Penerbit
UNICEF dan Kementerian Sosial RI
Fotografi
Burhan Yogaswara / Yogastografi
Kartunis
Muhammad Mukhlis.
i
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah dengan izin Allah S.W.T Buku Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Program Keluarga
Harapan (PKH) berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak (KHA) dapat diselesaikan berkat kerjasama
dengan semua pihak. Modul ini merupakan bagian integral dari Family Development Session (FDS)
Kesejahteraan Keluarga.
Modul ini, dirancang dengan menggunakan pendekatan berbasis hak-hak anak (Child Rights-Based
Approach). Oleh karena itu, Modul ini memuat materi tentang hak dan perlindungan anak,
kerangka hukum perlindungan anak serta pengasuhan berkelanjutan bagi anak. Modul ini
dilengkapi dengan Buku Pegangan Perlindungan Anak Bagi Fasilitator PKH, yang dibuat secara
terpisah.
Pertama-tama, kami berterima kasih kepada Anna Winoto, Astrid Dionisio dan Regi Wirawan, serta
staff pendukung di UNICEF yang telah memberikan dukungan dan arahan baik dalam perancangan
konsep awal hingga pengembangan materi selanjutnya.
Terima kasih kami sampaikan kepada BAPPENAS, Kementerian Sosial, BAPPEDA dan DINSOS Brebes,
BAPPEDA dan DINSOS Sikka, UNICEF Regional Jawa Tengah dan Jawa Timur, UNICEF NTT yang telah
mendukung pelaksanaan uji coba sehingga buku ini dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih kepada Mohammad Farid dari Yayasan SAMIN Yogyakarta yang telah membantu
memberikan masukan berharga bagi pengayaan dan penyempurnaan Modul Pelatihan KHA
Sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak melalui Keputusan Presiden No 36 Tahun 1990,
implementasi KHA telah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh tetapi masih menghadapi berbagai
kendala dan tantangan yang memerlukan perhatian dan kerja keras dari pemerintah dan
membutuhkan partisipasi masyarakat.
Dengan dibuatnya Modul ini, merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan
perhatian, pengetahuan dan pemahaman bagi para pendamping PKH mengenai Perlindungan Anak
baik ditingkat Pusat maupun Daerah, agar mampu memberikan pemahaman tentang hak dan
perlindungan anak, kerangka hukum internasional dan hukum nasional maupun Pengasuhan
Berkelanjutan bagi anak.
Dengan demikian, pendamping PKH memiliki pemahaman dan landasan serta arah yang jelas dalam
melakukan proses pendampingan di masyarakat, dapat berdiskusi dimanapun dan kapanpun
tentang permasalahan perlindungan anak bersama anak dan keluarga di wilayah dampingannya
secara luwes, termasuk dalam melakukan advokasi maupun pengembangan jejaring kerjasama
dengan pemerintahan daerah dan tokoh masyarakat yang diperlukan, untuk kepentingan
perlindungan anak.
Konsultan / Penulis
Hadi Utomo
ii
Kata Pengantar
Lancet Series on Maternal and Child Under-nutrition pada tahun 2008, melakukan
review terhadap enam program bantuan tunai bersyarat diantara beberapa metode
intervensi lainnya diidentifikasi bahwa Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) merupakan salah
satu intervensi yang penting dan efektif untuk menanggulangi stunting apabila dalam
program tersebut terdapat komponen pendidikan gizi. Di Indonesia bantuan tunai
bersyarat dinamakan Program keluarga harapan/PKH.
Pada tahun 2014 penerima PKH yang telah terdaftar selama 7 tahun diharapkan telah
berdaya secara finansial dan dipandang berhasil dan memenuhi syarat untuk
melanjutkan ke tahap berikutnya. Keberhasilan ini disebut sebagai PKH Transformasi
di mana kelompok masyarakat ini tidak lagi menerima bantuan tetapi pemerintah akan
memfasilitasi keluarga untuk diberdayakan sehingga mampu menciptakan keluarga
yang harmonis, mampu mengasuh dan melindungi anak dengan memperhatikan Hak-
hak anak dan melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan
salah (KEPP) serta merencanakan dan mengelola tujuan keluarga mereka sendiri,
pendapatan dan mata pencaharian.
iii
diperluas dengan isu-isu kunci yang mempengaruhi kehidupan rumah tangga. Namun
demikian, pemahaman materi Modul FDS dapat digunakan oleh fasilitator PKH secara
informal dalam berbagai kesempatan di wilayah dampingannya.
iv
Daftar Isi
Pendahuluan ……………………………………………………………… 1
BAGIAN I ……………………………………………………………… 5
Hak-hak Anak Menurut Konvensi Hak-hak
Anak (KHA)
BAGIAN II ……………………………………………………………… 20
Kerangka Hukum Hak-hak Anak dan
Perlindungan Anak
BAGIAN III ……………………………………………………………… 24
Pengasuhan Berkelanjutan
Sumber Referensi ……………………………………………………………… 47
v
PENDAHULUAN
Dengan tujuan tersebut diharapkan para petugas pendamping PKH memiliki landasan serta
arah yang jelas dalam melakukan proses pendampingan di masyarakat. Disamping itu para
petugas pendamping PKH memiliki panduan normatif khususnya dalam menghadapi
permasalahan anak dan keluarga, melakukan advokasi maupun pengembangan jejaring
kerjasama yang diperlukan.
1
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pelatihan dengan menggunakan Modul di atas
adalah 420 menit x 5 hari.
5. Pokok Bahasan
Pokok bahasan merupakan poin-poin penting yang terkandung dalam materi modul
yang menjadi topik pembahasan utama secara lebih mendalam.
6. Langkah-langkah Kegiatan
Langkah-langkah kegiatan merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan dalam setiap
sesi, yang terdiri dari:
a. Pengantar sesi, yakni penjelasan fasilitator tentang pelaksanaan dan tujuan sesi
b. Penggalian pandangan peserta terkait dengan topik bahasan
c. Presentasi dan tanya jawab oleh fasilitator
d. Diskusi Kelompok yang dibantu dengan lembar kerja untuk memudahkan setiap
peserta dalam melakukan analisa materi, studi kasus dan role playing
2
e. Presentasi kelompok dalam bentuk pleno untuk menjelaskan hasil diskusi
kelompok. Presentasi kelompok juga menjadi alat untuk melihat efektivitas
penggunaan lembar kerja dalam memahami maupun menganalisa materi.
f. Refleksi dan rangkuman, yakni langkah akhir yang dilakukan oleh fasilitator untuk
resume sekaligus menjelaskan poin-poin penting materi termasuk menjelaskan hasil
diskusi kelompok.
3
BAGIANI
Prinsip-prinsip dasar tentang orang tua dan keluarga sebagai akar sosial budaya anak
tersebut diakui dan dilestarikan dalam Deklarasi Hak Anak 1959: “Anak, demi
perkembangan kepribadiannya yang penuh dan selaras, membutuhkan cinta dan
pengertian. Ia harus, jika mungkin, tumbuh dalam perawatan dan dalam tanggung jawab
5
orang tuanya…”(Pasal 6). Selanjutnya Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan politik
memberikan ketentuan: “Keluarga adalah unit kelompok masyarakat yang alamiah dan
fundamental dan berhak atas perlindungan dari masyarakat dan negara”(Pasal 23 (1)).
