Anda di halaman 1dari 6

Khutbah Pertama:

‫ َم ْن َيْهِدِه ُهللا َفَال‬،‫ َو َنُعوُذ ِباِهلل ِم ْن ُش ُرْو ِر َأْنُفِس َنا َو ِم ْن َس ِّيَئاِت َأْع َم اِلَنا‬،‫ِإَّن اْلَحْم َد ِهَّلِل َنْح َم ُد ُه َو َنْسَتِع ْيُنُه َو َنْسَتْغ ِفُر ُه‬
،.‫ َو َأْش َهُد َأَّن ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه َو َر ُسْو ُلُه‬،‫ُمِض َّل َلُه َو َم ْن ُيْض ِلْل َفَال َهاِدَي َلُه َأْش َهُد َأْن َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو ْح َد ُه َالَش ِر ْيَك َلُه‬
‫َأَّم ا َبْعُد‬

‫ َيا َأُّيهَا اَّلِذ ْيَن َء اَم ُنوا اَّتُقوا َهللا َح َّق ُتَقاِتِه َو َال َتُم ْو ُتَّن ِإَّال َو َأنُتْم‬. ‫ َاُع ْو ُذ ِباِهلل ِم َن الَّش ْيَطاِن الَّر ِج ْيِم‬:‫قال هللا تعالى‬
‫ ُيْص ِلْح َلُك ْم َأْع َم اَلُك ْم َو َيْغ ِفْر َلُك م ُذ ُنْو َبُك ْم َو َم ْن ُيِط ِع‬.‫ َيا َأُّيَها اَّلِذ ْيَن َء اَم ُنوا اَّتُقوا َهللا َو ُقْو ُلْو ا َقْو ًال َسِد ْيًدا‬. ‫ُّم ْس ِلُم ْو َن‬
‫َهللا َو َر ُسْو َلُه َفَقْد َفاَز َفْو ًز ا َع ِظ ْيًم ا‬
‫َأَّم ا َبْعُد‬
Jama’ah shalat Jumat yang dirahmati Allah,

Allah ‘Azza wa Jalla telah mewajibkan ibadah puasa bulan Ramadhan atas umat Islam,
sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla juga telah mewajibkannya atas umat-umat sebelumnya.
Fakta ini membuktikan betapa ibadah puasa sangat penting bagi kehidupan beragama setiap
umat. Karena itu, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا ُك ِتَب َع َلْيُك ُم الِّص َياُم َك َم ا ُك ِتَب َع َلى اَّلِذ يَن ِم ْن َقْبِلُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَّتُقوَن‬
“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ibadah puasa atas kamu sebagaimana
telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kamu, agar kamu menjadi orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Al Baqarah/2:183).

Telah berlalu, beberapa hari kita berpuasa Ramadhan, namun perlu kita bermuhasabah.
Apakah hingga kini nilai-nilai takwa sudah tertanam dalam diri kita atau seakan tidak pernah
bertambah. Padahal pada ayat tersebut, Allah ‘Azza wa Jalla telah menegaskan bahwa dengan
berpuasa idealnya kita menjadi orang-orang yang bertakwa. Tentu sebagai seorang Muslim,
kita meyakini bahwa ayat-ayat Alquran senantiasa relevan dengan berbagai perkembangan
zaman hingga Hari Kiamat.

Hanya ada satu kemungkinan atau jawaban atas kondisi yang sedang terjadi pada diri kita
saat ini. Adanya kekurangan dan khilaf dalam menjalankan kita ibadah puasa, sehingga nilai-
nilai takwa kurang kita rasakan walaupun kita telah berpuasa untuk sekian lamanya.

Fenomena yang ada pada diri kita ini sudah sepantasnya cepat-cepat kita benahi, Harapannya,
agar puasa bulan Ramadhan ini segera terjadi perubahan ke arah yang positif. Agar nantinya
kita mendapatkan kemenangan yang hakiki. Sebatas renungan saya yang terbatas ini, ada tiga
pelajaran penting yang dapat kita petik dari ibadah puasa agar nilai-nilai takwa segera
terwujud dalam diri kita:

Pertama: Puasa Adalah Pusat Latihan Bagi Pola Pikir Dan Perilaku Umat Islam.

