Anda di halaman 1dari 207

ANGGARAN DASAR

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Bissmillahirohmanirohim

MUQODDIMAH

Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala telah mewahyukan Islam sebagai ajaran


yang haq dan sempurna untuk mengatur umat manusia berperikehidupan sesuai dengan
fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi, dengan kewajiban mengabdikan diri semata – mata
kehadirat-Nya.
Menurut iradat Allah Subhanahu Wata’ala, kehidupan yang sesuai dengan fitrah
manusia ialah Islam, yakni paduan utuh antara aspek duniawi dan ukhrawi, individu dan
masyarakat, serta iman, ilmu dan amal dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia akhirat.
Sesuai dengan fungsi penciptaan manusia, umat islam berkewajiban mengemban
amanah kekhalifannya guna mewujudkan masyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu
Wata’ala.
Mahasiswa islam sebagai bagian dari umat Islam yang menyadari akan hak dan
kewajibannya, dituntut peran serta dan tanggungjawabnya dalam mengembangkan dakwah
Islamiyah untuk mewujudkan nilai – nilai aqidah, kemanusiaan yang berdasarkan pada fitrah,
ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariah. Umat yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam musyawarah, serta tegaknya nilai – nilai kebenaran, keadilan dan
kesejahteraan bagi umat manusia dalam rangka mengabdi kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Meyakini bahwa tujuan itu dapat dicapai dengan hidayah dan taufiq Allah Subhanahu
Wata’ala, serta usaha – usaha yang teratur, terencana dan penuh hikmah dengan mengharap
ridho Allah, kami mahasiswa Islam menghimpun diri dalam satuan organisasi yang
tergerakkan dengan Pedoman Anggaran Dasar sebagai berikut:
BAB I
NAMA, WAKTU DAN TEMPAT

Pasal 1 : Organisasi ini bernama Himpunan Mahasiswa Islam di singkat HMI.


Pasal 2 : HMI didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H,
bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947, untuk waktu yang tidak
ditentukan.

BAB II
ASAS TUJUAN, USAHA DAN SIFAT

Pasal 3 : HMI Berazaskan Islam.


Pasal 4 : Tujuan yang ingin dicapai adalah terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan
Ulul Albab yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan
masyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala.
Pasal 5 : Pencapaian tujuan dilakukan dengan usaha organisasi berupa:
a. Membina mahasiswa Islam untuk menuju tercapainya Insan Mu’abbid,
Mujahid, Mujtahid, dan Mujaddid;
b. Mengebangkan potensi kreatif terhadap berbagai aspek kehidupan;
c. Mengambil peran aktif dan mewarnai dunia kemahasiswaan, perguruan
tinggi dan kemasyarakatan dengan inisiatif, partisipasi yang konstruktif,
kreatif sehingga tercapainya nuansa yang Islami;
d. Memajukan kehidupan umat Islam dan masyarakat pada umumnya sebagai
implementasi rahmatan lil’alamin;
e. Membangun kerjasama dengan organisasi Islam lainnya dan organisasi
lainnya yang berlandaskan pada nilai kemanusiaan, kebenaran dan
keadilan;
f. Usaha – usaha lain yang sesuai dengan asas organisasi dan berguna untuk
mencapai tujuan.
Pasal 6 : Himpunan Mahasiswa Islam bersifat Independen.

BAB III
STATUS DAN IDENTITAS

Pasal 7 : Himpunan Mahasiswa Islam adalah organisasi kemahasiswaan.


Pasal 8 : Himpunan Mahasiswa Islam adalah organisasi perkaderan dan perjuangan.
BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 9 : Anggota HMI terdiri atas Anggota Muda, Anggota Biasa dan Anggota
Kehormatan.

BAB V
STRUKTUR ORGANISASI

Pasal 10 : HMI berkedudukan di tempat Pengurus Besar.


Pasal 11 : Kekuasaan dipegang oleh Kongres ditingkat pusat, Konferensi ditingkat
cabang dan Rapat Anggota Komisariat ditingkat komisariat;
Pasal 12 : Pimpinan terdiri atas Pengurus Besar, Pengurus Cabang, dan Pengurus
Komisariat;
Pasal 13 : Lembaga Koordinasi merupakan lembaga yang mengkoordinir struktur
pimpinan dalam memastikan akan jalannya kebijakan Pengurus Besar atau
program kerja Pengurus Cabang di lingkungan wilayahnya;
Pasal 14 : Lembaga Khusus merupakan lembaga yang menjalankan tugas khusus
organisasi;
Pasal 15 : Lembaga Kekaryaan dibentuk untuk meningkatkan dan mengembangkan
keahlian dan bakat para anggota di bidang tertentu;
Pasal 16 : Ditingkat Pengurus Besar dibentuk Majelis Syuro Organisasi dan apabila
dipandang perlu dapat dibentuk ditingkat cabang.

BAB VI
KESEKRETARIATAN

Pasal 17 : Keberadaan organisasi disimbolkan dalam wujud kesekretariatan yang


dilengkapi dengan alat organisasi lainnya berupa siste administrasi dan sistem
keprotokoleran;

BAB VII
KEUANGAN

Pasal 18 : Sumber – sumber keuangan HMI diperoleh dari:


a. Uang pangkal, iuran, infaq, dan/atau sumbangan anggota;
b. Usaha – usaha yang sah, halal dan tidak mengikat;
BAB VIII
ATRIBUT ORGANISASI

Pasal 19 : Atribut – atribut organisasi ditetapkan sebagai simbol – simbol organisasi


yang digunakan dalam aktifitas organisasi.

BAB IX
ATURAN TAMBAHAN

Pasal 20 : Amandemen Anggaran Dasar hanya dilakukan di Kongres melalui prosedur:


a. Pengajuan amandemen oleh struktur pimpinan HMI ditujukan kepada
MSO.
b. Usulan amandemen oleh MSO Pusat diajukan ke Kongres.
Pasal 21 : a. Dalam Muqaddimah alinea 1 dan 2 menjiwai pasal 3, alinea 3 menjiwai
pasal 4 dan 8, alinea 4 menjiwai pasal 6 dan 7 dan alinea 5 menjiwai pasal
– pasal selain yang tercantum diatas.
b. Penjelasan pasal 3, 4, 5 dan 6 tentang azas, tujuan, usaha dan sifat disebut
Khittoh Perjuangan.
c. Penjelasan pasal 7 dan 8 tentang identitas dan status terdapat dalam
pedoman perkaderan (PP).
d. Penjelasan Anggaran Dasar tentang hal – hal diluar huruf a, b dan c diatas
dijelaskan dalam Anggaran Rumah Tangga (ART).
Pasal 22 : Pengesahan ditetapkan pada Kongres Ke 3 di Jakarta pada tanggal 4
September 1953, yang diperbarui pada Kongres Ke 4 di Bandung, pada
tanggal 14 Oktober 1955, Kongres Ke 5 di Medan pada tanggal 31 Desember
1957, Kongres Ke 6 di Makassar (Ujung Pandang) pada tanggal 20 Juli 1960,
Kongres Ke 7 di Jakarta pada 14 September 1963, Kongres Ke 8 di Solo
(Surakarta) pada tanggal 17 September 1966, Kongres Ke 9 di Malang pada
tanggal 10 Mei 1969, Kongres Ke 10 di Palembang pada tanggal 10 Oktober
1971, Kongres Ke 11 di Bogor pada tanggal 12 Mei 1974, Kongres Ke 12 di
Semarang pada tanggal 16 Oktober 1976, Kongres Ke 13 di Ujung Pandang
pada tanggal 12 Februari 1979, Kongres Ke 14 di Bandung pada tanggal 30
April 1981, Kongres Ke 15 di Medan pada tanggal 26 Mei 1983, Kongres Ke
16 di Yogyakarta pada tahun 1986, Kongres Ke 17 di Yogyakarta pada
tanggal 5 Juli 1988, Kongres Ke 18 di Bogor pada tanggal 10 Oktober 1990,
Kongres Ke 19 di Semarang pada 24 Desember 1992, Kongres Ke 20 di
Purwokerto pada 27 April 1995, Kongres Ke 21 di Yogyakarta pada tanggal
28 Juli 1997, Kongres Ke 22 di Jakarta pada tanggal 26 Agustus 1999,
Kongres Ke 23 di Makassar pada 25 Juli 2001, Kongres Ke 24 di Semarang
tanggal 11 September 2003, Kongres Ke 25 di Palu tanggal 17 Agustus 2005,
Kongres Ke 26 di Depok tanggal 16 Agustus 2007, Kongres Ke 27 di
Yogyakarta tanggal 9 Juni 2009, Kongres Ke 28 di Pekanbaru tanggal 19 Juni
2011, dan dikukuhkan kembali pada Kongres Ke 29 di Bogor tanggal 30 Juni
2013, Kongres Ke 30 di Tangerang pada tanggal 24 November 2015, Kongres
Ke 31 di Sorong pada tanggal 28 Januari 2018, Kongres Ke 32 di Kendari
pada tanggal pada tanggal 1 Maret 2020.

Billahit Taufiq Walhidayah.


ANGGARAN RUMAH TANGGA
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Bissmillahirohmanirohim

BAB I
KEANGGOTAAN

BAGIAN I: ANGGOTA

Pasal 1 : Anggota Muda ialah Mahasiswa Islam yang telah memenuhi syarat
keanggotaan.
Pasal 2 : Anggota Biasa ialah anggota muda yang telah memenuhi syarat untuk
menjadi anggota biasa dan atau mahasiswa Islam yang telah lulus Latihan
Kader I yang dianggap sah oleh Pengurus Cabang.
Pasal 3 : Anggota Kehormatan ialah orang yang dianggap telah berjasa kepada HMI
yang ditetapkan oleh Pengurus Cabang atau Pengurus Besar.

BAGIAN II: TATA CARA KEANGGOTAAN

Pasal 4 : a. Setiap mahasiswa Islam yang ingin menjadi anggota harus menyatakan
persetujuannya terhadap Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga,
Khittah Perjuangan serta Pedoman – pedoman lainnya;
b. Bila telah memenuhi apa yang tersebut dalam ayat a, serta pernah
mengikuti aktivitas HMI dan memenuhi syarat keanggotaan, maka yang
bersangkutan dinyatakan sebagai Anggota Muda HMI;
c. Anggota muda telah memenuhi syarat untuk menjadi anggota biasa dan
atau mahasiswa Islam yang lulus Latihan Kader I berhak menjadi Anggota
Biasa;
d. Syarat untuk menjadi anggota kehormatan ditentukan oleh Pengurus
Cabang berdasarkan aturan – aturan HI setelah melihat dedikasi, aktivitas,
kontinuitas, dan komitmen perjuangannya terhadap HMI.

BAGIAN III: HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA

Pasal 5 : Hak Anggota:


a. Anggota Muda berhak mengikuti LK I dan aktivitas – aktivitas lainnya
yang diselenggarakan oleh organisasi;
b. Anggota Muda yang telah memenuhi syarat untuk menjadi Anggota Biasa
dan atau mahasiswa Islam yang telah lulus LK I berhak menjadi Anggota
Biasa;
c. Anggota Muda berhak mengikuti kegiatan – kegiatan berdasarkan
ketentuan pimpinan HMI dan berhak mengeluarkan pendapat atau
mengajukan usul, namun tidak mempunyai hak dipilih dan memilih;
d. Anggota Biasa mempunyai hak mengeluarkan pendapat, mengajukan usul
atau pertanyaan baik dengan lisan maupun tulisan kepada pengurus, serta
mempunyai hak dipilih dan memilih;
e. Anggota Kehormatan dapat mengajukan saran atau usul, serta pertanyaan
– pertanyaan kepada Pengurus HMI
Pasal 6 : Kewajiban Anggota
a. Membayar uang pangkal anggota dan uang iuran anggota yang besarnya
ditentukan oleh masing – masing cabang;
b. Berpartisipasi dalam kegiatan – kegiatan HMI;
c. Menjaga nama baik organisasi;
d. Terkecuali bagi Anggota Kehormatan tidak berlaku ayat a.

BAGIAN IV: STATUS KEANGGOTAAN

Pasal 7 : Masa Keanggotaan


a. Masa keanggotaan HMI berlaku sejak menjadi anggota HMI hingga 12
tahun dan sesudahnya disebut alumni;
b. Anggota yang habis masa keanggotaannya disaat masih memegang
amanah kepengurusan, maka usia keanggotaannya diperpanjang hingga
habis masa kepengurusan.
Pasal 8 : Jabatan Rangkap
a. Anggota HMI yang mempunyai kedudukan pada organisasi atau badan –
badan lainnya diluar HMI harus menyesuaikan tindakan – tindakannya
dengan AD/ ART dan ketentuan – ketentuan lainnya;
b. Pengurus HMI tidak dibenarkan untuk merangkap jabatan di dalam
struktur HMI, kecuali dalam keadaan tertentu dan atas persetujuan
pimpinan HMI sesuai dengan jenjang kepengurusan.
Pasal 9 : Mutasi Anggota
a. Anggota HMI dapat melakukan mutasi dari satu cabang ke cabang yang
lain jika pindah Perguruan Tinggi pada cabang yang berbeda;
b. Mutasi anggota HMI dari cabang yang satu ke cabang yang lain
diwajibkan membawa Surat Pengantar dan Kartu Anggota dari cabang
asal.

BAGIAN V: PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN

Pasal 10 : Anggota diberhentikan keanggotaannya, karena:


a. Meninggal dunia;
b. Atas permintaan sendiri;
c. Diskors (pemberhentian sementara);
d. Dipecat.
Pasal 11 : Anggota dapat diskors atau dipecat, karena:
a. Bertindak bertentangan dengan ketentuan – ketentuan HMI;
b. Bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik HMI.
Pasal 12 : Tata cara Skorsing/ Pemecatan
a. Tuntutan skorsing/ pemecatan dapat diajukan oleh Pengurus Komisariat
kepada Pengurus Cabang;
b. Tata cara skorsing/ pemecatan terhadap anggota dilakukan dengan suatu
peringatan terlebih dahulu, sebanyak – banyaknya 3 (tiga) kali peringatan;
Pasal 13 : Pembelaan
a. Anggota diskorsing/ pemecatan, dapat membela diri dalam Konferensi
atau forum yang ditunjuk MSO untuk itu dan Pengurus Cabang
berkewajiban untuk melaksanakannya;
b. Putusan skorsing/ pemecatan yang diambil di dalam Konferensi atau
forum lain yang ditunjuk MSO dianggap sah apabila sekurang – kurangnya
dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah utusan Komisariat yang seharusnya
hadir;
c. Prosedur pembelaan diatur dalam Pedoman Operasional HMI.
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI

A . STRUKTUR KEKUASAAN

BAGIAN I: KONGRES

Pasal 14 : Status
a. Kongres merupakan musyawarah utusan cabang – cabang;
b. Kongres memegang kekuasaan tertinggi organisasi;
c. Kongres diadakan 2 (dua) tahun sekali;
d. Kongres dapat diadakan menyimpang dari ayat c jika atas inisiatif 1 (satu)
Cabang, dan disetujui lebih dari separuh jumlah cabang – cabang.
Pasal 15 : Kekuasaan/ Wewenang
a. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Besar HMI;
b. Mendengar Laporan Pelaksanaan Tugas Majelis Syuro Organisasi;
c. Menetapkan Anggota Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Khittah
Perjuangan, dan Pedoman – pedoman Oprasional HMI;
d. Memilih Ketua Umum HMI yang merangkap sebagai Formatur dan
memilih 4 (empat) Mide Formatur;
e. Menunjuk Majelis Syuro Organisasi.
Pasal 16 : Tata Tertib
a. Peserta Kongres terdiri dari Utusan Cabang Peninjau;
b. Utusan Cabang mempunyai Hak Suara dan Hak Bicara;
c. Peninjau hanya memiliki hak bicara;
d. Peninjau adalah Pengurus Besar yang telah dinyatakan demisioner dan
peninjauh dari cabang – cabang;
e. Pimpinan Kongres dipilih dari peserta oleh Utusan Cabang, dan berbentuk
Presidium yang memahami Konstitusi HMI dengan baik;
f. Steering Committe Kongres memimpin sidang kongres sebelum Presidium
Kongres terbentuk;
g. Pengurus Besar dinyatakan demisioner setelah pertanggungjawabannya
dinilai oleh Kongres;
h. Kongres dapat dinyatakan sah apabila telah dihidari lebih dari separuh
jumlah utusan cabang – cabang;
i. Apabila pada ayat h tidak terpenuhi, maka Kongres diundur selambat –
lambatnya 1 x 24 jam, dan setelah itu dapat dimulai;
j. Jumlah utusan cabang dalam Kongres ditentukan dengan rumus:
Sn = a pn-1
Sn : Batas atas Jumlah Anggota a : 50
p : Pembanding = 2 n : Jumlah utusan

Contoh Jumlah Anggota Utusan


50 =1
100 =2
200 =3
400 =4
800 =5
1600 =6
dan seterusnya = dst
k. Jumlah peninjauh Cabang ditetapkan oleh Panitia Kongres atas
pertimbangan Steering Committe Kongres;
l. Jumlah Utusan dapat ditetapkan oleh Pengurus Besar HMI atas
persetujuan Majelis Syuro Organisasi untuk cabang yang tidak memiliki
kejelasan jumlah anggota.

BAGIAN II: KONFERENSI

Pasal 17 : Status
a. Konferensi merupakan musyawarah utusan komisariat – komisariat di
tingkatan cabang;
b. Konferensi memegang kekuasaan tertinggi ditingkat cabang;
c. Konferensi diadakan 1 (satu) kali setahun;
d. Konferensi dapat diadakan menyimpang dari ketentuan b jika atas inisiatif
1 (satu) komisariat, dan disetujui lebih dari separuh jumlah utusan
komisariat.
Pasal 18 : Kekuasaan/ Wewenang
a. Menetapkan Garis Besar Program Kerja sebagai pengejawantahan
ketetapan – ketetapan Kongres;
b. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Cabang HMI;
c. Memilih Ketua Umum yang merangkap sebagai Formatur dan kemudian
memilih 4 (empat) Mide Formatur;
d. Mendengar Laporan Pelaksanaan Tugas MSO Cabang;
e. Menunjuk anggota MSO Cabang.
Pasal 19 : Tata Tertib
a. Peserta Konferensi terdiri Utusan Komisariat, dan Peninjau;
b. Utusan Komisariat memiliki Hak Suara dan Hak Bicara;
c. Peninjau hanya memiliki hak bicara;
d. Peninjau adalah Pengurus Cabang yang telah demisioner dan peninjau dari
Komisariat – komisariat;
e. Pimpinan Konferensi dipilih dari peserta oleh Utusan Komisariat, dan
berbentuk Presidium yang memahami Konstitusi HMI dengan baik;
f. Steering Committe Konferensi memimpin sidang konferensi sebelum
Presidium Konferensi terbentuk;
g. Pengurus Cabang dinyatakan demisioner setelah pertanggungjawabannya
dinilai oleh Konferensi;
h. Konferensi dinyatakan sah bila dihadiri lebih dari separuh utusan
Komisariat;
i. Apabila ayat h tidak terpenuhi, maka Konferensi diundur selambat –
lambatnya 1 x 24 jam, dan setelah itu dianggap sah;
j. Jumlah Utusan Komisariat pada Konferensi disesuaikan dengan pasal 16
ayat j dengan ketentuan a = 10 (sepuluh);
k. Jumlah peninjau dari Komisariat ditentukan oleh Panitia Konferensi atas
persetujuan Steering Committe;
l. Julah Utusan dapat ditetapkan oleh Pengurus Cabang atas persetujuan
MSO pada komisariat yang tidak memiliki kejelasan jumlah anggota;
m. Untuk cabang yang memiliki kurang dari 3 komisariat, maka utusannya
adalah anggota cabang;
n. Bila poin m tidak terpenuhi, sidang ditunda selambat – selambat 1 x 24
jam dan setelah itu dianggap sah.

BAGIAN III: RAPAT ANGGOTA

Pasal 20 : Status
a. Rapat Anggota merupakan musyawarah anggota Komisariat;
b. Rapat Anggota memegang kekuasaan tertinggi ditingkat Komisariat;
c. Rapat Anggota diadakan 1 (satu) tahun sekali;
d. Rapat Anggota dapat menyimpang dari ayat a jika atas inisiatif 1 (satu)
anggota dan disetujui lebih dari separuh jumlah anggota pleno Komisariat.
Pasal 21 : Kekuasaan/ Wewenang
a. Menetapkan Garis Besar Haluan Kerja Komisariat sebagai bentuk
pengejawatahan Ketetapan Konferensi;
b. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Komisariat;
c. Memilih Ketua Umum merangkap sebagai Formatur dan kemudian
memilih 4 (empat) Mide Formatur;
Pasal 22 : Tata Tertib
a. Peserta Rapat Anggota adalah Pengurus Komisariat dan Anggota
Komisariat;
b. Anggota Komisariat memiliki Hak Suara dan Hak Bicara;
c. Pengurus Komisariat hanya memiliki Hak Bicara;
d. Pimpinan Rapat Anggota dipilih dari peserta oleh Anggota Komisariat,
dan berbentuk Presidium yang memahami Konstitusi HMI dengan baik;
e. Steering Committe Rapat Anggota memimpin sidang rapat anggota
sebelum Presidium rapat anggota terbentuk;
f. Pengurus komisariat dinyatakan demisioner setelah Laporan
pertanggungjawabannya dinilai oleh Rapat Anggota;
g. Rapat Anggota dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari separuh anggota;
h. Apabila ayat g tak dapat dipenuhi, Rapat Anggota dapat diundur maksimal
1 x 24 jam dan dinyatakan sah.

B . STRUKTUR PIMPINAN

BAGIAN I: PUSAT

Pasal 23 : Status
a. Pengurus Besar adalah badan tertinggi di struktur kepemimpinan HMI;
b. Masa jabatan Pengurus Besar adalah 2 (dua) tahun;
Pasal 24 : Pengurus Besar
a. Pengurus Besar terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Bendahara
Umum. Pengurus Harian, Lembaga Koordinasi, Lembaga – lembaga
Kekaryaan dan Lembaga – Lembaga Khusus dan para stafnya;
b. Pengurus Besar adalah anggota HMI yang pernah menjadi Pengurus
Cabang, dan telah lulus Latihan Kader II dan senior course;
c. Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka dapat diangkat Pejabat
Ketua Umum oleh Rapat Presidium Pengurus Besar;
Pasal 25 : Tugas dan Kewajiban
a. Pengurus Besar melaksanakan ketetapan – ketetapan Kongres;
b. Pengurus Besar menjalankan tugasnya setelah dilakukan serah terima dari
pengurus periode sebelumnya;
c. Pengurus Besar wajib mengumumkan ke seluruh Cabang segala Kebijakan
Strategis HMI;
d. Ketua Umum Pengurus Besar HMI bertanggungjawab pada Kongres.
Pasal 26 : Forum pengambilan keputusan Pengurus Besar terdiri dari
a. Rapat Pleno, adalah rapat pengambilan keputusan untuk mengevaluasi atas
pelaksanaan amanah Kongres yang diadakan minimal tiap 6 bulan dan
minimal dihadiri oleh Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Bendahara
Umum, dan lebih dari separuh pimpinan lembaga – lembaga HMI;
b. Rapat Presidium, adalah forum pengambilan keputusan strategis organisasi
yang dihadiri oleh hanya Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Bendahara
Umum, dan lebih dari separuh pimpinan lembaga – lembaga HMI;
c. Rapat Harian, adalah forum koordinasi yang diadakan secara periodik
yang dipimpin oleh Ketua Umum atau Sekretaris Jenderal.

BAGIAN II: CABANG

Pasal 27 : Status
a. Cabang merupakan kesatuan organisasi yang dibentuk oleh Pengurus
Besar di tempat yang ada Perguruan Tinggi pada satu Kabupaten/ Kota
atau di beberapa Kabupaten/ Kota;
b. Cabang dapat didirikan dengan sekurang – kurangnya memiliki Ketua
Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum, dan disahkan oleh
Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal HMI dengan status cabang
persiapan;
c. Cabang persiapan menjadi cabang penuh jika telah memenuhi 30 anggota
dan telah mendapat bimbingan minimal satu tahun oleh Pengurus Besar;
d. Penetapan cabang penuh dilakukan melalui Surat Keputusan Ketua Umum
dan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar HMI;
e. Pendirian cabang dapat dilakukan oleh anggota atau Komisariat yang
sebelumnya telah masuk pada satu cabang tertentu yang disetujui oleh
pengurus cabang bersangkutan.
Pasal 28 : Pengurus Cabang
a. Pengurus Cabang adalah badan tertinggi dalam struktur kepemimpinan
HMI ditingkat cabang;
b. Pengurus Cabang terdiri dari Ketua Umum dan Pengurus Harian,
Koordinator Komisariat, Lembaga – lembaga Khusus, dan Lembaga –
lembaga Kekaryaan;
c. Masa jabatan Pengurus Cabang adalah 1 (satu) tahun;
d. Pengurus Cabang adalah anggota yang pernah menjadi Pengurus
Komisariat dan/ atau telag lulus Latihan Kader II;
e. Apabila Ketua Umum Pengurus Cabang berhalangan tetap, dapat diangkat
Pejabat Ketua Umum oleh Rapat Presidium Pengurus Cabang.
Pasal 29 : Tugas dan Kewajiban
a. Pengurus Cabang melaksanakan kebijakan – kebijakan yang ditetapkan
Pengurus Besar dan ketetapan – ketetapan Konferensi;
b. Pengurus Cabang menjalankan tugasnya setelah dilakukan serah terima
dari kepengurusan periode sebelumnya;
c. Pengurus Cabang harus memberikan laporan kepada Pengurus Besar tiap 4
(empat) bulan;
d. Ketua Umum Cabang bertanggungjawab pada Konferensi.
Pasal 30 : Forum pengambilan keputusan Pengurus Cabang terdiri dari
a. Rapat Pleno, adalah forum pengambilan keputusan untuk mengevaluasi
atas pelaksanaan amanah Konferensi yang diadakan minimal tiap 3 bulan
dan minimal dihadiri oleh Ketua Umum, Sekretaris Umum, Bendahara
Umum, dan lebih dari separuh pimpinan lembaga – lembaga HMI;
b. Rapat Presidium, adalah forum pengambilan keputusan strategis organisasi
yang dihadiri oleh hanya Ketua Umum, Sekretaris Umum, Bendahara
Umum, dan lebih dari separuh pimpinan lembaga – lembaga HMI;
c. Rapat Harian, adalah forum koordinasi yang diadakan secara periodik
yang dipimpin oleh Ketua Umum atau Sekretaris Uum.

BAGIAN III: KOMISARIAT

Pasal 31 : Status
a. Komisariat merupakan kesatuan organisasi pada suatu Perguruan Tinggi/
Fakultas/ Jurusan, atau beberapa Fakultas/ Jurusan pada Perguruan Tinggi
yang sama yang dibentuk oleh Pengurus Cabang;
b. Pendirian Komisariat dapat dilakukan sekurang – kurangnya harus ada 3
(tiga) anggota Komisariat dengan status Komisariat persiapan;
c. Komisariat persiapan menjadi Komisariat penuh jika telah memenuhi 10
anggota dan telah mendapat bimbingan minimal 6 bulan dari cabang;
d. Pendirian Komisariat dapat dilakukan oleh anggota HMI yang sebelumnya
telah masuk dalam satu Komisariat tertentu dengan mengajukan
permohonan kepada Pengurus Cabang untuk mendapat persetujuan serta
pertimbangan Komisariat tersebut.
Pasal 32 : Pengurus Komisariat
a. Pengurus Komisariat adalah badan tertinggi di struktur kepemimpinan
HMI ditingkat Komisariat;
b. Pengurus Komisariat memiliki masa jabatan 1 (satu) tahun;
c. Pengurus Komisariat minimal terdiri dari Ketua, Sekretaris dan
Bendahara;
d. Pengurus Komisariat merupakan anggota biasa Komisariat;
e. Apabila Ketua Komisariat berhalangan tetap, dapat diangkat Pejabat Ketua
Umum oleh Rapat Koordinator Pengurus Komisariat.
Pasal 33 : Tegas dan Kewajiban
a. Pengurus Komisariat melaksanakan keputusan – keputusan Pengurus
Cabang dan ketetapan – ketetapan Rapat Anggota;
b. Pengurus Komisariat menjalankan tugasnya setelah dilakukan serah terima
dari pengurus periode sebelumnya;
c. Pengurus Komisariat harus memberikan laporan kepada Pengurus Cabang
tiap 4 (empat) bulan;
d. Ketua Umum Komisariat HMI sebagai pemimpin Pengurus Komisariat
bertanggungjawab pada Rapat Anggota.
Pasal 34 : Forum pengambilan keputusan Pengurus Komisariat terdiri dari
a. Rapat Pleno, adalah forum pengambilan keputusan untuk mengevaluasi
atas pelaksanaan amanah Rapat Anggota yang diadakan minimal tiap 3
bulan dan minimal dihadiri oleh Ketua Umum, Sekretaris Umum,
Bendahara Umum, dan lebih dari separuh pimpinan lembaga – lembaga
HMI;
b. Rapat Presidium, adalah forum pengambilan keputusan strategis organisasi
yang dihadiri oleh hanya Ketua Umum, Sekretaris Umu, Bendahara
Umum, dan lebih dari separuh pimpinan lembaga – lembaga HMI;
c. Rapat Harian, adalah forum koordinasi yang diadakan secara periodik
yang dipimpin oleh Ketua Umum atau Sekretaris Umum.

BAGIAN IV: PENGURUS HARIAN

A . KOMISI KEBIJAKAN

Pasal 35 : Status
a. Komisi kebijakan adalah Pengurus Harian dari Pengurus Besar;
b. Komisi kebijakan disusun oleh Formatur dan Mide Formatur dengan
ketetapan Ketua Umum HMI;
c. Formasi komisi kebijakan adalah Ketua Komisi Kebijakan dan para
anggota komisi kebijakan;
Pasal 36 : Tugas dan Kewajiban
a. Menetapkan kebijakan – kebijakan keorganisasian HMI;
b. Melakukan kerjasama – kerjasama organisasi dengan berbagai pihak;
c. Bertanggungjawab berharap Ketua Umum HMI;

B . BIDANG KERJA

Pasal 37 : Status
a. Bidang kerja adalah bentuk Pengurus Harian dari Pengurus Cabang;
b. Bidang kerja disusun oleh Formatur dan Mide Formatur dengan ketetapan
Ketua Umum Cabang HMI;
c. Formasi bidang kerja adalah Ketua Bidang dan para anggota bidang.
Pasal 38 : Tugas dan Kewajiban
a. Membantu Ketua Umum dalam menjalankan amanah Konferensi yang
diberikan pada kepengurusan menurut bidang kerja;
b. Membantu Ketua Umum dalam menjalankan organisasi;
c. Bertanggungjawab terhadap Ketua Umum Cabang;

C . UNIT AKTIFITAS

Pasal 39 : Status
a. Unit aktivitas adalah bentuk minimal Pengurus Harian dari Pengurus
Komisariat;
b. Unit aktivitas disusun oleh Formatur dan Mide Formatur dengan ketetapan
Ketua Umum Komisariat HMI;
c. Formasi unit aktivitas adalah Ketua Unit Aktivitas dan para anggota
anggota unit aktivitas;
d. Unit aktivitas dapat dibentuk dalam bentuk bidang kerja bagi komisariat
yang sehat.
Pasal 40 : Tugas dan Kewajiban
a. Membantu Ketua Umum dalam menjalankan amanah Rapat Anggota yang
diberikan pada kepengurusan;
b. Membantu Ketua Umum dalam menjalankan organisasi;
c. Bertanggungjawab terhadap Ketua Umum Komisariat:
BAGIAN V: LEMBAGA KOORDINASI

A . BADAN KOORDINASI

Pasal 41 : Status
a. Badan Koordinasi adalah Pengurus Besar yang mengkoordinir aktifitas
internal HMI dibeberapa cabang dalam satu wilayah tertentu;
b. Pembagian wilayah yang dikoordinir ditetapkan Ketua Umum HMI;
Pasal 42 : Struktur
a. Formasi Pengurus Badan Koordinasi sekurang – kurangnya terdiri dari
Ketua, Sekretaris, dan Bendahara;
b. Pejabat Ketua Badan Koordinasi dapat diangkat oleh Ketua Umum HMI,
jika Ketua Badan Koordinasi tersebut berhalangan tetap, dengan
memperhatikan aspirasi Cabang – Cabang;
c. Masa jabatan Pengurus Bada Koordinasi adalah 2 (dua) tahun;
Pasal 43 : Tugas dan Kewajiban
a. Mengkoordinir kebijakan – kebijakan Pengurus Besar oleh cabang –
cabang diwilayah koordinasinya;
b. Menjalankan peran – peran HMI dicabang – cabang wilayahnya;
c. Membentuk cabang baru di wilayah koordinasinya;
d. Melantik Pengurus Cabang di wilayah koordinasinya;
e. Memberikan bimbingan, mengkoordinasikan, dan mengawasi kegiatan –
kegiatan cabang dalam wilayah koordinasinya;
f. Meminta laporan cabang – cabang dalam wilayah koordinasinya;
g. Bertanggungjawab terhadap Ketua Umum HMI;
h. Memberikan laporan kerja ke Musyawarah Badan Koordinasi;
i. Melaksanakan segala hal yang diputuskan di Musyarawah Daerah;
j. Mengeluarkan kebijakan di wilayah koordinasinya selama tidak
bertentangan dengan kebijakan Pengurus Besar HMI.
Pasal 44 : Musyawarah Badan Koordinasi
a. Musyawarah Badan Koordinasi adalah musyawarah utusan cabang –
cabang di wilayah Badan Koordinasi yang diadakan 2 (dua) tahun sekali;
b. Kekuasaan dan wewenang Musyawarah Badan Koordinasi adalah memilih
3 (tiga) orang calon Ketua dan menentukan Haluan Kerja Badan
Koordinasi;
c. Ketua Badan Koordinasi ditetapkan Ketua Umum Pengurus Besar HMI
dari nama – nama calon yang diajukan Musyawarah Badan Koordinasi;
d. Jumlah utusan cabang di Musyawarah Badan Koordinasi sesuai pasal 16 j.

B . KOORDINATOR KOMISARIAT

Pasal 45 : Status
a. Koordinator Komisariat adalah Pengurus Cabang yang mengkoordinir
Komisariat di 1 (satu) atau beberapa Perguruan Tinggi;
b. Pembagian komisariat yang dikoordinir ditetapkan Ketua Umum Cabang;
Pasal 46 : Struktur
a. Formasi Pengurus Koordinasi Komisariat sekurang – kurangnya terdiri
dari Ketua, Sekretaris, dan Bendahara;
b. Pejabat Ketua Koordinator Komisariat dapat diangkat oleh Ketua Umum
Cabang HMI jika Ketua Koordinator Komisariat tersebut berhalangan
tetap, dengan memperhatikan aspirasi Komisariat – Komisariat;
c. Masa jabatan Pengurus Koordinator Komisariat adalah 1 (satu) tahun.
Pasal 47 : Tugas dan Kewajiban
a. Membimbing dan membina Komisariat – Komisariat di lingkungannya;
b. Mengkoordinasikan dan mengawasi Komisariat di lingkungannya;
c. Mengkoordinir pelaksanaan program kerja kepengurusan cabang di
Komisariat – Komisariat lingkungannya;
d. Membantu pelaksanaan operasional program kerja kepengurusan cabang
untuk lingkungannya;
e. Bertanggungjawab terhadap Ketua Umum Cabang HMI;
f. Melaksanakan keputusan Musyawarah Koordinator Komisariat;
g. Mengeluarkan kebijakan di wilayah koordinasinya selama tidak
bertentangan dengan kebijakan Pengurus Cabang HMI.
Pasal 48 : Musyarawah Koordinator Komisariat
a. Musyawarah Koordinator Komisariat adalah musyawarah utusan
Komisariat – Komisariat di lingkungannya, yang diadakan 1 (satu) tahun
sekali;
b. Memilih maksimal 3 (tiga) orang calon Ketua dan menentukan Garis Besar
Program Kerja Koordinator Komisariat;
c. Ketua Koordinator Komisariat ditentukan oleh Ketua Umum Pengurus
Cabang dari nama – nama calon yang diajukan Musyarawah Koordinator
Komisariat;
d. Jumlah utusan Komisariat yang hadir pada Musyawarah Koordinator
Komisariat disesuaikan dengan pasal 19 ayat j dengan ketentuan a = 30
BAGIAN VI: LEMBAGA KHUSUS

Pasal 49 : Status
a. Lembaga – lembaga Khusus HMI adalah bagian dari struktur pimpinan
yang memiliki peran – peran khusu;
b. Lembaga – lembaga Khusus bersifat semi otonom;
c. Lembaga – lembaga khusus HMI dibentuk oleh pimpinan HMI sesuai
dengan kebutuhan;
d. Lembaga – lembaga Khusus HMI dapat berupa: Korp HMI-wati (Kohati),
Kord Pengader (KP), dan pusat Arsip dan lainnya yang dibentuk Pengurus
HMI.
Pasal 50 : Struktur
a. Formasi Pengurus Lembaga – lembaga Khusus HMI sekurang –
kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretariat, dan Bendahara;
b. Bila diperlukan, pada tingkat pusat dapat dibentuk Koordinator Nasional
lembaga – lembaga khusus.
Pasal 51 : Tugas dan Kewajiban
a. Lembaga – lembaga Khusus bertugas melaksanakan program dan
kewajiban – kewajiban HMI sesuai dengan fungsi perannya masing –
masing;
b. Pengurus lembaga – lembaga khusus berkewajiban melaksanakan hasil
Musyarawah lembaga khusus;
c. Pimpinan Lembaga Khusus bertanggungjawab pada struktur
kepemimpinan HMI dengan melaksanakan Laporan Pelaksanaan Tugas
dala lembaganya;
d. Lembaga khusus memberikan laporan kerja kepada struktur Kepemipinan
HMI minimal 2 (dua) kali selama satu periode dan/ atau jika sewaktu –
waktu bila diminta struktur kepemimpinan.
Pasal 52 : Musyawarah
a. Status musyawarah Lembaga Khusus adalah merupakan forum kekuasaan
tertinggi di internal lembaga khusus dengan tanpa bertentangan dengan
ketetapan – ketetapan lembaga kekuasaan HMI ditingkatnya;
b. Musyawarah Lembaga Khusus HMI berhak mengajukan sebanyak –
banyaknya 3 (tiga) calon Pimpinan Lembaga Khusus untuk ditetapkan
oleh pimpinan HMI.
BAGIAN VII: LEMBAGA KEKARYAAN

Pasal 53 : Status
a. Lembaga Kekaryaan adalah bagian dari struktur pimpinan HMI yang
memiliki peran kekaryaan;
b. Lembaga – lembaga kekaryaan bersifat semi otonom;
c. Lembaga – lembaga kerkaryaan dibuntuk bila ada aspirasi dan kebutuhan
anggota, yang memiliki minat dan bakat di bidang yang sama;
d. Lembaga Kekaryaan memiliki spesifikasi bidang yang mengarah pada
peningkatan keahlian dan profesionalitas tertentu.
Pasal 54 : Struktur
a. Formasi pengurus lembaga – lembaga Kekaryaan sekurang – kurangnya
terdiri dari Direktur dan Staf Direktur;
b. Bila diperlukan, pada tingkat pusat dapat dibentuk Koordinator Nasional
lembaga – lembaga kekaryaan.
Pasal 55 : Tugas dan Kewajiban
a. Lembaga – lembaga kekaryaan mempunyai tugas meningkatkan dan
mengembangkan keahlian dan profesionalisme anggota HMI pada bidang
tertentu dalam bentuk kerja kemanusiaan;
b. Pengurus lembaga – lembaga kekaryaan berkewajiban melaksanakan hasil
Musyarawah lembaga kekaryaan;
c. Pimpinan lembaga – lembaga kekaryaan bertanggungjawab pada struktur
kepemimpinan HMI dengan melaksanakan pertanggungjawabnya pada
Struktur Kekuasaan di tingkatannya;
d. Pengurus memberikan laporan kerja kepada pimpinan HMI minimal 2
(dua) kali selama satu periode;
e. Koordinator Nasional berperan dala usaha mendorong keberhasilan
pencapaian tujuan lembaga kekaryaan ditingkatan cabang.
Pasal 56 : Musyawarah
a. Status Musyawarah Lembaga – lembaga Kekaryaan adalah merupakan
Rapat Anggota yang bertugas untuk merumuskan dan mengevaluasi
program – program kerja lembaga – lembaga kekaryaan;
b. Musyawarah Lembaga Kekaryaan HMI berhak mengajukan satu atau
beberapa calon pimpinan lembaga kekaryaan untuk ditetapkan oleh
pimpinan HMI.
C . MAJELIS SYURO ORGANISASI (MSO)

Pasal 57 : Status
a. MSO berstatus sebagai Lembaga Konsultasi dan Lembaga Peradilan HMI;
b. Sidang MSO adalah Majelis yang terdiri dari sebagian besar anggota
MSO;
c. Anggota MSO adalah anggota HMI yang telah menjadi Pengurus HMI
maksimal 2 (dua) periode sebelumnya dengan jumlah maksimal 13 orang.
Pasal 58 : Struktur MSO terdiri dari Koordinator dan Anggota MSO
Pasal 59 : Tugas dan Kewajiban
a. Memberikan pertimbangan dan saran kepada struktur kepemimpinan HMI
untuk menentukan kebijakan – kebijkan;
b. Memebrikan keputusan atas konflik yang terjadi dalam struktur
kepemimpinan HMI yang tidak bisa diselesaikan oleh Ketua Umum
struktur kepemimpinan tersebut melalui proses persidangan;
c. Memberikan Laporan Pelaksanaan Tugas pada Struktur Kekuasaan;
d. MSO Pusat bertugas untuk menampung dan memberikan pertimbangan
terhadap usulan amandemen dari struktur pimpinan HMI untuk diajukan
ke Kongres.
Pasal 60 : Tata Kerja
a. Tata Kerja MSO diselenggarakan oleh Koordinator MSO;
b. Sebelum Koordinator MSO terpilih, sidang MSO Pertama diselenggarakan
dan dipimpin oleh struktur kepemimpinan;
c. MSO dapat membuat tim – tim kerja melalui keputusan sidang MSO yang
dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota MSO;
d. MSO melaporkan pelaksanaan tugasnya pada struktur kekuasaan.

BAB III
KESEKRETARIATAN

Pasal 61 : Kesekretariatan memiliki fungsi dalam menjalankan sistem keadministrasian,


dan sistem keprotokoleran organisasi.
Pasal 62 : Sistem administrasi merupakan sistem organisasi dalam mengatur sirkulasi
administrasi.
Pasal 63 : Sistem keprotokoleran merupakan sistem organisasi dalam mengatur prosedur
aktifitas elemen – elemen organisasi.
Pasal 64 : Sekretariat berfungsi sebagai tempat domisili tiap struktur kepemimpinan
HMI yang berperan sebagai sentral koordinasi organisasi dana sarana aktifitas
struktur keorganisasian serta alat interksi lembaga dengan lingkungan;

BAB IV
KEUANGAN

Pasal 65 : Sumber Keuangan Internal organisasi berasal dari Uang Pangkal dan Iuran
yang diserahkan anggota.
Pasal 66 : Uang pangkal diberikan anggota kepada Pengurus Cabang saat ia
mendaftarkan diri jadi anggota HMI.
Pasal 67 : Iuran anggota diberikan anggota kepada Pengurus Komisariat secara periodik
selama ia menjadi anggota HMI.
Pasal 68 : 20 (dua puluh) persen iuran anggota yang diterima Pengurus Komisariat
adalah hak milik dari Pengurus Cabang dan maksimal 20 (dua puluh) dari
jumlah yang diterima Pengurus Cebang adalah hak milik Pengurus Besar.
Pasal 69 : Tiap struktur kepemimpinan, Struktur Kekuasaan dan MSO berhak menerima
dana dari pihak eksternal sesuai dengan pedoman yang berlaku.
Pasal 70 : Pengelolaan keuangan pada struktur kekuasaan, struktur pimpinan dan MSO
harus berdasarkan prinsip akuntabilitas dan keadilan.
Pasal 71 : Seluruh kekayaan HMI akan diserahkan pada pihak yang akan ditunjukan
oleh Kongres saat pembubaran organisasi.

BAB IV
ATRIBUT ORGANISASI

Pasal 72 : Atribut – atribut organisasi yang dipakai dalam oprasional organisasi


ditetapkan oleh Kongres.
Pasal 73 : Jenis – jenis atribut organisasi HMI terdiri dari Lambang HMI, Bendera HMI,
Baret HMI, Muts HMI, Selempang HMI, Himne HMI, dan Mars Hijauh
Hitam.
Pasal 74 : Lembaga Khusus dapat menentukan jenis dan bentuk atributnya tersendiri
melalui Musyawarah Lembaga Khusus.

BAB V
ATURAN TAMBAHAN

Pasal 75 : Keputusan pembubaran HMI dilakukan di Kongres dengan persetujuan


minimal 2/3 utusan – utusan cabang.
Pasal 76 : Anggaran Rumah Tangga merupakan pedoman penjelas Anggaran Dasar
HMI yang kemudian diturunkan dalam pedoman – pedoman operasional
berupa: Pedoman Keanggotaan, Pedoman Struktur Organisasi, Pedoman
Kesekretariatan, Pedoman Keuangan, Pedoman Atribut, dan Pedoman
Lembaga – lembaga yang ditetapkan di Kongres.
PEDOMAN KEANGGOTAAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Bismillahirrohmanirrahiim

PENDAHULUAN

Anggota dalam keorganisasian HMI merupakan elemen penting dalam gerak


organisasi. Garis perjuangan organisasi yang melakukan pembentukan individu – individu
menjadi insan ulil albab, menjadikan anggota merupakan sebuah entitas yang utama dalam
pencapaian tujuan organisasi. Garis perjuangan organisasi dalam pembentukan masyarakat
yang diridhoi oleh Allah juga menjadikan anggota sebagai tangan utama organisasi dalam
melakukan perwujudan cita – cita tersebut.
Pada organisasi umumnya anggota diperlakukan sebagai sumber daya yang harus
digunakan organisasi dalam mencapai tujuannya. Namun bagi organisasi yang bernama
Himpunan Mahasiswa Islam anggota juga menjadi sasaran perjuangan organisasi. Oleh sebab
itu segala aturan dasar dan aturan penjelas organisasi harus lebih diturunkan pada tingkat
operasional agar ada kejelasan kapan anggota menjadi tenaga organisasi dan kapan anggota
menjadi sasaran organisasi. Pengaturan ini diperlukan juga untuk menghindari adanya konflik
peran yang terjadi akibat adanya dua peran anggota yang diberikan organisasi kepadanya.
Kejelasan organisasi mengelola entitas yang bernama anggota merupakan satu faktor
utama yang akan menjadikan organisasi dikatakan berhasil atau gagal dalam gerak hidupnya.
Misi dan visinya serta tujuannya tentu tidak akan lepas dari entitas yang bernama anggota.
Bagi HMI sendiri anggota juga menajdi sebuah kunci regenerasi atas kehidupan organisasi.
Artinya anggotalah yang menentukan apakah organisasi harus diam, berhenti, atau bergerak.
Anggotalah yang menentukan organisasi memiliki potensi yang besar dan dapat disalurkan
atau tak memiliki potensi sama sekali.
Pedoman Keanggotaan merupakan sebuah cerminan bagaimana organisasi
memperlakukan anggota dalam kehidupan organisasi. Dengan demikian akan terlihat apakah
pentingnya anggota bagi organisasi diikuti oleh keseriusan sistem organisasi HMI untuk hidup
bersama entitas yang bernama anggota.
BAB I
ANGGOTA

Anggota Himpunan Mahasiswa Islam adalah semua pihak yang diakui sebagai
individu yang terlibat aktif dalam perjalanan roda organisasi. Individu – individu ini terbagi
oleh tiga golongan yaitu: Anggota Muda, Anggota Biasa dan Anggota Kehormatan.
Mahasiswa Islam yang ikut serta secara sukarela dalam aktifitas organisasi HMI yang telah
memiliki syarat yang disahkan oleh struktur pimpinan disebut anggota muda. Anggota Biasa
merupakan mahasiswa Islam yang telah lulus Latihan Kader I. Sedangkan Anggota
Kehormatan adalah orang yang telah berjasa kepada HMI yang ditetapkan oleh Pengurus
Cabang atau Pengurus Besar.
Oleh sebab itu semua mahasiswa Islam, baik itu pada tingkat diploma (D1 sampai
D4), sarjana, atau pascasarjana (Program S2 dan S3) dapat menjadi Anggota Biasa dengan
meenuhi persyaratan keanggotaan yang telah ditentukan. Perguruan Tinggi dan lembaga
pendidikan yang sederajat adalah semua lembaga pendidikan yang berstatus sebagai
Universitas, Institut, Akademi dan Sekolah Tinggi dan pondok pesantren yang setingkat
merupakan bentuk – bentuk lembaga pendidikan tinggi yang diakui HMI. Rekrutmen Anggota
Biasa lebih diharapkan oleh pihak komisariat. Hal ini disebabkan karena peran komisariat
dalam organisasi adalah sebagai kantong massa. Sedangkan cabang melakukan legalisasi
keanggotaan yang dilakukan secara periodik maupun non periodik. Keputusan legalisasi
sebaiknya diumumkan pada event – event organisasi HMI yang diikuti oleh ritual pelantikan
keanggotaan dalam event tersebut. Event itu dapat berupa Latihan Kader, Training, Seminar,
Diskusi, Rihlah, Rapat Kepengurusan dan lain sebagainya.
Anggota Kehormatan HMI merupakan individu – individu yang dinilai berjasa bagi
organisasi yang membantu gerak organisasi pada waktu tertentu. Penilaian dilakukan oleh
Pengurus Cabang dan Pengurus Besar atas dasar permintaan Anggota Biasa atau permintaan
struktur kepemimpinan HMI. Dasar penilaian lainnya adalah sejauh mana individu tersebut
membantu organisasi HMI secara keseluruhan (bukan bagian – bagian struktur) sehingga
terjadi penguatan peran HMI dalam masyarakat dari waktu kewaktu. Hasil penilaian yang
memutuskan keabsahan keanggotaan tersebut dituangkan dalam sebuah Surat Keputusan
Pengurus Cabang atau Pengurus Besar. Pengeluaran Surat Keputusan ini dapat dilakukan
setiap waktu sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Khusus untuk penjaringan anggota muda yang dipersiapkan untuk menjadi anggota
biasa yang secara sah diakui oleh HMI, dapat pula ditangani oleh lembaga – lembaga khusus
maupun kekaryaan di tingkat cabang. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya mengembangkan
sayap organisasi, eksperimentasi kelembagaan, dan memfungsikan lembaga – lembaga
tersebut.
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA

1. Hak Anggota
Seperti yang tercantum dalam Anggaran Dasar HMI anggota memiliki hak untuk
mengikuti segala bentuk aktifitas HMI sesuai dengan aturan – aturan yang ditetapkan.
Namun demikian dalam proses pengambilan keputusan Anggota Biasa mempunyai hak
mengeluarkan pendapat, mengajukan usul atau pertanyaan dengan lisan atau tertulis
kepada pengurus, serta mempunyai hak dipilih dan memilih dan Anggota Kehormatan
memiliki hal untuk mengajukan saran atau usul, dan pertanyaan – pertanyaan kepada
Pengurus HMI saja.
Hak memilih anggota biasa berlaku bagi semua struktur kekuasaan (Kongres,
Konferensi, dan Rapat Anggota). Akan tetapi hak dipilih bersifat terbata. Ada
kualifikasi tertentu untuk bisa menjadi pengurus apalagi dicalonkan sebagai Ketua
Umum. Di komisariat cukup dengan standar kualifikasi LK I, untuk Ketua Umum HMI
Cabang minimal lulus LK II, sedangkan untuk menjadi Ketua Umum PB HMI harus
lulus LK II dan SC.