Semangat yang sama juga termuat dalam aline 5-6 mukadimah Konvensi Hak-hak Anak
(KHA) yang menyebutkan bahwa keluarga sebagai kelompok dasar dari masyarakat dan
lingkungan alam bagi pertumbuhan dan kesejahteraan dari seluruh anggautanya terutama
anak-anak, harus diberi perlindungan dan bantuan yang diperlukan sehingga dapat
sepenuhnya memikul tanggung jawabnya dalam masyarakat. Bahwa anak, demi
pengembangan sepenuhnya dan keharmonisan dari kepribadiannya, harus tumbuh dalam
lingkungan keluarga dalam iklim kebahagiaan, cinta kasih dan pengertian.
Fakta alamiah bahwa orang tua dan keluarga merupakan akar sosial budaya anak serta
peran mendasarnya bagi tumbuhkembang anak, kemudian ditegaskan dalam pasal 9 KHA
yang memuat dua prinsip penting tentang hak anak atas pengasuhan orang tua/keluarga
serta perlindungan negara:
(1) Bahwa anak tidak boleh dipisahkan dari orang tua kecuali jika hal itu memang perlu
demi kepentingan terbaik bagi anak, dan:
(2) Bahwa semua aturan untuk memisahkan anak dari orang tua (jika memang perlu) harus
bersifat adil
Keterpisahan anak dari orang tua atau keluarga hanya dimungkinkan dengan persyaratan
yang sangat ketat, mengacu kepada prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Selain itu harus
6
disertai oleh keputusan sekaligus dalam monitoring lembaga Negarasebagaimana diatur
dalam KHA, Pasal 9 ayat 1 dan 3.
Uraian lebih rinci tentang perlindungan anak dapat dilihat selanjutnya dalam modul 2
7
B. KEWAJIBAN (OBLIGATION)NEGARATERHADAP RAKYAT MENURUT HAM
Kewajiban Negara terhadap rakyat terdiri atas:
1. Menghormati (the obligation to respect)
Contoh tidak menghormati, misalnya membuat kebijakan pendidikan yang hanya
menguntungkan kelompok anak tertentu untuk menikmatinya
2. Melindungi (the obligation to protect), yakni melindungi setiap warga Negara dari
berbagai pihak non-Negara
Contoh melindungi, misalnya membuat undang-undangan atau kebijakan untuk
melindungi hak asasi setiap individu warga Negara
3. Memenuhi (the obligation to fulfill) – yakni Negara harus mengambil tindakan untuk
memenuhi hak-hak warga negara, termasuk hak anak
Contoh misalnya: alokasi anggaran, membangun sekolah, rumah sakit, ataupun
membangun berbagai fasilitas lainnya yang mendukung terhadap perkembangan
tumbuhkembang anak secara optimal.
4. Memajukan (the obligation to promote) – langkah awal dalam mempromosikan
pemenuhan hak-hak anak, contoh misalnya mengembangkan akses informasi
Keempat kewajiban negara tersebut di atas, meliputi juga kewajiban dalam
mengimplementasikan KHA, mengingat KHA merupakan bagian integral dari HAM dan
atau karena negara tersebut telah meratifikasi KHA.
8
Klaster I, II dan III harus
mainstream kedalam
implementasi hak anak yang
termuat dalam klaster IV sampai
VIII. Uraian lebih terinci tentang
klaster KHA dapat dilihat
selanjutnya dalam modul 2.
Prinsip-prinsip hak-hak anak
menurut KHA terdiri dari: non-
diskriminasi; kepentingan terbaik
bagi anak; hak hidup,
kelangsungan hidup
danperkembangan; serta
menghormati pandangan anak.
Anak-anak kebingungan karena orangtua tidak
Prinsip-prinsip hak anak tersebut mau mendengarkan pandangan anak dan
selalu menganggap dirinya benar
harus menjiwai implementasi
KHA pada setiap klaster.
Negara wajib melakukan disseminasi (penyebaran informasi) tentang hak-hak anak
kepada masyarakat, termasuk kepada anak-anak. Negara juga wajib membuat laporan
tentang implementasi KHA kepada Komite Hak-hak Anak PBB. Laporan tersebut terdiri
dari:
Laporan awal (initial report), yaitu laporan yang dilakukan oleh negara 2 (dua) tahun
setelah melakukan ratifikasi
Laporan periodik (periodic report) yang dilakukan negara setiap 5 tahun sekali.
D. PERLINDUNGAN ANAK
Dalam konteks ini pengertian perlindungan anak secara khusus terfokus pada
perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah (KEPP).
Pengertian perlindungan anak tersebut berpijak pada Pasal 19 KHA dan kaitannya dengan
Klaster VIII KHA (Langkah-langkah Perlindungan Khusus). lebih lanjut Pasal 19 KHA
menegaskan:Negara wajib mengambil langkah-langkah Administratif, Legislatif, Sosial, dan
Pendidikan untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan baik fisik, mental,
perlakuan salah, penelantaran / pengabaian, eksploitasi termasuk kekerasan seksual.
Berdasarkan hal tersebut, perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi,
merupakan bagian dari hak-hak anak.
9
Apa yang dimaksud kekerasan terhadap anak?
Kekerasan terhadap anak berkaitan dengan perlakuan yang mengakibatkan dampak buruk
terhadap anak baik secara fisik maupun psikis, membuat anak mengalami penderitaan,
kehilangan harga diri dan atau kehilangan hak-haknya.
Dengan mengacu kepada nilai-nilai hak asasi, semestinya segala bentuk tindakan
kekerasan yang dilakukan kepada siapapun, terlebih kepada anak, sekalipun atas nama
pendisiplinan, merupakan perlakukan buruk dan pelangaran hukum.
10
membentuk hubungan positif dengan orang atau anak-anak sebaya lainnya. Dampak
psikologis yang jauh lebih buruk dan lebih berat lagi terutama yang disebabkan oleh
kekerasan seksual.
11
Apa saja yang termasuk pengabaian?
Ketika orang tua gagal untuk
melindungi anak dari hal-hal yang
membahayakan anak di lingkungan
mereka
Terus-menerus mengabaikan
kebutuhan anak atau tidak
memberikan perhatian atau tidak
meluangkan waktunya untuk
mendengarkan dan bermain
dengan anak
Tidak menyekolahkan anak
sehingga kehilangan kesempatan
atau pendidikannya
Meninggalkan anak tanpa
Hak bermain
menitipkannya kepada orang yang dapat bertanggung
jawab sehingga anak merasa sendiri atau merasa tidak dihargai
Bagaimana terjadinya penelantaran?
Ketika seorang anak tidak memiliki cukup makanan, pakaian, tidak bersih, tidak
memiliki tempat tinggal
Ketika seorang anak tidak diberikan perawatan kesehatan yang diperlukan seperti medis,
kesehatan gigi dan / atau lainnya, termasuk tidak memberikan obat ketika anak dalam
kondisi sakit
Kekerasan seksual terhadap anak (KSA) juga mencakup eksploitasi seksual komersial anak
(ESKA)walaupun secara teori keduanya dapat dibedakan, yang melibatkan dan atau
menarik anak untuk terlibat dalam aktivitas seksual atau pornografi untuk mendapatkan
uang atau hadiah lainnya.
12
Apa yang dimaksud dengan Perlindungan Anak?
Perlindungan anak dalam hal ini menekankan pada aspek langkah-langkah melakukan
pencegahanterjadinya segala bentuk kekerasan dan eksploitasi terhadap anak. Disamping
menjadi kewajiban orang tua, keluarga maupun masyarakat, langkah perlindungan
terutama harus diambil oleh Negara baik secara legtislatif, administratrif, sosial maupun
pendidikan.