Dalam kondisi haus dan lapar di siang hari selama bulan Ramadhan, seakan semua makanan
dan minuman terasa lezat dan segar. Tak ayal, bayangan menikmati lezat dan segarnya
berbagai makanan mendorong kita untuk membuatnya dan membelinya. Bahkan sering kali
kita hanyut dalam ambisi nafsu untuk menguasai semuanya seorang diri. Akibat dari sikap
hanyut dalam badai ambisi nafsu tersebut, sering kali kita lupa tujuan kita, sehingga membuat
dan membeli makanan melebihi dari kebutuhan.

Namun ketika matahari telah terbenam, hanya sedikit yang kita konsumsi dan bahkan banyak
dari makanan yang terlanjur dibuat atau dibeli tidak tersentuh sama sekali.

Bahkan lebih parah dari itu, sebagian kita walaupun tetap bernafsu untuk makan, hingga
seluruh rongga perutnya penuh, namun tetap saja masih tersisa hidangan yang melebihi apa
yang telah ia konsumsi.

Perilaku semacam inilah salah satu faktor yang menjauhkan nilai-nilai takwa dari diri kita.
Andai selama bulan puasa kita meluangkan waktu sedikit saja untuk memikirkan sikap yang
benar dalam hal makan dan minum, niscaya kita terhindar dari kondisi-kondisi semacam
yang diungkapkan tersebut. Untuk urusan makan dan minum, sejatinya yang benar-benar kita
butuhkan jauh dari yang selama ini kita makan. Dan tentunya jauh dari apa yang selama ini
kita olah atau kita beli. Buktinya, setiap hari kita membuang atau paling kurang terpaksa
menyingkirkan banyak makanan hingga akhirnya rusak atau basi.

Andai kita semua mengindahkan teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam urusan
makan dan minum, niscaya kita semua menjadi orang-orang yang bertakwa. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َم ا َم َأَل آَد ِمٌّي ِو َعاًء َش َّرا ِم ْن َبْطٍن ِبَح ْسب اْبِن آَد َم ُأُك اَل ٌت َيِقْم َن ُص ْلَبُه َفِإْن َك اَن اَل َم َح اَلَة َفُثُلٌث‬
‫ِلَطَع اِمِه َو ُثُلٌث ِلَش َر اِبِه َو ُثُلٌث ِلَنَفِسِه‬
“Tidaklah ada kantung yang lebih buruk untuk engkau penuhi dibandingkan perutmu sendiri.
Sejatinya engkau cukup memakan beberapa suap makanan yang dapat menegakkan tulang
rusukmu. Andai engkau tetap ingin makan lebih banyak, maka cukuplah engkau memenuhi
sepertiga perutmu dengan makanan, sepertiga lagi untuk minuman, dan sepertiga sisanya
untuk ruang pernafasanmu.” (HR. at-Tirmidzi dan lainnya).

Hadits tersebut mengajarkan kepada kita agar dalam urusan makan dan minum kita mengikuti
standar kebutuhan dan tidak menuruti kemampuan apalagi ambisi. Untuk urusan kemampuan
memakan, masing-masing perut kita memiliki daya tampung yang berbeda-beda, dan masing-
masing kita mampu untuk memenuhi seluruh ruang perut kita. Namun, Anda juga sadar
bahwa penuhnya ruang perut Anda pastilah mendatangkan masalah, bahkan menjadi
ancaman tersendiri bagi kesehatan kita.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan bahwa dalam urusan makan, kita dihadapkan
kepada tiga hal:

1. Ambisi medorong kepada nafsu


2. Kemampuan memakan atau memiliki.
3. Kebutuhan yang sejati.
Setiap sore hari, selama bulan puasa, kita senantiasa dihadapkan dengan ketiga hal tersebut.
Dan akhirnya sering kali Anda terpaksa berhenti pada batas kebutuhan kita. Betapa tidak,
setelah kita meneguk segelas air sekejap, ambisi kita dan kemampuan kita seakan sirna.
Ternyata segelas minuman mampu menjadikan kita berpikir dengan jernih tentang makanan
dan minuman. Sejatinya, makanan yang kita butuhkan jauh lebih sedikit dari yang mampu
kita sajikan, apalagi dari yang kita bayangkan.