2. Kewajiban Anggota
Kewajiban anggota yang dituntut organisasi ada tiga peranan yaitu:
1. Peranan pada keuangan organisasi berupa uang pangkal dan iuran anggota (kecuali
Anggota Kehormatan)
2. Peranan pada seluruh aktifitas organisasi, dan
3. Peranan anggota dalam menjaga nama baik organisasi.
Keputusan penentuan besaran iuran anggota ditetapkan oleh cabang masing – masing.
Sedangkan penilaian pelaksanaan kewajiban atas penjagaan nama baik organisasi
dilakukan oleh Pengurus Cabang. Namun yang berperan dalam melakukan penilaian
keaktifan anggota komisariat dalam organisasi adalah masing – masing komisariat.
BAB III
STATUS KEANGGOTAAN

1. Tata Cara Keanggotaan


Anggota Muda tidak memiliki tata cara khusus keanggotaan. Ia dapat diakui sebagai
anggota muda ketika ia merupakan mahasiswa dan mengikuti aktifitas HMI. Anggota
Biasa harus memenuhi 5 syarat yaitu:
1. Mahasiswa
2. Beragama Islam
3. Telah mengikuti Latihan Kader I dan dinyatakan lulus
4. Menyatakan kepatuhannya terhadap konstitusi HMI secara lisan dan tertulis
5. Serta mengikuti prosesi pelantikan anggota.
Pelantikan dapat dilakukan Pengurus Cabang di seriap saat, setiap momen atau setiap
kegiatan yang dilaksanakan oleh cabang. Atas pemenuhan syarat keanggotaan ini maka
cabang wajib melakukan beberapa hal yang berkaitan dengan keanggotaan:
1. Mengeluarkan Surat Keputusan Keanggotaan dan Kartu Anggota.
Surat Keputusan dapat dikeluarkan khusus untuk satu orang atau lebih dari satu
orang. Surat Keputusan juga dapat dikeluarkan secara mingguan, bulanan atau juga
dapat dikeluarkan pada forum – forum LK I atau kegiatan HMI lainnya.
2. Melakukan pengelompokan anggota dalam komisariat – komisariat.
Komisariat anggota adalah komisariat yang sama dengan lingkungan akademis
anggota. Namun demikian anggota dapat memilih aktif di komisariat lainnya dalam
satu cabang atas ijin Pengurus Cabang. Anggota tidak bisa berada dalam
keanggotaan lebih dari satu. Perpindahan anggota ke komisariat lainnya dalam satu
cabang dilakukan berdasarkan ijin dari Pengurus Cabang. Namun ketika dalam
lingkungan akademisnya tidak terdapat komisariat, maka anggota berhak memilih
komisariat dengan persetujuan struktur pimpinan cabang.
Mekanisme Anggota Kehormatan berada pada Pengurus Cabang dan Pengurus Besar.
Prosedur yang harus dilakukan adalah:
1. Rapat Pengurus Cabang atau Pengurus Besar dapat mengeluarkan nama individu
yang akan diusulkan menjadi Anggota Kehormatan.
2. Menanyakan kesediaan calon anggota dan meminta surat pernyataan kesediaannya.
3. Hasil rapat dan surat kesediaan menjadi dasar organisasi untuk mengangkat seorang
Anggota Kehormatan dalam sebuah Surat Keputusan.
Anggota Kehormatan tidak diwajibkan mengikuti pelantikan keanggotaan, dan
kewajiban keuangan lainnya.
2. Ikrar Pelantikan Anggota HMI
IKRAR PELANTIKAN ANGGOTA
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Aku Bersaksi Bahwasannya Tidak Ada Tuhan Selain Allah dan Sesungguhnya
Muhamad Adalah Utusan Allah

Aku Ridha Allah Tuhan Kami, Islam Agama Kami, dan Muhammad Adalah
Nabi dan Utusan Allah
Dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab, kami berjanji dan berikrar:
1. Bahawa kami akan selalu memenuhi tugas dan kewajiban yang dibebankan oleh
Himpunan Mahasiswa Islam dengan senantiasa berpegang teguh kepada Al Quran
dan Sunnah Rasul;
2. Bahwa kami akan selalu menjaga nama baik Himpunan Mahasiswa Islam dengan
selalu tunduk dan patuh kepada Anggaran Dasar, Anggran Rumah Tangga, dan
Pedoman – Pedoman Pokok serta ketentuan – ketentuan lainnya;
3. Bahwa kami akan selalu bertanggungjawab atas terwujudnya tatannya masyarakat
yang diridhai Allah Subhanahu Wata’ala dalam rangka mengabdi kepada-Nya untuk
kesejahteraan ummat dunia dan akhirat.

Sesungguhnya Shalatku, Perjuanganku, Hidup dan Matiku Hanya Untuk Allah


Tuhan Seru Sekalian Alam
Billahit taufiq Walhidayah

3. Masa Keanggotaan HMI


Masa keanggotaan dalam Anggaran Rumah Tangga adalah selama anggota memiliki
status kemahasiswaan selama dua belas tahun. Selama masa itu anggota memiliki hal
dan kewajiban yang sewajarnya atas status keanggotaannya.
4. Jabatan Rangkap
Jabatan rangkap terdiri dari dua jenis yaitu perangkapan jabatan anggota HMI di
lingkungan struktur HMI dan perangkapan jabatan di luar lingkungan struktur HMI.
Jabatan rangkap yang masih di dalam lingkungan satu cabang HMI harus melalui ijin
Ketua Cabang. Namun jika sudah antar cabang maka jabatan rangkap pada anggota
tidak diperkenankan. Seorang anggota yang telag memiliki posisi struktural di
organisasi lain dapat memiliki posisi struktural di HMI atas ijin Ketua Umum Cabang
begitupun sebaliknya. Pertimbangan ijin yang diberikan Ketua Umum Cabang adalah
sejauhmana independensi organisasi tidak terganggu, Ketua Umum Cabang dan
Pengurus Besar yang akan rangkap jabatan harus mendapat ijin dari Pengrus Besar.
Namun Ketua Umum Pengurus Besar tidak memiliki hak dalam rangkap jabatan dan
bentuk apapun dan kondisi apapun.

5. Mutasi Anggota
Mutasi anggota hanya terjadi jika status anggota pindah ke lain cabang. Perpindahan ini
dapat diakibatkan oleh keinginan anggota itu sendiri atau perpindahan studi anggota ke
lingkungan lembaga pendidikan lainnya diluar cabang asal. Anggota harus membuat
surat permohonan perpindahan kepada Pengurus Cabang. Persetujuan Pengurus Cabang
atas pemohonan ini dituangkan dalam surat pemberitahuan ke cabang yang dituju
mengenai transfer anggota yang dilakukan. Pohak cabang yang dituju dapat
memutuskan menerima atau menolak perpindahan ini dalam sebuah surat balasan yang
ditujukan ke pengurus cabang asal. Cabang penerima transfer anggota harus
menerbitkan Surat Keputusan Anggita yang baru pada anggota yang melakukan
perpindahan tersebut.

BAB IV
PEMBERHENTIAN

1. Pemberhentian
Status keanggotaan dinyatakan berhenti atau hilang dapat disebabkan oleh beberapa hal
yaitu: meninggal dunia, atas permintaan sendiri (mengundurkan diri), diskors
(pemberhentian sementara) dan dipecat. Seorang dinyatakan meninggal dunia jika ada
pernyataan dari lembaga yang berwenang. Seorang anggota juga akan kehilangan status
keanggotaannya jika ia mengundurlan diri melalui sebuah surat pernyataan yang
ditujukan ke cabang selanjutnya cabang segera merespon.
Seseorang yang mengundurkan diri tidak dapat kembali lagi menjadi anggota kecuali ia
memulai lagi proses keanggotaannya dari awal. Seorang anggota yang diskors
(kehilangan keanggotaan secara sementara) juga merupakan suatu kondisi dimana
anggota tidak memiliki status keanggotaan di HMI dan tidak memiliki hal dan
kewajiban apapun di HMI untuk sementara waktu. Seorang anggota yang dipecat dari
keanggotaan HMI juga akan mengalami kehilangan status keanggotaan dalam HMI
beserta hak dan kewajibannya untuk selama – lamanya. Anggota yang dipecat dapat
kembali menjadi anggota jika ia memulai kembali proses keanggotaannya dari awal
juga. Namun demikian anggota yang dipecat dapat kembali lagi secara otomatis
memiliki status keanggotaan jika ia melakukan pembelaan dan dikabulkan
pembelaannya pada forum pembelaan tersebut.

2. Skorsing dan Pemecatan


Skorsing atau pemecatan adalah kondisi dimana seorang anggota tidak lagi memiliki
status keanggotaan yang mengakibatkan ia tidak lagi memiliki hak dan kewajiban yang
ada di HMI. Skorsing atau pemecatan dilakukan melalui Surat Keputusan Ketua Umum
Cabang atas dasar:
a. Bertindak bertentangan dengan ketentuan – ketentuan yang ada dala HMI;
b. Bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik HMI.
Skorsing dikenakan pada anggota jika:
a. Terlibat secara tidak langsung dalam pencemaran nama baik organisasi
b. Terlibat tidak langsung dalam aktifitas yang merugikan organisasi HMI
c. Terkena peringatan sebanyak tiga kali atas kasus yang sama ataupun berbeda.
Pemecatan dikenakan ke anggota jika:
a. Berbuat kesalahan berkaitan dengan sistem organisasi HMI secara keseluruhan;
b. Terlibat langsung dalam pencemaran nama baik organisasi;
c. Terlibat langsung dalam aktifitas yang merugikan HMI secara keseluruhan;
d. Terkena putusan skorsing tiga kali atas kasus yang sama ataupun berbeda.
Dalam kondisi normal skorsing atau pemecatan dilakukan berdasarkan tuntutan skorsing
atau pemecatan komisariat dan atau cabang. Atas dasar ini Pengurus Cabang
mengadakan rapat pengurus yang menghasilkan Surat Keputusan peringatan. Skorsing
atau pemecatan diputuskan jika peringatan telah berlangsung selama tiga kali. Dalam
kondisi tidak normal atau keakutan kesalahan yang dibuat maka skorsing atau
pemecatan tidak melalui peringatan. Dalam kondisi inipun Pengurus Besar HMI dapat
melakukan skorsing atau pemecatan seperti halnya Pengurus Cabang. Penilaian kondisi
tidak normal atau keakutan kesalahan yang dibuat, dilakukan oleh MSO yang ada
ditingkat pusat atau ditingkat cabang.
Khusus mengenai skorsing, lamanya skorsing yang dikenakan maksimal satu tahun.
Setelah satu tahun Pengurus Cabang berhak menentukan apakah anggota itu dapat
dikenakan skorsing lagi atau tidak. Maksimal skorsing yang dikenakan pada seorang
anggota adalah 3 kali secara berurutan atau pun tidak berurutan, dalam kasus yang sama
tau kasus yang tidak sama. Artinya untuk anggota yang telah diskorsing 3 kali cuma
bisa dipecat atau tidak menghukumnya.

3. Pembelaan
Ketidaksetujuan keputusan skorsing atau pemecatan dapat diajukan kepada MSO dalam
tempo 3 x 7 hari setelah SK diumumkan ke khalayak anggota. Atas dasar ini MSO dapat
memerintahkan Pengurus Cabang untuk membuat forum pembelaan yang dihadiri oleh
Pengurus Cabang itu sendiri, Ketua – Ketua Komisariat dilingkungan cabang tersebut,
Ketua Komisariat anggota dan anggota itu sendiri. Dengan adanya permontaan
pembelaan maka masa berlaku keputusan skorsing/ pemecatan ditunda sampai ada
keputusan dalam forum pembelaan.
Foru pembelaan ini dipimpin oleh Anggota MSO Cabang atau Anggota MSO Pusat dari
cabang tersebut bagi cabang yang tidak memiliki MSO, atau Anggota MSO Pusat yang
ditunjuk MSO Pusat bagi cabang yang tak memiliki MSO dan tak memiliki anggota
yang duduk di MSO Pusat. Urutannya:
1. Pembukaan
2. Pembacaan kasus dan latar belakang kasus oleh Pengurus Cabang
3. Pembacaan Surat Keputusan skorsing atau pemecatan oleh Pengurus Cabang
4. Pembacaan pembelaan oleh anggota
5. Tanya jawab oleh pimpinan foru terhadap Pengurus Cabang, anggota dan para
Ketua Komisariat secara berulang sampai pimpinan forum menyatakan cukup
6. Penawaran pimpinan forum ke Pengurus Cabang untuk melakukan perubahan SK
7. Jika Pengurus Cabang bersedia melakukan perubahan maka pimpinan forum
membuat surat perintah untuk merubah SK Pengurus Cabang
8. Jika Pengurus Cabang tidak bersedia melakukan perubahan, pimpinan forum dapat
bertanya kepada para Ketua Komisariat yang hadir selain Ketua Komisariat anggota
yang melakukan banding, apakah SK Skorsing/ Pemecatan anggota tersebut
dirubah atau tidak
9. Jika para Ketua Komisariat menginginkan peribahan maka pimpinan forum
membuat surat perintah ke Pengurus Cabang untuk melakukan perubahan SK
skorsing/ pemecatan, dan Pengurus Cabang wajib mematuhinya
10. Jika para Ketua Komisariat tidak menginginkan perubahan atas Surat Keputusan
Cabang maka pimpinan forum mengeluarkan keputusan untuk tidak merubah Surat
Keputusan skorsing/ pemecatan atas anggota tersebut
11. Anggota dapat mengajukan banding ke MSO tingkat pusay atas putusan forum
12. Keputusan banding hanya diambil dari para Anggota MSO tingkat pusat saja,
setelah MSO melakukan penelaahan ulang atas kasus tersebut
13. Keputusan MSO tingkat pusat ini harus ditaati oleh Pengurus Cabang dan Anggota
14. Keputusan MSO tingkat pusat ini besifat final (tidak dapat diajukan bandingkan)

BAB V
ADIMINISTRASI KEANGGOTAAN

1. Kartu Anggota
Bentuk : Persegi panjang
Warna : Putih
Contoh :

2. Nomor Anggota
Pemberian nomor anggota dilakukan oleh Pengurus Cabang melalui Suarat Keputusan
yang ditandatangani oleh Sekretaris Umum dan Ketua Umum. (Badan Koordinasi)
setelah diterimanya surat permohonan nomor anggota oleh pihak Pengurus Cabang.
Penomoran anggota dilakukan dengan bentuk:
10.112.220305.10753
Keterangan:
Dua angka pertama adalah sandi status keanggotaan
Tiga angka kedia adalah sandi cabang
Enam angka ketiga adalah sandi tanggal penomoran dilakukan
menggunakan tahun Hijriyah
Angka berikutnya adalah sandi nomor urut anggota
Penomoran ini hanya berlaku satu tahun sejak dikeluarkan Surat Keputusan. Oleh sebab
itu cabang harus terus meminta pembaharuan nomor anggota dan Pengurus Besar harus
memperbaharui penomoran anggota tersebut dengan merubah tanggal keluarnya Surat
Keputusan Penomoran tetapi tidak boleh merubah angka yang lain.
Sandi Keanggotaan
10 Anggota Biasa
20 Anggota Kehormatan
Sandi Cabang
001 Medan
002 Pekanbaru
003 ..... dan cabang berikutnya di Sumatera
101 Jakarta
102 Jakarta Selatan
103 Bekasi
104 Bogor
105 Depok
106 Lebak
107 Bandung
108 Cirebon
109 Jogjakarta
110 Semarang
111 Purwokerto
112 Wonosobo
113 Purworejo
114 Malang
115 Surabaya
116 Sleman
117 Jombang
118 Jepara
119 ..... dan cabang berikutnya di Pulau Jawa
201 Makassar
202 Palu
203 Palopo
204 Pangkep
205 Barru
206 Gorontalo
207 Manado
208 Luwuk Banggai
209 Toli – Toli
210 Kendari
211 Bone
212 Bulukamba
213 Majene
214 ..... dan cabang berikutnya di Pulau Sulawesi
301 Pontianak
302 ..... dan cabang berikutnya di Pulau Kalimantan
401 Jayapura
402 Sorong
403 ..... dan cabang lain yang dibentuk di Pulau Papua
501 Ternate
502 ..... dan cabang lain yang dibentuk di Kepulauan Maluku
601 ..... dan cabang lain yang dibentuk di Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara
Sandi Tanggal Penomoran
22 Tanggal Penomoran
03 Bulan Penomoran
05 Tahun Penomoran
Sandi Nomor Urut Anggota
Sesuai dengan urut angka
PEDOMAN STRUKTUR ORGANISASI
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Bismillahirrohamirrahiim

BAB I
PENDAHULUAN

Organisasi bagi HMI merupakan alat dalam menyusun barisan perjuangan untuk
membentuk insan ulil albab dan masyarakat yang diridoi oleh Allah SWT. Hal ini berdasarkan
sebuah kesadaran bahwa berjuang secara bersama mempunyai nilai lebih dari pada sendiri.
Oleh sebab itu mulai dari pembentukan individu (kader) sampai menggerakkannya di
masyarakar umum, HMI lakukan dengan alat yang disebut organisasi. Struktur merupakan
fokus utama selain kultur ketika membicarakan organisasi untuk mencapai tujuan dan
keberlanjutan perjuangan HMI.
Pencapaian tujuan tersebut tentunya harus dilakukan dengan manajemen organisasi
yang berkualitas. Oleh sebab itu pembentukan dan pemakaian struktur organisasi ditiap lini
atau tiap tingkatan harus berdasarkan pada 3 komponen, yaitu Fleksibel, Responsif, dan
Visioner. Makna yang terkandung dalam faktor Fleksibel adalah struktur HMI dituntut untuk
tidak kaku dan mampu memacu semua kadernya melakukan kreativitas – kreativitas individu
dalam lingkungan kerjasama organisasi tanpa lepas dari pedoman yang berlaku. Responsif,
merupakan sebuah dasar bagi struktur HMI untuk menjawab segala tantangan dan hambatan
dalam HMI serta mengambil kesempatan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan
organisasi. Hal ini perlu karena struktur HMI dibentuk untuk bergerak kedepan walau bentuk
struktur merupakan hasil kesepakatan yang diambil berdasarkan perimbangan masa lalu.
Visioner, struktur HMI merupakan sebuah gambaran organisasi tentang masa depan
bukan masa lalu. Dengan demikian organisasi punya tujuan yang dapat ia lihat dan jalani dari
waktu ke waktu. Jika salah satu komponen ini tidak ada, maka struktur organisasi akan
pincang bahkan lumpuh dalam gerak organisasinya.
Ketika hal di atas akan terlihat bermakna ketika struktur didesain dan dijalankan
sesuai dengan ketentuan – ketentuan dasar yang ditetapkan oleh organisasi dengan
pertimbangan sisi kemanusiaan. Tidak seperti dasar organisasi pada umumnya, tiga dasar ini
menyatakan bahwa HMI merupakan organisasi yang tidak didasarkan atas kekuasaan semata
namun atas dasar kesepakatan bersama dengan komitmen bersama pula. Pola ini merupakan
pola masyarakat yang punya tingkat kesadaran tinggi untuk berjuang bukan kesadaran tinggi
untuk berkuasa dan menguasai. Kita akan banyak melihat proses – proses dimana semua
pihak berhak dan dapat beraktualisasi dalam kerangka kerja sama yang sebenar – benarnya.
Bagan struktur organisasi merupakan sebuah skema kendali organisasi dengan
tingkatan – tingkatannya (Pusat, Cabang dan Komisariat). Tiap tingkatan bagan struktur
terdiri dari Manajemen Puncak (Ketua Umum, Sekretaris Umum, Bendahara Umum), tingkat
Manajemen Menengah (Pengurus Harian, Pimpinan Lembaga Koordinasi, Pimpinan Lembaga
Khusus, Pimpinan Lembaga Kekaryaan), tingkat Manajemen Bawah (Staf atau panitia).
HMI memiliki tiga struktur organisasi, yaitu Struktur Kekuasaan dan Struktur
Pimpinan serta Majelis Syuro Organisasi. Struktur kekuasaan adalah tempat keluarnya
amanah – amanah untuk aktifitas lembaga, struktur ini terdiri dari Kongres, Konferensi dan
Rapat Anggota. Struktur pimpinan adalah pihak yang melaksanakan amanah. Struktur
pimpinan ini terdiri dari Pengurus Besar, Pengurus Cabang, dan Pengurus Komisariat.
Adapun Majelis Syuro Organisasi merupakan struktur peradilan dan konsultasi bagi
organisasi yang terdiri MSO tingkat pusat dan MSO tingkat cabang.

BAB II
STRUKTUR KEKUASAAN

HMI dalam strukturnya hanya memiliki tiga tingkatan struktur kekuasaan. Ketiga
tingkatan itu terdiri dari tingkat pusat, tingkat cabang dan tingkat komisariat. Pada tingkat
pusat, Kongres menjadi forum pengambilan keputusan tertinggi dalam orgnisasi HMI, pada
tingkat cabang HMI mengenal Konferensi dan Rapat Anggota sebagai forum pengambilan
keputusan tertinggi yang ada pada tingkat Komisariat.
1. Kongres
Kongres merupakan struktur kekuasaan yang berbentuk forum dan dilaksanakan setiap
dua tahun sekali diakhir periode Pengurus Besar. Pelaksanaan diluar waktu ini dapat
diadakan atas pengajuan satu cabang yang kemudian disepakati oleh sebagian besar
cabang lainnya pelaksanaan diluar waktu normal, tanggungjawabnya dipegang oleh
cabang pengusul dan yang menyetujuinya. Kongres pada dasarnya memiliki beberapa
kekuasaan atau wewenang utama yang dapat dipakai, yaitu:
a. Menetapkan Pedoman Dasar (Anggaran Dasar), Pedoman Penjelas (Aanggaran
Rumah Tangga, Khittah Perjuangan) dan Pedoman Operasional (Pedoman
Perkaderan, Pedoman Keanggotaan, Pedoman Struktur Organisasi, Pedoman
Kesekretariatan, Pedoman Keuangan, Pedoman Atribut dan Pedoman lembaga –
lembaga.
b. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Besar HMI.
c. Memilih Ketua Umum HMI yang merangkap sebagai Formatur.
d. Memilih 4 (empat) Mide Formatur yang bertugas membantu Formatur dalam
pembentukan struktur kepengurusan. Mide Formatur akan bubar dengan sendirinya
saat Pengurus yang dibentuk dilantik.
e. Menunjuk Majelis Syuro Organisasi atas usulan cabang-cabang. Masing-masing
cabang cukup menunjuk 3 nama calon dan kongres menetapkan maksimal 13 orang
bersuara terbesar menjadi bagian dari MSO.
f. Melakukan pembubaran organisasi.
g. Melakukan Pelaksanaan Banding tingkat akhir atas keputusan cabangdalam memecat
anggotanya.
h. Menentukan agenda – agenda organisasi yang lainnya.
Forum kongres dihadiri oleh utusan-utasan cabang dengan jumlah menurut perhitungan
utusan dalam Anggaran Rumah Tangga. Pada tingkatan teknis prosedur yang harus
dilakukan dalam hal utusan ini adalah:
1. PB HMI memberikan data mutakhir anggota HMI Cabang di seluruh Indonesia
kepada Steering Committee kongres.
2. SC Kongres memverifikasi jumlah anggota dan kemudian menentukan jumlah utusan
untuk setiap cabang.
3. Cabang mengirimkan nama-nama utusan sejumlah yang ditentukan SC sehari
sebelum kongres dibuka.
4. Jika terjadi keterlambatan, SC berhak menolak kehadiran utusan cabang dan tak ada
satu pihakpun yang berhak menggantikan utusan cabang tersebut.
5. Dalam keadaaan darurat pergantian utusan dalam suatu cabang dimungkinkan
dengan syarat harus diberitahukan secara resmi dan disahkan oleh Steering
Committee kongres.
6. Jumlah peninjau yang dapat hadir mewakili suatu cabang ditentukan oleh panitia
kongres setelah mendapat pertimbangan dari SC Kongres.
Pelaksanaan kongres dilakukan tiap dua tahun dengan waktu pelaksanaannya
diputuskan dalam Pleno III PB HMI. Kongres yang dilakukan diluar jangka waktu
tersebut dinamakan Kongres Luar Biasa. Kongres luar biasa ini memiliki wewenang dan
kekuasaan yang sama dengan kongres yang biasa. Namun Kongres luar biasa ini dapat
dilakukan dengan prosedur:
1. Satu cabang memberikan usulan Kongres luar biasa kepada pihak Majelis Syuro
Organisasi.
2. Dalam waktu satu bulan pihak pengusul harus menyerahkan surat persetujuan untuk
melaksanakan Kongres dari cabang-cabang lain yang berjumlah separuh tambah satu
dari cabang-cabang HMI yang ada kepada MSO.
3. Dalam kurun waktu satu bulan pihak-pihak yang menyetujui kongres Luar Biasa
harus dapat memembentu Steering Comitee dan Panitia Kongres luar biasa dan
menyerahkannya kepada MSO.
4. MSO berhak menyatakan pembatalan kongres Luar Biasa jika tenggang waktu diatas
tidak terpenuhi dan pihak pengusul dan pihak yang menyetujui tidak berhak
melakukan tindaan apapun yang mengarah pada Kongres Luar Biasa.
5. Ketua Umum PB HMI wajib hadir dan melakukan pertanggungjawaban dalam
Kongres luar biasa jika diminta.
6. Segala keputusan yang lahir dalam Kongres luar biasa dapat menggantikan
keputusan Kongres sebelumnya.
2. Konferensi
Konferensi merupakan struktur kekuasaan tertinggi pada tingkatan cabang yang waktu
pelaksanaannya diputuskan di pleno terakhir pengurus cabang HMI. Sebagaimana
halnya Kongres, konferensipun berbentuk forum, namun dilaksanakan tiap tahun pada
akhir periode Pengurus Cabang. Konferensi ini dihadiri oleh utusan komisariat –
komisariat. Jumlah utusan komisariat ditentukan dalam rumusan yang terdapat dalam
Anggaran Rumah Tangga HMI. Prosedur teknis dalam hal utusan komisariat adalah:
1. Pengurus cabang yang menangani pendataan anggota memberikan anggota data
mutakhir pada steering committee Konferensi.
2. SC Konferensi memverifikasi jumlah anggota lalu menentukan jumlah utusan.
3. Komisariat mengirimkan nama-nama utusannya, paling lambat sehari sebelum
konferensi dibuka.
4. Jika terjadi keterlambatan, SC berhak menolak kehadiran utusan dan tak ada satu
pihakpun yang berhak menggantikan utusan tersebut,
5. Pergantian nama utusan harus diketahui oleh SC konferensi.
6. Jumlah peninjau yang dapat hadir mewakili suatu komisariat ditentukan oleh panitia
konferensi setelah mendapat pertimbangan dari SC Konferensi.
Konferensi dapat dilaksanakan jika utusan yang hadir pada acara pembukaan Konferensi
lebih dari separuh jumlah utusan yang telah terdaftar oleh panitia Konferensi. Jika
jumlah tersebut (quota) tidak tercapai maka Konferensi dapat dundur maksimal 1 x 24
jam. Konferesi pada dasarnya memiliki beberapa kekuasaan atau wewenang utama,
yaitu:
1. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Cabang.
2. Menentukan Garis Besar Haluan Kerja pengurus Cabang.
3. Memilih Ketua Umum HMI yang merangkap sebagai Formatur.
4. Memilih 4 (empat) Mide Formatur yang bertugas membantu Formatur dalam
pembentukan struktur kepengurusan. Mide Formatur akan bubar dengan sendirinya
saat Pengurus yang dibentuk dilantik.
5. Menunjuk Majelis Syuro Organisasi atas usulan Komisariat jika diperlukan. Pada
Konferensi, komisariat-komisariat cukup menunjuk 3 nama calon dan konferensi
menetapkan maksimal 7 orang bersuara terbesar menjadi bagian dari MSO.
6. Anggota MSO yang dipilh menjadi Pengurus Cabang harus diganti oleh Koordinator
MSO atas persetujuan anggota MSO lainnya.
7. Melakukan proses banding atas keputusan cabang dalam memecat anggotanya.
8. Menentukan agenda-agenda organisasi yang lainnya.
Konferensi yang dilakukan diluar periode satu tahun dinamakan Konferensi Luar Biasa.
Prosedur yang harus dilakukan adalah:
1. Satu komisariat memberikan usulan Konferensi Luar Biasa kepada Majelis Syuro
Organisasi Cabang.
2. Ketika cabang tidak memiliki MSO maka komisariat mengirimkan usulan Konferensi
Luar Biasa ke MSO pusat.
3. Dalam waktu satu bulan pihak pengusul harus menyerahkan surat persetujuan untuk
melaksanakan Konferensi dari Komisariat lain yang berjumlah separuh tambah satu
dari seluruh Komisariat HMI yang ada kepada MSO Cabang atau MSO pusat jika
cabang yang bersangkutan tidak memiliki MSO.
4. Dalam kurun waktu satu bulan pihak-pihak yang menyetujui Konferensi Luar Biasa
harus dapat memebentuk Steering Comitee dan Panitia Konferensi Luar Biasa dan
menyerahkan daftar namanya kepada MSO cabang atau MSO pusat jika cabang yang
bersangkutan tidak memiliki MSO.
5. MSO cabang atau MSO pusat berhak menyatakan pembatalan Konferensi Luar Biasa
jika tenggang waktu di atas tidak terpenuhi dan pihak pengusul dan pihak yang
menyetujui tidak berhak melakukan tindakan apapun yang mengarah pada
Konferensi Luar biasa.
6. Ketua Umum Cabang HMI wajib hadir dan melakukan pertanggungjawaban dalam
Koferensi Luar Biasa jika diminta.
7. Segala keputusan yang lahir dalam Konferensi Luar Biasa dapat menggantikan
keputusan Konferensi sebelumnya.
3. Rapat Anggota
Pada tingkat kekuasaan terendah Rapat Anggota merupakan forum yang dihadiri oleh
semua anggota komisariat yang diadakan tiap tahun. Wewenang dan kekuasaan yang
dimiliki oleh Rapat Anggota adalah:
1. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Komisariat.
2. Menetapkan Garis Besar Program Kerja Komisariat.
3. Memilih Ketua Umum HMI yang merangkap sebagai Formatur.
4. Memilih 4 (empat) Mide Formatur yang bertugas membantu Formatur dalam
pembentukan struktur kepengurusan. Mide Formatur akan bubar dengan sendirinya
saat Pengurus yang dibentuk dilantik.
5. Menentukan agenda-agenda komisariat lainnya.
Peserta yang hadir dalam Rapat Anggota terdiri dari Pengurus Komisariat,
Anggota Komisariat, dan Undangan Pengurus Komisariat. Anggota komisariat memiliki
hak untuk bicara dan hak suara sedangkan undangan memiliki hak bicara atas ijin dari
pimpinan sidang Rapat Anggota. Berbeda dengan kongres dan konferensi pengurus
komisariat memiliki hak untuk bicara dan hak suara setelah ia telah menyelesaikan
pertanggungjawabannya dan dinyatakan demisioner. Itu artinya ia menjadi anggota
biasa dalam Rapat Anggota setelah pertanggungjawaban.
Rapat Anggota dapat dimulai ketika dihadiri oleh lebih dari separuh anggota komisariat.
Jika tidak dapat terpenuhi maka acara dapat diundur maksimal 1 x 24 jam. Jika tetap
tidak terpenuhi rapat anggota tetap bisa dilanjutkan dan dianggap sah. Proses pemilihan
pimpinan sidang Rapat Anggota sama dengan Kongres dan Konferensi dalam bentuk
presidium.
Rapat Anggota Luar Biasa merupakan rapat anggota yang dilakukan dalam kondisi
menyimpang. Rapat Anggota luar biasa dapat dilakukan jika lebih dari separuh
Pengurus komisariat setuju untuk melakukannya. Prosedur Rapat anggota luar biasa
yang harus dijalankan adalah:
1. Satu anggota melakukan pengusulan Rapat Anggota Luar Biasa kepada Ketua Umum
Komisariat.
2. Jika usulan ini disetujui oleh sebagain besar pengurus, maka pengusul memimpin
pembentukan Panitia dan Steering Comite pelaksanaan Rapat Anggota Luar biasa.
3. Pembentukan ini harus terbentuk dalam waktu 1 bulan setelah pengusulan Rapat
Anggota luar biasa. Jika dalam waktu satu bulan belum terbentuk maka Rapat
Anggota Luar Biasa tidak boleh dilaksanakan.

BAB III
STRUKTUR PIMPINAN

Struktur Pimpinan merupakan struktur yang memiliki peran dalam menjalankan


amanah yang dihasilkan oleh struktur kekuasaan. Dalam HMI ada tiga bentuk Struktur
Pimpinan, yaitu Pengurus Besar, Pengurus Cabang dan Pengurus Komisariat.
1. Tingkatan Struktur Organisasi
A. Pengurus Besar
Pengurus Besar merupakan sebuah struktur perwujudan HMI itu sendiri yang
dipimpin oleh Ketua Umum. Artinya sentral keberadaan HMI adalah Pengurus Besar
itu sendiri. Pada Pengurus Besar Ketua Umum memimpin struktur yang terdiri dari
Sekretaris Jendral, Bendahara Umum, Pengurus Harian Ketua-Ketua Komisi
Kebijakan, Ketua-ketua Lembaga koordinasi yang bernama Badan Koordinasi,
kepala lembaga-lembaga Kekaryaan dan Pimpinan Lembaga-lembaga Khusus.
Formasi struktur Pengurus Besar ditentukan oleh Formatur Kongres (Ketua Umum),
dibantu oleh para Mide Formatur sebagai pemberi saran. Formaturiat (formatur dan
mide Formatur) dapat menerima saran dari cabang-cabang dan dapat juga
menolaknya. Pada Lembaga Koordinsai dan Lembaga Kekaryaan, forumatur (Ketua
Umum) hanya dapat memilih 1 diantara 3 orang yang diusulkan oleh forum
musyawarah lembaga tersebut sebagai Ketua Lembaga. Dan ketua lembaga memiliki
wewenang menentukan sendiri aparatur lembaganya dengan status yang sama
sebagai Pengurus Besar.
Ketua Umum dalam kondisi tidak mampu mengendalikan strukutur Pengurus Besar
dalam jangka waktu tertentu dapat menunjuk Pejabat Sementara Ketua Umum.
Jangka Waktu penunjukan Pejabat Sementara Ketua Umum ini maksimal dalam
waktu 3 bulan atau setengah jarak antar rapat Pleno. Jika Melebihi Jangka Waktu
tersebut maka Ketua Umum harus diganti secara permanen. Pengganti Ketua Umum
ini bernama pejabat Ketua Umum. Penggantian ini bisa dilakukan dengan
penunjukan oleh Ketua Umum atau dengan keputusn Rapat Pleno PB.
Hal yang sama juga berlaku bagi Sekretaris Jendral, Ketua Lembaga – Lembaga, dan
Ketua Komisi Kebijakan. Bagi staf Sekretaris Jendral, Bendahara Umum, Komisi-
komisi Kebijakan dapat diganti oleh Ketua Umum sewaktu-waktu. Staf yang masuk
dalam lembaga-lembaga hanya dapat diganti oleh Ketua lembaga tersebut atau
dengan keputusan Rapat Pleno Pengurus Besar.
Pengurus Besar memiliki peran eksekutor atas hasil Kongres. Oleh sebab itu Ketua
Umum sebagai kader yang diberi Amanah oleh Kongres dan sebagai pemimpin atas
pelaksanaan amanah tersebut harus mempertanggungjawabkan perjalanan Pengurus
Besar dalam satu periode. Pembeda peran struktur Pengurus Besar dan struktur
pimpinan lainnya adalah sifat kerjanya. Pengurus Besar dalam HMI lebih bersifat
sebagai pengambil kebijakan (regulator). Pengurus Besar hanya membuat kebijakan-
kebijakan yang dipandang perlu bagi HMI dalam kehidupannya dengan organ
lainnya dan kebijakan-kebijakan HMI dalam kehidupannnya sendiri.
Kebijakan-kebijakan organisasi yang bersifat strategis, yaitu: kebijakan yang
mempengaruhi warna dan pola gerak organisasi, harus dikemukakan ke organ HMI
lainnya secara baik. Hal ini dijalankan agar tingkat kesepahaman seluruh elemen
organisasi mencapai pada tingkat yang bisa terhindar dari kesalahan komunikasi. Ada
beberapa ciri utama yang bisa dikatakan sebagai sebuah kebijakan strategis yaitu:
1. Melibatkan struktur cabang atau struktur komisariat secara menyeluruh dalam
pelaksanaannya.
2. Mempengaruhi posisi organisasi diantara posisi organisasi lainnya ditingkat
nasional ataupun internasional.
3. Melibatkan sumber daya yang lebih besar dari sumber daya yanga ada di Pengurus
Besar selama satu semeter, baik itu sumber daya Manusia ataupun sumber daya
finansial.
Ciri khas nomer 1 dan 2 merupakan ciri khas yang tidak terpisahkan sedangkan
nomer 3 merupakan ciri khas yang bisa diambil dan bisa juga tidak. Dengan kata lain
ada 2 kondisi dimana suatu kebijakan Pengurus Besar disebut dengan kebijakan
strategis yaitu kondisi yang memiliki unsur nomer 1 dan 2 atau juga dan 3 dan
kondisi yang yang memiliki unsur nomer 3 saja.
Kebijakan strategis yang diambil oleh Pengurus Besar ini dalam pola komunikasinya
harus dikemukakan dalam Rapat pimpinan cabang. Pada forum inilah Pengurus
Besar diwajibkan bertukar pikiran atas kebijakan strategis yang diambilnya. Pada
dasarnya rapat pimpinan cabang tidak bisa menolak atau memveto kebijakan
strategis yang diambil Pengurus Besar karena hubungan antara PB dan pimpinan
cabang dalam rapat pimpinan ini adalah hubungan konsultasi dimana kehadran PB
ada jika ada yang perlu dikonsultasikan atau dikomunikasikan. Namun demikian
sikap penolakan para pimpinan cabang akan menjadi pertimbangan dalam
pelaksanaan kebijakan strategis Pengurus Besar.
B. Pengurus Cabang
Pengurus Cabang merupakan sebuah struktur pimpinan dari sebuah cabang yang
dibentuk oleh Pengurus Besar. Pembentukan Cabang dilakukan jika:
1. Adanya sumber daya yang dipandang mampu menggerakkan cabang selama
kurun waktu minimal 2 tahun.
2. Adanya sarana komunikasi yang dapat menciptakan kondisi transfer informasi
antara cabang dan Pengurus Besar dan dengan cabang-cabang lainnya.
3. Pembentukan cabang didasarkan atas pertimbangan dan kemampuan elemen
Pengurus Besar yang bernama Badan Koordinasi dalam menjaga eksistensi
cabang minimal selama 2 tahun.
4. Pembentukkan cabang baru oleh disuatu kota atau kabupaten yang sudah ada
cabangnya harus seizin cabang yang bersangkutan.
Suatu Cabang dapat ”diberikan sanksi” oleh Pengurus Besar jika Pengurus Cabang
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kebijakan Pengurus Besar atau
melakukan pelanggaran-pelanggaran konstitusi. Tahapannya adalah:
Teguran 1 : Dalam waktu maksimal 3 bulan cabang harus melakukan tindakan
sesuai dengan yang diminta Pengurus Besar. Teguran ini hanya
diketahui oleh Cabang dan Pengurus Besar.
Teguran 2 : Dalam waktu maksimal 3 bulan berikutnya cabang harus
melakukan tindakan sesuai dengan yang diminta Pengurus Besar.
Teguran ini dapat diketahui oleh cabang lain di satu wilayah Badan
Koordinasinya.
Teguran 3 : Dalam waktu maksimal 3 bulan berikutnya cabang harus
melakukan tindakan sesuai dengan yang diminta Pengurus Besar.
Teguran ini dapat diketahui oleh cabang lain diseluruh Indonesia.
Sanksi : Penurunan status cabang dari status cabang penuh ke cabang
persiapan,kemudian cabang diberi waktu maksimal 3 bulan untuk
melakukan tindakan yang sesuai dengan permintaan Pengurus
Besar.
Pembekuan : Jika cabang tetap tidak mengikuti kebijakan Pengurus Besar maka
Pengurus Besar berhak membekukan pengurus cabang tersebut dan
menggantinya dengan kepengurusan baru melalui penunjukan
langsung. Masa pembekuan sampai terbentuknya Pengurus Cabang
baru ini dilakukan maksimal selama 2 tahun. Dalam kurun waktu
ini, Badan Koordinasi melakukan pemulihan kondisi agar kebijakan
PB dapat diikuti atau pelanggaran konstitusi dapat diatasi dan agar
syarat-syarat cabang dapat terpenuhi.
Pembubaran : Jika dalam kurun waktu 2 tahun tidak ada tanda-tanda kedua
kondisi diatas dapat dipenuhi secara menyeluruh maka PB dapat
melakukan pembubaran Cabang.
Cabang yang dibekukan tidak memiliki hak apapun dalam kongres dan forum-forum
lainnya kecuali hak untuk hadir dan hak mendapatkan informasi atas segala hal yang
berkaitan dengan HMI. Aktifitas keanggotaan dapat terus berlangsung dengan
kendali ketua Badan Koordinasi sebagai pimpinan cabang. Namun aktifitas eksternal
tidak dapat dilakukan sama sekali.
Cabang yang dibentuk dari status ”tidak ada cabang” atau Cabang yang dipulihkan
dari status ”Cabang dibekukan” adalah Cabang yang berstatus ”Persiapan”.
Perbedaan status ini hanya memiliki perbedaan pada hak jumlah utusan yang bisa
dikirim ke kongres. Utusan bagi cabang persiapan maksimal hanya 1 utusan saja
walaupun jumlah anggotanya melebihi dari porsi 1 utusan cabang. Status cabang
Persiapan dapat berlaku maksimal dalam waktu 1 tahun.
Pengurus Cabang terdiri dari Pengurus Harian, Pimpinan Lembaga Koordinasi,
Pimpinan Lembaga Khusus dan Pimpinan Lembaga Kekaryaan serta semua stafnya.
Pengurus Harian dipilih oleh Formatur dan ditetapkan oleh Ketua Umum, sedangkan
Pimpinan Lembaga Koordinasi, Lembaga Khusus dan Lembaga Kekaryaan
ditetapkan oleh Ketua Umum berdasarkan usulan musyawarah Lembaga. Staf yang
ada dikepengurusan ditetapkan oleh Ketua Umum.
Pengurus cabang memiliki peran yang berbeda dengan Pengurus Besar. Pengurus
cabang memiliki fungsi Mobilisator organisasi. Hal ini mengakibatkan wilayah
kerjanya yang berbeda dengan PB. Wilayah kerja Pengurus Cabang adalah;
1. Melaksanakan kebijakan Pengurus Besar
2. Melaksanakan Keputusan Konferensi
3. Mengangkat dan memberhentikan Kader.
4. Menggerakan Kader HMI dalam menjalankan kebijakan Pengurus Besar.
5. Meningkatkan kapasitas Kader HMI.
6. Melibatkan anggota dalam partisipasi dinamika masyarakat di wilayahnya.
Dari gambaran diatas maka akan terlihat bahwa kemampuan yang dituntut dalam diri
seorang Pengurus Cabang atau sekelompok Pengurus Cabang adalah:
1. Mengkonsep sebuah aktifitas dalam sebuah tahapan beserta target dan tujuan
selama satu periode kepngurusan.
2. Kemampuan mengajak Kader dalam beraktifitas dalam sebuah Tim.
3. Menjadi figur tauladan bagi struktur dibawahnya yaitu komisariat.
4. Mampu menggerakan organisasi HMI dalam dinamika lingkungan sekitarnya.
C. Pengurus Komisariat
Pengurus Komisariat merupakan sebuah struktur Pimpinan di bawah tingkatan
cabang yang dibentuk oleh Pengurus Cabang. Pembentukan Komisariat dilakukan
jika memenuhi beberapa syarat utama yaitu:
1. Adanya institusi pendidikan tinggi yang jelas dapat dikelompokan dalam satu
komisariat atau lebih.
2. Adanya sumber daya yang dipandang mampu menggerakan Komisariat selama
kurun waktu minimal 1 tahun.
3. Letak geografis institusi pendidikan tinggi dengan sekretariat cabang yang
berjarak 5 Kilometer.
4. Pembentukan Komisariat didasarkan atas pertimbangan dan kemampuan elemen
Pengurus Cabang yang bernama Koordinasi Komisariat atau Bidang kerja yang
memiliki fungsi dan peran internal (bagi cabang yang tidak memiliki Koordinator
Komisariat) dalam menjaga eksistensi Komisariat minimal selama 1 tahun.
Suatu Komisariat dapat ”diberikan sanksi” oleh Pengurus Cabang jika Pengurus
Komisariat melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kebijakan Pengurus
Cabang atau melakukan pelanggaran-pelanggaran konstitusi. Tahapannya sanksi
terebut adalah:
Teguran 1 : Dalam waktu maksimal 3 bulan Komisariat harus melakukan
tindakan sesuai dengan yang diminta Pengurus Cabang. Teguran ini
hanya diketahui oleh Komisariat dan Pengurus Cabang.
Teguran 2 : Dalam waktu maksimal 3 bulan berikutnya Komisariat harus
melakukan tindakan sesuai dengan yang diminta Pengurus Cabang.
Teguran ini dapat diketahui oleh Komisariat lain di satu wilayah
Badan Koordinasinya.
Teguran 3 : Dalam waktu maksimal 3 bulan berikutnya Pengurus Komisariat
harus melakukan tindakan sesuai dengan yang diminta Pengurus
Cabang. Teguran ini dapat diketahui oleh Komisariat lain diseluruh
Cabang.
Sanksi : Penurunan status Komisriat dari status Komisariat penuh ke
komisariat persiapan, kemudian pengurus komisariat diberi waktu
maksimal 3 bulan untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan
permintaan pengurus cabang.
Pembekuan : Jika Pengurus Komisariat tetap tidak mengikuti kebijakan Pengurus
Cabang maka Pengurus cabang berhak membekukan Kepengurusan
Komisariat tersebut dan menggantinya dengan kepengurusan baru
melalui penunjukan langsung. Masa pembekuan sampai
terbentuknya Pengurus Komisariat baru ini dilakukan maksimal
selama 2 tahun. Dalam kurun waktu ini, Koordinator Komisariat
melakukan pemulihan kondisi agar kebijakan Pengurus Cabang
dapat diikuti atau pelanggaran konstitusi dapat diatasi dan agar
syarat Komisariat terpenuhi.
Pembubaran : Jika dalam kurun waktu 2 tahun tidak ada tanda-tanda kedua
kondisi diatas dapat dipenuhi secara menyeluruh maka Pengurus
Cabang dapat melakukan pembubaran Komisariat.
Komisariat yang dibekukan tidak memiliki hak apapun dalam Konferensi dan forum-
forum HMI lainnya kecuali hak untuk hadir dan Hak mendapatkan informasi atas
segala hal yang berkaitan dengan HMI. Aktifitas keanggotaan dapat terus
berlangsung dengan kendali ketua Koordinator Komisariat sebagai pimpinan cabang.
Namun aktifitas eksternal tidak dapat dilakukan.
Komisariat yang dibentuk dari status ”tidak ada Komisariat” atau Komisariat yang
dipulihkan dari status “Komisariat dibekukan” adalah komisariat yang berstatus
”Persiapan”. Perbedaan status ini hanya memiliki perbedaan pada hak jumlah utusan
yang bisa dikirim ke Konferensi. Utusan bagi Komisariat persiapan maksimal hanya
1 utusan saja walaupun jumlah anggotanya melebihi dari porsi 1 utusan. Status
Komisariat Persiapan dapat berlaku maksimal dalam waktu 1 tahun.
Pengurus Komisariat minimal terdiri dari pimpinan Komisariat yang bernama ”Ketua
Komisariat” dan Sekretaris Komisariat. Kemudian Ketua Komisariat dapat
membentuk struktur dibawahnya atau tidak sama sekali. Seperti halnya Pengurus
Cabang, Pengurus Komisariat memiliki peran yang berbeda dengan Struktur
pimpinan lainnya. Pengurus Komisariat memiliki fungsi sebagai kantong massa. Hal
ini mengakibatkan wilayah kerjanya yang berbeda dengan Pengurus Cabang.
Wilayah kerja Pengurus Komisariat adalah:
1. Melaksanakan Kebijakan Pengurus Cabang
2. Melaksanakan Keputusan Rapat Anggota
3. Melindungi Kader HMI dalam aktifitas dilingkungannya
4. Menjaga kekerabatan antar anggota HMI.
5. Melibatkan kader agar berpartisipasi dalam dinamika lingkungan akademisnya.

