Anda di halaman 1dari 337

'

~ )1 j -)1 J~l r

Dan kepunyaan Allah/ah timur dan barat, maka ke manapun kamu


menghadap di situ/ah wajah Allah (Q. 2: 115)
OKSIDENTALISME
Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat
Hassan Hanafi

OKSIDENTAIJSME
Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat

PENERBIT PARAMADINA
JAKARTA 2000
Perpustakaan Naslonal: Katalog Dalam Terbltan (KDT)

Hanafl, Hassan
Oksidentalisme: sikap kita terhadap tradisi barat!Hassan Hanafi;
editor, Syafiq Hasyim. -- Cet. I. -- Jakarta: Paramadina, 1999.
318 + xx hal. ; 21,5 em.

Bibliografi.
Indeks.
ISBN 979-8321-52-9

I. Oksidentalisme. 2. Filsafat Modern.


I. Judul. II. Hasyim, Syafiq.
190

OKSIDENTALISME
Slkap Kita terhadap Tradlsi Barat
Oleh Hassan Hanafl
Judul Asli: Muqaddimah fi 'lim al-Istighriib
~ Hassan Hanafi

Penerjemah: M. Najib Buchori


Editor: Syafiq Hasyim

Cetakan I, Juli 2000

Diterbitkan oleh Penerbit PARAMADINA


Anggota IKAPI
Jl. Metro Pondok Indah
Pondok Indah Plaza I Kav UA 20/21
Jakarta Selatan
Telp. 7501969, 7501983, 7507173
Fax. 7507174

Hak cipta dilindungi undang-undang


All right reserved

Cover: Rudi K;osasih


PEDOMAN TRANSLITERASI

= a J = f
....... = b ..; = q
.:.. = t .!l = k
.!.o = ts J =
c. = J r = m
c = h ., = n
t = kh J = w
= d = h
= dz =
J = r II = y
j = z
= s Untuk Madd dan Diftong
"'
.) = sy a = a panjang
'-"' = sh i = panJang
..;P = dl u = u panjang
j,
= th ji = aw
j;,
= zh jl' = uw
t. = ;;i = ay
t. = gh ;;I = IY
DA:FTARISI

DAFfARISI ····················································································· IX
PENGANl'ARDARIPENERBIT ............................................... xt

OKSIDENTAUSME:
DEK.ONSTR.UKSITERHADAP BARAT
Pengantar Dr. Komaruddin Hidayat ................................................ Xll1

BABI
PENGER.TIAN OKSIDENTAUSME ....................................... 1
A Proyek"TradisidanPembaruan"danTigaAgendanya .......... 1
1. TigaAgendaProyek "TradisidanPembaruan" ............... 1
2 AgendaK.edua: Sikap Kita terhadap TradisiBarat .............. 8
B. Oksidentalisme dan Orientalisme ............................................. 16
1. visa vis Westemisasi ........................................................... 16
2. Dari Orientalisme ke Oksidentalisme .............................. 25
C Sentrisme dan Ekstremisme ..................................................... 34
1. OksidentalismedanReaksiAtasEurosentrisme ............ 34
2. Dari Transferensi Barat ke lnovasi Oksidentalisme ........ 42
3. Hasil-hasil Oksidentalisme .............................................. 51
D. AkardanPerluasan .........................................................,......... 59
1. AkarOksidentalisme ........................................................ 59
2. Barat sebagai Tipe Modernisasi ........................................ 67
F. Barat dan Pemikiran Kontemporer Kita ................................... 76
1. Kemampuan Kebudayaan Barat
dalam Kebudayaan Kita .................................................... 76
2. Sikap Kajian Nasional Kita terhadap Barat ...................... 84
3. OksidentalismedalamKaryaSayaTerdahulu .................. 92
G Keraguan dan Prates .................................................................. 101
1. KeraguandanKekhawatiran ............................................ 101
2 SanggahandanReaksi ......_.....;................... -.............-..-· 111

ix
BABII
PEMBENTUKAN KESADARAN EROPA
(SUMBER-SUMBER) ................................................................... 123
A Istilah-istilah, Sumber Terekspos dan Tak Terekspos ............... 123
1. Pengertian Istilah-istilah .. ............................... ............ ..... .. 125
2. Sumber Kesadaran Eropa yang Terekspos ....................... 131
3. SumberTakTereksposKesadaranEropa ........................ 153
B. AjaranNenekMoyang(dariAbadke-1sampaiAbadke-7) ..... 174
1. Sisa-sisa Sumber Yunani-Romawi ................................... 177
2. Kristen Yunani .................................................................. 185
3. Kristen Latin .......... ........... ........... ........ .......................... .. . 205
C Filsafat Skolastik (A bad ke-8 sampai Abad ke-14) ................... 220
1. Peq?indahanKebudayaanLatindariSelatanke Utara ..... 221
2. AwalFilsafatSkolastik(Abadke-9danAbadke-10} ....... 224
3. Perkembangan Filsafat Skolastik
(Abad ke-11 dan Abad ke-12) ............... .............. .............. 229
4. Perpindahan Filsafat Islam ke Latin ................................. 242
5. Puncak Filsafat Skolastik (Abad ke-13) ............................. 247
6. Akhir Filsafat Skolatik (Abad ke-14) ............................. .... 258
D. Reformasi Agama dan Masa Kebangkitan
(Abadke-15danAbadke-16) ................................................... 273
1. ReformasiAgama .............................................................. 274
2. Masa Kebangkitan ............................................................. 282

DAFTARPUSTAKA ............... ,....................................................... 299


INDEKS ............................................................................................ 305

X
PENGANTAR DARI PENERBIT

Hassan Hanafi bukanlah nama yang asing eli telinga masyarakat


Indonesia, terutama kalangan intelektuallslam yang gemar dengan
tema-tema sekitar Kebangkitan Islam. Tapi, berbeda dengan wacana
kebangkitan Islam yang eliusung oleh kalangan "neo-revivalis" yang
lebih mengedepankan apologi ideologis dan simbol-simbol
keagamaan, Hanafi mengedepankan proyekal-turatswa tajdtd ("tradisi
dan pembaruan") pemikiran dalam Islam untuk mengisi wacana
kebangkitan Islam itu.
Bagi Hanafi, kebangkitan Islam adalah kebangkitan rasionalisme
untuk menghidupkan kembali {revitalisasi) khazanah klasik Islam,
melakukan perlawanan wacana terhadap dominasi kebudayaan
Barat, dan menganalisis kembali realitas dunia Islam. Buku yang ada
di tangan pembaca ini adalah agendanya yang kedua, yakni wacana
dekonstruksi terhadap Barat, atau tepatnya: Westemisme. Melalui
agendanya ini Hanafi ingin mengajak umat Islam untuk berjuang
melawan dominasi kultural Barat dan mengakhiri mitos Barat sebagai
representasi dunia.
Nama Hassan Hanafi mulai mencuat eli forum internasional
ketika dia memperkenalkan apa yang disebutnya "Kiri Islam".
Paramadina sendiri pada tahun 1993 sempat menggelar sebuah diskusi
khusus yang membicarakan gagasan Hassan Hanafi {"Kiri Islam")
tersebut, dengan pembicara antara lain Dr. Nurcholish Madjid. Nama
"Kiri Islam" juga menjaeli nama jurnal yang diterbitkannya pada
tahun 1981, a[.Yasar al-Istami: Kitabatfial-Na/2dlah al-Islamrydh" (Kiri
Islam: Beberapa Esei tentang Kebangkitan Islam).

Xl
PenerbitParamadina merasa bergembira bisa menerbitkan karya
Hassan Hanafi ini dalam edisi bahasa Indonesia. Tujuannya tidak
lain adalah mensosialisasikan ide-ide yang menantang dari intelektual
Muslim kelas dunia itu, yang selama ini mungkin sulit diakses karena
kendala bahasa. Buku yang sedang Anda hadapi ini sebenarnya baru
sebagian saja dari terjemahan edisi aslinya yang berbahasa Arab.
Sebagiannya lagi masih dalam proses pengerjaan. Mudah-mudahan
kami bisa menerbitkan terjemahan lanjutannya itu dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
Kami mengucapkan terima kasih kepada saudara M. Najib
Buchori atas ketekunannya menerjemahkan buku ini, dan saudara
Syafiq Hasyim yang bersedia menyuntingnya. Ucapan terima kasih
juga kami sampaikan kepadaDr. Komaruddin Hidayat yang bersedia
memberi kata pengantar buku ini. Semoga kerja-keras mereka
bermanfaat bagi kita semua, pembaca Indonesia.

Pondok Indah, 10 Mei 2000

xu
OKSIDENTALISME:
DEKONSTRUKSI TERHADAP BARAT

Pengantar Dr. Komaruddin Hidayat"

Sekalipun para pakar ilmu komunikasi berulangkali


menyadarkan kita mengenai berlangsungnya proses globalisasi yang
membuat jarak ruang menjadi kian dekat, namun dari sudut pandang
hubungan antar-ideologi, budaya dan agama, proses globalisasi
temyata tidak serta-merta menjadikan wajah dunia menjadi monolitik
dan seragam. Friksi dan konflik antar kelompok agama dan bangsa
juga tidak lantas mereda. Sebaliknya, prose~ globalisasi malah
semakin menyadarkan kita bahwa dunia manusia ternyata begitu
beragam, ketimpangan ekonomi antara bangsa yang satu dengan
yang lain masih menganga, bahkan di berbagai belahan dunia konflik
antar kelompok agama dan etnis malah mengalami eskalasi. Yang
paling dekat dan masih mudah diingat tenttt saja konflik di wilayah
Indonesia Timur. Apapun alasannya, simbol, sentimen dan nuansa
ideologis keagamaan tidak bisa dikesampingkan dalam konflik itu.
Pada level makro polarisasi antara negara-negara Utara dan
Selatan, Barat dan Timur, negara maju dan negara berkembang,
masih berlangsung sekalipun dalam berbagai bentuknya mengalami

'Dr. Komaruddin Hidayat memperoleh gelar doktor di bidang Filsafat


BaratdiMiddle East University,Ankara, Turkey {1990), kiniDirektur Perguruan
Tmggi Agama Islam Depag RI, dan Ketua Yayasan Paramadina,Jakarta.

X111
perubahan karena munculnya berbagai variabel baru yang turut
mempengaruhi. Dalam pada itu, polarisasi yang berlabel "Islam
dan Barat" kelihatannya masih akan bertahan lama bahkan sekali
waktu telah memunculkan ketegangan sejak pada tataran politik,
ekonomi, sampai pada konflik fisik sebagaimana yang kita saksikan
di beberapa wilayah di Timur Tengah. Menurut logika bahasa,
penghadapan Islam versus Barat tentu saja terasa janggal sebab
Barat mestinya diperhadapkan dengan Timur. Tetapi istilah Islam
dan Barat rupanya sudah memiliki muatan konseptual-ideologis
sebagaimana juga istilah Orientalisme yang sudah memiliki konotasi
negatif karena dinilai mengandung agenda tersembunyi dari para
intelektual Barat non-Muslim yang sengaja mempelajari Islam dan
dunia Islam tetapi didasari niat yang tidak tulus atau bahkan sengaja
untuk mencari kelemahan Islam dalam rangka penaklukan.
Untungnya, sekarang ini mulai bermunculan baik sarjana Barat
maupun sarjana Muslim yang kritis dan memiliki otoritas akademis
serta memiliki integritas keilmuan yang berangsur-angsur membuka
kedok kecurangan kaum orientalis yang menggunakan baju keilmuan
padahal di balik itu terselip agenda politis-ideologis untuk
menyudutkan dan menjatuhkan Islam.
Diantara intelektual Muslim yang kritis melihat kelemahan
Orientalis dimaksud adalah Hassan Hanafi yang sangat produktif
menuliskan pikiran-pikirannya yang segar dan cemerlang, yang salah
satu terjemahannya ada di tangan pembaca. Tanggapan dan kritik
terhadap Barat yang dilontarkan umat Islam cukup beragam. Ada
yang mengkritik dan menghujat dengan marah, ada yang berusaha
melihat secara kritis, obyektif dan apresiatif, dan ada pula yang
bernada simpati dan penuh pujian serta kekaguman.
Jika kita cermati, secara intelektual-akademis barangkali
perhatian sarjana-sarjana Muslim terhadap "Barat" (tradisi Kristiani)
selama ini terasa tidak seimbang apabila dibandingkan dengan
perhatian intelektual Barat terhadap Timur (tradisi Islam). Posisi yang
tidak seimbang ini pada akhirnya memunculkan stereotip-stereotip
yang muncul dari ketidaktahuan dan sikap penuh prasangka negatif
baik tentang Islam maupun tentang Barat sendiri yang telah
berlangsung ratusan tahun. Selama ini memang dunia Barat telah
memiliki alat pandang terhadap dunia Islam yang kemudian populer

XIV
disebut Orientalisme yang oleh dunia Islam dinilai tidak obyektif
dan cenderung menyudutkan Islam.
Kajian ten tang Orientalisme sudah memiliki akar tradisi yang
cukup panjang di dunia akademik Barat. Namun Orientalisme yang
sudah berkembang berpuluh-puluh bahkan ratusan tahun cenderung
dijadikan sebagai alat ideologis Barat untuk melakukan hegemoni
dan imperialisme baru terhadap dunia Timur terutama dunia Islam.
Hal ini telah menimbulkan stigma di kalangan umat Islam bahwa
apapun yang dikatakan sarjana Barat tentang Islam lalu dicurigai.
Lebih dari itu, beberapa sarjana alumni lAIN (Institut Agama Islam
Negeri) yang memperoleh kesempatan mengambil program lanjutan
di perguruan tinggi Barat dalam bidanglslamic Studies ketika kembali
ke tanah air seringkali dicurigai oleh sebagian uniat Islam sebagai
telah terpengaruh atau terkontaminasi oleh pemikiran Orientalis.
Karena citra Orientalis yang dianggap tidak netral, maka banyak
akademisi Barat yang mendalami Islam dan bergerak di dunia
kampus lebih senang disebut sebagai Islamisist, bukannya Orientalist.
Sebagaimana kita ketahui bersama saat ini hampir di seluruh
universitas ternama di Barat, baik di Amerika maupun Eropa,
memiliki apa yang disebut Department ofIslamic Studies ataupun
Department ofOrientd Studies.
Citra dan pososi Orientalisme kelihatannya memang sulit untuk
mengelak dari anggapan bahwa studi dan disiplin ini lebih bersifat
ideologis dan merupakan anak kandung imperialisme dan
kolonialisme. Apalagi dalam konteks Indonesia, Orientalisme pemah
dijadikan sebagai alat penjajahan Belanda melalui tangan Snouck
Hurgronje untuk mensiasati Aceh dan umat Islam Indonesia secara
keseluruhan. Oleh karena itu di mata masyarakat Islam Indonesia
Orientalisme pernah menjadi semacam momok dan sasaran caci
maki serta kecurigaan. Dan fenomena ini sesungguhnya tidak hanya
di Indonesia, di dunia-dunia Islam yang pernah menjadi koloni
negara-negara Barat, Orientalisme juga menjadi sasaran kritik dan
cemooh.

Sekarang ini dengan banyaknya seminar-seminar bertaraf


internasional yang menghadirkan ahli-ahli Islam baik dari Barat
maupun dunia Islam sendiri proses saling memahami mulai

XV
berkembang. Tukar-menukar profesor dari Barat ke universitas Islam
di Timur dan Profesor Islam dari Timur yang mengajar di Barat
perlahan-lahan mulai mengubah citra dan salah pengertian an tara
dua belahan dunia yang sejak lama saling curiga. Sisi negatif dari
Orientalisme menjadi terkuak lebih lebar ketika Edward Said,
intelektual keturunan Palestina, meluncurkan bukunya yang berjudul
Orientalism. Karya ini dipandang sangat monumental dan mendapat
pujian dari pelbagai pihak sebagai sebuah tonggak baru pemahaman
Barat terhadap Timur khususnya Islam. Said tidak hanya menyajikan
kajian yang baik tentang Timur, tapi sekaligus juga menyeruak
selubung-selubung ideologis-negatif yang selama ini menghinggapi
Barat dalam melihat Timur. Bahkan dalam kadar tertentu Said telah
membuka jalan bagi munculnya kesadaran baru tentang perlunya
menjadikan Barat sebagai bahan kajian yang disebut sebagai
Oksidentalisme.
Mungkin bagi kalangan antropolog Barat Oksidentalisme bukan
merupakan istilah baru. Secara historis, gagasan Oksidentalisme ini
merupakan keharusan epistemologis yang diperhadapkan pada
Orientalisme. Oksidentalisme bisa menjadi sebuah pendekatan dan
konsep yang berguna untuk membuka selubung ketidakjujuran Barat
dalam melihat Islam. Tampaknya terdapat sebuah konspirasi rasial
dan ideologis yang berkedok akademis untuk menempatkan
masyarakat Barat lebih he bat, lebih berperadaban dan lebih berhak
memimpin dunia ketimbang bangsa Timur, khususnya orang Muslim
yang diidentikan dengan bangsa Arab. Asumsi ini tidaklah berlebihan
karena banyak bukti yang menunjukkan hal itu.
Pada era postmodernisme-terlepas dari perdebatan mengenai
istilah ini-narasi-narasi besar mulai dikritik orang dan sekarang narasi
kecil semakin memperoleh perhatian. Implikasi trend ini di dalam
dunia antropologi sangat terasakan. Yaitu orang Barat mulai sadar
dan memperhatikan adanya "the other world" yang memiliki
eksistensi dan hak hidup sebagaimana "dunia Barat". Trend ini
sekaligus merupakan kritik terhadap arogansi Barat yang
menganggap mereka sebagai wakil dari dunia yang paling beradab,
paling demokratis, dan paling digdaya sehingga mereka yang berhak
menjadi pemimpin dan polisi dunia. Klaim-klaim semacam ini
memang memiliki alasan tersendiri namun kenyataannya berbagai

XVI
pembangunan model Barat telah mengalami kegagalan ketika
dipaksakan untukditerapkan pada negara lain yang memiliki latar
belakang historis dan kultural yang berbeda. Bahkan kenyataan
menunjukkan bahwa Barat sendiri yang mengklaim dirinya sebagai
perintis, pahlawan, dan model bagi gagasan demokrasi dan
penegakan hak-hak asasi manusia {HAM) pada prakteknya mereka
sering melanggar dan merusak prinsip-prinsip yang mereka
kampanyekan. Sikap seperti ini pada akhirnya akan menyulitkan
posisi mereka di hadapan bangsa lain, terutama bagi negara-negara
yang memiliki faham agama, ideologi. dan kebudayaan yang berbeda.
Fenomena inilah yang kemudian dibuat eksplisit oleh Samuel
Huntington yang pada urutannya bisa saja malah mengabadikan
adanya polarisasi konflik.tual antara Barat dan Timur.
Hassan Hanafi, penulis buku ini, tampil menyajikan gagasan
mengenai Oksidentalisme, sebuah studi tentang Barat dengan cara
pandang Timur {Islam), meskipun secara akademis dan metodologis
sulit menafikan pengaruh intelektualitas Barat terhadap pembentukan
kapasitas kepribadian dan intelektualitas dirinya. Sangat bisa jadi di
kalangan intelektual Muslim, Oksidentalisme masih merupakan
.wacana yang sangat baru. Namun, menurut Hanafi, secara historis
prototipe Oksidentalisme sebenarnya dapat dilacak sejak terjadinya
pertemuan antara Barat dan Timur, antara masyarakat Kristen di
Barat dan Masyarakat Muslim di Timur. Lagi.-lagi, mengasosiasikan
Barat dengan Kristen dan Islam dengan Timur adalah salah satu
produk Orientalisme yang secara akademis-historis adalah tidak .
benar. Bukankah baik Yahudi, Kristen, dan Islam ketiganya lahir di
dunia Timur?
Jadi, baik isti1ah Orientalisme maupun Oksidentalisme keduanya
merupakan produk sejarah yang memiliki muatan ideologis, di mana
Oksidentalisme yang ditawarkan Hasan Hanafi ini berusaha
memberikan respons dan kritik balik terhadap serangan Orientalisme
terhadap Islam. Meskipun istilah, spirit dan pemikiran Oksidentalisme
mungkin memiliki akar sejarah yang bisa dilacak, tapi Hassan Hanafi
merupakan salah satu dari sekian intelektual Muslim yang secara
serius memperkenalkan istilah ini ke dalam dunia Islam dalam
bukunya Muqaddimah fi 7lm al-Istighrab (Pengantar Menuju
Oksidentalisme) yang edisi Indonesianya sedang Anda baca ini.

XVll
Hassan Hanafi sendiri adalah seorang intelektual Muslim
berkebangsaan Mesir yang sangat produktif. Meskipun di negaranya
sendiri ia kurang diterima bahkan dikecam oleh kelompok Islam
konservatif-skripturalis-sebagaimana juga yang dihadapi oleh
intelektual-intelektual Muslim yang berhaluan senada di negara kita-
ia sempat meluangkan waktu untuk menuangkan gagasan-
gagasannya dalam buku-buku yang rata-rata ditulis dengan amat
serius dan memenuhi standar akademis. Mungkin Hanafi adalah
satu-satunya intelektual berhaluan rasional-liberal yang paling
produktif. Rekan-rekannya seperti Mohammad Arkoun, Nashr
Hamid Abu Zaid, Mohammad Abid al-J abiri, maupun yang lainnya,
meskipun banyak menulis buku, namun tidak sebanyak yang
dilakukan Hanafi. Semua karya Hassan Hanafi tersebut adalah
serangkaian pekerjaan besarnya yang disebut dengan istilah proyek
al-turats wa tajdUi (tradisi dan pembaruan). ·
Proyek yang cukup ambisius ini terdiri dari tiga agenda besar,
yang masing-masing memiliki agenda-agenda turunan yang bersifat
elaboratif dan derivatif. Agenda besar pertama adalah "sikap kita
terhadap tradisi lama". Dalam agenda ini dibahas persoalan-persoalan
rekonstruksi teologis untuk transformasi sosial. U ntuk agenda
pertama ini Hanafi telah menulis 7 jilid buku lalu disusul agenda
besar kedua, yaitu "sikap kita terhadap tradisi Barat". Dalam agenda
kedua dicoba dilakukan kritisisme terhadap peradaban Barat. Dan
terakhir adalah "sikap kita terhadap realitas". Dalam agenda ketiga
ini Hanafi mengembangkan teori dan paradigma interpretasi. Bagi
Hanafi ketiga agenda di atas sebenarnya merupakan dinamika dan
produk proses dealektika antara 'ego' (al-ana) dan 'the other' (al-
akhar).
Di sini HassanHanafi meletakkanMuqaddimahfi 'Ilm al-lstigbrab
(Oksidentalisme) sebagai bagian terpenting dari realisasi agenda
kedua. Ia mengakui bahwa Barat yang dalam buku edisi berbahasa
Arabnya dibahasakan dengan istilah al-akhar ("the other") adalah
pendatang utama dan juga sumher pengetahuan ilmiah dalam kesa-
daran kita. Sebagai pendatang utama dan juga sumher pengetahuan,
Barat menduduki posisi yang sangat penting. Kedudukan yang
demikian pentingnya ini, menurut Hanafi, tidak pernah dikritisi secara
serius oleh kalangan intelektual Islam. Memang selama ini sudah

XV111
ada kritik, namun kritik yang dilakukan masih dalam batas-batas
yang amat sempit. Salah satu kelemahan kritik dunia Islam terhadap
Barat terletak pada gaya dan metodenya yang sangat bersifat retorik
dan dialektik. Seharusnya kritik melibatkan pendekatan kritis dan
memakai logika demonstratif serta empiris-induktif.
Secara ideologis Oksidentalisme versi Hassan Hanafi diciptakan
dengan maksud sebagai alat untuk menghadapi Barat yang memiliki
pengaruh besar terhadap kesadaran peradaban kita. Barat dimaksud
adalah Westernisme. Dengan munculnya Oksidentalisme ini
diharapkan posisi Timur yang selama ini dijadikan sebagai obyek
kajian dan posisi Barat yang menjadi subyek kajian bisa berubah
bentuk relasinya. Selain itu, melalui pendekatan Oksidentalisme ini
Hanafi ingin mendobrak dan mengakhiri mitos Barat sebagai
representasi dan pemegang supremasi dunia. Selama ini kedudukan
Barat sebagai pengkaji Timur telah menimbulkan stereotipe dan
kompleksitas tertentu, antara lain adalah sikap superioritas Barat.
Dan sebaliknya, keberadaan Timur sebagai obyek kajian juga telah
menimbulkan kompleksitas-kompleksitas antara lain sikap inferioritas
Timur. Kondisi semacam ini yang akan diusahakan oleh Hanafi untuk
diluruskan agar mencapai kejujuran historis dan sebuah titik
keseimbangan antara Barat dan Timur.
***
Meskipun dengan nada yang keras dan kritis, Oksidentalisme
Hanafi tidak bermaksud melakukan pembalikan secara total dalam
pengertian menggantikan posisi yang pernah dimainkan oleh
Orientalisme. Apabila Orientalisme dulu berposisi tidak netral dan
lebih banyak didominasi oleh struktur kesadaran Eropa yang di-
bentuk oleh peradaban modern, maka Hanafi merancang Orien-
talisme sebagai wacana keilmuan yang netral. Di sini Oksidentalisme
sama sekali bukan sebagai alat imprealisme dan juga tidak akan
berarnbisi kepada dorninasi kursif dan hak kontrol atas yang lain.
Tujuan sederhana Oksidentalisme menurut Hanafi adalah melakukan
pernbebasan diri dari pengaru h pihak lain agar terdapat kesetaraan
antara al-ana yakni dunia Islam dan Timur pada umurnnya, dan al-
akharyakni dunia Eropa dan Ba.rat pada umurnnya.
Dengan rendah hati Hanafi menyatakan bahwa Oksidentalisme
sesungguhnya bukan lawan Orientalisme melainkan sebuah

XlX
hubungan dialektis yang saling mengisi dan melakukan kritik antara
yang satu terhadap yang lain sehingga terhindar dari relasi hegemonik
dan dominatif dari dunia Barat atas dunia Timur. Karenanya, upaya-
upaya pembalikan yang dilakukan Hanafi tidak dilaksanakan dengan
cara-cara yang mendompleng kepada sikap-sikap yang menindas
sebagaimana yang dilakukan oleh Orientalisme selama ini. Mel,alui
Oksidentalisme ini, Hanafi mencoba menciptakan keseimbangan
baru yang tidak didasarkan kepada tujuan-tujuan eksploitatif dan
manipulatif terhadap Barat.
Sebagai sebuah pengantar dan penjelajahan awal, karya Hassan
Hanafi ini sangat bagus dijadikan referensi studi Islam baik di
lingkungan Perguruan Tinggi maupun kalangan intelektual Islam
sebagai bahan komparasi dan metodologi kritik atas fenomena
globalisasi yang jika ditelusuri tak lebih merupakan Westernisasi.
Karena apa yang disebut Orientalisme dan Oksidentalisme secara
epistemologis belum memiliki posisi yang jelas dalam disiplin
keilmuan, persoalan yang dikemukakan dalam beberapa bagian ada
kalanya terasa tumpang tindih dan memasuki wilayah kajian ilmu
lain, misalnya disiplin sejarah dan perbadingan agama serta filsafat.
Di sini memang terdapat titik singgung dan sekaligus garis pemisah
antara sikap memperlakukan Islam sebagai obyek kajian ilmiah dan
Islam yang disikapi sebagai ideologi dan pandangan hidup. Yang
pertama menuntut spesialisasi dan sikap obyektif dalam mendekati
Islam, sedangkan yang kedua unsur subyektif, komitmen iman dan
pemihakan pada kelompok akan sulit dihindarkan. Namun demikian
kelihatannya Hassan Hanafi berusaha menggabungkan kedua
tuntutan terse but tanpa harus mengurbankan kategori akademis dan
obyektivitas dalam menganalisis Barat dan Islam. Andaikan
Oksidentalisll}.e adalah tugas sejarah, maka tentu tidak pada
tempatnya kalau ia hanya diserahkan kepada seorang Hassan Hanafi.
Semua kalangan bisa ambil bagian, termasuk kita di Indonesia dan
umat Islam di belahan bumi yang lain.

Pondoklndah, Juni2000

XX
BAB I
PENGERTIAN OKSIDENTALISME

A. Proyek "Tradisi dan Pembaruan"


dan Tiga Agendanya

1. Tiga Agenda Proyek "Tradisi dan Pembaruan"


Proyek "TradisidanPembaruan" (al-turatswaal-tajdld) terdiri
dari tiga agenda yang harus dihadapi, yaitu: "sikap kita terhadap tra·
disi lama», "sikap kita terhadap tradisi Barat, dan "sikap kita terhadap
realitas» (teori interpretasi). Setiap agenda tersebut memiliki pen-
jelasan teoretisnya sendiri-sendiri. Setelah penerbitan penjelasan
teoretis agenda yang pertama yaitu "sikap kita terhadap tradisi lama~
kurang lebih sejak sepuluh tahun yang lalu, berikut juga bagian
pertamanya yang be~udulMinal· 'Aqftkth ifaaf. Tsawrah (Dari T eologi
ke Revolusy dalam edisi Mesir dan Arab pada tahun lalu 1988, saya
memutuskan untuk menerbitkan penjelasan teoretis dari agenda
yang kedua, "sikap kita terhadap tradisi Barat», atau disebut de-
ngan Pengantar Menuju Oksidentalisme (Muqaddimah fi 11m al-
lstighrc1b) tanpa menunggu selesainya seluruh bagian agenda per-
tama yang merekonstruksi ilmu-ilmu lama. llmu-ilmu dimaksud
adalah ilmu-ilmu yang berdimensi rasional-tekstual ('aqltyah-

1
naql£yah) yang berjumlah empat, ilmu-ilmu yang berdimensi teks-
tual murni (naql£yah) berjumlah lima; dan ilmu-ilmu yang berdi-
mensi rasional murni (al- 'aql£yah al-khashshah), yaitu matematika,
fisika dan ilmu kemanusiaan. 1 Semua ilmu terse but adalah 'Ulum
al-Dawa'ir (ilmu-ilmu satelit) dan' Ulum al-Asham (ilmu-ilmu anak
panah) yang beredar eli sekitar ilmu pusat, yaitu wahyu. Atau de-
ngan istilah lain berangkat dari wahyu lahir ilmu-ilmu satelit (pe-

1Bagian-bagian ters!!but, sesuai pernyataan saya pada akhir pen-

jelasan teoretis pertama, terdiri dari tujuh bagian dengan urutan se-
bagai berikut:
~ Min al-'AqUlah ita al-Tsawrah, Mub_awalah li Iadah 'Ulum Bina 'lim
Ushul al-Dzn {Dari Teologi ke Revolusi, U paya Rekonstruksi Ter-
hadap llmu Ushuluddin), Cet. I, Madbuly: Kairo, 1988, Cet. II, Dar
al-Tanwir: Beirut, 1988.
ii) Min al-Naql ita al-Ibda ~- Mub_awalah li Iadah Bina 'Ulum al-Hikmah
{Dari Transferensi ke Inovasi: Upaya Rekonstruksi terhadap Ilmu
Hikmah). Bagian ini segera terbit.
iii) Min al-Fana ita al-Baqa': Mub_awalah li Iadah Binaal-'Ulum al-Tashaw-
wuf(Dari Kesementaraan Menuju Keabadian, Upaya Rekonstruksi
terhadap Ilmu Tasawuf).
iv) Min al-Nashsh ila al-Waqi': Mub_awalah li /'adah Bina 'Ilm Ushul al-
Fiqh {Dari Teks ke Realita: Upaya Rekonstruksi terhadap llmu Ushul
Fiqh).
v) Min al-Naql ita al-'AqL· Mub_awalah li Iadah Bina al-'Ulum al-Naqllyah
{Dari Teks ke Rasio: Upaya Rekonstruksi atas Ilmu Tekstual (Al-
Quran, Hadis, Tafsir, Sejarah Biografi [Szrah], dan Fiqh)
~ AI- 'Aql wa al-Tbabtah: Mub_awalah li Iadah Bina al-'Ulum al-'Aqltyah
(Akal dan Alam: Upaya Rekonstruksi terhadap Ilmu Rasional
[Matematika dan Fisika]
vii) al-Insan wa al-Tartkh: Mub_awalah li Iadah Bina al-'Ulum al-Insan£yah
{Manusia dan Sejarah: Upaya Rekonstruksi terhadap Ilmu Kemanu-
siaan [Bahasa, Sastra, Geografi, Sejarah])
Lihat penjelasan tentang bagian-bagian dari proyek Tradisi dan Pem-
baruan, Mawqifuna min a!-Turats al-Qadtm, h. 213-216, al-Markaz al-'Ar-
abi, Kair9, 1980. Lihat jugaal-D£n waal-Tsawrahfial-Mishr, 1952-1981,
J. VI, al-UshUliyah al-Islamiyah, h. 289-290, Madbuly, Kairo, 1989.

2
ngeliling) yang berfungsi menciptakan teori-teori, dan ilmu-ilmu
anak panah yang berfungsi membangun metodologi. 2
Dengan terbitnya penjelasan teoretis agenda kedua, "sikap
kita terhadap tradisi Barat", untuk sementara tiga bagian dari agen-
da kedua tidak perlu diwujudkan sampai selesainya tujuh bagian
dari agenda yang pertama. Sedang penjelasan teoretis agenda ke-
tiga, "sikap kita terhadap realitas", atau "teori interpretasi" ditunda
beberapa waktu sampai tujuh bagian dari agenda pertama dan ti-
ga bagian dari agenda kedua terwujud. Setelah itu bam penjelasan
teoretis agenda yang ketiga dengan tiga bagiannya akan direali-
sasikan. Dengan demikian, proyek Tradisi dan Pembaruan (al- Turats
wa al-Tajdfd) lengkapnya adalah sebagai berikut:

TRADISI DAN PEMBAHARUAN

I I I
Sikap Kita Terhadap Sikap Kita Terhadap Sikap Kita
Tradisi Lama T radisi Barat Terhadap Realita
Dari Teologi ke Revolusi Sumber Peradaban Eropa Metodologi
Dari Transferensi ke Inovasi Pemulaan Kesadaran Perjanjian Baru
Dari Teks ke Realita Eropa Perjanjian Lama
Dari Kefanaan Menuju Akhir Kesadaran Eropa
Keabadian
Dari Teks ke Rasio
Akal dan Alam
Manusia dan Sejarah "\:

T ampaknya agenda yang pertama, akan mengambil porsi pem-


bahasan yang terbesar dan terbanyak-dibandingkan dengan dua
agenda yang lain di atas-karena di dalamnya mengandung aspek
historisitas yang sangat panjang. Agenda yang pertama ini dimu-
lai lebih dari 1400 tahun yang lalu, karena ia yang paling intensif

2Al-Turats wa al-Tajdld, h. 177-182. Lihat juga karya ilmiah akade-

mis yang pertama Les methodes d 'exegesse, essai sur Ia science des Fondaments
de Ia comprehension, <ifm Ushul al-Fiqh, Impremerie Nationale, Le Caire,
1965.

3
hadir dalam kesadaran kebangsaan (qawmryah: nasional) dan se-
jarah kebudayaan kita. Sebagian besar bagian-bagiannya merupa-
kan peralihan proses transformatif dari satu fase ke fase lainnya,
kecuali pada dua bagian terakhir yang menjelaskan dimensi-di-
mensi yang hilang dalam kesadaran kebangsaan kita saat ini, yaitu
akal dan alam, serta manusia dan sejarah. Sedang pembahasan
agenda kedua merupakan yang terpendek di antara tiga agenda di
atas, karena ia lebih terfokus kepada struktur obyek itu sendiri
dari pada fase-fase sejarahnya, yaitu abad pertengahan (masa pen-
deta gereja, masa skolastik lama, dan masa skolastik baru), masa
reformasi agama dan kebangkitan (abad 15M dan 16M), masa
rasionalisme dan pencerahan (abad 17M dan 18M), dan masa
keilmiahan serta masa eksistensialisme (abad 19M dan 20M).
Sedangkan pembahasan bagian-bagian dari agenda ketiga dimu-
lai dari masa sekarang ke masa silam secara terbalik dan tidak
berdimensi waktu. Masa sekarang adalah pengungkap masa lalu,
sebagaimana kesempurnaan wahyu akan terungkap dari tahap-
tahap perjalanan wahyu itu sendiri; dan juga sebagaimana pendek-
nya usia menjadikan "metodologi" untuk mendahului "masa baru"
(al- 'ahd al-jadzd) dan "masa lama" (al- 'ahd al-qadzm). Saya sendiri
sudah mengemukakan tiga agenda terse but sejak seperempat abad
lalu, yaitu sejak tahun 1965/1966 dalam tiga karya akademis saya
masing-masing: Manabij al- Tafszr: Muh.awalahfi 'lim al-Ushul al-Fiqh
(Beberapa Metode Tafsir: Sebuah Upaya dalam Ilmu Ushul al-
Fiqh), Tafszr al-Zhahirzyat: al-Halah al-Rahinah li al-Manhaj al-
Zhahinyat wa Tatb£qihifi Zhahirah al-Dzn (Tafsir Fenomenologis:
Status Quo Metode Fenomenologis dan Aplikasinya dalam
Fenomena Agama), Zbahinyat al- Tafszr: Muh.awalah li Tafszr WujUdz
li al-'Ahd aljadUi (Fenomenologi Penafsiran: Sebuah U paya Penaf-
siran Eksistensialisme bagi Perjanjian Baru).

4
Ketiga agenda di atas mengisyaratkan terjadinya proses di-
alektika antara ego3 dengan the other4 dalam realitas sejarah terten-
tu. Agenda pertama, "sikap kita terhadap tradisi lama», meletakkan
ego pada sejarah masa lalu dan warisan kebudayaannya; agenda
kedua, "sikap kita terhadap tradisi Barat», meletakkan ego pada posisi
yang berhadapan dengan the other kontemporer, terutama kebu-
dayaan Barat pendatang; sedangkan agenda ketiga, "sikap kita ter-
hadap realitas», atau, "teori interpretasi", meletakkan ego pada suatu
tempat di mana ia mengadakan observasi langsung terhadap re-
alitasnya yang lalu untuk menemukan teks sebagai bagian dari
elemen realitas tersebut, baik teks agama yang terkodifikasikan
dalam kitab-kitab suci maupun teks oral tradisional yang terdiri
dari kata-kata mutiara dan pepatah. Dua agenda pertama berdi-
mensi peradaban, sedang agenda ketiga adalah realitas. Ketiga
agenda di atas dapat digambarkan sebagai sisi-sisi segi tiga yang
mengurung ego di tengah. Sisi pertama adalah tradisi lama (masa
lalu); sisi kedua adalah tradisi Barat (masa depan); dan sisi ketiga
adalah realitas kekinian (masa kini) seperti yang terlihat dalam
gambar di bawah ini.

I T radisi Barat IT radisi Lama I

Realitas

3Ego di sini merupakan terjemahan dari istilah Arab al-ana yang

secara bahasa berarti "saya". Tapi yang dimaksud penulis dengan isti-
lah ini adalah diri umat Islam-Penyunting.
4 1be Other merupakan terjemahan dari istilah Arab al-akhar yang

secara bahasa berarti "pihak lain" -Penyunting.

5
Jika agenda pertama berinteraksi dengan kebudayaan warisan,
maka agenda kedua berinteraksi dengan kebudayaan pendatang.
Kedua-duanya tertuang dalam realitas di mana kita hidup. Pada
setiap posisi peradaban terdapat tiga faktor bagi terciptanya ino-
vasi, yaitu: faktor warisan, faktor pendatang dan tempat-tempat
inovasi atau tempat terjadinya proses asimilasi antara faktor
warisan dan pendatang.
Ketiga agenda ini juga mewakili tiga dimensi waktu. Agenda
pertama mewakili masa lalu yang mengikat kita, agenda kedua
mewakili masa depan yang kita harapkan, dan agenda ketiga me-
wakili masa kini di mana kita hidup.
Sebenarnya tiga agenda di atas dapat diringkas ke dalam dua
agenda saja: transferensi dan inovasi; waktu (masa lalu dan masa
depan) dan ruang (masa kini); pemikiran dan realitas; peradaban
dan sejarah. Agenda pertama dan agenda kedua meskipun berbe-
da dari segi sumber kebudayaannya, yaitu tradisi lama, dan Barat,
namun keduanya merupakan hasil transferensi dari pendahulu-
nya, yaitu tradisi ego atau tranferensi dari orang sekarang, yaitu
tradisi the other. Kita mendengar misalnya, Ibn T ayrn1yah berkata,
Marx berkarta, al-Ghaz3.11 berkata, Jhon Stuart Mill berkata. De-
ngan arti ini keduanya adalah gerakan salafyang menjadikan teks
sebagai dasar rasio, seperti yang terjadi pada gerakan salafiyah
kontemporer dan kecenderungan sekularisme modern. Tantang-
an bagi keduanya adalah bagaimana menemukan kembali sisi lain
yang hilang, yaitu realitas masa kini yang dapat mendorong la-
hirnya kreativitas; dan bagaimana menghapuskan anggapan bah-
wa agenda pertama dan agenda kedua adalah rival dalam mem-
perebutkan realitas masa kini. Sebenarnya keduanya adalah satu
sisi yang berhadapan dengan sisi lain yang hilang. Hilangnya sisi
yang sesungguhnya, yaitu realitas masa kini telah menciptakan
sisi imaginer dan menimbulkan perseteruan di antara sesama sau-
dara, memecah belah bangsa dan mengendorkan tali persatuan
tanah air yang kokoh.
Tiga agenda di atas tidak saling terpisah tetapi saling terkait
dan mendukung. Oleh karena itu, rekonstruksi atas tradisi lama
untuk memasuki tantangan zaman, sekaligus dapat menghenti-

6
kan westernisasi yang menjerat golongan elit. Mereka tidak me-
ngenal tradisi lama kecuali yang bertentangan dengan kepenting-
an umat dan yang telah dikondisikan oleh kelompok penguasa.
Karenanya mereka tidak menemukan penyelesaian kecuali dalam
tradisi Barat. Penyikapan terhadap Barat dapat membantu para
westernis bersikap kritis terhadap tradisi Barat, daripada men-
jadikannya sebagai jalan keluar; dan membantu menemukan
kembali tradisi lama, bukan membuangnya. Tantangan zaman
adalah realitas masa kini yang menjadi wadah rekonstruksi bersa-
ma bagi tradisi lama dan tradisi Barat. Maka, bersikap kritis ter-
hadap kedua tradisi terse but membantu memperlihatkan realitas
masa kini, dan mengidentifikasi tuntutan-tuntutannya dengan
membaca kedua tradisi terse but. 5

5 Dalam karya-karya terdahulu selalu saya menyinggung mengenai


tiga agenda ini, antara lain dalam Dirasat Islamryah, Mawqifuna a/Hadlari,
hal. 9-50, AI- Tun~ts wa al-Naz 'ah al-H.adlarryah, hal.51-91, Kabwat al-Ish/ab.,
hal. 177-190, al-Din wa al-TsawrahflMishr 1952-1981, Jilid I, al-D£n wa
al-Tsaqafah al-Wathanryah, tentang al-Mas'ul£yat al-Rahinah li al-Tsaqafah
al- 'Arabtyah, hal. 163-172, al-Mawqifal-H.adlari al-'Arab£ hal. 285-291, al-
UshUlryah al-Islamryah,Jilid VI, Mub_awalatMabdaryah li al-Slrah al-Dzatryah,
hal. 280-288, a!- Turatswaal-Tajdld,Mawqifuna min al-Turats al-Qadim, hal.
213-216. Perlu dicatat bahwa seringnya saya merujuk pada karya-karya
terdahulu sama sekali bukan berarti egosentris, menutup diri dari karya-
karya orang lain, dan otorefrensif. Maksud semua itu adalah menjelas-
kan kesatuan kerja filosofis dan mengungkap sebuah proyek secara gra-
dual sesuai fase usia masing-masing. Ia lebih pantas disebut otobiografi
dari pada isyarat-isyarat ilmiah. Tentang analisis atas literatur kontem-
porer seputar tema yang sama, selalu saya lakukan dari waktu ke waktu.
Lihat analisis saya atas karya Dr. ShadiqJ alal al-Azham "Naqd al-Fikr
al-Dini" dalam "al- Tajd£d wa al-Tardldfi al-Fikr al-Din al-Mu ashir" dalam
Qadlaya Mu ashirah, Jilid I, hal70-90, Cet. I Dar al-Fikr al-' Arabi, Kairo,
1976. Lihat pula telaah saya at as karya Maxime Rodinson "al-Islam wa
al-Ra'sumal£yah" dalam al-Ideologryah wa al-D£n", op. cit. hal. 128-146, dan
telaah saya atas karya Hisyam J aith "al-Syakhshryah a!- 'A rabtyah al-Islamryah
waal-Mashiral-'Arab£ dalamHal Yumkin Tab.!U al-Syakhshryahal-'Arabryah
al-Islamiyah wa al-Mashir al-'Arab£ min Mandzur Iqlim£ wafi Ithar Nadzari
Gharbf Istisyraq£?" dalam Dirasat Islamiyah" hal. 228-255

7
Seperti disinggung di atas ketiga agenda ini saling terkait sa-
tu sama lain. Kesadaran-peradaban personal terkadang memi-
liki sikap positif terhadap tradisi lama tetapi akan menimbulkan
sikap negatif terhadap tradisi Barat; dan terkadang bersikap posi-
tif terhadap tradisi Barat tetapi akan menimbulkan sikap negatif
terhadap tradisi lama. Sedang yang bersikap positif terhadap rea-
litas kekinian boleh jadi akan merasa bosan terhadap pintu akses
kedua tradisi tersebut dan secara tidak benar menuduhnya se-
bagai hanya mengajukan teori-teori belaka dan saling berebut
kekuasaan. Dalam keadaan seperti ini realitas kekinian yang men-
jadi korban. Seringkali keseimbangan an tara tiga agenda ini hi-
lang dalam kesadaran nasional kita. Kesadaran-peradaban-personal
terkadang mempunyai posisi yang menafikan tradisi lama, sehing-
ga memaksa seseorang berpaling kepada tradisi Barat dan mene-
mukan dirinya di dalamnya. Setiap kali rasa keterputusasaan pada
tradisi lama meningkat maka akan semakin kuat seseorang "ter-
baratkan". Oleh karena itu, di sana akan timbul kesadaran berba-
lik sebagai reaksi atas kesadaran peradaban yang berpegang pada
tradisi lama seluruhnya dan menolak semua tradisi kontemporer.
Akibat ini, maka umat terpolarisasi ke dalam dua kelompok yaitu;
pertama, mereka yang memandang hubungannya dengan tradisi
lama sebagai hubungan keterputusan; kedua, kelompok yang me-
man dang hubungannya dengan tradisi lama sebagai hubungan
keterkaitan. Dalam dua kondisi terse but maka masa kinilah yang
dirugikan.

2. Agenda Kedua: Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat


T radisi Barat telah menjadi pendatang utama dalam kesadaran
kebangsaan kita dan merupakan salah satu sumber pengetahuan
bagi peradaban ilmiah dan nasional kita. Secara terus menerus the
other selalu hadir dalam kesadaran nasional dan sikap peradaban
kita sejak dari para pendahulu-pendahulu Yunani hingga orang-
orang Barat sekarang. Selama itu tidak pernah terjadi keterputus-
an antara kita dengan the other kecuali pada gerakan salaf Sampai
sekarang pun bel urn pernah ada gerakan kritik terhadap Barat
kecuali dalam batas-batas yang sempit. Itu pun dilakukan dengan

8
metode retorik atau dialektik, bukan metode kritik dan logika
pembuktian. Karena pengkonsentrasian pada sum her Barat inilah
yang kemudian memunculkan kebudayaan sekular, gerakan re-
formasi dan modernisasi, pendidikan dan sistem modern kita,
demi membela kepentingan at au keyakinan penguasa.
Meskipun usia agenda kedua ini lebih pendek, yaitu sekitar
dua ratus tahun, dibandingkan dengan usia agenda pertama yang
mencapai kurang lebih empat belas abad, namun ia telah meng-
ambil ruang lebih besar dalam kesadaran nasional kita dari ukur-
an yang semestinya. Ini yang kami sebut sebagai fen omena wester·
nisasi. Pada gilirannya kesadaran nasional kita bagai berjalan di
atas dua kaki yang berbeda. Yang satu panjang, kuat dan mung-
kin tinggi yang merupakan simbol ketidaktahuan kita terhadap
tradisi lama, sementara kaki yang satunya pendek dan mem-
bengkak yang merupakan simbol tersebarnya kebudayaan Barat,
bahkan menjadi kebanggaan dan kiblat dalam kesadaran nasional
kita. Hal ini yang menjadi salah satu motivasi dipercepatnya
penulisan penjelasan teoretis bagian kedua dari agenda kedua tanpa
menunggu rampungnya tujuh jilid agenda pertama .
Setelah terjadinya kebangkitan Islam, persoalan agenda ke-
dua ini telah menjadi wacana di kalangan generasi kita saat ini.
Ada yang menyikapi Barat dan pembaratan dengan penolakan
secara pasif total sebagai bagian dari pembelaan diri dan pene-
gasan identitas. Pada posisi yang berseberangan, sikap ini dikritik
dengan argumentasi bahwa tidak setiap yang datang dari Barat
adalah jelek dan bahwa dalam setiap saat kita selalu menikmati
produk Barat. Kedua sikap ini sama dialektisnya, dan metode di-
alektik tidak argumentatif. Keduanya salah, dan penggabungan
dua kesalahan tidak akan menciptakan kebenaran. Secara de jure
sikap menolak dapat dibenarkan, sebab suatu perjalanan harus
dimulai dari titik ego. T etapi secara de facto salah, karena ia mening-
galkan Barat sebagai obyek kajian. Secara de jure sikap menerima
adalah salah, karena hubungan ego dengan the other adalah hubung-
an antagonistis, bukan hubungan persamaan. T etapi secara de facto
dapat dibenarkan, karena ia memandang pentingnya mempelajari
dan mengenal peradaban the othertanpa melihat sumber, repre-

9
sentasi, implikasi dan kematangan peradaban terse but. Di sam-
ping itu sikap menerima juga berarti mengubah obyek dari tingkat
pasif ke aktif, dari reaktif menuju analisa ilmiah yang mantap.
Di samping berisi penjelasan teoretis kedua, agenda kedua
ini juga berisi beberapa bagian yang menggambarkan kembali ten-
tang kesadaran Eropa mulai dari masa referensi pertama; ke-
munculan, perkembangan, hingga masa kematangan, keruntuhan
dan keberakhirannya. Terjadinya perbedaan metodologis antara
agenda pertama yang menjelaskan tradisi lama dan agenda kedua
yang membicarakan tradisi Barat disebabkan oleh perbedaan
watak peradaban Islam dan peradaban Barat. Yang pertama
merupakan peradaban di mana ilmu-ilmu pengetahuannya ber-
tolak dari satu pusat yang menyerupai dua lingkaran besar kecil
yang saling tum pang tindih. Lingkaran kecil representasi ilmu
Ushuluddin yang berinteraksi dengan kebudayaan internal, yaitu
kebudayaan warisan, seperti sebuah titik pusat yang berhadapan
dengan realitas. Lingkaran besar berinteraksi dengan kebudayaan
eksternal, yaitu kebudayaan pendatang yang berhadapan dengan
kebudayaan internal dan menjaganya dari stagnasi dan isolasi diri.
Dari satu pus at di at as juga meluncur dua "anak panah". Yang
pertama meluncur dari bumi menuju Tuhan, yaitu ilmu Tasawuf,
dan yang kedua turun dari T uhan menuju dunia, yaitu ilmu U shul
Fiqh. Evolusi kedua ilmu terse but mengungkap strukturnya.
Karenanya dalam peradaban Islam, ilmu pengetahuan merupa-
kan bagian dari strukturnya, dan ilmu pengetahuan hanya dapat
sempurna dengan evolusi.6
..
6Lihat al-Turdts wa al-Tajdtd, Mawqifuna min al-Turats al-Qadzm, al-
'Ulum al-!slamzyah al-A rba 'ah, hal. 177-192. Lihat juga Min al-'Aqldah ita
al-Tsawrah, Jilid I, Muqaddimat al-Nazhariyah, Bab II Bina 'al- 'Ilm£, hal.
141-227, Cet. I, Madbuly, Kairo, 1988. Karena itu, boleh jadi kesalahan
utama pada proyek Tibzini "Masyru 'Ru 'yah ]adzdah li al-Fikr al- 'A rabl
mundzu Bidayatihi b.atta al-Marb.alah al-Mu ashirah" dalam dua belas jilid
adalah anggapannya terhadap peradaban Islam sebagai peradaban mar-
ginal seperti peradaban Eropa, dan bukan sebagai peradaban pusat. Hal
itu didasarkan atas hukum kesejarahan yang merupakan pengaruh dari
Marxisme.

10
Sedangkan peradaban Barat adalah peradaban marginal.
Artinya, ia lahir di bawah pengaruh marginalisasi dari pusat dan
sekaligus juga lahir dari penolakan terhadap pusat secara terus
menerus setelah diketahui bahwa hal itu tidak sejalan dengan akal
budi man usia dan tidak sesuai dengan realitas. Kemudian mun-
cullah ilmu-ilmu rasional, ilmu alam dan ilmu kemanusiaan (hu-
manisme) yang dibangun di atas instrumen-instrumen penge-
tahuan baru, yaitu akal dan indera. Yang terpenting ilmu ini be-
rangkat dari titik fokus baru, yaitu man usia. Peradaban Eropa
tumbuh sebagai evolusi murni, bukan sebagai struktur. Oleh
karenanya dalam peradaban Eropa, metode historis sangat domi-
nan, seperti terlihat dalam madzhab historisisme dan Marxisme.
Begitu pula dalam ilmu-ilmu historis yang kemudian disebut ilmu-
ilmu sosial dan juga ilmu-ilmu humanisme, sebelum dilakukan-
nya peninjauan ulang atas basics ofknowledge-nya, seperti yang ter-
jadi pada strukturalisme, filsafat perbedaan lfalsafah al-ikhtila/) dan
lain-lain. Dengan demikian bagian-bagian dari agenda kedua
menggambarkan kesadaran Eropa dalam peristiwa-peristiwa se-
jarahnya yang berurutan, bukan dalam struktur ilmu pengetahuan-
nya, sebagaimana dilakukan dalam agenda pertama. Pembentuk-
an kesadaran Eropa juga mendahului strukturnya dan ini tidak
menghalangi sejarah itu sendiri berubah menjadi struktur atau
"akal" yang memandang fenomena dan fakta sebagai sejarah dan
perkembangan; mengingkari konstansi karena meyakini perubah-
an; lalu mengingkari keberubahan untuk tidak meyakini apa apa.
Di atas telah disinggung lima bagian dari agenda pertama
yaitu:
a. Masa bapak-bapak gereja dan masa skolastik (abaci 1-14 M)
b. Masa reformasi agama dan kebangkitan (abaci 15-16 M)
c. Masa rasionalisme dan pencerahan (abaci 17-18 M)
d. Masa positivisme dan saintisme (abaci 19M)
e. Masa eksistensialisme dan analitisme (abaci 20M) 7

7Al-Turats wa al-Tajdid, Mawqifuna min al-Turats al-Qad£m, hal. 209-


212. Lima bagian tersebut dulunya adalah:

11
Memendeknya usia peradaban Eropa tetapi panjang tugas-
nya, maka lima bagian di atas akan saya rampingkan menjadi tiga
bagian. Di samping itu perampingan di atas juga untuk mengurangi
kesan kesejarahan agenda kedua, yang memang tidak terlepas dari
aspek kesejarahannya, dalam arti ia diciptakan oleh sejarah (diach·
ronic) bukan syinchronic seperti kesadaran Islam. Ketiga bagian ke-
sadaran Eropa terse but adalah:
1. Sumber-sumber kesadaran Eropa. Dalam bagian ini dibahas
ten tang sumber-sumber kesadaran Eropa baik yang tersiar
maupun yang tidak. Sumher tersiar seperti sum her Yunani-
Romawi dan sum her Y ahudi-Kristen. Sedangkan sum her tak
tersiar seperti Timur Kuno dan lingkungan Eropa yang ter-
jadi pada masa pembentukan sejak abad 1 hingga abad 14
yang mencakup masa pendeta gereja Yunani dan Latin pada
tujuh abad pertama, serta masa sekolastik lama dan barn pada
tujuh abad berikutnya.
u. Permulaan kesadaran Eropa. Pada bagian ini dijelaskan awal
terbentuknya kesadaran Eropa pada masa reformasi agama
dan masa reformasi agama pada abad 15 dan abad 16; kemu- .
dian pencanangan awal pada masa Cogito dan rasionalisme
di abad 17; dan lahirnya kesadaran Eropa pada masa pen-
cerahan dan revolusi di abad 18.
111. Akhir kesadaran Eropa. Bagian ini membicarakan ten tang
transformasi utama dalam perjalanan kesadaran Eropa dari
"saya berpikir" menjadi "saya ada"; awal terjadinya otokritik
terhadap masa lalunya, hasil karyanya, dan kritik terhadap
idealisme dan positivisme; serta ditemukannya "jalan keti-
ga" termasuk di antaranya ~mulut terbuka" yang kemudian
ditutup oleh fenomenologi.

1. Masa Bapak-bapak Gereja


2. Masa skolastik
3. Masa reformasi agama dan kebangkitan
4.Masamodern
5. Masa sekarang

12
Namun demikian, penjelasan teoretis kedua ini berisi empat tema
dalam empat bah. Bah pertama adalah tentang pengertian Oksi-
dentalisme yang membicarakan tiga agenda proyek "Tradisi dan
Pembaruan", penjelasan agenda kedua, pendefinisian Oksiden-
talisme yang berhadapan dengan Orientalisme, reaksi atas euro-
sentrisme dan perlunya melakukan perubahan dari transferensi ke
inovasi, hasil yang diharapkan dari Oksidentalisme, pembahasan
akar sejarah dan penggambaran status quo gejala Oksidentalisme
baik menurut orang yang semasa dengan saya atau dalam karya-
karya saya terdahulu, dan jawaban atas sanggahan dan pesimisme
terhadap Oksidentalisme.
Bah kedua adalah ten tang pembentukan kesadaran Eropa.
Dalam bah ini akan dibahas mengenai aspek kesejarahan, sum-
her, permulaan dan keberakhiran kesadaran Eropa. Pembahasan
ini dimaksudkan untuk mengetahui proses pembentukan kesa-
daran Eropa dan juga menghapus mitos Eropa sebagai kebudayaan
dan peradaban dunia yang mewakili seluruh peradaban umat
manusia. Hal itu dilakukan dengan cara menerapkan metode his-
toris yang selama ini telah diterapkan oleh kajian orientalis ter-
hadap peradaban Islam. Demikian juga metode pengaruh dan
keterpengaruhan, metode analitis dan metode proyektif yang di-
pakai orientalis Eropa dalam mengkaji peradaban non Eropa. 8
Bah ketiga adalah tentang struktur kesadaran Eropa. Dalam
bah ini akan dibahas mengenai perubahan dari pembentukan ke
struktur. Dalam bah ini juga dibahas ten tang elemen-elemen yang
selalu ada dalam "akal Eropa", yaitu yang telah terakumulasi se-
lama masa pembentukan serta telah memiliki ciri khusus. Pem-
bahasan ini dilakukan tanpa harus tergelincir ke dalam rasialisme
biologis, rasialisme nasionalis ataupun rasialisme kultural. Bah ini

Al-Turats wa al-Tajdid, Mawqifuna min al- Turats al-Qadzm, bagian


8

ketiga, Krisis Metodologi dalam Kajian-kajian Keislaman.


1. Metode historis
2. Metode analitis
3. Metode proyektif (al-isqathy)
4. Metode pengaruh dan keterpengaruhan.

13
juga menerapk,an sosiologi ilmu pengetahuan terhadap kesadaran
Eropa yang diklaim sebagai kreativitas yang jenius. Perlu diingat
bahwa terbentuknya kesadaran Eropa itu mendahului struktur-
nya karena struktur merupakan produk sejarah dan tidak terlepas
darinya.
Bah keempat adalah tentang nasib kesadaran Eropa. Dalam
bah ini akan dibahas kesadaran Eropa di masa depan; menduduk-
kan jalur the other dalam hubungannya dengan ego dalam agenda
pertama; pergantian peran sepanjang sejarah antara pengajar dan
pelajar, murid dengan guru. Jika "sum her kesadaran Eropa" me-
wakili masa lalu, "pembentukan kesadaran Eropa" mewakili masa
kini, maka "nasib kesadaran Eropa" merupakan dimensi masa
depan. 9
Proyek "Tradisi dan Pembaruan" diterbitkan pada saat ter-
jadinya peralihan abaci. Jika penjelasan teoretis pertama dari agen-
da pertama, ''sikap kita terhadap tradisi lama" diterbitkan pada akhir
abaci 14 Hijriyah dan awal abaci ke-15 Hijriyah, maka penjelasan
teoretis kedua untuk agenda kedua, yaitu "sikap kita terhadap tra-
disi Barat", diterbitkan pada akhir abaci ke-20 atau menjelang mun-
culnya abaci barn yaitu abaci ke-21 Masehi, yang banyak diperbin-
cangkan terutama di J epang yang menjadi perpanjangan Barat di

9 Dengan demikian proyek seorang pemikir jenius, Muhammad


'Abid al-Jabid, yang berjudul "Naqd a!- 'Aql a!- 'A raW' telah menerap-
kan metode pembentukan dan penggambaran struktur pada "akal"
Arab, bukan pada kesadaran Eropa; pada ego, bukan pada the other.
Sementara saya menerapkannya pada the other bukan kepada ego. Sebab,
ego berafiliasi kepada peradaban pusat sementara the other berafiliasi
pada peradaban marginal. Dan melemahnya kesadaran Eropa biasanya
terjadi pada saat keunggulan ego yang memasung the other. Ini yang
dilakukan Barat dalam membicarakan "akal primitif" dan "pemikiran
orang daratan". Lalu, bagaimana mungkin ego memasung dirinya sendiri
dan memperlemah kesadarannya padahal ia dalam kondisi terbebas
dari penjajahan. Hal itu hanya bisa terjadi jika ego tidak berafiliasi ke-
pada peradabannya, melainkan secara mendalam berafiliasi kepada per-
adaban lain yang kemudian mengubah dirinya dan peradaban super-
fisialnya menjadi obyek.

14
Timur sekaligus pembendung Timur bagi Barat. Jika penjelasan
teoretis pertama merupakan pernyataan bagi lahirnya kebangkit-
an baru kaitanya dengan ego, maka penjelasan teoretis kedua ada-
lah pernyataan berakhirnya kebangkitan lama bagi the other yang
telah lahir, berkembang, lalu mencapai kematangannya dan kini
mulai meredup.
Ilmu pengetahuan baru biasanya dibangun pada masa-masa
terjadinya perubahan sejarah. Demikianlah yang terjadi dengan
tradisi Barat pada permulaan masa transisi dari abad pertengahan
ke abad modern. Raymond Lulle (1235-1315 M) dengan "logika
besar atau inklusif" (A rs Magnu, Ars Universalis), menciptakan seni
berdebat dan berdiskusi; Francis Bacon (1561-1626 M) dengan
"Novum Organum"nya membangun logika empirik untuk menan-
dingi logika formal; Galileo (1564-1626 M) dengan "New Science"
membangun astronomi baru; Thomas de Vico (1668-1744 M)
dengan "Scien a Nouova" menciptakan filsafat sejarah, dan lain-
lain. Dalarn tradisi Timur juga terdapat banyak contoh dibangun-
nya ilmu pengetahuan baru dengan penjelasan teoretis dan peng-
antar metodologis seperti "al-Risalah" karya al-Syafi '1 yang mem-
bangun ilmu Ushul al-Fiqh; "Kitab Syibawayh" yang membangun
ilmu N ahwu; "Alfiyah Ibn Malik" karya Imam Khalll ibn Ahmad
yangmembangun ilmu 'Arudl; "MuqaddimahlbnKhaldun" yang
membangun ekistik: Penjelasan teoretis agenda kedua ini bertu-
juan membangun Oksidentalisme.
Ilmu baru ini tidak termasuk sebagai bagian dari literatur
Timur ataupun Barat, baik ditinjau dari kacamata konflik dan
perlawanan atau dari kacamata kerja sama, dialog dan persama-
an. Sebab literatur Barat maupun Timur biasanya memiliki ciri
populis-jurnalis yang ken tal seperti tampak dalam perbincangan
sehari-hari; atau ciri kesusastraan filsafat seperti yang terlihat
dalam karakter peradaban dan seni, spiritualisme Timur, materi-
alisme Barat, "Burung Pipit Dari Timur", "Kegelapan dari Ba-
rat"; atau warna politik aliran seperti yang terlihat pada konflik
politik dan perang dingin, atau dalam perang antar dua kekuatan.
Ilmu baru ini hanya bertujuan mengubah materi lama menjadi
kerangka teoretis yang kokoh dan logika peradaban yang akurat.

15
Boleh jadi dalam peradaban Eropa terdapat materi yang
menyerupai Oksidentalisme, terutama akhir-akhir ini ketika ke-
sadaran Eropa mulai mencatat sejarahnya sendiri, melakukan ins-
tropeksi, mengkritik perjalanannya, mengungkap sumber-sum-
bernya yang seringdisembunyikan, mengakui kegelisahan dan
ketegangannya, menyatakan kebingungannya yang berkesinam-
bungan antara pilihan formalisme kosong dan materialisme ang-
kuh yang berakhir dengan relativisme dan skeptisisme terhadap
segala sesuatu serta kecocokan bukti-bukti dan nihilisme. Materi
yang berasal dari kesadaran Eropa sebagai sebuah otokritik dan
cermin bagi dirinya berbeda dengan materi Oksidentalisme yang
memandang Barat dari kacamata non Barat, dan memandang the
other dari kacamata ego. Materi Oksidentalisme merupakan materi
utama yang tidak tinggal pakai. Sebab ia merupakan hasil peng-
gambaran ego terhadap the other, bukan deskripsi the other terhadap
dirinya yang kemudian ditransformasikan oleh ego. Ia dihasilkan
oleh upaya dan kreasi ego, bukan oleh keringat the other. 10 Materi
Oksidentalisme bernuansa domestik murni dan merupakan
ciptaan, analogi dan definisi ego tentang hubungannya serta pro-
ses dialektiknya dengan the other. Ia bukan otokrotik the other yang
kemudian dianut dan diadopsi oleh ego dengan mengakui kritik
the other sebagai kritiknya. Pada gilirannya ego menjadi penganut
di saat ia menginginkan kebebasan. Dan seolah-olah "menganut"
sudah menjadi jiwanya yang menyangka dirinya hidup, padahal
mati tercekik orang lain.

B. Oksidentalisme dan Orientalisme


1. vis a vis W esternisasi
Oksidentalisme, pada dasarnya, diciptakan untuk menghadapi
westernisasi yang memiliki pengaruh luas tidak hanya pada bu-

10 Hal ini dibahas dalam tulisan Spengler, Husserl, Chiller, Berg-

son, Toynbee, Garaudy, dan filosuf kontemporer lain yang akan dibi-
carakan dalam ~ Takwtn al· Way al· ~ rabt" {Pembentukan Kesadaran
Arab)", Bab N,'Bidayah al·Nihayah (Awal dari Keberakhiran).

16
daya dan konsepsi kita tentang alam tapi juga mengancam ke-
merdekaan peradaban kita, bahkan juga merambah pada gaya
kehidupan sehari-hari: bahasa, manifestasi kehidupan umum dan
seni bangunan. Keterbukaan ekonomi memaksa kita untuk mem-
buka diri terhadap kapitalisme internasional, demikian juga ke-
terbukaan bahasa harus menerima kehadiran bahasa asing. Ma-
suknya kosa kata Barat atau dialihkannya istilah Latin dalam hu-
ruf-huruf Arab 11 menyebabkan kosa kata Arab melampaui batas
-inferioritasnya. Bahasa Arab resmi hilang dan berbaur dengan
bahasa Arab pasaran. Saat ini tak seorang Arab pun yang mampu
berbicara dengan bahasa Arab yang benar, baik dari kalangan
pemimpin, media massa, kaum intelektual maupun profesor-pro-
fesor di universitas-universitas. Potret kita di dunia Arab yang
kita pelihara kearabannya melalui delegasi pelajar adalah bahwa
kita merupakan orang terakhir yang berbicara <lengan bahasa Arab
yang benar. Hal yang sama juga terjadi di Maghrib (meliputi negara
Maroko, Mauritania, Aljazair danLibia-pen.) dan Syam (meli-
puti negara Lebanon, Syiria dan Palestina). Sekarangkita dikenal
dengan dialek Arab-Mesir, bukan dengan bahasa Arab resmi ke-
cuali dalam membaca al-Qur'an. Untuk menghindari kesalahan
gramatikal,kita mematikan (sukun) akhir kata. Inilah "selemah-
lemahnya iman".
Kota-kota kita telah berubah menjadi koleksi model arsitek-
tur tanpa punya identitas tersendiri. Ia bukan kota tradisional yang
memelihara ciri tradisionalistik, bukan pula kota modern yang
memiliki ciri modernitas, juga bukan suatu proses yang diakibat-
kan oleh tuntutan lingkungan. Pakaian tradisional kita jugale-
nyap. Sebagai gantinya muncul pakaian Islami, jenggot,jalablyah

11Seperti Islamica, Manshour Chevrolet, Mohamed Motors, Take


Away, Show In, Boutique, Day and Night, Hamburger, Snac, After Eat,
Shult And Beer, Sweet And lo, Kairo Center, Kairo Plaza, Metro, Gar-
son, Cafetaria, Happy Day, Holiday In, dan seterusnya yang ditulis de-
- ngan huruf Arab. Istilah-istilah sepe'rti ini banyak digunakan dalam
penulisan artikel-artikel di media massa. Pada akhirnya fenomena
pemikiran seperti ini juga merupakan fenomena sosial.

17
(pakaian khas Arab-penerjemah), yang dianggap mengindikasi-
kan keteguhan seseorang dalam memelihara identitas. Jika kita
tengok negara Arab lain seperti Tunisia, Maroko, Yaman, Sudan
hingga negara-negara minyak di Hijaz dan Teluk akan ditemukan
sedikit ciri ke-Arab-an, baik Arab kuno maupun Arab Modern,
dan dapat dipastikan, kecuali di Mesir, kita akan merasa berada di
negara Arab dari segi pakaian, arsitektur dan gaya kehidupan. Kita
tak lagi memiliki pakaian tradisional yang dapat dipakai pada hari
besar nasional.
Semakin kuat westernisasi dalam gaya kehidupan, maka se-
makin kuat pula keteguhan memelihara pakaian tradisional atau
Islami, seperti kasus revolusi Islam di Iran dan kelompok-kelom-
pok Islam kontemporer di Mesir. Begitu pula, orang akan semakin
kuat berpegang pada pengobatan Nabi dalam menghadapi peng-
obatan modern, juga pada ilmu-ilmu al-Qur'an dalam mengha-
dapi ilmu-ilmu kontemporer. Unta dan perkemahan sudah cu-
kup untuk menggantikan transportasi modern dan perumahan.
Semua ini lebih menggambarkan pendapat yang picik dan wa-
wasan yang sempit dalam memandang westernisasi dari pada ke-
terbelakangan pandangan. Ini sekadar reaksi atas suatu aksi. Dan
kebanyakan kritik terhadap reaksi ini lebih ditujukan kepada aki-
bat dengan mengabaikan sebab, mencemooh konklusi tetapi me-
. . .
nenma prem1s-prennsnya.
Hijrah ke Barat mulai menjadi keinginan terpendam seke-
lompok orang. Keterikatan dengan tanah air yang menjadi ciri
seorang nasionalis sejati juga pudar. Orang-orang berdiri di depan
pintu kedutaan-kedutaan asing untuk mencari visa ke negara lain.
Hilanglah kehormatan bangsa. Impor juga menjadi keinginan para
pedagang dan konsumen. Ekonomi negara beralih ke ekonomi
pengekspor. Pada era keterbukaan muncullah Thal'at Harb yang
datang bagai mimpi terpenggal, dan 'Abd al-Nashir yang datang
seakan telah banyak membebani kita.
Lahan luas kebudayaan kontemporer kita juga berubah men-
jadi agen bagi peradaban lain serta perpanjangan aliran-aliran Barat
seperti sosialisme, Marxisme, liberalisme, nasionalisme, eksisten-
sialisme, positivisme, individualisme, strukturalisme, surealisme,

18
kubisme dan lain lain. Akibatnya, tak seorang pun yang mampu
menjadi intelektual, ilmuan atau seniman kecuali jika ia memiliki
madzhab di mana ia berafiliasi. Kita telah memposisikan diri se-
bagai pihak yang bertikai. Kita telah meletakkan diri kita sendiri
sebagai orang yang bertikai, padahal sebenarnya kita bukan pihak
yang bertikai. Kita telah terpecah menjadi kelompok-kelompok
dan golongan-golongan seperti pendahulu kita di masa lalu. Hanya
saja perpecahan mereka disebabkan oleh dirinya sendiri, semen-
tara perpecahan kita diakibatkan oleh sikap mengekor pada orang
lain. Persatuan kebudayaan negara telah hilang. Semua orang
mencari orisinalitas yang lenyap dan sebagian mereka telah me-
nemukannya dalam kesenian kesukuan. Jadilah fokus kebudayaan
ini menjadi jembatan bagi mengalirnya kebudayaan the other ke
dalam kebudayaan ego.
Biasanya westernisasi kebudayaan berubah menjadi keber-
pihakan politik kepada Barat yang pada gilirannya melahirkan
revolusi nasional rakyat untuk menegaskan identitas, kebudayaan
dan tanah air, dalam proses dialektika sejarah antara ego dengan
the other. Meskipun demikian di Mesir tidak muncul persoalan
identitas yang serius. Kita tidak pernah disibukkan oleh per-
soalan Arabisme kultural, seperti di Tunisia, atau Arabl.sme ba-
hasa seperti di Aljazair, atau Arabisme tanah air seperti di nega-
ra-negara teluk. 12
Bisa dikatakan kolonialisme Inggris di Mesir tidak begitu
peduli pada persoalan kerakyatan, kebudayaan dan sejarah sebagai
perhatiannya terhadap persoalan terusan dan jalur menuju India.
Hal ini lain dengan kolonialisme Prancis di Tunisia, Aljazair dan
Maroko yang begitu memperhatikan kebudayaan rakyat, bahasa
dan sejarahnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghancurkan
kebudayaan, bahasa dan sejarah bangsa terjajah, dalam menyem-

12Lihat telaah saya atas karya Hesham Jaith "al-Syakhsh£yah al-'A ra-

b£yah al-Islamiyah wa al-Mashir al-'Arabi" dalam "Hal Yumkin Tab.l£1 al-


Sakhshryah al-'A rabryah al-Islamryah waal-Mashir al-'Arab£ minMandlur Iqltm£
fi al-Ithar Nadzar£ Gharbi Isytisyraq£" dalam "Dirasat Islam£yah", hal. 228-
255.

19
bunyikan karakteristik tanah air, melenyapkan identitas kebang-
saan, menghapus bahasa Arab, sekolah Arab dan ajaran agama
Islam. Namun demikian, Mesir justru menjadi negara Arab yang
paling "terbaratkan" (petik dua dari penyunting), dan karenanya ia
telah memelihara Arabisme negara-negara Arab lain serta melaku-
kan hal yang tidak pernah dilakukan oleh penjajah. Barangkali
karena serangan kolonial terhadap Mesir tidak begitu kuat, bang-
sa Mesir tidak bersungguh-sungguh mempertahankan Arabisme
seperti yang dilakukan umat Islam di Afrika Utara. Aksi kolonial-
isme Prancis dalam upaya menghapuskan karakteristik identitas
Arab-Islam, melahirkan reaksi yaitu, berpegang pada Arabisme
dan Islam.
Terlepas dari hal di atas, bagi kita persoalan identitas meru-
pakan salah satu persoalan pokok dalam menghadapi westernisa-
si yang berbeda intensitasnya an tara satu daerah dengan daerah
lain sesuai dengan intensitas penjajahan dan pengaruhnya dalam
jiwa serta sisa-sisa penjajahan dalam akal kita. Sebab, kualitas prob-
lem yang dihadapi masyarakat Muslim juga berbeda. Penegasan
identitas; penegasan eksistensi ego dalam menghadapi the other; dan
penegasan orisinalitas dalam menghadapi modernisasi dan alie-
nasi yang terkait erat dengan westernisasi, dapat menjadi media
perlawanan bagi masyarakat yang terkungkung penjajahan dalam
menghadapi perubahan. Karena itu istilah westernisasi secara eti-
mologis dapat diartikan sebagai sejenis alienasi, yaitu berubah-
nya ego menjadi orang 4Un.
Tetapi setelah kemerdekaan tanah air, penjajah datang kembali
lewat jalan kebudayaan, dan kemudian tersebarlah westernisasi.
Negara telah merdeka namun jiwa kita tetap terjajah. Suatu aksi,
yaitu berkiblat pada the other, telah melahirkan reaksi, yaitu kembali
kepada ego, seperti kasus revolusi Islam di Iran dan gerakan Islam
kontemporer di berbagai belahan dunia Arab dan Islam. Kita te-
lah terjatuh ke dalam dualisme kebudayaan yang saling berseteru.
Masing masing kebudayaan mengkafirkan pihak lain, dan meman-
dang keabadian dan kehidupannya terletak pada kebinasaan dan
kematian yang lain.

20
Oleh karena itu, saya sering menyinggung tujuh tantangan
yang dihadapi umat saat ini dan yang menjadi inti pembahasan
agenda ketiga, "sikap kita terhadap realitas" atau "teori interpretasi".
Ketujuh tantangan dimaksud adalah:
1. Membebaskan tanah air dari serangan eksternal kolonialis-
me dan Zionisme.
2. Kebebasan universal melawan penindasan, dominasi dan
kediktatoran dari dalam.
3. Keadilan sosial menghadapi kesenjangan lebar antara kaum
miskin dan kaya.
4. Persatuan menghadapi keterpecahbelahan dan diaspora.
5. Pertumbuhan melawan keterbelakangan sosial, ekonomi,
politik dan budaya.
6. Identitas diri menghadapi westernisasi dan kepengikutan.
7. Mobilisasi kekuatan massa melawan apatisme.
Memang benar bahwa terjadi perbedaan tingkat intensitas
westernisasi an tara satu daerah dengan daerah lain; antara satu
masa dengan masa lain; dan an tara satu kelas dengan kelas lain.
Weiternisasi lebih banyak terse bar di kalangan kelas atas daripa-
da kelas bawah, meskipun akhirnya herkat tersedianya sum her
daya alam berupa tam bang minyak, kelas bawah mampu menik-
mati media informasi dan tempat-tempat hiburan yang tunduk
pada pengaruh Barat. Sesungguhnya tantangan terbesar bagi ke-
lompok-kelompok umat sekarang adalah bagaimana memperta-
hankan identitas tanpa harus terjatuh ke dalam bahaya isolasi diri,
dan bahaya menolak andil orang lain; serta bagaimana mengha-
dapi kebudayaan masa kini tanpa terjatuh ke dalam bahaya pem-
bebekan buta (taqltd). Inilah persoalan yang kami angkat dalam
kajian saya yang bertajuk al-Ashaiab. wa al-Mu ashirah (Orisinalitas
dan Kekinian). Persoalan ini sebenarnya sudah ada sejak masa
turunnya wahyu yaitu ketika Islam menerima identitas Arab dan
sebagian nilai-nilai serta adat-adat jahiliyah untuk kemudian
dikembangkan dalam perspektif baru. Persoalan ini juga dialami
para filosuf yaitu mereka tetap menjadi pemikir Muslim sambil
merepresentasikan kebudayaan lain terutama kebudayaan Yunani.

21
Persoalan ini pula yang kemudian menjadi pembahasan utama
sosiologi Barat sekarang dalam mengkaji perkembangan
masyarakat berkembang. 13
T ak diragukan lagi, persoalan identitas atau orisinalitas bera-
da di balik problem sosial dan politik, sebab ia merupakan prob-
lem peradaban. Sejak terbitnya kebangkitan Arab modern kita
melemparkannya sebagai persoalan, kita serukan dan peringat-
kan tanpa ada upaya untuk mencari solusinya. Barangkali mayori-
tas aliran pemikiran modern kita lebih dekat ke westernisasi dari-
pada ke orisinalitas. Gerakan reformasi agama (al-ishlab. al-dini)
Mghani, liberalisme politik (af.libraliyah al-thahthaw~ Thahtawi dan
rasionalisme ilmiah (al- aqlaniyah al-'ilmiyah) Syibli Shimel semuanya
memandang Barat sebagai model modernisasi dan kemajuan.
Mereka juga melihat potret dirinya dalam cermin orang lain, hal
mana melahirkan gerakan salafiyah yang kemudian berubah men-
jadi gerakan reformasi yang membunuh liberalisme dengan meng-
atasnamakan revolusi Arab terakhir. Dengan merebaknya baju
keimanan dan mistisisme, hilanglah akal dan ilmu dari kehidupan
kita. Partai-partai politik yang lahir dari aliran pemikiran modern
sekarang telah keliru dalam memandang realitas dan selalu meng-
hasut massa. Sebab tidak ada praktik politik inovatif tanpa adan-
ya orisinalitas yang jauh dari pengaruh westernisasi. Partai-partai
politik kita, terutama yang sekular, sampai saat ini masih mengar-
tikulasikan persoalan politik dalam gaya kebarat-baratan serta
mencari penyelesaian dari the other, bukan dengan menganalisa
tgo.14
Agenda pertama, "sikap kita terhadap tradisi lama", dapat mem-
bantu menghentikan westernisasi sebagai permulaan dari upaya
rekonstruksi terhadap ego dengan suatu cara yang dapat menghi-
langkan keterasingannya. Sementara itu kalangan elit yang ter-

LihatMawqifUna al-Hadlari dalam Dirasdt Isldmryah, hal. 46


13

Al· Turats wa al- 'A mal al-Siyast dalam Dirasat Islamtyah, hal. 171-
14

172. Lihat jugaMa'sat al-Ab.zab a-Taqaddumryah fl al-Bilad al-Mutakhalli-


fah, dalamal-Dtn waal-TsawrahflMishr 1952-1981,]. VIII "al-Yasaral-
Isldm£waal-Wab.dahal-Wathan£yah", hal.189-214.

22
pisah dari tradisinya karena tidak menemukan dirinya dalam tra-
disi tersebut, dan karena tidak mampu menguasai bahasa lama,
serta karena tidak menganggap dirinya bertanggungjawab ter-
hadapnya, maka tidak akan mengubah tingkat westernisasinya atau
memberikan pilihan di antara beberapa alternatif. Bahkan mere-
ka menerima penetrasi pemikiran Barat ke dalam tradisi umat dan
elemen utamanya sebagai satu keharusanyang tak dapat dihin-
dari sehingga mengakibatkan terjadi pertikaian antara pendukung
kelompok pembela ortodoks (al-anshar al-qadzm) dan kelompok
pembela modern (al-ansharal-jadzd). Dengan demikian, melalui
agenda sikap kita terhadap tradisi lama keterpecahan kepribadian
bangsa, dan "keterputusan ironis" dengan kebudayaan tanah air
dapat dihapuskan. 15 Begitu pula pemikiran Islam dapat membe-
rikan keteladanan dalam mempertahankan identitas dan meme-
rangi westernisasi seperti hal-hal berikut:
1. Larangan al-Qur'an untuk tidak berpihak pada orang lain,
menjalin keakraban dengan musuh, mencintainya dan melaku-
kan konsiliasi dengannya. Sebab, tujuan musuh adalah meng-
hancurkan identitas ego, menjatuhkannya ke jurang taqlld,
dan melenyapkannya hingga tidak ada yang eksis kecuali pi-
hak lain terse but (the other). 16 Kemudian berpegang pada al-

1Wawqifuna al-Hadlari dalam Dirasat Islam£yah, hal. 30. Istilah "ke-


terputusan ironis" digunakan Sayyid Quthb dalam Mustaqballi Hadza
al-D£n (Kairo: Dar al-Syaruq, 1980), hal. 27-54.
16 "Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu mengambil

orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin; sebagian mereka


adalah pemimpin bagi sebagian lain. Barangsiapa di antara kamu meng-
ambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu ter-
masuk golongan mereka" (Q., s. al-Ma'idah/5:15).
"OrangYahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hing-
ga kamu mengikuti agama mereka" (Q., s. al-Baqarah/2:20).
"Hai orang-orang yang beriman jika kamu mengikuti sebagian dari
orang-orang yang diberi al-Kitab niscaya mereka akan mengembalikan
kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman" (Q., s. Alu 'Imran/
3:100).

23
Qur'an sebenarnya sama dengan berpegang pada tradisi
rakyat, sumber kekuasaan dan sumber kontrol bagi kesadar-
anmanusla.
u. Penolakan taqltd kepada siapa pun dalam perilaku dan aqi-
dah serta tanggung jawab pribadi. Karenanya iman seorang
pengikut fanatik (muqallid) tidak dibenarkan, dan pada hari
perhitungan alasan taqltd tidak diterima. 17
rn. Keteladanan pemikiran Islam lama yang mampu mempre-
sentasikan peradaban pendahulu tanpa menafikan identitas-
nya, bahkan mengkritiknya, kemudian mengembangkannya
serta menyempumakan keberhasilan-keberhasilannya. U paya
ini dilakukan agar pemikiran Islam tetap sesuai dengan za-
man serta menjadi dirinya sendiri dan mampu berinteraksi

Redaksi paling tajam mengenai pertentangan adalah, "Ketahuilah


hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sem-
bah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah
dan kamu tidak pernah (pula) menyembah apa yang aku sembah. Un-
tukmu agamamu dan untukku agamaku" (Q., s. al-Kafirun/109:1-6).
Lihat pula kajian saya "Hal Yajuz Syar'an al-Shulb.u rna 'a Bantlsra'tl" dalam
jurnal al-Yasar al-Islami, No: 1, Kairo, 1980, hal. 49-127, dimuat kern bali
dalam al-Di'n wa al- Tsawrah fi Mishr 1952-1981, J. VII al-Yami'n wa al-
Yasar fi al-Fikr al-Di'n. Lihat pula Hal Tajuz al-Shalab.fi al-Dar al-Magh-
subah, hal. 270-271.
17" ••• Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut

suatu agama dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat pe-


tunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka" (Q., s. al-Furqan/43:23)
"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua
tangannya seraya berkata "aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan
bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu)
tidak menjadikan si fulan itu ternan akrab(ku). Sesungguhnya dia telah
meyesatkan aku dari al-Qur'an sesudah al-Qur'an telah datang kepadaku.
Dan adalah setan itu tidak mau menolong man usia" (Q., s. al-Zukhruf/
25:27-28 Sic) yang benar 29. Begitu pulahadits terkenal riwayat Abu
Hurairah yang menjadi pengantar buku ini di halaman awal. Lihat juga
Min al· 'Aqi'dah ila al-Tsawrah, Mub.awalah li I'adah Bind' 'Ilm al-Ushul al-
Di'n, J. I, al-Muqaddimah al-Nadlanyah, III, al-Taqlid, hal. 261-268, Kairo,
Madbouly, 1989.

24
dengan pihak lain (the other) dan pada akhimya Islam mampu
mewakili peradaban umat manusia seluruhnya. 18
tv. Meskipun pemikiran Islam modem mengagumi Barat dan
menganggapnya sebagai tipe modernisasi dalam aspek in-
dustri, pendidikan, sistem parlemen, perundang-undangan
dan pembangunan, namun ia juga mengkritik Barat sebagai
peradaban duniawi yang tid¥ lepas dari dimensi waktu dan
tidak harus selalu diadopsi bangsa lain seperti yang ditun-
jukkanJamaluddin al-Afghani, Iqbal dan lain-lain. Dengan
kemandirian atau semi kemandirian pemikiran Islam modem
juga tidak kehilangan karakteristiknya saat berinteraksi de-
ngan Barat. 19
v. Bersandar pada sikap gerakan Islam sekarang terhadap Ba-
rat yang membedakan ego dengan the other, iman dengan ka-
fir, Islam dengan jahilryah, Tuhan dengan setan, dan kemudi-
an merasionalisasikan hubungan tersebut kepada kritikyari.g
cerdas, dan mengubah hubungan antagonistis antara ego de-
ngan the other menjadi hubungan seorang pakar dengan ilmu
pengetahuan, subyek dengan obyek, pengkaji dengan yang
dikaji, yang melihat dengan yang dilihat, dan pencatat de-
ngan yang dicatat.
VI. Bersandar pada sikap salafyang egosentris dan memusuhi
the other karena mengingat serbuan yang pemah dilakukan
Barat (pasukan Salib) atau Timur (Tartar dan Mongol) ter-
hadap umat. Kondisi imperialisme tersebut sama dengan
kondisi perang imperialisme sekarang.

2. Dari Orientalisme ke Oksidentalisme


Oksidentalisme adalah wajah lain dan tandingan bahkan ber-
lawanan dengan Orientalisme. Apabila orientalisme meliha.r ego

18lni temaJ. IT, Min al-Naql ila al-Ibda', Muh.awalah li Bina: Ushul al·

Htlemah.
19Al-Fikr al-Islami wa at· Thab.thith li Dawrihi a[. Tsaqafi al·Mustaqbal

dalam Dirasat Islamiyah, hal. 215-216.

25
(Timur) 20 melalui the other, maka Oksidentalisme bertujuan meng-
urai simpul sejarah yang mendua antara ego dengan the other, dan
diai.ektika antara kompleksitas inferioritas (murakab al-naqlsh) pada
ego dengan kompleksitas superioritas (murakab al- 'uzhma) pada
pihak the other. Orientalisme klasik lahir dsm mencapai kematang-
annya dalam kekuatan ekspansi imperialisme Eropa yang me-
ngumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang rakyat yang
dijajah. Sejak itu, Barat mengambil peran sebagai ego yang menja-
di subyek dan menganggap non Barat sebagai the other yang men-
jadi obyek. Jadi, Orientalisme lama adalah pandangan ego Eropa
terhadap the other non Eropa; subyek pengkaji terhadap obyek
yang dikaji. Akibat posisinya sebagai subyek pengkaji muncullah
kompleksitas superioritas dalam ego Eropa, sedangkan akibat po-
sisinya sebagai obyek yang dikaji juga mengakibatkan muncul-
nya kompleksitas inferioritas dalam diri the other non Eropa.
~edang dalam Oksidentalisme perimbangan peran telah
berubah. Ego Eropa yang kemarin berperan sebagai pengkaji, kini
menjadi obyek yang dikaji sedangkan the other non Eropa yang
kemarin menjadi obyek yang dikaji, kini berperan sebagai subyek
pengkaji. Dengan sendirinya dialektika ego dengan the other berubah
dari dialektib Barat dan non Barat menjadi dialektika non Barat
dan Barat. Tugas Oksidentalisme adalah mengurai inferioritas
sejarah hubungan ego dengan the other, menumbangkan superiori-
tas the other Barat dengan menjadikannya sebagai obyek yang dikaji,
dan melenyapkan inferioritas kompleks ego dengan menjadikan-
nya sebagai subyek pengkaji. Dengan kata lain menghilangkan ra-
sa tak percaya diri di hadapan Barat dalam soal bahasa, kebudaya-
an, ilmu pengetahuan, madzhab, teori, dan pendapat. Sebab, hal di
atas dapat menciptakan rasa rendah diri yang terkadang secara ilu-
sif berubah menjadi rasa super, seperti terjadi di Iran. Rasa super

20Telah saya singgung sebelumnya dalam kritik terhadap Orien-

talisme dengan berbagai metodologinya: historis, analitis, proyektif,


pengaruh dan keterpengaruhan, dalam al-Turats wa al-Tajdtd, Mawqif-
una min al-Turats al-Qadim, Bah ill, 'Azmat al-Manahijft al-Dirasat al-
lsJJmiyah.

26
yang muncul secara ilusif itu tidak lain dari reaksi atas superiori-
tas kebudayaan Barat yang tidak lepas dari rasialisme kultural se-
cara eksplisit maupun implisit.21
Perbedaan antara Orientalisme klasik dengan Oksidentalis-
me sekarang adalah perbedaan momen sejarah peradaban Eropa
yang menjadi tempat lahirnya Orientalisme klasik dan momen
sejarah berikutnya yang merupakan tempat lahirnya Oksidental-
isme sekarang. Hal di atas digambarkan sebagai berikut:
L Orientalisme lama muncul di tengah ekspansi imperialisme
Eropa. Bangsa Eropa pada saat itu sedang mengalami masa
kemenangannya setelah berhasil menaklukkan Grenade (dulu
ibu kota U mawiyah di Andalusia-penery'emah) dan penemu-
an geografis. Sementara Oksidentalisme lahir pada masa ke-
munduran pasca gerakan kemerdekaan Arab. Bangsa Arab
saat itu sedang mengalami kekalahan pada masa defensif.
Karena itu Oksidentalisme lahir sebagai pembelaan diri, dan
sebaik-baik cara bertahan adalah menyerang, membebaskan
diri dari rasa takut pada orang lain, dan mengubah perim-
bangan kekuatan 180 derajat, serta "membalik meja ke hadap-
anlawan".
n. Orientalisme klasik muncul dengan membawa revolusi para-
digma riset ilmiah atau aliran politik yang menjadi kecende-
rungan utama di abad ke-19 terutama positivisme, histori-
sisme, saintisme, rasialisme, dan nasionalisme. Sementara Ok-
sidentalisme lahir di tengah ideologi paradigma penelitian
yang sama sekali berbeda dengan kondisi di mana Oksiden-
talisme lahir seperti metode linguistik, met ode analisis eks-
perimentasi subsisten dan ideologi pembebasan tanah air.
m. Orientalisme sekarang telah berubah bentuknya dan dilan-
jutkan oleh ilmu-ilmu kemanusiaan terutama antropologi
peradaban dan sosiologi kebudayaan. Sementara Oksiden-
talisme masih terlalu dini dan belum mengembangkan ben-
tuk apa pun. Jika Orientalisme dimulai pada abad 17 dan

Mawqifuna al-Had/J:n dalam Dinwt Islamryah, hal. 24


21

27
Oksidentalisme pada akhir abad 20, berarti Orientalisme
empat abad lebih tua jika dibandingkan dengan Oksidental-
isme. Sedangkan jangka waktu empat abad sama dengan usia
kebangkitan Eropa modern.
IV. Orientalisme klasik tidak mengambil posisi netral tetapi ba-
nyak didominasi paradigma yang merefleksikan struktur kesa-
daran Eropa yang terbentuk oleh peradaban modernnya. Para-
digm a terse but antara lain metode historis, analitis, proyektif
dan pengaruh dan keterpengaruhan. Sementara kesadaran
peneliti Oksidentalisme sekarang lebih dekat kepada posisi
netral. Sebab, Oksidentalisme tidak memburu kekuasaan dan
hak kontrol. Ia hanya menghendaki pembebasan diri dari pe-
ngaruh pihak lain agar ego dapat disejajarkan dengan the other
dalam tingkat kedermawanan dan kesetaraan.
Jika Orientalisme adalah kajian tentang peradaban Islam oleh
peneliti dari peradaban lain yang memiliki struktur emosi yang
berbeda dengan struktur peradaban yang dikajinya, maka Oksi-
dentalisme adalah ilmu yang berseberangan bahkan berlawanan
dengannya. Agenda kedua, sikap kita terhadap tradisi Barat, meru-
pakan pernyataan mengenai kesadaran kita tentang Oksidentalis-
me dan materi pokoknya. Dengan demikian bahaya yang ditim-
bulkan oleh anggapan bahwa peradaban Eropa merupakan sum-
her segala ilmu pengetahuan; menjadi tempat bergantung pera-
daban lain; menjadi tempat bersandar bagi eksistensi madzhab
dan teori, dapat disingkirkan. Sikap semacam ini telah mengaki-
batkan penyelewengan peradaban-peradaban non Eropa, keber-
geseran dari posisi realistisnya, ketercerabutan dari akarnya, ket-
erikatan dengan peradaban Eropa, dan masuk ke dalam atmos-
fernya dengan anggapan bahwa peradaban Eropa adalah produk
terakhir dari eksperimentasi manusia. Dengan meminjam bahasa

22 Sekarang dapat dimulai menyebut nama orang tanpa takut meru-

sak konsistensi pembicaraan. Sebab, Oksidentalisme adalah tradisi Ba-


rat yang terbentuk lewat sederet nama. Hal ini dapat dibuktikan dengan
disebutnya madzhab dengan nama pendirinya seperti, Cartesianisme,
Kantianisme, Hegelianisme, Marxisme, Bergsonianisme dan lain lain.

28
Hegel, seluruh peradaban menjaeli terasing eli luar dirinya dan
terikat dengan hal lain yang bukan elirinya.22
Tugas ilmu baru ini adalah mengembalikan emosi non Ero-
pa ke tempat asalnya, menghilangkan keterasingannya, menga-
itkan kembali dengan akar lamanya, menempatkannya ke posisi
realistisnya untuk kemuelian menganalisanya secara langsung, dan
mengambil satu sikap terhadap peradaban Eropa yang elianggap
semua orang sebagai sumber ilmu pengetahuan. Padahal sebe-
narnya ia hanyalah peradaban agresor bagi peradaban lain yang
mengalami reinkarnasi eli era revitalisasi dan kebangkitannya. 23
Jika Orientalisme secara sengaja mengambil posisi keberpi-
hakan sampai pada tingkat niat buruk yang terpendam, maka
Oksidentalisme mengutarakan kemampucin ego sebagai emosi yang
netral dalam memandang the other, mengkajinya, dan mengubah-
. nya menjaeli obyek, setelah sekian lama the other menjaeli subyek
yang menjadikan pihak lain sebagai obyek. Hanya saja, Oksiden-
talisme kali ini elibangun eli atas ego yang netral dan tidak beram-
bisi mere but kekuasaan, dan hanya menginginkan pembebasan.
Ia juga tidak ingin meneliskreelitkan kebudayaan lain, dan hanya
ingin mengetahui keterbentukan dan strukturnya. Ego Oksiden-
taisme lebih bersih, obyektif dan netral elibanelingkan dengan ego
Orientalisme. Bahkan kadang-kadang tampak bahwa ego Barat dan
syarat obyektivitas dan netralitas yang eligembar-gemborkan-
nya sejak abad lalu hanya elimanfaatkan untuk menyembunyi-
kan egosentrisme dan keberpihakan Barat seperti terlihat dalam
Orientalisme.24
Adalah hal yang sangat berguna bagi tradisi Barat bahwa
peneliti non Barat melakukan kajian terhadapnya. Hal ini dapat
memberikan sudut pandang baru bagi traelisi Barat. Sebab, peng-

23 Mawqi[una min al-Turas al-Gharb£ dalam QadlayaMudshirah,J. I fi


al-Fikr al-Gharbi al-Mu ashir, hal. 7, Dar al-Fikr al-' Arabi, Cet. I, Kairo,
1976
24Lihat pembukaanJ. I dari karya ak:adem.is saya yang kedua L 'Exegesse

de 14 phenomenologie,Avant-propos: I-LePhenomenede 14 consienceEuropeenne,


tentang 2- La consience neutreer 14 consience alienee, PP, 3-12.

