DISUSUN OLEH :
MOHAMMAD IMADUDDIEN
D111 13 518
JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR
Maha Esa, maka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, yaitu sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Sipil
Penulis menyadari bahwa di dalam tugas akhir yang sederhana ini terdapat banyak
kekurangan dan sangat memerlukan perbaikan secara menyeluruh. Tentunya hal ini
disebabkan keterbatasan ilmu serta kemampuan yang dimiliki penulis, sehingga dengan
Tentunya tugas akhir ini memerlukan proses yang tidak singkat. Perjalanan yang
dilalui penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak lepas dari tangan-tangan berbagai
pihak yang senantiasa memberikan bantuan, baik berupa materi maupun dorongan moril.
Olehnya itu dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih, penghormatan serta
penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah
1. Kedua orang tua tercinta, yaitu ayahanda Drs. H. M. Hasan Sitaba dan ibunda Dra. Hj.
Adliah, M.H., atas kasih sayang dan segala dukungan selama ini, baik spritiual maupun
materil, serta seluruh keluarga besar atas sumbangsih dan dorongan yang telah diberikan.
2. Bapak Dr. Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MS., M.Eng, selaku Dekan Fakultas Teknik
iii
3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, M.T. dan Bapak Ir. H. Achmad Bakri
Muhiddin, Msc. Ph.D., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Sipil Fakultas Teknik
4. Bapak Ir. Achmad Faizal Aboe, M.T., selaku dosen pembimbing I, atas segala kesabaran
dan waktu serta nasihat spiritual yang telah diluangkannya untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga terselesainya penulisan
5. Bapak Ir. Dantje Runtulalo, M.T., selaku dosen pembimbing II, yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian
6. Seluruh dosen, staf dan karyawan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin Makassar.
7. Bapak Dr. Ir. H. Mubassirang Pasra, M.T., selaku Kepala Laboratorium Jalan dan Aspal
Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin yang telah memberikan izin atas
9. Khansa Luthfiyyah, atas segala dukungan dan semangat yang tiada henti diberikan
kepada penulis.
iv
11. Saudara-saudariku seangkatan 2013 Teknik Sipil, yang senantiasa memberikan
Tiada imbalan yang dapat diberikan penulis selain memohon kepada Allah SWT.,
melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, Aamiin Ya Rabb. Semoga karya ini dapat
Penulis
v
ANALISIS KERUSAKAN KONSTRUKSI JALAN ASPAL DI KOTA MAKASSAR
DENGAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX ( STUDI KASUS JL.
LETJEND HERTASNING )
ABSTRAK
Suatu penelitian tentang bagaimana kondisi permukaan jalan dan bagian jalan lainnya
sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi permukaan jalan yang mengalami kerusakan
tersebut. Penelitian awal terhadap kondisi permukaan jalan tersebut yaitu dengan melakukan
survei secara visual yang berarti dengan cara melihat dan menganalisis kerusakan tersebut
berdasarkan jenis dan tingkat kerusakannya untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan
kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. Jenis kontruksi perkerasan dalam penelitian ini adalah
kontruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal
sebagai bahan pengikat serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya.
Hasil survei menunjukkan bahwa jenis-jenis kerusakan pada ruas Jalan Letjend
Hertasning antara lain Retak Kulit Buaya, Bergelombang, Amblas, Retak Pinggir, Retak
Memanjang/Melintang, Tambalan, Lubang, Pelepasan Butiran, Retak Blok, Retak Reflektif
Sambungan, Alur, dan Sungkur. Dari jenis-jenis kerusakan yang terjadi, jenis kerusakan yang
paling dominan adalah kerusakan pelepasan butiran dengan persentase kerusakan 76,94% dari
jenis kerusakan lainnya. Nilai indeks kondisi perkerasan (PCI) rata-rata ruas Jalan Letjend
Hertasning Arah Pettarani – Aroepala yaitu 93,48 Sedangkan untuk arah Aroepala – pettarani
yaitu 82,23 yang artinya kondisi pada ruas Jalan Letjend Hertasning termasuk sempurna dan
sangat baik.
Kata Kunci : Kerusakan Jalan, Perkerasan Jalan Aspal, Pavement Condition Index(PCI)
vi
ABSTRACT
A study of how road surface conditions and other road sections are needed to determine
the condition of the affected road surface. Preliminary research on the condition of the road
surface is by conducting a visual survey that means by seeing and analyzing the damage based
on the type and level of damage to be used as a basis in performing maintenance and repair
activities. The type of pavement construction in this research is flexible pavement construction
which is pavement which use asphalt as binder and grain material as layer below.
