pengadilan, yang
bersangkutan dapat di wajibkan untuk mengganti kerugian
tersebut.
Pasal 10
(1) Orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya
145
sebagaimana termaksud dalam Pasal 9, sehingga
mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya
sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk
orang atau badan sebagai wali.
(2) Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak
menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan
untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya,
penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya.
(3) Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orang tua
ditetapkan dengan keputusan hakim.
(4) Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung
jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan perlindungan anak.
Pasal 23
(1) Negara dan pemerintah menjamin perlindungan,
pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau
orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap
anak.
(2) Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan
perlindungan anak.
Pasal 24
Negara dan pemerintah menjamin anak untuk
146
mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat
sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
Pasal 29
(1) Jika terjadi perkawinan campuran antara warga negara
Republik Indonesia dan warga Negara asing, anak yang
dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak memperoleh
kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk
memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada
dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.
(3) Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), sedangkan anak belum mampu menentukan
pilihan dan ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia,
demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan
ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status
kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.
Pasal 55
(1) Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan
perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di
luar lembaga.
(2) Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat.
(3) Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan
anak terlantar, lembaga pemerintah dan lembaga
masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat
mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak yang
terkait.
(4) Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan
perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.
Pasal 59
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan
147
bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan
khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang
berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas
dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,
penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik
fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan
anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Pasal 76
Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas :
melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan
anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima
pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,
pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak; memberikan laporan,
saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam
rangka perlindungan anak.
Pasal 8
(1)Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan
kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana
perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal
2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
148
(1) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa
pemberhentian secara tidak dengan hormat dari
jabatannya.
(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri
kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara
kedua orang tua putus.
Pasal 48
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
menggandakan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya
yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila
kepentingan anak itu menghendakinya.
UU No. 04 Tahun Pasal 9
1979 Tentang Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggungjawab
Kesejahteraan Anak atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani,
jasmani maupun sosial.
150
UU No. 01 Tahun Pasal 49
1974 Tentang (1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut
Perkawinan kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk
waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain,
keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara
kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang
dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. Ia berkelakuan buruk sekali.
(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka
masih berkewajiban untuk memberi pemeliharaan kepada
anak tersebut.
151
Pasal 59
(1) Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang
tuanya secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri,
kecuali jika ada alas an dan atauran yang sah yang
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak.
(2) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
hak anak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan
pribadi secara tetap dengan orang tuanya tetap dijamin
oleh Undang-undang.
UU No. 23 Tahun Pasal 14
2002 tentang Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri,
Perlindungan Anak kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir.
Pasal 31
(1) Salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga
sampai derajat ketiga, dapat mengajukan permohonan ke
pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan
tentang pencabutan kuasa asuh orang tua atau melakukan
152
tindakan pengawasan apabila terdapat alasan yang kuat
untuk itu.
(2) Apabila salah satu orang tua, saudara kandung, atau
keluarga sampai dengan derajat ketiga, tidak dapat
melaksanakan fungsinya, maka pencabutan kuasa asuh
orang tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat juga
diajukan oleh pejabat yang berwenang atau lembaga lain
yang mempunyai kewenangan untuk itu.
(3) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat menunjuk orang perseorangan atau lembaga
pemerintah/masyarakat untuk menjadi wali bagi yang
bersangkutan.
(4) Perseorangan yang melaksanakan pengasuhan anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus seagama
dengan agama yang dianut anak yang akan diasuhnya.
Pasal 32
Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 ayat (3) sekurang-kurangnya memuat ketentuan :
a. tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan
orang tua kandungnya;
b. tidak menghilangkan kewajiban orang tuanya untuk
membiayai hidup anaknya; dan
c. batas waktu pencabutan.
Pasal 14
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri,
kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir.
153
UU No. 39 Tahun Pasal 56
1999 Tentang HAM (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang
tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuannya sendiri.
(2) Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan
dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan
Undang-undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau
diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
UU No 23 Tahun Pasal 5
2002 Tentang
Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri
Perlindungan Anak dan status kewarganegaraan.
Pasal 27
(1) Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak
kelahirannya.
(2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dituangkan dalam akta kelahiran.
(3) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat
keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau
membantu proses kelahiran.
(4) Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak
diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya,
pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan
pada keterangan orang yang menemukannya.
Pasal 28
(1) Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab
pemerintah yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan
serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan/desa.
(2) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan.
154
(3) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) tidak dikenai biaya.
(4) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat
pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Pencatatan kelahiran dalam Register Akta Kelahiran dan
penerbitan Kutipan Akta Kelahiran terhadap peristiwa
kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya atau
keberadaan orang tuanya, didasarkan pada laporan orang
yang menemukan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan dari
kepolisian.
Pasal 90
(1) Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa
denda apabila melampaui batas waktu pelaporan Peristiwa
Penting dalam hal:
a. kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1) atau Pasal 29 ayat (4) atau Pasal 30 ayat (6)
atau Pasal 32 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (1):
155
4. ANAK PENYANDANG DISABILITAS
UU No. 4 Tahun Pasal 7
1979 Tentang Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk
Kesejahteraan Anak mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh
batas kemampuan dan kesanggupan anak yang
bersangkutan.
Pasal 42
Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau
cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan,
pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk
menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat
kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan
156
kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal 54
Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak
memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan
bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin
kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan,
meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
UU No. 11 Tahun Pasal 5
2009 Tentang (1) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada:
Kesejahteraan Sosial a. perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok; dan/atau
d. masyarakat.
(2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang
memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan
dan memiliki kriteria masalah sosial: “…c.
kecacatan…”
Pasal 9
(1) Jaminan sosial dimaksudkan untuk:
a. menjamin “… penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat
fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang
mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar
kebutuhan dasarnya terpenuhi…”
Pasal 46
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit
yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau
menimbulkan kecacatan.
Pasal 51
Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental
diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk
memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.
Pasal 59
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus
kepada anak “… anak yang menyandang cacat…”
Pasal 62
Perlindungan khusus bagi anak korban kerusuhan, korban
bencana, dan anak dalam situasi konflik bersenjata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b, huruf c, dan
huruf d, dilaksanakan melalui: “… b. pemenuhan kebutuhan
khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang
mengalami gangguan psikososial…”
Pasal 70
Perlindungan khusus bagi anak yang menyandang cacat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui
upaya :
perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat
dan hak anak; pemenuhan kebutuhan-kebutuhan khusus;
dan memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya
untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan
pengembangan individu.
158
5. PERLINDUNGAN ANAK
Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,
atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak
melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan
hukuman.
159
Pasal 15
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur
kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.
Pasal 16
(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari
sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi.
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai
dengan hukum.
(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara
anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang
berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Pasal 17
(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan
penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya
secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum
yang berlaku; dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan
pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak
dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan
seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak
dirahasiakan.
Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana
berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
160
Pasal 59
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus
kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak
yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan
dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik
dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak
korban perlakuan salah dan penelantaran.
Pasal 69
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat
dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas)
tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk
melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan
ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ha-rus
memenuhi persyaratan :
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua
atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu
waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
161
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf
a, b, f, dan g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada
usaha keluarganya.
Pasal 70
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang
merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan
yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling
sedikit berumur 14 (empat belas) tahun.
(3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dilakukan dengan syarat :
a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan
pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam
melaksanakan pekerjaan; dan
b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja.
Pasal 71
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk
mengembangkan bakat dan minatnya.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi syarat :
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau
wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu
perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu
sekolah.
(3) Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk
mengembangkan bakat dan minat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 72
Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan
pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus
162
dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
Pasal 73
Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja,
kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
Pasal 74
(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak
pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.
(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud
dalam ayat (1) meliputi :
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau
sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan,
atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi
pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan,
atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan
minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya; dan/atau
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan,
keselamatan, atau moral anak.
(3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan,
keselamatan, atau moral anak sebagaimana di-maksud
dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 75
(1) Pemerintah berkewajiban melakukan upaya
penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja.
(2) Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
163
Rumah Tangga berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia
(KDRT) wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut.
Pasal 6
Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam
atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang
mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana
dengan pidana penjarapaling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pasal 7
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6
mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan
jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan
jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi
reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat (2),
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
Pasal 8
(1) Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan
kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana
perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal
2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
Pasal 17
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka
ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 38
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan terhadap saksi dan/atau korban anak dilakukan
dengan memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak
dengan tidak memakai toga atau pakaian dinas.
Pasal 39
(1) Sidang tindak pidana perdagangan orang untuk
memeriksa saksi dan/atau korban anak dilakukan dalam
sidang tertutup.
165
(2) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) saksi dan/atau korban anak wajib didampingi orang
tua, wali, orang tua asuh, advokat, atau pendamping
lainnya.
(3) Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan tanpa
kehadiran terdakwa.
Pasal 40
(1) Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak, atas
persetujuan hakim, dapat dilakukan di luar sidang
pengadilan dengan perekaman.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang.
Pasal 134
(1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan
sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling
banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(2) Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan
Pecandu Narkotika tersebut dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
UU No 11 Tahun Pasal 3 Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:
2012 Tentang (e) bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan
SPPA lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan
derajat dan martabatnya;
167
6. HAK ANAK UNTUK MENYATAKAN PANDANGANNYA DALAM SETIAP KEPUTUSAN
YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPANNYA
Pasal 60
(2) Setiap anak berhak mencari, menerima, dam
memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas
dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai
dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepattutan.
UU No. 23 Tahun
Pasal 4
2002 Tentang
Perlindungan Anak Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 10
Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,
menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
dan kepatutan.
Pasal 24
Negara dan pemerintah menjamin anak untuk
mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat
168
sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
Pasal 56
(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan
perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar
anak dapat :
a. Berpartisipasi;
b. Bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai
dengan hati nurani dan agamanya;
c. Bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai
dengan tahapan usia dan perkembangan anak;
d. Bebas berserikat dan berkumpul;
e. Bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi,
dan berkarya seni budaya; dan
f. Memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat
kesehatan dan keselamatan.
7. ORANGTUA ASUH
UU No. 23 Tahun Pasal 7 ayat (2)
2002 Tentang Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat
Perlindungan Anak menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan
terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat
sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
169
8. WALI / PERWALIAN
UU No 01 Tahun Pasal 51
1974 Tentang
(1) Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang
Perkawinan
menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal,
dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua)
orang saksi.
(2) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak
tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran
sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.
170
(3) Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) agamanya harus sama dengan agama yang dianut anak.
Pasal 34
Wali yang ditunjuk berdasarkan penetapan pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dapat mewakili
anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam
maupun di luar pengadilan untuk kepentingan yang terbaik
bagi anak.
Pasal 36
(1) Dalam hal wali yang ditunjuk ternyata di kemudian hari
tidak cakap melakukan perbuatan hukum atau
menyalahgunakan kekuasaannya sebagai wali, maka status
perwaliannya dicabut dan ditunjuk orang lain sebagai wali
melalui penetapan pengadilan.
(2) Dalam hal wali meninggal dunia, ditunjuk orang lain
sebagai wali melalui penetapan pengadilan.
9. PENGANGKATAN ANAK
Pasal 40
(1) Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada
anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua
kandungnya.
(2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan kesiapan anak yang
172
bersangkutan.
Pasal 41
(1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan
anak.
(2) Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
UU No. 21 Tahun 2007 Pasal 5
Tentang Pemberantasan Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak
Tidak Pidana Perdagangan dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu
Orang (PTPPO) dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).