29
kaji Eropa sudah begitu kenyang dengan tradisinya, dan di sam-
ping itu ia juga memiliki struktur emosi yang sama dengan struk-
tur tradisi Barat. Akibatnya sulit bagi pengkaji Eropa untuk
melihat obyek kajiannya yang berupa tradisi Barat, karena tidak
adanya jarak antara pengkaji dengan obyek kajiannya. Lain hal-
nya jika pengkaji bukan orang Eropa. Ia memiliki struktur emo-
si yang berbeda dengan struktur tradisi Eropa. Sehingga tercip-
ta jarak cukup lebar yang memungkinkan pengkaji melihat obyek
kajiannya.
Memang benar, bahwa pengkajian tradisi Barat oleh non Barat
menyimpan potensi proyektif dari pegkaji terhadap obyek kajian-
nya. Malah tidak menutup kemungkinan pengkaji lebih banyak
melihat apa yang ada dalam dirinya daripada apa yang ada dalam
kenyataan. Benar juga bahwa pengkaji bisa saja tergelincir ke dalam
premis-premis retorik atau fanatisme dan meyerang peradaban
lain yang menjadi obyek kajiannya. Hal itu dapat terjadi terutama
jika pengkaji pernah mengalami penderitaan akibat penjajahan
langsung atau penjajahan kultural yang dilakukan oleh bangsa-
bangsa Eropa. Dalam keadaan seperti ini pengkajian terhadap
tradisi Barat akan dimanfaatkan untuk melakukan balas dendam.
Tetapi kesadaran dan orisinalitas pengkaji akan dapat menjaga-
nya dari ketergelinciran ke dalam bahaya-bahaya di atas.
Justru yang menjadi bahaya besar adalah repetisi pengkaji
Barat terhadap banyak hal dan akurasi penelitian mereka sampai
pada tingk~t paling kecil, tanpa mampu menemukan obyek se-
bagai satu kesatuan. Hal itu terjadi karena pengkaji Eropa setelah
lama terbiasa melakukan kajian dan menemukan kelemahan per-
spektif universalisme total yang diwarisi dari abad pertengahan,
mereka menolak universalitas dan meyakini partikularitas, serta
ingin membentuk sebuah kesatuan dimulai dari bagian-bagian-
nya yang dapat dicapai dengan cara tertentu dan dengan metodo-
logi empiris.
Apa yang telah disinggung di atas tidak dimaksudkan untuk
membuat suatu konsepsi yang nasionalis ten tang ilmu penge-
tahuan atau sudut pandang yang nasionalis tentang peradaban. Ia
dimaksudkan agar peradaban kita dapat mulai memasuki fasenya

30
sekarang, yaitu fase revitalissasi tradisi lama; fase pembaruan dan
pengembangan kesadaran tradisi lama tentang dirinya; penyi-
kapan terhadap pemikiran yang meiingkupinya dan terhadap
madzhab-madzhab pendatang.
Pengkajian tradisi Barat oleh peneliti non Barat juga dimak-
sudkan untuk memberikan sumbangsih kepada tradisi Barat de-
ngan dilakukannya sebuah kajian netral terhadapnya, seperti di-
lakukan peneliti Eropa terhadap peradaban non Eropa. Kajian di
atas juga tidak seperti yang disetukan kelompok reaksioner di
kalangan kita, yaitu membicarakan suatu pemikiran yang berkait
erat dengan suatu daerah, lingkungan, adat istiadat dan tradisi
tertentu untuk menentang setiap pemikiran ilmiah dan tatanan
progresif yang memiliki model seperti yang ada di Barat. Kajian
di atas dimaksudkan untuk menciptakan pondasi yang kuat bagi
suatu perspektif ilmiah. 25
Oksidentalisme sebagai tandingan Orientalisme itu merupa-
kan hal yang san gat penting pada masa revolusi berbalik setelah
Barat kembali melakukan serangan imperialisme kedua pasca ge-
rakan pembebasan tanah air. Pertanyaan yang muncul kemudian
adalah, mengapa gerakan pembebasan tanah air berhasil melepas-
kan diri dari penjajahan militer tetapi gagal mempertahankan ke-
merdekaan ekonomi, politik, kebudayaan dan peradaban? Me-
ngapa mayoritas negara-negara merdeka, setelah mendapatkan ke-
merdekaannya semakin mengekor Barat di bidang pangan, per-
senjataan, pendidikan dan modernisasi masyarakat?
Perseteruan babak pertama antara ego dengan the other, antara
gerakan pembebasan tanah air dengan imperialisme, adalah per-
seteruan untuk mempertahankan diri yang mengandalkan keung-
gulan material, yang menentukan siapa dian tara keduanya yang
paling kuat, meskipun dalam hal ini bangsa terjajah masih tetap
mengekor kepada penjajah. Kemudian perseteruan itu datang lagi
dan revolusi modern berubah menjadi revolusi berbalik (tsawrah
al-madlddah). Kebudayaan revolusioner atau gerakan rakyat sudah

25Mawqifuna min al- Turats al-Gharm dalam QadlayaMu ashirah,Juz I:


Ft al-Fikr al-Gharb£ al-Mu ashir, hal. 7-9.

31
tak ada lagi. Sebab, meskipun secara lahir telah merdeka, namun
hubungan ego dengan the other masih tetap dalam kerangka hubung-
an keimitasian dan bukan hubungan kemerdekaan. Di samping
itu, kompleksitas inferioritas sejarah ego di hadapan the other masih
tetap tersimpan dalam benak ego. Hubungan keduanya adalah
hubungan antara dua pihak yang tidak seimbang; hubungan an-
tara superordinat dengan subordinat, tuan dengan hamba. Hu-
bungan ini juga merupakan hubungan pihak tunggal tanpa terja-
di pergantian peran. Pihak pertama selalu menjadi produsen dan
pihak lain selalu menjadi konsumen; pihak pertama memiliki su-
perioritas dan pihak kedua terbebani inferioritas. Ini merupakan
komplikasi sejarah dalam konflik peradaban.
Dengan demikian, Oksidentalisme mempunyai tugas mem-
bebaskan revolusi modern dari kesalahan kesalahan; menyem-
purnakan kemerdekaan; serta beralih dari kemerdekaan militer
ke kemerdekaan ekonomi, politik, kebudayaan dan yang paling
utama kemerdekaan peradaban. Selama Barat masih bercokol
dalam hati kita sebagai sumber pengetahuan dan kerangka ru-
jukan yang diandalkan dalam melakukan evaluasi dan pemaham-
an, maka kita akan tetap menjadi golongan bawah (underdog) yang
membutuhkan pelindung.
Bangsa non Eropa mampu menyuguhkan eksperimentasi
langka dalam sejarah manusia, yaitu eksperimentasi pembebasan
tanah air dari penjajahan dan sekaligus mengubah perimbangan
kekuatan dunia. Bangsa-bangsa yang baru merdeka ini muncul
sebagai pusat kekuatan baru yang memelihara dunia dari buntut
peperangan, dan menyerukan dibangunnya kemanusiaan barn dan
prinsip kerja sama internasional yang memberikan keadilan kepa-
da bangsa non Eropa.
Hasillain eksperimentasinya adalah mengakhiri kontrol Eropa
terhadap bangsa non Eropa dan memulai babak sejarah baru bagi
umat manusia. Babak ini diawali dengan masa pembebasan yang
bertepatan dengan krisis abaci 20 di Eropa, dimulainya penarikan
mundur Eropa ke batas geografisnya, dan melemahnya kebu-
dayaan Barat dan pengaruhnya terhadap bangsa lain. Kemudian
lahirlah ideologi negara-negara dunia ketiga di Afrika, Asia dan

32
Amerika Latin seperti, Negroisme, Intuitifisme, Persatuan Islam,
Nasionalisme Arab, Sosialisme Arab, Sosialisme Afrika, Satria
Graha, T eologi Pembebasan dan lain-lain. Banyak gerakan pem-
bebasan yang dibangun di atas tradisi nasional bangsa dalam meng-
hadapi peradaban ban gsa kulit putih dan serbuannya. Muncullah
gerakan "Mao-Mao", "Nabi Pantou" dan gerakan revolusi lokal
lain yang dibangun di atas dasar-dasar sosialisme-natural-inde-
penden yang didasarkan pada pemilikan tanah secara kolektif se-
bagai bagian dari tradisi lokal. Di samping itu sebagian adat dan
tradisi diu bah menjadi suatu ideologi yang sempurna seperti In-
tuitifisme, Negroisme dan lain-lain. 26 Untuk mengkristalkan du-
nia baru dalam menghadapi bangsa kulit putih muncul organisa-
si-organisasi seperti Konfrensi Asia Afrika, Persatuan Penulis Asia
Afrika, Tiga Benua, Gerakan Non Blok, PersatuanAfrika. Suara bang-
sa negara-negara dunia ketiga di panggung internasional menjadi
personifikasi kesadaran baru tentang tatanan dunia baru.
Oksidentalisme telah memulai semua itu dan meningkatkan
kualitasnya dari sekedar keinginan dan niat baik menjadi sebuah
ilmu pengetahuan yang akurat, dari tingkat retorika politik ke
tingkat analisa ilmiah. 27 Tugas ini membutuhkan beberapa gene-
rasi. Saat ini kita masih berada pada generasi yang mengalami
dua masa, yaitu generasi kebangkitan Arab yang mengalami tran-
sisi dari era lama ke era baru. Kita masih berada pada kerangka
filsafat sejarah yang merefleksikan gerakan kesadaran yang ter-
penjarakan. Kita masih membutuhkan beberapa generasi lagi
untuk menjadikan filsafat sejarah sebagai sosiologi yang akurat.

16 al· Turats wa al-Nab.dlah al-Hadlariyah dalam Dirasat Falsafiyah, hal.


79-81.
27Lihat kajian saya dalam bahasa Inggris yang saya ajukan sebagai

salah satu proyek penelitian pada Universitas PBB di Tokyo tahun 1987
dengan judulThe New Social Science, Islam: Religion, Ideology and Develop·
ment. Diterbitkan al-Muzamma' tahun ini.

33
C. Sentrisme dan Ekstremisme

1. Oksidentalisme dan Reaksi Atas Eurosentrisme


Tugas Oksidentalisme adalah menghapus Eurosentrisme,
menjelaskan bagaimana kesadaran Eropa mengambil posisi ter-
tinggi di lingkungan kita khususnya di sepanjang sejarah. Tugas
ilmu baru ini mengembalikan kebudayaan Barat ke bat as alami-
nya setelah selama kejayaan imperialisme menyebar keluar mela-
lui penguasaan media informasi, kantor-kantor berita, peran pe-
nerbitan besar, pusat penelitian ilmiah dan spionase umum. Tu-
gas Oksidentalisme adalah mematahkan mitos kebudayaan kos-
mopolit yang menyatukan seluruh bangsa Barat dan diklaim
sebagai kebudayaannya dan harus diadopsi seluruh bangsa di
dunia jika ingin meninggalkan fase imitasi dan rriencapai ke-
modernan. Karenanya kesenian adalah kesenian Barat, kebu-
dayaan milik Barat, ilmu pengetahuan dari Barat, kehidupan ·
bergaya Barat, arsitektur model Barat. Padahal kebudayaan ten-
tunya bermacam-macam. Tidak ada istilah ibu kebudayaan atau
anak kebudayaan.
Dari sini terjadilah akulturasi yang dibicarakan para an-
tropolog kebudayaan. Akulturasi dianggap Barat sebagai meng-
hendaki dialog dan pertukaran kebudayaan atau pencerahan.
Padahal sebenarnya akulturasi dimaksudkan untuk membunuh
peradaban lokal, menyebarkan kebudayaan Barat ke luar batas
alaminya, mengontrol kebudayaan lain, serta membangun citra
bahwa Barat satu-satunya contoh kemajuan peradaban. Seluruh
bangsa di dunia harus mencontoh dan menapaki jejaknya. Hal
ini mengakibatkan terabaikannya karakteristik bangsa lain dan
eksperimentasi independennya, serta bermuara pada monopoli
Barat atas hak inovasi eksperimentasi baru dan hak sebagai con-
toh kemajuan. 28
Seperti telah diketahui, tradisi Barat bukan tradisi univer-
sal yang mencakup seluruh model-model eksperimentasi manu-

28 Mawqifuna al-Hadtad dalam Dirasat Islam£yah, hal. 32.

34
sia. Ia juga bukan peninggalan pengalaman panjang eksperimen-
tasi manusia yang berhasil mengakumulasikan pengetahuan mulai
dari Timur sampai ke Barat, melainkan sebuah pemikiran yang
lahir dalam lingkungan dan situasi tertentu, yaitu sejarah Ero-
pa. Dengan kata lain tradisi Barat adalah pemikiran yang mere-
fleksikan lingkungan partikular peradabannya. Penulis Barat
sendiri menyatakan partikularitas terse but dengan menyandar-
kan segala sesuatu kepada "kita", seperti "filsafat kita", "pera-
daban kit a", "pemikiran kit a", "literatur kita", "kesenian kit a",
"sejarah kita", "musik kita", "ilmu pegetahuan kita", bahkan
"agama kita", "tuhan kita". Para penulis Eropa merasa bahwa
mereka berafiliasi kepada satu peradaban tertentu, dan karenanya
mereka selalu berkata "adapun kit a", "kita orang lain", "bagi
kita" dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka
adalah bangsa yang memiliki peradaban tertentu yang berbeda
dengan peradaban lain. Bahkan mereka memiliki kewargaan dan
sejarah tertentu yang berbeda dengan peradaban dan kewargane-
garaan bangsa lain.
Oleh karenanya, adalah kesalahan kita jika penulis non Ero-
pa yang telah mengalih bahasakan dan memberi keterangan mem-
presentasikan karya-karya Eropa menganggapnya sebagai kebu-
dayaan universal bagi seluruh umat manusia. Seolah-olah kita tidak
tahu atau pura pura tidak tahu partikularitas kebudayaan Eropa.
Semua ini dilakukan untuk mendapatkan hal baru dengan harga
apa pun. Dan ini terjadi di saat kita tidak mempunyai kesadaran
yang cukup terhadap tradisi kita, atau kesadaran itu hanya dimi-
liki kelompok tertentu seperti kelompok reformis dan kelompok
revitalis.
Menghubungkan peradaban Eropa dengan lingkungannya
bukan berarti menerapkan perspektif positivisme atau sosiolo-
gis, tetapi merupakan penegasan realitas yang tergambar dalam
tulisan-tulisan dan pengakuan orang-orang Eropa sendiri, serta
penegasan hasil temuan mereka di bidang seni, sains dan pemikir-
an dari struktur emosi tunggal yang sejenis. Kita tidak mungkin
mengenal struktur ini pada permulaan kesadaran Eropa di abad
modern. Akan tetapi kita hanya dapat mengenalnya pada akhir

35
kesadaran Eropa saat ini setelah berbagai posisi dijalaninya ber-
ulang-ulang, ketika sudut-sudut pandang sudah hampir serupa,
dan setelah dilahirkannya struktur emosi tunggal sebagai sum-
her bagi seluruh madzhab, aliran dan kecenderungan pemikir-
an. Demikian juga menghubungkan peradaban Eropa dengan
lingkungannya tidak dimaksudkan untuk menghilangkan sisi uni-
versalnya atau mengecilkan urgensinya. Akan tetapi hal ini di-
maksudkan sebagai upaya meletakkan peradaban Eropa pada
tempatnya yang benar, yaitu sebagai peradaban dengan karak-
teristik tertentu yang lahir pada masa dan situasi tertentu, serta
membentuk emosi yang memiliki ciri tertentu. Sehingga apa yang
dihasilkannya dapat dianggap wajar, dan realitas yang ada dapat
dijadikan sebagai prinsip. 29
Dengan demikian, tugas Oksidentalisme adalah menghapus-
kan dikotomi sentrisme dan ekstremisme pada tingkat kebudayaan
dan peradaban. Dikotami ini telah diupayakan oleh pelbagai tokoh
politik dan ekonomi untuk dihapuskan. Akan tetapi bagaimana
pun upaya politik dan ekonomi dilakukan untuk menghapus diko-
tomi politik dan ekonomi, jika tidak didahului penghapusan diko-
tomi kebudayaan, maka imitasi politik dan ekonomi oleh ekstre-
mis terhadap sentris akan tetap terjadi. Selama kebudayaan Barat
menjadi sentris dan kebudayaan non Barat menjadi ekstremis,
maka hubungan keduanya akan tetap merupakan hubungan mono-
litik (pihak tunggal); dari sentris ke ekstremis; hubungan guru
dengan murid; hubungan tuan dengan hamba. Barat selalu men-
jadi guru dan non Barat selalu menjadi murKl.; non Barat selalu
menjadi pihak yang mengambil dan Barat selalu menjadi pem-
beri; non Barat selalu menjadi konsumen dan Barat selalu men-
ciptakn inovasi baru.
Setekun apa pun murid belajar ia akan tetap menjadi murid
sampai tua dan meskipun guru telah memasuki usia senja ia tetap
menjadi guru. Sang murid tidak akan menyusul gurunya, karena
rata-rata inovasi guru lebih cepat dibandingkan rata-rata konsumsi

19Mawqifuna min al-Turats al-Gharbt dalam QadlayaMu ashirah J. I fi

al-Fikr al-Gharbt al-Mu ashir, hal. 9.

36
murid. Sang murid pun akan terengah-engah mengejar gurunya
tanpa dapat menyusulnya. Setiap kali murid berlari, jarak dian-
tara keduanya semakin lebar, hingga akhirnya sang murid meng-
alami guncangan peradaban, lalu terjatuh dan melihat nasibnya
serta menerima keadaan sejarahnya. 30
Tugas Oksidentalisme di sini adalah mengembalikan kese-
imbangan kebudayaan umat manusia, menggantikan timbangan
yang tak seimbang dan hanya menguntungkan kesadaran Eropa
dan merugikan kesadaran non Eropa. Selama neraca tidak ber-
imbang, kesadaran Eropa akan tetap mengekspansi kebudayaan
bangsa lain dengan produk pemikiran saintisnya. Ia bersikap
seolah-olah hanya pihak Baratlah satu-satunya tipe produsen.
Ketidakadilan sejarah ini akan tetap menimpa kebudayaan-kebu-
dayaan yang tidak istimewa dalam perjalanannya menuju tingkat
kebudayaan istimewa.
Dari waktu ke waktu penghargaan Nobel diberikan kepada
pemikir, ilmuwan dan sastrawan dari Asia, Afrika dan Amerika
Latin agar mata mereka tetap tertutup. Penghargaan terse but pada
akhirnya tidak memberikan perubahan apa pun pada perimbang-
an neraca, meskipun gendang dan terompet perayaan dilantun-
kan. Penghargaan terse but hanya sebagai kompensasi atas inferi-
oritas bangsa non Eropa dan sebagai tipuan Barat bahwa setelah
melalui upaya yang melelahkan dan penelitian panjang akhirnya
bangsa non Eropa yang selama ini menjadi konsumen akan men-
capai tingkat inovator seperti bangsa Eropa.
Ilmu baru ini tidak sekedar memuat niat dan harapan kita
semua, tetapi juga mencakup berbagai pembahasan dan kajian
ulang ten tang konsepsi-konsepsi untuk mendapatkan visi alter-
natif menggantikan visi kesadaran Eropa. Misalnya, salah satu
konsepsi dalam ilmu ini adalah "penemuan geografis". Konsepsi
ini mengindikasikan beberapa hal:
1. Sudut pan dang substansial murni (al-nazhrah al-dzatfyah al-
khalishah) yang mengindikasikan rasialisme terpendam. Se-

Mawqifuna al-Hadlar£ dalam Dirasat al-Falsafiyah, hal. 32.


30

37
olah-olah dunia menjadi ada jika kesadaran Eropa menge-
tahuinya, dan tidak ada jika tidak diketahuinya. Berdasarkan
logika di atas, berarti pengetahuan sejajar dengan eksistensi.
Padahal dipandang dari kacamata Amerika dan Afrika, negara
yang baru ditemukan tetap ada baik diketahui kesadaran Ero-
pa atau tidak. Sarna halnya bagi orang-orang Indian Merah
yang menganggap orang Eropa tidak ada sebelum mereka
menginjakkan kakinya di pantai pantai Amerika dan Afrika,
sesuai dengan logika Eropa tentang penemuan geografis.
11. Pengingkaran sejarah peradaban bangsa non Eropa di Af-
rika, Asia dan Amerika Latin. Seakan-akan peradaban non
Eropa adalah peradaban pra sejarah yang memulai sejarah-
nya sejak kehadiran imperialisme. Dengan logika di atas, ber-
arti sejarah adalah pengetahuan tentang obyek, bukan sejarah
obyek, seperti ia mengetahui dirinya, dan seolah kesadaran
sejarah yang mengetahui sama dengan kesadaran sejarah
bangsa yang diketahui.
m. Awal penemuan geografis adalah awal imperialisme tradi-
sional kuno di mana kesadaran Eropa keluar dari batas
geografisnya. Dalam peta laut, imperialisme mengelilingi
dunia mulai dari Afrika di selatan, ke India di Timur dan
Amerika di Barat. Dengan kata lain utara yang merupakan
letak geografis Eropa, keluar dari wilayah geografisnya menu-
juke wilayah peradabannya di selatan timur dan barat.
w. A wal penemuan geografis adalah penghancuran kebudayaan
lokal setelah dipelajari dan diserap informasi-informasinya,
dan penanaman kebudayaan Eropa sebagai satu satunya peng-
ganti kebudayaan lokal dan yang mewakili kebudayaan du-
nia. Dalam antropologi peradaban ini disebut akulturasi.
v. Awal perampasan sum her daya alam dan sumber daya manu-
sia dari bangsa non Eropa dalam gelombang pencurian
manusia terbesar dalam sejarah. Budak-budak Afrika di
boyong ke Amerika dan kekayaan Asia dilarikan ke Eropa,
sehingga kekayaan alam dan tenaga man usia terkonsentrasi
pada satu wilayah dan berpindah dari wilayah ekstremis ke
wilayah sentris.

38
v1. Pendiskreditan secara sengaja terhadap kebudayaan bangsa
yang ditemukan baru baru ini, padahal pada hakekatnya ia
bangsa yang memiliki sejarah. Di samping itu penemuan
geografis juga berarti pembagian bangsa-bangsa di dunia
menjadi bangsa beradab dan primitif; bangsa maju dan ter-
belakang; negara industri dan agraris; bangsa rasionalis dan
mistis, obyektif dan subyektif. Pembagian-pembagian ini da-
pat ditemukan bentuk ekstremnya dalam teori-teori yang ber-
bau rasialis dan dalam pembagian bangsa ke dalam Aria dan
Samia dalam ilmu kemanusiaan terutama antropologi sosial,
antropologi peradaban dan filsafat sejarah. 31
Untuk itu, Oksidentalisme ditugaskan untuk meluruska.n is-
tilah-istilah yang mengisyaratkan sentrisme Eropa untuk kemu-
dian dilakukan penulisan ulang sejarah dunia dengan kacamata
yang lebih obyektif dan netral serta lebih bersikap adil terhadap
andil seluruh peradaban man usia dalam sejarah dunia. Seperti
pengertian "dunia" dalam istilah "Perang Dunia I", "Perang Du-
nia II" sebenarnya merupakan perang Eropa murni yang terjadi
antara kekuatan Eropa yang berambisi menguasai sesama bangsa
Eropa atau bangsa non Eropa. Dalam kasus Perang Dunia I, Ru-
sia termasuk negara Eropa, meskipun perluasan geografisnya men-
capai Asia. Begitu pun Turki, meskipun secara geografis terletak
di Asia, namun secara historis termasuk negara Eropa.
Pada dasarnya, Perang Dunia II adalah perseteruan antar-
kekuatan Eropa untuk memperebutkan materi primer, laut dan
lautan. Dalam kasus ini, meskipunJepang secara geografis ter-
letak di Asia tetapi dalam pergaulan internasional ia meng-
gunakan logika negara-negara Eropa untuk memperebutkan Asia
Timur, Lautan Atlantik, dan pulau di sebelah timur Jepang. Se-
men tara Afrika dalam kasus ini terseret ke dalam perang dan
beberapa wilayahnya dikuasai penjajah. Di atas wilayah-wilayah
inilah terjadi peperangan pada Perang Dunia II. T eta pi pepe-

31Mawqifuna min al-Turats al-Gharbi dalam Qadlaya Mu ashirah, J. I fi


al-Fikr al-Gharb£ al-Mu ashir, hal. 8.

39
rangan ini hanya merupakan garis belakang dari suatu medan
penempuran; hanya penempuran pinggiran yang membantu
penempuran utama.
Salah satu dampak Eurosentrisme adalah periodisasi sejarah
ke dalam tiga masa dan menjadikan Eropa sebagai habitatnya.
Ketiga masa tersebut adalah abad kuno (Yunani dan Romawi),
abad penengahan (Kristen, Yahudi dan Islam), dan abad modern.
Dengan perkiraan paling rendah abad kuno dimulai dari masa
Homerus atau Thales, bapak filsafat Yunani, hingga munculnya
al-Masih. Sementara abad penengahan dimulai dari munculnya
al-Mas!h hingga masa pencerahan (renaissance), dan berbatasan
dengan abad kuno pada masa Hellenis serta berbatasan dengan
abad modern pada masa revitalisasi (abad ke-14), masa reformasi
agama (abad ke-15), dan pencerahan (abad.ke-16). Sedangkan abad
moderen dimulai dari abad ke-17 hingga abad ke-20.
Periodisasi di atas mengindikasikan beberapa hal:
1. Menyeragamkan seluruh peradaban dengan sejarah Eropa.
Hal ini dapat dilakukan dari kacamata peradaban yang mem-
posisikan diri sebagai pusat. Paqa gilirannya sejarah umum
seluruh peradaban manusia akan lenyap. Kesadaran Eropa
telah melakukan ini semua dan mendapatkan kestabilannya
karena selama ini ia yang menjadi perintis di abad modern
dan ia pula yang mengkodifikasikannya.
11. Mengingkari peran perac\aban lama Cina, India, Persia, Me-
sir Kuno. Seakan-akan sejaiah peradaban tesebut mendahu-
lui sejarah manusia, dan seakan-akan pada saat itu belum ada
. man usia, atau ada tetapi masih dalam fase kanak-kanaknya
dan belum mencapai tingkat kedewasaannya.
m. Peradaban Islam bagi kita tidak berada di abad pertengahan,
tetapi memiliki jalurnya sendiri. Peradaban Islam berusia lima
belas abad dan terbagi dalam dua fase. Setiap fase terjadi
dalam tujuh abad. Fase pertama, peradaban Islam berada pada
masa permulaan dan masa kelahiran (abad ke-1 dan ke-2),
masa pertumbuiP.l{ (abad ke-3 dan ke-4), masa kematangan
(abad ke-5 dan ke-6), kemudian masa awal keruntuhan. Pada
akhir abad keruntuhan inilah datang Ibn Khaldoo yang men-

40
catat sejarah Islam. Fase kedua adalah masa pensyarahan, 1:, •.
talkhisan dan kodifikasi ensiklopedi besar di masa pemerin-
tahan Turki Utsmani sejak abad ke-12 hingga abad ke-14.
Fase kedua juga mencakup dua abad terakhir di mana terjadi
awal pencerahan (renaissance) bam, gerakan reformasi agama
dan gerakan pembebasan tanah air.
w. Karena abad pertengahan bagi Barat adalah masa keemasan
kita, maka abad modern bagi Barat adalah abad pertengahan
kita, atau fase kedua perjalanan peradaban Islam di mana
inovasi berhenti dan beralih ke peradaban Eropa.
v. Keterkaitan, kesamaan dan tumpang tindih sejarah Eropa dan
Islam muncul dalam kesadaran kita sekarang yang mengaki-
batkan tersingkirnya kesadaran sejarah Islam dan mengun-
tungkan kesadaran sejarah Eropa. Jika ditanya di abad bera-
pa sekarang kita berada, tentu dijawab, di abad ke-20. Ini
artinya kita menjawab dengan kehadiran kesadaran sejarah
Eropa, padahal kita bukan orang Eropa. Kemudian jika di-
tanya di era apa kita hidup, tentu kita menjawab, di era ilmu
pengetahuan dan teknologi, padahal sebenarnya kita masih
berada di era pencerahan (renaissance) dan sedang berupaya
keluar dari abad pertengahan serta menjadikan reformasi aga-
ma sebagai kebangkitan total.J2
Oksidentalisme bertujuan mengakhiri mitos Barat sebagai
representasi seluruh umat man usia dan sebagai pusat kekuatan.
Sejarah dunia identik dengan sejarah Barat; sejarah manusia ada-
lah sejarah Barat; dan sejarah filsafat adalah sejarah filsafat Barat.
Di Baratlah semuanya ditumpahkan. Prasejarah, yaitu Timur ada-
lah permulaan sejarah manusia seperti dikatakan Herder dan Kant.
Sedangkan pasca sejarah adalah masa ruang angkasa yang dimili-
ki Barat. Periodisasi sejarah Barat adalah periodisasi bagi semua
sejarah. A bad pertengahan Barat juga abad pertengahan seluruh
bangsa dan abad modern Barat juga abad modern seluruh dunia.
Padahal abad pertengahan Barat adalah abad modern kita dan

32 "]amaludd£n a/Afghani:' dalam Qadlaya Mu 'ashirah, J. I,fi Fikrina

al-Mu'ashir, hal. 92-97, Cet. I, Dar al-Fikr al-'Arabt, Kairo, 1976.

41
abad modern kit a sam a dengan abad pertengahan Barat. Jatuh-
nya Barat saat ini adalah kebangkitan kita, dan kebangkitan kita
sama dengan memudarnya Barat. 33
Tugas pemikir dan peneliti kita adalah memformat kern bali
filsafat sejarah Eropa terutama sejarah abad 18 dan 19 yang mem-
bentuk keseluruhan sejarah dan yang pada akhirnya sejarah di-
tumpahkan ke dalam peradaban Barat. Tugas lain adalah mem-
posisikan peradaban Barat sebagai salah satu fase evolusi manu-
sia yang hanya menyerupai "busur kecil". 34 N amun kesadaran kit a
tentang sejarah masih menghilang. 35 Sedangkan kita bel urn tahu
penyebab kehilangannya. Kita juga bel urn tahu faktor-faktor apa
yang dapat mengembalikan kesadaran terse but. Tak ada ban gsa
yang bisa bangkit atau tenggelam jika tidak memiliki filsafat se-
jarah yang menyatakan kebangkitannya seperti yang kita lakukan
sekarang, atau menyatakan keberakhirannya seperti yang terjadi
dalam filsafat sejarah kontemporer. Filsafat sejarahlah yang meng-
indikasikan apakah suatu bangsa akan melangkah maju atau me-
langkah mundur.

2. Dari Transferensi Barat ke Inovasi Oksidentalisme


Salah satu motivasi diterbitkannya penjelasan teoretis agenda
kedua, "sikap kita terhadap tradisi Barat", atau Pengantar Oksidental-
isme adalah berlanjutnya penyandaran kepada Barat. Hal ini terja-
di ketika saya berupaya merekonstruksi agenda pertama, "sikap
kita terhadap tradisi Timur", yang saya lakukan sejak penjelasan teo-
retisnya yang kedua sepuluh tahun lalu, atau bertepatan dengan
terealisirnya jilid I agenda pertama tahun lalu. 36 Hal ini memaksa

3Wawqifuna al-H.adlari dalam Dirasat Islamryah, hal. 32.


34Mawqifuna min al-Turats al-Gharbl dalam Qad!ayaMu ashirah,J.ITfi
al-Fikr al-Gharbf al-Mu 'ashir, hal. 36.
35 Li-madza Ghaba Mabb_ats a!-Tarikh fi Turatsina al-Qadim dalam

Dirasat Islamiyah, Kairo: Anglo Mesir, 198 L


36Al- Turats wa al-Tajdid, Mawqifuna min a!- Turats al-Qadim, Cet. I,

al-Markaz al-'Arab!, Kairo 1980, Cet. II, Beirut: Dar al-Tanw!r, 1981,
Cet. Ill (dicopydaricetakan II), Kairo: Anglo Mesir, 1987.Minal-'Aqfdah

42
saya menghentikan penulisan format terahir jilid II Min an-Naqli
il£ al-Ibda', yaitu upaya kedua merekonstruksi ilmu b.ikmah. Setiap
kali mendiskusikan agenda pertama baik dalam penjelasan teore-
tis maupun jilid pertamanya selalu disebut pengaruh-pengaruh
dari strukturalisme, Althusser, Foucoult, fenomenologi, Husserl,
Hegel, Spinoza, Lessing, Dilthey, sehingga memaksa saya men-
jelaskan perbedaan kedua agenda.
Saya juga tidak ingin mendiskusikan agenda pertama, "sikap
kita terhadap tradisi Timur" terutama dalam jilid I ten tang ilmu
Ushuluddin, yaitu ilmu lokal murni yang berbasis tradisi
masyarakat, sebelum mentransfer tradisi pendatang dengan cara
melakukan perujukan secara kontinu kepada agenda kedua. Sikap
ini cukup logis dan sangat terkait dengan persoalan ilmu penge-
tahuan akurat lain. Di samping itu sikap ini juga dapat mengungkap
tingkat keterasingan pengkaji dan pemikir kita yang selalu me-
nyandarkan ego pada the other, hal mana mengakibatkan terpeng-
galnya inovasi dan orisinalitas ego. Saya ingin melakukan gerakan
berlawanan demi kepentingan mereka dan sebagai reaksi atas ke-
biasaan mereka. Jika mereka selalu menyandarkan ego pada the other
maka sebaliknya saya menyandarkan the otherpada ego. Inilah obyek
Oksidentalisme.
Saya ingin mendefinisikan logika hubungan antara tradisi
Timur dengan tradisi Barat agar tradisi ego tidak selalu disandar-
kan pada tradisi the other. Penyandaran ini terjadi di saat saya masih
terus membangun agenda pertama dengan merekonstruksi ilmu-
ilmu lama dalam agenda terse but. Saya telah mengisyaratkan hal
di atas ketika sedang mempersiapkan upaya kedua (Min al-Naql
ila al-Ibda') dengan mengkaji ulang salah satu karya pemikir Arab
ten tang kepribadian Arab Islam dan nasib Arab yang saya anggap
sebagai contoh kajian tentang ego dengan kacamata the other. Model
kajian seperti ini merupakan kebalikan dari prinsip yang saya te-

ila al-Tsawrah, Mub.awalah li I'ddah Bind' 'lim Ushul al-Dzn, 5 jilid, Cet. I,
Kairo: Madbouly, 1988, Cet. II, Beirut: Dar al-Tanwir, 1988.

43
rapkan dalam Oksidentalisme, yaitu kajian tentang the other de-
ngan kacamata egoY
Menganggap sejarah dan keb~dayaan Eropa sebagai kerang-
ka rujukan teoretis dalam memahami kepribadian Arab-Islam dan
nasib Arab dengan bersandar kepada kerangka dimaksud secara
kontinu, itu sudah termasuk jenis westernisasi teoretis dan meto-
dologis. Bahkan menggunakan sejarah dan kebudayaan Barat se-
bagai kerangka rujukan yang menjadi sandaran kontinu sesung-
guhnya sikap-peradaban yang kuat dalam memahami ego. Seolah-
olah ego tidak mempunyai kerangka teoretis tersendiri dan tidak
dapat dipahami dengan elemen-elemen internalnya atau dengan
bersandar pada kerangka teoretis dari dalam peradabannya. Seolah-
olah ego tidak dapat merefleksikan diri kecuali dalam cermin the
other. Ego tidak dapat menyadari dirinya sendiri kecuali melalui the
other yang dijadikan standar. 38
Apakah pembaca yang tidak mengerti sejarah qan kebuda-
yaan Barat tidak dapat memahami diri dan kepribadiannya? Jika
kaum intelektual Arab sendiri tidak mengetahui kerangka ru-
jukan Barat, bagaimana mungkin pembaca awam dapat menge-
tahuinya? Bahkan seorang pembaca Arab yang mengetahui se-
jarah dan kebudayaan Barat tentu juga mampu memahami di-
rinya dengan bersandar pada elemen kepribadian dan tradisinya.
Hesham J aith tidak hanya terjatuh ke dalam westernisasi yang
diakuinya sendiri, tetapi juga ke dalam alienasi, yaitu alienasi ego
di dalam the other, yang berasal dari westernisai terse but. Padahal
elemen kepribadian Arab-Islam seperti dipahami pendahulu kita

3"'Yaitu buku He sham Jaith Al·Syahshiyah al· 'A rabiyah al·Islamiyah

wa al·Mashir al· 'Arabi}, diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Dr.


al-Munji al-Shayyadi dan diteliti kern bali oleh pengarang, Dar al-Thali'ah,
Beirut, Cet. I Mei 1984 atau Hesham Jaith: La Personalite et Le Devenir
Arabo-Islamique, Ed.du Seuil, Paris, 1974.
38Hal Yumkin Tab.lil al-Sakhshiyah al-'A rabiyah al-Is!amryah wa al-Mashir

al-'Arabi min Mandlur Iqlimi wafi Ithar Nadlari Gharbi lstisyraqi, dalam al-
Majallah al- 'A rabiyah li al-'Ulum al-Insaniyah, Kuwait, edisi musim gugur
1987. Lihat juga dalam Dirasat Falsafiyah, hal. 44.

44
adalah: memahami the other melalui ego; merekonstruksi pera-
daban lain, Yunani, Romawi, Persia, India, Cina, Ibrani, bertolak
dari peradaban ego. Bahkan hal di atas terns berlanjut di kalangan
perintis kebangkitan Arab, terutama Thahtawi baik dalam kar-
yanyaManahij al-Albab atau dalam Talkh£s al-Ibrfz. Para perintis
ini tidak begitu diperhitungkan oleh Hesham Jaith, sama dengan
nasib tradisi Timur yang diabaikannya. Ia lebih memilih sejarah
dan kebudayaan Barat sebagai landasan teoretis dalam memahami
kepribadian Arab-Islam dan nasib Arab, juga sebagai kerangka
rujukan yang selalu menjadi sandaran. 39
Fenomena westernisasi tampak dalam kajian kepribadian
Arab-Islam baik dari segi hukum-hukum umum, pandangan ter-
hadap sejarah dan periodisasinya, istilah-istilah, atau rujukan
umum. Termasuk dalam hukum-hukum umum adalah anggapan
bahwa dunia Arab-Timur tidak menikmati kebudayaan Barat sama
seperti yang dinikmati dunia Arab-Barat. Westernisasi dalam se-
jarah dan periodisasinya dapat dicontohkan dengan masuknya
Islam dalam sejarah abad pertengahan yang mengesankan Barat
sebagai standar bagi peradaban lain. Sejarah Barat serta periodi-
sasinya juga merupakan sejarah dan periodisasi peradaban lain,
sesuai dengan pola hubungan sentrisme dengan ekstremisme.
Kritik penting yang mungkin ditujukan kepada kajian
semacam ini adalah penggunaan sejarah dan kebudayaan Barat
sebagai kerangka rujukan yang selalu menjadi sandaran dalam
memahami kepribadian Arab-Islam dan masa depan Arab, atau
dengan kata lain westernisasi sebagai kerangka teoretis dalam
menganalisa obyek. Hal ini dapat terjadi karena dua faktor. Per-
tama, luasnya persinggungan intensif antara kaum intelektual
Arab bagian barat dengan kebudayaan Eropa terutama Prancis,
membuat Barat dalam kebudayaan kita selalu dianggap sebagai
satu-satunya kerangka rujukan yang selalu menjadi sandaran,
seperti dilakukan kaum intelektual Syam terutama Lebanon.
Kedua, buku-buku asli ditulis dalam bahasa Prancis dengan sa-
saran pembaca masyarakat Prancis. Barangkali seandainya buku

39 /bid, hal. 244-245.

45
asli ditulis dalam bahasa Arab dengan sasaran pembaca masya-
rakat Arab, tentu tidak akan terjadi penyandaran kontinu ter-
hadap kebudayaan Barat. Sebaliknya juga akan muncul kebu-
dayaan Arab Islam yang telah dikenal pembaca dan mudah di-
jadikan sandaran dan memudahkan pemahaman dalam mengkaji
tema di atas. 40
Penerbitan penjelasan teoretis kedua ini terdorong oleh ke-
inginan merealisasikan inovasi diri dan untuk mencegah penyan-
daran inovasi ego kepada kebudayaan the other serta menghentikan
metode pengaruh dan keterpengaruhan eksternal yang bertujuan
melucuti seluruh kekuatan ego dan menjadikannya sebagai kor-
ban kelaliman sejarah yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan
hubungan ekstremisme dan sentrisme. Setiap seruan ten tang apa
saja yang terdapat dalam peradaban ego pasti dikembalikan pada
seruan serupa dalam kebudayaan the other, karena ego sebelumnya
telah mengenal the other. The other selalu menjadi produsen dan ego
·selalu menjadi konsumen; the other selalu menjadi inovator dan ego
sebagai pentransfer, the other selalu mengontrol media informasi
serta mengendalikan peran penerbitan dan ego berada dalam kon-
trol dan kekuasaan.
Setiap seruan rasionalisme dan penggunaan akal akan diklaim
sebagai Cartesian; setiap seruan kebebasan perkataan dan per-
buatan akan dibilang Liberalisme; setiap seruan sosialisme dan
keadilan sosial tentu disebut Mar:xisme; setiap ajakan untuk mem-
banggakan dan meyakini wujudnya adalah kulit Eksistensialisme;
setiap tuntutan untuk melakukan pekerjaan dan mengejar keun-
tungan adalah Pragmatisme kutipan; dan setiap analisa tentang
pengalaman hidup dan deskripsi fenomena kesadaran adalah
Fenomenologi yang diadopsi.
Pemikir kita tidak lagi berihovasi baik secara lisan maupun
perbuatan kecuali jika mereka rnenyandarkan inovasinya pada
sumber eksternal dalam peradaban Barat. Sehingga muncul ke-
san, kita ditakdirkan untuk selalu mengutip dan tidak mampu
berkreasi. Peran kita dalam sejarah adalah peran seorang murid,

40 Ibid, hal.252

46
pelajar dan anak kecil di hadapan seorang guru, pengajar dan
orang dewasa. Barat menjadi kerangka rujukan awal dan akhir
bagi setiap inovasi yang dilakukan bangsa non Eropa, seperti yang
terjadi pada filosuf pendahulu kita dengan peradaban Yunani. Ibn
Rusyd menjadi Aristotelian dan dijuluki sebagai penjelas agung (al-
syarib. al-a 'zham) atau pengikut orang lain (al-tabi 'li al-akhar). Otisi-
nalitas Ibn Rusyd tidak keluar dari batas-batas pensyarahan, pe-
ngutipan dan pembacaan teks orang lain. Orisinalitas kita tak le-
pas dari Orientalisme pada permulaan pertama dan permulaan
kedua, penganut Yunani di masa lalu dan penganut Barat di masa
sekarang. 41
Sekarang, ketika non Eropa berupaya mencapai tingkat ino-
vator, keadaan sudah tidak berlaku adil kepadanya. Sebab, the
otherterus-menerus hadir dalam kebudayaan ego seperti ilustrasi
di bawah ini:
1. Banyak informasi yang harus diketahui ego dari the other, ke-
sadaran peradaban konsumen dari peradaban produsen. Se-
mentara usia ego terlalu pendek untuk menguasainya.
u. Kalaupun ego berhasil menguasainya, maka sisi "kutipan" akan
sangat membebani. Ego akan merintih di bawah tekanan "ku-
tipan" yang menindih kebebasannya, menyembunyikan rea-
litas darinya, bahkan menggantikan kedudukannya hingga
terasing dan bekerja dengan bayang-bayang, bukan dengan
kenyataan.
rn. Kalaupun inovasi itu terjadi, ia akan disandarkan kepada ke-
budayaan Barat sebagai sumber pertama baik secara formal
maupun substansial. Inovasi juga tidak terjadi kecuali dalam
kerangka imitasi, karenanya inovasi universal non Eropa akan
berubah menjadi inovasi partikular Eropa. Inovasi terse but
juga diklaim sebagai milik Eropa dengan dalih bahwa inova-
si universal telah dilaksanakan dalam kebudayaan sentrisme
dan inovasi partikular dalam kebudayaan ekstremisme. Sega-
la hal berasal dari sentrisme dan akan kern bali kepadanya.

41 Mawqifuna al-H.adlari dalam Dirasat Falsafiyah, hal32.

47
w. Jika inovasi tidak terjadi, kesalahan akan ditimpakan pada
miskinnya kajian tentang inovasi Barat. Sebab, tidak ada ino-
vasi tanpa mengenal sum her asal inovasi terse but. Dengan
kata lain inovasi dalam dua kasus di atas tetap tidak terjadi.
Bila bangsa non Eropa berhasil melakukan inovasi, maka hasil
inovasi terse but akan disandarkan pada hasil inovasi yang
sama di Barat. Apabila tidak terjadi inovasi penyebabnya ada-
lah ketidaktahuan mereka tentang inovasi yang sama di Ba-
rat. Dengan demikian ekstremisme akan selalu terikat de-
ngan sentrisme, positif maupun negatifnya, ada dan ketiadaan-
nya, mati dan hidupnya.
v. Jika peneliti non Eropa melakukan inovasi di awal kebang-
kitannya, ia akan disandarkan pada inovasi yang sama di Ba-
rat yang terjadi lebih dari lima ratus tahun lalu. Berarti Barat
selalu mendahului dalam meletakkan metodologi: rasionalis-
me, empirisme, analitisme, dan deskriptivisme. Tetapi ketika
dilacak bagaimana terjadinya inovasi Barat dan apa sumber
non Baratnya, mereka melakukan persekongkolan tutup
mulut. Inovasi ekstremisme sekarang disandarkan pada ino-
vasi sentrisme yang mendahuluinya. T etapi inovasi sentris-
me dulu, ketika masih menjadi ekstremisme bagi sentrisme
lain, tidak disandarkan pada sentrisme lain dari kesadaran
non Eropa yang mendahuluinya.
Namun demikian hubungan ego dengan the other, hubungan
ego yang terbaratkan dengan Oksidentalisme yang ingin mem-
bersihkan diri dari kehadiran the other dalam diri ego, adalah
hubungan dualisme. Di satu sisi dalam inovasinya ego ingin me-
lepaskan diri dari the other meskipun hasil inovasinya selalu disan-
darkan padanya. Tetapi di sisi lain ego terpaksa menggunakan
kebudayaan the other sebagai sebuah paradigma dan sebagai ba-
han analisa yang hadir dalam kesadarn ego dan kesadaran pihak
lain. Pembebasan ego dari the other bisa terjadi melalui analisa
kebudayaan the other yang terdapat dalam diri ego. Sebagaimna
pembebasan seorang hamba dari tuannya juga dapat terjadi
melalui belenggu itu sendiri.

48
Setiap peneliti saat ini memiliki perasaan terasing aki-
bat menuankan peradaban Eropa yang tersebar ke luar batas
geografisnya. Ketika menganalisa bukti-bukti dan contoh se-
jarah, seorang peneliti pasti akan menemukan dirinya dalam per-
adaban Eropa. Seolah-olah Barat adalah seluruh jagat raya. Se-
jarah pemikiran Eropa adalah sejarah pemikiran umat manusia;
dan peradaban Barat terutama di abad modern adalah satu-satu-
nya peradaban yang mewakili seluruh peradaban umat manusia,
baik di Mesir, Cina, Persia, maupun negara-negara di antara dua
sungai (Tigris dan Nil-penterjemah), serta Afrika atau di teluk
Meksiko.
Diskriminasi peradaban di atas yang merenggut kita sebagai
korban hams segera dihapuskan. Karena itu sedapat mungkin
dilakukan penganekaragaman bukti dan contoh sejarah sebagai
salah satu cara membebaskan diri dari kehadiran kebudayaan the
other yang dijadikan sebagai satu-satunya materi analisa bagi ego,
dan satu-satunya kerangka rujukan bagi the other. Dengan demiki-
an, sebanyak mungkin bukti dan contoh sejarah akan mencakup
peradaban lain, terutama peradaban Islam yang menjadi khaza-
nah dan poin filosofis kit a, serta masih hidup dalam diri kita dan
kita juga hidup di dalamnya hingga sekarang.
Peneliti yang memiliki kesadaran yang terbebas dari Barat
tidak mempunyai kesadaran yang cukup tentang salah satu siklus
peradaban besar, terutama tentang siklus Timur yang merupakan
siklus perubahan terbesar. Sebab, selama ini Barat masih menjadi
tantangan bukan hanya di bidang militer dan ekonomi, tetapi juga
di tingkat kebudayaan dan peradaban. Proses dialektika ego de-
ngan the other dan Oksidentalisme sebagai tandingan Orientalis-
me, dapat kita manfaatkan untuk membebaskan diri dari pe-
ngaruh Barat dan menghalau serta mengembalikan Barat ke
wilayah asalnya. Sehingga keseimbangan dalam kesadaran kita akan
dapat terwujud. Keseimbangan antara kebudayaan kita dengan
kebudayaan lain, dan keseimbangan Barat dan Timur. 42

Lihat kajian saya Mata Tamut al-Falsafah wa Mat!t Tabya? Dalam


42

Dirasat Falsafiyah, hal. 262-263

49
Pengantar Oksidentalisme muncul bersamaan dengan diper-
siapkannya jilid II "Dari Transferensi ke Inovasi" dari agenda perta-
ma "sikap kita terhadp tradisi Timur", sebab obyek kajian jilid II
adalah hubungan ego dengan the other, peradaban yang baru lahir
dengan peradaban kuno, dan peradaban Islam menghadapi per-
adaban lain terutama peradaban Yunani. Ini merupakan contoh
lama hubungan kita dengan Barat saat ini. Hubungan kita de-
ngan Barat saat ini merupakan kelanjutan dari hubungan yang
sama di masa lalu dengan model yang berbeda. Jika orang dulu
mampu membaca the other dari kacamata ego, maka sebaliknya kita
sekarang membaca ego dengan kacamata the other. Saat ini kita be-
lum mampu menandingi Orientalisme, yaitu pembacaan oleh Barat
terhadap non Barat dengan menggunakan kacamata Barat, de-
ngan Orientalisme terbalik atau Oksidemalisme, yaitu pembacaan
terhadap Barat dengan menggunakan kacamata non Barat. Kare-
na itu, hubungan ego dengan the other akan selalu dikembalikan
pada dua momen sejarah berikut: Pertama, momen lama dalam
hubungan kita dengan Yunani: Kedua, momen baru dalam hubung-
an kita dengan Barat. Dalam kedua momen terse but tantangan
selalu datang dari Barat. Sedang sayap Timur dalam dua momen
di atas lebih lemah dibanding sayap Barat, meskipun sayap Timur
dalam momen lama (Persia dan India) lebih kuat dan lebih inten-
sif hadir dalam kesadaran kita dibanding sayap Timur sekarang
(Rusia dan Cina).
Dengan demikian tujuan penjelasan teoretis ini bukan hanya
mempelajari hubungan kita dengan Barat sekarang, tetapi juga
melacak akar sejarahnya dalam hubungan kita dengan Yunani.
Oleh karena itu, penjelasan teoretis kedua ini merupakan pela-
cakan suatu kesadaran sejarah untuk menemukan logika-dialek-
tis peradaban, dan untuk mencari jawaban mengapa orang-orang
dulu berhasil membendung the other, berasimilasi, menandingi,
menyempurnakan kekurangan, dan membuang yang tidak perlu
dari karya-karya the other? Mengapa dalam momen sejarah
sekarang, kita belum berhasil melakukannya, bahkan the other
membendung dan melumatkan kita di dalamnya?

50
3. Hasil-Hasil Oksidentalisme
Jika Oksidentalisme telah selesai dibangun dan telah dipe-
lajari oleh para peneliti dari beberapa generasi, lalu menjadi arus
utama (thayyar 'am) pemikiran di negara kita (Mesir dan Timur
Tengah-penyunting) serta memberikan andil dalam membentuk
kebudayaan tanah air, maka akan terdapat hasil-hasil seperti di
bawahini:
1. Kontrol atau pembendungan atas kesadaran Eropa dari awal
sampai akhir, sejak kelahiran hingga keterbentukan. Dengan
demikian teror kesadaran Eropa akan berkurang. Sebab ke-
sadaran Eropa tak lagi menjadi pihak yang berkuasa. Kesa-
daran Eropa yang dulunya pengkaji akan menjadi obyek yang
dikaji. Kita pun tidak akan terlebur ke dalam kesadaran Ero-
pa. Umat manusia dapat melihat kesadaran Eropa dari atas
maupun dari bawah. Murid di hari ini menjadi guru di hari
esok, dan guru di hari kemarin menjadi murid di hari ini.
Kita semua tidak ada yang tahu, siapa yang akan menjadi
pioneer di masa mendatang?
11. Mempelajari kesadaran Eropa dalam kapasitas sebagai se-
jarah bukan sebagai kesadaran yang berada di luar sejarah
(kharij al-tar£kh). Benar bahwa kesadaran Eropa adalah seja-
rah yang terbentuk melalui beberapa fase yang tidak mung-
kin diabaikan fase pertengahannya, namun demikian ia tetap
eksperimentasi man usia dan perjalanan sebuah peradaban
seperti eksperimentasi lain. Ia bukan satu-satunya eksperi-
mentasi, bukan pula satu-satunya perjalanan sejarah, tetapi
merupakan salah satu fase sejarah panjang kesadaran manu-
sia yang dimulai dari Mesir, Cina, dan peradaban-peradaban
Timurkuno.
Peradaban Barat berhasil menciptakan filsafat sejarah, mem-
bangun metode historis, dikuasai kecenderungan historisis-
me, mengungguli peradaban lain yang memiliki kecenderung-
an ahistorisisme, mengajukan Marxisme sebagai materialis-
me historis dan menciptakan sosiologi ilmu pegetahuan, so-

51
siologi kebudayaan dan antropologi peradaban. Sesungguh-
nya akan lebih baik bagi peradaban-peradaban semacam ini
hila mereka mau menerapkan hasil temuannya pada dirinya
sendiri. Oksidentalisme membuktikan bahwa kesadaran non
Eropa yang dituduh oleh kesadaran Barat sebagai ahistoris,
ternyata mampu mempelajari kesadaran Eropa dan mengem-
balikannya dalam lingkup kesejarahannya)te'lama ini kesa-
daran Eropa selalu keluar dari lingkup Jr{sejarahannya de-
ngan dalih ketidakterkaitannya dengan sejarah dan karena ia
merupakan representsi bagi semua sejarah. Bangsa bersejarah,
yaitu bangsa Timur, boleh jadi lebih mampu memerankan
kesadaran sejarah karena ia memiliki perjalanan sejarah yang
panjang. Lain halnya dengan bangsa baru, yaitu bangsa Ba-
rat, yang masih pendek usia sejarahnya. Apa yang dapat diper-
buat dengan waktu lima abad sebagai usia kesadaran Eropa
di era modern yang terhitung sejak masa reformasi agama
dan pencerahan (renaissance) hingga sekarang, di hadapan tiga
ribu tahun atau lebih sebagai usia kesadaran Timur di Mesir
danCina?
w. Mengembalikan Barat ke batas alamiahnya, mengakhiri pe-
rang kebudayaan, menghentikan ekspansi tanpa batas, me-
ngembalikan filsafat Eropa ke lingkungan di mana ia dila-
hirkan, sehingga partikularitas Barat akan terlihat. Selama
ini patikularitas itu diuniversalkan melalui media imperial-
isme, kontrol media informasi disaat ego melemah dan meng-
alami fase imitasi terhdap the other serta masih mengalami
penjajahan kebudayaan. Oksidentalisme juga dapat me-
ngembalikan kebudayaan dan paradaban Barat ke wilayah
geografis dan historisnya. Sebab jarak antara lingkungan
geografis dan sejarah di satu pihak kebudayaan dan pera-
daban di pihak lain sangatlah jauh. Yang pertama terbatas
sedangkan yang kedua tidak terbatas. Jika di masa kepelopor-
an Eropa dulu, yang umum berasal dari yang khusus, maka
di masa keruntuhan Eropa sekarang yang umum akan
kembali ke yang khusus.

52
IV. Menghapus mitos "kebudayaan kosmopolit"; menemukan
spesifikasi bangsa di seluruh dunia, dan bahwa setiap bang-
sa memiliki tipe peradaban serta kesadaran tersendiri, bah-
kan ilmu fisika dan teknologi tersendiri seperti yang terjadi
di India, Cina, Afrika dan Amerika Latin; menerapkan me-
to de sosiologi ilmu pengetahuan dan antropologi perada-
ban pada kesadaran Eropa yang selama ini diterapkan pro-
dusennya pada kesadaran non Eropa, dan merupakan satu
penemuan yang sangat berharga yang orisinal dan tidak
pernah terjadi sebelumnya. Dengan demikian pola hubung-
an yang tak berimbang an tara sentrisme dengan ekstremis-
me, an tara peradaban pusat dengan peradaban cabang, "per-
adaban" dalam tanda pe.tik dengan peradaban tanpa tanda
petik, akan segera berakhir. Dan pada gilirannya akan mun-
cul berbagai peradaban sentrisme, dan semua peradaban
akan berada pada satu level, sehingga terjadi hubungan tim-
bal-balik dan interaksi peradaban tanpa terjadi penghancuran
peradaban kecil oleh peradaban besar dengan mengatas-
namakan akulturasi.
v. Membuka jalan bagi terciptanya inovasi bangsa non Eropa
dan membebaskannya dari "akal" Eropa yang menghalangi
nuraninya, sehingga bangsa non Eropa dapat berpikir de-
ngan "akal" dan kerangka lokalnya sendiri. Dengan demi-
kian akan terjadi keberagaman tipe dan model. Tidak ada
lagi tipe tunggal bagi semua bangsa di dunia. "Untuk tiap-
tiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan
yang terang" (Q., s. al-Ma'idah/5:48). Begitu pula pola
hubungan antarperadaban akan berupa hubungan timbal
balik, bukan hubungan satu arah. " ... dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya ka~aling
kenai mengenal" (Q., s. al-Khujurat/ 49:13). Tidak ada kreasi
tanpa pembebasan diri dari kontrol the other dan tidak ada
inovasi orisinal tanpa kern bali kepada diri sendiri yang te-
lah terbebas dari keterasingan dalam the other. Orisinalitas
ini akan beralih dari tingkat kesenian rakyat ke tingkat sub-
stansial dan konsepsi ten tang alam.

53
v1. Menghapus rasa rendah diri yang terjadi pada bangsa non
Eropa ketika berhadapan dengan bangsa Eropa dan memacu
mereka menuju tahap inovator setelah sebelumnya hanya
berperan sebagai konsumen kebudayaan, ilmu pengetahuan
dan kesenian, bahkan tidak mustahil akan dapat melampaui
Eropa. Rasa rendah diri ini boleh jadi akan berubah menja-
di sikap superioritas. Tampaknya rasa rendah diri rasa ting-
gi diri di atas telah menjadi arus utama dalam kehidupan
intelektual kita. Kelompok sekularisme baik dari kalangan
tua maupun muda mengalami rasa rendah diri ketika ber-
hadapan dengan Barat. Seolah-seolah man usia tidak dapat
menjadi saintis, pemikir, seniman, bahkan menjadi manu-
sia sekalipun, kecuali jika ia menjadi Barat terlebih dahulu.
Sebaliknya gerakan salaf, baik dari kalangan tua maupun
muda, dengan peran yang dijalaninya merasakan tinggi diri
di hadapan Barat. Perasaan itu muncul sebagai reaksi atas
rasa rendah diri yang dialami kelompok sekularis. Seolah-
olah man usia tidak disebut Muslim jika tidak menimba dari
orang terdahulu dan berpegang pada teks-teks tradisi lama
tanpa melakukan kritik, klarifikasi, atau pengkajian ulang
di antara beberapa alternatif. Dalam dua kasus di atas manu-
sia hanya mampu menjadi penganut-penganut orang baru
atau penganut orang lama; penganut kelompok sekularis
atau penganut gerakan salaf Manusia seakan tak dapat hidup
dan berbuat sesuatu untuk realitasnya; melihat dengan ka-
dar kemampuannya; mengembangkan realitas sesuai tun-
tutannya; menciptakan inovasi orisinalnya, jika tidak me-
miliki sumber dan sisi teoritis yang mendahuluinya,
vu. Melakukan penulisan ulang sejarah agar semaksimal mung-
kin dapat mewujudkan persamaan bagi seluruh bangsa di
dunia yang sebelumnya menjadi korban perampasan kebu-
dayaan yang dilakukan bangsa Eropa. Penulisan ulang di
atas juga dapat memperlihatkan andil peradaban-peradaban
dunia yang selama ini dimanipulasi dengan cara "per-
sekongkolan diam", dalam membangun peradaban Barat.

54
Di samping itu penulisan ulang yang dilakukan secara obyek-
tif-historis ini tidak menampilkan Barat sebagai pusat keku-
atan dunia yang menjadi wadah bagi akumulasi peradaban
lain. Setiap peradaban pernah berperan sebagai pelopor
dalam salah satu fase sejarahnya, juga pernah mengalami
masa akumulasi ilmu pengetahuan yang sekarang sedang
terjadi pada peradaban Barat. Saat ini ada sebuah peradab-
an, yaitu peradaban Eropa, yang mengambil segala sesuatu,
sementara peradaban lain tenggelam dalam kealpaan. Per-
adaban Eropa mengambil bagian lebih dari hak yang dimi-
likinya dan yang sementara peradaban lain mendapat bagi-
an lebih kecil dari yang seharusnya dimiliki. Peradaban lain
(non Eropa) merupakan permulaan peradaban manusia dan
peradaban Eropa menduduki masa pertumbuhan dan kede-
wasaan peradaban terse but. Selama tujuh ribu tahun dalam
sejarah peradaban manusia, peradaban non Barat hanya
menghasilkan kurang dari seperempat dari karya-karya il-
miah yang ada, sementara peradaban Barat dalam waktu lima
ratus tahun memperoleh tiga perempatnya.
viii. Permulaan filsafat sejarah baru yang dimulai dari angin Ti-
mur; ditemukannya siklus peradaban dan hukum evolusi-
nya yang lebih komprehensif dan universal dibanding yang
ada di lingkungan Eropa; dan tinjauan ulang terhadap posi-
si bangsa Timur sebagai permulaan sejarah seperti dikata-
kan Herder, Kant dan Hegel. Peradaban manusia yang du-
lunya berasal dari Timur dan berpindah ke Barat, akan
kembali lagi ke Timur. Ilmu baru ini boleh jadi akan meng-
hasilkan perubahan mendasar dalam sejarah dunia yang se-
dang berada di penghujung masa transisi dari fase lama ke
fase baru, dari kepeloporan satu peradaban ke kepelopor-
an peradaban lain. Pergeseran yang terjadi dalam filsafat
Barat, dari Descartes ke Husserl, dari "saya berpikir" ke
"saya ada", barangkali di samping mengindikasikan per-
kembangan filsafat Eropa, kematangan idealisme transen-
dental, pembentukan kesadaran Eropa, dan penemuan
struktur kesadaran Eropa, juga mengindikasikan kepioneer-

55
an kesadaran Eropa dan eksistensinya di dunia, seperti ter-
ungkap dalam "filsafat ontologi" kontemporer. 43
lX. Mengakhiri Orientalisme; mengubah status Timur dari ob-
yek menjadi subyek, dari sebongkah batu menjadi suatu
bangsa; meluruskan hukum hukum yang diterapkan Barat
ketika berada di puncak kebangunannya kepada peradaban
Timur yang sedang berada dalam keterlelapan tidur dan keal-
paannya. Orientalisme lebih banyak mengungkap ciri "akal
Eropa" dan pandangannya terhadap pihak lain dari pada
obyek yang dikajinya. Orientalisme adalah obyek kajian,
bukan kajian obyek. Ia menjadi cermin di mana kesadaran
Eropa merefleksikan dirinya kepada pihak lain. Dalam ge-
nerasi kita orientalisme yang dulunya adalah kajian obyek
kini mulai berubah menjadi obyek kajian. 44 Di Barat sendiri
Orientalisme berubah menjadi ilmu-ilmu kemanusiaan yang
mengkaji wilayah Asia, Afrika dan Amerika Latin. Sedang
di Jepang orientalisme masih dipertahankan dengan nama
lama dan dilaksanakan secara tradisional. Sekarang tibalah
saatnya meningkatkan penolakan kita terhadap Orientalis-
me dari sekedar diskursus dan perlawanan sederhana ke level
ilmu pengetahuan yang akurat. Pelurusan hukum yang dite-
rapkan Orientalisme terhadap fenomenanya juga harus di
ubah menjadi pengadopsian hukum dimaksud dengan asum-
si bahwa hukum-hukum terse but merupakan indikator yang

Karena itu saya menterjemhkan "Kemarilah, SayaAda "karya Jean


43

Paul Sartre, untuk merealisasikan tujuan ini dan mengumumkan keber-


akhiran eksistensi Eropa, Cet. I, Kairo: D£r al-TsaqMah al-J a&dah, 1977,
Cet II, Beirut: D£r al-Tanwtr, 1987.
44Yang paling populer adalah karya Edward Said: Orientalisme,New

York: Vintage Books, Random House, 1979, diterjemahkan ke dalam


bahasa Arab oleh Kamal Abu Ad-Dieb dengan judul al·lstisyraq: al·
Ma 'rifah, al-Sulthah, al·lnsya', Lembaga Penelitian Ilmiah, Beirut, 1981,
juga ShadiqJalal al-' Azham dengan judul al-Istisyraq wa al-Istisyraq Ma 'kU.S,
Dh al-Had£tsah, Beirut 1981, dan buku saya al-Turats wa al-TajdUl, dalam
bab al-Naz 'ah al- 'Ilm£yah, hal. 75-108.

56
menggambarkan keterbentukan struktur dan "akal" pen-
cipta hukum.
x. Menciptakan Oksidentalisme sebagai ilmu pengetahuan yang
akurat. Gejala Oksidentalisme sebenarnya telah ada dalam
generasi kita. Namun gejala tersebut tidak mampu menghasil-
kan sebuah disiplin ilmu. Oksidentalisme juga dapat meng-
ubah peradaban Barat dari kajian obyek menjadi obyek ka-
jian; melacak perjalanan, sumber, lingkungan, awal, akhir,
kemunculan, perkembangan, struktur dan keterbentukan
peradaban Barat. Hal yang sama juga pernah dilakukan Ba-
rat terhadap peradaban lain ketika Barat menjadikannya se-
bagai obyek dari satu kajian yang berpihak. Barangkali Ok-
sidentalisme paling beruntung karena dapat bersikap obyek-
tif dan netral serta memberi pengertian baru terhadap mak-
na "obyektif" dan "netral", setelah sebelumnya dianggap
sebagai mitos dan disalahgunakan sebagai tipu daya dan ba-
yang-bayang semu. Sekarang saatnya generasi kita melihat
peradaban Barat dari jauh agar dapat melihat secara kompre-
hensif. Tetapi, tidak perlu menjauh darinya hingga tak tam-
pak oleh penglihatan atau menyatu dengannya hingga tak
dapat dilihat.
Xl. Membentuk peneliti-peneliti tanah air yang mempelajari per-
adabannya dari kacamata sendiri dan mengkaji peradaban
lain secara lebih netral dari kajian yang pernah dilakukan
Barat terhadap peradaban lain. Dengan begitu akan lahir
sains dan peradaban tanah air, sertaakan terbangun sejarah
tanah air. Di samping itu keterputusan kebudayaan dan
politik an tara sains dengan tanah air, dan antara pengkaji
dengan lingkungannya akan berakhir. 45 Sebenarnya Oksi-
dentalisme adalah suatu analisa ten tang peradaban tanah
air dan deskripsi interaksi antara tiga agenda dalam kebu-
dayaan tersebut: "Tradisi Timur", "Tradisi Barat", dan "Re-
alitas Masa Kini" di mana teks-teks tradisi di dalamnya ter-

Mawqifuna al-H.adlan~ dalam Dirasat Falsaflyah, hal. 39-41


45

57
lihat tumpang-tindih dengan krisis dan tantangan zaman
secara negatif dan menghambat. 46
Xll. Dimulainya generasi pemikir baru yang dapat disebut sebagai
filosuf, pasca generasi pelopor di era kebangkitan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan yang sering me-
luncur seputar, apakah kita memiliki filosuf? Setiap interaksi
dengan Barat dalam arti di atas disebut filsafat, dan setiap
orang yang mengambil sikap terhadap orang lain disebut filo-
suf. Apa yang terjadi dalam era kebangkitan Eropa, ketika
terjadi interaksi dengan Aristoteles melalui pensyarah Muslim
dan kritik Latin terhadap Averoisme, juga demikian. Begitu
pula dengan peradaban Islam ketika berinteraksi, utamanya
dengan filsafat Yunani yang kemudian melahirkan fiosuf filo-
suf yang mampu merekonstruksi the other dengan kacamata
ego.47
xiii. Kalaupun generasi kita telah merampungkan tugas pembe-
basan dari penjajah, pendudukan militer, kemudian berupaya
mengubah revolusi menjadi sebuah negara yang mewujud-
kan kemerdekaan ekonomi, mak~ tugas itu belumlah sem-
purna. Di antara kita ada yang berupaya memperoleh kemer-
dekaan tidak hanya dari penjajahan militer dan ekonomi, teta-
pi juga dari penjajahan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Jalan yang harus kita tempuh masih panjang meskipun sudah
banyak orang membicarakan tentang perang kebudayaan dan
alih ilmu pengetahuan. Sebenarnya Oksidentalisme mampu
melakukan pembebasan dengan landasan ontologisnya, bu-

46Karena itu saya mempersiapkan jilid II dari serial al-D£n wa al-

TsawrahfiMishr, 1952-1981, khusus untukmembahas temaAgama dan


Kebudayaan TanahAir, terutama dalam bab tentangKebudyaan Tanah Air,
halll-58, bab tentangAncaman Terhadap Pemikiran Nasional Kita, hal
59-96, bab tentangAncaman terhadap Perilaku Nasional Kita, hal97-118,
bab tentangAncaman terhadap Emosi Nasional Kita, hal265-284, bab ten-
tang Diskursus Kebudayaan Nasional, hal285-316.
47Mata Tamitt al-Falsafah waMata Ta/zya dalam Dirasat Falsafiyah, hal.

316.

58
kan landasan epistimologisnya. Hal ini dilakukan dengan
membebaskan ego dari kekuasaan the other pada tingkat per-
adaban agar ego dapat memposisikan diri sebagai dirinya sendi-
ri. "Saya tidak teralienasi" karena itu "saya ada"; atau "saya
bukan orang lain" dan karenanya "saya ada". Di era kita dan
bagi generasi kita, Cogito adalah unsur negatif yang mendahu-
lui unsur positif seperti dalam kalimat syahadat "Tiada Tuhan
selain Allah". 48
XIV. Dengan Oksidentalisme, manusia akan mengalami era baru
di mana tidak ada lagi penyakit rasialisme terpendam seperti
yang terjadi selama pembentukan kesadaran Eropa yang
akhirnya menjadi bagian dari strukturnya. Permusuhan an-
tarbangsa seperti dialami umat man usia dalam dua kali pe-
rang Eropa yang hanya berjarak dua puluh tahun, akan sir-
na. Zionisme telah mewarisi penyakit tersembunyi ini dan
masih menjalankan cara cara penjajah dan rasialisme. 49

D. Akar dan Perluasan


1. Akar Oksidentalisme
Oksidentalisme bukan merupakan wacana baru, sebab
hubungan kita dengan Barat bukan produk generasi sekarang,
tetapi sudah dimulai jauh sebelum itu, yaitu sejak lahirnya per-
ada ban ego yang diwakili tradisi Islam selama em pat belas abad
atau lebih. Akar Oksidentalisme dapat dilacak jika kita tahu
hubungan kita dengan Yunani di masa lalu. Yunani adalah bagi-
an dari Barat baik ditinjau dari segi geografis, sejarah maupun
peradabannya. Yunani dan Romawi merupakan sumher kesadar-
an Eropa. Sedangkan peradaban baru ego yang diwakili tradisi

48MadzaTa'n£LallahailtaAltah,dalamal-D£nwaal-TsawrahfiMishr,

1952-1981, J. VII, al- Yamzn wa al-Yasar fi al-Fikr al-Dzn£, hal. 148-154.


49Karenanya, saya memprioritaskan juz ill al-Dzn wa al-Nizham al-

Wathan~ dari serialal-Dzn waal-Tsawrah fiMishr, 1952-1981 untuk mem-


bahas tentang "perlawanan terhadap Zionisme".

59
Islam kuno memiliki akar lain yang lebih tua di masa lampau,
yaitu peradaban Timur kuno di Mesir, Kan'an, Asyuria, Babilo-
nia, Persia, India, Cina. Peradaban-peradaban tersebut adalah
peradaban yang diwarisi Islam dan merepresentasikan peradab-
an ego-Islam baru. Sebagai sumber, peradaban-peradaban terse-
but merupakan dimensi Timur peradaban baru ego dan evolusi
tauhid dari agama-agama Cina, ke India,, Persia, kemudian ke
negara-negara antara dua sungai, Kan'andan Mesir. Begitu pula
Yahudi-Kristen masuk dalam kategori akar peradaban baru ego
dari Timur.
Jadi, seperti dijelaskan di atas, peradaban Timur kuno meru-
pakan salah satu elemen pembentuk peradaban ego. Bahkan hubung-
an peradaban Timur sebagai peradaban ego dengan Barat sebelum
Islam, seperti hubungan Mesir dan Yunani. Pengaruh timbal-ba-
lik antara kedua peradaban tersebut, juga tepat dikatakan sebagai
sum her kesadaran Eropa, yaitu sum her Timur yang terkandung
dalam sumber Yunani-Romawi. Dengan pengertian semacarn ini
sumber Timur dapat dikatakan sebagai bagian dari Oksidentalis-
me dalam hal yang berkaitan dengan sum her kesadaran Eropa.
Akan tetapi Oksidentalisme sendiri tidak dimulai dari akarnya
kecuali setelah kebangkitan peradaban ego dan representasi dari
peradaban (tamatstsulD Yunani pasca masa penterjemahan.
Dengan demikian akar Oksidentalisme dapat dilacak dalam
relasi peradaban Islam dengan peradaban Yunani. Ketika peradab-
an Islam berstatus sebagai subyek pengkaji, ia mampu menjadi-
kan peradaban Yunani sebagai obyek yang dikaji. Kemudian ter-
jadi dialektika yang benar antara ego dengan the other, ego sebagai
subyek pengkaji dan the other sebagai obyek yang dikaji. 50 Hal ini
terjadi melalui beberapa fase di bawah ini:
1. Fase transferensi (al-naq~. Dalam fase ini diberikan prioritas
kepada "kata" sebagai perwujudan keinginan untuk membe-
rikan perhatian kepada bahasa buku asli, yaitu bahasa Yu-

lni temaJ. II, Min al-Naql ila al-Ibda', Mub_awalah li Iadah Bina'
50

Vlum al-Hikmah, yang diharapkan clapat terbit akhir 1991 dan awal1992.

60
nani, serta memberikan perhatian kepada munculnya istilah-
istilah dalam filsafat.
u. Fase tranferensi makna (al-naql al-ma'naw~. Dalam fase ini
prioritas diberikan kepada "makna" sebagai manifestasi ke-
inginan untuk memberikan perhatian kepada bahasa terje-
mahan, yaitu bahasa Arab, serta memulai karya filsafat tidak
langsung.
m. Fase anotasi (al-syarb). Dalam fase ini prioritas diberikan un-
tuk tema atau substansi, dan berupaya mengungkapkan tema
terse but secara langsung dengan sedikit memasukkan redak-
si orang lain ke dalam karya baru ini, serta memberikan per-
hatian kepada struktur dan pengungkapan tema itu sendiri.
Anotasi paling riilgan dimulai dengan kutipan kata yang ber-
sifat partikular, dilanjutkan dengan upaya membangun pan-
dangan baru di atasnya. Anotasi menengah dimulai dengan
konsep-konsep yang dikutip secara maknawi yang ditindak-
lanjuti dengan upaya pembuatan konsep inovatif baru yang
lebih sempurna, komprehensif dan general. Kemudian ano-
tasi terberat dimulai dengan wacana yang dikutip secara sub-
stansial, kemudian membuang konsep terse but dan menga-
nalisa substansi tema serta membuat konsep yang setara.
Sehingga konsep yang dikutip hanya merupakan suatu sikap
filosofis umum dalam konsep inovatif yang baru.
IV. Fase peringkasan (talkhtsh), yaitu mempelajari suatu tema
dengan memfokuskan kajian pada inti tema tanpa melaku-
kan perdebatan dan pembuktian; meminimalisir penyam-
paian tema tanpa melakukan penambahan atau pengurang-
an yang dapat mengakibatkan teks berubah menjadi subs-
tansi dan kata beiubah menjadi tema.
v. Mengarang dalam lingkup kebudayaan pendatang dengan
melakukan presentasi dan penyempurnaan, sehingga kata,
makna serta tema dalam kebudayaan the other, dapat diben-
dung. Tema yang ada dapat dijadikan sebagai tema inde-
pendenego.
Vl. Mengarang dalam lingkup tema kebudayaan pendatang di
samping tema tradisi ego. Di sinilah potret ego menemukan

61
kesempurnaannya dan kebudayaan the other dapat dipisahkan
dari kebudayaan ego.
Vll. Kritik terhadap kebudayaan pendatang dan menjelaskan loka-
litas serta keterkaitannya dengan lingkungan. Dengan kata
lain, mengembalikan kebudayaan pendatang ke batas alaminya
dan menjelaskan kesejarahannya dan bahwa ia merupakan
suatu keadaan khusus dan tidak memiliki universalitas serta
komprehensifitas yang memungkinkan kebudayaan terse but
diwarisi oleh seluruh peradaban manusia, seperti potensi yang
dimiliki kebudayaan ego.
viii. Menolak total kebudayaan pendatang karena sudah tidak
diperlukan lagi, dan kembali kepada teks ego yang masih men-
tah tanpa ada keinginan untuk meninggalkan sedikit pun atau
merasionalkannya serta melakukan interaksi dengan kebu-
dayaan lain. Dan sikap seperti inilah yang diambil ahli fiqh
terdahulu dan kelompok salafkontemporer.
Pada saat yang sama peradaban ego membangun Orientalis-
me lama dan Oksidentalisme; merepresentasikan peradaban Timur
dan Barat; serta membaca teks Timur. Dua contoh paling popu-
ler ten tang hal di atas adalah kajian al-Biruni tentang agama di
India51 dan kajian Ibn Miskawayh tentang ilmu hikmah di Per-
sia. 52 Hubungan peradaban ego dengan Timur terus berlanjut pada
masa Kostantinopel. T etapi pada masa terjemah dari bahasa Arab
ke Barat pola hubungan terse but adalah dari ego ke the other, bu-
kan dari the other keego seperti pada masa terjemah dari bahasa
Barat ke bahasa Arab.
Setelah perang Salib dan ketika kesadaran Islam sedang dalam
pertikaian an tara ego yang mempertahankan dan the other yang
menyerang, lahir fase baru Oksidentalisme, yaitu munculnya po-

51 Abu Rayhm al-B1run1, Tab.qlq rna li al-Hind minMa 'qulat Maqbulat


fi al- 'Aqli aw Mardzulat, percetakan Majlis Da'irah al-Ma'arif al-Ut-
sman!yah, Haidar 'Abad al-Rukn, 1327 H., 1985 M.
52lbn Miskawayh, al-!iikmah al-Khalid4h (Jaudan Khord), penyunting

dan pengantar 'Abd al-Rahman al-Badaw!, Kairo: al-Nahdlah al-


Mashr1yah, 1952.

62
tret the other selama perang dalam kesadaran ego. Potret terse but
adalah fanatisme kebodohan, perang, fitnah dan lain-lain. Di pe-
lataran lain muncul Orientalisme berlawanan, yaitu munculnya
potret kesadaran Islam dalam kesadaran Eropa. Potret terse but
antara lain, peradaban, sains, toleransi, keberanian, dan kesak-
sian. 7be other, yaitu orang-orang Eropa yang membawa salib
melakukan upaya pertamanya menuju Timur dengan meng-
gunakan kedok agama. Mereka juga melakukan upaya imperialis-
menya yang pertama lewat Laut T engah dan bertolak dari Barat
menuju jantung Timur di Palestina. Hal inilah yang dilakukan
Zionisme pada abad ini. Fase ini yang mencakup pertukaran po-
tret an tara the other dengan ego belum pernah dikaji sebagai se-
buah pemikiran, meskipun sebagian sisi-sisinya telah dipelajari
dalam sej arah dan sastra.
Kemudian datang fase ketiga pada akhir kesadaran Islam,
akhir a bad 7 H., ketika Ibn Khaldun dalam Muqaddimah Ibn
Khaldun-nya menggambarkan orang-orang utara. Ibn Khaldun
hidup pada masa awal kebangkitan Eropa modern. Dalam karya
agungnya ia membahas tentang orang Eropa, negaranya, sejarah-
nya, dan sistem perkotaannya. Hal ini didukung keberadaan Ibn
Khaldun yang berdomisili di Maroko, sehingga memudahkan-
nya berhubungan dengan Eropa melalui Andalusia. Pada saat
itu kesadaran Islam sedang berperan sebagai guru dan kesadar-
an Eropa berperan sebagai murid. Karenanya tidak mengheran-
kan jika Raja Fredrick II bertanya kepada 'Abd al-Haqq ibn Sab'in
tentang soal-soal pokok metafisika seperti terkenal dalam "soal-
soal Sisilia". Kontak kali ini dilakukan melalui Sisilia dan Italia
Selatan.
Potret Barat kemudian muncullagi dengan datangnya ser-
buan kolonialisme modern, baik serbuan Frase tahun 1807 atau
serbuan Prancis. Potret Barat muncul dalam diri ego seperti terli-
hat dalam 'Aja'ibal-Atsar", dan pada ulama ulama al-Azhar se-
perti Syaykh Hasan al-Aththar. 53 Kemudian terjadi keguncangan

53 'Abd al-Rahman al-Jabrut!, Tarikh 'Aja'ib al-A tsarfi al-Tarajim wa

al-Akhbar, (tiga jilid), Dar al-Faris, Beirut.

63
modernitas, dialektika antara ego dengan the other, keterbelakang-
an dengan kemajuan, kebodohan dengan kepandaian. Atau de-
ngan meminjam bahasa orang dulu, dialektika antara sains Arab
dengan sain ajaran non Arab, an tara ilmu-ilmu orang dulu de-
ngan ilmu orang sekarang, an tara ilmu tekstual dengan ilmu ra-
sional, antara ilmu tujuan dengan ilmu perantara. Dengan bahasa
generasi kita sekarang, dialektika antara tradisi dengan pembaru-
an, antara orisinalitas dengan kekinian.
Peradaban Islam memulai siklus keduanya dan memasuki
hubugan dengan the other, dengan Yunani dimas a lalu dan Eropa
Modern saat ini; dalam posisi kuat di masa lalu dan posisi lemah
saat ini. T entara Islam dulu menaklukkan negara-negara lain, tetapi
kini mereka kalah dan tunduk pada serdadu Barat. Dulu, ketika
Islam mampu mempertahankan keutuhan wilayahnya, bahaya
Barat mengancam sisi teoretis, yaitu akidah tauhid. Kini bahaya
itu mengancam sisi praktis setelah Islam berhasil memelihara keu-
tuhan akidah, namun kehilangan banyak wilayahnya. Dulu orang-
orang kita mampu memerankan the other dan kini kit a yang terku-
rung dan terlebur dalam the other. 54
Keterbukaan budaya pada awal kebangkitan modern kita
didukung oleh alasan-alasan sebagai berikut:
1. Awal terjadinya keguncangan peradaban dengan sains Barat
membuat ego kehilangan keseimbangan. Ia sekuat tenaga
mengejar ilmu yang tak diketahuinya untuk dipelajari dan
dikuasai. Ia terpikat oleh pesona the other. Dalam keterpikat-
annya ini ia melupakan dirinya dan berubah menjadi the other
dan akhirnya teralienasi.
11. Awal kebangkitan dari keguncangan (guncangan) imperial-
isme yang ditandai dengan munculnya seruan untuk meng-
gunakan cara yang ditempuh penjajah dalam menguasai kita.
Kita diharapkan dapat membebaskan diri dari penjajah de-

54 Lihat perbandingan dua mom en ini dalam Mawqifuna a!Hadlar£,

dalam Qadlaya Mu ashirah, jilid I,fi Fikrina al-Mu 'ashir, hal. 46-50. Lihat
jugaMawqifuna al-Hadlar£ dalam Dirasat al-Falsafiyah, hal. 32

64
ngan cara dan ilmu pengetahuan yang digunakan Barat un-
tuk menjajah kita. Dengan demikian kita dapat menyerang
Barat dengan senjata mereka, yaitu ilmu pengetahuan dan
peradaban yang tidak mengenal perbedaan an tara Islam dan
Kristen. 55
111. Gerakan reformasi dan keinginan untuk melepaskan diri
dari kekuasaan Turki Utsmani, tasawuf dan tradisi lama pe-
nguasa, serta munculnya seruan untuk mengambil Barat se-
bagai contoh kebangkitan modern. Persoalan utama
sekarang bagi umat Islam adalah sebagaimana tercermin
dalam sebuah judul bukuMengapa Umat Islam Terbelakang
dan UmatLainMaju. 56
IV. Dibangunnya negara modern setelah terlepas dari negara elit,
dan dibutuhkannya teoretisi, teknokrat, sarjana dan birokrat
untuk mengisi pos-pos pemerintahan. Dalam hal ini Thahtawi
dapat disebut sebagai pemukanyaY
v. Awal pengiriman delegasi keilmuan dan warga kita ke Barat
untuk belajar di sana. Kemudian setelah pulang mereka me-
lakukan modernisasi masyarakat, membangun negara dan
menciptakan kecenderungan baru pemikiran dan kebu-
dayaan, mendampingi kecenderungan lama yang sudah ada.
v1. Kunjungan timbal balik an tar Timur dan Barat, dan dike-
nalnya the other oleh ego yang kemudian dianggap sebagai cer-
min bagi ego. Kebanggaan kepada Barat pun merebak di ka-
langan kita, sehingga muncul anggapan bahwa Barat adalah
satu-satunya tipe modernisasi 58

Muhammad' Abduh, al-Islam wa al-Nashn1n£yah bayn al- 'Ilm wa al-


55

Madan£yah.
56Syakib Arslan, Li-madza Ta'akhkhara al-Muslimun wa Taqaddama
Ghayruhum --
57Rifa' ah Rafi' Thahtaw1, Manahij al-Albab al-Mashriyahfi Manahij
al-Adab al- 'Ashriyah.
58 Thahtaw1, Takhl£s al-Ibrizfi WasfParis, Khayrudd1n: Aqwam al-
Masalik, Ibn Ab1 Dliyaf, Ittib_afAhl a!-Zaman, al-Muwaylih1, Had£ts '!sa
ibnHisyam

65
vu. Arus penterjemahan dari Barat yang dimulai sejak berdiri-
nya Madrasah al-A/sun; beralihnya gerakan penerjemahan,
seperti yang terjadi pada "Dzwan al-Hikmah" pada masa al-
Ma'mun, dari usaha perorangan menjadi kerja yang teror-
ganisir dan diawasi negara; serta berlanjutnya transferensi
yang tiada hentinya sampai sekarang tanpa dimulainya fase
inovasi. 59
viii. Awal penulisan tema-tema tentang wacana Barat dalam
hi dang pemikiran, politik, sosial, etika, hukum dan lain-lain
yang mengakibatkan tersebarnya madzhab Barat di atas re-
alitas kita dan kemudian menjadi fokus kebudayaan pemi-
kat bagi umat man usia. Beredarlah buku-buku yang mem-
bahas tentang positivisme, eksistensialisme, pragmatisme,
dan Marxisme, begitu pula buku tentang tokoh-tokoh terke-
nal Barat seperti Descartes, Kant, Hegel, Barkeley, Russel.
William James, Bergson, Whitehead, Wittgenstein, Hume,
Lock, Kierkegard.
Kemudian muncul gejala Oksidentalisme dalam generasi
kita. Banyak orang membicarakan ten tang kemungkinannya bah-
kan perlunya membangun Oksidentalisme untuk membantu kita
keluar dari wilayah imitasi kebudayaan kepada the other. 60 Tetapi
kebanyakan dari keinginan yang mereka lontarkan hanyalah ke-
inginan tanpa disertai aksi untuk menjadikan Oksidentalisme
sebagai sebuah ilmu yang valid. Oksidentalisme bukan sekedar
kebalikan Orientalisme, atau Orientalisme terbalik, atau Orien-
talisme berlawanan, tetapi juga merupakan reaksi atas western-
isasi dan suatu upaya untuk mengentaskan ego dari keterasingan-
nya di dalam the other. Sebagian dari mereka menuangkan ide
Oksidentalisme melalui media cetak, karena tema ini, yang be-
gitu menantang dan menggelitik r-asa ingln tahu pembaca, me·
mang menarik dan menguntungkan pemasaran media terse but.

Al-Sayyal, al-Bi 'tsah al-Ta 1im£yah.


59

Dan yang paling mendekati adalah Dr. Anwar' Abd al-Malik dalam
60

beberapa kajiannya.

66
Jika Barat mampu menciptakan Orientalisme mengapa Timur
tidak mampu membuat Oksidentalisme. Akan sangat berguna
jika diadakan telaah kritis atas gejala awal ini tanpa mengklaim
adanya suatu prioritas baik dalam penggunaan istilah atau eti-
mologinya.
Tetapi dengan terbitnya buku ini, Muqaddimah fi 'Ilm al-ls·
tighrab (Pengantar Oksidentalisme) saat ini menunjukkan bah-
wa masa pernyataan niat telah terlewati dan bahwa gejala awal
Oksidentalisme telah atau hampir berubah menjadi satu disip-
lin ilmu yang valid. Ini tugas kolektif kaum intelektual untuk
menyumbangkan beberapa konsepsi; tugas suatu kelompok kerja
di mana setiap anggota "menanamkan tumbuh-tumbuhan"; bah-
kan mungkin tugas beberapa generasi dengan berbagai konsep-
si yang baru pertama dan upaya awalnya yang sempurna dilaku-
kan oleh buku ini. ,

2. Barat sebagai Tipe Modernisasi


Dalam pemikiran kontemporer kita dengan tiga cabangnya,
yaitu reformasi keagamaan oleh al-Afghani, pemikiran liberal oleh
al-Thahtaw1 dan pengikutnya, dan aliran ilmiah sekular oleh Syib-
li Shimel dan teman-temannya, telah dikenalluas bahwa Barat
adalah tipe modernisasi sepanjang dua abad terak~ir. 61 Setelah
terjadinya guncangan peradaban pertama di awal kebangkitan
modern dan sejak serbuan Prancis ke Mesir, ego mulai membaca
dirinya dalam the other yang mengakibatkan terjadinya guncangan
modernitas dan kesenjangan yang lebar antara ego dengan the other
yang harus secepatnya diakhiri. Namun, segera saja Barat menja-

61 Saya menggunakan redaksi "pemikiran kontemporer kita" tanpa

menjelaskan identitasnya, dan menggunakan kata ganti "kita" agar tidak


menemui kesulitan dalam memilih antara redaksi "pemikiran Arab kon-
temporer" atau "pemikiran Islam kontemporer" yang tumpang-tindih
dan menimbulkan kesulitan. Karena itu saya menyebut jilid I dari Qadlaya
Mu ashirah denganfi Fikrina al-Mu ashir (Pemikiran Kontemporer Kita). Saya
juga sering menggu-nakan kata "kita" (na) dalam berbagai kajian seper-
ti Mawqifuna al-Hadlari (Sikap Peradaban Kita).

67
di tipe modernisasi bagi ketiga aliran di atas dengan gagasan yang
ditampilkannya. Kelompok reformasi agama al-Afghan~ menawar-
kan sains, kekuasaan (power), industri militer, sistem parlemen dan
pemilikan terbatas; pemikiran politik sosialliberal Thahtaw~
menawarkan sistem perkotaan dan pembentukan negara modern;
sementara aliran sekular Shibli Shimel menawarkan ilmu fisika
dan sekularisme. Meskipun gagasan ketiga aliran di atas berbeda,
namun mereka mempunyai sikap yang sama terhadap Barat, yaitu
menganggap Barat sebagai tipe modernisasi. Jadi perbedaan mere-
ka sebenarnya hanya perbedaan tingkat intensitas bukan perbe-
daan jenis.
Kelompok reformis memang menyerang materialisme Ni-
etscheian dalam bentuk sosialisme, komunisme, dan nihilisme
baik yang berada di India maupun yang ada di Barat. Demikian
juga, dalam bidang pemikiran, kebudayaan, dan perilaku, kita
menolak kerangka teoretis Barat yang materialis dan fenomena
pembebekan (taqlid) terhadap Barat. Namun demikian, kekagum-
an kita atas keberhasilan dan keunggulan sains serta sistem
perkotaan di Barat mendorong kelompok reformasi mengang-
gap Barat sebagai tipe modernisasi. Menghadapi imperialisme
ilmu pengetahuan dan industri Barat bukan berarti melarang
kit a mengadopsi sarana yang digunakan Barat yang pada giliran-
nya dapat mengantar kita mengungguli bangsa lain. Keunggul-
an ilmu pengetahuan dan industri ini akan dapat memberikan
kekuatan dan kemenangan.
Ketika ingin membela kebebasan dan apa saja yang dapat
mewujudkan kebebasan seperti sistem parlemen, dewan perwa-
kilan, undang-undang, pemilikan terbatas, dunia Barat dulu juga
melakukan hal yang sama. Dengan sikapnya ini Barat berhasil
mewujudkan sistem perkotaan, membangun kota, memelihara
kebersihan, memperoleh kemajuan, menemukan ilmu-ilmu ke-
manusiaan dan sejarah. Musuh tidak dilawan kecuali dengan sen-
jata mereka sendiri (senjata makan tuan-penyunting). Bagi kita
tidak ada jalan untuk menghadapi Barat kecuali dengan cara-cara
yang mereka pernah pergunakan. "Saya disembuhkan dengan obat
yang dulunya adalah penyakit".

68
Di tingkat pemikiran dan aliran filsafat, keadaan ini terus
berlanjut hingga generasi tiga dan em pat, terutama setelah me-
ngendurnya perlawanan terhadap penjajah pada awal diperoleh-
nya kemerdekaan tanah air. Namun, pada saat yang sama muncul
fenomena westernisasi yang Iianya dipandang sebagai reaksi atas
gerakan salafyang di kalangan kita sering dituduh sebagi gerak
mundur ke belakang dan kembali ke masa lalu. Ketika generasi
kelima datang (pembagian generasi ini didasarkan kepada sejarah
Mesir-penyunting) gagasan "Barat sebagai tipe modernisasi" tetap
dipertahankan dan tidak ada upaya untuk melakukan penghalauan
terhadap Barat untuk dikembalikan ke batas geografisnya demi
membuka jalan bagi terciptanya inovasi dan eksperimentasi. Bah-
kan tak satupun dari mereka yang mencoba meninjau ulang terr-
tang konsep "penolakan terhadap kaum ateis" (al-radd ala al-dahr-
£y£n) dan terhadap sikap materialisme (al-madd£yah). Sesungguh-
nya materialisme bukan madzhab sejarah yang lahir di Yunani
abad ke-4 dan ke-3 SM. Materialisme adalah struktur pemikiran
dan sikap yang dimiliki oleh manusia. Ia merupakan konsep ilmu
penge-tahuan tentang alam, bukan konsep moral yang menyeru-
kan kebersamaan dalam harta. Sesungguhnya alam tidak berten-
tangan dengan agama. Bahkan di Barat pada abad ke-18 dan di
dunia Islam send!ripada mas a N abi Ibrahim, agam a alamiah
menjadi unsur pembebasan. Dalam kajian pakar teologi masa
klasik juga ada analisa causa materialis. Begitu pula ilmu alam men-
jadi premis teologi bagi para filosof dan teolog. Bahkan kalangan
filosuf dan teolog menganggap ciptaan Tuhan seakan-akan ada-
lah kebenaran itu sendiri. 62
Pada sisi lain, gelombang ilmiah sekular (al-tayyar al- 'ilm al-
'ilmanD secara gencar menyerukan untuk mengambil Barat sebagai
tipe modernisasi dalam rangka mempertahankan modernitas dan
kemajuan. Barat adalah sumber ilmu pengetahuan dan selain Barat
hanya memiliki kebodohan. Barat adalah fase terakhir evolusi
manusia dan selain Barat hanya merupakan permulaan saja. Barat
adalah identik dengan ilmu-ilmu mutakhir seperti sosiologi, ilmu

6 2Kabwah al-Ish!ab. dalam Dirasat Falsafiyah, hal. 184-185.

69
fisika, dan ilmu kemanusiaan, dan bukan hal yang memberatkan
jika harus meniru adat dan tradisi Barat, karena kemajuan pera-
daban tidak memiliki tanah air khusus.
Syibli Syimel, misalnya, mempropagandakan pemikiran il-
l miah dan menjelaskan pentingnya analisa dan metode ilmiah.
Hal ini mengakibatkan terulangnya guncangan peradaban-ke-
budayaan untuk yang kedua kalinya, setelah yang pertama ter-
jadi selama penyerbuan Prancis ke Mesir ketika ulama-ulama al-
Azhar menyaksikan eksperimen ilmiah yang dilakukan ahli-ahli
dari Prancis. Surat kabar al·Muqtathafmelaksanakan tugas pro-
paganda ini dengan baik. Kemudian Farah Anton melanjutkan
seruan untuk menuju ilmu pengetahuan dengan mengangkat fi-
•gur Ibn Rusyd.
Seruan menuju ilmu pengetahuan yang tak bertanah air atau
ilmu pengetahuan nasional berlanjut dari genarasi pertama hing-
ga generasi kedua abad lalu. Tetapi seruan tersebut mulai rne-
lernah pada generasi ketiga di tangan Salarnah Musa, dan pada
generasi keempat ditangan Ismail Mudzhir dan Zak1 Naj!b Mah-
mud, dan berakhir dengan tersingkirnya aliran ini dari kecen-
derungan kebudayaan tanah air dan elemen utamanya. Keter-
singkiran terse but ditandai dengan jatuhnya aliran ini ke dalam
pelukan Barat secara total atau dengan menolak Barat dan
kembali ke tradisi umat guna mewujudkan keharmonisan per-
adaban dan kesinambungan sejarah. Tidak berselang lama, se-
jak generasi kelima datang terjadilah keguncangan sampai pada
t tingkat dipertentangkannya ilmu dengan iman. Di sam ping itu
juga muncul reaksi atas ilmu pengetahuan dalam kecenderung-
an yang tidak ilmiah dan tidak rasional, seperti terse bar dalam
masyarakat kita saat ini. 63

63 F arah Anton, Ibn Rusyd wa Falsafatuhu, Dar al-Thali' ah, Beirut,


1981. Kejatuhan total ke dalam pan~kuan Barat terlihat jelas dalam tu-
lisan-tulisan Salamah Musa, Ha'ula'i 'Alimunz, (Mereka Orang OrangYang
Mengajar Saya). Mereka adalah Voltaire, Gothe, Darwin, Fishman,
Hendrik Ibsen, Nitsche, Renan, Dostoievsky, Theoreau, Tolstoi, Freud,
Smith, Alice, Gorki, Schul, Gandi, Wells, Schweitzer,John Dewey, Sar-

70
Meskipun pendukung aliran ini bergabung dengan gerakan
tanah air dengan nama liberalisme, namun gagasannya yang meng-
anggap Barat sebagai tipe modernisasi telah menyebabkan gene-
rasi kelima terperangkap ke dalam westernisasi total di mana kita
menjadi agen peradaban Barat dan menimba pengetahuan dari
Barat tanpa mampu menciptakan ilmu pengetahuan atau perspek-
tif tentang alam. Sehingga yang disebut ilmuwan adalah orang
yang memulai kehidupan intelektualnya dengan menyebut seba-
nyak mungkin nama beken dan madzhab pemikiran Barat, serta
berafiliasi dengan salah satu madzhab terse but. Agar seseorang
disebut ilmuwan ia juga harus memasuki pergumulan antar-
madzhab meskipun pergumulan terse but sama sekali tidak me-
nyentuh realitas kita, dan kita pun bukan pendiri atau pihak di
dalamnya. T ampaknya terhentinya inovasi sebagai ciri umum satu
fase sejarah telah membuka jalan bagi tersebarnya pengutipan baik
dari orang terdahulu maupun dari orang sekarang. Pengutipan
dari orang terdahulu melahirkan kelompok salafdan pengutipan ,
dari Barat melahirkan sekularisme.
Meskipun sekularisme telah dibendung dan disingkirkan serta
tradisi rakyat yang menjadi elemen kebudayaan telah muncul,
namun generasi kelima tetap tidak mencoba mengubah gagasan
"Barat sebagi tipe modernisasi" dan tetap memandang tradisi
rakyat hanya sebagai sejenis kesenian rakyat yang harus
dikembangkan dengan cara dan instrumen Barat. 64
Ada pun pemikiran politik liberal dalam salah satu momen
historisnya menganggap Barat, dalam hal ini Revolusi Prancis,

tre. Perlu dicatat bahwa mereka semua orang Barat. T ak satu pun guru
yang datang dari tradisi kita, dan tak ada yang dari Timur kecuali Gandi
dan Tolstoi. Sedang sikap menjauh dari Barat terlihat jelas dalam tu-
lisan-tulisan terakhir Isma'll Muzhhir tentang Islam, setelah tulisan-tu-
lisannya tentang Darwin dan teori evolusi. Begitu juga dalam artikel-
artikel Zaki Najib Mahmud tentang pembaruan pemikiran Arab dalam
al·Manthiq al· Wad!'£ dan Khurafat al-Metafizika setelah dekade 70-an dan
setelah fase positivisme logis. Lihat juga Kabwah al-Ishlab. dalam Dirasat
Falsafiyah, hal. 178.
64/bid, hal. 185

71
sebagai tipe modernisasi. Untuk itu, dimulailah gerakan pener-
jemahan dengan dibangunnya "Diwan al-Hikmah" kedua yang
diberi nama "Madrasah al-Alsun". Gerakan penerjemahan ini
dimulai dengan melakukan penerjemahan ilmu-ilmu alam dan
ilmu-ilmu kemanusiaan. Dalam pandangan Thahtawi "la Charte"
merupakan contoh perundang-undangan, dan Paris merupakan
contoh sistem perkotaan yang ideal. Luthfl Husayn menyeru-
kan penerjemahan Yunani dan Thaha Husayn menganjurkan agar
Mesir dikategorikan dalam kebudayaan Laut Tengah. 65 Tak se-
orang pun dari generasi keempat atau kelima dalam aliran libe-
ralisme yang melakukan telaah ulang atas gagasan "Barat Se-
bagai tipe modernisasi", setelah mengetahui keterbatasan dan
sisi negatifnya. Meskipun Revolusi Prancis merupakan peristi-
wa besar, namun ia telah memicu penyerbuan Napoleon ke Ero-
pa dan berakhir dengan kembalinya sistem monarkhi. Meskipun
"pemikiran be bas" yang kedua yang dibawa Hegelian muda be-
gitu penting, namun ia telah menyebabkan kegagalan revolusi
1848. Meskipun Paris sebagai contoh sistem perkotaan begitu
penting, namun ia telah mengakibatkan penyimpangan dalam
kesadaran nasional kita, juga menyebabkan terjadinya gelom-
bang pengungsian. Warga negara kita banyak yang tinggal di
jan tung Barat, bukan hanya di Paris, tetapi juga di Amerika,
Australia dan Kanada. Di"sana mereka menemukan harapan-
nya, kehidupannya, masa kininya, masa depannya, dan peker-
jaannya sehingga terjadi praktik pemerasan akal yang paling ter-
besar sepanjang sejarah. Kita membangun dan memakmurkan
Barat sementara rumah kita sendiri rusak.
Gerakan penerjemahan ini terus berlanjut hingga sekarang
sehingga proyek tertinggi yang mampu kita wujudkan hanyalah
proyek "seribu buku". Bahkan karena gencarnya penterjemah-
an ini sehingga buku-buku Barat itu kita terjemahkan dan diba-

Aristoteles, al-Siyasah, terj. Ahmad Luthfi Sayyid, al-Ha' ah al-' Am-


65

mah li al-Kitab, Kairo, 1979. Thaha Husayn Mustaqbal al-Tsaqafah fiMishr,


al-Ma' arif, Me sir, 1944. Zak! N ajib Mahmud, Hayat al-Fikrfi al- 'A lam
aljadUi, Anglo Mesir, Kairo, 1956.

