Anda di halaman 1dari 23

KETETAPAN

MUSYAWARAH NASIONAL KAHMI

NO. IV/MUNAS KE - 10 /2017

TENTANG

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA KAHMI

Bismillahirrahmanirrahim

Menimbang : Bahwa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KAHMI
merupakan dasar hukum dalam menjalankan aktifitas organisasi.

Mengingat : 1. Pasal 10 dan 11 Anggaran Dasar KAHMI

2. Pasal 38, 39, 40 dan Pasal 41 Anggaran Rumah Tangga KAHMI

Memperhatikan : Hasil Pembahasan Komisi A Musyawarah Nasional Ke-10 KAHMI pada


tanggal 18 November 2017

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Pertama : Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KAHMI sebagaimana


terlampir.

Kedua : Bahwa dengan ditetapkannya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah


Tangga (AD/ART) KAHMI hasil Munas Ke-10 KAHMI, maka terhitung
sejak tanggal ketetapan ini AD/ART sebelumnya, dinyatakan tidak
berlaku.

Ketiga : Ketetapan ini mulai berlaku sejak ditetapkan dan apabila terdapat
kekeliruan di kemudian hari maka akan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Medan
Pada tanggal : 29 Safar 1439 H
18 November 2017 M

PIMPINAN SIDANG
MUSYAWARAH NASIONAL KE - 10 KAHMI

MANIMBANG KAHARIYADI
KETUA

MURLAN TAMBA ANTHONY HILMAN


ANGGOTA ANGGOTA

ASTUTI MARASABESY LA BIA


ANGGOTA ANGGOTA

DIDI SUMARDI KAMAL HIDJAZ


ANGGOTA ANGGOTA
ANGGARAN DASAR
MUKADDIMAH

Bismillah Ar-Rahman Ar-Rahim


Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan Islam sebagai agama yang hak dan sempurna
untuk menjadi pedoman hidup manusia dalam mencapai kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan
akhirat.
Manusia tidak memperoleh apapun kecuali apa yang ia kerjakan, dan Allah memerintahkan
manusia agar bekerja menegakkan keadilan, kebenaran, berbuat baik kepada manusia dan alam
semesta, mencegah perbuatan mungkar serta permusuhan sebagai wujud keimanan yang hakiki dalam
kesaksian yang adil, bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Umat Islam yang merupakan komunitas terbesar di Indonesia telah menjadi pelopor, pelaku
dan saksi sejarah dalam perjuangan melawan kezaliman kaum penjajah sehingga mencapai
kemerdekaan sebagai Negara Republik Indonesia guna melindungi segenap bangsa dan tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Alumni Himpunan Mahasiswa Islam, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa
Indonesia, turut bertanggung jawab dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridloi Allah
SWT dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Tanggung jawab tersebut dilaksanakan melalui kerja kemanusiaan sebagai insan
akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam.
Dalam upaya mencapai tujuan dan melaksanakan tanggung jawab tersebut di atas, dengan
rahmat Allah Yang Maha Kuasa, Alumni Himpunan Mahasiswa Islam berhimpun dalam organisasi
dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai berikut :

BAB I
NAMA
Pasal 1
Organisasi ini bernama Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam, disingkat KAHMI.

BAB II
WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 2
KAHMI didirikan di Surakarta tanggal 2 Jumadil Akhir 1386 H, bertepatan dengan tanggal 17
September 1966, untuk waktu yang tidak ditentukan, dan berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik
Indonesia.

BAB III
ASAS, SIFAT, TUJUAN, GARIS PERJUANGAN, FUNGSI DAN PERAN, DAN MISI

Pasal 3
AZAS
Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam berazaskan Islam.

Pasal 4
SIFAT
KAHMI adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat independen, kecendekiaan dan religius.
Pasal 5
TUJUAN
Terhimpunnya alumni HMI yang memiliki kualitas insan cita dalam mewujudkan masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT.

Pasal 6
GARIS PERJUANGAN
Mempertahankan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UDD
1945 serta mensyiarkan Islam

Pasal 7
FUNGSI DAN PERAN
1. KAHMI berfungsi sebagai wadah berhimpun Alumni HMI untuk memberikan keteladanan
intelektual bagi umat dan bangsa dalam rangka mencapai tujuan KAHMI.
2. KAHMI berperan sebagai :
a. Wadah pemersatu alumni HMI
b. Perekat masyarakat Indonesia yang majemuk.
c. Organisasi cendekiawan yang membawa MANFAAT bagi masyarakat, BANGSA, negara
republik Indonesia, dan bagi alam semesta
d. Wadah untuk menfasilitasi dan mendukung aktivitas HMI, terutama dalam
menyelenggarakan kegiatan pengaderan
e. Wadah untuk membantu alumni HMI dalam mengembangkan kepribadian, ilmu
pengetahuan, seni, kewirausahaan, pemberdayaan masyarakat, serta kegiatan lain yang
sesuai dengan tujuan dan garis perjuangan KAHMI.

Pasal 8
MISI
Untuk mencapai tujuan KAHMI, maka Misi KAHMI sebagai berikut :
1. Memelihara dan meningkatkan persaudaraan sesama Anggota KAHMI dalam meningkatkan
kualitas hidup, kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
2. Mendinamisasikan hubungan timbal balik KAHMI dengan HMI agar setiap anggota HMI
mencapai kualitas insan cita secara paripurna dan memperkuat basis sosial HMI di setiap
kampus perguruan tinggi.
3. Memperkuat ukhuwah islamiyah bagi sesama kader umat Islam untuk berperan aktif
membangun kehidupan yang islami dalam masyarakat.
4. Meningkatkan peran kecendekiawan dalam memajukan IPTEK, enterpreneurship dan
Inovasi.
5. Berpartisipasi aktif dalam mengkritisi dan membentuk kebijakan publik berdasarkan
kekuatan moral dan ilmu pengetahuan dalam rangka memerangi kemiskinan,
keterbelakangan, kebodohan dan ketidakadilan untuk kemajuan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Imdonesia;
6. Menjalin persaudaraan kemanusiaan dengan sesama warga dunia melalui ilmu pengetahuan
dan teknologi agar tercipta keadilan dan perdamaian dunia.