Andai pelajaran penting ini benar-benar kita hayati dan terapkan dalam hidup kita, niscaya
kita menjadi orang yang bertakwa. Dengan semangat puasa ini, kita mampu membedakan
antara kemampuan dan kebenaran. Ternyata dalam hidup di dunia ini, kita semua dituntut
untuk membedakan antara kebenaran dengan kemampuan apalagi ambisi membawa nafsu
berlebih. Tidak semua yang kuasa kita lakukan kemudian kita lakukan. Sebagai orang yang
bertakwa, kita berpikir jernih dalam setiap kondisi sehingga senantiasa bersikap dengan benar
dan berguna dalam setiap kondisi.

Andai pengalaman-pengalaman yang terulang setiap kali berbuka puasa ini terapkan pada
setiap aspek kebutuhan di dunia ini, niscaya Anda menjadi orang yang benar-benar
bertakwa. Namun, apa boleh dikata bila ternyata selama ini pelajaran berharga ini selalu
berlalu begitu saja, dan bahkan sering kali Anda keluhkan untuk kemudian Anda lupakan.
Wallahul Musta’an.

Kedua: Kepatuhan kita dalam Berpuasa.

Seluruh umat Islam di berbagai belahan bumi sepakat bahwa puasa dalam Islam hanya
dijalankan pada siang hari. Sedangkan pada malam hari, umat Islam masih tetap bebas untuk
makan dan minum. Hal ini selaras dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla berikut:

‫َو ُك ُلوا َو اْش َر ُبوا َح َّتٰى َيَتَبَّيَن َلُك ُم اْلَخْيُط اَأْلْبَيُض ِم َن اْلَخْيِط اَأْلْس َو ِد ِم َن اْلَفْج ِر ۖ ُثَّم َأِتُّم وا الِّص َياَم‬
‫ِإَلى الَّلْيِل‬
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah/2:187).

Ketentuan berpuasa umat Islam sepakat bahwa puasa dalam Islam hanya bisa dijalankan pada
siang hari (dari terbit sampai terbenamnya matahari), sedangkan pada malam hari semuanya
berhenti dari berpuasa. Semua umat Islam dalam urusan ini menerima dan patuh
sepenuhnya, sesuai dengan ketentuan yang diajarkan dalam al- Qur`an dan Sunnah, tanpa ada
rasa keberatan sedikit pun. Sebagaimana puasa wajib hanya dijalankan di bulan Ramadhan,
dan nantinya pada hari pertama bulan Syawal seluruh umat Islam merayakan Idul Fitri
dengan menikmati makanan dan minuman sekaligus berhenti dari berpuasa.

Maha Besar Allah ‘Azza wa Jalla yang telah menjadikan kita berhenti dari makan dan minum
di bulan Ramadhan sebagai ibadah dan sebaliknya menjadikan makan dan minum sebagai
ibadah pada hari raya. Adanya perbedaan hukum makan dan minum ini menjadi bukti dan
pelajaran penting bagi umat Islam agar dalam hidup, terlebih dalam urusan ibadah
sepenuhnya berserah diri dan patuh kepada tuntunan syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam .

Karena itu salah satu indikator ibadah puasa yang baik adalah dengan menyegerakan berbuka
puasa dan mengakhirkan sahur. Salah satu hikmah dari ketentuan ini ialah untuk semakin
mengukuhkan arti kepatuhan kepada perintah Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya . Ketika
fajar telah terbit seketika itu pula kita telah berhenti dari makan dan minum, walaupun kita
masih berselera untuk makan atau minum. Sebaliknya, ketika matahari terbenam, saat itu
pula kita berhenti puasa, walau kita masih kuat dan mungkin merasa lebih mantap atau hebat
bila meneruskan puasa hingga malam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َال َيَز اُل الَّناُس ِبَخْيٍر َم ا َع َّج ُلْو ا اْلِفْطَر‬


“Umat Islam akan senantiasa berjaya selama mereka menyegerakan buka puasa mereka.”
(Muttafaqun ‘alaih).

