Anda di halaman 1dari 6

KHUT BAH

Khutbah Jumat: Ramadhan sebagai Bulan


Jihad
Mahb ib Kho iro n  Rabu, 20 April 2022 | 08:00 WIB

Materi khutbah Jumat ini mengingatkan bahwa ada yang lebih berat dari sekadar lapar
dan dahaga selama 13-14 jam lantaran puasa. Inti puasa adalah menahan (imsak), dan
menahan yang paling sulit adalah mencegah seluruh anggota badan ini dari dosa dan
menghalau hati dari selain Allah. Ramadhan wahana pelaksanaan jihad akbar
sesungguhnya.
 
Baca juga: Kumpulan Khutbah Bulan Ramadhan

Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat: Ramadhan sebagai Bulan Jihad".
Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di
atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)

Khutbah I

‫ َوَفَتَح َلُهْم ِبِه َأ ْبَواَب َّن‬،‫َاْل َحْمُد ِلّٰلِه اَّلِذْي َجَعَل الَّص ْوَم ِحْص ًنا ِلَأ ْوِلَياِئِه َو ُج َّن ًة‬
‫ َأ ْشَهُد َأ ْن َلا ِإ ٰلَه ِإ َّل ا اللُه َوْحَدُه َلا‬ ،‫اْلَجِة‬
‫ لَاّٰلُهَّم َصِّل َوَسِّلْم َعَلى َسِّيِدَنا ُم َّمَح ٍد َقاِئِد اْل َخْلِق َوُمَمِّهِد‬.‫َشِر ْيَك َلُه َوَأ ْشَهُد َأ َّن َسِّيَدَنا ُم َّمَح ًدا َعْبُدُه َوَرُسْوُلُه َلاَنِبَّي َبْعَدُه‬
‫ َوَعَلى ٰاِلِه َوَأْص َحاِبِه َذِوْي اْلَأ ْبَصاِر الَّث اِقَبِة َواْلُعُقْوِل اْلُمَرِّج َحِة‬،‫الُّس َّن ِة‬

‫ ِاَّت ُقْوااللَه َح َّق ُتَقاِته َوَلا َتُم َّن‬،‫ َفَيا ُّيَا َها اْلُمْس ِلُمْوَن‬،‫َأ َّم ا َبْعُد‬
‫ ٰٓي ُّيَا َها‬:‫ْوُت ِإ لَّا َوَأ نْـُتْم ُمْس ِلُمْوَن َفَقْد َقاَل اللُه َتَعالَى ِفي ِك اَتِبِه اْل َكِرْيِم‬

‫اَّلِذْيَن ٰاَمُنْوا ُكِتَب َعَلْيُكُم الِّص َياُم َك اَم ُكِتَب َعَلى اَّلِذْيَن ِمْن َقْبِلُكْم َلَعَّل ُكْم َّتَتُقْوَن‬

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Pada siang yang mulia ini al-faqir mengingatkan diri sendiri dan mengajak kepada
jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah
subhanahu wata’ala. Ketakwaan yang tidak sekadar menjalankan perintah dan menjauhi
larangan-Nya tetapi juga yang mengandung kesadaran bahwa semua itu sebagai bagian
dari kebutuhan hidup, bukan tugas formal semata.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Alhamdulillah, kita hingga detik ini masih dikaruniai umur untuk berjumpa dengan
Ramadhan tahun ini serta kemampuan melaksanakan kewajiban puasa dan ibadah-
ibadah lainnya. Ini bukan hanya anugerah semata, tetapi juga sekaligus tantangan yang
sangat berat.

Tantangan berat tersebut tampak sejak dari redaksi kalimat yang dipilih Allah ketika
mewajibkan puasa:

‫ٰٓي ُّيَا َها اَّلِذْيَن ٰاَمُنْوا ُكِتَب َعَلْيُكُم الِّص َياُم َك اَم ُكِتَب َعَلى اَّلِذْيَن ِمْن َقْبِلُكْم َلَعَّل ُكْم َّتَتُقْوَن‬

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS al-Baqarah: 183).

Pertama, pada ayat tersebut Allah menyapa orang beriman. Ini menandakan bahwa
puasa meniscayakan iman yang kuat sebelum betul-betul sanggup menunaikan kewajiban
ini. Kedua, Allah menggunakan kalimat pasif (fi'il mabni majhul), yakni “kutiba”
(diwajibkan), dan bukan kalimat aktif “kataba” (mewajibkan).  Tafsir asy-Sya’rawi
menyebut redaksi semacam ini bermakna kata kerja yang memberatkan (fi‘lun
taklîfiyyun) sebagaimana perintah berperang dalam QS al-Baqarah ayat 216 yang juga
menggunakan kalimat “kutiba”.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Inti dari puasa adalah menahan, sebagaimana arti shaum secara bahasa adalah imsâk
(menahan). Dalam fiqih, puasa dimaknai sebagai menahan dari makan, minum, dan hal-
hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Jika
mengacu pada definisi ini, tampaknya kesan berat dari puasa belum tergambar utuh,
apalagi di negara mayoritas Muslim seperti Indonesia, yang sebagian besar
penduduknya berpuasa dan menghormati orang puasa. Kondisi lingkungan semacam
ini tentu sangat mendukung untuk melalui lapar dan dahaga dengan relatif ringan.