BAB IV
KODE ETIK
Pasal 9
1. KAHMI memiliki Kode Etik KAHMI sebagai penyempurnaan dari Kode Etik KAHMI hasil
Musyawarah KAHMI se-Indonesia di Cipayung tanggal 26 Mei 1973.
2. Setiap anggota KAHMI terikat dan harus mematuhi Kode Etik KAHMI
3. Penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh Dewan Etik

BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 10
Anggota KAHMI terdiri atas :
a. Anggota biasa
b. Anggota Kehormatan

BAB VI
STRUKTUR PIMPINAN DAN KEKUASAAN
Pasal 11
STRUKTUR PIMPINAN
Pimpinan KAHMI terdiri dari :
1. Di tingkat Nasional disebut Majelis Nasional, disingkat MN
2. Di tingkat Propinsi disebut Majelis Wilayah, disingkat MW
3. Di tingkat Kabupaten/Kota disebut Majelis Daerah, disingkat MD
4. Di luar negeri disebut Majelis Perwakilan, disingkat MP.
5. Di instansi kerja atau perguruan tinggi, disebut Majelis Rayon, disingkat MR
Pasal 12
STRUKTUR KEKUASAAN
1. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh Musyawarah Nasional, disingkat MUNAS.
2. Di tingkat Wilayah, kekuasaan tertinggi dipegang oleh Musyawarah Wilayah, disingkat
MUSWIL
3. Di tingkat Daerah, kekuasaan tertinggi dipegang oleh Musyawarah Daerah, disingkat
MUSDA.
4. Di tingkat Majelis Paerwakilan, kekuasaan tertinggi dipegang oleh Musyawarah Perwakilan,
disingkat MUSPER.
5. Di tingkat Rayon, kekuasaan tertinggi dipegang oleh Musyawarah Rayon, disingkat MUSRA.

BAB VII
ALAT KELENGKAPAN
Pasal 13
1. Alat kelengkapan organisasi dibentuk oleh setiap tingkatan Struktur Pimpinan KAHMI untuk
mendukung pencapaian tujuan KAHMI.
2. Alat kelengkapan terdiri dari Dewan Penasehat, Dewan Pakar dan Dewan Etik.
3. Alat Kelengkapan dibentuk dan bertanggung jawab kepada Pimpinan KAHMI sesuai
tingkatannya. Khusus Dewan Etik hanya dibentuk di tingkat Majelis Nasional dan Majelis
Wilayah.
Pasal 14
DEWAN PENASIHAT
1. Dewan Penasihat berfungsi memberi saran dan pertimbangan kepada Majelis Nasional/
Majelis Wilayah/Majelis Daerah sesuai tingkatannya.
2. Dewan Penasehat diangkat dan diberhentikan oleh Majelis Nasional/Majelis Wilayah/ Majelis
Daerah sesuai tingkatannya.
3. Ketentuan mengenai Dewan Penasehat diatur dalam Pedoman Organisasi yang ditetapkan
oleh Majelis Nasional.

Pasal 15
DEWAN ETIK
1. Dewan Etik dibentuk di tingkat nasional dan wilayah yang berfungsi sebagai institusi yang
mengawasi perilaku/ etika pengurus/ anggota dan penegak disiplin organisasi.
2. Dewan Etik berwenang memeriksaa atau meminta keterangan terhadap pengurus yang diduga
melanggar kode etik KAHMI atau melanggar AD/ART KAHMI.
3. Dewan Etik berwenang untuk memberhentikan atau memberikan sanksi kepada Pengurus
yang terbukti melanggar kode Etik KAHMI dan AD/ART KAHMI
4. Jumlah Anggota Dewan Etik tingkat nasional sebanyak-banyaknya 15 orang dan di tingkat
wilayah sebanyak-banyaknya 9 orang.
5. Ketentuan mengenai Dewan Etik diatur dalam Pedoman Dewan Etik dan ditetapkan oleh
Majelis Nasional.
Pasal 16
DEWAN PAKAR
1. Dewan Pakar berfungsi memberikan saran dan hasil kajian dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi serta profesi kepada Majelis Nasional /Wilayah/Daerah, dalam
rangka perencanaan dan pelaksanaan program atau kebijakan serta pengendalian. Dewan
Pakar diangkat dan diberhentikan oleh Majelis Nasional/ Wilayah/ Daerah sesuai
tingkatannya.
2. Ketentuan mengenai Dewan Pakar diatur dalam Pedoman Organisasi yang ditetapkan oleh
Majelis Nasional.

BAB VIII
LEMBAGA/BADAN OTONOM
Pasal 17
1. Lembaga/Badan Otonom merupakan lembaga atau badan yang didirikan oleh KAHMI dalam
rangka melaksanakan tujuan KAHMI.
2. Lembaga/Badan Otonom dalam aktivitasnya secara otonom dan mengikuti peraturan serta
perundangan yang berlaku.
3. Lembaga/Badan Otonom KAHMI seperti yang dimaksud pada ayat (1) diatas antara lain :
Himpunan Pengusaha KAHMI HIPKA dan lembaga lainnya sesuai kebutuhan.

BAB IX
FORHATI
Pasal 18
1. Forhati adalah wadah berhimpunnya alumni HMIwati, yang dinamakan Forum Alumni
HMIwati atau disingkat FORHATI
2. Forhati adalah lembaga yang dibentuk oleh KAHMI sebagai wadah berhimpun alumni
HMIwati dan bagian yang tidak terpisahkan dari KAHMI.
3. Tugas dan Fungsi Forhati adalah sebagai wadah untuk mengembangkan potensi dan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh alumni HMIwati dalam rangka tercapainya tujuan KAHMI.
4. Ketentuan yang mengatur tentang Forhati diatur lebih lanjut dalam Pedoman Forhati.

BAB X
KEKAYAAN
Pasal 19
1. Kekayaan organisasi berupa :
a. Iuran anggota dan pengurus
b. Sumbangan yang tidak mengikat
c. Aset material dan non material
2. Pengelolaan kekayaan organisasi dilakukan dengan profesional, inovatif dan amanah.

BAB XI
ATRIBUT KAHMI
Pasal 20
1. Atribut organisasi KAHMI terdiri dari :
a. Lambang
b. Bendera
c. Pataka
d. Papan Nama
e. Kop Surat
f. Stempel
g. Kartu Anggota
h. Hymne
i. Mars
2. Ketentuan mengenai atribut KAHMI diatur dalam Pedoman Organisasi.

BAB XII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA DAN
PEMBUBARAN
Pasal 21
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KAHMI hanya dapat dilakukan oleh
Musyawarah Nasional.

Pasal 22
Pembubaran KAHMI hanya dapat dilakukan oleh Musyawarah Nasional yang khusus dilakukan
untuk itu.
BAB XIII
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 23
DEKLARASI MUSYAWARAH ALUMNI HMI
Deklarasi Musyawarah Alumni HMI yang dideklarasikan di Surakarta tanggal 15 September 1966,
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Anggaran Dasar KAHMI ini.