72
ca pada tahun yang sama dengan tahun penerbitan di nega-
ra asalnya. Meskipun fase penerjemahan ini telah berlangsung
selama dua abad namun bel urn melahirkan inovasi. Sementara
itu, penerjemahan pertama pada saat kemunculan peradaban Is-
lam hanya dilalui selama satu abad, yaitu pada abad 2, dan pada
abad 3 penerjemahan sudah melahirkan inovasi. Di kalangan
kita juga merebak propaganda teori guncangan peradaban (al-
shidmah al-h.adlarah) yang ujung-ujungnya adalah pertumbuhan
angka pro-duksi Barat lebih cepat dibanding angka penerjemah-
an kita. Akibatnya, terjadi kesenjangan yang lebar an tara kita
dengan Barat. Sehebat apa pun upaya penerjemahan yang kita
lakukan, tidak mungkin kita dapat menyusul Barat. Akhirnya
malah kita selalu terengah-engah mengejar di belakang Barat.
Kemudian kita mengalami guncangan peradaban dalam arti
keputusasaan dalam meraih kemajuan dan peradaban hingga di
tingkat transliterasi dan transferensi tanpa mencapai tigkat kreasi
dan inovasi.
Meskipun pendukung aliran ini ikut bergabung dengan ge-
rakan perjuangan tanah air, namun pada akhirnya liberalisme jus-
tru melahirkan feodalisme, dan feodalisme menyulut terjadinya
revolusi militer yang berakhir dengan dihapuskannya liberalisme
sebagai titik tolak awal. Hal ini tidak menghalangi diubahnya Barat
sebagai tipe modernisasi di sebagian negara kepada patronase dan
aliansi dengan Barat pada level politik dan militer dan memasuki
wilayah kekuasaan dan politik pusat. T ak satu pun dari kita ge-
nerasi kelima yang mencoba menelaah kern bali "Barat sebagai tipe
modernisasi", yang di masa lalu sesuai dengan kondisi sosialnya.
Begitu pula tak seorang pun yang menyerukan penghalauan Ba-
rat kepada batas geografisnya, demi terciptanya inovasi dan ke-
beragaman tipe modernisasi sesuai dengan karakteristik masing-
masing, dan agar kita belajar dari potensi dan sejarah panjang
eksperimentasi bangsa. 66
Ketiga aliran di atas memang berbeda, namun ketiganya
mempunyai sikap yang sama terhadap Barat, yaitu "Barat se-

66 Kabwahal-Ishlab. dalamDirasat Falsafiyah, hal_ 185-186_

73
bagai tipe modernisasi". Reformasi yang diharapkan telah gagal
akibat terus berlanjutnya tipe ini selama empat generasi tanpa
terjadinya perubahan pada generasi kelima. Muncullah fenome-
na westernisasi yang direspon oleh gerakan salaf dengan cara
memusuhi Barat secara prinsipil, bukan dengan mengembali-
kannya ke batas geografisnya dan menjadikannya sebagai obyek
kajian Oksidentlisme. 67
Materi Oksidentalisme secara terus menerus hadir dalam
generasi penggagas kedua, ketiga dan keempat, sebelum muncul-
nya generasi sekarang, juga pada ketiga aliran di atas. N amun ke-
hadirannya tidak disertai logika yang mantap. Ia sekedar aksi
melihat ego pada cermin the other dan melihat the other pada cermin
ego dengan menggunakan logika "ada dan tidak ada" atau dialek-
tika positif dan negatif. Apa yang kita miliki tidak mereka punyai
dan apa yang mereka punyai tidak kita miliki. 68
Langkah yang diambil ketiga aliran di atas telah berhasil
menciptakan modernisasi masyarakat, pengolahan sumber daya
alam dengan cara-cara Barat, juga aktualisasi pemikiran ke dalam
realitas dengan cara yang sama. N amun, perubahan yang dica-
pai hanya sekedar peningkatan angka produksi, perubahan dari
agraris ke industri, membentuk sektor publik agar alat produksi
dapat dimiliki negara. Inilah yang menjadi kecenderungan
pemikiran pembangunan di Barat. Tidak lama setelah runtuh-
nya kepemimpinan revolusi, pembangunan dan perencanaan pun
berakhir. Tipe modernisasi Barat, baik di bidang kebudayaan
atau aksi ilmiah dalam mewujudkan modernisasi, seakan hanya-
lah gelembung udara.
Jika tipe modernisasi Barat bagi tokoh intelektual filsafat
pencerahan, seperti yang dilakukan Thahtaw1, adalah ingin me-
wujudkan rasionalisme, kebebasan, demokrasi, persamaan, dan
keadilan sosial, maka bagi para pengusaha terutama pada masa
terbaliknya revolusi Arab menjadi revolusi berlawanan adalah

67Jbid.
68 Tawfiq Hakim, 'Ushfur min al-Syarq. Muhamad al-Ghazal!, Dzi-

Jam minal-Gharbt.

74
kapitalisme, kesenjangan, penipuan, penjarahan, spekulasi, pe-
nyelundupan, perdagangan di pasar gelap, keuntungan kilat, suap
dan kepialangan. Hal ini dapat terjadi karena kapitalisme di luar
Barat tidak dilaksanakan seperti kapitalisme lama, dan tidak se-
suai dengan aturan-aturannya yang melindungi persaingan dan
menjamin kebebasan perdagangan. Kapitalisme Barat berubah
menjadi kapitalisme penganut Barat, kapitalisme tak bertuan yang
hanya bertujuan mengumpulkan kekayaan dan menjarahnya.
Adalah hal yang wajar hila kemudian muncul reaksi keras
atas tipe modernisasi Barat dari gerakan salafyang masih meno-
lak berinteraksi dengan the other dan cukup mengandalkan tra-
disi lamanya. Tetapi anehya gerakansalaftidak menolak kapital-
isme yang lahir dari tipe dimaksud. Kelompok salafbahkan me-
nerima kapitalisme secara fundamental seperti yang terlihat
dalam perusahaan investasi. Landasan teoretisnya adalah salaf
konservatif-non rasional yang tidak memiliki perencanaan dan
nilai-nilai liberal yang menjadi dasar kapitalisme, sedangkan prak-
tik ilmiahnya adalah kapitalisme-feodal yang berhubungan de-
ngan kapitalisme internasional. Gerakan salaftelah mengambil
hal terburuk dalam landasan teoretis dan praktik ilmiahnya. Ia
tidak memanfaatkan nilai liberalisme yang menjadi basis kapi-
talisme, yaitu nilai pencerahan, tidak pula mengambil ajaran Is-
lam seperti keadilan sosial, distribusi kekayaan, hak fakir mis-
kin atas harta orang kaya, menjadikan air, rumput dan api se-
bagai hak umum, tugas kekhaiifahan di bumi, hak sita dan na-
sionalisasi bagi pemimpin untuk memelihara kesejahteraan
umum, prinsip tanah untuk penggarap dan prinsip tanah tak
bertuan untuk orang yang menghidupkannya. 69

69Lihat kajian saya Nab.nu wa al-Tanwir, dan Min al-Turast i/a al-Ta-
b.arrurdalam al-Din wa al-Tsawrah fiMishr, 1952-1981,]. II, a/-Din waal-
Tab.arrural-Tsaqa.fi, hal. 47-78.

75
E. Barat dan Pemikiran Kontemporer Kita

1. Kemapanan Kebudayaan Barat dalam Kebudayaan Kita


Dalam kebudayaan kita, kebudayaan Barat menjadi satu
fen omena yang mengundang perhatian. Ilmuwan adalah orang
yang mengetahui tradisi Barat dan ilmu pengetahuan adalah in-
formasi yang datang dari Barat. Bahkan seseorang tidak dapat
menjadi pembaharu jika tidak mempelajari Barat. Dengan kata
lain, ilmu adalah kutipan; ilmuwan adalah penerjemah dan pe-
mikir adalah orang yang menawarkan gagasan orang lain. Pada-
hal banyak pemikiran, madzhab dan teori Barat yang tidak me-
nyentuh realitas kita, tidak berbasis pada tradisi lama, juga bu-
kan produk realitas kekinian kita atau teorisasi darinya. Teori,
pemikiran, madzhab dan informasi yang kontradiktif serta saling
bertentangan, menjadi setumpuk alternatifbagi para peneliti kita,
tetapi bagaimana mereka memilih alternatif terse but dan dengan
standar apa. Alternatif yang semakin membengkak ini tidak di-
tunjang dengan adanya suatu gagasan pokok yang dapat melaku-
kan intermediasi terhadap alternatif-alternatif terse but. Pada-
hal semestinya dapat dilakukan revitalisasi terhadap sejumlah
besar ilmu pengetahuan dengan satu sudut pandang yang dapat
menyatukannya dalam satu pemikiran yang utuh dengan mene-
tapkan satu hal dan membuang hal lain. Jadi, pemikiran utuh
dimaksud, memiliki dua sisi, sisi yang menolak dan sisi yang
menerima; sisi yang menafikan dan sisi yang menetapkan; sisi
negatif dan sisi positif. Dengan mengambil satu sikap tertentu,
dapat dilakukan revitalisasi ilmu pengetahuan dan menghubung-
kannya dengan kesadaran pembaca dan madzhab utama dalam
kebudayaan nasional kita. Berpikir dengan sikap yang jelas dan
didukung informasi, meskipun hanya sedikit, dapat mencipta-
kan kebudayaan dan membangun peradaban seperti yang terja-
di dalam tradisi lama kita. 70

70Mawqifuna min al-Turats al-Gharb£ dalam Qadl!ryaMu ashirah, J. II,

F£ al-Fikr al-Gharbi al-Mu ashir, hal. 3.

76
Sejak satu setengah abad lebih kita melakukan penerjemah-
an, presentasi, anotasi, dan interpretasi terhadap tradisi Barat tanpa
mengambil satu sikap yang jelas. Sampai sekarang sikap kita ada-
lah masih sebagai pengutip. Masa penerjemahan kita belurn usai
atau paling tidak sikap kita terhadap Barat masih berupa sikap
presentator teori-teori Barat. Sikap ini memberi kesan seolah-olah
ada ilmu untuk ilmu atau seolah-olah ilmu itu dipindahkan dari
satu tern pat ke tern pat lain dan ia memiliki wujud yang terlepas
dari realitasnya.
Apakah seorang penerjemah atau presenter itu intelektual?
Pengetahuan berada dalam buku dan buku tersimpan di per-
pustakaan. Tetapi pengetahuan hanya akan lahir jika seorang il-
muwan menyikapi buku yang diterjemahkannya atau dipresen-
tasikannya. Sikap itu bisa berupa penjelasan tentang munculnya
pemikiran dan aliran dalam lingkungan tertentu. Penjelasan ini
dimaksudkan agar perjalanan pemikiran dan penelitian sosial-
nya dapat diketahui dan diterapkan dalam penelitian kita. Teta-
pi, akan lebih baik jika diciptakn teori-teori yang merefleksikan
realitas kekinian kita. Jadi penyikapan dapat terjadi jika ada ke-
sadaran tentang adanya tuntutan realitas, dan jika pemikiran serta
madzhab Barat dikembalikan ke realitasnya atau dianggap se-
bagai hal yang mendahului peradaban 'lain dan sebagai eksperi-
mentasi man usia yang hanya untuk diketahui, bukan untuk
dikutip. 71
Memandang transferensi dari Barat yang berkepanjangan hing-
ga melewati batas kewajaran karena itu menghambat lahirnya ino-
vasi, maka penerbitan penjelasan teoretis kedua ini sangat mende-
sak. Kita masih terus mengutip dari Barat sejak kebangkitan mo-
dern, atau lebih dari dua ratus tahun lalu, dan belurn berhenti hing-
ga sekarang. Dalam jangka dekat proyek terbesar yang dapat kita
laksanakan hanyalah pengutipan dan yang kita sebut penerjemah-
an karya-karya tokoh, pemikir, sastrawan, dan ilmuwan Barat.
Karena angka produksi Barat lebih besar dibanding angka trans-
ferensi kita, maka kesenjangan antara produsen dan konsumen

71 Ibid, hal, 3-4

77
semakin melebar. Pada gilirannya konsumen akan terjatuh ke
dalam ilusi bahwa ia dapat menyusul produsen dan memperkecil
jarak. Setiap kali kesenjangan melebar akan timbul keputusasaan.
Dalam kondisi demikian konsumen yang terengah-engah menge-
jar produsen akan mengalami guncangan peradaban, kemudian
berhenti total dan menerima nasib sejarahnya sebagai ekstremisme
bagi sentrisme Barat dan sebagai planet yang mengelilinginya. 72
Jika masa berkarya telah dimulai, ia pun hanya merupakan
presentasi suatu materi yang diambil dari tema Barat yang ke-
mudian disusun kern bali. Apa yang dikatakan tentang sesuatu
adalah sesuatu itu sendiri yang dikumpulkan pengkaji cukup
dengan modal pengetahuan bahasa asing, kemampuan menda-
patkan referensi, upaya pemahaman, dan waktu. Sementara peng-
kaji tidak tahu bahwa ia telah menjadi korban ilusi yang menge-
sankan bahwa ilmu pengetahuan adalah aksi mengumpulkan
pengetahuan, bukan "membaca" -nya; menciptakn ilmu baru
darinya; mengetahui proses kelahirannya; atau menciptakan teori
dari suatu realitas agar membuahkan ilmu baru yang melengkapi
ilmulama.
Yang disebut mengarang bukan lain adalah mengkaji obyek;
membuat redaksi; mengkritik pengetahuan yang dikutip setelah
dikembalikan kepada "akal" atau realitasnya, untuk kemudian di-
lakukan penyempurnaan dan pengakurasian, penambahan dan
pengurangan hal-hal yang dirasa perlu, sepeti dilakukan penda-
hulu kita di masa lalu. Tetapi biasanya tema yang kita bahas ada-
lah tema Barat atau tokoh Barat, bukan tema lokal dari realitas
kehidupan kita. Seakan tema ilmu, bukan hanya metodologi dan
konsepsinya, semuanya harus dari Barat. Lapisan-lapisan ilmu
menumpuk di atas realitas kita, tetapi tak satu huruf pun kita
tambahkan di atasnya.
Informasi adalah kutipan dan ilmu pengetahuan adalah
kreativitas. Informasi menumpuk di perpustakaan dan ilmu penge-
tahuan adalah hasil deduksi dari informasi tersebut atau konklusi
dari penelaahan suatu pemikiran dengan menggunakan pemikir-

72Mawqifuna al-Hadtar£, op.cit, hal. 46-50.

78
an itu sendiri atau dengan mengembalikannya kepada realitas di
mana pemikiran itu berada. Oleh karena itu, banyak muncul ka-
rangan tetapi hanya sedikit yang menghasilkan ilmu. Perpustakan
dipenuhi buku tetapi hanya sedikit yang dapat "dibaca". 73
Banyak karya ilmiah yang membahas seputar tema Barat baik
berupa presentasi atau pengantar madzhab-madzhab dan meto-
dologi Barat. Sehingga Barat identik dengan ilmu pengetahuan.
Ilmuwan adalah orang yang membawa, berbicara atas nama dan
orang yang menulis tentang tema Barat. Banyak agen peradaban
dalam masyarakat kita. Mereka bersaing memperoleh pengeta-
huan Barat untuk dikutip dan dipresentasikan. Banyak propagan-
da yang menyerukan untuk merujuk sumber-sumber Barat de-
ngan menggunakan bahasa aslinya, menulis istilah-istilah dengan
bahasa Latin di samping istilah-istilah Arab. Mereka berdalih, jika
tidak ditulis dengan bahasa asli akan terjadi ijtihad yang buruk,
· karena ketidakmampuan bahasa Arab dalam memenuhi tuntutan
istilah-istilah modern.
Banyak buku akademis tentang madzhab-madzhab Barat.
Namun proyek terbesar dalam revolusi modern kita masih tetap
penerjemahan "seribu buku" dari karya-karya Barat. Program
buku di kedutaan dan pusat kebudayaan asing masih tetap be-
rupa penerjemahan kebudayaan Barat di negara-negara non Ba-
rat ke dalam bahasa Arab. Buku-buku terse but mendapat peng-
hargaan internasional dan pengarangnya mendapat promosi aka-
demis dan kenaikan jabatan. Buku itu dipuji sebagai buku terbaik
dalam temanya, dan bahwa penulisnya telah mengutip tema pa-
ling komersial di pasar dan untuk publik pembaca terbaik, serta
dijual dengan harga yang murah, sehingga buku terse but semakin
laris. Muncul majalah-majalah kebudayaan yang khusus menampil-
kan kebudayaan Barat, seperti dilakukan pusat penelitian ilmiah
Barat di negara non Barat.
Banyak muncul nama dan ilmu baru yang membuat kerdil
para peneliti muda kita; hermeneutika, semiotika, estetika, tata
bahasa (uslubfyah), strukturalisme, fenomenologi, antropologi,

73 Risalah al-Fikr, op. cit., hal. 3-16.

79
transendentalisme. Begitu pula banyak muncul istilah-istilah se-
perti artikulasi, eksternalisasi, estimasi, apogea, diakronik, sin-
kronik, dan lain sebagainya. Sehingga seseorang dapat disebut
intelektual jika telah terbiasa menyebut nama-nama beken di
bidang ilmu linguistik dan sosiologi, menerapkan metode ini atau
met ode itu, karena pengaruh kajian ini atau itu.
Kemudian muncul Oksidentalisme terbalik pada generasi kita.
Pemikir atau peneliti kita bukan melihat potret orang lain dalam
hatinya tetapi justru melihat potret dirinya dalam benak orang
lain; bukan melihat the other dalam cermin ego, tetapi justru meli-
hat ego dalm cermin the other. Karena the other memiliki banyak
cermin, maka ego pun memiliki ban yak wajah. Proses penemuan
diri kita selalu dimulai dengan melihat pada cermin the other, baru
kemudian dapat dilihat potret ego, seperti tercermin dari istilah
"individualisme Islam", "Marxisme Arab", "kecenderungan ma-
terialisme dalam filsafat Islam", "humanisme dan eksistensialis-
me dalam filsafat Islam" atau, "joanisme" .74
Sebenarnya bisa saja kita meminjam Barat, bukan madzhab-
nya. Kita kaji tradisi Timur dengan metodologi Marxisme, struk-
turalisme, fenomenologi, atau analitis. Kita korbankan tema un-
tuk mendapatkan metodologi, dengan asumsi tema tidak inhe-
rent dengan metodologi, dan seakan peradaban yang menjadi
tempat berafiliasinya tema terse but tidak memiliki metodologi. 75

74Muhammad 'Aziz Lahbabi, al-Syakhshryah al-Islamryah, Dar al-

Ma'arif, Kairo, 1969. 'Abdullah al-'Urwi, al-~rabwaal-Fikral-Tan"kh£,


Dar al-Haqiqah, Beirut, 1973. Husayn Marwah, al-Naz'at al-Maddiyahfi
al-Falsafah al- ~ rabryah al-Islamzyah, 2 Jilid, Dar al-F arabi, 1978/1979.
Zakaria Ibrahim AbU Hayyan al-Tawb.id£, Adzb al-Falasifah wa Failasufyal-
Udaba', al-Mu'assasah al-Mashriyah al-'Ammah, Kairo. 'Abd al-Rah.man
Badawi, al-Insanryah wa al-WujUdzyahfi al-Fikr al- ~ram, Dar al-Nah.dlah
al-'Arabiyah, Kairo. 'Utsman Amin, al-]uwayniyah, Ushul ~qidah wa Fal-
safah Tsawrah, Dar al-Qalam, Kairo, 1964,Rawadal-Wa'yual-Imani, Zaki
Najib Mahmud, Tajdid al-Fikr al- ~ rab£, Dar al-Syaruq, Kairo, 1971
75Thayyib Tizani, Min al-Turats ila al-Tsawrah, Hawla Nadzan"yah

Muqtarab.ahfi Qadllyah al-Turats al- /1 rabl, Dar Damaskus, 1979. Shadiq


J alai al-' Azham, Naqd al-Fikr al-Dmz. Muhammad 'A bid al-Jabiri, Naqd

80
Tetapi, dalam filsafat Eropa, sulit memisahkan madzhab dari
metodologinya.
Oksidentalisme terbalik, begitu juga hubungannya yang ter-
balik memiliki kelemahan-kelemahan sebagai berikut:
L Mengambil tradisi Barat secara parsial, dengan memilih salah
satu madzhabnya: individualisme, Marxisme, humanisme, ek-
sistensialisme, idealisme, atau deskriptivisme, dan bukan meng-
ambil Barat secara keseluruhan; dan terlalu cepat menilai se-
bagian Barat sebagai keseluruhan Barat dengan mengabai-
kan proses dialektis antara pertikularitas dan universalitas.
..
11. Mengeluarkan sebagian tradisi terse but dari lingkungannya,
padahal ia lahir sebagai reaksi atas madzhab lain. Marxisme
misalnya merupakan reaksi at as idealisme dan positivisme,
idealisme reaksi atas filsafat sekolastik pada abad pertengah-
an, humanisme reaksi atas teosentrisme dalam filsafat Kris-
ten, individualisme reaksi atas filsafat idealisme absolut, po-
sitivisme reaksi atas buruknya penggunaan bahasa dan
metafisika Barat, fenomenologi reaksi atas formalisme dan
materialisme dalam filsafat Barat. Jadi, sebenarnya madzhab-
madzhab filasafat di Barat saling menjelaskan.
111. Membaca tradisi Islam dengan kacamata madzhab Barat yang
parsial. Dengan kata lain menafsirkan totalitas yang orisinal
dengan parsialitas yang asing, hal mana mengakibatkan hi-

al· 'Aql al- 'Arab£, 2 Jilid, Jilid I Takwin al- 'Aql£ al- 'Arab£, Da.r al-Tha.li'ah,
Beirut , 1981, Jilid II, Bunyan al- 'Aql£ al-'Arab£, Markaz Did.sat al-Wah-
dah al-'Arabiyah (Pusat Kajian Persatuan Arab), Beirut, 1986. Kamal
Abu al-Dib, ]adallyah al-Khafa' wa al-Tajall£. Edwis, al-Tsabit wa al-Mu-
tab_awwil, Bab_tsfi al-Itba 'wa al-Ibda' 'inda al- 'Arab, 3 Jilid, Jilid I al-Ushttl,
Jilid II, Ta 'shll al-Ushul, Jilid III, Shadamah al-Hadatsah, Dar al-'Awdah,
Beirut, 1974,1977. Thaha 'Abd al-Ra.hman, R Ushul al-H.iwar wa al-Tajdld
'Ilm al-Kalam, al-Mu'asasah al-Haditsah, Dar al-Baydla', 1986; al-Man-
thiq wa al-Nab_w al-Shur£, Dar al-Thali'ah, Beirut, 1983. Lihat juga penda-
pat saya tentang al-Tajd£d min al-Kharij (Pembaruan dari Luar) dan al-
Tajdld min al-Dakhil (Pembaruan dari Dalam) dalam al-Turats wa al-Tajdld,
Mawqifuna min al-Turats al-Qad£m, hal. 31-34.

81
langnya kekhasan tradisi yang dibaca. Dengan demikian, tra-
disi Barat akan selalu menjadi kerangka rujukan dalam mem-
baca tradisi lain, serta menjadikan sentrisme sebagai standar peng-
ukur dan ekstrernisme sebagai yang diukur. Identitas ekstrem-
isme yang selalu disandarkan pada sentrisme akan lenyap.
Dan oksidentalisme bertujuan terutama untuk mengubah pola
hubungan sentrisme dengan ekstremisme agar muncul ba-
n yak sentrisme dan tipe, kemudian terjadi dialog serta hu-
bungan timbal-balik antara berbagai kekuatan.
w. Mengembalikan suatu totalitas yaitu tradisi ego kepada salah
satu bagian tradisi the other yang serupa, hingga terjadi asi-
milasi dan persamaan. Muncullah peradaban Islam dalam
kecenderungan-kecenderungan materialis di tangan parana- ·
turalis lama, idealisme al-Farabi, eksistensialisme Abu Hayyan
al-Taw.hidi, humanisme kaum sufi, individualisme al-Qur'an,
atau di tangan linguitisme ilmu ushul.
v. Mengabadikan perasaan serba inferior (murakkab al·naqsh) ego
dan perasaan serba superior the other dengan anggapan ilusif
bahwa pembaruan ego hanya dapat dilakukan dengan cermin
the other dan tidak mungkin mengangkat ego kecuali pada salah
satu tingkat di sisi the other. Keyakinan ini muncul ketika
pengkaji merepresentasikan kebudayaan the other. Jika pengkaji
merepresentasikan kebudayaan ego ia akan menyatakan bah-
wa filsafat, madzhab dan metodoogi yang ada di Barat bu-
kan lain adalah evolusi sebagian sisi tradisi ego dalam hidang
tasawuf, ushul, filsafat, kalam atau dalam ilmu rasional mur-
ni seperti matematika dan fisika atau bahkan dalam ilmu teks-
tual murni sepertiMusthalah.Had£ts.
Sementara Oksidentalisme mempelajari tradisi Barat dengan
jalan seperti berikut:
L Oksidentalisme tidak mempelajari tradisi Barat an sich un-
tuk memindah ilmu pengetahuan, tetapi agar kita mengam-
bil sikap terhadap ilmu pengetahuan yang eksak sekalipun.
Cina mampu mengambil sisi teoretis dari penelitian atom
sekutunya. Namun demikian, Cina lebih mengutamakan pene-

82
litian yang independen di bidang yang sama. Kita dapat meng-
anggap Barat hanya sebagai ilmu perantara ('ulum al-wasa'i0,
bukan ilmu tujuan seperti dikatakan pendahulu kita. Tradisi
Barat hanyalah bagian dari kebudayaan zaman yang dapat
digunakan sebagai salah satu bentuk pengungkapan. Sarna
dengan sikap filosuf kita dulu yang menggunakan filsafat
Yunani kuno sebagai media pengungkapan dan bahasa per-
antara, bukan sebagai ilmu yang ditransfer. Ini merupakan
perwujudan "formasi palsu" terhadap tradisi Barat, seperti
dilakukan pendahulu kita terhadap tradisi Yunani.
11. Mempelajari tradisi Barat sebagai bagian dari analisa terhadap
realitas kontemporer kita dengan asumsi bahwa tradisi Barat
telah menjadi salah satu penyangga kebudayaan kontempo-
rer kita. Bahkan bagi sebagian orang, tradisi Barat telah mem-
pengaruhi cara berpikir dan konsepsi kita tentang alam. Apa
yang kita sebut dengan penjajahan kebudayaan sebagai slo-
gan, sebenarnya merupakan obyek kajian ilmiah yang khusus
dan luas. Karena lamanya tradisi Barat berp~ngaruh sehing-
ga menjadi bagian dari bawah sadar kita, serta akan masuk,
jika belum benar-benar masuk, pada bagian dari pembentuk-
an nalar kontemporer kita.
rn. Mengkaji tradisi Barat sebagai bagian dari kajian tentang tra-
disi lama kita. Sebab pemikiran kontemporer kita sejak lebih
dari seratus tahun lalu menjadi titik temu antara dua pera-
daban, yaitu tradisi lama kita yang direkonstruksi dan tradisi
Barat yang merupakan kelanjutan tradisi Yunani lama. Se-
bagaimana mempelajari filsafat Yunani kuno juga bagian dari
kajian pemikiran Islam lama. Dengan kata lain, mengkaji tra-
disi Barat merupakan kelanjutan suatu proses yang pernah
kita penggal dan kita jadikan sebagai lingkaran yang tak her-
sam bung, karena kita menganggap tradisi lama sebagai se-
jarah yang telah puma dan tidak lagi hidup dalam kesadaran
personal maupun komunal generasi sekarang.
w. Mempelajari tradisi Barat sebagai bagian dari partisipasi kita
dalam kajian kemanusiaan umum. Hal ini dimaksudkan un-
tuk membantu Barat dalam memahami tradisi mereka, se-

83
bagaimana yang mereka lakukan dalam Orientalisme yang
mempelajari tradisi kita dan kemudian membeberkan hasil
kajiannya kepada kita. Barangkali upaya kita ini lebih heron-
tung karena dapat menikmati netralitas dan pandangan yang
sempurna setelah berakhirnya masa penjajahan dan dimu-
lainya masa pembebasan sena egalitarianisme antarbangsa.

2. Sikap Kajian Nasional Kita terhadap Barat


Salah satu motivasi dibangunnya Oksidentalisme pada gene-
rasi kita adalah ketidakjelasan hubungan antara ego dengan the oth-
er, antara tradisi lama dengan tradisi Barat. Sebab kita telah melaku-
kan tiga kesalahan terhadap kedua tradisi terse but. Terhadap tra-
disi lama kita melakukan kesalahan sebagai berikut:
1. Kita melepaskan diri dari lingkungan kebudayaan sendiri,
karena merasa rendah diri atau malu jika berafiliasi dengan
kebudayaan tersebut, karena tidak memiliki pengetahuan ten-
tangnya, karena meniru Barat, karena bangga dengannya, atau
didorong oleh keinginan untuk menyusul Barat.
11. Kita memasuki lingkungan budaya lain, mengikuti pergu-
mulan di dalamnya, meskipun kita bukan salah satu pihak di
dalamnya. Dengan bersikap sepeni ini kita telah menjadi agen
bagi perdaban Barat. Ini idelaisme dan itu realisme, ini ra-
sionalisme dan itu empirisme, ini ekistensialisme dan itu po-
sitivisme, ini analitisme dan itu strukturalisme, ini Marxisme
dan itu pragmatisme dan lain lain.
rn. Kita lari dari kenyataan sehingga tidak tahu situasi dan kri-
sis yang terjadi. Kita tidak mau menghadapi tantangan re-
alitas dan hanya melihatnya dari kebudayaan asing yang sama
sekali tidak menyentuh realitas kita. Akibatnya realitas kita
diam tak bergerak, setelah darah aslinya diganti dengan
darah asing.
Dan terhadap kebudayaan Barat kita melakukan kesalahan
sebagai berikut:

84
1. Mengeluarkan kebudayaan Barat dari lingkungan lokal dan
konteks sejarahnya. Kita menganggap seolah-olah kebuda-
yaan Barat adalah madzhab-madzhab absolut dan kebudaya-
an universal yang tak mengenal batas ruang. Kita juga men-
jadikan diri kita sebagai pihak yang bergumul dalam kebu-
dayaan tersebut.
u. Memberikan semal::am keabsolutan dan keuniversalan yang
tidak semestinya kepada kebudayaan Barat, dan menyebar-
kan kebudayaan tersebut ke luar batas geografisnya. De-
ngan demikian, kita telah merealisasikan keinginan kebu-
dayaan pusat yang ingin menjadikan dirinya sebagai kebu-
dayaan penguasa dan pengontrol bagi kebudayaan pinggir-
an (ekstrem).
rn. Memerangi kebudayaan lokal di saat ia sedang mengadakan
perlawanan terhadap kebudayaan pendatang. Ini sama de-
ngan menciptakan permusuhan antara tradisi pendatang de-
ngan tradisi lokal; memecah-belah kebudayaan tanah air, dan
jatuh ke dalam dualisme peradaban.
Dalam pemikiran kontemporer kita, penyikapan terhadap Ba-
rat terbagi menjadi tiga sesuai dengan jumlah aliran utama yang
ada, dan merupakan kebalikan tiga sikap terhadap tradisi lama.
Sikap terse but terlihat terutama pada generasi ketiga dan keem-
pat ketika reformasi agama pada generasi pertama dan kedua gagal
dan berubah menjadi gerakan salaf pada generasi ketiga dan ke-
empat; ketika liberalisme pada generasi pertama dan kedua
berubah menjadi supremasi negara dan hilangnya lembaga inde-
penden negara di tangan generasi ketiga dan keempat; dan ketika
aliran ilmiah sekular pada generasi pertama dan kedua berubah
menjadi sikap keagamaan tradisional di tangan generasi ketiga
dan keempat/6
Generasi penggagas tiga aliran di atas sepakat bahwa Barat
merupakan tipe modernisasi. Kemudian muncul perbedaan si-

76 Lihat kajian saya Kabwah af.Ishlab. dalam Dirasat Falsafiyah, hal.


177-190. (Dari jilid II, al·Mawqifmin al-Gharbtfi Fikrina al-Mu ashir hingga
bab tentanglmmanuel Kant pada bab III diselesaikan di Shan'a)

85
kap ketika reformasi gagal total dan berakhir dengan terjadinya
kebalikan dari apa yang telah dimulainya dulu. Logika represen-
tasi dan penguasaan ditinggalkan dan digantikan dialektika ofen-
sif-defensif. Di tangan generasi ketiga (Rasyid Ridla) dan keem-
pat (Ikhwan al-Muslimun: Persaudaraan Muslim danJama'ah al-
Islamiyah:Perkumpulan Islam}, gerakan reformasi mengambil
sikap defensif terhadap tradisi lama dan sikap ofensif terhadap
tradisi Barat. Aliran ilmiah sekular yang bersikap ofensif terhadap
tradisi lama, terutama di tangan generasi ketiga dan keempat
(Salamah Musa dan lain-lain} bersikap defensif bahkan membe-
bek kepada Barat, dengan dalih bahwa Barat adalah kebudayaan
kosmopolit yang tidak berbatas ruang. Sedang pemikiran politik
liberal yang bersikap selektif terhadap tradisi lama karena diang-
gap sesuai dengan struktur negara modern yang mirip Asy'arusme,
juga bersikap selektif terhadap Barat dengan memilih pencerah-
an filsafat, liberalisme Barat dan hal-hal yang sejalan dengan ke-
bebasan, undang-undang, dan hak-hak rakyat. J adi, dalam pemikir-
an kontemporer kita, penyikapan terhadap Barat berkisar antara
tiga sikap, dua sikap ekstrem yaitu ofensif dan defensif, dan satu
moderat yaitu selektif.
Sesuai dengan kesadaran sejarah yang ada, peradaban kita
sekarang menuntut adanya tiga sikap kritis. Pertama, kritis terhadap
tradisi lama, bukan sikap defensif atau ofensif, dan hal ini menja-
di tugas agenda pertama, ''sikap kita terhadap tradisi lama". Kedua,
kritis terhadap Barat, bukan sikap ofensif atau defensif, dan ini
menjadi tugas medan perlawanan kedua, "sikap kita terhadap tra·
disi Barat». Ketiga, kritis terhadap realitas kita dengan mengubah
dan mengembangkannya, bukan menjauhinya.
Masa lalu bukan untuk dipertahankan atau diserang, tetapi
untuk direkonstruksi; masa depan bukan untuk diserang atau
dipertahankan, tetapi untuk dipersiapkan dan direncanakan; dan
masa kini tidak mungkin dikembalikan ke masa lalu (salafiyah} atau
diajukan ke masa depan (sekularisme), tetapi merupakan tempat
berinteraksi ketiga medan perlawanan di atas. 77

/bid,hal.l89.
77

86
Sikap kritis terhadap Barat, bukan sikap ofensif atau defen-
sif, dapat didorong oleh faktor-faktor di bawah ini:
L Fenomena westernisasi dalam kebudayaan dan gaya kehi-
dupan kita sehari-hari telah mengakibatkan krisis identitas
dan orisinalitas
u. Imperialisme kultural; kekuasaan Barat melalui media infor-
masi yang mempropagandakan mitos kebudayaan kosmo-
polit; dan jatuhnya tokoh intelektual kita sebagai korban mi-
tos terse but.
m. Reaksi keras gerakan Islam dalam mempertahankan kebe-
naran melawan westernisasi, sehingga mereka selalu kembali
dan mengikuti jejak orang-orang dulu dalam mencari kebe-
naran dari mana pun ia datang, bahkan seandainya dari orang
yang pernah menindas kita sekalipun.
w. Awal kebangkitan Islam dan pembenahan kegagalan refor-
masi yang dapat memberikan optimisme atas kemungkinan
terjadinya kemerdekaan peradaban.
v. Meyingkap krisis Barat; dan bahwa ia bukan guru abadi dan
bukan peradaban yang tidak dapat dikalahkan, sehingga rasa
takut kita terhadap the other dapat dihilangkan. Inilah yang
disebut krisis peradaban dan krisis produksi.
Kajian tanah air kita tentang peradaban Eropa masih dihing-
gapi kebingungan. Hal ini terjadi karena masih merebaknya di-
alektika ofensif-defensif dan bukan logika kritik-rekonstruktif.
Kebingungan itu bisa digambarkan sebagai berikut:
1. Ketenggelaman total ke dalam peradaban Barat sebagai cer-
min pembebekan ego kepada the other yang mengakibatkan
ketidaktahuan kita tentang kekhasan tema tanah air dan ke-
mungkinan ditemukannya metodologi tanah air yang co-
cok. Kita telah mengorbankan tema tanah air demi mene-
rapkan metode Barat. Kita lebih memprioritaskan meto-
dologi daripada tema. Ketenggelaman ini juga mencermin-
kan kemiskinan metodologis di hadapan Barat dan hilang-
nya kesadaran metodologis yang terjadi sejak tradisi lama.
Akibatnya kita memilih metodologi Barat secara acak se-

87
suai dengan iklim dan tingkat modernitas. Apalagi jika di-
ingat, metodologi begitu beragam dan berkembang dengan
cepat misalnya rasionalisme, empirisisme, sosiologisme,
strukturalisme, analitisme dan lain-lain. Demikianlah meto-
dologi Barat menjadi satu-satunya kerangka referensi bagi
kajian tanah air.
11. Ketidaktahuan sebagai reaksi psikologis, yaitu kemarahan ego
kepada the other, yang mengakibatkan kajian-kajian lokal meng-
alami kemandulan, keterbelengguan, terulang-ulang, tidak
argumentatif, dan hanya menggeluti "ilmu tujuan" dan meng-
abaikan "ilmu perantara" ~Dengan demikian tradisi lama
masih menggunakan bahasa, konsepsi, dan realitas lamanya
yang tercerabut total dari realitas kekinian yang menuntut
bahasa dan konsepsi baru sesuai dengan tuntutan realitas
baru. Hal inilah yang mendorong kelompok sekularis semakin
tenggelam ke dalam "ilmu perantara" dengan mengabaikan
"ilmu tujuan". Aksi dan reaksi terus dilancarkan dalam di-
alektika perputaran positif dan negatif.
m. Upaya mengkompromikan kerangka lokal dengan kerangka
Barat melalui metode perbandingan dan interaksi dua kebu-
dayaan, Arab dan Barat. Hal ini dapat dilakukan dengan be-
berapa cara. Pertama, mendahulukan tema lokal atas pera-
daban Barat, seperti penemuan-penemuan ilmiah humanis
atau alam. Hal ini dapat meredam kecemburuan ego atau
menjadi konpensasi atas perasaan rendah diri ego di hadapan
Barat. Kedua, menjelaskan sisi persamaan antara perdaban ego
dan peradaban the other sebagai pengetahuan umum yang tidak
mempunyai muatan apa apa. Hal ini dapat membuat pengka-
ji tidak segan menyatakan dirinya sebagai memiliki dua per-
adaban, dua kebudayaan dan mengetahui dua bahasa. Dalam
dua kasus di atas akan terjadi dua hal:
• Memberikan sugesti bahwa evolusi tidak dapat terjadi
kecuali dari luar, dan bahwa melihat indikasi tema ta-
nah air tidak dapat dilakukan kecuali dengan meminjam
pisau analisa the other. Sehingga muncul kesan seolah-
olah tema tanah air adalah benda mati. Padahal tema

88
terse but yang lahir dari tradisi lama merupakan meto-
dologi, dan bahwa tradisi lama juga diambil dari sum her
sumber metodologis yang kemudian membangun ilmu
pengetahuan yang metodologis.
• Mengakui kelemahan kebudayaan metodologi tanah air
yang menuntut segera diciptaknnya pisau analisis yang
sesuai dan mampu mengembangkan tema tanah air; dan
mengakui bahwa metodologi kebudyaan tanah air ada-
lah pengikut metodologi lain: kebudayaan buta yang
membutuhkan kebudayaan penuntun. Dengan demiki-
an kita telah menegaskan ketiadaan metodologi dalam
karya karya akademis, dalam kehidupan sehari hari, dan
dalam administrasi negara.
Keuntungan maksimal yang dapat kita peroleh dari hubung-
an kita dengan tradisi Barat hanyalah "Oksidentalisme terba-
lik", yaitu mengadopsi isme (paham) Barat yang sesuai dengan
iklim, pilihan ideologis dan kesadaran politik, kemudian men-
coba membaca ego dengan isme terse but, seperti idealisme Ba-
rat, individualisme, fenomenalisme, Marxisme, positivisme, ek-
sistensialisme, strukturalisme, saintisme. Isme-ismetersebut meru-
pakan standar pilihan personal atau upaya ijtihad partikular. Pe-
milihan isme Barat ini akan bermuara pada tejadinya saling han-
tam dan mengkafirkan antar isme, dan pada gilirannya mengem-
balikan kita ke sejarah sektarianisme yang dulu pernah terjadi
pada sekte-sekte ilmu Kalam di mana masing-masing sekte
mengklaim dirinyalah yang selamat. Semua isme memiliki argu-
mentasi yang sama kuat, mereka sama sama memilki tendensi
yang benar dalam memilih, dan dalam mengembalikan totalitas
kepada bagian-bagiannya.
Dalam kehidupan ilmiah kita dulu telah dicoba untuk me-
nyikapi tradisi Barat secara total yang diawali dengan memamer-
kan tokoh-tokoh pemikirnya. Tujuan pan1eran ini hanya sekedar
untuk memperkenalkan tokoh Barat kepada masyarakat secara
obyektif tanpa memilah kelebihan dan kekurangan mereka. Inilah
ciri umum kajian, penelitian dan komentar kita terhadap pemikir

89
Barat. Barangkali hal ini sangat bermanfaat bagi upaya penge-
nalan satu kebudayaan kepada kebudayaan lain. Di masa lalu Kindl,
Farab!, Ibn S!na dan Ibn Rusyd memberikan catatan-catatan atas
karya-karya filosufYunani sebelum mereka menyikapi, meniru
dan melampauinya.
N amun langkah ini bisa menjadi bumerang jika mas ape-
ngenalan terns berlanjut tanpa dimasukinya tahap representasi,
penolakan, dan analisa langsung terhadap realitas. Atau boleh
jadi tujuan pengenalan ini hanya sekedar sebagai kajian ilmiah
akademis yang biasa terjadi dalam masyarakat yang sedang ter-
tidur, dan dilakukan agar pembahasan di atas memperoleh gelar
akademis, atau untuk menaikkan gengsi tradisi yang dikaji de-
ngan semakin banyaknya kajian terhadap tradisi terse but. Lang-
kah ini bisa dianggap tidak berlebihan seandainya hanya dilaku-
kan oleh beberapa gelintir orang. Namun kenyataannya, lang-
kah ini dilakukan oleh ban yak orang dari berbagai belahan du-
nia. Padahal mereka memiliki potensi besar yang mungkin tidak
ban yak dimiliki masyarakat negara berkembang. Sebagaimana
masyarakat negara berkembang juga memiliki ikatan dengan
realitasnya. Dengan kata lain, mereka mempunyai potensi rea-
listis untuk melakukan analisa langsung terhadap realitasnya yang
barangkali tidak dimiliki pengkaji lain. Pada gilirannya kajian
mereka dapat menyumbangkan sudut pandang baru dan mem-
perkaya kajian filsafat.
Berafiliasi di tingkat peradaban sejarah atau kepada tahap
sejarah tertentu yang dilalui suatu bangsa di mana pengkaji itu
berada, seperti berafiliasi kepada ideologi politik atau madzhab
pemikiran, menyimpan potensi bagi terabaikannya sudut pandang
baru pada selain kajian ilmiah obyektif yang rumit. Kajian
semacam ini tidak mengindikasikan suatu sikap, juga tidak mencer-
minkan situasi sejarah tertentu suatu bangsa di mana pengkaji
berada.
Pilihan saya kepada filosuf-filosuf tertentu seperti Spinoza,
Vi co, Kant, Hegel, Feuerbech, Jaspers, Ortega, Marcuse, Hus-
serl, Max Weber dan lain-lain, adalah pilihan yang disengaja un-
tuk menyelesaikan salah satu problem realitas kontemporer kita

90
dengan memasukkan ego ke dalam realitas dimaksud. Barangkali
hal ini dapat mendorong ego menyelesaikan problemnya dengan
caranya sendiri setelah belajar dari pengalaman the other. Ini mirip
dengan "mengarang tak langsung" dan "meletakkan kebenaran
di mulut orang lain" dalam satu masyarakat yang memandang
pengutip kekafiran bukan sebagai orang kafir. Hal ini juga terma-
suk qiyas syar'i (menganalogikan satu hal dengan hal lain dalam
suatu hukum karena adanya kesamaan antara kedua hal tersebut-
peteryemah). Jika kondisi pemikiran dan upaya ijtihad Barat demikian
(satu hal), dan kondisi kita demikian (hal lain), dan jika kondisi
Barat dan kondisi kita sama (kesamaan), maka mengapa kit a tidak
dapat berijtihad seperti mereka (hukum)? J adi, kajian terhadap
Barat lebih bertujuan menjelaskan persamaan daripada perbedaan,
sehingga dapat mendorong ego untuk mengobservasi sisi perbe-
daan dan mengembangkannya/8
Dengan cara seperti ini basis taqlid dapat kita hapuskan.
Sebagai gambaran tipe kesenian Eropa atau pemikiran Barat
yang lahir dalam lingkungan tertentu tidak dapat ditransfer ke
lingkungan lain dengan mengatasnamakan pembaruan dan up
dating tanpa terlebih dahulu dilakukan kajian ulang atau kritik yang
didasarkan pada kesadaran tentang adanya tradisi ego, tuntutan
zaman dan tradisi the other.
Setiap sikap dalam pemikiran reformasi kontemporer kita
yang selalu menyerukan dihapuskannya taqlid adalah sikap yang
benar yang didasarkan pada perlunya menciptakan inovasi dan
pada ajaran agama. Agama menyatakan bahwa iman seorang

78 Sebagai contoh saya telah melakukan hal itu dalam kajian saya

Hegel wa Hayatuna al-Mu'ashirah, dan saya menjelaskan karakteristik


hubungan ini dalam Ta 'qual· Waqi: al-Bulzuts 'an Manhaj, (Rasionalisasi
Realitas, Mancari Metodologi, a/Din wa al-Hayah (Agama dan Kehidup-
an), a!Jamal Ta 'hi run Hayyun 'an al-Mitsal (Estetika Kalimat Hidup Ide-
alisme), Dawlah al· Walzdah al-Istiqtal (Negara Persatuan dan Negara
Merdeka), Tab.!£! al-Dzatiyah wa Tathuwwuriha (Analisa Diri dan Pengem-
bangannya), al-Syu 'ur al-Erub£ wa al-Syu 'ur a!- 'A lam a!-Tsalits (Kesadaran
Eropa dan Kesadaran Negara Dunia Ketiga), dalam QadlayaMu ashirah,
Jilid II,fi al-Fikr al-Gharbt al-Mu 'ashir, hal. 245-271.

91
muqallid (pembebek) tidak bisa diterima dan bahwa taqltd bukan
sum her ilmu pengetahuan. Ketika inovator kita berbicara tentang
zaman sekarang, roh era modern, kesenian kontemporer, atau
gelombang baru peradaban Eropa, bukan berarti ia mengungkap-
kan roh era modern seluruh peradaban. Tidak adanya kesenian
modern Barat di bidang novel dan film pada suatu masa memiliki
alasan tersendiri dalam perkembangan peradaban Eropa dan fase
akhirnya. Demikian pula munculnya kesenian abstrak, musik elek-
tronik atau ritmik primitif memiliki alasan tersendiri dalam per-
ada ban Eropa. Tetapi kenyataan itu sama sekali tidak mencer-
minkan peradaban dan bangsa lain pada fase kebangkitan, per-
mulaan kedua atau reinkarnasi. Boleh jadi, roh peradaban non
Eropa tidak sama dengan roh peradaban Eropa, bahkan mungkin
berlawanan. Barangkali peradaban Eropa hanya merefleksikan
bentuk peradaban non Eropa bukan substansinya; kesenian rea-
lisnya bukan kesenian abstraknya; hanya menampakkan problem
zaman bukan membuangnya dari perhitungan. Pemindahan tra-
disi dari satu peradaban ke peradaban lain tidak mungkin dilaku-
kan jika tidak melalui proses rekonstruksi peradaban yang dipin-
dah dengan dasar roh peradaban yang akan dibangun. Inilah sikap
yang sadar akan tuntutan zaman dan tradisi Barat sekaligus. 79 Jika
tradisi ego tidak mungkin dipindah kecuali setelah direkonstruksi
sesuai dengan kebutuhan zaman, apalagi tradisi Barat.

3. Oksidentalisme dalam Karya Saya Terdahulu


Munculnya tema ini tidak menunjukkan kemenangan jur-
nalistik saya, meskipun saya yang pertama kali mengumumkan
istilah ini. Klaim semacam ini di luar wilayah disiplin ilmu yang
bagus dan lebih pantas disebut propaganda dan iklan. Tetapi
yang jelas secara substansial ilmu ini telah menjadi perhatian
kita semua sejak dua ratus tahun silam. Tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa proyek al-Turast wa al- Tajd£d (T radisi dan Pem-
baruan) adalah perhatian pertama saya dan merupakan satu-sa-

Mawqifuna min al-Turats al-Gharb£, hal9-10


79

92
tunya sejak ditulisnya tiga karya ilmiah saya dalam bahasa Pran-
cis hingga sekarang. Tampaknya pilihan saya pada tiga karya ini
pada tahun 30-an mengindikasikan tiga agenda proyek "Tradisi
dan Pembaruan". Karya pertama Manahij al-Tafstr, Mub.awalah li
Iadah Bina' 'Ilm UshUl al-Fiqh (Metode T afsir, U paya Rekonstruksi
Ilmu Ushul al-Fiqh) membahas agenda pertama, "sikap kita ter-
hadap tradisi lama", yang berupaya menerapkan ilmu rasional-
tekstuallama. Ini terjadi ketika saya sedang mencari metodolo-
gi berpikir, teori dan penerapan, hakikat dan syari'ah. 8°Ketika
itu saya selalu bertanya, mengapa buku tersebut tidak saya ter-
jemahkan ke dalam bahasa Arab? Jawaban saya telah berlalu lebih
dari seperempat abad yang silam dan buku itu tetap perlu ditu-
lis kern bali. Benar bahwa roh yang menjiwai buku itu tidak
berubah, tetapi dulu saya lebih banyak menyelaminya dengan
kesadaran personal daripada kesadaran komunal. Penjelasan
teoretisnya pun banyak yang masuk dalam penjelasan teoretis
medan (agenda) pertama, "sikap kita terhadap tradisi lama", yang
ditulis tahun 1980 atau 15 tahun setelah ditulisnya karya ilmiah
pertama. T etapi saya akan menulisnya kern bali setelah rekons-
truksi ilmu hikmah dalam Min al-Naql ila al-Ibda' dan rekons-
truksi ilmu tasawuf dalam Min al-Fana ila al-Baqa', kemudian
rekonstruksi ilmu ushul fiqh dalam Min al-Nashsh ila al- Waqi ',
seperti yang pernah saya lakukan tiga puluh tahun silam. 81
Buku kedua Tafstr al-Zhahirtyat, al-Halah al-Rahinah li al-Man-
haj al-Zhahirtyat wa Tathblqihifi al-Zhahirah al-Dtntyah (Tafsir Feno-
menologi, Status Quo Metode Fenomenologi dan Penerapannya
pada Fenomena Agama) membahas agenda kedua, "sikap kita ter-
hadap tradisi Barat". Dalam kajian Fenomenologi ia terbilang

80Lihat kondisi pemilihan tema karya ilmiah ini dalam Mub.awalah

Mabda'iyahliS£rahal-Dzat£yahdalamal-D£nwaal-TSJtwrahfiMishr 1952-
1981,Jilid V, al-UshUl£yahal-Islam£yah, hal. 227-237.
81LesMethodesd'Exegesse,essaisurlasciencedesfondamentsdelacompre-

hension, 'Ilm UshUl al-Fiqh, Paris, 1966, Impremerie N ationale, La Caire,


1965.

93
membawa hal baru, jika diasumsikan bahwa fenomenologi ada-
lah teori tentang konsepsi kesadaran personal dan kesadaran per-
ada ban Eropa, terutama yang berhubungan dengan upaya pele-
takan kaidah-kaidah metodologi fenomenologi dalam tiga hal: pe-
nangguhan, pembangunan dan penjelasan hukum yang dulu ha-
nya dikenal Eropa dua hal. Begitu pula yang berhubungan dengan
interpretasi fenomenologi tentang agama yang didasarkan pada
kehidupan pribadi Husserl dan roh fenomenologi seperti kern ba-
like Perjanjian Lama. Hal ini sesuai dengan penafsiran saya ten-
tang filsafat Barat, terutama idealisme transendental, bahwa fil-
safat Barat adalah reinkarnasi dari Khotbah di Atas Bukitnya (al-
Mawa'idz 'ala al-jaba0 al-Masih, dan bahwa Kant dan Fichte ti-
ada lain adalah al-Masih baru.
Karya ilmiah akademis ini akan tetap dalam bahasa aslinya,
Prancis, karena ia ditujukan kepada masyarakat Eropa dan ditulis
dengan istilah-istilah ilmu pengetahuan, meskipun beberapa ke-
simpulannya pernah saya tulis kern bali dalam kajian-kajian ter-
dahulu. 82 Penulisan ulang ini bukan dimaksudkan sebagai kajian
ten tang fenomenologi Husserl melainkan sebagai kajian ten tang
tema yang dikaji fenomenologi, yaitu pembentukan kesadaran
Eropa, dengan menjelaskan sumber-sumbernya yang selama ini
disembunyikan. Tema ini juga menjadi tema Oksidentalisme.
Dalam kata pendahuluan desertasi saya, Les Methodes, terda-
pat upaya awal pembagunan Oksidentalisme di bawah dua judul
1) Fenomena kesadaran Eropa, 2) Kesadaran Netral, dan Kesadaran
Terasing. Judul pertama menjelaskan munculnya tema kesadaran
Eropa dalam filsafat kontemporer sebagai tema strukturalis yang
terlepas dari sejarah, dan sebagai tema kajian. Tampak jelas kesa-
daran Eropa sebagai obyek yang mencatat sejarahnya sendiri yang
menandai awal dari keberakhirannya sebagaimana Aristoteles yang
mencatat sejarah peradaban Yunani. Sejarah kesadaran Eropa

82Lihat kajian saya "al-Zhahiriyah waAzmah al- 'Ulum al-Erub£yah,

Fenomenologiya al-D£n 'inda Husser!" dalam Qadlaya Mu ashirah, Jilid I, Ft


al-Fikral-Gharb£ al-Mu'ashir, h. 295, 339.

94
muncul sebelum terungkap struktur dan kesempurnaannya. Se-
perti juga Ibn Rusyd yang mencatat sejarah filsafat Islam dan fil-
safat Yunani dengan menjelaskan tingkat kesempurnaannya. Fil-
safat Islam tercatat mulai dari al-K.indi ke al-Farabi dan Ibn Sina
kemudian ke Ibn Rusyd. Filsafat Barat tercatat dari Socrates ke
Plato, kemudian ke Aristoteles. 83 Begitu pula yang dilakukan oleh
Ibn Khaldun yang mencatat sejarah peradaban Islam pada fase
pertamanya sepanjang 700 tahun.
Judul kedua menjelaskan perlunya kesadaran non Eropa, yaitu
kesadaran netral, membangun Oksdientalisme. Tugas ini bukan
dilakukan oleh kesadaran Eropa. Sebab jika demikian, subyek dan
obyek tidak akan dapat dibedakan. Kesadaran Eropa hanya dapat
dipelajari oleh kesadaran non Eropa, sehingga subyek dan obyek
tidak terdiri dari hal yang sama. Bagaimana mungkin kesadaran
Eropa menjadi subyek Oksidentalisme yang obyek kajiannya ada-
lah kesadaran Eropa itu sendiri. 84
Karya ilmiah akademis ketiga adalah Zhr1hiriyr1t al· Tafi£r, Mu·
Mwalah li Tafs£r WujUd£ Ibti&an min af. 'Ahd aljad£d (Fenomenolo-
gi Interpretasi, Upaya Penafsiran Eksistensialis Dimulai dari Per-
janjian Baru). Dalam buku ini saya berupaya menemukan korela-
si teks dan realitas dalam kasus Perjanji11n Baru. Dari sinilah ilmu
kritik historis terhadap kitab suci mulai dikenal, begitu pula
macam-macam kritik terutama yang konservatif, dan liberal, ser-
ta aliran "sejarah bentuk-ben~uk sastra". 85
Tekstualisme dalam kesadaran personal dan komunal mun-
cul pada kelompok-kelompok agama masa lalu, dan pada awal
lahirnya perundang-undangan yang memberikan wewenang peng-
ambilan keputusan kepada kekuasaan agama berdasarkan standar

83Lihat kajian saya yang menjelaskan tentang hal ini, Ibn Rusyd
Syarikh A risto dalam Dirasat Islam£yah, h. 203-272.
84L 'Exegesse de la Phenomenologie, L 'etat actuel de Ia methode pheome·

nologique et son application au phenomene religieux, h. 3-12, Paris, 1965, Dar


al-Fikr al-'Arabi, La Caire, 1979.
85Madrasah Tarikh al-Asykal, dalam Dirasat Falsaftyah, h. 487-522.

95
dogmatis murni, bukan kritik sejarah ilmiah seperti yang dilaku-
kan umat Islam dan tradisi Barat modern.
Realitas adalah basis teks, dan teks becrkembang mengikuti
perkembangan realitas, seperti yang dulu kit a kenal dengan As·
babal-Nuzul (sebab turunya ayat al-Qur'an) dan Nasikh-Mansukh
(menghapus hukum pertama, yaitu mansukh dengan teks syara'
yang datang kemudian, yaitu nasikh-penerjemah). Di samping itu,
pengalaman manusia juga berada di belakang teks, dan bahkan
kalam Allah pada hakikatnya adalah kalam rnanusia yang terben-
tuk oleh percobaan dan pengalamannya. Jadi eksistensi manusia
baik secara personal maupun komunal, merupakan sumber mun-
culnya teks. 86
Adapun empat karya terjemahan saya adalah sebagai beri-
kut: Namadzij min al-Falsafah al-Mastb.ryahfi al- 'Ashr al-Wastth (Tipe
Filsafat Kristen pada A bad pertengahan: Augustin, Anselm us,
Thomas de Aquin), 87 Spinoza: Risalah fi al-Lahut wa al-Siyasah
(Spinoza: Esai tentang Ketuhanan dan Politik), Lessing: Tarbiyah
al-]ins al-Bisyarf (Lessing: Membimbing Umat Manusia) ,Jean Paul
Sartre: Taalayal-AnaMawjud GeanPaul Sartre: Kemari, SayaAda),
yang semuanya adalah bagian dari pembangunan Oksidentalis-
me. Sebab keempat karya terjemahan ini memberikan contoh im-
plementatif tentang, bagaimana membaca kebudayaan the other

86La Phenomenologie deL 'Exegesse, essai d'une henneneutique exsentielle a

partirdu nouveau Testament, Paris 1966, Anglo Egyptian Bokkshop, Le


Caire, 1990.
87 Namadzij min al-Falsafah al-Masib.iyahfi al-'Ashr al-Washith (Agus-

tin, Anselme, Thomas de Aquin), Cet. I, Dar al-Kutub al-Jami'!yah, Alek-


sandria, 1986, Cet.ll, Dar al-Tanw!r, Beirut, 1982, Cet. ill, Anglo Mesir,
1979. Spinoza, Risalahfi al-Uhut wa al-Siyasah, Cet. I, al-Hay'ah al-'Am-
mah li al-Kitab al-Qahirah (Lembaga Perbukuan Umum Kairo), 1973,
Cet. II, Dar al-Thali'ah, Beirut, 1979, Cet. ill, (dicopi dari cetakan ked-
ua), Anglo Mesir, 1979. Lessing: Tarbiyah al-Jins al-Basyar£, Cet. I, Dar al-
Tsaqafah al-Jad!dah, Kairo, 1976, Cet. II, Dar al-Tanw!r, Beirut 1982.
Sartre: Ta 'a lay, Ana Mawjud, Cet. I, Dar al-Tsaqafah al-J ad1dah, Kairo,
1977, Cet. II, Dar al-Tanw!r, Beirut, 1982.

96
dengan kebudayaan ego, dan bagaimana mengungkapkan kebu-
dayaan ego dengan bahasa dan konsepsi the other seperti dilakukan
komentator-komentator kita di masa lalu. Hal ini dimaksudkan
untuk merealisasikan beberapa tujuan:
1. Menghapus dualisme tradisi lokal dan tradisi pendatang guna
.mewujudkan persatuan tanah air dan kepribadian nasional
agar para pembaca tahu bahwa kebudayaan kita adalah satu.
Kita hanya memiliki satu kebudayaan meskipun ada kesa-
maan kondisi dalam dua masyarakat yang berbeda.
u. Memodernisir tradisi lokal secara spontan dan alami de-
ngan mempertahankan substansi dan ruh, dan mengubah
bentuk dan format. Hal inilah yang dilakukan pendahulu
kita ketika memodernisasi tradisi leluhur melalui kebudayaan
Yunani.
w. Hilangnya rasa takut dan rendah diri di hadapan Barat agar
dapat berintreraksi dengan mereka sebagai pihak yang sede-
rajat. Bahkan kita dapat mengkritik dan menjelaskan arah yang
dituju Barat, dan kemudian menyempurnakannya. Filosuf-
filosuf kita dulu lebih "Aristoteles" dari pada Aristoteles
sendiri. Awal kesadaran Eropa telah diumumkan dalam Cogi-
to (al-AnaAjkiru: SayaBerpikir) karyaDescartes; akhir kesa-
daran Eropa dinyatakan dalam SayaAda karya Husserl, dan
menyurutnya perkembangan pada masa antara awal dan akhir
kesadaran Eropa diekspresikan dalam Kemarilah, Saya Ada.
rv. Hilangya kebiasaan melakukan kajian semacam ini, yaitu
menggunakan akal dalam teks dan realitas, memaksa kita
mengutamakan hasil temuan orang lain sebagai tahap pen-
dahuluan sebelum dilakukan kajian langsung sebagaimana
yang dilakukan oleh para penerjemah di masa lalu sebelum
masa pensyarahan. Sehingga lingkungan kita terbiasa mela-
kukan kajian semacam ini dengan meminjam lisan orang lain,
dan fungsi ego hanya sebagai penjaja dari produk orang lain.

Proyek "Tradisi dan Pembaruan" dalam arti proses dialek-


tika antara ego dengan the other tertuang dalam Qadlaya Mu ashi-

97
rah, jilid I, Ft Fikrina al-Mu 'ashir, yang membahas ten tang ego,
dan jilid II, Ft al-Fikr al-Gharbf al-Mu 'ashir, yang membahas ten-
tang the other. Setelah kekalahan perang 1967 (perang Israel Arab
yang berakhir dengan kekalahan pihak Arab-penerjemah) proyek
ini menapaki permulaannya di tingkat publik pembaca bukan di
tingkat pakar. Hampir tak satu pun kajian yang tidak menyata-
kan kemungkinan dibangunnya Oksidentalisme. Kajian perta-
ma yang membahas ilmu dimaksud secara terperinci adalah
Mawqifuna min al- Turds al-Gharbf (Posisi Kita di Hadapan Tra-
disi Barat) yang memberikan contoh tehtang bagaimana mem-
baca the other dari kacamata ego sesuai dengan kebutuhannya,
seperti tampak dalam rasionalisme, pencerahan, filsafat agama
dan filsafat revolusi. 88 Hal yang sama juga terjadi dalam kajian

88 Sebagi contoh dapat dilihat dalam F£ Fikrina al-Mu 'ashir, bab

tentang, Tsaqafatuna al-Mu ashirah bayn al-Ashalab. wa at-Taqltd, hal. 51-


69, terutama pada titik pertama Tsalatsah Mawaqifbi al-Nisbah al-Turats
al-Gharb£, hal. 52-56, titik kedua Ba 'diu Mazhahir al-Taqltd fi Fikrina al-
Mu 'ashir, hal. 56-66, titik ketiga, al-Syu 'ur al-Erub£ wa al-Syu 'ural- 'A lam
al-Tsalist, hal. 66. Lihat juga, Mawqifuna al-Hadlar£, hal. 46-50, tentang
al- Tajd£d wa al-Tard£d fi al-Fikr al-Dfn al-Mu 'ashir, hal. 70-90. Lihat
pula, Mawqifuna min al- Turats al-Gharb£, Jilid II, F£ al-Fikr al-Gharb£ al-
Mu 'ashir, hal. 3-33, hal. 34-60 tentang 'Azmah al- 'Aql am Intis hal al-
'Aql, hal. 61-99, tentang Risalal al-UhUt wa al-Siyasah li Spinoza, hal.
100-130, tentang al-Qamus al-Falsafi li Voltaire, hal. 131-170, tentang
al-D£nfiHudud al- 'Aql wa Hadduhu li Kant, hal. 171-216, tentang Mu-
b.adlarah fi al-Falsafah al-D£n li Hegel, hal. 217-243, tentang Hegel wa al-
Fikr al-Mu 'ashir, hal. 244-272, tentang Hegel wa Hayatuna al-Mu 'ashirah,
hal. 273-294 tentang al-D£n wa al-Ra'sumal£yah, Hiwar ma 'a Max Weber,
hal. 295-321, tentang al-Zhahir£yat wa 'Azmah al- 'Ulum al-Erub£yah, hal.
323-339, tentang Fenomenologia al-D£n 'inda Husser!, hal. 340-355, ten-
tang Ona Mono wa al-Mas£b.£yah al-Mu 'ashirah, hal. 356-374 tentang Wada'
al-Faylasuf, Karl jaspers Yarani Nafsahu, hal. 375-397, tentang Bayn Jas-
pers wa Nitcshe, hal. 398-441, tentang Karl Jaspers, al-Raj'lyah wa al-Isti'mar
fi al-Fikr al-Faylasufal-Rahil, hal. 442-466, tentang Karl jaspers, al-Tawath-
thu 'a!-Nazi al-Amerik£ 'inda al-Faylasufal-Rahil, hal. 466-502, tentang
Marcuse, al- 'Aql wa al-Tsawrah, hal. 503-525, tentang Herbert Marcuse,
al-Falsafah wa al-Tsawrah.

98
berbahasa Inggris yang saya sampaikan pada konferensi luar
negeri. Kajian ini dimaksudkan untuk memberikan contoh ten-
tang bagaimana membaca the other dari kacamata ego baik yang
berhubungan dengan teks agama atau yang berhubungan de-
ngan persoalan pembebasan dan revolusi di tingkat pemikiran
dan menghadapi akidah dengan akidah dan revolusi dengan revo-
lusi.89 Al-Qur'an yang merupakan teks agama juga memberikan
contoh bagaimana ia sebagai ego membaca Y ahudi dan Kristen
dengan kacamatanya sendiri.
Proses dialektika ego dengan the other selalu menjadi bagian
dari pambahasan karya-karya saya berikutnya, baik untuk meng-
ambil contoh dari orang dulu misalnya bagaimana al-Farabi dan
Ibn Rusyd menjadi pensyarah Aristoteles, atau untuk mengulang
upaya al-Farabi dan Ibn Rusyd dengan orang Barat sekarang, dan
untuk memperlihatkan perbedaan dua posisi peradaban. 90
Pada masa revolusi terbalik dan setelah adanya sikap men-
jauhi Barat, muncul penjelasan teoretis agenda pertama al- Turats
waal-Tajdld, Mawqifuna min al-Turats al-Qad£m, yang mencoba men-
difenisikan cara pandang kebudayaan ego dengan tidak melupakan
bahwa pendifinisisan ini juga berlaku bagi the other. Pendefinisian
ini dapat dilihat dalam kritik atas kesalahan yang ditimbulkan oleh
perubahan yang dilakukan dengan cara-cara Barat, seperti imitasi
pemikiran kepada Barat atau yang disebut Oksidentalisme terba-
lik. Pendefinisian di atas juga dapat dilihat dalam bab yang meng-
isyaratkan agenda kedua sebagai agenda independen, dan dalam
bab yang menjelaskan bahwa metode pengaruh dan keterpenga-
ruhan yang digunakan orientalis sesungguhnya merupakan hu-

89Kajian-kajian ini saya satukan dalam Religious Dialogue and Revolu-

tion, Anglo Egyptian Bookshop Kairo, 1977. Jilid I saya khususkan un-
tuk membahas tentang al-Hiwdr.
90 "Al-Fardb£ Sydrikhu A risto, Ibn Rusyd Sydrikhu A risto", dalam Dirdsdt

Isldm£yah, hal. 145-270, jugaMawqifund al-Hadlari dalamDirdsdt Falsafiyah,


h. 9-50.

99
bungan satu arah yang pada akhirnya dapat membunuh kreativi-
tasego.91
Namun demikian, upaya terakhir yang saya lakukan dalam
rangka mewujudkan proyek ini adalah membangun "sosiologi
baru" yang saya tulis dalam bahasa Inggris dan coba saya ajukan
sebagai proyek PBB dalam program lima rencana kedua. Dalam
tulisan ini saya mendifinisikan karakteristik "sosiologi baru" ini
dan mengaitkannya dengan fase perubahan utama dalam sejarah
bangsa-bangsa dan sejarah peradaban. Dalam tulisan ini juga di-
lakukan pembaruan pada sisi motivasi, pembagian, obyek kajian,
metodologi, dan konklusi "sosiologi baru". Sayang, departemen
kajian kemanusiaan di PBB dibubarkan total setelah dihancurkan
oleh kekuasaan Barat seperti pernah terjadi pada UNESCO pas-
ca proyek tatanan baru media informasi. 92
Sekarang sudah banyak kajian berbahasa Inggris dan Prancis
tentang tema yang sama, yaitu tentang dialektika ego dengan the
other. Tetapi kajian terse but biasanya lebih terfokus pada ego, bu-
kan pada the other. T em a ini sangat penting untuk kit a ataupun
untuk mereka. Oleh karenanya, saya menulis tema ini dalam ba-
hasa Arab juga dalam bahasa mereka. 93
Sekarang penjelasan teoretis agenda kedua, "sikap kita terhadap
tradisi Barat'~ telah diterbitkan. Hal ini terjadi setelah agenda perta-

91Al· Turats waal· Tajdid, Mawqifuna min al-Turats al-Qadim, misalnya

dalam al- Tarbryah li al-Gharbt, hal, 44-45, al-]abhah al-Mustaqillah, hal.


60, catatan pinggir hal. 30, al-Atsar al-Kharijt, hal. 64, al-Istisyraq wa al-
Istighrabfi al-Na'rah al-'Ilm£yah, hal. 79-82, bagian kedua proyek al-Turast
wa al-Tajdid (Tradisi dan Pembaruan), Mawqifuna min al-Turats al-Gharbt,
hal. 209-212.
92 The New Social Science, Tokyo,1987. Diterjemahkan ke dalam ba-

hasa Arab oleh Dr. Ala' Musthafa Anwar dan dimuat dalam majalah al-
Markaz al-Qawm£ li al-Bub.uts al-Ijtima '£yah wa al-]ina '£yah bi al-Qahirah,
juga dalam majalah Dirasat Syarqiyah, Paris, dengan judul Min al-Istisyraq
ila al-Istighrab.
93Islam, Religion, Ideology, and Development, Anglo Egyptian Bookshop,

Kairo 1990, Islam reponse a notre temp (sous-press).

100
rna, "sikap kita terhadap tradisi lama" semakin mantap, terutama
setelah penerbitan bagian pertama Min al- 'Aqldah ila al- Tsawrah,
yang kemudian dapat diketahui kelemahan-kelemahannya metode
analisis, cara penyampaian, atau cara publikasinya. Di sam ping
itu, setelah terjadi diskusi yang berkesinambungan sejak diter-
bitkannya penjelasan teoretis pertama, dan setelah banyak dilaku-
kan telaah kritis terhadapnya, agenda pertama menyadari adanya
sanggahan-sanggahan yang ditujukan kepadanya. Barangkali saat
ini saya juga semakin rna tang, meskipun pemilihan proyek ini
sudah terjadi sebelum ini. Kalaupun sekarang ada perubahan itu
hanya perubahan pinggiran yang terbatas dan bersifat formal
bukan substansial.

G. Keraguan dan Protes

1. Keraguan dan Kekhawatiran


Setelah orang-orang terbiasa dengan gagasan agenda perta-
ma dan sikap kriti~terhadap tradisi lama, banyak keraguan dan
kekhawatiran dilontarkan menanggapi munculnya agenda kedua
dan penjelasan teoretisnya. Keraguan dan kekhawatiran tersebut
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Dengan mengacu pada pembahasan agenda pertama, pem-
bahasan agenda kedua dapat dikatakan mengalami kemun-
duran. Seperti diketahui agenda pertama mencoba mem-
baca masa lalu dari kacamata masa kini. Dengan asumsi
bahwa usaha ini berhasil dan keberhasilan itu tidak mungkin
terjadi dengan membaca masa kini dari kacamata masa lalu,
maka agenda kedua mengalami langkah mundur ketika
menolak the other dan menghalaunya. Jika agenda pertama
berusaha keluar dari ego masa lalu ke masa kini, maka seba-
liknya agenda kedua keluar dari masa kini dan kern bali ke-
pada ego. Jika agenda pertama mencoba keluar dari tradisi
menuju pembaruan, maka sebalikya agenda kedua keluar
dari pembaruan kembali ke tradisi. Jika agenda pertama

101
membaca ego dari kacamata the other, maka agenda kedua
membaca the other dari kacamata ego. Jika agenda pertama
menyerukan kekinian, maka agenda kedua menyerukan
kern bali ke orisinalitas. J adi dua agenda ini mewakili lang-
kah maju dan langkah mundur. Seolah proyek Tradisi dan
Pembaruan menetapkan satu hallalu menafikannya. Singkat-
nya, telah terjadi kontradiksi penyikapan dalam proyek
Tradisi dan Pembaruan. Lalu, mengapa kita tidak memilih
ini atau itu dengan menggunakan logika perputaran bukan
logika pembatalan. 94
Sebenarnya, tidak ada kemunduran dari sikap saya yang
lalu. Langkah maju dan langkah mundur yang ada hanyalah
dua sikap yang berbeda. Sikap pertama, menyerukan keki-
nian, membaca masa lalu dengan memperhatikan tuntutan
masa kini. Seruan ini sesuai dengan tujuan kelompok pro-
gresif, terutamanya kelompok sekular. Sedang sikap kedua,
menyerukan orisinalitas, dan menyatakan kemampuan diri
dalam melakukan inovasi dan mengembalikan Barat ke ba-
tas alamiahnya untuk membebaskan diri dari perang kebu-
dayaan, serta untuk memberantas taqlfdkepada Barat. Ini
lebih sesuai dengan fitrah ilmiah yangmemandang setiap
peradaban dalam kerangka masing-masing yang lahir dalam
konteks sosial tertentu dan dalam rangka memenuhi tuntut-
an zamannya. Sikap semacam inilah yang diambil kelom-
pok Islam yang menyerukan identitas dan kern bali kepada

94 Banyak kajian yang menanggapi agenda pertama, "sikap kita ter-

hadap tradisi lama", dan menilainya sebagai kemunduran jika dibanding-


kan dengan sikap sikap saya sebelumnya, setelah kekalahan perang 1967 _
Mereka menganggap hal di atas sebagai manifestasi perubahan saya
dari dekade 60-an ke dekade 70-an, dari kemajuan sekularisme ke pence-
rahan Islam. Dan sebagian mengklasifikasikan saya ke dalam kelompok
salafatau neo-tradisionalis seperti Faishal Darij, Adib Dimitri, 'Abd al-
Azh!m Anis, Pendeta George Sahatah Qonwani, Nahhidl Hatr, dan
mayorits pengkaji yang berhaluan Marxis. Sebagai contoh dapat dilihat,
Mahmud Amill al-' Alim, al-Wa yu wa al-Wa yu al-Zayffi al-Fikr al- ~rabl
al-Mu 'ashir, Dar al-Tsaqafah al-J ad!dah, Kairo, 1986_

102
diri sendiri dalam menghadapi serangan orang lain. J adi,
dua langkah di atas adalah dua langkah berbeda dalam agen-
da yang berbeda pula. Sebab, kemajuan tidak mungkin ter-
jadi dari satu pihak atau satu arah. Pada fase ketertutupan,
keterbukaan peradaban adalah kemajuan. Pada masa keter-
bukaan hingga ke tingkat taql£d dan imitasi, kembali ke diri
sendiri dan mempertahankan identitas adalah kemajuan.
Jadi, tak ada kemajuan yang terjadi secara terus menerus
pada satu jalur kecuali jika dipandang dari kacamata sek-
tarian-ideologis, bukan kacamata ilmiah rasional.
Ada perbedaan antara kembali ke diri sendiri dan pe-
nyikapan terhadap pihak lain dengan penilaian emosional
terhadap pihak lain dan kecurigaan terhadap segala sesuatu
sebagai barang impor yang harus ditolak. Yang terse butter-
akhir merupakan sikap mundur karena menolak kebu-
dayaan asing tanpa mengetahui hakikatnya kecuali dari isu-
isu yang sengaja dihembuskan untuk mendiskreditkan ke-
budayaan dimaksud dan agar dijauhi masyarakat awarn yang
lebih bodoh dari kelompok elitnya dan dijauhi bangsa yang
terisolir dari pemimpinnya. Tujuan membendung kebu-
dayaan asing adalah mempertahankan status quo. Sebab
kebudayaan asi~g ini memiliki potensi pencerahan dan re-
volusi. Begitu pula kedirian di mana kita harus kembali
padanya adalah kedirian fanatik yang dibangun oleh kelom-
pok penguasa di masa lalu dan dimanfaatkan oleh rezim
sekarang untuk memperkuat rezimnya dengan mengatas-
namakan legalitas dan sebagai senjata ideologis untuk meng-
hadapi lawan politiknya.
Jadi, seruan untuk menghalau Barat dan mengembali-
kannya ke batas alamiahnya, menghapus mitos kebudayaan
kosmopolit, dan menjelaskan kelokalan kebudayaan terse-
but sebagaimana kebudayaan lain, bukan berarti menyeru-
kan ketertutupan dan kembali kepada kedirian yang gila,
atau menolak untuk mengenal kebudayaan lain. Seruan di
atas adalah suatu pernyataan bahwa masa belajar sudah ter-

103
lalu lama dan mengakibatkan masa inovasi terlambat da-
tang. Dan kini saatnya beralih dari masa transferensi ke masa
inovasi. 95
n. Seringkali digunakan argumentasi yang memojokkan dan
sulit dijawab. Dan seandainya dijawab, maka penolak argu-
mentasi akan dianggap anti modernitas, menolak aksioma
dan realitasnya. Menolak Barat berarti menolak ilmu penge-
tahuan, teknologi, dan temuan modern yang digunakan
manusia setiap hari, sampai pada hal yang sepele sekalipun,
seperti listrik, alat elektronik, sarana transportasi, sarana
komunikasi dan lain-lain. Padahal temuan-temuan modern
ini telah menjadi kebutuhan zaman. Lalu, bagaimana kita
dapat meninggalkan atau menolaknya atau bahkan mera-
gukannya, memusuhinya dan mempertanyakannya. Harus-
kah kita kembali ke masa padang pasir dan onta? "Dan (Dia
telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai agar kamu
menungganginya dan (m,enjadikannya) perhiasan" (Q., s. al-
Nahl/16:8).
Sebenarnya hujatan seperti ini menggambarkan struktur
kesadaran penghujatnya. Penghujat hanya mengambil kulit
luar dan mengabaikan persoalan pokok serta konsepsi. Tek-
nologi dibangun di atas teori dan konsepsi tentang alam yang
secara implisit datang dalam satu paket dengan teknologi
terse but ketika ditransfer. Sehingga tujuan alih teknologi
terse but lebih dari sekedar untuk mempermudah pelayanan
dan urusan dunia. Bantahan ini juga berlaku bagi pendapat
yang membanggakan Barat dengan temuan-temuan modern-
nya dan memahami kehidupan hanya sebagai menikmati fa-
silitas kemewahan.
Argumentsi di atas dikatakan memojokkan, sebab ma-
syarakat berada di pihaknya. Sedangkan orang yang menen-
tang argumentasi tersebut akan meghadapi hujatan masya-
rakat yang tidak mungkin mengelak dari kebutuhan televisi,

95Mawqifuna a/Had/ari dalam Dirasat Falsafiyah, hal. 32.

104
radio, film, dan tape recorder, seperti juga kaum elit yang tak
mungkin menghindari kebutuhan pesawat, telepon, dan kom-
puter. Orang yang menentang argumentasi di atas akan se-
gera dituduh kolot dan menolak manifestasi kemodernan.
Pada akhirnya kita hanya bisa berkata "bertahan lebih lemah
dari pada menyerang".
Hujatan ini sangat lemah. Sebab, modernisasi masyara-
kat bukan dilaksanakan dengan cara alih teknologi, melain-
kan dengan cara merekonstruksi kebudayaan tradisional agar
mampu memberikan konsepsi ilmiah tentang alam, dan
menjadi pengontrol motivasi perilaku tanah air. Di sam-
ping itu teknologi Barat tidak murni temuan Barat, tetapi
merupakan hasil akumulasi sejarah panjang evolusi ilmu
pengetahuan yang dimulai dari kebudayaan Timur lama,
Cina, India, Persia, Mesir kuno, Babilonia, Asyuria, hingga
Yunani-Romawi, dilanjutkan dengan temuan ilmuwan Mus-
lim dan kemudian berpindah ke Eropa pada abad perte-
ngahan sebelum akhirnya terjadi penemuan-penemuan di
abad modern.
Jadi setiap peradaban kuno memiliki andil dalam pene-
muan ilmu pengetahuan dan teknologi modern sepanjang
sejarah. Memisahkan ilmu dari sejarahnya barangkali punya
tujuan menyembunyikan sumber-sumber lama untuk men-
ciptakan mitos kreativitas brilian Eropa yang tak pernah
terjadi sebelumya. Apabila dulu teknologi di dunia Timur
bertalian dengan agama, politik dan etika, maka di Barat
kini menjadi wilayah independen. T eknologi sekarang meng-
gambarkan sikap Barat terhadap alam yang didasarkan pada
satu keyakinan bahwa alam adalah materi, bukan etika, es-
tetika, atau tempat melakukan kegiatan. Sedangkan materi
ada karena diciptakan, bukan terjadi secara alami. Segala-
nya dapat diciptakan; dan penciptaan dapat mendatangkan
manfaat di masa kini; serta kemanfaatan ini terlepas dari
nilai-nilai yang selalu berubah. Kemanfaatan ini dapat di-
gtm.akan untuk menguasai pihak lain. Ia dapat dimonopoli

105
agar tidak menyebar ke seluruh bangsa dan tetap menjadi
monopoli para penemunya. Dengan demikian, penemuan
teknologi dapat mengekspor produk industrinya tanpa harus
mengekspor teknologi industrinya. Teknologi adalah per-
soalan dagang, keuntungan, kekuasaan, dan penjarahan. Hal
ini dibuktikan oleh terjadinya perang terbuka atau terse-
lubung an tara pusat teknologi di Timur dan Barat, atau antar
pusat teknologi Barat sendiri. Teknologi dapat dieksploita-
si untuk menipu, mempropagandakan kebohongan, dan slo-
gan, serta untuk menguasai opini massa, seperti dilakukan
media informasi dan komunikasi. Teknologi mengandung
unsur-unsur penghancur seperti alat perang dan born atom.
Ia juga merupakan simbol kekuatan, kemenangan, kebesar-
an, dan keadikuasaan seperti dibuktikan di Barat danJepang
pasca perang. J adi, teknologi tidak seindah yang dipasarkan
ke luar negara produsennya.
rn. Barangkali juga dikatakan, Oksidentalisme lebih pantas di-
sebut ideologi daripada ilmu pengetahuan, lebih dekat ke
emosi daripada rasio, lebih dekat ke antusiasme daripada
analisa ilmiah yang baik, lebih dekat ke diskursus politik dari-
pada analisa sosial dan deskripsi sejarah. Ia mencerminkan
krisis pihak yang kalah, dan keinginan seorang hamba untuk
membebaskan diri dari tuannya. Ia hanya sekedar jeritan di
jurang yang hanya melahirkan gema suaranya.
Sesungguhnya Oksidentalisme berupaya mengubah dis-
kursus politik, yang menjadi kebiasaan generasi kita, men-
jadi diskursus ilmu pengetahuan. Apa yang sedang diupa-
yakan Oksidentalisme tidak berbeda dengan apa yang kita
upayakan sejak kebangkitan Arab-Islam modern; apa yang
telah dilakukan gerakan pembebasan tanah air atas nama ke-
bangkitan Arab-Islam; dan apa yang disampaikan para
pemimpin politik kita dengan menggunakan nama "filsafat
revolusi", "piagam", "buku hijau", "intuitivisme", "negro-
isme", "orang-orang tersiksa di muka bumi", "komentar ten-
tang imperialisme", "ogami", dan lain-lain. Dengan kata lain,

106
Oksidentalisme bukan sekedar ilmu teoretis tetapi juga pen-·
jabaran implementatif ten tang proses dialektika ego dengan
the other, pembebasan ego dari the other di tingkat kebudayaan,
peradaban dan ilmu pengetahuan. Selama persoalannya me-
nyangkut aksi pembebasan, maka suara kit a akan meninggi,
bahkan kadang sampai berteriak. Karenanya saya berharap
agar antusiasme saya terhadap ego dan awal kebangkitannya,
dan pernyataan saya tentang keberakhiran the other, bukan
menjadi hal yang tercela. Sebab, sudah sejak lama saya terja-
jah dan kalah.
Fenomena kesadaran Eropa adalah fenomena ilmiah,
bukan sikap diskursus agama-politik. Oksidentalisme bukan
sebuah hasutan kepada ego agar memusuhi the other, bukan
pula sebuah pertikaian, meskipun hal itu kadang terjadi. Se-
jak dulu, filsafat selalu merefleksikan krisis peradaban, baik
berupa ambisi kekuasaan atau ambisi pembebasan. Jika
demikian, pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apa-
kah Oksidentalisme sebuah ideologi atau sebuah ilmu?
Sebenarnya tidak ada perbedaan antara ideologi dengan
ilmu. Ideologi juga termasuk ilmu karena ia didasarkan pa-
da analisa realitas yang dilakukan dengan senetral dan se-
obyektif mungkin. Ilmu yang dalam (al-daqzq, rigorus) juga
ideologi, karena ia anti apriori dan sikap emosional. Oksi-
dentalisme adalah ilmu karena ia merupakan kajian tentang
kesadaran Eropa oleh kesadaran netral, sehingga jarak ruang
dan waktu antara pengkaji dengan obyek kajiannya, yang
diperlukan dalam sebuah kajian netral dapat terpenuhi. Lain
halnya jika pengkaji adalah kesadaran yang berafiliasi kepa-
da obyek kajiannya, maka jarak yang dibutuhkan pengkaji
agar dapat melihat obyek kajiannya tidak dapat terpenuhi.
Subyek bersatu dengan obyek, sehingga subyek tak dapat
melihat obyek. Yang terlihat oleh subyek hanya sikap dan
sudut pandang yang berpihak. Sebab subyek menjadi bagian
dari obyek itu sendiri.
Dari sini, jelaslah bahwa pengalaman hidup lebih meru-
pakan faktor negatif daripada faktor positif. Berbeda dengan

107
kesadaran netral yang interaksinya dengan Barat lebih meru-
pakan faktor positif daripada faktor negatif. Sebab, kesadar-
an netral.bukan bagi;m dari obyek kajiannya. Boleh jadi,
ideologi diimplementasikan dalam suatu keinginan untuk
membebaskan ego dari kekuasaan the other. Tetapi tentu ke-
inginan terse but bukan ideologi ataupun ilmu, melainkan
eksistensi yang menemukan dirinya dalam kebebasan alami.
Kebebasan inilah yang menjadi dasar ideologi dan ilmu. J adi
pembebasan adalah ilmu pergerakan dan ideologi adalah teori
pembebasan.
IV. Ada yang berpendapat bahwa Oksidentalisme hanya angan-
angan bangsa yang baru saja merdeka untuk menyusul per-
ada ban Barat dan mempertahankan identitas diri. Ia juga
merupakan reaksi atas fase imperialisme dan sebagai bagian
dari upaya mendapatkan peran dalam sejarah dengan cara
menyingkirkan penjajah di masa lalu sesuai dengan dialek-
tika tuan dan hamba. Ia hanyalah mimpi orang tertindas, se-
perti "mimpi Y ohanes" yang menggambarkan bahwa masa
pembebasan dari penindasan Romawi hampir tiba; bahwa
kerajaan langit sudah dekat; dan bahwa al-Masih ibn Maryam
kelak akan membunuh Dajjal.
Jika benar demikian, apa salahnya? Selama pembebasan
menjadi keinginan para pemimpin dan rakyat, maka tidak
mustahil keinginan terse but menjadi kenyataan. Selama ke-
imanan manusia menjadi mimpi para nabi, maka bukan mus-
tahil mimpi itu akan benara benar terwujud. Ilmu-ilmu Ero-
pa juga lahir dari mimpi: "mimpi orang yang melihat..." oleh
Kant, malam 10 November 1619 oleh Descartes, dan "ilmu
baru" oleh Vico, dan lain-lain.
Boleh jadi ada yang berpendapat bahwa Oksidentalisme
hanya sekedar harapan yang selalu membayangi bangsa yang
baru merdeka. T etapi antara harapan yang manis dengan ke-
nyataan pahit sangat jauh berbeda.
Sesungguhnya tak seorang pun terputus dari rahmat Allah
kecuali orang yang lemah rasa percaya dirinya, orang yang

108
tidak bisa melihat potensinya, dan tidak dapat belajar dari
hukum sejarah.
Barangkali juga dikatakan bahwa Oksidentalisme adalah
optimisme yang berlebihan akan adanya masa depan yang
cerah yang menyembunyikan krisis energi, pangan, utang,
perumahan, revolusi yang terpenggal dan mimpi yang hilang.
Namun demikian orang yang menyaksikan keberhasilan
generasi ini, seperti pembebasan tanah air, pembangunan
negara merdeka, industrialisasi, pendidikan, sosialisme dan
lain-lain, akan menangkap potensi bangsa dalam memben-
tuk kesadaran dunia baru. Dengan demikian, optimisme kita
bukan tanpa alasan. Kita telah mengenal imaginasi sastra dan
imaginasi agama. Tugas generasi kita sekarang adalah meng-
ubah imaginasi tersebut menjadi imaginasi politik, sosial dan
sejarah. 96
v. Mungkin juga dikatakan, Oksidentalisme dalam penjelasan
teoretis keduanya akan tetap menjadi ilmu ijtihad murni yang
lebih menyerupai pernyataan niat ketimbang perealisasiaan-
nya. Ia sekedar penjelasan teoretis yang lebih banyak mem-
beri kesan dari pada berargumentasi, lebih banyak berasumsi
dari pada menetapkan.
Sebenarnya penjelasan teoretis ini adalah program kerja
yang seharusnya dilakukan sekelompok peneliti. Ia meru-
pakan medan kajian yang digeluti para peneliti tanah air, bu-
kan tema yang hanya dikaji segelintir orang. Ia adalah petun-
juk tentang pemikiran filsafat Eropa; catatan dari kajian-ka-
jian mahasiswa Pascasarjana; petunjuk bagi penulisan karya
ilmiah akademis yang diusulkan dalam rencana umum na-
sional. Oeh karena itu, dalam Oksidentalisme ban yak dise-
butkan nama orang dan sejarah dengan tujuan untuk mem-
berikan bimbingan dan pengarahan. Tujuan praktis penjelas-
an teoretis ini adalah mengarahkan mahasiswa Pascasarjana

Lihat kajian saya al-Khaycd al-Siyasf dalam al-Dfn wa al-Tsawrah fi


96

Mishr, 1952-1981, juz II al-Dfn wa al-Thahar al-Tsaqafi, hal. 191-196.

109
dalam merencanakan penulisan karya ilmiah akademis de-
ngan suatu pandangan yang komprehensif terhadap Barat.
Di samping itu, ia juga membantu "menertibkan biji-biji
kalung dalam satu benang", guna mengetahui perjalanan ke-
sadaran Eropa, yaitu pembentukan dan strukturnya. Selama
ini, pemilihan tema karya-karya akademis kita masih acak-
acakan. Banyak muncul nama tokoh yang tidak menyentuh
realitas kita yang dipilih berdasarkan pertimbangan kondisi
pembimbing dan kemauan mahasiswa serta disesuaikan de-
ngan tersedianya bahan ilmiah yang dibutuhkan.
Penjelasan teoretis ini juga membantu mengungkap ke-
sadaran Eropa sebagai kesadaran historis yang memiliki jalur
sejarah dan tidak terlepas dari aspek kesejarahannya. Ia juga
mengkaji kesadaran historis ego dan interaksinya dengan the
other. Pengungkapan kesejarahan the other merupakan awal
pembebasan ego dan awal diletakkannya the other pada jalur
sejarah aslinya, setelah sebelumya selalu membayangi pihak
lain yang dijadikannya sebagai korban.
Paling akhir, penjelasan teoretis ini bertujuan menghi-
langkan rasa takut ego pada the other setelah mengetahui ke-
terbatasannya. Dengan demikian, the other tidak lagi diang-
gap hal yang menakutkan baik dengan kreativitas brilian-
nya ataupun kekuasaan langgengnya. Jika hal ini terjadi, ego
akan dapat mengetahui potensinya untuk menguasai the other
dan berinteraksi dengannya sebagai pihak yang kuat, bukan
pihak yang lemah; dari atas, bukan dari bawah. Suatu per-
cobaan bisa salah juga bisa benar, di tern pat ini atau di tern-
pat itu. Tetapi melakukan percobaan secara an sich merupa-
kan salah satu faktor pembebasan setelah ego memperoleh
keahlian dalam berinteraksi dengan the other, sehingga per-
cobaan berikutnya akan dapat dilakukan dengan tepat dan
benar. Perjalanan yang berjarak 1000 mil tentu dimuali dari
satu langkah.

110
2. Sanggahan dan Reaksi
Jika keraguan dan kekhawatiran di atas berkaitan dengan
gagasan proyek ini sebagai satu kesatuan, maka sanggahan dan
reaksi atas Oksidentalisme berkutat di seputar kemampuan me-
realisasikan gagasan tersebut. Sanggahan dimaksud dapat diru-
muskan sebagi berikut:
1. Kemunduran dalam menyikapi Barat disebabkan oleh ke-
tidaktahuan kita atau minimnya kajian kita tentang Barat.
Kajian semacam ini hanya mengambil hal-hal yang meragu-
kan, hanya terbatas pada hal-hal yang general dan hanya
merujuk pada buku ringkasan, bahkan hanya membicarakan
hal-hal yang sudah maklum. Semua ini tentu saja di luar
wilayah keyaknan ilmiah dan penelitian yang akurat.
Sesungguhnya sanggahan ini sangat remeh. Peneliti yang
mengenal dua peradaban sekaligus, peradaban ego dan per-
adaban the other, adalah orang yang memiliki dua profesi.
Dengan meminjam istilah Suhraward1 al-Maqtul (yang di-
bunuh), mereka adalah orang yang mendalami "penuhanan"
dan seluk beluknya, serta memiliki kesempatan untuk mela-
kukan kajian terhadap Barat dan mengenal tradisi lama.
Demikian pula filosuf kita dulu adalah orang-orang yang
memiliki dua kebudayaan, kebudayaan Islam warisan, uta-
manya ilmu U shuluddin, dan kebudayaan filsafat pendatang
utamanya dari Yunani. Tidak mungkin mereka dituduh tidak
mengetahui tradisi the other, yaitu Yunani di masa lalu dan
Barat di masa sekarang. Kita dan juga bangsa lain masih hidup
dari anotasi orang terdahulu terhadap filsafat Yunani, dan
sampai sekarang the other masih membanggakan kemampuan
kita menganotasi tradisi dan filsafat mereka. 97

97 Di antranya adalah Dr. 'Utsman Amin, Dr. Thaha Husayn, Dr.

Muhammad Ghanim Hilal, Dr. 'Abd al-Rahman Badawi dan lain-lain.