2. Struktur Organisasi Tiap Tingkatan


A. Formatur dan Mide Formatur
Formatur adalah pimpinan HMI pada tingkatannya yang belum memiliki pengurus
dalam menjalankan amanah yang diebrikan oleh struktur kekuasaannya. Tugas utama
formatur adalah membentuk kepengurusan. Dalam menjalankan tugas ini ia dibantu
oleh Mide Formatur. Setelah kepengurusan terbentuk dan dilantik maka formatur dan
mide formatur bubar secara sendirinya.
Namun ia memiliki batasan waktu dalam penyelesaian tugas ini. Formatur maksimal
harus mampu membentuk suatu kepengurusan (sampai pengurus itu dilantik) selama-
lamanya 6 bulan untuk tingkat Pusat dan 3 bulan untuk tingkat cabang, komisariat
dan untuk lembaga khusus dan lembaga kekaryaan di tingkatannya. Jika dalam
batasan waktu ini formatur tidak dapat membentuk kepengurusan maka satu atau
beberapa cabang dapat memulai untuk melakukan Kongres Istimewa (untuk tingkat
Pusat) atau Konferensi Luar Biasa (untuk tingkat Cabang) atau Rapat Anggota luar
biasa (untuk tingkat Komisariat). Dan untuk lembaga khusus dan lembaga kekaryaan
diserahkan kepada kebijakan struktur pimpinan.
Formatur dapat mengambil segala tindakan atas segala hal yang diperlukan untuk
menjaga eksistensi lembaga terhadap lingkungan eksternalnya ataupun terhadap
lingkungan internalnya. Dengan kata lain formatur dapat melakukan segala sesuatu
yang dapat dilakukan oleh Ketua Umum. Namun hal ini tida berlaku bagi mide
formatur.
B. Ketua Umum
Pimpinan HMI dikenal sebagai Ketua Umum. Pada Pengurus Besar, Pimpinan HMI
adalah ”Ketua Umum HMI”. Bagi pimpinan Lembaga-lembaga HMI disebut dengan
”Ketua”. Ketua Umum HMI, adalah kader yang dipilih melalui Kongres untuk
memimpin organisasi HMI secara mnyeluruh. Ia-lah yang akan diminta pertanggung-
jawabannya atas gerak organsasi HMI selama satu periode kepengurusan. Pada
perjalanan organisasi ia memimpin sebuah tim kerja yang bernama Pengurus Besar
untuk menjalankan amanah-amanah Kongres. Tim kerja inilah yang berhak memakai
segala perangkat struktur HMI lainnya baik itu cabang atau komisariat untuk
mencapai tujuan yang ditentukan dalam Kongres.
Pimpinan Komisi Kebijakan dan Bidang Kerja hanya dapat menggunakan kata
”ketua” saja dalam dokumen organisasi. Karena Pimpinan Komisi Kebijakan
merupakan pimpinan HMI yang berada di bawah Ketua Umum. Namun ketua
lembaga lainnya menggunakan istilah Ketua Badko (untuk Lembaga Koordinasi
tingkat Pusat) dan Istilah Ketua Korkom (untuk Lembaga Koordinasi tingkat
cabang). Bagi pimpinan lembaga khusus dan lembaga kekaryaan, mereka dapat
menggunakan istilah lain (selain ”Ketua Umum HMI”) sesuai dengan ketetapan
lembaganya.
Para Ketua Komisi Kebijakan dan bidang kerja hanya boleh membubuhkan tanda
tangan dalam administrasi surat menyurat Kepengurusan HMI ketika di dampingi
oleh bubuhan tanda tangan Sekretaris Jenderal HMI disisi kanan Surat. Namun hal
ini tidak berlaku bagi Lembaga Koordinasi dan Lembaga Kekaryaan serta Lembaga
Khusus yang diberi wewenang dalam kebijakan administrasi kelembagaannya.
Khusus bagi Ketua Umum, baik itu pada tingkat Pusat, Cabang ataupun Komisariat,
harus mendelegasikan kekuasaannya untuk sementara waktu kepada salah satu ketua
dibawahnya atau sekretaris (sekjen atau sekum) atau Bendahara Umum, jika ia tidak
mampu menjalankan tugas dalam kurun waktu minimal 14 hari sampai 6 bulan
(untuk Pengurus Besar) atau 3 bulan (untuk Pengurus Cabang). Ketua yang
menerima pendelegasian ini disebut Pejabat Sementara Ketua Umum. Jika lebih dari
6 bulan bagi Ketua Umum PB HMI atau lebih dari 3 bulan bagi Ketua Umum
Cabang atau Komisariat tidak mampu menjalankan aktifitas keorganisasian maka
Ketua Umum dapat digantikan secara tetap dengan salah satu ketua yang ada
dibawahnya melalui Rapat Pleno. Pengganti Ketua Umum ini dinamakan sebagai
”Pejabat Ketua Umum”. Pejabat Ketua Umum dapat meneruskan periode
kepengurusan sampai habis dengan segala wewenang dan tanggungjawab yang sama
dengan yang dimiliki Ketua Umum.
C. Sekretaris Jenderal atau Sekretaris Umum
Sekretaris Jenderal atau Sekretaris Umum merupakan bagian dari Struktur
Kepemimpinan yang memiliki peran membantu Ketua Umum dalam menjaga
kestabilan gerak Struktur Kepemimpinan. Pada tingkat Pengurus Besar skeretaris
bernama Sekretaris Jendaral namun pada tingkat Pengurus Cabang dan Pengurus
Komisariat seretaris bernama Sekretaris Umum. Peran Sekretaris Jenderal atau
Sekretaris Umum sendiri ada tiga macam yaitu:
1. Fasilitator bagi seluruh perangkat HMI dalam menjalankan aktifitasnya.
2. Protokol atas semua bagian Struktur Kepemimpinan.
3. Administratur Struktur Kepemimpinan dalam gerak aktifitasnya.
Sekretaris Jendral dan Sekretaris Umum ditentukan dan ditetapkan oleh Formatur
dan Mide Formatur. Namun para staf sekretaris ditentukan oleh Sekeretaris Jendral
atau Sekretaris Umum dengan Surat Keputusan Ketua Umum Struktur
Kepemimpinan HMI. Dengan demikian sekeretaris dan seluruh stafnya
bertanggungjawab kepada Ketua Umum. Pada diri mereka selama menjadi
(Sekretaris Jenderal atau Sekretaris Umum atau staf) melekat kewajiban untuk
membantu Ketua Umum saat diminta ataupun tidak diminta.
Sekretaris Jenderal pada tingkat Pengurus Besar dan Sekretaris Umum pada tingkat
Cabang, harus mendelegasikan kekuasaannya untuk sementara waktu kepada salah
satu ketua dibawahnya jika ia tidak mampu menjalankan tugas dalam kurun waktu
minimal 14 hari sampai 6 bulan (untuk Pengurus Besar) atau 3 bulan (untuk
Pengurus cabang). Ketua yang menerima pendelegasian ini disebut sebagai Pejabat
Sementara Sekretaris Jendral (pada Pengurus Besar) atau Pejabat Sementara
Sekeretaris Umum (pada Pengurus Cabang atau Pengurus Komisariat).
Jika lebih dari 6 bulan bagi Sekretaris Jenderal Pengurus Besar HMI atau lebih dari 3
bulan bagi Sekretaris Umum Pengurus Cabang atau Komisariat tidak mampu
menjalankan aktifitas keorganisasian maka Sekretaris Jenderal atau Sekretaris Umum
dapat digantikan secara tetap dengan salah satu ketua yang ada dibawahnya melalui
Rapat Pleno. Pengganti Sekretaris Jenderal atau Sekretaris Umum ini dinamakan
sebagai ”Pejabat Sekretaris Jenderal” bagi Pengurus Besar dan ”Pejabat Sekretaris
Umum” bagi Pengurus Cabang dan Komisariat. ”Pejabat Sekretaris Jenderal” dan
”Pejabat Sekretaris Umum” dapat meneruskan periode kepengurusan sampai habis
dengan memiliki wewenang dan tanggungjawab yang sama dengan Sekretaris
Jendral dan Sekretaris Umum.
D. Bendahara Umum
Bendahara Umum merupakan bagian dari Struktur Kepemimpinan yang memiliki
peran membantu Ketua Umum dalam wilayah keungan Organisasi. Wewenang
Bendahara Umum sendiri ada beberapa yaitu:
1. Melakukan regulasi atas penggunaan segala aset yang dimiliki oleh HMI.
2. Menentukan distribusi keuangan ke tiap elemen struktur Kepemimpinan.
3. Mengontrol penggunaan aset HMI oleh seluruh elemen Struktur Kepemimpinan.
4. Mencari dan mengelola sumber keuangan HMI baik itu dari lingkungan eksternal
dan lingkungan internal HMI.
Bendahara Umum ditentukan dan ditetapkan oleh Formatur dan Mide Formatur.
Namun para staf Kebendaharaan ditentukan oleh Bendahara Umum dengan SK
Ketua Umum Struktur Kepemimpinan HMI. Dengan demikian Bendahara Umum
dan seluruh stafnya bertanggungjawab kepada Ketua Umum.
Sebagaimana halnya Ketua Umum, Bendahara Umumpun baik itu pada tingkat
Pusat, Cabang ataupun Komisariat, harus mendelegasikan kekuasaannya untuk
sementara waktu kepada salah satu Ketua atau Sekretaris (sekjen atau sekum) jika ia
tidak mampu menjalankan tugas dalam kurun waktu minimal 14 hari sampai 6 bulan
(untuk Pengurus Besar) atau 3 bulan (untuk Pengurus cabang). Bendahara yang
menerima pendelegasian ini disebut ”Pejabat Sementara Bendahara Umum”.
Jika lebih dari 6 bulan bagi Bendahara Umum PB HMI atau lebih dari 3 bulan bagi
Bendahara Umum Cabang atau Komisariat masih belum mampu menjalankan
aktifitas keorganisasian maka Ketua Umum dapat digantikan secara tetap dengan
salah satu ketua yang ada dibawahnya melalui Rapat Pleno. Pengganti Ketua Umum
ini dinamakan sebagai ”Pejabat Bendahara Umum”. Pejabat Bendahara Umum dapat
meneruskan periode kepengurusan sampai habis dengan segala wewenang dan
tanggungjawab yang sama dengan yang dimiliki Bendahara Umum.
E. Pengurus Harian
1. Komisi Kebijakan
Komisi Kebijakan adalah bagian dari Struktur Kepemimpinan HMI ditingkat
pusat yang membantu Ketua Umum dalam menjalankan Amanah Kongres.
Komisi Kebijakan berfungsi sebagai pengambil kebijakan pada tubuh HMI dan
tidak mengambil fungsi kerja teknis dalam HMI. Dengan demikian Komisi
kebijakan menjadi regulator penentu sikap HMI atas dirinya sendiri dan dinamika
masyarakat luas.
Pembentukan dan pembagian Komisi Kebijakan dilakukan oleh Formatur dan
Mide Formatur. Tiap Komisi Kebijakan dikoordinir oleh Ketua Komisi Kebijakan
dan kesemua Ketua Komisi Kebijakan dipimpin oleh Ketua Umum dan Sekretaris
Jendral HMI. Ketua Komisi inilah inilah yang kemudian memilih anggota
komisinya dengan ketetapan Ketua Umum Pengurs Besar HMI. Jumlah anggota
Komisi Kebijakan ditentukan oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jendral dalam
jumlah angka bilangan prima. Anggota Komisi Kebijakan dapat diberhentikan dan
diganti serta ditambah atas Keputusan Rapat Pleno Pengurus Besar.
2. Bidang Kerja
Bidang kerja adalah bagian dari pengurus HMI ditingkat cabang dan komisariat
yang mempunyai tugas untuk membantu Ketua Umum dalam menjalankan
amanah Konferensi dalam pembagian bidang-bidang kerja. Bidang kerja ini tidak
sama halnya Komisi Kebijakan pada Pengurus Besar. bidang kerja memiliki
wewenang dalam melakukan aktifitas internal organisasi dan aktifitas eksternal
organisasi. Dengan kata lain wewenang kerjanya lebih luas daripada Komisi
Kebijakan Pengurus Besar yang berada pada wilayah eksternal HMI.
Pembentukan dan pembagian Bidang Kerja dilakukan oleh Formatur dan Mide
Formatur. Bidang-bidang Kerja ini dikoordinir oleh Ketua ketua bidang, dan para
ketua bidang dipimpin langsung oleh Ketua Umum. Pemilihan Ketua-ketua
bidang ini dilakukan oleh Formatur dan Mide Formatur dan jika ada pergantian
maka pergantian dilakukan oleh Presidium Kepengurusan. Ketua-ketua Bidang
ditetapkan oleh Ketua Umum dan bertanggungjawab kepada Ketua Umum.
Staf yang dimiliki Bidang Kerja semuanya ditentukan oleh masing-masing Ketua
Bidang melalui ketetapan Ketua Umum. Di tingkatan cabang seluruh personel
Pengurus Harian diharapkan minimal telah melalui jenjang latihan Kader II.
Standar kualitas kader ini diharapakan agar cabang mampu menjalankan aktifitas
berupa aktualisasi lembaga atau kader HMI di lingkungan masyarakat lokalnya.
Sehingga keberadaan Pengurus Cabang dirasakan manfaatnya pada lingkungan
sekitarnya.
3. Unit Aktifitas
Pada tngkat Komisariat Unit Aktifitas adalah bagian dari struktur kepengurusan.
Elemen struktur ini mempunyai tugas untuk membantu Ketua Umum dalam
menjalankan amanah Rapat Anggota. Bentuk struktur unit aktifitas dapat berupa
unit kerja yang memiliki jangka waktu kurang dari satu periode atau bidang kerja
yang memiliki waktu satu periode. Fleksibilitas ini untuk menekankan agar beban
struktural tidak terlalau berat dipikul pada tingkat Komisariat. Namun yang akan
menjadi fokus dari komisariat adalah menjaga kebersamaan kader dalam
lingkungan strukturnya.
Sehingga aktifitas organisasi pada tingkat Komisariat tidak memerlukan banyak
aktifitas formal dan struktur formal pula. Pengutamaan penciptaan kondisi
kebersamaan kader membuat struktur pada tingkatan komisariat tidak perlu baku
dan tetap. Ketua Umum Komisariat dapat merancang bentuk struktur yang cocok
dalam lingkungan komisariatnya. Mulai dari unit aktifitas yang paling sederhana
sampai unit aktifitas dalambentuk bidang kerja.
Pimpinan Unit Aktifitas dapat diberi nama apapun oleh formatur dan mide
formatur. Pimpinan unit aktifitas ini dipilih dan ditetapkan oleh Formatur dan
Mide Formatur namun para stafnya dapat dipilih langsung oleh para pimpinan
Unit Aktifitas dengan Surat Keputusan Ketua Umum. Pergantian pimpinan Unit
Aktifitas dan para stafnya dapat dilakukan dalam Rapat Presidium Komisariat
namun tetap dengan Surat Keputusan Ketua Umum. Oleh sebab itu para pimpinan
Unit Aktifitas beserta para stafnya harus bertanggungjawab pada Ketua Umum
atas segala aktifitas keorganisasiannya.
F. Lembaga Koordinasi
1. Badan Koordinasi
Lembaga Koordinasi pada tingkat Pusat dinamakan Badan Koordinasi. Badan
Koordinasi ini memiliki sifat yang Semi Otonom dari struktur Pengurus Besar.
Semi Otonom artinya:
a. Badan Koordinasi melalui Musyawarah Badan Kordinasi Badan Koordinasi
(Musbadko) diberi hak untuk menentukan calon ketuanya dengan mengusulkan
3 calon ketua untuk dipilih 1 diantaranya oleh Ketua Umum Pengurus Besar.
b. Ketua Badan Koordinasi diberi hak untuk mengangkat staf kepengurusannya
secara sepihak dimana staf-staf tersebut memiliki status yang sama sebagai
Pengurus Besar.
c. Badan Koordinasi diberi otonomi dalam menentukan agenda kerjanya diluar
forum rapat penentuan agenda kerja Pengurus Besar.
d. Badan Koordinasi diberi hak penuh dalam mengelola cabang-cabang HMI
yang ada dalam wilayah kerjanya.
e. Ketua Umum PB berhak memveto seluruh bagian yang dilahirkan oleh Badan
Koordinasi, Termasuk memberhentikan dan menggantikan posisi Ketua Badan
Koordinasi atas persetujuan Rapat Pleno PB. Catatannya, pengganti yang
ditetapkan diutamakan dari 2 diantara 3 calon (selain Ketua Badko yang akan
diganti) yang diajukan oleh Musbadko terakhir dan untuk formatur diserahkan
kepada kebijakan struktur pimpinan.
f. Ketua Badan Koordinasi tetap bertanggungjawab atas segala aktifitasnya
kepada Ketua Umum Pengurus Besar.
Sifat kerja yang mengambil peran internal dan eksternal antar elemen dalam HMI
dan membantu pelaksanaan amanah menjadi hal yang membedakan sifat kerjanya
dengan lembaga lainnya. Badan Koordinasi juga bertugas melakukan
pembentukan dan penyehatan cabang. Tugas ini dilakukan dengan membuat
sarana dan prasarana yang memungkinkan cabang hidup dengan baik dan mandiri.
Akibatnya ia memiliki kewenangan atas prosesi pelantikan Pengurus Cabang dan
menjamin keberlangsungan kesehatan perkaderan di cabang-cabang wilayahnya.
Namun SK Pembentukan cabang dan Surat keputusan pelantikan Pengurus
Cabang tetap dikeluarkan oleh Ketua Umum dan Sekjen PB HMI.
Selain bertanggungjawab kepada Ketua Umum Pengurus Besar HMI Ketua Badan
Koordinasi wajib melaporkan segala aktifitas kepengurusannya ke Musyawarah
Daerah dalam sebuah Laporan Pelaksanaan Tugas. Forum Musyawarah Daerah
tidak memiliki hak dalam penilaian namun memiliki hak bertanya atas laporan
tersebut.
Pada dasarnya tugas utama dari Badan Koordinasi adalah meningkatkan kualitas
kesehatan cabang. Pada pelaksanaannya ia perlu melakukan pengidentifikasian
terlebih dahulu. Tugas pengidentifikasian kesehatan cabang inilah yang melekat
dalam tubuh Badan Koordinasi. Berikut pola kesehatan cabang:
Identifikasi Kesehatan Cabang

Awas Bina Sehat Kuat Mapan


Perkaderan
Latihan Kader + + + +
Pengader + + +
Senior Course + +
Kemandirian +
Kepengurusan
Regenerasi + + + +
Proses Pengambilan Kebijakan + + +
Kesekretariatan & Kualitas Struktur + +
Laporan +
Aktivitas
Kajian + + + +
Kepanitiaan + + +
Kegiatan Regional + +
Kegiatan Nasional +
Jaringan
Pengakuan + + + +
Intra Kampus + + +
Organisasi Masyarakat + +
Organisasi Kenegaraan +

+ : Unsur yang harus ada dalam kualifikasi cabang.


Dari pengidentifikasian itu lahirlah perlakuan dalam bentuk:
1. Pada status Beku
Petugas : Seluruh Pengurus Badan Koordinasi
Tugas : - Menunjuk Ketum, Sekum, Bendum.
- Membubarkan cabang jika dipandang perlu.
Otoritas : Otoritas penuh dari Pengurus Besar. Namun semua Surat
Keputusan tetap dari Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal PB.
Waktu : Selama masih ada anggota tercatat atau anggota belum
semuanya dimutasi ke cabang lain.
2. Pada status Pengawasan
Petugas : Seluruh Pengurus Badan Koordinasi.
Tugas : - Melaksanakan rekruitmen anggota.
- Membekukan cabang jika dipandang perlu.
Otoritas : Penuh atas nama Cabang, sepengetahuan Ketum Cabang..
Waktu : 2 periode kepengurusan cabang.
3. Pada status Pembinaan
Petugas : Tim Asistensi Khusus (Ketua Tim tidak boleh rangkap jabatan).
Tugas : Melakukan pendampingan dengan memberi bantuan teknis.
Otoritas : Otoritas penuh namun Cabang dapat memveto kebijakan tim.
Waktu : 2 periode kepengurusan cabang.
4. Pada status Sehat
Petugas : 1 orang konsultan dapat ditambah tim asistensi saat tertentu.
Tugas : - Memberi konsultasi
- Memberi bantuan teknis jika diminta
Otoritas : Terbatas pada permintaan cabang saja.
Waktu : 2 periode kepengurusan cabang.
5. Pada status Kuat
Petugas : 1 orang Pemantau.
Tugas : Memberi motivasi kultural
Otoritas : Terbatas pada permintaan Pengurus Besar saja.
Waktu : 2 periode kepengurusan cabang.
6. Pada status Mapan
Petugas : Seluruh Pengurus Besar.
Tugas : Menjadikan cabang sebagai model bagi cabang lainnya.
Otoritas : Tidak ada.
Waktu : Selama masih berstatus mapan.
2. Koordinator Komisariat
Lembaga Koordinasi pada tingkat Cabang dinamakan Koordinator Komisariat.
Koordinator Komisariat ini juga memiliki sifat yang Semi Otonom dari struktur
Pengurus Cabang. Semi Otonom artinya:
a. Koordinator Komisariat melalui Musyawarah Koordinasi Komisariat
(Muskom) diberi hak untuk menentukan calon ketuanya dengan mengusulkan 3
calon ketua untuk dipilih 1 diantaranya oleh Ketua Umum Pengurus Cabang.
b. Ketua Koordinator Komisariat diberi hak untuk mengangkat staf
kepengurusannya secara sepihak dimana staf-staf tersebut memiliki status yang
sama sebagai Pengurus Cabang.
c. Koordinator Komisariat diberi otonomi dalam menentukan agenda kerjanya
diluar forum rapat penentuan agenda kerja Pengurus Cabang.
d. Koordinator Komisariat diberi hak penuh dalam mengelola Komisariat-
komisariat HMI yang ada dalam wilayah kerjanya.
e. Ketua Umum pengurus HMI berhak memveto seluruh bagian yang dilahirkan
oleh Koordinator Komisariat. Ketua Umum Pengurus Cabang juga berhak
memberhentikan dan menggantikan posisi Ketua Koordinator Komisariat atas
persetujuan Rapat Pleno Pengurus Cabang.
Catatannya, pengganti yang ditetapkan diutamakan dari 2 diantara 3 calon
(selain Ketua Korkom terpilih) yang diajukan oleh Muskom terakhir.
f. Ketua Koordinator Komisariat tetap bertanggungjawab atas segala aktifitasnya
kepada Ketua Umum Pengurus Cabang.
Sama seperti halnya Badan Koordinasi, sifat kerja Koordinator Komisariat
mengambil peran internal antar elemen dalam HMI dan membantu pelaksanaan
amanah menjadi hal yang membedakan sifat kerjanya dengan lembaga lainnya.
Koordinator Komisariat juga bertugas melakukan pembentukan dan penyehatan
Komisariat. Akibatnya ia memiliki kewenangan atas prosesi pelantikan Pengurus
Komisariat dan menjamin keberlangsungan kesehatan perkaderan di cabang-
cabang wilayahnya. Namun SK Pembentukan Komisariat dan Surat Keputusan
pelantikan Pengurus Komisariat tetap dikeluarkan oleh Ketua Umum dan Sekum
Pengurus Cabang.
Selain bertanggungjawab kepada Ketua Umum Pengurus Cabang, Ketua
Koordinator Komisariat wajid melaporkan segala aktifitas kepengurusan ke
Musyawarah Komisariat dalam sebuah Laporan Pelaksanaan Tugas. Forum
Musyawarah Komisariat tidak memiliki hak dalam penilaian namun memiliki hak
bertanya atas laporan tersebut.
Sama halnya dengan tugas utama Badan Koordinasi, tugas utama Koordinator
Komisariat juga adalah meningkatkan kualitas kesehatan Komisariat.
Pengidentifikasian perlu dilakukan. Berikut gambaran pengidentifikasian yang
menjadi acuan peningkatan kualitas nantinya:
Identifikasi Kesehatan Komisariat

Awas Bina Sehat Kuat Mapan


Perkaderan
Forum Perkenalan + + + +
Latihan Kader I + + +
Rutinitas Silaturahmi Sesama Anggota + +

Pengader +
Kepengurusan
Regenerasi + + + +
Proses Pengambilan Kebijakan + + +
Kesekretariatan & Kualitas Struktur + +
Laporan +
Aktivitas
Kajian + + + +
Kepanitiaan + + +
Kegiatan Wilayah + +
Kegiatan Cabang +
Jaringan
Pengakuan + + + +
Intra Kampus + + +
Organisasi Masyarakat + +
Organisasi Kenegaraan +

+ : Unsur yang harus ada dalam kualifikasi kesehatan komisariat.


Dari pengidentifikasian itu lahirlah perlakuan dalam bentuk:
1. Pada status Beku
Petugas : Seluruh Pengurus Koordinator Komisariat.
Tugas : - Menunjuk Ketum, Sekum, Bendum.
- Membubarkan Komisariat jika dipandang perlu.
Otoritas : Otoritas penuh dari Pengurus Cabang. Namun semua Surat
Keputusan tetap dari Ketum dan Sekum Cabang.
Waktu : Selama masih ada anggota tercatat.
2. Pada status Pengawasan
Petugas : Seluruh Pengurus Koordinator Komisariat.
Tugas : - Melaksanakan rekruitmen anggota.
- Membekukan Komisariat jika dipandang perlu.
Otoritas : Penuh atas nama Komisariat, sepengetahuan Ketua Umum
Komisariat.
Waktu : 2 periode kepengurusan Komisariat.
3. Pada status Pembinaan
Petugas : Tim Asistensi Khusus (Ketua Tim tidak boleh rangkap jabatan).
Tugas : Melakukan pendampingan dengan memberi bantuan teknis.
Otoritas : Otoritas penuh tapi Komisariat dapat memveto kebijakan tim.
Waktu : 2 periode kepengurusan Komisariat.
4. Pada status Sehat
Petugas : 1 orang konsultan dapat ditambah tim asistensi saat tertentu.
Tugas : - Memberi konsultasi.
- Memberi bantuan teknis jika diminta.
Otoritas : Terbatas pada permintaan Komisariat saja.
Waktu : selama masih berstatus sehat.
5. Pada status Kuat
Petugas : 1 orang Pemantau.
Tugas : Memberi motivasi kultural.
Otoritas : Terbatas pada permintaan Pengurus Cabang saja.
Waktu : selama masih berstatus kuat.
6. Pada status Mapan
Petugas : Seluruh Pengurus Cabang.
Tugas : Menjadikan Komisariat sebagai model bagi Komisariat lainnya.
Otoritas : Tidak ada.
Waktu : Selama masih berstatus mapan.
G. Lembaga Khusus
Keberadaan Lembaga Khusus tidak lain untuk melaksanakan tugas-tugas kewajiban
dalam bidang khusus yang tidak dapat tertampung pada struktur lainnya. Lembaga
ini juga bersifat Semi Otonom dari Struktur Pimpinan, artinya:
a. Lembaga Khusus melalui Musyawarah Lembaga diberi hak untuk menentukan
calon pimpinannya dengan mengusulkan 3 calon ketua untuk dipilih 1 diantaranya
oleh Ketua Umum Pengurus Besar untuk tingkat Pusat dan pengurus Cabang pada
tingkat cabang.
b. Pimpinan Lembaga Khusus diberi hak untuk membentuk struktur dan mengangkat
staf kepengurusannya secara sepihak dimana staf-staf tersebut memiliki status
yang sama (Pengurus Besar untuk tingkat pusat dan Pengurus Cabang untuk
tingkat Cabang).
c. Lembaga Khusus diberi otonomi dalam menentukan agenda kerjanya diluar forum
rapat penentuan agenda kerja Struktur Pimpinan.
d. Lembaga ini dapat memiliki Pedoman Lembaganya sendiri yang harus disetujui
oleh Ketua Umum Pengurus Besar.
e. Ketua Umum Pengurus Besar berhak memveto seluruh bagian yang dilahirkan
oleh Lembaga Khusus. Ketua Umum Pengurus Besar juga berhak
memberhentikan dan menggantikan posisi pimpinan Lembaga Khusus atas
persetujuan Rapat Pleno Pengurus Besar. Catatannya, pengganti yang ditetapkan
diutamakan dari 2 diantara 3 calon (selain Pimpinan Lembaga Khusus terpilih)
yang diajukan oleh Musyawarah Lembaga Khusus terakhir dan untuk formatur
diserahkan kepada kebijakan struktur pimpinan.
f. Ketua Lembaga Khusus tetap bertanggungjawab atas segala aktifitasnya kepada
Ketua Umum Pengurus Besar. Keberadaan Lembaga Khsusus tidak wajib pada
tiap struktur Pimpinan.
Keberadaannya tergantung atas kebutuhan yang ada. Bentuknyapun disesuaikan
dengan kebutuhan dan kepentingan wilayah masing-masing. Lembaga khusus
dapat bekerjasama dengan pihak eksternal dengan diketahui Ketua Pengurus
Besar atau Pengurus Cabang. Contoh dari Lembaga Khusus antara lain, Kohati,
Korps Pengader Cabang, Pusat Arsip dan lainnya. Lembaga ini dapat memiliki
pedoman operasionalnya sendiri.
g. Pimpinan Lembaga Khusus juga diwajibkan membuat sebuah Laporan
Pelaksanaan Tugas pada Musyawarah Lembaga Khusus. Laporan Pelaksanaan
Tugas pada dasarnya sama dengan pertanggungjawaban. Perbedaannya terletak
pada forum dan bentuk pelaksanaannya. Laporan Pelaksanaan Tugas merupakan
proses evaluasi yang dilaksanakan di musyawarah Lembaga khusus dimana
prosesnya dilakukan tanpa ada tahapan penilaian. Oleh sebab itu forum ini hanya
berupa forum pengumuman pelaksanaan tugas dengan tanya jawab tanpa proses
penilaian.
H. Lembaga kekaryaan
Lembaga kekaryaan hadir untuk melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban dalam
meningkatkan dan mengembangkan keahlian dan profesionalisme anggota dibidang
tertentu. Lembaga Kekaryaan juga memiliki sifat Semi Otonom dari Struktur
pimpinan. Semi Otonom artinya:
a. Lembaga kekaryaan melalui Musyawarah Lembaga diberi hak untuk menentukan
calon pimpinannya dengan mengusulkan 3 calon ketua untuk dipilih 1 diantaranya
oleh Ketua Umum Pengurus Besar.
b. Pimpinan Lembaga Kekaryaan diberi hak untuk membentuk struktur dan
mengangkat staf kepengurusannya secara sepihak dimana staf-staf tersebut
memiliki status yang sama Pengurus Besar untuk tingkat Pusat dan Pengurus
Cabang untuk tingkat Cabang.
c. Lembaga Kekaryaan diberi otonomi dalam menentukan agenda kerjanya diluar
forum rapat penentuan agenda kerja Struktur Pimpinan.
d. Lembaga Kekaryaan dapat membuat nama lembaganya secara khusus atas
persetujuan Ketua Umum Struktur Pimpinan.
e. Ketua Umum struktur Pimpinan berhak memveto seluruh bagian yang dilahirkan
oleh lembaga Kekaryaan. Ketua Umum Struktur Pimpinan juga berhak
memberhentikan dan menggantikan posisi pimpinan Lembaga Kekaryaan atas
persetujuan Rapat Pleno. Catatannya, pengganti yang ditetapkan diutamakan dari
2 diantara 3 calon (selain Pimpinan Lembaga Kekaryaan terpilih) yang diajukan
oleh Musyawarah Lembaga terakhir dan untuk formatur diserahkan kepada
kebijakan struktur pimpinan. Pimpinan Lembaga Kekaryaan tetap
bertanggungjawab atas segala aktifitasnya kepada Ketua Umum Struktur
Pimpinan.
Keberadaan Lembaga Kekaryaan tidak wajib pada tiap struktur Pimpinan.
Keberadaannya tergantung atas kebutuhan yang ada. Bentuknyapun disesuaikan
dengan kebutuhan dan kepentingan wilayah masing-masing. Lembaga Kekaryaan
dapat bekerjasama dengan pihak eksternal dengan diketahui Ketua Umum.
Pimpinan Lembaga Kekaryaan juga diwajibkan membuat sebuah Laporan
Pelaksanaan Tugas pada Musyawarah Lembaga. Laporan Pelaksanaan Tugas pada
dasarnya sama dengan pertanggungjawaban. Perbedaannya terletak pada forum dan
bentuk pelaksanaannya. Lapaoran Pelaksanaan Tugas merupakan proses evaluasi
yang dilaksanakan di musyawarah Lembaga dimana prosesnya dilakukan tanpa ada
tahapan penilaian. Oleh sebab itu forum ini hanya berupa forum pengumuman
pelaksanaan tugas dengan tanya jawab tanpa proses penilaian.
I. Panitia atau Tim Kerja
Untuk melakukan kegiatan kegiatan organisasi yang bersifat jangka pendek, maka
Struktur Pimpinan dapat membentuk Panitia atau Tim kerja. Hal serupa juga dapat
dilakukan oleh Lembaga-Lembaga Khusus dan lembaga Lembaga Kekaryaan.
Khusus untuk Lembaga Koordinasi ditingkat cabang atau komisariat. Namun
Pengurus Besar dengan segala elemen struktur didalamnya tidak bisa membuat
sebuah kepanitiaan kecuali Panitia Kongres. Jika ada aktifitas yang membutuhkan
kepanitiaan maka Pengurus Besar harus menunjuk satu cabang sebagai pelaksana,
dan kemudian cabang tersebutlah yang membentuk kepanitiaan.
Perbedaan antara panitia dan tim kerja ada pada strukturnya. Panitia memiliki
struktur yang sama dengan struktur Pimpinan. Dimana seluruh panitia
bertanggungjawab pada ketua panitia dan ketua panitia bertanggungjawab kepada
Struktur Pimpinan. Tim Kerja memiliki anggota yang sama-sama harus bertanggung-
jawab kepada Struktur Pimpinan. Tim memiliki seorang koordinator yang
mengkoordinir aktifitas anggota tim lainnya namun ia bukanlah pimpinan. Perbedaan
lainnya adalah pada pembagian peran. Pembagian peran pada kepanitian sudah
tertuang jelas dalam sebuah surat keputusan pengangkatan panitia. Namun pada Tim
Kerja, pembagian peran baru ada dan muncul saat tim kerja mulai beraktifitas (tidak
ditentukan dan dituangkan dalam sebuah surat Keputusan pengangkatan Tim Kerja.
Konsekuensinya Kepanitian memiliki kejelasan dan keterbatasan aktifitas
sebagaimana yang ada dalam Surat Keputusan pengangkatan panitia. Sedangkan Tim
Kerja memiliki fleksibilitas gerak atas tugas yang ia dapatkan. Kepanitaiaan memang
cenderung melibatkan individu yang lebih banyak dari pada Tim Kerja karena
kepanitiaan menuntut profesionalitas dan keahlian spesifik saat menjalankan tugas
yang diberikan. Keterlibatan individu dalam Tim Kerja yang sedikit, karena Tim
kerja memiliki arahan kerja yang sederhana dan hanya dituntut untuk bersikap luwes
dalam berbagi peran untuk menyelesaikan amanah yang diberikan.
Sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja, Panitia atau Tim Kerja diwajibkan untuk
membuat laporan kegiatan pada setiap akhir kegiatannya. Waktu kerja yang dimiliki
oleh Panitia atau Tim Kerja tidak boleh melewati masa kepengurusan. Hal ini
dikarenakan mekanisme pertanggungjawaban kepanitiaannya akan sangat tidak jelas.
Jika kerja panitia atau setingkat panitia pada suatu kepengurusan belum selesai
diperiode kepengurusan tersebut maka panitia atau setingkat panitia tersebut harus
dibubarkan terlebih dahulu lalu dilakukan evaluasi kepanitiaan keudian dapat
dibentuk lagi setelah kepengurusan baru terbentuk oleh pengurus baru tersebut, yang
akhirnya diikuti evaluasi kepanitiaan yang baru pula.

3. Mekanisme Kerja Struktur


A. Pengambilan Keputusan.
Tiap struktur organisasi pasti memiliki sebuah mekanisme dalam pengambilan
keputusan. Pada HMI mekanisme pengambilan keputusan dilakukan melalui farum
yang bernama Rapat. Mekanisme pengambilan keputusan melalui Rapat diperlukan
untuk menjamin berjalannya amanah yang diemban struktur kekuasaan. Mekanisme
ini dilakukan untuk menurunkan amanah-amanah yang lahir dari keputusan struktur
organisasi ketingkat aktifitas keseharian. Adapun bentuk-bentuk rapat yang ada
dalam HMI adalah:
1. Rapat Pleno adalah forum tertinggi kepengurusan HMI untuk mengambil berbagai
kebijakan organisatoris baik internal maupun eksternal meliputi:
a. Rapat Pleno Pengurus Besar adalah rapat pleno yang dihadiri oleh seluruh
Pengurus Besar sebagai pengambil kebijakan.
b. Rapat Pleno Cabang adalah rapat pleno yang dihadiri oleh seluruh Pengurus
Cabang sebagai pengambil kebijakan.
c. Rapat Pleno Komisariat adalah rapat pleno yang dihadiri oleh seluruh Pengurus
Komisariat.
2. Rapat Presidium adalah rapat untuk mengambil kebijakan organisatoris yang
penting sebagai derivasi kebijakan pleno yang dihadiri pemimpin HMI dalam satu
kepengurusan yang terdiri dari Ketua Umum, Pengurus Harian, Pimpinan
Lembaga Koordinasi, Pimpinan Lembaga Khusus dan Pimpinan Lembaga
Kekaryaan.
3. Rapat Pimpinan adalah Rapat yang dihadiri oleh para pimpinan HMI untuk
mengambil kebijakan yang berhubungan dengan permasalahan bersama, meliputi:
Rapim Cabang adalah rapat pimpinan para pimpinan cabang.
Rapim Komisariat adalah rapat pimpinan para pimpinan komisariat.
4. Rapat Harian adalah rapat yang dihadiri oleh seluruh fungsionaris HMI guna
menjabarkan kerangka operasional program kerja, evaluasi program kerja, dan hal
hal teknis lainnya.
5. Rapat Bidang adalah rapat yang dihadiri oleh anggota bidang (staf atau
departemen dibawahnya) yang bersangkutan untuk menjabarkan teknis dari
program kerja bidang yang telah ditetapkan oleh kepengurusan.
B. Acuan Kerja
Acuan kerja merupakan sebuah susunan agenda aktifitas yang dimiliki oleh Struktur
Pimpinan dalam satu periode. Acuan kerja dalam sebuah organisasi kerja memiliki
unsur waktu pelaksanaan, target capaian dan alat yang dipakai. Struktur Pimpinan
dalam HMI sebagai pengemban amanah Struktur Kekuasaan memiliki banyak
perbedaan ditiap tingkatannya. Antara lain adalah perbedaan sifat dan peran struktur
Pimpinan ditiap tingkatan yang mengakibatkan bentuk dan warna acuan kerja juga
berbeda ditiap tingkatan.
Pengurus Besar punya peran sebagai Regulator, oleh sebab itu Pengurus Besar dalam
melakasanakan aktifitasnya memilki apa yang dinamakan “Kerangka Kebijakan”.
Kerangka Kebijakan ini dilahirkan dalam Rapat Pleno Pengurus Besar dengan
mengacu pada pedoman pedoman HMI dan rekomendasi yang dilahirkan di Kongres.
Aktifitas kerja teknis tingkat pusat lebih banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga
(lembaga kekaryaan, lembaga khusus dan lembaga koordinasi) yang ada di tingkat
pusat. Namun demikian aktifitas teknis yang dilaksanakan hanya bersifat penguatan
sistem internal organisasi bukan penguatan keanggotaan.
Kepengurusan Cabang punya peran sebagai mobilisator, sehingga aktifitasnya berupa
penindaklanjutan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Pengurus Besar untuk
keseluruhan cabang atau untuk cabang yang terkait. Maka dari itu pada tingkat
Pengurus Cabang Acuan Kerja yang dimiliki adalah “Program Kerja” yang
dihasilkan oleh Rapat Pleno Pula. Namun dasar pertimbangan yang ada dalam
program kerja adalah Kebijakan Pengurus Besar yang berjalan dan Garis Besar
Haluan Kerja yang dihasilkan dalam Konferensi Cabang.
Peran kepengurusan tingkat Komisariat adalah pembentuk komunitas sehingga
aktifitas kerjanya terdiri dari aktifitas-aktifitas yang bertujuan menjaga keutuhan
kebersamaan di komisariatnya. Acuan kerja tingkat Komisariat dapat disebut sebagai
”Rencana Kerja”. Rencana Kerja ini memiliki dasar atas Program Kerja yang
ditentukan cabang dan Garis Besar Rencana Kerja” Komisariat.
Karena peran komisariat adalah sebagai pembentuk dan penjaga kantong massa maka
aktifitas-aktifitas yang ada dalam Rencana Kerja merupakan aktifitas bersifat
kekeluargaan akan lebih dominan dalam tingkat komisariat. Selain itu aktifitas
komisariat juga fokus dalam hal pembekalan anggota secara langsung atas
pemahaman keagamaan dan pemahaman perjuangan. Selain itu komisariat juga
melakukan aktifitas dalam bentuk pembekalan intelektualitas kader yang dilakukan
tiap saatnya.
C. Evaluasi Organisasai.
Ada dua topik yang menjadi fokus dalam evaluasi organisasi yaitu Evaluasi Kinerja
Struktur dan Mekanisme Evaluasi dalam Struktur Organisasi. Evaluasi Struktur
Organisasi. Evaluasi Kinerja Struktur adalah evaluasi untuk melihat sebarapa jauh
pengurus bisa bergerak dalam struktur organisasi dalam melakukan perjuangannya,
dan seberapa jauh perjuangan yang dilakukannya itu tepat dalam beberapa aspek.
Sedangkan Mekanisme Evaluasi dalam Struktur Organisasi berisi bagaimana
Struktur melakukan evaluasinya.
I. Evaluasi Kinerja Struktur:
1. Tingkat Pengurus Besar
a. Jumlah kebijakan internal dan eksternal dari waktu ke waktu.
b. Ketepatan kebijakan yang dikeluarkan terhadap lingkungan yang ada.
c. Kemampuan menggerakan cabang dalam menjalankan kebijakan HMI.
d. Keberhasilan Pengurus Besar dalam menjalankan amanah Kongres.
e. Kesesuaian laporan pertanggungjawaban dengan aturannya
2. Tingkat Pengurus Cabang
a. Kemampuan menindaklanjuti keputusan keputusan Pengurus Besar.
b. Tingkat keikutsertaan komisariat pada kegiatan cabang.
c. Jumlah Latihan Kader dan yang dijalankan.
d. Kelengkapan administrasi organisasi.
e. Aktifitas Lembaga Khusus, Lembaga Kekaryaan dan Lembaga Koordinasi.
f. Tingkat keberhasilan Pengurus dalam menjalankan amanah Konferensi
g. Kesesuaian laporan pertanggungjawaban sesuai dengan aturan
3. Tingkat pengurus Komisariat
a. Pertambahan anggota dari waktu kewaktu.
b. Komposisi angkatan dan kelompok akademis dari waktu kewaktu.
c. Tingkat partisipasi dan pemerataannya anggota dalam aktifitas HMI.
d. Jumlah iuran dan sumbangan yang diberikan kader dari waktu kewaktu.
e. Frekwensi komisariat dalam beraktifitas pada agenda Cabang dan atau
Pusat.
f. Rasio antar kader yang lulus LK I, LK II, LK III.
g. Aktifitas dari Lembaga lembaga Khusus dan Lembaga lembaga Kekaryaan.
h. Tingkat keberhasilan Pengurus menjalankan amanah Rapat Anggota.
i. Kemampuan membuat laporan pertanggungjawaban sesuai dengan aturan.
II. Mekanisme evaluasi struktur organisasi HMI:
Mekanisme evaluasi struktur organisasi HMI dikenal dengan
pertanggungjawaban. HMI cuma mengenal dua bentuk pertanggungjawaban yaitu
Pertanggungjawaban Pengurus dan Pertanggungjawaban Panitia atau setingkat
panitia. Selain mekanisme pertanggungjawaban juga ada mekanisme laporan
pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh Lembaga Koordinasi, Lembaga Khusus
dan Lembaga Kekaryaan dalam musyawarahnya.
1. Pertanggungjawaban Pengurus
Pertanggungjawaban Pengurus dalam lingkungan HMI terdapat di Kongres
untuk Pengurus Besar, Konferensi untuk Pengurus Cabang dan Rapat Anggota
bagi Pengurus Komisariat. Disitulah pengurus mempertanggungjawabkan
segala aktifitas atau kebijakan yang dilakukannya. Prosesnya adalah laporan
pelaksanaan amanah, tanya jawab dan penilaian atas laporan tersebut.
Keputusan yang akan diambil terdiri dari Diterima atau Ditolak. Keputusan
“Diterima” artinya penghargaan atas yang dilakukan kepengurusan dan atas
kelayakan Laporan Pertanggungjawaban. Keputusan “Ditolak” artinya
pengurus tidak bisa mengemukakan apa yang dilakukannya selama
kepengurusan secara jelas dan bertanggungjawab. Keputusan ini kepengurusan
dapat memperbaiki LPJ untuk perbaikan penilaian atau tidak memperbaikinya
dengan penilaian yang tetap.
Dasar penilaian yang dilakukan dalam proses pertanggung jawaban hanya
terdiri dari kesesuaian pengungkapan laporan pertanggungjawaban yang dibuat
pengurus dengan realita yang terjadi selama kepengurusan dan kesesuaian
dengan aturan penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Pengurus yang
berlaku.
2. Pertanggujawaban panitia atau setingkat panitia
Pertanggungjawaban panitia atau setingkat panitia merupakan proses
pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas yang dilakukan panitia atau
setingkat panitia pada Pengurus Harian, Pimpinan Lembaga Khusus,Pimpinan
Lembaga Kekaryaan. Pelaksanaan pertanggungjawaban dapat dilakukan di
Rapat Pleno atau Rapat Harian atau pada momen khusus untuk
pertanggungjawaban panitia. Seperti halnya pertanggungjawaban Struktur
Kepemimpinan, ppertanggungjawaban inipun boleh dilaksanakan setelah
semua kewajibannya terhadap pihak lain selesai.
4. Ikrar Pelantikan Kepengurusan

IKRAR PELANTIKAN PENGURUS


HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

“Aku bersaksi bahwasannya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya
Muhammad adalah Utusan Allah”

“Kami redla Allah Tuhan kami, Islam agama kami, dan Muhammad adalah Nabi dan
Utusan Allah”
Dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, kami pengurus Himpunan Mahasiswa
Islam Komisariat/ Cabang/ Pengurus Besar __________________________________
periode ___________ H/ _________ M, dengan ini berjanji dan berikrar:
1. Bahwa kami dengan kesungguhan hati akan melaksanakan keputusan-keputusan
Rapat Anggota/ Konferensi Cabang _______________________________/ Kongres
Himpunan Mahasiswa Islam ke_______ sebagai amanah yang dibebankan kepada
kami;
2. Bahwa kami akan selalu menjaga nama baik Himpunan Mahasiswa Islam dengan
selalu tunduk dan patuh kepada Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan
Pedoman-Pedoman Pokok serta ketentuan-ketentuan lainnya;
3. Bahwa apa yang kami kerjakan dalam kepengurusan ini adalah untuk mencapai
tujuan Himpunan Mahasiswa Islam dalam rangka mengabdi kepada Allah Subhanahu
Wata’ala, untuk kesejahteraan Ummat di dunia dan di akhirat.

“Sesungguhnya sholatku, perjuanganku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan
seru sekalian alam”.
Billahitaufiq walhidayah.
BAB IV
MAJELIS SYURO ORGANISASI

Majelis Syuro Organisasi (MSO) merupakan Badan Konsultasi yang dapat dilahirkan
sesuai dengan kebutuhan Pengurus Besar atau Pengurus Cabang. MSO memiliki tugas
memberikan pertimbangan atau saran kepada Pengurus Besar (untuk MSO tingkat pusat) atau
Pengurus Cabang (untuk MSO tingkat Cabang). Tugas ini dapat dilaksanakan dengan inisiatif
lembaga atau atas permintaan pengurus. MSO juga memiliki tugas untuk membantu pengurus
untuk mempersiapkan draft-draft kongres untuk tingkat Pusat dan draft-draft konferensi untuk
tingkat cabang.
Anggota MSO merupakan anggota atau alumni HMI yang memiliki kualifikasi
tertentu dan pernah menjadi Pengurus HMI minimal 1 (satu) periode sebelumnya. Anggota
MSO jumlahnya maksimal 13 orang dimana merupakan usulan ketua ketua cabang (tingkat
Pusat) dalam forum kongres dan usulan usulan ketua komisariat (tingkat Cabang) dalam
konferensi.
Masa keanggotaan yang dimiliki MSO adalah sama dengan masa kepengurusan tiap
tingkatan. Aktifitas awal MSO dalam bentuk persidangan rapat dipimpin oleh Ketua Umum
dan kemudian dilanjuti oleh ketua MSO sampai akhir periode kepengurusan. Peran struktur
MSO yang berperan sebagai konsultan maka segala keputusan yang dikeluarkan dapat
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh kepengurusan. Peran ini dapat bertambah pada
wilayah peradilan keanggotaan dimana MSO menjadi moderator sidang dengan menunjuk
satu atau lebih anggotanya.
Seluruh aktifitas kerja ini harus dilaporkan dalam Kongres atau konferensi dalam
bentuk laporan pelaksanaan tugas. Jika anggota Majelis Syuro Organisasi mengundurkan diri
maka mekanisme penggantian diserahkan pada pimpinan HMI.
Lampiran 1
GAMBARAN
HIRARKI STRUKTUR ORGANISASI
PEDOMAN KESEKRETARIATAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Bismillahirromanirrahiim

BAB I
SEKRETARIAT

Agar seluruh administrasi organisasi dalam segala tingkatan (pusat hingga


komisariat) dapat berjalan secara efektif dan efisien diperlukan sekretariat organisasi atau
kantor organisasi. Sekretariat organisasi berfungsi sebagai:
1. Pusat kendali aktifitas organisasi;
2. Pusat komunikasi organisasi;
3. Pusat kegiatan administrasi;
4. Wahana interaksi dengan masyarakat sekitar.
Dengan mengingat begitu urgennya sekretariat bagi organisasi, maka pengadaan
sekretariat HMI hendaknya memperhatikan lokasi sekretariat, kebutuhan ruang bagi
terselenggaranya kegiatan organisasi dan tata ruang sekretariat. Lokasi sekretariat hendaknya
terletak pada tempat yang strategis dipandang dari segala segi sehingga memperlancar
komunikasi dengan anggota, dan interaksi organisasi dengan masyarakat sekitar yang mampu
menjamin ketenangan dan kesehatan sehingga memungkinkan bagi fungsionaris (pengurus)
organisasi dapat bekerja dan menunaikan tugasnya di sekretariat.
Kebutuhan ruang bagi sekretariat HMI pada prinsipnya disesuaikan dengan
kebutuhan setiap unit organisasi baik itu Pengurus Besar, Pengurus Cabang, maupun
Pengurus Komisariat. Paling tidak setiap sekretariat memiliki:
1. Ruang administrasi;
2. Ruang Sholat;
3. Ruang tamu;
4. Ruang sidang;
5. Ruang pelatihan;
6. Ruang dapur.
Pengaturan tata ruang dalam sekretariat hendaknya memperhatikan hubungan antar
ruangan yang satu dengan yang lain. Sehingga mampu menjamin kelancaran komunikasi antar
bagian. Dalam mengusahakan gedung sekretariat, sedapat mungkin sekretariat mempunyai
fungsi ganda yaitu di samping kantor organisasi juga berfungsi sebagai tempat tinggal
fungsionaris organisasi (Wisma HMI/ Markas HMI) sehingga semua fungsionaris HMI dapat
menjalankan tugas organisasi setiap saat.
Sekretariat organisasi diharuskan memiliki papan pengenal organisasi atau papan
nama HMI. Papan nama HMI ini berfungsi sebagai pengenal organisasi dan sebagai penunjuk
atas keberadaan fungsionaris HMI dalam melakukan aktifitas organisasi. Berikut bentuk
Papan Nama HMI:
Ukuran : panjang : lebar = 2 : 1
Warna Dasar : Putih
Warna Tulisan : Hijau Hitam,
Contoh :

BAB II
ADMINISTRASI HMI

A. Surat Menyurat
Administrasi surat-menyurat adalah suatu proses dan rencana teratur dari pengolahan
surat-menyurat. Mulai dari ide sampai pada penyelesaian dan penyimpanan
sebagaimana mestinya. Administrasi surat-menyurat bagi suatu organisasi merupakan
sesuatu yang penting dan merupakan bagian tugas lapangan pekerjaan administrasi
kesekretariatan. Administrasi surat-menyurat (ketatausahaan) mempunyai ciri-ciri utama
sebagai berikut:
1. Bersifat pelayanan;
2. Bersifat menetes ke seluruh bagian atau aparat organisasi, dan;
3. Dilaksanakan semua pihak dalam organisasi.
Ciri yang pertama berarti bahwa ketatausahaan service work (pekerjaan pelayanan)
berfungsi memudahkan (facilitating function), dilakukan untuk membantu pekerjaan-
pekerjaan lain agar dapat berjalan lebih efektif. Sebagai service work, ketatausahaan
memberikan pelayanan ke pelbagai bagian atau aparat organisasi. Konsekuensinya, ia
tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa terkait dengan pekerjaan operatif atau fungsi
substantif lainnya.
Administrasi berupa surat menyurat merupakan bentuk ketatausahaan yang diperlukan
di mana-mana, dan dilaksanakan dalam seluruh organisasi. Ketatausahaan dapat
dijumpai pada pucuk pimpinan tertinggi (aparat tertinggi organisasi) sampai pada satuan
organisasi terendah bentuk ini merupakan ciri khas dari administrasi surat menyurat
yang kedua.
Surat pada hakikatnya adalah bentuk penuangan ide atau kehendak seseorang dalam
bentuk tulisan yang kemudian menjadi bukti sejarah. Artinya surat merupakan jembatan
pengertian dan alat komunikasi bagi seorang dengan orang lain. Surat Juga merupakan
potret sejarah yang akan dibaca dari satu generasi kegenerasi berikunya.
Dari satu masa ke masa lainnya. Karena sifat yang demikian maka surat-surat disusun
secara singkat dan padat, tetapi jelas dan tegas. Bahasa yang dipakai harus mudah
dimengerti sederhana dan teratur. Kertas yang digunakan dalam melakukan surat
menyurat resmi adalah kertas HVS warna putih ukuran F4 dengan berat 70 gr. Bagi
organisasi, surat berfungsi sebagai:
1. Alat komunikasi;
2. Dokumen organisasi;
3. Tanda bukti (alat pembuktian ).
1. Kepala Surat;
Ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam kepala surat adalah:
a. Surat-surat organisasi ditulis di kertas putih berkop (berkepala);
b. Format Kop Surat Lembaga Kekaryaan dan Lembaga Khusus ditetapkan oleh
musyawarah lembaga;
c. Nama Pengurus Besar diletakan di baris pertama, selain itu nama institusi
diletakkan di baris ketiga setelah tulisan Himpunan Mahasiswa Islam dan tulisan
Association of Islamic University Students;
d. Nama lembaga hanya diperkenankan satu baris. Sehingga penggunaan singkatan
atau akronim dapat diperkenankan;
e. Panitia pelaksana kegiatan dapat menentukan format kop suratnya atas
persetujuan ketua umum struktur pimpinan, kecuali pantia pelaksanan Kongres,
Konferensi dan Rapat Anggota.
f. Contoh Kop surat HMI sebagai berikut:
Keterangan :
1. (PENGURUS……) menggunakan huruf kapital berwarna hitam dengan jenis
huruf Times New Roman dan ukuran huruf 24;
2. (CABANG..../KOMISARIAT.....) dengan huruf kapital hijau tua, dengan jenis
huruf Times New Roman dan ukuran huruf 24;
3. (HIMPUNAN.....) menggunakan hruf kapital berwarna hijau tua, dengan jenis
huruf Arial dan ukuran huruf 24;
4. (Association……………) menggunakan huruf kecil berwarna hitam dengan
jenis huruf Times New Roman dan ukuran huruf 18 cetak miring;
5. (Sekretariat :……...) menggunakan huruf kecil berwarna hitam, dengan jenis
huruf Times New Roman dan ukuran huruf 10;
6. (e-mail……………) menggunakan huruf kecil berwarna hitam, ukuran 10;
7. Garis pembatas kop surat berwarna hitam dengan ukuran 4,5 pt (dua garis atas
tipis, bawah tebal) dan bentuk tulisan basmalah harus sesuai dengan kop PB
berwarna hitam;
8. Susunan kalimat kop surat Pengurus Besar, MSO, Lembaga Koordinasi,
Lembaga Kekaryaan dan Lembaga Khusus PB, seperti pada contoh kop surat
Pengurus Besar;
9. Susunan kalimat kop surat Pengurus Cabang, MSO, Lembaga Koordinasi,
Lembaga Kekaryaan dan Lembaga Khusus ditingkat cabang seperti pada contoh
kop surat Pengurus Cabang
10. Susunan kalimat kop surat Pengurus Komisariat, Lembaga Kekaryaan dan
Lembaga Khusus seperti pada contoh kop surat Pengurus komisariat
11. Jenis surat (kertas), F4 dengan margin:
Top : 2,0 cm
Buttom : 0 cm
Left : 2,5 cm
Right : 2,0 cm
Surat resmi HMI terdiri dari
a. Surat Biasa ( Lampiran 2);
b. Surat Mandat/Tugas (Lampiran 3);
c. Surat Keterangan (Lampiran 4)
d. Surat Keputusan/Ketetapan (Lampiran 5).
2. Isi Surat
a. Surat Biasa
(1) Penomoran
a. Penomoran surat menggunakan satu buku registrasi surat keluar yang
dilakukan oleh Sekjen/Sekum struktur pimpinan, MSO, Lembaga Koordinasi,
lembaga kekaryaan dan khusus.
b. Nomor untuk surat yang ditujukan untuk intern HMI menggunakan kode A
setelah nomor registrasi surat keluar (.../A/SEK/nomor urut bulan
Hijriyah/tahun Hijriyah);
c. Nomor untuk surat yang ditujukan kepada ekstern HMI kode B setelah nomor
registrasi surat keluar (……./B/SEK/ nomor urut bulan Hijriyah/ tahun
Hijriyah);
d. Pengeluar surat baik interen maupun eksteren harus disingkat maksimal dalam
3 huruf saja.
 Pengeluar Surat Ketua Umum: (…/B/KU/nomor urut bulan Hijriyah/ tahun
Hijriyah)
 Pengeluar Sekjen atau Sekum: (…../A/SEK/ nomor urut bulan Hijriyah/
tahun Hijriyah)
 Pengeluar Ketua Komisi Hubungan Internasional: (…/B/KHI/nomor urut
bulan Hijriyah/ tahun Hijriyah)
 Pengeluar Ketua Bidang Pelatihan: (…../A/KBP/nomor urut bulan Hijriyah/
tahun Hijriyah)
 Pengeluar Ketua Panitia Konferensi Cabang : (…../B/PKC/nomor urut bulan
Hijriyah/ tahun Hijriyah)
e. Nomor surat keluar, surat mandat, surat keterangan semuanya urut menurut
waktu terbitnya, tidak sendiri sendiri, kecuali surat keputusan.
f. Lamp. diisi jika srat disertai lampiran;
g. Hal : menerangkan isi singkat surat;
h. Letak Nomor : Lamp: dan Hal: dalam surat lurus dengan sudut lancip sebelah
kiri bawah gambar/lambang HMI
(2) Alamat surat (tujuan surat dikirim);
(3) Kalimat pendahuluan
Kalimat pendahuluan seharusnya tidak lebih dari satu alinea, yang berisi ucapan
syukur kepada Allah SWT atas rahmat yang diberikannya dan pujian rasul dan
keluarganya.
(4) Kalimat Isi
Kalimat isi surat hendaklah menggunakan bahasa yang lugas, jelas, sehingga tidak
menimbulkan salah persepsi dari teks yang tertulis. Kalimat isi merupakan uraian
persoalan pokok, harus:
a. Tidak berbelit-belit;
b. Singkat dan tidak terputus-putus;
c. Menggunakan kalimat-kalimat yang sopan dan wajar.
(5) Kalimat penutup
Untuk kesopanan diperlukan adanya kalimat penutup seperti:
Demikianlah harap maklum.
Atas perhatian Saudara kami haturkan terima kasih.
Jazakumullah khairan katsiiraa.
Sekian dan terima kasih. Dsbnya.
(6) Tempat tanggal surat
Contoh:
Palopo, 05 Dzulkaidah 1425 H
17 Desember 2004 M
(7) Pengirim Surat
Nama lembaga pada pengirim surat maksimal terdiri dari tiga baris, dimana baris
pertama adalah Himpunan Mahassiawa Islam, baris kedua dan ketiga adalah
institusi lembaga.
(8) Tanda Tangan
Penandatangan harus terdiri dari dua unsur saja yaitu unsur pengeluar surat dan
unsur pemberi legalitas surat. Surat Keputusan kelulusan Latihan Kader harus
ditanda tangani seluruh pemandu LK. Surat Keputusan Kongres, Konferensi,
Rapat Anggota dan Musyawarah Lembaga harus ditanda tangani seluruh
pimpinan sidang. Surat yang dikeluarkan Ketua Umum harus ditandatangani oleh
Sekjen/Sekum sebagai pihak yang mengetahui (bukan pemberi legalitas). Tanda
tangan menggunakan tinta berwarna hitam. Contoh:
(9) Stempel surat
Pihak-pihak yang berhak mengeluarkan Stempel Surat adalah Struktur Pimpinan,
Lembaga Koordinasai, dan Majelis Syuro Organisasi serta panitia pelaksana. Bagi
lembaga Koordinasi, Lembaga Kekaryaan dan Panitia Pelaksana (selain kongres,
Konferensi, dan Rapat Anggota) dapat menentukannya sendiri atas persetujuan
Ketua Umum Struktur pimpinan. Stempel diletakkan/ dibubuhkan di tengah-
tengah antara Ketua dan Sekretaris dan berbaris sejajar dengan nama ketua dan
nama sekretaris.
Stempel diusahakan agar menyentuh Tanda tangan ketua dan sekretaris atau
mengenai tanda tangan sekretaris saja. Jika stempel menggunakan tinta satu warna
maka warnanya hijau tua. Jika warna stempel menggunakan warna multi warna
maka warna stempel warna hitam dan hijau tua. Stempel dianggap sah apabila
dibubuhkan dengan menggunakan stempel basah. Ukuran besar stempel sesuai
dengan kebijakan cabang masing-masing sebagaimana dibawah ini:
Stempe Unsur Pimpinan Stempel Panitia
(10) Tembusan Surat
Tembusan surat merupakan sebuah keterangan yang menunjukkan bahwa surat
tersebut dibuat rangkap. Rangkap ini terdiri dari surat asli yang dikirim sesuai
dengan alamat dimana surat itu ditujukan dan surat tembusan yang disampaikan
kepada beberapa instansi atau pihak yang terkait atas dibuatnya surat tersebut.
Apabila surat dari komisariat ditujukan kepada Pengurus Besar HMI, maka
tembusan suratnya ditujukan kepada:
1. Pengurus koordinator komisariat dimana komisariat berada (jika ada);
2. Pengurus HMI cabang dimana komisariat berada;
3. Pengurus HMI Badko dimana cabang bergabung;
4. Arsip.
Apabila surat dibuat oleh Pengurus Komisariat dan ditujuakan untuk Pengurus
Komisariat dalam wilayah Cabang yang berbeda, namun tetap dalam satu Wilayah
Koordinasi, maka tembusan surat yang dibuat harus ditujukan kepada:
1. Pengurus HMI Badan Koordinasi;
2. Pengurus HMI Cabang dimana komisariat berada;
3. Pengurus HMI Cabang di Komisariat yang dituju;
4. Arsip.
Apabila surat dibuat oleh Pengurus HMI Komisariat ditujukan Pengurus HMI
Komisariat dalam wilayah Cabang dan Badko yang berbeda, maka tembusan
suratnya ditujukan kepada:
1. Pengurus koordinator komisariat dimana komisariat berada (jika ada);
2. Pengurus HMI Cabang dimana Komisariat yang membuat bergabung;
3. Pengurus HMI Cabang dimana Komisariat yang dituju;
4. Arsip;
5. Dan lain sebagainya.
Dengan demikian setiap surat tidak lagi membutuhkan legalisasi yang dikeluarkan
oleh instansi yang lebih tinggi (misalnya adanya kata mengetahui, dilegalisasi
oleh, dll).
b. Surat Keputusan
Isi surat keputusan dibanding surat biasa terdapat persamaan yaitu tentang dimana
surat keputusan ditetapkan, tanggal ditetapkannya surat keputusan, nomor dan
stempel surat. Secara spesifik isi surat keputusan sebagai berikut:
(1) Nomor surat : …../KPTS/A/No. urut bl Hijriyah /Th Hijriyah;
(2) Uraian singkat isi surat keputusan;
(3) Instansi pengambil keputusan (PB, PC, PK,dll);
(4) Konsideran (latar belakang dikeluarkannya surat keputusan);
(5) Landasan yuridis dikeluarkannya surat keputusan);
(6) Landasan-landasan lainnya dari surat keputusan;
(7) Diktum (muatan surat keputusan)
Pada bagian akhir diktum diharuskan terdapat klausa “Surat Keputusan ini mulai
berlaku sejak ditetapkan dan akan ditinjau kembali jika terdapat kekeliruan di
kemudian hari.” Surat Keputusan Hanya bisadikeluarkan Oleh Ketuam Umum
(PB< PC dan PK) saja. Sehingga yang bertanda tangan adalah hanya Ketua
Umumdan Sekretaris (Jendral atau Umum) saja.
c. Surat Mandat/Tugas
(1) Nomor surat keterangan sama dengan surat biasa, karenanya merupakan
urutan dari surat biasa;
(2) Surat mandat/tugas berisi penugasan atau mandat yang ditujukan pada seorang
kader.
(3) Surat keterangan memuat identitas dan keperluan yang diberi
mandat/tugas/keterangan, (dalam rangka apa surat diberikan);
(4) Pemberi surat mandat/tugas kepada yang diberi mandat/tugas.
Catatan :
1. Nomor urut Bulan-bulan Hijriyah
1. Muharram 7. Rajab
2. Shafar 8. Sya’ban
3. Rabi’ul Awal 9. Ramadhan
4. Rabi’ul Akhir 10. Syawal
5. Jumadil Awal 11. Dzulqo’idah
6. Jumadil Akhir 12. Dzul Hijjah
2. Bulan-bulan nomor surat ditulis denngan angka Arab, bukan angka Romawi.
3. Amplop Surat
Ukuran amplop : 22 cm x 11 cm atau 25 cm x 35 cm
Jenis dan ukuran huruf : (pengurus…) menggunakan huruf kapital, ukuran 18
times new roman bold. (fakultas…) menggunakan huruf kapital pada setiap awal
kata, ukuran 18 times new roman. (secretariat…) menggunakan huruf kecil, ukuran
12.
Warna Dasar : Putih atau Coklat
Contoh :
4. Sirkulasi Surat
a. Surat Masuk
Surat masuk adalah surat yang diterima dari luar yang kemudian akan mulai
perjalanannya sampai dengan dimasukkannya surat ke file-file (arsip) organisasi.
Surat yang baru diterima diagendakan terlebih dahulu dilampiri kartu disposisi
yang berbentuk:

Kemudian surat yang baru masuk diterima diagendakan pada Agenda Surat
Masuk PB HMI. Pada Agenda Surat Masuk dibuat kolom-kolom:
b. Surat Keluar
Surat keluar adalah surat yang kita keluarkan untuk mengemukakan kehendak,
pemikiran dan maksud kita kepada pihak lain. Surat keluar melalui sirkulasi
sebagai berikut:
 Konsep surat terlebih dahulu dimintakan clearence kepada pengurus yang
berkepentingan agar tidak terjadi perbedaan tentang isi dan reaksi surat tersebut;
 Konsep yang telah mendapat clearence, kemudian diberikan nomor verbal, yang
terdapat pada agenda buku verbal.