Pasal 24
PENUTUP
1. Anggaran Dasar ini disahkan dan ditetapkan oleh MunasKe-10 pada tanggal 18 November 2017
Pukul 11.15 di Medan dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
2. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar.

ANGGARAN RUMAH TANGGA


BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
1. Anggota KAHMI terdiri dari anggota biasa dan anggota kehormatan
2. Anggota biasa adalah setiap orang yang pernah mengikuti pengaderan HMI dan terdaftar sebagai
anggota HMI.
3. Anggota Kehormatan adalah
a. anggota KAHMI yang tidak termasuk dalam ketentuan pasal 1 ayat (1).
b. Orang yang berjasa dalam pengembangan KAHMI.
c. Anggota Kehormatan ditetapkan oleh Majelis Daerah/Majelis Wilayah/Majelis Nasional.
4. Sistem keanggotaan KAHMI diatur lebih lanjut dalam Pedoman Organisasi

BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 2
HAK ANGGOTA
1. Anggota biasa mempunyai hak:
a. mengeluarkan pendapat, mengajukan usul atau pertanyaan
b. memilih dan dipilih menjadi pengurus
c. aktif dalam kegiatan KAHMI
d. mengembangkan potensi dan karir untuk prncapaian tujuan KAHMI.
2. Anggota kehormatan mempunyai hak:
a. mengajukan saran atau usul
b. aktif dalam kegiatan KAHMI

Mekanisme pelaksanaan hak anggota biasa dan anggota kehormatan lebih lanjut diatur dalam
Pedoman Organisasi.

Pasal 3
KEWAJIBAN ANGGOTA
1. Melaksanakan dan mematuhi AD/ART, Kode Etik dan ketentuan Pedoman Organisasi.
2. Mendukung secara moral dan material setiap kegiatan KAHMI
3. Menjaga nama baik KAHMI dan keutuhan organisasi.
4. Membayar uang iuran KAHMI.

BAB III
MAJELIS NASIONAL
Pasal 4
1. Majelis Nasional adalah organ tertinggi organisasi dan bertanggungjawab kepada Musyawarah
Nasional.
2. Majelis Nasional dipimpin oleh Presidium Majelis Nasional yang dipilih dalam Musyawarah
Nasional.
3. Presidium Majelis Nasional adalah pelaksana tertinggi organisasi.
4. Presidium Majelis Nasional bekerja secara kolektif - kolegial.
5. Ketua Periodik Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) Nasional adalah ex. officio anggota
Presidium Majelis Nasional KAHMI.
Pasal 5
Masa jabatan Presidium Majelis Nasional adalah 5 (lima) tahun terhitumg sejak mengucapkan
ikrar/sumpah jabatan di forum Munas yang dipandu oleh Pimpinan Sidang Munas.
Pasal 6
Kriteria dan syarat-syarat Presidium Majelis Nasional
1. Kriteria:
a. Anggota Biasa KAHMI.
b. Berkomitmen penuh menjalankan tugas secara aktif sebagai Presidium selama lima tahun
c. Memiliki integritas dan kapabilitas sebagai pemimpin organisasi.
d. Memiliki pengalaman organisasi dan rekam jejak yang baik selama aktif di HMI/KAHMI
serta organisasi lainnya.
e. Untuk menjaga Marwah KAHMI tentang Politik Uang, bagi calon yang terbukti bermain
Politik Uang maka dinyatakan gugur sebagai presedium terpilih.

2. Syarat:
a. Berumur sekurang-kurangnya 40 tahun pada saat pencalonan dan berdomisili di
Jabodetabeksekar (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Serang, & Karawang) serta
menyerahkan copy Kartu Tanda Penduduk.
b. Menyampaikan biodata dan pandangannya secara tertulis, lisan atau video tentang visi dan
misi KAHMI;
c. Menyampaikan sertifikat atau tanda bukti formal pernah mengikuti pengaderan HMI dan aktif
dalam kepengurusan HMI dan/atau surat pernyataan kesaksian dari Ketua Umum HMI
dan/atau Sekretaris Umum pada tingkatan kepengurusannya ketika menjadi pengurus dan
mengikuti pengaderan HMI.
d. Menandatangani Pakta Integritas dan surat kesediaan pengunduran diri apabila tidak aktif
menjalankan tugas selama masa jabatan Presidium.
e. Tidak sedang menjabat pemimpin tertinggi Partai Politik.
f. Mengikuti tahapan seleksi yang diselenggarakan oleh Panitia Seleksi.

Pasal 7
Panitia Seleksi Calon Presidium dan Mekanisme Seleksi
1. Majelis Nasional membentuk Panitia Seleksi Calon Presidium Majelis Nasional selambat-
lambatnya tiga bulan sebelum pelaksanaan Musyawarah Nasional.(Munas).
2. Jumlah Panitia Seleksi terdiri dari tujuh orang, dengan keterwakilan perempuan sekurang-
kurangnya dua orang..
3. Syarat anggota Panitia Seleksi adalah:
a. Tidak dapat mencalonkan diri menjadi calon presidium
b. Pernah mengikuti pengaderan formal HMI, di tingkat nasional minimal LK2.
c. Berpangalaman menjadi pengurus Majelis Nasional KAHMI .

4. Majelis Nasional menyampaikan pemberitahuan kepada majelis wilayah dan daerah tentang
dimulainya tahapan pemilihan Presidium Majelis Nasional.
5. Setiap anggota KAHMI dapat dicalonkan dan didaftarkan oleh Majelis Wilayah, Majelis
Daerah dan Majelis Perwakilan atau secara perorangan mencalonkan diri dan mendaftar
mengikuti pemilihan Presidium Majelis Nasional melalui Panitia Seleksi.
6. Panitia Seleksi melaksanakan tugas untuk menerima pendaftaran, melakukan seleksi hingga
menetapkan Bakal Calon Presidium untuk dibawa ke forum Munas.
7. Bakal calon Presidium yang telah ditetapkan oleh Panitia Seleksi diberikan kesempatan untuk
melakukan sosialisasi kepada keluarga besar KAHMI, Majelis Wilayah, Majelis Perwakilan dan
Majelis Daerah sebelum pelaksanaan Munas.

