Anda di halaman 1dari 10

Tugas materi MULOK

Warisan di Minangkabau ( sako,pusako,dan sang sako)

Disusun Oleh kelompok 2 :


1. Zahwa astagina
2. Azura ariani
3. Silvia anjani
4. Haikal aqsa
5. M.Ridho maidesra
6. Rezki aditia

Kelas : X.9
Nama Guru : Zamzami

SMA NEGERI 16 PADANG


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.Dalam penulisan makalah ini,kami banyak mendapat tantangan Dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.Olehnya itu,kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini, semoga bantuannya mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari bentuk penulisan maupun
materinya.Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
selanjutnya.Akhirkata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Padang, 15 januari 2023

Kelompok 2

A. PENGERTIAN HARATO PUSAKO


Dalam adat Minangkabau, harta kekayaan dibagi dalam sako dan pusako. Sako merupakan kekayaan
yang tidak berwujud atau tak benda, seperti, gelar penghulu, garis keturunan atau suku, pasambahan
adat, petatah petitih, sumbang duobaleh, adat sopan santun orang Minang dan sebagainya. Sedangkan
pusako adalah kekayaan berwujud atau benda, seperti sawah, ladang, rumah gadang, emas, dan
sebagainya. Pusako/pusaka ini dibagi dua, yaitu, pusako tinggi dan pusako randah. Pusako tinggi adalah
segala harta yang diwarisi secara turun temurun menurut garis matrilineal (pihak ibu) yang
pewarisannya diatur menurut hukum adat Minangkabau. Pusako randah yaitu harta warisan yang
diperoleh dari hasil pencarian kedua orang tua yang dibagi menurut hukum faraidh (hukum Islam).

B. JENIS HARATO PUSAKO DI MINANGKABAU

B. Sako

Sako yaitu warisan berupa gelar. Gelar itu ada pusako kaum yang diwarisi secara turun-temurun dari
niniak turun ke mamak, dari mamak turun ke kamanakan. Pewarisan itu diamanatkan dengan nilai patah
tumbuah hilang baganti. Umpamanya gelar Rajo Bingkalang yang diwarisi secara turun-temurun dalam
suku Piliang di Nagari Aua Kuniang Pasaman Barat dan sebagainya. Gelar ini sifatnya tetap, artinya ia
tidak dapat diwarisi oleh orang lain. Hanya dapat diwarisi orang yang berada dalam pesukuan itu atau
disebut juga waris nasab. Sako diwarisi oleh kamanakan laki-laki.Waris nasab yang berkaitan dengan
sako dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:

1). Warih nan saluruah (semua waris)

Mengenai warih saluruah ini dalam adat dikatakan: "Nan saluruah ka ateh,Saluruah ka bawah,Nan
saliangkuang cupak adat, Nan sapayuang sapatagak".Maksudnya adalah keturunan setali darah sampai
delapanke atas dan 4 ke bawah.

2). Warih nan ka buliah (waris yang dibenarkan)keturunan,Maksudnya suatu kaum yang pindah ke
suatu nagari kemudian menetap di nagari tersebut. Kaum yang pindah itu ingin mengangkat Datuak.
Maka kalau di nagari asal memakai gelar Dt. Indomo, di nagari baru mereka berhak pula memakai gelar
Dt. Indomo.Hanya orang yang bertali darah yang dapat mewarisi gelar kebesaran kaum. Dalam
mamangan adat dikatakan:Jauah dapek ditunjuakan, dakek dapek dikakok, Satitiak bapantang hilang,
sabarih bapantang lupo, Gadang nan bapangabungan, panjang nan bapangarekan Laweh nan basibiran,
anak buah nan bakambangan.

Selain dari kedua waris sako yang telah dijelaskan tadi ada lagi waris yang disebut dengan waris sabab.
Yaitu, hubungan pewaris dengan yang menerima warisan disebabkan oleh sesuatu hal, seperti bertali
adat, bertal bulek dan bertali budi. Waris sabab, hanya berlaku untuk pewarisan harta pusako, tidak
untuk sako.

