Anda di halaman 1dari 19

Hukum Harta Kekayaan

Adat Minangkabau

Oleh : Fery Chofa, S.H., LL.M


Point Presentasi
01 Mengenai Sako Dan Pusako

02 Harato Bawaan Dan Harta Tepatan

03 Harato Suwarang

04 Harato Pancarian
1. SAKO
Sako artinya warisan yang tidak bersifat benda, dalam tatanan Minangkabau adalah
gelar pusako tinggi. sako juga berarti asal, atau tua, seperti dalam kalimat berikut.
“Sawah banyak padi dek urang,Lai karambia sako pulo”
Sako dalam pengertian adat Minangkabau adalah segala kekayaan asal atau harta tua
berupa hak atau kekayaan tanpa wujud.Kekayaan yang immaterial ini disebut juga
dengan pusako kebesaran seperti:
• Gelar panghulu;
• Garis keturunan dari ibu yang juga disebut dengan “Sako Induak”;
Perilaku atau pribawa yang diterima dari aliran darah sepanjang garis keturunan ibu
juga di sebut soko. Istilah soko induak ini dipersamakan dengan istilah matrilinial;
• Pepatah petitih;
• Pidato adat;
• Hukum adat;
• Tata krama dan hukum sopan santun diwariskan kepada semua anak kemenakan
dalam suatu nagari, dan kepada seluruh ranah Minangkabau;
• Sifat perangai bawaan juga di sebut dengan sako
Harta kekayaan immaterial
Harta kekayaan yang immaterial ini disebut juga dengan Pusaka Kebesaran,
seperti:

• Gelar penghulu

• Garis keturunan ibu (disebut juga ‘sako induk’, yang disebut juga
Matrilinial)

• Gelar bapak (pada daerah rantau Pariaman gelar bapak diturunkan ke


anak, seperti Sidi, Bagindo, Marah, Sutan).

• Hukum adat Minangkabau itu sendiri beserta pepatah-petitihnya.

• Adat sopan santun atau tatakrama.

4
SAKO (GALA PANGHULU)
PANGHULU: Ninik mamak pemangku adat yang bergelar DATUAK.
Sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dan berkewajiban
memelihara Kaum, Suku dan Nagarinya.

Panghulu nan gadang basa batuah. Nan bapucuak sabana bulek.


Nan baurek sabana tunggang. Nan tinggi tampak jauah. Nan dakek jolong basuo.
Nan didahulukan salangkah, ditinggikan sarantiang. Tumbuahnyo dek ditanam.
Tingginyo dek dianjuang. Gadangnyo diambak. Nan ba alam laweh, bapadang leba.
Kusuik manyalasai. Karuah mampajaniah.

Batang kayu gadang ditangah padang. Tampaik balinduang dek kapanehan.


Bataduah dek kahujanan. Batangnyo tampek basanda. Ureknyo tampek baselo.
Dahannyo tampek bagantuang. Buahnyo dapek dimakan. Ka pai tampek batanyo.
Ka pulang tampek babarito.
Penetapan dan pengangkatan Panghulu berdasarkan ALUA jo PATUIK:
1. WARIH NAN BAJAWEK (WARIS YG BERTERIMA)
2. GADANG BAGILIRAN/GADANG BALEGA (BESAR BERGILIRAN)

WARIH NAN BAJAWEK: GADANG BAGILIRAN/BALEGA:


Gelar penghulu turun kepada Penggantian penghulu tidak
kemenakan yang terdekat tali langsung pada kemenakan terdekat
darahnya; batali darah, tapi
Nan sajari, sajangka, saeto dan bergiliran/berlegaran ke jurai yg
nan sadapo lain
4 Sifat Sako:
1. Talipek: Gelar sako dilipat karena ketidaksepakatan kaum dan semua
waris (indak supakaik sagalo warih);
2. Tabanam; Gelar sako tidak dipakai/terbenam karena tidak ada
waris/kemenakan laki-laki yang bertali darah (Putuih warih nasab);
3. Tataruah: gelar sako tidak dipakai/ditaruh untuk disimpan dahulu tidak
ada yang kemenakan laki-laki yg memenuhi syarat (Putuih warih jantan);
4.Tapakai: Gelar sako dipakai karena sepakat segala waris (Samupakaik
sagalo warih)
Sifat Membangun Sako:

