Anda di halaman 1dari 7

Ma’asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Id Rahimakumullah,

Alhamdulillah, rasa syukur mari kita panjatkan kepada Tuhan semesta


alam, Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan kepada kita kekuatan
untuk terus melangkah dan menyebarkan nilai-nilai kebaikan kepada
alam semesta. Shalawat beriring salam kita sampaikan kepada Nabi
akhir zaman, pembawa kedamaian, penuh cinta kasih, penyebar risalah
rahmah bagi alam semesta. Beliaulah Rasulullah, Baginda Muhammad
SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumil qiyamah nanti. Semoga
kita menjadi hamba yang mendapatkan syafaatnya kelak di hari
pembalasan. Amin yaa Allah yaa Rabbal Alamin.
Pagi ini segenap kaum muslimin di persada negeri menunaikan shalat
dan merayakan Idul Fitri dengan khusyuk dan penuh kepasrahan. Gema
takbir, tahlil, tahmid, dan tasbih berkumandang di segenap cakrawala
dengan segala kerendahan hati dan penuh pengharapan dari setiap insan
beriman. Semuanya berpusat dan bermuara sebagai wujud ibadah untuk
mendekatkan diri kepada dzat Ilahi guna meraih ridha dan anugerah
Allah yang maha penyayang dan maha bijaksana.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd.
Ma’asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Id Rahimakumullah,
Salah satu doa yang dikabulkan Allah dari kita adalah bisa menemui
Ramadhan tahun ini. Karena salah satu doa yang kita panjatkan pada
Allah sejak bulan Rajab adalah “Wahai Allah, berkahilah kami pada
bulan Rajab dan bulan Sya‟ban dan sampaikanlah (pertemukanlah) kami
dengan bulan Ramadhan.”
Maka bersyukurlah, berterima kasihlah pada Allah Taala yang telah
mengabulkan salah satu doa kita itu. Berapa banyak sanak saudara,
kerabat, handai taulan, tetangga, teman, dan sahabat kita yang sudah
dipanggil Allah sebelum Ramadhan tiba.
Sepanjang bulan suci ini, umat Islam menjalankan ibadah wajib puasa
Ramadhan selama satu bulan penuh. Mereka menahan lapar, haus,
hubungan suami istri, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa mulai
dari terbit fajar hingga matahari terbenam.
Ramadhan merupakan arena kita berlatih menahan diri dari segala
macam godaan material yang bisa membuat kita lupa diri. Proses latihan
tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan terhadap hal-hal yang
sebelumnya halal, seperti makan dan minum.
Disamping itu, makna Ramadhan tentu lebih dari sekedar berlatih
menahan diri. Bulan ini merupakan wahana
penempaan diri sekaligus saat-saat dilimpahkannya rahmat (rahmah),
ampunan (maghfirah), dan pembebasan dari api neraka (itqun minan
nâr). Aktivitas ibadah sunnah diganjar senilai ibadah wajib, sementara
ibadah wajib membuahkan pahala berlipat-lipat.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd.
Ma’asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Id Rahimakumullah,
Ramadhan sungguh bulan yang penuh kebajikan, syahrun mubarak. Di
bulan ini, Allah SWT berkenan menurunkan berbagai nikmat dan
anugerah, mulai dari diturunkannya Alquran, malam kemuliaan Lailatul
Qadr, pahala kebaikan yang berlipat ganda, kasih sayang, hingga
limpahan ampunan. Semua nikmat dan anugerah itu sesungguhnya
merupakan manifestasi dari kasih sayang Allah.
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa."
Takwa merupakan standar paling tinggi tingkat kemuliaan manusia.
Seberapa tinggi derajat mulia manusia tergantung pada seberapa tinggi
takwanya. Inna akramakum „indallâhi atqâkum.
Dalam konteks puasa Ramadhan, tentu takwa tak bisa digapai dengan
sebatas menahan lapar dan dahaga. Ada yang lebih substansial yang
perlu ditahan, yakni tergantungnya manusia kepada hal-hal selain Allah,
termasuk hawa nafsu. Orang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh
akan mencegah dirinya dari segala macam perbuatan tercela semacam
mengumbar syahwat, berbohong, bergunjing, merendahkan orang lain,
riya’, menyakiti pihak lain, dan lain sebagainya. Tanpa itu, puasa kita
mungkin sah secara fiqih, tapi belum tentu berharga di mata Allah
subhanahu wata’ala.
Rasulullah sendiri pernah bersabda:

“Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari
puasanya selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd.
Ma’asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Id Rahimakumullah,
Karena puasa sudah kita lewati dan tak ada jaminan kita bakal bertemu
Ramadhan lagi, pertanyaan yang lebih relevan bukan saja “kemenangan
atas apa yang sudah kita lewati ?” akan tetapi “apa tanda-tanda kita telah
mencapai kemenangan ?”. Jangan-jangan kita termasuk orang-orang
yang disabdakan Nabi, yaitu golongan yang sekadar mendapatkan lapar
dan dahaga, tanpa pahala.
Jika standar capaian tertinggi puasa adalah takwa, maka tanda-tanda
bahwa kita sukses melewati Ramadhan pun taklepas dari ciri-ciri
muttaqîn (orang-orang yang bertakwa). Semakin tinggi kualitas takwa
kita, indikasi semakin tinggi pula kesuksesan kita berpuasa. Demikian
juga sebaliknya, semakin hilang kualitas takwa dalam diri kita, pertanda
semakin gagal kita sepanjang Ramadhan.
Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan ciri-ciri orang takwa,
salah satu ayatnya terdapat dalam Surat Ali Imran:

ْ ُّ‫اس‌ َوهَّللا ُ‌ي ُِحب‬


َ‫‌ال ُمحْ ِسنِين‬ ِ َّ‫كاظ ِمينَ ْال َغ ْيظَ َو ْالعافِينَ َع ِن الن‬
ِ ‫ضرَّا ِء َو ْال‬
َّ ‫الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ فِي ال َّسرَّا ِء َوال‬
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ‟
(senang) dan pada saat dlarrâ‟ (susah), dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-
orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)
Ayat tersebut memaparkan tiga sifat yang menjadi ciri orang bertakwa.
Pertama, gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi
senang ataupun sulit. Orang bertakwa tidak akan sibuk hanya
memikirkan diri sendiri. Ia mesti berjiwa sosial, menaruh empati kepada
sesama, serta rela berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan.
Bahkan, ia tidak hanya suka memberi kepada orang yang dicintainya,
tapi juga kepada orang-orang memang membutuhkan.
Dalam konteks Ramadhan dan Idul Fitri, sifat takwa pertama ini
sebenarnya sudah mulai didorong oleh Islam melalui ajaran zakat fitrah.
Zakat fitrah merupakan simbol bahwa “rapor kelulusan” puasa harus
ditandai dengan mengorbankan sebagian kekayaan kita dan menaruh
kepedulian kepada mereka yang lemah. Ayat tersebut diatas
menggunakan fi‟il mudhari‟ yunfiqûna yang bermakna aktivitas itu
berlangsung konstan/terus-menerus.
Dari sini, dapat dipahami bahwa zakat fitrah hanyalah awal atau
“pancingan” bagi segenap kepedulian sosial tanpa henti pada bulan-
bulan berikutnya.
Ciri kedua orang bertakwa adalah mampu menahan amarah. Marah
merupakan gejala manusiawi. Tapi orang-orang yang bertakwa tidak
akan mengumbar marah begitu saja. Al-kâdhim (orang yang menahan)
serumpun kata dengan al-kadhîmah (termos). Kedua-duanya mempunyai
fungsi membendung: yang pertama membendung amarah, yang kedua
membendung air panas.
Selayak termos, orang bertakwa semestinya mampu menyembunyikan
panas di dadanya sehingga orang-orang di sekitarnya tidak tahu bahwa
ia sedang marah. Bisa jadi ia tetap marah, namun ketakwaan
mencegahnya melampiaskan itu karena tahu mudarat yang bakal
ditimbulkan. Termos hanya menuangkan air panas pada saat yang jelas
maslahatnya dan betul-betul dibutuhkan. Patutlah pada kesempatan
lebaran ini, umat Islam mengontrol emosinya sebaik mungkin.
Mencegah amarah menguasai dirinya, dan bersikap kepada orang-orang
pernah membuatnya marah secara wajar dan biasa-biasa saja.
Ramadhan semestinya telah melatih orang untuk berlapang dada, bijak
sana, dan tetap sejuk menghadapi situasi sepanas apa pun.
Ma’asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Id Rahimakumullah,
Ciri ketiga orang bertakwa adalah memaafkan kesalahan orang lain.
Sepanjang Ramadhan, umat Islam paling dianjurkan memperbanyak
permohonan maaf kepada Allah. Memohon ampun merupakan bukti
kerendahan diri di hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak kesalahan
dan tak suci.
Cara ini, bila dipraktikkan dengan penuh pengahayatan, sebenarnya
melatih orang selama Ramadhan tentang pentingnya maaf. Bila diri kita
sendiri saja tak mungkin suci dari kesalahan, alasan apa yang kita tidak
mau memaafkan kesalahan orang lain?
Maaf merupakan sesuatu yang singkat namun bisa terasa sangat berat
karena persoalan ego, gengsi, dan unsur-unsur nafsu lainnya. Amatlah
arif ulama-ulama di Tanah Air yang menciptakan tradisi bersilaturahim
dan saling memaafkan di momen lebaran.
Sempurnalah, ketika kita usai membersihkan diri dari kesalahan-
kesalahan kepada Allah, selanjutnya kita saling memaafkan kesalahan
masing-masing di antara manusia. Diluar ketiga ciri takwa tersebut, hal
yang paling utama bagi umat Islam setelah Bulan Ramadan adalah
mempertahankan konsistensi pasca Ramadhan. Ramadhan merupakan
madrasah untuk melatih diri sehingga kita menjadi manusia-manusia
yang bertakwa.
Sebagai madrasah, maka sejatinya, tantangan terbesar yang dihadapi
umat Islam yang berpuasa adalah mempertahankan apa yang sudah
dilatih selama bulan Ramadah, dan secara konsisten menjalankannya di
luar Ramadan sampai kita kembali bertemu dengan Ramadan tahun
berikut.
Jika selama bulan Ramadan kita bisa secara konsisten datang
melaksanakan Shalat Fardhu dan shalat tawarih berjamaah di masjid,
maka hal itu harus bisa kita jaga dan pertahankan di luar bulan
Ramadan. Jika kita bisa mempuasakan mulut dan lisan kita selama
Ramadan dari kegiatan menggunjing dan membicarakan aib orang lain,
maka semestinya kita bisa terus menjaga lisan kita di luar Ramadan
sampai ketemu Ramadan berikutnya.
Jika selama Ramadan kita bisa menjaga mata, telinga dan panca indra
kita yang lain dari hal-hal yang bisa menghilangkan pahala puasa, maka
hal itu seharusnya bisa pertahankan pasca Ramadhan.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd.
Ma’asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Id Rahimakumullah,
Seperti itulah, Ramadhan harus menjadi titik awal bagi kita semua,
untuk menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik dan menjadi pribadi yang
bertakwa.

Demikian khutbah idul fitri pagi ini, semoga dapat menjadi renungan
bagi kita semua.

Anda mungkin juga menyukai