173
Pasal 48
(1) Pengangkatan anak warga negara asing yang
dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan
pada instansi yang berwenang di negara setempat.
(2) Hasil pencatatan pengangkatan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Perwakilan
Republik Indonesia.
(3) Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan
Pengangkatan Anak bagi warga negara asing, warga
negara yang bersangkutan melaporkan kepada
Perwakilan Republik Indonesia setempat untuk
mendapatkan surat keterangan pengangkatan anak.
(4) Pengangkatan anak warga negara asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di
tempat tinggalnya paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak yang bersangkutan kembali ke Republik
Indonesia.
(5) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Instansi Pelaksana mengukuhkan Surat
Keterangan Pengangkatan Anak.
174
dalam maupun di luar Panti.
(4) Pemerintah mengadakan pengarahan, bimbingan,
bantuan, dan pengawasan terhadap usaha
kesejahteraan anak yang dilakukan oleh masyarakat.
(5) Pelaksanaan usaha kesejahteraan anak sebagai
termaktub dalam ayat (1), (2), (3) dan (4) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
175
pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan secara
berkesinambungan, serta dengan memberikan bantuan
biaya dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh
kembang anak secara optimal, baik fisik, mental,
spiritual maupun sosial, tanpa mempengaruhi agama
yang dianut anak.
Pasal 32
Sumber daya penyelenggaraan kesejahteraan sosial
meliputi:
a. sumber daya manusia;
b. sarana dan prasarana; serta
c. sumber pendanaan.
Pasal 35
(1) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 huruf b meliputi:
a. panti sosial;
b. pusat rehabilitasi sosial;
c. pusat pendidikan dan pelatihan;
d. pusat kesejahteraan sosial;
e. rumah singgah;
f. rumah perlindungan sosial.
176
prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 55
(4) Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan
perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.
Pasal 67
Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban
177
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya (napza) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59, dan terlibat dalam produksi dan
distribusinya, dilakukan melalui upaya pengawasan,
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh
pemerintah dan masyarakat.
Pasal 68
Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan,
penjualan, dan perdagangan anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui upaya
pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan,
dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.
Pasal 71
Perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah
dan penelantaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 dilakukan melalui pengawasan, pencegahan,
perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan
masyarakat.
Pasal 74
Dalam rangka meningkatkan efektivitas
penyelenggaraan perlindungan anak, dengan undang-
undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak
Indonesia yang bersifat independen.
Pasal 75
(2) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama,
tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya
masyarakat, dunia usaha, dan kelompok masyarakat
yang peduli terhadap perlindungan anak.
Pasal 51
(3) Wali wajib mengurus anak yang di bawah
penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya
dengan menghormati agama dan kepercayaan itu.
(4) Wali wajib membuat daftar harta benda yang
berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai
jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan
harta benda anak atau anak-anak itu.
(5) Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak
yang berada di bawah perwaliannya serta kerugian
yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya.
Pasal 52
Terhadap wali berlaku juga pasal 48 Undang-undang
ini.
Pasal 48
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
179
menggandakan barang-barang tetap yang dimiliki
anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali
apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
Pasal 53
(1) Wali dapat di cabut dari kekuasaannya, dalam hal-
hal yang tersebut dalam pasal 49 Undang-undang ini.
(2) Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut,
sebagaimna dimaksud pada ayat (1) pasal ini oleh
Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali.
Pasal 54
Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta
benda anak yang di bawah kekuasaannya, atas
tuntutan anak atau keluarga tersebut dengan keputisan
Pengadilan, yang bersangkutan dapat di wajibkan untuk
mengganti kerugian tersebut.
Pasal 35
(1) Dalam hal anak belum mendapat penetapan
pengadilan mengenai wali, maka harta kekayaan anak
tersebut dapat diurus oleh Balai Harta Peninggalan atau
lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk itu.
(2) Balai Harta Peninggalan atau lembaga lain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertindak
sebagai wali pengawas untuk mewakili kepentingan
anak.
(3) Pengurusan harta sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) harus mendapat penetapan
180
14. HAK ANAK ATAS PERIODIC REVIEW (TINJAUAN BERKALA) DAN
TANGGUNGJAWAB PEKERJA SOSIAL DALAM MELAKUKAN ASESMEN,
MONITORING ATAS ANAK YANG TELAH DIPUTUSKAN UNTUK DITEMPATKAN
PADA PENGASUHAN DILUAR RUMAH
UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 23
Tentang Perlindungan (1) Negara dan pemerintah menjamin perlindungan,
Anak pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali,
atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab
terhadap anak.
(2) Negara dan pemerintah mengawasi
penyelenggaraan perlindungan anak.
Pasal 55
(1) Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan
dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga
maupun di luar lembaga.
(2) Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh lembaga
masyarakat.
(3) Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan
perawatan anak terlantar, lembaga pemerintah dan
lembaga masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), dapat mengadakan kerja sama dengan
berbagai pihak yang terkait.
(4) Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan
perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.
Pasal 10 ayat (a) dan ayat (d)
UU No. 23 Tahun 2004
Korban berhak mendapatkan:
Tentang Kekerasan Dalam
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian,
Rumah Tangga (KDRT)
kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial,
atau pihak lainnya baik sementara maupun
berdasarkan penetapan perintah perlindungan
dari pengadilan;
d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan
181
hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
Pasal 33
(1) Pengadilan dapat menyatakan satu atau lebih
tambahan perintah perlindungan.
(2) Dalam pemberian tambahan perintah
perlindungan, pengadilan wajib mempertimbangkan
keterangan dari korban, tenaga kesehatan, pekerja
sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing
rohani.
Pasal 39
Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat
memperoleh pelayanan dari:
b. tenaga kesehatan;
c. pekerja sosial;
d. relawan pendamping; dan/atau
e. pembimbing rohani.
Pasal 41
Pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau
pembimbing rohani wajib memberikan pelayanan
kepada korban dalam bentuk pemberian konseling
untuk menguatkan dan/atau memberikan rasa aman
bagi korban.
182
Pasal 42
Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga
kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping
dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja
sama.
Pasal 1 ayat (4)
UU No. 11 Tahun 2009
Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang
Tentang Kesejahteraan
bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta
Sosial
yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan
sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang
diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau
pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk
melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan
masalah sosial.
Pasal 8
UU No. 11 Tahun 2012
(1) Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah
Tentang Sistem Peradilan
dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya,
Pidana Anak (SPPA)
korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional
berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
(2) Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga
Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.
183
di dalam maupun di luar Panti.
(4) Pemerintah mengadakan pengarahan, bimbingan,
bantuan, dan pengawasan terhadap usaha
kesejahteraan anak yang dilakukan oleh masyarakat.
(5) Pelaksanaan usaha kesejahteraan anak sebagai
termaktub dalam ayat (1), (2), (3) dan (4) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1) Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang
tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan
anak dalam memeluk agamanya.
(2) Perlindungan anak dalam memeluk agamanya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran
agama bagi anak.
Pasal 44
(2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya
kesehatan secara komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh peran serta
masyarakat.
Pasal 53
184
(1) Pemerintah bertanggung jawab untuk
memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan
cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari
keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak
yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
(2) Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong
masyarakat untuk berperan aktif.
Pasal 55
(1) Pemerintah wajib menyelenggarakan
pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik
dalam lembaga maupun di luar lembaga.
(2) Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh
lembaga masyarakat.
Pasal 64
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan
dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan
anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban
dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Pasal 65
(1) Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 dilakukan melalui penyediaan
prasarana dan sarana untuk dapat menikmati
budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan
ajaran agamanya sendiri, dan menggunakan
bahasanya sendiri.
(2) Setiap orang dilarang menghalang-halangi anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk
menikmati budayanya sendiri, mengakui dan
melaksanakan ajaran agamanya, dan menggunakan
bahasanya sendiri tanpa mengabaikan akses
185
pembangunan masyarakat dan budaya.
Pasal 66
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Pasal 67
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dan terlibat
dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui
upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan
rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.
Pasal 68
(1) Perlindungan khusus bagi anak korban
penculikan, penjualan, dan perdagangan anak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan
melalui upaya pengawasan, perlindungan,
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh
pemerintah dan masyarakat.
Pasal 71
(1) Perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan
salah dan penelantaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 dilakukan melalui pengawasan,
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh
pemerintah dan masyarakat.
Pasal 72
(1) Masyarakat berhak memperoleh kesempatan
seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan
anak.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
186
ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga
perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan,
lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan,
lembaga keagamaan, badan usaha, dan media
massa.
Pasal 73
Peran masyarakat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 75 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
(2) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, tokoh
agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial,
organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan
kelompok masyarakat yang peduli terhadap
perlindungan anak.
(3) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelengkapan
organisasi, mekanisme kerja, dan pembiayaan
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
16. HAK ANAK ATAS PENDIDIKAN, WAKTU LUANG / BERMAIN DAN BUDAYA
UU No 39 Tahun 1999 Pasal 12
Tentang HAM Setiap orang berhak atas perlindungan bagi
pengembangan pribadinya, untuk memperoleh
pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan
kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman,
bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia,
bahagia, dan sejahttera sesuai dengan hak asasi
manusia.
Pasal 42
Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan
atau cacat mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya
negara, untuk menjamin kehidupan yang layak
sesuai dengan martabat kemanusiaannya,
meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Pasal 48
Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Pasal 54
Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak
memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan
bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin
kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan,
meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
188
Pasal 60
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi
sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.
(2) Setiap anak berhak mencari, menerima, dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat
intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya
sepanjang sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepattutan.
Pasal 64
Setiap anak berhak untukmemperoleh perlindungan
dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan
yang membehayakan dirinya, sehingga dapat
mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral,
kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.
UU No 23 Tahun 2002 Pasal 9
Tentang Perlindungan (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
Anak pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
minat dan bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), khusus bagi anak yang menyandang cacat
juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,
sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan
juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal 38
(1) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37, dilaksanakan tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan
bahasa, status hukum anak, urutan
kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.
(2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), diselenggarakan melalui kegiatan
bimbingan, pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan
secara berkesinambungan, serta dengan
memberikan bantuan biaya dan/atau fasilitas lain,
untuk menjamin tumbuh kembang anak secara
optimal, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial,
tanpa mempengaruhi agama yang dianut anak.
Pasal 48
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar
minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.
189
Pasal 49
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 50
Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
diarahkan pada :
a. pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian
anak, bakat, kemampuan mental dan fisik
sampai mencapai potensi mereka yang optimal;
b. pengembangan penghormatan atas hak asasi
manusia dan kebebasan asasi;
c. pengembangan rasa hormat terhadap orang tua,
identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya
sendiri,nilai-nilai nasional di mana anak bertempat
tinggal, dari mana anak berasal, dan
peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari
peradaban sendiri;
d. persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung
jawab; dan
e. pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap
lingkungan hidup.
Pasal 51
Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental
diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas
untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan
luar biasa.
Pasal 52
Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan
dan aksesibilitas untuk memperoleh
pendidikan khusus.
Pasal 53
(1) Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan
biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma
atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang
mampu, anak terlantar, dan anak yang
bertempat tinggal di daerah terpencil.
(2) Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong
masyarakat untuk berperan aktif.
190
Pasal 54
Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib
dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di
dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga
pendidikan lainnya.
Pasal 56
(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan
dan perawatan wajib mengupayakan dan
membantu anak, agar anak dapat :
a. berpartisipasi;
b. bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai
dengan hati nurani dan agamanya;
c. bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai
dengan tahapan usia dan perkembangan
anak;
d. bebas berserikat dan berkumpul;
e. bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi,
dan berkarya seni budaya; dan
f. memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat
kesehatan dan keselamatan.