B. Pusako

1. Asal usul harato pusako


Harta yang diperoleh seseorang atau suatu kaum asal usulnya dibedakan sebagai berikut: a. Tambilang
Basi adalah harta yang diperoleh dengan usaha sendiri seperti sawah yang diperoleh seseorang dengan
manaruko atau membuat sawah baru, membuka ladang baru di hutan. Begitulah nenek moyang orang
Minangkabau dahulunya dengan sekelompok saparuik-nya membuka lahan baru untuk persawahan
atau perladangan yang diusahakannya sendin.Mengolah dan menanaminya, kemudian mewariskan
kepadakemenakannya untuk melanjutkan mengolah. Sementara, mereka pergipula meneroka ke
tempat lain, karena keturunannya mulai berkembang

b. Tambilang Aneh adalah harta yang diperoleh dengan jalan bekerja keras dan berusaha seperti
berdagang dan sebagainya. Emas itu barang berharga yang bisa jadi alat tukar untuk benda bergerak
maupun tidak bergerak.

c. Pusako adalah harta warisan yang diperoleh dari mamak kepada kemenakan, dari ibu ke anaknya atau
dari hasil pencarian kedua orang tuanya.

d. Hibah (sebenarnya hibah dalam adat Minangkabau tidak ada) adalah harta yang diperoleh seseorang
melalui pemberian oleh bapak kepada anaknya. Harta yang dihibahkan itu harta pusako. Menurut
hukumnya pusako itu tidak boleh keluar dari suku ayahnya kepada suku anaknya. Namun menurut
agama Islam hibah itu berlaku. Maka atas kesepakatan kaum dari ayah, hibah itu bisa diterima dan
dilaksanakan. Hibah itu terdiri dari:

1) Hibah laleh yaitu pemberian bapak kepada anaknya untuk selama- selamanya. Hibah laleh ini jarang
terjadi, kecuali bagi seorang penghulu kepada anaknya, karena dia tidak memiliki pewaris menurut
matri-lineal (punah), dapat menghibahkan pusakanya untuk selama lamanya.

2) Hibah bakeh yaitu pemberian hibah kepada anaknya atas persetujuan semua kemenakannya
sebagai ahli waris yang berlaku untuk selama hidup anak itu, apabila anak itu meninggal dunia maka
harta kembali kepada kaumnya.

3) Hibah pampek, dalam hal ini si anak yang menerima hibah memberikan sejumlah uang atau emas.
Jika jangka waktu hibah itu sampai, yaitu si penerima hibah meninggal dunia maka harta tersebut
kembali kepada kaum bapaknya, dengan mengembalikan sejumlah uang atau emas kepada ahli waris
penerima hibah itu.

2. Jenis harato pusako

Harato pusako terdiri dari dua macam yaitu pusako tinggi dan pusako randah.

1. Pusako tinggi

a) Pengertian
Navis (1984) mengungkapkan, dalam system keluarga besar matri- lineal Minangkabau, sumber
perekonomian yang vital seperti tanah adalah milik komunal, dalam hal ini adalah suku. Penggarapan
dilakukan secara kolektif untuk kesejahteraan keluarga matrilineal. Seorang mamak atau individu dapat
mengusahakannya tetapi sebatas memperoleh hak pakai, sedangkan hak milik tetap berada pada
kaumnya. Sumber ekonomi yang vital ini termasuk rumah dan benda tidak bergerak lainnya, disebut
harta pusaka. Pewarisannya dari niniak (nenek moyang) turun ke mamak dan dari mamak ke
kemenakan.Menurut Amir MS dalam bukunya Pewarisan Pusako Tinggi dan Pencaharian, pusaka tinggi
adalah milik bersama kaum yang sasuku, namun dalam pengelolaannya berlaku ketentuan adat yang
berbunyi: Ganggam bauntuak Hak Bapunyo Milik ba mansiang