Penegasan KHA Pasal 19 mengenai isu perlindungan anak, termasuk kewajiban Negara
untuk melakukan langkah-langkah implementasinya, seperti:
Menciptakan prosedur yang efektif dalam menjalankan program-program sosial guna
memberikan bantuan yang diperlukan bagi anak dan mereka yang mengasuh anak,
termasuk mekanisme rehabilitasi;
Melakukan bentuk-bentuk pencegahan yang lain, seperti:
Melakukan identifikasi, pelaporan, rujukan, investigasi, penyembuhan, dan tindak
lanjut atas kasus-kasus yang ada, serta untuk pelibatan peradilan;
Mengembangkan sistem pelaporan yang wajib dilakukan oleh kelompok profesi
yang bekerja dengan dan untuk anak (misalnya para pekerja sosial, psikolog, guru,
advokat atau dokter);
Menyediakan layanan Hotlines yang bersifat pribadi, nasehat, atau konseling bagi
anak korban kekerasan, perlakuan salah atau penelantaran maupun bentuk-
bentuk lainnya;
Melakukan pelatihan khusus yang ditujukan kepada kelompok profesi yang
terkait.
Melakukan langkah-langkah untuk menjamin pemulihan fisik dan psikis serta
reintegrasi social anak yang menjadi korban berbagai bentuk penelantaraan,
eksploitasi atau perlakuan salah, dalam suatu lingkungan yang mendukung
kesehatan, harga diri dan martabat anak.
13
Kampanye informasi tentang kerugian
bagi anak yang terlibat dalam dunia
kerja dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk turut
bertanggungjawab dalam mencegah
anak dieksploitasi secara ekonomi.
Demikian pula data dan informasi
tentang situasi anak yang dilibatkan
dalam dunia kerja sangat dibutuhkan
oleh masyarakat, lembaga pendidikan
dan Negara.
Eksploitasi ekonomi
Data dan informasi tersebut terutama mengenai situasi pengasuhan anak dalam keluarga
yang bersangkutan, pandangan masyarakat tentang anak yang bekerja, apakah anak
bekerja karena adanya kekerasan dalam keluarga, apakah anak bekerja disebabkan oleh
jeratan hutang orangtua anak, apakah ada ancaman dari pihak perusahaan atau majikan
jika anak keluar dari pekerjaannya, apakah disebabkan oleh kurangnya akses pendidikan
bagi anak, apakah jarak dari rumah anak ke tempat sekolah terlalu jauh atau sulit
dijangkau atau membahayakan anak atau harus melalui sungai yang tidak ada
jembatannya atau harus melalui hutan yang dikuatirkan terdapat binatang yang
membahayakan keselamatan anak seperti: ular, kalajengking dan binatang buas / berbisa
lainnya; kontur tanah yang curam dan berbatu, apakah anak putus sekolah karena anak
merasa takut atas terjadinya kekerasan di sekolah.
Eksploitasi narkoba (Drug abuse) merupakan situasi eksploitasi lainnya. Terkait hal ini KHA
Pasal 33 tentang drug abuse mewajibkan Negara untuk mengambil semua langkah
legislatif, administratif, sosial dan edukatif.
Langkah-langkah penting juga harus dilakukan oleh Negara, yang meliputi:
Melindungi anak dari eksploitasi narkoba (dieksploitasi sebagai pengguna atau
pengedar) atau penggunaan obat-obat narkotika dan psikotropika, seperti yang
ditentukan oleh perjanjian internasional yang relevan;
Mencegah penggunaan anak-anak dalam produksi yang tidak sah dan pengiriman
obat-obatan tersebut;
Berbagai rencana dan struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dan anak-anak, termasuk lewat sistem sekolah dan jika mungkin
dimasukkan dalam kurikulum sekolah;
Membantu anak-anak dankeluarganya, termasuk lewat konseling, nasehat dan
bantuan, jika perlu yang bersifat rahasia, dan kebijakan serta strategi yang dirancang
14
untuk menjamin pemulihan fisik dan psikis serta reintegrasi sosial anak yang
bersangkutan;
Monitoringterhadap anak yang dieksploitasi sebagai pengguna dan pengedar narkoba
serta anak dieksploitasi dalam produksi dan pengiriman narkotik dan psikotropika;
Data dan informasi (kaitkan dengan data dan informasi dalam kotak) yang relevan
yang dikelompokkan, termasuk menurut usia, jenis kelamin, wilayah, daerah
perkotaan/pedesaan, kelompok sosial dan etnis.
Langkah legislatif dan langkah lainnya untuk mencegah penggunaan alkohol,
tembakau, dan obat-obatan lainnya oleh anak-anak yang merugikan kesehatannya.
Situasi eksploitasi lainnya adalah eksploitasi seksual. Dalam kaitan ini KHA Pasal 34 tentang
Eksploitasi seksual dan kekerasan seksual mewajibkan Negara mengambil langkah-langkah
legislatif, administratif, dan edukatif, untuk melindungi anak dari semua bentuk eksploitasi
seksual dan kekerasan seksual. Langkah-langkah nasional, bilateral dan multilateral
dilakukan untuk mencegah terjadinya situasi berikut:
Bujukan atau paksaan terhadap anak untuk terlibat dalam kegiatan seksual yang tidak
sah;
Pemanfaatan eksploitatif anak-anak dalam prostitusi atau praktek-praktek seksual
lainnya yang tidak sah;
Pemanfaatan eksploitatif anak-anak dalam pertunjukan dan materi pornografi.
Memasukkan prinsip ekstrateritorialitas ke dalam UU untuk menghukum pelaku
ekploitasi seksual anak-anak oleh warga negara dan penduduk Negara Peserta ketika
dilakukan di luar negeri;
Membentuk unit khusus / petugas penegak hukum dan petugas humas polisi yang telah
ditunjuk untuk menangani anak-anak yang telah dieksploitasi secara seksual atau
mengalami kekerasan seksual, dan pelatihan khusus bagi mereka;
Perjanjian bilateral, regional dan multilateral untuk meningkatkan pencegahan segala
bentuk kekerasan seksual dan eksploitasi seksual dan untuk menjamin perlindungan
efektif bagi anak yang menjadi korban, termasuk di bidang kerjasama peradilan dan
kerjasama antar petugas penegak hukum;
Program kerjasama teknis dan bantuan internasional relevan yang dikembangkan
bersama badan-badan PBB dan organisasi internasional lainnya, serta dengan badan
yang berwenang lainnya, termasuk INTERPOL, dan LSM.
Negara, orangtua, masyarakat, para pendidik maupun kelompok profesi harus
melakukan langkah-langkah berikut:
melakukan kampanye informasi dan kesadaran, serta pendidikan untuk mencegah
berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap anak, termasuk
kampanye yang dilakukan yang bekerjasama dengan media;
Menjamin perlindungan anak-anak dibawah usia 18 tahun terhadap segala bentuk
15
eksploitasi dan kekerasan seksual, termasuk dalam keluarga;
Menciptakan mekanisme koordinasi dan monitoring;
Menetapkan indikator program dan kerjasama tersebut;
UU yang dikembangkan untuk menjamin perlindungan efektif bagi anak yang menjadi
korban, termasuk lewat akses pada bantuan hukum atau bantuan lain yang sesuai
serta pelayanan bantuian;
Eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap anak, prostitusi anak, dan pornografi anak,
termasuk pemilikan pornografi anak, dan penggunaan anak-anak dalam praktek-
praktek seksual yang tidak sah lainnya harus dianggap sebagai pelanggaran kriminal;
Kegiatan dan program yang relevan yang dikembangkan, termasuk yang bersifat
multidisipliner, untuk menjamin pemulihan dan reintegrasi anak yang menjadi korban
eksploitasi seksual dan kekerasan seksual sesuai dengan pasal 39 KHA;
Langkah-langkah yang diambil harus selaras dengan prinsip-prinsip umum KHA, yakni
non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, penghormatan atas pandangan anak, hak
hidup, dan kelangsungan hidup serta perkembangan sampai semaksimal mungkin;
Data relevan mengenai anak yang terkait dengan pelaksanaan pasal 34, termasuk
yang telah dikelompokkan, antara lain menurut usia, jenis kelamin, wilayah, suku
bangsa, daerah perkotaan/pedesaan, serta suku bangsa, kelompok sosial dan etnis.