5. Surat Elektronik
Surat elektronik merupakan surat yang dibuat dengan media elektronik seperti
internet, mesin fax, dan pesan melalui telepon. Surat elektronik melalui internet harus
memenuhi prosedur dibawah ini:
1. Format surat seperti format biasa yang dikirmkan dalam bentuk PDF.
2. Surat tetap memuat tanda tangan yang berwenang walau tanpa stempel organisasi.
3. Alamat e-mail pihak pengirim dan pihak yang dituju merupakan alamat yang
terdaftar dalam organisasi (ditetapkan melalui Surat Ketetapan dari Struktur
Kepemimpinan) sebagai alamat yang berwenang melakukan pengirIman surat via
internet.
Pengiriman surat dengan memakai mesin fax harus melalui prosedur:
1. Format surat sama dengan format yang biasa (lengkap dengan tanda tangan dan
stempel organisasi).
2. Nomor fax pihak pengirim dan pihak yang dituju merupakan alamat yang terdaftar
dalam organisasi (ditetapkan melalui Surat Ketetapan dari Struktur
Kepemimpinan) sebagai nomor yang berwenang.
3. Pihak pengirim harus mengirimkan dokumen aslinya kepada pihak yang dituju
setelah melakukan pengiriman surat melalui fax selambat-lambatnya 3 x 24 Jam.
Pengriman pesan melalui pelayanan pesan singkat (Short Messege Services) harus
melalui nomor telepon yang telah ditetapkan sebagai nomor telepon yang berwenang
nelakukan pengiriman pesan, baik dari pihak pengirim maupun pihak penerima.
Semua pesan yang dikirim maupun diterima harus dicatat ulang dalam sebuah berita
acara bulanan.
6. Buku Ekspedisi
Setelah surat telah diketik sesuai dengan jumlah yang dikehendaki, ditulis nomor,
dan diagendakan dan telah mendapat legalitas (tanda tangan Ketua, Sekretaris, dan
stempel) maka surat siap dikirim. Untuk pengiriman surat ini diagendakan dalam
Buku Ekspedisi dengan kolom-kolom.

B. Dokumen Organisasi
Dokumen adalah semua tanda bukti yang sah menurut hukum dari peristiwaperistiwa
atau kejadian-kejadian dan kemudian disimpan. Sedangkan Dokumentasi adalah segala
upaya untuk pencarian, pengumpulan, penyimpanan, serta pengawetan dokumen-
dokumen organisasi. Bentuk-bentuk dokumen beserta aturannya adalah sebagai berikut:
 Surat-surat disusun menurut urutan nomor dan jilid tiap periodenya.
 Laporan-laporan pertanggungjawaban tiap periode;
 Dokumen lainnya yang dijilid (kalau memungkinkan) terdiri dari
1. Kliping-kliping media tulis ataupun elektronik;
2. Naskah-naskah kepengurusan tiap periode;
3. Berita acara aktifitas kepengurusan;
4. Bukti-bukti keuangan organisasi;
5. Tulisan-tulisan penting;
 Gambar-gambar dan foto-foto; disusun berdasarkan waktu dengan mencantumkan
tanggal dan jenis kegiatan yang dilakukan pada foto.
Semua dokumen organisasi kecuali surat harus dibuat dan atau disusun dalam kertas
ukuran kwarto 70 gr. Benda-benda berharaga dan bernilai; disusun dengan aman dan
rapi didalam sekretariat kepengurusan dalam betuk media penyimpanan yang mudah
disimpan dan mudah diakses.

C. Penyimpanan/Pengarsipan
Arsip adalah kumpulan dokumen yang disimpan secara sistematis. Pengarsipan yang
sempurna apabila semua surat dan dokumen-dokumen lainnya tersimpan pada suatu
tempat tertentu dan teratur rapi dan apabila diperlukan mudah dilacak kembali.
Pengarsipan yang baik sangat berguna dalam membantu kelancaran dan kerapihan
organisasi.
Dokumen-dokumen organisasi HMI pada prinsipnya harus disimpan di sekretariat atau
kantor. Sangatlah tidak dibenarkan dan dilarang apabila terjadi penyimpanan surat-surat
dan dokumen-dokumen organisasi di luar sekretariat atau kantor HMI, terutama jika
penyimpanan dilakukan oleh individu-individu pengurus ataupun bukan pengurus. Hal
ini untuk mengurangi resiko kerusakan, kehilangan dan penyalah gunaan dokumen
organisasi HMI. Sistem pengarsipan yang harus dilakukan oleh HMI adalah:
1. Chronological filling
2. Geographical filling
3. Subject filling
4. Numerical filling
5. Alphabetic filling
Artinya setiap dokumen-dokumen HMI harus disusun sesuai dengan periode
kepengurusannya yang kemudian diikuti berdasarkan wilayahnya. Urutan penyusunan
berikutnya berdasarkan subjek atau bidang, kemudian diikuti oleh nomor surat atau
alphbet dokumen non surat. Pengarsipan secara elektornik harus dilakukan juga
sehingga semua dokumen terjaga kelestarian-nya dari waktu ke waktu. Namun format
yang digunakan adalah format yang tidak memungkinkan seseorang mengganti atau
merubah isi dokumen tersebut.
Semua arsip harus dilakukan penjilidan tiap periode kepengurusan. Berikan penjildan
atau pembatas warna putih untuk LPJ, hijua muda untuk Kumpulan surat masuk dan
keluar dan warna hijua tua untuk dokumen lainnya. Pengarsipan secara elektornik dapat
dengan wadah Compact Disc (untuk pengarsipan tiap periode), atau dalam web (untuk
pengarsipan dalam waktu lama). Pengarsipan dokumen secara elektronik harus dijamin
bahwa dokumen itu asli dan sama seperti bentuk fisiknya. Dengan demikian orisinalitas
dokumen dalam media elektronik benar benar diperhatikan.

D. Tingkat Kerahasiaan
1. Rahasia Utama
Informasi atau dokumen hanya boleh diketahui oleh Ketua Umum PB HMI,
Sekretrasi jendral PB HMI, Bendahara Umum PB HMI, dan Koordinator MSO PB
HMI. Informasi atau dokumen rahasia ini harus dimusnahkan segera setelah keempat
pihak tersebut mengetahuinya. Ke empat pihak tersebut dilarang menyebarluaskan
informsai dan dokumen tersebut kepada pihak lain seumur hidupnya.
2. Rahasia Utama Terbatas
Informasi atau dokumen hanya boleh diketahui oleh Ketua Umum Cabang, Sekretrasi
Umum Cabang, Bendahara Umum Cabang, Koordinator MSO Cabang dan Ketua
Umum PB HMI, serta satu pihak yang bersangkutan (individu atau Pengurus Terkait)
Informasi atau dokumen rahasia ini harus dimusnahkan segera setelah kelima pihak
tersebut mengetahuinya. Kesemanya dilarang menyebarluaskan informasi dan
dokumentasi tersebut kepada pihak lain seumr hidupnya.
3. Sangat Rahasia
Informasi atau dokumen yang hanya boleh diketahui oleh Presidium dan Koordinator
MSO. Infomasi dan dokumen ini harus disimpan (baik itu milik PB atau cabang) oleh
Sekretaris jendral PB HMI. Hanya dapat diturunkan satu tingkat dalam waktu 25
tahun kedepan. Begitu seterusnya dalam penurunan tingkat kerahasiaannya.
4. Rahasia
Informasi atau dokumen yang hanya boleh diketahui oleh Pengurus dan MSO.
Infomasi dan dokumen ini harus disimpan (baik itu milik PB atau cabang) oleh
Sekretaris jendral PB HMI. Hanya dapat diturunkan satu tingkat dalam waktu 25
tahun kedepan. Begitu seterusnya dalam penurunan tingkat kerahasiaannya.
5. Terbatas
Informasi atau dokumen yang hanya boleh diketahui oleh Pengurus Besar, MSO,
Ketua Cabang dan koordinator MSO cabang. Infomasi dan dokumen ini harus
disimpan (baik itu milik PB atau cabang) oleh Sekretaris jendral PB HMI. Hanya
dapat diturunkan satu tingkat dalam waktu 25 tahun kedepan. Begitu seterusnya
dalam penurunan tingkat kerahasiaannya.
6. Terbuka
Informasi atau dokumen yang hanya boleh diketahui oleh Kader HMI saja. Hanya
dapat diturunkan satu tingkat dalam waktu 25 tahun kedepan. Infomasi dan dokumen
ini harus disimpan oleh Sekretaris Jendral/Umum.
7. Publik
Informasi atau dokumen yang dapat diketahui oleh saja.

E. Administrasi Keanggotaan
Anggota HMI merupakan sasaran kerja, pembinaan dan perkaderan organisasi sehingga
perlu ada administrasi yang rapi tentang anggota HMI yang kongkrit dan terarah. HMI
adalah organisasi kader sehingga HMI selalu menerima anggota baru, selanjutnya
melalui proses/jenjang perkaderan dan akhirnya melepaskan diri sebagai alumni HMI.
Setiap anggota HMI (baik itu anggota biasa ataupun anggota kehormatan) berhak
mendapat Kartu Anggota setelah melewati prosesi pelantikan anggota. Pengurus
Cabang merupakan pihak yang paling berhak mengeluarkan kartu keanggotaan tersebut
kepada anggota HMI. Format kartu anggota yang digunakan oleh pengurus cabang
untuk anggotanya memakai format yang telah diputuskan dalam Kongres HMI. Semua
anggota tersebut juga berhak untuk dicatat dalam buku daftar anggota. Hal ini dilakukan
pada tingkatan cabang. Buku daftar anggota memuat kolom-kolom sebagai berikut.

Setiap satu tahun sekali diadakan pendaftaran ulang (heregristasi) anggota HMI.
Pendaftran ulang dilakukan dengan melakukan penggantian kartu anggota yang lama
menjadi kartu anggota yang baru yang dikeluarkan oleh pengurus cabang. Sedangkan
nomor anggota tetap sebagai nomor induk yang lama. Pelaksanaan heregristasi cukup
dilakukan dengan mengisi formulir permohonan pendaftaran ulang keanggotaan kepada
Penngurus Cabang. Pengurus Cabang kemudian melakukan penerbitan kartu anggota
yang baru dengan nomor anggota yang tetap atas nama anggota yang melakukan
heregristasi. Pendaftran ulang keanggotaan dilakukan agar jumlah anggota di tiap
cabang dapat diketahui secara pasti dari waktu-kewaktu. Sehingga naik turunnya
keaktifan anggota dapat juga terdeteksi dari waktu kewaktu.

F. Inventarisasi Organisasi
1. Inventarisasi adalah upaya untuk mendata semua kekayaan organisasi;
2. Inventarisasi dilakukan pada benda permanen dan benda tidak permanen;
3. Benda permanen ialah kekayaan yang tidak habis dalam satu periode;
4. Benda tidak permanen adalah kekayaan yang habis dalam satu periode;
5. Inventarisasi organisasi dibukukan dalam daftar inventaris yang memuat tanggal
penerimaan, nama dan jumlah barang, pemakaian dan keterangan.

G. Alat komunikasi.
Segala jenis alat komunikasi manusia dapat dijadikan sebagai alat komunikasi dalam
keorganisasian HMI dengan syarat alat itu memungkinkan untuk verifikasi dan
klarifikasi atas penyampaian dan penerimaan informasi. Sehingga informasi yang
diberikan atau diterima dapat dijadikan dasar atas aktifitas organisasi. Informasi yang
diberikan dalam pertukaran informasi harus ada identitas struktur penyampai informasi,
dan identitas individu penyampai informasi (nomor anggota, asal cabang, asal
komisariat) serta waktu dan lokasi informasi disampaikan.
H. Perpustakaan
Perpustakaan yang ideal bagi HMI meliputi buku-buku atau dokumen bentuk lainnya
yang diperlukan oleh anggota dalam rangka peningkatan kualitas anggota HMI. Oleh
karena itu perpustakaan HMI berisi koleksi buku-buku atau dokumen bentuk lainnya,
seperti:
 Data Data dan informasi yang menunjang aktifitas organisasi;
 Jurnal-jurnal sosial kemsayarakatan;
 Media-media elektronik yang berisi liputan aktifitas HMI;
 Media-media elektronik yang berisi sesuatu penting bagi aktifitas HMI;
 Buku-buku atau media-media elektronik dalam topik kemahasiswaan, keorganisasian
dan ke-HMI-an;
 Buku atau media elektronik dalam topik Ideologi, kemasyarakatan, kenegaraan,
politik, ekonomi, pendidikan dsbnya
Penyelenggaraan administrasi perpustakaan sebaiknya diserahkan kepada seorang
anggota pengurus/ lembaga yang bertanggungjawab secara khusus.

BAB VII
KEPROTOKOLERAN

Keprotokoleran HMI merupakan segala aktifitas yang berhubungan dengan


penyelenggaraan suatu prosedur acara (upacara) di dalam organisasi HMI. Agar sasaran
suatu aktifitas dapat dicapai secara optimal diperlukan penanggung jawab penyelenggara dan
pembagian tugas di dalam penyelenggaraannya. Jika penyelenggaraan suatu aktifitas tidak ada
panitia penyelenggara/project officer, maka pengelolaan, penataan, dan penyelenggaraannya
dapat langsung di bawah tanggungjawab Sekretaris. Namun demikian kesemuanya itu masih
membutuhkan tambahan unsur penyelenggara seperti pengantar acara, penerima tamu,
pengatur perlengkapan, konsumsi, kesenian, dan segala hal yang berhubungan dengan
keacaraan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam suatu upacara:
 Tempat/gedung (lay out, pengaturan kursi);
 Waktu acara
 Tamu/undangan (disediakan tempat khusus);
 Jenis acara;
 Pengantar acara;
 Susunan acara.
Khusus yang terakhir, jika ada kata sambutan, maka urutan pemberi sambutan
adalah dari instansi terendah kemudian menuju ke instansi yang lebih tinggi. Untuk
lebih jelasnya, berikut contoh susunan acara:
1. Pembukaan,
2. Pembacaan ayat suci Al Qur’an,
3. Himne HMI dan Mars Hijau Hitam
4. Laporan Panitia
5. Sambutan-sambutan
a. Tuan Rumah
b. Pengurus HMI Komisariat Pertanian UNTAD;
c. Pengurus HMI Cabang Palu;
d. Pengurus Besar HMI.
6. Acara lainnya,
7. Doa
8. Penutup
Susunan acara diatas selalu diterapkan untuk memulai dan mengakhiri 2 ritual
organisasi HMI. 2 (dua) ritual itu menjadi sebuah prosedur (formal) yaitu:
1. Pelantikan
Pelantikan merupakan sebuah protokoler yang digunakan untuk pengesahan
pengurus dan pengesahan keanggotaan. Pelantikan merupakan sebuah pengumuman
legalitas yang didapat oleh struktur atau anggota untuk memulai aktifitas dalam
system organisasi dengan segala hak dan kewajibannya. Pada pelantikan pengurus
atau anggota elemen yang ada dalam acara pelantikan, Petugas Pelantikan dan
Pengurus atau anggota yang dilantik.
Acara pelantikan minimal terdiri dari Ikrar Janji Pengurus dan Pembacaan Surat
Keputusan atas susunan kepengurusan yang dikeluarkan oleh institusi kepemimpinan
yang lebih atas dari pengurus yang dilantik. Petugas pelantik dilakukan oleh struktur
kepemimpinan yang lebih tinggi dari Pengurus yang dilantik atau perwakilan forum
yang mengangkat pengurus. Pengurus yang dilantik minimal terdiri dari tiga orang
dan satu diantaranya adalah ketua kepengurusan.
2. Pembukaan dan Penutupan Acara
Setiap acara yang dilakukan oleh HMI dapat diadakan suatu ritual yang dinamakan
Pembukaan dan Penutupan Acara. Pembukaan dan Penutupan Acara mempunyai
makna bahwa sebuah institusi dalam HMI mempunyai sebuah kegiatan. Sifat
memperjelas pelaksana kegiatan inilah yang menjadi tujuan dalam sebuah
Pembukaan Acara. Pembuka dan penutup acara dapat dilakuakan oleh Ketua Panitia/
yang mewakili atau Ketua Struktur Pemimpinan Pelaksana Acara/ yang mewakili
atau Ketua Struktur Pemimpinan yang lebih atas.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
PEDOMAN KEUANGAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Bismillahirromanirrahiim

BAB I
PENDAHULUAN

Dua bentuk gerakan Himpunan Mahasiswa diwujudkan dalam bentuk kaderisasi di


dalam organisasi dan perjuangan organisasi dalam pembentukan masyarakat. Keberhasilan
pembentukan individu yang Ulil Albab dan ketercapaian pembentukan tatanan masyarakat
yang diridhoi oleh Allah SWT tergantung dari keseriusan HMI bergerak dalam lingkaran
organisasi Himpunan Mahasiswa Islam. Keseriusan ini dapat dilihat dari sejauh mana kita
telah berusaha untuk berjalan terus kedepan dan sejauh mana kelengkapan alat yang telah kita
miliki dari perjalanan tersebut.
Dasar organisasi berupa asas, tujuan usaha dan identitas, akan menjadi suatu
gambaran bagaimana Himpunan Mahasiswa Islam terus bergerak kedepan. Perangkat
organisasi merupakan sebuah gambaran bagaimana Himpunan Mahasiswa Islam memiliki
kelengkapan alat untuk bergerak dalam perjalanannya diatas. Salah satu kelengkapan yang
harus di miliki oleh organisasi adalah unsur keuangan. Organisasi harus memiliki kekuatan
dalam keuangan untuk menjaga keberlangsungan perjalanan yang mahal namun harus
dijalani. Unsur keuangan yang harus dipersiapkan adalah Pedoman Keuangan bagi organisasi
Himpunan Mahasiswa Islam.
Pedoman Keuangan yang tersusun saat ini merupakan sebuah pedoman pertama
dalam HMI yang mengatur organisasi dalam hal keuangan secara menyeluruh utuh dan
komprehensif. Sebagai pedoman yang disepakati bersama dalam kongres maka pedoman ini
yang akan menjadi dasar bagaimana HMI memakai alat kelengkapannya berupa uang dan
keuangan. Sebagaimana halnya sebuah pedoman yang disusun dan disepakati dalam kongres,
pedoman ini juga harus mengalami penyempurnaan dari waktu kewaktu dimasa depan.

BAB II
OTORITAS KEUANGAN

Otoritas keuangan merupkan sebuah pedoman awal yang menjelaskan berapa banyak
otoritas yang harus berjalan dalam keorganisasian HMI. Otoritas keuangan yang dimiliki
dalam satu struktur organisasi terdiri dari:
1. Otoritas Pengaturan
2. Otoritas Penerimaan
3. Otoritas Pengeluaran
4. Otoritas Pencatatan
5. Otoritas Pengesahan
Kelima otoritas ini harus dipegang dan dijalankan oleh pihak-pihak yang berbeda
dalam satu struktur kepengurusan HMI. Pemisahan otoritas ini untuk menciptakan sebuah
sistem keuangan yang berdasarkan dua prinsip yaitu: Prinsip transparansi, prinsip
akuntabilitas dan prinsip keadilan.
Prinsip transparansi artinya sistem keuangan organisasi merupakan sebuah sistem
yang mengatur berbagai aktivitas keuangan yang dapat dibuktikan keberadaannya, kesesuaian
nilainya dan kepatuhan akan aturannya. Hal ini cukup penting menjadi dasar karena tanda ada
transparansi maka sebuah pertanggungjawaban pengelolaan keuangan tidak dapat berjalan
dengan baik dan benar. Tanpa ada transparansi maka sistem keuangan organisasi akan
didasarkan pada manipulasi informasi. Oleh sebab itu untuk menghindari manipulasi
informasi dan memegang teguh prinsip transparansi maka keberdaan bukti dan keakuratan
pencatatan akan aktifitas keuangan dalam HMI merupakan sebuah hal yang sangat penting.
Prinsip akuntabilitas artinya sistim keuangan organisasi yang melaporkan kondisi
keuangan organisasi dengan metode pencatatan keuangan yang bersifat transparan dengan
data-data akurat, yang kemudian pada akhir kepengurusan, laporan keuangan tersebut akan
dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban oleh pimpinan organisasi. Prinsip akuntabilitas
tersebut bertujuan untuk mendapatkan pengakuan dari pihak lain yang akan menjadi
pertimbangan dalam membangun kerjasama dalam hal keuangan.
Sistem yang adil artinya sistem keuangan Himpunan Mahasiswa Islam disusun dan
dibentuk untuk menegaskan adanya hak dan kewajiban yang dimiliki oleh tiap pihak dalam
satu struktur. Penjabaran hak dan kewajiban dalam otoritas-otoritas merupakan usaha yang
menghindari ketertumpangtindihan peran pada satu posisi struktural. Dengan demikian sistem
keuangan dirancang dengan dasar kesesuaian kemampuan dan target yang harus dicapai.
Tanpa ada pemisahan otoritas maka tidak ada pemisahan peran sehingga terjadi penumpukan
kewajiban kewajiban pada satu pihak. Hal ini tentu akan memberatkan dan membuat sebuah
posisi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
1. Otoritas Pengaturan
Pemegang hak regulasi tertinggi dalam HMI adalah kongres HMI. Namun dalam
struktur kepemimpinan pelakasanaan aturan keuangan di tiap lini struktur adalah
Ketua Umum dan Bendahara Umum. Kedua pihak ini memiliki hak regulasi dalam
keuangan organisasi di masing-masing strukturnya. Ia berhak membuat mekanisme
kuangan organisasi di tingkatan strukturnya, baik itu pemasukan maupun
pengelolaan keuangan. Hak lainnya yang dimiliki oleh Ketua Umum dan Bendahara
Umum adalah Hak untuk memeriksa setiap aktifitas keuangan di HMI dan hak untuk
menolak atau menunda setiap aktifitas keuangan dalam HMI. Oleh sebab itu ketua
Umum dan Bendahara Umum merupakan pihak yang dianggap mengetahui segala
jenis aktifitas keuangan organisasi ditingkatan strukturnya. Tidak ada satu pihakpun
yang berhak menutupi segala informasi keuangan yang ada dalam struktur HMI
terhadap Ketua Umum dan Bendahara Umum.
Namun demikian, Ketua Umum dan Bendahara Umum berhak menyimpan informasi
keuangan terhadap anggota HMI kecuali dihadapan struktur kekuasaan HMI
(Kongres, Konferensi, dan Rapat Anggota). Artinya Kedua pihak ini berhak menolak
permintaan segala pihak atas informasi keuangan yang dimilikinya, baik itu dari
pihak anggota, pihak struktur HMI dibawahnya ataupun pihak eksternal. Namun
apabila struktur kekuasaan meminta kedua pihak ini membuka informasi keuangan
yang disimpan maka wajib mkedua pihak ini memberikan informasi sesuai dengan
yang diminta. Oleh sebab itu penanggungjawab keuangan yang paling kompeten
adalah Ketua Umum dan Bendahara Umum HMI.
2. Otoritas Penerimaan
Pada tingkat struktur yang memiliki hak untuk menerima hal-hal yang berkaitan
dengan keuangan dan menyimpannya adalah Bendahara I. Pada tingkat kepanitiaan
dari aktifitas HMI yang memegang hak ini adalah Bendahara Umum Kepanitiaan dan
Bendahara Bidang pada struktur. Sebagian besar keuangan organisasi harus
diusahakan tersimpan pada bank Syari’ah dan sebagian kecil lainnya disimpan oleh
pemegang otoritas penyimpan sebagai kas kecil. Tanda bukti penerimaan dan
informasi nilai uang yang disimpan harus dilaporkan kepada Bendahara III.
Bendahara I berhak menyimpan informasi ini kepada siapapun kecuali kepada
Bendahara Umum, Bendahara III dan Ketua Umum. Bendahara I tidak berhak
mempublikasikan nilai keuangan yang disimpan HMI kepada khalayak Umum di
luar Struktur Kepengurusan, apalagi pihak ekstenal HMI. Bendahara I tidak berhak
mengalihkan hak peyimpanan keuangan ini kepada siapapun keculi kepada
bendahara Umum atas pengetahuan Ketua Umum dan Sekretaris Umum.
3. Otoritas Pengeluaran
Aktifitas yang berkaitan dengan pengeluaran keuangan HMI dari tempat
penyimpanan Keuangan HMI harus dilakukan oleh bendahara II dimasing-masing
struktur kepemimpinan HMI atau staf bendahara kepanitiaan atau staf bendahara
bidang HMI. Pemegang hak untuk mengeluarkan sejumlah nilai keuangan ini tidak
boleh sama orangnya dengan pemegang hak lainnya. Tanda bukti pengeluaran
sejumlah uang harus diberikan kepada Bendahara III di setiap waktu. Setiap
pengeluaran sejumlah uang, baik itu dalam pengeluaran program atau pengeluaran
non program, harus diketahui oleh Bendahara Umum. Bendahara II tidak berhak
mengalihkan hak pengambilan uang ini kepada pihak lain kecuali kepada Bendahara
Umum atas pengetahuan Ketua Umum dan Sekretaris Umum. Pengeluaran tanpa
tanda bukti harus dibuat sebuah nota pengeluaran yang disetujui oleh Bendahara
Umum sebagai pengganti tanda bukti pengeluaran.
4. Otoritas Pencatatan
Setiap aturan atau kebijakan harus tercatat secara tertulis yang dijadikan pedoman
bagi aktifitas keuangan bagi pengurus dan anggota. Begitu juga dengan setiap
aktifitas penerimaan dan pengeluaran harus memiliki pencatatan keuangan yang
lengkap. Bendahara III memiliki hak untuk memastikan bahwa semua aktifitas
keuangan HMI tercatat dengan baik dan benar, lengkap dengan para pengesahnya.
Bendahara III berhak menerima informasi penerimaan keuangan organisasi dan
pengeluarannya setiap waktu. Informasi penerimaan dan pengeluaran yang diterima
berupa sejarah transaksi tanda bukti atas kedua aktifitas tersebut. Oleh sebab itu ia
berhak meminta informasi/tanda bukti tersebut ke Bendahara I dan Bendahara II.
Informasi yang diterima kemudian dilaporkan ke Bendahara Umum.
5. Otoritas Pengesahan
Setiap aktifitas peneriman dan pengeluaran keuangan dalam struktur HMI harus
disertai tanda bukti yang mencantumkan pengesah aktifitas tersebut, yaitu Bendahara
Umum. Pada tingkat bidang kerja kepengurusan yang menjadi pengesah aktifitas
tersebut adalah ketua bidang, sedangkan pada tingkat kepanitiaan yang menjadi
pengesah adalah ketua panitia. Pengesahan aktifitas keuangan ini merupakan suatu
bentuk atas pemberitahuan informasi keuangan terhadap pihakpihak yang
bertanggungjawab dalam struktur HMI. Sehingga segala aktifitas keuangan HMI
memiliki penanggungjawabnya masing-masing.

BAB III
PERENCANAAN KEUANGAN

Perencanaan keuangan organisasi merupakan hal yang sangat penting dilakukan


sebagai sebuah gerak awal dalam wilayah keuangan. Perencanaan dilakukan minimal sekali di
awal periode kepengurusan dalam satu peiode kepengurusan perencanaan berisi:
a. Asumsi asumsi dasar keuangan (internal dan eksternal)
b. Kuantitas dan kualitas aktifitas-aktifitas organisasi yang direncanakan
c. Jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan aktifitas tersebut
d. Penentuan sumber-sumber keuangan yang harus diperoleh
e. Penetapan waktu untuk setiap aktifitas pengelolaan keuangan
f. Pengaturan organisasi dalam menjalankan perencanaan keuangan
Tujuan dilakukannya perencanaan adalah untuk menghindari kesulitan keuangan
dalam menjalankan organisasi. Perencanaan dilakukan dengan melibatkan seluruh Pengurus
Harian dan stafnya. Kecuali ditingkat komisariat perencanaan keuangan harus dilakukan juga
dengan melibatkan seluruh pimpinan HMI satu tingkat dibawahnya. Misalkan Perencanaan
keuangan Pengurus Besar harus melibatkan pengurus harian dan para stafnya dan para ketua
cabang. Perencanaan keuangan pengurus cabang harus melibatkan pengurus harian di cabang
tersebut dan para ketua komisariat dilingkungannya.
Bentuk dari hasil sebah perencanaan keuangan organisasi dalam HMI dikenal dengan
Anggaran Kepengurusan. Anggaran Kepengurusan ini berlaku selama 2 tahun untuk tingkat
Pusat dan 1 tahun untuk tingkat Cabang dan Komisariat. Anggaran kepengurusan di susun
oleh pengurus HMI dan diajukan kepada para ketua cabang untuk tingkat pusat, kepada ketua
komisariat di tingkat cabang dan pada para anggota di tingkat komisariat, untuk disetujui.
Realisasi atas anggaran yang disepakati dipertanggungjawabkan di kongres untuk Pimpinan
Pusat, di Konferca untuk Pengurus Cabang dan di Rapat Anggota untuk Pengurus Komisariat.
Perubahan realisasi isi Anggaran Kepengurusan harus diketahui pihak-pihak yang
telah menyetujui Anggaran tersebut. Hal itu harus dilakukan pada tiap terjadinya perubahan
dari realisasi Anggaran itu. Tuntutan untuk merubah anggaran dapat dilakukan oleh pengurus
cabang terhadap pelaksanaan anggaran Pengurus Besar.
Begitupun Pengurus Komisariat Terhadap Pengurus Cabang. Namun pihak pelaksana
anggaran dapat memilih untuk tidak mememenuhi tuntutan tersebut tetapi harus
dipertanggungjawabkan pada tingkat Struktur Kekuasaan. Pelaksana harus menjelaskan dasar-
dasar kebijakan atas tindakannya yang tidak mau memenuhi tuntutan atas perubahan anggaran
tersebut. Dasar-dasar kebijakan inilah yang menjadi dasar penilaian atas kemampuan
mengelola keuangan.

BAB IV
SUMBER KEUANGAN

Sumber keuangan organisasi HMI adalah tempat-tempat atau pihak-pihak yang dapat
memberikan pemasukan keuangan bagi organisasi HMI. Satu hal yang perlu diingat dalam
menerima pemasukan keuangan dari sumber-sumber keuangan adalah “Independensi”.
Artinya tuntutan atau sayarat yang menyertai suatu penerimaan keuangan bagi HMI tidak
boleh bertentangan dengan visi, misi dan tujuan HMI. Tuntutan atau syarat itupun tidak boleh
merubah keputusan organisasi HMI dalam menjalankan kebijakan organisasinya. Kerjasama
dengan memberikan kompensasi- kompensasi harus bersifat wajar dan tidak mengganggu
independensi organisasi.
1. Swadaya Anggota
Swadaya anggota merupakan sumber keuangan internal organisasi yang diperoleh
secara periodik dan non periodik. Pemasukan yang diperoleh secara periodik
merupakan pemasukan dalam bentuk iuran anggota. Perolehan keuangan organisasi
secara non periodik dari anggota dapat berbentuk donasi-donasi pada tiap
aktifitasaktifitas organisasi. Semua pemasukan keuangan dari swadya anggota harus
dicatat dengan lengkap di tiap periode kepengurusan. Hal ini untuk mengukur
keterlibatan anggota dalam membantu keuangan organisasi dari waktu-kewaktu.
Pengurus Komisariat memiliki hak memungut iuran anggota sedangkan Pengurus
Cabang memiliki hak memungut uang pangkal anggota. Maksimal dua puluh persen
(20 %) dari total iuran anggota yang terkumpul oleh Pengurus Komisariat diserahkan
ke Pengurus Cabang setiap bulannya, dua puluh persen (20 %) dari total iuran
anggota yang diserahkan seluruh komnisariat ke Pengurus Cabang harus diberikan ke
Pengurus Besar setiap bulannya.
Anggota memiliki hak mengajukan keberatan atas pengenaan iuran kepada dirinya
setelah semua kewajiban iuran yang telah berjalan diselesaikan. Pengajuan keberatan
anggota ini akan menjadi pertimbangan pembebasan iuran oleh pengurus. Anggota
diputuskan bebas dari kewajiban iuran jika ia dinilai tidak mampu Pengurus Harian.
Keputusan yang tertuang dalam Surat Keputusan kepengurusan ini harus ditinjau
ulang tiap tiga bulan sekali.
2. Donasi
Donasi yang dimaksud adalah pemasukan keuangan yang diperoleh dari pihak
eksternal HMI atau pihak internal HMI yang bukan merupakan iuran anggota dan
uang pangkal anggota tanpa disertai tuntutan atau sayarat apapun. Organisasi HMI
dilarang meminta donasi ke pihak eksternal tanpa disertai pemberitahuan
perencanaan penggunaan uang yang akan diperoleh. Perencanaan ini dapat berupa
proposal kegiatan atau proposal aktifitas kepengurusan dalam satu periode. Semua
Struktur HMI Juga tidak diperkenankan menerima donasi dari pihak-pihak yang
memiliki sumber keuangan dari aktifitas yang tidak halal dan tidak baik, baik itu
secara personal atau organisai organisasi. Oleh sebab itu semua lini HMI harus
mengenal betul siapa yang akan dijadikan sumber penerimaannya.
3. Kerjasama
Kerjasama merupakan sebuah mekanisme untuk mendapatkan sejumlah dana dengan
disertai kompensasi-kompensasi yang diberikan oleh HMI dalam aktifitas kerjasama
tersebut. Aktifitas kerjasama merupakan sebuah aktifitas yang direncanakan dan
dilaksanakan oleh HMI, bukan merupakan aktifitas yang diberikan oleh pemberi
dana. Ini artinya kerjasama terjadi ketika ada aktifitas HMI yang memerlukan
kerjasama untuk mendapatkan dana dari aktifitas tersebut. Pada mekanisme ini
kompensasi yang diberikan HMI tidak boleh mengganggu idependensi HMI. Pihak
pihak yang dapat diajak kerjasama adalah pihak-pihak yang tidak melakukan
aktifitas-aktifitas yang dilarang oleh agama. Periode kerjasama juga tidak boleh lebih
dari satu periode kepengurusan. Setiap aktifitas kerjasama harus berdasarkan
persetujuanKetua Umum tiap Struktur Kepengurusan.
4. Pinjaman
Pinjaman merupakan mekanisme penerimaan dana dari pihak internal HMI atau
eksternal HMI. Pengajuan permohonan pinjaman juga harus disertai sebuah
keterangan atas penggunaan dana yang akan dipinjam dan mekanisme
pengembaliannya. Kepengurusan HMI dilarang melakukan pinjaman dengan jarak
pengembalian melebihi satu periode kepengurusan. Hal ini untuk menghindari
pembebanan keuangan pada kepengurusan yang berikutnya. Dengan demkian, setiap
kepengurusan dilarang memiliki hutang diakhir kepengurusannya jika akhir
kepengurusan ada hutang maka hutang tersebut dibebankan kepada tiap individu
Pengurus Harian Periode kepengurusan tersebut. Jaminan yang diberikan dalam
melakukan pinjaman adalah asset-asset HMI yang tidak menghilangkan eksistensi
organisasi dikemudian hari.

BAB V
PENGELOLAAN KEUANGAN

Pengelolaan keuangan merpakan aktifitas organisasi dalam melakukan pemakaian


keuangan yang telah atau akan dimiliki oleh organisasi. Penggolongan aktifitas pemakaian
keuangan dilakukan untuk mengukur kinerja organisasi secara lebih realistis, sehingga
perubahan posisi keuangan yang terjadi dalam HMI dapat dijelaskan secara baik dan benar
kepada semua pihak yang berkepentingan dalam hal ini.
1. Pembiayaan Kegiatan
Pembiayaan kegiatan merupakan jenis aktifitas yang melakukan pemberian dana
untuk program kerja program kerja yang tidak menghasilkan penambahan asset
organisasi. Program kerja ini antara lain pelatihan-pelatihan, seminar-seminar atau
diskusi diskusi dan jenis lainnya. Pembiayaan yang dilakukan merupakan
pengeluaran dana yang diasumsikan akan habis dipakai. Sisa yang muncul dalam
bentuk uang atau barang barang yang bernilai uang, hak pengelolaannya dimiliki
oleh bendahara umum. Pembiyaan kegiatan dilakukan dengan melalui berbagai
prosedur yang ditentukan.
Prosedur-prosedur tersebut adalah:
a. Kegiatan merupakan kegiatan yang telah ada dalam program kerja kepengurusan.
b. Program kerja kepengurusan tersebut mendapat alokasi dana dari pihak bendahara
yang tertuang dalam perencanaan keuangan struktur.
c. Program kerja memiliki kejelasan penanggungjawab kegiatan berupa ketua
bidang.
d. Pengeluaran dana dilakukan atas dasar permohonan tertulis dari pelaksana
kegiatan atas dasar sepengetahuan penanggungjawab kegiatan.
e. Pengeluaran dana dilakukan minimal dalam dua tahapan maksimal dalam tiga
tahapan.
f. Tahapan kedua pengeluaran keuangan direalisasi setelah ada laporan penggunaan
dana awal dan perencanaan penggunaan dana tahapan kedua oleh pelaksana
kegiatan.
g. Tahapan ketiga direalisasi dengan mekanisme yang sama dengan tahapan kedua.
h. Pembiayaan kegiatan berikutnya dalam satu bidang akan dapat dilakukan jika
kegiatan yang sebelumnya telah membuat laporan akhir secara tertulis.
i. Pembiayaan kegiatan yang tidak ada dalam program kerja dilakukan jika kegiatan
tersebut disetujui oleh Ketua Umum dan ada alokasi dana untuk kegiatan itu.
j. Lembaga Koordinasi, Lembaga Kekaryaan dan Lembaga Khusus memiliki
mekanisme tersendiri berdasarkan kesepakatan Bendahara Umum dan lembaga
tersebut.
2. Penambahan Aset
Penambahan aset merupakan aktifitas pembelian benda-benda yang memiliki usia
lebih dari satu tahun. Benda-benda ini harus dinilai ulang nilai nominalnya di tiap
akhir kepengurusan. Aktifitas ini hanya boleh dilakukan oleh Bendahara Umum atau
atas persetujuan Bendahara Umum. Semua aktifitas penambahan asset harus
merupakan aktifitas yang terjadwal dalam program kerja dan memiliki alokasi dana.
Aktifitas yang tidak terjadwal dapat dilaksanakan atas persetujuan sebagian besar
Pengurus Harian dan mengambil sumber dana dari sumber keuangan organisasi tanpa
mengganggu alokasi dana yang telah ditetapkan. Suatu kepanitian yang memiliki
uang lebih berhak melakukan penambahan aset bagai organisasi HMI harus ada
persetujuan Bendahara Umum.
3. Bantuan Keorganisasian
Bantuan keorganisasian merupakan aktifitas pemberian sejumlah dana atau sejumlah
barang yang memiliki nilai nominal dari organisasi HMI kepada pihak lain diluar
HMI. Bantuan keorganisasian juga harus berdasarkan program kerja yang ditetapkan
pada awal kepengurusan dan sesuai dengan alokasi dana yang telah ditetapkan.
Bantuan keorganisasian yang dilakukan diluar program kerja yang ditetapkan harus
melalui persetujuan sebagian besar pengurus harian dan mengambil alokasi dana
yang tidak mengganggu pengalokasian dana aktifitas lain yang telah ditetapkan.
Pihak yang diberikan bantuan adalah pihak-pihak yang tidak menindas umat islam.
Pengurus harus mengenal secara baik akan latar belakang pihak yang akan diberi
bantuan dan harus yakin bahwa bantuan organisasi tersebut tidak akan
diselewengkan. Bantuan organisasi yang diberikan secara simultan, jangka waktunya
tidak boleh melebihi satu periode kepengurusan.
4. Penyimpanan Keuangan dan Tanda Bukti
Penyimpanan keuangan organisasi harus dilakukan di lembaga keuangan berbentuk
bank syari’ah. Jika tidak ada maka didalam bank milik negara. Penyimpanan uang ke
bank dilakukan setelah penerimaan uang. Pengeluaran keuangan hanya dapat
dilakukan di awal bulan dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan keuangan
organisasi dibulan tersebut. pengeluaran keuangan diluar jadwal tersebut harus
melalui persetujuan sebagian besar pegurus harian. Setiap aktifitas keuangan harus
memiliki tanda bukti yang cukup dan sesuai dengan kebijakan organisasi. Tanda
bukti itu dapat terdiri dari pihak eksternal (utama) atau internal HMI. Keberadaan
tanda bukti ini merupakan dasar atas transparansi keuangan HMI.

BAB VI
PELAPORAN KEUANGAN

1. Bentuk Pelaporan
Pelaporan keuangan merupakan aktifitas pemberitahuan atas aktifitas keuangan
orgnaisasi yang dimulai dari awal kejadian transaksi sampai pada proses
pertanggungjawabannya. Bentuk bentuk pelaporan tersebut terdiri dari 3 bentuk
laporan yaitu Laporan Arus Kas, Laporan Aktifitas dan Neraca Aktifitas. Bentuk-
bentuk pelaporan ini berlaku dan harus dilaksanakan oleh setiap jenjang struktur
pimpinan HMI (Pengurus Besar, Pengurus Cabang dan Pengurus Komisariat). Dalam
proses pelaporan ini pihak Majelis syuro Organisasi berhak melakukan audit atas
struktur pimpinan setingkatnya atau dibawahnya.
Laporan Arus Kas adalah sebuah bentuk pelaporan yang menggambarkan pergerakan
uang masuk dan uang keluar pada suatu struktur HMI. Pada Laporan aktifitas yang
terlihat adalah sebuah gambaran pengelolaan keuangan organisasi yang didasarkan
pada aktifitas organisasi. Oleh sebab itu struktur laporan tergantung dengan
penggologan aktifitas yang dijalankan dalam kepengurusan HMI. Terakhir, Laporan
neraca adalah bentuk pelaporan keuangan organisasi HMI yang menggambarkan
posisi kekayaan HMI dalam nilai nominal secara menyeluruh. Bentuk dan contoh
laporan keuangan dapat dilihat pada lampiran.
2. Waktu Pelaporan
Pelaporan keuangan juga harus dibuat dalam waktu-waktu tertentu (pembagian
waktu). Melalui pembagian waktu ini akan memudahkan perangkat kepengurusan
dalam memantau segala aktifitas organisasi, maka ditetapkan adanya dua periode
waktu pelaporan keuangan yaitu: Laporan Tiga Bulanan dan Laporan Tahunan.
Laporan tiga bulanan adalah bentuk pelaporan yang dilakukan dalam periode tiga
bulan. laporan tiga bulanan memuat laporan keuangan dalam bentuk laporan arus
kas, laporan aktifitas ataupun neraca keuangan. Begitu pula pada laporan tahunan
seluruh posisi keuangan harus dijabarkan didalamnya, baik itu laporan arus kas,
laporan aktifitas ataupun neraca keuangan. Bagi unit-unit kerja (seperti kepantiaan
atau tim kerja) yang memiliki waktu aktifitas kurang dari satu tahun maka mereka di
wajibkan membuat laporan pertengahan dan laporan akhir dari aktifitasnya. Laporan
ini di serahkan kepada pimpinan HMI yang membentuk unit ini.
Lampiran
Contah Laporan Arus Kas
PEDOMAN ATRIBUT
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Bismillahirrohmanirrohiim

PENDAHULUAN

Atribut organisasi merupakan sebuah alat yang digunakan organisasi untuk


menyatakan simbol-simbol yang digunakan dalam berbagai aktifitas organisasi. Symbol
symbol ini tentu saja punya nilai dan makna yang dijadikan dasar perjuangan atau tujuan
perjuangan. Media atribut organisasi dalam menyampaikan niliai-nilai perjuangan merupakan
sebuah bahasa yang cukup berbeda dibandingkan alat-alat lainnya.
Atribut organisasi dilahirkan juga berperan sebagai menjadi pembeda organisasi HMI
dengan organisasi lainnya. Dengan demikian pihak eksternal HMI tidak mengalami kesalahan
identifikasi terhadap organisai HMI. Pada tingkat internal atribut organisasi menjadi alat
pembeda aktifitas organisasi peran, juga sebagai alat identifikasi peran dan pelaku yang ada
dalam berbagai aktifitas HMI. Hal yang diharapkan pada tingkat internal adalah keefektifan
komunikasi yang dirancang agar sesuatu yang diungkapkan adalah sesuatu yang perlu
diungkapkan.
Dengan demikian kelengkapan atribut organisasi merupakan gambaran dinamika dan
kualitas kehidupan organisasi dalam HMI. Semakin tinggi dinamika keorganisasian dan
semakin beragam aktifitas kehidupan organisasi maka semakin penting keberadaan atribut-
atribut organisasi. Karena merupakan sebuah bahasa yang dinilai cukup penting maka dari itu
pedoman atribut organisai digunakan sebagai regulasi atas penggunaan simbol-simbol
organisasi dalam berbagai aktifitas kehidupan organisasi.
BAB I
LAMBANG HMI

Pencipta : Ahmad Sadali (Prof., Drs.)