Survey results indicate that the types of damage to Jalan Letjend Hertasning segment
are: Aligator Cracks, Bleeding, Depression, Edge Cracks, Longitudinal/Transverse Cracking,
Patching, Potholes, Raveling, Block Cracking, Reflection Cracks, Ruts, and Shoving. Of the
types of damage that occurs, the most dominant type of damage is damage to Raveling with a
percentage of damage of 76.94% of other types of damage. The value of pavement conditions
index (PCI) on the average of Jalan Letjend Hertasning Direction Pettarani - Aroepala is 93,48
While for Aroepala - pettarani is 82,23 which means that the condition of Jalan Letjend
Hertasning is excellent and very good.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.4. Batasan Masalah.................................................................................. 4
1.5. Sistematika Penulisan ......................................................................... 5
viii
2.4.3. Jenis Kerusakan pada Perkerasan Lentur Berdasarkan Metode
Pavement Condition Index (PCI) ............................................ 34
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Kerusakan jalan Letjend Hertasning STA 0+000 – 1+600 (Pettarani-
Aroepala) ......................................................................................... 64
Tabel 4.2. Kerusakan jalan Letjend Hertasning STA 1+600 – 2+800 (Pettarani-
Aroepala) ......................................................................................... 65
x
Tabel 4.3. Kerusakan jalan Letjend Hertasning STA 0+000 – 1+100 (Arah
Aroepala-Pettarani) ......................................................................... 66
Tabel 4.4. Kerusakan jalan Letjend Hertasning STA 1+100 – 2+200 (Arah
Aroepala-Pettarani) ......................................................................... 67
Tabel 4.5. Kerusakan jalan Letjend Hertasning STA 2+200 – 2+800 (Arah
Aroepala-Pettarani) ......................................................................... 68
Tabel 4.6. Contoh Perhitungan Kerusakan Lubang PCI STA 0+900 – 1+000
(Arah Pettarani-Aroepala) ............................................................... 69
Tabel 4.7. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 0+000 – 0+100 s/d 0+200 – 0+300 (Arah Pettarani –
Aroepala) ......................................................................................... 70
Tabel 4.8. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 0+300 – 0+400 s/d 1+000 – 1+100 (Arah Pettarani –
Aroepala) ......................................................................................... 71
Tabel 4.9. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 1+100 – 1+200 s/d 1+700 – 1+800 (Arah Pettarani –
Aroepala) ......................................................................................... 72
Tabel 4.10. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 1+800 – 1+900 s/d 2+400 – 2+500 (Arah Pettarani –
Aroepala) ......................................................................................... 73
Tabel 4.11. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 2+500 – 2+600 s/d 2+700 – 2+800 (Arah Pettarani –
Aroepala) ......................................................................................... 74
Tabel 4.12. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 0+000 – 0+100 s/d 0+200 – 0+300 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 74
xi
Tabel 4.13. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 0+300 – 0+400 s/d 0+700 – 0+800 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 75
Tabel 4.14. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 0+800 – 0+900 s/d 1+100 – 1+200 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 76
Tabel 4.15. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 1+200 – 1+300 s/d 1+700 – 1+800 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 77
Tabel 4.16. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 1+800 – 1+900 s/d 2+200 – 2+300 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 78
Tabel 4.17. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 2+300 – 2+400 s/d 2+500 – 2+600 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 79
Tabel 4.18. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan Metode
PCI STA 2+600 – 2+700 s/d 2+700 – 2+800 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 80
Tabel 4.19. Perhitungan Nilai Corrected Deduct Value & Nilai PCI STA 0+900
– 1+000 (Arah Pettarani – Aroepala) .............................................. 80
Tabel 4.20. Contoh Perhitungan Nilai CDV STA 0+900 – 1+000 (Arah Pettarani
– Aroepala) ...................................................................................... 81
Tabel 4.21. Perhitungan Nilai CDV STA 0+000 – 0+100 s/d STA 0+100 –
0+200 (Arah Pettarani – Aroepala) ................................................. 81
Tabel 4.22. Perhitungan Nilai CDV STA 0+200 – 0+300 s/d STA 0+700 –
0+800 (Arah Pettarani – Aroepala) ................................................. 82
xii
Tabel 4.23. Perhitungan Nilai CDV STA 0+800 – 0+900 s/d STA 1+400 –
1+500 (Arah Pettarani – Aroepala) ................................................. 83
Tabel 4.24. Perhitungan Nilai CDV STA 1+500 – 1+600 s/d STA 2+100 –
2+200 (Arah Pettarani – Aroepala) ................................................. 84
Tabel 4.25. Perhitungan Nilai CDV STA 2+200 – 2+300 s/d STA 2+700 –
2+800 (Arah Pettarani – Aroepala) ................................................. 85