Ibadah puasa Ramadhan seyogyanya menumbuhkan kesadaran untuk patuh sepenuhnya


dengan syariat Allah dalam segala aspek kehidupan kita. Hanya dengan cara inilah nilai-nilai
takwa yang sejati dapat terwujud dalam diri Anda. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

‫ِإَّنَم ا َك اَن َقْو َل اْلُم ْؤ ِمِنيَن ِإَذ ا ُدُع وا ِإَلى ِهَّللا َو َر ُسوِلِه ِلَيْح ُك َم َبْيَنُهْم َأْن َيُقوُلوا َسِم ْعَنا َو َأَطْعَناۚ َو ُأوَٰل ِئَك‬
‫ُهُم اْلُم ْفِلُحوَن‬
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan
Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan.” “Kami
mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-
Nur/24:51).

Ketiga: Berpuasa Hanya Karena Allah ‘Azza wa Jalla.

Ibadah puasa dengan menahan lapar dan haus semakin membuktikan betapa besar karunia
Allah ‘Azza wa Jalla kepada umat manusia yang telah memberikan rezki makanan dan
minuman. Nikmat Allah ‘Azza wa Jalla berupa makanan dan minuman semakin terasa
nikmat di bulan Ramadhan.
Namun senikmat apapun makanan yang kita miliki dan sesegar apapun minuman yang ada di
hadapan kita, semuanya kita tinggalkan sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

Kita melakukan itu semua bukan karena sedang sakit, atau tidak mampu membelinya atau
telah bosan mengkonsumsinya. Semua itu kita lakukan hanya kerap mengharapkan pahala
dari Allah ‘Azza wa Jalla . Inilah satu-satunya semangat dan motivasi Anda dalam
menjalankan ibadah puasa.
Rasulullah SAW bersabda:

‫َم ْن َص اَم َر َم َض اَن ِإيَم اًنا َو اْح ِتَس اًبا ُغ ِفَر َلُه َم ا َتَقَّد َم ِم ْن َذْنِبِه‬
Artinya:
"Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka Allah akan
mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu,” (HR. Bukhari no. 2014).

Demikianlah seharusnya kita bersikap selama hidup di dunia. Semua aktifitas kita, baik
ucapan atau perbuatan ditujukan hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla. Dimana Allah berfirman :

‫﴾ اَل َش ِر يَك َلُهۖ َو ِبَٰذ ِلَك ُأِم ْر ُت‬١٦٢﴿ ‫ُقْل ِإَّن َص اَل ِتي َو ُنُس ِكي َو َم ْح َياَي َو َمَم اِتي ِهَّلِل َر ِّب اْلَع اَلِم يَن‬
‫َو َأَنا َأَّوُل اْلُم ْس ِلِم يَن‬
Katakanlah: “Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb
semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan
aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS.
Al-An’am/6:162-163).

‫َأُقْو ُل‬،‫ َو َنَفَعِنْي َو ِإَّياُك ْم ِبَم ا ِفْيِه ِم َن ْاآلَياِت َو الِّذْك ِر اْلَحِكْيم‬، ‫َباَر َك ُهللا ِلْي َو َلُك ْم ِفي اْلُقْر آِن اْلَعِظ ْيِم‬
‫َقْو ِلْي َهَذ ا َو َأْسَتْغ ِفُر َهللا َفاْسَتْغ ِفُرْو ُه ِإّنُه ُهَو اْلَغ ُفْو ُر الّر ِح ْيم‬

Khutbah Kedua:

‫ َص َّلى ُهللا َو َس َّلَم َع َلْي ِه َو َع َلى آِل ِه‬،‫ َو َأْش َهُد َأَّن ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه َو َر ُسْو ُلُه‬،‫ َو َأْش َهُد َأْن اَل ِإٰل َه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل َش ِرْيَك َلُه‬،‫َاْلَحْم ُد ِهَّلِل َك ِثْيًرا‬
‫َو َص ْح ِبِه َأْج َم ِع ْيَن‬.