Pasal 8
Mekanisme Pemilihan Presidium Dalam Munas
1. Ketua Panitia Seleksi dipersilahkan oleh Pimpinan Sidang untuk membacakan Keputusan Panitia
Seleksi tentang penetapan nama-nama Bakal Calon Presidium.
2. Bakal Calon Presidium diminta menyatakan kesediaannya secara langsung di depan peserta
Munas dipandu Pimpinan Sidang. Bakal Calon yang dipanggil tiga kali oleh Pimpinan Sidang
tetapi tidak hadir maka dianggap mengundurkan diri.
3. Bakal Calon Presidium yang telah menyatakan kesediaannya secara langsung di depan peserta
Munas selanjutnya ditetapkan sebagai Calon Presidium Majelis Nasional KAHMI.
4. Apabila hanya terdapat 9 (sembilan) Calon Presidium, maka langsung ditetapkan secara aklamasi
oleh Pimpinan Sidang sebagai Presidium terpilih.
5. Setiap Majelis Wilayah, Majelis Perwakilan dan Majelis Daerah memilih 9 (sembilan) nama
calon Presidium Majelis Nasional KAHMI dengan cara menuliskan dalam kertas suara yang
telah disiapkan Pimpinan Sidang.
6. Calon Presidium Majelis Nasional KAHMI yang memperoleh suara terbanyak ke-1 sampai ke-
9, ditetapkan sebagai Presidium Majelis Nasional KAHMI terpilih.
7. Apabila terjadi jumlah suara yang sama untuk calon-calon yang memperoleh suara terbanyak ke-
9, maka terhadap calon-calon tersebut akan dilakukan pemilihan ulang sampai terpilih suara
terbanyak. Pemilihan ulang dilakukan hanya oleh Majelis Wilayah dengan cara menulis satu
nama calon pada kertas suara yang disiapkan Pimpinan Sidang.

Pasal 9
Komposisi Majelis Nasional KAHMI
1. Presidium Majelis Nasional terdiri dari 9 (sembilan) orang, sedapat mungkin mencerminkan
kewilayahan dan kompetensi atau profesi anggota KAHMI.
2. Ketua-Ketua, yang mengoordinasi beberapa Departemen dan Lembaga/Badan serta menjadi
Koordimator Wilayah yang menghimpun beberapa Majelis Wilayah.
3. Sekretaris Jenderal dan Wakil-Wakil Sekretaris Jenderal.
4. Bendahara Umum dan Bendahara-Bendahara.
5. Departemen-Departemen yang disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan tugas, fungsi dan
program.
6. Lembaga/Badan menurut berbagai bidang kerja dan profesi. Masing-masing lembaga/badan
dipimpin oleh seorang Direktur yang ditetapkan oleh Majelis Nasional KAHMI.
Pasal 10
1. Koordinator Presidium ditetapkan berdasarkan musyawarah mufakat para presidium yang
diputuskan dalam rapat presidium.
2. Dalam hal Koordinator Presidium berhalangan tetap atau meninggal dunia, maka
dimusyawarahkan kembali oleh para presidium presidium untuk menetukan Koordinator
Presidium.
Pasal 11
Koordinator Presidium dan Sekretaris Jenderal berwenang mewakili dan bertindak untuk dan atas
nama Majelis Nasional KAHMI.
Pasal 12
1. Anggota Presidium dinyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presidium Majelis Nasional
KAHMI apabila :
a. Meninggal dunia
b. Mengundurkan diri
c. Dinyatakan bersalah dalam tindak pidana yang dihukum penjara lima tahun atau lebih oleh
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
d. Diberhentikan oleh Dewan Etik.
2. Apabila Anggota Presidium dinyatakan berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) di atas, berlaku ketentuan :
a. Dalam hal anggota Presidium yang berhenti satu hingga empat orang, maka Calon Presidium
yang memperoleh suara terbanyak berikutnya ditetapkan sebagai anggota Presidium.
Selanjutnya anggota Presidium tersebut mengucapkan ikrar/sumpah di forum Rapat Pengurus
Harian Majelis Nasional KAHMI.
b. Dalam hal anggota Presidium yang berhenti lima orang atau lebih maka dapat diusulkan
Musyawarah Nasional Luar Biasa.

Pasal 13
Rapat-Rapat
1. Rapat Presidium adalah Rapat yang dihadiri oleh anggota Presidium.
2. Rapat Pengurus Harian adalah Rapat yang dihadiri Presidium Majelis Nasional, Ketua-Ketua,
Sekretaris Jenderal dan Wakil-Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum dan Bendahara-
Bendahara.
3. Rapat Pleno Majelis Nasional KAHMI adalah Rapat yang dihadiri Presidium Majelis Nasional,
Ketua-Ketua Bidang, Sekretaris Jenderal dan Wakil-Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara
Umum dan Bendahara-Bendahara, Ketua/ Wakil Ketua/ Sekretaris Departemen-Departemen,
Direktur Lembaga-Lembaga, Koordinator Wilayah, Ketua Periodik FORHATI Nasional, Ketua
dan Sekretaris Majelis Pakar dan Majelis Penasihat.
4. Rapat Pimpinan Nasional disingkat Rapimnas, diselenggarakan minimal sekali dalam satu tahun
yang dihadiri oleh unsur pimpinan pada Majelis Nasional dan unsur Pimpinan Majelis Wilayah.
5. Rapat Koordinasi Nasional disingkat Rakornas, diselenggarakan minimal sekali dalam satu
periode kepengurusan yang dihadiri oleh seluruh unsur kepengurusan Majelis Nasional/ peserta
Rapat Pleno sebagaimana termaktub dalam ayat (4) pasal ini dan utusan dari Majelis Wilayah
masing-masing 2 (dua) orang dan utusan dari Majelis Daerah masing-masing 1 (satu) orang.
6. Setiap Rapat dapat mengundang pihak-pihak tertentu diluar peserta yang tersebut dalam pasal ini
sesuai kebutuhan.
7. Ketentuan mengenai Rapat–Rapat Majelis Nasional diatur dalam Pedoman Organisasi.