(2) Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat
kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak
menghambat dan mengganggu perkembangan
anak.
Pasal 65
(1) Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 dilakukan melalui penyediaan
prasarana dan sarana untuk dapat menikmati
budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan
ajaran agamanya sendiri, dan menggunakan
bahasanya sendiri.
(2) Setiap orang dilarang menghalang-halangi anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk menikmati
budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran
agamanya, dan menggunakan bahasanya sendiri tanpa
mengabaikan akses pembangunan masyarakat dan
budaya.
191
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pasal 1 (16)
Pendidikan berbasis masyarakat adalah
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan
agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat
sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk
masyarakat
Pasal 4
Ayat 3 Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlangsung sepanjang hayat.
Pasal 37
Ayat 1 Kurikulum pendidikan dasar dan menengah
wajib memuat:
(g). seni dan budaya;
Pasal 55
Ayat 1 Masyarakat berhak menyelenggarakan
pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan
formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama,
lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan
masyarakat.
192
17. HAK ANAK ATAS KESEHATAN
UU No 39 Tahun 1999 Pasal 62
Tentang HAM Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan
dan jaminan social secara layak, sesuai dengan
kebutuhan fisik dan mentak spiritualnya.
Pasal 64
Setiap anak berhak untukmemperoleh perlindungan
dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan
yang membehayakan dirinya, sehingga dapat
mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral,
kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.
UU No 23 Tahun 2002 Pasal 8
Tentang Perlindungan Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan
Anak dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan
fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Pasal 44
(1) Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan
menyeleng-garakan upaya kesehatan yang
komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh
derajat kesehatan yang optimal sejak dalam
kandungan.
(2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya
kesehatan secara komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh peran serta
masyarakat.
(3) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk
pelayanan kesehatan dasar
maupun rujukan.
(4) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan secara cuma-cuma bagi keluarga yang
tidak mampu.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 45
(1) Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga
kesehatan anak dan merawat anak sejak
dalam kandungan.
(2) Dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak
mampu melaksanakan tanggung jawab
193
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka
pemerintah wajib memenuhinya.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
pelaksanaannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 46
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari
penyakit yang mengancam kelangsungan hidup
dan/atau menimbulkan kecacatan.
Pasal 47
(1) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
melindungi anak dari upaya transplantasi organ
tubuhnya untuk pihak lain.
(2) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
melindungi anak dari perbuatan :
a. pengambilan organ tubuh anak dan/atau jaringan
tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan
anak;
b. jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak; dan
c. penelitian kesehatan yang menggunakan anak
sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua
dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik
bagi anak.
UU No 36 Tahun 2009 Pasal 128
Tentang Kesehatan (1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu
eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan,
kecuali atas indikasi medis.
(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga,
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan
penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat
sarana umum.
Pasal 129
(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan
kebijakan
dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan
air susu ibu secara eksklusif.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
194
Pasal 130
Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap
kepadasetiap bayi dan anak.
Pasal 131
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus
ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan
datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk
menurunkan angka kematian bayi dan anak.
(2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan
sejakanak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah
dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas)
tahun.
(3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan
anaksebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2)menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama
bagi
orang tua, keluarga, masyarakat, dan Pemerintah, dan
pemerintah daerah.
Pasal 132
(1) Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh
secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan
anaktumbuh dan berkembang secara sehat dan
optimal.
(2) Ketentuan mengenai anak yang dilahirkan
sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai denganperaturan perundang-undangan.
(3) Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar
sesuaidengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah
terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui
imunisasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis
imunisasidasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkandengan Peraturan Menteri.
Pasal 133
(1) Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan
terhindardari segala bentuk diskriminasi dan tindak
kekerasanyang dapat mengganggu kesehatannya.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya
perlindungan bayi dan anak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan menyediakan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan.
195
Pasal 134
(1) Pemerintah berkewajiban menetapkan standar
dan/ataukriteria terhadap kesehatan bayi dan anak
sertamenjamin pelaksanaannya dan memudahkan
setiappenyelenggaraan terhadap standar dan kriteria
tersebut.
(2) Standar dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud
padaayat (1) harus diselenggarakan sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai agama, dan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 135
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
wajibmenyediakan tempat dan sarana lain yang
diperlukanuntuk bermain anak yang memungkinkan
anak tumbuhdan berkembang secara optimal serta
mampubersosialisasi secara sehat.
(2) Tempat bermain dan sarana lain yang diperlukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi
sarana perlindungan terhadap risiko kesehatan agar
tidak membahayakan kesehatan anak.
Pasal 138
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia
harusditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat
danproduktif secara sosial maupun ekonomis sesuai
denganmartabat kemanusiaan.
(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok
lanjutusia untuk dapat tetap hidup mandiri dan
produktifsecara sosial dan ekonomis.
Pasal 139
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan penyandang cacat
harusditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat
danproduktif secara sosial, ekonomis, dan bermartabat.
(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang
cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif
secara sosial dan ekonomis.
Pasal 140
Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia dan
penyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 138
dan Pasl 139 dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
196
daerah,
dan/atau masyarakat.
Pasal 142
(1) Upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus
kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan
lanjut
usia dengan prioritas kepada kelompok rawan:
a. bayi dan balita;
b. remaja perempuan; dan
c. ibu hamil dan menyusui.
(2) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan
standarangka kecukupan gizi, standar pelayanan gizi,
danstandar tenaga gizi pada berbagai tingkat
pelayanan.
(3) Pemerintah bertanggung jawab atas pemenuhan
kecukupan gizi pada keluarga miskin dan dalam situasi
darurat.
(4) Pemerintah bertanggung jawab terhadap
pendidikan daninformasi yang benar tentang gizi
kepada masyarakat.
(5) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
melakukan upaya untuk mencapai status gizi yang baik.
Pasal 22
(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadah menurut agamnya dan
kepercayaanya itu.
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang
memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
197
Pasal 55
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut
agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan
tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan
orang tua dan atau wali.
Pasal 19
Setiap anak berkewajiban untuk :
a. menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan
menyayangi teman;
c. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran
agamanya; dan
e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Pasal 31
(1) Salah satu orang tua, saudara kandung, atau
keluarga sampai derajat ketiga, dapat mengajukan
permohonan ke pengadilan untuk mendapatkan
penetapan pengadilan tentang pencabutan kuasa
asuh orang tua atau melakukan tindakan
pengawasan apabila terdapat alasan yang kuat untuk
itu.
(2) Apabila salah satu orang tua, saudara kandung,
atau keluarga sampai dengan derajat ketiga, tidak
dapat melaksanakan fungsinya, maka pencabutan
kuasa asuh orang tua sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat juga diajukan oleh pejabat yang
berwenang atau lembaga lain yang mempunyai
198
kewenangan untuk itu.
(3) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat menunjuk orang perseorangan
atau lembaga pemerintah/masyarakat untuk menjadi
wali bagi yang bersangkutan.
(4) Perseorangan yang melaksanakan pengasuhan anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus seagama
dengan agama yang dianut anak yang akan diasuhnya.
Pasal 33
(1) Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan
perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat
tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau
badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat
ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan.
(2) Untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan
pengadilan.
(3) Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) agamanya harus sama dengan agama yang
dianut anak.
(4) Untuk kepentingan anak, wali sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) wajib mengelola harta milik
anak yang bersangkutan.
(5) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
penunjukan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
(1) Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang
orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
kembang anaknya secara wajar, baik fisik, mental,
spiritual, maupun sosial.
(2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh lembaga yang mempunyai
kewenangan untuk itu.
(3) Dalam hal lembaga sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) berlandaskan agama, anak yang diasuh harus
yang seagama dengan agama yang menjadi landasan
lembaga yang bersangkutan.
(4) Dalam hal pengasuhan anak dilakukan oleh
199
lembaga yang tidak berlandaskan agama, maka
pelaksanaan pengasuhan anak harus memperhatikan
agama yang dianut anak yang bersangkutan.
(5) Pengasuhan anak oleh lembaga dapat dilakukan di
dalam atau di luar Panti Sosial.
Pasal 39
(1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan
berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara
anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
(3) Calon orang tua angkat harus seagama dengan
agama yang dianut oleh calon anak angkat.
(4) Pengangkatan anak oleh warga negara asing
hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
(5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka
agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas
penduduk setempat.
Pasal 42
(1) Setiap anak mendapat perlindungan untuk
beribadah menurut agamanya.
(2) Sebelum anak dapat menentukan pilihannya,
agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang
tuanya.
Pasal 43
(1) Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang
tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan
anak dalam memeluk agamanya.
(2) Perlindungan anak dalam memeluk agamanya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran
agama bagi anak.
Pasal 56
(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan
pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan
200
dan membantu anak, agar anak dapat :
a. berpartisipasi;
b. bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai
dengan hati nurani dan agamanya;
c. bebas menerima informasi lisan atau tertulis
sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan
anak;
d. bebas berserikat dan berkumpul;
e. bebas beristirahat, bermain, berekreasi,
berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan
f. memperoleh sarana bermain yang memenuhi
syarat kesehatan dan keselamatan.
(2) Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat
kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak
menghambat dan mengganggu perkembangan anak.
Pasal 65
(1) Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 dilakukan melalui penyediaan prasarana dan
sarana untuk dapat menikmati budayanya sendiri,
mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri,
dan menggunakan bahasanya sendiri.
(2) Setiap orang dilarang menghalang-halangi anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk menikmati
budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran
agamanya, dan menggunakan bahasanya sendiri tanpa
mengabaikan akses pembangunan masyarakat dan
budaya.
UU No 4 Tahun 1979 Pasal 8
Tentang Kesejahteraan Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan
Anak kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa
membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian
politik, dan kedudukan sosial.
201
PENGASUHAN BERKELANJUTAN
202
PENGASUHAN BERKELANJUTAN
(CONTINUUM OF CARE FOR CHILDREN)
MODUL 3 203
KERANGKA MODUL 3: PENGASUHAN BERKELANJUTAN(CONTINUUM OF CARE)
204
antara mendisiplinkan anak dengan kekerasan terhadap anak.
205
waktu khusus untuk anak dalam proses mengasuh anak
206
20 menit Ringkasan dan Rangkuman fasilitator untuk
kelompok 2
b. Diskusi Kelompok 4
Durasi waktu Diskusi Kelompok 4 dan Role Playing, sama yaitu 220
menit. Jika kelompok 4 bisa menyelesaikan tugas-tugas kelompok
dalam jangka waktu kurang dari 220 menit, maka kelompok 4
diperbolehkan menyaksikan dan memberikan komentar dalam
Kegiatan Role Playing yang sedang berjalan.
207
of care for children berjalan dengan baik dan tidak berdampak
negatif pada anak
4. Eksploitasi anak akan mengganggu continuum of care for children atau
mengganggu pengembangan anak semaksimum mungkin serta
mengganggu pencapaian pribadi yang mandiri dan bermartabat.