Data tersebut harus memasukkan jumlah kasus dimana anak dimanfaatkan dalam
pengiriman obat bius selama masa pelaporan; hukuman minimum sesuai hukum
karena memanfaatkan anak dalam pengiriman obat bius, dan jumlah kasus eksploitasi
seksual komersial, kekerasan seksual, penjualan anak-anak, penculikan anak serta
kekerasan terhadap anak-anak yang dilaporkan selama masa ini;
Kemajuan yang dicapai dalam pelaksanaan pasal 34, kendala yang dihadapi dam
target yang ditentukan.
Terkait dengan penjualan, pengiriman dan penculikan KHA Pasal 35 mewajibkan Negara
mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, anggaran serta langkah lain, di tingkat
nasional, bilateral dan multilateral, untuk mencegah penculikan, penjualan atau
pengiriman anak untuk berbagai tujuan atau bentuk.
Negara seharusnya mengambil langkah-langkah:
Menetapkan UU untuk menjamin perlindungan efektif bagi anak-anak terhadap
penculikan, penjualan dan pengiriman, termasuk lewat pertimbangan terhadap
perbuatan tersebut sebagai pelanggaran kriminal;
Kampanye informasi dan kesadaran untuk mencegah terjadinya perbuatan diatas,
termasuk kampanye yang dilakukan yang bekerjasama dengan media;
Alokasi sumber daya yang sesuai bagi perkembangan dan pelaksanaan kebijakan dan
program yang relevan;
Berbagai strategi nasional yang dibuat untuk mencegah dan menekan tindakan-
tindakan tersebut;
16
Menciptakan mekanisme koordinasi dan monitoring;
Menetapkan indikator yang relevan;
Membentuk unit khusus / petugas penegak hukum dan petugas humas polisi yang
telah ditunjuk untuk menangani anak-anak yang telah mengalami penjualan,
penculikan dan trafiking sertapelatihan khusus bagi mereka;
Struktur dan program yang dikembangkan untuk memberikan pelayanan bantuan bagi
anak yang terkait dan untuk meningkatkan pemulihan fisik dan psikis serta reintegrasi
sosial, sesuai dengan pasal 39;
Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar dalam pelaksanaan pasal 35 perlu
dipertimbangkan ketentuan lain dalam KHA, termasuk dibidang hak-hak sipil,
khususnya berkaitan dengan hak mempertahankan identitas anak, adopsi dan
pencegahan berbagai bentuk eksploitasi anak termasuk buruh anak dan eksploitasi
seksual;
Menjamin terlaksananya prinsip-prinsip umum KHA, yakni non-diskriminasi,
kepentingan terbaik anak, penghormatan atas pandangan anak, hak hidup, dan
kelangsungan hidup serta perkembangan sampai semaksimal mungkin.
Melakukan perjanjian bilateral dan multilateral untuk mencegah penjualan dan
penculikan serta pengiriman anak, termasuk dibidang kerjasama internasional antara
pihak peradilan dan petugas penegak hukum, antara lain tentang sistem pengumpulan
dan pertukaran informasi mengenai pelaku perbuatan tersebut serta tentang anak
yang menjadi korban.
Data dan informasi relevan yang sudah dikelompokkan tentang anak-anak yang terkait
dalam pelaksanaan pasal 35, termasuk pengelompokan lewat jenis kelamin, usia,
wilayah, kelompok etnis dan sosial, serta kemajuan yang dicapai dan kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan pasal ini, serta tentang target yang ditetapkan untuk
masa yang akan datang.
17
Mengembangkan mekanisme untuk memonitor situasi anak, kemajuan yang dicapai
dan kendala yang dihadapi;
Membuat Indikator relevan yang dipakai;
Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin pemulihan fisik dan psikis serta
reintegrasi sosial, bagi anak yang menjadi korban eksploitasi yang merugikan aspek
kesejahteraannya;
Menjamin terlaksananya penghormatan atas prinsip-prinsip KHA, yaitu non-
diskriminasi, kepentingan terbaik anak, penghormatan atas pandangan anak, hak
hidup, dan kelangsungan hidup serta perkembangan sampai semaksimal mungkin
Menghargai pandangan anak juga menjadi salah satu dasar dalam mengkonstruksikan
langkah perlindungan anak, mengingat umumnya kasus kekerasan maupun eksploitasi
anak terjadi karena mengabaikan hak anak tersebut. Dengan demikian menghargai
pandangan anak harus mainstream dalam implementasi perlindungan anak.
Dalam kaitan ini terdapat beberapa pertimbangan berikut:
Ketentuan mengenai hak anakuntuk mengungkapkan pandangannya secara bebas
dalam semua masalah yang mempengaruhinya, dan ketentuan agar pandangan anak
dipertimbangkan telah dimasukkan dalam peraturan, dengan cara yang sesuai
dengan perkembangan kapasitasnya, termasuk dalam: Kehidupan keluarga;
18
Kehidupan sekolah; Pelaksanaan peradilan anak; Penempatan dan kehidupan dalam
bentuk-bentuk pengasuhan kelembagaan dan bentuk-bentuk yang lain dan Prosedur
pencarian suaka.
Ketentuan untuk meningkatkan kesadaran keluarga dan masyarakat secara umum
akan perlunya mendorong anak guna melaksanakan hak-haknya untuk
mengungkapkan pandangannya, dan untuk melatih kelompok profesi yang berkerja
bersama anak untuk mendorong anak melakukan hal tersebut, serta
mempertimbangkan pandangan tersebut.
Ketentuan mengenai kewajiban mengikuti pelatihan tentang hak-hak anak dan
perlindungan anak yang diberikan kepada staf-staf sebagai berikut: Hakim;Petugas
masa percobaan; Petugas polisi; Petugas penjara; Pekerja Sosial; Psikolog; Para guru;
Petugas kesehatan; Kelompok profesi lainnya.
19
BAGIANII
A. HUKUM INTERNASIONAL
Hukum dan Kebijakan merupakan salah satu elemen dalam Sistem Perlindungan Anak yang
memberi kerangka hukum untuk pelaksanaan perlindungan anak. Kerangka hukum ini
membentuk, mengatur, memberikan mandat dan sumber daya untuk pemenuhan hak anak
dan perlindungan anak. Memahami kerangka Hukum dapat dilakukan dengan mempelajari
hukum internasional dan nasional serta berguna untuk advokasi tentang promosi hak anak
dan perlindungan anak.
Kerangka hukum hak-hak anak dan perlindungan anak terdiri dari instrumen / hukum
internasional dan instrumen / hukum nasional.Hukum internasional merupakan standar
HAM dunia, dan tiap negara boleh melakukan ratifikasi menjadi bagian dari kerangka
hukum nasional negara yang bersangkutan serta boleh mengabaikan / tidak meratifikasi.
Konsekuensi bagi Negara yang telah meratifikasi instrumen internasional maka negara
tersebut terikat secara yuridis dan politis.
Kerangka hukum internasional terdiri dari Kovenan, Konvensi dan Protokol termasuk
perjanjian Internasional lainnya yang mengikat negara tetapi tidak mengikat rakyatnya.