Tabel 4.26. Perhitungan Nilai CDV STA 0+000 – 0+100 s/d STA 0+600 –
0+700 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 86
Tabel 4.27. Perhitungan Nilai CDV STA 0+700 – 0+800 s/d STA 1+200 –
1+300 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 87
Tabel 4.28. Perhitungan Nilai CDV STA 1+100 – 1+200 s/d STA 1+700 –
1+800 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 88
Tabel 4.29. Perhitungan Nilai CDV STA 1+800 – 1+900 s/d STA 2+300 –
2+400 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 89
Tabel 4.30. Perhitungan Nilai CDV STA 2+400 – 2+500 s/d STA 2+700 –
2+800 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 90
Tabel 4.31. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan STA 1+000 –
1+100 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 92
Tabel 4.32. Perhitungan Nilai CDV STA 1+000 – 1+100 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 92
Tabel 4.33. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan STA 2+500 –
2+600 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 93
Tabel 4.34. Perhitungan Nilai CDV STA 2+500 – 2+600 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 93
Tabel 4.35. Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan STA 0+900 –
1+000 (Arah Aroepala – Pettarani) ................................................. 94
xiii
Tabel 4.36. Perhitungan Nilai CDV STA 0+900 – 1+000 (Arah Aroepala –
Pettarani) ......................................................................................... 94
Tabel 4.37. Rekapitulasi Nilai PCI Tiap Segmen Ruas Jalan Letjend Hertasning
STA 0+000 – 2+800 (Arah Pettarani – Aroepala) ......................... 95
Tabel 4.38. Rekapitulasi Nilai PCI Tiap Segmen Ruas Jalan Letjend Hertasning
STA 0+000 – 2+800 (Arah Aroepala – Pettarani) ......................... 96
Tabel 4.39. Persentase jenis kerusakan pada ruas Jalan Letjend Hertaning (Arah
Pettarani – Aroepala)....................................................................... 98
Tabel 4.40. Persentase jenis kerusakan pada ruas Jalan Letjend Hertaning (Arah
Aroepala – Pettarani)....................................................................... 99
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
Gambar 2.21. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Slip .. 28
Gambar 2.22. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Mengembang
......................................................................................................... 28
Gambar 2.23. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Pelepasan
Butiran ............................................................................................. 29
Gambar 2.24. Grafik hubungan Corrected Deduct Value (CDV) dan TDV untuk
perkerasan lentur ............................................................................. 31
Gambar 2.25. Kerusakan Retak Kulit Buaya (Aligator Cracks) ............................ 37
Gambar 2.26. Kerusakan Kegemukan ................................................................... 39
Gambar 2.27. Kerusakan Retak blok ..................................................................... 40
Gambar 2.28. Kerusakan Keriting ......................................................................... 41
Gambar 2.29. Kerusakan Amblas .......................................................................... 42
Gambar 2.30. Kerusakan Retak Pinggir (Edge Cracks)......................................... 44
Gambar 2.31. Kerusakan Retak Refleksi ............................................................... 45
Gambar 2.32. Kerusakan Penurunan bahu jalan .................................................... 46
Gambar 2.33. Kerusakan Retak Memanjang/Melintang ........................................ 47
Gambar 2.34. Kerusakan Tambalan ....................................................................... 49
Gambar 2.35. Kerusakan Pengausan...................................................................... 50
Gambar 2.36. Kerusakan Lubang .......................................................................... 51
Gambar 2.37. Kerusakan Alur ............................................................................... 53
Gambar 2.38. Kerusakan Sungkur ......................................................................... 54
Gambar 2.39. Kerusakan Retak Slip ...................................................................... 55
Gambar 2.40. Kerusakan Pelepasan Butiran.......................................................... 56
Gambar 3.1. Lokasi survey penelitian ruas Jalan Letjend Hertasning ................. 58
Gambar 3.2. Diagram Alir Penelitian .................................................................. 62
Gambar 4.1. Nilai kondisi perkerasan (PCI) dan tingkat kerusakan .................... 91
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran Grafik DV dan CDV Ruas Jalan Letjend Hertasning (Arah Pettarani –
Aroepala)
2. Lampiran Grafik DV dan CDV Ruas Jalan Letjend Hertansing (Arah Aroepala
– Pettarani)
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
memperlancar kegiatan hubungan perekonomian, baik antara satu kota dengan kota
lainnya, antara kota dengan desa, antara satu desa dengan desa lainnya. Kondisi
kerusakan jalan akan berakibat bukan hanya terhalangnya kegiatan ekonomi dan
pemeliharaan, kerusakan jalan kadang terjadi lebih dini dari masa pelayanan yang
disebabkan oleh adanya banyak faktor, antara lain faktor manusia dan faktor alam.