Kesannya menjadi lain ketika kita geser makna “menahan” tersebut pada pengertian
yang lebih hakiki, yakni menahan diri dari nafsu untuk berbuat buruk. Artinya, puasa
tidak hanya berhubungan masalah perut dan kelamin tapi juga jiwa manusia untuk
selalu terhindar dari perbuatan tercela (al-akhlaq al-madzmumah). Karena itu, yang
dijaga bukan satu atau dua anggota badan, melainkan seluruh anggota tubuh agar
berlaku sesuai tuntunan syariat-Nya.

Konsekuensi dari itu semua adalah tuntutan untuk tidak hanya menjaga mulut dari
makanan tetapi juga dari perkataan kotor, ucapan yang menyakiti orang lain, bohong,
obrolan sia-sia, ghibah, fitnah, adu domba, dan ungkapan-ungkapan yang bisa merusak
hubungan sosial. Tidak cuma menahan kaki dan tangan dari perjalanan menuju restoran
di siang bolong melainkan juga dari perbuatan maksiat dan mezalimi orang lain. Bukan
sekadar mencegah telinga dari masuknya benda-benda, tetapi juga dari masuknya gosip,
informasi yang tidak berguna, dan seterusnya.

Bukankah menahan anggota tubuh agar tidak terseret kepada perbuatan tercela itu lebih
sulit dan berat ketimbang menahan lapar dan dahaga? Sebab, musuh utamanya bukan
lagi semata godaan makan dan minum, melainkan pula ego dan nafsu dari dalam
dirinya sendiri. Melawan diri sendiri tentu lebih susah daripada melawan musuh di
luar diri.

Rasulullah menyebut perang melawan hawa nafsu ini dengan sebutan jihad akbar (jihad
terbesar), lebih dahsyat ketimbang perang fisik yang beliau istilahkan sebagai jihad
ashghar (jihad kecil). Sepulang dari perang Badar, Rasulullah berkata di hadapan para
sahabatnya:

‫َرَجْعُتْم ِمَن ْالِجَهاِد ْالَأْص َغِر ِإ َلى الِجَهاِد الَأ ْك َبِر َفِقْيَل َوَما ِجَهاُد الَأ ْك َبر َيا َرُسْوَل اللِه؟ َفَقاَل ِجَهاُد الَّن ْف ِس‬

Artinya: “Kalian telah pulang dari sebuah peperangan kecil menuju peperangan akbar. Lalu
sahabat bertanya, ‘Apakah peperangan akbar (yang lebih besar), itu wahai Rasulullah?
Rasulullah menjawab, "jihad (memerangi) hawa nafsu.”

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Uraian tersebut selaras dengan penjelasan Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin yang membagi puasa
kepada tiga derajat. Pertama, puasa umum (shaumul umum), yakni puasa yang hanya
sampai pada level menahan perut dan kelamin untuk melampiaskan keinginan-
keinginannya. Ini merupakan puasa standar minimum, yang jangkauanya baru sampai
pada kemampuan bertahan dari lapar dan dahaga saja.

Kedua, puasa spesial (shaumul khusus), yaitu puasa yang sudah beranjak dari standar
minimum, dengan menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki, dan seluruh
organ jasmani dari perbuatan dosa.

Ketiga, puasa super-spesial (shaumu khususil khusus). Ini level yang lebih tinggi dari dua
level sebelumnya. Pada derajat ini, seseorang bukan hanya menahan godaan konsumsi,
syahwat, dan praktik maksiat, melainkan sudah mampu menahan diri dari keinginan
yang rendah, larut memikirkan dunia, dan berpaling ke selain Allah. Puasa dengan
standar ini dianggap “batal” bila pikiran masih melayang-layang kepada selain Allah
dan akhirat. Menurut sudut pandang puasa super-spesial ini, memikirkan dunia boleh
sejauh itu untuk kepentingan agama. Al-Ghazali juga menyebut praktik puasa jenis
ketiga ini sebagai “shaumul qalb” (puasa hati).