Penulis telah menghabiskan waktunya selama tujuh belas tahun di Barat
sebagi mahasiswa dan sebagai dosen. Sepuluh tahun di Prancis se-
bagai mahasiswa 1956-1966, dan empat tahun di Amerika sebagai

111
Menuduh orang sebagai tidak tahu sama dengan berpre-
tensi bahwa dirinya paling he bat, dan mengetahui khazanah
Barat yang dicapai dengan mengumpulkan dan menimbanya
dari sumbernya. Hal ini akan menjadi sebuah pertandingan
yang tak pernah berakhir. Dari segi kuantitas di atas orang
pandai ada orang yang lebih pandai, terutama dalam suatu
peradaban yang memiliki banyak sisi dan produksi yang su-
bur. Pada akhirnya hujatan di atas lebih tertuju kepada per-
son bukan kepada tema.
Jika disetujui bahwa menyikapi Barat sebagai satu kesatu-
an dan sebagai proses alami suatu peradaban yang terlambat
hadir dan baru muncul sekarang, adalah hal yang mungkin
terjadi, maka bisakah seorang pemikir menguasai seluruh
tradisi Barat yang terakumulasi selama lima abad?
Sebenarnya pemikir-pemikir Eropa modern mengambil
tema peradaban Eropa seluruhnya sebagai satu kesatuan dan
sebagai bagian dari filsafat peradaban dan filsafat sejarah
atau sebagai analisa ruh zaman. Mereka membahas aspek
ekonomi, politik, dan sejarah dalam tradisi Barat dan per-
adaban Eropa yang memungkinkan mereka membicarakan
persatuan Eropa, parlemen Eropa, sejarah Eropa, pasar
bersama Eropa dan berbagai organisasi yang berlabel Ero-
pa, dalam kapasitasnya sebagai satu kesatuan yang mem-
bentuk satu tema kajian. Husserl, misalnya, mempelajari
permulaan, perkembangan, dan akhir kesadaran Eropa.

dosen (1984-1987). Karya-karyanyaditulis dalam bahasa Inggris, Pran-


cis dan Arab. Berpuluh-puluh konferensi internasional telah diikuti-
nya. Sudah berpuluh kali memberikan ceramah di universitas-univer-
sitas di Eropa. Dari cemahnya itu dibuat beberapa karya ilmiah di
universitas-universitas di Eropa dan Asia (Amsterdam, Me. Gill, Nega-
ta dan lain-lain), juga di universitas-universitas di negara Arab (Oman).
Berpuluh-puluh karangan dan artikel telah diterbitkan di Tunisia dan
Suria. Meskipun demikian upaya saya hanyalah ijtihad yang mungkin
salah. Lihat Mub.awalat Mabda 'fyah li al-Sirah al-Dzadyah dalam a/Din
waal-Tsawrah fiMishr, 1952-1981,Ji1id VI, al-Ushultyahal-Islamryah, h.
207-291.

112
Demikian pula Bergson, Nitcshe, Spangler, Chiller, telah
melakukan hal yang sama.
Jadi, bukan hal yang mustahil, mempelajari tradisi Barat
sebagai satu kesatuan dan sebagai tema yang sejenis, apala-
gi kajian ini dapat mengungkap struktur kesadaran Eropa.
Melalui filsafat peradaban atau fenomenologi sejarah, struk-
tur kesadaran Eropa dan perkembangannya dapat dipela-
jari sebagai satu tema filsafat. Soloviev (1853-1900) dalam
disertasi doktoralnya membahas tema "Krisis Filsafat Ba-
rat", ketika ia bel urn genap berusia 21 tahun. Tetapi tak
seorang pun mengomentari atau menantangnya. Padahal ia
masih teralu muda dan tema kajiannya boleh dibilang terla-
lu besar. 98
Di bidang karya ilmiah akademis, kita terbiasa meneri-
ma hal yang paling kecil dengan dalih untuk mencapai kete-
patan ilmiah dan akurasi pemilihan, meskipun harus me-
ngorbankan nilai karya ilmiah terse but. Ini merupakan ke-
munduran dalam menyikapi Barat. Kita selalu membenar-
kan alasan ini dengan dalih usia yang masih terlalu muda,
kebudayaan yang lemah, dan bahwa kita masih menginduk
ke peradaban yang mengambil, bukan peradaban yang mem-
beri; lingkungan yang mengutip bukan lingkungan kreatif.
Kita tidak mengejar akurasi, juga tidak berusaha mencipta-
kan perspektif bagi kit a sendiri. Sudah dikenal umum bah-
wakita sering melupakan potensi utama dan bertendensi
pada persoalan pinggiran dalam menyelesaikan problema-
tika ilmu pengetahuan, kebudayaan dan problematika ke-
hidupan sehari-hari. 99
u. Mungkinkah membicarakan tradisi Barat sebagai satu kesa-
tuan? Tradisi adalah kata yang general dan komprehensif,

98 Soloviev, La Crise de laPhilosophie Occidentale, Aubier, Paris, 1947


9 Wawqifuna min al-Turats al-Gharb£ dalam QadlayaMu ashirah, juz
II, F£ al-Fikr al-Gharb'i al-Mu 'ashir, h. 5-6. Lihat pula, Li-madza Nashmut
'an al-Asas wa Natakallam fi al-Far''i, dalam alD£n wa al-Tsawrah fi Mishr
1952-1981, Jilid II.

113
mencakup ilmu, agama, filsafat, ilmu fisika, matematika, dan
ilmu kemanusiaan. Barangkali untuk ilmu fisika dan mate-
matika tidak ada persoalan. T etapi bagaimana dengan ilmu-
ilmu kemanusiaan yang mencakup psikologi, ilmu ekonomi,
sosiologi, sejarah, politik, hukum, estetika, yang semuanya
memiliki ban yak aliran dan madzhab, aliran dan madzhab
mana yang kita maksud? Begitu pula yang memiliki banyak
tipe pemikiran, tipe manakah yang kita kehendaki? Filsafat
yang memiliki banyak aliran yang saling bertentangan dan
tidak mungkin disatukan dalam satu wadah, serta tidak mu-
ngkin dinilai atau disikapi sebagai satu kesatuan, aliran mana-
kah yang kita tuju? Jadi tradisi Barat adalah kata yang univer-
sal dan komprehensif, bukan kata yang terbatas. Jika demiki-
an bagaimana kita dapat menyikapinya?
Sebenarnya suatu sikap selalu ditujukan kepada satu ke-
satuan. Ia merupakan aksi peradaban seperti yang pernah
dilakukan oleh tradisi lama kita terhadap tradisi Yunani. Ia
bukan aksi ilmiah dalam arti harfiah, kecuali jika persentuh-
an antarperadaban, kita kategorikan dalam tema ilmu dan
masuk ke dalam filsafat sejarah, filsafat peradaban, sosiologi
peradaban, atau sosilogi ilmu pengetahuan. Dalam setiap
momen sejarah selalu ada dua peradaban yang saling ber-
interaksi, yaitu peradaban domestik yang baru lahir, seperti
peradaban kita dulu, dan peradaban asing yang menyerang,
seperti peradaban Yunani setelah masa penerjemahan yang
terjadi dengan cepat. Setiap momen yang mempertemukan
dua peradaban terse but, peradaban yang baru tumbuh harus
megambil sikap yang jelas terhadap peradaban penyerang.
Pada proses selanjutnya terjadi dialektika antara tradisi lama
dengan tradisi baru, kemudian muncul banyak fen omena yang
berdimensi peradaban yang dapat kita temukan dalam tradisi
lama kita atau dalam peradaban yang sedang tumbuh dan
bergumul dengan peradaban lain yang sudah mapan. Hal
inilah yang saya sebut sebelumnya dengan istilah "formasi
palsu", yaitu ketika peradaban yang sedang berkembang

114
mengadopsi bahasa peradaban lama, tanpa mengambil subs-
tansinya. Hal ini dilakukan agar peradaban berkembang da-
pat menyatakan substansinya sendiri. Seperti ular tua yang
mengelupas kulitnya dan berganti dengan kulit baru. Sebab
jika tidak, ular itu akan binasa. 100
Boleh jadi penyikapan terhadap ilmu pengetahuan ber-
beda dengan penyikapan terhadap filsafat atau agama.
Meskipun ada perbedaan spesifik dalam penyikapan (seperti
peradaban lama kita yang menolak kesusastraan Yunani teta-
pi menerima filsafatnya, menolak Aristoteles dan menerima
ilmu logikanya, menolak idealisme Plato tetapi menerima
gagasannya tentang Republik), tetapi sesungguhnya di sana
ada sikap umum yang diambil filosuf dan terlihat dalam fil-
safat yang mereka dirikan untuk mengimbangi filsafat Yu-
nani dan tradisi filsafat yang ditinggalkannya.
Benar para pemikir di masa lalu melakukan penerje-
mahan. T eta pi masa penerjemahan mereka tidak lebih dari
satu a bad (abad 2), dan kemudian dimulai masa berkarya
atau penyikapan pada abad 3 seperti yang dilakukan al-
Kindl. Benar pula bahwa mereka melakukan anotasi, per-
ingkasan, dan interpretasi. Tetapi kerja mereka tidak dimak-
sudkan kecuali untuk melakukan rekonstruksi pemikiran,
dan pembendungan agar pemikiran dimaksud tidak keluar
dari batas alamiahnya; menyempurnakan kekurangan; mem-
buang kelebihan, seperti ketika pembahasan berhubungan
dengan lingkungan khususnya. Hal semacam inilah yang
dulu dilakukan oleh Ibn Rusyd ketika melakukan anotasi
terha,dap karya Aristoteles. Namun demikian, pada saat yang
sama mereka juga berproduksi dan berkarya serta mewaris-
kan sebuah tradisi kepada kita untuk menghadapi tradisi
yang dikutip. Sedang di bidang tradisi ilmu pengetahuan,
awalnya mereka mengutip, kemudian mencoba menerapkan

Al-Turats wa al-Tajdld, Mawqifuna min al-Turats al-Qad£m, hal. 194-


100

196.

115
pengetahuan yang dikutip pada alam dan melakukan pene-
litian independen, serta menambahkan materi baru pada
materi lama. A walnya mereka adalah pengutip dan akhir-
nya menjadi ilmuwan.
Jadi menyikapi tradisi Barat sebagai satu kesatuan atau
sebagai bagian dari sisi-sisinya adalah hal yang tidak mus-
tahil. Ini proses alami suatu peradaban yang dapat meng-
ungkap tingkat orisinalitas dan ketahanan peradaban dimak-
sud. Pada saatnya, proses itu akan terlaksana setelah ling-
kungan kebudayaan modern kita dibanjiri presentasi, anali-
sa, anotasi dan interpretasi terhadap tradisi Barat. 101
Namun demikian, bagi saya kesadaran peradaban iden-
tik dengan peradaban filsafat. Sebab filsafat merupakan
sumber sejarah ilmu. Kesadaran Eropa bagi saya adalah fil-
safat murni, bukan politik atau ekonomi. Sarna dengan tra-
disi kita yang identik dengan tradisi peradaban agama mur-
ni. Kesadaran filsafat adalah basis penyangga kesadaran
politik, ekonomi dan sosial. Menurut saya, kesadaran Ero-
pa menunjuk pada satau wilayah kesadaran murni yang
membawa konsepsi-konsepsi tentang alam. Kesadaran mur-
ni inilah yang menyangga kesadaran filsafat dan kesadaran
teoretis. Kesadaran peradaban dalam arti seperti di atas
mendahului kesadaran ilmu kemanusiaan dan ilmu alam. Hal
di atas, sama dengan pengertian tradisi dalam agenda per-
tama yang lebih didominasi oleh tradisi agama yang
mendahului tradisi Eropa dan tradisi ilmiah.
Kendati demikian, kajian tentang sumber kesadaran Ero-
pa, pembentukan dan strukturnya, tidak hanya dapat dilaku-
kan dalam perspektif filsafat, tetapi juga dapat dilakukan
dalam perspektif ilmu kemanusiaan atau ilmu alam lain de-
ngan berakhir pada kesimpulan yang sama. Kajian ini harus
dilakukan berdasarkan spesialisasi yang teliti.

101Mawqifuna min af. Turats al·Gharbt dalam Qadlaya Mu ashirah, Jilid


II, Fl al·Fikr al·Gharbi al-Mu'ashir, hal. 4-5.

116
Karena saya mendalami filsafat, maka saya mempelajari
fenomena kesadaran Eropa dalam kapasitasnya sebagai
fenomena filsafat, baik secara formal maupun substansial.
Dan hendaknya spesialis dari disiplin ilmu lain juga mela-
kukan tugas yang sama.
ill. T radisi Barat bukan satu kesatauan, melainkan tradisi yang
memiliki sisi dan kecenderungan yang beragam. Keberagam-
an ini merupakan hasil perbedaan kepentingan antarkelas dan
pertikaian antar kekuatan. Di sana misalnya, ada tradisi Ba-
rat kapitalis, sosialis, tradisi Barat yang menang dan berkua-
sa, dan tradisi Barat yang kalah dan dikuasai. Oleh karena-
nya, tidak mungkin menyatukan seluruh tradisi Barat dalam
satu wadah, dan harus dilakukan pembedaan antara satu tra-
disi dengan tradisi lain. Lalu, bagaimana kita memandang
tradisi yang beragam sebagai satu kesatuan?
Sanggahan ini dapat dimaklumi. Sebab banyak tradisi
Barat yang diciptakan oleh kekuatan dan kelas-kelas sosial
yang saling bertikai serta kekuatan politik yang berbeda ke-
pentingan. Setiap tradisi mencerminkan konteks sosiologis
dan kepentingan tertentu. Namun demikian, ada ciri umum
yang menyatukan berbagai produk zaman. T radisi Barat, baik
yang kapitalis maupun sosialis, yang menguasai atau yang
dikuasai, adalah tradisi yang berorientasi kekuasaan dan ra-
sialis. Inilah ciri umum yang terdapat dalam kesadaran Ero-
pa yang terlihat kemudian dari berbagai manifestasi di tingkat
kesadaran Eropa.
T antangan ilmiahnya sekarang adalah, bagaimana mem-
buat generalisasi dan kaidah umum yang tidak bertentangan
dengan bagian-bagiannya. Jika kesadaran Eropa telah men-
jadi tema ilmiah dalam filsafat kontemporer dan telah memi-
liki hukum-hukum ilmiah yang diciptakan para filosufnya;
telah menjadi tema diskusi dan dialog tentang filsafat; telah
atau hampir menjadi hukum-hukum ilmiah atau minimal
hipotesa ilmiah yang dapat dilacak kebenarannya dengan
meningkatkan bukti-bukti ilmiah, maka tidak mengherankan

117
hila kesadaran Eropa menjadi obyek kajian yang layak ditekuni
dan diilmiahkan sesuai dengan kemampuan. Yang menjadi
tantangan adalah, bagaimana membendung bukti-bukti, ar-
gumentasi dan hukum-hukum yang saling bertentangan?
IV. Mungkin jawaban di atas bisa disanggah lagi bahwa penger-
tian "kesadaran Eropa" sangat idealis dan tidak diterima se-
mua kalangan. Meskipun banyak dibicarakan filosuf kontem-
porer, namun ia hanyalah hipotesa.
Seringnya tema itu muncul dalam filsafat Eropa modern
menunjukkan bahwa ia memiliki nilai tam bah atau tempat
dalam jiwa kesadaran Eropa (Husser!, Bergson, Chiller, Or-
tega). Begitu pula kemunculannya sebagai tema kontempo-
rer menunjukkan bahwa kesadaran Eropa telah mengubah
dirinya dari subyek menjadi obyek. Keberubahan tersebut
membuktikan keberadaannya sebagai sesuatu yang dapat
diamati dan dinilai oleh subyek lain. Ia juga memiliki nilai
tam bah sejarah yang panjang yang dimulai dari "sejarah akal
murni" dalam akhir "Kritik Terhadap Akal Murni" oleh Kant,
dalam "Fenomenologi Rub" oleh Hegel, dan dalam filsafat se-
jarah Herder, Vico, Turgot, Condorcet, Cournot, Comte,
Marx, Spengler, Toynbee, dan Ferdinand Breudel. Munculn-
ya idealisme mempersonifikasi kecurigaan para filosuf idea-
lis terhadap positivisme sosiologis di abad ke-19 dan sisa-
sisanya dalam positivisme logis di abad ke-20. Bahkan ideal-
isme lebih dekat ke realisme daripada realisme empiris se-
derhana. Ideal adalah realitas dan realitas adalah ideal.
Oksidentalisme bukan sejarah peristiwa melainkan des-
kripsi esensi-esensi. Sebab tidak mungkin satu orang meng-
gambarkan sejarah Eropa modern. Tujuan Oksidentalisme
menjelaskan kesatuan proyek Eropa dengan bahasa yang jelas,
mudah dan akurat, agar mudah dipahami dan diserap mak-
sud-maksudnya. Oksidentalisme juga menampilkan hal-hal
general yang lebih merupakan hipotesa penelitian dan su-
gesti untuk melakukan penelitian yang sebanding atau yang
berlawanan. Tujuan Oksidentalisme menggugah hati men-

118
cari alternatif, menganjurkan untuk bersikap, mengubah in-
formasi menjadi ilmu, dan beralih dari transferensi ke inova-
si. Sebuah pengantar umum bagi Oksidentalisme sulit secara
kontinu menerapkan satu cara tertentu yang dapat memadu-
kan analisa general dengan bukti-bukti yang bersifat partiku-
lar; antara kecenderungan umum dengan kepercayaan ter-
hadap referensi; antara aksi pemikiran murni dengan analisis
ilmiah histori~ murni. Semua yang terse but pertama meru-
pakan generalisasi-generalisasi yang tanpa bukti dan yang
terse but kedua adalah anotasi, komentar, dan penjelasan. Yang
pertama esensi tanpa peristiwa dan yang kedua peristiwa tanpa
esens1.
Kendati demikian saya berupaya memadukan keduanya
dalam metode yang moderat dan menghindari metode mo-
nolitik. Itu dilakukan tanpa banyak menyandarkan diri pada
rujukan. Karena Oksidentalisme adalah sejarah kesadaran
Eropa dari aspek sum her, pembentukan, struktur dan masa
depannya, maka ia sedapat mungkin akan memadukan ana-
lisa materi dengan deskripsi sejarah. Di sana juga akan mun-
cul nama nama tokoh, periodisasi masa, aliran-aliran, seperti
model kajian yang dilakukan Orientalisme yang menjadi kor-
ban kecenderungan historisime. 102
Pengalaman hidup generasi kita dan krisis yang dialami
akibat menjadi pihak yang termarginalkan, membantu mere-
ka dalam memahami dan membaca teks serta posisinya yang
mengindikasikan the other dan strukturnya dalam mengha-
dapi ego. T eks telanjang diam tak berbicara, dan pengalam-
an hidup hanya gerakan yang tidak menghasilkan apa pun
kecuali gema suaranya. Dengan membaca teks melalui peng-
alaman hidup akan mengungkap bukti dan memberikan
makna. 103 Kita telah berinteraksi dan memiliki pengalaman

102Al-Turats wa al-Tajdtd, Mawqifuna min al-Tumts al-Qad£m, I, al-

Naz 'ah al- 'Ilm£yah, 2, al-Manhaj al-Tar£kh£, h. 82-95.


103 Qira'ah al-Nashsh, dalam Dirasat Falsafiyah, h. 523-549.

119
dengan tradisi Barat selama tiga puluh tahun dengan mem-
baca, mengkaji, mengutip dan mengarang.
Meskipun metode pengaruh dan keterpengaruhan lemah
dan telah mengeliminir hasil kreatifitas ego dengan menyan-
darkannya kepada Barat; dan meskipun saya telah berulang-
ulang mengingatkan hal tersebut, namun kelak akan ada
pengkaji yang menjelaskan pengaruh fenomenologi Husserl
baik terhadap metode analisa kesadaran atau terhadap tema.
Inilah yang disebut krisis kesadaran Eropa. 104 Husserl, begi-
tu pula Bergson, Ortega, Spengler, Toynbee, Hezar, Bole
dalam kapasitas mereka sebagai pengkaji yang menginduk
kepada kesadaran Eropa, telah mempelajari tema di atas.
Kajian semacam ini di bidang ekonomi politik dan sosial juga
dilakukan para peneliti dari negara-negara dunia ketiga. Ok-
sidentalisme juga merupakan kajian yang sama tetapi di
bidang filsafat.
v. Meskipun Oksidentalisme mencerminkan keinginan ekstre-
misme untuk mendapatkan kemerdekaan pemikiran, ilmu
pengetahuan, dan peradaban dari sentrisme, namun ia akan
selalu berjalan di tempat. Sebab ia masih menggunakan me-
tode dan bergumul dengan tema yang datang dari sentrisme.
Apa pun hasil kreativitas ekstremisme, ia akan selalu dikait-
kan dengan jasa sentrisme. Ini merupakan lingkaran setan
yang tak berujung pangkal. Sanggahan ini melukiskan tipe
penyandaran kontinu ego kepada Barat. Inilah nasib yang
menyebabkan ekstremisme selalu berperan sebagai murid dan
sentrisme sebagai guru.
Sebenarnya keluar dari lingkaran di at as bukanlah hal yang
mustahil. Kemerdekaan ekstremisme tidak akan tercapai ke-
cuali dengan mengeluarkan diri dari sentrisme. Keluar dari
sentrisme tidak akan tercapai tanpa adanya kemerdekaan eks-
tremisme. Pada awalnya, ia merupakan lingkaran setan. Na-

104AI· Turclts waal· Tajdld, Mawqifund min al-Turats al-Qadzm, D, Man-

haj al-Atsarwa al-Ta'atstsur, h. 102-108

120
mun setelah melalui beberapa generasi, secara bertahap kita
dapat keluar d.ari lingkaran tersebut, hingga akhirnya ekstrem-
isme memiliki metode dan tema kajian tersendiri, dan men-
jadi sentrisme kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. De-
ngan demikian akan terjadi multi sentrisme dan sumber-sum-
ber evolusi akan beragam.
Tujuan sanggahan ini bukan lain adalah untuk menyu-
rutkan niat, menghilangkan keyakinan bahwa ego memiliki
kemampuan, dan untuk mempertebal kepercayaan tentang
superioritas the other sesuai dengan pola hubungan sikap rasa
rendah diri dengan sikap tinggi diri. Tetapi personifikasi
pembebasan diri telah banyak muncul dalam sejarah mo-
dern kita sejak gerakan pembebasan tanah air hingga masa
inovasi generasi kit a sekarang, baik di masa perang mau-
pun damai, di lingkungan militer atau pabrik, di kebun atau
di padang pasir.
Jika salah satu sayap lalat mengandung penyakit dan sayap
lain mengandung obat, seperti diriwayatkan tradisi rakyat,
maka inilah salah satu jalan untuk mengeluarkan diri dari
lingkaran setan. Kalaupun tidak, kita dapat mengambil pe-
patah rakyat yang dikutip dari sebuah syair Arab "saya di-
sembuhkan dengan obat yang dulunya adalah penyakit".

121
BAB II
PEMBENTUKAN KESADARAN EROPA
(SUMBER-SUMBER)

A. Istilah-Istilah, Sumber Terekspos


dan Tak Terekspos
Agar ilmu yang kita bahas memiliki pijakan yangjelas, adalah
suatu keharusan terlebih dahulu mendefinisikan istilah-istilah
pokok dan pengertian-pengertian khusus dalam ilmu ini seperti
istilah pembentukan (takwfn), struktur (al-bunyan), nasib (mashtr),
sumber terekspose (al-mashadir al-mu 'linah), serta sumber tak terek-
spose (al-mashadir ghayr al-mu 'linah). Jika kesadaran Eropa adalah
kesadaran sejarah murni, maka ia dapat dilacak sumber dan proses
pembentukan, permulaan, perkembangannya, dan keberakhiran-
nya. Demikian pula, perjalanannya dapat ditelusuri dalam sum-
ber-sumbernya di masa lalu, dalam pembentukan dan strukturnya
di masa kini, dan dalam nasibnya di masa depan. Filsafat sejarah
mampu melacak perjalanan ini dimulai dari masa lalu, ke masa
kini, kemudian ke masa depan.
Istilah-istilah ini dimaksudkan untuk menggambarkan kesa-
daran the other bukan kesadaran ego. Sebab the other telah berubah
menjadi obyek dan ego akan selalu menjadi subyek. Kalaupun ego'

123
menggambarkan dirinya itu berarti bahwa ego menjadi obyek se-
telah posisinya dijauhkan dari ego subyek dan didudukkan sebagai
the other. Ini yang terjadi dalam proyek lain dari generasi kita yaitu
karya Jabid, Naqd al- 'Aql al- 'Arab£ (Kritik Terhadap Akal Arab)
dalam dua jilid. Jilid I berjudul Takw£n al- 'Aql al- 'Arab£ (Pemben-
tukan Akal Arab) dan jilid II berjudul Bunyan al- 'Aql al- 'Arab£
(Struktur Akal Arab). Kita masih menunggu terbitnya Naqd al-
'Aql al-Siyas£ (Kritik Terhadap Akal Politik). 1
Sebenarnya ego tidak memiliki proses pembentukan tapi ada.
Struktur ego tidak terbentuk selama masa pembentukan. Sebab
ego bukan sejarah murni. Ilmu-ilmu yang diciptakan ego-lah yang
memiliki proses pembentukan dan struktur. Berbeda dengan the
other yang mengalami masa pembentukan dan memiliki struktur
yang terbentuk selama masa pembentukannya. Sebab the other
produk sejarah.
J adi peradaban ada dua, peradaban centripete dan peradaban
centrifuge. Ilmu-ilmu yang diproduksi peradaban centripete, baik
"ilmu yang mengelilingi" (Ushuluddin dan Filsafat) maupun
"ilmu paras" (Ushul al-Fiqh dan Tasawu~ berputar mengelilingi
satu fokus-pusat. Dalam hal ini, ego mewakili pusat ini dan ber-
inovasi dalam kapasitas tersebut. Jadi, inovasi mempunyai dua
sisi, sisi fokus ego dan sisi sejarah linear. Inilah tipe peradaban
ego yang menjadi tema agenda pertama proyek "Tradisi dan Pem-
baruan".
Adapun ilmu-ilmu peradaban centrifuge dihasilkan oleh ke-
kuatan centrifugatifyang menjauhkannya dari pusat ilmu, setelah
diketahui kelemahan-kelemahannya dan setelah tumbangnya ilmu-
ilmu yang dihasilkannya akibat ketidakmampuannya menghadapi
kritik akal dan kekuatan eksperimentasi. Inilah peradaban the other
di abad modern yang temuan-temuannya merupakan produk

1Proyek ini milik seorang pemikir dari Maroko Muhammad' Abid


al-Jabiri yang bertajuk "Naqd al- 'Aql al- 'Arabi". J. I, "Takw£n al- 'Aql al-
'A rabi", Beirut: Dar al-Thali' ah, 1984, J. II, "Bunyan al- 'Aql al- 'Arabi",
Beirut: Markaz Dirasat al-Wahdah al-' Arabiyah, 1986, J. III, "Naqd al-
'Aql al-Siyas£". Jilid ketiga saat ini sudah terbit.

124
sejarah. Ia memiliki pembentukan dan struktur, awal dan akhir,
perkembangan dan kematangan, kebangkitan dan keruntuhan.
Dengan istilah pembentukan dan struktur kita dapat mempela-
jari the other yang dijadikan obyek kajian oleh ego, bukan kajian
tentang ego yang melebur dengan the other sebgai obyek.

1. Pengertian Istilah-Istilah
Pembentukan adalah proses kelahiran, perkembangan dan
kematangan. Dalam bahasa asing ia disebut dengan istilah genesis,
formation, atau development. Istilah ini mengadopsi metode historis
murni yang sejalan dengan fenomena sejarah murni. Dengan
meminjam bahasa kaum strukturalis modern, pembentukan ada-
lah mengkaji fenomena menurut kesinambungan masanya atau
diachronic. Sedangkan struktur adalah mengkaji fenomena berdasar-
kan kebersamaan masa atau disebut dengan istilah synchronic.
Metode ini sesuai dengan fenomena kesadaran Eropa yang ter-
bentuk dalam sejarah, pada suatu masa, dan di satu tempat, serta
tidak memiliki materi awal seperti dalam kesadaran Islam. Kesa-
daran Eropa adalah produk peradaban centrifuge, dan kesadaran
Islam dilahirkan oleh peradaban centripete. 2
Pada kasus kesadaran Eropa, proses pembentukan menda-
hului struktur dan perkembangan mendahului konstruksi. Sebab
tak satu pun kesadaran Eropa yang kemunculannya mendahului
proses pembentukannya dalam sejarah. Sebab kesadaran Eropa
adalah produk sejarah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika

2 Saya akan menyebut istilah-istilah dengan bahasa lnggris, karena


bahasa Inggris merupakan bahasa Eropa utama saya, kemudian dengan
bahasa Prancis yang menjadi bahasa karya ilmiah saya, dan jika perlu
dengan bahasaJerman. Saya perlu meminta maaf, karena penggunaan
istilah dengan bahasa asing tidak sesuai dengan tujuan Oksidentalisme,
yaitu membebaskan diri dari kebudayan lain. lstilah-istilah ini merupa-
kan istilah ilmiah yang dulu juga dilakukan pendahulu-pendahulu kita
seperti penggunaan istilah categories dan A rmenias. Tetapi penggunaan
istilah asing ini akan dikurangi secara bertahap hingga mencapai angka
nol.

125
metode historis dan kecenderungan historisisme berkembang
subur di sana. Setiap upaya yang dilakukan untuk membuktikan
kemandirian struktur dari sejarah, seperti yang dilakukan struk-
turalisme dan fenomenologi, akan dituduh sebagai idealisme Pla-
to. Bahkan Cogito Ergo Sum (Saya Berpikir Maka SayaAda) karya
Descartes, dan Saya Transendetalisme karya Kant dikatakan sebagai
sisa-sisa Plato di abad modern.
Tiga istilah ini, "pembentukan ", "struktur" dan "nasib"
menunjuk pada tiga dimensi waktu, masa lalu, masa kini, mas a
depan. Pembentukan di masa lalu, struktur di masa kini, dan na-
sib di masa depan. Akal Eropa terbentuk melalui perjalanan se-
jarahnya selama dua puluh abad, dimulai dari sumber-sumbernya
pada abad kuno dan abad pertengahan hingga masa awal dan
akhirnya pada abad modern. Semua itu terjadi pada masa lalu.
Dan struktur kesadaran Eropa yang juga terbentuk melalui per-
jalanan sejarah inilah yang mengontrol pandangan kesadaran Ero-
pa terhadap masa kini dan realitasnya; membentuk karakteristik
akalnya; dan menentukan konsepsinya tentang alam. Sedang na-
sib kesadaran Eropa adalah masa depan sejarahnya yang diben-
tuk oleh masa lalu dan masa kininya, serta pergumulannya de-
ngan bangsa lain, baik dalam bentuk kompromi, konflik, mau-
pun benturan (clash).
Jadi, jika pembentukan adalah kesinambungan mas a kesa-
daran Eropa atau diachronic, dan struktur adalah akal kesadaran
Eropa dalam kebersamaan masanya atau synchronic, maka nasib
kesadaran Eropa adalah masa depannya atau prochronic. Perlu di-
catat bahwa pembahasan tentang pembentukan lebih panjang dari
pada pembahasan ten tang struktur. Sebab pembentukan menca-
kup lima bab, yaitu referensi, permulaan, inti, akhir dari permu-
laan, awal dari keberakhiran. Sementara struktur hanya terdiri dari
satu bab. Begitu pula nasib. Hal ini sekaligus menggambarkan
watak kesadaran Eropa yang historis dan tidak memiliki struktur
pada awalnya. Pembentukan kesadaran Eropa terjadi dengan ce-
pat karena ia merupakan akumulasi dari peradaban kuno yang
mendahuluinya. Ia adalah inti pemikiran man usia dan hasil kegi-
atan akal budi manusia. Bagi kesadaran Eropa, pembentukan ada-

126
lah segala-galanya, dan struktur hanyalah hasil akhir dari proses
pembentukan terse but. Karenanya di dala:m kesadaran Eropa pro-
ses lebih dominan daripada wujud, perubahan lebih dominan dari-
pada ketetapan, realitas lebih dominan dari pada ideal. Oleh karena
itu, filsafat sejarah, revolusi, dan periodisasi lahir dari sana. Kesa-
daran Eropa adalah kesadaran yang lahir, tumbuh dan pada saat-
nya akan mati.
Penggunaan istilah al-wa 'y (kesadaran) lebih baik daripada al-
syu 'ur (kesadaran). Sebab al-wa 'y berhubungan dengan peradaban
sedang al-syu 'ur bersifat kejiwaan. Al-Wa 'y adalah kesadaran ten-
tang diri dalam arti ia merupakan kesadaran yang mendua, se-
dang al-syu 'ur adalah kesadaran murni. Al-Syu 'ur kesadaran eks-
ternal dan al-wa 'y kesadaran internal. Al-Syu 'ur menunjuk kepada
struktur kejiwaan dan al-wa 'y adalah kesadaran yang berdimensi
peradaban. Hal ini sesuai dengan penggunaan istilah Barat con-
science dan besinnung.
Adapun istilah akal seperti dalam "akal Eropa" atau "akal
Arab" adalah istilah rasialis. Sebab akal tidak memiliki kebang-
saan atau sifat kesadaran yang memungkinkannya disebut akal
Arab, akal Prancis, akal Jerman, atau akal Inggris. Menggambarkan
akal sebagai sesuatu yang berkebangsaan, seperti dilakukan orang-
orang Barat secara eksplisit dan sebagian orang kita secara implisit,
adalah tindakan rasialis. Bagi Kant dalam "Kritik terhadap Aka!
Teoretis", yang ada hanya akal teoretis dan dalam "Kritik terhadap
Aka! Praktis" ada akal praktis. Sedang bagi Sartre dalam ccKritik
terhadap Aka! Dialektis", akal adalah "akal politik". Dilthey dalam
"Kritik terhadap Aka! Historis" lebih melihat akal sebagai sesuatu
yang historis.
Di samping mencerminkan sikap rasialis, penggunaan isti-
lah akal Arab juga memisahkan ego dari obyek kajiannya. Seolah-
olah ego adalah non Arab yang melihat akal asing yang memiliki
karakteristik dan kebangsaan yang berbeda. Hal semacam ini
biasanya dilakukan oleh pihak yang kuat terhadap pihak yang
lemah, dari sentrisme kepada ekstremisme, dari tuan kepada ham-
banya. Ini terlihat dalam antropologi sosial Barat yang meng-
gunakan istilah akal primitif, akal orang-orang daratan, dan akal

127
Arab. Jika hal ini dilakukan pihak yang lemah kepada pihak yang
kuat, biasanya dimaksudkan untuk membebaskan diri; mengubah
perimbangan kekuatan 180 derajat dan menjadikan senjata ma-
kan tuan. 3
Istilah "Eropa" menunjuk kepada pengertian historis per-
adaban, bukan pengertian geografis dan politis, seperti istilah
"Barat". J adi, istilah kesadaran Eropa menunjuk kepada suatu tipe,
dan istilah tradisi Barat mempunyai arti produk pemikiran yang
dihasilkan di wilayah geografis Barat pada abad modern. Barat
menjadi sifat tradisi dan Eropa menjadi sifat kesadaran. Barat
adalah peristiwa, sementara Eropa adalah esensi. Tradisi adalah
dimensi kuantitas dan kesadaran dimensi kualitas. Tradisi menun-
juk kepada raga dan kesadaran menunjuk kepada jiwa. Barat ada-
lah materi dan Eropa adalah bentuk.
Istilah Barat berkonotasi politis dan diposisikan berhadapan
dengan Timur dari segi politik dan pemikiran. Barat adalah ilmu-
wan dan Timur seniman. "Burung pipit" dari Timur dan "kege-
lapan dari Barat". Timur adalah Timur dan Barat adalah Barat.
Keduanya tidak akan pernah bertemu terutama jika pendekatan
yang dipakai adalah sisa-sisa teori rasialis dengan berbagai macam
bentuknya.
Sedang istilah Eropa berkonotasi pemikiran. Misalnya, "il-
mu Eropa", "kesadaran Eropa", dan "peradaban Eropa". Istilah
ini sangat terkenal di dunia filsafat. Ia merupakan struktur suatu
kesadaran yang menjiwai seluruh produk pemikirannya, baik beru-
pa filsafat, seni, pemikiran keagamaan dan ilmu pengetahuan. Pada
hakekatnya tradisi Barat merupakan cermin kesadaran Eropa.
Dengan kata lain kesadaran Eropa ibarat peristiwa dalam sejarah
yang mempunyai esensi yaitu tradisi Barat. Kesadaran Eropa
menjadi tema kajian bagi filsafat modern khususnya fenomenologi.
Jadi, filsafat Barat adalah filsafat Eropa yang menggambarkan

3Seperti buku Levy Bruhl, Aka! Primitif, Levy Strauss, Pemikiran

Orang Daratan, dan Philipp Petai, Aka! Arab. (Saya tidak menyebutkan
cetakan dan penerbit, karena saya tidak bermaksud membuat referensi
tetapi sekedar memberikan contoh).

128
perkembangan, struktur, proses pembentukan dan visi kesadaran
Eropa. 4
Tetapi, di abad modern biasanya istilah Barat dan Eropa di-
gunakan dalam arti yang sama. Karenanya kita juga menyama-
kan kedua istilah terse but dalam penggunaannya. Bahkan, bagi
kita istilah Barat lebih populer dari pada istilah Eropa. Di per-
guruan tinggi kita, misalnya, digunakan istilah mata kuliah fil-
safat Barat, bukan filsafat Eropa. Demikian juga di media mass a,
kita lebih sering menggunakan istilah peradaban Barat daripada
peradaban Eropa. Namun demikian perbedaan Barat sebagai re-
alitas dan Eropa sebagai ideal tetap ada. 5
Di dalam kesadaran Eropa terdapat banyak kesadaran par-
sial sesuai dengan atribut kebangsaan yang ada di Eropa. Ada
kesadaranJerman, kesadaran Prancis, kesadaran Rusia, kesadar-
an Amerika dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat dalam buku-
buku tentang biografi filosuf. Jika penulis berkebangsaanJerman,
ia akan banyak menyebut filosuf Jerman. Demikian pula, jika penu-
lis orang Prancis, Inggris, Rusia atau lainnya, ia akan melakukan
hal yang sam a. 6

Wawqifuna min al· Turats al-Gharb£, dalam QadlayaMu ashirah, J. IT,


A af.Fikr al-Gharb£ al-Mu 'ashir, hal. 34.
5Solviev menggunakan istilah Barat dalam, Krisis Filsafat Barat,

begitu pula Spengler dalam, Keruntuhan Barat. Husserl menggunakan


istilah Eropa dalam, Krisis Ilmu Pengetahuan Eropa, begitu juga Paul Hezar
dalam, Krisis Kesadaran Eropa, Lukas dalam, Kajian Tentang Realitas Eropa,
dan Mounieer dalam, Nihilisme Eropa. Adapun Ortega, Bregson,
Garaudy, Chiller, Sartre dan lain-lain menggunakan kedua istilah secara
bergantian.
6 Untuk membuktikan hal di atas dapat ditelaah kamus-kamus

filsafat berikut ini:


Antony Flew ,A Dictionary ofPhilosophy, St. Martin Press, New York,
1979.
Dagobert D. Runes, Dictionary ofPhilosophy, New Jersy: Little Field,
Adams & Co, 1972.
M. Roshental & P. Yudin, A Dictionary ofPhilosophy, Moscow:
Progress, 1967.

129
Masing-masing kesadaran memiliki ciri yang berbeda, se-
perti ciri idealis dalam kesadaran Jerman, empiris dalam kesa-
daran Inggris, ciri psikologis dalam kesadaran Prancis, ciri praktis
dalam kesadaran Amerika, ciri soiologis dalam kesadaran Rusia,
ciri logis dalam kesadaran Polandia, ciri vitalis dalam kesadaran
Spanyol. Kendati demikian, kesadaran Eropa tetap satu. Sering
terjadi persaingan antarbangsa Eropa guna meraih predikat se-
bagai negara yang mewakili kesadaran Eropa. Seluruh bangsa
Eropa mengklaim peradabannya sebagai personifikasi peradab-
an Eropa. BangsaJerman mengklaim negaranya sebagai pusat
kekuatan Eropa, sumber seni puisi, musik, filsafat dan segala
produk yang berdimensi mental spiritual. Bangsa Portugal meng-
aku sebagai pencipta seni "toccata". Bangsa Romania mempro-
klamirkan diri sebagai sumber peradaban, pencetus pertama sis-
tern perundang-undangan dan lembaganya, serta pembawa ilmu
pengetahuan dari utara ke selatan yang dimulai s~ak masa Char-
lemange. Seluruh bangsa Eropa mengklaim peradaban negaranya
sebagai peradaban Eropa dan mencoba memberikan karakteris-
tik yang sesuai dengan peradaban negaranya. T etapi bagi kita,
hal itu adalah perang internal yang tidak penting bagi kita. Yang
perlu kita perhatikan adalah ciri yang menyatukan seluruh bangsa
dan peradaban Eropa sebagai entitas, serta bagaimana kita me-
nyikapinya?
Istilah yang sering digunakan dalam kajian ini adalah "ma·
danfyah" (civilization-penerjemah), "b.adlarah" (peradaban-penerje-
mah), "tsaqafah" (kebudayaart-penery'emah), "turats" (tradisi-pe·
nerjemah), dan ''fikr" (pemikiran-penerjemah). Kelima istilah di atas
memiliki arti yang saling tumpang-tindih tetapi dengan tingkat
spesifikasi dan generalitas yang berbeda. Madanfyah adalah kata
yang general, mencakup b.adlarah, tsaqafah, turats, kesenian, kesu-
sastraan, ilmu pengetahuan, gaya hidup, personal dan komunal.
Sedang b.adlarah mempunyai tingkat generalitas di bawah madanfyah.
Sebab ia hanya mencakup aktivitas akal budi atau pemikiran-

'Mawqifuna min al-Turats al-Gharb£, dalam QadlayaMu ashirah,J. II,


F£ al-Fikr al-Gharb£ al-Mu ashir, hal8-9.

130
pemikiran yang menjadi basis produk material. Sedang tsaqafah
lebih spesifik, karena hanya terfokus pada sisi pemikiran dalam
h.ad!arah baik pada tataran teoretis maupun praktis. Adapun turats
menunjuk pada produk h.adlarah (peradaban) di bidang pemikir-
an, kesusastraan, kesenian termasuk di antaranya adalah tradisi
rakyat. Dan fikr menunjuk pada dimensi teoretis pemikiran dalam
tsaqafah (kebudayaan).
T erkadang saya menggunakan istilah turats untuk menunjuk
produk pemikiran peninggalan Barat, dan h.ad!arah untuk menun-
juk peradaban Barat yang sedang menyerang kita. Jadi turats ada-
lah peninggalan orang terdahulu dan h.ad!arah adalah apa yang kita
hadapi saat ini. 8

2. Sumber Kesadaran Eropa yang Terekspos


Kesadaran Eropa memiliki empat sumber. Dua di antaranya
adalah sumber yang terekspos dan dua yang lain tak terekspos.
Dua sumber yang terekspos adalah sumber Yunani-Romawi dan
sumber .Yahudi-Kristen. 9 Sumber yang tak terekspos adalah sum-
her Timur Lama dan lingkungan Eropa sendiri. 10 Dua sumber
yang pertama biasanya diperlihatkan untuk membangun image
bahwa peradaban Eropa adalah kreativitas brilian yang orisinal
dan tidak dibangun di atas peradaban lama, serta tidak mengenal
batas ruang dan waktu. Peradaban Eropa adalah peradaban ideal
yang menjadi tauladan bagi peradaban lain dan mewakili peradab-
an dunia. Dengan terbangunnya citra di atas, peradaban yang par-
tikular bisa menjadi universal, dan momen sejarahnya yang terba-
tas menjadi sebanding dengan seluruh perjalanan sejarah umat
manusta.

SJbid, hal8.
9 Keempat sumber ini juga diakui pemikir dan kaum intelektual
Eropa. Kerja Moliere, Cornille, dan Racine juga dapat diklasifikasikan
ke dalam empat sumber ini, ditinjau dari temanya yang membahas
tentang Yunani, Romawi, dan lingkungan akal Eropa.
10Mencakup sumber Islam. Dan hal ini akan dibahas secara terpe-

rinci pada bagian C, Filsafat Sekolastik (dari abad 8 hingga abad 14}.

131
Biasanya sumber Yunani-Romawi disebutkan sebelum sum-
her Yahudi-Kristen. Hal ini menunjukkan bahwa prioritas kesa-
daran Eropa sejak masa pembentukannya mempunyai kecen-
derungan sekularis-rasional, bukan religius-tekstual. Secara im-
plisit hal terse but juga merupakan pengakuan bahwa sumber
utama kesadaran Eropa adalah sumber Yunani-Romawi, bukan
sumber Yahudi-Kristen. Sumber Yunani-Romawi adalah aksi,
sedangkan sumber Y ahudi-Kristen adalah reaksi. Yang pertama
posi tif dan yang kedua negatif. Jadi, kesadaran Eropa akan sela-
lu menjadi kesadaran yang paganis dan mengutamakan sumber
yang paganis pula, meski agama Kristen telah terse bar di bumi
Eropa, dari barat hingga timur dan dari utara hingga selatan.
Husserl adalah orang yang pertama kali mencetuskan per-
soalan kesadaran Eropa dari sisi perkembangan dan struktur-
nya, serta menjadikannya sebagai obyek kajian kesadaran per-
adaban dalam bukunya "Krisis Ilmu Pengetahuan Eropa". Karena-
nya ia dapat dikatakan sebagai contoh penggambaran kesadar-
an Eropa terhadap sumber-sumbernya. Husserl tidak banyak ber-
bicara tentang sumber kesadaran Eropa, karena ia menganggap
peradaban Eropa sebagai sebuah kreativitas orisinal. Peradaban
Eropa merupakan satu-satunya peradaban yang memikul tugas
penelitian ten tang hakekat secara teoretis dan merealisasi proyek
keilmuan pertama yang telah lama dipropagandakan, yaitu mem-
bangun ilmu pengetahuan yang komprehensif dan sesuai dengan
hakekat dan realitas. Tugas seperti ini tidak pernah dilakukan
oleh peradaban-peradaban lain, khususnya peradaban Timur
Lama. Kalau pun Husser! menyebut sumber peradaban Eropa
itu hanya dimaksudkan sebagai pengantar bagi pembahasan per-
adaban Eropa bukan sebagai bah khusus.
Pada akhirnya seluruh hasil kreativitas man usia dituangkan
ke dalam peradaban Eropa yang mulai menapaki kesadaran baru-
nya berkat jasa Descartes. Bangsa Eropa adalah representasi
umat man usia seluruhnya. Sedang peradaban Timur Lama di-
anggap sebagai peradaban mistis yang berorientasi moral dan
religiusitas. Peradaban Timur Lama tidak mampu mengupas

132
masalah secara teoretis. Perhatian utamanya lebih ditujukan ke-
pada pencapaian kepentingan umum dalam kehidupan praktis.
Dari keempat sum her di atas, baik yang diekspos maupun
yang tidak, hanya satu yang disebut Husserl yaitu sum her Yu-
nani-Romawi. Sementara tiga sumber lainnya diabaikan. Sum-
her Yunani-Romawi pun tid'lk seluruhnya disebutkan. Husserl
hanya mengambil fase awal peradaban Eropa yaitu peradaban
Yunani. Memang benar bahwa dalam banyak hal peradaban Ro-
mawi hanya mengekor peradaban Yunani. Tetapi, dari segi per-
hatian dan motivasi utama, peradaban Romawi berbeda dengan
perdaban Yunani. Perhatian dan motivasi utama peradaban Ro-
mawi adalah membuat undang-undang untuk menciptakan ke-
tertiban di seluruh wilayah jajahan Romawi. Sedang perhatian
peradaban Yunani tertuju kepada penemuan idea yang biasanya
hanya his a dilakukan oleh seorang tuan yang kebutuhan sehari-
harinya telah tercukupi dan dilayani oleh hamba sahayanya. 11

a. Sumber Yunani-Romawi
Sumber Yunani-Romawi telah membentuk konsepsi, ba-
hasa, dan awal ilmu pengetahuan kesadaran Eropa. Secara

"Al·Zhahariyah waAzmat al· 'UlUm al·Awrublyah, dalam Qadlaya


Mu 'ashirah, J. IT, Fi al-Fikr al-Gharb£ al-Mu ashir, hal. 312-133. Lihat juga
L'Exegesse de Ia Phenomenologie, L'etat actuel de Ia methodephenomenologique et
son application au phenome religieux, hal. 274-294, Paris, 1966, Dar al-Fikr
al-'Arabi, Le Caire,l979. Saya berhutang budi kepada guru sayaJean
Guitton, seorang guru besar di Universitas Sourbone, dalam mempelajari
dua sumber pertama. Sedang sumber Timur Lama dan lingkungan Eropa
telah saya kuasai lewat kajian-kajian saya yang menampilkan metode
historis juga metode analitis pemikiran murni yang tampak dominan
dalam kajian guru saya. Lihat hubungan saya dengan beliau dalam
Mub.awalah Mabda '£yah li al-Szrah al-Dzatryah, dalam al-Dzn wa al-Tsawrah
fiMishr 1952-1981,}. VI, al-Ushultyahal-Islamzyah, hal. 235-237. Lihat
pula petunjuk beliau kepada saya dalam karya beliau]ournal de ma vie
h.518, Desclee de Brouwer, Paris, 1976, Unscieclede ma vie,h.106-109,
R. Laffont, Paris 1988.

133
geografis Yunani merupakan bagian dari Eropa. Ditilik dari
sudut peradaban ia merupakan sumher utama kebudayaan Ero-
pa. Oleh karenanya para orientalis Eropa selalu mengaitkan se-
luruh peradaban yang ada di dunia dengan Yunani. Menurut
mereka kebudayaan dan ilmu pengetahuan Yunani merupakan
sumher utama bagi kebudayaan lain. Padahal, bisa saja yang ter-
jadi justru sebaliknya. Demikian pula para sejarawan kebudayaan
Eropa yang memperlakukan sejarah sama seperti yang dilaku-
kan para orientalis. Mereka memulai sejarah dari Yunani. Sebab
negara ini dianggap telah mengajarkan kepada umat man usia
tentang logika, fisika, etika, matematika, dan kedokteran.
Ada dua model dalam mempelajari kebudayan Yunani. Per-
tama, model Eropa yang mengambil substansi dan bentuk seka-
ligus, dan kedua, model Islam yang hanya mengambil bentuknya
saja. Model yang pertama disebut "formasi substansial" atau
"substansialisasi riil" dan model kedua disebut "formasi super-
fisial" atau "formasi palsu". Penerapan kedua model di at as sa-
ngat bergantung kepada kekuatan masing-masing peradaban
dalam mempertahankan orisinalitas substansial dan formal per-·
adabannya. Dalam hal ini Eropa lebih mengejar substansi dan
membiarkan orisinalitas substansial dan formal peradabannya
digilas han cur oleh peradaban Yunani. Sementara Islam hanya
meminjam format peradaban Yunani untuk mengembangkan dan
mengubah peradabannya sendiri agar mampu bersaing dengan
peradaban-peradaban lain. 12
Sumber Yunani-Roniawi mampu mempengaruhi pola pi-
kir kesadaran Eropa di awal abad modern hingga sekarang, se-
hingga ia bertindak seperti peradaban Yunani di masa lalu. Se-
perti diketahui imperatur Romawi banyak mensosialisasikan
peradaban Yunani, dan memindahkannya dari Eropa Selatan ke
Eropa Utara. Hal ini membawa pengaruh besar bagi peradaban
Jerman dan Celtic. Di masa revitalisasi dan kebangkitan, kese-

12Lihat analisa saya tentang fenomena ini dalam al-Turats wa al-


Tajdfd, Mawqifuna min al-Turats al-Qadfm, hal. 179-182

134
nian dan pemikiran Yunani muncul sebagai dua barang langka
bagi peradaban Eropa yang sedang memasuki tahap khusus-
nya. Pemikiran Yunani telah menyumbangkan bahasa keterbu-
kaan yang dapat menjadi bahasa pengantar dalam dialog antar-
pemikir. Bahasa ini tentu berbeda dengan bahasa agama yang
pernah menguasai kebudayaan Eropa sebelumnya. Bahasa aga-
ma tertutup dan tidak menerima interpretasi atau perubahan
arti terminologisnya yang tidak mampu memberikan arti baru
yang lebih akurat.
Bahasa pemikiran Yunani adalah bahasa rasional murni, jelas
dan mudah dipahami dari kandungan bahasanya. Sementara
menggunakan bahasa agama secara implisit berarti juga mene-
rima kandungan bahasa terse but. Menggunakan bahasa rasional
juga berarti menggunakan rasio. Sebab rasio selalu menyertai
pahasa tersebut. Bahasa agama di masa lalu melarang peng-
gunaan rasio, serta mengharuskan iman dan kepasrahan de-
ngan cara-cara lama, bukan dengan cara yang rasional.
Bahasa rasional juga berarti bahasa general yang mampu
mencatat berbagai peristiwa dan dapat ditujukan ke berbagai
kalangan. Sementara bahasa agama bersifat spesifik dan hanya
cocok untuk beberapa gelintir manusia, serta hanya mencatat
peristiwa tertentu untuk ditujukan kepada kelompok tertentu,
yaitu orang yang meyakini agama secara apriori. Bahasa rasio-
nal merupakan bahasa ideal yang dipahami berbagai generasi,
sejak masa kebangkitan hingga abad modern sekarang ini. Ba-
hasa rasional adalah bahasa yang menjadikan hakekat sebagai
hal yang berada dalam akal dan menjadikan esensi man usia dalam
logika. Sementara bahasa lama adalah bahasa yang jauh dari ideal.
Bahasa lama adalah bahasa empiris, historis, dan bersifat ke-
bendaan serta menolak untuk meyakini kebebasan manusia dan
kesadarannya.
Dan yang terakhir, bahasa rasional bersifat humanis dan
berhubungan erat dengan manusia, akalnya, kebebasannya dan
perilakunya. Sementara bahasa lama bersifat teosentris yang
bergerak di seputar tema tentang Tuhan sebagai gambaran dalam
hati atau sebagai peristiwa sejarah. Dalam bahasa lama manusia

13 5
adalah salah satu penjelmaan Tuhan, dania tidak memiliki ke-
bebasan tersendiri. 13
Di bidang kesenian dan kesusastraan, syair Yunani menjadi
idola bagi penyair-penyair modern. Bagi mereka Tuhan Yunani
adalah para pen yair yang dapat mereka jadikan temp at mengadu,
mereka ajak dialog, serta mereka sentuh sisi kemanusiaannya.
Syair teatrikal di Prancis pada abad ke-17, seperti syair Jean Ra-
cine dan Pierre Co mille, adalah duplikat syair teatrikallama karya
Eischyles, Sophocle, dan Euripide. Di bidang arsitektur, kebang-
kitan seni arsitektur modern adalah hasil revitalisasi model ionic
dan doric. Di bidang estetika, Poetika Aristoteles menjadi stan-
dar estetika. Dan di bidang politik, "demokrasi Athena" dijadi-
kan sebagai contoh. Begitu pula munculnya aliran-aliran human-
isme juga bersumber dari Yunani Kuno.
Pendeknya kebangkitan Eropa modern merupakan hasil
revitalisasi dari kebudayaan Yunani. Oleh karenanya, kajian ten-
tang kesusastraan Yunani dan kesusastraan Latin merupakan
bagian dari proses pembentukan kebudayaan Eropa. Buku-buku
tentang sejarah peradaban Eropa pun selalu diawali dengan
Yunani dan Romawi. 14
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa sumber Yunani tam-
paknya lebih diutamakan daripada sumber Romawi. Jiwa kesa-
daran Eropa diambil dari Yunani dan raganya diambil dari Ro-
mawi. Dari kebudayaan Yunani, kesadaran Eropa mendapatkan
bahasa dan konsepsi, sedang dari Romawi ia mendapatkan per-
undang-undangan dan sistem perkotaan. Meskipun demikian,
kesadaran Eropa lebih condong kepada Romawi daripada Yu-
nani. Ia lebih dekat ke empirisme daripada ke rasionalisme; lebih
condong ke realisme daripada ke idealisme; lebih memilih perang
dan membangun imperatur-imperatur, seperti terlihat dalam

13 Lihat analisa bahasa saya dalam 1. Qushur al-Lughah al-Taqlidiyah,

2. Mumayyazdt al-Lughah al-Jadidah, ibid, hal. 123-140. Lihat pulaMawqifu-


na min al-Turats al-Gharbi dalam Qadlaya Mu 'ashirah, J. II, Fi al-Fikr al-
Gharb£ al-Mu 'ashir, hal. 10-11.
14 /bid., hal. 11.

136
imperialisme, dari pada membangun peradaban dan menyebar-
kan risalah dunia (Alexandria). 15
Jika fenomenologi dijadikan sebagai contoh dalam mengkaji
sumber utama kesadaran Eropa, kita akan melihat bahwa Hus-
serl tidak membicarakan peradaban Yunani kecuali yang ber-
hubungan dengan bidang filsafat. Sementara kesusastraan, mi-
tologi, seni pahat, dan seni arsitekstur diabaikan begitu saja.
Sebab menurut Husserl, hanya filsafatlah yang mencoba mela-
kukan penelitian tentang fenomenologi, sesuai dengan kemam-
puan serta level pemikirail dan kemajuan peradaban pada masa-
nya. Muncullah filsafat kehidupan Socrates yang mengilhami
penemuan orisinal fenomenologi mengenai penelitian tentang
segala aspek yang berhubungan dengan man usia. Muncul pula
"idea" Plato yang digunakan fenomenologi dalam mendeskripsi-
kan ilmu tentang esensi. Dan terakhir muncul filsafat alam Aris-
toteles yang mencoba direkonstruksi oleh fenomenologi sete-
lah menghilangkan dikotomi realis dan idealis dalam menilai
materi, mencoba menemukan hakekat dalam kesadaran.
Tetapi Husserl mengangggap Socrates hanya sebagai refor-
mer kehidupan praktis, setelah sebelumnya diporakporandakan
oleh kaum sophist. Socrates tidak mengurai persoalan secara teo-
retis. Perhatiannya masih tertuju kepada persolan etika. Namun
demikian Socrates telah menggunakan metode kejelasan ilmiah
yang didasarkan pada akal. Dan baginya kejelasan adalah stan-
dar kebenaran pemikiran. Di tangan Plato, metode maieutics So-
crates berubah menjadi dialektika. Begitu pula metode penjelas-
an berubah menjadi intusionalisme esensi.
Socrates berhasil mempertahankan obyektivitas nilai, se-
buah obyektivitas yang dicoba diterapkan Husserl pada ilmu-
ilmu rasional. Socrates telah memelopori subyektivitas dan me-
nyatakan bahwa subyek bukan hal yang sama dengan obyek.

15Pembahasan karakteristik filsafat bangsa-bangsa termasuk sikap


taqlld dalam Islam lama, seperti dilakukan Syahrastani dalam al-Milal
wa al-Nib..al dan Ibn Sina dalam anotasinya terhadap karya Aristoteles
Poetica.

137
Inilah pelajaran yang diambil ilmu-ilmu kemanusiaan dari krisis
yang dialaminya. Dengan demikian meskipun Socrates memiliki
kekurangan, yaitu kajian yang tidak teoritis, namun ia merupa-
kan sumber bagi munculnya subyektivisme Eropa, sekaligus guru
bagi filosuf-filosufnya, seperti Kierkegard yang menganggap di-
rinya sebagai pengikut Socrates.
Adapun psikologi Yunani, Husserl menjelaskannya sebagai
perbincangan acroamatic tentang jiwa yang cenderung idealis, dan
karenanya jauh dari psikologi empiris. Oleh karena itu Socrates
benar ketika mendengungkan slogan "ketahuilah dirimu dengan
dirimu", dan ketika menyebut pendeta Delvi sebagai orang yang
paling bijak. Empirisme dalam psikologi kuno hanya sekedar
sebuah keinginan yang mungkin tercapai.
Di bidang sosiologi, menurut Husserl, sosiologi Yunani tidak
lebih dari sekedar teori-teori etika dalam membangun kota ideal.
Ia tidak mengenal peran orang lain dalam pengalaman sosial. Teta-
pi sebenarnya sosiologi Yunani telah mengenal hal terse but dalam
metode ironic dan acroamatic. Begitu pula bidang sosial dan politik
.tidak lepas dari perhatian filsafat Yunani, seperti terlihat dalam
dialog Plato Politea dan Momoi, dan dalam karya Aristoteles Politica
dan Undang-undangAthena.
Menurut Husserl, Plato merupakan orang pertama yang
membangun dasar teori ilmu pengetahuan, yaitu teori "idea"
yang memisahkan rasio dari indera, bentuk dari materi, teori
dari praktik. Bahkan teori ini mirip dengan teori matematika
modern, terutama teori kuantitas dan teori agregat. Dalam per-
adaban Eropa nama Plato masih diidolakan dalam menegaskan
kemandirian akal budi, materi dan obyek-obyek ideal, serta cia-
lam menghadang keberingasan paham empirisme. Krisis ilmu
pengetauhan terjadi ketika posisi idealisme Plato Yunani sebagai
paradigma ilmu pengetahuan digantikan oleh ilmu alam. Demiki-
anlah Platonisme menjadi pelindung ilmu pengetahuan dari
kecenderungan formalisme dan relativisme, serta menjamin ek-
sistensi rasionalisme. Di abaci modern Platonisme menjadi teori
apriori dalam memahami ilmu yang didasarkan pada intuisiona-
lisme esensi. Bahkan masa modern tidak mampu mencapai

138
tingkat rasionalitas Yunani yang mencapai puncaknya pada so-
sok Archimede dan dalam teori Pitagoras. Kisah Plato ten tang
"Ruh yang Bersayap" sesungguhnya merupakan pembahasan
ten tang hakekat transendental.
Munculnya madzhab empirisme, asketisisme, dan relativis-
me di abad modern dan upaya madzhab rasionalisme mengem-
balikan keseimbangan kesadaran Eropa, merupakan pengulangan
peristiwa yang terjadi di Yunani dul u an tara kaum sophist yang
menyebarkan paham asketisisme dan relativisme, dengan Plato
yang mencoba mengembalikan kesadaran Yunani. Tetapi hipote-
sa Plato yang mengandaikan adanya idea di luar dunia yang ter-
tangkap indera, merupakan penyebab kesalahannya dalam me-
mahami arti realisme. Pahamnya itu dijadikan alasan oleh paham
nominalisme untuk mengingkari wujud makna secara independen.
Meskipun Plato berhasil mencapai kemajuan yang mengagum-
kan dalam filsafat Yunani, namun ia tidak mampu memberikan
metode ilmu pengetahuan yang pasti. Sebab baginya, filsafat masih
terbatas pada teori etika dan penjelasan mitologi. Filsafat Plato
baru mencapai tahap "rasa heran" dan belum berubah menjadi
teori tentang hakekat. 16
Sedang Aristoteles adalah orang yang pertama kali mencip-
takan teori yang sempurna di bidang logika, etika dan politik.
Karya-karyanya merupakan filsafat yang paling sistematis yang
dikenal man usia di abad kuno. Tetapi jasanya yang paling utama
adalah upayanya meletakkan dasar logika formal, khususnya bab
tentang proposisi. Ini merupakan pemikiran di bidang logika yang
pertama dalam sejarah. Dan untuk pertama kalinya persoalan for-
mal yang sejajar dengan kategori dalam ilmu alam dibicarakan
dalam logika. Ciri formal inilah yang kemudian menjadi petunjuk
bagi logika modern.
N amun demikian logika formal•tetap saja memiliki kekurang-
an. Ia tidak lebih dari gejala suatu pemikiran yang bertujuan mem-
bangun ilmu yang ideal. Apalagi logika formal hanya logika yang

16Al-Zhahir£yat wa 'Azm "tal- 'UlUm al-A wrublyah dalam Qadaya

Mu 'ashirah, J. II, Pi al-Fikr al-Gharbl al-Mu 'ashir, hal. 314, juga

139
membicarakan keharmonisan dan konsistensi proposisi, bukan
logika tentang hakekat. Di samping itu logika formal tidak memi-
liki teori intuisi, dan di masa lampau ia tidak mampu berkembang
menjadi matematika yang komprehensif. Baru di abad modern ia
berkembang menjadi matematika berkat kemampuan ilmuwan
abad ini membebaskan logika dari lingkungan skolastiknya dan
dari tumpang tindih susunan (figure) silogisme. Dengan logika tra-
disional kita dapat menyimpulkan satu proposisi dari proposisi
lain, tetapi dengan logika modern kita dapat mencapai kesimpul-
an yang lebih dari itu.
Namun, bagaimanapun juga logika Yunani telah berjasa
menyumbangkan analisa bahasa yang dapat digunakan dalam ka-
jian logika, seperti istilah genus-species, bentuk dan materi, meskipun
tidak dengan serta-merta ia lalu berkembang menjadi ontologi
formal seperti dalam fenomenologi, apalagi fokus ontologi di masa
lalu masih berkutat di seputar persoalan teologi, bukan persoalan
matematika komprehensif, sepeti sekarang. Di samping itu logi-
ka Yunani memang tidak mampu menghindari kecenderungan
psikologis dalam logika dan etika. 17
Pada akhirnya Husserl berpendapat, peradaban Yunani be-
lum berhasil mewujudkan proyeknya, yaitu membangun teorisasi
ilmu. Hasil maksimum yang dicapai peradaban Yunani adalah
geometri Euclide yang mengindikasikan tingkat rasionalitas yang
tinggi. Kemudian peradaban ini tumbang karena meninggalkan
proyek Geometri Euclide. Di tangan Epicurian dan Stoician, per-
hatian peradaban Yunani beralih ke persoalan etika. Spekulasi
rasional tidak lagi ditemukan dalam peradaban Yunani, dan yang
muncul justru paham asketisisme, materialisme dan kecenderung-
an ilmiah dalam skolastik etika. Dialektika sophist kembali me-
nampakkan wajah negatifnya yang mengingkari nilai absolut dan
menegaskan "adanyaketiadaan" atau "ada yangtidak dapat dike-
tahui". Asketisisme sophist tergelincir ke dalam relativisme atau

17Al-Zhahirzyat wa ~zmat al-'Ulum al-Awrubtyah, dalam Qadlay"'

Mu 'ashirah, J. II Ft al-Fikr al-Gharbt al-Mu 'ashir, hal. 314-315, juga


L 'Exegessede Ia phenomenologie, pp. 276-281.

140
nihilisme atau solipisme. Akibatnya kebenaran obyektif yang da-
pat dicapai akal atau melalui pengalaman sosial tersingkir dari
trend peradaban Yunani. Kecermelangan terakhir peradaban Yu-
nani adalah teori logos Stoician yang mencoba membangun obyek-
tivisme-ideal, seperti yang dilakukan ilmuwan masa kini dalam
matematika. 18
Jadi fenomenologi sebagai sebuah proyek bagi seluruh per-
adaban sudah pernah ada dalam peradaban Yunani. Plato telah
memperkenalkan istilah noese (bentuk); Aristoteles memperkenal-
kan istilah noeme (materi); dan Socrates memperkenalkan kesa-
daran sebagai intensi dan penyandaran timbal-balik an tara ben-
tuk kesadaran dan substansi kesadaran. Dengan demikian tiga tu-
juan kesadaran Eropa, formalisme, materialisme, dan filsafat ke-
hidupan dapat dilacak akarnya dalam trio Yunani, Plato, Aristo-
teles, dan Socrates. Hanya saja, peradaban Eropa tidak begitu
peduli dengan metode diachronic. Ia lebih mementingkan analisa
struktural atas esensi yang di dalam metode diachronic merupakan
esensi tersendiri.
Upaya pemaduan filsafat-filsafat Yunani juga dilakukan oleh
para filosuf kita, terutama oleh al-P arabi dalam karyanya "Pema-
duan Pendapat DuaFilosuf, Plato Yang Menuhan 'danA ristotelesyang
Bijak" yang mencoba mengkompromikan ideal dengan realitas,
akhirat dengan dunia, ruh dengan raga. U paya ini dilakukan de-
ngan menggunakan kacamata Islam yang universal dan kompre-
hensif. Namun orang-orang yang tidak mengerti tujuan dan im-
plikasi pemaduan tersebut, menuduh al-Farabitelah memadukan
hal yang mustahil dipadukan. Tuduhan terse but didasarkan pada
logika "perbedaan" yang diadopsi dari peradaban Barat. 19
Dalam menilai Yunani kita mengikuti pola pikir Barat. Aki-
batnya kita menganggap kebudayaan Yunani sebagai pusat dan
sumber bagi kebudayaan lain. Kita merasa tidak mampu mem-

18 Al-Zhahirzyat wa 'Azmat al-'Ulum al-Awrublyah, hal. 315, juga


L 'Exegesse de fa phenomenologie, pp. 281-288.
19Al-Farabi, a/jam 'u bayn Ra 'yayn al-Hakimayn fi al·Majmu: hal. 1-

39. Lihat juga kajian saya, al-Farab£ Syarikh Aristo, dalamDirasat Is!amzyah,
hal. 145-202.

141
bangkitkan kesusastraan Arab jika tidak merujuk dan menerje-
mahkan kesusastraan Yunani. Penerjemahan itu biasanya dilaku-
kan oleh pakar peradaban kita di bidang kesusastraan dan pem-
baru dalam metode kritik. 20 Begitu pun ketika hendak memba-
ngun negara Mesir modern, kita merasa tak mampu jika tidak
menerjemahkan Politika, Demokrasi Athena dan Undang- Undang
Athena karya Aristoteles. 21 Itu pun kita terjemahkan dari terje-
mahan bahasa Prancis yang leterlux, tanpa melakukan anotasi at au
interpretasi yang memungkinkan kita melihat the other dari kaca-
mata ego, seperti yang dilakukan pendahulu kit a.
Padahal sebenarnya kita bisa merujuk kepada sumber per-
adaban yang lebih dekat, yaitu diskursus Syura di kalangan ahli
Ushul dan pakar Fiqh, atau "al-Ah.kam al-Sulthanzyah", atau "al-
Siyasah al-Syar 'zyah". U ntuk mendorong rasionalitas masyarakat,
cukup kita kembali kepada kecenderungan rasionalisme Mu'tazilah
dan Ibn Rusyd, daripada membicarakan kecenderungan rasional-
isme di Yunani.
Dalam melihat validitas suatu syair atau membedakan syair
yang orisinal dengan yang palsu, kita merujuk syair-syair Home-
ros sebagai perbandingan dan mengakomodasi teori validitasnya.
Padahal kita memiliki metode kritik sanad dalam 1lm Hadits, yang
keberadaannya mengilhami berdirinya ilmu kritik sejarah terhadap
kitab suci seperti terlihat dalam bagian pengantar buku "Kehidup-
an Yesus" karya Renan.
Kebangkitan seni arsitektur kita pun masih dibayangi gaya
arsitektur Yunani dan Romawi. Dalam membangun sebuah ge-
dung kita terpaku pada tiang ionic dan doric, bukan pada gaya ar-
sitektur kuno kita. Dan dalam mencatat sejarah pemikiran, kita

20 Lihat Thaha Husayn, Nizham al-Athen£y£n, Dar al-Ma'arif, Kairo

19 21. Lihat pula karya-karya terj emahn ya ten tang sastra Y unani, Min
al-A dab al-Tamts£l£ al-Yunani, Dar al-Ma'arif, Cairo; Qadlat al-Fikr, Dar
al-Ma'arif, Kairo, 1971.
21 Ah.mad Luthfi Sayyid, Kitab al-Siyasah li Aristo, Lembaga

Perbukuan Umum, 1979. Mawqifuna minal-Turatsal-Gharb£, dalam Qadlaya


Mu ashirah, J. II, F£ al-Fikr al-Gharb£ al-Mu ashir, hal. 12-13.

142
selalu memulai dengan pembahasan problematika Yunani yang
kemudian berpindah ke dunia Arab kuno, seperti dilakukan oleh
pengkaji-pengkaji Eropa. Padahal transferensi karya-karya Yunani
yang dilakukan pendahulu kita dimaksudkan untuk mengenal
peradaban up to date pada masanya, bukan untuk menirunya atau
menjadikannya sebagai sumber.
Ketika orang-orang Eropa membicarakan era kebangkitan-
nya, jika mau, mereka akan sampai pada pembahasan tentang pen-
garuh Arab terhadap kebangkitan Eropa. Kita pun memba-has
pengaruh terse but untuk mengungkap sumber kesadaran Eropa
yang tak terekspos. T etapi kit a membahasnya dari segi cara-cara
kita membendung tradisi Yunani dan sikap peradaban yang meny-
ertainya, seperti sikap imitatif, renovatif, kompromistis dan an-
tagonistis. Kita tidak mencoba membandingkan tingkat peng-
ungkapan diri, pengungkapan realitas atau tingkat rasionalitas
dalam peradaban Yunani dan peradaban Islam. Kita juga tidak
membicarakan proses lahirnya istilah-istilah yang kemudian men-
jadi istilah filsafat dan ilmu pengetahuan, dan yang menjadi raha-
sia kebangkitan Eropa, serta ingin diterapkan pada kebangkitan
saat ini.
Ini sikap peradaban yang salah. Sebab kemajuan suatu per-
adaban tidak bisa diukur dengan standar peradaban lain, meski-
pun akan selalu ada persamaan yang disebabkan oleh adanya
hukum sejarah yang sama. Kebangkitan saat ini bisa dicapai
dengan kern bali ke tradisi lama kit a. U ntuk membangun
demokrasi, kita dapat merujuk kepada sistem Syura, dan untuk
meningkatkan rasionalitas cukup meneladani tokoh Ushul al-Din
tanpa harus merevitalisasi filsafat Yunani. Mempelajari bahasa
lama penting, tetapi hal ini dilakukan sekedar untuk mengenal
sumber peradaban Barat dan sebagai dasar untuk menguasai
bahasa Eropa, bukan karena bahasa terse but akan mengantar
kita ke gerbang kebangkitan seperti yang terjadi dalam kebang-
kitan Eropa.
Dalam mempelajari pengaruh pemikiran Yunani terhadap
pemikiran Islam, kita meniru gaya orientalis yang menganggap
Yunani sebagai pusat dan sumber ilmu pengetahuan, semen tara

143
bangsa lain hanya sebagai pengutip dan penerjemah. Kita tidak
mempelajari, misalnya, bagaimana upaya pemikiran Islam mem-
bendung, mengkritik, atau mempresentasikan pemikiran Yuna-
ni. Kita menganggap peran kita dalam membangun peradaban
dunia hanya sebagai perantara yang memindahkan ilmu penge-
tahuan Yunani ke Barat. Itu pun kadang-kadang masih ditam-
bah dengan tuduhan culas, karena sebagai perantara kita diang-
gap tidak memahami ilmu pengetahuan Yunani dengan baik atau
karena kita mencampuradukkannya dengan agama, sehingga kita
tidak dapat mengembalikan ilmu pengetahuan Yunani kepada
bangsa Barat dengan sempurna. Akibatnya untuk mencapai ke-
bangkitannya, bangsa Eropa harus membetulkan kembali ilmu
pengetahuan Yunani dengan cara menerjemahkan pemikiran Yu-
nani langsung dari sumber aslinya dan membuang terjemahan
bahasa Arab. 22
Dengan mengikuti pola pemikiran di atas, yang dapat dilaku-
kan peneliti kita hanyalah menjadikan kegiatan ini sebagai kegiat-
an nasional, dan membicarakan pengaruh Arab terhadap kebang-
kitan Eropa melalui dua gelombang penerjemahan. Gelombang
pertama penerjemahan dari Yunani ke Arab, dan gelombang ke-
dua penerjemahan tradisi dan karya Arab oleh bangsa Eropa. Dan
dalam dua gelom bang terse but peran kita hanya sebagai peranta-
ra bagi inovasi bangsa lain. 23
Kalian semua akan mengikuti jalan orang-orang yang sebelum kalian,
jangkauan per jangkauan, lengan per lengan, jengkal per jengkal, bah-
kan seandainya mereka masuk ke liang bengkarung, kalian pun akan
memasukinya. Kami bertanya, "Hai Rasulullah, apakah mereka orang
Yahudi dan Nasrani?". Rasul menjawab, "siapa lagi". •

22Lihat analisa saya tentang Orientalisme dalam al-Turats wa al-Tajdld,


Mawqifuna min al-Turats al-Qadim, bab, al-Naz 'ah al-'Ilmryah, hal. 77-108
23 Ibid, bab, al-Ma 'rah al-Khit:Jbtyah, hal. 108-123, lihat juga Mawqifuna

min al-Turats al-Gharbi, dalam, Qad/Jya Mu ashirah, J. IT Fi al-Fikr al-Gharbi


al-Muashir, hal. 11-12.
'Barangkali h.adits yang menjadi pengganti pengantar saya ini
memberi kesan seolah-olah saya menolak Barat dan egosentris. Tuduhan

144
b. Sumber Yahudi Kristen
Dalam kesadaran Eropa, sumber Yunani-Romawi mernpa-
kan dimensi sekular, dan sumber Yahudi-Kristen mernpakan di-
mensi religius. Perpaduan dua dimensi ini dalam realitas, rnang
dan waktu tertentu membentuk suatu peradaban. Musik poly-
phonic dalam peradaban Eropa, misalnya, lahir dari perpaduan
musik gereja dan musik rakyat. Dengan menggunakan logika
tiga agenda yang menjadi inti proyek "Tradisi dan Pembarnan"
di atas, keberadaan sumber Yunani.t-Romawi dapat digambarkan
sebagai tradisi pendatang, sumber Yahudi-Kristen sebagai tra-
disi lokal, dan lingkungan Eropa yang menjadi sum her tak terek-
spos dan yang dapat ditemukan dalam kebudayaan, mitos, dan
agama-agama paganis Eropa, digambarkan sebagai realitas yang
menjadi tern pat berinteraksinya tradisi pendatang dan tradisi
lokal.
Sumber Yahudi-Kristen menjelaskan hubungan kesadaran
Eropa dengan teks agama Y ahudi dan Kristen. Hubungan antara
Y ahudi dan Kristen terjadi dalam pembagian bah-bah kitab su-
cinya dan penempatan Perj:mjian Lama sebagai pengantar Per-
janjian Barn. Dengan demikian kesadaran Eropa lebih mempri-
oritaskan sumher Yahudi dari pada sumher Kristen, dengan dasar
bahwa secara historis sum her Y ahudi lebih tua dibandingkan de-
ngan sum her Kristen. Bahkan dapat dikatakan bahwa agama Kris-
ten lahir dari agama Y ahudi.Jan mernpakan salah satu bentuk
penafsiran Essenian terhadapnya, dan bahwa al-Masih sendiri juga
seorang Yahudi Essenic. Salah satu tokoh pengikut pertama aga-
ma Kristen sepeti Paulus juga seorang Y ahudi. Begitu pula,
meskipun mayoritas pemeluk agama barn ini berasal dari kaum
paganis namun banyak pula orangYahudi yang masuk agama barn
ini. Hal inilah yang kadang dapat menjelaskan mengapa Y ahudi

semacam ini biasanya ditujukan kepada kelompok kaum salaf.yang


tradisonal. Tetapi dengan h.adits ini sebenarnya saya bermaksud
mengajak semua orang untuk menciptakan inovasi ego dan meninggalkan
masa imitasinya, dan bahwa the other dapat diubah menjadi obyek ilmu
pengetahuan dan bukan lagi sebagai sumbernya.

145
dan Kristen menyimpan rasa permusuhan dengan umat Islam.
Sebab pada dasarnya Y ahudi dan Kristen merupakan satu barisan,
sebagaimana Islam sendiri menyebut kedua agama terse but de-
ngan satu nama, ahl al-kitab. 24
Banyak kajian yang menegaskan hubungan di atas dan mene-
tapkan adanya kesatuan pemikiran dan kontak peradaban secara
timbal-balik antara Y ahudi dan Kristen. Namun keduanya dilaku-
kan untuk mencapai tujuan yang berbeda. Umat Kristiani me-
nentapkan bahwa agama Y ahudi hanya sekedar pengantar dan sisi
eksternal dari agama Kristen. Y ahudi merupakan sisi eksternal
dan Kristen menjadi sisi internal, dan bahwa para Nabi dari Bani
Israil merupakan potret luar al-Masl'h yang menandai kedatangan-
nya. Sementara bagi orangYahudi, al-Masl'h adalah seorang Y ahudi
Essenic yang ingin melakukan reformasi agama Yahudi dan mem-
bersihkannya dari lambang-lambang dan formalitas undang-un-
dang. Al-Masl'h juga mengubah bentuk ibadah kepada Allah men-
jadi perdagangan yang mengandung unsur jual, beli, keuntungan,
penipuan dan riba. T anpa melihat perselisihan yang terjadi antara
dua golongan ini, jelaslah bahwa hubungan Yahudi dan Kristen
merupakan realitas sejarah. Banyak kajian yang menegaskan ada-
nya hubungan terse but serta menetapkan adanya kesatuanpikiran
dan kontak peradaban antara Y ahudi dan Kristen dalam Essen ian
dan Apionean. Hubungan ini juga terlihat dalam manuskrip-
manuskrip Laut Hitam dan sekte Qumran, dan diperkuat dengan
adanya hubungan di tingkat politik dan kepentingan bersama an-
tara Y ahudi dan Kristen.

24Hal ini disinggung al-Qur'an dalam ayat: "Dan mereka berkata

'Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nashrani,


niscaya kamu mendapat petunjuk'. Katakanlah: 'Tidak, melainkan (kami
mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari
golongan orang Musyrik"' (Q., s. al-Baqarah/2:135). Lihat kajian saya
tentang hubungan Y ahudi dengan Kristen dan Islam seperti dalam,
History and Verification, a Quranic View on the Scriptures, Certainty and
Conjecture, aprototype oflslamo-Christian Relations, dalamReligious Dialogue
and Revolution, pp. 21-68 Anglo-Egyptian Bookshop, Kairo, 1977.

146
Hubungan Yahudi dan Kristen terjadi pada sosok Paulus yang
memiliki latar belakang kebudayaan Y ahudi dan menjadikannya
sebagai sarana untuk mendakwahkan agama baru. Paulus memang
memusuhi agama Yahudi dan menyerukan untuk memisahkan dua
agama. Karena, bagi dia, meyakini al-Masih yang menjadi per-
sonifikasi Taurat berarti menafikan ajaran Yahudi. Namun demiki-
an munculnya ajaran Y ahudi, meskipun secara negatif, dalam dak-
wah Kristen menegaskan suatu kenyataan bahwa kembali ke ajar-
an Kristen tidak mungkin dilakukan kecuali melalui agama Y ahu-
di. Jadi, hal di atas menegaskan adanya hubungan sekaligus mene-
tapkan adanya keterpisahan. Keyakinan akan adanya hubungan
ini menjadi kecenderungan di kalangan teo log gereja yang mem-
bela keberadaan hubungan terse but sebagai pengakuan terhadap
realitas, dan sebagai alasan diperbolehkannya mereka mendak-
wahkan agama Kristen di kalangan Yahudi, serta sebagai suatu
pujian terhadap agama Kristen dalam kapasitasnya sebagai eks-
perimen terakhir agama Yahudi. 25 Barangkali yang juga mendo-
rong pengakuan di at as adalah rasa rendah diri kaum Kristiani di
hadapan Yahudi ketib berbicara tentang syari'ah, 'aqidah, sejarah
dan kekuatan sosial sepanjang sejarah, hal mana belum pernah ·
dicapai kaum Kristiani. Meskipun ada upaya untuk memisahkan
sumber Yahudi dan Kristen sejak masa Celsus karena dianggap
ada perbedaan watak antara keduanya, namun yang terjadi justru
sebaliknya, yaitu adanya kecenderungan untuk menghubungkan
kedua sumber terse but. Bahkan inti ajaran agama baru melebur
dalam agama lama berkat jasa Paulus dengan kebudayaan Yahu-
dinya yang telah lebih dahulu ia pelajari sebelum kemudian me-
meluk agama baru.
Sebenarnya sikap pemikiran dan peradaban, kejujuran inte-
lektual dan penelitian sejarah mengharuskan kita untuk mene-
gaskan adanya keterpisahan, dan bukan keterkaitan antara kedua
sumber di atas. T elah terjadi pencampuradukan antara kedua sum-
her dimaksud, meskipun jelas ada perbedaan antara keduanya.
Taurat bukanlah Injil. Demikian juga pemikiran Ibrani seperti ter-

25 Mawqifuna min al-Turats al-Gharbl, op, cit, hal. 13.

147
gam bar jelas dalam T aurat sama sekali berbeda dengan pemikir-
an agama baru. Pada masa awal Kristen beberapa teolog menco-
ba mempertahankan konsep keterpisahan kedua sum her ini dari
segi watak dan intinya, seperti dilakukan Celsus dan Marcion.
T etapi saya menuduh kedua orang ini sebagai zindik dan pem-bid'ah.
Kontradiksi terlihat dalam kenyataan bahwa Tuhan dalam Taurat
bersifat membumi, merakyat dan historis, serta menjelma dalam
benda-benda yang inderawi. Sementara dalam lnjil Tuhan berada
di langit dan tidak memiliki bentuk yang inderawi. Tuhan dalam
T aurat, seperti dicatat Bergson, adalah pencemburu, pemarah,
pendendam, dan diktat or yang mengutuk Bani Israil. Sementara
dalam Injil Tuhan adalah penyayang, pengampun dan penuh cin-
ta kasih. Agama seperti digambarkan Taurat hanya diperuntuk-
kan bagi bangsa dan sejarah tertentu, atau dengan kata lain aga-
ma khusus. Sementara bagi kaum Kristiani agama diperuntukkan
bagi semua orang. Sumpah dan janji antara Allah dan Bani Israil
adalah sumpah khusus yang hanya memasukkan Bani Israil dan
tidak mencakup selain mereka. Sementara bagi kaum Kristiani,
sumpah atau Perjanjian Baru yang dilakukan al-Masl:h dan di-
isyaratkannya dalam "Perjamuan Kudus" adalah sumpah urnurn
yang memasukkan setiap orang yang mempercayainya. T aurat di-
dominasi pandangan yuridis eksternal sesuai dengan namanya yang
berarti undang-undang atau hukum. Sementara Injil didominasi
pandangan spiritual murni, yaitu pembersihan hati, dan peng-
utamaan sisi internal atas sisi eksternal. Dalam agama Y ahudi
konsepsi pembalasan bersifat material seperti tanah, keturunan,
pertolongan, bala tentara, peti perjanjian, kacang, bawang merah,
jamuan dari langit, manna, dan salwa. Sementara dalam agama Kris-
ten konsepsi pembalasan bersifat spiritual, seperti kebaha-giaan
dan keselamatan. Dalam agama Yahudi siksa dan pahala dimenger-
ti sebagai hal yang bersifat kolektif. Bani Israil adalah satu bangsa
yang hidup dan mati bersama-sama, dan akan mem-peroleh pen-
gampunan atau mendapat siksa kecuali individu-individu yang
beriman. Secara kolektif bangsa Yahudi akan mendapatkan pen-
gampunan dari Tuhan, karena syafa'at mereka sendiri. Sedang
dalam agama Kristen, siksa dan pahala bersifat individual yang

148
didasarkan pada keimanan mereka terhadap al-Masih yang pada
perkembangannya gereja menjadikan dirinya sebagai perantara,
dan bahwa individu tidak mempunyai wujud kecuali dalam kel-
ompok orang yang beriman, sama seperti visi Y ahudi tentang
kolektifitas. Agama Y ahudi adalah sejarah Bani Israil dan per-
jalanan hidupnya sejak terbentuknya komunitas mereka hingga
hancurnya tempat ibadah kedua. Sehingga T aurat identik dengan
sejarah Bani Israil. Sedang Kristen adalah seruan moral seperti
tercermin dalam prinsip-prinsip ajarannya, "Khotbah di atas Bu-
kit". Paling akhir, Y ahudi adalah agama perang. Sebab ia muncul
di tengah suku-suku yang sedang mencari air dan bahan pangan
serta gemar menyerbu daerah suku lain untuk merampas kekayaan
dan ternak mereka. Sedang Kristen adalah agama kasih sayang
dan perdamaian. Jika para peneliti Eropa menjelaskan intensitas
hubungan Yahudi dan Kristen dalam peradaban Eropa, maka tu-
gas ilmiah dan tugas kebangsaan saya adalah menjelaskan keter-
pisahan antara keduanya. Hal ini dimaksudkan untuk memisah-
kan kepentingan dua golongan, seperti terlihat dalam dua kekuat-
an politik mereka.
Namun demikian teks agama dalam kedua sumber ini dapat
diklasifikasikan dalam satu kelompok, yaitu kelompok teks yang
non rasional. Y ahudi adalah agama yang dibangun di atas pilihan
Tuhan terhadap bangsa tertentu tanpa dilatarbelakangi sebab-
sebab tertentu. Bagaimanapun kedurhakaan bangsa terse but, kare-
na telah membunuh para Nabi dan mengingkari nikmat Allah,
pilihan T uhan akan tetap jatuh kepada mereka. J adi, dalam hal ini
terjadi pola hubungan satu arah, yaitu dari Tuhan kepada manu-
sia, dan bukan hubungan timbal-balik, yaitu dari Tuhan kepada
manusia dan dari manusia kepada Tuhan. Tuhan memberikan
segala sesuatu kepada bangsa dimaksud tanpa imbalan dan syarat
apa pun yang mampu mereka lakukan. Taurat adalah perjanjian
material di mana Tuhan memberikan kemenangan, bala tentara,
peradaban, "peti", dan tempat ibadah, bukan sekedar imbalan
spiritual, seperti kasih sayang, bangsa pilihan, pertolongan, pe-
tunjuk, kenabian dan wasiat. T aurat adalah perjanjian kolektif
dengan seluruh bangsa, bukan perjanjian individual. Keselamat-

149
an individu bergantung kepada keselamatan kelompok. Meskipun
tindakan individu bertentangan dengan ajaran agama, ia akan tetap
selamat jika secara kolektif ban gsa juga selamat. Meskipun secara
kolektif bangsa mereka telah melakukan kekafiran, mereka akan
tetap selamat selama masih ada individu yang beriman yang cla-
p at menghapus kesalahan dan dosa mereka. Inilah yang mendo-
rong pemikiran reformis Y ahudi yang tercerahkan untuk meno-
lak doktrin ikhtiyar, iman kepada perjanjian, dan kepada pemba-
lasan individual.26
Ketidakrasionalan teks agama berlanjut pada Kristen, na-
mun dalam bentuk individual. Bagi agama Kristen keimanan
bersifat internal yang esensinya tidak mungkin diketahui dengan
akal. Al-Mas!h adalah unsur ketiga dari Trinitas. Hubungan ke-
tiga unsur Trinitas tidak dapat dipahami dengan akal. Gereja
adalah lembaga perantara antara Tuhan dengan manusia yang
berhak menafsirkan kitab suci, menerima pengakuan pendosa,
dan memberikan pengampunan. Sejak lahir manusia telah

26 Perjanjian spiritual bersyarat ini disebut dalam al-Qur'an


"Katakanlah: 'jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa dosamu"'.(Q., s. Alu
'Imran/3:31). Begitu pula tentang iman kepada pembalasan individual,
"Orang orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: 'Kami ini adalah anak-
anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya'. Katakanlah: 'Maka mengapa Allah
menyiksa kamu karena dosa-dosamu?' (Kamu bukanlah anak-anak Allah
dan kekasih-kekasihnya), tetapi kamu adalah man usia (biasa) di antara
orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah
kern bali (segala sesuatu). (Q., s. al-Ma'idah/5:18). Oleh karena ayat ini,
saya menerjemahkan karya Spinoza Esai tentang Ketuhanan dan Politik
sebagai upaya pembuktian atas perjanjian timbal-balik individual-
spiritual yang ada dalam al-Qur'an dengan merujuk kepada tradisi liberal
reformis Yahudi. "dan orang dari mereka akan memberikan kesaksian
tentangnya". Lihat pula kajian berbahasa Inggris saya tentang tema ini
''Islam andJudaism, aModelfrom AnddlusU. ': dalam Islam: Religion, Ideology
and De'Velopment, (dalam proses pencetakan).

150
menanggung dosa Adam yang mengalir dan menggumpal dalam
darah dan dagingnya. Dan kedatangan al-Masih adalah untuk
menyelamatkan manusia dari be ban dosa yang diwariskan Adam,
karena man usia tidak mampu menyeladirinya sendiri. Tidak ada
yang mampu menghadapi setan kecuali al-Masih, dan tidak ada
yang mampu mengalahkan setan kecuali kebenaran mutlak.
Kerajaan langit bukanlah alam semesta ini. Apa yang menjadi
hak kaisar untuk kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan untuk
Tuhan. Para rasul (al-Hawarfyun) bisa mendapat ilham, dan il-
ham mereka setara dengan wahyu Nabi. Apa yang diberikan
kepada Nabi dan al-Hawanyun sama-sama merupakan wahyu dan
kitab suci. Wahyu diturunkan dalambentuk ruh bukan huruf,
secara maknawi bukan secara verbal. Dan kesaksian realitas lebih
baik daripada kesaksian teks. Akibat doktrin di atas, kesadaran
Eropa justru tergugah untuk meninggalkannya. Doktrin agama
semacam inilah yang mendorong lahirnya doktrin berlawanan,
yaitu doktrin sekular yang di kemudian hari menjadi elemen uta-
rna kesadaran Eropa: keimanan rasional, keesaan Tuhan, hubung-
an langsung antara manusia dengan Tuhan, kebebasan mengin-
terpretasikan kitab suci, keterbebasan man usia dari dosa warisan
Adam, kebebasan, tanggung jawab, kemampuan untuk menye-
lamatkan diri, perlunya mendirikan negara, dan bahwa kerajaan
Allah berada di Bumi, serta bahwa masa depan man usia berada
di alam semesta ini.
Kita juga dapat mempelajari sumber kesadaran Eropa ini
dengan cara lain. Islam muncul pada awal abad ke-7 Masehi. Al-
Qur'an yang nota bene adalah kitab suci agama ini, membicarakan
soal penyelewengan dan pengubahan yang terjadi dalam kitab-
kitab suci sebelumnya. Di samping itu al-Qur'an juga membica-
rakan tentang terjadinya perubahan ajaran, kesalahpahaman ter:-
hadap ajaran-ajaran al-Masih, pemalsuan sabda para nabi, perila-
ku ahl al-kitab, permusuhannya dengan bangsa lain, pembunuhan
Nabi-nabi, kedurhakaan, kekeraskepalaan mereka. Al-Qur'an juga
menganjurkan untuk menolak kerjasama dengan mereka karena
kedengkian, fanatisme dan sifat mereka yang suka menuruti hawa

151
nafsunya, atau dengan bahasa kontemporer, karena sikap mereka
yang rasialis, egois dan egosentris.
Dengan demikian kita dapat mempelajari masa Bapak Ge-
reja dengan menjadikan persoalan perubahan kitab suci sebagai
hipotesa ilmiah yang kebenarannya dapat dibuktikan secara his-
toris melalui ilmu kritik sajarah terhadap kitab-kitab suci, atau
melalui satu program kerja yang mengkaji ten tang munculnya
teks-teks agama dan perkembangannya yang berbanding sejajar
dengan kemunculan dan perkembangan ajaran selama tujuh abad
pertama. Dan hal ini merupakan metode baru penafsiran ayat
al-Qur'an mengenai perubahan kitab suci khususnya dan ayat-
ayat lain umumnya dengan cara membuktikan keberadaan peris-
tiwa-peristiwa sejarah yang digambarkan al-Qur'an, atau de-
ngan bahasa Ushttl al-Fiqh adalah takhrij al-manath (menarik satu
sebab dari hukum yang telah ditetapkan bedasarkan nashsh atau
ijma'-penterjemah). Kita juga dapat mempelajari perilaku ahl al-
kitab yang mewujud dalam perilaku orang Barat sekarang dan
menganalisa struktur psikologis mereka, serta mengukur sejauh
mana mereka menghendaki kebaikan bagi orang lain. Jadi, peng-
gambaran ahl al·kitab dalam al-Qur'an secara implisit merupa-
kan penggambaran orang Barat sekarang dan hubungannya de-
ngan bangsa lain. Seolah-olah al-Qur'an telah membaca sejarah
kesadaran Eropa sejak kemunculannya yang tercermin dalam
sumber-sumbernya hingga keberakhirannya yang tercermin
dalam masa depannyaY
Sedang Husserl yang mencoba menggambarkan keterben-
tukan dan struktur kesadaran Eropa tidak menyinggung sum her
Y ahudi-Kristen kecuali sedikit ten tang sebagian keberadaan filo-
suf skolastik (Augustin, Thomas D' Acquin, Duns Scot, Nicolas
de Cusa). Husserl menganggap ruh abad pertengahan adalah ruh
yang menafikan, karena ia tunduk pada logika Aristoteles yang

Saya telah menulis bagian kedua dari karya ilmiah akademis saya
27

yang kedua "Fenomenologi Interpretasi, Upaya Interpretasi Eksistensialis


Dimulai dari 'Perjanjian Baru' untuk merealisasikan met ode ini.

152
skolastik dan tidak memberikan dasar "matematika komprehen-
sif" seperti yang dilakukan abad modern.
Namun demikian Husserl menyinggung penemuan Augus-
tin tentang jati diri dan meminjam redaksi gemilangnya "In te rede
homine habitat veritas" (dalam batinmu, wahai manusia, tersimpan
hakikat) pada akhir kontemplasi Descartes, sebagai argumentasi.
Ia juga menyinggung "tujuan rasional" Thomas D' Acquin yang
kemudian di tangan Brentano muncul sebagai struktur kesadar-
an. Begitu pula les modes des significations (sifat-sifat makna) Duns
Scot disebut-sebut Husserl dan dianggap sebagai salah satu pe-
nyangga logika modern. T eori inilah yang dikaji Heidegger dalam
karya ilmiah pertamanya di bawah bimbingan Husserl dengan
judul "Teori Makna Menurut Dens Scot". Apa yang digambarkan
abad pertengahan sebagai pencarian ten tang Tuhan dan kerajaan
langit, pada hakikatnya adalah pencarian tentang proyek kemanu-
siaan di Eropa untuk membangun asas ilmu pengetahuan yang
komprehensif.2 8 Dalam pengertian seperti ini fenomenologi cia-
pat dikatakan sebagai kelanjutan dari sekularisasi doktrin agama
Kristen, utamanya tentang kembali ke "Khotbah di at as Bukit",
dengan menggunakan ruh abad modern seperti terlihat dalam
"idealisme transendental".

3. Sumber Tak Terekspos Kesadaran Eropa


Yang dimaksud sumber tak terekspos adalah sumber yang
sengaja disembunyikan, baik oleh para filosuf maupun para ahli
sejarah filsafat. Sumber tak terekspos hampir tak pernah di-
singgung oleh para peneliti yang menggeluti bidang kajian pa-
ling rumit sekalipun. N amun demikian tidak berarti model pene-
litian seperti ini mewakili mainstream penelitian sejarah kesadar-
an Eropa. Dan bentuknya selalu dimulai dari Yunani dan diklaim
sebagai penemuan brilian yang tak pernah ditemukan sebelum-

28At-Zhahiriyat wa 'Azmat al- 'Ulum al-Awrubfyah, dalam Qadlaya

Mu 'ashirah, bagian II, Fi al-Fikr al-Gharbi al-Mu 'ashir, hal. 315-316. Lihat
pula L 'Exegesse de La phenomenologie, h. 288-291.

153
nya. Mayoritas buku-buku sejarah filsafat Barat selalu dimulai
dari Yunani. Sepertinya peradaban Yunani adalah mukjizat langka
yang lahir secara mendadak sebagai breakpoint sejarah. Ia turun
secara mendadak dari sumber wahyu kepada umat manusia. Masa
praperadaban Yunani adalah masa kebodohan mutlak dan du-
nia yang sama sekali tidak dikenal orang. Pembahasan tentang
hal ini diikuti dengan bagian-bagian yang membahas sejarah fil-
safat Barat secara berurutan. Yang pertama tentang "filsafat Ti-
mur" dan kedua ten tang "Kristen Timur". Pembahasan ini
mengesankan seolah-olah Kristen Timur tidak dapat menghin-
dari keterpisahannya dari Kristen Barat sebagai entitas asing yang
terlepas dari Timur. 29
Ada dua sum her kesadaran Eropa yang tidak dinyatakan,
dan dibicarakan secara diam-diam dan dengan perasaan malu,
yaitu sum her Timur Lama dan lingkungan Eropa. Timur Lama
di sini memasukkan peradaban Cina, India, Persia, dan perada-
ban Mesopotamia (Babilonia, Asyiria, Accad) Syam (negara
Kan'an) dan sumbersumber dari seluruh benua Afrika dan per-
adaban Islam yang muncul dalam filsafat skolastik pada masa
akhir abad pertengahan. Sedangkan yang kedua adalah lingkun-
gan Eropa yang mencakup agama-agama paganis yang hidup di
Eropa sebelum tersebarnya agama Kristen yang dimulai pada
abad ke-2, mitos, tradisi, budaya, temperamen bangsa, lingkungan
geografis Eropa yang merupakan perpanjangan Asia ke arah
barat dan perpanjangan Afrika ke arah utara, letak historis, dan
tempat berakumulasinya peradaban-peradaban dan perjalanan-
nya dari timur ke barat.

a. Sumber Timur Lama


Adalah wajar jika peradaban Timur lama menjadi salah satu
sumber kesadaran Eropa. Sebab secara geografis, historis dan

29 T ulisan Emile
Brehier tentang sejarah filsafat dan dua bagian lain
tentang filsafat Konstantinopel dan filsafat Timur, dapat dijadikan
sebagai contoh hal di atas.