BAB IV
MAJELIS WILAYAH
Pasal 14
1. Majelis Wilayah adalah badan pelaksana organisasi di tingkat provinsi dan bertanggung jawab
kepada Musyawarah Wilayah.
2. Majelis Wilayah berkedudukan di ibukota Provinsi.
3. Majelis Wilayah dipimpin oleh Presdium atau Ketua Umum sebagai pelaksana organisasi
tertinggi di tingkat Wilayah/Provinsi.
4. Pengurus Majelis Wilayah disahkan dan dilantik oleh Majelis Nasional.
5. Majelis Wilayah dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Majelis Daerah dalam satu
Provinsi.
Pasal 15
1. Masa jabatan Majelis Wilayah adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak disahkan berdasarkan surat
keputusan Majelis Nasional.
2. Enam bulan sebelum masa jabatan Majelis Wilayah berakhir, maka Majelis Nasional akan
memberikan surat untuk segera mempersiapkan Muswil sebagai Peringatan Pertama. Dalam
jangka waktu tiga bulan berikutnya jika belum memberitahukan kepada Majelis Nasional secara
tertulis mengenai jadwal Muswil, maka Majelis Nasional akan mengeluarkan surat sebagai
Peringatan Kedua. Jika dalam waktu selambat-lambatnya tiga bulan dari Peringatan Kedua,
belum juga melaksanakan Muswil, maka Majelis Nasional berwenang mengambil langkah-
langkah organisatoris, termasuk pembekuan dan membentuk caretaker sebagai pelaksana tugas
Majelis Wilayah hingga terbentuknya Pengurus baru hasil Muswil.
3. Mengenai langkah-langkah organisatoris, termasuk pembekuan dan membentuk caretaker
ditetapkan melalui Surat Keputusan Majelis Nasional.

Pasal 16
1. Anggota Presidium/Ketua Umum Majelis Wilayah dinyatakan berhenti dan atau berhenti
sementara dari jabatannya sebagai Presidium/Ketua Umum Majelis Wilayah KAHMI apabila :
a. Meninggal dunia
b. Dinyatakan bersalah dalam tindak pidana oleh pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap yang dihukum lima tahun penjara atau lebih.
c. Dikemudian hari diketahui bukan anggota HMI.
d. Diberhentikan oleh Dewan Etik Majelis Wilayah.
2. Apabila Anggota Presidium dinyatakan berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) di atas, berlaku ketentuan :
a. Dalam hal anggota Presidium yang berhenti hanya satu orang, maka tugas jabatannya
dilaksanakan oleh anggota Presidium yang lain.
b. Dalam hal anggota Presidium yang berhenti tiga orang atau lebih maka dapat diusulkan
Musyawarah Wilayah Luar Biasa.
3. Apabila Anggota Presidium dinyatakan berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud
4. Apabila Ketua Umum Majelis Wilayah dinyatakan berhenti dari jabatannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) maka ditunjuk Pejabat Sementara Ketua Umum oleh Rapat Pengurus
Harian Majelis Wilayah. Selanjutnya Pejabat Sementara Ketua Umum selambat-lambatnya
dalam waktu enam bulan harus melaksanakan Musyawarah Wilayah Luar Biasa khusus untuk
memilih Ketua Umum definitif.
5. Apabila masa jabatan tersisa kurang dari satu tahun, maka langsung dilaksanakan Musyawarah
Wilayah oleh Pejabat Sementara Ketua Umum/ Presidium.

Pasal 17
Komposisi Pengurus Majelis Wilayah
1. Berbentuk Presidensial terdiri dari Ketua Umum, Ketua-Ketua, Sekretaris Umum, Sekretaris-
Sekretaris, Bendahara Umum dan Bendahara-Bendahara, Biro-Biro dan Direktur-Direktur
Lembaga/Badan; atau
2. Berbentuk Presidium terdiri dari Tujuh orang anggota Presidium, Ketua-Ketua, Sekretaris Umum
dan Sekretaris-sekretaris, Bendahara Umum dan Bendahara-Bendahara, Biro-Biro dan Direktur-
Direktur Lembaga?Badan.
3. Koordinator Presidium ditetapkan berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh dalam Muswil.
Apabila pemilihan Presidium dalam Muswil melalui mufakat/aklamasi, maka Koordinator
Presidium ditetapkan berdasarkan suara terbanyak yang dipilih dari dan oleh para anggota
Presidium.
4. Dewan Penasehat dan Dewan Pakar di tingkat Wilayah dibentuk sesuai kebutuhan.
5. Dewan Etik KAHMI Wilayah dibentuk dengan anggota sebanyak-banyaknya sembilan orang.

Pasal 18
1. Majelis Wilayah bertanggung jawab membentuk Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) Wilayah.
2. Ketua Forhati Wilayah adalah ex officio anggota Presidium Majelis Wilayah, namun tidak dapat
dipilih sebagai Ketua Harian/Koordinator Presidium.
3. Apabila Majelis Wilayah menggunakan sistem presidensial, maka Ketua Forhati menjabat salah
satu Ketua Bidang yang membawahkan urusan pemberdayaan alumni HMI-Wati dibawah Ketua
Umum Majelis Wilayah.
Pasal 19
Kriteria Calon Presidium atau Ketua Umum Majelis Wilayah adalah :
a. Anggota biasa yang memiliki pengalaman sebagai pengurus HMI dan KAHMI.
b. Berkomitmen untuk meluangkan waktu, pikiran dan sumberdayanya untuk KAHMI
c. Berdomisili tetap di wilayah provinsi tersebut dan dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk
(KTP).
d. Belum pernah menjabat sebagai Presidium atau Ketua Umum Majelis Wilayah selama dua
periode.
Pasal 20
Rapat-Rapat Majelis Wilayah
1. Rapat Presidium adalah Rapat yang dihadiri oleh anggota Presidium.
2. Rapat Pimpinan adalah Rapat yang dihadiri Presidium/ Ketua Umum, Ketua-Ketua, Sekretaris
Umum dan Bendahara Umum.
3. Rapat Pengurus Harian adalah Rapat yang dihadiri Presidium/ Ketua Umum, Ketua-Ketua,
Sekretaris Umum dan Wakil-Wakil Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan Bendahara-
Bendahara.
4. Rapat Pleno adalah Rapat yang dihadiri Presidium/ Ketua Umum, Ketua-Ketua, Sekretaris
Umum dan Wakil-Wakil Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan Bendahara-Bendahara,
Ketua/ Wakil Ketua/Sekretaris Biro, Direktur Lembaga-lembaga, Koordinator Presidium
FORHATI, Ketua dan Sekretaris Majelis Pakar dan Ketua Majelis Penasihat.
5. Rapat Koordinasi Wilayah disingkat Rakorwil, diselenggarakan minimal sekali dalam satu tahun
yang dihadiri oleh seluruh unsur kepengurusan Majelis Wilayah/ peserta Rapat Pleno
sebagaimana termaktub dalam ayat (4) pasal ini dan utusan dari Majelis Daerah masing-masing
3 (tiga) orang.
6. Setiap Rapat dapat mengundang pihak-pihak tertentu diluar peserta yang tersebut dalam pasal ini
sesuai kebutuhan.

