Khutbah I
،ُ هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَر،ُ هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَر،ُهللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَر
، صياًل ِ ان هللاِ َوبِ َح ْم ِد ِه بُ ْك َرةً َوَأ
َ َو ُسب َْح، َو ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َكثِيرًا، هللاُ َأ ْكبَ ُر َكبِيرًا،َوهلِل ِ ْال َح ْم ُد
،ِ َونَ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا َونَبِيَّنَا ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هللا،ُ َواَل نَ ْعبُ ُد ِإاَّل ِإيَّاه،َُونَ ْشهَ ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللا
َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه،ك َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َ ارَ َصلَّى هللاُ َو َسلَّ َم َوب َ ،َُو َرحْ َمتُهُ ْال ُم ْه َداة
ين فِي ِ فَُأ، أما بعد.الطَّيِّبِي َْن الطَّا ِه ِري َْن
َ ِ ِإ َّن ْال ُمتَّق: قَا َل تَ َعالَى،ِ وص ْي ُك ْم َونَ ْف ِسي بِتَ ْق َوى هَّللا
)٤٦-٤٥ :ين (الحجر َ ِ اُ ْد ُخلُ ْوهَا بِ َساَل ٍم آ ِمن،ت َو ُعيُو ٍن ٍ َجنَّا
Allahu Akbar 3 x, walillahil hamd,
momen Idul Fitri hampir selalu diwarnai dengan gegap gempita kegembiraan umat Islam di
berbagai penjuru. Gema takbir dikumandangkan di malam harinya, kadang disertai sejumlah
aksi pawai. Pada pagi harinya pun mayoritas dari mereka mengenakan pakaian serba baru,
makan makanan khas dan istimewa, serta bersiap bepergian untuk silaturahim ke sanak
kerabat hingga berkunjung ke beberapa wahana liburan yang menarik.
Umat Islam merayakan sebuah momen yang mereka sebut-sebut sebagai “hari kemenangan”.
Tapi kemenangan atas apa?
Proses latihan tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan terhadap hal-hal yang sebelumnya
halal, seperti makan dan minum. Inilah proses penempaan diri. Targetnya: bila manusia
menahan diri dari yang halal-halal saja mampu, apalagi menahan diri dari yang haram-haram.
Puasa itu ibarat pekan ujian nasional bagi siswa sekolah. Selama seminggu itu para murid
digembleng untuk belajar lebih serius, mengurangi jam bermain, dan menghindari hal-hal
lain yang bisa mengganggu hasil ujian tersebut.
Ramadhan tentu lebih dari sekadar latihan. Ia wahana penempaan diri sekaligus saat-saat
dilimpahkannya rahmat (rahmah), ampunan (maghfirah), dan pembebasan dari api neraka
(itqun minan nâr). Aktivitas ibadah sunnah diganjar senilai ibadah wajib, sementara ibadah
wajib membuahkan pahala berlipat-lipat.
Selayak siswa sekolah yang mendapatkan rapor selepas melewati masa-masa krusial ujian,
demikian pula orang-orang yang berpuasa. Setelah melewati momen-momen penting sebulan
penuh, umat Islam pun berhak mendapatkan hasilnya. Apa hasil itu? Jawabannya tak lain
adalah predikat “takwa”, sebagaimana terdapat di al-Baqarah ayat 183:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Takwa merupakan standar paling tinggi tingkat kemuliaan manusia. Seberapa tinggi derajat
mulia manusia tergantung pada seberapa tinggi takwanya. Inna akramakum ‘indallâhi
atqâkum. Dalam konteks puasa Ramadhan, tentu takwa tak bisa digapai dengan sebatas
menahan lapar dan dahaga. Ada yang lebih substansial yang perlu ditahan, yakni
tergantungnya manusia kepada hal-hal selain Allah, termasuk hawa nafsu. Orang yang
berpuasa dengan sungguh- sungguh akan mencegah dirinya dari segala macam perbuatan
tercela semacam mengubar syahwat, berbohong, bergunjing, merendahkan orang lain, riya’,
menyakiti pihak lain, dan lain sebagainya. Tanpa itu, puasa kita mungkin sah secara fiqih,
tapi belum tentu berharga di mata Allah subhanahu wata’ala.
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya
selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad)
Jika standar capaian tertinggi puasa adalah takwa, maka tanda-tanda bahwa kita sukses
melewati Ramadhan pun tak lepas dari ciri-ciri muttaqîn (orang-orang yang bertakwa).