154
peradaban, Eropa merupakan perpanjangan Asia ke arah Barat.
Bahasa Hindia-Eropa, misalnya, berasal dari Asia Tengah. Dan
bahasa, di samping sebagai alat komunikasi, juga mencerminkan
ciri pemikiran, konsepsi tentang alam, dan nilai-nilai moral. Keti-
ka Timur menjadi pusat peradaban dunia di bidang politik, sosi-
al, ekonomi, agama, hukum, ilmu pengetahuan, sastra, kesenian,
industri, sejarah dan filsafat, agama-agama di Timur telah mem-
pengaruhi agama di Romawi. Sesuai dengan perjalanan ruh se-
jarah, agama-agama di Timur beserta inovasi-inovasinya, terse-
bar mulai dari Timur sampai ke Barat, termasuk pada masa pepe-
rangan yang mengakibatkan ruh terse but berpindah dari Persia
ke Romawi dan sebaliknya, kemudian dari Persia ke Arab dan
dari Arab ke Romawi. 30 Agama Timur juga mempengaruhi para
filosuf Romawi yang kemudian secara perorangan menganut eti-
ka Timur lama yang sesuai dengan tuntutan indera, akal, dan jiwa.
Salah satu bentuk etika Timur lama adalah agama Kristen yang
masuk di Romawi ketika agama-agama setempat dikuasai oleh
ruh skeptisisme seperti terlihat dalam imperium Romawi yang
tak mengenal kesucian ruh dan keabadian jiwa.
Kemudian di Romawi banyak bermunculan agama yang ber-
asal dari Timur. Ada agama Cybele yang berasal dari Asia kecil,
tuhan-tuhan Mabellona, dan agama Phrygian yang ritus-ritusya se-
lalu muncul dalam perayaan musim semi. Muncul pula Astarte
di Y unani dan Romawi dalam mitos kesuburan tanah. Agama-
agama Men, Sabazius, Anahita, begitu pula Yahudi dan Kristen
yang datang bersama tentara-tentara penakluk turut pula mem-
perkaya khazanah agama Romawi. Dari Persia ada Mazdaisme,
Sasanisme, dan agamaMetra yang mengilhami salah satu penda-
pat tentang kelahiran al-Masih dan menjadi salah satu sumber
bignosis dalam Kristen lama. Dari Syria terse bar tuhan-tuhan
Syam di bumi Romawi melalui budak, pedagang, tentara Syria
yang datang ke sana. Ritus.ritus peramalan masa depan dan si-
hir datang dari Babilonia. Begitu pula terse bar agama penyem-
bah matahari, bintang, agama Shabicah lama, agama yang men-

:!Of. Cumont, Orienta/Religions in Roman Paganism, Dover, N.Y, 1956.

155
sakralkan hewan, persembahan korban man usia, lembaga kepen-
detaan yang kemudian berbalik menjadi agama penyelamat,
tasawuf dan illuminisme, serta agama-agama di Syam yang memi-
liki pandangan yang monoteis, menyucikan Tuhan, mengenal
sifat Qadrat, 'lim, yang di kemudian hari mewujud dalam mono-
teisme Islam di jazirah Arab. 31
Agama Serapis yang berasal dari Mesir, berpindah ke Yu-
nani dalam format barunya. Begitu pula agama ini terse bar di
Romawi, meskipun penganutnya harus mengalami tekanan di
mas a Kaligula. Dari sini kemudian tersebarlah teori-teori ten-
tang sejarah dan pandangannya mengenai evolusi yang kemudi-
an mempengaruhi tiga periodisasi Vico, yaitu periode Tuhan,
pahlawan, dan man usia. Romawi mengadopsi ritus-ritus Mesir
dan hari-hari besarnya. Doktrin keabadian ruh dan keyakinan
akan adanya alam lain juga populer. Hal inilah yang memberi
dimensi baru dalam kesadaran Romawi yang kemudian meng-
gandrungi alam lain ini.
Filsafat Yunani sendiri tidak terlepas dari pengaruh Asia kecil
yang secara geografis dan historis bersinggungan dengan peradab-
an Mesopotamia dan agama Timur, utamanya dari Persia. Legen-
da Siris, Osiris, dan Horus sangat populer dalam mitologi Yunani.
Pengaruh tasawuf Timur dan agama esoterik-illuminis dari Persia,
terutama Zarathustra, dan dari Babilonia, khususnya yang beorien-
tasi moral dan kehidupan akhirat serta mengakui perputaran hidup
dan mati, terlihat dalam sekte Orphici.
Pengaruh Timur ini juga tejadi pada filsafat Yunani. Phita-
goras, misalnya, mengenal matematika Timur dan tasawufnya.
Plato pernah belajar di Memphis selama kurang lebih lima belas
tahun. Bahkan barangkali teorinya yang terkenal tentang idea
juga diambil dari teori kesenian Mesir kuno. Hanya saja teori
kesenian Mesir kuno diterapkan dalam lukisan yang kasat mata,
sedang teori Plato berupa pemikiran yang abstrak. Para seni-
man Mesir kuno dulu hanya melukis idea-idea di mana mereka

31 S. Moscat,Ancient Semetic Civilizations, pp. 233-237, Putnam, N.Y.,


1960.

156
menyatu di dalamnya, bukan melukis bentuk-bentuk species, ge-
nus dan benda. Seluruh aspek iluminis tasawuf dalam filsafat
Yunani, termasuk esoterisme Socrates, kontemplasi Thales dan
pakar fisika awal tentang kejadian alam dan kehidupan, meru-
pakan kelanjutan peradaban Timur. Astronomi, ilmu sihir dan
dunia para normal di Yunani juga diboyong dari Babilonia. Di
India juga ditemukan ilmu hi tung, meskipun seolah-olah ada
kesan Phitagoras dan Thales tidak pernah berinteraksi dengan
sekte-sekte di Timur. Dan Nyaya dengan logika Bhudanya telah
menciptakan logika formaP 2
Di samping berada di belakang sumber Yunani-Romawi,
sumber Timur lama juga berada di Belakang sumber Yahudi-
Kristen. T aurat, misalnya, merupakan kumpulan literatur yang
mempunyai padanan dalam literatur Babilonia, Asyiria, Accad,
dan Kan'an. Mitologi Ibrani lama berasal dari mitologi Meso-
potamia. Dan setelah perang Palestina yang dipimpin Yusa, sete-
ngah dari mitologi Ibrani diambil dari Kan'an yang kemudian
membentuk cerita ten tang banjir dan kejadian alam. Banyak di-
lakukan perbandingan antara Gilgamesj dan "kitab kejadian"
dalam Taurat yang menjelaskan kesamaan "kejadian" dalam
Taurat dengan "kejadian" dalam Gilgames;: Dengan demikian Per-
janjian Lama lebih banyak mewarisi mitologi Timur dari Kan' an,
negara-negara Mesopotamia, Mesir pada masa kodifikasi, ketim-
bang tradisi nabi-nabi Bani Israil yang telah be ream pur dengan
peradaban-peradaban Timur pada masa narasi oralY

32 Untuk mengetahui lebih lanjut tentang sumber Timur bagi


peradaban Barat, lihat Harry Elmer Barnes, An Intellectual and Cultural
History ofthe Western World, J. 1, h. 76-82, Dover, N.Y., 1955. E. Zeller,
Outline ofthe History ofGreek Philosophy, h. 24-36, World Publishing, N.Y.
H.Baker & Elmer Barnes, Social7hought from Lore to Science, vol. 1, h. 44-
134, Dover, N.Y., 1961. Th. Stcherbotsky, Buddhist Logic, vol I, II, Dover,
N.Y., 1962.
33 U ntuk lebih jelas tentang kejadian versi Perjanjian Lama dalam

peradaban-peradaban Timur lihat, C.H. Gordon, 7he Ancient near East,


h.292-303, W.W. Norton, N.Y., 1965; A.Heidel, 7he GilgameshEpicand
Old Testament Pararels, University of Chicago Press, 1971; A. Heidel, 7he

157
Dalam kitab-kitab Injil disebutkan, orang yang pertama kali
memberitakan akan lahirnya al-Masih adalah tiga orangMajus
dari Timur yang melihat bintang bersinar di langit. Cara meng-
gambarkan kelahiran al-Masih dalam tradisi rakyat, yaitu ada-
nya seorang bayi dalam keranjang yang bersebelahan dengan sapi,
sama dengan penggambaran kelahiran tuhan Metra dalam aga-
ma Persia. Berarti agama Kristen berkembang dalam suatu
lingkungan yang telah mengenal Zarathustra, perseteruan Orzmud
tuhan kebaikan denganAhriman tuhan kejahatan, dan Metra yang
membantu Orzmud melawanAhriman. Pengaruh Timur terhadap
Injil juga terjadi dari Gnosis dan sekte-sekte tasawuf Asia tengah,
seperti terlihat dalam Injil keempat dan Injil-Injil yang tidak
diakui gereja dan dianggap sebagai Injil palsu pada masa pem-
bukuan undang-undang. Hal ini terlihat jelas dalam sekte Qum·
ran, teks-teks Nag Hamadi, T aurat Essenian, Injil Ruh, Dewi ke-
baikan dan kejahatan, ruh dan materi, jiwa dan raga, dunia dan
akhirat. 34
Filsafat Kristen Timur menjadi filsafat Konstantinopel yang
dianggap oleh Kristen Barat sebagai bentuk penyelewengan yang
membawa bendera Plato, Kristen illuminis, dan Tradisi Yunani

Babylonian Genesis, University of Chicago Press, 1972; G.A. Larue, Babylon


aud The Bible, Grand Rapids, Mich. 1969; bandingkan dengan cacatan
kaki pada Pfeiffer, Tell El-Amama and the Bible, h. 67-71; bandingkan
juga pada Pfeiffer, Ras Shamra and The Bible, Grand Rapids, Mich. 1968;
G.R. Driver, Cannanite Myhts and Legends, T. T Clark, Edinburgh, 1971;
J.PennLewis, 1beConquestofCanaan,Phila, 1972.
34A.K. Helm bold, The Nag Hammadi Gnostic Texts and The Bible, grand

Rapids, Mich. 1967; M. Borrows, Les Manuscrits de fa mer morte, R.


Laffonat, Paris, 1962; LesManuscrits de fa mer morte, colloque de Strabourg,
Mei 1955, PNF, 1957; La secte de Qumran et les origines du Chiristianisme,
DescU:e, Louvain, 1959; G. Varrnes, Les Manuscrits du desert du ]uda, Descle
Tournai, 1953; A. Duppont Sommer, Les Ecrits esseniens decouvert pres de
fa mer morte, Payot, Paris, 1960; Les Textes de Qumran, Latouzey, Paris,
1961; L. Mowry, The Dead Sea Scrolls and the Earthly Church, Notredame,
London, 1962; bandingkan dengan F. Pfeiffer, The Dead Sea Scorlls and
the Bible, Grand Rpaids, Mich. 1969.

158
sebelum kemudian berubah menjadi materialisme Romawi. Kris-
ten Timur mengenal subyektivisme, hubungan personal antara
manusia dengan T uhan, pentingnya etika praktis yang berlawan-
an dengan Kristen Romawi dan kecenderungan historis gereja-
nya yang dogmatis. Pada perkembangannya, Kristen Ortodoks
menjadi salah satu sum her Kristen Protestan. Muncullembaga
kerahiban dari gurun Mesir Barat yang didirikan oleh Saint An-
tonius pada abad ke-14 Masehi. Dan jadilah Timur sebagai jan-
tung Barat. 35
Pengertian sum her Timur mencakup benua Asia dan Afri-
ka yang bertemu pada semenanjung Sinai di Mesir yang meru-
pakan wilayah di mana dua imperatur besar pada masanya, Per-
sia dan Romawi, mengalami kehancuran. Pusat peradaban lama
ini terletak di Bizantium di Asia dan Alexander di Afrika. Pro-
d us yang berasal dari Timur hidup di Konstantinopel dan me-
ninggal di Athena. DanJamblicus hidup di Syria (330M.) yang
sosoknya mewujud dalam tokoh-tokoh neo-Platonis: Plotinus,
Porphyre, Jean de Gerlande dan lain-lain. Agama neo-Platonis-
me menjadi pewaris agama Timur yang bertentangan dengan
Kristen sebagai agama dan filsafat, karena menuhankan bintang-
bintang, mengakui kelanggengan alam, mempercayai sihir, dan
bahwa ruh bersifat ilahi dan akan kembali kepada Tuhan,
menyembah matahari, dan rahasia-rahasiaMetra. Bahkan Pro-
clus menciptakan lagu Matahari, sebagaimana "rahasia-rahasia
Mesir" juga dinisbatkan kepada J amblicus. Kelompok Herme-
sian, yang me-nyatukan tuhan Hermes Yunani dengan tuhan Tu-
hut Mesir dan Nabi Idris dalam Islam, menyusun doktrin pokok
dalam neo-Platonisme yang membuktikan kehadiran sumber
Timur dalam kesadaran Eropa melalui neo-Platonisme. 36
Di Mesir terdapat skolastik Alexandria yang selalu diklaim
sebagai perpanjangan Yunani di Mesir (dari pusat ke pinggiran)

B. Tatakis, La philosophie Byzantine, PUF, Paris, 1959.


35

E. Brehie, Historie de Ia Philosophie, T .1, L 'Antiquiteet le mayenage, 2.


36

Periode Hellinistique et Romaine, pp. 456-470; Festugiere, La Revelation


d'Hermes Tristmagiste Vol.I, II, III, IV, Lecoffre, Paris 1944-1949.

159
bukan perpanjangan Mesir di Yunani (dari pinggiran ke pusat).
Ini mengesankan bahwa orang-orang seperti Philon, Plotinus,
Amonius Saccas, Hipathia, Clement dan Arius lebih dekat ke
Athena atau Roma daripada ke Alexandria atau Asylith. Skolas-
tik Alexandria ini meletakkan kaidah-kaidah interpretasi nomi-
nal terhadap teks-teks agama Yahudi dan Kristen akibat pe-
ngaruh interpretasi esoterik Timur dan penelitian tentang mak-
na teks dalam jiwa manusia. Jadi, skolastik Alexandria berasal
dari Timur yang kemudian semakin dipertegas dalam tradisi Is-
lam, Ikhwan al-Shafa dan dalam filsafat illuminis al-Farabi dan
Ibn Sina, serta dalam tradisi-tradisi tasawuf.
Ada pula aliran tanah air (nasionalisme) di Afrika Utara yang
mencoba memisahkan Kristen dengan Romawi, Afrika Utara
dengan Eropa Selatan. Hal ini terjadi pada kelompok Donatistes
yang menolak menyerah kepada imperium Romawi, namun tetap
menerima Kristen, karena agama belum mencapai kemenangan-
nya dan darah syuhada'belum kering. Mereka membangun Gereja
Martyr untuk menghadapi gereja Imperium yang bukan lain ada-
lah kekaisaran Roma yang mengatasnamakan agama baru. Ge-
rakan Donatistes ini ditentang Saint Augustin dengan mengatas-
namakan kekuatan pusat yang menegaskan adanya penguasaan
oleh pusat terhadap pinggiran. 37
Sumber Islam dalam kesadaran Eropa hampir tidak pernah
disebut kecuali ketika muncul rasa malu terhadap sumber ini,
terutama setelah munculnya gerakan-gerakan pembebasan tanah
air di Asia dan Afrika, setelah kembalinya kepercayaan bangsa-
bangsa ini terhadap eksistensi dan kehidupannya, dan pada awal
penulisan sejarah ilmu pengetahuan serta terungkapnya sum-
ber-sumber Timur, khususnya Islam, bagi ilmu pengetahuan
Eropa. Sumber Islam juga disinggung ketika banyak institut yang
menggeluti bidang sejarah ilmu pengetahuan mulai didirikan,
dan ketika ban yak buku acuan khusus ten tang sejarah ilmu pe-
ngetahuan versi Arab diterbitkan. Sebelum masa kebangkitan

37 Saint Augustin, Traites Anti-Donatistes, Vol. I, II, V, Desclee,

Bruxelles, 1963-1965.

160
modern, hampir tak satu pun sumber-sumber Islam yang dise-
but-sebut.
Penyebutan sumber Islam menjadi hal yang mustahil pada
masa perang Salib, serbuan imperialisme pertama ke negara-ne-
gara Islam sebelum penemuan geografis, serbuan kedua, impe-
rialisme modern dan serbuan ketiga. Waktu itu Islam dipandang
sebagai sesuatu yang berada di luar kesadaran Eropa. Islam lebih
dekat ke Timur daripada ke Barat. Padahal tingkat penyebaran
Islam di Barat sama dengan tingkat penyebaran di Timur. Islam
terse bar di seperempat bumi Eropa, di Andalusia, di bagian utara
Prancis, bagian utara Italia, Sicilia, Crete, Yunani, Cyprus dan Ero-
pa Timur. Penaklukan Andalusia dan penguasaan pulau-pulau di
Laut Putih dan Eropa Utara oleh kaum Muslimin, telah mem-
buat Eropa memandang Islam sebagai musuh dan menye-but
mereka dengan nama Maures, Sarassins, dan Mohamedian. Bahkan
Islam dianggap sebagai bentuk distorsif dan cabang dari aga-ma
Y ahudi dan Kristen, bukan agama tersendiri. Islam dianggap se-
bagai koleksi kitab-kitab dari luar yang dapat menguntungkan
orang Arab.
Lain halnya jika penilaian itu mengenai kebangkitan Eropa,
maka ia akan diklaim sebagai hasil akal Eropa yang membukti-
kan kebrilianannya, dan bukan berasal dari sumber luar. Bah-
kan kebangkitan itu terjadi setelah mereka membuang anotasi
filsafat Yunani versi Arab yang dianggap menyesatkan, dan sete-
lah mereka langsung menuju ke Yunani tanpa melalui perantara
anotasi Arab. 38
Peradaban Islam dengan ilmu pengetahuannya yang telah
diterjemahkan, terutama filsafat, kalam, ilmu alam, matematika,
menjadi salah satu penyangga kebangkitan Eropa modern. Per-
adaban Islam telah mampu mempengaruhi pandangan abad
pertengahan mengenai hubungan iman dan akal. Sebelumnya
iman dianggap sebagai sesuatu yang irasional dan rahasia yang

38H. Elmer Barnes: An Intellectual and Cultural History ofthe Western


World, Vol. I, h. 81-81. Becker & H. Elmer Barnes, Social Thought from
Lore to Science, Vol. I, h. 273-279.

161
tak mungkin ditembus akal. Dan kini iman adalah akal dan akal
adalah iman. Sosok Muslim menjadi figur filosuf yang berhadap-
an dengan Yahudi dan Kristen, seperti digambarkan Abelard
dalam bukunya "Dialog antara Penganut Yahud~ Kristen dan Seorang
Filosof'.
Terjemahan ilmu pengetahuan Islam di atas juga memberi-
kan pengertian baru tentang hubungan rahmat Tuhan dengan
alam. Jika di abad pertengahan rahmat Tuhan diyakini keluar dari
hukum alam, maka karya-karya Mu'tazilah dan filsafat Islam mem-
berikan pengertian baru, yaitu bahwa pengetahuan dan kehendak
Tuhan tidak bertentangan dengart hukum alam, dan bahwa her-
kat rahmat Allah kita hidup di dunia yang memiliki hukum alam
yang pasti tanpa sedikit pun hal ini mempengaruhi pandangan
kita tentang kekuasaan Tuhan. J adi, filsafat Islam telah menyum-
bangkan konsepsi baru tentang keserasian wahyu, akal dan alam
kepada abad pertengahan. Hal ini berbeda dengan konsep Kris-
ten yang menjadikan iman sebagai hal yang di luar kemampuan
akal dan menjadikan alam sebagai hal yang di luar hukum-hukum
akal. Model Islam ini terus menjadi kecenderungan rasionalisme
dengan nama "A veroisme Latin", hingga abad ke-17 Masehi, yaitu
masa berkembangnya rasionalisme Eropa yang kemudian memi-
sahkan diri dari rasionalisme Islam.
Di abad modern dan di saat imperialisme Eropa telah keluar
jauh melampaui batas geografisnya, wajar jika kesadaran Eropa
tidak pernah membicarakan sumber-sumbernya yang mendahu-
lui sumber Yunani. Bagaimana mungkin negara-negara terjajah
di Asia, Afrika dan Amerika Latin menjadi sum her kesadaran dan
peradaban negara yang menjajah. Dalih penjajahan adalah untuk
melakukan civilisasi (peradabanisasi) bagi negara yang dijajah.
Karenanya negara yang dijajah harus dianggap tidak memiliki
kebudayaan, ilmu pengetahuan, peradaban dan sejarah. Bahkan
sejarah negara terjajah baru dimulai sejak terjadinya penjajahan.
Kaum penjajah inilah yang membawa negara terjajah dari masa
pra sejarah ke masa sejarah, dari kegelapan menuju cahaya, dan
dari tiada menuju ada. Tidak cukupkah penjajah mengaku telah
menemukan negara terjajah?

162
Salah satu penyebab disembunyikannya sumber-sumber ta.k
terekspos adalah rasialisme yang terpendam dalam kesadaran
Eropa. Rasialisme inilah yang menjadikan Eropa enggan meng-
akui eksistensi orang lain. Eropa diklaim sebagai pusat dan me-
nempati puncak kekuatan serta menjadi pioner di dunia. Rasialis-
me bangsa Eropa terlihat jelas dalam ideologi atau salah satu ele-
men ideologinya di abad lalu, seperti Nazisme, Fasisme, Zionis-
me dan nasionalisme. Bahkan ekspansi imperialisme juga didasar-
kan pada ideologi rasis yang menjadi elemen kebudayan bersama
dengan ideologi kapitalisme. Dalam hal ini seluruh sayap Eropa,
baik dari timur maupun barat, tidak berbeda. Baik sayap timur
maupun barat sama-sama memiliki ideologi rasis. Hanya tingkat
rasisme dan cara penampakannya secara eksplisit atau implisit yang
berbeda.
Timur hanya terlihat oleh imperialisme Barat dalam filsafat
sejarah sejak abad ke-18. Dan keadaan ini tidak berubah hingga
munculnya gerakan-gerakan pembebasan tanah air yang mem-
buktikan bahwa bangsa-bangsa Timur memang layak memper-
oleh kemerdekaan. Tampaknya Timur hanya dipandang sebagai
wilayah sihir, khurafat, hikayat seribu satu malam, Aladin, lam-
pu wasiat, lagu dan kisah Syair Zad. Timur mewakili masa ka-
nak-kanak manusia yang masa dewasanya diperankan oleh Barat.
Timur mewakili periode Tuhan, Yunani mewakili periode pah-
lawan, dan Barat mewakili periode manusia (Vico). Timur me-
wakili peri ode agama, Y unani mewakili periode metafisika, dan
Barat mewakili periode ilmu pengetahuan (Auguste Comte). Timur
merupakan ruh murni, Yunani idealisme individual, dan Barat
adalah ruh absolut (Hegel). Timur adalah etika.dan agama prak-
tis, Yunani teori murni, dan Barat subyektivisme transendental
(Husserl). 39
Namun demikian, ada beberapa peneliti yang berhasil me-
ngembalikan harga diri Timur lama dengan terungkapnya sum-
ber-sumber kesadaran Eropa dari Cina (Nedham), India (Naka-

39 Lihat kata pengantar saya untuk karya Lessing, Tarbiyah al-]ins al-

Basyarf, hal. 206-223, Dar a-1-Tsaqafah al-Jad1dah, Kairo, 1977.

163
mura), Islam (Garaudy), dan Timur lama (Toynbee). Ada pula
peneliti lain yang mengungkap tersingkirnya Timur sebagai sum-
her Barat dalam Orientalisme Barat sejak abad ke-18 yang kemu-
dian digantikan oleh sumber Yunani. Hal ini terjadi selama ber-
langsungnya kristalisasi rasialisme Barat sebagai ekspansi imperi-
alisme di luar batas geografis Barat, meskipun yang terjadi di Barat
sendiri adalah maraknya filsafat pencerahan. 4°Kemudian mun-
cullah banyak literatur yang bertema eurosentrisme sebagai proyek
kritis di Barat, dan sebagai proyek kebangkitan di luar Barat, se-
perti buku ini "Pengantar Oksidentalisme".

b. Lingkungan Eropa
Lingkungan Eopa juga merupakan sum her kesadaran Eropa
yang tak terekspos. Dan meskipun menjadi titik tolak kajian ten-
tang tradisi Barat, namun lingkungan Eropa hampir tak pernah
dibicarakan. Yang dimaksud dengan lingkungan Eropa di sini
adalah letak geografis, kondisi historis, tradisi bangsa dan suku
yang tinggal di Eropa, mitologi, agama-agama sebelum Kristen,
karakteristik doktrin agama setelah Kristen, kekuatan tarik-me-
narik yang terjadi dalam interaksi kondisi historis dengan tradisi
Barat atau interaksi karakteristik, temperamen dan kondisi psi-
kologis ban gsa dengan doktrin agama baru: manakah di an tara
kedua faktor yang lebih berpengaruh dan menjadi bentuk bagi
kesadaran Eropa? Semua faktor.di atas inilah yang menjadikan
Eropa memiliki karakteristik tertentu dan membentuk apa yang
disebut dengan "pemikir Eropa" atau "akal Eropa".
Sumher kesadaran Eropa yang tak terekspos ini terlihat dalam
kecenderungan historis yang menjadi trend metodologi-metodo-
logi Eropa. Kecenderungan historis dapat dilihat sebagai akibat

40Martin Bernal, Black Athena, The Afro-Asian Roots of Classical

Civilization, Vol.I, The Fabrication ofAncient Greece 1785-1985, Vol.II,


Greece, European or Levantine? The Egyptum and West Semitic Components of
Greek Civilization, Vol. III, Solving the Riddle or the Sphinx and Other Studies
in Egypto-Greek Mythology, Routgers University press, New Brunswich,
N.Y., 1987; A. C. Diopp, CivilizationAfricaineet Culture.

164
dari watak evolusi dan struktur peradaban Eropa yang historis,
seperti terungkap dalam ilmu sejarah dan sosiologi. Oleh karena
itu, tak ada pemikiran kecuali dalJlm sikap; tak ada kesadaran ke-
cuali dalam masyarakat; tak ada peradaban kecuali dalam mitos
peradaban kosmopolit yang tidak mengenal bat as ruang dan waktu
If.
dan yang harus diadopsi oleh seluruh bangsa jika menginginkan
civilisasi dan kemajuan. Peradaban Barat adalah peradaban selu-
ruh masa dan prototipe bagi seluruh bangsa. Periodisasi Barat
adalah paham Barat, dan sejarah Barat adalah segala-galanya. Ino-
vasi Barat untuk ditiru, dan teknik Barat untuk diterapkan di luar.
Seolah-olah sosiologi ilmu pengetahuan dan antropologi kebu-
dayaan hanya untuk diterapkan pada kebudayaan lain yang men-
jadi ekstremisme, bukan pada kebudayaan ego Eropa yang menja-
di sentrismeY
Keberadaan lingkungan Eropa juga terlihat dalam istilah
yang dipilih oleh para filosuf dan pemikir, seperti "filsafat kita",
"peradaban kit a", "era kit a", "kebudayaan kit a", "kesadara~ . --
kita", "ilmu pengetahuan kita", "kesenian kit a", "tradisi kita",
"sejarah kita", dan lain sebagainya. Jadi, pemikiran Eropa sendiri
sebenarnya mengakui lokalitas pemikirannya yang berafiliasi
pada suatu bangsa, mencerminkan suatu lingkungan, dan me-
miliki satu tujuan tertentu. Semua itu berada dalam kerangka
lingkungan Eropa. Akibat kebanggaan yang berlebihan terhadap
Barat dan adanya anggapan bahwa Barat adalah kebudayaan
kosmopolit, para pemikir lalu merasa tidak menjadi pemikir jika
tidak bergabung dalam perseteruan antarpemikir Barat: an tara
Descartes dengan Bacon, antara Leibnitz dengan Lock, antara
Kant dengan Hume, antara Hegel dengan Marx, an tara Spinoza
dengan Bergson; atau perseteruan an tar paham Barat: an tara ide-
alisme dengan realisme, antara rasionalisme dengan empirisme,
an tara kapitalisme dengan sosialisme, an tara normativisme den-
gan pragmatisme dan lain-lain. Para pemikir memasuki wila-yah

41 Mawqifuna minal-Turats al-Gharbi, dalam QadlJyaMu ashirah, Bagian


II, F£ al-Fikr al-Gharbl al-Mu 'ashir, hal. 32-36.

165
perseteruan yang sebenarnya tidak melibatkan mereka sebagai
pihak-pihak yang bertikai. Mereka yang sebenarnya sebagai pe-
nonton berubah menjadi pelaku, dari pihak yang netral menjadi
pihak yang bertikai. 42
Letak geografis Eropa merupakan salah satu elemen ling-
kungan. Secara geografis Eropa merupakan perpanjangan Asia
di sebelah barat. Perpindahan penduduk melalui jalan darat di-
lakukan dari timur ke barat. Karenanya Eropa dapat mewarisi
seluruh peradaban Timur melalui hubungan darat ini yang salah
satu personifikasinya adalah "jalan sutera" dari Cina ke Barat.
melalui Khaybar. Sekali waktu Persia menyerbu Romawi, yang
berarti dari Timur ke Barat; dan kali lain Romawi yang menyer-
bu Persia, yang berarti dari Barat ke Timur. Sekali waktu Alexan-
der menyebarkan kebudayaan Yunani dari Barat ke Timur, dari
Yunani ke India; dan pada kali lain, para Rasul (al-Hawar£yun),
seperti Paulus dan Butros menyebarkan Kristen dari Timur ke
Barat, dari Syam ke ibukota imperatur Romawi. Hubungan se-
macam ini terus berlanjut hingga sekarang. Pasukan Nazi dari
Barat menyerbu Timur, dariJerman ke Rusia. Sebaliknya perlu-
asan Timur setelah Perang Dunia II mencapai barat dan Marxis-
me yang berasal dari Timur berpindah ke Barat dalam apa yang
disebut Eropa Timur.
Di samping itu, Eropa juga merupakan perpanjangan Afri-
ka di sebelah utara. Perpindahan penduduk terjadi dari utara ke
selatan, dari Yunani ke Mesir untuk menuntut ilmu; atau dari
selatan ke utara, dari Cartagena ke Roma, penyerbuan (Hanibal)
atau pengaruh ajaran (Augustin). Hubungan semacam ini terus
berlanjut hingga sekarang. ltalia menduduki Libya dan Ethio-
pia; Prancis menduduki Aljazair, Tunisia, Maroko, Syria dan Leb-
anon; lnggris menduduki Mesir, Yaman dan Iraq. Jerman men-
guasai Gabon; dan Belgia menguasai Kongo. Akibatnya Afrika
terbagi-bagi menjadi Afrika-Prancis dan Afrika-Inggris. Begitu
pula yang terjadi pada dunia Arab dan dunia Islam,Indonesia
dengan penjajah Belanda dan Philipina dengan Spanyol. Jadi.,

42 /bid, hal. 17-18.

166
kekuasaan Eropa meluas hingga ke ujung utara Afrika dan di
timur meluas sampai Palestina. Di kedua tempat ini Eropa mem-
bangun rezim yang rasis.
Hubungan Barat dengan Timur tidak hanya melalui darat
tetapi juga melalui jalan laut. Orang-orang Eropa datang ke Ti-
mur melalui Laut Tengah atau dengan cara merapat ke pantai-
pantai Afrika Utara, atau pantai-pantai Asia. Dari hubungan ini
Baratlah yang mendapatkan keuntungan, sementara Timur, Af-
rika dan Asia, yang menanggung kerugian. Dulu Timur Tengah
menjadi pusat peradaban dunia dengan titik pusatnya terletak
di Mesir yang memanjang ke timur hingga Babilonia dan Asyria,
ke utara hingga Syam dan Tunisia, ke selatan hingga Nubia dan
Sudan, dan ke barat hingga negara Haiti dan Libya. Dan kini
Barat yang secara geografis dekat dengan Mesir, mengambil
posisi pusat dan menjadikan Mesir sebagai salah satu wilayah
perluasannya. Perubahan dunia terjadi dalam dua tahap. Perta-
ma ketika Mesir menguasai dunia lama, yaitu masa awal manu-
sia. Kedua masa imperialisme, di mana Eropa menguasai dunia
modern. Mesir menjadi fase pertama man usia yang menyum-
bangkan ilmu pengetahuan dan membangun peradaban, dan
Barat menjadi fase kedua manusia yang menjarah kekayaan dan
sumber daya manusiaY
Barangkali suhu udara di utara yang dingin mendorong ke-
sadaran Eropa untuk mengasingkan diri, melakukan kontem-
plasi di dekat tungku pemanas, merenungi diri dan menggan-
drungi hal-hal yang bersifat esoterik. Ibn Khaldun pernah men-
coba menghubungkan corak pemikiran Utara dengan suhu
udaranya yang dingin, dan panasnya selatan dengan pola kehi-
dupan di sana; pandangan Utara yang kaku dan tarian Selatan
yang energik. 44

43Jamal Hamclln, Istratijiyyat al-'Isti 'mar Wa aL-Tahrir, K.itab al-Hila!.,


Kairo. Lihat juga] .H. Breasted, The Down ofConsience, Scibner, N.Y., 1933,
G. Steindorf & K.C. Seele, When Egypt Ruled the East, University of
Chicago Press, 1957.
44Ibn Khaldun, al-Muqaddimah, hal. 67-81.

167
Pada saat yang bersamaan, kerasnya kehidupan, langkanya
materi primer, suhu udara Utara yang dingin, dan hangatnya daerah
utara yang dikelilingi laut, mendorong bangsa Eropa untuk
melakukan penyerbuan. Sebagai contoh adalah suku T euton yang
melakukan penyerbuan terus-menerus dari utara ke selatan. Ke-
tika daratan mulai menyempit, penyerbuan daerah laut dan la-
utan menjadi pilihan, seperti dilakukan Viking, penduduk utara,
dalam mengarungi lautan. Jiwa petualangan semakin menjadi-jadi
dan banyak muncul bajak laut. Keadaan ini terus berlanjut, bah-
kan ketika sudah terse bar agama Kristen yang dituduh bertang-
gungjawab atas runtuhnya imperium Romawi di tangan bangsa
Vandales karena nilai-nilai toleransinya yang bertentangan dengan
nilai-nilai perang dan permusuhan. Di abad modern keadaan di
atas dilanjutkan oleh imperialisme yang sekaligus juga menegas-
kan watak Eropa lama.
Agama-agama suku Eropa lebih dekat kepada legenda pe-
rang dan jauh dari prinsip-prinsip moral. Legenda dan agama
rakyat ini sangat mempengaruhi kesadaran Eropa bahkan setelah
kemunculan agama Kristen sekalipun. Legenda dan agama rakyat
ini juga menjadi salah satu unsur yang mengilhami pemikiran,
kesusastraan, kesenian, seperti terlihat dalam karya-karya Wag-
ner, "Tanhiuser", "Lohengrinn'~ "Tristan undlsolde", "Parsifal" dan
lain sebagainya.
Berdasarkan teori evolusi, kesadaran Eropa menggambarkan
permulaannya sebagai hal yang dekat dengan kerajaan binatang.
Man usia adalah spesies hewan yang paling unggul. Ia hidup di
dunia dengan mengandalkan kekuatan otot, menciptakan sihir dan
agama untuk menguasai apa yang tidak dapat ia pahami, atau untuk
mengarahkannya sesuai dengan kepentingannya. Akal man usia
berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhannya, kepen-
tingan menjaga pasokan air, pertarungan untuk mempertahan-
kan hidup. Peradaban dihubungkan dengan etnik. Manusialah yang
membentuk corak peradabannya. Bangsa Eropa pada masa awal
tidak mengenal tulisan dan belum mampu menciptakan huruf
abjad. Bangsa Eropa masih menggunakan abjad yang diambil dari
Timur. Mereka hidup di desa dan goa yang terasing dari orang

168
lain, dan tidak mengenal sistem kekerabatan yang didasarkan pada
hubungan darah. Sikap egosentris yang mereka miliki membuat
mereka selalu menganggap orang asing sebagai musuh dan meng-
anggap bangsa, etnik dan darahnya sebagai yang teristimewa.
Mereka memiliki ambisi kekuasaan dan kepemimpinan. Agar da-
pat menguasai pemilikan dengan memperoleh justifikasi agama,
mereka menciptakan undang-undang dan lembaga yang mena-
nganinya.45
Letak geografis, karakteristik penduduk, agama, dan mito-
logi di atas telah membentuk watak bangsa Eropa yang empiris
dan hanya mengenal materi serta tidak mengenal hal-hal yang
abstrak. Standar moral bagi mereka adalah kenikmatan dan ke-
pedihan, keuntungan dan kerugian, bukan norma etika yang baku
dan prinsip-prinsip rasional umum. Mereka tidak mengenal kata
haram atau larangan. Perilakunya lebih didasarkan pada dorong-
an alami. Alam dijelaskan secara mitologis dan khurafat yang
menggambarkan adanya multi kekuatan dan setan. Mereka tidak
berhasil menemukan prinsip tunggal yang dapat menjelaskan asal-
usul dan kejadian alam, yang dapat menyatukan berbagai bangsa,
mengorganisir berbagai kepentingan, dan menguasai hawa nafsu.
Perang adalah bentuk hubungan alami antarbangsa di mana ke-
menangan adalah bagi mereka yang paling kuat. Tujuan hidup
adalah memperluas wilayah dan menguasai kekayaan sebanyak
mungkin. Segala sesuatu yang ada di dunia mempunyai sifat yang
berubah-ubah, dan tidak ada yang bersifat tetap. Tidak ada masa
lalu, masa de pan, sejarah, dan pandangan ke depan. Yang ada
hanyalah masa kini di mana kita hidup. Rasialisme menjadi salah
satu unsur yang mendorong munculnya watak Eropa yang ego is,
individualis, dan pencemburu. Setiap suku merasa bahwa dirinya
yang berhak hidup, sementara suku lain harus menjadi mangsa
dan korban, dan berakhir dengan kematian dan kebinasaan. 46

H.Elmer Barnes, An Intellectual and Cultural History ofthe Wesrern


45

World, I, h. 3-62; Social Thought from Lore to Science, I, h. 5-42.


46A. Fouilee, Psychologie du peuple francais, h. 75-93, F. Alcan, Paris

1898.

169
Karenanya watakEropa lebih dekat ke watak Romawi yang
empiris daripada watak Yunani yang rasionalis; lebih dekat ke
paganisme naturalis dan agama suku-suku ortodoks di Jerman
daripada ke Kristen Romawi. Watak bangsa Eropa dengan suku-
suku agresornya dan peninggalan sejarah paganisme telah men-
jadi bagian dari lingkungan Eropa. Proyek Eropa di abad mo-
dern, pada awalnya berorientasi teoretis dengan memperkenal-
kan gagasan idealisme subyektif yang mengutamakan hal-hal yang
ideal di atas hal-hal yang riil dan mengutamakan subyek di atas
obyek. Namun pada tataran etika praktis, proyek Eropa adalah
Romawisme yang mengandalkan kekuatan dan perang, J ermanis-
me T eutonis yang mengagungkan perang suku, dan paganisme
yang materialis dan mengakui multi berhala (paganis).
Tidak mengherankan jika kemudian filsafat Eropa lekat de-
ngan watak bangsa Eropa. Sulit memisahkan filsafatJerman de-
ngan karakteristik alam dan watak bangsanya yang menggandrungi
alam, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja, dan jiwa kebersamaan.
Demikian pula pemikiran Inggris tidak terlepas dari watak bang-
sa-bangsa di kepulauan Britania yang empirik, mengakui ke-
beradaan tradisi, keadaan masa lampau dan adat kebiasaan meng-
gantikan undang-undang. Begitu juga filsafat Prancis yang sulit
dipisahkan dari watak bangsanya: empirik, kerja keras, menga-
gungkan keindahan, kontemplasi, analisa pengalaman hidup, dan
induktif. Karenanya dari Prancis muncul psikologi bangsa "La
Psychologie des peuples" yang mencoba menggambarkan ciri umum
suatu bangsa yang dikemas dalam filsafat, kesusastraan, kesenian
dan agama. 47
Salah satu elemen penting lingkungan Eropa adalah jenis
doktrin agamanya yang diperankan oleh kesadaran Eropa. Dok-
trin agama yang dimaksud adalah doktrin Yahudi-Kristen yang
berpengaruh terhadap kesadaran Eropa setelah sebelumnya dito-
lak dan lebih memilih kembali ke paganisme dan Romawisme,
atau dengan kata lain kembali ke watak asalnya. Kesadaran Era-

47 A. Faille, Esquisse psychologique des peuples europeens, pp. 1-xxlx, Paris,


1927.

170
pa menjauhi segala doktrin dan menolak semua agama setelah
terbongkar kepalsuan sejarah agama terse but dan secara rasional
terlihat kerancuannya serta bertentangan dengan hasil eksperi-
men man usia dan alam.
Kesadaran Eropa menerima ajaran agama yang sesuai de-
ngan wataknya dan menolak yang tidak sesuai. Dalam hal ini
kesadaran Eropa lebih banyak menolak daripada menerima. Ia
menerima ajaran Y ahudi ten tang "ban gsa terpilih" karena se-
suai dengan wataknya yang rasialis, egois, egosentris yang ke-
mudian mendorong terjadinya imperialisme dan zionisme. Pada
saat yang bersamaan ia menolak ajaran tentang spiritualisme
ekstrem yang menyerukan kerahiban, sikap toleran, pemaaf,
bersedia mencuci kaki murid, membiarkan pi pi kiri dan kanan
di tempeleng tanpa mengadakan perlawanan, bahwa kerajaan
langit tidak berada di dunia ini, bahwa hal-hal yang bersifat in-
ternal harus lebih diprioritaskan di atas hal-hal yang bersifat
eksternal, dan bahwa jiwalah yang memiliki kekuasaan atas raga.
Ajaran semacam ini justru mendapat reaksi berlawanan yang
personifikasinya adalah mere but kekuasaan dunia, dendam, iri,
permusuhan, perang, ambisi kekuasaan, tidak mengakui sepa-
ratisme, bahwa kerajaan langit berada di dunia ini, dan bahwa
hal-hal yang bersifat eksternal harus mendapat prioritas di atas
hal-hal yang bersifat internal.
Hampir tak ditemukan orang yang membicarakan asal-usul
kekuasaan agama yang mucul di Barat yang didasarkan atas asum-
si bahwa wahyu memiliki dua sumber yaitu kitab suci dan tra-
disi; dan bahwa agama memiliki dua sumber yaitu wahyu dan
gereja. Hal inilah yang mengakibatkan munculnya kekuasaan
agama yang memonopoli hak interpretasi teks-teks agama dan
hak menciptakan ilmu pengetahuan serta mengontrol kekuasaan
politik. Dari keadaan ini memunculkan adanya reaksi berlawan-
an yang memperjuangkan kemenangan ilmu pengetahuan, akal
dan kekuasaan sipil. Akibatnya, kemunculan kesadaran Eropa
yang mengatasnamakan ilmu pengetahuan, akal dan civil society
bersifat antagonistis terhadap agama, dan selalu menyerukan
sekularisme.

171
Menurut catatan Spinoza, perseteruan agama dengan negara
atau kekuasaan agama dengan kekuasaan politik sangat berpe-
ngaruh terhadap kecenderungan para pemikir dalam memandang
agama dan hubungannya dengan negara. Pemisahan agama dari
negara yang terjadi di Eropa telah berjasa mengantar kemajuan
umat manusia, meskipun dalam peradaban lain pemisahan agama
dari negara boleh jadi menyebabkan kemunduran jika agama hanya
difungsikan sebagai pengontrol realitas. Karakteristik agama yang
beredar di Eropa menjadikan para pemikir menggambarkan aga-
ma sebagai hal-hal yang gaib, doktriner, rahasia, bertentangan
dengan akal, memerlukan kekuasaan, dan dipraktikkan dalam ri-
tus-ritus. Penggambaran ini terlihat dalam definisi tentang agama
dalam kamus sejarah agama yang terse bar dari wilayah sentrisme
ke wilayah ekstremisme. Padahal dalam peradaban lain agama di-
dasarkan pada akal, tidak dogmatis, tanpa hal-hal gaib dan raha-
sia, tidak memerlukan kekuasaan, tidak dipraktikkan dalam ritus-
ritus, dan berfungsi untuk mendefinisikan hubungan dan tatanan
sosial serta untuk membangun sebuah negara. Dengan bahasa
kesadaran Eropa modern, agama lebih tepat disebut sebagai
ideologi atau paham politik. 48
Kesadaran Eropa di abad modern menolak segala postulat
yang terbentuk di masa lalu, dan selalu memulai sebuah pemi-
kiran dari realitas. Apalagi setelah diketahui bahwa postulat-pos-
tulat terse but hanyalah produk sejarah murni. Kesimpulan ini la-
hir dari kenyataan bahwa setiap pos.tulat adalah praduga di masa
lalu dan bersifat apriori yang tidak lain adalah produk sejarah;
dan bahwa setiap deduksi adalah induksi; setiap premis adalah
konklusi; dengan meminjam bahasa orang dulu setiap ani tekstu-
al adalah arti interpretatif. Berdasarkan pengalamannya, kesadar-
an Eropa berkesimpulan bahwa pemikiran merupakan refleksi dari

48 Lihatkajian saya, al· Tajdtd wa al· Tard£d fi al-Fikr ad·Dtnt al·


Mu ashir, dalam Qadlaya Mu ashirah, bagian I, Ft Fikrina al-Mu 'ashir, h.
70-90. Lihat pula definisi-definisi agama dalam kamus khusus ten tang
sejarah agama.

172
realitasnya. Tidak ada ilmu yang bersifat apriori dan tidak perlu
ada postulat untuk melakukan eksperimen.
Padahal dalam peradaban lain boleh jadi postulat terse but
merefleksikan realitasnya dan bukan merupakan produk sejarah.
Begitu pula pemikiran teoretis dapat mendahului realitas meskipun
pemikiran terse but lahir dari realitas setelah melalui pengalaman
dan pengajaran, seperti konsep asbab al·nuzul dan al-nasikh wa al-
mansukh. Dengan demikian metode historis, metode analitis, dan
metode efek yang lahir dari lingkungan Eropa akan mandul jika
diterapkan pada peradaban lain yang tidak melewati kondisi yang
dilalui peradaban Eropa. 49
Contoh lain yang dapat ditemukan dalam pemikiran politik
Eropa adalah munculnya nasionalisme di Eropa dalam kapa-
sitasnya sebagai gerakan kemerdekaan tanah air dari kekuasan
Romawi, Jerman, atau Inggris. Nasionalisme dalam kasus ini
merupakan kemajuan dan penjajah adalah kemunduran. Semen-
tara nasionalisme peradaban lain yang muncul dalam sejarah lama
dan dikenal dengan nama kebangsaan, boleh jadi justru dapat
mengancam komprehensivitas dan obyektivitas pemikiran serta
universalitas prinsip. Naionalisme di atas juga dapat membaha-
yakan pemikiran kontemporer jika ia dianggap sebagai perju-
angan yang didasarkan pada prinsip rasialisme, bukan sebagai
bagian dari gerakan pembebasan internasional. Sebab jika terja-
di konflik dan perang antarbangsa tak ada yang dapat dijadikan
standar umum.
Masih banyak contoh lain yang menjelaskan bahwa lingku-
ngan Eropa sebagai sumber tak terekspos merupakan tempat di
mana dua sumber terekspos lain melakukan interaksi. 50
Tetapi Husserl yang mencoba menggambarkan kesadaran
Eropa dan strukturnya tidak menyebut sumber lingkungan Ero-
pa. Seolah-olah kesadaran Eropa adalah kesadaran ideal murni

Al-Turats wa al-Tajdid, Mawqifuna min al- Turats al-Qadim, h. 77-


49

108.
50Mawqifuna min al-Turats al-Gharb£, dalam Qadlaya Mu 'ashirah,

bagian. II, F£ al-Fikr al-Gharb£ al-Mu 'ashir, h. 17-18.

173
atau kesadaran ilahi yang dapat mengungkap hakekat-hakekat.
Padahal sebenarnya ia dapat dijelaskan dengan merujuk kepada
lingkungan Eropa sendiri. Cogito Descartes, misalnya, menolak
teologi abad pertengahan dan segala hakekat yang mendahului
sebuah penelitian. Paham empirisme menolak "akal imperium"
yang metafisis dan diwarisi dari sisa-sisa abad pertengahan, dan
rasionalisme abad modern. Rasionalisme menolak penyerupaan
dan inkarnasi yang membentuk akal Eropa dan karakteristiknya
sejak masa Romawi. Sementara Husserl menyadari sepenuhnya
bahwa peradaban Eropa merupakan buatan orang Eropa sendiri
dengan melakukan banyak pembacaan terhadap peradaban, fil-
safat, logika dan kesadaran kita. Peradaban Eropa bukan ciptaan
Tuhan. Hanya saja data ideal dalam kesadaran Eropa lebih domi-
nan daripada data historisY

B. Ajaran Nenek Moyang


(dari Abad ke-1 hingga Abad ke-7)

Kesadaran Eropa terbentuk melalui sumber-sumbernya, ba-


ik yang terekspos maupun yang tidak terekspos. Pada dasarnya
pembentukan kesadaran terse but terjadi dalam tiga fase. Fase
sumber kesadaran Eropa membentuk abad pertengahan dengan
dua periodenya, periode Bapak Gereja dari abad ke-1 hingga abad
ke-7; dan periode skolastik yang dimulai dari abad ke-8 hingga
abad ke-14. Pada fase referensi ini, yaitu abad pertengahan secara
umum, filsafat alam menjadi primadona sebelum kemudian
berubah menjadi filsafat metafisika pada awal kesadaran Eropa
yang kemudian berubah menjadi filsafat eksistensialisme pada
akhir kesadaran Eropa. Dengan demikian kesadaran Eropa mela-
lui tiga fase: filsafat alam pada masa referensi, filsafat metafisika
pada awal pembentukan kesadaran Eropa, dan filsafat eksisten-
sialisme pada mas a akhir kesadaran Eropa.

Al-Zhahiriyat wa 'Azmat al· 'Ulum al-A wrubiyah, h. 316. Lihat juga


51

Tsaqafatuna al·Mu ashirah bayn al-Ashalab. wa al· Tajdid, Ibid, bagian I, A


Fikrina al-Mu ashir, h. 51-69.

174
Meskipun kesadaran Eropa memiliki beberapa fase, namun
sebenarnya ia merupakan satu entitas, satu obyek ideal, satu data
filsafat yang tak mungkin dikenali bagian-bagiannya kecuali
dalam kerangka totalitas yang komprehensif. Jika menyikapi
suatu madzhab sebagai bagian yang terpisah dari suatu totalitas
merupakan hal yang sulit, maka akan menjadi mudah jika
madzhab terse but disikapi dengan meletakkannya dalam rang-
kaian madzhab lain, baik yang sebelumnya atau yang sesudah-
nya, sehingga pandangan kita terhadap madzhab terse but men-
jadi sempurna dan perjalanan serta struktur kesadaran Eropa
dapat terlihat.
Para filosuf bukanlah untaian dari biji-biji kalung yang ter-
pisah, tetapi merupakan cabang-cabang dan pohon. Mereka me-
miliki benang yang dapat menyatukan biji-biji yang terpisah
dalam satu untaian kalung. Dan benang ini yang dimaksud Cos-
sierer dengan motivasi yang menggerakkan kesadaran Eropa dan
mendorongnya untuk bersatu dalam satu benang. Meskipun satu
atau dua biji terlupakan namun untaian kalung tetap tegak ber-
diri terutama dengan adanya biji-biji besar dan mutiara utama-
nya, yaitu madzhab-madzhab besar sebelum pendefinisian.
J adi, para filosuf merupakan analog garis vertikal kesadar-
an Eropa atau biji-biji untaian yang saling terpisah. Sementara
madzhab-madzhab filsafat mengibaratkan garis horisontalnya
atau benang yang menyatukan biji-biji terse but hingga menjadi
satu obyek yang dapat dilihat. Penyatuan seperti di atas bukan
merupakan ambisi yang di luar batas kemampuan manusia. He-
gel, misalnya, telah berhasil melakukan hal yang sama dalam
"Fenomenologi Ruh" dan "Logika" yang kemudian diterapkan
dalam filsafat, agama, sejarah, dan estetika.
Para filosuf Barat mendominasi ensiklopedi filsafat, baik
yang ditulis para filosuf pencerahan di abad ke-18 dengan gaya
Prancis ataupun yang ditulis kern bali oleh Hegel dengan gaya
metafisika Jerman. Mengapa ensiklopedi filsafat hanya terbatas
pada filosuf Eropa atau yang menjadi perpanjangannya di luar
Eropa di negara-negara dunia ketiga, baik perpanjangan secara
langsung atau yang berupa penafsiran pihak ekstremisme terhadap

175
hasil kreativitas pihak semrisme, utamanya di Amerika Latin.
Semua ini membuat ensiklopedi filsafat lebih merupakan buku
petunjuk bagi mahasiswa Pascasarjana yang memudahkan mere-
ka dalam memilih tema penulisan tesis tanpa harus menunggu
usulan dari pembimbing, dan lebih merupakan petunjuk umum
tentang kebudayaan yang memperlihatkan keteraturan kebu-
dayaan Eropa dalam kesadaran nasional kita sebagai satu enti-
tas yang memiliki permulaan dan akhir. Dengan demikian kita
akan mampu menguasai kebudayaan Eropa setelah sebelumnya
kita dikuasai. Kita merasa optimistis dapat berinteraksi dengan-
nya, bukan pesimistis. Kita berinteraksi dengannya sebagai pi-
hak yang di atas, bukan pihak yang di bawah. Dengan memin-
jam bahasa rakyat, kita menunggangi kebudayaan Eropa, bukan
ditunggangi. Sekarang tibalah saatnya umuk melakukan inovasi
setelah selama lebih dari dua abad sejak awal kebangkitan Arab
modern kita mengakumulasi kebudayaan Eropa dalam kesadar-
ankita.
Secara pribadi saya telah melakukan kajian langsung terha-
dap kesadaran Eropa dan hanya sedikit merujuk kepada kajian
sekunder. Hal ini dimaksudkan umuk menegaskan produk khu-
sus saya. Jadi, tidak hanya peneliti Eropa yang dapat menggam-
barkan akal modern atau melakukan kajian sejarah filsafat Ero-
pa dengan perspektif filsafat. 52 Dalam kajian ini, saya mengusa-
hakan terpeliharanya urutan kronologis agar ketika "pohon ge-
neologis" itu tumbuh dapat terlihat. Pada saat yang sama saya
juga mengusahakan terpeliharanya kesatuan madzhab agar tidak
pernah terputus sepanjang masa. Dengan demikian saya me-
nyatukan bagian venikal dan bagian horisontal dalam menggam-
barkan kesadaran Eropa dari sumber-sumbernya yang tereks-
pos dan yang tidak.

52 Seperti karya Randall, Pembentukan Akal Modem. Adapun kajian

tentang sejarah filsafat Barat dengan menggunakan perspektif filsafat


di antaranya adalah karya Feurbach, Sejarah Filsafat Modem dari Bacon
hingga Spinoza, karya Hegel, Beberpa Kajian Tentang Sejarah Filsafat, karya
Russel, Sejarah Filsafat Barat, dan karya Royce, Ruh Filsafat Modem.

176
1. Sisa-Sisa Sumber Yunani-Romawi
Agama Kristen telah datang dan ajaran al-Masi:h sebagai ajak-
an secara diam-diam yang1kemudian berubah menjadi imperium
Romawi, telah terse bar. Namun, hal terse but tidak mampu men-
dorong kesadaran Kristen untuk menciptakan pemikiran baru.
Barangkali karena pada waktu itu Kristen masih sibuk dengan
usahanya menanamkan dan membentuk ajarannya. Kristen ma-
sih hidup dalam fase pembentukan iman agar kemudian dapat
dikembangkan secara filosofis dan teoretis. Tetapi yang berkem-
bang dalam kebudayaan Eropa justru sumber Yunani-Romawi
yang paganis, sehingga seolah-olah agama baru belum lahir. Se-
akan dorongan kebudayaan paganis lebih kuat daripada do rang-
an keimanan agama baru. Inilah yang disebut masa Hellenisme di
mana sisa-sisa filsafat Yunani berke~bang dalam neo-Platonis-
me sekalipun agama baru telah terse bar. Dengan kata lain, domi-
nasi kebudayaan lama atas kebudayaan baru, dan lemahnya kebu-
dayaan baru di hadapan kebudayaan lama.
Kebudayaan Yunani di bidang sejarah, filsafat, ilmu penge-
tahuan, dan agama, terus mendominasi hingga munculnya Kris-
ten, dan kesadaran etis yang mengejawantahkan pengalaman
bangsa-bangsa. 53 Berkembangnya kesadaran sejarah pada masa
Hellenisme di sam ping menunjukkan keberadaan sisa-sisa ke-
budayaan Yunani sekalipun agama baru telah muncul, juga meng-
isyaratkan akan berakhirnya kesadaran sejarah Yunani itu sendiri
setelah kedatangan Kristen sebagai permulaan baru kesadaran
manus1a.

53 Kesadaran sejarah muncul dalam karya Plutarque yang hidup


kurang lebih pada tahun 100M. "Pararell Lives" dan"OperaMoralia".
Plutarque yang dimaksud di sini bukan yang hidup di Athena pada abad
ke-5 dan menjadi pendiri neo-Platonisme serta penganotasi karya-karya
Phitagoras dan Plato. Setelah seratus tahun atau lebih kesadaran historis
muncullagi dalam karya Diogenes Laertius tentang kehidupan filosuf-
filosuf terkenal dan madzhabnya yang kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab. Sejarah para filosuf ditulis hingga Sextus Empricus dan
terutama tentang filosuf Epicurian dan Stoician.

177
Meskipun Kristen telah datang, namun agama Paganislah
yang membawa kesadaran ilmiah kedokteran yang menggabung-
kan kedokteran ilmiah dengan kedokteran rasional. Hal inilah
yang membuat orang Islam kagum dan menaruh hormat serta
lebih mengutamakan kedokteran rasional daripada kedokteran
ilmiah empiris murni. Sikap di atas didasarkan pada kenyataan
bahwa ilmu alam Islam sebagai salah satu tuntutan akal, begitu
juga wahyu, dibangun di atas akal dan alam. Begitu pula terjadi
penggabungan an tara Aristotelianisme dengan Stoicisme untuk
membaca kembali filsafat Aristoteles dengan perspektif etika;
dan penyempurnaan logika dengan menambahkan susunan ke-
empat dalam silogisme yang membuat kagum orang Islam. 54
Meskipun secara potensial agama baru mampu melakukan
epistimological break, namun kesadaran paganis telah mengibar-
kan bendera skeptisisme dan melakukan pembersihan terhadap
ajaran-ajaran lama dengan mengatasnamakan ilmu yang anti dog-
matisme.55 Seluruh argumentasi kaum skeptisis terdahulu di-
bukukan. Demikian pula, telah diintrodusir keyakinan bahwa
doktrin teologi, keimanan yang apriori, bahkan sebagian nilai-
nilai moral dan hakekat ilmiah tidak mungkin dibuktikan. Te-
laah terhadap tujuh disiplin ilmu yaitu Logika, Gramatika, Re-
torika, Ilmu Hitung, Teknik Arsitektur, Astronomi, dan Musik,
dilakukan secara teknis. Dengan langkah ini yang dapat dicapai
hanyalah mewujudkan kedamaian internal, bukan membangun
ilmu pengetahuan baru yang jauh lebih pasti. Man usia hanya
mendapatkan pelajaran dari alam, seperti adat, tradisi dan common
sense. Dan tampaknya kedamaian internal merupakan hasil final
yang dicapai kesadaran paganis di saat agama baru juga datang

54 Galen mendirikan aliran kedokteran yang menggabungkan

kedokteran ilmiah dan kedokteran rasional, sementara Hippocrate hanya


menggunakan kedokteran ilmiah empiris. Dan Hippocrate inilah yang
memadukan Aristotelianisme dengan Stoicisme, serta menambahkan
susunan keempat dalam silogisme.
55Hal ini dilakukan oleh Sextus Empricus (200-250) dalam bukunya

"Karakteristik Pyrrhon" dalam 3 jilid, dan «Bantahan Untuk Para Guru".

178
untuk mengupayakan tujuan yang sama, yaitu tercapainya ke-
imanan internal. Hanya saja yang pertama merupakan kedamai-
an negatif karena tidak adanya faktor keyakinan, sedang yang
kedua merupakan ketenangan posit if karena memiliki faktor
keyakinan, yaitu keyakinan terhadap agama baru dan kesela-
matan yang segera datang.
Sejak abad ke-6, kesadaran pagan!§ terus mengibarkan ben-
dera kebudayaan lama yang termanifestasikan dalam neo-Pla-
tonisme atau cabang paganis skolastik Alexandria, bukan ca-
bang Yahudi-Kristen (Philon, Clement, Origene). Kelompok ini
juga disebut neo-Phitagorisme, yaitu sekelompok aliran yang
mencoba menggabungkan filsafat rasional Yunani dengan fil-
safat tasawuf Timur. Neo-Phitagorisme sebenarnya tidak me-
merlukan Kristen yang menjadi agama baru. Sebab agama ini
tidak menambahkan hal baru tentang pengetahuan esoterik yang
merupakan satu-satunya sumber akal, jiwa, dan materi. Bahkan
neo-Phitagorisme lebih bersih jika dibandingkan dengan Kris-
ten yang meyakini Trinitas dan inkarnasi; juga lebih bertenden-
si pada keselamatan individual daripada keselamatan yang meng-
andalkan juru penyelamat. Menurut neo-Phitagorisme, manu-
sia terlahir tanpa menanggung dosa asal, dan bahwa alam se-
mesta adalah keindahan. Hal ini berbeda dengan Kristen yang
menganggap man usia dilahirkan dengan menanggung dosa asal
dan bahwa alam semesta adalah keburukan. 56
Kecenderungan spiritual neo-Phitagorisme merupakan reak-
si atas runtuhnya imperium Romawi, seperti kemunculan tasa-
wuf Islam yang merupakan reaksi atas kecenderungan hidup
mewah dan selalu berorientasi kepada dunia yang terjadi sejak
masa Umawiyah. Neo-Phitagorisme menjadikan Plato sebagai
model yang dapat memenuhi hajat spiritual orang-orang yang
kalah sebagai kompensasi dan sebagai "salwa". Neo-Phitagoris-
me memadukan Platonisme dengan tasawuf Timur dan menga-

56Skolastik Alexandria diawali oleh Amonius Saccas, guru Plotinus,


kemudian Hipathia, Plotinus (205-270), Porphyre murid Plotinus (305-
232), Jamblicus (270-330), Prod us (410-485), Simplicius (a bad 6).

179
takan, teori emanasi material berasal dari alam ruh, serta meng-
akui eksistensi pengetahuan illuminis.
Menurut Plotinus, segala sesuatu berasal dari "yang satu";
dari "yang satu" memancar akal; dari akal memancar jiwa; dan
dari jiwa memancar materi. Dalam posisi demikian, man usia be-
rada pada pancaran yang ketiga dan keempat. Indra dapat menge-
tahui perubahan, dan karenanya pengetahuan bersifat berubah-
ubah. Daya fantasi adalah indera internal. Pengetahaun rasional
bersifat spiritual dan ilahi. Dan keindahan alam semesta berasal
dari "yang satu" Y
Di tangan Porphyre, murid Plotinus, neo-Phitagorisme
masih tampil dengan wajah lama. T etapi Porphyre menambah-
kan kritik terhadap Kristen yang selama ini diabaikan gurunya.
Dengan adanya neo-Platonisme, neo-Phitagorisme tidak lagi
memerlukan agama baru. Porphyre mengkritik Taurat dan men-
jelaskan pertentangannya dengan prinsip-prinsip akal dan tun-
tutan ruh. Ia juga menolak Kristen dan mempropagandakan fil-
safat Yunani sebagai penggantinya. Ia menganotasi karya-karya
Plato, Plotinus, Aristoteles, dan Theophraste. Inovasinya di
bidang logika terdapat dalam karyanya yang populer, Isagoge.
Karya inilah yang membuat kagum orang Islam dan kemudian
diadopsi, dianotasi, dijabarkan, dan dijadikan sebagai pengan-
tar Logika. 58
Di tanganJamblicus, neo-Platonisme dengan illuminisme,
doktrin, tasawuf, teologi, pengalaman keimanan, dan teori-

57Plotinus hidup di Mesir dan Roma. Ia mengubah Platonisme

menjadi tasawuf yang kemudian disebarkan oleh muridnya, Porphyre,


melalui bukunya "Tasu at". U ntuk itu, perlu ada mahasiswa Pascasarjana
yang melakukan kajian tentang sisa-sisa Timur dalam neo-Platonisme,
untuk mengungkap sumber Timur yang tak terekspose dalam kesadaran
Eropa.
58 Karya lain Porphyre adalah "Kehidupan Plotinus", "Sanggahan

terhadap Orang-orang Kristen·: "TitikAdaptasiAlamAkal Budi"merupakan


diskursus metafisis, "Kepada Marsella" merupakan pidato moral kepada
istrinya, "Menghindari Daging" merupakan ajakan untuk mengkonsumsi
makanan nabati.

180
teorinya, menggantikan agama baru. Jamblicus dikenalluas dan
dihormati kaum Muslimin, karena mampu memenuhi keingin-
an mereka, yaitu menggabungkan dua kebudayaan, Islam dan
Yunani. 59 Sementara Prod us menemukan unsur pertama dialek-
tika: diam di tern pat, maju ke depan, dan mundur ke belakang.
Tampaknya "mundur ke belakang" merupakan sintesa dari "diam
di tern pat" dan "maju ke depan. 60 Eksistensi neo-Platonisme
terus berlangsung hingga akhir abad ke-6 di tangan Simplicius.
Tetapi bersama Boethius, ia kemudian mengubah Platonisme
menjadi Aristotelianisme yang mendasari berdirinya filsafat sko-
lastik. N amun demikian beberapa anotasi karya Aristoteles masih
tidak terlepas dari pengaruh neo-Platonisme, seperti terlihat
dalam karya ThemetiusY
Pada saat itu tingkat penyebaran kebudayaan Romawi lebih
kecil dibandingkan tingkat penyebaran kebudayaan Yunani.
Penyebaran kebudayaan Romawi hanya berlangsung selama abad
pertama dan kedua, sebelum munculnya neo-Platonisme pada

59J amblicus lahir di Syria. Ia yang membawa tradisi tasawuf Timur

ke Roma. Banyak karya anotasi terhadap teologi Yunani dan Timur


ditulisnya. Ajaran Plotinus diubahnya menjadi doktrin teologi pantheistis
dan metafisis.
60Proclus lahir di Konstantinopel. Ia memperkenalkan tasawuf

Timur ke Athena, tern pat ia meninggal. Dalam karirnya ia pernah


menjabat sebagai kepala Akademi Athena. Karyanya yang terkenal
adalah "Unsur-Unsur Teologi" yang diringkas dalam "Teologi Plato". Ia juga
menganotasi karya Plato seperti, Timee, Poelitia, Parmenides dan lain-lain.
Sebagai orang terakhir yang menertibkan dan melakukan purifikasi
terhadap fllsafat Yunani kuno, ia menjadi rujukan bagi para filosuf
Kristen selama abad pertengahan hingga masa kebangkitan melalui
Denis 1' Areopagite. Karya ilmiahnya yang lain adalah anotasinya
terhadap karya pertama geometri Euclide.
61 Simplicius banyak menganotsi karya Aristoteles pada akhir masa

Akademi Plato, seperti Categorie, Physica, De caelo, De anima. Pengaruh


neo-Platonisme masih terlihat dalam sosok para filosuf seperti, Apolius,
Julian yang murtad, Marcobius, Augustin, Denis I' Areopagite, Eriugene
dan beberapa Bapak Geraja, filosufYahudi seperti, Ibnu Gaberol, serta
kaum sufi Kristen seperti, Master Eckhart.

18 1
em pat abad berikutnya, yaitu mulai abad ke-3 sampai dengan
abad ke-6. Sebagaimana neo-Platonisme dalam kebudayaan Yu-
nani menggantikan peran agama baru karena ciri sufistiknya,
demikian juga Stoicisme dalam kebudayaan Latin mengganti-
kan agama baru karena ciri etisnya. Dengan demikian ada dua
pengganti agama Kristen pada masa lalu, yang merupakan kelan-
jutan dari kebudayaan lama, yaitu neo-Platonisme dan Stoicis-
me. Dan keduanya mampu melaksanakan fungsi agama baru,
sementara agama baru tidak dapat menggantikan fungsi kedua-
nya. Keduanya memiliki kelebihan dari agama baru dalam hal
konsep ketuhanan dan rasionalisme (Neo-Platonisme), etika dan
praktik (Stoicisme) serta jauh dari mitos-mitos, doktrin dan
sekte-sekte agama baru.
Dalam kebudayaan Yunani ada Sextus Empricus yang me-
nyangsikan ajaran lama untuk membuka jalan bagi terciptanya
keyakinan internal. Dalam kebudayaan Latin sikap skeptis di atas
dilakukan oleh Agreba di akhir abad ke-1 dan awal abad ke-2
yang menyangsikan ajaran lama dan mengajukan lima argumen-
tasi untuk membuktikan bahwa dengan melih~t karakteristik
pengetahuan rasional yang ada, mengetahui alamadalah hal yang
mustahil. Pernyataan ini mengandung sebagian unsur dialektika.
Selama dua abad pertama Stoicisme menguasai kebudayaan
Latin. Hal itu dimulai dari Seneca yang memperkenalkan paham
Pantheisme. 62 Menurutnya, alam semesta merupakan satu kesatuan
yang tediri dari materi dan akal budi. Di alam semesta ini manu-
sia dapat mencapai kedamaian terakhir. Seneca mengaitkan mo-
ral individu dengan masyarakat dan negara seperti dilakukan para
ilmuwan Timur lama. Melihat Stoicisme Seneca yang mirip de-
ngan agama baru, tidak mengherankan jika ia ban yak mempe-
ngaruhi ajaran para Bapak Gereja dan filsafat skolastik. Bahkan
pengaruh ini terus meluas hingga di abad modern pada sosok
Kant.

62 Seneca (4-65 S.M) adalah teoritisi Stoicisme pertama dan penyebar


ajaran Pyrhoon yang kemudian dihukum mati. Diantara karya-karyanya
adalah Soal-Soal Fisika, Dialog, Surat-surat Moral kepada Lucilia.

182
Bendera Stoicisme kemudian dikibarkan Epictetus yang
memfokuskan pemikirannya pada persoalan kebebasan secara
an sich, tanpa memandang manifestasi kebebasan itu sendiri
dalam konsep tuan dan hamba sebagai tatanan politikY Se-
orang tuan boleh jadi adalah hamba karena hawa nafsunya dan
seorang hamba boleh jadi adalah tuan karena kebebasan jiwa
yang dimilikinya. Kebebasan itu tidak mungkin dicapai kecuali
dengan perubahan alam. Oleh karenanya, Epictetus tidak me-
nentang perbudakan secara nyata, tetapi hanya menentangnya
secara negatif dalam bentuk penentangan terhadap pengham-
baan. Yang membuat manusia bahagia bukanlah benda materi-
al, tetapi pikiran kita tentang benda material terse but. Kebaikan
dan keburukan tidak terletak pada benda-benda, melainkan pada
kecenderungan kita terhadap benda terse but. Kebahagiaan ber-
gantung pada kemauan dan kemampuan seseorang menguasai
hawa nafsunya.
Mengingat ajaran Stoicisme semacam ini menyerupai Kris-
ten, tidak mengherankan jika kemudian ia mempengaruhi kesa-
daran Eropa hingga pada sosok Kant dan Tolstoy. Stoicisme
menjadi tujuan orang-orang yang mengalami keterasingan agama
dalam persoalan ketuhanan. Kebebasan harus dimulai dari hati
nurani. Stoicisme juga mempunyai pengaruh terhadap ilmu etika
Islam lama terutama pada sosok Ibn Miskawayh dalam karyanya
Tahdztb al-Akhlaq, dan ilmu etika Islam baru pada sosok 'Utsman
Am.lndalam bukunyaaljuwanryah.64

63 Epictetus (50-138) memperkenalkan filsafat Stoicisme Romawi.

Jika Porphyre menyebarkan pemikiran gurunya dalam "Tasu at': maka


Flavius murid cerdas Epictetus membukukan karya gurunya dalam
"Khotbah Epictetus". Filsafat Epictetus terbagai dalam tiga bagian:
logika, filsafat alam, dan filasafat etika. Dan bagian terakhir adalah
yang terpenting. Sebagian orang menjadikan sejarah Epictetus pada
60-110.
64Lihat upaya saya merekonstruksi aljuw!m£yah dalam kajian saya

Min al· Way al-Fard£ ila al· Wa yal-Ijtima '£, dalam Dirasat Islam£yah, hal
347-292.

183
Stoicisme tidak hanya menjadi pilihan para hamba sahaya
dalam membebaskan diri dari penghambaan kepada benda, teta-
pi juga menjadi pilihan paderi Romawi yang mungkin dari Stoi-
cisme mereka dapat menemukan solusi untuk menyelesaikan kri-
sis serta problem sosial dan politik yang terjadi dalam imperi-
um Romawi. Karenanya Marcus Aurelius menolak sisi material
Stoicisme dan hanya menerima sisi tasawuf agamanya. 65 Tuhan
adalah sumber segala sesuatu dan akal yang komprehensif. Se-
luruh kesadaran personal setelah mati akan kembali kepada-Nya.
Inilah sebagian ajaran Stoicisme. Ajaran ini sama persis dengan
konsep keagamaan yang ada dalam agama-agama wahyu, seper-
ti Tuhan, penciptaan, dan hari kebangkitan. Dengan ajarannya
ini Stoicisme berhasil mencapai tingkat ajaran yang ada dalam
agama wahyu.
Percaya Qadla dan Qadar adalah suatu kewajiban. Sebab de-
terminisme tidak pernah dapat dipisahkan dari perjalanan alam
semesta. Stoicisme juga menyerukan rendah hati, zuhud, ber-
akhlak sempurna, membersihkan diri, dan menahan hawa naf-
su. Ajaran ini mempunyai pengaruh yang begitu kuat terhadap
perkembangan agama Kristen, meskipun kaum Stoician sangat
memusuhi orang-orang Kristen yang terjatuh ke dalam alienasi
akibat personifikasi ajarannya yang jauh dari etika praktis.
Seperti dijelaskan di atas neo-Platonisme dalam kebudayaan
Yunani (dari abad ke-3 sampai dengan abad ke-6) mempunyai
tingkat penyebaran yang lebih luas dibanding Stoicisme dalam
kebudayaan Romawi (abad ke-1 dan abad ke-2). Neo-Platonis-
me ini dibawa dari Yunani ke Romawi oleh Plutarque dari Athe-
na pada abad ke-5, dengan membangun neo-Platonisme Latin
dan menganotasi karya-karya Phitagoras. Namun demikian, neo-
Platonisme Latin tetap terasa asing bagi kebudayaan Romawi,

65 Marcus Aurelius (121-180) memperkenalkan filsafatnya melalui

bukunya "Beberapa Kontemplasi" dalam bentuk kiasan. Cara seperti ini


menjadi kecenderungan kesusastraan Yunani dan Latin juga dipakai
dalam menyusun khutbah al-Mas!h. Bentuk sastra ini sangat populer
dalam kesusastraan Timur.

184
karena watak kebudayaannya yang empiris-materialis. Ajaran ke-
budayaan Romawi yang mendekati sempurna adalah etika Sto-
icisme yang menjadi em brio Kristen.

2. Kristen Yunani
Di atas telah disinggung bahwa sumber Yunani-Romawi
menancapkan pengaruhnya hingga abad ke-6 meskipun pada saat
itu agama baru telah datang. Kedua sumber ini memberikan al-
ternatif filsafat agama yang dinamis, yaitu neo-Platonisme dalam
kebudayaan Yunani dan Stoicisme dalam kebudayaan Kristen, dan
mampu menjauhkan kaum intelektual dari agama baru. Sedang
Kristen muncul melalui kebudayaan Yunani, yaitu yang disebut
Kristen Y unani, dan melalui kebudayaan Romawi, yaitu yang dise-
but Kristen Romawi. Kedua peristiwa terse but terjadi di tangan
intelektual Yunani dan Latin yang mengubah kebudayaan Yunani
dan Latin menjadi agama baru; serta memanfaatkan kebudayaan-
nya sebelum menjadi agama baru untuk mempertahankan agama
baru dan menyusun ajaran-ajarannya.
Lalu pertanyaan yang muncul dari ajaran para Bapak Gereja
dari abad ke-1 hingga abad ke-7 adalah, "siapa memanfaatkan
siapa?". Kristenkah yang memanfaatkan kebudayaan Yunani dan
Romawi untuk menegaskan dirinya sebagai pengganti kedua ke-
budayaan terse but? Ataukah kedua kebudayaan terse but yang me-
manfaatkan Kristen untuk memperoleh gelombang baru dan un-
tuk menjamin keberlangsungan kedua kebudayaan tersebut melalui
agama baru?
Kemungkinan pertama, yakni pemanfaatan kebudayaan Yu-
nani dan Romawi oleh Kristen sekedar sebagai bahasa untuk
menciptakan filsafat keimanan baru, disebut "formasi palsu",
seperti yang terjadi pada proses kelahiran filsafat Islam. 66 Dan
kemungkinan kedua, yakni pemanfaatan Kristen oleh Kebuda-
yaan Yunani dan Romawi sebagai bahasa baru untuk mengarti-
kulasikan substansi Yunani dan Romawi lama, disebut "substan-

Al-Turats wa al-Tajdid, Mawqifuna min al-Turats al-Qadzm, h. 194-


66

195.

185
sialisasi palsu". Pada kasus yang pertama, Kristen menjadi subs-
tansi sedangkan Kebudayaan Yunani dan Romawi sebagai ben-
tuknya. Pada kasus yang kedua, Kebudayaan Yunani dan Roma-
wi menjadi substansi dan Kristen sebagai bentuknya. Dengan
meminjam bahasa tradisi lama kita, pada kasus pertama Kristen
menjadi ilmu tujuan dan kedua kebudayaan menjadi ilmu per-
antara. Kasus seperti ini merupakan keadaan yang benar dan
terjadi pada tradisi lama kita. Sementara pada kasus kedua, ke-
budayaan Romawi dan Yunani menjadi ilmu tujuan dan Kristen
menjadi ilmu perantara. Dan kasus semacam ini merupakan
keadaan yang tidak benar di mana kebudayaan paganis mende-
sak dan menghapus substansi agama baru, serta hanya menyisa-
kan bentuknya saja.
Jadi pada fase Bapak Gereja, Yunani dan Latin membentuk
kesadaran Eropa sebagai kesadaran agama-Platonis-illuminis.
Tuhan-tuhan Yunani berubah menjadi tuhan dan malaikat aga-
ma baru. Ajaran agama Yunani menjadi ajaran agama baru. Dan
tidak ada bedanya pula antara Socrates dengan al-Masih. Terja-
dilah di sini "substansialisasi palsu" atau "formasi palsu terba-
lik". Substansi Yunani mengambil bentuk Kristen. Dan "substan-
sialisasi palsu" ini terjadi secara esensial bukan aksidental. Peris-
tiwa ini terjadi pada tujuh abad pertama di mana ajaran Kristen
sedang terbentuk yang kemudian datang Islam untuk membukti-
kan kebenarannya. 67
Dalam bah tentang sumber kesadaran Eropa ini bertujuan
untuk membuktikan kemungkinan kedua, yaitu "substansialisa-
si palsu" pada masa terbentukanya lljaran pendeta gereja dari
abad ke-1 hingga abad ke-7. Kemudian secara gradual "substan-
sialisasi palsu" berubah menjadi "formasi palsu" pada filsafat
skolastik dari abad ke-8 hingga abad ke-14. Perubahan menuju
"formasi palsu" ini mencapai puncaknya pada abad modern
ketika idealisme transendental secara substansial kembali ke
"Khotbah di atas Bukit", meskipun secara formal masih bernu-
ansa Yunani.

Mawqifuna al-Hadlari, dalam Dirasat Falsafiyah, h. 36.


67

186
Bendera Kristen Yunani dibawa oleh Bapak Gereja Yunani,
dan bendera Kristen Latin dibawa oleh BapakGereja Latin. Bapak
Gereja Yunani memulai gerakannya sejak dini. Pada abad ke-2
Philon dari Alexandria melakukan hal yang sama untuk mendi-
rikan Yahudi Yunani, setelah sebelumnya, abad ke-1, merupa-
kan masa pembentukan ajaran dan penyusunan teks yang meng-
artikulasikan ajaran tersebut. Gerakan para pendeta gereja Yu-
nani ini berakhir pada abad ke-7. Meskipun keberadaan Kristen
Yunani melalui masa yang cukup panjang, yaitu 7 abad, namun
ia tidak memiliki sistem yang jelas.
Sedangkan Kristen Latin muncul pada abad ke-3 dan ber-
akhir pada abad ke-5. Masa eksistensinya lebih pendek dibanding
masa eksistensi Kristen Yunani. Namun demikian, ia memiliki
satu sistem yang lengkap dan jelas, yaitu sistem Saint Augustin
yang mewakili filsafat Kristen pada abad ke-4 Masehi.

GEREJA

GEREJA

BAPA I
N

1 2 3 4 5 6

Filsafat Kristen Yunani muncul pada abad ke-1 yang meru-


pakan masa penyebaran Kristen sebagai ajaran dan sebagai mi-
sionari pengikut al-Masih (al-Hawarz"yun), dan masa pembangunan
beberapa gereja di Syam dan Asia kecil. Pengalaman Kristen
awal masih pada tahap pembentukan, dan bentuk teoretisnya
bel urn tampak. Kelompok Kristen awal menjalankan ajarannya,
dan kemudian mencoba mengkodifikasikan ajaran terse but ke
dalam teks-teks di bawah pengaruh lingkungan kebudayaan Pa-
lestina, Mesir, dan Asia Kecil. Keberadaan misionari Kristen

187
mendahului terbentuknya filsafat Kristen. Sejak masa misionari
Kristen inilah sejarah Kristen tercatat. 68
Pada abad kedua para pembela Kristen mulai mengadakan
pembelaan yuridis terhadap agama baru ini untuk membuktikan
keabsahan keimanan terhadapnya dalam imperium Romawi yang
berdasarkan hukum. Orang-orang yang peduli dengan Kristen
membela dirinya dan menandaskan bahwa orang-orang Kristen
yang menjadi warga negara Romawi mempunyai hak untuk hidup
di imperium Romawi dan memiliki kebebasan untuk meyakini
apa yang mereka inginkan selama hal itu tidak mengancam kekua-
saan imperium. Kristen adalah keniscayaan sosial, peristiwa se-
jarah dan realitas Romawi.
Pembelaan ini dilakukan Quadratus dengan berpegang pada
cerita mukjizat al-Masih tanpa sedikitpun menyinggung kebuda-
yaan filsafat Yunani atau filsafat lain. Kemudian Aristide menyem-
purnakan kekurangan teoretis ini dengan mengacu kepada agama
Yahudi seperti dilakukan sebelumnya oleh Paulus. Aristide juga
merujuk kepada pengertian "keniscayaan" versi Yunani Stoicis
untuk mengungkapkan agama baru. Karenanya, menurut Aris-
tide, Allah adalah zat yang mengatur alam sesuai dengan hukum
"keniscayaan". Langkah ini merupakan awal terjadinya "substan-
sialisasi palsu", atau dengan kata lain keberadaan kebudayaan Yu-
nani yang menjadi substansi dibungkus dengan istilah-istilah aga-

68Masa Misionari Kristen merupakan fase tersendiri yang telah saya

pelajari berulang-ulang dalam kajian-kajian saya. Kajian tersebut antara


lain, bagian II karya ilmiah..saya yang kedua dalam bahasa Prancis
Fenomenologi Interpretas~ Sebuah Upaya Interpretasi Eksistensisalis Dimulai
Dari Perjanjian Baru; kajian saya berbahasa Inggris ten tang pembuktian
kebenaran hipotesa al-Qur'an mengenai "pemalsuan Taurat dan Injil"
yang menggunakan metode kritik sejarah terhadap kitab suci, dalam
buku saya Dialog Agama dan Revolusi, Anglo Egyptian, Kairo, 1977; dan
dalam kajian saya tentang "Aliran Bentuk-bentuk Sastra" dalam Dirasat
Falsafiyah, hal. 521-487. Saya akan mengkajinya kembali dalam agenda
(bagian) ketiga dari proyek "Tradisi dan Pembaruan", yaitu "sikap kita
terhadap realitas" atau "teori interpretasi", baik dalam pembentukan
teks Perjanjian Baru, maupun Perjanjian Lama.

188
rna, seperti Allah, yang menjadi bentuk. Langkah Aristide diikuti
oleh Hermas untuk memperlihatkan kekhasan ajaran agama baru
yang terletak pada teori "penciptaan dari tiada" yang kemudian
menjadi penyangga filsafat Kristen Saint Augustin. 69
Kemudian di tangan kaum intelektual Yunani, filsafat Kris-
ten Yunani maju selangkah. Kaum intelektual Yunani mengubah
filsafat Yunani menjadi agama baru, tetapi tetap menggl.Ulakan
bahasa Yunani sebagai bahasa penyampaian, dan tetap berpegang
pada kebudayaan lama untuk membentuk filsafat baru. J adi, fil-
safat Kristen awal yang menggambarkan kelompok pertama se-
telah terjadinya perubahan baru, merupakan kelanjutan dari
pemikiran Yunani. Ia tidak seperti yang dikatakan sebagai hasil
kerja Roh Kudus yang terjadi dalam sejarah. Fase pertama, yakni
masa Bapak Gereja, merupakan bagian dari sejarah kebudayaan
Yunani yang dimanfaatkan untuk membela perubahan baru yang
terjadi pada kelompok pertama, dan bukan bagian dari sejarah
sakral ajaran-ajaran agama. 70
Di kalangan pembela Kristen, filsafat Yunani mendapat
tanggapan yang beragam. Justin memuji dan membela filsafat
Yunani; Taite menyerang dan mengkafirkannya; Athenagoras
mencoba mencari jalan tengah antara pemuji dan penyerang-
nya. Dengan kata lain, Justin tesa, Taite anti tesa, dan Athena-
goras sintesa.
Justin berhasil menciptakan filsafat Kristen yang kompre-
hensif dan universal, serta membangun paham idealisme berda-
sarkan ajaran agama natural tentang "manusia fitrah" yang ber-
lawanan dengan ajaran agama dogmatis tentang "dosa asal'' .71
Hakekat dapat ditemukan melalui dua cara dan dalam dua ben-

69Hermas hidup pada 140-145 (siclj. Salah satu karyanya adalah


"Pen~"
70 Mawqifun4 min af. Turats al-Gha:rb£, dalam Qadld:yaMu 'dshirah, bagian
IT: Ft al-Fikr al-Gharbt al-Mu ashir, h. 14.
Justin (100-160) masuk Kristen sebelum tahun 132 dan me-
71

ninggal di Roma. Salah satu karyanya adalah "Pembelaan "yang meniru


gaya "Pembelaan" Plato terhadap Socrates.

189
tuk. Pertama, secara rasional sesuai dengan watak man usia yang
diberi kemampuan untuk berpikir. Kedua, secara wahyu yang di-
sampaikan para nabi, seperti dilakukan al-Masih dan diungkap-
kan para filosuf, seperti para filosufYunani. Jadi, akal mampu
berfilsafat sekaligus "menuhan", mampu menemukan hake kat
yang berdimensi kemanusiaan sekaligus hakekat yang berdimen-
si ketuhanan. Sementara seorang nabi hanya mampu menemu-
kan hakekat yang berdimensi ketuhanan. Sedangkan seorang filo-
suf mempunyai kemampuan dua kali lipat dari kemampuan se-
orang nabi, karena ia dapat menemukan hakekat yang berdi-
mensi kemanusiaan dan ketuhanan sekaligus.
Tuhan tidak bersosok. "Kalimat" adalah sifat Tuhan, bukan
personifikasi atau penjelmaannya. Keberanakan dalam dimensi
waktu adalah personifikasi material, dan di luar dimensi waktu
adalah personifikasi spiritual. Dari T uhan memancar "Kalimat",
dan dari "Kalimat" memancar Ruh Kudus. Man usia terdiri dari
raga, jiwa dan ruh. Dan ruh bersifat abadi, seperti dikatakan Pla-
to. J adi, dalam ajaran-ajarannya, Justin mengakomodasi seluruh
kebudayaan Yunani pada masanya, Stoicisme, Aristotelianisme,
Phitagorisme, dan Platonisme untuk membela filsafat dengan
meminjam nama agama baru.
AjaranJustin ini mendapat reaksi dari Taite. 72 Ia membuat
tandingan atas kaum paganis dan membedakan orang-orang yang
beriman dari orang-orang kafir, dan seakan-akan hati man usia itu
terpecah-pecah. Hal ini juga dilakukan Thomas d' Acquin dalam
Tandingan atas Beberapa Umat. Taite adalah orang pertama yang
memiliki gagasan meletakkan em pat Injil dalam kerangka yang
berbeda untuk mencari sisi persamaan dan perbedaan yang ada,
hal mana juga dilakukan para kritikus dan orang-orang sekarang
dalam "Injil-Injil yang Berbeda", tetapi tanpa disertai catatan yang
kritis. Pada saat itu ilmu kritik historis terhadap kitab suci me-
mang belum ada. Sebab ia merupakan produk kesadaran Eropa
pada abad modern.

72 Taite hidup pada abad 2. Ia memilki dua buku "Deathesoruan"


dan "Surat Kepada Orang·orang Yunani".

190
Permusuhan Taite tidak hanya dengan Yunani dan filsafat-
nya saja, tetapi juga dengan Y ahudi. Sebab Yunani mengambil
ilmunya dari Y ahudi, dan membuat teori-teorinya dari kitab Per-
janjian Lama. Taite mencoba memasukkan dimensi teologis dalam
"Kalimat" dan mempertahankan konsep kelanggengan (eternity)
jiwa untuk menandingi kecenderungan materialistis Yunani. Ia
membagi man usia ke dalam raga, jiwa, dan ruh secara berjen-
jang. Ajarannya ini mewakili kelompok fundamentalis Kristen,
seperti dilakukan juga oleh Pierre Damiani dalam filsafat skolas-
tik, dan Ibn Hanbal, Ibn Taym1yah, Ibn al-Qayyim al-Jawz1yah,
serta Ibn Shalah. dalam tradisi Islam.
Taophelus dari Antioche mengikuti jejak Taite, tetapi bukan
dalam hal kecerdasannya. 73 Keduanya mewakili mainstream pemi-
kiran Kristen saat mana banyak muncul buku yang tak diketahui
sumbemya. Hal ini membuktikan bahwa filsafat Kristen merupa-
kan bagian dari kebudayaan Yunani, baik secara kompromistis
maupun antagonistis/4
Kemudian Athenagoras mencoba menggabungkan ajaran
Justin dengan Taite. Tetapi pada praktiknya Athenagoras lebih
dekat ke pendapatJustin yang membela filsafat ketimbang ke
Taite yang menyerangnya. 75 Agama adalah filsafat dan filsafat
adalah agama. Athenagoras berpendapat bahwa Tuhan itu satu.
Ia membuktikan pendapatnya dengan menggunakan "argumen-

73 Taophelus hidup pada abad 2 di Antioche. Bukunya "Kepada

Otolikum" ditujukan kepada seorang awarn, bukan kepada imperatur,


karena berkat petunjuknya ia memeluk agama Kristen dan mening-
galkan filsafat paganisme.
74 Seperti tercermin dari "Surat kepada Orang-orang Yunani" dan

"Pan82Jlan untuk Orang-orang Yunanz"".


75Athenagoras memiliki 70 karangan. Perhatiannya tertuju pada
pembelaan terhadap orang-orang Kristen dari penindasan Imperatur
Marcus Aurelius, seorang Stoicis terhormat. Karenanya dalam seruan-
nya"PermohonanAmpununtukOrang-orangKristenadalahSalahSatuBentuk
Keselamatan Kolektif, ia memintakan ampun untuk orang-orang Kristen.
Stoicisme adalah Kristen, dan Kristen adalah Stoicisme. Hanya saja
mereka tidak menyadari hal terse but.

191
tasi oposisi", yaitu membuktikan kemustahilan adanya dua tu-
h~n yang mengendalikan alam dalam satu waktu, seperti argu-
mentasi para teolog. Menurutnya Allah adalah "Kalimat", dan
"Kalimat" adalah Allah; Tuhan hanya satu; dan bahwa kebang-
kitan kern bali jasad man usia adalah hal yang mustahil. Athena-
goras berkomunikasi dengan imperatur yang Stoicis dengan
menggunakan bahasanya, yaitu bahasa filsafat, monoteisme, dan
"kebangkitan". Langkah yang ditempuh ini berhasil melunak-
kan sikap imperatur hingga bersedia mengampuni orang-orang
Kristen.
Hermias mengambil jalur yang sama dengan Athenagoras
dengan melakukan pembedaan an tara sisi internal dengan sisi
eksternal. 76 Sisi internal adalah iman, dan sisi eksternal adalah
akal. Sisi eksternal bukan sisi internal. Ia hanya merupakan suara
yang tak bermakna. Dengan penggabungan dua sisi ini, filsafat
mampu mengartikulasikan makna. Jadi, jelas bahwa problem aga-
ma dan filsafat, baik berupa pemaduan, pembedaan a tau pun
pertentangan, merupakan persoalan utama bagi para pembela
Kristen yang berasal dari Yunani pada abad ke-2. Meskipun te-
lah ada konsep awal tentang Tuhan, jiwa, dan "kebangkitan",
namun pada saat itu para pembela Kristen tidak bertujuan mem-
bangun satu aliran filsafat tertentu, seperti dilakukan generasi
setelahnya, Augustin dan Thomas d' Acquin. Mereka lebih de-
kat ke Yunani daripada ke sejarah Kristen. Pembelaan mereka
terhadap filsafat lebih besar dibandingkan pembelaannya ter-
hadap Kristen. Hal ini semakin menegaskan kebenaran hipote-
sa "substansialisasi palsu". Stoicisme mempertahankan diri dari
desakan agama baru yang berusaha menggeser dominasinya.
Upaya ini dilakukan Stoicisme dengan cara mengubah dirinya
menjadi agama baru.
Kemudian Kristen berupaya menggeser kedudukan kebu-
dayaan Yunani dan Romawi dengan memperkenalkan gagasan
yang lebih baik dari gagasan Platonisme dan Stoicisme agar da-
pat menarik golongan intelektual Yunani. Lahirlah Gnosticisme

76 Buku Hermias adalah "SiulanFilosufEksternal".

192
di kalangan pembela Kristen pada abad ke-2 yang mengadopsi
unsur spiritual, tasawuf dan illuminisme dalam kebudayaan Timur.
Kelahiran paham ini merupakan reaksi atas Kristen Yunani dan
Romawi. J adi, dengan menggunakan paradigm a di at as Kristen
adalah anak kebudayaan Timur, bukan anak kebudayaan Yunani.
Prioritas kerja Gnosticisme awaladalah menciptakan filsafat Kris-
ten yang terpisah dari filsafat Yunani. Begitu pula aliran Alexan-
drisme pada akhirnya juga lebih dekat dengan tasawuf Timur
daripada ke filsafat Yunani, atau rasionalisme Barat. Tiga filosuf
Gnosticisme, yaitu Marcion, Basilide, dan Valentin mewakili alir-
an Alaxandrisme ini pada abad ke-2.
Marcion mengetahui betul apa esensi Kristen, dan bahwa
karakteristik Kristen berbeda dengan karakteristik Yunani dan
Yahudi. 77 Oleh karenanya, ia mengumumkan pemisahan Kristen
dari Y ahudi, karena ajaran Y ahudi tidak mengenal tasawuf dan
illuminisme. Kedua kitab suci Yahudi-Kristen, Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru, juga diletakkan secara opositif. Kecende-
rungan inilah yang kemudian muncul dalam filsafat esoteris, uta-
manya transendentalisme Jerman seperti.Lessing, dan spiritualis-
me Prancis, seperti Bergson, dalam mempertentangkan internal
dengan eksternal, kualitas dengan kuantitas, waktu dengan ru-
ang, intuisi dengan rasio, dan lain sebagainya.
Sementara Basilide untuk pertama kalinya mencoba mem-
bangun sistem filsafat Kristen yang terpisah dari Yunani dan Ro-
mawi. Kemudian ia membangun mata rantai alam secara imagina-
tif (kosmogoni) yang bermuara pada satu kesimpulan bahwa Tu-
han setara dengan ketiadaan. Dari-Nya memancar benih-benih
benda universal. Pendapat ini mirip dengan ajaran tasawuf Islam
tentang "perjanjian al-Dzarr". Dari benda universallahir kesu-
cian, sayap, dan sinar. Benda universal memilki 365 nama, salah

77Marcion memulai dakwahnya dari Mesir. T etapi di sana ia diusir

oleh uskupnya. Kemudian ia hijrah ke Roma dan pada tahun 144M..


Mendirikan kelompok dengan menggunakan namanya untuk menga-
jarkan Kristen kepada pemeluknya. Ia memiliki buku yang berjudul
"Kontradiksi", namun buku tersebut tidak diketahui rimbanya.

193
satunya adalah bulan. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dapat
membebaskan diri dari "dosa asal". Dengan demikian Gnosticis-
me telah meletakkan mitologi Timur secara berseberangan dengan
rasionalisme Yunani, dantasawuf illuminisme berhadapan dengan
ftlsafat Y unani.
Sedangkan upaya Valentin terfokus pada pembangunan
madzhab Gnosticisme yang sempuma, sepeni dilakukan pendahu-
lunya, Basilide. T etapi Valentin tidak membahas mitologi alam,
dan hanya membicarakan aspek pengetahuan yang berhubungan
dengan Tuhan, sepeni akal, hakekat, hikmah, personifikasi prak-
tisnya dalam keinginan dan hawa nafsu. 78 Kristen adalah jalan
moral menuju hikmah dengan melalui jalan akal dan kehendak.
Dengan demikian Gnosticisme memiliki dua aspek, aspek penge-
tahuan seperti terlihat dalam filsafat Valentin, dan aspek alam
semesta seperti tampak dalam ajaran Basilide.
Gnosticisme makin lama makin kuat bahkan telah mengua-
sai agama baru. Pada saat yang sama, sebagai alternatif dari neo-
Platonisme Yunani dan Stoicisme Romawi, Gnosticisme mem-
perlihatkan kerancuannya. Karenanya Saint Irenieus merasa ter-
tantang untuk memelihara orisinalitas tradisi Kristen dari serang-
an gerakan Heretic. 79 Ia menjabarkan ajaran Kristen dengan jelas
berdasarkan argumentasi rasional dan tekstual. Ia yakin bahwa
filsafat dan agama dapat saling mendukung. Filsafat Kristennya
dibangun di atas beberapa dialog utama: Tuhan, A lam Semesta, al-
Mas£12, Materi dan Keburukan. Ia juga membangun filsafat jiwa,
seperti yang dilakukan sesudahnya oleh Augustin.
T ampaknya hukum aksi-reaksi yang menjadi kunci utama
dalam dialektikaJustin dan Taite, juga menjadi kunci utama dalam
Gnostic~sme Marcion, Basilide dan Valentin. Gnosticisme inilah
yang kemudian dilawan oleh Irenieus. Hypolite murid Irenieus,
juga melakukan hal yang sama, melawan Yunani dan Plato serta

78V alentin mengajar di Alexandria sekitar tahun 135M, dan pindah

ke Roma sekitar tahun 160M.