Kerangka hukum internasional tersebut baru mengingat rakyat suatu negara bilamana
negara tersebut telah mengimplementasikannya kedalam bentuk undang-undang. Namun
demikian apabila suatu negara yang telah meratifikasi hukum internasional tetapi belum
mengimplementasikannya kedalam bentuk perundangan, negara dan rakyatnya telah
terikat secara moral.
Kerangka hukum internasional dimulai dari Kovenan yang merupakan induk HAM yang
terdiri dari dua Kovenan yaitu:
1. Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya / Kovenan tentang EKOSOB (International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights); dan
2. Kovenan tentang Hak- hak Sipil dan Politik / Kovenan tentang SIPOL (International
Covenant on Civil and Political Rights).
20
Kedua Kovenan tersebut berdasarkan pada pokok-pokok amanat Deklarasi Universal HAM-
PBB / DUHAM (Universal Declaration Of Human Rights). Kedua Kovenan tersebut telah
diratifikasi (disahkan) oleh Indonesia dan menjadi bagian dari sistem hukum di Indonesia.
Kovenan tentang EKOSOB diratifikasi (disahkan) melalui UU No 11 Tahun 2005 dan
Kovenan tentang SIPOL diratifikasi (disahkan) melalui UU No 12 Tahun 2005.
Disamping itu, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi yang berkaitan dengan buruh
anak yaitu :
1. Konvensi ILO Tentang Batasan Usia Minimum Boleh Bekerja (Convention ILO Minimum
Age Convention, 1973 (No.138)) melalui UU No 20 Tahun 1999;
2. Konvensi ILO No 182 Tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak / BPTA (ILO
Worst Forms of Child Labour Convention, 1999 (No.182)) yang telah diratifikasi
(disahkan) Indonesia melalui UU No 1 Tahun 2000.
Catatan penting:
1. Apakah kerangka hukum nasional selaras dan tidak bertentangan dengan hukum
internasional yang telah diratifikasi ? untuk hal itu memerlukan analisa tersendiri.
2. Tidak semua hukum nasional dibuat setelah Indonesia meratifiakasi hukum
internasional, contohnya :
a. UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang didalamnya mengatur Tentang
Pengasuhan Anak
b. UU No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yang didalamnya mengatur
Tentang Pengasuhan Anak?
c. UU No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat
3. Tidak semua UU yang dibuat berdasarkan mandat dari sebuah Instrumen
Internasional, kadang-kadang UU tersebut dibuat berdasarkan pada lebih dari
satu Instrumen Internasional. Contoh: UU No 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan khususnya Paragraf Pekerja anak pada Pasal 68 hingga Pasal 75
21
berdasarkan Mandat Konvensi ILO 138 dan Konvensi ILO 182 serta KHA Klaster VIII
(B) Pasal 32 tentang Ekslpoitasi Ekonomi.
4. Terdapat UU yang dibuat berdasarkan jiwa yang terkandung dalam Instrumen
Internasional walaupun Indonesia pada saat menetapkan UU tersebut belum
meratifikasi Instrumen Internasional terkait. Contohnya : UU No 21 Tahun 2007
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, terkait dengan
minimum dua buah Intrumen Internasional yaitu :
a. Convention Against Transnational Organized Crime atau Konvensi PBB
Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisir, yang diratifikasi
oleh Indonesia melalui UU No 5 Tahun 2009, serta
b. Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially
Women and Children, Supplementing the United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan
Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-anak,
Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Menentang Tindak Pidana
Transnasional yang Terorganisasi), yang diratifikasi o;eh Indonesia melalui UU
No 14 Tahun 2009
22
8. Peran Masyarakat dan Lembaga Non Pemerintah terdapat dalam UU sebagai
berikut: UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
9. Hak Anak Atas Pendidikan, Waktu Luang / Bermain dan Budaya terdapat dalam UU
sebagai berikut : UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM
10. Hak Anak Atas Kesehatan terdapat dalam UU sebagai berikut: UU No 39 Tahun 1999
Tentang HAM
11. Hak Anak Atas Agama terdapat dalam UU sebagai berikut: UU No 39 Tahun 1999
Tentang HAM
Untuk memahami secara lengkap BAGIAN II, lihat Modul 2 tentang Kerangka Hukum
Dan Kebijakan
23
BAGIANIII
PENGASUHAN BERKELANJUTAN
PENDAHULUAN
A. Beberapa Definisi Pengasuhan Berkelanjutan (Continuum Of Care)
1. Hubungan diantara dua hal, atau seri yang berkelanjutan dan selaras, yang menyatu
satu sama lain (English Dictionary).
2. Pengertian konsep Kontinuum menurut Jean Leadloff
“konsep kontinuum adalah gagasan yang bertujuan untuk mencapai perkembangan
secara optimal baik pisik, mental dan emosi dan kesejahteraan, khususnya bagi bayi”.
(1998, http://www.continuumconcept.org/cc_defined.html)
3. Pengasuhan kontinuum menurut tujuannya:
Menjamin perkembangan dan mengantarkan layanan secara layak bagi anak yang
mengalami penderitaan gangguan emosi (Parent Handbook, South Carolina
Departmentof Social Services, 2013).
PENGASUHAN
PENGASUHAN DI LUAR RUMAH
DALAM RUMAH
Pengasuhan Pengasuhan
Dukungan Family Keluarga
Kerabat Perwalian Adopsi Oleh
Keluarga Preservation Asuh
Lembaga
24
Semua aktivitas yang dilakukan dalam sistem pengasuhan anak tersebut bertujuan
mendukung kemampuan anak yang selalu berkembang (evolving capacities) dengan
mengerahkan sumber-sumber semaksimum mungkin (to the maximum extent of their
available resources).
Dalam hubungan ini pengasuhan berkelanjutan untuk anak (continuum of care for
children), memuat pengertian: memastikan bahwa semua aktivitas dan langkah
pengasuhan yang dilakukan tersebut tepat dan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak baik berdasarkan pemenuhan hak-hak anak maupun
perlindungan anak.
C. Prinsip-prinsip Pengasuhan.
Mengacu kepada Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) semua aktivitas dan langkah-langkah
pengasuhan harus didasarkan kepada prinsip-prinsip berikut:
a. Non diskriminasi;
b. Kepentingan terbaik bagi anak;
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;
d. Penghargaan terhadap pandangan anak;
e. Serta memperhatikan hak anak :
untuk diasuh oleh orang tuanya;
pencegahan keterpisahan anak dari keluarganya, kecuali demi kepentingan
terbaik bagi anak, anak harus dipisahkan dari orangtua dalam hal anak
mendapatkan kekerasan dari orangtua;
hak untuk mengetahui asal-usul keluarga;
kesamaan agama dengan anak, memperhatikan kepercayaan dan budaya
anak; dan
perlindungan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran.
25
bulan) Kurangnya pengasuh
memberikan hal-hal tersebut
akan megakibatkan ketidak
percayaan anak.
Anak Usia Dini Mandiri Latihan Anak-anak
(2 - 3 tahun) vs. Rasa malu dan Kebersihan perlumengembangkan
Diri kemampuan mengontrol diri
Keraguan
terhadap keterampilan fisik dan
perasaan kemandirian.
Kesuksesan mengembangkan
kemampuan tersebut
menghasilkan kemandirian,
sebaliknya kegagalan akan
menimbulkan rasa malu dan
keraguan.
Pra Sekolah / Inisiatif vs. Explorasi Anak-anak perlu mulai
PAUD / TK (3 - Perasaan Bersalah menegaskan kendali dan
5 tahun) kekuasaan atas lingkungan.