Semakin tinggi kualitas takwa kita, indikasi semakin tinggi pula kesuksean kita berpuasa.
Demikian juga sebaliknya, semakin hilang kualitas takwa dalam diri kita, pertanda semakin
gagal kita sepanjang Ramadhan.
Lantas, apa saja ciri-ciri orang bertakwa? Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan
ciri-ciri orang takwa. Salah satu ayatnya terdapat dalam Surat Ali Imran:
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ’ (senang) dan pada saat
dlarrâ’ (susah), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)
Ayat tersebut memaparkan tiga sifat yang menjadi ciri orang bertakwa.
Pertama, gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi senang ataupun sulit.
Orang bertakwa tidak akan sibuk hanya memikirkan diri sendiri. Ia mesti berjiwa sosial,
menaruh empati kepada sesama, serta rela berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan.
Bahkan, ia tidak hanya suka memberi kepada orang yang dicintainya, tapi juga kepada orang-
orang memang membutuhkan.
Dalam konteks Ramadhan dan Idul Fitri, sifat takwa pertama ini sebenarnya sudah mulai
didorong oleh Islam melalui ajaran zakat fitrah. Zakat fitrah merupakan simbol bahwa “rapor
kelulusan” puasa harus ditandai dengan mengorbankan sebagian kekayaan kita dan menaruh
kepedulian kepada mereka yang lemah. Ayat tersebut menggunakan fi’il mudhari’ yunfiqûna
yang bermakna aktivitas itu berlangsung konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat dipahami
bahwa zakat fitrah hanyalah awal atau “pancingan” bagi segenap kepedulian sosial tanpa
henti pada bulan-bulan berikutnya.
Ciri kedua orang bertakwa adalah mampu menahan amarah. Marah merupakan gejala
manusiawi. Tapi orang-orang yang bertakwa tidak akan mengumbar marah begitu saja. Al-
kâdhim (orang yang menahan) serumpun kata dengan al-kadhîmah (termos). Kedua-duanya
mempunyai fungsi membendung: yang pertama membendung amarah, yang kedua
membendung air panas.
Ciri ketiga orang bertakwa adalah memaafkan kesalahan orang lain. Sepanjang Ramadhan,
umat
Islam paling dianjurkan memperbanyak permohonan maaf kepada Allah dengan membaca:
“Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah
aku.”
Kata ‘afw (maaf) diulang tiga kali dalam kalimat tersebut, menunjukkan bahwa manusia
memohon dengan sangat serius ampunan dari Allah SWT. Memohon ampun merupakan
bukti kerendahan diri di hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak kesalahan dan tak suci.
Cara ini, bila dipraktikkan dengan penuh pengahayatan, sebenarnya melatih orang selama
Ramadhan tentang pentingnya maaf. Bila diri kita sendiri saja tak mungkin suci dari
kesalahan, alasan apa yang kita tidak mau memaafkan kesalahan orang lain? Maaf
merupakan sesuatu yang singkat namun bisa terasa sangat berat karena persoalan ego, gengsi,
dan unsur-unsur nafsu lainnya.
Amatlah arif ulama-ulama di Tanah Air yang menciptakan tradisi bersilaturahim dan saling
memaafkan di momen lebaran. Sempurnalah, ketika kita usai membersihkan diri dari
kesalahan-kesalahan kepada Allah, selanjutnya kita saling memaafkan kesalahan masing-
masing di antara manusia.
Sudah berapa kali puasa kita lewati sepanjang kita hidup? Sudahkah ciri-ciri sukses
Ramadhan tersebut melekat dalam diri kita? Wallahu a’lam bish shawab.