79Dua karya Saint Ireneius adalah "Perlawanan atas Orang-orang

Heretic" dan "Kritik TerhadapPengetahuanPalsu".

194
meluruskan konsepsi Gnosticisme tentang alam. 80 Namun demiki-
an perlawanan-perlawanan Kristen tersehut tidak terlepas dari pe- ·
ngaruh Yunani, Y ahudi dan Gnosticisme. Jadi Kristen lurus yang
herusaha dihangun Irenieus masih tidak terlepas dari unsur Gnos-
ticisme dan Yunani.
Bahak ketiga skolastik Alexandrisme terjadi pada ahad ke-2
dan paruh pertama ahad ke-3. Pada hahak ini skolastik Alexan-
drisme kemhali memadukan filsafat Y unani dengan Gnosticisme
Timur, hukan mempertentangkannya di hawah nama Kristen atau
Yahudi. Usaha pemaduan di atas dilakukan oleh Philon, disusul
kemudian oleh Clement, Montanus dan Origene. Mereka meng-
gunakan filsafat untuk menafsirkan Gnosticisme, dan meng-
gunakan Gnosticisme untuk menjelaskan Kristen. Dari hahak ini
muncul Y ahudi-Y unani yang dipelopori oleh Philon, dan Kristen
Yunani yang dipelopori oleh Clement dan Origene. Hal ini her-
hecla dengan kondisi Romawi di mana tidak lahir Y ahudi-Romawi,
meskipun di Roma terdapat komunitas Y ahudi pedagang.
Di masa lalu Alexandria menjadi tempat hertemunya sum-
her Timur dengan sumher Yunani-Romawi dan sumher Y ahu-
di-Kristen. Skolastik Alexandrisme mengisyaratkan adanya dua
aliran fllsafat: pertama, neo-Platonisme Yunani yang dimulai pada
ahad ke-2; dan kedua, Y ahudi Phil on serta Kristen Clement dan
Origen. Sejak munculnya Kristen, skolastik Alexandrisme sela-
lu herpartisipasi dalam pemhentukan dan pemeliharaan. teks-
teks. Di antara hasil karya skolastik Alexandrisme adalah La Sep-
tante,81 Injil-Injil versi Mesir, dan munculnya Arius yang monoteis
di ahad ke-4. Dan selama heherapa waktu, Alexandria menjadi
tempat hersemayam jenazah Saint Marcus. Pada masa-masa
herikutnya Alexandria tetap menjadi tempat hermunculannya
filosuf Y ahudi dan Kristen, hahkan setelah kehudayaan Yunani

80Dua karya Hypolite adalah "Perlawanan atas Yunani, Plato atau

tentangAlam" dan" PerlawananatasHeretik".


81La Septante adalah terjemahan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani

ke bahasa Yunani yang mendapat pengesahan dari tujuh puluh guru di


Alexandria pada abad ke-1.

195
di sana digeser kebudayaan Arab. Hal itu terbukti dengan ke-
munculan Sa'l'd ibn Yusuf al-Fayyliml', pendiri filsafat Yahudi
pada abad ke-3 Hijriyah. 82
Meskipun Philon hidup pada sebelum dan sesudah Masehi,
namun ditilik dari sudut sumber pengetahuannya, ia dapat digo-
longkan sebagai salah satu elemen kesadaran Eropa. 83 Di saat
orang belum mengenal neo-Platonisme, ia telah menggunakan
Plato dan Stoicisme untuk menafsirkan Taurat. Demi memper-
tahankan kebudayaan ego (Yahudi) dari serangan the other (Yunani),
dan untuk menjaga agar ego tidak melebur ke dalam the other, Philon
memberikan reaksi yang berlawanan. Pemikiran Yunani ia pre-
tensikan sebagai bersumber dari ajaran-ajaran Musa. "Ini barang-
barang kita dikembalikan kepada kita".
Dengan demikian filsafat dapat digunakan sebagai instrumen
untuk menafsirkan T aurat secara spiritual. Demikian pula filsafat
Philon tentang "kalimat" bisa dijadikan alat untuk membaca Kris-
ten, mengingat "kalimat" dalam agama tersebut menempati posi-
si yang tinggi. Tetapi filsafat ruh Philon berbasis pada penging-
karan benda, keberadaan Tuhan pada setiap insan yang memberi-
kan keleluasaan kepada mereka untuk melakukan kontak lang-
sung dengan Tuhan, yang merupakan tujuan tertinggi man usia.
Sehingga filsafat Philon lebih melihat tafsir sebagai tujuan, bu-
kan perantara. Tafsir Phil on memposisikan Y ahudi sebagai jalan
menuju Tuhan, dan sebagai hakekat bukan sebagai syari'at seperti
yang dipahami para pendeta Kristen selama ini.
Sementara itu, Clement mencoba menyejajarkan keimanan
Kristen dengap. pengetahuan Yunani dengan merujuk kepada fil-
safat Plato, Aristoteles, Stoicisme dan Philon. U paya Clement itu
didorong oleh keinginannya untuk menciptakan filsafat Kristen
yang sistematis dan akurat tanpa mempedulikan darimana sum-

82Kajian tentang skolastik Alexandrisme, Yunani, Yahudi dan Kris-

ten dapat dipelajari oleh sekelompok peneliti dalam karya akademisnya,


sebagai bagian dari tradisi Mesir.
83 Philon hidup pada 30 SM-50 M.

196
her dan apa elemen-elemennya. 84 U ntuk mendakwahkan Kristen
kepada orang-orang Yunani, ia menjelaskan bahwa kehormatan
tidak dicapai dengan ilmu, melainkan dengan Baptis yang dapat
mengawinkan filsafat Yunani dengan ritus Kristen. Dari filsafat
ia beralih ke pendidikan. Dar'i paganisme beralih ke Kristen, dan
mendidik manusia untuk membiasakan diri dengan etika, serta
mengajarkan ilmu hikmah (wisdom) kepada mereka. Kemudian dari
pendidikan Clement beralih ke filsafat sejarah. Hukum untuk
Y ahudi, filsafat bagi Yunani, dan hukum, filsafat serta keimanan
untuk Kristen. Hukum sebagai tesa, filsafat anti tesa, dan keimanan
adalah sintesa.
Generasi skolastik Alexandrisme berikutnya adalah Ori-
gene. Perhatiannya ditunjukan pada pembelaan terhadap Kris-
ten dari serangan Celsus yang menuntut pemisahan Kristen dari
Y ahudi, karena kedua agama terse but dianggap memiliki per-
bedaan yang esensial. 85 Banyak tulisannya tentang Perjanjian
Baru yang bernada kritis. Anotasi dan kajianya terhadap Perjan-
jian Baru menggunakan metode tafsir simbolis, dan interpreta-
sinya menggunakan sistem interpretasi spiritual sesuai dengan
kecenderungan masa sekolastik Alexandrisme: neo-Platonisme,

84 Clement (150-217) masuk Kristen sejak kecil, sama dengan per-

jalanan pendiri skolastik Alexandrisme, Panten, yang menyeberang dari


Stoicisme ke Kristen. Karya-karyanya adalah "Nasehat untuk Orang-orang
Yunani", "Stromates", "Pendidik".
85 0rigene (185-254) lahir di Alexandria dan memeluk Kristen. Di

antara guru-gurunya adalah Clement dan Amonius Sacc'as, pendiri neo-


Platonisme. Origene kemudian menjadi rahib dan mendirikan
perpustakaan serta sekolah. Ia menulis buku "Perlawanan atas Celsus",
"Hexabala" yang mengkritik kitab Perjanjian Lama dan "Asas".
Keyakinannya tentang wujud yang mendahului ruh ala filsafat Timur
harus ditebus dengan hukuman pidana pada tahun 233. Banyak pendeta
gereja yang melawan dan mengkritik pendapat-pendapatnya, di antaranya
adalah Methode d'Olyimpie (311M), Pierre Alexander (312), Saint Ivan
(sekitar tahun 375), dan Taophelus yang menyerukan diadakannya
pertemuan Moskun untuk mengadili Origene. Tetapi Origene masih
mendapat pembelaan dari Saint Jerome.

197
Stoicisme, Gnosticisme, dan ajaran agama baru. Ia banyak menu-
lis buku nasehat dan buku ten tang keimanan. Buku-buku ini
melukiskan upaya Origene dalam memadukan Kristen dengan
ftlsafat Yunani, utamanya Platonisme; dan upayanya dalam mem-
bangun teori ten tang pengetahuan yang dimulai dengan iman,
kemudian ilmu alam, dan berakhir dengan hikmah Ilahi. Iman
mendorong terjadinya proses berpikir tentang alam, dan irpan
serta berpikir tentang alam akan bermuara pada tercapainya hik-
mah Ilahi. Di hi dang teologi, ia mempersembahkan buku ring-
kas ten tang teologi yang sempurna dan sistematis, serta diba-
ngun di atas konsep dasar tentang Tuhan, maieutic, penciptaan
alam dengan menafsirkan teori emanasi Plotinus sebagai pen-
ciptaan, "kejatuhan", terciptanya jiwa, graduasi kebakaan, ke-
bebasan perbuatan sebagai sumher munculnya kejahatan.
Jika menurut Plutarque dan Diogenes Laertius terbentuk-
nya kesadaran sejarah bersumber dari Yunani, maka lahirnya ke-
sadaran sejarah baru dalam Kristen Yunani bertujuan untuk men-
catat sejarah tiga abad pertama, yaitu masa labilnya ajaran Kris-
ten, perbedaan antargolongan, dan perlawanan atas heretisme.
Peristiwa ini terjadi di tangan Euse de Cesaree. 86 Meskipun le-
bih tepat disebut sejarawan daripada filosuf, namun ia memiliki
kecenderungan Platonis. Baginya, Plato dan Musa sama. Ia te-
lah melakukan beberapa upaya intelektual, di antaranya penaf-
siran Kristen dengan menggunakan tafsir simbolis; membela
Kristen dari serangan paganisme; dan membangun teori Trini-
tas dan penciptaan.
Kristen Yunani memasuki fase barn ketika concern pembe-
laan terhadap Kristen beralih ke Gnosticisme, lalu ke skolastik
Yunani, lalu ke pembentukan doktrin Kristen pada tataran teore-
tis yang disertai dengan upaya memperoleh justifikasi filsafat.

86Euse de Cesaree (265-340) adalah tokoh sejarawan gereja terbesar.

Ia lahir eli Sizarya Palestina dan belajar eli sekolah Pamphilos. Pada tahun
313M ia eliangkat menjaeli uskup eli Sizarya. Karyanya yang terpenting
dalam bahasa Yunani adalah "Sejarah Gereja", "Persiapan Injil", "Sejarah
Masa", dan"Esai tentang Penjelmaan Tuhan".

198
Proses itu terjadi dalam dua abad, abad ke-4 dan abad ke-5, yang
merupakan masa teolog-teolog besar Yunani seperti Gregoire de
Naziance, Saint Basile, Gregoire de Nysse, Theodoret dan Ne-
mesius. Gregoire de Naziance memposisikan ftlsafat sebagai pem-
bantu doktrin dan pada saat yang sama doktrin juga dipakai un-
tuk memperkaya filsafat. Dengan kata lain, satu sama lain saling
membantu. 87 Doktrin agama tidak membunuh filsafat, dan seba-
liknya ftlsafat juga tidak menghancurkan doktrin. Pola hubungan
semacam ini juga bisa dikatakan sebagai pembelaan terhadap fil-
safat ditinjau dari potensi filsafat dalam memahami doktrin dan
diterimanya doktrin karena dapat memperkaya filsafat. Karena-
nya, logika dapat menguak alam rahasia dan alam rahasia tidak di
luar jangkauan kaidah-kaidah logika. Dengan semangat filsafat,
ajaran Trinitas dapat dimunculkan tanpa mengurangi keesaan Tu-
han dan sifat-sifatnya. Trinitas adalah rahasia llahi yang tidak cia-
pat diketahui manusia.
Doktrin agama di kalangan tokoh-tokoh teo log akan selalu
berkisar antara monoteisme, Trinitas dan sintesa antara kedua-
nya. Saint Basile adalah salah seorang tokoh teo log yang masuk
dalam arus di atas dengan memusatkan perhatiannya pada per-
lunya mengenal tradisi nenek moyang, dan melakukan penafsiran
kitab suci dengan menggunakan filsafat Yunani. 88 Ia melawan
musuh-musuh filsafat Kristen dengan menggunakan filsafat Kris-
ten yang kesusastraanya dapat dimanfaatkan khususnya oleh para
pemuda. Ia juga berupaya menciptakan doktrin agama yang
filosofis dan sistematis berdasarkan konsep-konsep dasar: kemus-
tahilan menggambarkan Tuhan, penciptaan alam, terbentuknya
alam dari empat unsur.

87Gregoire de Naziance juga dijuluki Gregoire sang Teolog (329-


389), karena ia merupakan teolog besar pertama dalam Kristen yang
setingkat dengan Wolf, salah seorang tokoh rasionalisme pada abad ke-
17. Salah satu karyanya adalah "Diskursus Teologi".
88Saint Basile (330-379) atau Basile yang Agung telah menulis buku

"AnotasiatasEnamKitabTaurat", "PerlawananatasAmonius", "KepadaPara


Pemuda", "BagaimanaMemanfaatkanKesusastraan Yunanl'.

199
Gregoire de Nysse melanjutkan kiprah Basile dengan meng-
upayakan rasionalisme dan menjadikan jiwa sebagai fokus pemi-
kiran tentang alam, menggantikan fokus Tuhan dan alam. 89 Ka-
renanya, ia membahas hubungan jiwa dengan raga. Ia menetap-
kan perbedaan jiwa dengan raga untuk membuktikan kekekalan
jiwa, kebangkitan raga, kebebasan kehendak, dan adanya kewa-
jiban (taklifJ. Persoalan-persoalan inilah yang kemudian dibica-
rakan kembali pada abad modern diawali oleh Descartes. Ke-
nyataan ini menegaskan kebenaran hipotesa yang menyatakan
bahwa filsafat modern merupakan kelanjutan dari filsafat Kris-
ten pada masa Bapak Gereja dan masa skolastik, tetapi dengan
bahasa yang lebih jelas, rasionalitas yang lebih dapat diterima,
dan dengan kemampuan pembuktian yang lebih tinggi. Di sam-
ping itu Gregoire de Nysse juga membahas tentang kembalinya
alam material kepada Tuhan melalui proses penyelamatan. Inilah
konsep Kristen tentang jiwa yang belum pernah ada dalam fil-
safat Yunani.
Selanjutnya, Nemesius yang masuk dalam barisan Plato dan
anti Aristoteles memusatkan kajiannya pada masalah manusia dan
jiwa, sepeni pendahulu-pendahulunya. 90 Menurutnya, manusia
adalah makrokosmos dan alam semesta adalah mikro man usia,
sama dengan pendapat Ikhwan al-Shafa (Persaudaraan SueD. Manu-
sia terdiri dari raga, jiwa, dan akal. Jiwa memiliki daya fantasi,
daya ingat, dan daya pikir. Tuhan menjelma dalam jiwa yang ter-
pisah dari raga. Abad yang dilalui Nemesius juga merupakan abad
di mana Augustin, dalam Kristen Yunani, memfokuskan kajian-
nya pada persoalan jiwa. Hal ini membuktikan bahwa "ruh masa"
adalah satu, meskipun bahasa dan kebudayaannya beragam.

89Karya-karya Gregoire de Nysse (335-394) kebanyakan mengam-

bil tema tentang jiwa atau seputar jiwa seperti "Terbentuknya Manusia",
"Anotasi TerhadapKidung" dan "Utopia", "DialogdenganMakrina tentang
Jiwa danKeabadian".
90 N emesius (sekitar 400 M) menulis buku yang berjudul "Seputar

Karakteristik Manusia".

200
Kemudian berturut-turut muncul filosuf KristenYunani se-
perti Apollinarius yang mengingkari dimensi kemanusiaan al-
Maslh, berlawanan dengan Arius yang mengingkari dimensi ketu-
hanannya. 91 Augustin melawan kedua pendapat terse but dan me-
netapkan bahwa al-Mas1h memiliki dimensi ketuhanan dan di-
mensi kemanusiaan. Sementara Macyre !'Egyptian melakukan
anotasi material terhadap Kitab Suci dan Sinicius memberikan
interpretasi neo"-Platonis terhadap Kristen. 92
Konsep Kristen Yunani terus berkutat antara interpretasi
materialis dan interpretasi spiritual Platonis hingga kedatangan
Theodoret yang mencoba formula baru, yaitu unifikasi agama
dan filsafat dalam akal yang kekal. 93 Baginya iman mendahului
pengetahuan, dan pengetahuan menyertai iman. "Saya beriman
agar saya berakal, dan saya berakal agar beriman". Musa Tidak
berbeda dengan Plato. Musa pernah berbicara dengan bahasa
Yunani, tetapi Plato tidak pernah berbicara dengan bahasa Ib-
rani, baik secara literal maupun leksikal. Keberadaan filsafat
Yunani di bawah hakekat Injil adalah kondisi sakit; dan ke-
beradaan hakekat Injil di bawah filsafat Yunani adalah kondisi
imaginatif.
Pada akhir masa Kristen Yunani muncul beberapa buku yang
diduga ditulis oleh Denis Areopagite. 94 Buku-buku ini di anta-

91Apollinarius meninggal pada tahun 392M.


92Macyre l'Egyptian meningal pada tahun 395M.
93 Theodoret (386-485) menulis buku yang berjudul "Obat untuk

Penyakit Yunani atauHakekat Injil Berawal dariFilsafat Yunani".


94Denis Areopagite adalah seorang uskup Athena abad ke-1. Buku-

buku dimaksud di atas adalah "Sepuluh Esai", "Nama-Nama Tuhan",


"Tingkatan· Tingkatan Langit", "Tingkatan-tingkatan Gereja", "7beosojf'.
Namun belakangan diketahui bahwa buku-buku tersebut ditulis jauh
setelah masa Areopagite. Sebab di dalam buku-buku terse but terdapat
neo-Platonisme, doktrin gereja masa akhir yang tidak dikenal pada masa
sebelum abad ke-5. Sebagian pendapat mengatakan buku-buku tersebut
milik Pierre d'Iberie, seorang Uskup Georgia yang menjadi aktivis di
Timur. Pendapat lain mengatakan buku-buku tersebut ditulis jauh
sesudah masa Poerre d'iherie, bahkan ada yang berpendapat buku-buku

201
ranya mencakup ajaran Kristen yang sistematis dan menyerupai
beberapa karya abad pertengahan. Tuhan adalah pusat jagad raya.
, Darinya keluar segala sesuatu seperti malaikat, gereja, man usia
dan benda-benda. Hal inilah yang menjelaskan mengapa dalam
menggambarkan langit dan gereja disebutkan ada tingkatan-
tingkatan. Konsepsi ini lebih dekat ke teori emanasi, tetapi tidak
dalam hal unsur pembentuk alam; juga lebih dekat ke panteis-
me daripada ke doktrin resmi gereja tentang Tuhan, alam, Tri-
nitas, penciptaan, penjelmaan, penyelamatan.
Buku-buku di atas menjelaskan bahwa munculnya suatu
pemikiran tidak disertai dengan adanya penyerupaan ataupun
penjelmaan. Karenanya di sana dapat ditemukan paragraf-para-
graf Aproclus tentang monoteisme rasional yang juga dibahas oleh
Eriugene pada abad ke-9. Pusat perhatiannya yang tertuju pada
"Nama-Nama Tuhan" merefleksikan persoalan terbesar yang di-
hadapi abad pertengahan, yaitu persoalan universalitas: apakah
ia merupakan idea-idea dalam kesadaran, atau benda-benda riil
yang ada di alam semesta, atau bahkan hanya sekedar nama, ka-
limat dan bahasa. Buku-buku di atas merupakan upaya orisinal
dalam menciptakan filsafat Kristen Yunani yang bersandar pada
filsafat Yunani tanpa hams menjadi Yunani. Oleh karenanya,
buku-buku itu tampak lebih banyak melakukan kritik terhadap
filsafat Yunani daripada memaparkan filsafat Kristen, lebih ber-
sifat penafian daripada penetapan.
Kristen Yunani Barat ini kemudian diwarisi oleh Kristen
Byzantium Timur pada abad ke-6 dan ke-7. Meskipun Kristen

itu ditulis pada abad ke-10 atau bahkan abad ke-15, Sebab di dalam
buku-buku itu ditemukan kecenderungan Platonisme seperti yang
terdapat dalam karya-karya Nicolas de Cusa dan Jacob Boeheme.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa ruh masa mampu menghasilkan
buku-buku kolektif, seperti kelompok Kristen awal yang menghasilkan
beberapa Injil yang melukiskan ruh tradisi Yunani Timur, dan buku-
buku tentang seribu satu malam yang merefleksikan ruh peradaban Islam
pada abad ke-4 H. Buku-buku seribu satu malam ini merupakan yang
terpopuler di bidang filsafat agama sepanjang abad pertengahan hingga
abad kebangkitan.

202
Timur masuk dalam kategori sumber Timur, namun buku-buku
sejarah Kristen Barat ban yak memasukkan Kristen Timur ke
dalamnya. Hal ini membuktikan bahwa pihak ekstremisme selalu
dikelompokkan ke pihaksentrisme, Timur dikelompokkan ke Ba-
rat; sekaligus mengungkap rasialisme terpendam Barat pada
tingkat agama dan peradaban. Permusuhan antara Yunani dan
Latin berubah menjadi permusuhan antara Timur dan Barat,
ketika Byzantium Yunani mewakili Kristen Timur dan Romawi
Latin mewakili Kristen Barat. Kristen Timur adalah spiritualis-
me subyektif yang memandang hubungan manusia dengan Tu-
han dapat terjadi dalam bentuk amal kebajikan, sementara Kris-
ten Barat adalah dogmatisme-historis ritualistis. Kristen Orto-
doks produk Kristen Timur dan Kristen Katolik produk Kris-
ten Barat.
Di Mesir, Islam muncul dari Kristen Koptik yang lebih de-
kat ke Kristen Timur daripada Kristen Barat. Pujian al-Qur'a.n
terhadap Kristen Timur adalah pujian untuk pastur dan pende-
ta, sedangkan kritik al-Qur'an terhadap pemalsuan kitab suci
ditujukan kepada gereja Barat yang menulis Injil sesuai dengan
ajaran Trinitas, bukan disesuaikan dengan pernyataan tauhid. 95
Jadi, kita adalah pewaris Byzantium dan Ru, dan Timur bagian
dari sejarah kita. Trio Kristen-Byzantium-Yunani tidak merna-

95 "Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras

permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang


Yahudi dan musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat
persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang
yang berkata: 'Sesungguhya kami ini orang N as rani'. Yang demikian itu
disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat
pendeta dan rahib-rahib, uuga) karena sesungguhnya mereka tidak
menyombongkan diri. Dan apabila mereka mendengarkan apa yang
diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka
mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (al-Qur'an) yang telah
mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri) seraya berkata: 'Ya
Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-
orang yang menjadi saksi (atas kebenaran al-Qur'an dan kenabian
Muhammad)"' (Q. 5:82).

203
sukkan Romawi atau dengan kata lain, spiritualisme tanpa ma-
terialisme. Dari trio Kristen-Byzantium-Yunani, Kristen menye-
bar ke Timur dan Rusia. Sebelum ditaklukkan Islam, Byzantium
pernah melakukan perlawanan terhadap serbuan Barlhr Eropa.
Pemisahan Gereja Timur dari Gereja Barat pada abad ke-5 me-
negaskan adanya perbedaan Kristen Barat dan Kristen Timur,
terlepas dari apakah pemisahan tersebut disebabkan oleh "jerami
yang membelah punggung onta", ajaran, atau oleh perbedaan
pendapat tentang pernikahan pendeta.
Skolastik Alexandrisme pada abad ke-2 dapat dikatakan
sebagai awal Kristen Timur di Mesir, sebelum akhirnya juga
menyebar ke Byzantium. Dalam Kristen Timur berkembang
persoalan-persoalan pengetahuan, interpretasi, akal budi, illu-
minisme, atau dalam bahasa umat Islam, persoalan rasio dan
teks, interpretasi dan kitab suci. Keterbukaan Kristen Timur
terhadap filasafat Yunani didasarkan pada prinsip, apa yang be-
nar dan baik menurut filsafat juga benar dan baik menurut aga-
ma. Dengan bahasa kaum Muslimin, apa yang dianggap baik
umat Islam juga baik menurut Allah. Sikap ini juga dilakukan
oleh Ikhwan al-Shafa (Persaudaraan Suci) dan filosuf-filosuf Mus-
lim dulu. Kristen Timur memiliki keistemewaan, yaitu kelem-
butanjiwa.
Pada abad ke-7 dan ke-8, di tangan tiga filosuf dari Gaza,
Inee de Gaza, Procop de Gaza dan Zacharic de Meteline, filsafat
Byzantium mengalami perkembangan. Inee de Gaza mengawali
perubahan itu dengan menjadikan "jiwa" sebagai fokus kajian-
nya yang menggunakan model dialog Plato. T ema ini juga menja-
di obyek kajian Augustin dalam Kristen Latin dan pada awal mun-
culnya filsafat Eropa abad modern. Sementara Zacharic de Mete-
line memunculkan persoalan penciptaan alam, dan Procop de
Gaza juga memfokuskan kajiannya pada penciptaan alam serta
menentang pendapat yang menyatakan kekekalan alam. 96

lnee de Gaza (450-534), Zacharic de Meteline (meninggal sebelum


96

tahun 553), Procop de Gaza (465-529).

204
Kristen Timur juga membedah karya Aristoteles. Hal itu
dilakukan oleh Jean Philoppon yang melakukan anotasi terhadap
buku Aristoteles tentang jiwa. Dengan demikian Aristotelianis-
me bukan monopoli Kristen Latin, tetapi juga milik Kristen Yu-
nani. Akhir perkembangan Kristen Timur terjadi pada Stephane
d' Alexandrie yang mengungkapkan idenya tentang "semangat
biara" dan "sufisme rahib". Kemudian di tangan Leonce de Bi-
zance, Kristen Timur mengalami kemunduran, seperti kemun-
duran Yahudi di tangan Y ahudha Levy dan kemunduran Islam
di tangan al-Ghazall. Kristen Timur kembali ke esoterisme dan
takut melakukan imitasi.97
Maxime le Confesseur dengan anotasinya terhadap karya-
karya pendahulunya menjadi titik akumulsi Kristen Timur. 98 Ia
juga menciptakan ajaran yang filosofis dan sistematis. Menu-
rutnya, Tuhan adalah atom murni. Ia Bukanlah satuan-satuan
yang terbilang, melainkan zat yang satu. Pernyataan ini bagai
mengisyaratkan bakal munculnya gagasan-gagasan Leibnitz.
Maxime le Confesseur menciptakan ajaran Trinitas secara dia-
lektis, dimulai dari monisme, ke dualisme, dan kemudian ke Tri-
nitas. Lagi-lagi pendapatnya mengisyaratkan bakal munculnya
dialektika Fichte dan Hegel. Pengetahuan yang dibangunnya
menjauhi kesalahan basis empiris. Ia meyakini kekekalan jiwa;
mendirikan teosofi yang dipandang sebagai kenikmatan sufistik;
dan sebelum abad modern ia telah menyerukan pemisahan Gere-
ja dari negara. Jadi sekularisme adalah upaya Timur, sebelum
kemudian menjadi kritik pendeta Barat.

3. Kristen Latin
Setelah bahasa gereja Yunani menyebar ke dalam imperium
Romawi, dan setelah Raja Konstantin memeluk Kristen pada awal
abad ke-4, maka resmilah Kristen sebagai agama imperium. Pada
masa transisi dari kekuasaan imperium ke kekuasaan Kristen ba-
nyak para pembela Kristen menulis karya-karyanya dalam bahasa
Latin. T ersebutlah nama Augustin yang menjadi pelopor filsafat

97 Leonce de Bizance {475-542/543).

205
Kristen Latin sekaligus mewakili masa Bapak Gereja, baik eli Yu-
nani maupun Latin. Meskipun telah terjadi pergeseran dari Yu-
nani ke Latin, namun secara keseluruhan bahasa dan istilah fil-
safat yang digunakan masih tetap sama. Demikian pula kebu-
dayaan, kesusastraan dan mitologinya.
Pembelaan terhadap Kristen dengan bahasa Latin, pertama
kali dilakukan oleh Meliton. Ia menjelaskan bahwa kehadiran
al-Mas!h dalam imperium Romawi merupakan pertanda akan
datangnya pertolongan Allah. 99 Kristen adalah filsafat yang tidak
kalah he bat dari Stoicisme, tetapi ia filsafat orang-orang Kris-
ten. Kristen adalah kabar baik bagi imperium. Meliton tidak
mengkafirkan kaum paganis agar mereka juga tidak mengkafir-
kan umat Kristiani. Meliton termasuk orang yang gemar her-
dialog dan dapat menerima pendapat lawan agar lawan juga da-
pat menerima pendapatnya. Sikapnya ini membuat potret se-
jarahnya tampak sebagai sosok yang liberal. Penilaian ini sama
dengan apa yang dikatakan Augustin dalam "Kota Tuhan" yang
melawan serangan kaum paganis yang menuduh Kristen sebagai
agama dan etika yang harus bertanggungjawab atas kekalahan
imperium dari Alric, pemimpin Vandal. Tetapi pendapat lain
menilai sikap Meliton sebagai sikap menjilat, karena takut meng-
hadapi tekanan penguasa.
Kemudian muncul Sabelilus pada paruh pertama abad ke-3.
Ia mengubah aksi pembelaan Kristen Latin menjadi aksi pemben-
tukan ajaran. Menurutnya, Tuhan adalah satu yang memiliki tiga
keadaan atau tiga penjelmaan: Pencipta dan Penguasa atau Tu-

98 Maxime le Confesseur (580-662) melakukan anotasi terhadap

karya Gregoire de Naziance dan Denis 1' An~pagite dalam "Paragraf


ParagrafSulit Denis l ~ repagite dan Gregoire de Naziance". Ia juga berupaya
menjelaskan kerancuan-kerancuan dalam buku-buku lain dalam bukunya
"Kerancuan". Seperti para pendahulunya, Maxime le Confesseur juga
menulis buku tentangjiwa.
99Meliton hidup pada abad ke-2. Ia merupakan orang yang pertama

kali membela Kristen dengan menggunakan bahasa Latin. Bukunya


"Pembelaan" dikirimkan kepada Marcus Aurelius, imperatur Stoicisme
yang menindas pemeluk Kristen.

206
han Bapa, Penyelamat atau Tuhan Anak, dan Ruh Kudus. De-
ngan demikian ia telah meletakkan ajaran Kristen Ortodoks
dalam Trinitas. Namun orang tidak mudah menerima ajaran
terse but, dan oleh karenanya dilakukan penjelasan terhadap ajar-
an terse but. Ajaran ini memiliki banyak nama seperti, "Keadaan",
"Keadaan Kerajaan", dan "Kesengsaraan Bapa" .100
Di samping aliran Kristen Latin yang rasionalis, muncul pula
aliran lain yang didirikan oleh Montanus dan dua tokoh perem-
puan, Maximmilla dan Prisca. 101 Mereka menyerukan kehidup-
an asketis (zuhud) seperti yang dilakukan para sufi abaci ke-2
dalam peradaban Islam pada awal munculnya tasawuf. Kehidup-
an zuhud dimaksud adalah jalan hidup spiritual murni berdasar-
kan wahyu khusus dari Ruh Kudus. Mereka membedakan dosa
yang diperoleh karena perbuatan dengan dosa asal yang diper-
oleh karena kesalahan Adam. Yang pertama meupakan perbuat-
an be bas darr yang kedua perbuatan terpaksa.
SementaraT ertulian bersikap dogmatis dalam melihat per-
soalan iman yang dianggap sebagai hal di luar wilayah akal. 102 Ia
yang mengeluarkan adagium terkenal "Saya beriman karena iman
bersifat kontradiktif". Ia mempercayai hal-hal yang irrasional
serat memusuhi filsafat dan akal. Baginya iman lebih meyakin-
kan daripada akal. Namun demikian dalam menciptakan ajaran-
nya, ia tetap menggabungkan materialisme dengan Stoicisme.
Hal ini dilakukan untuk memperoleh simpati dari penuntut ke-

10°Keadaan Modal ism", "Keadaan Kerajaan ", "Modalistic Monar-

chianism", dan "Kesengsaraan BapaPatripassianism".


101 Montanus mengklaim dirinya sebagai Nabi. Menurutnya masa

kenabian masih berlanjut. Para pengikut lsa (al-Hawarfyun), begitu pula


Paulus adalah nabi. Selama beberapa waktu, T ertulian bergabung dengan
Montanus. Dan aliran ini berakhir pada abaci ke-4.
102 Tertulian (165-220/240) awalnya bergabung dengan Mon-

tanisme dan menjadi salah satu pemimpinnya dalam menghadapi


Kristen. Hal itu dilakukan karena kekagumannya terhadap etika
Montanisme. Kemudian ia masuk Kristen dan melakukan pembelaan
terhadapnya dalam "Pembelaan", "Hukum-hukum Heretisme", dan "]iwa",
Ia lebih pantas disebut sebagai pakar hukum daripada seorang filosuf.

207
bersamaan aspek material dan aspek spiritual seperti terlihat
dalam peristiwa penjelmaan. Allah bukan benda; ruh diturun-
kan dari Adam ke anak cucunya; dan jiwa adalah ruh internal.
Oleh karena itu Augustin memasukkan ajaran ini ke dalam ajar-
anKatolik.
Aja-ran Turtelian ini mendapat reaksi dari Menecius Felix
yang membuka jalan bagi terciptanya kebebasan berpikir dan
pluralisme yang dilindungi negara. 103 Setiap man usia berhak
memilih agama yang dianggapnya benar dengan mendapat per-
lindungan dari negara. Keberadaan intelektual Yunani yang
meyakini kebebasan berpikir ini telah memojokkan dogmatis-
me Kristen. Ajaran-ajaran mereka ini merupakan batu pertama
liberalisme dan pluralisme dalam kesadaran Eropa.
Pembelaan pendeta Gereja Latin terhadap Kristen, yang ber-
sifat penafian berlangsung selama abad ke-3 dan abad ke-4, dan
pada saat yang sama mereka juga menyusun ajaran keimanan yang
bersifat penetapan seperti dilakukan Arnob. 104 Penafian dimak-
sud di atas adalah memperlihatkan kerancuan paganisme yang
dengan sendirinya akan menempatkan Kristen sebagai penggan-
tinya. Penetapan dimaksud di atas adalah upaya membentuk Kris-
ten sebagai ajaran keimanan alternatif yang menggantikan skep-
tisisme kaum skeptisian dan teori-teori ftlosuf. Ajaran paganisme
dan pemikiran serta teori ftlasafat sangat kontradiktif. Kaum skep-
tisian telah menurunkan derajat manusia dan mengangkat derajat
binatang. Sementara al-Maslh mengangkat derajat tawhld dan
mewasiatkan sikap rendah hati. Seluruh persoalan yang teridenti-
fikasi dalam filsafat paganisme akan ditemukan solusinya dalam
iman. Arnob juga ingin mendirikan Kristen tanah air dan mem-
bentuk masyarakat Kristen yang berlawanan dengan pola kehi-
dupan para pertapa. Ia sendiri termasuk filosuf Kristen Latin per-
tama yang berpikir tentang masyarakat.

Salah satu karya Menecius adalah Octavius.


103

Arnob memiliki buku yang berjudul "Perlawanan atas Bangsa-


104

bangsa".

208
Kemudian Lactance membuktikan bahwa filsafat yang be-
nar sejalan dengan agama yang benar. 105 Sementara kaum paganis
menerima agama palsu karena kelemahan filsafat atau menerima
filsafat palsu karena kelemahan agama. Pengetahuan yang benar
dapat mengantar manusia menuju kebahagiaan. Lactance beru-
paya menciptakan teori-teori tentang alam agar Kristen tidak ter-
tinggal dari ilmu alam paganisme. Dalam iklim seperti inilah
muncul karya-karya seperti "Hermes Trinitas Agung", yaitu tuhan
Thut bagi orang-orang Mesir Kuno, Hermes dan Mercurius dalam
mitologi Yunani, dan Nabi ldris dalam Islam. Lactance memadu-
kan Plato dengan Phitagoras. Ia juga menekuni astrologi dan ilmu
kimia tradisional, serta menciptakan ajaran T rinitas, teori obstetric,
yaitu kelahiran anak dari bapak.
Kemudian di tangan Saint Hiller106 ajaran T rinitas menda-
pat tempat yang lebih luas dalam Kristen Romawi, mendampingi
masalah-masalah ilmu pengetahuan dan etika. Ia mencoba men-
jelaskan ajaran T rinitas dan membangunnya di atas met.afisika dan
etika, serta membuktikan kejelasan ajaran Kristen dan kerancuan
ajaran paganisme. Dalam filsafatnya, T uhan adalah wujud bukan
konsep, seperti termaktub dalam firman-Nya kepada Musa dalam
T aurat, "Aku adalah wujud yang ada,. Dengan demikian Saint
Hillertelah menyingkirkan bahaya penyekutuan yangterjadi karena
penyatuan materi dengan wujud.
Saint Ambroise mengakhiri periode pertama Kristen Latin
dengan melakukan interpretasi simbolik terhadap Kitab Suci, uta-
manya simbol-simbol etika bukan simbol-simbol alam. 107 Ia me-

105Lactance masuk Kristen sekitar tahun 300M. Raja Konstantin


mempekerjakannya sebagai guru bagi putranya. Karya-karyanya yang
terkenaladalah "LembagaKetuhanan", "PerbuatanAllah", "MurkaAllah".
Hasil kerjanya bisa dibilang sebagai pelopor sistematisasi madzhab.
106Saint Hiller menulis buku untuk orang yang mendatanginya

dengan judul "Trinitas".


107Saint Ambroise (333-397) adalah guru Saint Augustin. Karya-

karyanyaadalah "/man", "Penjelmaan", "Zabur",dan "TugasPastur".la


mempelajari Phil on dan Oriegene dan menjadi neo-Platonis.

209
nyetujui pendapat yang menyatakan keberadaan materi dan nilai-
nilai murni. Khotbahnya yang mirip siraman rohani banyak mem-
pengaruhi Augustin.
Dari Saint Abroise, Kristen Latin yang Platonis terbentuk
pada abad ke-4 dan mencapai puncaknya pada Saint Augustin,
kemudian terjadi grafik menurun pada Macrobe. 108 Inovasi fil-
safat memang belum terjadi. Tetapi "Ruh" Plato, yang merupa-
kan reaksi atas kekalahan Roma di tangan Sip ion Afrika, telah
ditemukan. Man usia adalah ruh dan badan akan binasa. Ruh ber-
tempat di langit, bukan di bumi. Kebaikan memancarkan akal,
dan akal memancarkan jiwa. Jatuhnya jiwa dapat ditolong dengan
kebaikan, akal dan keutamaan.
Pendapat di atas berbeda dengan Calcedius. Menurutnya,
dari Tuhan memancar materi, dan dari materi memancar pemikir-
an.109 Allah menjaga ilmu dan memperhatikan nasibnya, sedang-
kan yang terjadi dengan alam banyak bersifat kebetulan. Manu-
sia ditentukan oleh keberuntungan; dan Tuhan adalah causa pri-
ma bagi alam, dan bukan asal. Dari sini tampak bahwa filsafat
Yunani telah diartikulasikan dengan bahasa Kristen dan dalam
konsepsi alam Asy'arl: yang menjadikan Tuhan sebagai causa pri·
rna dan menentukan segala sesuatu. Kebudayaan Yunani terus
menguasai agama baru serta mempengaruhi substansi, bentuk,
makna, dan bahasanya.
Kristen Latin tidak hanya muncul di benua Eropa, tetapi
juga terse bar di Afrika, ketika bagian utara Afrika dan bagian
selatan Eropa menjadi dua sayap imperium Romawi di utara
dan selatan. Hal ini terjadi akibat hubungan dialektis pusat de-
ngan pinggiran, baik secara kompromistis maupun secara an-
tagonistis. Di an tara tokoh Kristen Latin dari Afrika adalah Mar-
ius Victorinus 110 dan Candide 1'Arien yang membicarakan raha-

108Macrobe melakukan anotasi terhadap "Mirnpi Sipion".

109 Calcedius menganotasi dialog-dialog Plato, dan di antaranya


adalah "Timaios".
110Marius Victorinus (363 M) yang datang dari pesisir Afrika
termasuk orang yang pro Roma. Mulanya ia menentang Kristen, tapi

210
sia Trinitas, 111 tanpa harus bertentangan dengan filsafat. Menu-
rutnya Allah tidak beranak dan tidak dianakkan, tetapi semua
itu adalah rahasia. Ajaran Kristen jelas tetapi diselimuti rahasia-
rahasia. Jadi, jelas bahwa monoteisme dan T rinitas merupakan
dua kutub utama dalam Kristen Latin. Ketika Islam datang, ia
masuk dalam barisan monoteisme menentang Trinitas. Begitu
pula ketika pendukung agama natural datang, mereka masuk
dalam barisan agama akal dan alam. Jadi, agama bukan rahasia-
rahasia dan ritus-ritus. Filsafat Yunani, Platonisme, atau neo-
Platonisme akan tetap berjasa dalam menggerakkan ajaran Kris-
ten dan membuatnya menggandrungi tauhid teoretis dan etika
praktis.
Ketika Augustin datang, ia mencurahkan perhatiannya un-
tuk melakukan teoresasi Kristen Latin dan sistematisasi yang
sempurna. Upaya Augustin membuahkan filsafat yang menjadi
prototipe filsafat Kristen Yunani dan Latin pada masa Bapak
Gereja. Augustin sendiri menjadi tokoh Bapak Gereja terbesar.
Filsafat pasca Augustin, baik yang skolastik, modern, maupun
yang kontemporer, semuanya berguru kepada filsafat Augustin.
Sebab filsafat Augustin adalah pilihan filsafat yang abadi, baik
yang esoterik, eksoterik, internal, eksternal, berdimensi waktu,
berdimensi ruang, Husserl, Bergsson, dan seluruh filosuf ideal-
isme spiritual mulai awal hingga akhir kesadaran Eropa. 112

akhirnya ia masuk agama terse but. Ia menganotasi beberapa tulisan


Paulus seperti "Surat Untuk Warga Ghalatha", "Surat Untuk Warga
Philipina", "Surat Untuk Warga Ephese". Ia juga menerjemahkan buku
"Tasu'at" ke dalam bahasa Latin. Dua karyanya adalah "Perlawanan atas
A rius" dan "Lahirnya Kalimat Ilahi". Sosok Marius Victorinus ini boleh
dibilang merupakan pertanda bagi kemunculan Augustin.
lllCandide 1'Arien memaparkannya dalam "Keberanakan Tuhan".
112 Augustin (354-430) lahir di Afrika Utara. Cartagena, Roma dan

Milano adalah kota di mana ia pernah bela jar dan mengajar. Ia masuk
Kristen pada tahun 386M. Setelah kern bali ke Afrika Utara ia mendirikan
kelompok rahib dan menjadi uskup Hippo tahun 395-430. Kehidupan
intelektualnya dimulai ketika ia mengadakan dialog dengan Ciceron
tentang "Hortensius". Sebagian buku "Tasu 'at" pernah dibacanya. T ema

211
Pikiran-pikirannya banyak melawan arus madzhab filsafat
dan ajaran agama pada masanya. Berbeda dengan kaum skepti-
sis, ia menetapkan bahwa mengetahui sesuatu adalah hal yang
mungkin, atau bahwa pengetahuan dapat mengantar manusia
kepada keyakinan dan kebahagiaan. 113 Kristen berhasil mewu-
judkan dua tujuan sekaligus, sementara paganisme tidak mam-
pu melakukan hal terse but. Begitu pula, akal dapat mencapai
sebagian hakekat Kristen. Ia membuktikan kepada Manesianis-
me bahwa keburukan tidak berada di alam, juga bukan apa yang
masuk ke dalam batin manusia, tetapi ada dalam jiwa dan keluar
dari batin manusia. 114 Ia menggunakan bahasa filsafat untuk
membuktikan keterkaitan filsafat dengan agama dan agama de-
ngan filsafat. Keduanya sama-sama mengupayakan kebijaksa-
naan dan kebahagiaan. 115 Pengajaran jiwa dilakukan melalui peng-
ajar internal bukan dengan bahasa. 116 Jiwa bersifat kualitatif bu-
kan kuantitatif. Dan inilah salah satu bukti kekekalan jiwa. Jiwa
merindukan kedisiplinan internal, dapat mengerti bahasa musik,
dan memiliki bahasa internal. 117
Setelah masuk Kristen, ia menjelaskan hakekat Agama de-
ngan bahasa fusafat untuk menyerang kelompok-kelompok Kris-

iman dan akal menjadi salah satu bahasan pokok dalam hidupnya. Dialah
yang meletakkan prinsip "iman mencari akal", atau "saya beriman agar
saya rasional". Jargon ini terus menggema hingga a bad ke-11 dalam
sosok Anselme. Meskipun pengaruh neo-Platonisme tampak jelas
padanya, namun ia tak sempat mempelajari kesusastraan Yunani. Ia lebih
menggandrungi kesusastraan Latin, dania menguasainya dengan baik,
bahkan menjadi kampiunnya.
mHal tersebut dijelaskan dalam bukunya "Perlawanan atas Kaum
skeptisis".
Hal itu disebutkannya dalam "Perlawanan atas Manesianisme"
114

115Penjelasan iniia paparkan dalam "Hidup Bahagia".


116Lihat pendahuluan karya terjemah saya terhadap beberapa dialog

"Pengajar" dalam "BeberapaModel Filsafot KristenAbadPertengahan", hal


3-99, Anglo Mesir, cet. ID (dicopi dari cet. II), Kairo, 1978.
117Augustin memaparkan hal terse but dalam dialog-dialognya

"Kuantitas ]iwa", "Kekekalan Jiwa", "]iwa dan Sumber·Sumbernya",


"Kedisiplinan", "Musik", dan"Bahasa ]iwa".

212
ten yang menyelewengkan agama, baik pada tataran konseptual
maupun penjabaran implementatifnya. 118 Dalam "Pengakuan", ia
mengisahkan perkembangan spiritualnya dalam sebuah oto-
biografi yang merekam masa kanak-kanaknya yang pertama,
hubungannya dengan teman-temannya, perasaannya tentang ke-
jahatan, hubunganya dengan aliran-aliran filsafat dan kelompok-
kelompok agama pada masanya, petualangan asmara, kehadiran-
nya dalam majlis Ambroise untuk mendengarkan anotasinya ter-
hadap surat Paulus "Surat Untuk Orang-orang Ibrani", dan teori-
nya tentang keselamatan dengan iman bukan dengan perbuat-
an. Pelajaran-pelajaran ini merupakan sebab langsung kepindah-
annya ke agama baru. Dalam buku kesepuluh ia menyebutkan
teorinya yang terkenal tentang waktu dan dimensinya, keingat-
an, dan keabadian. Semua teorinya itu, juga karyanya "Penga-
jar", "Musik", "Kedisiplinan", "KebebasanKehendak", digunakan
untuk membuktikan keberadaan Tuhan.
Perang besarnya dimulai ketika ia harus menghadapi para
pemimpin kelompok-kelompok Kristen pada masanya seperti Pe-
lagius, Arius, Apolinarius, dan Donatus. Pelagius menyatakan
adanya kebebasan kehendak, bahwa manusia dapat memperoleh
keselamatan tanpa harus mendapat anugerah Tuhan. 119 Pelagius
mengingkari "dosa asal" dan perlunya Baptis untuk membebas-
kan diri dari dosa tersebut. Baginya kematian bukanlah siksa atas
suatu kesalahan. Ia menjadi prototipe filosofKristen Stoicisme
lama atau Kantianisme baru. Dalam hal ini Augustin melawan
pendapat-pendapat Pelagius tersebut. Seperti pendapat Asy'arian,
ia berpendapat bahwa anugerah Tuhan ada dan diperlukan agar
manusia memperoleh keselamatan. 120

11S0i antara karyanya yang membicarakan hal di atas adalah "Agama


Yang Benar" dan"Manfaat Puasa".
119Pelagius hidup di Inggris. Dan pengikutnya tersebar di Afrika,

Roma, dan Palestina.


120Perlawanan Augustin ini ditulis dalam bukunya "Kebebasan

Keheruhk".

213
Dua perang berikutnya adalah perdebatannya tentang karak-
teristik al-Masih. Yang pertama dengan Apolinarius yang meng-
ingkari dimensi kemanusiaan al-Masih dan dilawan oleh Augus-
tin dengan membuktikan dimensi kemanusiaan sekaligus dimen-
si ketuhanan al-Maslh. Yang kedua dengan Arius yang mengingkari
dimensi ketuhanan al-Maslh untuk membedakan substansi manu-
sia dengan Tuhan. 121 Augustin menyanggah pendapat ini dengan
membuktikan kesatuan dan keterbilangan T uhan "satu dalam tiga
dan tiga dalam satu". Berarti Tuhan memiliki dimensi kemanu-
siaan sekaligus dimensi ketuhanan.
Kemudian Augustin memasuki perang politiknya dalam per-
debatan di seputar hubungan agama dengan politik. Yang per-
tama dengan Donatus, seorang Pastur Afrika. Dan yang kedua
dengan orang-orang yang menuduh Kristen sebagai yang ber-
tanggungjawab atas kekalahan Roma. Ketika imperatur meme-
luk Kristen dan menjadikan Kristen sebagai agama resmi nega-
ra, ia memerintahkan umat Kristiani untuk menghentikan per-
lawanan dan melakukan kerjasama dengan penguasa. Perintah
ini ditolak Donatus yang mewakili suara pihak daerah di Afrika.
Donatus menuntut perlunya melanjutkan perlawanan sebagai
penghargaan kepada para pejuang yang telah mengorbankan
nyawanya dan darahnya yang bel urn mengering. Gereja lokal di
Afrika Utara tidak menerima keputusan pusat Roma. Donatus
menyerukan diadakannya Baptis kedua dengan nama Kristen
lokal. Sebab orang-orang yang bersalah tidak dapat mengikuti
Misa.
Augustin membela keputusan politik dan agama penguasa
pusat. Ia menghadapi penentangan pihak daerah dengan meng-
atasnamakan baptis pertama dan kedua ketika Roma mengalami

121Apolinarius (310-390), Arius (256-336). Pertemuan Nicea I


pada tahun 325 mengecam Arius secara halus. Pertemuan Konstantino-
pel tahun 381 kembali mengadakan pemungutan suara untuk me-
ngecam Arius secara terang-terangan. Pengecaman ini ditulis Augustin
dalam "Trinitas" dan"Ajaran Kristen" untuk mempublikasikan Perte-
muan Nicea I.

214
kekalahan pertama dalam sejarah eli tangan Alaric dan orang-orang
meletakkan tanggung jawab at as kekalahan terse but kepada aga-
ma Kristen dan etikanya yang pasif serta tanpa perlawanan. Au-
gustin menulis bukunya "Kota Tuhan" untuk membela Kris-ten
dan bahwa Kristen tidak bersalah dalam kasus kekalahan Roma.
Sepanjang sejarah, sejak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, hingga Isa,
Kota Tuhan selalu menang. Kota Tuhan adalah kota para nabi
yang membawa wahyu dan orang-orang mengimani-nya. "Kota
Bumi" -lah, yang mendasarkan etika paganisnya kepada kekua-
tan bukan kepada kebenaran, yang bertanggungjawab atas kekala-
han Roma. Di atas kekuatan selalu ada kekuatan lain.
Augustin menggambarkan sejarah manusia sebagai sebuah
perseteruan yang terjadi antara "Kota Tuhan", yaitu orang-orang
yang menjadikan anugerah Tuhan sebagai inspirator bagi perbu-
atannya, dengan "Kota Bumi" yang elidasarkan pada kecintaan ter-
hadap benda yang bersifat temporal. Perseteruan ini berakhir de-
ngan kemenangan "Kota Tuhan", yaitu kota spiritual yang tidak
dapat ditemukan di sembarang tempat. Dan personifikasi "Kota
Tuhan" eli bumi adalah gereja. Hal ini mempunyai pengaruh besar
terhadap gerakan reformasi agama yang menentang gereja. Gereja
diposisikan sebagai "Kota Bumi" dan reformasi agama diposisi-
kan sebagai "Kota Tuhan" yang baru. Augustin mengakhiri ke-
hidupan intelektualnya dengan tulisan-tulisanya yang menganotasi
Taurat dan Injil, utamanya Kitab Mazmur dan Injil Y ohanes, de-
ngan menggunakan interpretasi simbolis yang dasar-dasarnya te-
lah diletakkan oleh Alexandrisme.
Sebelum Kristen Latin memasuki bidang lain, interaksi po-
litiknya dengan ajaran Yahudi seperti khitan, cukur, dan perlu-
asan agama Y ahudi, serta interaksi politiknya dengan imperi-
um Romawi untuk membangun teokrasi dan kelas pendeta, te-
tap berlangsung. Gereja adalah pewaris imperium, pendeta wa-
kil imperatur, dan kota langit pewaris kota bumi. Masuknya Kon-
stantin ke dalam Kristen memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan Kristen di bidang politik. Para pendeta menjadi
penguasa negara dan gereja memanfaatkan Kristen untuk menda-
patkan keuntungan. Patung-patung pengikut al-Mas!h, patung

215
al-Masih dan patung Bunda Maryam menggeser popularitas
paderi, kaisar, menteri, dan para pemimpin angkatan bersenja-
ta. Lambang-lambang agama Roma berubah menjadi misa Roma
dengan lonceng, upacara, bendera, lagu dan salibnya. Kekua-
saan pendeta semakin kokoh setelah runtuhnya imperium Ro-
mawi dan ibukotanya dipindahkan ke ibukota imperium Romawi
Kristen baru.
Roma bukan "Kota Tuhan", melainkan "Kota Bumi" yang
mengalami perkembangan baru setelah munculnya kekuatan so-
sial baru herkat jasa agama baru. Roma adalah fen omena sejarah
mumi, mengingat tersebamya Kristen dari Timur ke Barat, dari
daerah ke pusat, dari wilayah jajahan-Palestina dan Mesir-ke
wilayah metropolitan Roma. Seandainya Kairo yang menjadi pu-
sat imperium Romawi Kristen baru, pada masa lalu menjadi ibuko-
ta imperium Romawi, maka Kairo pun akan menjadi kota suci,
"Kota Tuhan".
Perubahan baru ini mendapatkan teoresasi dari Paul Aurus
yang menyebutkan bahwa Tuhan adalah sumber kekuasaan pen-
deta. T eoresasi Paul Aurus merupakan reaksi atas kekalahan Roma
di tangan suku Ghots dan bentuk pelarian dari Roma ke Afrika.
Dari dalam benua Eropa sendiri Roma telah menjadikan pihak
daerah sebagai pusat. 122 Pendapat Paul Aurus ini mendapat du-
kungan dari Gilas. 123 Jadi imperium adalah anak gereja, tetapi pen-
deta bukan anak imperium.
Ketika kekuasaan,sekular muncul kembali, terjadi perseteru-
an antara kekuasaan imperium dengan kekuasaan Gereja. Impe-
rium Romawi muncul kembali dengan bentuk barunya untuk
mengalahkan Gereja. Kekuasaan agama pun tersingkir dan me-
relakan diri terkurung di Vatikan di bawah semboyan "negara ber-
daulat di dalam negera berdaulat" untuk menutupi keadaan yang
sebenarnya. T etapi sebenarnya kerjasama kedua kekuasaan terse-
but pada masa misionarisme dan imperialisme masih tetap her-

122Hal ini ia paparkan dalam bukunya "Perubahan Kekuasaan Ilahi

adalah Pertolongan Tuhan ':


123 Seorang Pendeta Roma (492-496).

216
langsung. Agama menjadi pengantar politik, ketika para pastur
memulai dakwahnya untuk melapangkan jalan bagi para jendral,
dan sebaliknya politik menjadi pengantar agama, ketika para jen-
dral memulai serbuannya untuk melapangkan jalan bagi dakwah
para pastur.
Kemudian Kristen Romawi mengambil bentuk baru de-
ngan melakukan perubahan pada tingkat pemikiran dan ajaran
dari gaya Platonisme ke gaya Aristotelianisme. Seolah-olah neo-
Platonisme telah mengeksploitasi seluruh kemampuannya dan
mencapai puncaknya pada Saint Augustin. Lalu mucullah Boet-
hius yang menerjemahkan dan menganotasi karya-karya Aris-
toteles dari bahasa Yunani ke bahasa Latin. Kerja Boethius ini
berhasil mengangkat wacana Aristotelianisme menjadi kebu-
dayaan urnurn yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan aga-
ma baru. 124 Ia menerapkan kaidah logika lama dan bersandar
hanya pada akal dalam memaparkan persoalan iman Kristen,
meskipun diakuinya akal berbeda dengan iman. Filsafat adalah
cinta kebijakan, dan agama merupakan bentuk simbolisnya. Fil-

124Boethius (480-524/425-470) adalah seorang filosuf Romawi yang


dihukum mati oleh Raja Ghots, Theodorik. Beberapa karya Aristoteles
di bidang logika: Analyitca Priora, Analytica Posteriora, De lnterpretatione,
dan De Shopisticis Elenchis, ia terjamahkan ke dalam bahasa Latin. Begitu
pula karya Porphyre lsagoge, yang selama abad pertengahan menjadi teks
pegangan di bidang logika, ia tejemahkan dan anotasi. Karya Aristoteles
yang ia anotasi adalah Categoriae, Analytica Priora, A nalytica Posteriora, De
Sophisticis Elenchis. Ia juga menerjemahkan karya Plato untuk menjelaskan
persamaan Plato dengan Aristoteles dan bahwa keduanya saling
menjelaskan. Hal yang sama juga dilakukan oleh al-Farab1 dalam
"Pemaduan Dua Pendapat Orang Bijak, Plato yangMenuhan danA ristoteles
yang Bijak". Perhatiannya dicurahkan untuk penerjemahan, anotasi,
pemaduan, pengutipan yang diharapkan dapat membuka jalan bagi
terciptanya fase inovasi. Beberapa karyanya di bidang matematika, Dasar-
Dasar Matematika, Geometri; di bidang musik, Dasar-Dasar Musik; di
bidang teologi, "Buku-Buku Kecil", "Kitab Suci Trinitas, Pemahaman dan
UpayaMenemukan Doktrin", serta buku "Lipuran Filsafat" yang ditulisnya
di penjara.

217
safat berdiri sendiri terlepas dari kitab suci. Ia dapat melakukan
pembuktian dan menemukan hakekat-hakekat. Filsafat, baik pada
tataran teoretis maupun praktis, dapat mengetahui hakekat ser-
ta mengaplikasikannya. Dengan berpadunya akal dan iman, fil-
safat dan agama, tujuan keberadaan agama di dunia dapat di-
gambarkan. Segala sesuatu yang ada di dunia, seperti kekayaan
alam dan lainnya, adalah kesenangan, dan Tuhan adalah keba-
ikan sejati. Tuhan satu, dan tiga adalah satu. Dengan demikian
Boethius telah mencapai monoteisme rasional murni seperti yang
dicapai oleh filosuf modern serta teolog Muslim. Dengan akal-
nya manusia mampu membedakan mana yang baik dan yang
buruk. Dengan kebebasan kehendaknya manusia dapat menen-
tukan pilihan baik atau buruk. Semua itu terjadi tanpa ada cam-
pur tangan sifat 'lim Tuhan sama sekali.
Demikianlah, Boethius mengubah filsafat Kristen dari Pla-
tonisme menjadi Aristotelianisme; mempersembahkan filsafat
rasionalis-antroposentris yang lebih dekat ke Mu 'tazilah daripa-
da ke Asy 'ar£yah; bahkan ia telah menyumbangkan sikap baru,
istilah-istilah dan metodologi kepada abad pertengahan. Ia meru-
pakan filosuf Romawi terakhir sekaligus filosuf pertama masa
skolastik. Kedudukannya setara dengan al-Farab1 yang menyem-
purnakan logika Aristoteles dalam filsafat Islam, dan setara de-
ngan Mu 'tazilah dalam teologi Islam.
Cassidore mengikuti jejak Bhoetius di bidang etika. 125 Ia
menggabungkan materialisme dengan Stoicisme: antara keingin-
an menetapkan keberadaan dunia material dengan keinginan ber-
pegang pada etika individual yang ideal; antara etika heroisme
individual dengan kemampuan menguasai hawa nafsu. Di masa
silam Stoicisme telah berhasil menggabungkan pandangan mate-
rialis terhadap alam dengan pandangan etis terhadap man usia.
Oleh karenanya Stoicisme tumbuh subur dalam filsafat Islam dan
filsafat Barat di abad modern, khususnya pada Spinoza dan Kant.

Cassidore (477-570) menganotasi "Deanimia" karyaAristoteles.


125

Ia juga menulis buku yang berjudul "Lembaga Ketuhanan dan Lembaga


v . "
n.ernanus/£laTZ •

218
Sependapat dengan Seneca, Martin Paracare mengutamakan as-
pek etika Stoicisme di atas aspek fisika. 126 Ia berpendapat bahwa
kehidupan beretika adalah kehidupan mulia.
Kemudian Gregoire Yang Agung kern bali melakukan pem-
belaan terhadap Kristen, setelah masa pembentukan teoretis te-
lah atau hampir usai. 127 Pembelaan Gregoire dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan Gereja dan agar peradaban Yunani dan Ro-
mawi dapat diwarisinya. Munculnya bahasa Latin sebagai bahasa
Kristen adalah hasil upaya Gregoire terse but. Bahasa Latin bu-
kan lagi sebagai bahasa orang-orang Iama, jika tidak justru berten-
tangan. Kecenderungan humanisnya merupakan cermin-an se-
mangat baru yang menandai berakhirnya masa lalu dan di-mu-
lainya masa baru.
Isadore de Seville yang datang berikutnya mem!mat ensiklo-
pedi pengetahuan rasional dan filsafat Kristen baru yang lebih
menyerupai filsafat rasional-formal murni daripada filsafat aga-
ma; lebih tampak seperti ilmu Hikmah daripada ilmu UshUl al-
D£n. Kajiannya tentang makna derivatif menipakan upaya mele-
takkan dasar-dasar filsafat bahasa, seperti dilakukan oleh Martin
Heidegger dan ahli-ahli bahasa kontemporer lainnya. 128 Melihat
uraian di atas tampaknya persoalan universalia yang melanda fil-
safat skolastik berawal dari Boece dengan anotasinya terhadap
"Isagoge" dan gagasan Isadore de Seville tentang makna derivatif.
Sebagaimana masuknya Spanyol ke dalam kancah perang kebu-
dayaan pada akhir masa Bapak Gereja (Patristik) berkat jasa ke-
budayan Islam di Andalusia, juga mengawali kiprah Spanyol di
masa skolastik.

126Martin Paracare meninggal tahun 580 M.


127Gregoire Agung (540-604) memiliki karya anotasi nominal
terhadap Kitab Suci (Kristen-peny.).
128lsodore de Seville meninggal tahun 636 M. Salah satu karyanya

adalah "KataAsal".

219
C. Filsafat Skolastik (Abad ke-8 M - Abad ke-14 M)

Fase kedua filsafat Kristen adalah filsafat skolastik. Fase ini


dimulai semenjak abad ke-8 M hingga abad ke-14 M, menjelang
masuknya masa kebangkitan. T etapi masa permulaan dan masa
akhir fase ini tidak memiliki batas yang jelas. Yang dimaksud de-
ngan abad ke-8 juga meliputi abad ke-7. Demikian pula yang di-
maksud dengan abad ke-14 kadangjuga masuk pada abad ke-15.
Sebab periodisasi sejarah, seperti juga pembagian musim, memang
memiliki masa permulaan dan masa akhir yang saling tum pang
tindih. Fase filsafat skolastik, seperti fase Bapak Gereja, berlaag-
sung selama tujuh abad. Demikian pula fase setelahnya yang ter-
jadi pada abad modern juga berlangsung selama tujuh abad dimu-
lai dari abad ke-15 hingga abad ke-21.
Fase skolastik diawali dengan penyebaran kebudayaan Latin
ke Utara, dan perubahanJerman dari paganisme menjadi Kris-
ten. Perubahan ini terjadi pada masa perpindahan Kristen dari
Eropa Selatan ke Eropa Utara sepanjang abad ke-8. Selama itu
tidak pernah terdengar terjadi inovasi di bidang filsafat. Penye-
baran kebudayaan Latin saat itu masih bersifat horisontal, bukan
vertikal; hanya di permukaan, bukan secara mendalam. Sebagai
proses penyebaran peradaban, hal di atas dapat dianggap wajar,
di mana manusia masih dalam tahap pengalaman keimanan dan
belum mencapai tahap teoresasi keimanan itu sendiri.
Filsafat Kristen mulai muncul pada abad ke-9 di tangan Eri-
ugene yang hidup semasa dengan al-Kindl. Kemudian pada abad
ke-1 0 filsafat Kristen muncul dalam filsafat Yahudi di tangan Isaac
Israel, Sa'!d ibn Yusuf al-Fayyum!, dan Dawud ibn Marwan al-
Mukamis yang berada dalam atmosfir Islam. Tetapi pada abad
ke-10 tidak terjadi inovasi filsafat Kristen. Sebab pada saat itu
filsafat Kristen baru sampai pada tahap imitasi dan belum masuk
pada tahap inovasi. Apalagi perkembangan filsafat pada masa itu
terjadi di sayap Timur, yaitu dunia Islam. Kemunculan filsafat
Kristen abad ke-11 ditandai dengan perseteruan yang terjadi an-
tara kaum dialektis dengan kaum teolog; perubahan dari Platonis-
me ke Aristotelianisme; perubahan dari iman ke akal; dan mun-

220
culnya problem universalia oleh Anselme dan Roscelin. Filsafat
Kristen masih terus eksis hingga abad ke-12 ketika sekolah-sekolah
dan akademi mulai didirikan, dan ketika filsafat Kristen mulai
bergeser dari gereja dan tempat-tempat peribadatan. Hal yang
sama juga terjadi pada filsafat Y ahudi yang terus eksis dan men-
capai puncaknya pada M..ls£ ibn Maym..ln.
Gelombang penerjemahan dari Arab ke Latin, baik secara
langsung atau melalui terjemahan Ibrani, telah menciptakan pi-
lar baru bagi filsafat Kristen. Hal ini terjadi pada abad ke-13 di
mana filsafat Kristen mencapai puncaknya di tangan Albertus
Magnus dan Thomas d'Acquin. Pada abadke-14 di tangan Wil-
liam Ockham dan Jean Gerson dari filsafat Kristen, serta Levi
Ben Gerson dan lain-lain dari filsafat Y ahudi, teologi berubah
menjadi ontologi dan rasionalisme membuahkan ilmu penge-
tahuan. Tetapi perubahan tersebut tidak dapat mencegah mun-
culnya tasawuf kontemplatif Eckhart dan Tauler yang meng-
indikasikan bakallahirnya era kebangkitan. Dengan meng-
gunakan periodisasi peradaban Islam, masa skolastik dalam fil-
safat Kristen yang terjadi dari abad ke-8 hingga abad ke-14 ada-
lah masa keemasan kita yang terjadi pada abad ke-2 hingga abad
ke-7 Hijriyah. Pada akhir masa terse but datang Ibn Khald..ln un-
tuk mencatat sejarah peradaban Islam dan datang Ibn Taym.lyah
untuk melakukan revitalisasi dan gerakan reformasi yang ke-
mudian mengilhami terjadinya gerakan reformasi agama pada
abadlalu.

1. Perpindahan Kebudayaan Latin dari Selatan ke Utara


Masa imitasi selalu mendahului masa inovasi. Karenanya masa
imitasi filsafat Kristen terjadi pada abad ke-8 dan masa inovasi
baru terjadi abad ke-9. Imitasi filsafat Kristen ditujukan kepada
dua hal. Pertama kesusastraan lama atau kesenian be bas, khusus-
nya kesusastraan Italia yang berkembang dan masih tetap bersi-
nar pada akhir era Bapak Gereja abad ke-6. 129 Kedua imitasi ini

129Di antara tokohnya yang terkenal adalah Fertona {530-609), Paul

Winfrid dan Pierre de Pise.

221
ditujukan kepada Kristen, pendidikan uskup, dan upaya mem-
persiapkan para penda.}twah untuk mendirikan gereja. 130
Aldhelm de Malmeabury memperkenalkan kesenian be bas
dan kesusastraan lama di lrlandia dan lnggris. Ia juga menulis
"Perawan" yang membicarakan nilai baru yang dibawa Kristen
tentang kehamilan "Sang Perawan". Langkah ini diikuti oleh Bede
le Venerable dan Benoit Biscop. Keduanya memindah kesusas-
traan lama, khususnya prosa dan puisi, dan melakukan penulisan
sejarah agama untuk lnggris. 13.1 Sementara Winfrid mencoba
mempersiapkan uskup-uskup bangs a 1erman untuk menata
kembali gereja yang porak-poranda, dan untuk membangun
kern bali agama yang dihancurkan oleh generasinya sendiri. 132
Uskup-uskup pada masanya adalah orang-orang sekular yang
mau melakukan zina dan mempunyai kekasih, tetapi juga mem-
baca Injil. Alcuin mencurahkan perhatiannya untu~ merevital-
isasi tradisi lama. Tetapi secara inkonsisten ia melarang pagan-
isme dan mengharamkan pembacaan Firjil (sic!) (kemungkinan
yang benar adalah lnjil-penerjemah). Alcuin juga terpengaruh
oleh Augustin di bidang psikologi. 133 Ia memperhatikan pemikir-
an politik sebagai ekspresi penjelmaan roh, seperti yang dilaku-
kan Augustin dalam "Kota Tuhan". 1ejak Alcuin diikuti bebera-
pa filosof lain, di antaranya adalah Theodulf d'Orleans yang
memiliki perhatian kepada persamaan antara Utara yang paga-
nis dengan Selatan yang berperadaban, civilisasi Eropa, dan
persamaan antara Eropa dengan Roma dan Athena. 134 Kemudi-

1 30ffal itu terjadi terutama di Irlandia, lnggris dan Jerman. T okoh-


tokohnya berjumlah puluhan orang, dan yang paling terkenal adalah
lim;t orang: Aldhelm de Malmeabury (639-709), Bede le Venerable {673-
735), Alcuin (730-804), dan Rabin Maur (784-856).
131Bede le Venerable, menulis buku yang berjudul "Seni Puisi".

132 Winfrid adalah uskup pertama di kota Mainz. Meninggal tahun

785 dan namanya diubah menjadi St. Bonefas. Salah satu karyanya adalah
"MembuatBagian-BagianKalimaf'.
133Alcuin menulis buku yang berjudul "Aka/ Jiwa".

134Di samping Thedoluf d'Orleans ada Pauline d' Aquilee {820 M)

dan Agobard yang mengangkat diri sebagai uskup sekitar tahun 804 M.

222
an Abbe de Saint Martin de Tour Fredgez mencoba mendirikan
filsafat Kristen yang menolak ketiadaan. 135 Filsafat Kristen me-
netapkan adanya ke-tiada-an agar dijauhi manusia. Ke-tiada-an
adalah kegelapan dan ke-ada-an adalah cahaya. Hal ini merupa-
kan penyerupaan metaforis yang memandang ke-tiada-an sebagai
hal yang riil seperti pendapat Heidegger dan Sartre, dan bukan
sekedar sebagai sudut pandang atau abstraksi seperti pendapat
Augustin dan Bergson. Di Jerman ada Rabin Maur yang melaku-
kan peran yang sama qengan Alcuin di Prancis. 136 Kemudian
muncul banyak misionaris, terutama di Jerman, yang sama se-
kali tidak memiliki ambisi filsafat metafisika. Mereka hanya ber-
maksud mengajarkan kebudayaan Latin dan agama baru kepada
orang-orang "barbar". 137
Filsafat Kristen Bizantium lebih inovatif dibanding filsafat
Kristen Barat Roma. Kristen daerah membawa bendera inovasi,
sementara Kristen pusat masih berada pada fase imitasi. Kris-
ten Timur memimpin perang melawan berhala dan ajaran ten-
tang "oknum" yang tidak sesuai dengan jiwa Timur baru, seperti
diperankan Islam setelah itu. 138 Kristen Timur juga memimpin
perang melawan kependetaan agar perkawinan seorang pendeta
diperbolehkan. Sebab antara kehidupan rohani dengan kehidup-
an jasmani tidak ada pertentangan. Prinsip inilah yang mewu-
jud dalam realitas Islam.
Jean Damascene adalah mata rantai yang menghubungkan
Kristen Timur dengan artikulasi barunya dalam Islam. Oleh kare-
nanya, ia memiliki kedudukan penting dalam tradisi Islam, baik

135Abbe de Saint Martin de Tour Fredgez meninggal tahun 834 M.

Salah satu karyanya adalah "Esai tentang Ketiadaan dan Kegelapan".


136Rabin Maur menganotasi karya Aristoteles "De Anima" dan

"Categorie". Ia juga menganotasi "Isagoge"' dan menulis buku yang berjudul


"Gramatikd'.
137J)i antaranya adalah Candide de Fulda, Rachez Rathert {860 M)

dan Gotschalek.
138Hal di atas terlihat pada St. Germain di Konstantinopel antara

tahun 633-733 M.

223
dalam usaha penerjemahan maupun anotasi. Hal ini menunjuk-
kan bahwa Kristen Timur lebih dekat ke sum her Timur dan ke
sumber Yunani Barat, dan bahwa pewaris Kristen Timur adalah
tradisi Islam. 139 Meskipun mengagungkan filsafat, namun ia meng-
abdi kepada teologi, dan teologi adalah tuannya. Menurutnya akal
mampu mencapai hakekat iman tanpa sedikit pun menyentuh
khurafat yang menjadi pangkal segala kesalahan. Pengetahuan
diperoleh melalui wahyu al-Masih. dan syari'at para nabi serta
melalui proses berpikir tentang makhluk dengan menggunakan
akal budi. Met ode berpikir semacam inilah yang kemudian juga
ditempuh Islam. T uhan Maha Esa dan Maha Pencipta. T uhan men-
ciptakan alam dan merawatnya. Pengetahuan dapat menyinari jiwa,
dan jiwa selalu berseteru dengan raga. Menyatakan sesuatu se-
bagai keburukan adalah bukti ketidaktahuan seseorang tentang
tingkat-tingkat wujud yang dapat diterima manusia sebagai mani-
festasi pengakuannya terhadap qadla dan qadar. Pada sosokJean
Damascene bersatu seluruh tradisi lama; Yunani, Kristen, Plato,
Plotin, pandangan Stoicisme yang materialis terhadap jiwa, per-
paduan unsur Stoicisme dengan Aristotelianisme, pararelisasi neo-
Platonisme Yunani terhadap Trinitas Kristen, yaitu pencipta
sejajar dengan Tuhan Bapa, akal dengan "Kalimat", dan jiwa
dengan Ruh Kudus. Pararelisasi di atas sekaligus mengisyarat-
kan kemunculan ajaran Islam. Jika Islam dan Kristen bertemu di
Byzantium, maka Islam dan Yahudi bertemu di Andalusia.

2. Awal Filsafat Skolastik (Abad ke-9 dan Abad ke-10)


Masa imitasi tidak sampai memakan waktu satu abad, yaitu
abad ke-8. Untuk selanjutnya, pada abad ke-9 telah terjadi ino-
vasi yang dilakukan oleh Johannes Scottus Eriugene. 140 Dua topik

Jean Damascene (674/675-749) memiliki karangan yang ber-


139

judul "Perlawanan atas Manesianisme", "Perlawanan atas Orang-orang yang


MerryatukanKehendak", "Sumber Pengetahuan" dan"Kebengisan dan Bayang-
1-.-.A~ »
""'.Y""'•g.
Johannes Scottus Eriugene (810-877) adalah seorang teolog
140

Irlandia, seorang penerjemah dan filosuf yang tidak diketahui latar

224
terpenting baginya adalah basis akal dan kebebasan kehendak
dalam membangun filsafat. Dengan gagasannya ini seakan ia
hendak membangun pondasi "keadilan" Mu'tazilah yang me-
ngatakan bahwa perbuatan dan akal manusia bersifat mandiri.
Eriugene menggunakan metode rasionalitas murni tanpa me-
mandang konklusinya yang mungkin berbenturan dengan orang-
orang semasanya. Ia membela hak akal untuk berpikir dan ke-
wajiban filsafat untuk melakukan pengamatan. Ia berpendapat
bahwa manusia memiliki kebebasan kehendak. Pendapatnya ini
berbeda dengan pendapat umum pada masanya yang meyakini
campur tangan kehendak Tuhan dalam segala hal, baik dalam
hukum alam dan perbuatan manusia, sama seperti pendapat
Asy'ar1an. Kesalahan tidak memenggal kebebasan man usia.
Sebab kesalahan terdiri dari beberapa tingkat. Ada "kesalahan
mendahului" yang tidak menafikan tanggung jawab individu,
"kesalahan mengikuti" yang dapat dikenali man usia dengan akal-
nya, dan "kesalahan samar" yang dapat dihindari man usia de-
ngan kebebasan kehendaknya.
Pembahasannya tentang dasar tawh1d terejawantahkan dalam
kajiannya tentang Tuhan yang bertolak dari alam. Hal ini meng-
isyaratkan bahwa Eurigene termasuk pendukung Gnosticisme
dan Panteisme. Ia telah melakukan apa yang dicapai teolog masa
lalu yang menjadikan pembahasan tentang alam sebagai propo-
sisi pembahasan tentang ketuhanan. Menurutnya alam terbagi
menjadi lima tingkat. Pertama, pencipta tetapi bukan makhluk,
yaitu Tuhan. Kedua, pencipta sekaligus makhluk, yaitu pikiran
ilahiyah atau tipe-tipe. Ketiga, makhluk tetapi bukan pencipta,
yaitu segala sesuatu selain Tuhan. Keempat, bukan pencipta juga
bukan makhluk, yaitu "kembali ke Tuhan"(sicO. Kajian Eurigene

belakangya. Beberapa karya Denis Areopagite dan Gregoire de Nysse


ia terjemahkan ke dalam bahasa Latin. Basil terjemahannya terhadap
kaya Denis Aeropagite ini menjadi acuan utama di abad pertengahan.
Ia dituduh sebagai penganut Pantheisme. Dalam bukunya "Qadaryang
Mendahului" ia menetapkan adanya kebebasan kehendak, dan berbicara
tentang alam dalam "PembagianAlam".

225
bersifat intuitif bukan doktrinal, strukturalis bukan historis. In-
teraksinya dengan pikiran-pikiran yang mirip dengan idea-idea
Plato telah membuatnya mampu meletakkan dasar tawhid dan
menjauhkan Trinitas.
Untuk pertama kalinyaJohannes Scottus Eriugene mema-
parkan ide barunya tentang T uhan, alam, dan manusia secara lang-
sung tanpa didahului pengantar logika. Tetapi idenya ini justru
memulai babak baru teologi teoretis yang sangat berbau Mu'tazilah
di luar teologi lama yang Asy'ariyah dan teologi ini berkuasa sela-
ma masa Bapak Gereja. Eriugene berperan seperti al-Kindi yang
semasa dengannya dalam membangun ilmu hikmah dan keluar
dari teologi Mu'tazilah menuju filsafat alam murni.
Pada abad ke-9 tidak ada pembaharu dalam filsafat Kristen
yang sekelas dengan Eriugene. Yang ada hanyalah beberapa orang
yang membahas tema yang sama seperti kesusastraan lama dan
problem universalia pada tingkat awal. Ilmu retorika, terutama
tiga dari tujuh kesenian be bas: logika, gramatika dan retorika,
mulai dirasakan perlu bagi upaya pembelaan agama. 141 Anggapan
bahwa kesusastraan lama sebagai bahasa pengungkap merupakan
salah satu pilar agama baru yang tetap dipertahankan. Kemudian
muncul masalah universalia tahap awal yang merupakan persoalan
empiris di mana universalia sebagai idea-idea dalam hati maupun
sebagai benda riil di luar diingkari. 142
Ada pula beberapa pemikir yang secara umum turut mem-
berikan andil dalam gerakan pemikiran, namun tidak memiliki
inovasi khusus. 143 Pada saat yang sama-transferensi dari Selatan
ke Utara yang telah dimulai pada abad ke-8, terus berlangsung di

141 Seperti dilakukan oleh Sanaragd (819), Probus (859) diJerman,


Loup de Ferrieres (826) di Prancis, dan Cluny Appon yang menganotasi
karya Aristoteles dan dipusatkan pada retorika, dialektika, dan ilmu
hitung, serta Soeur Hrostvita yang menggandrungi kesusastraan dan
mempropagandakannya.
142Masalah universalia dimunculkan oleh Heiric d' Auxerre (841-

1876) (sicO dan Raymond d' Auxerre


143 Seperti Micon de Saint Riquier dan Hadoard.

226
lingkungan Eropa sendiri, terutama dari Prancis ke Inggris 144 de-
ngan kepentingan kajian gramatika. Pada masa itu kegiatan pemi-
kiran dilakukan di biara bukan di akademi. Sebab akademi baru
muncul pada abad ke-12. Namun demikian di abad ke-9 muncul
tokoh istemewa, yaitu Gerbert d' Aurlilac yang mendapat pengaruh
ilmu pengetahuan Islam ketika ia berada di Spanyol Islam yang
waktu itu sedang berada dalam fase inovatifnya. 145
Di Timur filsafat Kristen terus melancarkan serangannya ter-
hadap penyembah "oknum", meskipun klasifikasinya dibedakan
dari penyembah berhala. 146 Gereja Timur mempertahankan ke-
mandiriannya dari intervensi imperium. 147 Kemudian datang Pho-
tius yang memperkenalkan kecenderungan humanisme dalam fil-
safat Yunani. Photius sendiri sebenarnya lebih mengutamakan
Aristoteles daripada Plato, akan tetapi muridnya Artias de Ce-
saree berupaya menyejajarkan keduanya. 148 Tetapi sepanjang abad
ke-10, kesusastraan, ilmu pengetahuan dan kesenian masih men-
jadi kajian utama pemikiran filsafat Kristen. Sedangkan bidang
politik sama sekali tidak tersentuh oleh aliran yang dimiliki anak-
anak paderi sekalipun. 149

144Seperti dilakukan Flubert de Chartres (1020 M), Giddo d' Arezzo

yang hidup antara tahun 995-1105 dan Filgardo.


145 Gerbert d'Aurlilac (1003M) yang kemudian berjuluk Bapak

Silvester II mempelajari ilmu- ilmu Islam di Spanyol selama tiga tahun.


Ia pernah mengajar di sekolah Rens dan menjadi uskup kota terse but.
Kemudian menjadi uskup di Munich, Ravenna, dan terakhir menjadi
Bapak Gereja pada tahun 999 M. Ia juga menjadi guru besar tujuh
kesenian bebas dan menciptakan inovasi baru di bidang logika,
matematika, astronomi, dan musik.
146Pembedaan ini dilakukan oleh Nicephoros (785-829).

147Hal inilah yang diupayakan oleh Theodoros Stoudite(759-826).

148 Photius (820-891). Khalifah al-Ma'mun pernah mengundang

Leon le Mathematicien, orang yang semasa dengan Photius, ke Baghdad.


Sebuah riwayat menyebutkan, karena kekagumannya terhadap Photius,
al-Ma'mun dalam undangannya menuliskan "Karenamu seluruh umat
Islam akan menirumu". Artias de Cesaree murid Photius menulis esai
tentang "Categorie".
149 Y aitu Costantin VII (913-959) putra Leon VI.

227
Pada saat itu filosufYahudi, begitu jugafilosufMuslim, ma-
yoritas berprofesi sebagai dokter. Hingga sekarang pun orang yang
bijak adalah dokter bukan filosuf. Tema utama yang mereka kaji
adalah hubungan agama dengan filsafat, dan upaya membangun
filsafat Yahudi, atau menggunakan filsafat untuk membangun
agama. Orang yang pertama melakukan hal di atas adalah Isaac
Israel yang memadukan kedokteran fisika dengan filsafat.
Karenanya ia lebih de kat ke Hypocrate daripada ke Jalinus. 150
Beberapa unsur neo-Platonisme juga masuk dalam filsafatnya.
T etapi ia tidak melakukan pendamaian filsafat dengan Kitab Suci.
Ia hidup semasa dengan al-Qams ibn Marwan yang juga mem-
bicarkan tema teologi Islam. 151 Filosof Y ahudi abad ke-10 paling
populer adalah Sa'!d ibn Yusuf al-Fayyt1ml. 152 Ia mencoba mem-
bangun teologi Y ahudi dengan menggunakan sistematika teologi
Islam. Perhatiannya dicurahkan untuk mendamaikan agama dan
ilmu pengetahuan, menetapkan teori penciptaan, dan melakukan
kritik sejarah seperti dilakukan sarjana-sarjana Muslim di bidang
Ushul al-D!n dan Hadits.

150Isaac Israel (865-955) adalah seorang dokter keluarga khalifah

Qairuwan. Beberapa karyanya antara lain adalah "Batas-Batas", "Unsur-


Unsur", dan "Ruhdan]iwa".
151 Al-Qams ibn Marwan semasa dengan Isaac Israel. Sebagian orang

juga menganggapnya sebagai filo-suf Y ahudi pertama. Ia menulis dua


puluhesai.
152Sa'id ibn Yusuf al-Fayy1lmi berasal dari Fayy1lm, Mesir Tengah.

Berkat keberhasilannya mencapai derajat kepemimpinan Y ahudi, ia


diberi nama Saadia Gaon. Ia tinggal di daerah perbatasan Mesopotamia
sejak tahun 928 M. Beberapa predikat disandangnya seperti, ahli
yurisprudensi Yahudi, penyair, dan termasuk orang pertama yang
mempelajari gramatika bahasa Ibrani, serta penafsir Taurat. Ia
menganotasi beberapa karya Y azera dan menerjemahkan Taurat ke
dalam bahasa Arab. Karya filsafatnya yang paling utama adalah "Amanat
dan Keyakinan". Pengaruhnya bagi perkembangan filsafat Y ahudi sangat
besar.

228
3. Perkembangan Filsafat Skolastik
(Abad ke-11 dan Abad ke-12)
Abad ke-12 filsafat Kristen dibuka dengan perseteruan an-
tara kaum dialektisis dengan kaum teolog; an tara pendukung
filsafat, logika, kesusastraan, gramatika, retorika dan kesenian
be bas lain di satu pihak dengan pendukung teologi dan doktrin;
atau dengan bahasa kontemporer, antara kelompok sekular de-
ngan kelompok religius. Kelompok sekular menetapkan bahwa
gramatika dan retorika atau bahasa dan kesusastraan harus di-
utamakan di atas teologi dan doktrin. Anselme de Besate melaku-
kan pembelaan terhadap filsafat dari tuduhan-tuduhan yang di-
tujukan kepadanya. Demikian pula Beranger de Tours mempri-
oritaskan rasio di atas teks. Di bawah pengaruh rasionalisme
Islam, ia mengartikulasikan iman dengan bahasa rasio. 153 Peng-
ingkarannya terhadap perubahan air menjadi arak dan perubah-
an roti menjadi daging, merupakan awal pengingkarannya ter-
hadap mukjizat, dalam arti peristiwa yang keluar dari hukum
alam, secara keseluruhan. Hal itu terjadi enam ratus tahun se-
belum awal abad modern. Pengingkaran yang sama juga terjadi
pada Fontenelle, Spinoza, Lock di abad ke-17, Hume, Voltaire
dan seluruh tokoh filsafat pencerahan di abad ke-18. Dari sini,
sbagaimana kebudayaan Yunani, seperti logika dan kesusastraan,
menyelamatkan kesadaran Eropa dari sumber-sumber dogma-
tis untuk yang kedua kalinya setelah yang pertama terjadi pada
masa Bapak Gereja.
Aksi kelompok dialektisis ini mendapat reaksi dari kelom-
pok teo log yang membela iman dari serangan akal; teologi dari
serangan filsafat seperti dilakukan oleh Otloh de Saint Em-
meram; dan mempertahankan pendapat bahwa iman tidak mung-
kin ditundukkan oleh dialektika seperti dilakukan Mangold Lan-
tenbach.154 Kemudian datang Pierre Damiani yang mendeklarasi-
kan bahwa iman tidak memerlukan filsafat, gramatika dan ke-

153 Beranger de Tours meninggal pada tahun 1088 M.


154 0tloh de Saint Emmeram (1010-1070).

229
susastraan. Sebab teologi datang dari Tuhan secara langsung
tanpa memerlukan penyusunan dan pemahaman manusia. Dalam
tradisi Islam posisi mereka sama dengan Ibn Shalah yang meng-
kafirkan filsafat dan menjauhkan logika di akhir mas a keemasan
pertama kita. Di tangan Lanfran tss terjadi upaya-upaya untuk
menyatukan aksi dan reaksi, tesa dan sintesa. Menurutnya di-
alektika tidak bertentangan dengan rahasia Ilahi; filsafat tidak
membunuh agama; dan agama tidak menentang filsafat.
Pada abaci ke-11 muncul dua tokoh penting, Saint Anselme
dan Roscelin. Tokoh yang disebut pertama merupakan cermin-
an berpadunya dialektika dengan teologi, dan tokoh yang dise-
but kedua merupakan cerminan diprioritaskannya dialektika di
atas teologi. Anselme menggunakan logika Aristoteles yang di-
anotasi Bhoetius untuk mengungkapkan ide-ide ketuhanannya. 1s6
Pada saat yang sama ia bersandar pada neo-Platonisme teruta-
ma yang berhubungan dengan pembuktian wujud Tuhan. Jadi
Anselme memadukan logika Aristoteles dengan illuminisme Pla-
to; dialektika Yunani dengan "guru internal" Augustin; argu-
men filsafat dengan persoalan keimanan agama. Anselme juga
berjasa dalam mengantar filsafat Kristen dari model Augustinis-
me yang merupakan puncak filsafat pada masa Bapak Gereja,

155Lanfran (1005-1089).
156 Saint Anselme (1033-1109) adalah uskup Canterbury yang
dianggap sebagai bapak filsafat skolastik. Ia memaparkan dalil pertama
yang didasarkan pada ide tentang kebaikan dalam "Bisikan Jiwa"; dalil
kedua yang didasarkan pada ide tentang wujud dalam "Hakekat", setelah
memaparkan berbagai makna yang berbeda; dalil ketiga didasarkan pada
ide tentang kebaikan; dalil keempat yaitu dalil ontologi dalam "Surat
untuk Orang-orang". Ia menjelaskan adanya kebebasan kehendak dalam
"Kebebasan Kehendak" dan mengurai pertentangan antara kebaikan dan
keburukan dalam "]atuhnya Setan". Dialog dan karyanya diungkapkan
dengan indah dan dalam analisa bahasa yang mengurai kategori-kategori
yang sulit. Semua terlihat dalam "Gramatika". Ia juga menerapkan analisa
yang sama dalam logika. Lihat pula pendahuluan dan anotasi saya
terhadap "ImanMencariAkal" dalam Namadzij min al-Falsafah al-Mas£b.£yah
fial- 'Ashral- Wash£th, hal.101-205, Anglo Mesir, Cairo, 1978.

230
menuju model Thomisme yang merupakan puncak filsafat pada
masa skolastik. Perpindahan model dasar dari Plato ke Aristo-
teles merefleksikan masa transisi dari masa Bapak Gereja ke masa
skolastik. Ia menganalisa Platonisme dengan menggunakan Aris-
totelianisme; melukiskan keimanan agama dengan akal filsafat. Ia
adalah Bergson abad pertengahan. Anselme menerapkan metode-
nya "lman mencari Akal" dalam membuktikan keberadaan Tu-
han.la juga menciptakan dalil ontologis yang terkenal dan menda-
pat tanggapan yang pro (Descartes, Fichte, Schelling, Hegel) dan
kontra (Kant dan kaum Eksistensialis) dalam filsafat modern.
Anselme mempunyai empat cara dalam membuktikan keberadaan
T uhan. Pertama, berdasarkan ide tentang kebaikan: T uhan adalah
kebaikan yang selalu ada dalam setiap kebaikan, dan segala keba-
ikan berada dalam diri Tuhan. Kedua, berdasarkan ide tentang
wujud: Tuhan adalah wujud yang selalu ada dalam segala hal yang
ada, dan segala hal yang ada selalu ada dalam diri Tuhan. Ketiga,
berdasarkan ide tentang kesempurnaan: Tuhan adalah kesempur-
naan yang selalu ada dalam setiap hal yang sempurna, dan segala
hal yang sempurna ada dalam diri T uhan. Keempat, adalah apa yang
disebut oleh Kant sebagai dalil ontologi: Tuhan adalah hakekat
yang selalu ada dalam setiap hakekat, dan segala hakekat ada dalam
diri Tuhan.
Gaya dialog Plato menjadi panutan baginya, baik dalam me-
ngupas masalah jiwa atau masalah lain. Begitu pula pendapatnya
tentang kebebasan kehendak sama seperti pendapat Augustin.
Pendapat tentang kebebasan kehendak ini juga dijadikan sebagai
bukti lain keberadaan Tuhan. Ia menjelaskan bahwa pertolongan
Tuhan dapat terjadi jika telah terpenuhi syarat-syarat tertentu,
sama seperti teori kasb Asy'arl. Anselme juga mencoba memecah-
kan problem pertentangan antara keburukan moral yang lahir dari
jatuhnya setan dengan kebaikan yang dicintai oleh man usia dan
berada dalam diri manusia.
Berbeda dengan Roscelin yang nominalis, dalam persoalan
universalia Anselme berpendapat bahwa benda universal adalah
hakekat, kebaikan dan kesempurnaan yang berada dalam jiwa. Ia
bukan sekedar nama, kata, atau suara. ?edangkan Roscelin, salah

231
satu pendiri madzhab Nominalisme dalam menyelesaikan prob-
lem universalia, berpendapat bahwa konsepsi tentang benda uni-
versal hanyalah nama-nama yang bergentayangan di udara. 157 Yang
berada dalam realitas hanya benda-benda empiris. Ia menerapkan
nominalisme, terutama pada ajaran Trinitas, untuk memecahkan
persoalan hubungan Bapa dengan Anak dan Ruh Kudus. Kritiknya
terhadap universalia eksternal sama seperti kritik yang dilakukan
Ibn T ayml:yah dalam tradisi fiqh lama kit a. Pendapat Plato yang
mengatakan bahwa pemikiran bersifat riil dimunculkan kembali
oleh Bernard de Chartres. 158 Tetapi ia melukiskan benda konkret
berbeda dari model-modelnya yang ideal. Kemudian William de
Champeaux menjadikan genus dan spesies sebagai hal yang berada
dalam setiap individu di mana individu menjadi bagian dari genus
dan spesies terse but. Perbedaan antarindividu lianyalah perbedaan
kulit.Js9
Begitu terjadi perpindahan dari abad ke-11 ke abad ke-12,
muncullah persoalan universalia yang melahirkan tokoh-tokoh,
di antaranya yang terkenal adalah Abelard dan Alain de Lille.
Abelard menggabungkan logika dan teologi dalam satu pers-
pektif untuk menyudahi pertikaian yang terjadi an tara kaum di-
alektis dengan kaum teolog di abad ke-11. 160 Dalam persoalan

157 Roscelin (1050-1112/ 1120) mendapat kecaman dari Gereja dan


terpaksa mengundurkan diri dari pertemuan Soisson tahun 1092 M.
Hasil karyanya yang masih terpelihara hanya suratnya kepada Abelard.
Pendapatnya itu mirip dengan apa yang disebutkan al-Qur'an "ltu tidak
lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-
adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk
(menyembah)-nya" (Q., s. al-Najm/53:23).
158 Bernard de Chartres (1130 M) mewakili masa transisi dari abad

ke-11 ke abad ke-12. Salah satu karyanya adalah "Penjelasan Phorpyre".


159 William de Champeaux (1070-1121) salah satu pemimpin

madzhab realisme dan salah seorang guru Abelard.


160 Abelard (1079-1142) yang hidup di Prancis adalah murid

Roscelin. Ia pernah mengalami tragedi yang diceritakan dalam buku-


nya "Kisah Tragis". Buku ini menceritakan kisah tragedi percintaannya
dengan muridnya, Heloise. Namun ayah Heloise malah menyiksanya

232
universalia ia termasuk orang yang menentang madzhab realis-
me William de Champeaux, realisme "kategori" Aristoteles, dan
realisme "idea" Plato, serta seluruh madzhab realisme. Ia juga
menentang dasar psikologis kaum nominalis dalam menyikapi
persoalan universalia, sama seperti Husserl yang mengkritik
kecenderungan psikologis dalam logika. Bagi Abelard benda
universal adalah pengertian abstrak, bukan realitas yang berada
di alam nyata seperti dikatakan ahli fiqh Islam terutama Ibn
Taymiyah dalam perlawanannya terhadap ulama Tasawuf.
Abelard juga melancarkan kritik rasionalnya kepada tradisi nenek
moyang untuk menjelaskan betapa kontradiktifnya ucapan-
ucapan mereka dalam 158 persoalan. Hal itu dilakukan dengan
membuat sebuah skema tentang ucapan-ucapan kontradiktif
yang terdiri dari dua cabang. Cabang pertama adalah ucapan-
ucapan yang menetapkan sesuatu, dan cabang kedua adalah ucap-
an-ucapan yang menafikannya. Sehingga argumentasi-argumen-
tasi tekstual yang kontradiktif terse but terlihat lemah, dan de-
ngan demikian hanya akan menyisakan argumentasi rasional.
Kemudian ia menjelaskan tentang pentingnya etika intensional
dan niat. Di bidang aqidah Kristen, secara rasional ia mengkri-
tik Trinitas dan menetapkan monoteisme. Ia termasuk orang
pertama yang mencoba melakukan perbandingan dan dialog
antaragama, dialog antara orangYahudi, orang Kristen dan filo-
suf, dengan filosuf dimaksud adalah orang Islam. Apa yang di-
lakukannya ini merupakan sebuah tema yang sampai sekarang

dengan memotong alat vitalnya. Akibatnya HHo'ise memutuskan untuk


menjadi rahib. Ia menganotasi buku Phorpyre "Isagoge", buku
Aristoteles "Categorie", dan buku yang diduga milik Bhoetius "Klasi·
fikasi". Di an tara karya orisinalnya adalah "Dialektika" dan "Istilah·
istilah Logika". Kritiknya terhadap tradisi lama dituangkan dalam "Ya
dan Tidak", dan pendapatnya tentang etika intensional diintrodusir
dalam "Ketahuilah Dirimu". Sedang bukunya tentang akidah antara lain
"TeologiKristen" dan "Monoteismedan Trinitas Tuhan", dan bukunya
tentang dialog antaragama adalah "Dialog antara Orang Yahudi, Filosuf
dan Orang Kristen".