Ukuran : panjang : lebar = 7 : 2
Gambar :

Makna :
1. Bentuk Huruf : a. Sebagai huruf hidup lambang optimisme HMI;
b. Merupakan angka satu, lambang tauhid, dasar, dan
semangat perjuangan.
2. Bentuk Perisai : Lambang kepeloporan dan daya juang HMI
3. Bentuk Jantung : Pusat kehidupan manusia, lambang fungsi perkaderan
4. Bentuk Pena : Senantiasa haus akan ilmu pengetahuan
5. Gambar Bulan - Bintang : Lambang kejayaan umat islam se dunia
6. Warna Hijau : Lambang ke imanan dan kemakmuran
7. Warna Hitam : Lambang ilmu pengetahuan
8. Perbandingan Warna : Lambang keseimbangan
9. Warna Putih : Lambang kemurnian dan kesucian perjuangan
10. Tiga buah pucuk : a. Iman, islam, ihsan
b. Iman, ilmu, amal
BAB II
BENDERA HMI

Bentuk : Persegi panjang


Ukuran : Panjang : lebar = 3 : 2
Warna : Hijau, hitam, dan putih
Isi : Lambang HMI
Penggunaan : Di depan sekretariat
Acara HMI diluar ruangan dengan menggunakan tiang bendera
Acara HMI didalam ruangan dengan menggunakan tiang bendera
disamping pintu masuk
Gambar :
BAB III
BARET HMI

Bentuk : Lihat gambar


Warna : Atas hijau dan hitam sama besar (dari depan hita sebelah kiri)
Penggunaan : Digunakan hanya diluar ruangan dalam acara tidak resmi, misalnya:
demonstrasi
Gambar :
BAB IV
PECI HMI

Bentuk : Dalam perbandingan seimbang


Corak : a. Atas hitam dan hijau, bersambung disamping
b. Tempat persambungan sebelah buja diberi band/ pita setinggi Peci
sebelah 3,5 cm dalam guntingan 17 helai
Penggunaan : Digunakan didalam ruangan saat acara resmi dan formal
Gambar :
BAB V
GORDON

Warna : Hijau dan hitam dalam perbandingan seimbang


Pemakaian : Dikalungkan di leher dan dipakai dalam acara – acara resmi baik intern
maupun ekstern
Penggunaan : Digunakan hanya didalam ruangan saat acara resmi dan formal HMI
Gambar :
BAB VI
JAS HMI

Bentuk : Jas pada umumnya/ almamater


Corak : Jas berwarna hitam
Isi : - Lambang HMI berukuran 2 x 7 cm
- Dibawah lambang HMI terdapat keterangan struktur kepemimpinan (PB
HMI, Pengurus Cabang, Pengurus Komisariat)
Penggunaan : Digunaan pada saat acara resmi dan formal HMI
Gambar :
BAB VII
HIMNE HMI

Oleh R. M. Akbar
BAB VIII
MARS HIJAU HITAM

Oleh Kurota Voice


PEDOMAN PERKADERAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Bismillahirromanirrahiim

BAB I
PENDAHULUAN

Islam merupakan ajaran hidup yang memuat sistem tata nilai kehidupan kesemestaan
yang bersifat paripurna, kosmopolit dan egaliter. Karena itu, Islam di samping sebagai ajaran
hidup, sekaligus merupakan agama (dien) yang menjadi cara pandang (word view) terhadap
realitas kesemestaan. Hal ini termanifestasi dalam kesadaran bahwa alam semesta dengan
kehidupan yang inheren di dalamnya merupakan manifestasi dari keberadaan Allah SWT
sebagai zat yang telah menciptakan, memelihara dan memberi kepercayaan kepada manusia
(sebagai khalifah) untuk memanfaatkan alam semesta ini sesuai dengan fitrahnya. Cara
pandang semacam ini, merupakan kerangka landasan bagi HMI dalam merumuskan tujuan
organisasi, yaitu terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulul albab yang turut bertanggung
jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhai Allah SWT (AD HMI pasal 5).
Konsekuensinya, usaha untuk melahirkan kader ulul albab merupakan landasan strategis bagi
HMI dalam mengidentifikasikan dirinya sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan.
Tatanan masyarakat yang diridhai Allah SWT (masyarakat paripurna), diinterpretasikan oleh
HMI sebagai “peradaban yang tumbuh dan berkembang” secara dinamis. Dan kata “turut”
dalam tujuan HMI itu, secara sadar menempatkan HMI merupakan bagian integral dari proses
perjuangan umat.
Kehadiran HMI di tengah masyarakat, merupakan realitas kesejarahan yang
membawa pesan perkaderan dan perjuangan untuk mengakselerasi perubahan masyarakat
yang konstruktif menuju tata sosial yang lebih baik. Karena itu, gerak HMI harus selalu
mengarah pada cita ideal masyarakat yang diridhoi Allah SWT., sebagai perwujudan
sosiologis tujuan HMI.
Orientasi perjuangan pada gilirannya mensyaratkan adanya kader-kader berkualitas
yang relevan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Kader yang harus dikembangkan HMI
adalah sosok kader ideal sebagaimana telah digambarkan dalam Al-Qur’an, yaitu sosok ulul
albab. Untuk melahirkan sosok kader-kader semacam itu dibutuhkan sistem perkaderan yang
komprehensif dan dinamis, yang secara konseptual dan operasional tetap berpijak pada acuan
dasar organisasi.
Perkaderan dengan demikian merupakan salah satu orientasi dasar organisasi yang
tidak dapat dipisahkan dengan orientasi HMI sebagai organisasi perjuangan. Orientasi
keperjuangan dan perkaderan bagi HMI merupakan dua aspek yang saling
melengkapi,berproses secara sinergis dan terus menerus sampai pada tingkat optimum bagi
keduanya serta menghasilkan result yang optimum pula. Dalam konteks ini, maka perkaderan
dalam perkembangannya harus selalu dipahami secara dialektis antara perkembangan
dinamika internal organisasi dengan realitas sosio-kultur dan sosio-politik masyarakat.
Dalam dinamika sejarahnya, sistem perkaderan yang dikembangkan HMI tidak
hanya berimplikasi konstruktif dalam mencapai tujuan HMI. Namun demikian, kadang-kala
tidak bisa dipungkiri adanya distorsi pemahaman, operasionalisasi ataupun manajemen dan
metodenya, sehingga perkaderan yang berlangsung bukannya mendekatkan proses perkaderan
pada tujuan HMI, tetapi malah sebaliknya, destruktif terhadap tujuan organisasi. Karena itu,
dalam pelaksanaan sistem perkaderan sangat diperlukan kajian kritis-inovatif terhadap proses
perkaderan, sehingga diharapkan mampu mengantisipasi terjadinya distorsi.
Dalam kaitannya sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan, maka HMI memiliki
dan menggunakan Pedoman Perkaderan sebagai acuan dalam proses pencapaian tujuannya.
Lahirnya Pedoman Perkaderan ini berawal dari proses pergumulan intelektual dan
organisasional kader-kader HMI baik di tingkat internal maupun pertautannya dengan realitas
sosio-politik dan sosio-kultur masyarakat. Karena itu, Pedoman Perkaderan ini secara umum
merupakan respon positif terhadap tantangan perubahan dinamika internal dan eksternal HMI.
Dan secara khusus, Pedoman Perkaderan hasil Lokakarya 2019 ini merupakan
penyempurnaan dari Pedoman Perkaderan hasil Lokakarya Perkaderan sebelumnya yaitu
Pedoman Perkaderan hasil Lokakarya 1994 dan1999.
Dalam sejarahnya, Pedoman Perkaderan 1994 memuat gagasan-gagasan perubahan
mendasar di seputar upaya pengembangan model perkaderan yang didasarkan pada
pemahaman HMI sebagai institusi Islam yang berada pada lingkaran kosmos gerakan Islam
universal. Sekat etnis, geografis-kultural dan berbagai aspek keindonesiaan tetap dipandang
sebagai kisaran strategis dalam pencapaian pengembangan peradaban Islam. Karenanya,
dalam pencapaian perubahan mendasar itu, terdapat beberapa catatan kritis mengenai
Pedoman Perkaderan 1994.
Pedoman Perkaderan 1994 cenderung menyentuh pada aspek pengembangan kualitas
ulul albab, sementara gagasan-gagasan pengembangan tatanan masyarakat cita yang
diformulasikan dalam gagasan besar, masyarakat yang diridloi Allah masih menjadi serpihan-
serpihan tematik yang belum menjadi kesatuan wacana pengembangan yang lebih intensif. Di
sisi lain, Pedoman Perkaderan 1994 memberikan cukup peluang bagi terbentuknya hubungan
saling mempengaruhi antar berbagai sekat institusional yang tidak hanya menjadi monopoli
institusi negara. Situasi saling mempengaruhi yang cukup dominan dalam tata dunia global.
Dengan demikian, probabilitas terjadinya pengaruh eksternal terhadap HMI juga kian
meningkat. Karena itu, dalam memproyeksikan perkaderan ke depan dikembangkan tiga
model perkaderan, yaitu model pendidikan, model kegiatan dan model jaringan. Namun,
dalam implementasinya masih cenderung terkonsentrasi pada model pendidikan, sementara
dua model lainnya belum memiliki kerangka penjelas dan implementasi yang sinergis dengan
pengembangan kualitas kader cita dan masyarakat cita HMI.
Pedoman Perkaderan 1994 cenderung menggeneralisasi kualitas potensi kader dalam
frame tertentu dengan ukuran kualifikasi seragam untuk setiap peserta kader. Padahal, raw
input kader HMI meliputi berbagai latar belakang pendidikan, tingkat pemahaman keislaman,
pengetahuan, budaya, emosi personal dan sebagainya. Karena itu, pluralitas potensi individual
yang memiliki kelebihan dan kekurangan pada kader HMI tidak bisa dikesampingkan.
Pedoman Perkaderan 1994 juga belum memiliki sistematika yang mendiskripsikan
mekanisme proses perkaderan secara dinamis, khususnya dalam aspek muatan perkaderan,
manajerial dan metodenya.
Sementara itu, Pedoman Perkaderan hasil Lokakarya 1999 sejatinya mencoba untuk
mengelaborasi kelebihan dan kekurangan pelaksanaan Pedoman Perkaderan 1994. Namun
seiring berjalannya waktu, tantangan dan dinamika perkaderan HMI mengalami perubahan
yang signifikan. Militansi dan orientasi gerakan pun semakin mengalami kemunduran,
sehingga butuh kajian kritis soal reposisi Pedoman Perkaderan 1999.
Pedoman Perkaderan 1999 masih tidak jauh berbeda dengan Pedoman Perkaderan
sebelumnya yang dinilai cenderung menggeneralisasi kualitas potensi kader dalam satu
mindset tertentu dengan ukuran kualifikasi yang serupa untuk setiap kader. Padahal kader
memiliki potensi kreatifitas yang tidak seragam. Militansi seorang kader masih dinilai dengan
keaktifan dalam kegiatan-kegiatan intelektual seperti diskusi dan membaca. Pertanyannya
kemudian adalah bagaimana dengan kader yang sedari awal masuk HMI sudah tidak tertarik
dengan kegiatan-kegiatan intelektual semacam itu.
Perlu diketahui tantangan utama bagi HMI saat ini adalah kenyataan bahwa
komplesitas kehidupan gerakan mahasiswa dewasa ini menghadapi tantangan dan perubahan
yang sangat ekstrem, berbeda dengan masa-masa sebelumnya karena dunia sekarang tengah
memasuki era disrupsi. Era disrupsi ini mengakibatkan terjadinya perubahan secara radikal
dalam semua aspek kehidupan. Tak terkecuali di ranah gerakan mahasiswa. Istilah desrupsi
sendiri biasanya dikaitkan dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, yang kini memasuki era industri 4.0. kondisi inilah yang kemudian melahirkan
suatu perubahan radikal yang sangat cepat dan mengakibatkan efek domino yang luar biasa,
termasuk dalam perilaku beragama. Perubahan preferensi sumber informasi tentu juga
berdampak pada pemahaman konsep 'saleh' dalam beragama. Bagi generasi 'konvensional',
saleh mungkin dilekatkan pada umat beragama yang rajin ke masjid. Namun, kini simbol
kesalehan itu bisa jadi telah berpindah dari masjid ke media sosial.
Maka dari itu, melihat persoalan tersebut, Pedoman Perkaderan 2019 bukan hendak
mengubah secara radikal keseluruhan hasil cipta Pedoman Perkaderan sebelumnya, tetapi
lebih kepada dorongan semangat pembaharuan dan penyesuaian dengan problematika zaman
saat ini. Pedoman Perkaderan 2019 ini diharapkan menjadi salah satu alternatif perubahan
paradigma baru tentang konsep perkaderan dengan mengakomodir pelatihan-pelatihan
keterampilan (softskill) kader HMI dan juga mampu melahirkan kader-kader kualitas ulul
albab yang memiliki semangat memperjuangkan nilai-nilai islam.

BAB II
POKOK – POKOK PERKADERAN

1. Arah Perkaderan
Islam sebagai sebuah cara pandang, merupakan konsep integral antara Tuhan,
manusia dan alam. Pemahaman akan ketiga realitas itu menentukan perilaku manusia
terhadapnya. Kerangka landasan tersebut menjadikan revolusi Islam bukan hanya dalam
rangka perlawanan terhadap patung-patung berhala namun secara substansi pada perlawanan
penghambaan manusia terhadap materi.
Setiap makhluk di alam semesta, termasuk manusia, secara fitrah memiliki
kecenderungan pada nilai-nilai suci yang terkandung di dalam Dienul Islam. Dengan
demikian tugas seorang Muslim selaku khalifah di dunia adalah mengikuti petunjuk suci
Dienul Islam dan berkewajiban mengimplementasikannya dalam bentuk perjuangan (harakah
Islamiyah) untuk sebuah peradaban Islam yang sesuai dengan kehendak Ilahi.
Namun, kondisi realitas menampakkan manusia semakin jauh dari fitrahnya.
Orientasi materi dengan pemajuan kepada indra dan akal menyebabkan adanya perubahan
nilai kemanusiaan dan ideologi sosial. Hal ini sering bertentangan dengan cita-cita kultural
dan nilai-nilai Islam. Kebenaran bukan lagi atas dasar nilai-nilai Islam tetapi dengan
paradigma posivistik yang mengakibatkan manusia mengalami split dan kepincangan dalam
mengidentifikasi dan mendefinisikan realitas. Manusia pun akhirnya menyembah “tuhan-
tuhan” buatannya sendiri. Jadi musuh manusia tidak lagi “tuhan” secara kasat mata seperti
pemimpin zalim yang mudah ditaklukkan, namun persepsi atau cara pandangnya dalam
memahami realitas kehidupan.
Banyak bentuk persepsi dan cara pandang yang positivistik telah menghegomoni
kehidupan manusia hingga menjadi makhluk yang tidak merdeka, antara lain feodalisme dan
aristokrasi, kediktatoran dan kolonialisme, kapitaslisme dan materialisme, dan liberalisme dan
neo liberalisme. Semua persepsi dan cara pandang tersebut meniscayakan semakin
terlindasnya kaum mustadhafin secara struktural. Peran institusi masyarakat yang melindungi
masyarakat dari kehancuran menjadi mandul sehingga tiap individu harus bersaing bebas
tanpa ada perlindungan. Diperparah dengan rendahnya peningkatan kapasitas masyarakat
untuk hidup, membuat jurang kesenjangan kualitas hidup semakin lebar dan semakin dalam.
Hal ini dapat dilihat pada sistem pendidikan yang tidak lagi menjadi sistem yang
memanusiakan manusia, malah menjadi sistem pembunuh karakter diri manusia. Mahalnya
pendidikan dan dominasi pragmatisme pada orientasi pendidikan, berdampak pada perubahan
orientasi hidup ke arah hegemoni materialisme. Ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan
sebagai alat dominasi satu kaum terhadap kaum lainnya. Alat dominasi si “kuat” dan si
“lemah.” Hal tersebut menjadikan kaum-kaum subordinat semakin jauh dari ilmu dan
teknologi itu sendiri. Dan semakin rendah pula ketahanan kehidupan mereka di muka bumi
ini. Dampaknya terlihat pada generasi manusia kontemporer yang semakin permissif dalam
berinteraksi dan berorientasi pada hasil semata daripada proses. Hal ini akan menyuburkan
eksploitasi kehidupan manusia dan alam semesta yang membawa kerusakan di mana-mana.
Ruh inilah yang menjadi semangat HMI sebagai organisasi perkaderan yang
diimplementasikan dalam pedoman perkaderan. Melalui pengelolaan yang terarah, teratur dan
sistematis, muatan ideologi, manajemen dan sistemnya akan menghasilkan kader paripurna
dengan komitmen moral yang mantap, kemampuan intelektual yang berkualitas, sikap
keberpihakan yang tegas, kemampuan manajerial yang baik dan kepemimpinan yang adil dan
tangguh dalam menghadapi berbagai orientasi hidup. Kemampuan ini menjadi senjata ampuh
bagi kader dalam menghadapi relitasnya melalui formula perkaderan yang terdiri dari
Pendidkan, Aktifitas, dan Jaringan.

2. Asas Perkaderan
Asas perkaderan adalah prinsip-prinsip yang menjiwai semangat pelaksanaan
perkaderan. Beberapa asas yang harus dikembangkan dalam proses perkaderan:
a. Asas ketaqwaan, artinya perkaderan itu harus meningkatkan ketaqwaan pribadi
kader.
b. Asas kepejuangan, artinya bahwa perkaderan itu harus merupakan manifestasi dari
perjuangan untuk menuju keadaan yang lebih baik.
c. Asas keumatan, artinya bahwa perkaderan itu harus dapat memberi manfaat langsung
ataupun tidak langsung terhadap peningkatan kehidupan umat.
d. Asas kesinambungan, artinya perkaderan itu harus memproses secara terus menerus
tidak terbatas pada dimensi ruang dan waktu, sekaligus mampu menopang kesinam-
bungan perjuangan organisasi khususnya dan perjuangan Islam pada umumnya.
e. Asas kemandirian, artinya bahwa perkaderan itu menciptakan kondisi yang dinamis
untuk melahirkan kader-kader yang mandiri dalam bersikap, berfikir dan
memutuskan sesuatu per-soalan pribadi maupun kelembagaan.
f. Asas persaudaraan, artinya bahwa perkaderan itu mampu menciptakan dan
memperkuat ikatan persaudaraan (ukhuwah) di kalangan kader HMI itu sendiri dan
dengan sesamanya.
g. Asas keteladanan, artinya bahwa perkaderan itu harus memperhatikan aspek–aspek
keteladanan sebagai faktor penting dalam proses perkaderan pada umumnya dan
pelaksanaan asas–asas perkaderan lain khususnya.

3. Tujuan Perkaderan
Perkaderan HMI disusun untuk pembentukan Kader Cita HMI. Karateristik ideal
tersebut terformulasi dalam ungkapan Al-Qur’an, ulul albab, dengan kualifikasi sebagai
berikut:
a. Hanya takut kepada ALLAH SWT:
 Berjiwa berani dalam menghadapi tantangan dalam bentuk apapun
 Tawakal kepada Allah SWT dan hanya mengharap ridha- Nya.
b. Tekun beribadah:
 Taat menjalankan ibadah mahdhah yang diajarkan Rasulullah SAW
 Rajin mengerjakan amalan – amalan sunnah
 Suka bangun dan beribadah ditengah malam
c. Memiliki ilmu dan hikmah:
 Berpengalaman luas, serta mampu berpikir rasional dan obyektif
 Memiliki kemampuan konseptual, sehingga dapat memformulasikan dan
menjelaskan apa yang diketahui dan dirasakannya
 Sanggup mengantisipasi keadaan dan siap menghadapi segala perubahan, karena
memiliki daya apresiasi, prediksi dan antisipasi yang tinggi
 Memiliki keterampilan praktikal yang menghasilkan karya–karya nyata.
d. Kritis dan teguh pendirian
 Bersikap terbuka dan kritis terhadap berbagai macam pandangan
 Bersikap selektif dan apresiatif terhadap berbagai pandangan, serta inovatif untuk
menciptakan karya-karya baru
 Sanggup sendirian (istiqomah) dan tidak terjebak pada pandangan mayoritas
e. Progresif dalam berdakwah:
 Bersedia berdakwah dengan sungguh-sungguh
 Sanggup dan berani menghadapi segala bentuk resiko
 Kreatif dalam strategi dan taktik berdakwah
 Memiliki penampilan dan daya tahan fisik serta psikologis yang tinggi. Dengan
Kualifikasi Insan Ulil Albab itu maka diharapkan kader akan menjadi seorang:
Mu’abid : Kader menjadi insan yang tekun beribadah, mulai dari ibadah yang
terkait pada dirinya maupun terkait pada lingkungannya.
Mujahid : Kader memiliki semangat juang yang tinggi sehingga ia memiliki
pemahaman dan kemampuan berjihad dalam garis agama.
Mujtahid : Kader mampu berijtihad sehingga segala tindakannya didasarkan pada
pilihan sadar dari dalam dirinya.
Mujadid : Kader menjadi harapan atas usaha organisasi yang memiliki
kekamampuan dalam melakukan pembaharuan dilingkungan
sekitarnya.

4. Fungsi Perkaderan
Perkaderan HMI memiliki fungsi sebagai motor penggerak organisasi yang
melahirkan usaha – usaha yang terencana, sistematis, dan berkelanjutan menuju ke arah
tercapainya tujuan organisasi. Fungsi perkaderan, antara lain harus dapat melahirkan kondisi-
kondisi sebagai berikuti:
a. Kesinambungan dan peningkatan kualitas perjuangan misi Islam.
b. Kesinambungan dan kedinamisan kepemimpinan HMI.
c. Kesinambungan dan pengembangan perjuangan HMI.
d. Konsistensi pemahaman perjuangan HMI.
e. Peningkatan peran-peran personal kader dan kelembagaan.

5. Ruang Lingkup
Perkaderan sebagai salah satu bagian sistem organisasi dalam pencapaian tujuan
organisasi memiliki lingkup tersendiri yang berbeda dengan kelengkapan system organisasi
lainnya. Ada satu ruang lingkup dalam Pedoman Perkaderan yang menjadi sat elemen utama
dalam kehidupan organisasi, yaitu “Kader.” Pedoman Perkaderan membentuk kader dalam
memposisikan kader pada beberapa wilayah, yaitu:
a. Kader sebagai pribadi, kader HMI merupakan hamba Allah yang mukhlish, zuhud,
dan tawadhu’, sehingga terimplementasi dalma sosok pribadi paripurna yang
memiliki mentalitas mantap, cerdas, dan bijaksana sebagai manifestasi citra diri ulul
albab.
b. Kader sebagai pemuda, kader HMI memiliki sifat perjuangan yang senantiasa peka
dan militan menjawab kehidupan lingkungan di skeitarnya, sehingga mampu tampil
menjadi pelopor dan dinamisator bagi gerakan komunitas kaum muda untuk
melakukan usaha amar ma’ruf nahi munkar secara ikhlas.
c. Kader sebagai warga masyarakat, kader HMI merupakan warga yang selalu peduli
dan peka terhadap aspirasi masyarakatnya, memiliki solidaritas yang tinggi dan
senantiasa berpartisipasi aktif dalam dinamika masyarakat.
d. Kader sebagai mahasiswa, kader HMI adalah orang yang berpendidikan dan
memiliki jiwa dan kemampuan intelektual, dan mampu mendayagunakan untuk
mempercepat transformasi masyarakat pada umumnya dan gerakan mahasiswa pada
khususnya.
e. Kader sebagai pemimpin, kader HMI adalah sosok figure yang memilki kemapuan
untuk memimpin organisasi khususnya dan komunitas social pada umumnya, dengan
berlandaskan pada sifat amanah, adil, jujur, dan benar serta penyeru, pengayom, dan
penuntun bagi lingkungan social yang dipimpinnya.

6. Muatan Perkaderan
Muatan perkaderan adalah semangat atau isi yang perlu diinternalisasikan,
disosialisasikan atau dikembangkan dalam setiap bentuk/model perkaderan sesuai dengan
proporsinya. Muatan perkaderan ini, merupakan arahan strategis sebagai derivasi dari tujuan
perkaderan itu sendiri. Muatan perkaderan ini, dijabarkan ke dalam tema-tema, baik yang
bersifat teoretis maupun praktis, dapat dikembangkan secara kreatif sesuai dengan
bentuk/model dan jenjang perkaderan itu. Karenanya, muatan ini tidak bersifat membatasi,
tetapi justru memberikan arahan dalam pengembangan sumber daya kader untuk menuju
kualitas kader cita yang holistik. Beberapa muatan perkaderan itu adalah sebagai berikut:
a. Muatan Ideologi
Muatan ini berisi nilai-nilai ideal universal seperti keadilan, persaudaraan persamaan
kebebasan, kasih sayang, kearifan dan sebagainya yang kesemuanya itu merupakan
nilai-nilai dasar pesan ajaran Islam. Muatan ideologi ini menjadi peletak dasar bagi
pengembangan berbagai aspek kehidupan lainnya. Termasuk asumsi–asumsi dasar
mengenai ALLAH SWT, manusia, alam semesta, hari akhir dan sebagainya.
b. Muatan Kepribadian
Muatan ini berisi beberapa aspek yang akan membentuk kepribadian kader seperti
sikap, mentalitas, intelektualitas, kebiasaan dsb-nya. Termasuk dalam hal ini yang
mampu dikembangkan lewat proses perkaderan beserta kendala-kendalanya.
c. Muatan Epistemologi
Muatan epistemologi berisi seputar kaidah-kaidah sains sebagai muatan yang
memberikan landasan keilmuan bagi kader. Karena itu, dengan muatan ini,
diharapkan kader HMI mampu memiliki kerangka analisis yang jelas dan tepat dalam
menyikapi, menyiasati dan mencari solusi ber-bagai persoalan. Dengan demikian,
setiap kader HMI mampu bersikap, berpikir dan berperilaku saintifik serta mampu
mengembangkan potensi intelektual dalam bentuk karya-karya ilmiah secara optimal.
d. Muatan Sosiologis-Politis
Muatan sosiologis-politis berisi seputar berbagai persoalan sosial, budaya, politik,
ekonomi, sejarah dan budaya. Dengan muatan ini, maka kader HMI diharapkan
mampu mengembangkan wawasan sosial yang luas, kepekaan dan kepedulian sosial
yang tinggi, apresiatif terhadap berbagai fenomena sosial kemasyarakatan
(keumatan). Lebih dari itu, dengan muatan ini maka kader HMI diproyeksikan
mampu melakukan sosialisasi dan berintegrasi ke tengah komunitas sosial yang
pluralistik, serta mengoptimalkan peran- peran sosial kependidikannya baik secara
personal maupun kelembagaan dalam melakukan perubahan sosial yang kontruktif.
e. Muatan Organisatoris
Muatan organisatoris berisi berbagai aspek yang berkaitan dengan seluk beluk
keorganisasian HMI khususnya, misalnya mengangkat perkem-bangan dan peran-
peran kesejarahan perjuangannya, dinamika organisasinya, konstitusinya,
perkaderannya dan sebagainya. Dengan pemahaman muatan ini maka kader HMI
diproyeksikan memiliki sense of belonging, rasa memiliki dan sadar sepenuhnya
untuk berjuang lewat HMI.
f. Muatan Skill-Profesionalitas
Muatan ini berisi pengetahuan praktis yang bersifat strategis atau pun teknis yang
mampu membekali kader guna mengembangkan profesi secara profesional yang
berdaya bagi pengembangan organisasi dan masa depan pribadi kader, misalnya
jurnalistik, kewirausahaan, teknologi informasi dan sebagainya.

7. Model Pekaderan HMI


HMI mengembangkan tiga model perkaderan yang diharapkan mampu menciptakan
standar kader cita HMI (Insan Ulil Albab), yang pada akhirnya, kualitas kader tersebut akan
menjadi sumber kekuatan efektif bagi organisasi dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang
diridloi Allah SWT.
a. Model pendidikan
 Pengertian
Model pendidikan merupakan peletakan dasar-dasar pem-binaan dan
pengembangan potensi kader melalui proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai
yang membentuk pola pikir, sikap, mentalitas dan perilaku kader. Aplikasi model
pendidikan ini meliputi aspek kognitif dan afeksi kader serta aspek psikomotorik.
 Tujuan
Tujuan model pendidikan adalah untuk menginternalisasikan nilai-nilai Islam
dalam pembinaan sikap dan mentalitas kader. Sehingga kader bisa mempertegas
citra, identitas dan peran-peran diri yang dibentuk untuk mencapai tujuan HMI.
b. Model Kegiatan
 Pengertian
Perkaderan model kegiatan menekankan pada pemetaan potensi kader dan
aktualisasinya dalam aktivitas struktural HMI. Hal ini diwujudkan dalam aktifitas
formal dan nonformal struktur HMI tingkat Komisariat sampai pusat.
 Tujuan
Tujuan model kegiatan adalah untuk mengaktualisasikan potensi kreatif kader ke
dalam pengalaman-pengalaman nyata ke dalam bentuk karya nyata baik secara
personal maupun kelembagaan.
c. Model Jaringan
 Pengertian
Model jaringan atau kemitraan adalah kegiatan yang dilakukan secara kelembagaan
dengan lembaga lain, yang diproyeksikan sebagai media sosialisasi visi dan misi
HMI dengan mengembangkan strategi organisasi yang merupakan implementasi
pemahaman pluralitas dan inklusivitas HMI.
 Tujuan
Tujuan model jaringan adalah untuk mem-pertegas keberadaan kader-kader HMI
khususnya dan organisasi HMI pada umumnya, di tengah pluralitas lembaga-
lembaga lain dan mengakses informasi yang bermanfaat bagi organisasi.
Ketiga model perkaderan ini bukanlah model yang lineir. Namun model yang terus
tersambung satu sama lainnya. Sehingga keberadaan satu model perkaderan tidak bisa lepas
atas keberadaan dua model lainnya. Artinya keberhasailan HMI dalam mewujudkan kader
berkualifikasi insan ulil albab dengan satu model tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh
dua model perkaderan lainnya. Berikut gambaran sederhana atas keterkaitan ketiga model
perkaderan tersebut.
SKEMA MODEL PERKADERAN

PENDIDIKAN

Pendidikan Pelatihan Umum Pendidikan Keluarga


1. Latihan Kader I
1. Pendidikan Keluarga Pertama
2. Latihan Kader II
2. Pendidikan Keluarga Kedua
3. Latihan Kader III 3. Pendidikan Keluarga Lanjutan

Pendidikan Pelatihan Khusus Pendidikan Pelatihan Soft Skill


1. Pendidikan Pelatihan Pengader 1. Kursus Keorganisasian
2. Pendidikan Pelatihan Kohati 2. Kursus Keahlian
3. Kursus Kedirian

KEGIATAN JARINGAN

1. Kegiatan Individu 1. Pengutusan


2. Kegiatan Bersama 2. Pendelegasian
3. Kegiatan 3. Kerjasama
Kepengurusan
4. Kegiatan Kepanitiaan
BAB III

PENGELOLAAN MODEL PENDIDIKAN

A. Gambaran Umum
Pendidikan merupakan proses pembentukan pribadi manusia, pewarisan dan
penciptaan nilai, pengetahuan dan keterampilan sehingga pribadi tersebut dapat
mengembangkan diri secara optimal untuk menghadapi kehidupan nyata. Maka perkaderan
pendidikan HMI diorientasikan pada pengembangan integritas pribadi kader secara
menyeluruh sehingga mampu menjadi pemimpin yang adil dan progresif-inovatif. Sehingga
perkaderan Model Pendidikan ini menyentuh aspek pemahaman dan pengamalan Islam yang
termanifestasikan dalam sikap, mentalitas dan perilaku pribadi muslim, wawasan intelektual,
kepekaan sosial, kemampuan dan keberanian memecahkan persoalan (pribadi,
kemasyarakatan).
Perkaderan model pendidikan meliputi empat jenis. Pertama adalah adalah jenis
Pendidikan Pelatihan Umum. Pendidikan jenis pertama ini menekankan pada penggalian dan
pengembangan potensi kader dengan memberikan prinsip dasar keislaman, kepribadian,
keilmuan, sosial kemasyarakatan dan keorganisasian melalui proses atau forum pelatihan.
Kedua adalah Pendidikan Keluarga. Pendidikan jenis ini menekankan pada nilai kebersamaan
atau jama’ah yang menumbuhkan sikap saling bertanggungjawab dan saling menolong antara
satu dengan lainnya. Ketiga adalah Pendidikan Pelatihan Khusus. Jenis pendidikan ini
berorientasi meletakkan dasar-dasar pembinaan dan pengembangan potensi kader melalui
proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai yang menjadi landasan dalam membentuk pola
pikir dan sikap. adalah Jenis pendidikan yang keempat adalah Pendidikan Pelatihan Soft Skill.
Pendidikan jenis ini adalah pendidikan yang melalui proses atau forum pelatihan yang
menekankan pada peningkatan keahlian di wilayah minat dan bakat serta tanggungjawab pada
diri dari seorang kader.
Efektifitas Pendidikan Pelatihan Umum dan Khusus akan tercipta jika pelaksanaan
melalui pengasramaan, sehingga kader diharapkan benar-benar berproses dan belajar
bersosialisasi dalam kelompok. Interaksi antar pribadi yang dinamis akan mampu memotivasi
dan mempercepat perkembangan diri kader menuju integritas pribadi yang matang, mandiri,
progresif dan inovatif dengan dasar moralitas. Pendidikan model Pendidikan keluarga akan
efektif jika dilakukan dengan tingkat frekuensi komunikasi yang tinggi, sehingga kader
terjaga dari waktu kewaktu dan akhirnya meminimalisir kemungkinan disorientasi kader.
Pendidikan model Pendidikan Pelatihan Soft Skill akan efektif pada proses setelah pelatihan
itu berjalan. Artinya pendampingan dan latihan diluar waktu pelatihan menjadi faktor penting
dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.
B. Model Pendidikan Pelatihan Umum
1. Latihan Kader I (Basic Training)
a. Pengertian
Latihan Kader I (Basic Training) adalah bentuk latihan dasar yang diperuntukkan
bagi kader-kader HMI pemula sebagai media rekruitmen dan pembinaan kader
serta pembentukan sikap idelogis, wawasan personal dan keummatan.
b. Tujuan
Latihan Kader I (Basic Training) bertujuan untuk mengembangkan potensi diri
mahasiswa agar memiliki kesadaran berproses menjadi seorang muslim yang
Kaffah dan mempertegas jati diri sebagai mahasiswa.
Latihan Kader I lebih menekankan pada peletakan dasar-dasar kesadaran kader
untuk memiliki kemauan dan kemampuan berproses menjadi kader cita HMI.
Oleh karenanya, Basic Training menggunakan pendekatan persuasif (psikologis),
partisipatoris dan transformatif dengan mengoptimalkan media dinamika
kelompok.
c. Materi
Materi Dasar Keislaman : 1. Keyakinan Muslim
2. Wawasan Keilmuan
3. Wawasan Sosial
4. Kepemimpinan
5. Etos Pejuangan
6. Hari Kemudian
Materi Perlengkap Keislaman : 1. Shirah Nabawiah
2. Sejarah Peradaban dan Perjuangan Islam
3. Dasar – Dasar Amaliah
Materi Ke HMI an : 1. Sejarah HMI
2. Konstitusi HMI
3. HMI Dalam Gerakan Kemahasiswaan
4. Dasar – Dasar Organisasi
5. Kesekretariatan dan Atribut HMI
6. Azas Tujuan Usaha dan Independensi
Materi Alat : 1. Pengentar Logika
2. Adab Majelis
d. Pelaksanaan
Latihan Kader I dilakukan oleh Komisariat minimal satu kali dalam satu tahun
Elemen pelaksananya:
 Panitia sebagai penyelenggara teknis ditetapkan oleh Komisaraiat atau cabang
yang dilengklapi dengan sebuah propsal kegiatan.
 Pemandu dan Pemateri yang ditugaskan cabang mengelola forum. Pemandu LK
I adalah kader HMI lulusan Senior Course dan Pemateri adalah kader yang
memiliki pengalaman dalam memandu LK I.
 Peserta merupakan mahasiswa islam yang berkeinginan masuk HMI.
 Pengurus Komisariat atau cabang merupakan elemen penanggungjawab dari
pelaksanaan LK I. Inilah letak tanggungjawab akhir atas pelaksanakaan LK I.
e. Administrasi
Administrasi dalam LK I terdiri dari:
 Administrasi kepanitiaan berupa:
1. Surat menyurat kegiatan
2. Laporan pertanggungjawaban kegiatan
 Administrasi Kepemanduan, buku rekam proses kegiatan yang berisi:

1. Gambaran perkaderan HMI

2. Gambaran Latihan Kader I

3. Biodata Peserta

4. Absensi Peserta

5. Rekam Proses Materi

6. Lembar evaluasi pemandu, pemateri dan panitia

7. Surat Keputusan Kelulusan peserta dalam hal kelulusan LK I

 Administrasi Kepengurusan Komisariat/Cabang yang terdiri dari:

1. Surat Keputusan Pembentukan Panitia

2. Proposal kegiatan

3. Surat Permohonan Pemandu dan Pemateri

4. Surat Keputusan Pengangkatan Anggota HMI (hanya oleh cabang)

f. Evaluasi Pelaksanaan Evaluasi dilakukan oleh:


 Peserta, terdiri dari: Evaluasi Pemandu, Pemateri dan Panitia
 Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus
 Tim Pemandu, evaluasi peserta LK I
 Pengurus Komisariat, evaluasi panitia dan peserta
 Pengurus Cabang, evaluasi kualitas pemandu, pemateri dalam satu musim LK I
2. Latihan Kader II (Intermediate Training)

a. Pengertian

Latihan Kader II (Intermediate Training) merupakan jenjang latihan tingkat dua


yang dimaksudkan sebagai media untuk mengaktualisasikan dan mengembangkan
potensi kreatif kader yang mencakup pembinaan dan pengembangan pribadi,
pengembangan wawasan intelektual dan peningkatan daya kritis serta kemampuan
analisis.

b. Tujuan

Latihan Kader II (Intermediate Training) merupakan LK tingkat lanjut yang


merupakan media aktualisasi dan pengembangan potensi diri secara mandiri
dengan berpedoman pada nilai dasar keislaman untuk menumbuhkan kemampuan
analitis dalam merespon persoalan keumatan dengan ketegasan sikap.
c. Materi
 Materi Teoritik:

1. Dasar-Dasar Filsafat

2. Dialetika Ideologi

3. Pembentukan Masyarakat Kontemporer

 Materi Realitas Keislaman

1. Implementasi Tauhid dalam Wacana Keumatan

2. Islam dan Problematika Sains Kontemporer

3. Telaah Kritis Sistem Sosial Islam

 Materi Gerakan Pembaharuan

1. Gerakan Pembaharuan Ummat Islam Dunia

2. Dinamika Kehidupan Ummat Islam Indonesia

3. Gerakan Dakwah Lokal

 Materi Ke-HMI-an

1. Khittah Perjuangan Sebagai Paradigma Gerakan

2. HMI dalam Setting Gerakan Umat

3. Relevansi Perjuangan HMI

 Materi Alat
1. Strategi dan Taktik Pemberdayaan Masyarakat

2. Metodologi Penelitian Sosial

3. Analisis Wacana Kritis

d. Pelaksanaan

Latihan Kader II sebaiknya dilakukan oleh Pengurus Cabang minimal sekali satu
tahun. Elemen pelaksananya:
 Panitia sebagai penyelenggara teknis ditetapkan oleh cabang yang dilengkapi
dengan sebuah propsal kegiatan
 Pemandu ditugaskan cabang untuk menentukan tema, pemateri dan menseleksi
peserta LK II serta mengelola forum. Pemandu LK II adalah pemateri LK I yang
telah mengisi Materi LK I dalam jumlah tertentu.
 Pemateri dalam LK II merupakan pihak-pihak yang kompeten dalam
penyampaian materi baik itu dari kader HMI maupun dari luar HMI.
 Peserta merupakan kader HMI yang telah lulus LK I dan telah lulus dalam
proses seleksi peserta LK II oleh tim pemandu LK II.
 Pengurus Cabang merupakan elemen penanggungjawab dari pelaksanaan LK II.
Disinilah letak tanggungjawab akhir atas semua bentuk pelaksanakaan LK II
secara kualitas maupun kuantitas.
e. Administrasi

Administrasi dalam LK II terdiri dari:

 Administrasi kepanitiaan berupa:


1. Surat menyurat kegiatan
2. Laporan pertanggungjawaban kegiatan

 Administrasi Kepemanduan, buku rekam proses kegiatan yang berisi:


1. Gambaran Perkaderan HMI dan Latihan Kader II
2. Biodata dan absensi Peserta
3. Rekam Proses Materi
4. Lembar evaluasi pemandu dan panitia
 Administrasi Kepengurusan Cabang yang terdiri dari:
1. Surat Keputusan Pembentukan Panitia
2. Proposal kegiatan
3. Surat Permohonan Pemandu dan Pemateri
f. Evaluasi Pelaksanaan Evaluasi dilakukan oleh:
Peserta, terdiri dari:
 Evaluasi Pemandu dan Panitia
 Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus
 Tim Pemandu, evaluasi peserta LK II
 Pengurus Cabang, evaluasi kualitas pemandu

3. Latihan Kader III (Advance Training)


a. Pengertian
Latihan Kader III (Advance Training) adalah jenjang latihan tingkat akhir bagi
pendidikan kader HMI yang dimaksudkan sebagai media pembinaan dan
pengembangan kader HMI untukmemformulasikan gagasan-gagasan intelektual
kreatifnya (konsepsional dan operasional) dan dalam mengantisipasi berbagai
persoalan keumatan sehingga yang akhirnya mampu memberi solusi alternatif
pada rekayasa masa depan umat. Atas dasar tersebut maka LK III di format dalam
bentuk eksperimentasi. Eksperimentasi ini dapat berupa penelitian maupun
simulasi lapangan. Materi yang hadir hanya untuk membangkitkan memori
peserta atas pembacaan mereka terhadap lingkungan sekitar sebagai dasar lahirnya
gagasan- gagasan perubahan.
b. Tujuan
Latihan Kader III (Advanced Training) bertujuan untuk membina dan
mengembangkan pribadi muslim paripurna (insan ulil albab) yang mempunyai
kemampuan konsepsional dalam rekayasa masa depanHMI khususnya dan ummat
pada umumnya serta mampu memberikan solusi alternatif terhadap perbagai
persoalan organisasi dan keummatan.
c. Materi
 Materi Konsepsi Realitas
1. Konsepsi Politik
2. Konsepsi Ekonomi
3. Konsepsi Pendidikan
4. Konsepsi Hukum
5. Konsepsi Lingkungan
 Tema Konsepsi Alat
1. Metodologi Penelitian
2. Analisis Lingkungan
3. Metodologi Gerakan
d. Pelaksanaan
Pelaksanaan LK III dilakukan oleh Pengurus Besar minimal sekali dalam dua
tahun. Elemen pelaksananya:
 Panitia sebagai penyelenggara teknis adalah dari cabang yang ditetapkan oleh
Pengurus Besar.
 Pemandu ditugaskan PB untuk menentukan tema, pemateri dan menseleksi
peserta serta mengelola forum LK III. Pemandu LK III adalah kader HMI yang
telah menjadi pemandu LK II dan lulus LK III. Peran pemandu dalam LK III
hanya sebagai fasilitator. Sehingga peran peserta mendapat porsi yang lebih
besar dalam pengelolaan forum.
 Pemateri dalam LK III merupakan pihak-pihak yang kompeten dalam
penyampaian, materi baik itu dari kader HMI maupun dari luar HMI.
 Peserta merupakan kader HMI yang telah lulus LK II dan telah lulus dalam
proses seleksi peserta LK III oleh tim pemandu LK III.
 Pengurus Besar merupakan penanggungjawab dari pelaksanaan LK III secara
kualitas maupun kuantitas.
e. Administrasi
Administrasi pelaksanaan Latihan Kader III terdiri dari:
 Administrasi kepanitiaan berupa:
1. Surat menyurat kegiatan
2. Laporan pertanggungjawaban kegiatan
 Administrasi Kepemanduan, buku rekam proses kegiatan yang berisi:
1. Gambaran Perkaderan dan Latihan Kader III HMI
2. Biodata dan Absensi Peserta
3. Rekam Proses Materi
4. Lembar evaluasi pemandu dan panitia
 Administrasi Kepengurusan Cabang yang terdiri dari:
1. Surat Keputusan Pembentukan Panitia
2. Proposal kegiatan
3. Surat Permohonan Pemandu dan Pemateri
f. Evaluasi Pelaksanaan
Evaluasi dilakukan oleh:
 Peserta, terdiri dari: Evaluasi Pemandu dan Panitia
 Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus
 Tim Pemandu, evaluasi peserta LK III
 Pengurus Besar, evaluasi kualitas pemandu dan peserta
C. Model Pendidikan Keluarga
1. Pendidikan Keluarga Semester Pertama
a. Tujuan
Tujuan Pendidikan Keluarga semester pertama adalah mempererat tali ukhuwah
antar kader dalam satu angkatan LK I dan dalam satu Komisariat. Harapannya
semua kader HMI yang telah lulus LK I dapat terjaga semangatnya,
kebersamaannya dan ghiroh perjuangan dalam sistem organisasi. Pada akhirnya
semua lulusan kader dapat beraktifitas di Komisariat secara utuh.
Materinya:

1. Syahadat 9. Mukhlis
2. Sholat 10. Ukhuwah
3. Shaum 11. Ikhtiar dan Jihad
4. Zakat 12. Insan Ulil Albab
5. Haji 13. Teologi dan Eskatologi
6. Muslim Kaffah 14. Kosmologi dan Sosiologi
7. Mu’min 15. Rasul sebagai Uswatun Hasanah
8. Muhsin
b. Pelaksanaan
Pendidikan Keluarga semester I dilaksanakan Komisariat yang dikoordinir oleh
pendamping yang ditunjuk Komisariat atau cabang (bagi yang tidak memiliki
Komisariat). Sasaran didik pendidikan keluarga adalah Lulusan LK I yang terbagi
dalam kelompok-kelompok. Bentuk acara dapat dilaksa-nakan sesuai keinginan
peserta. Bentuk dapat berupa forum diskusi kecil, rihlah, silaturahmi atau aktifitas
lain yang dirancang oleh peserta dan pendamping. Namun harus terdiri dari
pembukaan, tilawah, pembahasan hadis arbain, materi, qodlya (sharing antar
individu) dan penutup.
c. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan Peserta berupa tingkat kemampuan komunikasi
pendamping. Pendamping mengevaluasi peserta berupa perkembangan tingkat
komunikasi antar sesama peserta. Pengurus Komisariat melakukan evaluasi
berupa kemampuan pendamping dalam menjaga keutuhan kader dalam HMI.
d. Administrasi
Administrasi dalam pendidikan ini tidaklah diperlukan selain administrasi yang
mengukur kehadiran peserta dan administrasi evaluai deskriptif pendamping atas
tingkat komunikasi antar sesama kader.
2. Pendidikan Keluarga Semester Kedua
a. Tujuan
Tujuan Pendidikan Keluarga semester pertama adalah mempererat tali ukhuwah
antar kader dalam satu lingkungan cabang. Setelah tali ukhuwah satu komisariat
terbentuk maka pembentukan komunitas dalam satu kesatuan cabang menjadi hal
penting berikutnya. Harapan lainnya adalah munculnya penggerak penggerak baru
dalam aktifitas HMI tingkat.
b. Meteri pendidikan keluarga semester kedua terdiri dari:
1. Sejarah Islam
2. Idiologi idiologi dunia
3. Pemikiran tokoh-tokoh Islam
4. Umat Islam dalam Dunia Politik
5. Umat Islam dalam Dunia Sosial Budaya
6. Umat Islam dalam Dunia Pendidikan
7. Umat Islam dalam Dunia Hukum
8. Umat Islam dalam Dunia Ekonomi
9. Umat Islam dalam kelangsungan kelestarian ekologi
c. Pelaksanaan
Pendidikan Keluarga semester II dilaksanakan Komisariat yang dikoordinir oleh
para pendamping yang ditunjuk Komisariat atau cabang (bagi yang tidak memiliki
Komisariat). Sasaran didik pendidikan keluarga adalah anggota HMI yang telah
melalui Pendidikan Keluarga semester pertama. Pembagian kelompok dapat
dirubah atau tetap, juga pendampingnya. Bentuk acara dapat dilaksanakan sesuai
dengan keinginan peserta namun unsurnya sama dengan Pendidikan keluarga
semester pertama.
d. Evaluasi
Evaluasi yang dilaksanakan dilakukan oleh Peserta berupa tingkat kemampuan
komunikasi pendampingnya. Pendamping melakukan evaluasi peserta berupa
perkembangan tingkat pemahaman peserta atas nilai-nilai keislaman dan tingkat
komitmen keorganisasiannya. Pengurus Komisariat melakukan evaluasi berupa
kemampuan pendamping dalam menjaga keutuhan kader dalam organisasi HMI.
e. Administrasi
Administrasi dalam pendidikan ini tidaklah diperlukan selain administrasi yang
mengukur kehadiran peserta dan administrasi evaluai deskriptif pendamping atas
tingkat kebersamaan kader dalam berinteraksi antar sesama angkatannya ataupun
dengan selain angkatanya.
3. Pendidikan Keluarga Lanjutan
a. Tujuan
Tujuan Pendidikan Keluarga Lanjutan adalah mempererat tali ukhuwah antar
kader di lingkungan HMI. Pada tingkatan ini kader diharapkan tidak lagi
terkooptasi struktur sosial dan budaya lingkangannya. Kemampuan interaksi pada
berbagai lingkungan menjadi output yang diharapkan.
b. Materi
Materi pendidikan keluarga terdiri dari:
1. Model dan Metodologi Penelitian
2. Analisis Sosial
3. Network Actifity Method
4. Pengelolaan Keuangan Organisasi
5. Pengeloaan Struktur Organisasi
6. Media dan Jurnalistik
7. Strategi dan Teknik Rekayasa.
8. Manajemen Konflik
9. dll
c. Pelaksanaan
Pendidikan Keluarga Lanjutan dilaksanakan Komisariat, dikoordinir para
pendamping yang ditunjuk Komisariat atau cabang (bagi yang tidak memiliki
Komisariat). Sasaran didik Pendidikan Keluarga Lanjutan adalah anggota HMI
yang telah melalui Pendidikan Keluarga Semester Kedua. Pembagian kelompok
dapat dirubah atau tetap, juga pendampingnya. Bentuk acara dapat dilaksanakan
sesuai dengan keinginan peserta namun tetap harus terdiri dari pembuka, tilawah,
pembahasan hadis Arbain, penyampaian materi, Qodlya (sharing antar individu)
dan penutup.
d. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan Peserta berupa tingkat kemampuan komunikasi
pendampingnya. Pendamping mengevaluasi peserta pada perkembangan tingkat
pemahaman nilai-nilai keislaman dan komitmen keorganisasian-nya. Pengurus
Komisariat melakukan evaluasi pendamping dalam menjaga keutuhan kader
dalam organisasi HMI.
e. Administrasi
Administrasi harus mampu mengukur kemampuan peserta dalam bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkungan diluar komisariat dan diluar HMI-nya.
Admisnitrasi inilah yang perlu dipersiapkan oleh pendamping.
D. Model Pendidikan Pelatihan Khusus
1. Pendidikan Pelatihan Pengader
a. Tujuan
Model pendidikan pelatihan pengader diorientasikan pada pengembangan
integritas pribadi pengader secara menyeluruh sehingga mampu menjadi pengader
yang memiliki kualifikasi pendidik, pemimpin, dan pejuang.
b. Bentuk
Model pendidikan pelatihan pengader ini meliputi dua model, yaitu latihan dan
kajian. Latihan merupakan bentuk pengelolaan pendidikan pelatihan pengader
yang menekankan pada penggalian kompetensi pengader dengan memberikan
prinsip dasar pengajaran, tuntutan rohani, dan pengelolaan kelas. Sedangkan,
kajian merupakan pendidikan pelatihan pengader yang lebih mengembangkan
kompetensi kepengaderan.
1. Latihan Kursus Pengader (Senior Course)
1. Pengertian
Latihan Kursus Pengader (Senior Course) adalah proses pembinaan dan
pengembangan kompetensi kader dengan menggunakan sistem kelas
(kelompok) dan mekanisme tertentu. Latihan Kursus Pengader (Senior
Course) merupakan media formal untuk menjadi anggota Korps Pengader
HMI.
2. Tujuan
Tujuan kurikuler Latihan Kursus Pengader (Senior Course) untuk memberi
motivasi dan landasan serta menggali kompetensi pengader, sehingga
mampu memahami prinsip dasar pengajaran, peningkatan kualitas rohani,
dan mempunyai kemampuan pengelolaan kelas sebagai modal pengabdian
dalam upaya pencapaian tujuan HMI.
3. Materi
Klasifikasi materi dalam Latihan Kursus Pengader (Senior Course) adalah:
a) Gambaran Teoritis tentang belajar-mengajar orang dewasa:
 Filsafat pendidikan
 Metode latihan
 Manajemen proses latihan
 Psikologi kepemimpinan
 Interaksi alternatif dalam pelatihan
 Teknik pembuatan kurikulum
b) Kerangka Dasar Latihan Kader HMI
 Telaah kritis Khittah Perjuangan HMI
 Telaah kritis Pedoman Perkaderan HMI
 Sosialisasi Pedoman Pengader HMI
c) Program satuan materi Latihan Kader HMI
 Perkenalan dan Perkenalan dan Pencairan Suasana
 Pelacakan Persepsi dan Kontrak Belajar
 Sosialisasi Juklak LK I HMI
 Paket Keterampilan
 Teknik Pelaksanaan Evaluasi Latihan
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan latihan kursus pengader (senior course) atau SC dilakukan oleh
Korps Pengader di tingkat cabang, minimal sekali dalam satu periode
kepengurusan. Elemen pelaksananya:
a) Panitia sebagai penyelenggara teknis adalah dari cabang yang ditetapkan
oleh Pengurus Cabang.
b) Pemandu ditugaskan Korps Pengader untuk menentukan tema, pemateri
dan menseleksi peserta serta mengelola forum SC. Pemandu SC adalah
kader HMI yang telah menjadi pengader HMI dan lulus SC. Peran
pemandu dalam SC hanya sebagai fasilitator. Sehingga peran peserta
mendapat porsi yang lebih besar dalam pengelolaan forum.
c) Pemateri dalam SC merupakan pihak-pihak yang kompeten dalam
penyampaian materi baik itu dari kader HMI maupun dari luar HMI.
Kecuali materi-materi khusus pengader, diwajibkan yang telah menjadi
pengader HMI.
d) Peserta merupakan kader HMI yang telah lulus LK II dan telah lulus
dalam proses seleksi peserta SC oleh tim pemandu SC.
e) Korps Pemandu di tingkat cabang merupakan penanggungjawab dari
pelaksanaan SC secara kualitas maupun kuantitas.
2. Kajian Pengader
1. Pengertian
Kajian Pengader adalah pendidikan pelatihan pengader yang memberikan
pengembangan terkait wawasan kepengaderan, serta peningkatan
kemampuan teknis terkait tugas-tugas kepengaderan.
2. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pengembangan dan peningkatan
kapasitas dan kompetensi kepengaderan seorang pengader yang telah digali
dalam latihan kursus pengader (senior course)..
3. Materi
a) Kajian isu-Isu Seputar Perkaderan HMI
b) Kajian Teori-Teori Kontemporer tentang Pendidikan
c) Kajian Psikologi
4. Pelaksanaan
Kajian pengader lebih ditekankan kepada para pengader untuk menguasai
dan memperdalam spesifikasi bidang keilmuan tertentu, yang telah digali
dalam latihan kursus pengader (senior course). Pelaksanaan kajian pengader
dilakukan oleh Korps Pengader di tingkat cabang.
c. Administrasi
Administrasi yang dipersiapkan sama dengan administrasi Latihan Kader II
namun disesuaikan dengan bentuk dan kepentingan pendidikan pelatihan
pengader.
d. Evaluasi
 Peserta, Evaluasi Pemandu dan Panitia serta Bentuk Kegiatan
 Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus
 Tim Pemandu, evaluasi peserta
 Pengurus evaluasi kualitas pemandu dan peserta
e. Hal-hal lainnya diatur khusus dalam Pedoman-Pedoman Pengader
2. Pendidikan Pelatihan KOHATI
Pendidikan formal dalam Pola Pembinaan KOHATI diartikan sebagai suatu
pembinaan dengan model pendidikan yang menggunakan sistem kelas. Model formal
terbagi atas 3 yaitu Penataran KOHATI dan Study Intensif Muslimah.
a. Tujuan
 Tujuan Penataran
Tujuan penataran KOHATI adalah terbinanya kader KOHATI yang memiliki
komitmen kekaderan dan kelembagaan dalam menjalankan fungsinya.
 Tujuan Study Intensif Muslimah
Tujuan Study Intensif Muslimah I adalah terbinanya dan terbentukna pola sikap
dan pola perilaku kader KOHATI yang sadar akan fitrahnya sebagai seorang
muslimah.
b. Materi
Materi pendidikan pelatihan KOHATI dimaksudkan sebagai rumusan bahasan
yang dibutuhkan untuk membina anggota, melalui seperangkat bahan atau bekal
pendidikan, penelitian, keterampilam berorganisasi dan disiplin diri. Secara garis
besar satuan arahan pendidikan dirumuskan sebagai berikut:
 Materi Penataran
Klasifikasi materi dalam Penataran KOHATI adalah:
1. Falsafah Penciptaan Perempuan
2. Perempuan dalam Pandangan Barat dan Islam
3. Perempuan dalam Lingkungan Hegemoni Budaya dan Media
4. Kohati Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan
5. PDK, PRT, dan Pola Pembinaan
6. Citra Diri HMI-WATI
7. Keorganisasian KOHATI
 Materi Studi Intensif Muslimah
Klasifikasi materi dalam Studi Intensif Muslimah adalah:
1. Aliran-Aliran Feminisme Islam
2. Dinamika Politik Perempuan
3. Konsep Mar'atussolehah: Telaah Normatif dan Sosiologis
4. Kedudukan Perempuan dalam Islam: Telaah Kritis Peran Perempuan
Sebagai Anak, Istri dan Ibu
5. Rekonstruksi Peran Perempuan: Studi Komparatif Hukum, Ekonomi dan
Sosio- cultural
6. Studi Kritis Problematika Perempuan Islam dan Implementasi
Mar'atussholehah
7. Strategi Dakwah KOHATI
8. Studi Lapangan
c. Metode
Metode yang digunakan dala hal ini adalah sebagain upaya untuk merangsang
inisiatif dan daya kreatifitas agar tercipta suasana kritis, cerdas, dan dialogis
terarah.
d. Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan selama pelatihan antara pemandu dengan peserta
dapat dilakukan dengan mengguinakan pendekatan persuasif yaitu melakukan
hubungan atau pendekatan melalui:
 Ta’aruf (saling mengenal)
Pendekatan ini dimaksudkan agar antara peserta dengan pemandu saling
mengenal sehingga terjalin komunikasi yang akrab.
 Tafahum (saling bersefaham)
Pendekatan ini dimaksudkan agar antara peserta dan pemandu saling memahami
kelebihan dan kelemahan masing-masing dengan berusaha memulai dari diri
sendiri untuk bersikap introspeksi akan kekurangan, kesalahan atau kekhilafan
masing- masing disamping upaya menumbuhkan suasana saling mengingatkan.
 Ta’awun (saling menolong)
Pendekatan ini dimaksudkan agar terjalin sikap menolong dalam hal kebaikan
dan kebenaran antara peserta dan pemandu.
 Takaful (saling berkesinambungan)
Pendekatan ini dimaksudkan agar terjalin kesinambungan rasa dan rasio/intuisi
serta kesamaan ide/pemikiran ke dalam hubungan suasana yang kondusif antara
peserta dan pemandu.
e. Sistem Evaluasi
Evaluasi pelatihan ini dimaksudkan sebagai cara atau tindakan yang dilakukan
untuk melihat ataui menilai sejauh mana keberhasilan latihan. Secara teknis
pelaksanaan evaluasi biasanya dapat dilakukan dengan tes yang bersifat objektif
dan subjektif yang dilakukan pada saat berlangsungnya pelatihan maupun setelah
pelatihan. Teknik pelaksanaan evaluasi bersifat objektif berupa:
 Tes tertulis
 Tes lisan
 Penugasan
 Pembuatan resume
 Pembuatan makalah
 dan lain-lain.
Sedangkan yang bersifat subjektif adalah pemandu latihan (SC) dapat menyiapkan
bentuk penilaian keaktifan peserta dari beberapa aspek antara lain:
 Kedisiplinan
 Sikap
 Aktifitas dan lain-lain.
f. Hal-hal lainnya diatur Khusus dalam Pedoman-Pedoman KOHATI
E. Pendidikan Pelatihan Soft Skill
1. Kursus Keorganisasian
a. Tujuan
Kursus Korganisasian bertujuan meningkatkan keahlian atau kemampuan kader
dalam pengelolaan organisasi, baik dalam peran-peran tertentu maupun secara
keseluruhan. Tujuan Akhir dari Kursus ini tidak lain adalah peningkatan kualitas
pengelolaan organisasi HMI dari waktu kewaktu. Peningkatan melalui kursus
diperlukan karena HMI memiliki siklus dan pergantian kader dari waktu kewaktu
dalam pengelolaan organisasi. Sehingga perlu transfer kemampuan dari pihak
generasi awal ke generasi berikutnya. Kursus ini adalah salah satu wahana terbaik
dalam melakukan transformasi keahlian ini. Namun demikian, karena kursus ini
bisa bersifat terbuka untuk umum maka tanpa menghilangkan kepentingan kader,
maka tujuan kursus dapat diarahkan untuk masyarakat luas dan dapat digunakan
organisasi sebagai media kegiatan “maperca” (masa perkenalan calon kader).
b. Bentuk
Bentuk bentuknya berupa kursus yang berkaitan dengan keorganisasian baik itu
keorganisasian HMI maupun keorganisasi secara umum. Contohnya:
 Kursus Manajemen Organisasi
 Kursus Administrasi Organisasi
 Kursus Keuangan Organisasi
 Kursus Manajemen Massa
c. Pelaksanaan
Kursus keorganisasian lebih ditekankan bagi para pengurus HMI, mulai dari
tingkat Komisariat sampai tingkat pusat. Sehingga pelaksanaannya lebih baik atas
inisiatif dari struktur kepengurusan HMI, walaupun peserta yang dilibatkan
terbuka untuk kader HMI dan umum. Elemen kegiatan berupa pemandu atau
pemateri dapat diambil dari luar Kader HMI.
d. Adminisitrasi
Administrasi yang dipersiapkan sama dengan administrasi Latihan Kader II
namun disesuaikan dengan bentuk dan kepentingan kursus.
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan oleh:
 Peserta: Evaluasi Pemandu dan Panitia serta Bentuk Kegiatan
 Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus
 Tim Pemandu, evaluasi peserta
 Pengurus evaluasi kualitas pemandu dan peserta
2. Kursus Keahlian
a. Tujuan
Kursus Keahlian bertujuan meningkatkan kapasitas kader dalam bentuk
keterampilan diri. Harapannya kader memiliki alat dalam melakukan gerak
perjuangan di lingkungan masyarakat luas. Namun demikian karena kursus ini
bisa bersifat terbuka maka tanpa menghilangkan kepentingan kader, kursus ini
dapat ditujukan bagi masyarakat luas dan dapat digunakan organisasi sebagai
media kegiatan “maperca” (masa perkenalan calon kader).
b. Bentuk
Bentuknya berupa training keahlian dan training tematik, antara lain:
 Training Manajemen Dakwah
 Training Jurnalistik
 Training Politik
 Tarining Lingkungan
 Training Ekonomi dan kewirausahaan
 Training Advokasi
 Training Pelaksanaan Penelitian
c. Pelaksanaan
Kursus keahlian lebih ditekankan untuk para kader HMI yang memiliki keaktifan
dalam lembaga kekaryaan HMI ataupun lembaga masyarakat lainnya. Sehingga
pelaksanaannya didasarkan pada kecendrungan minat dan bakat kader baik yang
sudah tersalurkan maupun masih potensial. Elemen kegiatan berupa pemandu atau
pemateri dapat diambil dari luar Kader HMI kecuali jika Kursus memiliki jumlah
peserta yang lebih banyak (dominan) dari internal HMI dibandingkan jumlah
peserta dari luar HMI atau jika kursus dilaksanakan untuk menjalankan
kepentingan khusus organisasi HMI.
d. Administrasi
Seperti halnya administrasi yang dimiliki Kursus Keorganisasian, kusrus
keahlianpun perlu menyiapkan administrasi yang sama dengan administrasi
Latihan Kader II namun disesuaikan dengan bentuk dan kepentingan kursus
keahlian itu sendiri.
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan oleh:
 Peserta, Evaluasi Pemandu dan Panitia serta Bentuk Kegiatan
 Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus
 Tim Pemandu, evaluasi peserta
 Pengurus, evaluasi kualitas pemandu dan peserta