Khutbah II
هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَرُ ،هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَ ُر هللاُ َأ ْكبَرُ ،هللاُ َأ ْكبَ ُر َوهَّلِل ِ ْال َح ْم ُدَ ،وَأ ْشهَ ُد
يك لَهَُ ،وَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا َونَبِيَّنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُد هَّللا ِ َو َرسُولُهُ، َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِر َ
ار ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا َونَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍدَ ،و َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه ال َميَا ِمي َْن، صلِّ َو َسلِّ ْم َوبَ ِ فَاللهُ َّم َ
وصي ُك ْم َونَ ْف ِسي بِتَ ْق َوى هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل ِّين .أما بعد فَُأ ِ ان ِإلَى يَ ْو ِم الد ِ ين لَهُ ْم بِِإحْ َس ٍ َوالتَّابِ ِع َ
،واتَّقُوا هَّللا َ تَ َعالَى فِي هَ َذا ْاليَ ْو ِم ْال َع ِظ ِيم َ
ت ِم ْن َش َّوا ٍل ،لِيَ ُك َ
ون صيَ ِام ِس ٍّ ان بِ ِ ض ََوا ْش ُكرُوهُ َعلَى تَ َم ِام الصِّ يَ ِام َو ْالقِيَ ِامَ ،وَأ ْتبِعُوا َر َم َ
ت صلِّ اللهُ َّم َو َسلِّ ْم َعلَى َسيِّ ِدنَا َونَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍدَ ،ك َما َأ َمرْ تَنَا ،فَقُ ْل َ صيَ ِام ال َّد ْه ِر َو َ لَ ُك ْم َك ِ
صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه
ين آ َمنُ ْوا َ ون َعلَى النَّبِ ِّي ،يَا َأيُّهَا الَّ ِذ َ
ُصلُّ َ ك ْال َح ُّ
قِ :إ َّن هَّللا َ َو َماَل ِئ َكتَهُ ي َ َوقَ ْولُ َ
صحْ بِ ِه، ار ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا َونَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو َ ص ِّل َو َسلِّ ْم َوبَ ِ َو َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما ،اللهُ َّم َ
ان َو َعلِ ٍّيَ ،و َع ْن َساِئ ِر ينَ ،أبِي بَ ْك ٍر َو ُع َم َر َو ُع ْث َم َ ض اللهُ َّم َع ِن ْال ُخلَفَا ِ«ء الر ِ
َّاش ِد َ َوارْ َ
َّالحين
َ َّحابَ ِة الص ،الص َ
ت، ت ،اَأْلحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواَأْل ْم َوا ِ ين َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ
تَ «،و ْال ُمْؤ ِمنِ َ
ين َو ْال ُم ْسلِ َما ِ
اللهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِم َ
ت ،اللهُ َّم اجْ َعلْ ِعي َدنَا هَ َذا َس َعا َدةً َوتَالَ ُح ًماَ ،و َم َس َّرةً ك َس ِمي ٌع قَ ِريبٌ ُم ِجيبُ ال َّد َع َوا ِ ِإنَّ َ
ت، َّح َما ِ َوتَ َرا ُح ًماَ «،و ِز ْدنَا فِي ِه طُ َمْأنِينَةً َوُأ ْلفَةًَ ،وهَنَا ًء َو َم َحبَّةًَ ،وَأ ِع ْدهُ َعلَ ْينَا بِ ْال َخي ِْر َوالر َ
اس َدْأبَنَا ،اللهُ َّم َأ ِد ِم
ت «،اللهُ َّم اجْ َع ِل ْال َم َو َّدةَ ِشي َمتَنَاَ ،وبَ ْذ َل ْال َخي ِْر لِلنَّ ِ َو ْاليُ ْم ِن َو ْالبَ َر َكا ِ
ظنَا فِي َأ ْهلِينَا َوَأرْ َحا ِمنَا، ال َّس َعا َدةَ َعلَى َوطَنِنَاَ ،وا ْن ُش ِر ْالبَ ْه َجةَ فِي بُيُوتِنَاَ ،واحْ فَ ْ
ك فِي ال ُّد ْنيَا َواآْل ِخ َر ِة ،وَأ ْك ِر ْمنَا بِ َك َر ِم َ
َ
ارَ ،وَأ ْد ِخ ْلنَا ْال َجنَّةَ َم َعاب النَّ ِ َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةًَ ،وفِي اآْل ِخ َر ِة َح َسنَةًَ ،وقِنَا َع َذ َ
إن هللاَ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َسا ِنَ ،وِإ ْيتَا ِء ِذي ار ،يَا َع ِزي ُز يَا َغفَّارُِ .عبَا َد هللاَِّ ، اَأْلب َْر ِ
ْالقُرْ بَى ويَ ْنهَى َع ِن الفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َوالبَ ْغ ِي ،يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر ُْو َن .فَاذ ُكرُوا هللاَ
.ال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَ ُرَأ ْكبَ ُر
ْ
.ع ْي ٌد َس ِع ْي ٌد مبارك
ِ
،تقبل هللا منا ومنكم
،من العاءدين والفاءزين
.و ُكلُّ َع ٍام َوَأ ْنتُ ْم بِ َخيْر
َ
.هدانا هللا الى صراط مستقيم
.والسالم عليكم ورحمة هللا وبركاته