233
sedang dan masih terus berkembang. Abelard juga satu-satunya
orang yang mampu menjadikan akal sebagai basis teks, dan
mencapai temuan ten tang monoteisme dan kebebasan kehendak.
Sepanjang abad ke-12 Abelard menjadi tokoh sentral yang sela-
lu disoroti baik oleh kelompok liberal yang pro maupun oleh
kelompok konservatif yang kontra. 161
Filsafat skolastik terus berlanjut hingga skolastik Chartres
yang mengubah kontemplasi metafisika murni menjadi agama
baru atau mengubah agama baru menjadi kontemplasi metafisi-
ka murni. 162 Skolastik Chartres memadukan metafisika dengan
logika dan mendamaikan Aristotelianisme dengan ajaran Kris-
ten ten tang kebaikan dan keburukan. Tetapi tak seorang pemikir
pun yang membicarakan bidang politik seperti yang terjadi di
abad modern. Sebab saat itu masyarakat dalam keadaan stabil.
Dua kekuasaan yaitu kekuasaan Bapak Gereja dan kekuasaan
imperium bersatu dalam "teokrasi Bapak Gereja". Negara ada-
lab Gereja dan Gereja adalah negara sesuai dengan sistem ke-
satuan yang memiliki dua sisi. Filsafat adalah teologi dan teolo-
gi adalah filsafat; alam adalah rahmat Tuhan dan rahmat Tuhan
adalah alam.
Bertentangan dengan Abelard yang menjelaskan kontradiksi
pendapat-pendapat Bapak-bapak Gereja dalam berbagai tema,
Pierre Lombard sebaliknya menggabungkan pendapat-pendapat

161 Di antara musuh Abelard adalah Gosselin de Soisson (1151 M)

dan Bernard de Clairvaux (1152-1090), seorang yang anti rasionalisme


dan menentang segala bentuk kritik terhadap tradisi lama. Abelard
mendapatkan dukungan kekuasaan Gereja dan diangkat oleh Bapa Pie
XII sebagai "santa" serta mendapat gelar "ilmuwan terbaik". Karya
utamanya adalah "Cinta Tuhan", "Rahmat Tuhan dan Kehendak Bebas".
162Skolastik Chartres didirikan oleh Flubert de Chartres bersama

Bernard de Chartres (1130 M) dan Gibert de la Pouree (1076-1154).


Setelah masuknya logika, metafisika murni mulai diperkenalkan oleh
Thierry de Chartres (1155 M)-yang mencoba melanjutkan Aristoteles
dengan menambahkan teori penciptaan yang memperhitungkan aspek
keburukan-Bernard de Chartres dan William de Conches yang
mengklasifikasikan ilmu termasuk di antaranya kesenian be bas.

234
Bapak Gereja dan pengajar gereja terutama tentang teologi un-
tuk dijadikan buku pedoman bagi pengajaran doktrin Kristen.
T erjadilah akumulasi kesadaran sejarah tentang tradisi Kristen. 163
Ruh abad ke-12 bergerak di antara kecenderungan tasawuf teore-
tis atau tasawuf praktis, kecenderungan pembagian ilmu dan ke-
senian bebas, kecenderungan ilmu-ilmu agama, dan kecende-
rungan ilmu-ilmu dunia. 164
Kemudian muncul awal kemodernan ketikaJean Salisbury
melakukan kritik terhadap model skolastik pada masanya dan
mencoba memperbaiki logika seperti dilakukan Francis Bacon
dan J. Stuart Mill di abad modern. 165 Ia menyerukan pemisahan
Gereja dari negara. Dengan gagasannya ini, ia terhitung sebagai
pendiri sekularisme dalam kesadaran Eropa sebelum abad mo-
dern. Jean Salisbury mencerminkan kecenderungan pengetahuan
praktis. Ia menolak pengetahuan yang tak bermanfaat dan penge-
tahuan yang bertentangan dengan kehidupan takwa, bahkan se-
andainya ketakwaan itu tidak didukung argumentasi teoretis. De-
ngan meminjam bahasa pakar Ushul Fiqh, suatu pekerjaan yang
berdasarkan argumentasi asumtif tetapi memiliki hukum yang
definitif atau asumtif pada tataran teoretis dan definitif pada ta-
taran praktis.
Dalam suasana Perang Salib lahir Alain de Lille yang men-
ciptakan logika untuk menarik orang-orang non Kristen ke dalam
agama Kristen, khususnya "orang-orang yang menyucikan diri",

163Pierre Lombard (1110-1160) menulis buku, "DariHukum", atau


"Kata·Kata Yang Ditransmisikan" atau "Transmisi". Buku ini terse bar
selama dua abad dan dianotasi oleh tokoh- tokoh teologi pada dua abad
berikutnya, abad ke-13 dan abad ke-14.
164 Tasawuf teoretis oleh William St. Thierry (1148 M), tasawuf

praktis oleh Alcher de Clairvaux dan Isaac Stella, pembagian ilmu dan
kesenian bebas di tangan Huges de Saint Victor (1141-1166), Richard
de Saint Victor (1173 M) dan Thomas Gallus (1246 M).
165Jean de Salisbury (1115-1180) mengkritik model skolastik dalam

bukunya "Pas Logika". Dan dalam bukunya "Kekuatan Kota" ia melakukan


pemisahan Gereja dari negara.

235
pemeluk Y ahudi dan pemeluk Islam. 166 Gambaran Islam yang ia
terima pada masa itu adalah kenikmatan material setelah mati,
poligami, kebersihan jasmani menghapus kesalahan rohani, dan
kritik terhadap gam bar dan patung dalam Kristen. Alain de Lille
mewakili konservatisme yang mempertahankan Kristen dengan
cara menyerang non Kristen. Seakan-akan cara terbaik untuk
mempertahankan diri adalah menyerang musuh.
Namun demikian Nicolas d' Amiens telah berupaya melaku-
kan revitalisasi filsafat dan membangunnya di atas argumentasi
akal bukan argumentasi kekuasaan. Pada akhir abad ke-12 telah
dilakukan upaya-upaya untuk membangun kosmologi yang her-
basis kebudayaan massa, namun upaya ini tidak berhasil merintis
apa pun. Persoalan-persoalan yang dibahas abad ke-12 masih tetap
berupa pemikiran agama dan politik, rasionalisasi Kristen sebagai
agama dan modernisasi negara sebagai lembaga politik. Oleh
karenanya untuk pertama kalinya dan mendahului Luther pada
masa reformasi agama, Otan de Freising menyerukan pemba-
ngunan imperium RomawiJerman, dengan kata lain, pemba-
ngunan tanah air negara dan tanah air Gereja yang saling terpi-
sah. 167 N amun demikian abad ke-12 hanya menghasilkan langkah
awal, dan Platonisme "kosong" dan "kering" yang diadopsi dari
Ibn S1na dan Prod us. Semua itu melengkapi basis pertama yang
telah dibangun sebelumnya pada abad ke-11. Pengaruh filsafat
Islam dan metafisika Aristoteles terhadap filasafat skolastik baru
mencapai tahap sempurna pada abad ke-13.
Filsafat Kristen Timur pada abad ke-11 dan abad ke-12 ber-
corak teologis sufistik seperti skolastik Chatres Kristen Barat
dan seperti Simeon Theologien. 168 Filsafat Simeon tampak di-
dominasi persoalan etis seperti masalah kebebasan kehendak
yang dulu dinikmati manusia sebelum datangnya ajaran "dosa

166 Alain Lille (1203 M) mendapat gelar Ilmuwan Total". Ia men-

dirikan "Logika Agung".


1670tan de Freising (1158 M).

168 Simeon Theologien atau Simeon muda (949/950-1022).

Karyanya yang terpenting adalah "Mencintai Nyayian Tuhan".

236
Asal''. Setelah kedatangan ajaran ini manusia tidak lagi menik-
mati kebebasan kehendak, dan ujung-ujungnya manusia merasa
memerlukan rahmat Tuhan yang hanya dapat diperoleh dengan
cara penyatuan total man usia dengan Tuhan. Nicetas Stethatos
menambahkan ajaran tentangjalan menuju Tuhan seperti dalam
tasawuflslam, yaituaskese (asal bahasa asketik-penyunting) dan
"hidup susah" untuk mencapai derajat "fana" .169 Sedangkan Cal-
listos Katavigiot bersinggungan dengan tradisi neo-Platonisme
melalui Denis An~opagite; Kikaumenos menekuni pemikir-an
filsafat dan etika dalam bukunya "Prajurit" atau "Strategi" yang
mengkaji etim praktis dan menjelaskan kewajiban seorang pang-
lima terhadap raja. 170 Tetapi Psellos memberikan warna Platonis-
me yang mendominasi Kristen Timur sepanjang abad ke-12. Ia
mengutamakan Plato di atas Aristoteles; dan memperbarui Pla-
tonisme dengan bersandar pada unsur-unsur Timur Caledonia
dan menggunakan metode interpretasi simbolis tanpa terjatuh
ke dalam sihir dan khurafat. 171 Jadi, alam mempunyai hukum
yang pasti dan filsafat terbagi menjadi dua: pertama bersifat tetap
tidak berubah dan dapat dikenali akal; kedua humanis, sosialis
dan dapat dikenali oleh ruh. Tetapi yang menjadi tujuan kegi-
atan man usia adalah filsafat bagian pertama yang membahas
metafisika, teologi dan tema tentang Tuhan dan jiwa. Menurut
Psellos keburukan, baik keburukan alam maupun keburukan

169Nicetas Stethatos lahir sekitar tahun 1000 M. Karyanya yang

terpenting adalah "Surga yang Rasional" dan "Tingkatan-Tingkatan Langit


dan Gereja".
170Theophilactos, salah seorang murid Psellos juga menaruh

perhatian pada kajian politik dan etika.


171 Psellos (1018-1096) adalah tokoh filsafat Kristen Timur terbesar

yang setara dengan kedudukan Anselme dalam Kristen Barat. Ia menolak


sistem pengajaran di Akademi Konstantinopel. Dan seperti Augustin,
ia juga memiliki minat yang besar terhadap kajian tentang tujuh kesenian
bebas. Ia pernah dituduh sebagai penganut paganisme Yunani. Karyanya
yang terpenting adalah "Perbuatan Setan", "Keistemewaan Batu Mulia", dan
"Pikiran Bersama".

237
perilaku, bersifat relatif, karena adanya keindahan formal yang
memenuhi dunia. Dalam jalur yang sama murid-murid Psellos
melakukan penggabungan pemikiran filsafat dengan ajaran Kris-
ten. Tetapi hal terse but dilakukan dengan tetap mempertahan-
kan kemandirian metodologi filsafat, yaitu rasionalisme, dan
kemandirian tema filsafat, yaitu masa depan manusia. 172
Kemunculan filsafat Yahudi pada abad ke-10 di tangan Isaac
Israel, Dawud ibn Marwan al-Mukamis, dan Sa'id ibn Yusuf al-
Fayyumi, berlanjut dengan munculnya sentuhan-sentuhan Bah-
ya ibn Josephe ibn Pakudah dan Ibn Shadiq al-Qurthubi, dan
mencapai puncaknya pada abad ke-12 di tanganJudah Ha-Levi,
Ibrahim ibn Dawud Ha-Levi, Ibn Gaberol, Ibrahim ibn Azra
dan Musa ibn Maymun sebelum filsafat Kristen mencapai pun-
caknya pada abad ke-13. Sepanjang abad ke-10, abad ke-11 dan
abad ke-12, filsafat Y ahudi menjadi anak filsafat Islam, di mana
umat Yahudi menemukan masa keemasannya dalam atmosfer
Islam. U mat Y ahudi saat itu menulis dalam bah as a Arab, atau
bahasa Ibrani tetapi dengan huruf Arab. Tema yang mereka tu-
lis juga diawali dengan tema-tema yang digeluti umat Islam se-
perti, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, fiqh, bahasa, kedoktean dan
lain sebagainya. Keterpautan amara filsafat Yahudi abad ke-11
dengan filsafat Yahudi abad ke-12 terletak pada dua hal pokok.
Pertama, tentang hubungan Tuhan dengan alam atau teori pen-
ciptaan yang bertentangan dengan teori kekunoan alam (qidam
al· 'alam). Kedua, ten tang kekekalan jiwa dan moralitasnya. Ini
merupakan tema baru dalam tradisi Y ahudi yang dimunculkan
pertama kali oleh kaum Yahudi Essenic pada masa al-Mas1h.
Muncullah Bahya ibnJosephe yang mencoba melakukan pem-
buktian atas keberadaan, keesaan dan sifat-sifat Tuhan. Menu-

172 Murid-murid Psellos di antaranya adalahJean Italos yang per-

nah dituduh sebagai mendukung paganisme Yunani. Karyanya yang


terkenal adalah "Esai tentang Dialektika", "Anotasi Beberapa ParagrafOudes
Khusus Bab Mimpi", "Kebangkitan ]asad". Begitu pula Michel d' Affise yang
punya kecenderungan Aristotelianistik dan Platonis, Thedore de Smyrne,
dan lain-lain.

238
rutnya basis etika adalah kebersyukuran kepada Tuhan atas
diciptaknnya alam ini; tujuan akhir etika adalah cinta kepada
Tuhan; 173 dan bahwa hakekat menyinari jiwa. Ini sama seperti
pendapat al-Farabl', terutama yang dipengaruhi oleh neo-Pla-
tonisme, tentang illuminisme Islam. Sementara itu Ibn Shadiq
al-Qurthubi menyumbangkan pemikirannya tentang pembuktian
keberadaan Tuhan dengan bertolak dari kebaruan alam (h.uduts
al- 'alam), seperti yang dilakukan oleh ahli ilmu kalam Islam. 174
Pada abad ke-12 muncul Judah Ha-Levi yang mencoba
menjelaskan keunggulan Yahudi at as Aristotelianisme, Kristen
dan Islam. 175 Meskipun tergolong liberal dan penganut roman-
tisme, namun ia tidak mempunyai sikap yang jelas terhadap fil-
safat. Di satu sisi ia menggunakan argumentasi logika, tetapi di
sisi lain ia juga menolak mengutamakan rasio di atas teks. Sikap-
nya lebih de kat ke al-Ghazall yang semasa dengannya. Sebelum
kemunculan Zionisme sebagai gerakan politik di abad ke-19,
Judah Ha-Levi telah meletakkan dasar-dasarnya, ketika ia me-
nonjolkan peran bangsa Yahudi dalam sejarah, yang kemudian
dituangkan dalam Zionisme.
Pada perkembangan selanjutnya, di tangan Ibrahim ibn
Dawud Ha-Levi filsafat Yahudi bergeser ke Aristotelianisme.
Ibrahim Ha-Levi menegaskan kesesuaian yang sempurna antara
filsafat dan Taurat (wahyu), seperti yang dilakukan oleh filosuf
rasionalis Kristen dan filosuf Muslim dalam memadukan akal

173 Bahya ibn J osephe Ibn Pakudah (1050 M) adalah filosuf Y ahudi

pertama di abad 11. Ia termasuk tokoh filsafat etika. Beberapa buku


yang ditulisnya adalah "Kewajiban Hati", "Kode Etik ]iwa ".
174 Ibn Shadiq al-Qurthubi (1080-1149) menulis buku yang berjudul

"Mikrokosmos".
175Judah Ha-Levi (1075-1141) filosuf pertama di abad ke-12. Di

samping sebagai filosuf, Judah Ha-Levi yang lahir di Spanyol juga


seorang penyair. Diantara karya-karyanya adalah "A rgumentasi-argumentasi
untukMembelaAgama yang Direndahkan" atau yang dikenal dengan nama
"al-Khawzar£". Buku ini dimaksudkan untuk menarik raja Khazar ke
agama Yahudi.

239
dan wahyu. 176 Dalam membuktikan keberadaan Tuhan ia berto-
lak dari "penggerak awal" yang didasarkan pada prinsip "yang
mungkin" dan "yang pasti", sama seperti dalil "yang mungkin"
dan "yang pasti" dalam ilmu kalam Islam. Menurutnya Tuhan
tidak dapat dikenali kecuali dengan sifat-sifat "negatif", sama
seperti yang ditetapkan ulama Islam tentang "ayat-ayat nega-
tif". Pendapat ini dimunculkan kembali oleh Thomas d' Acquin
dalam "jalan negatif" ketika mengkaji tentang Tuhan. Di bidang
etika Ibrahim Ha-Levi berupaya mendamaikan pengertian ke-
hendak Tuhan dengan kehendak manusia, hal yang sudah dike-
nalluas di kalangan ahli ilmu kalam Islam. Ia juga mencoba
mendamaikan etika Platonisme dan etika Aristotelianisme. Upa-
ya yang sama juga dilakukan Musa bin Maimun kelak. Ia juga
melakukan pembelaan terhadap tradisi Yahudi dari serangan
kaum tekstualis yang menolak tradisi Yahudi dan hanya meng-
akui Taurat, seperti yang terjadi pada Islam dan Protestan sete-
lah itu. Kemudian bersama Ibn Gaberol filsafat Yahudi berge-
sar ke neo-Platonisme dan filsafat illuminisme. 177 Jejak ini di-
ikuti oleh Ibrahim ibn Azra yang cenderung Aristotelian. T ema
utama dalam karya-karyanya lebih ban yak membahas tentang
konsepsi alam, akhir dari perjalanannya, pengetahuan dan bagai-
mana memperolehnya. 178

176 Ibrahlm ibn Dawlid Ha-Levi {1110-1180) lahir di Toledo. Filosuf


Aristotelian pertama ini menulis buku yang berjudul "Ajaran yang Luhur",
dan"Menghadap".
177 Ibn Gaberol {1020-1057 /1058/10570) filosuf dan pen yair yang

menghabiskan masa hidupnya di Spanyol. Seluruh karyanya ditulis dalam


bahasa Arab dan membahas tema etika seperti "Klarifikasi Etika" dan
"Sumber Kehidupan" yang berbentuk dialog antara seorang guru dengan
muridnya. Ia juga memiliki karya terkenal dalam terjemahan bahasa Latin
dan "Biografi Raja-Raja" yang di antaranya berisi tentang nasehat-nasehat
etis di bidang ilmu politik.
178 lbrahlm ibn Azra {1093-1167) seorang ahli tafsir dan filosuf. Ia

lahir di Spanyol dan pernah melanglang buana ke beberapa negara,


tinggal di Italia dan beberapa kota di Prancis. Filsafatnya dapat dite-
mukan dalam beberapa anotasinya yang mengikuti gaya penulis Mus-

240
Filsafat Y ahudi mencapai puncaknya pada abad ke-12 di ta-
ngan Musa ibn Maymun. 179 Ia telah berupaya mendamaikan
Y ahudi dengan Aristotelianisme. Jika Taurat bertentangan de-
ngan Aristotelianisme dan tidak mungkin didamaikan, maka Tau-
ratlah yang dimenangkanya. Dalam menafsirkan T aurat dan kitab
suci Yahudi lainnya, ia bersandar pada akal. Menurutnya filsafat
harus lebih diutamakan dari ilmu kalam, sebab filsafat didasar-
kan pada akal murni sementara ilmu kalam didasarkan pada akal
dan teks. Ia berpendapat bahwa filsafat berbeda dari agama, dan
keduanya memiliki corak dan bidang masing-masing. Tetapi fil-
safat dapat memberikan justifikasi rasional kepada Syar£'ah. Tu-
han tidak dapat dilukiskan kecuali dengan melihat sifat-sifat yang
berlawanan dengan sifat-sifat-Nya. Pendapat ini sama seperti
pendapat orang-orang yang memustahilkan bahwa Tuhan bersi-
fat kebendaan, karena takut terjadi "penyerupaan" dan "pem-
bendaan". Ia menyerang pendapat yang menyebutkan bahwa
alam bersifat kuno (qidam al- alam). Sebagai manifestasi keber-
pihakannya terhadap agama dan Yudaisme yang berlawanan
dengan filsafat dan Aristoteleanisme, ia berpendapat bahwa alam
diciptakan dari tiada. Berbeda dengan Ibn Rusyd, di bidang eti-
ka ia berpendapat bahwa jiwa dan akal universal bersifat kekal.
Sependapat dengan Ibn S~na, ia membagi nafsu menjadi nafsu
nabati, nafsu hewani, dan nafsu insani. Filsafat etikanya meru-
pakan perpaduan dari neo-Platonisme dengan Aristotelianisme

lim. Di antara karya-karyanya adalah "Dasar-dasar untuk Mengetahui


Tuhan" dan "PermulaanLangit".
179 Musa ibn Maymun (1135-1204) lahir di Kordova. Pada tahun

1165 hijrah ke Palestina dan menetap di kota Fas dan kemudian pindah
ke Mesir. Di samping sebagai filosuf, ia juga seorang dokter, penganotasi
Taurat, dan kepala kelompok Yahudi di Fushthac Karya-karya utamanya
adalah "Petunjuk bagi Orang-Orangyang Bingung", "Penjelasan al-Musyannah",
"SyarZ'ah al-Musyannah" dan "Esai Tentang Kebangkitan". Beberapa
karyanya di terjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibaca oleh Albertus
Magnus, Thomas d' Acquin, Spinoza, Lebnitz dan Mendelssohn. Melalui
Musa ibn Maymun pengaruh Islam meluas sampai ke filsafat modern.

241
seperti filsafat al-Fadbl. Ia meyakini kefanaan alam untuk me-
netapkan adanya hari kebangkitan. 180

4. Perpindahan Filsafat Islam ke Latin


Buku sejarah filsafat abad pertengahan biasanya memiliki
bah khusus yang mengupas tentang filsafat Arab. Hal ini menge-
sankan seolah-olah filsafat Arab merupakan bagian dari filsafat
Eropa dan merupakan salah satu babnya. 181 Kadang-kadang yang
disebut filsafat Islam juga mencakup filsafat Yahudi. 182 Sebe-
narnya istilah filsafat Arab adalah salah. Sebab filsafat itu mun-
culnya dari Islam; yang benderanya juga dikibarkan oleh orang-
orang Islam; dan ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa lain se-
perti bahasa Persia, bahasa Turki dan bahasa Urdu. Filsafat Is-
lam memiliki substansinya, peradaban yang menginduk kepada-
nya, dan perjalanan sejarahnya sendiri. Sedangkan istilah "Arab"
adalah sebutan baru yang diberikan, baik oleh kaum orientalis,
pengkaji Arab yang mengekor orientalis, kaum Kristiani atau-
pun kaum nasionalis. Filsafat Islam tidak masuk sejarah abad
pertengahan. Sebab istilah abad pertengahan adalah periodisasi
kesadaran Eropa untuk dirinya sendiri yang terdiri dari a bad
kuno, pertengahan dan modern. Filsafat Islam memiliki perjalan-
an dan periodisasi sejarahnya sendiri yaitu abad keemasan sepan-
jang tujuh abad pertama yang bertepatan dengan abad perte-
ngahan kesadaran Eropa; dan abad stagnasi, anotasi serta
ringkasan yang terjadi sepanjang tujuh abad berikutnya dan kini
hampir berakhir. Setelah terjadinya kebangkitan dan kebangunan
Islam pada tujuh abad kedua ini, masa anotasi dan ringkasan
dapat dikatakan sebagai abad pertengahan kita yang bertepatan

1 80Lihat kajian saya, Islam andjudaism, aModelfromAnddiusia, Unesco,


Paris, 1985, lihat juga/slam, Religion,Ideology and Development (dalam proses
penerbitan).
181 E Gilson, La Philosophie au moyen age, pp. 344-367, Payot, Paris,

1962.
182 F. C. Copleston, Medieval Philosophy, h. 60-68, Harper & Row,
N.Y., 1961.

242
dengan abad modern kesadaran Eropa. Karenanya para se-
jarawan abad pertengahan mencatat sejarah filosuf Muslim de-
ngan menggunakan kalender Masehi. 183 Mereka juga mengang-
gap para filosuf Muslim hanya sebagai salah satu pilar filsafat
abad pertengahan yang berfungsi untuk memindah filsafat Yu-
nani dan menganotasinya ke abad modern Eropa.
Tradisi Islam diboyong ke Barat ketika masih belum terjadi
pemisahan yang jelas an tara ilmu-ilmu yang ada dan ketika ilmu
kalam, filsafat, tasawuf, ilmu alam, matematika, dan ilmu ke-
manusiaan masih bercampur. Ilmu ushul fiqh tidak diterjemah-
kan, karena berkaitan dengan syari'at Islam. Di mata filsafat
skolastik, terutama ketika mancapai puncaknya pada abad ke-
13, filsafat Islam adalah filsafat yang mendamaikan akal dengan
iman, filsafat dengan agama. Memang demikian yang terjadi.
Sebelum bersinggungan dengan Islam, stereotipe Kristen ada-
lah pemisahan akal dari iman, filsafat dari agama: misalnya ste-
reotipe "saya beriman agar saya berakal"-nya Augustin atau
"iman mencari akal" -nya Anselme. Stereotipe ini terus berta-
han hingga abad ke-11 ketika terjadi perseteruan antara kaum
dialektis dengan teolog. Kemudian datang Abelard yang mengi-
dentikkan filosuf dengan Muslim dan merupakan satu-satunya
orang yang mengubah stereotipe di atas menjadi stereotipe baru,
yaitu keserasian yang sempurna an tara akal dan iman, filsafat
dan agama. Sejak abad ke-13 stereotipe baru ini menimbulkan
guncangan pada filsafat skolastik. N amun akhirnya dapat dite-
rima, bahkan Thomas d' Acquin, seorang filosuf Kristen yang
ideal, mengakui bahwa secara alami akal mampu mencapai
hakekat iman.
Stereotipe Islam menyebar luas ke dalam kesadaran Eropa
pada abad ke-14 hingga masa kebangkitan dan abad modern.
Aliran rasionalisme teolog dan filosuf Muslim telah mempe-
ngaruhi berdirinya aliran rasionalisme serupa dalam teologi Kris-

183 Al-Kindi tercatat meninggal tahun 873 M, Asy'ari tahun 936 M,

al-Ghazali tahun 1111 M, Ibn Bajjah tahun 1138 M, Ibn Thufayl tahun
(1100-1185), dan Ibn Rusyd tahun (1126-1198).

243
ten. Aliran inilah yang pertama kali mampu mencapai monoteis~
me rasional yang kemudian diwariskan kepada filsafat modern.
Aliran ini juga membicarakan problem klasik hubungan akal
dengan iman, dengan menjadikan akal sebagai basis iman. Aki-
bat dari perubahan-perubahan yang dilakukan aliran ini, bebera-
pa tokoh seperti, Beranger de Tours, Nicolas d' Amiens, Abelard,
Siger de Brabant, Giordano Bruno, dan penganut Averoisme
Latin dituduh kafir dan ateis. Bahkan sebagian dari mereka di-
hukum bakar.
Hal yang sama juga terjadi pada ilmu pengetahuan dan ilmu
alam. Sebelum kedatangan pilar Islam dalam kesadaran Eropa,
stereotipe Kristen adalah pertentangan alam dengan akal dan
intervensi rahmat Tuhan untuk menyelamatkan alam dari dosa-
dosanya. Kedatangan Islam telah berjasa menyatukan akal de-
ngan alam; menetapkan kemandirian akal; menetapkan ke-
beradaan hukum alam yang pasti; dan keserasian T uhan dan alam.
Jika stereotipe Kristen adalah pertentangan antara akal dan alam,
maka stereotipe Islam adalah keserasian yang sempurna antara
akal dan alam. 184 Oleh karenanya pemikiran ilmu pengetahuan
muncul dari pemikiran agama: introspeksi bermula dari induk-
si; dan penelititan ilmiah tidak lepas dari logika. Penelitian il-
miah pada saat itu lebih tepat dikatakan sebagai kritik terhadap
logika formal, seperti terjadi padafuqaha', daripada kritik ter-
hadap penelitian ilmiah dan upaya mencari kausa material.
Dalam hal kekekalan jiwa, filsafat skolastik memandang fil-
safat Islam sebagai filsafat yang mendengungkan kekekalan jiwa
universal atau akal universal; mengatakan kekunoan alam (qidam
al- 'a/am); meniadakan sifat-sifat material dari Tuhan; dan mene-
tapkan keesaan Tuhan. Citra tentang filsafat Islam di atas lebih
banyak diperoleh dari pendapat-pendapat Ibn Rusyd daripada
al-Kindi, al-Farabi dan Ibn Sina. Sebab Ibn Rusyd-lah yang me-

184Lihat Bab III "al-Bunyah al-Qiblryah li al-Mu 'tha al-Din£" karya


ilmih akademis saya Manahij al- Tafsir, h. 309-321 (berbahasa Prancis),
lihat jugaMawqifuna min al-Turats al-Gharbi, dalam Qadtaya Mu ashirah,
bagian I, A al-Fikr al-Gharbi al-Mu 'ashir, h. 14.

244
nguasai kecenderungan filsafat skolastik melalui para pendu-
kung Latinnya. Hal itu terjadi setelah pendukung Muslim Ibn
Rusyd punah dan kita lebih mengutamakan al-Ghazall dan
tasawuf, sebagaimana kita juga menolak Mu'tazilah dan memi-
lih Asy' ari dan Asy' arian.
Munculnya pilar Islam dan pengaruhnya terhadap filsafat
skolastik dimulai pada abad ke-12 dengan dimulainya gerakan
penerjemahan karya-karya Arab ke dalam bahasa Latin. 185 Pe-
nerjemahanJean de Espagne saat itu pada awalnya dilakukan
secara harfiah, kemudian berubah menjadi penerjemahan ter-
minologis (rna 'nawfyah). Proses ini sam a seperti proses penerje-
mahan yang terjadi pada Arab lama yang diawali dengan penerje-
mahan etimologis (h.arfiyah), kemudian menjadi penterjemahan
ma 'nawfyah dan pengungkapan langsung makna yang tertangkap
oleh akal dan disempurnakan oleh wahyu ke dalam bahasa Arab.

185Gerakan ini dimulai oleh Reymond de Sauvetat (1126-1151),


uskup Toledo yang berkebangsaan Prancis. Hidup di tengah-tengah umat
Islam, ia mempelajari bahasa Arab yang menjadi bahasa kebudayaan
dan ilmu pengetahuan, dan menerjemahkan Aristoteles, al-Farab1, Ibn
S1na, al-Ghazal1 dan Ibn Gaberol. Diantara penerjemah yang terkenal
adalah Gundissalivi yang bekerjasama denganJean de Espagne dan
Solomon le Juif yang menerjemahkan karya-karya Ibn Sma tentang alam,
utamanya Langit dan Dunia, Jiwa, dan Masalah-Masalah Ketuhanan.
Penerjemah-penerjemah lain juga menerjemahkan karya al-Ghazall
tentang alam dan T uhan dan karya Ibn Gaberol Sumber Kehidupan. Dari
deretan nama penejemah tersebutlah nama Ibn Daud dan Gerard de
Cremone (1187). Jean de Espagne menerjemahkan Perbedaan Jiwa dan
Ruh yang identifikasi sebagai karya Qustha Ben Luqa, dan Gerard de
Cremone menerjemahkanAnlytica Posteriora dengan beberapa anotasi
Themestius, PendengaranAlami, Langit dan Dunia, A lam dan Kerusakan,
dan Pengaruh Aliisme. Begitu pula al-'Ilal, teks baru Plato yang diambil
dari Prinsip-Prinsip Ketuhanan karya Prod us, telah diterjemahkan.
Seringkali buku ini diduga milik Aristoteles dibawah judul KebaikanMumi
atau Dalam Pemaparan KebaikanMumi. Demikian juga sebagian esai al-
Kindl seperti Aka/, Lima Substansi, dan Esai Tentang Aka/ karya al-Farab1.
Di samping penerjemah Prancis ada pula penerjemah dari Inggris
seperti, Alferdus Angelicus dan Daniel de Moerly.

245
Gerakan penerjemahan itu kemudian berubah menjadi gerakan
penulisan seperti yang terlihat pada Yahya ibn 'Uday, Hunayn
ibn Ishaq dan lain-lain. Tulisan mereka membahas mulai dari
topik tujuh kesenian be bas dan perkembangannya hingga topik
ketuhanan, alam, psikologi, politik, dan ekonomi. Mereka juga
memaparkan teori penciptaan dan kejadian alam dari sudut pan-
dang Kristen. 186
Persoalan universalia juga dimunculkan kern bali oleh sebagi-
an pe-nerjemah yang membahas hubungan an tara individu de-
ngan genus dan spesies. Pembahasan itu berakhir dengan kesim-
pulan bahwa genus dan spesies bersifat universal dan tidak dipe-
ngaruhi oleh spesifikasi individu. 187 T etapi dari pembahasan yang
sama ada juga yang sampai pada kesimpulan panteisme: Tuhan
terdapat dalam setiap benda dan di dalam setiap benda terdapat
Tuhan.lss

186Di antara karya-karya Gundissalivi adalah Pembagian Filsafot, yang

merupakan pengantar ilmu alam, psikologi, teologi, politik, dan ekonomi.


Ia juga menulis buku yang diberi judul KejadianAlam, yang menunjukkan
adanya pengaruh Sumber Kehidupan karya Ibn Gaberol dan teologi Ibn
S~na. Pengaruh Ibn S~na juga Tampak dalam karyanya Kekekalan ]iwa
yang pada gilirannya juga mempengaruhi Willliam d' Auvergne dalam
Pantheisme.
187 Dia adalah Adelahard de Bath, seorang penejemah, penulis
sekaligus filosuf yang berasal dari Inggris. Ia juga ahli dalam mentrasfer
ilmu-ilmu Islam ke Barat. Salah satu karyanya adalah Identitas dan
Perbedaan, judul yang kemudian juga dipilih Heidegger dalam salah satu
karyanya.
188 Dia adalah Amaury de Bene (1206/1207 M) seorang guru logika

dan teologi di Prancis.


Perlu ada beberapa karya akademis yang mengkaji tentang gerakan
penerjemahan di Exopa yang dimulai abad ke-10 dan berkembang pada
abad ke-12, dan mencari penyebab mengapa penerjemahan tersebut
memilih tema-tema ilmu pengetahuan dan filsafat dari khazanah yang
diterjemahkan. Penerjemahan Eropa ini kemudian dibandingkan dengan
gerakan terjemah yang terjadi dalam tradisi kita sejak abad ke-12 H dan
mengukur tingkat validitas dan akurasi kedua penerjemhan terse but.
Kemudian kedua gerakan penerjemahan terse but dibandingkan dengan

246
5. Puncak Filsafat Skolastik (Abad ke-13)
Perkembangan filsafat skolastik dan perjalanannya menca-
pai puncak di sam ping didukung oleh adanya pilar Islam juga
ditentukan oleh pembangunan akademi-akademi di Eropa yang
diadopsi dari gaya akademi di Timur yang dilihat bangsa Eropa
selama terjadinya perang Salib. Puncak filsafat skolastik juga se-
bagai evolusi dari illuminisme biara ke kegiatan pemikiran yang
dialihkan ke sekolahan dan akademi. 189 Kurikulum yang diajar-
kan di akademi-akademi terse but adalah filsafat lama, filsafat,
ilmu-ilmu Islam terutama Averoisme Paris. Pada saat yang sama
terjadi perubahan kecenderungan pemikiran dari kesenian dan
kesusastraan ke gramatika dan logika; dari retorika ke filsafat
dan pemikiran; dan dari paganisme kesusastraan Latin ke "penyu-
cian Tuhan" pemikiran Islam. Perubahan ini diwarnai persete-
ruan antarpendukung tujuh kesenian be bas dan penentangnya. 190
Pada saat yang sama para pendukung filsafat Islam dan segala

gerakan penerjemahan lain yang terjadi sejak kebangkitan Arab modern


hingga sekarang. J adi gerakan penerjemahan dari Barat ke bahasa kita
terjadi dua kali: dari Yunani dan dari Barat modern. Sedangkan gerakan
penerjemahan dari kita ke Barat hanya terjadi sekali, yaitu pada akhir
abad pertengahan. Kini ada tanda-tanda akan terjadi penerjemahan dari
kita ke Barat yang kedua. Penerjemahan itu dilakukan oleh Barat dari
generasi kita di bidang kesusastraan dan belum sampai pada tahap
penerjemahan di bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Sebab,
kebangkitan kita barn menapaki masa awalnya. Akhir dari masa anotasi
dan ringkasan berada pada abad ke-14 H, dan awal abad ke-15 H adalah
awal masa keemasan kita yang kedua.
189Y ang terpenting adalah Akademi Polonia, Paris dan Oxford.

190Jean de Gerlande (1195-1252/1258/1267 /1272) orang Inggris

yang hidup di Paris ini melakukan pembelaan terhadap kesusastraan


lama di Akademi Paris. U payanya mendapat dukungan dari Gereja yang
masih lebih banyak bersandar kepada kesusastraan lama daripada kepada
filsafat baru yang rasional. Ia memiliki dua esai tentang musik. Henry
de Hainbuch kemudian berupaya menggulingkan dominasi Jean de
Gerlande dengan mengangkat tema gramatika dan logika menentang
kesusastraan lama.

247
bentuk. aplikatifnya seperti akal, alam, tatanan politik sipil yang
menghendaki pemisahan Gereja dari negara, mendapat tekan-
an. Karena kaum Muslimin adalah pembela Aristoteles, maka di
Paris Aristoteles dan filsafat Islam tidak boleh diajarkan. 191
Ketegangan yang terjadi an tara kesusastraan lama dan pe-
mikiran baru, antara teologi dan filsafat Islam, justru menyebab-
kan berkembangnya filsafat skolastik hingga mencapai puncak-
nya pada abad ke-13 M. Oleh karena itu, masa teologi skolastik
dan perubahan Aristotelianisme menjadi Kristen dengan cara
"substansialisasi palsu", terhitung sebagai masa puncak filsafat.
Jadi pembentukan kesadaran Eropa pada tahap referensial-
nya pernah dua kali mengalami kondisi puncak, yaitu yang ter-
jadi pada masa paham Augustin dan masa paham Thomas. Pun-
cak pertama merupakan illuminisme tasawuf dan yang kedua
rasionalisme filsafat. Meskipun berbeda, kontak kedua puncak
ini tetap terjadi dari waktu ke waktu melalui persamaan-persa-
maan yang ada pada keduanya. Augustinisme terus berjalan de-
ngan tasawufkontemplatifnya, sementara Thomisme banyak ber-
sandar kepada Augustinisme. Seakan "kesadaran sebagai akal
budi" (Thomas d'Acquin) tidak berpikir kecuali tentang "kesa-
daran sebagai pengalaman hidup" (Augustin).
Gregoire IX memperingatkan para teolog Paris terutama
Pierre de Poitiers agar tidak mempelajari teologi murni. Yang di-
maksud dengan teologi murni di sini adalah metafisika Aristote-
les. T etapi peringatan ini tidak mampu menghentikan niat para
filosuf untuk. terus merujuk. pada Aristoteles, anotasi kaum Mus-
limin dan filsafat mereka, dalam memahami teologi Kristen. Si-
mon de Tournai tetap mempelajari fisika Aristoteles; William
d' Auxerre mengoreksi manuskrip Aristoteles; Phillipe de Gene
menetapkan sifat-sifat wujud yang rasional, yaitu yang esa, yang

David de Dinat (1210 M} dikecam karena menjadi pengikut Ibn


191

Sina dan berpendapat bahwa wujud terbagi menjadi substansi material


dan substansi terpisah; menganggap Tuhan berada pada substansi
terpisah; dan mengingkari penjelmaan dan Trinitas. Begitu pula Etienne
Tempier (1277 M} dikecam karena menjadi pengikut Ibn Rusyd.

248
hakiki dan yang baik. Yang paling menonjol adalah William
d' Auvergne. 192 Pengaruh Aristotles tampak pada William
d' A vergne terutama dalam membedakan esensi dari wujud. Me-
nurutnya, Tuhan tidak bersusun (bas£th), tidak berjisim, dan ber-
sifat esa, dan alam bersifat baru (b.ad£ts). Manusia memiliki kebe-
basan kehendak yang tidak sedikit pun mengurangi komprehen-
sifitas kehendak Tuhan. Jiwa tidak terdiri dari susunan-susunan
dan berbeda dari raga. Dari pendapat-pendapat di atas dapat di-
lihat warna-warna konsepsi Islam dalam bangunan filsafat Kris-
ten. Oleh karena itu, di Paris, Aristoteles kembali dilarang dan
Ibn Rusyd dianggap sebagai musuh pertama Gereja. Ketegangan
ini terus terjadi pada beberapa filosuf di berbagai belahan benua
Eropa. 193 Mereka terbagi menjadi kelompok yang mendukung
illuminisme dan kecenderungan ilmiah di bawah pengaruh ula-
ma Muslim terutama Ibn Haytslm dengan al-Manadlir-nya, ser-
ta kelompok yang mendukung kecenderungan rasionalisme dan
anotasi kaum Muslimin terhadap Aristoteles inilah yang mem-

192Simon de Tournai (1203 M), William d' Auxerre (1231 M), Phillip

de Gene (1236 M), William d' Avergne (1180-1249) yang menulis buku
"PrimipPertama", "Alam", "]iwa".
193 Terjadi di Polandia pada Witelo yang memiliki buku "Dalam

Categori" dan Barthelemy de Bologne, yang karyanya "Dalam Cahaya"


memperlihatkan al-Manadlir Ibn Haytsam. Terjadi di Paris pada Adam
Belfam dan Geraci d' Auberville. Dan di Belgia terjadi pada Henry de
Ganci (1293 M) yang membedakan wujud dari esensi. Pendapat ini
kemudian ditentang oleh Gode Froid de Fontaines yang menyatukan
esensi dengan wujud dan menegaskan peran akal menggantikan peran
illuminisme. Pierre d' Auvergne (1302 M) mendirikan filsafat yang dekat
dengan paham Thomas d'Acquin. Henry Bate mencoba berpegang pada
Aristoteles seperti anotasi yang dilakukan filosuf-filosuf Muslim, al-
Farab1 dan Ibn Sina, serta anotasi fuosuf Kristen seperti Yahya al-Nahwl.
Henry Bate juga berpegang pada Ibn Haytsam ketika mengklasifikasikan
perasaan ke dalam pekerjaan jiwa, bukan pekerjaan indera. Dan William
de Moerbeke mencoba menciptakan keseimbangan antara paham
Augustin dan paham Aristoteles. Hal inilah yang akhirnya direalisasikan
oleh Thomas d' Acquin.

249
bantu mereka mewujudkan keseimbangan antara paham Augus-
tin dengan Aristotelianisme seperti yang terlihat pada Thomas
d'Acquin.
Pada masa abad ke-13 ini ban yak bermumnculan filosuf.
Mereka semua membicarakan tentang interaksi antarpaham
dalam filsafat skolastik, sehingga sulit mengklasifikasikan
seoarang filosuf ke dalam paham tertentu. Indikasi adanya re-
produksi masa pun hanya sedikit. Hal ini terjadi karena tidak
semua filosuf pada masa itu merupakan satu kelompok. Alexan-
dre de Halles, misalnya, menggabungkan seluruh aliran fisafat
abad pertengahan pra Thomas d' Acquin: Augustianisme, filsafat
skolastik, dan filsafat Islam ke dalam satu perspektif. 194 Jean de
la Rouchelle juga melakukan hal yang sama, tetapi dengan lebih
banyak mengacu kepada Ibn S1n3.. 195 Sementara anotasi Ostash
d' Arache banyak didominasi oleh warna illuminis. 196 Gauthier
de Bruges juga masuk ke dalam barisan filsafat skolastik. 197 Ke-
adaan ini terus terjadi pada filosuf-filosuf lain yang berkutat di
seputar dominasi Augustinisme atau dominasi Aristotelianisme. 198
Kemudian dua pilar, Augustianisme dan Aristotelianisme ber-
gabung dalam Sina.isme dan muncul persoalan jiwa dan hubung-
annya dengan raga serta beberapa persoalan logika dan metafisika
murni. 199

194 Alexandre de Halles (1170-1245) menulis buku yang berjudul


Teologi Universal.
Beberapa karya Jean de la Rouchelle adalah Inti Keutamaan, Inti
195

BeberapaKeutamaan, lntiKaedah /man, IntiJiwa.


1960stash d' Arache (1291 M) menganotasiEtika Untuk Nicomachos,

dan Transmisi karya Pierre Lombard.


197Gauthier de Bruges (1307 M) menganotasi Transmisi dan Beberapa

Masalah yang Diperselisihkan.


198Seperti trejadi pada Matthieu d'Aguasparta (1240-1302) yang

menganotasi Transmisi dan Beberapa Masalah yang Diperselisihkan.


199Persoalan-persoalan di atas dimunculkan oleh Roger Marston

Pieree Oileu (1248/1249-1298), Pierre de Tarbe, Kardinal Vital du Four


(1327 M), Richard de Middleton William de Wari (1300 M) dan lain-
lain.

250
Ketegangan antara aliran rasionalisme dan aliran agama pada
abad ke-13 melahirkan bentuk baru dua aliran tersebut, yaitu
aliran ilmiah yang didasarkan pada akal dan aliran tasawuf yang
didasarkan pada hati. Aliran pertama diperankan oleh Robert
Grosseteste yang mampu memindahkan teori cahaya yang dicip-
takan Islam ke dalam kerangka Kristen. 20°Cahaya adalah gerak-
an Tuhan ketika menciptakan. Dari cahaya itu muncul esensi
yang tak terhingga untuk menciptakan alam yang terhingga. Dan
cahaya itu merupakan perantara yang menggerakkan jiwa dan
raga. Beberapa Guru Besar Oxford melanjutkan aliran ilmiah
ini yang menggabungkan sisa neo-Platonisme, filsafat Islam Il-
luminisme dan Aristotelianisme. 201 Pengaruh Ibn Sina terhadap
aliran ilmiah akademi Oxford juga sangat besar.
Aliran kedua diperankan oleh Saint Bonaventura. 202 Menu-
rutnya pengetahuan adalah kontemplasi sufistik yang meman-
carkan pengetahuan dalam jiwa. Dalam perjalanannya menuju
Tuhan, jiwa bersatu dengan Tuhan dan menetapkan keberadaan-
Nya. Oleh karenanya, ia dapat menerima bukti ontologis atas
eksistensi Tuhan yang diciptakan Anselme dan dibentuk kembali
oleh Descartes dan Hegel, serta ditolak oleh Kant di abad mo-
dern. Mula-mula Tuhan hadir di dunia empiris, kemudian mem-

200Robert Grosseteste (1170-1253) seorang filosuf ilmu pengetahu-

an dari Inggris dan kepala akademi Oxford. Diangkat menjadi Uskup


Lincoln sejak 1235 M. Beberapa karya ilmiar..nya Cahaya, Gerakan Badan
dan Cahaya. Ia memiliki beberapa anotasi penting terhadap karya
Aristoteles Physica dan Anlytica Posteriora.
201 Di antaranya adalah Adam de Marsh (1258 M), Richard de

Cornouilles, Thomas York (1260 M), Robert Kilwardby (1279 M), Jean
Peckham (1292 M), Robert de Winchelsea (1313 M), Henry de Wile (1329
M), Golbert de Segrave (1292 M), Simon de Faversham (1306 M).
202 Saint Bonaventura (1221-127 4) seorang filosuf sufi dan pengajar

Fransiscain. Ia merevitalisasi Augustinisme dan neo-Platonisme serta


menentang aliran ilmiah. Karenanya ia menekan Roger Bacon. Ia berhasil
mencapai tingkat pastoral pada tahun 1482 M. Beberapa karyanya adalah
anotasi atas Transmisi,]alan Ruh Menuju Tuhan, dan Beberapa Masalah yang
Diperselisihkan. Pada tahun 1857 ia mendapat gelar "ilmuwan Gereja".

251
perlihatkan bentuknya dalam jiwa, dan terakhir menyinari akal.
Jadi Tuhan hadir di dunia empiris dan di dalam jiwa serta men-
jelma dalam makhluk ciptaan-Nya. Tuhan juga menjelma dalam
tindakan. Dalam persoalan universalia, ia masuk ke dalam ke-
lompok realisme.
Filsafat skolastik mencapai puncakya di abad ke-13 M pada
sosok Albertus Magnus dan muridnya, Thomas d' Acquin, di
mana Aristotelianisme sangat menonjol, sama seperti Platonis-
me yang menonjol pada masa puncak Bapak Gereja yang terda-
pat pada sosok Augustin. Para teolog dengan terang-terangan
mengadopsi Aristotelianisme sebagai filsafat agama. Sehingga
tidak ada lagi perbedaan antara Aristotelianisme dengan Kris-
ten. Untuk ke sekian kalinya paganisme mengungguli ajaran aga-
ma dalam kerangka "substansialisasi palsu". Pada fase ini pe-
ngaruh filsafat Islam, baik sebagai anotasi terhadap filsafat Yu-
nani maupun sebagai hasil inovasi, sangat dominan. Kemudian
filsafat skolastik beralih dari masa imitasi ke masa inovasi, sete-
lah abaci pertengahan mampu memilah-milah an tara penulis,
pengumpul, penganotasi dan pengarang. Albertus Magnus dan
muridnya, Thomas d' Acquin, sama-sama menolak penafsiran Ibn
Rusyd terhadap Aristoteles. 203
Di tangan kedua filosuf ini, filsafat skolastik menjadi lebih
konservatif dan tidak progresif dibanding dua abaci sebelumnya
di tangan kelompok rasionalis, baik dari kalangan dialektisian
maupun filosuf. Aristotelianisme hanya digunakan untuk men-
dukung agama. Albertus Magnus menggabungkan sejarah alam
dengan mitologi Taurat, observasi langsung terhadap alam de-
ngan sedikit khurafat. Ketenarannya sebenarnya disebabkan oleh

203 Albertus Magnus (1193-1280) adalah filosuf, ahli fisika, dan


teolog yang berasal dari Jerman. Belajar di Jerman dan Paris, ia sangat
dikenal dengan ilmunya yang ensiklopedis. Karenanya ia mendapat
julukan "guru yang komprehensif". Hampir seluruh karya Aristoteles
telah ia anotasi. Ia juga menganotasi "Transmisi", "Kausa, Akal danA lam".
Beberapa karya orisinalnya adalah "Resume tentangMakhluk," dan "Resume
tentang Teolog£".

252
jasanya dalam mentransfer ilmu-ilmu alam Yunani dan Islam yang
ia lakukan di tengah kecaman Paris pada tahun 1277 terhadap
Ibn Rusyd karena pendapatnya tentang determinasi alam.
Jadi, pemisahan agama dari filsafat telah mengorbankan
agama untuk kemenangan filsafat pada masa perkembangan ra-
sionalisme. Akibatnya agama berubah menjadi filsafat dan
orang-orang meninggalkan agama untuk menjadi filosuf. Ke-
mudian muncul gerakan konservatif yang membalikkan perjalan-
an sejarah dan kembali ke agama serta memisahkannya dari fil-
safat. Inilah perjalanan sejarah hubungan filsafat dengan agama
dalam filsafat skolastik. Hubungan itu tidak secara definitif an-
tara filsafat dengan agama, tetapi bisa saja terjadi dengan model
lain yang berawal dengan pemaduan agama dan filsafat seperti
yang terjadi dalam Islam.
Filsafat Albertus Magnus dapat disimpulkan sebagai filsafat
yang mengacu kepada teori pengetahuan yang didasarkan pada
pengalaman empiris. Karenanya dalil ontologis atas eksistensi
Tuhan menjadi mustahil. Sebab ia merupakan dalil rasional yang
apriori dan tidak didasarkan pada pengalaman empiris seperti
dikatakan Kant. Filsafat Albertus Magnus juga memandang per-
lunya pembuktian eksternal dari alam atau dimensi empiris. Pem-
buktian penciptaan alam yang berdimensi waktu dianggap hal yang
mustahil. Sebab hal ini mempunyai konsekuensi logis pengakuan
kita terhadap kekunoan zaman (qidam al·zaman) yang berarti
kekunoan alam (qidam al· 'alam). Tentang akal, filsafat ini ber-
pendapat bahwa akal bersifat individual. Dengan demikian fil-
safat ini tidak terjatuh ke dalam pendapat kekekalan akal univer-
sal. Murid Albertus Magnus melanjutkan jejaknya dengan meng-
gabungkan filsafat alam dengan teologi. 204
Tetapi muridnya yang paling he bat, bahkan lebih he bat dari
ia sendiri adalah Thomas d' Acquin205 yang ingin menyingkirkan

204 Seperti Huges Raebalin, Ulrich de Strasbourg {1277 M), Dietrich


de Freiberg (1310 M)
205 Thomas d' Acquin (1225-127 4) beberapa pendapatnya dikecam

di Paris dan Oxford tiga tahun setelah ia meninggal. T etapi pada tahun

253
anotasi ilmuwan-ilmuwan Muslim yang menggambarkan Aristo-
teles sebagai tokoh yang lebih materialis, raionalis dan naturalis
dari yang sebenarnya. Ia lalu melakukan anotasi versi Kristen yang
menggambarkan Aristoteles sesuai dengan ajaran Kristen, dan
karenanya dapat dibangun filsafat Kristen atau Aristotelianisme-
Kristen sesuai dengan prinsip "substansialisasi palsu", dan bu-
kan filsafat Kristen-Aristotelis sesuai dengan prinsip "formasi
palsu" seperti dilakukan umat Islam. Dalam Kristen, Aristote-
lianisme adalah substansi dan Kristen adalah bahasa (substansi-
alisasi palsu), sementara dalam Islam, Islam adalah substansi dan
Aristotelianisme adalah bahasa (formasi palsu).
Thomas d' Acquin membangun teologi dengan sentuhan fisi-
ka. Ia berpendapat bahwa akal mampu membuktikan keberadaan
T uhan tanpa harus tergantung pada iman. T etapi hanya imanlah
yang dapat menguak rahasia Tuhan, yaitu Trinitas. Pada fase ke-
tiga barulah akal-iman datang untuk memahami rahasia itu. Oleh
karenanya, ia menciptakan lima dalil yang terkenal atas ke-
beradaan Tuhan yang didasarkan pada prinsip gerak, causa eft-

1323 M, Jean XXII berhasil mengembalikan nama baiknya. Bahkan


Louis Xlli merekomendasikan untuk mempelajari dia lagi. Tetapi pada
masa kebangkitan ia kembali dikecam. Sesuai dengan pembagian
berdasarkan masa dan pembagian berdasarkan tema, serta sesuai dengan
gaya kesusastraan abad pertengahan: anotasi, perlawanan, dan pembe-
laan. Karya-karya Thomas d'Acquin dapat dikelompokkan menjadi
em pat bagian yaitu:
1. Anotasi terhadap empat buku "Transmisi 1254-1256," "Resume ten tang
Perlawanan atas Bangsa-Bangsa 1260", "Resume atas Teologi 1265-1272".
2. "Trinitas 1257", "Nama Tuhan 1262", "Kausa 1268", beberapaanotasi
terhadap karya Aristoteles "Physica", "Metaphysica", "Etika untuk Nico
Machos", "Polietica, A nalytica Priora, Categoire", "Langit dan A lam",
"A lam dan Kebinasaan", dan beberapa anotasi terhadap karya Denis
Aeropagite, Boethius dan Taurat seperti "KitabAyyub".
3. Persoalan-persoalan yang diperselisihkan di seputar hakekat, ke-
bebasan kehendak dan jiwa: "Hakekat 1256-1259", "Kekuatan 1259-
1263", "Kejahatan 1263-1268", "Makhluk Ruhani,]iwa 1269-1270".
4. "Wujud dan Esensi 1256," "Kekunoan A lam (qidam al- 'alam) 1270,"
"KesatuanAkal1270," "Substansiyang Terpisah 1272".

254
cien, yang pasti dan yang mungkin, tingkat-tingkat wujud, dan
causa final is. Kajiannya tentang Tuhan dilakukan dengan cara
negatif dengan menafikan sifat-sifat kelemahan dari Tuhan; cara
positif dengan menetapkan sifat-sifat kesempurnaan pada-Nya;
dan cara metaforis dengan menggunakan sifat kesempurnaan
manusia sebagai perumpamaan dalam mengungkapkan kesem-
purnaan Tuhan. Dua cara yang pertama untuk menyingkirkan
kesan penyerupaan Tuhan, dan cara yang ketiga sebaliknya mem-
beri kesan penyerupaan Tuhan. Di bidang ilmu alam ia berpenda-
pat bahwa alam diciptakan dengan tindakan bebas yang dike-
hendaki. Ia menolak teori emanasi meskipun filsafat tidak mam-
pu membuktikan bahwa alam memiliki permulaan masa. lni
mirip kontradiksi akal-murni Kant. Manusia mempunyai ke-
hendak yang be bas dan kemampuan untuk menentukan pilihan,
dan pada saat yang sama rahmat Tuhan juga memiliki andil.
Pendapat ini sama dengan Asy'arian dengan teori kasb-nya. Jiwa
secara individual bersifat kekal. Hal ini bertentangan dengan
pendapat Ibn Rusyd bahwa setiap orang memiliki satu akal.
Meskipun Thomas d' Acquin ban yak berinteraksi dengan al-
Kind!, al-Farab!, Ibn S!na, Ibn Rusyd dan Ibn Gaberol, serta
lebih ban yak menolak mereka, namun ia tetap menjadikan fil-
safat Kristen dan filsafat Islam sebagai kerangka referensi. Bah-
kan dapat dikatakan, Thomas d' Acquin menggabungkan Plato
dan Aristoteles melalui Augustin dan penganotasi-penganotasi
Muslim.
Murid-murid Thomas d' Acquin mengikuti jejak gurunya
dengan menampilkan Aristotelianisme Kristen. Di samping itu
mereka juga menampilkan Averoisme Latin yang sudah keluar
dari wilayah anotasi Thomas d' Acquin dan bersumber dari ano-
tasi-anotasi Ibn Rusyd. 206 Jika S!naisme berhasil menjadi pro-

206 Di antara murid Thomas d' Acquin adalah Daniel de Morley,

Michel Scot {1245 M), Adam de Bocfeld, Adam de Bouchermefort,


Lamberd d' Auxerre, Pierre Juliani, Nicolas de Paris Adenulfe d' Anagni
{1289 M), Siger de Brabant {1235-1281/1284), yang menjadi tokoh Ave-
roisme Latin terbesar dan menjadikan akal di atas segala-galanya sama

255
totipe pemikiran Kristen abad ke-12 M, maka Averoisme mem-
peroleh posisi sebagai prototipe pemikiran Kristen pada abad
ke-14 M. Jadi perpindahan dari abad ke-12 ke abad ke-14 M
merupakan masa transisi dari S!naisme ke A veroisme. Dengan
demikian masa yang dilalui Albertus Magnus dan Thomas
d' Acquin hanya sekedar masa transisi dari prototipe pertama ke
prototipe kedua. 207
Filsafat alam yang merupakan salah satu pilar utama bagi
masa puncak Albertus Magnus dan Thomas d' Acquin pada
perkembangannya berbelok ke arah pemikiran ilmiah empiris
atau logika matematis murni. Hal ini menandai awal kemun-
culan abad modern dengan dua aliran utamanya, empirisme dan
rasionalisme. Namun demikian, pada abad ke-13 M dan abad
ke-14 M, dua aliran ini masih diwarnai corak illuminis dan metafi-
sis. Aliran pertama, empirisme, diperankan oleh Roger Bacon. 208
Meskipun termasuk pengagum Aristoteles, namun Roger Ba-
con bukan pengikut Aristotelianisme di Paris. Ia menggabung-
kan neo-Platonisme yang terdapat dalam "karangan-karangan
petikan" dan pemikiran ilmiah matematis Grosseteste. 209 Menu-
rutnya matematika adalah dasar dari segala ilmu, seperti dikata-
kan Descartes kemudian. T etapi materi ilmu datang dari peng-
alaman empiris. Pendapat ini sama dengan pendapat ilmuwan-
ilmuwan Muslim yang buku-buku dan eksperimentasinya telah

seperti yang dilakukan Descartes di abad modern, dan Boece de Dacie.


Kemudian muncul pemikir-pemikir lain yang lebih memperhatikan
terhadap persoalan politik dan sosial daripada persoalan fisika dan
ketuhanan, seperti Barthelemy de Luqnes (1326 M), Jean de Paris (1306
M) yang menempatkan kehendak rakyat sebagai sumber kekuasaan
seperti dimunculkan kemudian oleh Martin Luther, Ilr de Rome, Pierre
Dubois dan Englebert.
207 Di an tara filosuf-filosuf yang mewakili fase ini yang terkenal

adalah Gilles de Lessine (1304 M), Thomas de Sutton, Herve Nedellec,


Gilles d'Orleans, Nicolas Triveth (1330 M), Bernard de Tarbe (1292
M), Bernard de Auvergne (1300 M), William Goodin (1336 M), Pierre
de la Palu (1342 M), Jean de Naples (1336 M), Gilles de Rome (1316
M), Jacques Capucci.

256
dikenal secara baik oleh Roger Bacon. Di sam ping pengalaman
ilmiah dari indera harus ada etika yang menyinari akal dalam
memahami hakekat. Dan ilham-ilham Tuhan ini datang melalui
para paderi dan nabi. Ia menanggapi persoalan universalia de-
ngan mengutamakan individual di atas universal. Pendapatnya
ini menjadi dasar realisme Duns Scot pada akhir abad ke-13 M
dan awal abad ke-14 M.
Sedangkan aliran kedua yang logis diwakili oleh Reymond
Lulle yang mencoba meletakkan dasar baru bagi ilmu penge-
tahuan, yaitu prinsip-prinsip urn urn yang melampaui logika dan
metafisika serta menjadi dasar bagi prinsip-prinsip ilmu penge-
tahuan seluruhnya, seakan-akan ia menjadi alat berpikir. 210 De-
ngan gagasannya ini Lulle telah mendahului Leibnitz yang men-
coba membangun "matematika komprehensif" atau "seni peng-
gabungan". Logika materna tis murni bukan tujuan akhir teta-
pi sebagai batu loncatan untuk membangun apa yang disebut
Syi'ah Isma'illyah sebagai "ilmu penimbang", atau dengan
kata lain upaya mewujudkan keserasian an tara alam dan kitab
suci. Karenanya filsafat Lulle memiliki corak illuminisme dan
Aristotelianisme.
Filsafat Yahudi tidak mengalami perkembangan seperti yang
terjadi pada abad ke-11 dan abad ke-12, dan tidak seperti
perkembangan filsafat Kristen pada abad ke-13. Hanya muncul

208 Roger Bacon (1214-1292) semasa dengan Thomas d' Acquin.


Franciscain dari lnggris ini pernah mendapat tekanan dari Saint Bona-
vetura. Bekerja di Oxford dan Paris dan mendapat julukan "Ilmuwan
penakluk". Karyanya yang terpenting adalah "Pekerjaan Besar," "Pekerjaan
Kecil," "PekerjaanKetiga," "SariFilsafat," dan "Sari Teologi."
209Karangan-karangan petikan terse but seperti "Kausa" dan "Rahasia

dari Rahasia·rahasia ".


210Reymond Lulle (1235-1315) pengarang "Kesenian Agung" atau

"Kesenian Umum." Ia pernah belajar bahasa Arab untuk memudahkan


tugas misionari di kalangan umat Islam. Logika barunya ini digunakan
untuk melawan kesalahan-kesalahan ilmuwan Muslim dan juga
kesalahan-kesalahan Aristoteles sendiri.

257
satu filosuf di kalangan Y ahudi, yaitu Hillel de Verona yang mem-
bahas persoalan jiwa, pahala dan dosa dengan mengacu kepada
Ibn Rusyd. 211 Jiwa individual mendapat pengaruh dari akal efisien
universal yang membantunya dalam mewujudkan kekuatannya.
Jiwa individual bersifat kekal sehingga ia dapat menerima paha-
la ataupun siksa. Ia menerima pendapat Ibn Rusyd ten tang pe-
mancaran akal universal terhadap jiwa individual tetapi meno-
lak pendapatnya ten tang kekekalan akal universal.

6. Akhir Filsafat Skolastik (Abad ke-14 M)


Keberakhiran ini ditandai dengan terjadinya beberapa per-
ubahan: perubahan dari teologi ke ontologi, filsafat alam ke em-
pirisme, prioritas kehendak Tuhan ke prioritas kehendak manu-
sia, penyatuan kekuasaan Gereja dengan kekuasaan negara ke
pemisahan kedua kekuasaan tersebut. Semua perubahan ini
mengisyaratkan bakal munculnya abad modern. Perubahan-per-
ubahan di atas dilakukan oleh para tokoh filsafat Kristen a bad
ke-14, Dens Scot, William Ockham, Jean Buridan, Maister Eick-
hart, Tauler, dan tokoh filsafat Yahudi Levi Ben Gerson, Cres-
cas, Aaron Ben Eliga. Meskipun secara historis kehidupan Dens
Scot berada pada abad ke-13 namun pemikirannya memiliki jiwa

211 Hillel de Verona (1220-1295) seorang dokter dan filosof yang

berasal dari It alia. Karya utamanya adalah "Pembalasan bagi ]iwa."


212Dens Scot (1266-1308) filosuf skolastik yang lahir di Scotlandia,

hal yang menunjukkan kesatuan benua Eropa termasuk di dalamnya


pulau-pulau di Britania. Tidak banyak data mengenainya. Kalaupun ada
pasti diperselisihkan. Masuk kelompok Franciscanisme dan menjadi
rahib pada tahun 1291. Ia bela jar di Oxford dan Paris, mungkin juga
mengajar di Cambridge. Ia menjadi guru besar di Paris tahun 1305,
mungkin juga pernah sebentar mengajar di Kiln, dan meninggal di sana
pada usia muda. Karya-karya yang ditinggalkanya beragam dan belum
sempurna. Murid-muridnya banyak mengadopsi pemikirannya, bahkan
karya-karyanya dikumpulkan dalam beberapa kelompok: "Karya-karya
Paris" yang mencakup anotasi terhadap Transmisi Pierre Lombard,
"Karya-karya Oxford","Esai Tentang Dasar Utama", "Persoalan·persoalan
yang Diperselisihkan" di mana dalam buku ini ia mendiskusikan karya-

258
abad ke-14 dan filsafatnya. 212 Baginya pengetahuan bersumber
dari indra dan alam diatur oleh hukum sebab akibat. Experi-
men, observasi, dan induksi merupakan dasar ilmu pengetahuan
yang berbeda dari mimpi, khurafat, dan ilusi. Ia seperti Francis
Bacon yang meletakkan dasar-dasar logika baru, atau Jhon Stewart
Mill yang membangun dasar logika induktif. Keniscayaan
mendahului totalitas dan partikularitas mendahului universalia.
Karenanya ia menjadi perintis realisme dalam masalah univer-
salia. Yang tampak pada indi~idu adalah bentuk bukan materi,
seperti pendapat Aristoteles. Oleh karenanya untuk menge-
tahuinya tidak membutuhkan teori idea Plato. Pembagian kepa-
da umum dan khusus oleh Socrates bukan sekedar rasional tapi
juga eksistensial. Dengan pendapatnya ini Dens Scot berhasil
menyingkap persoalan wujud dan menciptakan aliran yang me-
moderasi idealisme Plato dan materialisme Aristoteles, hal mana
menjadikannya sebagai salah satu filosuf kontemporer yang
menjadi referensi bagi filosuf kontemporer lain seperti Hegel
dan Heidegger. 213 Madzhabnya juga direkonstruksi oleh Pierce.
Dalam hal pembuktian atas keberadaan Tuhan, bukti-bukti
yang diajukan Thomas d' Acquin yang menjadi puncak filasafat
skolastik masih memiliki kekurangan, terutama dalil "pengge-
rak dan gerak". Tuhan sebagai penggerak awal atau causa prima
tidaklah sama dengan Tuhan sebagai Zat yang bersifat Esa dan
berkuasa dalam agama. Tuhan adalah sebuah potensi dan bu-
kan sekedar persoalan fisika; ontologi, bukan teologi. Dengan
jalan observasi dan eksperimentasi wujud Tuhan dapat dibukti-
kan sebagi pengalaman hidup yang menyingkap dunia secara
umum, seperti dilakukan oleh Augustin dan Ibn S!na. Penda-
patnya yang mengutamakan individual di atas universal pararel

karya Aristoteles seperti "Metafisika," "Kategori," "Ibarat Kaum Shopist."


Sedangkan karangannya yang berjudul "Teori" masih diragukan. Ia
dijuluki sebagai "pengajar yang akurat".
213 Dalam disertasi doktoralnya Heidegger mengkaji tema ten tang

"TeoriMakna Menu rut Dens Scot".

259
dengan pendapatnya ten tang pengutamaan kebebasan kehendak
manusia di atas kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan bersifat be-
bas dan tidak memaksa. Dalam menciptakan alam kehendak
Tuhan dipilih dengan sengaja. Pendapat ini berbeda dengan Ar-
istotelianisme yang tidak memberikan tempat bagi kebebasan
dan kebaruan alam. 214 Kehendak Tuhan, menurutnya, memiliki
kebebasan dalam menciptakan dan kehendak man usia memiliki
kebebasan dalam bertindak.
Dens Scot membedakan kekuasaan mutlak Tuhan, yaitu ke-
hendak, dari kekuasaan terarah Tuhan, yaitu hikmah. Yang per-
tama bersifat pasti dan yang kedua bersifat be bas. Yang pert'!-
ma akal dan yang kedua adalah cinta. Beberapa perintah Tuhan
bukanlah hukum alam yang pasti seperti digambarkan Thomas
d' Acquin, tetapi berhubungan dengan kehendak be bas dan cin-
ta. Dari pendapatnya di atas dapat dikatakan, Dens Scot lebih
dekat ke Mu'tazilah daripada ke Asy'arl:yah. Dan ketika menon-
jolkan hikmah di atas kehendak ia lebih dekat ke Ibn Rusyd da-
ripada ke determinisme dan keniscayaan emanasi filosuf illumi-
nis. Sebagai perintis aliran realisme, ia banyak diikuti pengikut
realisme abad 14 M, 215 bahkan juga pengikut realisme abad ke-
15 M. 216 Di samping itu ada pula beberapa kelompok filosuf
yang mengikuti jejaknya di berbagai belahan benua Eropa. 217
Kemudian datang generasi berikutnya yang memusatkan kajian-
nya pada hubungan dunia umum dengan dunia khusus; dan ber-
alih dari kecenderungan teologi ke ontologi hingga berhasil me-

214 Hal inilah yang menjadi salah satu sebab pengecaman Paris

terhadap Ibn Rusyd pada tahun 1277.


215 Seperti Antonius Andreas (1320 M), Francois de Miron (1328

M), William d' Alnwick (1332 M), Jean de Bale ((1347 M), Landof
Graciolo (1351 M), Huges de Castro novo, Francois de Marchia, dan
Jean de Ripa.
216 Seperti William de Vaurouillon (1464 M)
217 Seperti Walter Burleigh (1343 M), Wicliff (1384 M), Pierre de

Candie (1410 M), Pierre de Daie (1350-1420), Jean de Bale, Walter


Chatton, John Rodington, Hugo lin Malebranche.

260
nyamai Ibn Sina, Ibn Rusyd dan Ibn' Arabi dalam tradisi lama
kita serta Heidegger dalam filsafat Eropa kontemporer. 218
Tokoh utama kedua dalam abad ke-14 M adalah Willian
Ockham. 219 Jika abad ke-13 M merupakan upaya penggabungan
teologi alam dengan teologi wahyu, maka abad ke-14 M adalah
upaya kritik terhadap filsafat dan teologi sekaligus dengan meng-
acu kepada pengetahuan empiris dan pengalaman ilmiah, serta
upaya membangun ilmu pengetahuan modern. Dengan kejelas-
an rasionalnya, William Ockham memusatkan perhatiannya ke-
pada upaya menghapus ketidakjelasan abad pertengahan dan
membangun logika dan pemikirannya berdasarkan prinsip "mo-
derasi alam". Prinsip inilah yang kemudian dikenal dengan "mata
tombak Ockham". Menurutnya tidak mungkin memperbanyak
satuan-satuan yang menjelaskan suatu realitas lebih dari yang
seharusnya. Oleh karenanya, filsafat dan teologi dikembalikan
kepada logika. Yang tidak kasat mat a dianalogikan dengan yang
kasat mata. Kajiannya sampai pada pembahasan tentang kausa
umat Islam, dan pembahasan ten tang logika induktif Mill se-
perti persoalan ekuivalensi. Dalam persoalan universalia ia dike-
nal dengan dua pernyataannya yang menentang realisme. Ke-
mudian ia kembali menganalisa persoalan universalia dengan
bersandar pada logika dan bahasa. Pertama ia menganggap uni-
versalia sebagai peristiwa yang terjadi dalam kesadaran (jicta).
Istilah yang diadopsi dari Aurelius ini mempunyai arti satuan-
satuan yang secara bergantian hadir dalam kesadaran dan dalam
realita. Yang kedua ia menganggap universalia sebagai sekedar
perbuatan-perbuatan baru yang menggabungkan Aristotelian-
isme dan analisa terbarunya tentang universalia. Alirannya diba-
ngun di atas gagasannya ten tang perlunya analisa logis, utamanya
supposition, dan perlunya pembatasan pengetahuan, sebab yang
bersifat universal hanyalah kata dan proposisi, bukan benda-

218Seperti William de la Mare, Jacques de Matz, Herve N edellec,


Pierre d' Auvergne, Doran de Saint Pourcin, Pierre Olieu (1321/1322
M), Henry de Haclay (1270-1317), Gerard de Bologne (1317 M), Carme
Catalan Gui Terrena (1342 M).

261
benda. Teori ini ia terapkan pada teologi. Sebab, menurutnya
pembuktian atas persoalan-persoalan teologi, seperti wujud
Tuhan dan penciptaan ruh, tidak mungkin dilakukan. Hal ini
merupakan persoalan non logis yang menuntut keimanan. De-
ngan demikian persoalan-persoalan filsafat berubah menjadi per-
soalan logika dan persoalan agama menjadi persoalan tasawuf.
Dengan cara demikian pada awalnya pengetahuan diperoleh se-
cara individual melalui eksperimentasi, kemudian beralih men-
jadi analisa bahasa terhadap kata-kata untuk mencapai kejelas-
an rasional yang diinginkan. Pendapatnya tentang_ macam-macam
proposisi dan proposisi partikular dalam logika denotatif mem-
punyai pengaruh besar sepanjang abad ke-14 M.
J adi William Ockham adalah seorang filosuf analitis yang
mengandalkan logika dan bahasa, dan fenomenologis yang meng-
analisa esensi dalam kesadaran. Ia telah mendahului kesadaran
Eropa di abad modern dalam mengangkat persoalan subyektivis-
me. Haluan politiknya berlawanan dengan Dens Scot yang ber-
gabung dengan barisan Bapak Gereja melawan Philip. Ia menen-
tang Bapa Jean XII dalam persoalan kekuasaan temporal Gereja,
dan termasuk orang yang menyerukan pemisahan kekuasaan Gere-
ja dari kekuasaan negara, serta orang yang mempropagandakan
datangnya sekularisme modern.
Aliran Ockhamisme mengutamakan kekuasaan akal di atas
kekuasaan Aristotelianisme;220 menjelaskan kemungkinan ·didamai-
kannya T rinitas dengan logika; 221 menentang metafisika dan meng-
gunakan filsafat untuk memahami teologi, yang merupakan aki-

219William Ockham (1258-1349 M) seorang F ranciscain dari Inggris.


Mengajar di Oxford hingga tahun 1324 M, saat ia diajukan ke mahkamah
Avignon dengan tuduhan heretisme. Kemudian ia melarikan diri dan
minta perlindungan imperatur di Munich pada tahun 1327 M. Ia meng-
anotasi beberapa buku di antaranya "Transmisi," "Physica-Aristoteles," "Re-
sume tentang Logika," "Tujuh Persoalan," dan beberapa buku politik. Karya
utamanya di bidang logika ia tulis antara tahun 1332-1348 M, dan karya
utamanya di bidang politik ia tulis antara tahun 1333-1347 M.
220Diperlihatkan oleh Adam Woodham (1358 M)

262
bat dari pengaruh Ibn Rusyd; 222 sebagian penganutnya kembali
ke Augustinisme; 223 memisahkan akal dari iman dan hanya meng-
akui pengetahuan empiris seperti Hume di abad modern. 224 Para
Ockhamian muncul sebagai kaum modernis, ateis, yang meng-
ubah teologi alam menjadi ilmu empiris dan dari iman yang rumit
menjadi akal yang jelas. Hal inilah yang terlihat di abad modern
dalam persoalan akal dan alam. Ada pula sekelompok Ockhami-
an yang menggandrungi pemikiran ilmiah murni; menyatakan
maiuetics seperti Mu'tazilah; dan menafsirkan alam dengan alam
itu sendiri. 225 Kemudian munculJean Biuridan yang menolak dua
ekstrem yang bertentangan, yaitu Ockhamisme logis dan sebagi-
an anotasi fundamental serta penyempurnaan filosuf Muslim ter-
hadap Aristoteles. 226 Namun demikian ia tetaplah seorang Aris-
totelian-logis-ilmiah, yang menolak dualisme teologi alam dan
teologi wahyu, serta berpikir ilmiah dengan menggunakan isti-
lah-istilah ilmu pengetahuan seperti gerak dan maiuetics. Ia dike-
nal dengan istilah "keledai Biuridan". Istilah ini diadopsi dari
Aristoteles tetapi diberi arti lain oleh Biuridan yaitu, menolak
keputusan tanpa motivasi.
T asawuf kontemplatif juga memberikan andil dalam melaku-
kan perubahan dari teologi menjadi ontologi yang terjadi pada
abad ke-14; memberikan prioritas kepada persoalan ontologis

221Diperlihatkan oleh Robert Halcot (1349 M)


Diperlihatkan oleh Gregoire de Rimini (1358 M)
222

223Diperlihatkan oleh Jean de Mirecourt yang dipidanakan di Paris

pada tahun 1347 M.


224 Hal inilah yang dilakukan Nicolas d' Autrecourt yang dihukum

bakar.
225 Diperlihatkan oleh Albert de Saxe (1390 M), Nicolas Oresme

(1382 M), Marsile d'Inghen (1396 M), Henry de Hainbuch (1397 M)


Henry d'Oyta (1397 M).
226Jean Biuridan (1295-1356) filosuf nominalis Francis. Ia belajar

dan mengajar di Paris dan memiliki andil dalam kajian mekanik dan
optik. Ia juga menganotasi karya-karya Aristoteles, menulis karya orisinal
seperti "Shopist," "Konklusi," "Beberapa Masalah dalam Bah X Etika
Aristoteles."

263
di atas persoalan epistemologis; serta mengutamakan hal-hal yang
riil di atas hal-hal yang ideal. Hal ini terjadi di tangan Maister
Eckhart. 227 Perjalanan intelektualnya bermuara pada tasawuf
kontemplatif yang diungkapkannya dengan istilah-istilah yang
sulit. Filsafat kontemplatifnya mencakup unsur-unsur Aristote-
lianisme, Augustinisme, dan neo-Platonisme. Johannes Tauler 28
mengikuti jejak Eckhart. Perhatiannya ditujukan kepada aspek
agama dan etika untuk kepentingan tasawuf. Seperti Eckhart, ia
juga memiliki pengalaman personal dalam menemukan Tuhan
sebagai sesuatu yang bersemayam dalam jiwa. Aliran kontem-
platif terns dianut kelompok-kelompok tasawuf lain hingga a bad
ke-15 M. 229 Kemudian Thomisme, Ockhamisme, dan tasawuf
kontemplatif menyatu pad'.l sosok Jean de Gerson, tokoh filo-
suf skolastik terakhir, yang hidup menjelang abad ke-15 MY 0
Meskipun menganut paham nominalisme, namun ia juga ter-
tarik pada Thomas d' Acquin. Ia menyerang teologi kontempla-

227Eckhart (1260-1327) lahir di Giterbog. Mungkin juga ia pernah

belajar bersama Albertus Magnus di Cologne. Ia mendapatkan gelar


Doktor dari Paris tahun 1302 M. Selama beberapa waktu Eckhart
menjadi pengajar teologi, tetapi sebenarnya ia seorang pengkhotbah.
Beberapa jabatan di Dominikan telah ia duduki. Dituduh sebagai
penganut panteisme dan heretisme dan diajukan ke mahkamah pada
tahun 1326 M. Di mahkamah ia menyangkal seluruh kesalahan yang
dituduhkan kepadanya dan menggagalkan hukuman yang mungkin
ditimpakan kepadanya. Karyanya yang terpenting adalah "Tiga Karya,"
"Persoalan-Persoalan Paris," dan"Khotbah dari Jerman."
228Johannes Tauler (1300-1361 M) adalah seorang sufi dan peng-

khotbah yang berasal dari Jerman. Anggota rahib Dominikan yang lahir
di Strabourg ini melakukan kajian-kajian filsafatnya di Cologna. Dan
barangkali ia termasuk orang yang mendapat pengaruh dari Eckhart.
Karyanya yang terpenting adalah Sekumpulan Khotbah.
229 Seperti terjadi pada Henry Suso (1300-1365 M), Ruysbroeck

(1293-1381 M),Jean de Shoonhoven (1432 M), dan Hendrick Herb


(1427M).
230Jean de Gerson (1363-1429) adalah seorang teolog, akademisi

dan reformis agama dari Prancis-

264
tif para penganut Dens Scot karena dianggap mengancam teolo-
gi. Ia juga lebih mengutamakan penganut "tasawuf hati" yang
mendasarkan tasawufnya pada "cinta Tuhan" bukan pada "pe-
nyatuan diri dengan Tuhan". Gereja Timur danGereja Barat yang
sudah terpisah sejak abad ke-15 coba ia satukan. Dan tampakn-
ya kemunculanJean de Gerson merupakan pertanda bagi ke-
munculan masa reformasi agama, masa kebangkitan, dan kembali
ke Platonisme yang terjadi pada dua abad berikutnya. Filsafat
skolastik ditutup oleh sekelompok pengikut A veroisme yang
menggabungkan tiga hal: filsafat, ilmu dan politik. 231
Kemudian tahun 1204 M, kota Konstantinopel jatuh ke ta-
ngan pasukan Salib pada saat Perang Salib IV, dan imperium
Byzantium terbagi menjadi negara-negara kecil, Latin dan Yu-
nani yang kemudian disatukan kembali oleh negara Nicea Yu-
nani. Setelah terjadinya peristiwa-peristiwa di atas Kristen Timur
sepanjang tiga abad terakhir masa pertengahan, yaitu dari abad
ke-13 M sampai dengan abad ke-15 M tidak mengalami kema-
juan yang cukup berarti. Di Nicea, imperatur Fanatzez232 mendi-
rikan sekolah filsafat dan memerintahkan kepada para gubernur
dan walikota untuk mengangkat filosuf-filosuf di bidang retori-
ka, kedokteran, dan matematika. Puncak kecenderungan huma-
nis di Byzantium terjadi ketika humanisme di Italia juga sedang
mencapai puncaknya. Di sam ping itu di Byzantium juga terda-
pat nilai-nilai ilmiah yang tersebar luas di akademi Tripizonda
dan merupakan tempat pertemuan ilmu Yunani dan Persia. Fil-
safat Byzantium awalnya merupakan kegiatan anotasi, resume

231Seperti Richard Fitzralph (1360 M), Jean Baconthrop (tercatat


dalam sejarah sekitar tahun 1345/1348 M) yang terpengaruh teori "akal"
dan "akal efisien" dari Ibn Rusyd, Thomas Witon, Jean de J andun (1328
M), Marsile de Padoue (hidup sekitar tahun 1336-1343 M [Sic/]) yang
menyerukan pemisahan Gereja dari negara seperti yang diserukan oleh
William Ockham, Piere d' Abano yang menggabungkan filsafat, Angelo
d' Arezzo, seorang ilmuwan yang menganotasi ilmu logika dan
berpendapat ten tang adanya dua hakekat seperti Ibn Rusyd.
232 Imperatur Fanatzez (1225-1254). Yang menjadi kepala sekolah

pada waktu itu adalah Hexapetrogos kemudian digantikan Blemmydes.

265
dan koleksi, kemudian terjadi inovasi pada aliran-aliran filsafat 1
seperti filsafat ilmiah, tasawuf kontemplatif, neo-Platonisme,
Aristotelianisme dan lain-lain. Aliran-aliran filsafat tersebut
merefleksikan kondisi politik, kesatuan dan keterceraiberaian di
imperium. Seperti teologi dan tasawuf yang merefleksikan se-
mangat negara. Aliran filsafat berhubungan dengan aliran ilmu
pengetahuan. Pada waktu itu ilmu-ilmu seperti matematika dan
fisika merupakan bagian dari ilmu filsafat. Dalam Kristen Timur
juga banyak muncul anotasi terhadap Aristoteles; merebak per-
soalan-persoalan yang pernah dialami filsafat skolastik, utamanya
persoalan universalia; dan upaya penggabungan paham nomi-
nalisme dan realisme. Sementara Blemmydes mencoba meng-
gabungkan Plato dengan Aristoteles dengan menggunakan ka-
camata Kristen, seperti yang dilakukan oleh al-Fara.bi dengan
menggunakan kacamata Islam. Perhatiannya juga ditujukan ke-
pada metode pendidikan dan pengajaran, serta penyebaran fil-
safat di sekolah-sekolah dan di akademi. 233
Dalam pemikiran politik muncul gagasan "raja tuhan" yang
dianggap sebagai mewakili kehendak Tuhan, seperti yang dike-
nal di dalam sistem teokrasi yang diktator dan menjadi acuan
para teoretisi modern dalam membangun teori "diktatorisme
Timur". Jagat raya, baik berupa alam maupun man usia, didasar-
kan pada prinsip kesatuan: kesatuan benda pada alam dan ke-
satuan emosi, perasaan serta hawa nafsu yang saling bertentang-
an pada manusia. Di tangan para ahli matematika, terjadilah pem-
bedaan antara ilmu-ilmu matematika dan fisika yang rasional
dan akurat yang datang dari Yunani dengan ilmu sihir, perdukun-

233Filosof dan ilmuwan Byzantium yang terpenting adalah


Blemmydes (1197-1272 M) yang mencoba menggabungkan Plato dengan
Aristoteles, Giorgios Acropolite yang menteoresasikan hak-hak raja
seperti Theodoros II, Georgios Bachymere (1242-1210 M) dan Maxime
Planide (1260-1310 M) yang keduanya adalah ahli matematika dan
bekerja dengan menggunakan astrologi, ilmu kimia, ilmu sihir, dan
perdukunan, Melitineotis yang menggeluti astronomi, Jacques le
Philsophe (1330 M), Sophonias le Moine, Metochite (1270-1332 M)
yang humanis, dan Gregoras (1295-1359/1360 M).

266
an, dan ilmu kimia yang datang dari Timur. Sebagian filosuf,
seperti Jacques la Philsophe, memilih kern bali ke Socrates, kon-
templasi dan penetrasi. Semen tara sebagian lain, seperti Sopho-
nias le Moine, memilih kern bali ke Aristoteles. Kemudian mun-
cul kecenderungan humanis dan keinginan untuk menyelami
dunia pengetahuan kemanusiaan dan pengetahuan alam dengan
tidak didasarkan pada kontemplasi tasawuf. Dan lahirnya
kecenderungan-kecenderungan di atas, seperti terjadi di Italia,
menandai berakhirnya abad pertengahan. Kecenderungan di atas
mencapai puncaknya pada masa kebangkitan ilmu pengetahuan
di tangan Gregoras yang mendahului Kant dalam mensistema-
tisasi ilmu pengetahuan dan meletakkan dasar-dasar ilmu penge-
tahuan modern, yaitu pengetahuan apriori dan pengetahuan
aposteriori, hubungan akal dengan indra, dan hubungan keya-
kinan dengan keraguan.
Pada perkembangan selanjutnya muncul paham "ketakwa-
an dan ketentraman Timur" yang kemudian dimunculkan kern-
bali oleh Georges Fox pada abad ke-17 di Barat sebagai reaksi
atas penaklukan Islam terhadap Asia Kecil yang dilakukan bangsa
Turki. Paham tersebut dapat digambarkan sebagai kehidupan
kontemplatif, zuhd, dan menjauhkan diri dari urusan dunia. 234 Se-
perti layaknya aliran tasawuf yang ada, paham ini didasarkan
pada hati bukan akal, pada asketisme bukan ilmu teoretis. Seba-
gian kaum Stoicis dari Yunani, seperti Barlaam, dan neo-Plato-
nis ikut bergabung dengan aliran ini. Dalam hal ini, kedudukan
Barlaam menjadi sejajar dengan Eckhart di Timur dan Tauler di

234Paham "Hesychisme", yang artinya ketenangan batin, dimun-


culkan oleh sekelompok rahib yang duduk dengan diam di atas tanah
sambil menundukkan kepalanya dan melihat potret dirinya pada pe-
rutnya, serta membayangkan kehadiran ruh dalam jasad dan penjel-
maan T uhan di dunia. Kelompok ini tinggal di atas puncak gunung Otos
di Asia Kecil. T okoh-tokoh Hesychsme antara lain adalah Theolibet de
Philadelphie pada abaci 13M, Gregoire de Sinai, Nicephoros, Alferbi
Barlaam (1290-1248 M), dua bersaudara Demetrius dan Brochorus
(antara tahun 1315 M dan 1320-1400 M), Gregoire Palamos, (12961
1359-1360 M), Nicolas Cabasilas (1371 M.)

267
Barat. Dalam tasawufnya, Barlaam berpegang pada kontempla-
si dan kehadiran sukma. Keduanya tidak mungkin mencapai
"penyatuan diri dengan Tuhan" jika berdiri sendiri-sendiri.
Pada abad ke-15 M dalam filsafat Kristen Timur muncul
kecenderungan Aristotelianisme dan Platonisme, utamanya di
tangan Pletheon, Bessarion, dan Scholarius. Dengan kata lain
kembali ke sumber-sumber awal filsafat skolastik setelah mun-
culnya karakteristik Timur yaitu kontemplasi tasawuf dan keha-
diran Tuhan dalam kesadaran. 235 Namun demikian aliran-aliran
Yunani ini tidak lepas dari pengaruh Zarathustra Persia kuno,
seperti yang terlihat pada Pletheon. Bahkan, pengaruh filsafat
Islam ten tang monoteisme, <'keadilan", penyucian Tuhan (tan·
zth) dan kehadiran Tuhan secara komprehensif, juga terlihat pada
Pletheon. Ia mencoba menggabungkan Plato dengan Aristote-
les setelah menjelaskan perbedaan keduanya, tetapi dengan mem-
berikan prioritas kepada Plato. Ia juga mempropagandakan tu-
juh kesenian bebas, sejarah dan geografi. Melihat ketercerai-
beraian dan kehancuran imperium Byzantium, ia mencari ide
bagaimana membangun kembali dan menyelamatkan imperium
terse but. Muncullah beberapa gagasan yang membuatnya pan-
tas disebut sebagai perintis pertama pemikiran sosialisme, na-
sionalisme, dan pemikiran ekonomi terkendali: tentara nasionalh
ekonomi nasional, industri nasional, pembatasan konsumsi dan
impor, kerja sebagai satu-satunya sumber nilai. Gagasan di atas
mendahului gagasan Fichte diJerman yang muncul semasa pen-
dudukan Napoleon. Ia juga pelopor Fisiocrasi Barat yang meng-
utamakan industri pertanian. Namun demikian ia justru menja-
di korban pemikiran politik Timur yang menjadikan raja atau
negara sebagai instrumen perubahan. Menurutnya "raja yang
tercerahkan" dan "diktator yang adil" adalah orang yang mam-
pu mengendalikan kediktatoran kelompok elit dan kediktatoran
rakyat. Sedang aparat negara adalah orang yang memiliki spe-
sialisasi tertentu. Teologinya dibangun di atas konsep hubung-

235 Pletheon (1352/ 1353/1355/1360/1370/1389-1450/1452/1464


M)

268
an langsung antara manusia dengan Tuhan. Berbeda dengan Ibn
Rusyd yang berpendapat bahwa jiwa individual bersifat Jana (ter-
batas) dan jiwa universal bersifat kekal, ia meyakini bahwa jiwa
individual bersifat kekal.
Berbeda dengan Pletheon, Scholarius justru memusatkan
pemikirannya pada hakekat ajaran agama yang terpisah dari fil-
safat. Sementara perhatian Bessarion ditujukan pada upaya pem-
belaan Aristoteles, meskipun ia termasuk pecinta Plato. Hal yang
sama juga telah dilakukan sebelumnya oleh Theodoros Gazez. 236
Kritik terhadap absolutisme filsafat dan agama dimunculkan oleh
Marc d' Affise. Kritik ini dimaksudkan agar imperium Byzan-
tium dapat memperoleh kebebasan dan mencari kesadaran etis
dan kesadaran tanah airnya sendiri. Bersama Scholarius ia me-
nolak menandatangani persatuan gereja jika tidak dilakukan se-
cara integral dengan persatuan tanah air. Kedudukan "rahmat
Tuhan" juga tersentuh oleh pemikiran Theophane de Mede yang
menganggap perlunya mengurangi dominasi "rahmat Tuhan" .237
Kemudian terjadi penentangan terhadap Platonisme Pheleton
dan Aristotelianisme tradisional Byzantium oleh Scholarius yang
ingin kembali ke filsafat skolastik tradisional yang mewujud
dalam sosok Thomas d' Acquin.
Jadi, filsafat Byzantium memiliki unsur-unsur tradisi Yunani
yang mewakili Barat dan Islam, Persia serta Cina yangmewakili
Timur. Filsafat Byzantium menjadi mata rantai yang menghubung-
kan Timur dengan Barat. Ketersebarannya di Timur telah mem-
bangun ortodoksisme di Rusia dan ketersebarannya di Barat te-
lah mendorong terjadinya transferensi tradisi Islam. 238

236 Theodoros Gazez (meninggal antara tahun 1475-1478),


Bessarion (1389/1395-1472)
237 Marc d'Affise (1391-1443, Theophane de Mede (1480 M),

Scholarius (1468 M).


238 Filsafat Byzantium sebagai salah satu prototipe filsafat Timur

dan mata rantai yang menghubungkan Timur dengan Barat masih belurn
dikenal di kalangan kita. Mungkin dapat dijadikan sebagai tema bagi
penulisan karya ilmiah di universitas-universitas kita.

269
Setelah era Hille de Verona, muncul tiga filosof yang me-
nutup masa pertengahan filsafat Y ahudi. Kali ini mereka tidak
muncul dari Spanyol. Sebab, kala itu kekuasaan Grenade di sana
telah runtuh dan pemeriksaan ketat mulai diberlakukan terhadap
kaum Muslimin dan Yahudi yang memaksa mereka berpindah ke
agama Kristen atau mengungsi ke Barat. Ketiga filosof terse but
muncul di Eropa setelahJudaisme memiliki kekuasaan di sana
sejak terjadinya "penemuan geografis". Ketiga filosuf terse but
adalah Levy Ben Gerson, Aaron de Eliga, dan Crescas. Ben Ger-
son adalah filosof rasionalis yang mengikuti jejak sekaligus her-
hecla pendapat dengan Musa ibn Maymun. 239 Mengingat lemah-
nya "argumentasi alam" dalam membuktikan keberadaan Tuhan,
ia lebih mengutamakan "argumentasi tujuan". Dengan demikian
ia telah mendahului Kant dan Fichte. Menurutnya Tuhan dapat
dikenali tidak hanya melalui sifat-sifat negatif-Nya tetapi juga
melalui sifat-sifat positif-Nya. Ia menolak pendapat bahwa pen-
ciptaan dilakukan dari tiada, dan berpendapat bahwa materi ber-
·sifat qadJm (tidak diawali dengan masa-penerjemah), seperti penda-
pat Averoisme Latin. Ia mengutamakan kebebasan kehendak di
atas pengetahuan Tuhan.
Aaron de Eliga memaparkan persoalan-persoalan pokok fil-
safat secara rasional.240 Pengaruh Mu'tazilah dan Musa ibn May-
mun tampak jelas padanya. Sementara Crecas merupakan filosof
Eropa yang pertama kali mengkritik Aristoteles dan konsepsinya
ten tang alam. Pendapatnya tentang kemungkinan adanya dunia
tak terhingga telah membuka jalan bagi terciptanya konsepsi baru

239 Levy Ben Gerson seorang filosuf Yahudi dari wilayah Provence

Prancis. Di samping sebagai dokter ia juga seorang fisikawan dan


penganotasi Taurat. Filsafatnya dapat ditemukan dalam anotasinya
terhadap Taurat, komentarnya terhadap Ibn Rusyd dan dalam esai-esai
teologisnya. Karyanya yang terpenting adalah Perang Tuhan dan Perahu.
240Aaron de Eliga (1300-1379) seorang penafsir pembaca dan

filosuf.Ia menulis bukunyaPohon Kehidupan dengan mengikuti gayaPohon


Kehidupan karyalbn 'Arabi.

270
ten tang alam. 241 Ia melawan mainstream filsafat Y ahudi saat itu,
yaitu rasionalisme ibn Maymun dan menegaskan keterbatasan akal
manusia. Ia mengutamakan aspek emosional dalam agama dan
menjadikan cinta sebagai salah satu sifat Tuhan serta perantara
bagi makhluk-Nya. Manusia membutuhkan cinta terse but untuk
dapat menggapai kebahagiaan berupa kemanunggalan sufistik
bersama Tuhan. Pendapatnya tentang kebebasan kehendak dan
diciptakannya perbuatan telah membuka peluang bagi terjadinya
intervensi kehendak Tuhan. Pemikirannya yang banyak dipenga-
ruhi oleh cabala Y ahudi dan sebagian kaum illuminisme Kristen
mempunyai pengaruh besar terhadap para filosuf masa kebang-
kitan seperti Giovani Pico de la Mirandola dan Giordano Bruno,
serta filosuf pencerahan Spinoza pada abad ke-17 M.
Pada akhir abad ke-14 M, kesadaran Eropa mengalami pem-
bentukan kembali. Dan hal ini mengisyaratkan akan berakhir-
nya suatu masa dan munculnya masa baru. Akhir abad ke-14 M
juga merupakan masa disarikannya pemikiran lama dan dimu-
lainya babak baru dalam masa revitalisasi; masa kembali ke ke-
susastraan lama dan tersingkirnya filsafat skolastik yang meru-
pakan puncak abad pertengahan; dan akhir masa skolastik, re-
torika ilmu kalam dan permainan dengan konsepsi-konsepsi
abstrak yang terjadi setelah peran kesusastraan dalam filsafat
skolastik digantikan oleh logika dan filsafat Aristotelianisme.
Boleh jadi akhir abad ke-14 Mini merupakan keinginan untuk
kembali lagi ke Augustinisme dan tradisi Bapak-Bapak Spiritual
yang mengisyaratkan akan munculnya subyektivisme kesusas-
traan lama di abad modern. Kemunculan subyektivisme ini meru-
pakan personifikasi dari kesadaran tentang adanya suatu kehi-
dupan, perlunya kembali ke man usia, bahwa kejahatan adalah
keburukan dan kebaikan adalah keindahan, bahwa dalam kesu-
sastraanlah kesempurnaan manusia ditemukan, dan bahwa ke-
sadaran estetis mendahului kesadaran rasional. Bahkan terkadang

241Crecas (1340-1410/1412) adalah seorang staf dewan kerajaan,


pemimpin Y ahudi, penyair Ibrani, filosuf dan teolog. Lahir di Barcelo-
na dan menolak anotasi Musa ibn Maymun terhadap Aristoteles.

271
kesusastraan dipretensikan sebagai dapat mencapai apa yang
tidak dapat dicapai oleh filsafat.
"Back to basic" yang merupakan kecenderungan salafi diawali
dengan melacak teks-teks lama dan menyikapinya secara lang-
sung tanpa melalui perantara. Dan basic itu berada dalam kesu-
sastraan lama. Oleh karenanya, kemunculan sumber Yunani-Ro-
mawi bagi kesadaran Eropa lebih dominan dibanding sum her
Yahudi-Kristen. 242 Kesusastraan lama kembali hadir di It alia di
tangan N~trarqne yang membedakan pengetahuan yang bodoh,
yaitu ilmu pengetahuan abad pertengahan, dengan k~bodohan
yang tahu, yaitu ilmu pengetahuan abad kebangkitan. Yang perta-
ma filsafat skolastik dan yang kedua semangat abad modern; yang
pertama "pengetahuan yang bodoh" dari kaum Shopist dan yang
kedua "kebodohan yang tahu" dari Socrates. 243 Langkahnya ini
menunjukkan adanya pengaruh dari Nicolas de Cusa dengan buku-
nya Pengetahuan Yang Bodoh pada abad ke-12 M. Ia juga mencerca
akal skolastik, yaitu kegilaan hakiki, seperti ditulis Foucault dalam
Sejarah Kegilaan pada abad ini.
Kehadiran musik multi suara merupakan refleksi subyek-
tivisme yang sedang berkembang, alam esoterik, kehidupan yang
be bas, dan Khotbah di Atas Bukit yang hilang di tengah marak-
nya doktrin, ritus dan lembaga-lembaga agama serta perang dan
perselisihan. Albertina Masato kembali ke Ciceron dan "cinta
puisi". Ia berpendapat, teologi adalah puisi yang bertema ketu-
hanan. Boccacio kembali ke Augustin untuk menghilangkan per-
soalan-persoalan masa skolastik yang kompleks. Collucio Salu-
tati menyerang retorika dan imperium Jerman yang menjadi
penerus imperium Romawi. Sikapnya ini merupakan em brio ge-
rakan tanah air dan masa nasionalisme yang terealisir pada abad
ke-19 M. Giovani Dominici menghujat perang kebudayaan Pran-

242Mawqifuna min al- Turt1ts al-Gharbt dalam QadlayaMu ashirah, Bagian


II, Ft al-Fikr al-Gharbt al-Mu 'ashir, hal. 37.
243 Petrarqne (1304-1374) merupakan representasi utama masa revi-
talisasi. Ia memiliki karangan yang berjudul Tentang Kebodohan Saya dan
Kebodohan Orang Lain, dan Pujian untuk Orang Gila.