b) Pengelolaan pusako tinggi

Dalam pewarisan pusako tinggi, kemenakan laki-laki memiliki hak pakai atau mengusahakan, sedangkan
kemenakan perempuan memiliki hak mengelola. Pengelolaan pusako tinggi ini dilakukan secara adil oleh
perempuan tertua yang masih ada dalam suku atau kaum. Hasil dari pusako tinggi yang dikelola tersebut
bisa dimanfaatkan kelompok lain dalam kaum. Namun, pengalokasiannya diatur secara adil oleh
penghulu suku bersama mamak kepala waris.Pusako tinggi berupa tanah yang belum dikelola sesuai
prinsip ganggam bauntuak, hak bapunyo, milik ba mansiang, tetap dipegang pengelolaannya oleh nenek
tertua dalam "sajurai". Pengelolaannya secara bergiliran diantara mereka yang samande. Contoh
pengelolaan pusako tinggi ini, sebuah kolam ikan yang belum terbagi, maka pengelolaanya diserahkan
kepada mereka yang samande secara bergiliran setiap tahun. Bila dalam kelompok sajurai itu terdiri dari
3 kelompok yang samande, pengelolaan kolam ikan akan dilakukan bergiliran setiap 3 tahun sekali,
dengan masing masing orang samande akan mengerjakan selama satu tahun.Karena pusako tinggi tidak
boleh dijual, maka dengan pola ganggam bauntuak selalu memberi manfaat secara terus menerus dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Selain tidak boleh dijual, harta pusako tinggi juga tidak boleh
dibagi-bagi oleh yang berhak menerimanya. Harta itu harus dijaga agar tetap utuh sampai turun
temurun sesuai mamang adat warih dijawek, pusako ditolong.Membagi-bagi harta pusaka, apalagi oleh
orang yang tidak berhak menerimanya merupakan tindakan yang memecah belah ikatan kekerabatan.
Tindakan ini dianggap sangat tabu dan ditentang oleh semua kaum. Juga dianggap melanggar sumpah
sakti nenek moyang, ka ateh indak bapucuak, ka bawah indak baurek, di tangah-tangah digiriak
kumbang. Sumpah itu bermakna, pelanggaran terhadap ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan
akan mengakibatkan punahnya kekerabatan dan selanjutnya kepunahan struktur sosial
Minangkabau.Dalam syara' tidak dikenal adanya harta pusaka, yang ada hanyalah harta seorang suami,
seorang istri, anak, ayah, ibu, atau harta persekutuan suami istri, dan sebagainya. Bila menurut adat
harta pusaka diwariskan kepada kemenakan (pusako tinggi), maka menurut syara' harta pusaka
diwariskan kepada anak (pusako randah). c). Fungsi harta pusako tinggi

Fungsi pertama harta pusako tinggi dikatakan mamang adat kain pandindiang miang, harato
pandindiang malu. Dari itu, fungsi harta pusako tinggi itu untuk menutup malu. Bisa disebut harta
cadangan untuk menghadapi empat hal:

Maik tabujua di tangah rumah


Gadih gadang alun balaki

Rumah gadang nan katirisan

Adaik nan indak badiri.

Kalau salah satu dari ke empat hal itu ditemui, maka disitulah salah satu fungsi pusako tinggi sebagai
penutup malu.

Indak kayu janjang dikapiang Indak ameh bungka di asah.

Meskipun harta pusaka tinggi ini berfungsi untuk menutup malu, tetap tidak bisa dijual. Hanya boleh
digadaikan untuk menyelenggara- kan empat hal yang disebut dalam mamang adat, yaitu:

1. Rumah gadang nan katirisan : Maksudnya, jika rumah gadang rusak, seperti, atap bocor, dinding
atau lantainya lapuk, serta runtuh, boleh menggadaikan harta pusaka untuk memperbaiki atau
membangun kembali rumah gadang yang telah runtuh tersebut. Kalau atap rumah gadang tidak
diperbaiki, alamat akan hancur rumah gadang. Rumah gadang hancur berarti salah satu lembaga
pendidikan di Minangkabau juga hancur. Akibatnya banyak anak-anak Minang yang tidak lagi punya
raso, pareso, malu dan sopan, karena tidak disampaikan di rumah gadang oleh mamaknya.