3. Kursus Kedirian
a. Tujuan
Kursus Kedirian bertujuan meningkatkan kapasitas pengendalian diri dan
aktualiasasi potensi diri yang belum terwujudkan. Harapannya kader mampu
bersikap dengan benar dan tepat dalam menghadapi lingkungan sekitar dirinya.
Kursus kedirian ini juga dapat juga bertujuan meningkatkan kemampuan
pengendalian diri masyarakat selain kader HMI. Namun demikian karena kursus
ini bisa bersifat terbuka maka tanpa menghilangkan kepentingan kader, kursus ini
dapat ditujukan bagi masyarakat luas dan dapat digunakan organisasi sebagai
media kegiatan “maperca” (masa perkenalan calon kader).
b. Bentuk
Bentuk bentuknya berupa training keahlian dan training tematik-tematik.
Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
 Training Kepemimpinan
 Training Pengenalan Diri
 Achievement Motivation Training
 Training Kecerdasan emosional
 Training Kecerdasan Sipiritual
 Training Manajemen Konflik
 Anger Management Training
 Training Pemetaan Potensi Diri
c. Pelaksanaan
Kursus kedirian ini dapat ditujukan bagi semua kelompok kader yang ada,
sehingga pelaksanaannya lebih baik berdasarkan keinginan kader sendiri bukan
merupakan paksaan struktur HMI. Pemandu atau pematerinya dapat diambil dari
luar Kader HMI baik itu sebagaian atau secara keseluruhan.
d. Administrasi
Administrasi yang dipersiapkan sama dengan administrasi Latihan Kader II
namun disesuaikan dengan bentuk dan kepentingan kursus.
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan oleh:
 Peserta, Evaluasi Pemandu dan Panitia serta Bentuk Kegiatan
 Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus
 Tim Pemandu, evaluasi peserta
 Pengurus evaluasi kualitas pemandu dan peserta

BAB IV
PENGELOLAAN MODEL KEGIATAN

1. Gambaran Umum
Kegiatan adalah aktivitas yang dilakukan secara sadar dalam rangka meningkatkan
dan mengembangkan potensi diri kader baik secara sendiri maupun bersama. Model kegiatan
ini bertujuan untuk memberikan alternatif aktivitas sebagai bagian dari perkaderan yang
secara strategis memberikan peluang dan kesempatan bagi anggota untuk mengembangkan
dirinya dalam skala lebih luas.
Satu hal yang sangat perlu dipersiapkan oleh berbagai pihak terutama pengurus
struktural HMI dalam menjalankan pengelolaan perkaderan dalam bentuk Kegiatan adalah
pemetaan Kader. Pemetaan Kader ini mencakup pemetaan potensi yang belum atau sudah
terlihat, pemetaan komitmen kader dengan organisasi HMI, pemetaan kesesuaian wadah
aktifitas yang ada dilingkungan sekitar dengan minat dan bakat kader. Pemetaan yang
diperlukan juga adalah pemetaan kemampuan organisasi untuk mengelola kader dalam bentuk
kegiatan pada titik yang diharapkan dan ditentukan melalui mekanisme pengambilan
keputusan organisasi.
Pemetaan ini sangat perlu dilakukan agar pengelolaan kader dalam proses perkaderan
bentuk kegiatan berjalan secara efektif dan efisien. Pengelolaan model Kegiatan ini sendiri
dapat diorientasikan pada:
a. Peningkatan keshalehan
Yaitu suatu upaya meningkatkan dan mengembangkan kualitas diri secara individual
dan senantiasa dzikrullah, baik dalam keadaan duduk, berdiri atau berbaring untuk
mencapai level/maqam ketaqwaan, sehingga mampu memahami dan menyerap
kebenaran ayat-ayat qauliyah dan kauniyah.
b. Mempertegas eksistensi dan jati diri
Yaitu suatu proses pendewasaan atau pematangan diri sehingga terbangun eksistensi
dan jati diri yang mantap sebagai perwujudan kepribadian kader yang ideal,
sebagaimana terformulasi dalam kader cita ulul al baab.
c. Profesionalitas
Yaitu upaya meningkatkan keahlian seorang kader menuju profesionalisme sesuai
dengan kemampuan dan keahlian setiap anggota baik dalam hal kepemimpinan,
keorganisasian, kemahasiswaan, maupun keilmuan.
d. Pengembangan diri
Yaitu upaya untuk berperan aktif dalam mengembangkan dan mengaktualisasikan
profesionalitas diri di kehidupan kampus dan masyarakat

2. Bentuk Kegiatan
Pengelolaan perkaderan dengan model kegiatan memiliki ragam dan varisasi
bentuknya. Jika dilihat dari jumlah kader yang terlibat maka pengelolaan perkaderan dengan
model kegiatan dapat dibagi menjadi 2 bentuk yaitu Kegiatan kolektif dan Kegiatan Individu.
Jika dilihat dari wahana kegiatan tersebut maka pengelolaan perkaderan dengan model
kegiatanpun dapat dibagi menjadi Kegiatan dalam bentuk Kepengurusan dan dalam bentuk
kepanitiaan serta dalam bentuk forum.
a. Kegiatan Individu
 Tujuan
Tujuan kaderisasi model kegiatan dalam bentuk Kegiatan Individu adalah
pembentukan Kualitas personal pada kader dalam kesehariannya. Kualitas ini
berupa Kualitas Belajar, Kualitas Berinteraksi, dan Kualitas Bersikap. Tujuan
tersebut dapat dibahasakan berupa Peningkatan aspek kognitif, afektif,
psikomotorik dan menguatkan IQ, EQ dan SQ
 Bentuk
1. Muhasabah
2. Tadzkiyatun Nafs
3. Mengikuti berbagai kegiatan yang meningkatkan kualitas diri
 Pelaksanaan
Kegiatan indvidu yang dimaksud disini adalah segala aktifitas individual sehari-
hari. Akibatnya pada tingkat teknis sang kader memiliki wilayah otoritas yang tidak
bisa dimasuki oleh perkaderan organisasi. Besarnya wilayah pada aktifias
keseharaian kader yang bisa masuk dalam format kaderisasi organisasi tergantung
kesepakatan antara pendamping kader dan kader itu sendiri. Namun demikian satu
hal yang harus dipegang adalah aktifias kader tidak boleh bertentangan atau bahkan
merugikan aktifitas organisasi. Peran pendamping adalah pemberi tauladan dalam
beraktifitas di keseharian. Artinya sang pendampinglah yang selalu mengajak,
mendorong dan menemani kader dalam perjalanan aktifitas individu keseharaian
menuju nilai-nilai yang diyakini baik.
 Administrasi dan Evaluasi
Pada aktifitas Individu adminitrasi yang perlu disiapkan hanyalah berita acara
pendampingan yang disusun oleh sang pendamping. Berita acara ini akan
memantau sejauh mana peningkatan kualitas hidup sang kader atas ajakan dan
dorongan sang Pendamping dengan baik dan benar. Evaluasi ini akan menjadi
bahan penilaian Pengurus Komisariat dalam menentukan tingkat kualitas kader
dalam pengelolaan dirinya.
b. Kegiatan Kolektif (bersama)
 Tujuan
Tujuan kaderisasi model kegiatan dalam bentuk Kegiatan Kolektif atau bersama
juga untuk membentuk kualitas personal pada kader dalam kesehariannya. Kualitas
ini berupa Kemampuan berinteraksi dengan lingkungan yang didasari atas
kemampuan memberi nilai tambah dalam dinamika lingkungannya. Tujuan lainnya
adalah menumbuhkembangkan daya kreasi dan inovasi kader dalam memberikan
solusi atas problematika lingkungan sosialnya.
 Bentuk
Sebenarnya banyak bentuk kegiatan yang dapat dilakukan secara bersama (lebih
dari satu orang. Namun kita dapat mengambil beberapa contoh yang sering
dilakukan oleh kader HMI selama ini secara bersama-sama
1. Kajian
2. Bakti Sosial
3. Advokasi
4. Out Bound
5. Penelitian
6. dan lain sebagainya
 Pelaksanaan
Pada dasarnya kegiatan kolektif (bersama) yang dimaksud disini adalah segala
aktifitas yang melibatkan lebih dari satu individu. Memang akibatnya bentuk
kegiatan yang dapat dilihat sangatlah banyak. Namun dapat diambil titik fokus pada
wilayah kesepakatan atas pelaksanaan kegiatan tersebut. Pedoman perkaderan akan
berbicara semua bentuk kegiatan bersama yang disepakati dalam forum struktur
HMI. Sehingga pelaksanaan kegiatan bersama harus melibatkan unsur struktur
organisasi dan ada pemantuan atas pelaksanaan kegiatan yang dijalankan atas dasar
kesepakatan tersebut. Memperbanyak jumlah atau varian kegiatan bersama
sangatlah penting dalam membuat kesepakatan dan dalam menjalankan kegiatan
kolektif ini. Hal ini untuk menstimulus daya kreasi kader dalam beraktifitas dan
menekan rasa jenuh dalam beraktifitas di HMI.
 Administrasi dan Evaluasi
Pada aktifitas kolektif adminitrasi yang perlu disiapkan adalah administasi yang
mampu mengukur tingkat keterlibatan peserta dan administrasi evaluasi atas daya
inovasi dan kreasi para kader. Semua administrasi ini dipersiapkan oleh para
pengurus yang memimpin pelaksanaan kegiatan
c. Kegiatan pada Kepengurusan
1. Tingkat Komisariat
 Tujuan
Tujuan Kederisasi model kegiatan dalam bentuk kepengurusan di tingkat
komisariat adalah untuk memunculkan kekuatan kader dalam berinteraksi dan
berorganisasi di lingkungan struktur komisariat. Ciri khas kekuatan berinteraksi
dan berorganisasi yang ada pada tingkat komisariat adalah semangat
kekeluargaan. Artinya kemampuan berinteraksi dan berorganisasi bukan atas
dasar persaingan yang saling menyingkirkan namun atas dasar saling tolong
menolong, saling menghormati dan saling mengasihi dengan semangat
kekeluargaan
 Bentuk
Kegiatan-kegiatan yang dibuat dalam aktifitas komisariat memiliki bentuk yang
sangat variatif dengan warna kekeluargaan yang dominan. Akhirnya mekanisme-
mekanisme yang berjalanpun dalam berbagai kegiatan di komisariat juga lebih
banyak mekanisme pendekatan kekeluargaan. Bentuk kegiatan yang
diperuntukan bagi kader di komisariat antara lain:
1. Rihlah,
2. Silaturahmi,
3. Diskusi kecil,
4. Belajar Bersama,
5. Kajian rutin.
 Pelaksanaan
Memastikan keikutsertaan kader dalam berbagai kegiatan komisariat adalah
tanggungjawab pendamping kelompok kader, sedangkan pihak yang
bertanggungjawab atas keterlaksanaannya adalah Pengurus Komisariat.
Bentuknya lebih ditekankan pada usulan kader begitupun pengelolaannya.
Intinya mereka melakukan sesuatu untuk mereka. Pendamping kelompok
memastikan semua kader ikut dan Pengurus Komisariat memastikan
pelaksanaannya berjalan dengan baik melalui dukungan struktural.
 Administrasi dan evaluasi
Administrasi yang diutamakan dalam kaderisasi dalam model kegiatan terdiri
dari tiga bagian yaitu laporan aktifitas yang dibuat kader, laporan aktifitas dibuat
pendamping dan laporan kegiatan yang dibuat pengurus Komisariat. Semua
laporan ini dievaluasi secara bersama oleh kader, pendamping dan Pengurus
Komisariat secara bersama di forum Komisariat.
2. Tingkat Cabang
 Tujuan
Tujuan Kederisasi model kegiatan dalam bentuk Kepengurusan ditingkat Cabang
memiliki tujuan untuk memunculkan kekuatan kader dalam berinteraksi dan
berorganisasi di lingkungan struktur Cabang. Berbeda dengan komisariat pada
lingkungan cabang ciri khas yang muncul adalah warna dan suasana formalitas
dan kebakuan dalam pola-pola kerja struktur. Sehingga segala sesuatu yang
dilakukan pada tingkat cabang harus berdasarkan pedoman-pedoman organisasi
yang berlaku. Bahkan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang
muncul di anjurkan melalui mekanisme peradilan bukan mekanisme kompromi.
 Bentuk
Kegiatan kegiatan dalam aktifitas Cabang merupakan kegiatan-kegiatan yang
telah terencana dalam mekanisme struktur organisasi cabang. Akhirnya
mekanisme-mekanisme yang berjalanpun lebih banyak melalui pendekatan
formal yang baku dan sistematis. Bentuk kegiatannya antara lain:
1. Seminar,
2. Training,
3. Advokasi,
4. Media,
5. Kajian terkurikulum.
 Pelaksanaan
Memastikan keikutsertaan kader dalam berbagai kegiatan cabang secara baik dan
benar adalah tanggungjawab pendamping kelompok dan Pengurus Komisariat
bagi para kader yang sudah melewati masa pendampingan. Pihak yang
bertanggungjawab atas kepastian terlaksananya kegiatan adalah Pengurus
Cabang. Bentuk-bentuk kegiatan lebih ditekankan pada kegiatan yang sudah
tersusun dalam perencanaan cabang. Keikutsertaan para kader yang tidak masuk
dalam struktur Pengurus Cabang memiliki peran sebagai pelaksana kegiatan dan
para kader yang masuk dalam struktur Pengurus Cabang memiliki peran
perencana kegiatan.
 Administrasi dan Evaluasi
Administrasi yang diutamakan dalam kaderisasi dalam model kegiatan terdiri
dari dua bagian yaitu laporan kualitas aktifitas kader yang dibuat oleh Pengurus
Cabang laporan kualitas aktifitas kader yang dibuat oleh pendamping kelompok
kader dan pengurus Komisariat.
3. Tingkat Pusat
 Tujuan
Tujuan Kederisasi model kegiatan dalam bentuk kepengurusan ditingkat pusat
adalah memunculkan kekuatan kader dalam berinteraksi dan beororganisasi di
lingkungan struktur Pengurus Besar. Ciri khas yang dimilikinya adalah warna
aktifitas dengan dominasi bentuk pembuatan kebijakan dan jaringan. Sehingga
aktifitas akan selalu merupakan sebuah bentuk strategi atas nama organisasi
dalam dataran konsep maupun pada datran teknis. Akibatnya perhitungan untung
rugi yang didasarkan atas pembacan realitas lingkungan luar akan menjadi
sangat dominan.
 Bentuk
Kegiatan kegiatan yang dibuat dalam aktifitas tingkat pusat merupakan kegiatan-
kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal dalam bentuk
penciptaan kebijakan-kebijakan dan jaringan-jaringan. Akhirnya keikutsertaan
kader dalam aktifitas kader bersifat tetap dalam jangka waktu tertentu. Bentuk
kegiatan yang diperuntukan bagi kader ditingkat kepengurusan cabang antara
lain:
1. Penyusunan Kebijakan,
2. Penelitian dan pengembangan,
3. Koordinasi Keorganisasian,
4. Pembangunan Jaringan Kerja,
 Pelaksanaan
Memastikan keaktifan kader dalam kerja struktur Pengurus Besar secara baik
dan benar adalah tanggungjawab Pengurus Cabang, namun kualitas kegiatan
adalah tanggungjawab Pengurus Besar. Bentuk kegiatan lebih ditekankan pada
pembuatan regulasi dan kebijakan hubungan organisasi dengan dunia luar. Oleh
sebab itu kader dibiasakan membuat kebijakan dengan lingkungan eksternal
yang mudah berubah dan penuh manipulasi. Kader harus ditekankan atas
kesesuaian antara arah gerak dan tujuan organisasi dengan arah keberpihakan
dari kerbijakan itu sendiri.
 Administrasi dan Evaluasi
Administrasi pada model kegiatan dalam kepengurusan tingkat pusat terdiri dari
laporan kualitas aktifitas kader di PB yang dibuat Pengurus Besar dan Pengurus
Cabang yang bersangkutan dengan kader. Oleh sebab itu laporan aktifitas kader
di PB harus diberikan kepada cabang secara periodik dan adminitrasi laporan
kualitas kader tersebut di letakan di LPJ.
d. Kegiatan Kepanitiaan
 Tujuan
Tujuan Kederisasi model kegiatan dalam bentuk kepanitiaan adalah pembentukan
kapasitas diri kader dalam pengambilan peran dan pembuatan keputusan dalam
suatu lingkungan aktifitas yang terorganisir. Keluaran akhirnya adalah kemampuan
kader dalam menjalankan tanggungjawab yang diemban sesuai dengan peran yang
diambilnya.
 Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan dalam wujud kepanitiaan memiliki ciri khas adanya jangka
waktu yang ditentukan, sumber daya yang dialokasikan dan yang dicarikan serta
spesifikasi aktifitas yang terjelaskan. Oleh sebab itu pelibatan kader dalam kegiatan
kepanitiaan harus memperhatikan waktu luang yang dimiliki sang kader,
kemampuan teknis yang telah ada dan kapasitas mental yang terbentuk. Ketiga hal
ini akan menjadi faktor pertimbangan utama dalam pemberian peran dalam
kepanitiaan bagi sang kader. Penanggungjawab utama dalam ketepatan pembagian
peran pada keder terletak pada Pengurus Komisariat yang menentukan kepanitiaan
ini. Sedangkan pendamping kader hanya bertanggungjawab atas pemberian
dorongan dan konsultasi aktifitas pada kader
 Administrasi dan Evaluasi
Administrasi ini berbentuk pendeskripsian kegiatan kepanitiaan yang cukup jelas
bagi kader. Tanpa ada kejelasan pendiskripsian ini, pelaksanaan peran dan
tanggungjawab oleh kader tidak akan ada optimal. Pengurus Komisariat
mengevaluasi kemampuan kader dalam menyelesaikan tanggungjawabnya.
Pendamping Kader mengevaluasi atas kemampuan kader dalam mengatasi konflik-
konflik peran yang kemudian muncul selama kepantiaan. Kader sendiri melakukan
evaluasi atas pelaksanaan kepanitian yang dijalankan.
BAB V
PENGELOLAAN MODEL JARINGAN

1. Gambaran Umum
Jaringan adalah bentuk-bentuk hubungan organisasi HMI dengan organisasi-
organisasi diluar HMI atau bentuk-bentuk hubungan kader HMI dengan lembaga lain melalui
partisipasi anggota HMI di lembaga tersebut. Organisasi-organisasi diluar HMI tersebut dapat
dibedakan secara garis besar berdasarkan cakupan wilayah seperti lokal, nasional dan
internasional. Namun demikian, dapat juga diuraikan menurut relasi kekuasaan kontemporer
yakni Negara, masyarakat sipil, dan kelompok pemodal. Prespektif lain untuk membedakan
jaringan adalah menurut sektor yaitu politik, ekonomi dan sosial budaya.
Model jaringan atau kemitraan bagi HMI adalah kegiatan yang dilakukan secara
kelembagaan dalam kaitannya dengan lembaga lain yang diproyeksikan sebagai media
sosialisasi visi dan misi dengan mengembangkan strategi organisasi sebagai implementasi atas
pemahaman pluralitas dan inklusifitas organisasi HMI. Turunan atas pemahaman itu dalam
khasanah organisasi HMI adalah bentuk-bentuk aktifitas kader dalam kegiatan organisasi
untuk mewujudkan tujuan perkaderan dan perjuangan HMI, sehingga hubungan kader HMI
dan organisasi HMI dengan lembaga lain memiliki hubungan yang erat dan sinergis dengan
proses perkaderan dan perjuangan HMI.

2. Tujuan
Pengeloalaan jaringan sebagai media perkaderan diperlukan karena dua alasan, yaitu
karena kader dituntut untuk mengenal dan mampu menggerakan lingkungannya dan karena
organisasi menuntut terwujudnya tujuan-tujuan HMI di lingkungan kehidupannya. Ketika
berfokus pada kader maka pengeloaan perkaderan dengan media jaringan dijalankan agar
kapasitas diri kader berkembang tanpa harus teraliansi oleh perjalanan dinamika
lingkungannya. Maka jika ada dukungan dari lingkungan perguruan tinggi dan masyarakat
sekitarnya terhadap akatifitas kader-kader HMI ataupun aktiftas organisasi HMI merupakan
indikasi bahwa kader HMI dan organisasi HMI memberikan manfaat baik kepada
lingkungannya. Maka wajar jika kader-kader HMI pada tingkatan cabang harus berusaha
untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang diridlai Allah SWT. Oleh sebab itu pengelolaan
perkaderan HMI model jaringan memiliki tujuan:
a. Mendiseminasikan visi misi HMI
b. Meningkatkan daya survivalitas kader dalam berinteraksi di masyarakat luas.
c. Alat rekayasa pembentukan masyarakat yang diridhai Allah SWT.
3. Bentuk Jaringan
Jaringan dalam organisasi HMI dapat dilihat dari tiga perspektif dan kemudian
terbagi lagi dalam bentuk dan pola jaringan. Ketiga perspektif tersebut adalah perspektif
keterlibatan, perspektif kewilayahan dan perspektif sasaran.
a. Dari persefektif keterlibatan, HMI membagi jaringan menjadi:
 Jaringan Kesertaan Kader
Jaringan ini terbentuk ketika HMI telah mengidentifikasi atas keterlibatan kadernya
pada organisasi laian yang memiliki potensi untuk bekerjasama dengan organisasi
HMI atau untuk menjadi wadah latihan kader atas potensi yang ia miliki, dimana
potensi tersebut adalah potensi yang berguna bagi HMI.
 Jaringan Pengutusan Kader
Jaringan ini terbentuk ketika HMI melakukan kerjasama dengan lembaga lain dan
menyebabkan harus mengutus kader HMI untuk ikut serta dalam aktifitas kerjasama
tersebut sebagai duta HMI
b. Dari persefektif Kewilayahan, HMI membagi jaringan menjadi:
 Jaringan Lokal
Jaringan Lokal merupakan jaringan yang terbentuk dalam wilayah cabang HMI.
Jaringan ini dibentuk dan dijalankan oleh cabang-cabang HMI itu sendiri.
 Jaringan Nasional
Jaringan Nasional merupakan jaringan yang terbentuk dalam cakupan wilayah kerja
lebih dari satu cabang HMI. Artinya jaringan ini dibentuk dan dijalankan oleh
Pengurus Besar HMI dan dapat dengan melibatkan kader-kader yang ada di cabang-
cabang HMI diwilayah tersebut.
 Jaringan Internasional
Jaringan Internasional merupakan jaringan yang terbentuk dalam cakupan lintas
negara. Jaringan ini dibentuk dan dijalankan oleh Pengurus Besar HMI dan dapat
dengan melibatkan kader-kader yang ada di seluruh cabang HMI.
c. Dari persefektif objek sasaran, HMI membagi jaringan menjadi:
 Jaringan Kemahasiswaan
Jaringan kemahasiswaan merupakan jaringan yang dibentuk atas kesamaan status,
yaitu status sebagai mahasiswa. Namun ruang lingkup aktifitasnya dapat berupa apa
saja.
 Jaringan Mayarakat non kemahasiswaan
Jaringan Mayarakat non kemahasiswaan merupakan jaringan yang dibentuk atas
kesamaan status, yaitu status sebagai mahasiswa. Namun ruang lingkup aktifitasnya
dapat berupa apa saja yang sesuai dengan visi dan misi HMI.
4. Strategi Pembentukan Jaringan
Jaringan dapat dibentuk pada level apapun dan dengan pihak manapun dengan
memperhatikan asas-asas sebagai berikut :
a. Jaringan merupakan bentuk perwujudan operasional atas segala bentuk peraturan-
peraturan dan pedoman-pedoman HMI
b. Menjunjung tinggi asas independensi, artinya jaringan dibangun dengan tanpa
mengorbankan nilai dan idealitas yang dibangun organisasi HMI.
c. Membawa maslahat untuk kehidupan keumatan dan bagi perjuangan pembebasan
kaum mustadhafien
d. Mampu nenunjukan nilai-nilai moral perjuangan dan pergerakan yang dimiliki oleh
organisasi HMI.
e. Mampu menegakan nilai-nilai keadilan.
f. Dijalankan secara legal bagi organisasi HMI dan transpran bagi struktur HMI.
Dasar pembentukan jaringan tersebutlah yang harus dipegang ditiap waktu saat
kader atau lembaga HMI beraktifitas dalm lingkungan kerja jaringan organisasi. Atas dasar
pegangan diatas barulah HMI bisa secara organisatoris menggerakan kadernya dalam proses
pembentukan dan penjalanan jaringan kerja yang diinginkan. Pengorganisasian kader dalam
proses perkaderan di jaringan HMI dapat dijalankan dengan langkah-langkah:
a. Memetakan jaringan-jaringan yang dapat diciptakan atas dasar kemampuan
memperjuangkan nilai-nilai yang di pegang.
b. Melakukan kerjasama dengan jaringan yang dituju dalam lingkup terbatas ataupun
lingkup yang luas.
c. Pemetaan minat dan bakat kader baik yang masih tersimpan ataupun yang telah
terlihat.
d. Mengutus kader-kader berpotensi untuk berpartisipasi aktif dalam jaringan yang telah
dibentuk untuk menjalankan peran sebagai duta organisasi sehingga misi dan visi
HMI tersampaikan pada publik.
e. Menempatkan para kader-kader untuk berpartisipasi aktif dalam jaringan yang telah
dibentuk dalam menjalankan peran sebagai duta organisasi sesuai dengan minat dan
bakat yang dimilikinya untuk meningkatkan profesionalitas kader dan daya tahan
kader atas lingkungan sekitarnya.
f. Mensuport kader-kader berpotensi yang telah berpartisipasi aktif dalam lembaga lain
dimana potensi tersebut dibutuhkan juga bagi HMI di kemudian waktu.
g. Melakukan evaluasi atas efektifitas jaringan dalam meningkatkan kualitas diri kader
dan komitemen diri kader terhadap organisasi HMI.
5. Jaringan HMI pada lembaga Lainnya
Pembentukan jaringan HMI antar lembaga dalam konteks Perkaderan diakukan
dengan mekanisme pengutusan kader dalam menwujudkan atau menjalankan kerjasama yang
telah ditetapkan oleh organisasi. Seorang kader HMI yang diutus ke lembaga-lembaga
jaringan HMI harus melalu seleksi dan penunjukan resmi melalu Surat Keputusan atau
keputusan rapat pengurus. Dengan demikian sosok kader yang diutus dalam menjalankan
kerjasama pada jaringan tersebut menjadi tepat dan bermanfaat.
Mekanisme ini tentunya memiliki keterbatasan waktu sehingga tiap waktu harus
ditinjau ulang apakah aktifitas jaringan dapat dilanjutkan atau dihentikan atau apakah kader
yang di utus dapat diganti atau tidak diganti. Pemilihan figur kader tersebut harus berdasarkan
syarat atas kemampuan kader dalam menunjukan identitas organisasi dan kemampuan kader
dalam menjalankan kerjasama tersebut. Kriteria atau syarat tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
 Merupakan figur yang tidak tercela dalam organisasi HMI
 Mampu memberikan pengenalan identitas HMI
 Mampu bergerak dengan idependen seperti yang ditetapkan organisasi
 Mampu menjalankan peran dan fungsi yang diamanahkan.
 Mampu membuat laporan tertulis pada struktur kepengurusan secara periodk atau pada
saat diminta pimpinan HMI.
Perkaderan dengan mekanisme utusan memiliki dampak postif bagai kader yaitu
berupa peningkatan kualitas diri kader dalam hal kemampuan kader menjalankan peran dan
fungsi yang diberikan dari eksternal dirinya. Oleh sebab itu kader akan melakukan peran yang
ditentukan oleh lingkungannya dan mengisi ruang kosong yang telah tersedia pula. Kualitas
ini merupakan bekal kader dalam menjalankan aktifitas dalam suatu struktur masyarakat
tertentu. Jika sebelumnya kader hanya mampu beraktifitas dalam lingkungan kultural saja
maka mekanisme pengutusan ini akan meningkatkan kemampuan kader dalam beraktifitas
dalam lingkungan struktural. Kader pada mekanisme ini harus mampu untuk memisahkan
kepentingan pribadi dan kepentingan lingkungannya. Bahkan kader harus mampu memilih
dan memetakan kepentngan mana yang harus dijalankan dan kepentingan mana yang tidak
harus dijalankan.
Pengelolaan perkaderan dengan model jaringan melalui mekanisme pengutusan
memiliki konsekuensi atas pelibatan kader tertentu saja. Tidak semua kader dapat dan mampu
untuk terlibat dalam mekanisme perkaderan ini. Oleh sebab itu struktur Hmi juga perlu
memiliki mekanisme yang mampu melibatkan semua elemen kader tanpa batasan. Mekanisme
ini adalah meknisme jaringan HMI berdasarkan atas pengekuan dan pendukungan Aktifitas
Kader HMI pada lembaga Lainnya.
6. Jaringan Aktifitas Kader HMI pada lembaga Lainnya
Pengelolaan Perkaderan jaringan dengan mekanisme pengakuan dan pendukungan
aktifitas kader HMI pada lembaga lainnya merupakan mekanisme yang mampu memfasilitasi
kader secara lebih luas. Pengakuan aktifitas kader tersebut dapat dilakukan untuk semua kader
namun tidak untuk pengurus HMI yang tidak mendapat ijin rangkap jabatan. Namun untuk
pendukungan kader haruslah dipilih sesuai dengan kemapuan struktur dalamnedukungnya dan
tujuan yang ingin dicapai struktur.
Pendukungan kader dalam beraktifitas dilembaga lain merupakan bentuk pemberian
wadah bagi kader untuk aktualisasi atau untuk pembelajaran kader. Sehingga kader memiliki
kelengkapan ruang dalam mengaktualisasi potensi dirinya yang tidak terbatas pada ruang-
ruang yang disediakan oleh struktur HMI. Dengan demikian HMI dapat fokus dalam
penyediaan ruang dialog yang menghadirkan keragaman figur kader yang telah terbentuk
dalam ruang-ruang eksternal.
Pendukungan kader dalam beraktifitas atas dasar keterbatasan kemampuan organisasi
HMI akan mengakibatkan ada beberapa kader yang memiliki aktifitas di lembaga lain namun
tidak didukung. Kewajiban pengurus untuk mendukung aktifitas kader melekat pada aktifitas
kader yang berkualifikasi:
a. Aktifitas kader sesuai dengan visi dan misi organisasi HMI
b. Aktifitas kader memiliki dampak positif secara langsung atau tidak langsung bagi
pencapaian tujuan organisasi.
c. Struktur HMI mampu menyediakan sumber daya untuk mendukung aktifitas kader.
Pengelolaan perkaderan jaringan dengan mekanisme pengakuan dan pendukungan
aktifitas kader pada lembaga lainnya akan menambah kekuatan kader dalam belajar atau
beraktualisasi di suatu lingkungan yang ia pilih. Pada pola ini kader juga akan menjalankan
peran dan fungsi yang ia pilih sendiri, namun dengan tambahan dukungan struktural yang
memadai. Kaderpun akan memiliki kemampuan untuk beraktifitas dalam tim. Selain itu
kadern akan diajarkan akan pentingnya sikap saling mendukung adalam beraktifitas yang
memlliki tujuan dan arah yang sama.
Kaderpun dituntut untuk mampu beraktifitas dalam lingkungan kulturalnya dengan
dukungan struktural. Kesadaran akan perlunya dukungan struktural dalam aktifitas kultural
juga akan terbentuk pada dir kader. Pada mekanisme ini kader cukup konsentrasi atas
pemanfaatan potensi diri dan potensi lingkungan yang ada. Dengan demikian kader akan
belajar mengelola sumber daya yang ia miliki dan sumber daya yang ia dapatkan dari
lingkungan sekitarnya dalam belajar dan beraktualisasi. Kemampuan pengelolaan sumber
daya ini menjadi titik utama atas kualitas diri kader dalam mekanisme pendukungan aktifitas
dalam pengelolaan perkaderan jaringan
7. Sasaran Pembentukan Jaringan
Pada dasarnya, sasaran atas jaringan yang harus dibentuk organisasi untuk
meningkatkan kualitas diri kader dapat berupa apa saja dan dimana saja. Namun demikian
organisasi HMI juga memiliki kepentingan untuk menyampaikan pesan dan nilai-nilai
perjuangan yang dimilikinya melalui aktifitas kadernya di suatu lingkungan. Oleh sebab itu
wajarlah jika dianggap perlu untuk membuat skala prioritas atas sasaran jaringan. Dengan
penentuan ini maka HMI secara organisatoris dituntut untuk mendorong kadernya beraktiftas
pada jaringan tersebut dengan dikelola secara baik menurut prosedur keorganisasian.
Secara garis besar ada dua kelompok yang bisa dijadikan sasaran bagi organisasi
HMI untuk dijadikan aktualisasi potensi diri kader dan wadah penyampaian nilai dan pesan
perjuangan organisasi. Kelompok tersebut adalah jaringan masyarakat kampus dan jaringan
masyarakat non kampus.
a. Jaringan Masyarakat Kampus
 Lembaga Dakwah Kampus
Keberadaan jaringan Lembaga Dakwah Kampus diperlukan bagi kader-kader HMI
yang ingin mengoptimalkan pemahaman dakwah Islam lingkungan akademiknya.
Bagi Kader, jaringan ini akan membentuk kekuatan bernilai dakwah di segala
aktifitas kader dilingkungan akademisnya. Dengan demikian gerakan kader adalah
gerakan yang berdasar dan dapat dipertanggungjawabkan secara simbolis dan
substansi keagamaan. Jaringan lembaga Dakwah Kampus ini juga akan
memperkenalkan kader atas pemahaman keislaman yang beragam di lingkungan
sekitarnya sehingga ia tidak akan kaget dan terkejut dalam menghadapinya.
 Lembaga Politik Kampus
Keberadaan jaringan dalam bentuk lembaga ini diperlukan bagi kader-kader HMI
yang ingin melatih dirinya dalam dunia politik praktis kemahasiswaan. Pada
lingkungan ini kader akan dilatih bagaimana mengelola dan menjalankan aktifitas
politik praktis dengan membawa visi dan misi HMI. Salah satu yang akan dilatih
dalam lingkungan ini adalah bagaimana kader bisa membuat kebijaksanaan yang
dapat diterima oleh mahasiswa secara luas dengan segala keterbatasan yang ia
miliki. Bagi organisasi jaringan ini akan memperkuat pengaruh HMI dalam
kebijakan- kebijakan pendidikan tinggi dan kemahasiswaan di suatu institusi
pendidikan tinggi. Oleh sebab itu HMI harus mendorong dan mendukung aktifitas
politik yang dilakukan oleh kader-kader HMI di lingkungan institusi pendidikan
tingginya, selama kader tersebut mampu menyampaikan nilai-nilai dan pesan-pesan
organisasi.
 Lembaga Pers Kampus
Keberadaan jaringan dalam bentuk lembaga ini diperlukan bagi kader-kader HMI
yang ingin meningkatkan kemampuan diri dalam dunia pers kemahasiswaan. Bagi
organisasi jaringan ini akan membantu atas pembentukan opini publik agar
kondusif bagi perjuangan organisasi HMI. Selain itu keberadaan jaringan pers
kampus akan mempermudah publikasi organisasi ke khalayak mahasiswa, baik itu
dalam hal simbol keorganisasian ataupun dalam hal susbtansi gerakan organisasi.
Dengan demikian akan lebih banyak pihak yang mengerti, memahami dan
mendukung perjuangan organisasi.
Pada lingkungan ini kader akan dilatih bagaimana membentuk dan mengelola opini
publik secara baik, sehingga nilai-nilai dan pesan-pesan yang ingin disampaikan
dapat diterima dengan oleh mahsiswa secara umum. Usaha atas penyampaian nilai-
nilai dan pesan-pesan tersebut juga termasuk didalamnya nilai- nilai pesan-pesan
yang dimiliki organisasi HMI.
 Lembaga Keilmuan Kampus
Keberadaan jaringan dalam bentuk lembaga ini diperlukan bagi kader-kader HMI
yang ingin mengoptimalkan kapasitas akademiknya. Bagi organisasi jaringan ini
akan membantu dalam hal kekuatan akademis di segala gerakan HMI. Dengan
demikian gerakan organisasi adalah gerakan yang berdasar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis. Pada lingkungan ini kader akan dibentuk
untuk memperjelas keberpihakan akademisnya dalam menghadapi problematika
dan dinamika keumatan. Sehingga kader merupakan aktifis gerakan yang memiliki
kekuatan akdemis yang baik dan memiliki keberpihakan yang jelas yaitu
keberpihakan atas perjuangan dalam garis Islam.
3. Jaringan Masyarakat non kampus
 Lembaga Dakwah Masyarakat
Keberadaan jaringan lembaga dakwah masyarakat diperlukan bagi kader-kader
HMI yang ingin mengoptimalkan pemahaman dan peran dakwah Islam lingkungan
sosialnya. Bagi Kader, jaringan ini akan membantu kader dalam beraktualisasi akan
perjuangan atas pembentukan pemahaman keislaman yang baik dilingkungannya.
Dengan demikian kader tidak akan kehilangan akar kehidupan sosialnya ketika ia
melakukan gerakan dakwah pada lingkungan sekitarnya. Keberagaman pemahaman
keislaman yang ada dalam masyarakat tidak akan menjadi penghalang bagi kader
dalammelakukan gerakan dakwahnya. Justru kader didorong harus menjadi figur
yang mampu hidup dan berinteraksi dalam berbagai lingkungan yang memiliki
pemahaman keislaman berbeda.
 Lembaga Politik Masyarakat
Aktifitas politik masyarakat tentunya memiliki wahana-wahana yang beragam.
Keragaman ini bisa dalam bentuk idiologi ataupun dalam bentuk tradisi politiknya.
Pada dasarnya kader dapat secara bebas memilih wahana aktifitas politik
kemsayarakatannya dalam bentuk apa saja dan dimana saja. Organisasipun harus
memberi dukungan atas aktifitas kader tersebut selama ia bisa menjaga nama baik
organisasi dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan organisasi. Hal ini karena
perjuangan HMI juga harus tersampaikan ke masyarakat luas dan lembaga politik
masyarakat adalah wahana yang efektif dalam mencapai tujuan tersebut. Namun
demikian kader yang menjadi pengurus dalam struktur HMI (pada tingkat apapun)
tidak diperkenankan berpartisipasi aktif atau hanya sekedar menjadi anggota dalam
lembaga politik masyarakat yang berbentuk partai.
 Lembaga Pers Masyarakat
Sama halnya dengan lembaga pers mahasiswa, keberadaan jaringan dalam bentuk
lembaga ini juga diperlukan bagi kader-kader HMI yang ingin meningkatkan
kemampuan diri dalam dunia Pers. Bagi organisasi jaringan ini akan membantu atas
pembentukan opini publik agar kondusif bagi perjuangan organisasi HMI. Jaringan
ini juga dapat memberi nilai tambah yang positif dalam bentuk publikasi HMI atas
segala aktifitasnya. Pada lingkungan ini kader akan dilatih bagaimana membentuk
dan mengelola opini publik secara baik, sehingga nilai-nilai dan pesan-pesan yang
ingin disampaikan dapat diterima dengan oleh khalayak umum. Usaha atas
penyampaian nilai-nilai dan pesan-pesan tersebut juga termasuk didalamnya nilai-
nilai pesan-pesan yang dimiliki organisasi HMI.
 Lembaga Sosial Masyarakat
Wahana atas kepedulian sosial kader terhadap dinamika lingkungan yang lebih luas
dapat diwujudkan dalam berbagai lembaga sosial masyarakat. Pada wahanan ini
kader akan diajarkan bagaimana mengelola kepedulan sosialnya tanpa menunjukan
status sosialnya. Kader juga akan di latih dalam berintaksi dan hidup secara
bersama dengan masyarakat umum yang ada dilingkungannya dengan mendorong
perubahan yang baik atas lingkungannya tersebut. Kepentingan organisasi atas
dukungn kader yang beraktifitas dalam wahana ini selain meningkatkan kualitas
kader juga untuk membentuk image positif atas lembaga melalui figur-figur kader
yang tampil dalam masyarakat umum. Oleh sebab itu dukungan organisai bagi
kader yang beraktifitas dilingkungannya dengan baik harus tetap ada dan terjaga.
8. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan atas pelaksanaan perkaderan model Jaringan adalah
mengevaluasi capaian-capaian 3 tujuan perkaderan model jaringan ini. Evaluasi ini harus
dijalankan secara perodik dan oleh berbagai tingkatan HMI. Evelauasi secara periodik
diperlukan agar gerak perkembangan capaian tujuan dapat di pantau dari waktu kewaktu pula
dan evaluasi oleh seluruh elemen struktur HMI diperlukan untuk mendeskripsikan sejauh
mana kekuatan kader dalam hal jaringan diseluruh bagian HMI.
Berfokus pada kualtas diri kader strukttur kepemimpinan HMI dapat melakukan
evaluasi dalam 4 hal, yaitu latar belakang kesertaan kader dalam jaringan, Daya analisis
kader, Kemampuan interaksi kader dan peran kader dalam dinamika perubahan
lingkungannya.
a. Latar belakang kesertaan kader dalam jaringan
Evaluasi atas latar belakang kesertaan kader diperlukan untuk mengetahui bagamaina
struktur menciptakan dorongan yang terus menerus dalam peningkatan kualitas diri
kader selama interaksi kader jaringan tersebut. Evaluasi ini dapat dipetakan menjadi:
 Pelarian
 Pembelajaran
 Aktualisasi
b. Daya analisis kader terhadap lingkungan jaringannya
Kemampuan kader dalam daya analisis lingkungan ini diperlukan karena dalam
jaringan diperlukan pengenalan lingkungan sebelum berinteraksi ke dalamnya. Daya
analisis ini Dapat diklasifikasikan atas beberapa tingkat kualitas:
 Mengenal bentuk dan pola dinamika lingkungannya
 Tidak mengenal lingkungannya
 Mengenal bentuk dan pola dinamika lingkungannya
 Mampu memetakan subjek dan objek serta arah dinamika lingkungannya
c. Kemampuan interaksi kader terhadap lingkungannya
Evaluasi kemampuan kader dalam hal kemampuannya berinteraksi pada lingkungan
sekitarnya diperlukan karena interaksi adalah inti dari sebuah pengakuan apakah
seorang kader masuk dalam jaringan atau tidak. Tingkat kemampuan kader ini dapat
dipetakan menjadi:
 Teraliansi atas dinamika mayor pada lingkungannya
 Ikut dalam dinamika mayor pada lingkungannya
 Berperan aktif dalam dinamika mayor pada lingkungannya
 Mampu mengarahkan dinamika lingkungannya
d. Peran kader dalam dinamika perubahan lingkungannya
 Pihak yang tidak mengenal dinamika perubahan lingkungannya
 Pengamat dinamika perubahan lingkungannya
 Pelaku yang bukan utama atas dinamika perubahan lingkungannya
 Pelaku utama atas dinamika perubahan lingkungannya
Pada struktur organisasi HMI evaluasi ini harus dijalankan oleh masing-
masingstruktur pimpinan. Struktur ini mulai dari Komisariat, Cabang dan Pusat.
a. Pada tingkat komisariat
pada saranya evaluasi pengelolaan perkaderan melalu jaringan ini dilakukan
pada tingkat cabang. Namun demikian, bagi komisariat yang mapan, komisariat
dapat melakukan evaluasi atas keberhasilan sturkturnya dalam peningkatan
kualitas Kader melalui media perkaderan jaringan. Evaluasi ini harus dilakukan
pada forum Rapat Pimpinan Komisariat kepada Pengurus Cabang dan pada
forum Struktur Kekuasaan yang bernama Rapat Anggota sebagai bentuk
pertanggungjawaban struktur Pengurus Komisariat kepada anggotanya.
b. Pada tingkat Cabang
Pengurus cabang tanpa terkecuali, harus mampu melakukan evaluasi dan
pemetaan kualitas diri kader-kadernya sebagai akibat pengelolaan sistem
perkaderan pada cabang tersebut dengan menggunakan jaringan. Evaluasi ini
harus rutin dilaporkan kepada Pengurus Besar setiap empat bulan dan harus
dipertanggungjawabkan pada forum Konferensi Cabang tersebut dihadapan
para utusan Komisariat.
c. Pada tingkat Pusat
Pengurus Besar (Badan Koordinasi) harus mampu memberi evaluasi dan
pemetaan atas kemampuan struktur cabang mampu mengelola dan
meningkatkan kualitas kader- kadernya secara baik dan benar dalam
pencapaian tujuan-tujuan organisasi HMI. Evaluasi ini didasari oleh laporan
cabang-cabang yang diterimanya secara periodik. Pemetaan ini juga harus
diungkapkan dalam kongres sebagai bentuk pertanggungjawaban dihadapan
para utusan cabang-cabang.
Lampiran-lampiran Skema
Skema Jaringan Aktifitas Kader HMI Pada Lembaga Lain
Skema Jaringan Lembaga HMI Pada Lembaga Lain

49 :.
50 :.
KHITTAH PERJUANGAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Bismillahirromanirrahiim

PENDAHULUAN

Organisasi dapat dikenali dengan berbagai cara, antara lain; melalui Atribut-atribut
Organisasi, Jargon-jargon Gerakan, Output Organisasi berupa karya dan Kader-kadernya.
Mengidentifikasi HMI dengan hal-hal tersebut dipandang amat sederhana, karena terbukti bahwa
kesemuanya tak mampu mewakili kedalaman cita pejuangan HMI, memberi inspirasi bagi
keberlanjutan perjuangan, apalagi jika dikaitkan dengan upaya untuk mempertahankan daya
juang kader sepanjang hayat.
Diperlukan satu konsep yang menggambarkan semangat ideologis kader HMI yang
dapat menjawab kebutuhan tentang pentingnya daya tahan setiap kader dalam mengawal cita-cita
perjuangannya. Hal ini diyakini lebih memiliki keunggulan dibandingkan sekadar atribut, simbol,
jargon, ataupun klaim terhadap alumni dan kader yang “sukses” di bidang tertentu. Artinya, HMI
belum dapat digambarkan dengan mengedepankan hal-hal tersebut.
Khittah Perjuangan HMI merupakan dokumen yang menggambarkan konsepsi ideologis
sebagai upaya kader memberi penjelasan tentang cara pandang HMI mengenai semesta eksistensi
yang wajib diakui, kebenaran yang wajib diperjuangkan, jalan hidup yang wajib dijunjung tinggi,
cita-cita yang perlu diraih, dan nilai-nilai yang mengikat atau menjiwai kehidupannya secara
individual maupun sosial.
Khittah Perjuangan merupakan paradigma gerakan atau manhaj yang merupakan
penjelasan utuh tentang pilihan ideologis, yaitu prinsip-prinsip penting dan nilai-nilai yang dianut
oleh HMI sebagai tafsir utuh antara azas, tujuan, usaha dan independensi HMI. Definisi ini
merupakan kelanjutan dan pengembangan dari berbagai tafsir azas yang pernah lahir dalam
sejarahnya. Tercatat bahwa sejak didirikanya di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H
atau 5 Pebruari 1947 M, HMI pernah memakai sejumlah tafsir azas seperti; tafsir azas HMI
(1957), Kepribadian HMI atau Citra Diri (1963), Garis-garis Pokok Perjuangan (1967) dan Nilai-
nilai Dasar Perjuangan (1969).
Dokumen-dokumen tersebut merupakan tafsir terpisah dari tafsir tujuan dan
independensi. Sebagai paradigma gerakan, penafsiran terpisah antara azas, tujuan dan

51 :.
independensi mengandung kecacatan karena suatu paradigma gerakan yang kokoh harus
merupakan kesatuan utuh antara landasan, tujuan dan metodologi mencapai tujuan.
Muatan Khittah Perjuangan, dengan demikian, merupakan penjabaran konsepsi filosofis
azas, tujuan, usaha dan Independensi. Azas menjelaskan landasan keyakinan HMI tentang
ketuhanan, kesemestaan, kemanusiaan dan kemasyarakatan, semangat perjuangan dan hari
kemudiaan sebagai konsepsi cita-cita masa depan kehidupan manusia. Keyakinan tersebut
merupakan akar dari segenap perbuatan manusia untuk menyempurna sebagai insan kamil atau
cita ulil albab dalam tujuan HMI. Keyakinan dalam Islam tertuang dalam prinsip tauhid yang
mengingkari segenap penghambaan, ketundukan dan keterikatan kepada hal-hal yang
menyebabkan hilangnya kesempatan menyempurnaan menuju kedekatan tertinggi di hadapan
Allah SWT. Keyakinan ini tidak dipahami secara dogmatis melainkan dibenarkan oleh kesadaran
yang sejenih-jernihnya.
Tafsir tujuan HMI dalam Khittah Perjuangan merupakan penjabaran mengenai tujuan
individual, sosial dan hakikat perkaderan sebagai upaya sistematis HMI menuju cita-cita tersebut.
Individu ulil albab dan masyarakat Islam yang dicita-citakan akan melahirkan hubungan timbal
balik. HMI tidak memisahkan wilayah privat dan publik sebagai dua entitas kehidupan yang
berbeda. Hal ini karena Al Qur’an memberitakan bahwa insan ulil albab merupakan sosok yang
dapat membentuk dan menata kehidupan sosial yang adil, sebaliknya kehidupan sosial yang adil
merupakan wahana pendidikan insaniyah yang utama untuk membentuk pribadi-pribadi utama.
Tafsir usaha dan independensi dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai proses
perjuangan yang diridhai untuk mencapai cita-cita. Independensi merupakan nilai yang
menyemangati proses secara sadar tersebut. Independensi mengamanatkan perlunya kemandirian
dan kemerdekaan menentukan sikap untuk memilih kebenaran dan memperjuangkannya.