Faktor – faktor alam yang dapat mempengaruhi mutu perkerasan jalan diantaranya
air, perubahan suhu, cuaca dan temperatur udara. Sedangkan faktor manusia yaitu
diantaranya berupa tonase atau muatan kendaraan – kendaraan berat yang melebihi
kapasitas dan volume kendaraan yang semakin meningkat. Dari faktor – faktor itu
semua jika terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan pada jalan
yang dilewati, dan tentunya akan merugikan semua pihak – pihak yang terkait.
Kerusakan jalan yang terjadi di berbagai daerah saat ini merupakan permasalahan
1
yang sangat kompleks dan kerugian yang diderita sungguh besar terutama bagi
pengguna jalan, seperti terjadinya waktu tempuh yang lama, kemacetan, kecelakaan
Secara umum penyebab kerusakan jalan ada berbagai sebab yakni umur
rencana jalan yang telah dilewati, genangan air pada permukaan jalan yang tidak
dapat mengalir akibat drainase yang kurang baik, beban lalu lintas berulang yang
berebihan (overloaded) yang menyebabkan umur pakai jalan lebih pendek dari
perencanaan. Perencanaan yang tidak tepat, pengawasaan yang kurang baik dan
pelaksanaan yang tidak sesuai dengan rencana yang ada. Selain itu minimnya biaya
yang kurang tepat juga menjadi penyebab. Panas dan suhu udara, air dan hujan,
serta mutu awal produk jalan yang jelek juga sangat mempengaruhi. Oleh sebab itu
disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan baik agar dapat
jalan lainnya sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi permukaan jalan yang
tersebut yaitu dengan melakukan survei secara visual yang berarti dengan cara
2
Perkembangan pertambahan volume kendaraan bermotor baik roda dua,
Kerusakan - kerusakan jalan sering terjadi di Kota Makassar khususnya pada ruas
Jalan Letjend Hertasning yang merupakan ruas jalan dengan volume lalu lintas yang
padat, selain merupakan jalan penghubung Kota Makassar dan Kabupaten Gowa,
tarikan sehingga banyak kendaraan yang melintas di ruas Jalan tersebut. Kendaraan
– kendaraan yang melintas memiliki berat yang bervariasi bahkan banyak ditemui
drainase yang kurang baik yang dapat menimbulkan genangan air dibeberapa titik
yang dimana berdampak buruk pada lapisan perkerasan sehingga perkerasan aspal
dan kenyamanan pemakai jalan. Oleh sebab itu penanganan konstruksi perkerasan
baik yang bersifat pemeliharaan, peningkatan atau rehabilitasi akan dapat dilakukan
kondisi perkerasan jalan tersebut, mendorong kami untuk mengetahui jenis dan
3
I.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
lentur di ruas Jalan Letjend Hertasning Makassar dengan cara mencari nilai
Batasan masalah dalam peneltian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Data kerusakan jalan diambil pada ruas jalan Letjend Hertasning kota
Makassar.
4
2. Data kerusakan jalan yang dijadikan bahan penulisan didasarkan atas data
pengikat.
5. Data primer berupa hasil pengamatan secara visual serta hasil pengukuran
yang terdiri dari panjang, lebar dan kedalaman dari tiap jenis kerusakan.
BAB I. Pendahuluan
pembahasannya.
jenis-jenis kerusakan pada lapisan perkerasan lentur, serta uraian metode analisa
5
BAB III. Metodologi Penelitian
kondisi fisik jalan, data luas kerusakan sesuai hasil survey lapangan dan
dan tingkat kerusakan jalan dan faktor-faktor penyebab kerusakan jalan tersebut.