Keberhasilan dalam tahap ini
mengarahkan kepada sebuah
tujuan. Anak-anak yang terlalu
banyak mencoba mengerahkan
daya upaya dan mengalami
kegagalan ,akan mengakibatkan
perasaan bersalah.
Masa Sekolah Karya vs. Rendah Sekolah Anak perlu mengatasi kebutuhan
(6 - 11 tahun) diri sosial dan pengetahuan baru
(akademis). Kesuksesan dalam
mencapai hal tersebut, maka
anak merasa memiliki
kompetensi. Sebaliknya jika
gagal maka anak akan merasa
rendah diri.
Masa Remaja Identitas Pribadi / Hubungan Remaja perlu mengembangkan
(12 - 18 tahun) Jati Diri vs. Peran Sosial kesadaran diridan identitas
yang pribadi / jati diri Kesuksesan
Membingungkan mencapai hal tersebut akan
menumbuhkan kemampuan
untuk jujur pada diri sendiri,
26
sedangkan jika gagal
mengakibatkan kebingungan
atas perannya dan merasa
dirinya lemah
Bagaimana melakukan
komunikasi yang baik?
Salah satu kegiatan berkomunikasi
adalah “mendengarkan”.
Mendengarkan merupakan bagian dari
keterampilan dalam berkomunikasi
dengan anak. Kegiatan
‘mendengarkan’ seringkali melelahkan
dan tidak sedikit orang tua yang
mengalami kesulitan.
orangtua mengajak diskusi kepada anak dan tidak Dalam kaitan
memaksakan kehendak ini sikap menghargai pandangan anak
akan sangat membantu orang tua
dalam mengembangkan keterampilan mendengar. Kemampuan dan keterampilan
mendengarkan dan mempertimbangkan pandangan anak akan sangat ditentukan oleh
sikap orang tua dalam menghargai pandangan anak.
Jika orangtua mendengarkan pandangan anak dengan baik, maka orangtua akan dapat
memahami dan akan lebih peduli terhadap hal-hal yang diungkapkan oleh anak. Pada
saat yang sama, kesediaan orangtua mendengarkan pandangan anak tersebut, akan
melatih anak untuk melakukan hal yang sama dan akan memiliki kecenderungan
menghargai pandangan orang lain.
27
Bagaimana keterampilan mendengarkan pandangan anak?
28
mengungkapkan pandangannya.
29
orangtua dan anak inginkan dan bekerjasamalah untuk mencapai tujuan yang
sesuai dengan kesepakatan.
Kesepakatan antara anak dan orangtua atau dengan anggota keluarga lain bukanlah
kesepakatan baku. Jika kesepakatan tersebut tidak di jalankan oleh anakmaka perlu
dilakukan diskusi kembali dan membuat kesepakatan baru atau memeperkuat
kesepakatan lama. Kesepakatan pada dasarnya merupakan alat bagi anak untuk
belajar memahami sesuatu. Sikap orangtua yang tidak cenderung menyalahkan anak
ketika anak tidak mentati kesepakatan, disertai dengan langkah orangtua mengajak
anak mendiskusikan perkembangan terbaru tersebut, dapat berdampak positif pada
pembentukan sikap, perilaku dan keperibadian anak, anak akan cenderung
belajar,lalu belajar lagi, kemudian belajar menegakkan disiplin pada dirinya tanpa
keterpaksaan. Jika anak dapat belajar memahami sesuatu dengan kebahagiaan akan
menimbulkan dampak positif lainnya misalnya berupa kesadaran untuk melakukan
sesuatu yang bersifat positif yang ditanamkan di dalam dirinya oleh dirinya sendiri.
Fase perkembangan anak sering kali luput dari perhatian orang tua. Banyak orang tua
yang mengalami kebingunan dalam memahami fase perkembangan anak atau
mengalami kesulitan bagaimana cara menghadapinya. Ketidakmampuan maupun
ketidakpedulian orang tua dalam menghadapi fase perkembangan anak dapat
mendorong terjadinya konflik.
30
Beberapa situasi berikut umumnya sering menjadi pemicu konflik orang tua dengan
anak:
31
pedoman hidup yang ada.
Untuk menghadapi perubahan situasi yang lebih luas, lakukan dialog secara
perlahan, lebih terbuka dan saling menghargai pandangan yang ada.
Kekerasan Mental
Kekerasan
Mental
32
mengajak diskusi dengan anak tentang pentingnya kebersihan dan kesehatan
Langkah partisipatif ini diperlukan agar terbangun kesadaran pada diri anak tentang
pentingnya kebersihan dan kesehatan. Sehingga ketika anak membersihkan dan
merapihkan kamar lebih didasari oleh kesadaran akan pentingnya kebersihan dan
kesehatan, dan bukan karena rasa takut di marahi oleh orangtuanya. Kesadaran akan
terbentuk pada diri anak, jika proses yang dilakukan dengan penuh perhatian, kasih
sayang dan dilakukan berulang-ulang dengan penuh kesabaran. Karena kesadaran anak
atas sesuatu yang berhubungan dengan pendisiplinan tidak terjadi / terbentuk dalam
waktu yang singkat.
Beberapa contoh penegakkan disiplin anak yang harus dilakukan dengan penuh
kesabaran (berbicara pelan, tidak tergesa-gesa, berusaha memahami suasana
psikologis pihak lain dan penuh toleransi) dalam kehidupan keluarga:
Membersihkan rumah / halaman /
dapur / toilet;
Disiplin menonton TV yang tidak
mengganggu jadwal anak atau
kegiatan anak dalam belajar,
Kebiasaan makan dengan sopan
termasuk tidak berbicara sambil
mengunyah makanan
Menggunakan HP atau alat
teknologi informasi lainnya secara
tepat dan tidak berlebihan,
Carilah contoh lainnya.
Dengan demikian mendisiplinkan anak pada dasarnya merupakan usaha edukatif dan
partisipatif orang tua yang dilakukan secara bertahap dan terus menerus untuk
mendorong kesadaran anak terhadap “sesuatu hal” sesuai dengan tahapan maupun
situasi perkembangan yang dialami anak. Sementara produknya adalah anak dapat
memandang bahwa “suatu hal” tersebut adalah penting atau berharga sehingga anak
melakukannya atas dorongan kepentingan dan penghargaanya tersebut.
Akan berbeda dengan disiplin yang diproses dengan kekerasan dimana anak
memandang penting dan berharganya “suatu hal” karena adanya tekanan baik berupa
instruksi dari luar dirinya maupun emosi keterpaksaan dari dalam dirinya.
33
7. Kekerasan Terhadap Anak
a. Kekerasan fisik
Menyangkut pukulan (membanting, menampar, membenturkan kepala anak),
menggigit, menggoncang-goncangkan tubuh anak. kekerasan tersebut kadang-
kadang menggunakan tangan, atau dengan sebuah alat : cambuk, tongkat, ikat
pinggang, sepatu, sendok kayu, tongkat rotan dan dengan menggunakan
benda lainnya. Tapi bisa juga disertai menendang, melemparkan anak,
mencakar, mencubit, membakar, menyiram dengan air mendidih / panas atau
dipaksa menelan (misalnya, mencuci mulut anak dengan sabun atau memaksa
mereka untuk makan cabai) serta bentuk-bentuk perlakuan kekerasan lainnya
b. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis lebih banyak dilakukan dan berulang-ulang dan tanpa disadari
oleh orangtua karena dampaknya tidak terlihat secara langsung sebagaimana
kekersan fisik.