5. Monitoring terhadap anak yang berada dalam pengasuhan alternatif
Langkah
BAGIAN A BAGIAN B BAGIAN C
Kegiatan (135‘) (190’) (90’)
BAGIAN D
(220’)
208
Fasilitator meminta tiga relawan tersebut untuk membaca
skenario role playing
Fasilitator mempersilahkan relawan untuk melakukan role
playing
Fasilitator meminta pandangan / pendapat peserta tentang role
playing tersebut
Fasilitator mengajak peserta untuk membuat kesimpulan /
ringkasan role playing 3.2.1
209
4. Diskusi kelompok tentang : Komunikasi orangtua dengan anak,
Penyebab konflik, Kekerasan dan dampaknya serta Tanggungjawab
orangtua yang telah berpisah atau bercerai.
a. Fasilitator menjelaskan tentang tujuan dan materi diskusi kelompok;
b. Fasilitator menyediakan gambar empat jenis binatang (ayam,
kucing, kambing dan sapi) sesuai dengan jumlah peserta;
c. Fasilitator membagi kelompok dengan cara :
o Setiap peserta mengambil undian berupa gambar binatang yang
telah tersedia
o Kemudian Peserta menirukan suara binatang sesuai dengan
gambar yang didapatkannya
o Peserta berkumpul dengan peserta lain yang menirukan suara
binatang sejenis, dalam satu kelompok
a. Kelompok 1 suara ayam pelung
b. Kelompok 2 suara kucing
c. Kelompok 3 suara kambing
d. Kelompok 4 suara sapi
d. Fasilitator mempersilahkan tiap kelompok yang telah terbentuk
untuk melakukan diskusi :
Kelompok 1 (suara ayam pelung) membahas LK 3.2.4 tentang
Komunikasi
Kelompok 2 (suara kucing) membahas LK 3.2.5 tentang
Penyebab konflik
Kelompok 3 (suara kambing) membahas LK 3.2.6 tentang
Kekerasan dan Dampaknya
Kelompok 4 (suara sapi) membahas LK 3.2.7 tentang Tanggung
jawab orangtua bercerai
e. Fasilitator mempersilahkan tiap kelompok untuk presentasi hasil
diskusi kelompok (pleno).
210
Kelompok 2 (suara kucing) membahas LK 3.2.9 tentang
eksploitasi seksual
Kelompok 3 (suara kambing) membahas LK 3.2.10 tentang
eksploitasi terhadap anak jalanan
Kelompok 4 (suara sapi) membahas LK 3.2.11 tentang
pencegahan dan penanganan yang harus dilakukan oleh
Negara.
c. Fasilitator mempersilahkan tiap kelompok untuk presentasi hasil
diskusi kelompok (pleno).
d. Ringkasan dan rangkuman
211
h. Ringkasan dan rangkuman
Lebih lanjut, anak memiliki hak lainnya yaitu hak untuk diasuh oleh
orang tuanya; pencegahan keterpisahan anak dari keluarganya,
kecuali demi kepentingan terbaik bagi anak, anak harus dipisahkan
dari orangtua dalam hal anak mendapatkan kekerasan dari
orangtua;hak untuk mengetahui asal-usul keluarga;kesamaan
agama dengan anak; memperhatikan kepercayaan dan budaya
anak; danperlindungan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi,
dan penelantaran.
212
childrenperlu dipahami oleh setiap orangtua, pengasuh atau orang
yang bertangungjawab atas pengasuhan anak.
213
LK Modul 3.2.1
Skenario Role Playing 1 : tentang orangtua yang bersikap dan berprilaku bersifat
mendidik dalam mengasuh anak
Ketika anaknya terlambat pulang sekolah atau ketika anaknya lupa membersihkan kamar
atau ketika anaknya tidak langsung mengganti pakaian seragamnya sepulang sekolah atau
berpenampilan tidak rapi atau makan sambil berbicara yaitu ketika di dalam mulut sedang
ada makanan yang dikunyah (bedakan dengan makan sambil bicara tetapi ketika mulutnya
sedang tidak ada makanan) atau tidak menyiram / membanjur toilet yang telah dipakai atau
bermain terlalu lama sehingga waktunya habis dan tidak ada sisa waktu untuk belajar maka
kedua orangtua selalu menyadari bahwa proses mendisiplinkan anak memerlukan
kesabaran yang luar biasa dan memerlukan waktu yang sangat panjang / bertahun-tahun.
Kedua orang tersebut dalam mendidik anak dan mengasuh anak tetap bersikap dan
berprilaku baik. kedua orangtua anak tersebut selalu bertanya dan mendengarkan
pandangan anak mengapa prilaku anak seperti itu. Kedua orangtua tersebut selalu berbicara
lemah lembut kepada anak, dan selalu memilih kata yang bersifat mendidik di dalam
melakukan dialog dengan anaknya atau kedua orang tersebut selalu khawatir jika
menggunakan kata-kata yang tidak tepat.
______________________________
Catatan: peserta diberi kesempatan untuk melakukan improvisasi dan mengembangkan
proses dialog dari skenario tersebut di atas.
214
LK Modul 3.2.2
Skenario Role Playing 2 : tentang orangtua yang cenderung tidak sabar, selalu berteriak,
cenderung melakukan langkah-langkah kasar dalam mengasuh anak
Suatu hari Andi yang masih duduk di Kelas 2 Sekolah Dasar, terlambat pulang dari sekolah
dan orangtua bertanya dengan suara keras dan bersikap tidak ramah. Andi terdiam atas
prilaku orangtua tersebut. Pada sore hari, Andi bermain dengan teman-temannya hingga
menjelang maghrib, dan orangtua memarahi Andi yang terlambat mandi sore sambil
menggusur Andi ke kamar mandi dengan menjambak rambutnya. Orangtua Andi membuka
paksa pakaiannya serta mengguyur Andi sambil membentak-bentak dan sesekali gayung
yang digunakan dipukulkan ke kepala dan tubuh Andi. Andi menangis keras sambil terus
diguyur oleh orangtuanya. Sesaat setelah mandi, Andi ketakutan sambil berjongkok di sudut
tembuk kamarnya. Pada jam 19.00 malam, Andi mengambil buku pelajaran sesuai dengan
jadwal pada esok harinya tetapi Andi sulit berkonsentrasi untuk belajar karena teringat
bentakan dan perlakuan kasar orangtuanya.
Suatu hari, Andi terlambat bangun tidur dan teralambat berangkat ke sekolah. Seperti
biasanya, Andi selalu di beri uang 1000 rupiah oleh ibunya atau bapaknya dan tidak diijinkan
sarapan. Karena kesalahan Andi di pagi hari maka orangtuanya membentak-bentak Andi
sambil menyatakan : “BERANGKAT KAMU!!!, KAMU TERLAMBAT !!!” Andi kemudian
berangkat ke sekolah dengan perasaan sedih. Di bangku kelas, Andi teringat perlakuan
kedua orangtuanya kepada dirinya di pagi hari tersebut, hal itu membuat Andi tidak mampu
konsentrasi belajar ketika gurunya sedang mengajar.
Pada hari lain, Andi pulang sekolah tepat waktu dan setelah itu bermain bersama teman-
temannya serta pulang pada saat ashar. Kemudian Andi bergegas ke kamar mandi untuk
membersihkan diri. Namun, orangtua Andi tidak memberikan penghargaan atas perubahan
prilaku Andi tersebut.
_____________________________
Catatan: peserta diberi kesempatan untuk melakukan improvisasi dan mengembangkan
proses dialog dari skenario tersebut di atas.
215
LK MODUL 3.2.3
Skenario Role Playing 3 : tentang orangtua yang cendrung acuh tak acuh / mengabaikan
atau menterlantarkan / cenderung tidak memberi waktu khusus untuk anak dalam proses
mengasuh anak
Dihadapan orangtuanya: Ucok membuang sampah tidak pada tempatnya; Suatu saat Ucok
buang air kecil (BAK) dan tidak menyiram toilet, setelah itu orangtuanya menggunakan toilet
yang sama dirumah tersebut dan tidak memberi komentar apapun; Ucok tidak pernah
membersihkan kamarnya dan tidak pernah ikut andil dalam membersihkan rumah.
Suatu saat Ucok meminta bantuan ayahnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah (tugas
sekolah), namun ayah Ucok tidak menanggapi dengan baik. Orangtua Ucok mendapatkan
undangan rapat orangtua dari sekolah tetapi tidak ditanggapi dengan baik dan tidak hadir
dalam pertemuan orangtua tersebut, dengan alasan sibuk. Karena kesibukan orangtuanya,
Ucok tidak pernah bercengkrama dan atau bercanda dengan orangtuanya di rumah.
Keseharian Ucok di rumah jarang berkomunikasi dengan orangtua walaupun orangtua
sedang ada di rumah. Orangtua Ucok tidak pernah menegur atau menasihati ketika Ucok
terlambat bangun tidur pagi hari, seragam sekolahnya kotor, Ucok selalu bermain game dan
nonton TV tanpa memperhatikan waktu belajar.
Suatu hari, Ucok sakit namun orangtuanya tidak segera membawanya ke dokter atau
PUSKESMAS dan sakitnya Ucik semakin parah namun orangtuanya hanya memberi nasehat
agar membeli obat di warung.
Orangtua Ucok tidak pernah memperhatikan teman bermain Ucok dan tidak mempedulikan
prilaku teman-teman Ucok. Ucok sering berbicara kasar tetapi orangtuanya selalu
membiarkan ucapan tersebut. Ucok juga sering bermain dengan orang yang jauh lebih
dewasa yang sudah menjadi peminum, penjudi pelaku kekerasan, tetapi orangtua Ucok
tidak mempedulikannya.
Sebenarnya Ucok sering meminta perhatian dari orangtuanya dengan segala cara, misalnya
ketika Ucok menerima raport dan memperlihatkannya kepada orangtuanya, namun
orangtua Ucok tidak menanggapinya secara layak, sambil membaca koran.
______________________________
Catatan: peserta diberi kesempatan untuk melakukan improvisasi dan mengembangkan
proses dialog dari skenario tersebut di atas.
216
LK MODUL 3.2.4
Mendengarkan, memperhatikan dan mempertimbangakan pandangan anak (komunikasi) sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak dan
kemampuan interaksi sosial anak.
Bagaimana Cara berkomuniksi (dialog) yang bisa Perkirakan dampak (bagi anak dan orangtua) dari cara
Tahap-tahap
dikembangkan oleh orangtua berkomunikasi yang dikembangkan oleh orangtua
Masa
Pertumbuhan
(dari lahir – 18
bulan)
Pra Sekolah /
PAUD / TK (3 - 5
tahun)
Masa Sekolah
(6 - 11 tahun)
Masa Remaja
(12 - 18 tahun)
Catatan: baca dan simak bahan bacaan inti Modul 3.1 dan peserta diharapkan mengembangkan jawaban berdasarkan hasil kelompok
217
LK Modul 3.2.5
Beberapa hal penyebab konflik dan Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk penyelesaian masalah
Langkah-langkah untuk mengatasi kesenjangan yang dilakukan oleh orangtua
Penyebab Konflik
(kembangkan)
218
LK Modul 3.2.5
219
LK Modul 3.2.5
l. Perubahan situasi
m. Perubahan budaya
Catatan : baca dan simak bahan bacaan inti Modul 3.1 dan peserta diharapkan mengembangkan jawaban berdasarkan hasil kelompok
220
LK Modul 3.2.6
Bentuk-bentuk kekerasan dan eksploitasi terhadap anak, dampak buruknya dan hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasinya.
Bentuk-bentuk
Apa yang bisa anda lakukan untuk mengatasi hal
kekerasan Dampak buruk terhadap anak
tersebut?
terhadap anak
Fisik :
1.
2.
3.
4. Dst...
Psikis
1.
2.
3.
4. Dst...
Penelantaran
1.
2.
3.
4. Dst...
221
LK Modul 3.2.6
Seksual
1.
2.
3.