Berisikan Penutup dari Penelitian, yang terdiri dari kesimpulan dari hasil penelitian
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. UMUM
Perkerasan jalan adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa lapis
material yang diletakkan pada tanah dasar (subgrade). Tujuan utama dari
kekesatan tertentu, dengan umur layanan cukup panjang, serta pemeliharaan yang
terhadap lalu-lintas dan menerima beban repetisi lalu-lintas setiap harinya, oleh
mendapatkan perkerasan yang memiliki daya dukung yang baik dan memenuhi
faktor keawetan dan faktor ekonomis yang diharapkan maka perkerasan dibuat
paling atas disebut lapisan permukaan yaitu kontak langsung dengan roda
kendaraan dan lingkungan sehingga merupakan lapisan yang cepat rusak terutama
akibat air. Dibawahnya terdapat lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah, yang
diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Selain itu juga, untuk
7
dibutuhkan pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengelolaan agregat, serta
sifat bahan pengikat seperti aspal dan semen yang menjadi dasar untuk merancang
Tanah Dasar
perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata (w).
Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan (surface course ) dan disebarkan
8
lapisan sebagai akibat perlawanan dari tanah dasar terhadap beban lalu lintas yang
Karena sifat dari beban tersebut semakin kebawah semakin menyebar, maka
lapisan berbeda.
9
2.2. Definisi Perkerasan Lentur (flexible pavement)
jalan melalui kontak roda berupa beban terbagi merata P0. Beban tersebut diterima
oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi P1 yang lebih kecil
dari daya dukung tanah dasar. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-
lapisan yang diletakkan di atas lapisan tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-
lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya
ke lapisan di bawahnya.
bahan pengikat. Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai
jalan, maka konstruksi perkerasan jalan harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang
berlubang.
b. Permukaan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban
10
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan
2. Syarat-syarat struktural
bawahya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air sehingga air hujan yang jatuh di atasnya
Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas yang
11
Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat yang tersedia,
apa yang diinginkan jika tidak dilakukan pengawasan pelakasanaan yang cermat
mulai dari tahap penyiapan lokasi dan material sampai tahap pencampuran atau
lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut adalah :
b. Lapisan kedap air, air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan
c. Lapis aus, lapisan ulang yang langsung menderita gesekan akibat roda
kendaraan.
dapat dipikul oleh lapisan lain dengan daa dukung yang lebih jelek.
12
2. Lapisan pondasi atas (base coarse)
Lapisan pondasi atas adalah bagian lapis perkerasan yang terletak antara
lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak
perkerasan, maka lapisan ini menerima pembebanan yang berat dan paling
menderita akibat muatan, oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
Bahan untuk lapis pondasi atas cukup kuat dan awet sehingga dapat
lapisan pondasi atas, antara lain batu merah, kerikil dan stabilisasi tanah dengan
Lapisan pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi atas dan tanah dasar. Fungsi lapis pondasi bawah adalah :
13
a. Menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
lapisan di atasnya.
d. Lapisan partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas.
yang relatif jauh lebih baik dengan tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan
portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar didapat bantuan yang efektif
Tanah dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan tanah galian
atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar
konstruksi perkerasan jalan tergantung dari sifatsifat daya dukung tanah dasar.
14
Persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah :
b. Sifat kembang susut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata, sukar ditentukan secara pasti ragam
tanah yang sangat berbeda sifat dan kelembabannya.
(Dinas PU Bina Marga Prov. Jawa Timur) dalam tulisannya “Target Umur Rencana
menggunakan bahan baku dari bahan dasar aspal curah yang kualitasnya hasilnya
kurang begitu baik karena pada siang hari antara jam 12 00 – 15.00 WIB, temperatur
cuaca panas pada badan jalan rata-rata mencapai 67º C. Pengaruh sinar ultra violet,
Apalagi dengan adanya genangan sisa-sisa air hujan pada badan jalan yang
juga akibat beban overload kendaraan yang tidak dapat dihindarkan karena tuntutan
15
mengalami kerusakan dini dan menyebabkan target umur rencana jalan kurang bisa
terpenuhi.
of the Eastern Asia Society for Transportation studies, vol.4, No.1, October, 2001,
16
Perbedaan-perbedaan antara perkerasan lentur dan kaku dapat di
diskripsikan sebagai berikut yakni pada Flexible Pavement ; (1) Bila dibebani,
konstruksi akan melentur, begitu beban sudah lewat, maka lenturan akan kembali
(2) Kegunaan perkerasan sebagai penyebar beban dari roda kendaraan dan langsung
ke tanah dasar. (3) Karena bahannya yang banyak, menyebabkan biaya perkerasan
murah (4) Dibutuhkan perawatan secara rutin sehingga menyebabkan biaya tinggi.