BAB V
MAJELIS DAERAH
Pasal 21
1. Majelis Daerah adalah badan pelaksana organisasi di tingkat Kabupaten atau Kota dan
bertanggung jawab kepada Musyawarah Daerah.
2. Majelis Daerah berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota.
3. Pengurus Majelis Daerah disahkan oleh Majelis Wilayah dan tembusan Surat Keputusan
Pengesahannya wajib dikirimkan ke Majelis Nasional.
4. Majelis Daerah dilantik oleh Majelis Wilayah.
5. Majelis Daerah dapat dibentuk bila terdapat sekurang-kurangnya 10 anggota KAHMI.
6. Majelis Daerah dapat dibentuk dari gabungan beberapa Kabupaten/Kota yang saling berbatasan
atau berdekatan.
Pasal 22
1. Masa jabatan Majelis Daerah 5 (lima) tahun terhitung sejak disahkan berdasarkan surat
keputusan Majelis Wilayah.
2. Enam bulan sebelum masa jabatan Majelis Daerah berakhir, maka Majelis Wilayah akan
memberikan surat untuk segera mempersiapkan Musda sebagai Peringatan Pertama. Dalam
jangka waktu tiga bulan berikutnya jika belum memberitahukan kepada Majelis Wilayah secara
tertulis mengenai jadwal Musda, maka Majelis Wilayah akan mengeluarkan surat sebagai
Peringatan Kedua. Jika dalam waktu selambat-lambatnya tiga bulan dari Peringatan Kedua,
belum juga melaksanakan Musda, maka Majelis Wilayah berwenang mengambil langkah-
langkah organisatoris, termasuk pembekuan dan membentuk caretaker sebagai pelaksana tugas
Majelis Daerah hingga terbentuknya Pengurus baru hasil Musda.
3. Mengenai langkah-langkah organisatoris, termasuk pembekuan dan membentuk caretaker akan
ditetapkan dalam Surat Keputusan Majelis Wilayah atau Majelis Nasional.

Pasal 23
1. Anggota Presidium/ Ketua Umum Majelis Daerah dinyatakan berhenti dari jabatannya sebagai
Presidium/ Ketua Umum Majelis Daerah KAHMI apabila :
a. Meninggal dunia
b. Diputuskan bersalah oleh pengadilan yang telah berkuatan hukum tetap dengan hukuman
pidana penjara lima tahun atau lebih.
c. Diberhentikan oleh Dewan Etik KAHMI Wilayah
2. Apabila Anggota Presidium dinyatakan berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) di atas, berlaku ketentuan :
a. Dalam hal anggota Presidium yang berhenti hanya satu hingga dua orang, maka tugas
jabatannya dilaksanakan oleh anggota Presidium yang lain.
b. Dalam hal anggota Presidium yang berhenti tiga orang atau lebih maka dapat diusulkan
Musyawarah Daerah Luar Biasa.
3. Apabila Ketua Umum Majelis Daerah dinyatakan berhenti dari jabatannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) maka ditunjuk Pejabat Sementara Ketua Umum oleh Rapat Pengurus
Harian Majelis Daerah. Selanjutnya Pejabat Sementara Ketua Umum selambat-lambatnya dalam
waktu enam bulan harus melaksanakan Musyawarah Daerah Luar Biasa khusus untuk memilih
Ketua Umum definitif untuk melanjutkan sisa masa jabatan Ketua Umum sebelumnya.
4. Apabila masa jabatan tersisa kurang dari satu tahun, maka langsung dilaksanakan Musyawarah
Daerah oleh Pejabat Sementara Ketua Umum/Presidium.

Pasal 24
Komposisi Pengurus Majelis Daerah
1. Berbentuk Presidensial terdiri dari Ketua Umum, Ketua-Ketua, Sekretaris Umum, Sekretaris-
Sekretaris, Bendahara Umum dan Bendahara-Bendahara, Divisi-Divisi dan Direktur-Direktur
Lembaga/Badan; atau
2. Berbentuk Presidium terdiri dari 5 (lima) orang anggota Presidium, Ketua-Ketua, Sekretaris
Umum dan Sekretaris-sekretaris, Bendahara Umum dan Bendahara-Bendahara, Divisi-Divisi
dan Direktur-Direktur Lembaga/Badan.
3. Koordinator Presidium ditetapkan berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh dalam Musda.
Apabila pemilihan Presidium dalam Musda melalui mufakat/aklamsi, maka Koordinator
Presidium ditetapkan berdasarkan suara terbanyak yang dipilih dari dan oleh para anggota
Presidium.
4. Dewan Penasehat dan Dewan Pakar di tingkat Daerah dibentuk sesuai kebutuhan.

Pasal 25
1. Majelis Daerah bertanggung jawab membentuk Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) Daerah.
2. Ketua Forhati Daerah adalah ex officio anggota Presidium Majelis Daerah, namun tidak dapat
dipilih sebagai Ketua Harian/Koordinator Presidium.
3. Apabila Majelis Daerah menggunakan sistem presidensial, maka Ketua Forhati menjabat salah
satu Ketua yang membawahkan urusan pemberdayaan alumni HMI-Wati dibawah Ketua Umum
Majelis Daerah.

Pasal 26
Kriteria Calon Presidium atau Ketua Umum Majelis Daerah adalah :
a. Anggota biasa yang memiliki pengalaman sebagai pengurus HMI dan KAHMI.
b. Berkomitmen untuk meluangkan waktu, pikiran dan sumberdayanya untuk KAHMI
c. Berdomisili tetap di Kabupaten/Kota tersebut dan dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk
(KTP).
d. Belum pernah menjabat sebagai Presidium atau Ketua Umum Majelis Daerah selama dua
periode.

Pasal 27
1. Daerah dengan jumlah anggota kurang dari 10 (sepuluh) orang, dapat dibentuk Majelis Daerah
dengan status Majelis Daerah Persiapan.
2. Dalam waktu sekurang-kurangnya lima tahun, setelah memenuhi syarat Majelis Daerah
Persiapan dapat ditingkatkan statusnya menjadi Majelis Daerah definitif berdasarkan keputusan
Majelis Nasional atas rekomendasi Majelis Wilayah.