Dampak Kekerasan psikis diantaranya: anak merasa takut, merasa malu, marah,
merasa kesepian/ sering mengucilkan diri dan merasa rendah diri.
Ketika anak mengalami hal ini, anak akan merasa tidak dicintai, tidak berharga
dan kurang percaya diri.Mereka cenderung memiliki kesulitan dalam
membentuk hubungan positif dengan anak-anak lainnya.
34
Bentuk-bentuk tindakan kekerasan psikis :
Sering mengkritik, meremehkan atau merendahkan harga diri anak
Sering membentak anak
Mengabaikan dan menolak ketika anak membutuhkan bantuan
Memanggil anak dengan nama yang merendahkan
Mempermalukan anak di depan orang lain
Mengancam secara fisik
Menghukum anak
Mengabaikan atau menelantarkan atau meninggalkan anak
Menjadikan anak sebagai bulan-bulanan kekerasan dalam rumah tangga
Mendorong anak untuk terlibat dalam kegiatan kriminal
Terus-menerus mengabaikan anak dan menolak untuk menunjukkan kasih
sayang
Mengancam dengan kata-kata untuk tidak akan memperhatikan atau
tidak akan mencintainya.
c. Penelantaran / pengabaian
Penelantaran ini terjadi ketika orangtua tidak mau atau tidak mampu memenuhi
kebutuhan anak, sehingga perkembangan atau pertumbuhan anak tidak normal.
Bentuk-bentuk pengabaian diantaranya:
Ketika orang tua gagal untuk melindungi anak dari hal-hal yang anak di
lingkungan mereka
Terus-menerus mengabaikan kebutuhan anak atau tidak memberikan
perhatian atau tidak meluangkan waktunya untuk mendengarkan dan
bermain dengan anak
Tidak menyekolahkan anak sehingga kehilangan kesempatannya atas
belajar
Meninggalkan anak tanpa menitipkan anak kepada orang remaja lainnya
sehingga anak dalam kesendirian
Penelantaran lainnya:
Ketika seorang anak tidak memiliki cukup makanan, pakaian, tidak bersih,
tidak memiliki tempat tinggal
Ketika seorang anak tidak diberikan perawatan kesehatan yang diperlukan
seperti medis, kesehatan gigi dan / atau lainnya, termasuk tidak
memberikan obat ketika anak dalam kondisi sakit
35
d. Kekerasan seksual (sexual abuse) terhadap anak, meliputi :
Aktivitas seksual.
Pelecehan seksual
Menyuruh perbuatan seksual,
Menunjukkan organ seksual kepada anak,
Menunjukkan gambar-gambar porno,
Meraba bagian tubuh anak,
Menyuruh masturbasi,
Menyuruh oral seks
Penetrasi daerah genital atau anal dengan suatu benda, penis atau bagian
lain dari tubuh.
Pelecehan seksual juga dapat mencakup eksploitasi seksual komersial anak yang
melibatkan dan atau menarik anak untuk terlibat dalam aktivitas seksual atau
difoto untuk mendapatkan uang atau hadiah lainnya.
36
dialami mereka ketika masa anak-anak.
Orang tua salah faham terhadap perilaku anak. Misalnya ketika anak
sungguh-sungguh untuk mengekspresikan / mengungkapkan
kebutuhannya. Contohnya: seorang anak yang menangis karena kesakitan
dan membuituhkan rasa nyaman, pada saat yang sama orangtua sedang
sibuk dan beranggapan bahwa anak tersebut sedang berpura-pura atau
hanya mencari perhatian dari orangtua.
Pedopilia (orang dewasa yang memandang anak sebagai sasaran nafsu
seksual)
37
Berdasarkan kepribadiannya: setiap anak berbeda dalam mengatasi
kekecewaan dan rasa sakit. Sebagian anak akan mencoba mengatasi
kekerasan dengan cara merahasiakan / memendam atau berpura-pura tidak
sakit. Sebagian yang lain akan mengatakan dan mengungkapkannya agar hal
tersebut bisa dihentikan. Atau sebagian anak lainnya menjadi pendendam.
Apasaja yang bisa dilakukan orang tua untuk melindungi anak dari kekerasan?
Jangan merasa ragu atau malu untuk melindungi anak dari tindakan
kekerasan. Tidak ada istilah terlambat untuk memberikan pertolongan.
Carilah kerabat, teman atau sahabat yang dapat memberikan nasihat atau
pertolongan agar tidak terjadi tindakan kekerasan.
Jika terjadi tindakan kekerasan segera menghubungi pihak-pihak yang
kompeten atau terkait lainnya seperti: guru, dokter atau tenaga profesi
yang bekerja untuk anak,
termasuk aparat hukum jika
diperlukan.
Senantiasa berusaha
meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam
melindungi anak, misalnya
melalui: buku, artikel,
majalah, leaflet, atau sumber-
sumber informasi lainnya.
Selalu berusaha meningkatkan
perhatikan dan langkah-
langkah memahami ayah melerai pertengkaran anak
dengan penuh kasih sayang
perkembangan anak.
Tidak panik ketika mendapatkan informasi kekerasan yang menimpa anak.
Berilah semangat tetapi jangan memaksa anak untuk berbicara. Dengarkan
secara hati-hati dan tunjukkan bahwa anda percaya meskipun anda kaget.
Beritahukan kepada anak bahwa semua persoalan tersebut, bukanlah
kesalahan anak.
Jika anda mengetahui pelaku kekerasan terhadap anak, jangan biarkan anak
keluar atau pergi bersama orang tersebut. Jangan menyerang orang
tersebut tanpa berkonsultasi dengan petugas keamanan atau RT/RW
setempat.
Lakukan advokasi kepada Camat, Lurah, Para Kepala Sekolah agar
mengajarkan kepada masyarakat maupun siswa tentang cara-cara
menghadapi kekerasan yang terjadi baik di masyarakat maupun di lembaga
pendidikan
38
Kiat-kiat penting lainnya terkait dengan upaya perlindungan anak
Sebagai orangtua perlu memperhatikan kiat-kiat berikut:
39
Pertimbangkan prioritas
kebutuhan anak-anak,
mempersiapkan segala
sesuatu untuk anak-anak
sesuai dengan prinsip
kepentingan terbaik anak.
Melindungi anak-anak dari
bahaya fisik atau psikis
atau dampak buruknya.
Mendorong anak-anak
untuk berbicara dan bertemu
dengan orang tua lainnya keluarga miskin yang bahagia dan tidak layak
(ayah atau ibu) secara jika anaknya dikirim ke panti atau pengasuhan
pengganti lainnya
berkala, kecuali jika hal itu
akan membahayakan / merugikan anak.
Jangan menyatakan tidak atau menghentikan komunikasi antara anak
dengan salah satu orangtua (ayah atau ibu) karen hal tersebut akan
menyebabkan hubungan yang buruk / merusak hubungan antara anak
dengan orangtua (ayah atau ibu).
Mendorong dan membantu anak-anak untuk menikmati budaya mereka.
Menyediakan kebutuhan
keuangan untuk anak
Hargai pandangan anak
terutama ketika membuat keputusan
yang berdampak pada kehidupan
anak.
40
Beberapa contoh peristiwa rumah tangga yang memerlukan langkah
bijaksana agar tidak menimbulkan kekerasan maupun konflik.