Sedang konstruksi perkerasan Rigid Pavement adalah (1) Apabila mendapat beban,
maka lenturannya kecil, (2) Pada saat mendapat beban, maka menyebarkan beban
roda ke tanah dasar, juga memikul sebagian besar beban roda (3) Biaya pekerjaan
perkerasannya relatif mahal (4) Perawatan murah karena relatif jarang dilakukan.
bandara, jalan, dan tempat parkir telah dipakai secara luas di Amerika. Departemen-
departemen yang menggunakan prosedur PCI ini misalnya : FAA (Federal Aviation
U.S. Army, 1982), Asosiasi Pekerjaan Umum Amerika (American Public Work
survey dilakukan, tapi tidak dapat memberikan gambaran prediksi dimasa datang.
17
kondisi perkerasan dapat berguna untuk prediksi kinerja dimasa datang, selain juga
PCI adalah tingkatan dari kondisi permukaan perkerasan dan ukuran yang
ditinjau dari fungsi daya guna yang mengacu pada kondisi dan kerusakan
dipermukaan perkerasan yang terjadi. PCI ini merupakan indeks numerik yang
kondisi sangat rusak dan nilai 100 menunjukkan perkerasan masih sempurna. PCI
ini didasarkan pada hasil survey kondisi visual. Tipe kerusakan, tingkat kerusakan,
dari survey kondisi PCI, memberikan informasi sebab-sebab kerusakan, dan apakah
a. Tipe kerusakan
18
2.4.2. Istilah-istilah dalam Hitungan PCI
jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan kerapatan (density) dan tingkat
tersebut umumnya menjadi masalah. Untuk mengatasi hal ini, nilai pengurang
lapangan dan evaluasi prosedur, serta deskripsi akurat dari tipe-tipe kerusakan,
maka tingkat keparahan kerusakan dan nilai pengurang diperoleh, sehingga suatu
Untuk menentukan PCI dari bagian perkerasan tertentu, maka bagian tersebut
19
Grafik Deduct Value untuk perkerasan lentur
Gambar 2.5. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Kulit
Buaya
Gambar 2.6. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Kegemukan
20
Gambar 2.7. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Blok
Gambar 2.8. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Benjol dan
Turun
21
Gambar 2.9. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Bergelombang
Gambar 2.10. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Amblas
22
Gambar 2.11. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak
Pinggir
Gambar 2.12. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak
Refleksi Sambungan
23
Gambar 2.13. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Penurunan
Jalur/Bahu Jalan
Gambar 2.14. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak
Memanjang/Melintang
24
Gambar 2.15. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Tambalan
Gambar 2.16. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Pengausan
25
Gambar 2.17. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Lubang
Gambar 2.18. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Persilangan
Jalan Rel
26
Gambar 2.19. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Alur
Gambar 2.20. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Sungkur
27
Gambar 2.21. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Retak Slip
28
Gambar 2.23. Grafik hubungan density dan deduct value kerusakan Pelepasan
Butiran
b. Kerapatan (Density)
Kerapatan adalah persentase luas atau panjang total dari satu jenis
kerusakan terhadap luas atau panjang total bagian jalan yang diukur, bias dalam
sq.ft atau , atau dalam feet atau meter. Dengan demikian, kerapatan kerusakan dapat
Dengan :
Ad = luas total dari satu jenis perkerasan untuk setiap tingkat keparahan
kerusakan ( )
29
c. Nilai pengurang total (Total Deduct Value, TDV)
Nilai pengurang total atau TDV adalah jumlah total dari nilai pengurang
cek apakah nilai deduct value individual dapat digunakan dalam perhitungan
deduct value (m), setelah didapat nilai m kemudian setiap deduct value
dikurangkan terhadap m, jika terdapat nilai (DV - m) < m maka semua data dapat
Dengan :