4. Dst...
Eksploitasi
terhadap anak
(ekonomi)
Eksploitasi
terhadap anak
(seksual)
Catatan : baca dan simak bahan bacaan inti Modul 3.1 dan peserta diharapkan mengembangkan jawaban berdasarkan hasil kelompok
222
LK Modul 3.2.7
Tanggungjawab bersama yang harus dijalankan oleh kedua orangtua walaupun keduanya telah berpisah atau bercerai : agar continuum of care
for children berjalan dengan baik dan tidak berdampak negatif pada anak
Isu yang selalu muncul Yang harus dilakukan oleh ayah dan ibu walaupun salah satu dari
Isu penting kedua orangtua tersebut berbeda rumah.
223
LK Modul 3.2.7
Catatan : baca dan simak bahan bacaan inti Modul 3.1 dan Bahan Bacaan Inti Modul 2 II.A.5.B Tentang Konvensi Hak-hak Anak, Klaster V:
Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif (Family environment andalternative care) (arts. 5, 9-11, 18, paras. 1 and 2; 19-21, 25, 27,
para. 4 and 39), Halaman 113
Dan
II.B.2 Tentang TANGGUNG JAWAB DAN TUGAS ORANG TUA/KELUARGA / KUASA ASUH ORANG TUA / PENCABUTAN KUASA ASUH ORANG TUA
DAN PEMISAHAN ANAK DARI ORANG TUA / HAK ANAK MENGETAHUI DAN DIASUH OLEH ORANG TUA, Halaman 149
Serta peserta diharapkan mengembangkan jawaban berdasarkan hasil diskusi kelompok
224
LK 3.2.8
Catatan : kaitkan dengan Modul 2 Tentang Kerangka Hukum Hak Anak dan Perlindungan Anak – Bahan Bacaan Inti – II, A, 2 Tentang Kovenan
EKOSOB Pasal 10 (c); 5 – B KHA Pasal 19, Pasal 21 (d), Pasal 39; E KHA Pasal 32 – 36; II. 6. OP to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in
Persons, Especially Women and Children,supplementing the united nations convention against transnational organized crime,2000, Pasal 3 (a,
b, c dan d); II. B. 5 Tentang Perlindungan Anak – UU PTPPO Pasal 6.
225
LK 3. 2.9
Catatan : kaitkan dengan Modul 2 Tentang Kerangka Hukum Hak Anak dan Perlindungan Anak – Bahan Bacaan Inti : KHA Pasal 19, Pasal 39;
Pasal 34 – 35; UU PTPPO Pasal 6; UU Pornografi Pasal 4 ayat (1 dan 2).
226
LK 3. 2.10
Catatan : kaitkan dengan Modul 2 Tentang Kerangka Hukum Hak Anak dan Perlindungan Anak – Bahan Bacaan Inti : KHA Pasal 19, Pasal 5,
Pasal 18, Pasal 39; Pasal 32 – 35; UU PTPPO Pasal 6; UU Pornografi Pasal 4 ayat (1 dan 2).
227
LK 3.2.11
TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN BPTA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH NEGARA
228
LK Modul 3.2.12
Role Playing kelompok 1 tentang monitoring anak di keluarga asuh / keluarga angkat
229
LK Modul 3.2.13
230
LK Modul 3.2.14
231
LK Modul 3.2.15
232
BAHAN BACAAN INTI MODUL 3.3
CONTINUUM OF CARE FOR CHILDREN
I. PENDAHULUAN
A. Beberapa definisi continuum of care
1. A link between two things, or a continuous series of things, that blend into each
other so gradually and seamlessly that it is impossible to say where one becomes
the next, (English Dictionary).
2. Pengertian konsep Kontinuum menurut Jean LeadloffinuumofCare
“konsep kontinuum adalah gagasan yang bertujuan untuk mencapai
perkembangan secara optimal baik pisik, mental dan emosi dan kesejahteraan,
khususnya bagi bayi”. (1998, http://www.continuumconcept.org/cc_defined.html)
3. Pengasuhan kontinuum menurut tujuannya:
Menjamin perkembangan dan mengantarkan layanan secara layak bagi anak yang
mengalami penderitaan gangguan emosi (Parent Handbook, South Carolina
Departmentof Social Services, 2013).
Pengasuhan mencakup setiap aktivitas yang dilakukan oleh orang tua maupun
pihak lain yang bertanggung jawab terhadap anak atas tumbuh kembang anak baik
scara fisik, mental maupun sosial. Semua aktivitas yang dilakukan tersebut untuk
mendukung kemampuan anak yang selalu berkembang (evolving capacities) dengan
mengerahkan sumber-sumber semaksimum mungkin (to the maximum extent of
their available resources). Hal itu untuk menjamin anak untuk dapat tumbuh
kembang secara maksimum dengan berbagai kemudahan mengakses semua sistem
layanan guna memenuhi hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak mendapatkan
akta kelahiran, hak mendapatkan perlindungan hukum.
Dalam hubungan ini pengasuhan berkelanjutan untuk anak (continuum of care for
children), memuat pengertian, memastikan bahwa semua aktivitas dan langkah
pengasuhan yang dilakukan tersebut tepat dan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak baik berdasarkan pemenuhan hak-hak anak maupun
perlindungan anak. Semua aktivitas maupun langkah-langkah pengasuhan tersebut
baik yang dilakukan oleh orangtua atau oleh / melalui pengasuhan alternatif seperti :
wali, orangtua asuh, orangtua angkat atau panti sebagai alternatif terakhir.
233
Menurut UU Perkawinan dan UU Kesejahteraan Anak (lihat Bacaan Inti Modul 2.
Dalam UU Perkawinan dinyatakan: jika orangtua : (a). Ia sangat melalaikan
kewajibannya
terhadap
anaknya; (b). Ia SISTEM PENGASUHAN ANAK
berkelakuan
buruk sekali,
PENGASUHAN
maka salah satu DALAM RUMAH
PENGASUHAN DI LUAR RUMAH
atau kedua
orangtua dapat
dicabut
kekuasaannya, Dukungan Family
Pengasuhan
Keluarga
Pengasuhan
Kerabat Perwalian Adopsi Oleh
dengan Keluarga Preservation Asuh
Lembaga
demikian anak
masuk dalam
lingkaran
pengasuhan
alternatif.
Dalam UU
kesejahteraan
Anak dinyatakan : (1) Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh
asuhan oleh Negara atau orang atau badan, serta (1) Orang tua yang terbukti
melalaikan tanggungjawabnya sebagaimana termaksud dalam Pasal 9, sehingga
mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak,
dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu
ditunjuk orang atau badan sebagai wali. Namun pencabutan kuasa asuh anak dari
orangtua tersebut tidak menghapuskan kewajiban orangtua bersangkutan untuk
membiayai, sesuai dengan kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan
pendidikan anaknya, serta pencabutan dan pengembalian kuasa asuh sorang tua
ditetapkan dengan keputusan hakim.
Pemisahan anak dari keluarga merupakan pengalaman buruk bagi anak-anak dan
dapat memiliki konsekwensi jangka panjang yang serius bagi kesejahteraannya,
walaupun sebagian anak yang terpisah dari orangtua / keluarga dapat segera
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Pemisahan anak dari keluarga
mengakibatkan adanya perubahan lingkungan dan adanya intervensi pihak lain.
Dalam hubungannya dengan prinsip continuum of care for children yang harus
dicermati dalam pemisahan anak dari orang tua/keluarga kedalam proses
pengasuhan alternatif adalah adanya kepastian bahwa langkah-langkah yang
dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pengasuhan alternatif
234
sesuai dengan perkembangan psikososial anak, memenuhi hak-hak anak, tidak
memutuskan hubungan darah dengan keluarga asal / asli, serta adanya jaminan
bahwa anak mendapat perlindungan dari KEPP.
Terdapat sekurangnya tiga hal mendasar terkait dengan prinsip continuum of care
dalam langkah-langkah pengasuhan alternatif.
Alasan-alasan hukum yang membolehkan anak terpisah dari keluarga dan harus
mendapatkan pengasuhan alternative. Diantara alasan hukum yang
membolehkan anak terpisah dari orangtua adalah adanya tindakan kekerasan,
baik secara fisik maupun psikis, dan atau tindakan eksploitasi, yang
mengakibatkan dampak buruk pada anak serta menjadi hambatan terhadap
perkembangan kemampuan anak yang maksimum.
C. Prinsip-prinsip Pengasuhan
Mengacu kepada Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) semua aktivitas dan langkah-
langkah pengasuhan baik dalam keluarga maupun pengasuhan alternatif harus
didasarkan kepada prinsip-prinsip berikut:
a. Non diskriminasi;
b. Kepentingan terbaik bagi anak;
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;
d. Penghargaan terhadap pandangan anak;
e. Serta memperhatikan hak anak :
i. untuk diasuh oleh orang tuanya;
ii. pencegahan keterpisahan anak dari keluarganya, kecuali demi kepentingan
terbaik bagi anak, anak harus dipisahkan dari orangtua dalam hal anak
mendapatkan kekerasan dari orangtua;
iii. hak untuk mengetahui asal-usul keluarga;
iv. kesamaan agama dengan anak, memperhatikan kepercayaan dan budaya
anak; dan
v. perlindungan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran.
235
D. Monitoring
Monitoring terhadap anak yang ditempatkan oleh Negara dalam pengasuhan
alternatif wajib dilakukan oleh aparat Negara (Pekerja Sosial). KHA Pasal 3 ayat 3
mewajibkan Negara untuk melakukan monitoring terhadap lembaga dan staf yang
mengelola lembaga pengasuhan anak, termasuk terhadap orang yang
bertanggungjawab terhadap anak (Foster Families, Adoptive Families, Rumah Anak,
Panti, Imigrasi (tempat penahanan pengungsi) Rumah Sakit dan Unit Kesehatan,
Pusat Terapi tertentu, Asrama Sekolah, Tahanan dan Penjara). Sedangkan KHA Pasal
25 mewajibkan kepada Negara (Pekerja Sosial) untuk melakukan monitoring
terhadap kondisi dan perkembangan anak baik yang menyangkut perkembangan
psikososial anak maupun pendidikan dan kondisi kesehatan anak.
Berikut monitoring terhadap kondisi dan perkembangan anak sesuai
dengan KHA Pasal 25 (tidak termasuk monitoring sesuai amanat KHA
Pasal 3 ayat 3 / tentang Lembaga Pengasuhan dan Perangkatnya dan
tempat pengasuhan alternatif lainnya).
Tidak ada format yang baku untuk monitoring terhadap kondisi dan
perkembangan anak, karena disesuaikan dengan kebutuhan, walaupun
demikian beberapa substansi penting (dapat dikembangkan sesuai
kebutuhan) untuk monitoring terhadap kondisi anak yang ditempatkan di
pengasuhan alternatif (keluarga asuh, keluarga angkat / wali, panti
asuhan), lembaga pendidikan dan masyarakat, meliputi:
- Hubungan anak dengan pengasuh
- Hubungan anak dengan anak
- Aktivitas anak yang menyangkut olahraga, seni budaya, pemanfaatan
waktu luang, bermain
- Apakah anak merasa nyaman dan merasa dilindungi dari kekerasan,
eksploitasi, pengabaian / penelantaran
- Apakah anak merasa tidak didiskriminasi oleh lingkungan pegasuhan
alternatif tersebut
- Apakah anak merasa bahwa pemenuhan hak kesehatan didapatkan
dengan baik
- Apakah anak merasa dapat mengekspresikan dirinya, tanpa
hambatan
Pendidikan meliputi:
- Perkembangan anak di sekolah
- Kemampuan anak menyerap pelajaran
- Hubungan anak dengan siswa lainnya
- Hubungan anak dengan guru dan tenaga kependidikan lainnya
- Aktivitas anak di sekolah yang menyangkut olahraga, seni budaya,
pemanfaatan waktu luang, bermain
- Perkembangan prestasi belajar anak
- Apakah anak merasa nyaman dan merasa dilindungi di lembaga
pendidikan dari kekerasan, eksploitasi, pengabaian / penelantaran
236
- Apakah anak merasa tidak didiskriminasi oleh lingkungan pendidikan
tersebut
- Apakah anak merasa dapat mengekspresikan dirinya dan
berorganisasi secara bebas di lingkungan sekolah tanpa hambatan
Kesehatan anak:
- Apakah anak dalam kondisi sehat
- Apakah anak mengidap penyakit tertentu
- Apakah selama dalam pengasuhan, anak sering mengalami sakit
- Apakah anak berani mengeluhkan tentang kondisi kesehatannya
Lingkungan Komunitas :
- Apakah anak merasa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosial tempat anak berada
- Apakah anak merasa bahwa lingkungan sosial tersebut menerima
dirinya sebagaimana adanya
- Apakah anak merasa nyaman dilingkungan sosial tersbut dan
merasa tidak terancam dari lingkungan sosial tersebut
- Apakah anak merasa tidak didiskriminasi oleh lingkungan sosial
tersebut
237
II. BEBERAPA ISU PENTING YANG BERKAITAN DENGAN CONTINUUM OF CARE FOR
CHILDREN, DIANTARANYA:
A. Tahap-tahap perkembangan psikologi anak.
Menurut Erikson tahapan perkembangan anak digambarkan dalam matrik berikut.