Pasal 28
Rapat-Rapat Majelis Daerah
1. Rapat Presidium adalah Rapat yang dihadiri oleh anggota Presidium
2. Rapat Pimpinan adalah Rapat yang dihadiri Presidium/ Ketua Umum, Ketua-Ketua, Sekretaris
Umum dan Bendahara Umum.
3. Rapat Pengurus Harian adalah Rapat yang dihadiri Presidium/ Ketua Umum, Ketua-Ketua,
Sekretaris Umum dan Wakil-Wakil Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan Bendahara-
Bendahara.
4. Rapat Pleno adalah Rapat yang dihadiri Presidium/ Ketua Umum, Ketua-Ketua , Sekretaris
Umum dan Wakil-Wakil Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan Bendahara-Bendahara,
Ketua/ Wakil Ketua/Sekretaris Divisi, Direktur Lembaga-lembaga, Ketua FORHATI, Ketua dan
Sekretaris Majelis Pakar dan Ketua Majelis Penasihat.
5. Setiap Rapat dapat mengundang pihak-pihak tertentu diluar peserta yang tersebut dalam pasal
ini.

Pasal 29
MAJELIS RAYON
1. Majelis Rayon adalah badan pelaksana organisasi yang berkedudukan di instansi kerja atau
komunitas atau kawasan tertentu dan bertanggung jawab kepada Majelis Daerah.
2. Majelis Rayon berfungsi untuk melaksanakan pembinaan anggota dan pemberdayaan
masyarakat.
3. Majelis Rayon dibentuk bila terdapat sekurang-kurangnya 10 anggota KAHMI.

Pasal 30
Masa jabatan Majelis Rayon 5 (lima) tahun.
Pasal 31
1. Kepengurusan Majelis Rayon ditetapkan dan disahkan oleh Majelis Daerah.
2. Komposisi Kepengurusan Majelis Rayon sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan
Bendahara, dan seksi-seksi sesuai kebutuhan.

Pasal 32
MAJELIS PERWAKILAN
1. Majelis Perwakilan adalah badan organisasi yang dibentuk di luar negeri minimal terdapat 10
anggota KAHMI dalam satu negara atau gabungan beberapa negara yang berbatasan.
2. Susunan kepengurusan Majelis Perwakilan di Luar Negeri disahkan oleh Majelis Nasional
berdasarkan usulan anggota KAHMI di satu Negara atau gabungan beberapa Negara.

BAB VI
MUSYAWARAH NASIONAL
Pasal 31
1. Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi organisasi.
2. Musyawarah Nasional diselenggarakan oleh Majelis Nasional.

Pasal 32
Musyawarah Nasional diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun

Pasal 33
Kekuasaan/ wewenang Musyawarah Nasional :
1. Meminta Pertanggung jawaban Presidium Majelis Nasional dalam masa jabatannya.
2. Memilih dan menetapkan 9 (sembilan) Presidium Majelis Nasional.
3. Menetapkan AD/ART KAHMI dan perubahannya.
4. Menetapkan Program Kerja Nasional dan Rekomendasi Munas.
5. Menetapkan Ketetapan-ketetapan lain sesuai kebutuhan.

Pasal 34
Mekanisme Musyawarah Nasional
1. Panitia Pengarah (Steering Committee) memimpin Sidang Munas hingga dipilih pimpinan sidang
Munas.
2. Pimpinan Sidang Musyawarah Nasional dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Nasional.
3. Musyawarah Nasional dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah
tambah 1 (satu) dari jumlah Majelis Wilayah dan Daerah.
4. Peserta Musyawarah Nasional terdiri dari :
a. Majelis Nasional,
b. Utusan dari Majelis Wilayah, Majelis Daerah dan Majelis Perwakilan masing-masing
sebanyak 2 (dua) orang.

5. Hak peserta :
a. Hak bicara.
b. Majelis Wilayah, Majelis Daerah dan Majelis Perwakilan masing-masing mempunyai hak 1
(satu) suara.
c. Majelis Daerah Persiapan hanya punya hak bicara.
6. Setelah pengesahan Ketetapan Laporan Pertanggungjawaban Presidium Majelis Nasional, maka
Presidium Majelis Nasional dinyatakan demisioner dan selanjutnya dipilih dan ditetapkan
Presidium Majelis Nasional masa bakti berikutnya.

Pasal 35
Musyawarah Nasional Luar Biasa
1. Musyawarah Nasional Luar Biasa disingkat Munaslub, diselenggarakan jika ada keadaan luar
biasa dan diusulkan tertulis oleh 2/3 jumlah Majelis Wilayah dan Majelis Daerah.
2. Keadaan luar biasa dimaksud adalah:
a. Presidium Majelis Nasional secara kolektif melakukan pelanggaran terhadap AD/ART
KAHMI yang ditelah diperiksa dan disahkan pelanggaran tersebut oleh Dewan Etik Nasional.
b. Lima anggota Presidium Majelis Nasional atau lebih melakukan tindak pidana yang sudah
dinyatakan dengan putusan pengadilan, yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan telah
direkomendasikan oleh Dewan Etik Nasional.
c. Lima anggota Presdium Majelis Nasional atau lebih meninggal dunia sebelum masa jabatan
hingga tiga tahun berjalan.

BAB VII
MUSYAWARAH WILAYAH

Pasal 36
1. Musyawarah Wilayah memegang kekuasaan tertinggi di tingkat wilayah,
2. Musyawarah Wilayah diselenggarakan oleh Majelis Wilayah

Pasal 37
Musyawarah Wilayah diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 38
Kekuasaan/ wewenang Musyawarah Wilayah
1. Meminta Pertanggungjawaban Majelis Wilayah dalam masa jabatannya.
2. Memilih dan menetapkan Tujuh Presidium atau Ketua Umum Majelis Wilayah.
3. Menetapkan Program Kerja Wilayah.
4. Menetapkan Ketetapan-ketetapan lain sesuai kebutuhan Majelis Wilayah.

Pasal 39
Mekanisme Musyawarah Wilayah
1. Pimpinan Sidang Musyawarah Wilayah dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Wilayah.
2. Musyawarah Wilayah dinyatakan kuorum apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah Majelis
Daerah.
3. Peserta Musyawarah Wilayah terdiri dari :
a. Majelis Wilayah,
b. Utusan dari Majelis Daerah masing-masing 3 (tiga) orang.
4. Hak peserta Musyawarah Wilayah :
a. Hak bicara.
b. Majelis Daerah masing-masing mempunyai hak 1 (satu) suara.
c. Majelis Daerah Persiapan hanya punya hak bicara.
5. Setelah pengesahan Ketetapan Pertanggung jawaban Pengurus Majelis Wilayah, maka Pengurus
Majelis Wilayah tersebut dinyatakan demisioner dan selanjutnya dipilih dan ditetapkan
Presidium/Ketua Umum masa bakti berikutnya.