Menegakkan disiplin pada anak:
1. tentang latihan tanggungjawab kebersihan kamar, rumah, halaman, dapur;
2. tidur terlalu malam;
3. nonton TV terus menerus sehingga anak kehilangan jam belajar /nonton
acara TV yang dilarang oleh orangtua;
4. tidak menyiram / membanjur toilet yang telah dipakai;
5. berpenampilan tidak rapi;
6. makan sambil berbicara yaitu ketika di dalam mulut sedang ada makanan
yang dikunyah (bedakan dengan makan sambil bicara tetapi ketika
mulutnya sedang tidak ada makanan);
7. tidak mentaati jam belajar;
8. meletakan gayung tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan
kebiasaan (custom) dalam keluarga tersebut;
9. meludah disembarang tempat;
10. kentut di depan orangtua;
11. bermain terlalu lama sehingga waktunya habis dan tidak ada sisa waktu
untuk belajar;
12. anak melakukan kesalahan berulang-ulang dan orangtua cenderung marah;
13. bermain HP atau game secara berlebihan;
14. menaruh gambar (upload) yang tidak layak dalam akun facebooknya atau
media jejaring sosial lainnya;
15. berbicara terlalu keras kepada temannya.
16. ............................ Apa lagi yang terjadi dalam rumah tangga anda?
41
3. orangtua berbohong
didepan anak padahal
anak tahu bahwa
orangtuanya sedang
berbohong;
4. orangtua menyuruh anak
beribadah tetapi orangtua itu
sendiri jarang beribadah;
5. orangtua masuk kamar
anak tanpa ijin anak maka
berakibat anak masuk
kamar orangtua tanpa ijin
orangtua;
6. orangtua lebih cenderung
memperhatikan salah satu
anak dibanding anak yang lain;
7. orangtua selalu memuji-muji salah satu anak dan mengabaikan yang
lainnya;
8. orangtua selalu membandingkan salah satu anak diantara anak lainnya atau
membandingkan anaknya sendiri yang dianggap tidak berprestasi dengan
anak orang lain yang dianggap berprestasi;
9. orangtua cenderung memarahi anak yang sakit-sakitan tanpa berusaha
memahami penyebabnya dan tanpa berusaha merasakan penderitaan anak;
10. orangtua tidak segara membawa anak ke PUSKESMAS / dokter ketika
anaknya sakit;
11. orangtua membentak-bentak ketika anak selalu menangis;
12. orangtua menyatakan panakut ketika anak merasa takut atas situasi yang
sedang dihadapi (dimalam hari atau menghadapi temannya);
13. orangtua tidak melakukan imunisasi lengkap terhadap anak;
14. orangtua membentak-bentak anak yang sering menangis yang tidak jelas
apa sebabnya;
15. bagi keluarga yang tinggal di pantai : orangtua tidak membiasakan memberi
makanan sayuran terutama kepada anak yang cenderung makan ikan;
16. orangtua membiarkan anak jajan terlalu sering dan berakibat anak tidak
nafsu makan;
17. orangtua membiarkan anak membeli jajanan yang tidak bergizi atau
makanan campuran warna yang membahayakan;
18. orangtua membiarkan anak terlalu sering makan permen yang cenderung
merusak pertumbuhan gigi;
19. orangtua membiarkan anak yang sering minum-minuman dingin atau es
yang berakibat anak mudah pilek;
42
20. orangtua membiarkan anak tanpa pakaian tebal atau jaket dalam cuaca
dingin.
21. ................................. Hal buruk apa lagi (jika terjadi) yang anda lakukan
sebagai orangtua?
Pekerjaan yang dihadapi anak dibawah umur tidak selaras dengan legislasi nasional
dan standar internasional, walaupun telah ada upaya pemerintah tetapi upaya
tersebut belumn memadai dan tidak menjangkau anak-anak yang menjadi korban
eksploitasi ekonomi diseluruh pelosok Indonesia. Hal tersebut berdampak pada
semakin banyaknya anak yang terjebak dalam situasi eksploitasi ekonomi. Sebagian
pekerjaan yang melibatkan anak bahkan membahayakan kesejahteraan, fisik,
mental, moral anak.
43
UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang (PTPPO)
Pasal 1 ayat (1):
Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau
memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang
yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam
Negara maupun antar Negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan
orang tereksploitasi.
Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi
tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan
atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik,
seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau
mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga
atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik
materiil maupun immateriil.
Pasal 1 ayat (8):
Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau
organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi
tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.
Pasal 26
Persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan tindak
pidana perdagangan orang.
Pasal 27
Pelaku tindak pidana perdagangan orang kehilangan hak tagihnya atas utang
atau perjanjian lainnya terhadap korban, jika utang atau perjanjian lainnya
tersebut digunakan untuk mengeksploitasi korban.
44
karena ketiadaan pengawasan dari Pemerintah (Dinas Tenaga Kerja), tidak ada
inspeksi.
Anak jalanan merupakan salah satu korban eksploitasi seperti halnya anak yang
terjebak dalam Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA), yang mana
merupakan dampak dari kegagalan keluarga dalam mengasuh dan melindungi
anak serta kegagalan Negara dalam membantu keluarga yang tidak mampu
menjalankan tanggungjawab mengasuh dan melindungi anak. Kegagalan kedua
belah pihak tersebut berdampak pada terganggunya continuum of care for
children.
Anak jalanan mengahadapi berbagai risiko seperti: rentan kekerasan fisik, psikis
dan seksual; korban trafiking; eksploitasi (dieksploitasi sebagai pengguna dan
pengedar narkoba, eksploitasi seksual); risiko kesehatan; risiko kecelakaan; risiko
terhadap hilangnya hak pendidikan; kesehatan dan perlindungan; kekerasan
antar kelompok; kekerasan oleh orang dewasa bahkan kekerasan oleh aparat
pemerintah seperti Satpol PP. Sebagian anak jalanan berasal dari kelompok anak
disabilitas yang tak berdaya menghadapi kehidupan karena tidak memiliki
sumber ekonomi yang tetap serta tidak mendapat kesempatan untuk
meningkatkan kemampuan sebagai manusia disabilitas yang bermartabat.
45
pengentasan anak jalanan agar lebih bermartabat sebagai manusia melalui
program PKSA. Namun demikian, karena keterbatasan dana, PKSA tidak mampu
menjangkau anak jalanan di seluruh kota-kota di Indonesia.
46
Sumber Referensi:
47
3. Undang-undang No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat
4. Undang-undang No 39 Tahun 1999 Tentang HAM
5. Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
6. Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
7. Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
8. Undang-undang No 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT
9. Undang-undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
10. Undang-undang No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
(ADMINDUK)
11. Undang-undang No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang (PTPPO)
12. Undang-undang No 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
13. Undang-undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
14. Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
15. Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
(SPPA), untuk menggantikan Undang-undang No 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak
48
Erikson's Psychosocial Stages Summary Chart, Erikson's Stages of Psychosocial
Development. http://psychology.about.com/library/bl_psychosocial_summary.htm
Rencana pengasuhan anak Informasi untuk dipertimbangkan orang tua kalau membuat
rencana pengasuhan anak- Australian Government. www.familyrelationships.gov.au
Youth in Transition ResourceManual, Family Advisory - South Carolina April 24, 2013
Jean Liedloff, Understanding The Continuum Concept The Continuum Concept, Revised
edition ©1977, 1985.
Managing Conflict,
http://www.familyrelationships.gov.au/BrochuresandPublications/Pages/ManagingConflict.aspx
Relationships with parents - working it out
http://www.cyh.com/healthtopics/healthtopicdetails.aspx?p=243&np=291&id=2230
49
Alamat e-mail Konsultan / Penulis
Konsultan / Penulis:
Hadi Utomo : hadiutomo234@yahoo.com
email kantor : ybahtera@yahoo.co.id
Yayasan Bahtera (Bina Sejahtera Indonesia)
Handphone : 0813 603 584 65
50
51