(Erikson's Psychosocial Stages Summary Chart - Erikson's Stages of Psychosocial
Development)
Konflik /
Kejadian
Tahap Benturan Hasil
Penting
Mendasar
Masa Percaya vs. tidak Pemberian Anak mengembangkan perasaan
Pertumbuhan percaya Makanan percaya ketika pengasuh dapat
(dari lahir – 18 diandalkan, mampu merawat,
bulan) memberi kasih sayang.
Kurangnya pengasuh
memberikan hal-hal tersebut
akan megakibatkan ketidak
percayaan anak.
Anak Usia Dini Mandiri Latihan Anak-anak perlu
(2 - 3 tahun) Kebersihan mengembangkan kemampuan
vs. Rasa malu
Diri mengontrol diri terhadap
dan Keraguan
keterampilan fisik dan perasaan
kemandirian. Kesuksesan
mengembangkan kemampuan
tersebut menghasilkan
kemandirian, sebaliknya
kegagalan akan menimbulkan
rasa malu dan keraguan.
Pra Sekolah / Inisiatif vs. Explorasi Anak-anak perlu mulai
PAUD / TK (3 - Perasaan menegaskan kendali dan
5 tahun) Bersalah kekuasaan atas lingkungan.
Keberhasilan dalam tahap ini
mengarahkan kepada sebuah
tujuan. Anak-anak yang terlalu
banyak mencoba mengerahkan
daya upaya dan mengalami
kegagalan , akan mengakibatkan
perasaan bersalah.
Masa Sekolah Karya vs. Sekolah Anak perlu mengatasi kebutuhan
(6 - 11 tahun) Rendah diri sosial dan pengetahuan baru
(akademis). Kesuksesan dalam
mencapai hal tersebut, maka
anak merasa memiliki
kompetensi. Sebaliknya jika
gagal maka anak akan merasa
rendah diri.
Masa Remaja Identitas Pribadi Hubungan Remaja perlu mengembangkan
(12 - 18 tahun) / Jati Diri vs. Sosial kesadaran diridan identitas
Peran yang pribadi / jati diri Kesuksesan
238
Membingungkan mencapai hal tersebut akan
menumbuhkan kemampuan
untuk jujur pada diri sendiri,
sedangkan jika gagal
mengakibatkan kebingungan
atas perannya dan merasa
dirinya lemah
1. KEPERCAYAAN VS.KETIDAKPERCAYAAN
Tahap Satu Perkembangan Psikososial (Stage One of Psychosocial Development)
Konflik Psikososial (Psychosocial Conflict): Trust vs Mistrust
Pertanyaan Utama (Major Question): "Bisakah aku mempercayai orang-orang di
sekitarku?” (“Can I trust the people around me?")
Teladan Dasar: Harapan (Basic Virtue: Hope)
Peristiwa Penting: Memberi makan. (Important Event(s): Feeding).
Tahap Keperecayaan versus Ketidak percayaan adalah tahap pertama dari teori Erik
Erikson tentang perkembangan psikososial.Tahap ini berlangsung antara kelahiran
dan kurang lebih usia 18 bulan. Menurut Erikson, tahap kepercayaan versus
ketidakpercayaan merupakan periode yang paling penting dalam kehidupan
seseorang.
Karena anak usia dini sepenuhnya bergantung pada para pengasuhnya, maka
kualitas perawatan yang diterima anak memainkan peran yang penting dalam
membentuk kepribadian anak. Selama tahap ini, anak-anak belajar apakah mereka
bisa mempercayai orang-orang di sekitar mereka atau tidak.Ketika seorang bayi
menangis, apakah pengasuhnya memenuhi kebutuhannya? Ketika ia merasa
ketakutan, apakah ada orang yang menghiburnya?
Otonomi versus rasa malu dan keraguan adalah tahap kedua dari tahap
perkembangan psikososial Erik Erikson.Tahap ini berlangsung antara umur 18 bulan
sampai kurang lebih dua sampai tiga tahun. Menurut Erikson, anak pada tahap ini
terfokus pada perkembangan pengendalian diri.
Perolehan rasa kendali diri atas dunia ini penting pada tahap perkembangan ini.
Pelatihan toilet memainkan peran besar; belajar mengendalikan fungsi tubuh
seseorang akan menghasilkan perasaan kendali dan rasa mandiri. Peristiwa penting
lainnya termasuk mengendalikan pilihan makanan, mainan, dan pakaian mereka.
Anak-anak yang berhasil menyelesaikan tahap ini merasa nyaman dan percaya diri,
sementara mereka yang gagal merasa kurang mampu dan ragu terhadap dirinya
Inisiatif versus Rasa Salah adalah tahap ketiga dari teori Erikson tentang
Perkembagan Psikososial. Tahap ini berlangsung selama bertahun-tahun
prasekolah, antara usia tiga dan lima tahun. Selama tahap inisiatif versus rasa
bersalah, anak-anak mulai menunjukkan kekuasaan dan kendali atas dunia ini lewat
mengarahkan permainan dan interaksi social lainnya.
Anak-anak perlu mulai menegaskan kendali dan kekuasaan atas lingkungan dengan
mengambil inisiatif lewat perencanaan kegiatan, penyelesaian tugas dan mengatasi
tantangan. Selama tahap ini, penting bagi para pengasuh anak untuk mendorong
eksplorasi dan membantu anak membuat pilihan-pilihan yang sesuai. Para
pengasuh yang bersikap melarang atau menolak bisa menyebabkan anak merasa
malu akan dirinya dan menjadi terlalu bergantung pada bantuan orang lain.
Permainan dan imajinasi memainkan peran penting dalam tahap ini. Anak-anak
memiliki inisiatif yang dikuatkan dengan diberi kebebasan dan dorongan untuk
bermain. Ketika usaha untuk melibatkan permainan fisik dan imajinatif dihambat
oleh pengasuh, anak-anak mulai merasa bahwa usaha yang didasarkan atas inisiatif
diri mereka adalah sumber rasa malu. Keberhasilan dalam tahap ini menghasilkan
pemahaman akan tujuan, sementara kegagalan menghasilkan rasa bersalah.
Kerja Keras versus Rasa Rendah Diri adalah tahap ke-4 dari teori perkembangan
psikososial dari Erik Erikson. Tahap ini berlangsung selama masa anak-anak antara
usia enam dan sebelas tahun. Sekolah dan interaksi social memainkan peran
penting dalam kehidupan anak pada masa ini. Lewat interaksi social, anak mulai
mengembangkan rasa bangga dalam keberhasilan dan kemampuan mereka.
Selama tahap kerja keras versus rasa rendah diri, anak-anak menjadi mampu
melakukan tugas-tugas yang semakin kompleks. Akibatnya, mereka berusaha
menguasai ketrampilan-ketrampilan baru. Anak-anak yang didorong dan dipuji
orang tua dan guru mengembangkan rasa kompetensi dan keyakinan akan
keterampilan mereka. Mereka yang menerima dorongan yang sedikit atau tidak
menerima sama sekali dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan meragukan
kemampuan mereka untuk berhasil.
Menurut Erikson, tahap ini sangat penting dalam pengembangan rasa percaya diri.
Selama sekolah dan kegiatan social lainnya, anak-anak menerima pujian dan
perhatian atas hasil mereka menyelesaikan berbagai tugas seperti membaca,
menulis, menggambar dan memecahkan masalah. Anak-anak perlu mengatasi
tuntutan akademik maupun social yang baru. Keberhasilan menghasilkan rasa
kompetensi (kemampuan), sementara kegagalan menghasilkan rasa rendah diri.
241
Mereka yang menerima dorongan dan pujian lewat eksplorasi pribadi akan keluar
dari tahap ini dengan pemahaman yang kuat akan diridan rasa kemandirian serta
kendali. Mereka yang tetap ragu akan keyakinannya serta keinginannya akan
merasa tidak aman dan bingung tentang diri mereka sendiri dan masa depan
mereka.
242
mengungkapkan kata-kata seperti “oh gitu ya” atau “mmmh” atau “oh ya benar
bapak / ibu paham” dan lain sebagainya.
C. Orangtua harus mengembangkan interaksi sosial / relasi yang baik dalam keluarga
Beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam menciptakan hubungan interaksi positif
dengan anak, diantaranya:
a. Saling menghargai pandangan yang berbeda ketika melakukan komunikasi atau
berdiskusi dengan anak maupun antara anggota keluarga lainnya.
b. Bersedialah untuk mendengarkan pandangan anak.
c. Bersikaplah sopan dan lemah lembut
d. Jangan menyalahkan dan jangan menuduh
e. Tetaplah pada isu atau persoalan yang sedang dibahas dan jangan membahasa
persoalan lain sebelum jelas masalah yang dibicarakan
f. Bekerjasamalah untuk menyelesaikan masalah. Ungkapkan tentang apa yang
orangtua dan anak inginkan dan bekerjasamalah untuk mencapai tujuan yang
sesuai dengan kesepakatan.
Kesepakatan antara anak dan orangtua atau dengan anggota keluarga lain
bukanlah kesepakatan baku. Jika kesepakatan tersebut tidak di jalankan
oleh anakmaka perlu dilakukan diskusi kembali dan membuat kesepakatan
baru atau memeperkuat kesepakatan lama. Kesepakatan pada dasarnya
merupakan alat bagi anak untuk belajar memahami sesuatu. Sikap
orangtua yang tidak cenderung menyalahkan anak ketika anak tidak
mentati kesepakatan, disertai dengan langkah orangtua mengajak anak
mendiskusikan perkembangan terbaru tersebut, dapat berdampak positif
pada pembentukan sikap, perilaku dan keperibadian anak, anak akan
cenderung belajar,lalu belajar lagi, kemudian belajar menegakkan disiplin
pada dirinya tanpa keterpaksaan. Anak belajar memahami sesuatu dengan
kebahagiaan dan menimmbulkan dampak positif lainnya misalnya berupa
kesadaran untuk melakukan sesuatu yang bersifat positif yang
ditanamkan di dalam dirinya oleh dirinya sendiri.
Konflik anak dengan Orangtua sering terjadi seiring dengan perkembangan anak dari
hari ke hari hingga ketika anak beranjak remaja. Orangtua sering mangalami
kesulitan mengatasi fase pertumbuhan anak tersebut dan orangtua sering
mengalami kebingungan tentang bagaimana cara menghadapinya.