1. HIDUIK BAKARILAAN: Menyerahkan gelar semasa masih hidup pada waris yg patut. Lurah lah dalam, bukik lah tinggi.
Jalan ndak tatampuah, labuah ndak taturuik
2. MATI BATUNGKEK BUDI: Sepakat ahli waris menggantikan penghulu yg sudah meninggal dunia kepada salah seorang
ahli waris yg disahkan menurut cara adat yg ditentukan;
3. BAPUTIANG DI TANAH SIRAH GADANG DI PAKUBURAN: Pada hari meninggalnya penghulu, setelah selesainya
pemakaman diumumkanlah nan mewarisi gelar, disahkan menurut adat yg ditentukan
4. GADANG MANYUSUAK atau GADANG MANYIMPANG: pengangkatan dan penambahan penghulu pembantu karena
kamanakan sudah bertambah banyak dan perlu dibantu dalam pengurusannya. Terjadi atas permintaan sebagian
anggota kaum utk memisahkan diri. Ex: Dt. Rajo Sampono Kayo -> Dt. Sampono Batuah/ Dt.Kayo Nan Sati
5. MANGGUNTIANG SIBA LANGAN BAJU: Menambah gelar demi kenyamanan dan keselamatan kaum dengan membuat
gelar dalam rumpun yg asli atau dengan menambah sebutan ditengah atau diakhir gelar: Ex. Dt. Bandaro -> Dt.
Bandaro Nan Putiah
6. MANGAMBANG NAN TALIPEK, MAMBANGKIK BATANG TARANDAM, MANURUNKAN NAN TAGANTUANG
BATAGAK PANGHULU:
Bulek di rumah dibaok ka halaman.Bulek di halaman dibaok ka suku
Bulek di suku dibaok ka Nagari. Adat diisi limbago dituang
Tanduak ditanam, darah dikacau, dagiang dilapah
a. Sepakat seluruh anggota kaum: Kemenakan yg bertali darah
yang sapayuang sapatagak
b. Adat diisi, limbago dituang ke nagari
c. Perhelatan
Sako turun tamurun
Pusako jawek bajawek
Nan Salingkuang cupak adat
Nan Sapayuang sapatagak

Biriak-biriak tabang ka samak


Dari samak ka halaman
Dari niniak turun ka mamak
Dari mamak ka kamanakan

Ramo-ramo si kumbang jati


Katik Endah pulang bakudo
Patah tumbuah, hilang baganti
Pusako datuak baitu juo
2. PUSAKO
Pusako atau Harato Pusako adalah segala kekayaan materi dan harta benda bersama milik kaum yang diwariskan secara turun temurun nantinya kepada anak kemenakan, juga
disebut dengan Harato Pusako. Yang termasuk Harato Pusako ini seperti :

(Hutan tanah; Sawah Ladang; Kolam dan padang; Rumah dan pekarangan; Pandam perkuburan (Tanah perkuburan yang dimiliki oleh suku, oleh kaum, kampung ); Perhiasan dan
uang; Balai mesjid dan surau; Peralatan dan lain-lain. Banda buatan jo batang aie; Lambang kebesaran seperti keris baju kebesaran, soluak, deta dll)

Pusako ini merupakan jaminan utama untuk kehidupan dan perlengkapan bagi anak kamanakan di Minangkabau, terutama untuk kehidupan yang berlatar belakang kehidupan
desa yang agraris.

Peranan harta pusaka, sebagai simbol kebersamaan dan kebanggaan keluarga dalam sistem kekerabatan matirilinial, di Minangkabau pada umumnya tetap bertahan. Harta
pusaka sebagai alat pemersatu di Minangkabau tetap bertahan. Harta pusaka sebagai alat pemersatu keluarga, masih tetap berfungsi dengan baik namun sebaliknya harta pusaka
sebagai milik kolektif tak jarang pula menjadi “Biang Keladi” dalam menimbulkan silang sengketa dalam keluarga Minang. Dengan demikian harta pusaka disamping berfungsi
sebagai alat pemersatu, sekaligus juga berpotensi sebagai alat pemecah belah.
1. HARTA PUSAKO TINGGI
Yang dimaksud harato pusako tinggi ialah segala harta pusaka yang diwarisi secara turun temurun sesuai dengan pantun sebagai
berikut :
•Biriak-biriak tabang kasasak
•Dari sasak turun ka halaman
•Dari niniak turun ka mamak
•Dari mamak turun ka kamanakan
Proses pemindahan kekuasaan atas harta pusaka ini dari mamak ka kemenakan dalam istilah adat disebut juga dengan “
Pusako Basalin “ bagi harta pusaka tinggi berlaku ketentuan adat seperti pantun berikut :
Tajua indak dimakan bali
Tasando indak dimakan gadai
Jenis Pusako Artinya :
Terjual tidak bisa dibeli
Agunan nan indak dapat digadai.
Hal ini berarti bahwa harta pusaka tinggi tidak boleh dijual. Oleh karena harta pusaka tinggi sesungguhnya bukan
diwariskan dari mamak kepada kemenakan, tetapi dari ande atau nenek kita, jadi harta pusako tinggi tidak saja milik kita
yang hidup pada masa sekarang ini tetapi juga milik anak cucu kita, yang akan lahir seratus atau seribu tahun lagi, kita
yang hidup sekarang wajib menjaga dan memelihara dan boleh memanfaatkannya, untuk kepentingan dan kehidupan kita
saat sekarang,