nilai pengurang total (TDV) dan nilai pengurang (DV) dengan memilih kurva yang
sesuai. Jika nilai CDV yang diperoleh lebih kecil dari nilai pengurang tertinggi
(Highest Deduct Value, HDV), maka CDV yang digunakan adalah nilai pengurang
30
Gambar 2.24. Grafik hubungan Corrected Deduct Value (CDV) dan TDV untuk
perkerasan lentur
f. Nilai PCI
Setelah CDV diperoleh, maka PCI untuk setiap unit sampel dihitung dengan
menggunakan persamaan :
Dengan :
PCI (s) = PCI untuk setiap unit segmen atau unit penelitian
Nilai PCI perkerasan secara keseluruhan pada ruas jalan tertentu adalah :
∑ ( )
PCI =
31
(Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, 2015)
Dengan :
g. Unit Sampel
Unit sampel adalah bagian atau seksi dari suatu perkerasan yang
beton) dan jalan tanpa perkerasan, unit sampel didefenisikan sebagai luasan sekitar
762 ± 305 (2500 ± 1000 sq.ft) (Shahin, 1994). Ukuran unit sampel sebaiknya
Menurut Shahin (1994), inspeksi dari setiap unit sampel dalam suatu bagian
32
hasil survey apakah survey dilakukan pada tingkat jaringan jalan (Network-level)
perencanaan biaya proyek, maka suatu survey dengan jumlah unit sampel terbatas
sudah cukup. Tapi, jika tujuannya adalah untuk mengevaluasi bagian perkerasan
spesifik pada tingkat proyek, maka derajat penelitian sampel yang lebih tinggi
tingkat jaringan, unit sampel yang dibutuhkan dalam tingkat proyek lebih banyak.
kualitas lapis perkerasan unit segmen berdasarkan kondisi tertentu yaitu sempurna
(excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), buruk (poor), sangat
buruk (very poor), dan gagal (failed). Adapun besaran Nilai PCI adalah :
33
Tabel 2.1. Besaran Nilai PCI
55 – 69 BAIK (good)
40 – 54 SEDANG (fair)
25 – 39 BURUK (poor)
0 – 10 GAGAL (failed)
34
2.4.3. Jenis Kerusakan pada Perkerasan Lentur Berdasarkan Metode
Pavement Condition Index (PCI)
mencapai umur rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat dari kondisi
dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan.
tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan pengaruh
yang tidak kuat dalam mendukung beban lalu lintas yang berulang-ulang. Pada
mulanya terjadi retak-retak halus, akibat beban lalu lintas yang berulang
kecil yang memiliki sisi tajam sehingga menyerupai kulit buaya. Retak buaya biasa
terjadi hanya di daerah yang dilalui beban lalu lintas yang berulang dan biasanya
35
disertai alur, sehingga tidak akan terjadi di seluruh daerah kecuali seluruh area jalan
dikenakan arus lalu lintas. Cara mengukur kerusakan yang terjadi adalah dengan
kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan serangkaian retak halus yang saling
terhubung tanpa ada retakan yang pecah, kerusakan sedang (medium) yang ditandai
dengan serangkaian retak yang terhubung membentuk kotak-kotak kecil dan pola
retak sudah cukup kelihatan jelas karena sudah terdapat retak yang mulai pecah,
dan kerusakan berat (high) yang ditandai dengan serangkaian retak menyerupai
kulit buaya yang keseluruhan retaknya sudah pecah sehingga jika dibiarkan dapat
e) Meresapkan air.
kurang baik, karena perubahan lapisan permukaan atau karena lapis pondasi kurang
padat saat pelaksanaan sehingga mengakibatkan air tanah mudah merembes melalui
36
Apabila air tanah terkendali, maka pengaruhnya terhadap tanah dasar akan
terjadi swelling (pencairan tanah keras yang mulanya masih utuh), sehingga lapisan
tidak memiliki kekuatan untuk menahan tekanan beban yang diterima. Akibatnya
terjadilah penurunan badan jalan, selanjutnya badan jalan akan mengalami retak-
menyerupai kulit buaya. Selain itu pula disebabkan oleh drainase yang tidak
baik/tidak ada sehingga air yang meluap masuk kebahu jalan akan masuk kebadan
37
Tabel 2.2. Tingkat Kerusakan Retak Buaya (Alligator Cracking)
2. Kegemukan (Bleeding)
menjadi lebih hitam dan licin. Permukaan jalan menjadi lebih lunak dan lengket.