243
1. Perubahan cara berfikir anak yang seharusnya dipahami oleh orangtua
Ketika anak beranjak remaja akan mengalami perubahan dan perkembangan
dalam banyak hal. Pada Fase ini seringkali muncul pertanyaan anak kepada
orangtua dengan pertanyaan yang lebih mendalam atau lebih luas dibandingkan
ketika mereka masih kecil. Dalam fase ini orangtua seharusnya dapat
memahami perkembangan pemikiran anak, karena pada dasarnya setiap orang
mengalami fase ini.
Pada fase pertumbuhan ini, anak akan mulai berfikir tentang dunianya, termasuk
tentang nilai dan keyakinan terhadap sesuatu. Seringkali cara berfikir anak
tersebut nampak bertentangan dengan apa yang difikirkan oleh orangtua. Jika
orangtua tidak mampu membangun relasi dan hubungan komunikasi yang baik
dengan anak, situasi ini sering menjadi penyebab konflik antara anak dengan
orangtua.
Pada fase orangtua yang mengalami apa yang disebut dengan “krisis paruh
baya”, pada saat yang bersamaan anak sedang mengalami “krisis identitas”
(pencarian jatidiri), jika tidak terbangun pola komunikasi yang baik dalam proses
pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua kepada anak, maka kedua situasi
tersebut akan menimbulkan banyak konflik. Hal tersebut pada dasarnya akan
lebih mudah diatasi jika kebiasaaan dalam proses pengasuhan yang dilakukan
oleh orangtua tidak disertai unsur KEPP, karena pola pengasuhan tanpa KEPP
akan mendorong orangtua lebih bijaksana sekaligus mendorong anak belajar
dewasa.
9. Perubahansituasi
Jika ada perubahanbesar yang terjadi dalam kehidupan, hal itu dapat
menciptakan terjadinya stresdan konflik. Beberapa contohperubahan besar
diantaranya: pindah rumah, pindah sekolah, perceraian / perpecahan keluarga,
maka kemungkinan timbulnya stress dan konflik akan mudah terjadi. Yang perlu
dilakukan adalah berbicara terbuka dengan segenap anggota keluarga termasuk
anak-anak agar dapat mencegah terjadinya stress dan konflik. Setiap anggota
keluarga perlu berbicara pelan, tidak tergesa-gesa, berusaha memahami suasana
psikologis pihak lain dan penuh toleransi, agar suasana kekeluargaan dan
kebahagiaan dapat diciptakan walaupun dalam situasi sulit.
247
Langkah partisipatif ini diperlukan agar terbangun kesadaran pada diri anak tentang
pentingnya kebersihan dan kesehatan. Sehingga ketika anak membersihkan dan
merapihkan kamar lebih didasari oleh kesadaran akan pentingnya kebersihan dan
kesehatan, dan bukan karena rasa takut di marahi oleh orangtuanya. Kesadaran akan
terbentuk pada diri anak, jika proses yang dilakukan dengan penuh perhatian, kasih
sayang dan dilakukan berulang-ulang dengan penuh kesabaran. Karena kesadaran
anak atas sesuatu yang berhubungan dengan pendisiplinan tidak terjadi / terbentuk
dalam waktu yang singkat.
1. Kekerasan fisik
Menyangkut pukulan (membanting, menampar, membenturkan kepala
anak), menggigit, menggoncang-goncangkan tubuh anak. kekerasan
tersebut kadang-kadang menggunakan tangan, atau dengan sebuah alat :
cambuk, tongkat, ikat pinggang, sepatu, sendok kayu, tongkat rotan dan
dengan menggunakan benda lainnya. Tapi bisa juga disertai menendang,
melemparkan anak, mencakar, mencubit, membakar, menyiram dengan air
mendidih / panas atau dipaksa menelan (misalnya, mencuci mulut anak
dengan sabun atau memaksa mereka untuk makan cabai) serta bentuk-
bentuk perlakuan kekerasan lainnya
248
tua memandang tindakan kekerasan terhadap anak demi pendidikan dan
bertujuan untuk mendisiplinkan anak. Cara pandang seperti ini merupakan
ketidakadilan. Seharusnya segala bentuk tindakan kekerasan yang
dilakukan kepada siapapun terlebih kepada anak sekalipun atas nama
pendisiplinan, merupakan pelangaran hukum.
2. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis lebih banyak dilakukan dan berulang-ulang dan tanpa
disadari oleh orangtua karena dampaknya tidak terlihat secara langsung
sebagaimana kekersan fisik. Dampak Kekerasan psikis diantaranya:
Anak merasa takut,
Malu,
Marah,
Sendirian / sering mengucilkan diri dan
Rendah diri.
Ketika anak mengalami perilaku ini, mereka merasa tidak dicintai, tidak
berharga dan kurang percaya diri. Mereka cenderung memiliki kesulitan
membentuk hubungan positif dengan anak-anak lain atau orang dewasa.
Kekerasan seksual (pelecehan, perkosaan) berdampak lebih buruk terhadap
anak dan perkembangan psikologis anak mengalami hambatan yang sangat
besar.
Bentuk-bentuk tindakan kekerasan psikis :
Sering mengkritik, meremehkan atau merendahkan harga diri anak
Sering membentak anak
Mengabaikan dan menolak ketika anak membutuhkan bantuan
Memanggil anak dengan nama yang merendahkan
Mempermalukan anak di depan orang lain
Mengancam secara fisik
Menghukum anak
Mengabaikan atau menelantarkan atau meninggalkan anak
Menjadikan anak sebagai bulan-bulanan kekerasan dalam rumah
tangga
Mendorong anak untuk terlibat dalam kegiatan kriminal
Terus-menerus mengabaikan anak dan menolak untuk menunjukkan
kasih sayang
Tidak mencintai anak, mengancam dengan kata-kata untuk tidak akan
mencintainya.
3. Penelantaran / pengabaian
Penelantaran ini terjadi ketika orangtua tidak mau atau tidak mampu
memenuhi kebutuhan anak, sehingga perkembangan atau pertumbuhan
anak tidak normal.
249
Terus-menerus mengabaikan kebutuhan anak atau tidak memberikan
perhatian atau tidak meluangkan waktunya untuk mendengarkan dan
bermain dengan anak
Tidak menyekolahkan anak sehingga kehilangan kesempatannya atas
belajar
Meninggalkan anak tanpa menitipkan anak kepada orang dewasa
lainnya sehingga anak dalam kesendirian
Penelantaran lainnya:
Ketika seorang anak tidak memiliki cukup makanan, pakaian, tidak
bersih, tidak memiliki tempat tinggal
Ketika seorang anak tidak diberikan perawatan kesehatan yang
diperlukan seperti medis, kesehatan gigi dan / atau lainnya, termasuk
tidak memberikan obat ketika anak dalam kondisi sakit
Anak merasa tidak ada orang yang akan menolong dan merasa tak berdaya
serta merasa tak ada orang dewasa yang dapat dipercaya
Merasa takut dan merasa tidak memiliki rasa aman
Berdampak pada kestabilan emosi
Jika menyaksikan kekerasan yang dilakukan oleh salah satu orangtua (oleh
ayah terhadap ibu atau sebaliknya) maka anak merasa turut bersalah karena
ia ingin menghentikan kekerasan tersebut tetapi tidak mampu sehingga anak
merasa tak berdaya.
251
Dampak buruk lainnya:
Usia anak contohnya, memukul anak dapat meyebabkan luka fisik dan psikis;
menggoncang-goncang bayi dapat menyebabkan kerusakan otak, patah
tulang bahkan kematian
Durasi kekerasan, semakin awal (usia muda) anak mendapatkan kekerasan
dan semakin lama anak mendapatkan kekerasan akan semakin beresiko
terganggunya perkembangan psikis, fisik, perkembangan kesehatan seksual.
Seringnya mendapatkan kekerasan, anak yang sering mendapatkan kekerasan
akan menumbuhkan pemikiran bahwa kekerasan merupakan hal yang biasa
dan normal. Mereka menjadi pelaku kekerasan di sekolah atau dengan
sesama teman dan menggunakan metode kekerasan didalam mencari teman
/ membentuk geng yang anggotanya sesama anak yang mengalami kekerasan
dari keluarganya
Kepribadian anak, setiap orang berbeda dalam mengatasi kekecewaan dan
rasa sakit, tak terkecuali anak. sebagian anak akan mencoba mengatasi
kekerasan dengan cara merahasiahkan / memendam atau berpura-pura tidak
sakit / tidak tersakiti, sebagian yang lain akan mengatakan dan
mengungkapkannya agar hal tersebut bisa dihentikan. Anak-anak dalam satu
keluarga yang sama –sama mendapatkan kekerasan dari orangtuanya /
pengasuhnya akan berdampak berbeda-beda.
Anak membutuhkan orang dewasa yang peduli untuk menghindari kekerasan
yang terus menerus terjadi dan dampak buruk yang diakibatkannya. Mereka
juga membutuhkan pengertian orang dewasa bahwa kekerasan tersebut
bukan disebabkan oleh kesalahan dirinya. Kehadiran orang dewasa
dibutuhkan anak untuk melawan kerusakan yang diakibatkan oleh tindakan
kekerasan terhadap dirinya.
Jangan merasa bangga atau malu untuk melindungi anak. tidak ada istilah
terlambat untuk memberikan pertolongan.
Sebagian orangtua merasa beruntung mempunyai teman atau keluarga yang
dapat memberikan pertolongan atau nasehat - sebagian lainnya tidak.
Sebagian orangtua mungkin tidak ingin berbicara kepada teman-temannya
atau keluarganya.
Langkah yang bisa dilakukan : menghubungi guru, dokter atau tenaga profesi
yang bekerja untuk anak. Hal ini kadang-kadang sangat sulit dan
membutuhkan keberanian / kemauan keras. Pikirkanlah mana yang penting
antara keharusan melindungi anak atau melindungi pelaku.
Carilah ide tentang bagaimana menghadapi prilaku anak dari buku, artikel,
majalah, leaflet, atau informasi lainnya baik cetak maupun elektronik tentang
keterampilan menjadi orangtua.
Perhatikan dan pahamilah prilaku anak sebagaimana anda mendengarkan
pandangan anak. jika anak sedang marah, kecewa, atau menunjukkan tanda-
tanda perubahan perilaku atau terluka - cobalah mencari tahu / menyelidiki
apa yang sesungguhnya terjadi.
252
Jika kadang-kadang anak berkata dan anda percaya bahwa anak telah
mendapatkan perlakuan kekerasan, jangan panik. Berilah semangat tetapi
jangan memaksa anak untuk berbicara tentang hal tersebut. Dengarkan
secara hati-hati dan tunjukkan bahwa anda percaya meskipun anda kaget.
Beritahukan kepada anak bahwa semua persoalan tersebut, bukanlah
kesalahan anak.
Jika anda mengetahui pelaku kekerasan terhadap anak, jangan biarkan anak
keluar atau pergi bersama orang tersebut. Jangan menyerang orang tersebut
tanpa berkonsultasi dengan petugas keamanan atau RT/RW setempat.
Lakukan advokasi kepada Camat, Lurah, Para Kepala Sekolah agar
mengajarkan kepada masyarakat maupun siswa tentang cara-cara
menghadapi kekerasan yang terjadi baik di masyarakat maupun di lembaga
pendidikan
Kiat-kiat penting
Sebagai orangtua perlu memperhatikan kiat-kiat berikut:
Tidak ada kata terlambat untuk merubah perilaku orangtua dalam mendidik,
mengasuh dan melindungi anak
Tidak ada kata terlambat untuk meminta bantuan kepada pihak lain untuk
menigkatkan kualitas pengasuhan anak
Yakinkan kepada anak bahwa sebagai orangtua selalu mendengarkan
pandangan anak
Jangan paksa anak untuk bersama dengan orang lain yang ditakuti oleh anak,
walaupun orang tersebut adalah pamannya sendiri atau anggota keluarga
lainnya
Perlakukan anak sebagai manusia dan akui bahwa anak-anak mempunyai
perasaan dan kebutuhan.