Pasal 40
Musyawarah Wilayah Luar Biasa
1. Musyawarah Nasional Luar Biasa disingkat . Muswillub, diselenggarakan jika ada keadaan luar
biasa dan diusulkan tertulis oleh 2/3 atau lebih jumlah Majelis Daerah.
2. Keadaan luar biasa dimaksud adalah :
a. Presidium atau Ketua Umum Majelis Wilayah melakukan pelanggaran terhadap AD/ART
KAHMI yang ditelah diperiksa dan disahkan pelanggaran tersebut oleh Dewan Etik Wilayah.
b. Ketua Umum atau Empat orang Presidium Majelis Wilayah melakukan tindak pidana yang
sudah dinyatakan dengan putusan pengadilan, yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan
telah ditetapkan oleh Dewan Etik Wilayah.
c. Ketua Umum atau Empat anggota Presidium Majelis Wilayah meninggal dunia sebelum masa
jabatan berjalan hingga empat tahun.

BAB VIII
MUSYAWARAH DAERAH
Pasal 41
1. Musyawarah Daerah memegang kekuasaan tertinggi di tingkat daerah.
2. Musyawarah Daerah dilaksanakan oleh Majelis Daerah.

Pasal 42
Musyawarah Daerah diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 43
Kekuasaan/ wewenang Musyawarah Daerah :
1. Meminta Pertanggung jawaban Majelis Daerah dalam masa jabatannya.
2. Memilih dan Menetapkan Lima Presidium atau Ketua Umum Majelis Daerah.
3. Menetapkan Program Kerja Majelis Daerah.
4. Menetapkan Tata tertib pemilihan Presidium atau Ketua Umum Majelis Daerah.
5. Menetapkan Ketetapan-ketetapan lain sesuai kebutuhan Majelis Daerah.

Pasal 44
Mekanisme pelaksanaan Musyawarah Daerah :
1. Pimpinan Sidang Musyawarah Daerah dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Daerah.
2. Musyawarah Daerah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah tambah
1 (satu) dari jumlah anggota yang terdaftar pada Majelis Daerah yang bersangkutan.
2. Peserta Musyawarah Daerah terdiri dari :
a. Pengurus Majelis Daerah.
b. Utusan Majelis Rayon masing-masing 3 (tiga) orang dan/atau anggota KAHMI yang terdaftar
atau berdomiisili pada Daerah yang bersangkutan.
3. Hak peserta :
a. Hak bicara.
b. Pengurus Majelis Daerah dan Majelis Rayon dan/ atau anggota KAHMI yang terdaftar atau
bedomisili di Daerah yang bersangkutan, masing-masing mempunyai hak 1 (satu) suara.
4. Setelah pengesahan ketetapan pertanggung jawaban Majelis Daerah, maka Majelis Daerah
tersebut dinyatakan demisioner dan selanjutnya dipilih dan ditetapkan Ketua Umum atau
Presidium masa bakti berikutnya.

Pasal 45
Musyawarah Daerah Luar Biasa
1. Musyawarah Daerah Luar Biasa diselenggarakan jika terdapat keadaan luar biasa dan diusulkan
tertulis oleh 2/3 dari jumlah anggota.
2. Keadaa luar biasa dimaksud adalah :
a. Presidium atau Ketua Umum Majelis Wilayah melakukan pelanggaran terhadap AD/ART
KAHMI yang ditelah diperiksa dan disahkan pelanggaran tersebut oleh Dewan Etik Wilayah.
b. Tiga orang Presidium atau Ketua Umum Majelis Wilayah melakukan tindak pidana yang
sudah dinyatakan dengan putusan pengadilan, yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan
telah direkomendasikan oleh Dewan Etik Wilayah.
c. Ketua Umum atau tiga anggota Presdium Majelis Daerah meninggal dunia sebelum masa
jabatan berjalan hingga empat tahun.

BAB IX
KODE ETIK KAHMI
Pasal 46
1. Peraturan Kode Etik Warga KAHMI mengikat secara hukum kepada semua anggota KAHMI.
2. Penegakan Kode Etik Warga KAHMI dilakukan oleh Dewan Etik yang dibentuk di tingkat
nasional dan wilayah.
3. Ketentuan mengenai Kode Etik dan Dewan Etik diatur dalam Peraturan Majelis Nasional.

BAB X
STRUKTUR KEWENANGAN
PERATURAN ORGANISASI
Pasal 47
1. Keputusan Presidium Majelis Nasional memiliki kekuatan hukum setingkat dibawah Munas.
2. Semua Peraturan Organisasi KAHMI memiliki kewenangan berdasarkan hirarkhi kepemimpinan
organisasi yakni, Nasional, Wilayah, Daerah, Rayon /Perwakilan.
3. Keputusan atau Peraturan Organisasi yang di bawah tidak boleh bertentangan dengan yang di
atasnya.

BAB XI
PEMBUBARAN KAHMI
Pasal 48
1. Pembubaran KAHMI hanya dapat dilakukan oleh Musyawarah Nasional yang khusus dilakukan
untuk itu.
2. Musyawarah Nasional Pembubaran KAHMI, harus diusulkan oleh lebih dari 2/3 Majelis
Wilayah dan Majelis Daerah, dihadiri oleh 2/3 dari jumlah Majelis Wilayah dan Daerah serta
disetujui 2/3 dari peserta Musyawarah Nasional yang hadir.
3. Sesudah KAHMI dinyatakan/ditetapkan untuk dibubarkan dibentuk Tim Likuidasi.
4. Kekayaan organisasi dihibahkan kepada HMI atau organisasi yang mempunyai maksud dan
tujuan yang sejalan dengan KAHMI, yang dilaksanakan oleh Badan Likuidasi.

BAB XII
PENUTUP
Pasal 49
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga akan diatur di
dalam Pedoman Organisasi atau Peraturan lainnya yang ditetapkan oleh Majelis Nasional atau
Majelis Wilayah/ Daerah/Perwakilan berdasarkan struktur kewenangan masing-masing.
Ditetapkan di : Medan
Pada tanggal : 29 Safar 1439 H
18 November 2017 M

PIMPINAN SIDANG
MUSYAWARAH NASIONAL KE - 10 KAHMI

MANIMBANG KAHARIYADI
KETUA

MURLAN TAMBA ANTHONY HILMAN


ANGGOTA ANGGOTA

Anda mungkin juga menyukai