Kaidah fiqh adalah salah satu disiplin ilmu yang berkaitan erat dengan fiqh.
Kaidah fiqh secara terus-menerus dikaji secara konsisten dan sungguh-
sungguh oleh para ahli fiqh. Hal inilah yang menyebabkan ilmu kaidah
fiqh tetap eksis kedudukannya setelah melalui fase pengkodifikasian dan
penyempurnaan. Mereka menganggap bahwa ilmu kaidah fiqh sangat besar
perannya dalam membuka cakrawala dan melatih malakah (daya rasa) fiqh.
Demikian yang diisyaratkan oleh Quthbuddin al- Sunbathi (w.722 H) dalam
pernyataannya bahwa ‘sesungguhnya fiqh itu adalah mengetahui al-nadhāir
(masalah-masalah yang serupa)’. Mengetahui masalah-masalah yang serupa
inilah yang dimaksud dengan kaidah fiqh. Hal ini sebagaimana fungsi dari
kaidah fiqh yang di antaranya adalah untuk mempermudah dalam
mengidentifikasi permasalahan-permasalahan fiqh yang jumlahnya tak
terhingga.
02 Ruang Lingkup
Ruang lingkup al-qawa’id al-ushuliyyah terbatas pada ranah sumber
hukum dan hukum, sedangkan ranah realitas tidak tercakup kecuali
hanya disinggung saja. Jadi ada dua persoalan yang perlu
diperhatikan, yaitu persoalan menggali hukum (istinbath al-ahkam)
dan persoalan penerapan hukum (tathbiq al-ahkam). Al- Qawa’id al-
ushuliyyah berhubungan dengan istinbath al-ahkam, sedangkan tathbiq
al- ahkam berhubungan dengan term al-qawa’id al-fiqhiyyah (the
maxims of Islamic law). Al- Qawa’id al-ushuliyyah adalah kaidah-
kaidah penggalian hukum (ijtihad istinbathi), sedangkan al-qawa’id
al-fiqhiyyah adalah kaidah-kaidah penerapan hukum
(ijtihadtathbiqi).
Kedua model ijtihad ini sama-sama penting, karena saling
berhubungan. Artinya sebuah hukum perlu proses penggalian dalam
mendapatkannya, sedangkan hukum yang sudah digali ini juga perlu
aturan main dalam menerapkannya agar betul-betul dirasakan keadilan
dan kebijaksanaannya.
Hukum Islam yang sudah digali, ‘di antaranya’ oleh al-qawa’id al-
ushuliyyah adalah sangat luas dan banyak sekali materinya, yang
tersebar ke dalam ribuan kitab fiqh. Oleh karena itu, para ahli fiqh
(fuqaha) memandang perlu adanya kristalisasi fiqh. Kristalisasi fiqh
inilah yang disebut al-qawa’id al-fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqh). Kaidah-
kaidah fiqh ini (the maxims of Islamic law) bersifat umum sebagai hasil
dari cara berpikir induktif-tematik setelah meneliti materi-materi fiqh.
Kaidah-kaidah fiqh ini berfungsi sebagai klasifikasi dan generalisasi
hukum-hukum cabang (al-fiqh) menjadi beberapa kelompok, yang mana
03 Sejarah
A. PERKEMBANGAN DAN PENGKODIFIKASIAN QAWAID FIQHIYYAH
Diantara ulama yang menulis kitab qawa’id pada abad ini adalah al-‘Allamah
Muhammad bin Ibrahin al-Jurjani al Sahlaki (w.613 H) ia menulis kitab
dengan judul “al-Qawa’id fi Furu’i al- Syafi’iyah” , kemudian al-Imam
Izzudin Abd al-Salam (w. 660 H) menulis kitab “Qawa’id al-Ahkam fi
Mashalih al-Anam” yang sempat menjadi kitab terkenal.
Karya-karya besar yang mengkaji qawa’id fiqhiyyah yang disusun pada abad IX H banyak
mengikuti metode karya-karya abad sebelumnya.
waaid al-Ahkaam fi Masaalih al-‘Anaam oleh Izzuddin Abdul Aziz ibn Abdus Salam ( 577 - 660 H);
ab Al-Asybaah wan-Nazhaa’ir karya Sadraddin Abi Abdullah ibn Murahhil, Ibn Wakil al-Syafi ci (716 H
muu al-Mudzhab fil-Qawaacid al-Madzhab oleh Salahuddin Abi Sa id al-Ala’i as-Syafi i (761 H);
Asybaah wa al-Nazhaa’ir oleh Abdul-Wahhab ibn Ali Tajuddin as-Subki (771 H);
-Manthuur fi Tartiib al-Qawaaid al-Fiqhiyyah aw al-Qawaaid fi al-Furuu oleh Muhammad ibn Bahadur
druddin az-Zarkashi (794 H);
-Ashbaah wa al-Nazhaa’ir karya Sirajudddin Umar ibn Ali al-Ansari, yang lebih terkenal dengan
ngggilan Ibnul-Mulaqqin (804 H);
Qawaaid oleh Taqiyyuddin Abu Bakr ibn Muhammad ibn Abdul-Mu’min, al-Hisni (829 H);
-Ashbaah wa al-Nazhaa’ir oleh Jalaluddin Abdur Rahman ibn Abi Bakr ibn Muhammad as-Suyuthi (al
yuthi) (804 H); dan
stighnaa’ fi al-Furuuq wa al-Istithnaa’ karya Badruddin Muhammad ibn Abi Bakr ibn Sulaiman al-Bakr
4. Dari kalangan Mazhab Hambali