Bila terjadi keterpisahan orangtua (antara ayah dan ibu) maka demi kepentingan
terbaik bagi anak, keduanya harus tetap menjalankan peran sebagai orangtua.
Tanggungjawab bersama yang harus dijalankan oleh kedua orangtua walaupun
keduanya telah berpisah atau bercerai.
Berikut merupakan uraian penting bagi orangtua yang berpisah agar pengasuhan
yang kontinuun tetap dapat dilaksanakan.
• Pertimbangkan prioritas kebutuhan anak-anak, mempersiapkan segala sesuatu
untuk anak-anak sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak.
• Melindungi anak-anak dari bahaya fisik atau psikis atau dampak buruknya.
• Mendorong anak-anak untuk berbicara dan bertemu dengan orang tua lainnya
(ayah atau ibu) secara berkala, kecuali jika hal itu akan membahayakan /
merugikan anak.
• Jangan menyatakan tidak atau menghentikan komunikasi antara anak dengan
salah satu orangtua (ayah atau ibu) karen hal tersebut akan menyebabkan
hubungan yang buruk / merusak hubungan antara anak dengan orangtua (ayah
atau ibu).
• Mendorong dan membantu anak-anak untuk menikmati budaya mereka.
• Menyediakan kebutuhan keuangan untuk anak
253
• Hargai pandangan anak terutama ketika membuat keputusan yang berdampak
pada kehidupan anak.
Berbagai contoh peristiwa rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari yang dapat
digunakan untuk menegakkan disiplin anak tetapi rentan menimbulkan konflik jika
dilakukan dengan tidak bijaksana oleh orangtua / pengasuh, diantaranya:
A. Menegakkan disiplin pada anak:
1. tentang latihan tanggungjawab kebersihan kamar, rumah, halaman, dapur;
2. tidur terlalu malam;
3. nonton TV terus menerus sehingga anak kehilangan jam belajar /nonton
acara TV yang dilarang oleh orangtua;
4. tidak menyiram / membanjur toilet yang telah dipakai;
5. berpenampilan tidak rapi;
6. makan sambil berbicara yaitu ketika di dalam mulut sedang ada makanan
yang dikunyah (bedakan dengan makan sambil bicara tetapi ketika mulutnya
sedang tidak ada makanan);
7. tidak mentaati jam belajar;
8. meletakan gayung tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan kebiasaan
(custom) dalam keluarga tersebut;
9. meludah disembarang tempat;
10. kentut di depan orangtua;
11. bermain terlalu lama sehingga waktunya habis dan tidak ada sisa waktu
untuk belajar;
12. anak melakukan kesalahan berulang-ulang dan orangtua cenderung marah;
13. bermain HP atau game secara berlebihan;
14. menaruh gambar (upload) yang tidak layak dalam akun facebooknya atau
media jejaring sosial lainnya;
15. berbicara terlalu keras kepada temannya.
16. ............................ Apa lagi yang terjadi dalam rumah tangga anda?
Pekerjaan yang dihadapi anak dibawah umur tidak selaras dengan legislasi nasional
dan standar internasional, walaupun telah ada upaya pemerintah tetapi upaya
tersebut tidak memadai dan tidak menjangkau anak-anak yang menjadi korban
eksploitasi ekonomi diseluruh pelosok Indonesia. Hal tersebut berdampak pada
semakin banyaknya anak yang terjebak dalam situasi eksploitasi ekonomi.
Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi
tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan
atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik,
seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau
mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga
atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik
materiil maupun immateriil.
256
Pasal 1 ayat (8):
Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau
organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi
tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.
Pasal 26
Persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan tindak
pidana perdagangan orang.
Pasal 27
Pelaku tindak pidana perdagangan orang kehilangan hak tagihnya atas utang
atau perjanjian lainnya terhadap korban, jika utang atau perjanjian lainnya
tersebut digunakan untuk mengeksploitasi korban.
Fenomena Anak jalanan yang semakin hari semakin banyak jumlahnya dan sebagian
besar dari mereka tidak pernah mendapatkan semua bentuk program jaminan sosial
pemerintah merupakan bentuk eksploitasi ekonomi yang cenderung merugikan anak
itu sendiri dan akan menjadi beban Negara dikemudian hari karena mereka akan
menjadi kelompok unskill worker.
257
Anak jalanan merupakan salah satu korban eksploitasi seperti halnya anak yang
terjebak dalam Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA), yang mana
merupakan dampak dari kegagalan keluarga dalam mengasuh dan melindungi
anak serta kegagalan Negara dalam membantu keluarga yang tidak mampu
menjalankan tanggungjawab mengasuh dan melindungi anak. Kegagalan kedua
belah pihak tersebut berdampak pada terganggunya continuum of care for
children.
Anak jalanan mengahadapi berbagai risiko seperti: rentan kekerasan fisik, psikis
dan seksual; korban trafiking; eksploitasi (dieksploitasi sebagai pengguna dan
pengedar narkoba, eksploitasi seksual); risiko kesehatan; risiko kecelakaan; risiko
terhadap hilangnya hak pendidikan; kesehatan dan perlindungan; kekerasan antar
kelompok; kekerasan oleh orang dewasa bahkan kekerasan oleh aparat
pemerintah seperti Satpol PP. Sebagian anak jalanan berasal dari kelompok anak
disabilitas yang tak berdaya menghadapi kehidupan karena tidak memiliki sumber
ekonomi yang tetap serta tidak mendapat kesempatan untuk meningkatkan
kemampuan sebagai manusia disabilitas yang bermartabat.
258
b. Pencegahan anak terlibat dalam BPTA atau mencabut anak dari BPTA,
melindungi anak – anak dan keluarga dari pembalasan pelaku eksploitasi
serta mengambil lengkah-langkah rehabilitasi (pendidikan, fisik dan
psikologis) dan reintegrasi sosial.
c. Memberikan perhatian khusus yang berkenaan dengan :
i. Remaja anak;
ii. Anak perempuan;
iii. Anak yang bekerja di tempat tertutup / tersembunyi, terutama anak-
anak perempuan yang rentan mengalami risiko terjadinya kekerasan;
iv. Kelompok-kelompok anak lainnya yang retan
3. Pelaksanaan
1. Informasi lengkap dan data statistik mengenai pekerja anak harus terkumpul
dan di perbaharui sesuai dengan perkembangan untuk dijadikan landasan
259
membuat program nasional penghapusan pekerja anak, khususnya larangan
dan penghapusan BPTA.
2. Informasi lengkap dan data statistik harus dipisahkan antara jenis kelamin,
kelompok umur, jenis pekerjaan, status kepegawaian, kehadiran di sekolah dan
lokasi kerja.
Anak juga harus dibantu untuk memiliki akta kelahiran.
3. Data relevan mengenai pelanggaran yang terjadi terhadap peraturan nasional
tentang pelarangan dan penghapusan BPTA, harus selalu diperbaharui
4. Kumpulan semua data dan informasi harus dijaga kerahasiannya untuk
menjamin hak privasi anak.
5. Semua Informasi tentang pekerja anak harus dilaporkan kepada ILO secara
berkala.
6. Tiap Negara harus membuat mekanisme nasional untuk memonitor
implementasi semua peraturan nasional yang berkaitan dengan pelarangan
dan peghapusan BPTA, dan menguatkan konsultasi dengan Serikat Pekerja atau
LSM peduli buruh anak.
7. Tiap Negara harus menjamin bahwa lembaga Negara yang bertanggungjawab
melaksanakan peraturan nasional (KEMENAKER, DISNAKER) secara berkala
melakukan koordinasi.
8. Perundang-undangan nasional atau KEMENAKER, DISNAKER harus menunjuk
orang-orang yang bertanggung jawab melaksanakan monitoring terhadap
perusahaan yang tidak mematuhi peraturan nasional dalam melaksanakan
program penghapusan dan pelarangan BPTA
9. Semua Negara, sesuai dengan perundang-undangan nasional mengupayakan
kerjasama internasional dalam melaksanakan pelarangan dan penghapusan
BPTA, melalui upaya sebagai berikut:
a. Mengumpulkan dan tukar informasi mengenai kejahatan terhadap anak
(khusus BPTA) termasuk yang melibatkan jaringan internasional
b. Mendeteksi dan menuntut orang-orang yang terlibat dalam penjualan dan
trafiking anak atau menyediakan anak-anak untuk kegiatan atau pekerjan
yang ilegal / dilarang / ilegal, untuk prostitusi, produksi pornografi atau
pertunjukan pornografi.
c. Mendata para pelaku pelanggaran
10. Semua Negara harus menyatakan bahwa BPTA merupakan bentuk pelanggaran
pidana meliputi:
a. Semua bentuk perbudakan atau mirip perbudakan (contohnya PRTA),
penjualan dan trafiking anak, jeratan hutang (kerja ijon), kerja paksa,
termasuk rekruitmen untuk dilibatkan dalam konflik bersenjata;
b. Penyediaan atau penawaran anak untuk prostitusi, untuk produksi
pornografi atau pertunjukan pornografi;
c. Penggunaan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan ilegal untuk
produksi dan trafiking narkoba yang didefinisikan sesuai denga n hukum
internasional yang relevan , atau aktivitas yang melibatkan pelanggaran
hukum atau untuk penjualan senjata
260
11. Semua Negara harus memastikan bahwa semua tindakan hukum yang
dikenakan kepada setiap pelanggar ketentuan nasional tentang BPTA harus
sesuai dengan Pasal 3 (d) Konvensi ILO 182;
261
Sumber Referensi:
262
3. Undang-undangNo 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat
4. Undang-undang No 39 Tahun 1999 Tentang HAM
5. Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
6. Undang-undangNo 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
7. Undang-undangNo 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
8. Undang-undang No 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT
9. Undang-undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
10. Undang-undangNo 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
(ADMINDUK)
11. Undang-undang No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang (PTPPO)
12. Undang-undang No 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
13. Undang-undang No 35 Tahun 2009Tentang Narkotika
14. Undang-undangNo 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
15. Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
(SPPA), untuk menggantikan Undang-undang No 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak
263
Erikson's Psychosocial Stages Summary Chart, Erikson's Stages of Psychosocial Development.
http://psychology.about.com/library/bl_psychosocial_summary.htm
Rencana pengasuhan anak Informasi untuk dipertimbangkan orang tua kalau membuat
rencana pengasuhan anak- Australian Government. www.familyrelationships.gov.au
Youth in Transition ResourceManual, Family Advisory - South Carolina April 24, 2013
Jean Liedloff, Understanding The Continuum Concept The Continuum Concept, Revised
edition ©1977, 1985.
Managing Conflict,
http://www.familyrelationships.gov.au/BrochuresandPublications/Pages/ManagingConflict.aspx
Relationships with parents - working it out
http://www.cyh.com/healthtopics/healthtopicdetails.aspx?p=243&np=291&id=2230
264
Alamat e-mail Konsultan / Penulis
Konsultan / Penulis:
Hadi Utomo : hadiutomo234@yahoo.com
email kantor : ybahtera@yahoo.co.id
Yayasan Bahtera (Bina Sejahtera Indonesia)
Handphone : 0813 603 584 65
265
266