2. Maik tabujua di tangah rumah : Maksudnya kalau ada salah seorang anggota rumah atau kaum yang
meninggal, sementara uang tidak ada untuk penyelenggaraan jenazahnya, maka dibolehkan
menggadaikan harta pusaka. Kalau tidak segera diselenggarakan tentu akan menimbulkan berbagai
persoalan dan fitnah nantinya. Makanya indak kayu janjang dikapiang, indak ameh bungka diasah untuk
penyelenggaraan jenazah tersebut.. Zaman sekarang, hal seperti ini jarang terjadi.

3. Gadih gadang alun balaki : Jika ada anggota kaum yang perempuan sudah patut bersuami, namun
tidak punya uang untuk menyelenggarakan pesta perkawinan secara adat, atau uang untuk
"menjemput" calon suami tidak ada, maka dibolehkan menggadai harta pusaka. Sebab kalau tidak, maka
dikhawatirkan akan terjadi sigai mancari anau.

4. Adat nan indak badiri : Kalau dalam persukuan itu sudah lama tertangguh penobatan penghulu,
karena tidak tersedia dana yang cukup untuk mengadakan perjamuan yang layak, maka silahkan
gadaikan harta pusaka untuk "mambangkik batang tarandam".Demikian beberapa ketentuan harta
pusaka tinggi dapat digadaikan. Ingat harta pusaka "digadai indakdimakan sando, dijua indak dimakan
bali". Fungsi sebagai lambang kehadiran suatu kaum di suatu nagari. Tanda mereka orang asli atau yang
pertama dating ke daerah tersebut terlihat dari harta pusaka tinggi yang dimiliki.

Ketiga, pusako berfungsi sebagai pengikat orang sekaum. Orang sekaum scharta sepusaka, sepandam
sapakuburan. Kalau harta pusaka sampai terjual,maka orang-orang sekaum akan terpecah belah,
mereka tidak lagi merasa sahino samalu, sasakik sasamang, sabarek saringan, sebab lambang untuk
pengikat mereka telah terpecah belah dan terjual. 2. Pusako randah Pusako randah adalah harta hasil
pencarian orang tua yang secara otomatis harta itu akan menjadi harta warisan untuk anak-anaknya,
yang dibagi secara hukum faraidh. Apabila harta ibunya itu bukan berasal dari hasil pencarian,tapi
warisan dari neneknya, maka harta itu bukan pusako randah yang bisa diwarisi oleh anaknya, yang cara
pembagiannya secara hukum faraid. Tapimenjadi harta susuk dari kaumnya yang akan menjadi harta
pusako tinggi. Pembagian harto pusako randah diatur oleh Allah sesuai dengan firmannya dalam Al
Quran Surat Annisa' ayat 11.

c. Sangsako

Sangsako adalah warisan berupa gelar yang dapat diberikan kepada orang yang dianggap telah berjasa
bagi Minangkabau. Gelar yang diberikan itu hanya selama dia masih hidup, sahabih ngeong sahabih
halang. Umpamanya gelar Sutan Carano, gelar ini bukan milik kaum dan tidak diwarisi secara turun-
temurun. Gelar ini dapat diberikan kepada siapa saja yang dianggap berjasa menurut Rajo Tigo Selo
(Rajo Alam, Rajo Adat dan Rajo Ibadat) melaui musyawarah bersama dengan sapiah balahan, kuduang
karatan, kapak radai dan timbang pacahan dari Kesultanan Minangkabau Darul Qarar. Jadi gelar
sangsako ini hanya bisa diberikan oleh Rajo Tigo Selo. Pemangku adat dari nagari atau lembaga adat
tidak berhak memberikan gelar sangsako ini kepada orang lain. Dari catatan sebagaimana tercantum
dalam buku Dirktori Minangkabau, 2014 sudah 35 gelar sangsako yang diberikan oleh pihak
Pagaruyuang.

Anda mungkin juga menyukai