2. HARATO PUSAKO RENDAH


Yang disebut dengan harta pusaka rendah adalah pusako yg ditinggakan untuk diwarisi berupa segala harta hasil pencarian dari bapak
bersama ibu (orang tua kita) selama ikatan perkawinan, ditambah dengan pemberian,dan hasil pencaharian kakek bersama nenek kita
dan pemberian mamak kepada kamanakannya dari hasil pencarian mamak dan tungganai itu sendiri.
mayik tabujua
tangah rumah

larangan rumah gadang


peralihan hak
(Jua indak katirisan
diluar itu
dimakan
terkena
baliGadai
Dalam indak dimakan sumpah
Adat sando), Gadihgadang pasatiran
Babuhua kecuali : ndak balaki
mati
Pambangkik
pewarisan batang tarandam
kolektif ke
kemenakan
Harato
Bawaan &
Harato Tepatan

Harta bawaan adalah harta yang dibawa oleh seorang suami kerumah istrinya pada waktu perkawinan sebagai urang
sumando , bisa berbentuk hasil pencarian sendiri yang didapat sebelum perkawinan berlangsung atau hibah yang
diterimanya dalam masa perkawinan dan harta kaum dalam bentuk hak pakai ganggam bauntuak yang telah berada
ditangan suami menjelang atau dalam masa perkawinan.

Harta tepatan adalah harta si istri yang didapati oleh suami ketika tinggal di rumah istri. Harta yang didapati oleh suami
di rumah istri itu dari segi asal usulnya ada dua kemungkinan yaitu harta pusaka atau harta hasil usahanya sendiri.
Harato Suwarang atau Harta Bersama adalah harta yang didapat oleh suami istri
selama ikatan perkawinan berlangsung karena itu merupakan harta kekayaan
keluarga matrilineal yang terdiri dari ayah, ibu dan anak – anak, harta suwarang
Harato adalah hak anak secara bersama – sama (kolektif) setelah harta itu lepas dari
kekuasaan orang tua mereka.
Suwarang
Ada beberapa ketentuan dalam harta bersama ini apabila terjadi perceraian atau meninggal dunia, seperti yang
dikutip dari Yaswirman dalam bukunya :

a. Bila terjadi perceraian, maka harta itu dibagi dua antara mereka yang berusaha.
b. Bila suami meninggal maka harta itu dibagi dua antara istri dengan ahli waris suami (kemenakannya).
c. Bila yang meninggal istri maka harta itu dibagi dua antara suami dengan ahli waris istrinya (anaknya).
d. Bila keduanya meninggal maka bagian suami diberikan pada kemenakannya dan bagian istri diberikan pada anak-anaknya.
Maksud anak-anaknya disini boleh jadi anaknya sendiri atau anak-anaknya dari suaminya yang lain.
Hukum Adat Minangkabau
HARATO PANCARIAN
ATAU HARTA PENCAHARIAN

Harato Pancarian adalah harta yang diperoleh seseorang dari hasil usaha perseorangan. Jika harta itu murni
hasil dari usaha sendiri maka yang menjadi ahli warisnya adalah anak-anaknya sendiri, namun adakalanya harta
pencaharian itu merupakan hasil usaha yang modalnya dari harta kaum, baik dari harta tambilang basi ataupun dari
harta tambilang ameh, kalau itu yang terjadi tidak mungkin seluruh harta itu diwarisi oleh anaknya.
Untuk hal ini Nasroen berpendapat : “Kendati masyarakat Minangkabau menganut pewarisan dari mamak
kepada kemenakan, namun terhadap harta pencaharian semasa seseorang masih hidup, ia bebas memberikannya
kepada siapa ia sukai. Kalau ia meninggal, karena harta pencaharian itu bukan milik kaumnya dan bukan pula milik
kaum anaknya, maka tidak adil rasanya kalau sepenuhnya diberlakukan pewarisan kepada kemenakan, begitu juga
secara faraid. Karena itu dicarikan cara lain yang sesuai dengan alur dan patut”.
0
Portfolio
Presentation
ended

THANKS
FOR
YOUR ATTENTION

Anda mungkin juga menyukai