52 :.
BAB I
ASAS

1. KEYAKINAN MUSLIM
Keyakinan merupakan dasar dari setiap gerak dan aktivitas hidup manusia. Karena itu
manusia secara fitrah membutuhkan keyakinan hidup yang dapat menjadi pegangan dan sandaran
bagi dirinya. Ini berarti manusia menyadari, bahwa dirinya adalah makhluk lemah yang
membutuhkan pertolongan, bimbingan dan perlindungan dari sesuatu yang diyakini sebagai yang
Maha. Perkara keyakinan tertuang dalam suatu sistem keyakinan atau ideologi. Tiap-tiap sistem
keyakinan memiliki konsepsi tersendiri dalam mengantarkan pengikutnya pada pemahaman dan
kepercayaan terhadap tuhan. Pertama, sistem keyakinan yang obyeknya didasarkan pada sesuatu
yang nyata. Kebenaran diukur melalui indera dan pengalaman. Sistem ini disebut kebenaran
ilmiah. Secara filosofis kebenaran ilmiah memiliki kelemahan karena tidak dapat menjelaskan
sisi kehidupan yang berada di luar pengalaman inderawinya.
Salah satu di antaranya adalah mengenai Tuhan. Tuhan tak dapat diyakini
keberadaannya lewat bantuan sistem keyakinan ilmiah. Selain obyeknya, metodenya juga rapuh
karena setiap teori yang diklaim sebagai kebenaran baru sekaligus mengandung keraguan.
Manusia tak dapat berpegang teguh pada prinsip yang di dalamnya mengandung kebenaran dan
keraguan sekaligus, karena hal itu bukan keyakinan, melainkan persangkaan saja. Al Qur’an
menegaskan bahwa persangkaan tak dapat mengantarkan manusia pada kebenaran.1
Kedua, sistem keyakinan yang didasarkan pada doktrin literal. Sistem ini dapat
ditemukan dalam semua agama. Pada dasarnya, sistem keyakinan literal mengingkari arti
pentingnya akal sebagai sarana verifikasi kebenaran. Baginya, kebenaran adalah sesuatu yang
sudah jadi secara sempurna dan harus diterima tanpa perlu menyadarinya terlebih dahulu. Akibat
sistem keyakinan literal, manusia potensial melarikan diri dari kenyataan dan tantangan zaman
setelah terlanjur mendikotomi antara doktrin ketundukan pada ayat suci dengan peran- peran
peradaban manusia. Termasuk dalam kategori ini adalah keyakinan yang didasarkan pada
kebiasaan budaya yang diwarisi dari nenek moyang yang tidak sesuai dengan petunjuk Tuhan. 2
Islam mengajarkan sistem keyakinan yang disebut Tauhid. Tauhid berbeda dengan dua
sistem keyakinan di atas karena cara pandangnya terhadap eksistensi (wujud). Tauhid merupakan
konsepsi sistem keyakinan yang mengajarkan bahwa Allah SWT adalah zat Yang Maha Esa,
sebab dari segala sebab dalam rantai kausalitas. Ajaran Tauhid membenarkan bahwa manusia
dibekali fitrah yaitu suatu potensi alamiah berupa akal sebagai bekal untuk memilih sikap yang

53 :.
paling tepat serta untuk mengenali dan memverifikasi kebenaran dan kesalahan (haq dan bathil)
secara sadar. Manusia meyakini Tuhan dengan metode yang berbeda-beda.
Pada sistem keyakinan lainnya, “Yang Maha” atau yang dirumuskan sebagai Tuhan,
hanya dijelaskan berdasarkan persepsi dan alam pikir manusia sendiri. Sedangkan dalam
konsepsi Tauhid, selain pencarian akal manusia sendiri sebagai alat mendekati kebenaran mutlak,
juga melalui wahyu di mana Tuhan menyatakan dan menjelaskan diri-Nya kepada manusia.3
Jadi, Tauhid memberi tuntunan berupa wahyu Allah melalui para nabi. Tauhid merupakan inti
ajaran yang disampaikan pada seluruh manusia di setiap zaman. Ini berarti bahwa ajaran Tauhid
adalah ajaran universal.
Tauhid merupakan misi utama seluruh nabi dan rasul yang diutus Allah SWT. Mereka
menyampaikan risalah tauhid sesuai dengan tingkat peradaban masyarakatnya. Syari’at Tuhan
silih berganti disempurnakan setiap kali nabi dan rasul diutus untuk mempersiapkan datangnya
nabi dan rasul penutup. Tauhid yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai nabi
terakhir yang dijanjikan Allah, dinyatakan dalam dua kalimat syahadat, yaitu; Asyhadu an lâ
ilâha illallâh, Wa asyhadu anna Muhammadan Rasûlullâh. Artinya, aku bersaksi bahwasanya
tiada ilah selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah rasul Allah. Setiap
manusia telah menyatakan syahadat ini sebelum ia dilahirkan. Persaksian syahadat itu
mengakibatkan manusia harus meniadakan sesembahan, tempat bergantung dari segala sesuatu
yang dipertuhankan. Ini juga berarti bahwa dimensi syahadat adalah pengakuan dan ketundukan.
Pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan pencipta langit dan bumi serta makhluk-makhluk
yang ada dapat diakui oleh siapa saja yang menggunakan akalnya, demikian juga dengan doktrin
yang diterima sebagai warisan budaya. Namun jika manusia diajak untuk tunduk dan berserah
diri penuh kepada perintah Allah, sebagian manusia menolaknya. Pengakuan yang tak dibarengi
dengan ketundukan pada hakikatnya adalah kecacatan Tauhid.
Allah SWT menurunkan wahyu melalui Jibril sejak Adam as. sampai Muhammad SAW,
dalam bentuk shuhuf, ataupun dalam bentuk kitab. Wahyu-wahyu sebelum diturunkannya Al
Qur’an dibawa oleh para rasul sebagai petunjuk bagi kaum dan kurun tertentu, untuk menata
sistem kehidupan di zamannya masing-masing, sedangkan Al Qur’an diturunkan sebagai
petunjuk seluruh manusia dan berlaku sepanjang masa. Selain sebagai petunjuk, Al Qur’an juga
sebagai kitab penjelas atas petunjuk dan pembeda (haq dan batil), serta pembenar dan
penyempurna kitab-kitab sebelumnya,4 sehingga Al Qur’an mengandung ajaran yang sempurna
dan terjaga keaslian dan kelestariannya sampai hari kiamat. 5

54 :.
Kandungan Al Qur’an yang amat penting terletak pada misi dan seruan kepada manusia
untuk beriman, beribadah serta beramar ma’ruf nahi mungkar. Al Qur’an juga dinyatakan sebagai
kitab yang memberi petunjuk, pembeda, pengingat, pembawa berita gembira, pembawa syari’at
yang lurus dan pedoman bagi manusia. Al Qur’an diklaim bahwa dirinya adalah kitab yang
membawa misi pembebasan bagi manusia dari kegelapan menuju cahaya. 6 Itulah sebabnya
manusia diperintah Allah agar menerima Al Qur’an tanpa keraguan.
Kandungan Al Qur’an tidak hanya memuat ajaran tauhid dan peribadatan, tetapi Al
Qur’an juga memberikan persepsi tentang masalah-masalah kosmologi, sejarah, fenomena sosial,
membicarakan suatu entitas tertentu secara mondial, misalnya tentang langit dan bumi dengan
detail atau rinci. Kelengkapan Al Qur’an ini diimbangi dengan seruan Allah pada manusia agar
hati dan akalnya senantiasa dimanfaatkan dalam segala hal dan digunakan untuk memikirkan
permasalahan intelektual. Al Qur’an menunjukkan kelengkapan ajaran dan misi yang
diperuntukan bagi manusia, sehingga Allah berkenan menurunkan sejarah kenabian dan
kerasulan di dalamnya, berikut dengan konsekuensi penerimaan dan penolakannya.
Semua nabi menyampaikan ajaran tauhid tanpa pemaksaan, 7 namun dengan
penyampaian, pengajaran dan peringatan, serta memberikan janji tentang kesucian diri kepada
manusia. Keyakinan akan bimbingan oleh para nabi disebut dengan doktrin kenabian. Kenabian
ini amat penting karena dalam kenyataan hidupnya, manusia ternyata tidak senantiasa mampu
menjaga dan mengembangkan jati diri untuk kembali kepada fitrahnya secara mandiri, bahkan
tidak jarang manusia tenggelam dalam noda dan dosa serta kekafiran.
Penyampai risalah yang memiliki otoritas sebagai uswatun hasanah,8 harus
menyampaikan risalahnya kepada manusia secara langsung agar dapat dipraktekkan di kehidupan
manusia. Perilaku kehidupan manusia yang diridhoi Allah SWT diajarkan oleh Islam dalam
konsep kesaksian syahadah rasulnya. Maka kedudukan nabi, rasul dan Muhammad sebagai
penutupnya tidak cuma penyampai risalah dan menjadi uswatun hasanah, akan tetapi juga sebagai
acuan dan sumber syari’ah setelah wahyu.9
Pada realitas sosial, selain mengajarkan risalah, setiap rasul terutama Muhammad SAW
juga memimpin dan mendidik umatnya, dan dalam keadaan tertentu juga menjadi panglima
perang. Kehadiran dan peran ini memiliki kesamaan misi, yakni menyelamatkan dan
membebaskan manusia dari kehancuran dan dari api neraka, serta mengajaknya pada kehidupan
yang sejahtera dunia akhirat. Kompleksitas peran dan kedudukan nabi menunjukkan bahwa
persoalan agama bukanlah sebatas rohani, spiritual, etika dan keakhiratan belaka, tetapi meliputi
semua kehidupan manusia.

55 :.
Salah satu misi adalah untuk mengembangkan “kejatidirian” manusia dengan benar,
terletak pada pandangan dan penjelasan Al Qur’an tentang alam semesta. Menurut Al Qur’an,
keberadaan alam semesta juga karena diciptakan. Proses penciptaan itu sendiri berjalan secara
evolutif dalam enam masa.10 Alam diciptakan Allah SWT dalam keadaan seimbang dan tanpa
cacat.11 Alam semesta secara pasif adalah muslim. 12 Keberadaannya sebagai bukti kekuasaan
dan keberadaan Allah SWT. Karena itu manusia jangan terperosok ke dalam penyembahan
terhadap alam, dan melupakan Tuhan karena interaksinya yang keliru terhadap alam.
Alam semesta ini diciptakan Allah SWT untuk manusia dan menjadi pelajaran baginya.
Manusia berhak mengelola dan memanfaatkannya guna memenuhi kebutuhan dan untuk
mencapai tujuan hidupnya. Tetapi sebaiknya, manusia dilarang meng-eksploitasi dan merusaknya
sehingga segala akibatnya akan diderita oleh manusia. 13 Agar manusia dapat memperoleh
pelajaran, maka alam juga dilengkapi dengan ukuran atau qadar14 dan hukum- hukum tertentu
yang disebut sunnatullah. Sunnatullah pada alam semesta bersifat tetap, dapat diamati dan
dipelajari oleh manusia.15
Oleh karena itu jika manusia secara serius mau memperhatikan alam dengan mengi- kuti
petunjuk kitab suci dan nabinya serta mendayagunakan secara maksimal akal budinya maka ia
akan dapat memperkirakan perjalanan alam dan selanjutnya menguasainya secara proporsional.
Dari sinilah sejarah hidup manusia dan masa depannya diuji Apakah dengan diturunkannya
risalah universal itu manusia dengan sadar mengikutinya yang berarti muslim atau menempuh
jalan lain yang berarti kafir atau munafik.
Setiap pilihan manusia membawa konsekuensi di dunia maupun di akherat. Konsekuensi
di akherat akan menjadi tanggungan bagi dirinya sendiri. Suatu masa ketika setiap manusia harus
mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya disebut hari kiamat atau hari pembalasan.
Pada hari itu semua amal manusia akan dihisab atau dihitung dan ditimbang baik dan buruknya.
Akhirnya, sebagai konsekuensi amal perbuatannya, apabila kebajikannya lebih banyak, akan
menjadi ahli surga atau sebaliknya menjadi ahli neraka.
Sistem keyakinan merupakan konsepsi yang menjiwai cara pandang tentang
pengetahuan (ma’rifah), cara pandang tentang manusia, cara pandang tentang kemasyarakatan,
cara pandang tentang alam semesta, dan cara pandang tentang akhir kehidupan manusia. Bagian
berikut dari bab ini nantinya akan menguraikan secara lebih lengkap mengenai cara pandang
HMI tentang keilmuan hingga cara pandang tentang keakhiratan yang dijiwai oleh sebuah sistem
yang diyakini bersama yaitu sistem keyakinan Tauhid.

56 :.
2. WAWASAN ILMU
Manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki sturuktur ciptaan paling sempurna 16
dari pada makhluk–makhluk lainnya. Ia hadir di atas dunia (diciptakan oleh Allah) dengan tujuan
tunggal, yakni beribadah kepada Allah SWT. Meskipun memiliki kesempurnaan struktur, tetapi
awalnya manusia lahir dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu apapun. 17
Kemudian Allah memberi alat untuk memperoleh pengetahuan berupa fuad (hati dan akal),
pendengaran dan penglihatan (panca indera). 18 Maksudnya agar kita kembali pada tujuan
diciptakannya, yakni beribadah dan bersyukur kepada Allah SWT.
Allah telah mengaruniakan potensi pada diri manusia untuk memperoleh pengetahuan
lewat kenyataan diri dan alam. Allah telah mengajarkan pengetahuan lewat kenyataan diri dan
alam. Allah telah mengajarkan pengetahuan lewat kenyataan diri manusia sendiri dan kejadian
alam,19 yang kemudian dapat menjadi pengetahuan alam dan pengetahuan tentang manusia.
Dalam dua pengetahuan ini berlakulah sunnatullah, baik fisik maupun non fisik yang sejak
semula diciptakan sampai hari akhir tanpa perubahan sedikitpun. 20
Terdapat perbedaan metode dalam memahami kedua sunnatullah tersebut, dari segi
instrumen dalam diri manusia dan sumber pijakan pengetahuan. Pada pengetahuan alam fisik, Al
Qur’an menjelaskan secara garis besar tentang bagaimana teori dan hukum alam dapat dipahami.
Alam fisik adalah objek pengetahuan yang sifat-sifatnya relatif tetap (kontinu dan konsisten).
Akibatnya proses dan instrumen memperoleh pengetahuan ini cukup dengan pencerahan
intelektual secara sungguh-sungguh apapun keyakinan dan pandangan hidupnya, 21 hasilnya akan
sama sepanjang konsisten dengan sunnatullah. Keberhasilan memperoleh pengetahuan pada
tingkat ini karena alam fisik memiliki tingkat objektivitas tertentu. 22 Tugas manusia adalah
untuk memikirkannya sampai menemukan hukum alam (sunnatullah) yang tepat dan benar.
Misalnya, masalah turunnya air, peristiwa siang dan malam, matahari dan bulan, laut yang
mengeluarkan daging segar dan perhiasan untuk manusia dan sebagainya. 23
Tetapi dalam pemanfaatan atau penerapan hasil pengetahuan alam dalam bentuk
teknologi ini tidak lagi bebas nilai, tidak hanya dengan pemikiran bebas (rasional), tetapi
ditentukan oleh keyakinan, pandangan hidup, teori dan strategi perbaikan masyarakat
pemakainya. Pemakaian teknologi yang berangkat dari pandangan ‘manusia sebagai pusat
kehidupan” tentu berbeda dengan yang berpijak dari pandangan “Allah sebagai pusat kehidupan”
baik dalam strategi, pendekatan kebijakan maupun dampaknya. Bagi yang berpandangan “Allah
pusat kehidupan” akan memulai tahap penelitiannya dengan motif beribadah kepada Allah
SWT.24
57 :.
Al Qur’an merupakan sumber nilai yang mampu berdialog dengan seluruh problem
kehidupan manusia, sehingga banyak ayat Al Qur’an meminta perhatian manusia agar hati dan
akalnya senantiasa dimanfaatkan dalam segala hal. Hal ini karena manusia memiliki fuad (hati
dan akal) serta panca indra yang melahirkan keyakinan, perasaan, pandangan hidup, pikiran dan
lingkungan pergaulan. Maka, manusia akan memperoleh kebenaran jika cara berfikirnya
diletakkan di bawah iman dengan Al Qur’an sebagai informasi awal pengetahuan25.
Salah satu sunnatullah yang berlaku dalam kehidupan masyarakat (menurut Al Qur’an)
adalah bahwa masyarakat akan mengalami kejayaan (mencapai puncak peradaban) jika
mayarakat tersebut mengikuti “dienul Islam” yang sejalan dengan fitrah manusia, memiliki
kesadaran akan hakikat keberadaan dirinya akan dirinya dimata Allah, dan memperjuangkannya
dengan kesungguhan.26 Masyarakat akan hancur jika mengikuti hawa nafsu dengan menjadikan
dirinya sebagai sumber nilai dan tujuan kehidupan. Karena hawa nafsu menyuruh manusia
berbuat kejahatan.27 Oleh karena itu masyarakat yang hanya mengikuti hawa nafsu, keinginan
tak terbatas untuk menjadikan manusia sebagai pusat orientasi kehidupan, termasuk ciri utama
masyarakat yang dzalim.28
Dalam perspektif sejarah, masyarakat yang dzalim pasti mengalami kehancuran. Proses
kehancurannya ditandai dengan krisis keyakinan dan moral serta munculnya pemuka masyarakat,
baik dalam kekuasaan, kekayaan maupun ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memimpin
dengan melampaui batas, dan baru kemudian lahir generasi pengganti sebagai pemimpin
(khalifah) yang juga masih akan diuji bagaimana cara kerja mereka. 29
Adapun jenis pengetahuan yang lain merupakan ikhtiar manusia dalam memahami
Tuhannya. Hal itu tidak mungkin dicapai kecuali memahami sifat-sifat-Nya melalui Al Qur’an
dan sunnah rasul. Jika semata-mata manusia mendasarkan rasio, niscaya tidak mungkin mencapai
pengetahuan tentang Tuhan yang sebenarnya, bahkan tersesat jauh dari kebenaran. 30 Penerimaan
manusia terhadap otoritas Al Qur’an dan sunnah rasul sebagai referensi akan memberikan bekal
bagi akal untuk proses pemerkayaan dan pembentukan pola berfikir yang Islami. Hal ini terjadi
karena Al-Qur’an memiliki keragaman tema pembahasan terhadap berbagai masalah, alur logika,
semangat dan metodologi yang komprehensif. Dalam kerangka referensi inilah, manusia
mempunyai peluang untuk berhasil mengantisipasi problematika kehidupan, keilmuan serta
memastikan bentuk epistemologinya secara komprehensif pula, berdasarkan prinsip-prinsip
tauhid.
Satu pihak, ilmu merupakan rangkaian kegiatan progresif yang dilakukan dengan sistem
dan metode tertentu melalui usaha akal budi dalam memahami Tuhan, manusia dan alam. Dilain
58 :.
pihak, tujuan ilmu adalah kebenaran, dimana sumber nilai kebenaran asasi dan hakiki adalah Al
Qur’an dan As Sunnah31. Maka pandangan tentang Tuhan, manusia dan alam harus bertitik tolak
dari Dien al-Islam dalam prinsip-prinsip Tauhid. Ilmu hanya untuk mencapai kebahagian dunia
akherat, sehingga semakin tinggi ilmu manusia, meninggi pula tingkat ketaqwaannya. Merekalah
yang derajat dan kemuliaannya ditinggikan di sisi Allah. 32
Akibatnya struktur ilmu dalam pandangan Islam secara epistemik berbeda dengan ilmu
atau (sains) yang dibangun berdasarkan ideologi non Islam. Pada perspektif Islam, ilmu dibangun
atas dasar keyakinan tauhid, kemudian diturunkan dan dikembangkan berbagai asumsi teori
dasar, penalaran ilmiah, disiplin ilmu dan teknologi. Sedangkan khasanah kon- vensional, ilmu
tidak dibangun berdasarkan keyakinan agamawi, bahkan terpisah sama sekali.
Perbedaan itu membawa implikasi besar. Pada khasanah konvensional, ilmu biasanya
diverifikasi (di-tashih) hanya sebatas empirik dan logis saja. Akibatnya hal-hal yang tidak dapat
diverifikasi secara empiris dan logis, dianggap di luar kategori ilmiah. Sedangkan dalam
pandangan Islam untuk memverifikasi atau mentashih, tidak hanya bersifat empirik dan logis
tetapi juga normatif, yakni berdasarkan Al Qur’an dan as sunnah. Akhirnya banyak hal-hal
keilmuan yang tidak dapat diverifikasi secara empirik dan logis, dapat diverifikasi secara
langsung berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah.
Islam menyatakan bahwa ilmu merupakan kesatuan pengetahuan tentang Tuhan, alam
dan manusia, sehingga melahirkan spektrum yang sangat luas yaitu Tauhid, kealaman, dan sosial
yang kemudian melahirkan cabang-cabang ilmu lainnya. Pada pandangan umum, ilmu terbagi
menjadi ilmu agama, sosial dan alam. Kategori ini secara filosofis sekuler, karena agama adalah
urusan akherat atau pribadi saja, tidak merangkum seluruh kenyataan sosial. Sedangkan ilmu
sosial dan alam adalah urusan dunia yang terlepas dari kehidupan beragama. Padahal alam
semesta ini sebuah kesatuan yang membentuk ilmu dalam satu kesatuan pula, dimana cabang-
cabang ilmu harus dilihat sebagai hubungan yang saling bergantung.
Akhir kata kesemuanya mengacu pada kata kunci bahwa Allah sebagai sumber
kebenaran, memerintahkan manusia mempelajari alam dengan segala petunjukNya. Namun untuk
memahaminya, manusia harus belajar dengan akal budi. Manusia akan mencapai puncak
perkembangan diri dan masyarakatnya melalui landasan iman yang kuat dan disertai dengan
penguasaan ilmu pengetahuan dalam perspektif Al Qur’an dan As sunnah33. Dengan demikian
Kesesatan pencarian kebenaranpun akan berakhir.

59 :.
3. WAWASAN SOSIAL
Tiap-tiap sistem keyakinan atau derivasinya memiliki cara pandang tentang dimensi
private dan publik manusia yang berbeda-beda. Ada yang meyakini bahwa aspek individu
manusialah yang utama (primer). Anggapan ini menyebabkan munculnya keserakahan seorang
atau sekelompok orang yang berujung pada eksploitasi atas orang lain. Di sisi lain, ada keyakinan
yang menekankan keutamaan aspek sosial. Pandangan ini menyebabkan diabaikannya
kepentingan pribadi (individu). Bahkan keyakinan ini menyebabkan kediktatoran sebagai cara
paling mudah untuk menekan keinginan individual manusia. Kedua cara pandang ini merupakan
filsafat sosial yang mengingkari sebagian unsur kemanusiaan atas unsur lainnya.
Islam menolak kedua anggapan tersebut di atas. Selain itu, Islam juga menolak bahwa
manusia bermasyarakat karena terpaksa oleh kenyataan bahwa manusia tak dapat hidup tanpa
bantuan orang lain.34 Demikian juga Islam menolak anggapan bahwa manusia bermasyarakat
untuk membangun kerja sama antara individu sehingga lebih produktif.35 Cara pandang tentang
nilai kemasyarakatan yang dipaksakan oleh kelemahan manusia maupun pilihan manusia untuk
bekerja sama agar lebih produktif akan menumbuhkan potensi kesombongan bagi manusia yang
beroleh sejumlah kelebihan individual, baik dalam berupa kekayaan, kekuasaan, status sosial dan
tingkat pendidikan.36
Islam memandang bahwa kemasyarakatan merupakan ciri kemanusiaan yang tak dapat
dipisahkan dari kepribadian manusia. Karakter dan jiwa kemasyarakatan bukan sesuatu yang baru
tumbuh setelah manusia berinteraksi dengan orang lain, melainkan sudah ada sejak manusia
diciptakan.37 Dengan demikian, Islam memandang bahwa seorang manusia memiliki hak-hak
pribadi yang harus dihormati. Individu yang bersangkutan juga bertanggung jawab untuk
memenuhi kepentingannya, baik yang bersifat material untuk kebahagiaan di dunia hingga yang
menyangkut keselamatan dan kebahagiaannya di akhirat. Namun, pada saat yang sama manusia
bertanggung jawab mewujudkan kepentingan bersama.
Masyarakat dalam pandangan Islam memiliki jiwa sebagaimana individu memiliki jiwa
juga. Perbedaan jiwa kemasyarakatanlah yang membuat suatu perbedaan antara kaum yang satu
dengan kaum yang lain. Jiwa kemasyarakatan yang lemah akan menyebabkan lemahnya sistem
kehidupan dan hilangnya kehormatan warga masyarakat atau suatu kaum. Problematika ini
dikenal dengan kematian sosial38 yang selalu diawali dengan munculnya penyakit-penyakit
sosial. Tiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga kehormatan dan harga diri
masyarakatnya sehingga terhindar dari kematian sosial.

60 :.
Kematian sosial biasanya dimulai dan ditandai oleh sebuah sikap saling tidak peduli satu
dengan yang lainnya yang kemudian menjadi suatu kewajaran dalam sistem masyarakat. Inilah
awal kematian sosial. Sikap saling tidak peduli akan memperbanyak orang yang menindas
diantara sesamanya. Pada awalnya penindasan cuma sebuah noktah ditengah lautan, namun
ketidakpedulian membuatnya menjadi samudera kehidupan, ketidak pedulian membuat
penindasan menjadi sistem masyarakat. Tak ada lagi yang mampu mencegahnya kecuali
kehancuran masyarakat itu sendiri.39
Allah SWT mengecam sikap-sikap yang melemahkan jiwa kemasyarakatan. Sikap
seperti ini dsetarakan dengan “kemurtadan”. Allah SWT akan menghapus kehormatan, bahkan
eksistensi suatu masyarakat itu lalu menggantikannya dengan kaum yang baru. Kaum baru ini
adalah kaum yang dicintai dan mencintai Allah SWT, bersikap lemah lembut terhadap orang
beriman, bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, berjihad dijalan Allah dan tidak takut
terhadap celaan para pencela.40
Kaum baru ini memiliki jiwa yang kuat, memiliki inspirasi sosial untuk melahirkan
karya peradaban. Kaum baru ini adalah kaum yang hidup atas dasar konsep tauhid yang hanya
dapat dikembangkan oleh diri-diri yang bertaqwa.41 Inilah yang disebut dengan masyarakat yang
“hidup”. Masyarakat ini tidak memiliki penyakit sosial yang bernama ketidakpedulian diantara
sesamanya. Sikap saling menjaga akan mencegah penindasan meluas karya peradaban umat terus
terlahirkan.
Konsepsi mengenai masyarakat diatas tak dapat lepas dari konsepsi tentang manusia.
Kegagalan dalam memahami manusia akan menyebabkan kegagalan yang sama dalam
memahami masyarakat, serta kekeliruan dalam memperlakukannya. Manusia merupakan puncak
kesempurnaan penciptaan. Di antara seluruh makhluk, manusialah yang dianugerahi keutamaan
untuk memiliki “unsur ilahiyah” yakni perwujudan ruh Tuhan, 42 yang kelak akan menjadi modal
baginya untuk berakhlak berdasarkan sifat-sifat Tuhan.
Manusia tidak dapat diukur hanya dari sisi materialnya seperti anggapan kaum
materialis, demikian juga tidak hanya dari sisi non-materialnya seperti anggapan kaum batiniyah.
Itu sebabnya, manusia disebut sebagai sebaik-baik ciptaan.43 Manusia memiliki kehendak bebas
dan kemerdekaan memilih dalam rangka menentukan nasib masa depannya. Allah SWT
mengaruniakan kesanggupan merancang sejarah masa depannya hingga hari akhir saat
menghadapkan dirinya pada hari pembalasan. Pada fitrah sebaik-baiknya ciptaan ini bukan
berarti manusia adalah makhluk super dan bukan pula penguasa yang berhak mengeksploitasi

61 :.
makhluk lainnya.44 Hal ini Karena konsep kemanusiaan bukanlah penegasian makhluk lain.
Sehingga kematian satu makhluk merupakan kematian sebagian sisi manusia itu sendiri.
Pada sebaik-baiknya ciptaan tersebut pula, Allah SWT menciptakan manusia dan
alamnya dengan karakter-karakter yang mandiri, dan tak satupun yang persis serupa adanya.
Akibatnya dalam interaksi akan selalu ditemui keberagaman. Kenyataan keberagaman manusia,
dari individu, suku, bangsa atau kaum merupakan kehendak bijak Allah SWT untuk mendidik
manusia membangun interaksi sosial dalam kerangka ketaqwaan. Sehingga keberagaman
bukanlah penghambat pembentukan masyarakat, melainkan justru mendorong kehidupan
bermasyarakat ke arah kesempurnaan. Sebab, adanya keberagaman itu tidak akan menghalangi
manusia untuk tetap tegak berpegang pada prinsip hukum yang adil sekaligus benar pada
interaksi masyarakatnya45
Selain itu, Islam memandang bahwa sesama manusia memiliki kedudukan hak dan
kewajiban dihadapan Allah. Ini dikarenakan manusia menurut Islam, dicipta dari bahan yang
sama dalam fitrah yang sama, yakni tauhid, dan memiliki tugas-tugas yang sama pula, yakni
beribadah46. Maka, Islam tidak memandang penting perbedaan status yang didasarkan pada
etnis, geografis atau kelas sosial. Islam berpandangan bahwa harkat kemanusiaan yang tertinggi
dapat dicapai oleh manusia karena ketaqwaannya, atau sejauh mana manusia memilih keyakinan
dan sistem nilai kehidupannya.47
Pada konsep ini Islam mengenal konsep masyarakat yang disebut dengan ummah. Istilah
ummah secara etimologis berarti ibu atau induk, tetapi secara sosiologis juga berarti sebagai
sistem sosial, sistem nilai dan etika dalam masyarakat secara mondial. 48 Oleh karena itu bila
istilah ummah ditetapkan untuk umat Islam, maka secara teoritik, bukan saja menunjuk pada
eksistensi masyarakat muslim dengan dasar keyakinan individual dan pola peribadatan yang
sama, tetapi juga mencakup “sistem nilai” yang berlaku dalam sistem kemasyarakatan.
Sebagaimana arti etimologisnya ; ”ibu”, Ummah memiliki salah satu peran ”mengasuh”.
Mengasuh insan-insan yang hadir dan berinteraksi didalamnya. Keberadaan Ummah adalah
keselamatan bagi insan-insan tersebut. Asuhan yang diberikan akan mewarnai dan membentuk
hidup dan kehidupan insan-insan tersebut. Oleh sebab itu peran sebagai pengasuh inilah yang
akan ikut menentukan bagaimana bentuk-bentuk manusia yang ada dalam lingkaran ummah
tersebut. Oleh sebab itu pada konsep ummah sistem sosial yang berjalan adalah sistem yang
saling menjaga keselamatan sesama manusia. 49 Masyarakat yang tidak memiliki sistem saling
menjaga, sistem yang tidak mampu mencegah kehancuran insan-insan didalamnya, bukanlah
realitas konsep masyarakat yang dimaksud dalam ”Ummah”. Karena pada wilayah sosiologis
62 :.
bentuk asuhan yang terefleksi dari sistem sosial turut berperan dalam membentuk tingkat
keimanan manusia dihadapan sang khaliknya. 50

4. KEPEMIMPINAN
Bagi Islam hubungan antara individu dengan masyarakat serta pola-pola interaksinya
bukanlah hubungan antara individu dan masyarakat yang saling bertentangan, saling menindas,
bahkan eksploitatif.51 Islam memandang bahwa hubungan individu dan masyarakat adalah
koheren, kohesif dan komplementatif. Islam menyatakan bahwa individu dan masyarakat telah
terikat dalam sisitem nilai yang sama, memiliki otentasi dalam misi yang sama melalui pola kerja
yang beragam. Sehingga dalam Islam sesama muslim adalah saudara. 52 Kehadiran seorang
muslim bagi seluruh manusia dan sekalian alam adalah rahmat, bukan bencana.
Sifat rahmatan lil alamin tersebut bukanlah sesuatu yang hadir tiba-tiba, namun harus
melalui proses yang terus dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai makhluk komunal manusia
dituntut untuk membuat kesepakatan-kesepakatan di antara sesamanya.53 Kesepakatan ini lahir
agar interaksi sesama manusia dan interaksi dengan alam tidak bersifat merusak namun bersifat
menjaga.
Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang berani untuk memulai sikap saling
menjaga, yang pada akhirnya menjadikannya sebagai makhluk yang memimpin makhluk lainnya
di alam semesta ini. Makhluk lainnya menolak peran ini54, karena peran ini menuntut sebuah
konsekuensi. Konsekuensi di mana makhluk yang menjadi pemimpin (khalifah) harus bisa
menjaga dirinya sendiri dari kehancuran dan membawa konsekuensi menjaga makhluk lainnya
agar terhindar dari kepunahan. Kehancuran dan kepunahan dalam proses alam semesta
merupakan sebuah kepastian yang tidak dapat ditolak dalam siklus alam semesta.
Penobatan manusia menjadi khalifah dilengkapi dengan fungsi kepemilikannya akan
ilmu yang diberikan Allah SWT, yang secara potensial dapat didayagunakan untuk mengatur dan
mengelola alam semesta. Inilah yang menjadi pembeda hakiki antara manusia dengan makhluk
lainnya, sehingga kekhalifahan menjadi hak dan sekaligus tangungjawab manusia.55
Istilah khalifah secara etimologis berarti wakil dan dalam pengertian risalah Islam
berarti wakil Allah dimuka bumi, yang berkewajiban memakmurkan bumi sesuai dengan
kehendak dan ajaran-Nya. Disamping khalifah, istilah lain yang hampir sama adalah imamah.
Imam secara etimologis berarti pemimpin dan dalam pengertian Islam berarti pemimpin ummah
yang berkewajiban mengurus kepentingan dan berbagai aspek kehidupan umat Islam. Sistem
kekhalifahan atau immah merupakan kekayaan historis yang pernah berlaku didunia Islam,
63 :.
sedangkan dalam penentuan formatnya di masa mendatang sangat ditentukan oleh kualitas Ijtihad
dari setiap generasi dalam menghadapi permasalahan-permasalahan kondisional.
Pada konteks masyarakat, kepemimpinan (Khalifah atau imam) merupakan sebuah
kepercayaan satu individu atau lebih kepada individu lainnya. Dengan demikian perlakuan hidup
yang diberikan seorang yang dipercaya diharapkan tidak merugikan individu yang memberi
kepercayaan. Kondisi ini disebut dengan ”kondisi berkeadilan” Oleh sebab itu kualitas
kepemimpinan dalam masyarakat diukur dalam tingkat keadilan yang mampu diciptakan. 56
Untuk mencapainya, manusia dalam bermasyarakat dapat menciptakan sistem kepemimpinan
yang membawa keadilan. Selama sistem tersebut memberikan keadilan bagi manusia dan tidak
mempercepat kehancuran bagi makhluk lainnya maka sistem itu dapat dipertahankan. Tetapi tak
ada sistem kepemimpinan yang secara ideal mampu menciptakan keadilan yang ideal pula selain
kerasulan yang diturunkan oleh Allah SWT. Maka sistem kepemimpinan dapat berubah
sepanjang waktu sesuai dengan kesepakatan sesama manusia yang menjalankannya.
Sistem kepemimpinan yang pasti berubah untuk perbaikan secara terus menerus
mengakibatkan sesama manusia tidak boleh menghambat proses perbaikan tersebut. Proses
perbaikan akan terhambat ketika ada sikap dominasi mutlak satu manusia terhadap manusia
lainnya. Sikap ini tentu akan bermuara pada terciptanya kondisi kezaliman. Dalam menghadapi
dominasi mutlak tersebut, Islam mengajarkan manusia untuk ber-amar ma’ruf nahi mungkar.
Pada konsep ini umat Islam dituntut untuk selalu memberi peringatan kepada siapapun yang
melakukan kedzaliman.57 Bagi kaum yang terdzalimi atau kaum mustadh’afin Islam
mengajarkan untuk membela haknya dengan menegakkan sistem hukum yang menjamin
tegaknya keadilan dan kebenaran.58
Oleh sebab itu Islam memandang bahwa kepemimpinan bukanlah untuk diperebutkan
tetapi merupakan alat bagi manusia untuk membangun tatatan masyarakat yang diridhai Allah
SWT. Islam juga memandang bahwa tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT
didasarkan pada prinsip kepemilikan yang terpusat pada sang khalik. Bahwasannya segala
sesuatu di alam semesta ini dan limpahan kekayaan di dalamnya adalah milik Allah SWT. 59
Konsekuensinya Islam menolak suatu pemilikan dan pengusaan harta oleh manusia secara
mutlak. Harta menurut Islam adalah amanah dari Allah, yang dalam penggunaannya harus
berdasarkan hukum yang ditetapkan Allah dan digunakan untuk beribadah kepada-Nya.
Akibatnya sistem kepemimpinan juga harus mampu menjamin adanya aturan atas
pengakuan “hak milik” dengan pola distribusinya. Salah satu aturannya adalah adanya hak sang
fakir miskin. Sistem kepemimpinan harus mampu menjamin pemenuhan hak bagi fakir-miskin

64 :.
dari harta orang-orang kaya. Muaranya sistem kepemimpinan mampu melahirkan interaksi
ekonomi yang tidak mengarah kepada akumulasi kekayaan disatu pihak yang mengakibatkan
penderitaan dipihak lainnya.60
Pada konteks Individu, Al Qur’an mengatur kualifikasi khalifah. Prinsip utama
kualifikasinya adalah pada tingkat keimanan sang makhluk. Sebagaimana diserukan oleh Allah
SWT kepada sekalian mu’min untuk taat kepada Allah SWT, dan rasul-NYA serta ulil amri
diantara para mu’min tersebut. 61 Berarti, secara tegas kepemimpinan orang-orang yang ingkar
ditolak. Prinsip ini sekaligus mengikat bai’at yang seharusnya dilakukan setiap mu’min, untuk
tidak memilih walinya dari orang-orang yang membuat agama (Islam) menjadi buah permainan
dan ejekan, yakni dari kalangan ahli kitab dan orang-orang kafir.62
Kualifikasi berikutnya terletak pada tingkat kearifan seseorang, baik dalam urusan
syari’ah, ilmu pengetahuan, politik dan aspek kehidupan lainnya. Karena itu seorang khalifah
atau imam, haruslah memiliki kualitas ulil albab, dan mewarisi sifat-sifat nabi, yakni berbudi
pekerti yang agung.63 Keberadaan sistem kepemimpinan dalam masyarakat juga harus mampu
melahirkan sosok pemimpin yang berkualifikasi tersebut diatas. Ketidakmampuan dalam
melahirkan sosok pemimpin yang pantas akan berimbas pada kehancuran masyarakat itu
sendiri.64 Mulai dari jiwanya sampai dengan peradabannya.
Tentu saja individu-individu yang mukmin yang dapat memenuhi kualifikasi itu. Karena
ia akan mampu mempertanggungjawabkan perannya sebagai khalifah dalam konteks dirinya dan
dalam konteks lingkungannya dihadapan Allah SWT. Meluasnya tanggungjawab kepemimpinan
ini juga mengakibatkan bertambahnya tanggungjawab yang harus dipikul seorang umat yang
beriman dihadapan Allah SWT. Ia tidak hanya akan ditanya bagaimana ia menghidupi dirinya
namun juga ditanya bagaimana ia menghidupi umat yang dipimpinnya. 65 Pertanggungjawaban
ini mencerminkan bahwa pemimpin lebih memiliki kemungkinan lebih besar untuk terjerumus
kedalam neraka jahanam kelak, sehingga menjaga pemimpin- pemimpin yang telah kita beri
amanah menjadi kewajiban mutlak bagi tiap manusia.
Kepemimpinan Islam sebagai instrumen kelembagaan, dalam kenyatannya, mempunyai
tugas yang sama dengan tugas-tugas setiap mu’min yakni amar ma’ruf nahi munkar.66 Dengan
demikian, antara intitusi kekhalifahan dengan individu-individu mu’min adalah koheren dalam
mengemban tugas-tugas keumatan. Oleh karena itu keberadaan kepemimpinan Islam, bagi
umatnya merupakan interpedensi dan koeksistensi. Hal ini menjadi citra utama keberadaan
jama’ah dan kekhalifahan Islam yang par excelent sempurna, yang termanifestasikan pada masa

65 :.
nabi muhammad SAW. Demikian juga seharusnya bagi umat Islam dewasa ini sebagai bukti
ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

5. ETOS PERJUANGAN
Perubahan tatanan masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai Islam bukanlah suatu janji
Allah SWT yang diberikan begitu saja kepada ummat manusia tanpa ada proses pembentukan67.
Proses pembentukannyapun menuntut adanya keterlibatan manusia didalamnya. Tuntutan akan
keterlibatan manusia dalam proses pembentukan masyarakat dikarenakan manusia diciptakan
Allah SWT sebagai khalifah dimuka bumi, sehingga ia memiliki peran mengatur dan penentu
bentuk tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT.
Manusia dalam menjalankan perannya sebagai khalifah tidak dengan berdiam diri dan
melihat perubahan tatanan dan lingkungan masyarakatnya berjalan dengan sendirinya. Namun
peran khalifah itu harus dijalankan manusia dengan berusaha dan berjuang sepenuhnya untuk
pembentukan tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT dan tentunya tatanan itu berjalan
dengan dasar nilai-nilai Islam yang berlaku didalamnya68.
Oleh sebab itu semangat untuk berjuang (Etos Perjuangan) menjadi penting untuk
dimiliki oleh seorang insan yang diciptakan sebagai khalifah dimuka bumi. Etos perjuangan
menjadi bekal dalam berusaha dan berjuang untuk perbaikan masyarakat di setiap waktu dan di
setiap tempat. Manusia yang memiliki etos perjuangan yang cukup kuat akan selalu sadar untuk
melihat realitas lingkungan sekitarnya dan melakukan perubahan serta perbaikan atas kondisi
lingkungannya tersebut setiap saat. Melakukan perubahan dan perbaikan setiap saat tanpa henti
seperti ini dikarenakan kondisi lingkungan masyarakat tidak pernah mencapai titik ideal yang
diam dan statis.
Begitu juga dengan tatanan masyarakat yang diyakini didasarkan oleh nilai-nilai Islam
tidak akan pernah mencapai titik kebenaran ideal sepanjang zaman. Oleh sebab itu Islam yang
tidak mengenal konsep kemapanan, akibatnya memunculkan tanggung-jawab tiap muslim untuk
terus berjuang menegakkan kebenaran tanpa ada kata henti dan titik akhir. Seorang muslim akan
melakukan perjuangan sejak ia lahir sampai ia dikuburkan mulai dari lingkungan dirinya sampai
pada masyarakat keseluruhan.
Etos perjuangan yang harus dimiliki tiap muslim merupakan cerminan gerak iman
seorang muslim tersebut. Iman tidak hanya diukur atas berapa banyak shalat yang ia kerjakan,
atau berapa banyak zakat yang ia keluarkan atau berapa lama puasa yang ia lakukan dan berapa
banyak ibadah haji yang ia tunaikan Namun iman juga diukur dengan seberapa lama dan
seberapa kuat manusia berjuang mewujudkan kebenaran dalam masyarakat demi kemaslahatan
66 :.
umat manusia. Keistiqomahan berjuang ini menjadi ukuran kemuliaan iman karena menunjukan
tingkat keyakinan diri manusia atas kebenaran keilahian itu sendiri 69.
Pada intinya perjuangan dalam hidup seorang muslim merupakan suatu proses
peningkatan kualitas akan iman yang membentuk jati diri muslim seutuhnya. Oleh sebab itu
perjuangan pada seorang muslim harus merupakan sebuah pilihan sadar atas dasar keimanan,
bukan sebuah tuntutan yang lahir dari luar dirinya. Dikatakan sebagai pilihan sadar jika ia telah
memenuhi dua syarat yaitu “berkehendak dan terlibat”. Ini artinya seseorang tidak dapat
mengaku berjuang atas dasar pilihan sadar dari dirinya sendiri jika dalam memulai perjuangannya
dilakukan atas dasar perintah atau paksaan orang lain (bukan kehendak diri). Seseorang juga
tidak dapat mengaku berjuang atas dasar pilihan sadar dari dirinya sendiri jika selama perjuangan
tersebut berjalan ia tidak secara langsung terlibat dalam aktifitas perjuangan itu.
Selain kesadaran akan pilihan, seorang muslim dikatakan berjuang jika ia juga sadar
akan resiko dan prestasi yang akan ia peroleh. Sehingga tidak ada perjuangan yang berjalan
secara buta tanpa melihat apa yang akan ditemui di medan juang 70. Dengan demikian seorang
muslim yang berjuang tidak mengalami keterkejutan dan kegagapan yang muncul ditengah
perjalanan perjuangannya. Seorang muslim harus melakukan taksiran-taksiran atas apa yang akan
ia hadapi dalam rentang waktu perjuangannya. Ini akan menciptakan sikap diri yang tidak pernah
terjerumus dalam kesedihan akan kegagalan dan tidak pernah terbuai dalam kegembiraan akan
keberhasilan. Keterjebakan pada kesedihan pada saat gagal dan pada saat berhasil cuma akan
membuat seseorang lupa diri71. Lupa diri selalu membuat perjuangan berhenti pada satu titik
kegagalan atau pada satu titik keberhasilan.
Sebagai suatu ukuran keimanan yang paling terpenting dalam etos perjuangan adalah
bagaimana seorang muslim dapat mempertahankan imannya dengan tetap berjuang setiap saat
(istiqomah). Keberhasilan suatu perjuangan bukanlah titik kemuliaan keimanan dari seorang
muslim. Kegagalan juga bukan merupakan titik kehinaan dalam keimanan seorang muslim.
Namun istiqomahlah yang menentukan apakah keimanan seorang muslim itu merupakan iman
yang sebenar-benarnya atau iman yang sebatas pengakuan tanpa implementasi.
Oleh sebab itu perjuangan bagi seorang muslim yang diutamakan bukan bagaimana ia
mencapai keberhasilan dan menghindari kegagalan, namun yang diutamakan adalah bagaimana ia
dapat bertahan untuk terus berjuang72. Keberhasilan dalam perjuangan hanya sebuah taksiran-
taksiran perjuangan yang memperlihatkan bahwa sebuah perjuangan telah mencapai satu titik
tertentu dan harus dilanjutkan pada titik berikutnya. Kegagalan dalam perjuangan merupakan

67 :.
peringatan atas kesalahan yang terjadi dalam perjuangan sehingga dituntut adanya perbaikan
dimasa mendatang73.
Kemuliaan perjuangan yang paling tinggi akan terbentuk pada tingkat perjuangan dalam
bentuk “jihad”. Jihad secara etimologis berarti sungguh-sungguh. Pada jihad seorang muslim
akan memakai seluruh potensi yang ia miliki secara fisik maupun secara non fisik untuk
menjalankan perjuangannya74. Jihad dalam konsepsi Islam merupakan sebuah titik
kesempurnaan dan kemuliaan iman seorang muslim dalam kehidupannya 75. Perjuangan jihad fi
sabililah yang bertujuan akhir menegakkan cita-cita Islam ini dijalankan dengan misi penyadaran
dan petunjuk sebagaimana esensi ajaran Islam itu sendiri.
Al Qur’an tidak memberikan ekuivalensi jihad dengan qital atau perang. Perintah Jihad-
pin hadir sebelum perintah perang (qital) turun Ini berarti. Namun Jihad lebih menggambarkan
kewajiban individu dalam berjuang secara sungguh-sungguh di garis Islam pada titik
kemuliaannya dimana dia harus mengorbankan segala sesuatu yang ia miliki termasuk jiwa, raga
dan lingkungannya. Keutuhan perjuangan itulah yang merupakan pesan yang disampaikan
Alqur’an bagi umatnya76.
Keutuhan bentuk perjuangan tersebut dituntut untuk tetap dijaga dengan sikap diri yang
bernama “ikhlas”. Ikhlas mencerminkan suatu bentuk hubungan antara makhluk dan
khaliknya77. Oleh sebab itu ikhlas tidak dicerminkan oleh ucapan atau janji seorang manusia
kepada manusia lainnya melainkan dicerminkan dari konsistensi perjuangan dan pengorbanan
yang ia lakukan. Konsistensi ini tidak tergantung pada imbalan yang ia terima dari sesama
manusia. Bahkan berjihad dengan segala pengorbanannya lebih sering mendapat celaan oleh
manusia lainnya daripada imbalan78. Maka dari itu ikhlas menjadi penyempurna atas perjuangan
menegakkan kebenaran. Inilah kunci bagi pejuang yang tidak akan lupa diri ketika menerima satu
tahap keberhasilan juga tidak akan tenggelam ketika mengalami kegagalan.
Orang yang berjihad kita kenal sebagai mujahid. Tiap muslim dapat menjadi mujahid.
Proses menjadi mujahid akan membuat seorang muslim tahu apa arti sebuah kehidupan secara
utuh dan tahu bagaimana ia harus hidup dalam kehidupan tersebut 79. Ini merupakan titik
kemulian seorang manusia yang tidak akan pernah terseret oleh arus zaman namun selalu
membentuk dan melakukan perubahan zaman80. Ada beberapa ciri khas yang dimiliki oleh
seorang mujahid yaitu: saja’ah (berani), totalitas, adil, jujur, amanah, sabar, tawadhu (rendah
hati), pema’af dan istiqomah.
Berdasarkan konsep yang diuraikan diatas, jihad mestinya meliputi pemahaman situasi
internal dan eksternal, sehingga langkah dan kebijakan yang diambil tidak sekedar didasarkan
68 :.
pada peluang yang muncul dan menunggu kematangan situasi, melainkan lebih merupakan upaya
progresif untuk menciptakan peluang dan situasi yang dapat menjadi instrumen konstruktif bagi
perjuangan Islam 81.