Ini disebabkan pemakaian aspal yang berlebih. Cara mengukur kerusakan adalah
38
Tingkat kerusakan dibagi menjadi kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan
permukaan jalan yang hitam, aspal tidak menempel pada roda kendaraan, kerusakan
sedang (medium) yang ditandai dengan permukaan aspal hitam, aspal menempel
pada kendaraan selama beberapa minggu dalam setahun, kerusakan berat (high)
yang di tandai dengan permukaan yang berwarna hitam dan terdapat jejak roda
39
3. Retak Blok (Block Cracking)
berbentuk persegi dengan sudut tajam, tetapi bentuknya saja yang lebih besar dari
retak kulit buaya. Block craking ini tidak hanya terjadi di daerah yang mengalami
arus lalu lintas berulang, tetapi juga dapat terjadi di daerah yang jarang dilalui arus
lalu lintas.
4. Keriting (Corrugation)
40
ketidaknyamanan dalam mengemudi. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya
stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu
licin, atau aspal yang dipergunakan mempunyai penetrasi yang tinggi. Keriting
dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk
perkerasan yang menggunakan aspal cair). Perbaikan terhadap kerusakan ini dapat
41
Tabel 2.5. Tingkat Kerusakan Keriting
5. Amblas (Depression)
lengkungan. Kerusakan ini terjadi karena beban lalu lintas yang berlebih tidak
42
Tabel 2.6. Tingkat Kerusakan Amblas
Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa
cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh
tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya
tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak
pinggir ini. Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin merusak lapisan
permukaan. Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah dengan campuran aspal
cair dan pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu diperlebar dan dipadatkan.
mempergunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan akan bertambah besar disertai
43
Gambar 2.30. Kerusakan Retak Pinggir (Edge Cracks)
Tabel 2.7. Tingkat Kerusakan Retak Pinggir
menggambarkan pola retakan dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak
pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay
dilakukan. Retak refleksi dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertikal/horizontal
dibawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang
dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Untuk retak
44
berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali
45
8. Penurunan Bahu Pada Jalan (Lane)
pembentukan bahu.
46
Tabel 2.9. Tingkat kerusakan Penurunan Bahu Jalan
merupakan retak yang terjadi tegak lurus sumbu jalan. Retak ini disebabkan oleh
juga dapat disebabkan penyusutan permukaan aspal akibat suhu rendah atau
pengerasan aspal.
47
Tabel 2.10. Tingkat kerusakan retak memanjang/melintang
48
Penambalan cocok untuk memperbaiki kerusakan: Aligator cracking, pothole,
terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda
kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak
49
berbentuk kubikal. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir, buras, atau
latasbum.
50
1. Campuran material lapis permukaan jelek, seperti :
Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.
Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik.
2. Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat
pengaruh cuaca.
3. Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul
4. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk
(low), sedang (medium), dan buruk (high). Ketentuannya dapat di jelaskan pada
51
Tabel 2.13. Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes)
Diameter (inchi)
Kedalaman (inchi)
4-8 > 8 – 18 > 18 - 30
0,5 - 1
Low Low Medium
>1-2
Low Medium High
>2
Medium Medium High
b) Untuk lubang yang > 20 mm, lakukan metode perbaikan penambalan lubang.
Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur
dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan
jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak- retak.
Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan
demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan
roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi
plastis.
52
Perbaikan dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan perataan
untuk kerusakan alur ringan. Untuk kerusakan alur yang cukup parah dilakukan
53
14. Sungkur (Shoving)
kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Sungkur adalah
yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Kerusakan terjadi dengan atau tanpa retak.
54
15. Retak slip (slippage cracks)
bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis
permukaan dan lapis dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh
adanya debu, minyak air, atau benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak
diberinya take coat sebagai bahan pengikat antar kedua lapisan. Retak selip pun
dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan,
55
16. Pelepasan Butir (Raveling)
perkerasan menuju ke bawah atau dari pinggir ke dalam. Dapat terjadi secara
meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang.
Kerusakan ini terjadi Karena campuran material aspal lapis permukaan kurang baik,
dilakukan pada musim hujan, dan agregat hydrophilic (agregat mudah menyerap
air). Dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan tambahan diatas lapisan yang
56
Tabel 2.17. Tingkat Kerusakan Pelepasan Butiran
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
57