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Dari penjelasan tersebut menjadi jelas bahwa masing-masing memiliki tingkat beban
tersendiri, mulai dari ringan, cukup berat, dan sangat berat. Masing-masing
berbanding lurus dengan kualitas puasa orang yang menjalaninya. Puasa umum hanya
dilakukan oleh orang-orang awam yang hanya melakukan puasa secara ala kadarnya.
Puasa spesial biasanya dilakukan orang-orang saleh yang selalu berhati-hati dan
menghindar dari perbuatan dosa meski kecil. Sedangkan puasa super-spesial dilakukan
oleh orang-orang tertentu yang hatinya selalu tertaut kepada Allah, bukan kepada yang
lain.

Dengan demikian, jihad yang betul-betul akbar ada pada derajat puasa kedua dan ketiga.
Musuh yang diperangi pada derajat ini bersifat tersembunyi, penuh tipu daya, dan tak
jarang digandrungi. Godaannya superberat sebab di mana-mana melepas sesuatu yang
dibenci nafsu selalu lebih gampang ketimbang melepas sesuatu yang disukainya. Nafsu
senantiasa memoles hal-hal terlarang tampak indah meskipun semu.

Hadirin,
Imam al-Ghazali hanya mengaitkan tiga derajat puasa tersebut dengan kemampuan
menahan, bukan seberapa besar kuantitas ritual ibadah seseorang selama Ramadhan.
Artinya, tidak ada jaminan orang yang rajin shalat tarawih saban malam, rutin
mengkhatamkan Al-Qur’an tiap pekan, atau giat berdzikir sudah pasti berada pada
derajat puasa orang-orang khusus. Ibadah-ibadah tersebut tentu sangat dianjurkan,
tetapi menjadi rusak ketika seseorang ternyata ia masih gemar menggunjing,
bertengkar dengan tetangga, menyimpan dendam, menyebar kabar bohong di media
sosial, memprovokasi permusuhan, atau perilaku tercela lainnya.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Puasa ini memang berat dijalankan ketika dilihat dari sudut pandang rohani. Namun,
seberat apa pun al-faqir mengajak kepada diri sendiri dan kepada jamaah semua untuk
‫‪mencapai kualitas puasa yang setinggi-tingginya. Mungkin tidak bisa diraih secara‬‬
‫‪instan, tetapi ikhtiar dan belajar kita secara tahap demi tahap insyaallah akan‬‬
‫‪mendatangkan petunjuk dan kepekaan batin, sehingga kita mampu mencapai derajat‬‬
‫‪puasa orang-orang khusus.‬‬

‫‪Semoga kesucian Ramadhan tahun ini meningkatkan kesucian hati dan pikiran kita,‬‬
‫‪membersihkan perangai-perangai buruk yang melekat dalam diri kita, dan‬‬
‫‪menghempaskan seluruh godaan berat yang membuat diri kita durhaka dan kufur.‬‬
‫‪Amin.‬‬

‫َباَرَك اللُه ِلْي َوَلُكْم ِفي اْلُقْرٰاِن اْل َكِرْيِم َوَنَفَعِنْي ِإَو َّي اُكْم ِبَما ِفْيِه ِمَن اْلٰاَياِت َوالِّذْكِر اْل َحِكْيِم َوَتَقَّب َل ِمِّني َوِمْنُكْم ِتَلاَوَتُه ِإ َّن ُه‬
‫ُهَو الَّس ِمْيُع اْلَعِلْيُم َوَأ ُقْوُل َقْوِلي َهَذا َفَأ ْس َتْغِفُر اللَه الَعِظْيَم ِإ َّن ُه ُهَو الَغُفْوُر الَّر ِحْيُم‬

‫‪Khutbah II‬‬

‫َاْل َحْمُد ِلّٰلِه َعلَى ِإ ْح َساِنِه َوالُّش ْكُر َلُه َعلَى َتْوِفْيِقِه َوِاْم ِتَناِنِه‪َ .‬وَأ ْشَهُد َأ ْن َلاِإ ٰلَه ِإ لَّا اللُه َوْحَدُه َلا َشِر ْيَك َلُه َوَأ ْشَهُد أَّن َسِّيَدَنا‬
‫ُم َّمَح ًدا َعْبُدُه َوَرُسْوُلُه الَّد اِع ْي إلَى ِرْض َواِنِه‪  .‬لَاّٰلُهَّم َصِّل َعَلى َسِّيِدَنا ُم َّمَح ٍد َوَعَلى ٰاِلِه َوَأْص َحاِبِه َوَسِّلْم َتْس ِلْيًما َك ِثْيًرا‬

‫َأ َّم ا َبْعُد‪َ ،‬فيَا ُّيَا َها الَّن اُس ِاَّت ُقوا اللَه ِفْيَما َأ َمَر َواْنَتُهْوا َعَّم ا َنَه ى َواْعَلُمْوا َأ َّن اللَه َأ َمَرُكْم ِبَأ ْمٍر َبَدَأ ِفْيِه ِبَنْفِسِه َوَثـَنى ِبَمَلآ ِئَكِتِه‬