6. HARI KEMUDIAN
Al Qur’an memperingatkan dan memerintahkan manusia untuk berfikir terlebih dahulu
sebelum bertindak agar tidak menyesal dikemudian hari. 82 Ditekankannya pula manusia dengan
berbagai peringatan dan ancaman, serta pada saat yang bersamaan digembirakannya dengan janji-
janji imbalan. Hari berbangkit dan pembalasan, surga dan neraka, diungkapkan dengan cukup
gamblang kepada manusia agar mereka mengerti, bahwa apa saja yang mereka lakukan harus
dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Namun semua janji itu bukan untuk menjadikan
manusia takut atas ancaman juga tidak membuat manusia berharap imbalan di hari kemudian,
namun agar sadar atas pilihannya yang memiliki akibat di hari kemudian.
Hari kemudian atau akherat akan menjadi masa pengadilan bagi umat manusia. Semua
yang dilakukan manusia semasa kehidupannya dimuka bumi akan dihisab. Hasil hisab inilah
yang kemudian menjadi bahan penilaian atas apa yang akan ia dapatkan dalam masa akherat
kelak. Artinya amal manusia di dunia inilah yang akan menentukan apa yang akan terjadi pada
dirinya di akherat kelak. Tak satupun perbuatan yang lepas dari perhitungannya. 83 Tak satu
perhitunganpun yang tak mendapat balasannya. Masa pengadilan ini menjadi masa yang tak bisa
dihindari oleh satu umat manusiapun. Kekuasaan Allah SWT akan menunjukan bahwa keadilan
yang berjalan adalah keadilan yang tidak dapat dihindari oleh manusia, bahkan hasilnya tak bisa
dikompromikan seperti keadilan yang ada di dunia ini.
Kehidupan akherat yang merupakan kehidupan “pasca sejarah” kemanusiaan juga
menjadi logis dan amat adil, mengingat keadilan tidak selalu terwujud dalam setiap saat bagi
seseorang atau suatu masyarakat di dunia. Pada kenyataannya bahkan amat banyak orang yang
didzalimi di muka bumi ini. Mereka yang berbuat dzalim pun tidak selalu sempat mendapat
ganjaran yang setimpal.84 Bahkan banyak orang yang berbuat kebathilan justru beroleh
“ketenaran” dalam sejarah dunia.
Islam sangat menekankan umatnya yakin akan keberadaan akherat, karena dengan
keyakinan ini umatnya tetap berjalan dalam kehidupan yang berorientasi tujuan pada akherat. Al
Qur’an juga berulang kali menyatakan bahwa kehidupan yang sesungguhnya adalah di akherat.
Kehidupan manusia di dunia, diibaratkan permainan, 85 atau sementara,86 serta jauh lebih rendah
tingkatannya.87 Akan tetapi kehidupan dunia itu harus dilalui manusia lengkap dengan cobaan
69 :.
dan ujian yang menjadi penentu kehidupan di akherat. Segala sesuatu yang diperbuat ada
imbalannya di akherat, sehingga manusia tidak boleh berputus asa ketika menjalani beratnya
kehidupan didunia. Berputus asa adalah sikap ingkar atas ketetapan Allah akan akherat dan janji
Allah yang tidak membebani makhluknya melebihi kemampuannya.
Konsekuensinya kehidupan di dunia bukanlah sesuatu yang harus ditinggalkan. Manusia
harus berusaha mendapatkan apa yang harus ia dapatkan, bahkan Allah memperkenankan
manusia untuk beroleh kebahagiaan darinya. 88 Kebahagiaan itu sudah barang tentu menurut
tolak ukur ajaran Islam, bukan menurut materialisme atau faham-faham yang lain. Betapapun,
nabi Muhammad SAW mencontohkan beberapa hal yang secara manusiawi dapat dianggap
sebagai kesenangan, seperti halnya kecintaan kepada keluarga.
Kenyataan tersebut menjadi penting karena Islam memang tidak mengajarkan faham
yang menuntut agar kehidupan manusia selalu menderita di dunia untuk mencapai kebahagiaan di
akherat. Islam mengajarkan keharmonisan yang dinamis, dengan kehidupan akherat tetap sebagai
tujuan akhirnya. Ada kalanya orang-orang beriman menikmati keamanan dan kesentosaan,
namun tidak jarang harus menahan pahit getir perjuangan melawan kedzaliman yang suatu saat
lebih dominan di masyarakat. Manusia berhak memperoleh keberhasilan atas perjuanganya
namun ia tak bisa terhindar dari kegagalan.
Pada kerangka ini, manusia harus selalu siap berkorban, dengan harta dan bahkan juga
dengan nyawa sendiri. Manusia tidak perlu khawatir atas kuantitas dan kualitas pengorbanan
yang ia keluarkan di dunia fana ini. Hal ini dikarenakan pengorbanan yang dilakukan manusia di
dunia ini masih tetap teramat kecil bila dibandingkan dengan rahmat dijanjikan oleh Allah SWT
di akherat nanti. Manusia juga harus tetap tabah dan sabar dalam menjalani hari-hari
perjuangannnya di dunia fana ini karena waktu dalam akherat adalah kekal yang membuat masa
hidup yang kita jalani dengan ketabahan dan kesabaran adalah masa yang sangat singkat dalam
ukurannya.
Akherat akan dimulai dengan munculnya hari akhir di dunia ini. Hari akhir merupakan
akhir semua kehidupan yang telah lama berjalan di muka bumi ini. 89 Hari akhir ini juga
menjadi akhir diterimanya taubat manusia, sama halnya seperti sebuah momen yang menjadi
batas hidup dan mati bagi seorang insan. Hari akhir yang kita kenal dengan hari kiamat menjadi
sebuah penutup bagi kehidupan. Tak ada kehidupan yang berjalan tak ada lagi amal baik atau
amal buruk yang dicatat oleh malaikat.
Semua orang akan bertanya ”Apa yang terjadi?”. Manusia bingung dan panik, berlari
ketimur ke barat, ke utara ke selatan mencari tempat perlindungan. Namun tak satu tempatpun
yang luput dari kejadian hari akhir. Manusia kemudian tersadar bahwa ini adalah akhir
70 :.
kehidupan. Manusia kemudian tersadar akan kebenaran janji-janji Allah SWT, walaupun selama
ini manusia mengingkarinya. Manusia kemudian menangis dalam penyesalan atas
pengingkarannya.90
Adanya hari kiamat beserta rincian kejadiannya dapat menjadi referensi dasar manusia
dalam membangun orientasi hidupnya. 91 Al Qur’an telah menyebutkan keragaman orientasi
hidup ini dengan penggambaran akan sifat-sifat manusia, serta penyebutan masing-masing
dengan istilah-istilah tertentu, baik untuk yang tergolong yang beriman maupun yang ingkar.
Setiap orientasi akan mempunyai konsekuensi yang setimpal. Seringkali diungkapkan bahwa ada
yang beruntung dan ada yang celaka. Dan pada banyak kesempatan, selalu dinyatakan bahwa
manusia diberi kebebasan untuk memilih orientasi hidupnya, karena memang tidak ada
pemaksaan dalam Islam.
Di hari Kemudian manusia akan bangkit menanti masa hisab yang diberlakukan atas
dirinya.92 Tak ada perbedaan antara satu manusiapun dengan manusia yang lain pada masa ini.
Tak ada kemuliaan yang melebihi kemuliaan manusia lain. Namun mereka semua berdiri dengan
wajah amalnya semasa hidupnya. Manusia akan sangat terlihat berbeda satu dengan yang lainnya
akibat perbedaan kualitas amal yang telah ia jalankan semasa hidupnya. Inilah titik dimana
manusia hadir dihari yang dijanjikan Allah, yaitu hari perhitungan.
Secara imajinatif, berita kedatangan hari pembalasan mengingatkan kita tentang adanya
penyelesaian secara tuntas atas konflik diantara manusia. 93 Konflik seperti ini biasanya yang
berawal dari perbedaan pendapat. Walaupun perbedaan pendapat diperkenankan dalam Islam
ketika masih dalam kerangka orientasi hidup yang sama, namun sering hal ini “dimanipulasi”
oleh manusia dengan menyembunyikan sesuatu benar dan menunjukan sesuatu yang salah. Di
akherat, tak ada lagi yang dapat disembunyikan.
Kenyataan ini akan membuat sebagian manusia berkata: ”Ya Allah berikanlah diriku
kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki amalku, hamba tidak tahan atas pembalasan yang
menimpa hamba ini”.94 Mereka terus memohon dan menangis dengan penuh kenistaan. Mereka
sangat-sangat menyesal karena tidak pernah menggunakan lidahnya untuk menyeru kebaikan.
Kedua tangan dan kakinyapun menggigil karena selama ini digunakan untuk menindas orang
lain.
Namun sebagian manusia merasa bersuka cita. Bersuka cita karena hari-hari yang
ditunggu telah datang.95 Hari hari dimana mereka akan bertemu secara langsung dengan sang
Khalik, Allah SWT. 96 Bagi sekelompok manusia ini pertemuan tersebut merupakan pertemuan
yang paling berharga dari keberadaan seoarang diri manusia. Tak ada kenimatan dunia dan
71 :.
akhirat yang dapat melampaui pertemuan ini. Pertemuan ini tak akan bisa tergantikan oleh
apapun jua yang ada. Mereka inilah orang-orang yang ikhlas, orang-orang yang tak
mengharapkan janji-janji hari akhir kecuali pertemuan dengan Allah SWT.

CATATAN AKHIR BAB I:


1. QS. An Najm (53) : 28 33. QS. Al Ahzab (33): 36 65. QS. Al An’am (6) : 165
2. Al Baqarah (2) : 170, 34. QS. Al Hujarat (49) : 13 66. QS. Al-Hajj (22) : 41
QS. Al Maaidah (5) : 103 35. QS. Az Zukhruf (43) : 32 67. QS. Ar Ra’d (13) : 11
3. QS. Thaha (20) :14 36. QS. Al-A’raf (7) : 33 68. QS. At Taubah (9) : 71
4. QS. Al Bayyinah (98) : 1-5 37. QS. Al Hujuraat (49) : 10 69. QS. Al Ma’idah (5) : 35
5. QS. Al Hijr (15) : 9 QS. Al-A’raf (7) : 34 70. QS. Luqman (31) : 16
6. QS. Ibrahim (14) : 1 38. QS. Al Ahzab (33) : 72 Qs. Al-Zalzalah (99) : 7-8
7. QS. Al Baqarah (2) : 256 39. QS. Ar Ra’d (13) : 11 71. QS. Ar Rum (30) : 33-34
8. QS. Al Ahzab (33) : 21 40. QS. An Maidah (5) ; 54 72. QS. Ali ‘Imran (3) : 200
9. QS. Al Hasyr (59) : 7 41. QS. Ali ‘Imran (3) : 104 73. QS. Ali ‘Imran (3) : 165
QS. An Nisa’ (4) : 80 42. QS. An Nahl (16) : 125-126 74. QS. Al-Hajj (22) : 78
10. QS. Qaaf (50) : 38 43. QS. At Tin (95) : 4 QS. At Taubah (9) : 41
11. QS. Al Mulk (67) : 3-4 44. QS. Al Isra’ (17) : 18 75. QS. As Saff (61) : 10-11
12. QS. Ali ‘Imran (3) : 83 45. QS. Al Hujarat (49) : 13 76. QS. Al Hujuraat (49) : 15
13. QS. Ar Ruum (30) : 41 46. QS. Al-A’raf (7): 172 77. QS. Al Bayyinah (98) : 5
14. QS. Yasin (36) : 38-39 QS. Ar Rum (30): 30 78. QS. Al Maidah (5) : 54
15. QS. Al Fathur (35) : 43-44 47. QS. Al Hujarat (49) : 13 79. QS. Al Baqarah (2) : 154
16. QS. Al Isra’ (17) : 70 48. QS. Al Baqarah (2) : 213 80. QS. Al Imran (3) : 104
17. QS. An Nahl (16) : 78 49. QS. Ali ‘Imran (3) : 110 81. QS. Al An’am (6) : 135
18. QS. Al A’raf (7) : 179 50. QS. Al-An’am (6): 108 82. QS. Al Imran (3) : 30
19. QS. Fushshilat (41) : 53 QS. Fussilat (41):25 83. QS. Al Haqqah (69) : 18
20. QS. Al Ahzab (33) : 62 51. QS. Al-A’raf (7) : 33 84. QS. Az Zumar (39) : 47
21. QS. Al Jaatsiyah (45) : 13 52. QS. Al Hujarat (49) : 10 85. QS. Al ‘Ankabuut (29) : 64
22. QS. Al An’am (6) : 73 53. QS. Al ‘Imran (3) : 159 86. QS. Al Imran (3) : 196-197
23. QS. An Nahl (16) : 10-16 54. QS. Al Ahzab (33) : 72 87. QS. Al Isra’ (17) : 21
24. QS. Al An’am (6) : 162 55. QS. Al Baqarah (2) : 30 88. QS. Al Qashash (28) : 77
25. QS. Ar Rahman (55) : 1-4 56. QS. Shad (38) : 26 89. QS. Al Mursalat (77) : 8-13
26. QS. Ar Rum (30): 30 57. QS. Ad-Dzariyat (51) : 55 90. QS. Al Furqaan (25) : 27
27. QS. Yusuf (12) : 53 QS. Al-Hajj (22) : 41 91. QS. Al Haqqah (69) : 13-16
28. QS. Ar Ruum (30) : 29 QS. Al Imran (3) : 104 92. QS. An Nisa (4) : 87
29. QS. Yunus (10) : 13-14 58. QS. Asy-Syura (42) : 41-42 93. QS. Al Haqqah (69) : 20
30. QS. Al An’am (6) : 56 QS. An Nisa’ (4) : 135 94. QS. As Sajadah (32) : 10-12
31. QS. An Nisaa (4): 59 59. QS. Al Baqarah (2) : 255 95. QS. Yaasin (36) : 55-58
32. QS. Al Mujadilah (58) : 11 QS. Al Hasyr (59) : 7 96. QS. Yunus (10) : 26
61. QS. An Nisa (4) : 59
62. QS. Ali ‘Imran (3) : 28
63. QS. Ar Ra’d (13) : 19-24
64. QS. Al Isra’ (17) : 16

72 :.
BAB II
TUJ UAN

Tauhid sebagai hal paling esensial dalam ajaran Islam, merupakan titik berangkat
utama dalam setiap kegiatan manusia; pikiran, perasaan, dan tindakannya. Tauhid menjiwai
gerakan manusia baik secara individu maupun sosial. Secara individu seseorang akan
dibimbing untuk membawa/memproses dirinya mendekati kesempurnaan Tuhan. Sedangkan
secara sosial, harga diri masyarakat ada pada kemajuan masa depannya, terutama dalam
konteks eskatologisnya. Ummah itu sendiri juga sama akar katanya dengan am, masa depan.
Wawasan kemasadepanan pada hakikatnya telah terkandung dalam ajaran tauhid secara sosial.
Oleh sebab itu, ia akan selalu menginspirasi tujuan, usaha, gerakan dan kemajuan.
Gambaran atas keyakinan, wawasan keilmuan, wawasan sosial, kepemimpinan, dan
etos perjuangan serta pandangan atas hari kemudian merupakan visi dasar dari sosok manusia
“hidup”. Bermula dari visi inilah kemudian manusia membentuk misi kehidupan dengan arah
tujuan yang jelas dalam rumusan hidupnya. Penerimaan konsep keilahian dimana Allah
adalah ilah manusia dan sekalian alam, berkonsekuensi dengan lahirnya tujuan yang sejalan
dengan penerimaan konsep keilahian tersebut.
Pada tataran ini Islam menyatakan bahwa syahadat adalah awal dari jalan hidup
manusia. Berawal dari syahadat inilah terbentuk konsep tujuan yang menarik garis langkah
manusia dengan rambu-rambunya. Syahadat memiliki dua unsur yaitu penerimaan Allah SWT
sebagai Ilah dalam kehidupan manusia dan penerimaan Muhammad SAW sebagai tauladan
kehidupan manusia. Dua unsur ini bertitik-tolak dari dalam diri manusia secara sendiri dan
mandiri untuk berhubungan dengan Allah SWT dan berhubungan dengan manusia lainnya.
Tujuan hubungan itu adalah pembentukan diri manusia itu sendiri.
Pada dasarnya, penerimaan dan pengakuan keberadaan Allah SWT adalah konsep
“pembentukan diri” yang dimulai dari usaha untuk menemukan siapa manusia itu. Penerimaan
manusia dalam posisi makhluk dan Allah SWT pada posisi sang khalik membawa
konsekuensi bahwa manusia dipenuhi dengan standar-standar yang ditentukan Allah SWT.
Pada konsep penciptaan manusia (seperti Adam as tercipta), manusia harus menjalani
berbagai proses untuk menemukan siapa dirinya. Proses mengenal benda, mencari dan
menemukan teman hidup, dan pelepasan kehidupan surga yang penuh dengan kecukupan ke
kehidupan di dunia yang serba kurang. Proses inilah yang dinamakan “hidup”.
Hakikatnya hidup adalah usaha menuju kesempurnaan jawaban atas pertanyaan
“siapa manusia itu?” Artinya, manusia yang berusaha mencari jawaban adalah manusia yang
73 :.
“hidup”. Penerimaan dan pengakuan sosok Muhammad SAW sebagai tauladan manusia
adalah pilihan sadar atas bentuk usaha dalam menemukan diri manusia itu. Penerimaan dan
pengakuan atas seorang manusia biasa, berdampak atas lahirnya kewajiban tiap manusia
untuk mengakui keberadaan manusia lainnya dalam usaha penemuan dirinya.
Penerimaan dan pengakuan ini menunjukan akan adanya realitas atas ”keberadaan
pertanyaan” pada diri manusia dan realitas ”keberadaan jawaban” pada sang khalik dan
manusia lainnya. Manusia hidup tentu saja akan mencari jawaban-jawaban yang hadir dalam
dirinya. Dan hanya pada sisi Allah SWT jawaban itu dipenuhi secara menyeluruh. Namun
demikian manusia tidak bisa menemukan jalan mencari jawaban pada sisi Allah SWT tanpa
terlebih dahulu menemukan jawaban dari manusia lainnya dan alam sekitarnya.
Di luar konteks individu (jama’ah), konsep hidup lebih dikenal dengan ”perjuangan
nilai”. Bagi jama’ah yang terdiri dari individu bersyahadat, bentuk usahanya tentu tidak lepas
dari dua unsur penerimaan dan pengakuan diatas. Akibatnya jama’ah harus menjadi wahana
bagi individu- individu yang hadir didalamnya untuk menjalankan proses hidupnya. Jama’ah
harus memiliki tali yang mengaitkan satu individu dengan individu lainnya dalam perjuangan
nilainya. Sebagai makhluk yang selalu mencari jawaban-jawaban, individu dalam jama’ah
tentu harus dibantu dalam usahanya tersebut.
Oleh sebab itu pada satu dimensi jama’ah harus meningkatkan kemampuan individu
yang hadir didalamnya dalam mencari jawaban-jawaban yang ia cari. Kapasitas inilah yang
dapat menjadi satu tali pengait berharga antara satu individu dengan individu lainnya. Hal ini
karena tak adanya jaminan bahwa jama’ah mampu memberi jawaban yang ”memuaskan” atas
semua pertanyaan-pertanyaan yang lahir dalam diri individu-individunya. Namun individu-
individu didalamnya dapat mencari semua jawaban ketika peningkatan kapasitas diri dalam
menemukan jawaban itu terus meningkat.
Namun ketika jama’ah secara struktural mampu meningkatkan kapasitas individu
dalam usaha menemukan jawaban maka akan lahir jawaban-jawaban yang ditemukan oleh
sang individu dalam dua bentuk proses, yaitu ”pilihan dan kesadaran”. Dua bentuk proses ini
sangat penting dalam kekuatan hidup manusia. Manusia yang mendapat jawaban atas proses
”memilih dan sadar” akan lebih tidak mudah goyah dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan
berikutnya yang datang atau muncul pada dirinya. Kekuatan ini akan mengecilkan
kemungkinan-kemungkinan keputus- asaan seorang manusia dalam hidupnya.
Kewajiban jama’ah dalam meningkatkan kapasitas individu-individu dalam
menemukan jawaban-jawaban, tentu tidak bisa hanya terikat dalam lingkaran diri jama’ah itu
saja. Karena jama’ah adalah bagian dari berbagai ummat manusia maka ia juga perlu
menciptakan ruang-ruang interaksi pada lingkungan sekitarnya. Pada akhirnya dari ruang-
ruang interaksi inilah kemudian lahir sebuah kewajiban untuk melakukan peningkatan
kapasitas manusia di luar lingkaran jama’ah itu sendiri. 74 :.
Semua hal diatas berlaku bagi jama’ah di lingkungan mahasiswa-mahasiswa Islam.
Kaum intelektual yang hadir dalam proses pencerdasan dirinya sendiri dan menyelesaikan
status kemahasiswaannya untuk mencerdasakan elemen masyarakat lainnya tidak lepas dari
konsep penerimaan dan pengakuan dalam syahadat. Standar kapasitas mahasiswa adalah awal
dari tujuan dari jama’ah dilingkungan mahasiswa. Seiring dengan usaha mencapai tujuan,
jama’ah secara strukturalpun melakukan interaksi dengan elemen lain untuk membentuk
standar kualitas lingkungannya. Pada akhirnya dapat terukir sebuah teks tujuan yang berbunyi
“Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggungjawab atas
terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah subhanahu wata’ala”.

1. HAKEKAT TUJUAN HMI


Sebagai organisasi gerakan kemahasiswaan, Himpunan Mahasiswa Islam tentulah
memiliki tujuan sebagai arah gerakan organisasi. Teks tujuan organisasi Himpunan
Mahasiswa Islam seperti yang tercantum dalam Anggaran Dasar Himpunan Mahasiswa Islam,
mencerminkan dua bentuk usaha organisasi dalam gerakannya yaitu usaha organisasi HMI
atas pembentukan individu dan usaha organisasi HMI atas pembentukan masyarakat.
Pada teks tujuan ini perjuangan pembentukan individu masih menjadi insan cita HMI
masih merupakan tanggungjawab organisasi melalui aktifitasnya sehari-hari. Namun
pembentukan masyarakat cita HMI sudah tidak lagi diserahkan pada individu yang merupakan
hasil kaderisasi yang dilakukan organisasi, tetapi sudah menjadi tanggung jawab organisasi
secara langsung. Hal ini diwujudkan dalam usaha nyata organisasi secara langsung terhadap
berbagai agenda perbaikan kehidupan masyarakat. Dengan demikian tanggungjawab organiasi
secara langsung terdiri dari tanggungjawab atas pembentukan individu dan tanggungjawab
atas pembentukan masyarakat.
Frasa kalimat “terbinanya mahasiswa menjadi insan ulil albab” merupakan frasa yang
menempatkan Himpunan Mahasiswa Islam sebagai organisasi perkaderan. Gerak perkaderan
organisasi HMI tentu saja didasarkan pada pemahaman keIslaman yang utuh dalam diri
seorang individu, sehingga menciptakan seorang insan yang menerapkan ke-Islamannya
secara kaffah. Bagi HMI, insan ulil albab juga merupakan sebuah konsep dari wujud kader
cita HMI yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Hanya takut kepada Allah1,
2. Tekun beribadah tiap waktu2,
3. Bersungguh-sungguh mencari ilmu3,
4. Mampu mengambil hikmah atas anugerah Allah4,
75 :.
5. Selalu bertafakur atas ciptaan Allah yang ada dilangit dan di bumi5,
6. Mengambil pelajaran dari sejarah6 dan kitab-kitab yang diwahyukan oleh Allah7,
7. Kritis dalam mencermati berbagai pendapat, mampu memilih yang benar dan yang
terbaik8,
8. Tegas dalam mengambil sikap dan pemihakan atas pilihannya9,
9. Tidak terpesona atas pandangan mayoritas yang menyesatkan10,
10. Dakwah dengan sungguh-sungguh kepada masyarakat dan bersedia menanggung
segala resikonya11. Terutama sekali ditandai dengan kesediaan menyampaikan
peringatan (lunak maupun keras) pada masyarakat serta mengajarkan ilmu
(kebenaran).

Frasa kalimat yang tercantum dalam tujuan HMI ”… yang turut bertanggungjawab
atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah subhanahu wata’ala” merupakan
suatu istilah yang sama maknanya dengan istilah “Baldhatun Thayyibatun Warabbun Ghafur”.
Frasa ini juga menempatkan organisasi HMI sebagai sebuah organisasi perjuangan yang
melakukan perbaikan seluruh aspek kehidupan masyarakat menuju tatanan yang diridhoi oleh
Allah subhanahu wata’ala. Hal ini merupakan cerminan dari tafsir HMI pada konsep
keIslaman. Konsep yang menempatkan Islam tidak hanya ada pada sebuah entitas yang
bernama “individu” namun juga pada sebuah entitas yang bernama “sistem sosial
kemasyarakatan”.
Kader Himpunan Mahasiswa Islam yang memiliki keyakinan atas nilai-nilai ke-
Islaman yang kuat dan memiliki kemampuan daya fikir (ilmu) yang bagus merupakan elemen
yang akan membuat organisasi HMI mampu melihat dan membaca segala bentuk realitas
masyarakat yang ada dalam gerak zaman. Semangat berjuang yang dimiliki oleh kader dan
organisasi HMI pada akhirnya akan membuat organisasi HMI mampu melakukan segala
perubahan realitas yang diinginkan dan menempatkan kader dan organisasi Himpunan
Mahasiswa Islam menjadi pemimpin-pemimpin atas banyak perubahan yang berjalan dalam
masyarakat.
Kemampuan akan perubahan tersebut harus dijadikan arahan gerak organisasi
tentunya. Hal ini demi terciptanya masyarakat yang telah dicita-citakan oleh organisasi HMI
itu sendiri yaitu masyarakat yang “Baldatun Thayibatun Warabbun Ghafur”. Himpunan
Mahasiswa Islam menerjemahkan masyarakat cita tersebut dalam tujuh karakteristik
masyarakat Baldatun Thayibatun Warabbun Ghafur, yang kemudian dijadikan standar
capaian tujuan perjuangan organisasi dengan segala bentuk usahanya. Karateristik ini juga
akan menjadi alat ukur apakah Himpunan Mahasiswa Islam mampu mewjudkan tujuannya
76 :.
atau tidak. Karakateristik tersebut adalah:
1. Adanya semangat Rabbaniyah atau Rabbiyah yang terformulasikan dalam konsep
tauhid12,
2. Tegaknya keadilan yang bersendikan keteguhan pada hukum13,
3. Adanya sistem amar ma’ruf nahi munkar dalam sistem sosial masyarakat14,
4. Memiliki semangat keterbukaan dengan selalu berprasangka baik15,
5. Menjunjung tinggi sikap musyawarah dan sikap egaliter dalam suasana persamaan
hak dan kewajiban16,
6. Memiliki semangat persaudaraan (ukhuwah), saling memahami, toleransi, saling
menasehati dan tolong menolong17,
7. Tumbuhnya sikap untuk tdak selalu merasa benar atau tidak adanya klaim
kebenaran18,

2. HAKEKAT PERKADERAN DAN PERJUANGAN


Perkaderan HMI merupakan upaya peningkatan kualitas anggota-anggotanya dengan
memberikan pemahaman ajaran dan nilai kebenaran Islam secara penuh hikmah, kesabaran
dan kasih sayang. Perkaderan tersebut meliputi pembinaan sikap serta penambahan
pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan kader HMI tampil sebagai sosok khalifah
Allah di muka bumi. Sedangkan hakekat perjuangan HMI adalah kesungguhan melaksanakan
ajaran Islam pada kehidupan masyarakat secara bertahap dan konsisten diseluruh aspeknya.
HMI pada hakekatnya bukanlah organisasi massa dalam pengertian fisik atau politik,
melainkan wadah atas pendidikan dan alat perubahan. Dalam hal ini HMI menempatkan
dirinya sebagai bagian umat Islam secara keseluruhan bukan sebagai sebuah klompok yang
merasa memiliki dan memonopoli kebenaran Islam. Pada proses pendidikan kader dan
perubahan masyarakat dituntut untuk dapat menerima segala jenis individu yang memiliki
keberagaman pemahaman keIslaman dan dituntut untuk dapat berinteraksi dalam segala
bentuk masyarakat yang memiliki kebergaman idiologi.
Sebagai wadah pendidikan HMI berusaha dengan kesungguhan dan dengan
totalitasnya membentuk mahasiswa yang dapat melakukan perbaikan masyarakat disegala
medan perjuangan dan disegala waktu. Sebagai alat perubahan HMI secara tekun dan
istiqomah melakukan perbaikan-perbaikan kehidupan masyarakat dengan melibatkan diri
secara langsung dalam proses amar ma’ruf nahi mukar pada sitem sosial masyarakat umum.

77 :.
CATATAN AKHIR BAB II:
1. QS. Al-A'la (87) :10 13. QS. An-Nisa (4) : 58;
2. QS. Az-Zumar (39) : 9 QS. Al-Hadid (57) : 25;
3. QS. Al-Mujadilah (58) : 11 QS. Al-Hujuraat (49) : 9
4. QS. Al-Baqarah (2) :269 14. QS. At-Taubah (9) : 7;
5. QS. Ali-‘Imran (3) :190-191 QS. Fushshilat (41) : 46;
QS. Az-Zumar (39) : 21 QS. Al-Ja’atsiyah (45) : 15
6. QS. Yusuf (12) : 111 15. QS. Al-A’raf (7) : 172:
7. QS. Shad (38) : 29 QS. Al-Hujurat (49) : 12;
8. QS. Az-Zumar (39) : 18 16. QS. Asy-Syura (42) : 38;
9. QS. Al-'Imran (3) : 159 QS. Ali-‘Imran (3) : 159;
10. QS. Al-Maidah (5) : 100 QS. Al-Hujurat (49) : 3
11. QS. Nuh (71) : 6; 17. QS. Al-Hujurat (49) : 10-12
QS. Ibrahim (14) : 52 18. QS. Az-Zumar (39) : 17-18
12. QS. Ali ‘Imran (3) : 79, 146

78 :.
BAB III
USAHA

Tujuan adalah sebuah pegangan, sebagaimana umat Islam memiliki syahadat yang
berfungsi sebagai dasar dan tujuan atas proses hijrah kediriannya. Hijrah inilah yang dimaknai
sebagai bentuk ikhtiar dalam mencapai tujuan kedirian manusia sebagai makhluk dari sang
khalik.1 Simbolisasi hijrah dalam khasanah Islam adalah perginya umat Islam dari Makkah
menuju Madinah. Pergi dari lingkungan yang tidak menjamin kehidupan keimanan umat
Islam menuju lingkungan yang mampu menjaga kehidupan keimanan umat Islam saat itu. Tak
seorangpun dari sesama umat muslim saat itu yang dapat memberi jaminan atas keberhasilan
perjuangan tersebut. Baik saat keberangkatan maupun saat perjalanan, mereka dapat saja
gagal karena usaha kaum Mekkah yang mencegah prosesi ini.2
Namun keyakinan atas perlindungan Allah SWT atas dasar petunjuk Muhammad
SAW memberikan kekuatan bagi umat Islam untuk menapaki gurun yang panas membakar
tanah, terusir dari kaumnya,3 meninggalkan rumah yang telah dibangun dengan keringatnya
sendiri, meninggalkan keluarga yang telah hadir sejak mereka lahir, meninggalkan lingkungan
yang telah menghidupi mereka sejak hadir dimuka bumi menuju sebuah lingkungan yang
baru. Lingkungan yang segalanya harus dimulai dari awal seperti saat mereka baru dilahirkan
oleh sang ibu.
Keyakinan ini bukan keyakinan kosong karena dalam Al qur’an berulangkali Allah
SWT berfirman bahwa umat yang berhijrah adalah umat yang dilindungi oleh Allah SWT atas
kehidupan meraka didunia dan diakhirat sebagai wujud taqwa mereka kepada Allah SWT. 4
Hal ini karena prosesi Hijrah merupakan pembuktian atas syahadat yang telah diikrarkan oleh
masing-masing umat muslim. Atas dasar inilah Allah berfirman behwa umat yang berhijrah
adalah umat yang sebenar-benarnya beriman.5
Proses Hijrah akhirnya memberi pesan bahwa Syahadat sebagai bukti keislaman
harus diikuti dengan aktifitas diri yang nyata untuk menjadi orang beriman. Perubahan sikap
diri dari tingkatan kaum muslim menjadi kaum mukmin dan akhirnya muttaqin harus terlihat
dari sikap keseharian. Meninggalkan sesuatu yang tidak diperkenankan oleh Allah menuju
jalan yang ditunjuk oleh Allah SWT adalah inti dari Hijrah tersebut.
Secara aktif menjalani jalan yang ditunjuk oleh Allah SWT untuk menjadi seorang
yang beriman dan bertaqwa dapat terlihat dalam dua sikap diri yaitu sikap Amar Ma’ruf dan
Sikap Nahi Munkar.6 Mulai dari diri sendiri sebagaima mulainya diri bersyahadat dan
kemudian dilanjuti dengan lingkungan sekitar diri tersebut sebagaimana kewajiban79
umat
:.
Islam untuk berdakwah. Keyakinan yang kuat dan Istiqomah adalah tuntutan dalam menjalani
sikap dengan pola Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

1. AMAR MA’RUF
Amar ma’ruf yang bermakna menyampaikan kebenaran adalah sebuah sikap untuk
menunjukan bahwa saya telah bersyahadat dan kamu sekalian harus mengetahui bahwa
syahadat adalah titik keberangkatan atas sebuah keimanan, maka bersyahadatlah.7
Penyampaian konsep ke-Ilahi-an dan Ke-Rasul-an dalam syahadat adalah sikap yang harus
dihadirkan dalam segala bentuk gerak tubuh umat Islam setiap saat.
Konsep ke-Ilahi-an dan ke-Rasul-an adalah sebuah kabar gembira sekaligus
peringatan bagi umat manusia.8 Pesan yang lahir dari konsep ini kemudian harus disampaikan
kepada yang lain sebagai jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Kabar gembira dan peringatan
ini tentunya dapat dilihat langsung dari firman-firman-NYA yaitu Al Qur’an.
Keyakinan atas Al Quran sebagai firman Allah SWT dan menyampaikannya kepada
umat manusia lainnya, adalah sebuah wujud atas syahadat pertama (konsep ke-Ilahi-an) yang
diikrarkan oleh tiap umat Islam. 9 Artinya ikrar tanpa penyampaian adalah sebuah syahadat
yang tak ber-ADA dalam diri umat Islam. Namun tentu saja Al Qur’an tidak didapat manusia
begitu saja dengan sendirinya, sehingga pengakuan Muhammad SAW sebagai pembawa
firman Allah SWT adalah kemutlakan yang tak dapat ditentang.
Pada akhirnya umat Islam adalah umat Muhammad SAW yang mengakui
keberadaannnya dan mengikuti pola kehidupannya dan terus melanjutkan penyampaian kabar
gembira dan peringatan sebagaimana Muhammad SAW lakukan. Sehingga umat Islam adalah
umat Muhammad SAW yang mengikuti pola kehidupan Muhammad SAW dan terus
melanjutkan penyampaian kabar gembira dan peringatan sebagaimana Muhammad lakukan.
Oleh sebab itu semua bentuk jalan yang diridhoi oleh Allah SWT, merujuk kepada
Muhammad SAW sang tauladan.10
Tauladan, hal ini harus mampu dilahirkan umat Islam saat penyampaian kabar
gembira dan peringatan. Tauladan merupakan kekaffahan seorang insan dalam ber-Islam.
Penyampai yang tak memiliki ketauladanan adalah seorang pembohong belaka. Adalah
kenyataan bahwa tak ada yang bisa membenarkan Muhammad SAW sebagai seorang
pembohong dimata umatnya maupun dimata musuh-musuhnya.11 Hal ini karena Muhammad
SAW memiliki ketauladanan yang diakui oleh semua pihak. Pun keberadaan ketauladanan
Muhammad SAW tetap ada yang tidak mengikutinya apalagi seorang pengikut Muhammad
SAW yang menyampaikan kabar gembira dan peringatan tanpa ketauladanan dalam dirinya,
80 :.
tentu saja hanya seorang pembohong besar bagi manusia lainnya.12
2. NAHI MUNKAR
Sisi lain yang harus terlengkapi dalam sebuah ”hijrah” adalah keberadaan sikap
”Nahi Munkar”. Nahi Munkar yang secara harfiah berarti mencegah kemungkaran,
merupakan sikap aktif insan beriman untuk menghindari diri dan lingkungannya dari
orientasi-orinetasi hidup dan perilaku yang tidak diridhoi oleh Allah SWT. Oleh sebab itu
setiap muslim yang beriman tidak cukup hanya dengan sikap amar-ma’ruf, namun juga harus
melengkapinya dengan sikap Nahi Munkar. Hal ini dapat ditempuh dalam berbagai jalan,
antara lain menghilangkan penyakit hati, tidak mencegah diri dan orang lain terhadap suatu
kebaikan yang akan dibuat,13 dan aktif dalam mendamaikan setiap perselisihan14 yang
muncul serta menjaga dan meneruskan nilai-nilai kenabian dan kerasulan yang dibawa oleh
nabi Muhammad SAW.15
Islam selalu menyatakan bahwa penyakit hati merupakan sumber kemungkaran yang
terjadi disepanjang sejarah kehidupan manusia didunia ini. Iri, dengki, riya, takabur dan
sebagainya merupakan penyakit hati yang selalu memunculkan kemungkaran pada diri sendiri
dan pada lingkungannya. Rasul selalu mengajarkan kita untuk selalu berintrospeksi diri disaat
kita beribadah. Terutama pada saat menunaikan ibadah malam sebagai sebuah terapi untuk
menyembuhkan penyakit hati. Terapi ini harus dijaga dengan sikap untuk selalu ikhlas dan
menghormati atas apa yang dihadapi dikeseharian kehidupan. Kedua sikap ini lahir dari
prinsip bahwa tidak ada yang lebih berhak atas seorang insan terhadap insan lainnya selain
Allah SWT.16
Sikap ini dengan sendirinya akan berimbas pada sikap kaum mukmin yang tidak
membuat kerusakan dimuka bumi. Hal ini karena sikap saling menjaga telah tumbuh dalam
diri umat yang beriman tersebut. Sebagaimana Allah tidak menciptakan manusia sebagai
makhluk perusak di muka bumi sebagaimana yang ditakutkan oleh malaikat. 17 Jadilah umat
Islam adalah rahmat seru sekalian alam. Tentu saja hal ini hanya berlaku bagi orang yang
benar-benar beriman, di manapun ia berada ia selalu membawa kebaikan dan selalu tidak
mencegah sesuatu kebaikan tercipta di lingkungannya. Bahkan umat muslim dikatakan
beriman jika ia tidak membiarkan sebuah perselisihan berlanjut terus tanpa ada usaha untuk
mendamaikannya.18 Perselisihan adalah api yang semakin besar semakin tak dapat
dikendalikan.
Itulah sebaik-baiknya ikhtiar dari umat pengikut Rasulullah SAW diakhir zaman.
Umat- umat beriman inilah yang selalu menjaga nilai kenabian dan kerasulan tetap hadir di
muka bumi dengan membawa kedamaian dan keadilan bagi alam semesta. Ikhtiar ini tidak
hanya sekedar ucapan namun juga lahir dari setiap noktah perilaku kehidupan kaum mukmin
81 :.
dan telah menjadi Ikhtiar menuju ridho Ilahi.
3. PEMBENTUKAN INDIVIDU
Hijrah sebagai ikhtiar harus dimulai dari diri sendiri. Membentuk diri dalam standar-
standar kaum ”muttaqin” adalah keniscayaan ikhtiar kaum mukmin. Al Qur’an menyebutkan
beberapa standar yang dapat dibentuk pada tiap insan, diantaranya muabid, mujahid, mujtahid
hingga akhirnya menjadi mujadid. Standar-standar tersebut bagian dari standar insan yang
membawa rahmat bagi alam.
MU’ABBID : Menjadi insan yang tekun beribadah, mulai dari ibadah yang terkait pada
dirinya maupun terkait pada lingkungannya.19
MUJAHID : Memliki semangat juang yang tinggi sehingga ia memiliki pemahaman dan
kemampuan berjihad dalam garis agama.20
MIJTAHID : Memiliki kemampuan berijtihad sehingga segala tindakannya didasarkan
pada pilihan sadar dari dalam dirinya.21
MUJADID : Memiliki kemampuan dalam melakukan pembaharuan di lingkungan
sekitarnya.22
Pencapaian standar tersebut bukanlah hal yang mustahil untuk dibentuk. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa tiap insan sebagai makhluk ditakdirkan memiliki potensi
kemampuan untuk menghadapi dunia kehidupan. Potensi inilah yang harus dilihat dan
dikembangkan pada tiap diri manusia. Potensi merupakan ruh kehidupan yang bergelora.
Semakin dikembang-olahkan semakin hidup menyala ruh kehidupan dan semakin dekat
dengan keberhasilan pencapaian standar kaum muttaqin.
Adalah kedzaliman apabila ada usaha yang mematikan potensi-potensi dasar
kehidupan manusia, karena sama dengan melakukan penindasan hidup dan kehidupan. Tidak
ada potensi yang baik atau tidak baik. Namun yang ada hanya arah pengembangan potensi
berada diluar jalan yang diridhoi Allah SWT atau di jalan yang diridhoi oleh Allah SWT
sebagaimana jalannya umat-umat yang bertaqwa.23
Potensi diri pada tiap insan dapat teridentifikasi saat tiap insan berinisiatif untuk
berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya. Lingkungan ini memiliki daya penarik atas
potensi yang tersembunyi dalam jasad dan pikiran manusia. Maka inisiatif dan keaktifan
manusia untuk berinteraksi dalam lingkungannya menjadi keharusan dalam mencapai
keberhasilan pembentukan standar kualitas insan bertaqwa.
Maka kesadaran untuk masuk dalam sebuah lingkungan dan kemampuan memilih
sebuah lingkungan akan menentukan bagaimana potensi diri berproses dan memberi bentuk
kualitas diri.24 Pemilihan lingkungan akademis yang dominan akan memicu potensi akademis
manusia untuk berproses membentuk kualitas diri yang lebih akademis pula. Lingkungan
82 :.
berfungsi sebagai faktor eksternal manusia yang ikut memberi sumbangsih dalam memilih
rupa kedirian yang terbentuk.

4. PEMBENTUKAN MASYARAKAT
Tak ada satu insanpun yang bisa menjamin bahwa pembentukan kualitas diri oleh
dirinya secara sendiri dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. 25 Kenyataan ini
melahirkan sebuah kebutuhan elemen eksternal untuk membantu menjaga proses
pembentukan diri umat beriman. Tentu saja elemen eksternal ini adalah insan lainya beserta
dengan interaksinya.26 Interaksi pada akhirnya akan membentuk sebuah komunitas yang
lebih dikenal dengan masyarakat. Dengan demikian pembentukan diri otomatis merupakan
pembentukan masyarakat pula. Dengan kata lain, proses diri akan melahirkan proses
komunitas dalam lingkungan diri tersebut.
Secara lebih luas interaksi diri dengan insan lainnya yang kemudian menjadi bagian
dari proses pembentukan masyarakat, tentu saja sama dengan pembentukan sistem
kemasyarakatan. Sistem inilah yang menjadi salah satu penjaga diri untuk memberi jaminan
lebih atas proses diri yang dijalankan kaum mukmin dan muttaqin. 27 Jalan umat-umat yang
beriman dan bertaqwa, bukan jalan yang memiliki sistem kemasyarakatan yang menindas
sesama manusia namun memiliki sistem yang saling menjaga keselamatan satu dengan yang
lainnya.
Kaum mukmin bukan kaum yang melaknat sesama manusia namun merupakan kaum
yang menjadi rahmat bagi seluruh manusia. 28 Oleh sebab itu kaum mukmin memiliki
kewajiban berinteraksi pada komunitasnya dengan memberi jaminan keselamatan pada
sesamanya. Interaksi yang buruk dalam komunitas tentu akan membentuk masyarakat yang
tidak bisa saling menjaga keselamatan satu dengan lainnya. Pada akhirnya akan membawa
seluruh kaum tersebut kedalam jurang kehancuran bagi kaum itu sendiri.29
Kewajiban yang melekat pada kaum mukmin dalam membentuk masyarakat dan
sistem kemasyarakatan bukan hanya untuk menyelamatkan kaum itu sendiri namun juga
untuk menyelamatkan diri-diri umat beriman itu sendiri. Tak ada kaum mukmin yang selamat
dalam komunitas yang hancur.30 Karena kaum mukmin itu sendiri tidak mampu
menyelamatkan komunitas tersebut. Kehancuran atas sebuah kaum adalah sebuah
penyangkalan manusia atas takdir penciptaan dirinya sendiri yaitu takdir sebagai khalifah bagi
dunianya. Takdir yang menyatakan bahwa manusia adalah pemelihara atas keberadaan
dunianya.
Pada akhirnya terbentuknya sistem yang dapat menjaga satu insan dengan83
insan
:.
lainnya menjadi indikator ikhtiar umat beriman dalam proses hijrah dirinya. Kegagalan
pembentukan sistem kemasyarakatan ini akan membawa kegagalan ikhtiar dalam berhijrah
yang tentu saja menjadi sebuah kegagalan dalam mengamalkan ikrar syahadat yang telah ia
lakukan.

CATATAN AKHIR BAB III:


1. QS. Al-Baqarah (2) : 218 16. QS. Al-Baqarah (2) : 139
2. QS. An-Nisa (4) : 100 17. QS. Al-Baqarah (2) : 30
3. QS. Muhammad (47) : 11 18. QS. Al-Hujurat (49) : 10
4. QS. An-Nahl (16) : 41 19. QS. Al-Maidah (5) : 2
5. QS. Al-Anfal (8) : 74 20. QS. Al-Hujuraat (49) : 15
6. QS. Ali-Imran (3) : 110 21. QS. Al-Maidah (5) : 48
7. QS. Fushilat (41) : 6 22. QS. Yusuf (12) : 111
8. QS. Al-Furqan (25): 56 23. QS. Al-Balad (90) : 10
9. QS. Al-'Alaq (96) : 1 24. QS. Al-Fatihah (1) : 6-7
10. QS. Al-Furqaan (25) : 56-57 25. QS. At-Taubah (9) : 122
11. QS. Al-Qalam (68) : 4-6 26. QS. Al-Baqarah (2) :213
12. QS. Al-Ahzab (33) : 60 13 27. QS. Asy-Syuraa (26) : 56
13. QS. Al-A’raf (7) : 45 28. QS. Al-Anbiya' (21) : 107
QS. Al-Ahzab (33) : 32 29. QS. Al-Waqi'ah (56) : 90-95
14. QS. Al-Hujuraat (49) : 9 30. QS. At Tahrim (66) : 11
15. QS. Al-Falaq (113) :5

84 :.
BAB IV
INDEPENDENSI

Manusia diciptakan dalam keadaan suci bersih (fitrah) 1. Sebagai hamba sekaligus
sebagai khalifah yang mengemban amanah2, manusia dikarunia kemerdekaan atau kehendak
bebas oleh Allah Subhanahu Wata’ala3. Kemerdekaan tersebut mengandung konsekuensi
pertanggungjawaban. Segala jalan hidup pilihan manusia yang pada hakekatnya hanya terdiri
dari jalan haq dan jalan bathil, akan beroleh balasan setimpal dari Allah SWT.
Dengan jalan kemurahan-Nya Allah memberi manusia ilmu pengetahuan dan
petunjuk jalan keselamatan yang dapat ditempuh manusia melalui para nabi dan rasul yang
diutus serta kitab suci yang diturunkan. Berbagai institusi telah dianugerahkan Allah SWT
pada diri manusia agar dapat menikmati kemurahan Allah tersebut, seperti akal, hati dan
intelek. Dengan demikian, kemerdekaan sesungguhnya akan menjadi rahmat yang sebenar-
benarnya bagi manusia bila disikapi dan diaktualisasikan berdasar petunjuk jalan yang benar
dari Allah. Kemerdekaan semacam ini bermakna pilihan yang sadar dan bertanggungjawab
atas jalan hidup tertentu serta secara konsisten meninggalkan pilihan lahirnya.
Secara sosiologis, kemerdekaan yang disikapi demikian akan tampak sebagai
pemihakan. Pemihakan terhadap segala sesuatu yang berasal dari dan bertujuan kepada
kebenaran. Pemihakan yang tercermin dalam kerja-kerja kemanusiaan atau amal shalih yang
menjadi rahmat bagi umat manusia dan alm semesta pada umumnya.
Sikap yang demikian bukanlah tanpa resiko, bahkan kemungkinan memerlukan
pengorbanan dan penderitaan yang cuku[p berat. Allah sudah mengisyaratkan bahwa tidak
akan diterima begitu saja pernyataan beriman atau berpihak dari manusia, melainkan mereka
akan diuji dengan berbagai cobaan besar dan kecil. Akan tetapi Allah SWT tidak akan
memberikan cobaan yang melebihi kapasitas yang dimiliki oleh mereka yang diuji, sehingga
seharusnya segala resiko dapat ditanggung dengan tabah dan sabar oleh para pejuang Islam4.
Secara logis, sikap yang demikian menuntut adanya kemampuan diri yang memadai
dalam segala aspek kehidupan. Kemampuan yang berasal dari pengembangan berbagai
institusi diri dengan seimbang yang dimungkinkan oleh konsistensi sikap disatu sisi dan
pemahaman medan juang yang baik disisi lainnya. Ini berarti, memerlukan proses
pembelajaran secara terus menerus yang tercermin dalam sikap kritis, obyektif dan progersif.
Pada akhirnya secara sosiologis dan politis mereka dituntut untuk amat berperan menentukan
jalannya sejarah peradaban manusia.

85 :.
1. SIFAT INDEPENDEN HMI
Mengacu pada kerangka pemikiran dan pemahaman Islam tentang fitrah dan
kemerdekaan manusia diatas, maka Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menjadikan sikap
independensi sebagai sikap yang mewarnai gerak hidup organisasi HMI dari waktu-kewaktu.
Pernyataan ini bukan pernyataan yang mengada-ada atau diada-adakan karena pernyataan ini
merupakan ketetapan organisasi yang disebutkan dalam Anggaran Dasar HMI. Bunyi
pernyataan dalam pasal tersebut adalah: “organisasi ini bersifat idependen”.
Independensi HMI tersebut merupakan pernyataan sikap terhadap semua kebenaran
dari Allah SWT, memperjuangkan tanpa mengenal lelah dan siap menerima resiko
perjuangan, memihak kepada siapapun yang juga memihak dan memperjuangkan nilai
kebenaran, dan akhirnya semata-mata menggantungkan diri kepada Allah SWT dalam segal
urusan. Sebaliknya, HMI menolak semua nilai kebathilan dan menolak segala bentuk kerja
sama dengan pihak- pihak yang menghidupkan kemungkaran dimuka bumi.
Secara teknis, independnsi berarti HMI tidak menjadi bawahan (underbouw)
organisasi lain. HMI juga tidak akan membuat ikatan organisatoris dalam bentuk permanen
dengan pihak lain (individu atau organisasi) yang menetapkan aturan main yang lebih tinggi
dan mengikat HMI secara organisatoris.
Independensi juga berarti sikap bebas disegala bidang dengan penuh kepercayaan
kepada diri sendiri untuk secara aktif memperjuangkan misi HMI. Oleh sebab itu dalam arus
gerakan-gerakan Islam pada umumnya dan di Indonesia khususnya, HMI berpartisipasi aktif,
konstruktif dan korelatif. Disatu pihak HMI tetap setia dan bersungguh sungguh
menempatkan diri sebagai bagian integral dari gerakan Islam secara keseluruhan. Dilain pihak
HMI tetap mempertahankan sikap kritis dan mandirinya. Dengan sikap yang demikian HMI
ingin memberi kontribusi yang berarti kepada perjuangan Islam yang sesungguhnya.
Independensi HMI sangat dimungkinkan, bahkan amat strategis, mengingat anggota-
anggotanya adalah para mahasiswa muslim. Mahasiswa muslim adalah bagian dari umat yang
memiliki dua karakteristik utama, yaitu kepemudaan dan keintelektualan. Kepemudaan
memungkinkan mereka untuk menjadi kekuatan moral karena watak yang belum terkototri
oleh berbagai kepentingan, serta menopang keberanian untuk mengadakan pembaharuan.
Sedangkan keintelektualan menjadi modal bagi peran penting mereka dalam perubahan sosial,
mengingat waktu kritis dan kemampuan untuk memikirkan dan membuat karya–karya besar
untuk masyarakat dan peradaban manusia.

2. SIKAP INDPENDEN KADER HMI


Independen adalah sifat organisasi yang implementasinya diwujudkan dalam 86 :.
bentuk
sikap-sikap organisasi seperti yang diuraikan diatas. Sikap sikap semacam itu dalam skala
individual anggota HMI juga harus mengalami internalisasi dan tampak pada segala aktifitas
kesehariannya.
Sikap–sikap anggota HMI yang mencerminkan bahwa mereka adalah kader dari
organisasi yang bersifat independen merupakan derivasi dari karakteristik Ulil Albab yang
menjadi cita insan HMI. Beberapa sikap terpenting adalah cenderung kepada kebenaran
(hanief), merdeka, kritis, jujur, progresif, dan adil. Dengan demikian kader HMI adalah orang-
orang yang sanggup berlaku dan berbuat secara mandiri dengan keberanian menghadapi
resiko. Ini menuntut adanya kemampuan dari setiap kader HMI, sehingga mereka dapat
mempengaruhi masyarakat dan mengarahkan sistem kehidupan manusia kearah yang
dikhendaki Islam.
Secara teknis, kedar HMI harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan organisasi dan
memperjuangkan misi HMI dimanapun ia berada. Mereka tidak dibenarkan mengadakan
sesuatu komitmen dalam bentuk apapun dengan pihak luar HMI yang bertentangan dengan
yang telah diputuskan secara organisatoris.

CATATAN AKHIR BAB IV:


1. QS. An-Nahl (16) : 78
2. QS. Al-Baqarah (2) : 30,
QS. Ash-Shad (38) : 26
3. QS. Al-Insaan (76) : 3
4. QS. Al Baqarah (2) : 155-156

87 :.

Anda mungkin juga menyukai