‫َأَّم ا َبْعُد‬:

‫ َو اْعَتُنْو ا ِبُس َّنِة َنِبِّيِه الَك ِرْيِم َع َلْيِه الَّص اَل ُة َو الَّساَل ُم ؛ َف ِإَّن َم َث َل الُس َّنِة‬،‫ ِاَّتُقْو ا َهللا َتَع اَلى َو اْسَتْمِس ُك ْو ا ِبُهَداُه‬..‫ ِعَباَد ِهللا‬، ‫َأُّيَها الُم ْؤ ِم ُنْو َن‬
‫َم َثَل َس ِفْيَنِة ُنْو ٍح َم ْن َرِكَبَها َنَج ا َو َم ْن َتَر َك َها َغ ِر ٌق َو َهَلٌك‬.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Kita menyadari bahwa segala bentuk keuntungan dunia hanyalah fana dan sesaat lagi pastilah
kita tinggalkan. Sebagaimana Anda juga beriman bahwa segala manfaat dan mudharat ada di
Tangan Allah ‘Azza wa Jalla . Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
‫﴾ اَّلِذ ي َلُه ُم ْلُك الَّس َم اَو اِت‬١﴿ ‫َتَباَر َك اَّلِذ ي َنَّز َل اْلُفْر َقاَن َع َلٰى َع ْبِدِه ِلَيُك وَن ِلْلَع اَلِم يَن َنِذ يًرا‬
‫َو اَأْلْر ِض َو َلْم َيَّتِخ ْذ َو َلًدا َو َلْم َيُك ْن َلُه َش ِر يٌك ِفي اْلُم ْلِك َو َخ َلَق ُك َّل َش ْي ٍء َفَقَّد َرُه َتْقِد يًرا‬

Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (Alquran) kepada hamba-Nya, agar dia
menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit
dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan
(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya..” (QS. Al-Furqan/25:1-2).

Pada saat yang sama, kita juga beriman sepenuhnya bahwa keberadaan kita di dunia ini untuk
mengabdikan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla . Hanya dengan pengabdian kepada Allah
‘Azza wa Jalla inilah hidup Anda menjadi berarti. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

٥٦﴿ ‫﴾َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِإْل ْنَس ِإاَّل ِلَيْعُبُد وِن‬
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah(mengabdi)kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka
dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. (Adz-Dzariyat/51:56-57)

Andai ketiga hal di atas benar-benar kita aplikasikan dalam hidup kita, insyaAllah kita
menjadi orang yang bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla
membenahi kondisi kita, dan memberikan kesempatan untuk menikmati indahnya puasa
bulan Ramadhan yang sedang kita jalani, Amin. Wallahu ‘alam bisshowab..

‫ َيا َأُّيهَا اَّلِذ ْيَن َء اَم ُنْو ا َص ُّلْو ا َع َلْيِه َو َس ِّلُم ْو ا َتْس ِلْيًم ا‬، ‫ِإَّن َهللا َو َم َالِئَكَتُه ُيَص ُّلْو َن َع َلى الَّنِبِّي‬.
‫الَّلُهَّم َص ِّل َع َلى ُم َحَّمٍد َو َع َلى آِل ُمَح َّمٍد َك َم ا َص َّلْيَت َع َلى آِل ِإْبَر اِهيَم ِإَّنَك َح ِم يٌد َمِج يٌد الَّلُهَّم َباِر ْك َع َلى ُم َحَّمٍد‬
‫َو َع َلى آِل ُم َحَّمٍد َك َم ا َباَر ْك َت َع َلى آِل ِإْبَر اِهيَم ِإَّنَك َح ِم يٌد َمِج يٌد‬
Do’a
‫ َيِع ُظُك ْم‬. ‫ َو َيْنَهى َع ِن اْلَفْح َش اِء َو اْلُم ْنَك ِر َو اْلَبْغ ِي‬،‫ ِإَّن َهللا َيْأُم ُر ِباْلَع ْد ِل َو اِإْل ْح َس اِن َو ِإْيَتاِء ِذ ْي اْلُقْر َبى‬،‫ِعَباَد ِهللا‬
‫َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُرْو َن‬
. ‫ َو َلِذ ْك ُر ِهللا َأْك َبر‬، ‫َفاْذ ُك ُروا َهللا اْلَعِظ ْيَم َيْذ ُك ْر ُك ْم َو اْشُك ُرْو ُه َع َلى ِنَعِمِه َيِزْد ُك ْم‬

Anda mungkin juga menyukai