‫ِبُقْدِسِه َوَقاَل َتعَاَلى ِإ َّن اللَه َوَمَلآِئَكَتُه ُيَص ُّل ْوَن َعلَى الَّن ِبّي َيآ ُّيَا َها اَّلِذْيَن ٰاَمُنْوا َص ُّل ْوا َعَلْيِه َوَسِّلُمْوا َتْس ِلْيًما‪  .‬لَاّٰلُهَّم َصِّل‬
‫َوَسِّلْم َعَلى َسِّيِدَنا ُم َّمَح ٍد َوَعَلى ٰاِل َسِّيِدنَا ُم َّمَح ٍد َوَعَلى َأ ْنِبَياِئَك َوُرُس ِلَك َوَمَلآِئَكِة اْلُمَقَّر ِبْيَن َواْرَض َعِن اْل ُخَلَفاِء الَّر اِشِدْيَن‬
‫َأ ِبي َبْكٍر َوُعَمَر َوُعْثَماَن َوَعِلّي َوَعْن َبِقَّي ِة الَّص َحاَبِة َوالَّت اِبِعْيَن َوَتاِبِعي الَّت اِبِعْيَن َلُهْم ِإِب ْح َساٍن ِإ َلى َيْوِم الِّدْيِن َواْرَض َعَّن ا‬
‫َمَعُهْم ِبَرْح َمِتَك َيا َأ ْرَحَم الَّر اِحِمْيَن‬

‫لَاّٰلُهَّم اْغِفْر ِلْلُمْؤِمِنْيَن َوْالُمْؤِمَناِت َوْالُمْس ِلِمْيَن َوْالُمْس ِلَماِت َالَأْح َيآُء ِمْنُهْم َوْالَأْم َواِت ‪ .‬لَاّٰلُهَّم َأ ِعَّز اْلِإ ْس َلاَم َوْالُمْس ِلِمْيَن َوَأ ِذَّل ‪ ‬‬
‫الِّشْرَك َوْالُمْشِرِكْيَن َواْنُصْر ِعَباَدَك اْلُمَوِّح ِدَّي َة َواْنُصْر َمْن َنَصَر الِّدْيَن َواْخُذْل َمْن َخَذَل اْلُمْس ِلِمْيَن َو َدِّمْر َأْعَداَء الِّدْيِن‬
‫َواْعِل َكِلَماِتَك ِإ َلى َيْوَم الِّدْيِن‪  .‬لَاّٰلُهَّم اْد َفْع َعَّن ا اْلَبَلاَء َوْالَوَباَء َوالَّز َلاِزَل َوْالِمَحَن َوُسْوَء اْلِفْتَنِة َوْالِمَحَن َما َظَهَر ِمْنَها َوَما‬
‫َبَطَن َعْن َبَلِدَنا ِإ ْنُدوِنْيِس َّي ا خآَّص ًة َوَساِئِر اْلُبْلَداِن اْلُمْس ِلِمْيَن عآَّم ًة َيا َرَّب اْلَعاَلِمْيَن‪َ .‬رَّب َنا ٰاِتنَا ِفى الُّد ْنَيا َحَسَنًة َوِفي اْلٰاِخَرِة‬
‫َّن‬ ‫َّن‬ ‫َّب‬ ‫َّن‬
‫َحَسَنًة َوِقَنا َعَذاَب ال اِر‪َ .‬ر َنا َظ َلْمَنا َأ ْنُفَسَنا ِإَو ْن َلْم َتْغِفْر َلَنا َوَتْرَحْمَنا َلَنُكْوَن ِمَن اْل اَخِسِر ْيَن‪ِ .‬عَباَداللِه ! ِإ اللَه ْأَي ُمُر‬
‫ِبْالَعْدِل َوْالِإ ْح َساِن ِإَو ْيتآِء ِذي اْلُقْربَى َوَيْنَه ى َعِن اْلَفْح شآِء َوْالُمْنَكِر َوْالَبْغي َيِعُظُكْم َلَعَّل ُكْم َتَذَّك ُرْوَن َواْذُكُروا اللَه اْلَعِظْيَم‬
‫َيْذُكْرُكْم َواْش ُكُرْوُه َعلَى ِنَعِمِه َيِزْدُكْم َوَلِذْكُر اللِه َأ ْك َبُر‬
Mahbib Khoiron

Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara NU Online dan UNDP

NU Online Super App | Aplikasi Keislaman Terlengkap

Baca Juga:
Khutbah Jumat: Puasa, antara Kualitas dan Formalitas

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan
layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

TAG S: khutbah jumat khutbah Ramadhan Puasa jihad

Anda mungkin juga menyukai