272
cis dan di tangannya terjadi pergeseran filsafat dari tataran teore-
tis ke tataran praktis. 244 Sedangkan beberapa filosuf lain meng-
gandrungi pembahasan yang antroposentris secara langsung tan-
pa melalui gereja, atau pembahasan kesenian, kesusastraan, pem-
bahasan Plato yang sastrawan dan seniman. 245 Hal yang sama juga
terjadi di Prancis: kembali ke kesusastraan lama, kecenderungan
kajian antroposentris dan kajian tema-tema etika hingga menje-
lang abad ke-15 M. 246 Semua ini merupakan pertanda bahwa abad
baru, yaitu abad reformasi agama dan abad kebangkitan akan
segera lahir.

D. Reformasi Agama dan Masa Kebangkitan


(Abad ke-15 dan abad ke-16 M)

Sebagaimana dikenal di dalam buku-buku sejarah filsafat


Barat, masa ini merupakan masa transisi dari abad pertengahan
ke abad modern. Sepertinya ia merupakan perubahan dari agama
ke ilmu pengetahuan, dari masa lama ke masa baru, dari teosen-
tris ke antroposentris, dari kekuasaan ke akal, dari masa lalu ke
masa depan. Perubahan terse but harus melalui fase perantara di
mana terjadi pertikaian, sehingga perubahan dalam kesadaran
Eropa dapat terjadi secara alami tanpa adanya lompatan dan agar
di kemudian hari tidak terjadi set back. Dua gerakan, reformasi

244 Alberto Masato (1329 M), Boccacio (1313-1375), Coloccio

Salutati (1330-1406 M).


245 Seperti Francesco d 'Arange, Francesco Landini (13 25-13 97 M),

Luigi Marsili (1394 M) yang antroposentrisis, Leonardo Bruni d' Arezzo


yang menggandrungi kesenian, Poggio Bracciolini yang menggandrungi
kesusastraan, dan Francesco Rinuccini (1350-1470 M) yang menggan-
drungi Plato.
246 Seperti terjadi pada Jean de Saint Gilles (mulai mengarang setelah

tahun 1258 M), Greet Groot (1340-1384 M), ThomasKempis (1380-


1471 M), Pierre Bersuire (1290-1362 M), Pierre d'Ailly, Nicolas de
Clamanges (1438 M),Jean de Montreuil (1354-1418), William Fisher,
Robert Gagin (1501 M).

273
agama dan kebangkitan saling tum pang tindih. Sebagian kaum
reformis bergabung dengan gerakan kebang"litan (U riel Acosta)
dan sebagian pengikut gerakan kebangkitan bergabung dengan
gerakan reformasi (Erasmus). Kedua gerakan terse but berlang-
sung selama dua abad, meskipun gerakan reformasi lebih patut
disebut sebagai gerakan abad ke-15 M dan gerakan kebangkitan
sebagai gerakan abad ke-16 M. Seolah-olah kebangkitan merupa-
kan perkembangan dari reformasi dan reformasi menjadi titik
tolak kebangkitan total.2 47 Meskipun ada banyak aliran yang ber-
macam-macam pada dua abad ini, seperti reformasi agama Kris-
ten, reformasi agama Y ahudi, Plat on, paham humanis, pemikiran
utopis, kebangkitan ilmu, skeptisisme madzhab, namun semuanya
dapat dikelompokkan menjadi dua aliran, yaitu reformasi agama
dan kebangkitan.

1. Reformasi Agama
U nsur terpenting yang menyatukan gerakan reformasi aga·
rna Kristen dan reformasi agama Y ahudi pada abad ke-15 dan
abad ke-16 M adalah keberanian kedua gerekan itu menyentuh
pusat dan sumber kekuasaan, yaitu Gereja, dan monopolinya ter-
hadap hak menentukan doktrin keimanan dan kaedah penafsir-
an. Pengakuan keimanan harus dilakukan di hadapan gereja, karena
hanya gerejalah yang dapat memberikan pengampunan. Doa harus
dilakukan di gereja, karena hanya di gerejalah doa didengar dan
dikabulkan. Sementara gerahn reformasi agama menolak medi-
asi antara manusia dengan Tuhan, dan memposisikan hubungan
manusia dengan Tuhan sebagai hubungan langsung, baik dalam
berdoa maupun dalam memohon ampunan. Reformasi agama ha-
nya mengakui kitab suci sebagai satu-satunya sumber agama, de-
ngan jargon "hanya kitab suci'' dan menolak sumber lain seperti
tradisi Gereja, karena adanya pertentangan an tara sabda al-Mas!h
dengan ajaran Bapak Gereja; an tara ajakan al-Mas!h yang etis dan
ajaran Bapak Gereja yang paganis.

Jamal al-D£n al-Afghani, dalam Qadlaya Mu 'ashirah, Bagian I, F£


247

Fikrinaal-Mu'ashir, h. 191-110.

274
Hak penafsiran kitab suci yang selama ini menjadi mono-
poli Gereja ditolak. Kebebasan beriman dinyatakan sebagai re-
fleksi kebebasan Kristiani. Kebebasan politik harus dimulai dari
kebebasan agama. Kekuasaan ganda Gereja yang mencakup
kekuasaan agama dan kekuasaan dunia juga ditolak. Reformasi
agama menyentuh wilayah kekuasaan Gereja dengan mengatas-
namakan kebebasan Kristiani. Ia mengumumkan kemandirian
manusia, baik akal, kehendak, pemahaman, perilaku, pikiran dan
perbuatannya. Prioritas diberikan kepada hal-hal yang bersifat
sementara di atas hal-hal yang bersifat langgeng, hal-hal yang
esoterik di atas yang eksoterik, etika di atas doktrin, dan tasawuf
di atas syar!'ah. Oleh karenanya, gerakan reformasi agama ber-
kaitan dengan Platonisme, Augustinisme, dan tasawuf, dan se-
pertinya ia juga bersumber dari madzhab Hesychsme dan ideal-
isme Jerman. Reformasi agama menolak gam bar dan patung-
patung, dan mengutamakan tanzzh (menghilangkan sifat materi-
alis dari Tuhan-penerjemah) di atas tajszm (memberikan sifat ma-
terialis kepada Tuhan).
Gerakan reformasi yang dilakukan Gereja Timur pada abad
ke-15 M telah dimulai seribu tahun sebelumnya. Reformasi aga-
ma menolak sistem kependetaan dan menyerukan diperboleh-
kannya pernikahan pendeta. Sebab, antara tuntutan jasmani de-
ngan tuntutan ruhani tidak ada pertentangan. Lebih baik meng-
akui kebutuhan jasmani lalu memberikan aturan-aturan untuk
membatasinya daripada mengingkarinya tetapi secara diam-diam
memuaskan kebutuhan terse but. Misa ala Romawi paganis-yang
sebenarnya merupakan ritus agama Romawi dan upacara kekai-
saran yang ditransformasikan ke dalam "Perjamuan Kudus"
dalam agama baru dan yang mengakibatkan terhapusnya syi 'ar
agama tersebut-harus diakhiri dan digantikan oleh kesakralan
non Romawi yang sederhana dan didasarkan pada kegiatan
pemikiran, kontemplasi dan doa-doa. Iman diutamakan di atas
amal. Hal itu karena amal versi Gereja lebih merupakan upaca-
ra, ritus, dan syi 'ar-syi 'ar yang sama sekali tidak memiliki muatan
spiritual dan moral. Doa dilakukan dengan menggunakan ba-
hasa lokal. Kitab suci diterjemahkan dari Latin ke bahasaJer-

275
man dan Prancis. Tradisi lokal rakyat yang melandasi pemikiran
nasionallebih dibanggakan, terutama diJerman. Masa ke-"im-
perium" -an Gereja harus segera diakhiri dan diserukan perlu-
nya mendirikan negara merdeka setara Gereja nasional, seperti
pernah disuarakan sebelumnya oleh Donatus pada abad ke-4 M
dengan nama Gereja tanah air Afrika. Ketika terjadi revolusi
petani untuk menggulingkan feodalisme lama, sebagian kaum
reformis memimpin revolusi tersebut (Thomas Munzer) dan
sebagian lain bersekutu dengan kaum feodal (Luther) untuk
mendukung gerakan reformasi agar sebagai sebuah tatanan baru
reformasi dapat menyesuaikan diri dengan jiwa baru dan se-
jalan dengan kebutuhan zaman. Sebenarnya gerakan reformasi
agama dalam kesadaran Eropa tidak jauh berbeda dengan pro-
totipe Islam yang telah tersebar dalam filsafat skolastik sejak
terjadinya kontak dengan umat Islam melalui perang Salib dan
sejak terjadinya transferensi ilmu pengetahuan Islam oleh Ba-
rat. Luther, misalnya, pernah belajar bahasa Arab. Prototipe Is-
lam yang didasarkan pada sekularisme dan sikap anti kepende-
taan tetap menjadi salah satu model reformasi Kristen dan Yahu-
di (Spinoza).
Semen tara reformasi agama kita yang telah dimulai sejak
lebih dari seratus tahun lalu belum mencapai hasilnya. Sebab
reformasi yang selama ini dilakukan hanya bersifat relatif dan
tidak substansial. Oleh karenanya, ia gagal. Kita dapat memulai
kembali reformasi tersebut dan bangkit dari kegagalan. Tetapi
reformasi harus dilakukan secara substansial sebagai prasyarat
untuk mencapai kebangkitan total dan agar reformasi tidak gagal
dan berubah menjadi gerakan yang sebaliknya. Dengan demiki-
an gerakan perubahan sosial dapat berhasil dan revolusi dapat
berlanjut. 248

Mawqifuna min al· Turats al·Gharb£, dalam QadlayaMu 'ashirah,


248

bagian II, hal16, lihat jugaMawqifuna al-li.adlari, Kabwah af.Ish!ab. dalam


DirasatFalsafiyah, h. 37, 177-190.

276
Orang yang pertama melakukan reformasi agama adalah Jean
Huss. 249 Ia hanya mengakui otoritas kitab suci dan berani meng-
hadapi ancaman Gereja. Gerakannya mampu menghidupkan ke-
sadaran tanah air dan menggugah kesadaran ten tang perlunya re-
formasi. Kemudian muncul Kempen yang menampilkan warna
lain reformasi. Ia menjadikan agama sebagai titik tolak reforma-
sinya. T etapi kemudian agama ditafsirkan secara esoteris dengan
mencoba meneladani sifat-sifat Tuhan, atau dengan bahasa kaum
sufi Islam, membuang sifat-sifat man usia dan menghiasi diri de-
ngan sifat-sifat Tuhan. 250 Jadi, kembali menganut al-Masih tanpa
harus melalui tradisi Gereja adalah jalan reformasi.
Di tangan Thomas Munzer yang mewakili sayap "reforma-
si rakyat substansial", reformasi mengambil bentuk sosial poli-
tik yang revolusioner, berseberangan dengan Luther yang mo-
derat dan konservati£. 251 Munzer tidak hanya menolak Gereja
tetapi juga menolak Kristen dan feodalisme secara keseluruhan.
Cita-citanya lebih ditujukan kepada revolusi sosial ekonomi bagi
para petani dan kota-kota fakir miskin daripada mereformasi
Gereja dan ajaran-ajarannya; membangun kerajaan langit di bumi;
membangun masyarakat tanpa kelas; memberikan kepemilikan
khusus kepada pemerintah; dan membangun masyarakat uto-
pis-sosialis-komunis berdasarkan egalitarianisme. Gerakan re-
formasinya ban yak dipengaruhi oleh gerakan rakyat sufi pada
abad pertengahan dan mirip dengan revolusi Negro, Qirmith

249 Jean Huss (1370-1425) seorang reformer dan politisi yang me-
rakyat yang mencoba mencari jalan tengah antara Wicclif dan Luther.
Memimpin perang Howes dan meninggal dalam perang terse but.
250 Thomas Kempen (1379-1471). Bukunya Mengikuti al·Mas£12.

menjadi buku reformasi terpopuler. Meskipun buku ini diragukan


sebagai karya orisinal Kempen, namun buku ini telah diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa. Kembali mengikuti al-Masih tanpa harus melalui
tradisi Gereja adalah jalan reformasi
251 Thomas Munzer (1490-1525) adalah anak baptis yang menolak

pembaptisan anak, pengkhotbah dan salah seorang pemimpin perang


petani diJ erman tahun 1525 M, dania meninggal pada perang terse but.

277
dan al-Hallaj dalam tradisi lama kita. Landasan teoretis bagi re-
volusinya adalah panteisme dan penjelmaan Tuhan ke dalam
segala benda. Muncullah apa yang disebut "efisiensi ruh" dalam
masyarakat. Kebangkitan akal serta batas an tara man usia dan
bumi yang harus dihilangkan berdampak pada kegairahan iman.
Pada kemudian hari, panteisme yang dimunculkannya mengi-
syaratkan akan terjadinya kritik terhadap agama yang dilakukan
oleh Strauss dan Feurbech. Munzer berhasil menghapus mitologi
agama seperti yang dilakukan Strauss, dan alienasi agama seper-
ti yang dilakukan Feurbech.
Sementara tokoh lain, yaitu Martin Luther, ikut menyum-
bangkan pemikirannya dengan menerjemahkan Perjanjian Lama
dari bahasa Latin ke dalam bah as a Jerman. 252 Luther menolak
peran Gereja sebagai mediator yang menghubungkan man usia
dengan Tuhan. Menurutnya keselamatan man usia hanya dapat
dicapai dengan iman bukan dengan amal perbuatan, rahasia dan
ritus-ritus. Rahmat Tuhan dapat diperoleh secara langsung tanpa
harus melalui pemberian orang atau Gereja. Gereja hanya dipe-
runtukkan bagi jiwa bukan raga. Hakekat agama tidak dibangun
di atas tradisi, keputusan Gereja, ataupun deklarasi Bapak Gere-
ja, melainkan dibangun hanya di atas Injil. Ia termasuk pengikut
reformasi moderat dan sayap konservatif. Dalam "perang peta-
ni" ia berpihak pada kelompok penguasa dan kaum feodal. Na-
mun demikian ia menolak beberapa teori yang menguntungkan
kepentingan borjuis, seperti teori hukum alam, kecenderungan
humanisme, dan perdagangan be bas.
Kemudian muncul gerakan reformasi lain yang teosentris,
dan lebih merupakan tasawuf esoteris daripada revolusi sosial.

252 Martin Luther (1483-1546 M) pemimpin reformasi dan pendiri

Protestan. Pemikiran-pemikirannya mempengaruhi kehidupan agama


dan politik di Jerman sepanjang abad modern. Ia dimusuhi Cajetan
(1469-1534 M), seorang teolog Italia, penafsir kitab suci, pernah meng-
anotasi Teologi Thomas d' Acquin, dan representasi Bapak Gereja Jerman.
Pada tahun 1518 M, ajaran Luther diteliti, kemudian ditampilkan dengan
bahasa yang mudah menyulut kecurigaan orang terhadap Luther.

278
Reformasi tersebut dilakukan oleh Zwingli dan Calvin. Zwingli
berpendapat bahwa Tuhan hadir dalam setiap benda. 253 Sejalan
dengan pendapat ini, ia mengakui adanya dosa asal. Tapi ia lebih
condong ke pendapat Calvin yang meyakini adanya "ketentuan
yang mendahului" (qadar) daripada ke pendapat kebebasan ke-
hendak. Dosa dapat dihapus dengan cara pertukaran. Kemudian
misa hanya merupakan indikator eksternal bagi kebersamaan ruh.
Ia memisahkan diri dari Luther karena perbedaan interpretasi ter-
hadap arti Perjamuan Kudus dan karena ia mengingkari kehadi-
ran riil al-Masih dalam Perjamuan Kudus yang dilakukan secara
terus-menerus.
Sedang Calvin adalah pendiri salah satu sekte Protestan yang
menyuarakan kebutuhan kelas elit terhadap pemikiran baru, dan
mewakili borjuisme masa itu. 254 Ia berpendapat bahwa keselamat-
an man usia, begitu pula kehancurannya, telah ditentukan oleh
T uhan. Tetapi qadar Tuhan tidak menyentuh setiap kegiatan manu-
sia. Meskipun man usia tidak dapat mengetahui nasibnya, tetapi ia
dapat memas.tikan bahwa dirinya termasuk orang yang dipilih
Tuhan. Calvinisme muncul pada masa akumulasi pertama kapi-
talisme. Ia menyerukan zuhud, taqwa dan menghiasi diri dengan
akhlak mulia. Hal inilah yang membuat Max Weber menjadikan
Calvinisme sebagai salah satu sebab lahirnya kapitalisme. 255
Reformasi agama kiri pasca Thomas Munzer dimunculkan
oleh kaum Socinian yang membela kebebasan berpikir menen-

253 Zwingli (1481-1531) reformer Protestan dari Swis. Sahabat

Erasmus ini meninggal dalam perlawanan penduduk Zurich terhadap


kekuasaan Bapak Gereja.
254Jeazn Calvin (1509-1564 M) salah seorang pemimpin reformasi.

Ia lahir di Prancis dan menetap diJenewa tahun 1536 M. Ia menjadi


orang yang paling memiliki otoritas setelah berhasil menundukkan
otoritas agama untuk gereja. Ia tidak mudah mentolerir lawan-lawan-
ny;, Karenanya ia membakar hidup-hidup Michel Servet pada tahun
1553 M. Karya utamanya adalah Tatanan Kristen, yang ditulisnya pada
tahun 1536 M.
255Al-Dfn waal-Ra'sumalryah, fiiwarma'aMax Weber, dalam Qacllaya

Mu 'ashirah, Bagian II n al-Fikr al-Gharbt al-Muashir, h. 273-294.

279
tang pendapat Ortodoks tentang Kristen. 256 Kaum Socinian me-
nentang ajaran Trinitas, Augustin, dosa asal, kejatuhan, qadla
dan qadar, dan seluruh lembaga Gereja. Mereka juga menolak
"rahasia-rahasia", ritus, teologi, dan momopoli hak penafsiran.
Kristen adalah agama yang mengantar man usia ke kehidupan
abadi seperti diwasiatkan Tuhan kepada al-Masih. Kitab Suci
adalah wahyu Tuhan yang dapat dipahami dan dipertahankan
dengan akal. Kitab Suci memberikan prinsip-prinsip moral, bu-
kan mengajarkan tentang ketuhanan dan tidak menuntut syi'ar-
syi 'ar dan ritus-ritus.
Seperti biasa, filsafat Y ahudi muncul sebagai filsafat yang
terlepas dari filsafat dan peradaban bangsa lain. Hal ini sudah
terjadi sejak masa peradaban Babilonia, Asyiria, Accad, Kan'an,
Mesir Lama, filsafat Yunani, filsafat Islam hingga abad modern.
Beberapa filosuf Y ahudi muncul pada masa reformasi dan ke-
bangkitan. Mereka memadukan filsafat abad pertengahan, teru-
tama filsafat Musa ibn Maymun, dengan Platonisme masa refor-
masi dan kebangkitan. Hal itu terjadi pada awal reformasi Y ahudi
yang baru dimulai pada abad ke-17 di tangan Spinoza. Empat
filosuf yang muncul pada masa ini adalahJoseph Alpo, Isac Abra-
vanel, Judah Abravanel, Acosta. Joseph Alpo mengangkat tema
ten tang "kaidah iman" .257 Ia berbeda paham dengan Musa ibn
Maymun dalam menghitung jumlah "kaidah iman". Menurut Musa
ibn Maymun kaidah iman berjumlah 13, tetapi olehJoseph Alpo
disingkat menjadi 3, yaitu tentang wujud Tuhan, sumber Taurat,
pahala dan siksa: satu bersifat rasional yaitu tentang wujud Tu-

256 Socinian adalah pengikut Lulius Socinus (1525-1562) dan

Flaustus (1539-1604 M) seorang penyeru paham humanisme Kristen


berdasarkan buku Pendidikan Agama Racuvisme yang menjelaskan
metodologi dan ajaran mereka. Kelompok yang diperangi Gereja
Protestan ini mempunyai pengaruh yang begitu besar terhadap filsafat
Eropa di abad modern. Bahkan setelah dibubarkan pun pengaruhnya
masih tetap kuat.
25 7] oseph Alpo (1444-1380 M) filosof Y ahudi yang menulis buku

berjudul Doktrin.

280
han, dan dua bersifat tekstual yaitu ten tang kenabian dan hari
pembalasan.
Jika Abravanel senior dipengaruhi Musa ibn Maymun dan
Crecas, maka Bravanel junior dipengaruhi Plato, Aristoteles, Plo-
tin dan doktrin Yahudi. 258 Ia menyatukan estetika dengan
metafisika dan etika seperti ia menyatukan Tuhan dengan kasih
sayang. Menurutnya kasih sayang merupakan dasar diciptakan-
nya jagat raya. Dari kasih sayang lahirlah jagat raya dan kepadanya
pula jagat raya kembali. Pemikirannya mengilhami konsepsi
Spinoza ten tang kasih sayang Tuhan.
Sementara di tangan Acosta filsafat Y ahudi berhasil mening-
galkan abad pertengahannya dan memasuki masa reformasi. 259
Filosuf yang rasionalistis ini menentang absolutisme Y ahudi dan
menuduh para pendeta sebagai telah mengubah syari'at Musa. Ia
mengingkari keabadian ruh, kehidupan setelah mati dan hal-hal
yang berhubugan dengan hari kebangkitan. Ia juga mengkritik
agama formal untuk membela hukum alam man usia, yaitu hu-
kum yang mengikat semua insan dengan kasih sayang terhadap

258 Issac Bravanel (1437-1507 M) penafsir dan filosofYahudi yang

lahir di Lisabon Portugal dan kemudian hijrah ke Toledo Spanyol. Setelah


keruntuhan Grenada dan kepindahan kaum Muslim, Bravanel senior
menetap di Italia. Di antara karya filsafatnya adalah anotasinya terhadap
beberapa bagian "Petunjuk bagi Orang yang K ebingungan" karya MU.sa ibn
Maymun. Ia pengikut Musa ibn Maymun dan banyak dipengaruhi oleh
Crecas. Sedang anaknya, Judah Bravanel (1470/1460-1530/1535 M)
adalah seorang dokter, filosuf, ahli matematika, dan astronom. Ia
termasuk korban penindasan Kristen terhadap Yahudi dan Islam yang
melarikan diri ke Spanyol kemudian ke Italia. Pernah memberikan
ceramah diN apoli dan Roma. Di an tara karyanya adalah "Dialog Kasih
Sayang" yang ditulis tahun 1535 M.
259Acosta (1585/1590-1640 M) lahir di Portugal. Ia menerima ajaran

Katolik dan melarikan diri ke Belanda dan menetap di sana tahun 1614
M. Ia meninggalkan Kristen dan memeluk Yahudi. Ia pernah diusir
sebanyak dua kali dari pertemuan-pertemuan Yahudi karena pendapat-
pendapatnya yang kontroversial. T ekanan yang diterimanya dari para
pendeta dan penguasa Belanda mengakibatkan Acosta melakukan bunuh
diri. Di antara karyanya adalah "Kehidupan Ideal Manusia".

281
sesama dan yang menjadi asas perbedaan antara kebaikan dan
keburukan. Gagasan-gagasannya mempunyai pengaruh yang be-
sar terhadap Spinoza.

2. Masa Kebangkitan
Masa kebangkitan merupakan mata rantai sesungguhnya yang
menghubungkan abad pertengahan dengan abad modern. Masa
kebangkitan inilah yang menghadap ke masa depan, sementara
masa reformasi menghadap ke masa lalu untuk merekonstruksinya
agar sesuai dengan "ruh masa". 260 Para peneliti Eropa mengkaji
masa kebangkitan dalam kapasitasnya sebagai bagian dari sejarah
Eropa, sebagai perwujudan revolusi terhadap masa lalu, sebagai
pertanda bagi kemunculam masa datang, atau untuk melakukan
kajian ulang seperti terjadi sekarang dalam kajian-kajian tentang
reformasi agama dan madzhab humanisme.
Jika dalam kesadaran Eropa, masa kebangkitan telah men-
jadi sejarah masa lalu yang telah berhasil dilalui, maka dalam ke-
sadaran kita masa kebangkitan adalah sesuatu yang masih hidup
dan dapat memberikan gambaran ten tang peradaban kita pada
akhir suatu fase dan awal fase lain. Secara historis kita sedang
mengalami "akhir abad ke-14 M di Eropa", yaitu masa revitalisa-
si. Masa revitalisasi itu terpersonifikasikan dalam tradisi seni pu-
isi kita. Dan pada awal abad ke-15 M kita akan memulai melaku-
kan pembelaan terhadap kehormatan dan kebebasan manusia;
mendirikan negara yang demokratis; meragukan segala temuan
ilmuwan di masa lalu; dan membangun ilmu pengetahuan. Saat
ini kita sedang menghadapi problem masa kebangkitan Eropa dan
mungkin kita dapat melalui fase sejarah ini. Tetapi hal di atas

260Saya masih ingat sidang promosi dokt_9Xa:l saya di Sorbone pada

18 Mei 1966. Waktu itu saya bersikeras bahwa masa kebangkitan di-
mulai pada abad ke-17 oleh Descartes dengan "Saya Berpikir, Karena itu
Saya Ada" dan De Gandillac dengan "Keheranan". Dalam kapasitas
sebagai filosuf, saya memandang masa kebangkitan berada pada masa
keberakhirannya, dan dalam kapasitas saya sebagai sejarawan, saya
memandang masa kebangkitan masih berada pada masa permulaannya.

282
tidak dimaksudkan untuk menyamakan sejarah perjalanan per-
adaban Eropa dan peradaban kita.
Masa kebangkitan dapat diartikan sebagai kemampuan Ero-
pa mencapai temuan-temuan di bidang kemanusiaan, alam, dan
agama dengan mengandalkan upaya akal dan kemampuan meli-
hat alam. Pengertian di atas, secara tidak langsung, mendekati
pengertian prototipe kebangkitan dalam tradisi lama kita, yaitu
kesatuan wahyu, akal dan alam, yang dikenal dalam kesadaran
Eropa menjelang terjadinya masa kebangkitan dan setelah ditrans-
fernya tradisi Islam ke dalam bahasa Latin. Dengan meminjam
bahasa seorang ilmuwan Timur ketika membaca sebuah karang-
an Barat, peristiwa di atas dapat kita sebut "itu kekayaan kita yang
dikembalikan kepada kita".
Ada lima aliran pemikiran dalam masa kebangkitan yang
kadang satu sama lain saling tum pang tindih. Lorenzo Falla, mi-
salnya, merupakan perpaduan antara madzhab Antroposentris-
me dengan sekularisme sebagai aliran politik; Picco della Miran-
dolla perpaduan antara madzhab Antroposentrisme dengan
kecenderungan pembangunan ilmu pengetahuan. Aliran pertama
adalah Platonisme yang berupaya merevitalisasi pemikiran lama,
meninggalkan Aristoteles, kembali ke neo-Platonisme, illuminis-
me jiwa, dan seruan hati. Aliran kedua adalah Antroposentrisme
yang menjadikan manusia sebagai fokus dan tujuan alam semes-
ta. Di atas fokus manusia inilah abad modern membangun proyek
subyektivismenya yang diawali dengan "saya berpikir". Antro-
posentrisme juga menempatkan subyek sebagai pusat alam se-
mesta. Aliran ketiga adalah Utopisme yang merindukan dunia yang
lebih baik di mana manusia dapat hidup dengan akal dan kebe-
basannya dalam suatu masyarakat yang berkeadilan dan egaliter.
Aliran keempat adalah madzhab Skeptisisme yang melakukan kri-
tik terhadap segala temuan lama dan meragukan kebenarannya
untuk membuka peluang bagi terciptanya temuan-temuan baru.
Aliran kelima adalah "ilmu empiris baru" yang berhasil mencip-
takan astronomi, kedokteran, psikologi, dan fisika yang jauh dari
apriori dan yang memberikan ciri khusus kepada abad modern
sebagai abad ilmu pengetahuan.

283
Filsafat yang teosentris terus bercokol hingga abad ke-15
M di tangan para Platonis seperti Nicolas de Cusa yang merevi-
talisasi Platonisme-tasawuf sebagai pengantar bagi reformasi
agama dan filsafat modern yang dimunculkan kemudian oleh
Descartes dan Kant yang lebih cenderung Platonis dan Augus-
tinis daripada Aristotelis dan Thomis. 261 Untuk melakukan tan-
zth digunakan cara-cara teolog yang reaksioner dan yang sangat
berpengaruh sepanjang masa kebangkitan, karena kemampuan-
nya melakukan sanggahan terhadap lawan, penyucian Tuhan,
dan membebaskan Tuhan dari sifat-sifat jasmaniah dan penyeru-
paan dengan manusia. Ia mengintrodusir "kebodohan yang pan-
dai" untuk menandingi "kepandaian yang bodoh", seperti per-
nah dilakukan sebelumnya oleh Petrarqne. "Kebodohan pan-
dai" adalah bara'ah ashltyah (secara fitrah man usia tidak dibe-
bani dosa-peny.) yang dibicarakan para ahli ushul fiqh; dan fit-
rah manusia, ilmu alam, watak terpendam, dan cahaya alami yang
dibicarakan oleh Descartes setelah itu. Nicolas de Cusa juga
menggunakan logika skolastik dan membahas tentang karakter-
istik Tuhan dan alam dengan menggunakan metode pembahasan
neo-Platonisme. Karakteristik Tuhan tidak dapat diketahui, dan
alam adalah sekumpulan benda-benda berhingga yang meman-
car dari dan kern bali kepada Tuhan. Pengetahuan tentang alam
bersifat relatif. Sebagian dapat diketahui dan sebagian lain tidak.
Sedang karakteristik al-Masl'h adalah penyatuan wujud antara
Tuhan dengan alam. Al-Masl'h-lah pusat dunia, dan bukan bumi.
Nicolas de Cusa menolak teori kontradiksi dalam logika Aristo-
teles untuk dapat memahami doktrin "penjelmaan" dan penya-
tuan Tuhan dengan alam dalam sosok al-Masl'h.
Selain Nicolas de Cusa ada pula Ficino yang merevitalisasi
Platonisme dan mempertahankan keyakinan kekekalan ruh262 dan

161 Nicolas de Cusa (1400-1464) seorang kardinal dariJerman. Kar-

ya utamanya adalah "Kebodohan yang Pandai", "Kesesuaian Katolik", dan


"Hipotesa".
262 Marsilio Ficono (1433-1499 M) adalah kepala Akademi Plato

di Florence. Penerjemahannya terhadap dialog-dialog Plato tahun

284
Paracelsus yang memadukan Platonisme doogan filsafat ilmiah,
seperti J alinus yang menggabungkan ilmu kedokteran dengan fil-
safat.263 Menurut Paracelsus filsafat adalah salah satu pilar ilmu
pengetahuan. Ia juga memadukan neo-Platonisme dengan em-
pirisme, sihir dan khurafat. T eori-teori J alinus dan dokter-dokter
Muslim tentang alam ia tolak, karena dipandang berdimensi il-
miah murni dan terlepas dari hal-hal yang bersifat ilahi (sakral).
Dari sini tampak bahwa ilmu kedokteran Islam mempunyai tingkat
keilmiahan yang lebih tinggi dibanding dengan ilmu kedokteran
Platonis pada masa kebangkitan.
T okoh ilmu Kedokteran Platonis masa kebangkitan yang ter-
besar adalahJacob Boeheme. 264 Ia adalah penganut tasawuf illu-
minis yang mempercayai khurafat, sihir dan ramalan. T okoh dua-
lis ini berpendapat bahwa kehendak Tuhan di atas segala-gala-
nya. Ia menyatakan bahwa seluruh prediksinya tentang alam, Tu-
han, kejadian alam, bangunan alam, dan rahasia-rahasia yang sa-
mar, yang ia peroleh melalui ilham yang diberikan Tuhan termak-
tub di dalam kitab suci. Istilah-istilah yang ia gunakan sulit dipa-

1484 M merupakan terjemahan pertama tentang Plato yang mem-


peroleh pengakuan publik. Beberapa anotasinya terhadap karya Plato
dan Plotin juga mendapat sambutan, bahkan telah berhasil melam-
bungkan namanya. Namun setelah masa Ficino berakhir, karya-karya-
nya tidak begitu mendapat perhatian, meskipun ia tergolong Platonis
paling kental. Saat ini karya-karyanya mulai kembali diperhatikan,
terutama karangannya yanng berjudul "TeologiPlato tentang Kekekalan
Ruh". .
Paracelsus (1493-1541 M) seorang dokter dan filosuf Jerman
263

yang lahir di Hokinham. Karya-karynya adalah "Padang Tih", "Mukjizat


Besar", dan "Karakteristik Benda-Benda".
Jacob Boeheme (1575-1624) filosuf dari Selicia yang dikenal
264

dengan julukan "Filosuf Jerman". Karya-karya utamanya adalah "Fajar


dalam Rahasia Agung" yang mendapat kecaman, "Pembangkangan",
"Empat Puluh Soal Tentang]iwa", "DemiMemilih Rahmat Tuhan". Ia sangat
dikagumi oleh pemikir-pemikir di abad ke-17 M. Pemikiran-pemikiran-
nya mempunyai pengaruh terhadap Hamann, Hegel dan Schelling di
abad modern.

285
hami. Ia banyak bersandar kepada sihir, astrologi dan kimia yang
tidak ilmiah untuk menggambarkan alam melalui syair, simbol
dan benda-benda terbang. Pendapatnya bermuara pada panteis-
me. Menurutnya, Tuhan dan alam adalah satu hal, dan tidak ada
hal lain selain alam. Semua makhluk adalah penjelmaan Tuhan.
Segala sesuatu selalu mengandung kontradiksi-kontradiksi. Hu-
kum ini juga berlaku bagi T uhan yang memadukan kebaikan dan
keburukan. Dualisme inilah yang menggerakkan alam. Tuhan
memiliki dua kehendak, pertama berupa kasih sayang dan kedua
untuk melakukan pembalasan.
Antroposentrisme merupakan paham yang lahir dari pemi-
kiran agama yang menempatkan manusia sebagai fokus meng-
gantikan Tuhan. Pemikiran semacam ini secara implisit belum
muncul dalam pemikiran kontemporer kita, meskipun secara im-
plisit dapat ditemukan dalam pembahasan ten tang Tuhan dalam
Ushuluddin, dalam rasionalisme murni ilmu hikmah, dalam peng-
alaman ruhani ilmu tasawuf, dan dalam perilaku man usia dalam
ilmu Ushul Fiqh. 265 Kecenderungan ini terlihat dalam pemikir-
an-pemikiran Pico de la Mirandola yang mengedepankan tang-
gung jawab dan kehormatan manusia. 266
Kecenderungan ini kemudian berubah menjadi paham yang
didirikan oleh Erasmus yang meletakkan manusia sebagai fokus
alam; merekonstruksi ajaran Kristen berdasarkan humanisme
murni; dan mengadakan program pengajaran bagi umat Kris-

265 " Limadza Ghaba Mabb.ats al-Insan fl Turatsina al-Qadfm", dalarn

Dirdsat Islamfyah, hal. 393-416.


Pico de la Mirandola (1463-1494 M) seorang filosuf Italia yang
266

rnernpunyai hubungan ilrniah dengan Akaderni Florence. Ia rnernpelajari


ilrnu kebidanan. Ia rnenjadi juga seorang perintis kajian di bidang
terse but. Ilrnuwan Kristen Ortodoks ini rnenentang Gereja dalarn
sernbilan ratus rnasalah, seperti Martin Luther yang rnenentang Gereja
dalarn sernbilan puluh lima rnasalah. Hal inilah yang rnernbuat Gereja
rnenghararnkan pendapat-pendapatnya. Ia rnerupakan orang pertarna
yang rnenulis tentang "puncak kehorrnatan man usia".

286
tiani sebagai warga negara modern yang tercerahkan. 267 Ia sa-
ngat menentang kekuatan filsafat skolastik. Hidupnya ban yak
dicurahkan untuk melakukan reformasi Gereja. Ia berpendapat
bahwa Gereja bukan hanya ajaran tentang keselamatan yang tidak
memiliki semangat rasional yang mempercayai kekuatan akal
man usia. Meskipun mendukung Luther dan menyerukan manu-
sia untuk mendengarkan pendapat-pendapatnya, namun ia me-
nentang teologi dan ajaran reformasi yang menyerukan ke-
kerasan. Ia mengkritik ajaran Gereja Katolik Romawi dan
kekonyolan-kekonyolannya. Ia juga yang memperkenalkan ra-
sionalisme kepada kaum reformis agama, dan karenanya ia bagai-
kan akal yang membimbing kesadaran agama kaum reformis.
Paham Antroposentrisme secara bertahap berubah menjadi
paham politik yang didasarkan pada penolakan terhadap keku-
asaan agama, perlunya pemisahan Gereja dari negara, dan perlu-
nya pembangunan masyarakat sipil sekular yang modern. Mun-
cullah Lorenzo Valla yang membela kebebasan kehendak. 268 Ia
menjelaskan bahwa pengetahuan Tuhan yang mendahului (Apol-
lo) tidak menafikan kebebasan manusia yang disebut kekuasaan
(qudrah) Tuhan (Zeus). Karena takut dan khawatir, ia hanya dapat
memaparkan persoalan-persoalan tanpa membahas penyelesaian-
nya. Di bidang etika, ia condong ke etika Epicure, hal yang meng-
indikasikan permulaan kecenderungan ke arah materialisme. Ia
lebih berani dalam menyerukan sekularisme dan mengungkap
mitologi sejarah yang diawali dengan masuknya Constantin ke
agama Kristen dan menjadi landasan bagi klaim-klaim para Ba-
pak Gereja, atau dengan kata lain menghapus legalitas sejarah
yang diberikan Roma kepada dirinya sendiri.

267Erasmus (1466-1536 M) ahli bahasa dan teolog dari Belanda yang

menjadi anggota kependetaan Augustininisme. Pernah belajar dan


mengajar di Inggris dan Prancis. Karya-karyanya adalah "Pujian untuk
Orang Gila" dan "Seminar".
268 Lorenzo Valla (1405-1457 M) seorang humanis Italia yang

mempertahankan kebebasan kehendak sebagai hak asasi manusia.


Tentang pendapatnya ini, ia menulis buku ynag diberi judul "Dialog
Seputar KebebasanKehendak".

287
Di antara kaum reformis yang menginginkan pembangunan
masyarakat sipil berdasarkan kebebasan kehendak rakyat, Sua-
rez adalah tokoh yang terberani. 269 Ia membentuk kembali Aris-
totelianisme Kristen. Ia juga memadukan nominalisme dengan
Albertus Magnus, Thomas d' Acquin, dan Dens Scot untuk men-
ciptakan paham epistemologis yang sempurna di bidang meta-
fisika, psikologi, pengetahuan alam, dan teologi fisika. T eologi
doktrinal bukanlah filsafat, melainkan ajaran yang diambil dari
agama dan wahyu secara langsung. Berbeda dengan teologi fisi-
ka yang mampu membuktikan keberadaan Tuhan beserta sifat-
sifatnya melalui teori "aksi". Oleh karenanya, buku-buku yang
ditulisnya mudah dipahami, dan karenanya menjadi buku teks
di sekolah-sekolah pada masa itu. Ia menolak pembedaan wu-
jud dengan esensi yang dilakukan Thomas d' Acquin terhadap
benda-benda yang berhingga (unlimited). Esensi fisika bersifat
tunggal bukan karena bentuk atau materinya, tetapi karena satu-
an-satuan universalnya. Hukum di atas berlaku bagi semua ben-
tuk perpaduan yang terjadi an tara dua hal, kecuali perpaduan
manusia dengan akalnya. Adapun benda-benda ruhaniyah se-
perti malaikat dan ruh tidak termasuk benda fisika, melainkan
merupakan satuan-satuan tunggal. Pendapat ini sama seperti
pendapat Thomas d' Acquin. Menurut Suarez, ruh merupakan
fundamental kehidupan bagi seluruh makhluk biologis, baik se-
cara empiris maupun rasional. Sebab, ruh mempunyai dua watak,
yaitu watak empiris dan rasional. Kehendak adalah keinginan
akal dan kebebasan yang dipilih. Karenanya man usia harus ber-
tanggungjawab atas perbuatannya.
Keberanian pemikiran Suarez terlihat dalam teori politiknya
yang menentang hak-hak ketuhanan bagi raja. Sebab rakyatlah
sebenarnya yang memiliki sumber kekuasaan, dan pemerintah
adalah wakil rakyat, bukan wakil Tuhan. Tugas pemerintah ada-
lah mewujudkan keadilan sosial. Pemikiran Suarez banyak mem-
pengaruhi Descartes, Spinoza, Leibnitz dan Schopenhauer.

269 Suarez (1548-1617 M) seorang filosuf Spanyol. Karangannya


adalah "Perselisihan Metafisika".

288
Pemikiran politik di masa kebangkitan mengambil dua ben-
tuk berbeda. Pertama, berbentuk realis yang menggambarkan ke-
adaan apa adanya, seperti terlihat pada Machiavelli. Dan kedua
berbentuk utopis yang menggambarkan apa yang seharusnya,
seperti terlihat pada Thomas More dan Campanella. Machiavel-
li adalah teoretisi ideologi baru yang ditransfer dari langit ke
bumi. 270 Perkembangan suatu masyarakat tidak ditentukan oleh
kehendak Tuhan, tetapi berjalan sesuai dengan hukum alam.
Kekuatan dan kepentingan material adalah faktor penggerak
sejarah. Karena adanya perbedaan kepentingan antara kekuatan
sosial rakyat dengan kelas penguasa, maka negara kebangsaan
yang kuat harus dibangun untuk melawan feodalisme dan revo-
lusi rakyat. Dalam hal ini tujuan dapat menghalalkan segala cara.
Penipuan, pengkhianatan dan kekerasan adalah cara-cara untuk
mewujudkan tujuan politik.
Pada kutub yang berseberangan muncul Thomas More yang
merupakan representasi Sosialisme Utopis paling terkenal pada
masa kebangkitan. 271 Ia mengkritik sistem kepemilikan pribadi
dan hubungan politik dan sosial di Inggris pada masanya. Ia
menginginkan satu sistem yang tinggi kepemilikan umum dan
hubungan yang egaliter. Ia mengajukan konsep sosialisme
produksi yang berkaitan dengan komunisme dan pengaturan
kerja serta distribusi kekayaan. Keluarga diasumsikan sebagai

270 Machiavelli (1469-1527 M) pemikir dari Italia yang dikenal

dengan karangannya "Raja" yang diterjemahkan pada masa kekuasaan


Mohammad Ali ketika membangun negara Mesir. Salah satu karyanya
adalah esai tentang sepuluh bab pertama "Prinsip" karya Tutus Livus.
271 Thomas More (1478-1535 M) tokoh humanis rasionalis yang lahir

dari lingkungan borjuis. Pernah menjadi penasihat raja, tetapi kemudian


dibunuh mati karena menolak mengakui raja sebagai kepala Gereja. Di
dalam penjara ia menggambarkan suatu perjalanan menuju suatu tempat
imaginatif yang disebut "utopia", dalam bukunya yang diberi judul
"Vpaya Produktifdan Baik untukMewujudkan Negara TerbaikyangMembela
Kepentingan Umumdan untukMewujudkanPulauBaruyangDisebut Vtopia~'
atau disingkat "Utopia". Tulisan Thomas More merupakan karya
terpenting tentang Sosialisme hingga abad ke-18 M.

289
unit ekonomi paling dasar. Kegiatan produksi harus dilakukan
secara manual dalam satu sistem yang demokratis, dan hasil
produksi harus dinikmati dalam satu situasi damai di mana tidak
ada pertikaian antara desa dan kota. Jam kerja hanya enam jam
sehari, dan selain jam terse but ditambah hari libur mingguan
yang dimanfaatkan untuk kegiatan ilmu pengetahuan dan kese-
nian. Masyarakat diarahkan pada satu pendidikan yang kompre-
hensif yang selalu mengaitkan pelajaran teoretis dengan pelajar-
an praktis. Perubahan ke tatanan baru harus dilakukan dengan
cara-cara damai.
Filosof utopis terakhir pada masa kebangkitan adalah Cam-
panella. 272 Ia menentang filsafat skolastik dan menolak paham
"penuhanan benda". Keluaran pemikirannya merupakan hasil dari
perpaduan antara liberalisme yang menjadi kecenderungan masa
kebangkitan dengan pemikiran sufistik religius serta sedikit antu-
siasmenya terhadap sihir dan astrologi yang merupakan sisa-sisa
Platonisme masa itu. Ia mengimpikan terjadinya persatuan dan
kebaikan umat manusia. Ia berasumsi bahwa imp ian terse but da-
pat diwujudkan melalui lembaga Bapak Gereja. Ia melukiskan
suatu masyarakat utopis sosialis di bawah pengaruh ideologi aga-
ma dan konsepsinya ten tang Gereja ideal. Ia menggambarkan
masyarakat utopis sebagai sebuah negara teokratis yang diperin-
tah oleh para pemimpin negara dan pastor. Konsepsi sosialisme-
nya ini dibangun di atas hukum akal dan hukum alam.

272 Campanella (1568-1369 M) (Sic.~ seorang filosuf utopis dari Italia.

Ia sudah bergabung dengan Dominikan pada usia 15, dan mempunyai


kesamaan pendapat dengan Telesio di bidang fisika. Ia diajukan ke
mahkamah karena pendapat-pendapatnya yang liberal. Pada tahun 1599
M, ia berusaha memimpin revolusi untuk membebaskan Italia dari
kekuasaan Spanyol, tetapi rencana terse but dicium pihak Spanyol.
Setelah disiksa, ia kemudian dijebloskan ke penjara selama 27 tahun.
Pada tahun 1602 M di penjara ia menulis bukunya "Kffta Matahari" yang
menggambarkan sebuah masyarakat utopis. Buku, yang memainkan
peranan penting dalam perkembangan pemikiran sosialisme progresif,
ini diterbitkan tahun 1622 M. Ia juga mempunyai andil dalam
membentuk sosialisme utopis di abad modern.

290
Paham skeptisisme juga mengambil dua bentuk. Bentuk per-
tama menjadikan wahyu sebagai alternatif dari sikap skeptis yang
dapat mengembalikan mereka kepada realitas melalui jalan yang
meyakinkan. Bentuk ini disebut skeptisisme Montaigne. Bentuk
kedua adalah skeptisisme absolut yang tidak memiliki alternatif
lain selain sikap skeptis. Bentuk ini dikenal dengan Skeptisime
Charron. Pada masa kebangkitan Montaigne telah mengubah skep-
tisisme Yunani menjadi skeptisisme di tingkat kebudayaan. 273 Ia
juga membela seorang teolog Spanyol, Raymond Sebond yang
meragukan doktrin teologi masa lalu dan filsafat skolastik. Pem-
belaan itu dilakukan dengan mengambil bukti-bukti dari Sectus
Empricus. Menurutnya rasionalisme adalah bagian dari perilaku
binatang yang dengannya manusia berpikir tentang dirinya.
Meskipun manusia berpretensi sebagai makhluk yang luhur, na-
mun sebenarnya ia adalah makhluk yang mudah tertipu, bodoh
dan fana, bahkan lebih rendah dari derajat binatang serta tidak
berada dalam tingkat kebahagiaan yang semestinya (makhluk liar
yang cerdas). Menemukan persesuaian antara pengetahuan dan
ilmu adalah hal yang sulit dicapai, dan mengetahui alam serta
membangun ilmu adalah hal yang mustahil. Oleh karenanya, un-
tuk kembali dan berinteraksi dengan realitas harus dilakukan
melalui wahyu Tuhan. Skeptisisme Montaigne ditujukan kepada
ajaran Katolik dan pemikiran Kristen ten tang Tuhan. Jika ingin
menggapai kebahagiaannya, manusia harus melangkah, sekali ke
depan dan kali lain ke belakang, dan bukan menunggu kebahagiaan
itu datang sendiri.
Skeptisisme yang substansial diperankan oleh Charron. 274
Ia memulai aktivitas pemikirannya dengan keraguan dan meng-

273 Montaigne (1553-1592 M) filosuf humanis dan penulis dari

Prancis. Karyanya adalah "Upaya-Upaya" dan "Pembelaan terhaddp Raymond


Seboruf'_
274 Charron (1541-1603) seorang filosof dari Prancis. Ia mengawali

karirnya sebagai pengacara dan kemudian menjadi pastor. Bersama


Montaigne, ia membangun paham skeptisisme modern_ Karyanya
"Hikmah" dapat dijadikan dalih oleh para teo log untuk menuduhnya
sebagai ateis.

291
akhirnya dengan keraguan pula. Ia tidak menemukan alternatif
lain yang dapat menggantikan keraguan tersebut baik dalam
agama ataupun ilmu. Tak satu pun hakekat yang dapat dijamin
sifat kepastiannya, bahkan agama sekalipun. Sebab, agama tidak
tumbuh dalam diri man usia sebagai sesuatu yang alami, tetapi
terbentuk oleh proses pendidikan dan kondisi yang melingkupi
manusia. Hanya etikalah yang bersifat alami dalam diri manu-
sia. Dan agama dapat bersifat pasti hanya jika dibangun di atas
etika, seperti pendapat Kant. Karenanya man usia harus hidup
sesuai dengan hukum etika yang bersifat internal dan melak-
sanakan agama yang direpresentasikan kekuasaan-kekuasaan
eksternal. Dengan demikian Charron telah menyembunyikan
sikap negatif dan anti agama di balik pengakuan formalnya ter-
hadap eksistensi agama.
Pada masa kebangkitan ini, ilmu pengetahuan menjadi aliran
utama. llmu pengetahuan muncul setelah para kritikus, kaum skep-
tisis, dan filosuf menolak pengetahuan lama. Dengan demikian
sebuah realitas dapat dilihat secara telanjang tanpa aksioma-aksi-
oma. Kehadiran ilmu pengetahuan adalah untuk memberikan
"baju" teoretis alternatif dan untuk menguasai realitas dengan
teori-teori yang lebih akurat dari pengetahuan lama yang secara
empiris telah terbukti kesalahannya. Hanya upaya manusialah yang
dapat menjadi sumber teori dan bukan sumber-sumber lama dari
Gereja atau Aristoteles. 275 Yang paling dominan adalah kehadiran
astronomi yang mampu mengubah pandangan lama yang berpu-
sat pada bumi menjadi pandangan yang berpusat pada matahari.
Bentuk paling kecilnya adalah kehadiran ilmu kemanusiaan se-
perti psikologi dan ilmu kedokteran serta diadopsinya pandang-
an monistik-ilmiah tentang manusia, bukan pandangan dualistik-
religius skolastik lama.
Muncullah Pomponazzi yang melakukan pembacaan kemba-
li Aristotelianisme secara materialistik, berlawanan dengan gaya

275Mawqifuna min af. Turats al-Gharb£ dalam Qadlaya Mu ashirah, Bagian


II, F£ al-Fikr al-Gharb£ al-Mu 'ashir, hal. 17M.

292
pembacaan filsafat skolastik. 276 Ia menegaskan pentingnya penge-
tahuan indera. Menurutnya jiwa adalah potret dari raga, seperti
dikatakan Aristoteles sebelumnya dan Spinoza sesudahnya. Ke-
fanaan jiwa bergantung kepada kefanaan raga. Kekekalan di bumi
diperuntukkan bagi raga. Seperti para filosuf Muslim, Pompo-
nazzi membagi hakekat menjadi dua, yaitu hakekat untuk orang
awam dan hakekat untuk orang tertentu. Karenanya hake kat aga-
ma harus dipisahkan dari hakekat filsafat.
Kehadiran T elesio masih mengungkapkan kecenderungan
materialistik yang sama. 277 Ia mempelajari fisika secara empiris.
Menurutnya indera merupakan sumber utama pengetahuan. Ia
menentang met ode analogi kontemplatif yang populer dalam fil-
safat skolastik. Propagandanya tentang metode empiris menda-
hului empirisme Francis Bacon. Sebab, empirisme merupakan
produk mas a kebangkitan sebelum kemudian menjadi kecen-
derungan abad modern. Ia melukiskan alam sebagai memenuhi
ruang kosong dan menolak adanya ruang kosong tanpa alam. Alam
bersifat kekal seperti Tuhan, dan hukum alam sama dengan sifat
Tuhan, seperti dikatakan Spinoza. Ia juga mengadopsi pandang-
an alam yang berpusat pada matahari. Panas yang berasal dari
matahari berseteru dengan dingin yang berasal dari bumi, dan
materi berada di antara keduanya.
Persoalan-persoalan astronomi mendapat bentuk baru keti-
ka Copernicus mendirikan astronomi modern. 278 Copernicus ber-

276 Pomponazzi (1462-1524) filosuf masa kebangkitan dari Itali<..

Karyanya "Kekekalan ]iwa" secara terang-terangan dibakar.


277 Telesio (1508-1588 M) filosuf fisika dari ltalia. Ia menulis

"Karakteristik Benda dan Prinisp yang Menyertainya".


278 Copernicus (1473-1543 M) pendiri astronomi modern. Lahir di

Polandia dan mempelajari filosuf-filosufYunani di Akademi Krakau.


Ia melanjutkan studinya tentang matematika, astronomi, kedokteran dan
teologi di Padua di mana ilmu-ilmu Islam diajarkan di sana. Kemudian
ia menetap di Prusia. Ia dimakamkan di Katedral bersama para pastor
dan orang-orang yang beriman. Salah satu karyanya adalah "Putaran
Planet".

293
pendapat bahwa matahari menjadi pusat alam, dan bumi berben-
tuk bulat serta berputar mengelilingi matahari. Ia menolak penda-
pat Ptolomaeus dan mempropagandakan teori matahari sebagi
pusat alam yang pernah diperkenalkan sebelumnya oleh Aristarque
yang semasa dengan Euclide, dan dipelajari dalam astronomi Is-
lam. Ia mengambil pendapat Phitagoras untuk membuktikan se-
cara matematis bahwa bumi berbentuk bulat dan selalu bergerak
mengelilingi matahari. Pendapat Copernicus ditentang Gereja yang
memandang bahwa bumi, dan berarti manusia, adalah pusat alam.
Padahal makna kekhalifahan manusia di bumi bersifat abstrak dan
praktis bukan secara geografis.
Giordano Bruno mendukung teori Copernicus. 279 Ia meng-
ungkapkan pengalaman sufistiknya tentang panteisme dengan
bahasa masa kebangkitan, yaitu bahasa ilmu pengetahuan baru.
Menurutnya Tuhan adalah atom yang membentuk benda-ben-
da, dan dari Tuhan benda-benda di dunia lahir. Tuhan dan alam
adalah dua nama bagi satu hakekat dan satu realitas, yaitu esensi
yang menciptakan segala sesuatu dan berubah menjadi potensi-
potensi nyata. Dengan meminjam bahasa Spinoza, Tuhan ada-
lah esensi pencipta dan alam adalah esensi yang diciptakan.
Kejadian alam merupakan pancaran Tuhan kepada alam dan
pancaran alam kepada Tuhan. Seluruh proses di atas dilukiskan
oleh akal ketika ia mencari yang Esa di an tara sekian ban yak hal
yang berbilang, yang sederhana di antara sekian banyak hal yang
kompleks, yang kekal di antara sekian banyak hal yang selalu
berubah. Ruh, demikian pula Tuhan, merupakan inti badan yang
memancar dari ruh ke badan dan dari badan ke ruh. Namun

279Giordano Bruno (1548-1600 M) yang rnenjadi representasi ruh


rnasa kebangkitan adalah fuosuf dari Italia dan rahib Dorninikan. Ia dibakar
hidup-hidup karena pendapatnya rnenyirnpang dari ajaran Gereja.
Karyanya yang terkenal adalah "Satu Sebab", "KetakberhinggaanAlam",
"Mengusir BinatangyangMenang", "]amuanMakanAbu", "Kemarahan
Pahlawan" dan "Monad". Karya-karyanya banyak rnernpengaruhi gerakan
ilrniah dan ilrnu sihir pada abad ke-17 M, hingga kernudian terlupakan.
Pada abad ke-19 narnanya dikaitkan dengan gerakan anti kependetaan.

294
demikian beberapa konsepsi Giord Bruno tentang Tuhan dan
alam masih ada yang bersifat dualistik seperti layaknya konsep-
si-konsepsi tentang esensi di masa lalu. Ia berpendapat bahwa
Tuhan tidak dapat dilukiskan dan terpisah dari esensi lain, se-
mentara alam dapat dilihat dan dapat digambarkan. Dengan
demikian pengetahuan tentang alam tidak dapat mengantar
manusia untuk mencapai pengetahuan tentang Tuhan, sama se-
perti pendapat Nicolas de Cusa.
Formulasi ilmu pengetahuan modern pada masa kebangkit-
an ditutup oleh kehadiran Kepler dan Galileo. Kepler menyingkir-
kan teori-teori matematika dari persoalan-persoalan astronomi,
agar analisa matematis tidak mengalahkan analisa empiris. 280 Na-
mun demikian ia membenarkan teori Phytagoras tentang pere-
daran Planet pada porosnya secara teratur. Ia menciptakan tiga
hukum yang menjelaskan perputaran planet secara eliptical, di mana
matahari merupakan salah satu pusatnya. Peredaran planet tidak
bersifat geometris, tetapi berputar secara teratur mengelilingi
matahari, dan jarak antara planet terse but dengan matahari cu-
kup jauh. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa astronomi yang dicip-
takan ilmuwan Islam dan sangat populer pada abad pertengahan
Eropa, berada di balik sukses pemikiran ilmiah modern pada masa
kebangkitan.
Kehadiran Galileo membuka cakrawala baru pemikiran il-
miah. Setelah keberhasilannya mengamati langit dengan teles-
kopnya ia mulai meragukan kepusatan bumi yang telah diterima
luas dalam filsafat skolastik, filsafat alam Aristotles, dan Gere-
ja.281 Ia mempertahankan kepusatan matahari yang sesuai de-

28 °Kepler (1571-1630) astronomJerman yang belajar di Tubingen


dan mengajar matematika di Greetz dan Lenz.
281 Galileo (1564-1642) astronom, ahli fisika, dan ahli matematika

dari ltalia serta pendiri aliran mekanisme modern. Perseteruannya


dengan Gereja dimulainya tahun 1633. Gereja telah memaksanya me-
narik kern bali pernyataan-pernyataanya, bahkan ia harus mengalami
kehidupan yang penuh tekanan sepanjang hidupnya. Pendapat-penda-
patnya banyak mempengaruhi pemikiran abad ke-17 yang hampir ber-

295
ngan percobaan ilmu pengetahuan modern. Ia juga mendukung
pemisahan teologi dengan ilmu agar tidak terjadi kontradiksi
dan saling tumpang tindih. Sebab keduanya memang berbeda
baik ditinjau dari segi obyek kajian, metodologi ataupun tujuan-
nya. Dengan demikian Galileo telah meletakkan dasar keterpi-
sahan ilmu pengetahuan modern dari teologi. Dan buku ilmu
alamnya yang ditulis dengan bahasa matematika juga telah me-
letakkan dasar ilmu matematika. Oleh karenanya tepat jika Hus-
serl menyebut Galileo sebagai orang yang telah mengubah ilmu
alam menjadi matematika. Pemikiran-pemikirannya dibangun di
atas metode empiris yang berdasarkan observasi dan pengamat-
an langsung. Ia membagi karakteristik benda menjadi karakte-
ristik primer dan karakteristik sekunder, sama seperti dilakukan
Lock sesudahnya. Ia juga menemukan hukum "benda jatuh" dan
hukum "gerakan tenang" serta berjasa membangun aliran me-
kanisme tradisional.
Jadi, masa kebangkitan menyatakan keberakhiran satu fase
sekaligus dimulainya fase lain dalam kesadaran Eropa. Akhir fase
pendasaran dan awal fase keterbentukan. Masa kebangkitan te-
lah berhasil menciptakan keterputusan an tara masa lalu dengan
masa sekarang; mengubah masa lalu menjadi masa depan; dan
melakukan kritik dan membebaskan diri dari pengaruh penge-
tahuan lama yang selama itu menjadi sumber ilmu dan standar
perilaku. Ilmuwan modern telah berhasil mengalahkan ilmuwan
lama; kekuasaan Aristoteles dengan penganotasi Muslimnya te-
lah digantikan oleh kekuasaan akal; kekuasaan kitab suci yang
tertutup telah digulingkan oleh kekuasaan ilmu alam yang ter-
buka; teosentrisme berubah menjadi antroposentrisme; pem-
bahasan tentang keabadian ruh berubah menjadi pembahasan
tentang karakteristik dan pembentukan raga. Lahirlah fisiologi,

hasil melakukan teorisasi alam dan mengubahnya menjadi matematika


komprehensif. Karyanya yang terpenting adalah "Surat Untuk Bangsawan
Agung Christian" yang mengkanter lawan-lawan Galileo pada masanya,
"Beberapa Upaya", Dzalog tentang TatananAlam" dan "Surat tentang Ilmu
Pengetahuan Baru".

296
biologi, anatomi dan ilmu kedokteran modern. 282 Dengan
demikian kesadaran Eropa dapat melakukan inovasi baru sete-
lah meninggalkan pengetahuan lama. Realitas dapat dilihat se-
cara telanjang tanpa "baju" teori apapun. "Baju-baju" teori yang
selama ini menghalangi pandangan ego terhadap alam telah di-
singkirkan. Hal inilah yang dapat mendorong kesadaran Eropa
meletakkan "baju" teori baru yang dapat membantu mereka me-
mahami alam dan menciptakan ilmu pengetahuan baru meng-
gantikan ilmu pengetahuan Aristoteles, serta membangun negara
baru menggantikan negara Gereja.

282 Mawqifunaminal·Turatsal·GharbtdalamQadlayaMuashirah,Bagian
II, Ft al·Fikr al-Gharb£ al-Mu 'ashir, h. 37.

297
DAFTAR PUSTAKA

'Abduh, Muhammad, al-Is!am waal-Nashranryah baynal: 'Ilm waal-Mulanryah.


Alim, MahmudA.mln al-, al-Wa'yu waal-Wa'yual-Zayffi al-Fikral- 'Arabial-
Muashir, Kairo: Dar al-Tsaqafah al-Jad!dah, 1986 .
.Amln, 'Utsman, aljuwftyn'iyah, Ushul 'AqUbh waFalsafah Tsawrah, Kairo: Dar
al-Qalam, 1964.
Anton, Farah, IbnRusyd waFalsafatuhu, Beirut: Dar al-Thlli'ah, 1981
Aristoteles, al-Siyasah, terj. Ahmad Luthfi Sayyid, Kairo: al-Ha' ah al-' Ammah
li al-Kirab, 1979.
Arslan, Syakib,Li-rnddza Ta'akhkharaal-Muslimun wa Taqaddama Ghayruhum.
Augustin, Saint, Traites AntiDonatistes, Bruxelles: Desclee, 1963-1965.
Badaw!, 'Abd al-Rahman, al-Insan'iyah wa a!- Wujudzyah fi al-Fikr a!- 'Arab£,
Kairo: Dar al-Nahdlah al-'Arab!yah, t.th.
Baker, H. & Elmer Barnes, Socia! Thoughtfrom Lore to Science, N.Y.: Dover,
1961.
Barnes, Harry Elmer,A n Intellectual and Cultural History ofthe Western World,
N.Y.: Dover, 1955.
Bernal, Martin, Black Athena, The Afro-Asian Roots ofClassical Civilization,
Vol. I, TheFabricationofAncientGreece 1785-1985, Vol. II, Greece, European
orLevantine? The Egyptian and West Semitic Components ofGreek Civilimtion,

299
Vol. ill, Solving the Riddle or the Sphinx and Other Studies inEgypto-Greek
Mythology, New Brunswich, N.Y.: Routgers University Press, 1987.
Blnlnl, Abu Ray.han al-, Tab.qlq rna lia!Hind minMa 'qtdatMaqbUlatfi al-'Aql
awMardzulat, Haidar 'Abad al-Rukn: Majlis Da'irah al-Ma'arif al-
Utsman1yah, 1327 W1985 M.
Borrows, M., Les Manuscrits de !a mer morte, Paris: R. Laffonat, 1962.
Breasted,J.H., 1he Down ofConsience, Scibner, N.Y.: t.p., 1933
Copleston,F.C.,Medieva!Philosophy,N.Y.:Harper&Row, 1961.
Cumont, F., Orienta!ReligionsinRomanPaganism, N.Y.: Dover, 1956.
Driver, G. R., CannaniteMyhtsandLegends, Edinburgh: T.T Clark, 1971.
Edwis,al-Tsabitwaal-Mutab.awwil:Bab.tsfial-Itba'waal-Jlxia''indaal-'Arab,3
Jilid,Jilidlal-UshUl,Jilidll, Ta'shilal-UshU!,Jilidlli,Shtulamahal-Hadatsah,
Beirut: Dar al-'Awdah, 1974,1977.
Festugiere, La Revelation d'Hermes Tristmagiste, Paris: Lecoffre, 1944-1949.
Flew, Antony,A DictionaryofPhilosophy, New York: St. Martin Press, 1979.
Gilson, E., La Philosophie au MayenAge, Paris: Payot, 1962.
Gordon, C.H., The Ancient Near East, N.Y.: W.W. Norton, 1965.
Guitton,Jean,]ournal de ma vie, Paris: Desclee de Brouwer, 1976,
Guitton, Jean, Un sciecle de ma vie, Paris: R. Laffont, 1988.
"Hal Yumkin Tahlilal-Sakhsmyahal-'Arab&yahal-Is/Jmiyahw:tal-Mashtr al-'Arabi
minMandlUrIqllm£ w:tfilthar Nadlar Gharbtlstisyraqr', dalamal-Majallah
al-'A rabryah li al-'Ulum al-Insantyah, Kuwait, edisi musim gugur 1987.
Hamdan,Jamal, Istratijtyat al-Isti'marwad-Tab.rir, Kairo: Kiub al-Hilal, t.th.
Hanafi, Hassan, "History and Verification, a Quranic Vzew on the Scriptures.
Certainty and Conjecture, aproto-type oflslamo-ChristianRelations", dalam
ReligiousDialogue andRevolution, Kairo: Anglo-Egyptian Bookshop, 1977.
- , "Islamand]udaism,aModelfromAndalusia",dalamlslam:Religion,Ideology
and Development, (dalam proses percetakan).
-,"Min al-Istisyraq ita al-Istighrab" dalam Dirasat Syarq£yah, Paris.
- , al-'Aql wa al-1habt'ah: Mub,awalah lil'adah Binaal-Vlum al-'Aqlryah.
'" - , al-Dtn waal-Tsaqafahal- Wathanryah,

300
-,al-Dm waal-Tsawrahfial-Mishr, 1952-1981, Kairo: Madbouly, 1989.
- , al-Insan wa al-Tartkh: Mub.awalah li Iadah Bina al-'Ulum al-Insan£yah.
-,al-Turatswaal-Naz'ahal-Hadlanyah.
vL-, al-Turats wa al-TajdUi, Mawqifuna min al-Turats al-Qad£m, Kairo: al-
Markazal-'Arab1, 1980.
- , al-UshUliyah al-Istam£yah, Jilid VI, Mub.awalah Mabda '£yah li al-S£rah al-
Dzlaiyah.
- , DialogAgama dan Revolusi, Kairo: Anglo Egyptian, 1977.
- , Dirasat Istamiyah, Mawqifuna al-Hadtan.
-,Hal Tajuz al-Shalab.fi al-Dar al-Maghsubah, Kairo: Madbuly, 1989.
-,Hegel wa liayatuna al-Mu ashirah.
-,Islam and judaism, aModelfrom Andalusia, Paris: Unesco, 1985
-,Islam, Religion, Ideology, and Development, Kairo: Anglo Egyptian
Bookshop, 1990.
-,L 'Exegessede laPhenomenologie, L'etatactuel de Ia methodephenomenologjque
et son application au phenome religieux, Paris, 1966; Le Caire: Dar al-Fikr al-
'Arab!, 1979.
-,La Phenomenologie deL 'Exegesse, essai d'une hermeneutique exsentielle a
partir du nouveau Testament, Paris 1966, Le Caire: Anglo Egyptian
Bokkshop, 1990.
- , LesMethodes d'Exegesse, essaisur Ia science desfondaments de Ia comprehension,
11m UshUl al-Fiqh, Paris, 1966; La Caire: Impremerie Nationale, 1965
-,Lessing: Tarblyat aljins al:Basyan, Kairo: Dar al-Tsaqafah al-J adldah,
1976; Beirut: Dar al-Tanwir, 1982.
- , Mawqifuna min al-Turats al-Qad£m, Kairo: al-Markaz al-' Arabi, 1980.
',/-·-,Min al-'Aqldah ita al-Tsawrah, Kairo: Madbuly, 1988.
-,Minal-Fana itaal-Baqa~·Mub_awalah liiadah Binaal-Vlum al-Tashawwuf
-,Min al-Naql ita al-'Aql: Mub.awalah li Iadah Bina al-Vlum al-Naql£yah.
\/-·-,Min al-Naql ita al-Ibda': Mub.awalah li I'adah Bina Vlum al-liikmah.
-,Minal-Nashshitaal-Waqi':Mub.awalahliiadahBina 11m UshUlal-Fiqh.

301
- , Namadzij min al-Falsafah al-Maslb.iyahfi al-'Ashr al-Washith (Augustin,
Anselme, Thomas deAquin), Aleksandria: D3.r al-Kutub al-Ja.mi'!yah, 1986;
Beirut: Dar al-Tanw1r, 1982; Kairo: Anglop Mesir, 1978.
- , QadlayaMu'ashirah, Kairo: Dar al-Fikr al-'Arab1, 1976.
-,Religious Dialogue and Revolution, Kairo: Anglo Egyptian Bookshop,
1977.
-,Sartre, Taalay,AnaMawjad, Kairo:Daral-Tsaqa£ahal-Jad1dah, 1977;
Beirut: Daral-Tanw1r, 1982.
- , Spinoza, Risalah fial-UhUt wa al-Siyasah, Kairo: al-Hay' ah al-' Ammah
li al-Kitab al-Qahirah (Lembaga Perbukuan Umum Kairo), 1973; Beirut:
Dar al-Thlli'ah, 1979.
- , The New Social Science, Islam: Religion, Ideology and Development, t.tp.: al-
Muzamma', t.th.
Heidel, A., The Babylonian Genesis, Chicago: University of Chicago Press,
1972.
Heidel, A., The Gilgamesh Epic and Old Testament Pararels, Chocago: University
of Chicago Press, 1971.
Helmbold, A.K., The NagHammadi Gnostic Textsand The Bible, Mich.: Grand
Rapids, 1967.
Husayn, Thaha, Mustaqbal al-Tsaqafah fiMishr, Mesir: al-Ma'arif, 1944.
--, Nizhamal-Atheniyin,Kairo: Daral-Ma'arif, 1921.
Ibrah1m, Zakar!ya,AbUHccyyan al-Tawb.id£, Adib al-Fa!asifah wa Faylasufal-
'Udaba', Kairo: al-Mu'assasah al-Mashrlyah al-'Ammah, t.th.
Jabir1, Muhamad 'Ab1d al-, Bunyan al-'Aql al-'A ram, Beirut: Markaz Dirasat
al-Wahdahal-'Arab!yah, 1986.
- , Takwin al-'Aql al-'A ram, Beirut: Dar al-Thlli' ah, 1981.
Jabrut1, 'Abdal-Rahmanal-, Tarikh 'Aja'ibal-Atsarfial-Tarajimwaal-Akhbar,
(tiga jilid), Beirut: Dar al-Faris, t.th.
Jaith, Hesham, LaPersonalite et Le DevenirA rabo-Islamique, Paris, 1974.
- , al-Syakhshiyah al-'A rabiyah al-Islamiyah wa al-Mashir al-'A ram, Beirut:
Dar al-Thlli'ah, 1984.

302
Lahbab1, Muhammad 'Azlz, al-Syakhshryahal-Isldmryah, Kairo: Dar al-Ma'aru,
1969.
Larue, G.A., Babylonaud 1he Bible, Mich.: Grand Rapids, 1969.
Lessing, Tarbiyat aljins al-Basyari, Kairo: Dar al-Tsaqafah al-J adldah, 1977.
Lewis,J.Penn, 1heConquestofCanaan,Phlla, 1972.
Mahmud, Zakl Najib, Hayat al-Fikrfi a/- 'A lam aljadZd, Kairo: Anglo Mesir,
1956.
- , Tajdtd al-Fikr al-'Arab£, Kairo: Dar al-Syaruq, 1971.
Marwah,Husayn,al-Naz'ahal-MJddryahfial-Falsafahal-'Arabtyahal-Isldmryah,
2Jilid, up.: Dar al-Farab1, 1978/1979.
Minal-Adabal-Tamtstlial-Yunani, terj. Hassan Hanafi, Kairo: Dar al-Ma'aru,
t.th.
Miskawayh, Ibn, al-Hikmah al-Khalidah (Jaudan Khord), penyunting dan
pengantar 'Abd al-Rahman al-Badaw1, Kairo: al-N ahdlah al-Mashriyah,
1952.
Moscat, S.,Ancient Semetic Civilizations, N.Y.: Putnam, 1960.
Mowry, L., 7he Dead Sea Scrolls and the Earthly Church, London: Notredame,
1962.
Pfeiffer, F., Ras Shamra and 1he Bible, Mich.: Grand Rapids, 1968.
- , 7he Dead Sea Scorlls and the Bible, Mich.: Grand Rpaids, 1969.
Qadldt al-Fikr, terj. Hassan Hanafi, Kairo: Dar al-Ma'anf, 1971.
Quthb, Sayyid, Mustaqballi Hadza al-D£n, Kairo: Dar al-Syaruq, 1980.
Rahman, Thaha 'Abd al-, al-Manthiq wa al-Nab:w al-Shuri, Beirut: Dar al-
Thili'ah, 1983.
- , R UshUl al-fiiwarwa a/- Tajd£d 'Ilm al-Kalam, al-Mu'assasah al-Haditsah,
Dar al-Baydla', 1986
Roshental, M. & P. Yudin, A Dictionary ofPhilosophy, Moscow: Progress,
1967.
Runes, Dagobert D., Dictionary ofPhilosophy, New Jersy: Little field, Adams
&Co, 1972.
Said, Edward, Orientalism, New York: Vintage Books, Random House, 1979

303
Sayyid, Ahmad Luthfi, Kitabal-Siyasah liAristo, t.tp.: Lembaga Perbukuan
Umum,1979.
Soloviev,l.aCrisede/aPhilosophieOccidenta/e,Paris:Aubier, 1947.
Sommer, Duppont, Les Ecrits esseniens dlcouvertpres de Ia mer morte, Paris:
Payot, 1960.
-,Les TextesdeQumran,Paris:Latouzey, 1961.
Stcherbotsky, Th.,BudtlhistLogic, N.Y.: Dover, 1962.
Steindorf, G. & K.C. Seele: W1JenEgypt Ruled the East, Chicago: University
of Chicago Press, 1957.
Syahrisclni, al-Milal waal-Nib.al
Tatakis, B., LaPhilosophie Byzantine, Paris: PUF, 1959.
Thahtaw~ Rifa'ah Rafi', Manahij al-Albabal-MashrryahfiManahij al-Adabal-
'Ashriyah.
T"JZani, Thayyib,Minal-Turats i/aal-Tsawrah, llawla NtJd:zariyah Muqtarahah
fiQadl.tyahal-Turatsal-'AraM;Damaskus:Dh Damaskus, 1979.
'Urwi, 'Abdullah al-, al-'Arabwaal-Fikral- Tarikh~ Beirut: Dh al-Haqiqah,
1973.
Varmes,G.,LesManuscritsdudesertdu]uda,DescleTourruU., 1953.
Zeller, E., OutlineoftheHistoryofGreekPhilosopby, N.Y.: World Publishing,
t.th.

304
INDEKS

A Anton, Farah, 70
abad pertengahan, 40-42,45 Antonius, Saint, 159
Abelard 162, 232, 234, 244 antropologi, 27, 38,79
Abravanel,Judah, 280-281 - peradaban, 52-53
Acosta, Uriel, 274,280 - sosial, 39, 127
Adam, 151,208,215 antroposentrisme, 283,286,287,
dosa -, 151 296
Afghani,Jamaluddin al-, 22, 67-68 Apollinarius, 201,213,214
Afrika, 32, 37-38, 49, 53, 56, 154, Apollo, 287
159-160, 162, 166, 210, 214, Aproclus, 202
216,276 Arab, 1, 17, 20,43-45, 74, 79, 88,
- Utara, 20, 160, 167,214 93,98, 124,127,144,155,160,
ahlal-kitab, 146,151-152 161,221,242
Ahmad, Khalil, 15 -isme, 19-20
Ahriman, 158 -modern 176
Alcuin, 222-223 anotasi -, 161
Alexandria, 187, 195 bahasa -, 20, 46, 61-62, 79,
-isme, 193,215 100,144,238,242,245,276
Aljazair, 17, 19, 166 dunia-, 17,20,45, 143,166
Alpo,Joseph, 280 identitas -, 21
Alsun, Madrasah al-, 66, 72 intelektual-, 44-45
Ambroise, Saint, 209-210 kebangkitan -, 33, 45, 105
Amerika, 38, 72, 129 kebudayaan, 46,196
-Latin, 33,37-38,53,56, 162, nasionalisme -, 33
176 negara -, 18, 20
Andalusia, 27, 63, 161,219,224 revolusi, 22
Anselmus, 96, 230 sosialisme -, 33
Antioche, 191 'Arab!, Ibn, 261

305
Archimede, 139 Averoisme 58,244,247,256,265,
Areopagite, Denis, 202,237 270
Aristide, 188, 189 Azbar, al-, 63, 70
Aristoteles, 58,94-95,97,99, 115, Azra, Ibrahim ibn, 238, 240
136-139, 141-142, 152, 178,
180, 196, 200, 217-218, 230, B
233, 236-237, 248-249, 252, Babilonia, 60, 105, 155, 156, 157,
254-256, 259, 263, 266, 267, 167,280
269,281,283,292,293,296-297 Bacon, Francis, 15, 165,235,259,
Aristotelianisme, 178, 181, 190, 293
205, 217, 218, 220, 224, 234, Bacon, Roger, 256
239, 240-241, 248, 250, 252, Baniisrail 146,148,149,157
254, 255, 257, 260, 261-262, Barat, 6, 8-9, 14-l'S, 22,25-26,30,
264, 268-269,288 32, 34-36, 42, 48-49, 52, 55-59,
Arius, 160, 201, 213 65,71,74,77,79,88,102, 106,
Asia, 32, 37-38, 56, 154, 159, 160, 108, 111-112, 127, 128, 131,
162, 166, 167 152, 155, 161, 163, 165, 166,
- Kecil, 155, 156, 187, 267 167,175,269
- Tengah, 155, 158 kebudayaan -, 5, 9, 27, 32, 34,
-Timur, 39 44-47, 79, 85
asketisisme, 139, 140 kesenian -, 34
astronomi, 15, 157, 178,283 materialisme -, 15
-Islam, 294 monopoli -, 34
Asy'ar1, 231, 245 pemikiran -, 23
-an, 213, 225, 255 pengaruh -, 21
-yah, 218, 226,260 peradaban, 10-12, 42, 46, 51,
-isme, 86 54-55,57,71,87, 112, 129, 131,
Athena, 159, 184 141,143
demokrasi -, 136 sosiologi -, 22
Athenagoras, 189, 191, 192 tradisi -, 1, 3, 5, 7-8, 10, 15,
Augustin, 96, 152, 160, 166, 187, 28-30,34-35,43,70,76-77, 81-
189, 192, 194, 201, 204-206, 84,92-93,96,100, 112,116-117,
208, 210-211, 213-215, 217, 120
222-223, 231, 243, 248, 250, basic ofknowledge, 11
255,259,272,280 Basile, Saint, 199
Augustinisme, 230, 248, 263, 264, Basilide, 193, 194
271,275 Belanda, 166
Aurelius, Marcus, 184,261 Belgia, 166
Aurus, Paul, 216 Bergson, 66, 113, 118, 120, 148,
Australia, 72 165,193,211,223,231

306
Berkeley, 66 Champeaux, William de, 232, 233
Besate, Anselme de 221,229,231, Charron, 291
243 Chartres, Bernard de, 232, 234, 236
Bessarion, 268, 269 Chiller, 113, 118
Bhuda, 157 Ciceron, 272
Biscop, Benoit 222 Cina, 40, 45, 49-53, 60, 82, 105,
Bizance, Leonce de, 205 154,163,166,269
B1run1, al-, 62 Clement, 160, 179, 195, 196
Blemmydes, 266 Comte, Auguste, 118, 163
Boccacio, 272 Condorcet, 118
Boeheme, Jacob, 285 Confesseur, Maxime le, 205
Boethius, 181,217,218,230 Copernicus 293
Bonaventura, Saint, 251 Cornille, Pierre, 136
Brabant, Siger de, 244 Crescas 258, 270,281
Brentano , 153 Cusa, Nicolas de, 152, 272, 284,
Breudel, Ferdinand, 118 295
Bruges, Gauthier de, 250
Bruno, Giordano, 244, 271, 294 D
Buridan, Jean, 258,263 d'Acquin, Thomas, 96, 190, 192,
Butros 166 221, 240, 243, 248, 250-253,
Byzantium 159,202,203,223-224, 255,259,260,264,269,288
265,269 d' Alexandrie, Stephane, 205
d' Amiens, Nicolas, 236, 244
c d' Arache, Ostash, 250
Calcedius, 210 d' Aurlilac, Gerbert, 227
Caledonia, 237 d' Auvergne, William, 249
Calvin, 279 d'Auxerre, William, 248
isme, 279 d'Orleans, Theodulf, 222
Campanella, 289-290 Damascene, Jean, 223,224
Cassidore, 218 Damiani, Pierre, 191,229
causa: Descartes, 55, 66, 97, 108, 126, 132,
- eficien, 254 153, 165, 174, 200, 231, 251,
- finalis, 255 256,284,288
-materia/is, 69 diachronic, 125, 126, 141
-prima, 210,259 Dilthey, 43, 127
Celsus, 148, 197 Dominici, Giovani, 272
centrifuge, 124, 125 Donatistes, 160
centripete, 124, 125 Donatus, 213,214
Cesaree, Artias de, 227 dosa asal, 236, 280
Cesaree, Euse de, 198

307
E kebudayaan -, 35, 45, 134,
egalitarianisme, 84,277 135,176
ego, 5-6, 9,14-16,19-20,22,26,28- kesadaran -, 11, 13-14, 16, 35-
29,31-32,43-46,48,50,52,59- 36,38,40,51-53,55-56,59-60,
64,67,74,80,84,87,97,102, 63,94, 107,110,117-118,120,
107-108, 110-111, 119-120, 123, 125, 126, 128, 129, 130,
123-124, 142 132, 133, 136, 137, 139, 143,
-sentris, 152 145, 151, 152, 159, 160, 161,
-sentrisme, 29 162, 163, 164, 167, 168, 170,
alienasi -, 44 171, 172, 173, 174, 175, 176,
Eickhart, Maister, 221,258,264, 186, 190, 196, 208, 211, 229,
267 235, 242, 243, 271, 272, 273,
eksistensialisme, 18, 36, 46, 66, 80- 276,282,296,297
81, 84, 89, 126, 127, 165, 172, peradaban -, 16, 27-29, 36, 41,
175,203 49,55,87, 128,130,131,132,
ekstremisme,45-47,53,78,82,120- 133,141,145,149,165,173
121 bangsa -, 54, 130, 144, 168,
Eliga, Aaron de, 258, 270 170,247
emanasi, teori; 180, 198 filsafat -, 52, 55, 81, 118, 128,
Emmeram, Otloh de Saint, 229 170,176,204,242,261
empirisme, 48, 84, 88, 136, 138, Espagne,Jeande, 245
139,165,174,258,293 Ethiopia, 166
Empricus, Sectus, 182,291 Euclide, 140,294
Epictetus, 183 eurv5en~, 13,34,40,164
Epicure, 287
Erasmus, 274,286 F
Eriugene,Johannes Scottus, 202, Falla, Lorenzo, 283, 287
220, 224-226 Farabt,al-, 82, 95, 99,141,160,218,
Eropa, 13, 26, 29-30, 32, 35, 37- 239,242,244-255,266
40, 56, 58, 105, 116, 127-128, fasisme, 163
131, 134, 143-144, 149, 154- FaYJllmi, Sa'id ibn Y8suf al-, 196,
155, 161, 164, 167, 172, 210, 220,228,238
216,222,227,247,295 Felix, Menecius, 208
-modern, 161 fenomenologi, 12, 43, 46, 79-81,
- Selatan, 160 94,113,120,126,128,137,140,
- Timur, 161, 166 141,153,175
- Utara, 161 feodalisme, 73, 289
imperialisme -, 26-27 Feuerbech, 90, 278
kebangkitan -, 28, 136, 143, Fichte, 205, 231, 268, 270
161 filsafat, 58, 61, 69, 74, 106-107,

308
114-116, 128, 130, 137, 139, Gerakan Non Blok (GNB), 33
143, 153, 155, 159, 161, 170, Gerlande,Jean de, 159
174-177, 192, 194, 197, 199, Gerson, Jean, 221,264
209,211,213, 218,22~ 225, Gerson, Levi Ben, 221,258,270
229, 237-239, 241, 243, 247, Ghazall, 6, 205, 239
253,269,288 Gnosticisme 192, 194, 195, 198,
- agama, 98, 185,219 225
- alam, 137, 174, 258 Gregoras, 267
- Barat, 128, 154,218,273 Grenade, 27,270
- dunia, 128 Grosseteste, Robert, 251,256
- Kristen, 81
- metafisika, 174,223 H
-modern, 128, 200, 231, 244, Ha-Levi, Ibrahim ibn Dawud, 238,
284 239
- ontologi, 56 Ha-Levi,Judah, 238,239
- pencerahan, 164, 229 Haiti, 167
- Prancis, 170 Hallaj, al-, 278
- sejarah, 51, 55, 112, 114, Halles, Alexandre de, 250
118,123,127,163,197 Hanbal,Ibn, 191
- skolastik, 51, 55, 112, 114, Harb, Thal'at, 18
118, 154, 181-182, 186, 191, Haytsam, Ibn, 249
219-220, 234, 236, 244-245, Hegel, 29, 43, 55, 66, 90, 118, 163,
247-248, 250, 252-253, 259, 165,175,205,231,251,259
266, 268-269, 271-272, 276, Heidegger, Martin, 153,219,223,
287,290-291,293,295 259,261
Fontenelle, 229 Hellenisme, 40, 177, 178
formalisme, 16, 138, 141 Herder, 41, 55, 118
Foucoult, 43, 272 Hermas, 189,209
Fox, Georges, 267 hermeneutika, 79
Freising, Otan de, 236 Hesychsme, 275
Hezar, 120
G Hikmah,Dtwanal·, 66,72
Gaberol, Ibn, 238, 240, 255 Hiller, Saint, 209
Gabon, 166 Hipathia, 160
Galileo, 295, 296 historis, 126-127, 135, 152, 154,
Garaudy, R., 164 156,164,174,190,226
Gazez, Theodoros, 269 -isme, 11
Gene, Phillipe de, 248 -isme, 126
Genesis, 125 -isme, 27
genus, 140, 157,232,246 metode -, 126, 173

309
Homeros, 142 Indonesia, 166
hostoris, 28 Inggris, 99-100, 127, 166, 170, 173,
humanis, 135, 265 222,227,289
humanisme, 11,81-82, 136,278, kolonialisme -, 19
282,286 Injil, 147, 148, 158, 190, 195,201,
Hume, David, 66, 165, 229, 263 203,215,222
Husayn, Luthfi, 72 - palsu, 158
Husayn, Thaha, 72 - Yohanes, 215
Huss,Jean, 277 Iqbal, 25
Husserl, 132, 133, 137, 138, 140, Iran, 18,20
152, 153, 163, 173, 211, 233, Iraq, 166
296 Irenieus, Saint, 194
Husserl,43,55, 90, 94, 97,112,118, Irlandia, 222
120 Ishaq, Hunayn ibn, 246
Hypocrate, 228 Islam, 20-21,25, 40, 41,44-45, 62,
Hypolite, 194 65, 83, 87, 96, 102, 111, 141,
146, 159, 160, 161, 164, 178,
I 180, 181, 186, 203, 204, 209,
Ibrahim, Nabi, 69 220, 223, 224, 227, 233, 236,
Ibrani, 45, 157 238,239,240,242,243,244,
bahasa -, 201, 238 247,249,251,253,254,261,
idealisme, 81, 84, 89, 12, 136, 165, 266,269,276,277,295
211,275 - kontemporer, 18
- absolut, 81 dunia -, 69, 166, 220
-individual, 163 etika -, 183
- subyektif, 170 filsafat -, 80, 162, 218, 236,
- transendental, 55, 153, 186 242, 243, 244, 247, 250, 252,
Idris, Nabi, 159,209 268
Ikhwan al-Muslimun, 86 gerakan -, 25
Ikhwan al-Shafo, 160, 200, 204 kebangkitan -, 9
illuminisme, 156, 180, 193, 194, kebudayaan, 219
204,230,239,248,257,271, kesadaran -, 12, 63, 125
283 pemikiran -, 24-25, 143, 247
imperialisme, 31, 34, 38, 52, 64, 68, peradaban -, 10, 13, 28, 40,
106, 108, 137, 168, 171 49-50,58,60,64,73, 154,161,
- 'Barat, 163 221
- Eropa, 162 revolusi -, 18, 20
- kultural, 87 sejarah -, 41
India,30,40,45,50,60,62,68, 105, teologi -, 218, 228
154,157,163 tradisi -, 59, 81, 160, 191,223,

310
230,243,269,283 Kind!, al-, 95, 115, 220, 226, 244,
Israel, 98 255
Israel, Isaac, 220, 228, 238 komunisme, 68, 289
Italia, 62, 161, 166,221, 267,272 Konferensi Asia Afrika (KAA), 33
Italia, 62 Kongo, 166
Konstantin, Raja, 205,215,287
J Konstantinopel, 62, 158, 159
J aith, Hesham, 44-45 kosmogoni, 193
jalablyah, 17 Kristen, 12, 40, 60, 65, 99, 131, 132,
Jalinus, 228,285 145, 146, 147, 148, 149, 150,
Jamblicus, 180 152, 153, 157, 158, 160, 161,
James, William, 66 162, 168, 170, 177, 179, 180,
Jawz!yah, al-Qayyim al-, 191 184, 186, 192, 196, 197, 206,
Jabir!, al-, 124 211, 214, 215, 21~ 222, 224,
Jahilzyah, 21,25 233,235,236,239,266,274
Jepang, 39, 56, 106 - Barat, 154, 158, 203
Jerman, 127, 129, 134, 166, 170, - Katolik, 203, 203, 208, 291
173, 175, 193, 222, 223, 236, - Koptik, 203
268,272,275,278 - Latin, 204, 205, 206, 208,
Jespers, 90 209,210,211,215
Justin, 189, 190, 194 - Ortodoks, 203, 207
- Protestan, 159, 240, 279
K - Timur, 154, 158, 202, 204,
Kairo, 216 205,223,236,237
Kaligula, 156 filsafat -, 187, 189, 191, 193,
Kanada, 72 197, 199, 200, 202, 205, 211,
Kant, 41, 55, 66, 90, 108, 118, 126, 218,219,220,221,223,227,
127, 165, 182, 183, 218, 231, 229,230,238,249,254,268
251,255,270,292 kebudayaan -, 185
-ianisme, 213 kubisme, 19
kapitalisme, 17, 163, 165,279
- internasional, 75 L
kasb, teori, 231,255 1' Arien, Candide, 210
Katavigiot, Callistos 237 !'Egyptian, Macyre, 201
kedokteran 134, 178, 283 Lactance, 209
Kepler, 295 Laertius, Diogenes, 198
Khaldun, ibn, 15, 40, 63, 95, 167, Lanfran, 230
221 Lantenbach, Mangold, 229
Kierkegard, Soren, 66, 138 Latin, 12, 208, 275
Kikaumenos, 237 bahasa -, 79, 206, 217, 219,

3 11
245,278,283 156,161,243,256
kebudayaan -, 182, 220, 223 materialisme, 68,69, 140,141,159,
Lebanon, 17, 45, 166 218
Leibnitz, 165,205,257,288 - historis, 51
Lessing, 43, 193 Maur, Rabin, 223
Levy,Yahudha, 205 Mauritania, 17
liberalisme, 18, 46, 71-72, 85,208, Maximmilla, 207
290 Maymun, Musa ibn, 221,238,241,
Libya, 17, 166, 167 270,280
Lille, Alain de, 232, 235 Mazdaisme, 155
Lock, 66, 165, 229, 296 Mazmur, Kitab, 215
Lombard, Pierre, 234 Meksiko,49
Lulle, Raymond, 15, 257 Meliton, 206
Luther, Martin, 236,276,278,279, Memphis, 156
287 Mesir, 1, 18-20
Mesir, 40, 49,51-52,60,67,69-70,
M 105, 156, 159, 160, 166, 167,
Machiavelli, 289 187,195,203,204,280
Magnus, Albertus, 221, 252-253, - Kuno, 156, 209
256,288 -modern, 142
Mahmud, Zak!Najib, 70 Mesopotamia, 154, 156, 157
Malmeabury, Aldhelm de, 222 Meteline, Zacharic de, 204
Manesianisme, 212 Metra, agama, 155, 158, 159
Maqtul, Suhrawardi al-, 111 Mill,]. S., 6, 235,259,261
Marcion, 148, 193, 194 Mirandola, Giovani Pico de la, 271,
Marcus, Saint, 90, 195 283,286
Maroko, 17, 18-19,63, 166 Miskawayh, Ibn, 62, 183
Marwan, al-Qams ibn 228 mitologi, 137, 139
Marx, Karl, 118, 165 - Timur, 194
Marxisme, 11, 18, 46, 51, 66, 80, - Yunani, 156, 209
84,89,166 modernisasi, 20, 22
Maryam, Bunda, 216 Moine, Sophonias le, 267
Masato, Albertina, 272 Mongol, 25
Masih, al-, 94, 108 monisme, 205
Masih, al-, 40 monolitik, 36
Masih, al-, 40, 94, 108, 145-151, monoteisme, 192,202, 211,234,
155, 158, 177, 186-188, 201, 268
206, 208, 214, 216, 224, 238, -Islam, 156
274,277,279,280,284 Montaigne, 291
matematika, 1, 134, 140, 141, 153, Montanus, 195, 207

312
More, Thomas, 289
Mu'tazilah, 142, 162,218,225, 226, p
245,260,263,270 paganis, 132, 145, 170, 178,275
Mukamis, Daw-Ud ibn Marwan al-, -me, 170, 197-198, 209, 222
220,238 Pakudah, Bahya ibn J osephe ibn
Munzer, Thomas, 276,277-279 238
Musa, 196,198,201,209,215,281 Palestina, 17, 157, 187
MU.sa, Salamah, 70, 86 panteisme, 202, 225, 246, 294
Paracare, Martin, 219
N Paris, 72,249,256
Nakamura, 163 Paulus, 147, 166, 188,213
Napoleon, 72 Pelagius, 213
pendudukan -, 268 Perjamuan Kudus, 148, 279
nasionalisme, 18, 27, 173, 272 Perjanjian Baru, 95, 145148, 193,
Nazi, 163, 166 197
Naziance, Gregoire de, 199 PerjanjianLama, 94,145,157,193,
Nashir, 'Abd al-, 18 278
Negroisme, 33 Persatuan Penulis Asia Afrika, 33
nihilisme, 16, 68, 141 Persia, 40, 45, 49-50, 60, 62, 105,
Nitcshe, 113 154, 155, 156, 158, 159, 166,
Nobel, 37 265,269
noese, 141 bahasa -, 242
nominalisme, 139, 232, 266 Philipina, 166
normativisme, 165 Philon, 160, 179, 187, 19S, 196
Nysse, Gregoire de, 199,200 Philsophe, Jacques Ia, 267
Phitagoras, 139, 156-157, 184,209
0 neo-isme, 179, 180
Ockham, William, 221,258,261- Photius, 227
262 Plato, 115, 126, 137, 138, 139, 141,
Oksidentalisme, 16,26-27,29,32, 156, 158, 180, 190, 194, 196,
34,36-37 198, 200, 201, 209, 210, 224,
ontologi, 221,231,258,259,260 226, 227, 230, 231, 232, 233,
- formal, 140 237, 255, 259, 266, 269, 273,
Orientalisme, 13, 25, 27, 29, 47, 49, 281
56,62,66 -nis, 198,201,210, 284,285
Origene, 179, 195,198 -nisme, 179, 181, 190, 192,
Orphici, sekte, 156 198, 211, 217-218, 220, 236,
Ortega, 90, 118, 120 237, 240, 252, 265, 268, 275,
Orzmud, 158 280,284,290
Oxford, 251 neo-nisme, 159, 179-181,

313
184-185, 194-196, 198, 211, 182, 221, 238, 243, 248, 251,
217, 224, 228, 230, 237, 239- 271,286,291
241,251,256,264,283,284 - Eropa, 162
Pletheon, 268, 269 -Islam, 162, 229
Plotinus, 159, 160, 180, 198 - Yunani, 194
Plutarque, 184, 198 realisme, 84, 136, 165, 233, 260,
Poitiers, Pierre de, 248 261,266
Polandia, 130 reformasi agama, 40
Porphyre, 159, 180 reinkarnasi, 29
Portugal, 130 relativisme, 16, 138, 139, 140
positivisme, 12, 18, 27, 35, 66,89 renaissance, 40-41, 52
pragmatisme, 46, 66, 84, 165 Renan, 142
Prancis, 45, 63, 67, 70-71, 93, 100, revitalisasi, 29, 31, 40,76
127, 129, 136, 142, 161, 166, revolusi modern, 31-32
170, 175, 193, 223, 227, 272, Ridla, Rasy!d, 86
276 Roma, 160, 166,214,216
kolonialisme -, 19-20 Romania, 130
Revolusi -, 71-72 Romawi, 12, 40, 45, 59, 105, 108,
Prisca, 207 131, 132, 133, 134, 136, 142,
Proclus, 236 145, 155, 156, 157, 159, 160,
Psellos, 237 166, 168, 173, 177, 184, 185,
Ptolomaeus, 294 192, 193, 203, 205, 210, 219,
236,272,275
Q kebudayaan -, 181, 184, 185
qawmiyah,4 kesadaran ~, 156
qiyas syari, 91 peradaban -, 133
Quadratus, 188 Roscelin, 221,230,231
Qumran, sekte, 146, 158 Rouchelle, Jean de la, 250
Qur'an, 152, 203 Rusia, 39, 50, 129,204
Qunhub!, Ibn Shadiq al-, 238, 239 Russel, 66
Rusyd, Ibn, 47, 70, 90, 95, 99, 115,
R 142,244,249,252,255,258,
Racine,Jean, 136 260,261,263,269
rasialis, 27, 37, 59, 117, 128, 152
-me, 163, 169 s
-me biologis, 13 Sabelilus, 206
-me kultural, 13, 27 Saccas, 160
-me nasionalis, 13 salaf, 6, 25, 54, 62, 69,74
rasionalisme, 12, 46, 48, 74, 84, 88, gerakan -, 8, 54, 75, 85
136, 138-139, 142, 165, 174, -iyah, 22, 86

314
Salib, perang, 25, 62, 161,235,265 sosiologi, 27, 69, 138, 165
Salisbury,Jean, 235 - kebudayaan, 52
Salutati, Collucio, 272 Spangler, 113, 118, 120
Sartre,J. Paul, 96, 127,223 Spanyol, 130, 166,219,227,270,
sasanisme, 155 291
Schelling, 231 species, 140, 157,232,246
Scholarius, 268, 269 Spinoza, 43, 90, 96, 165, 172,218,
Schopenhauer, 288 229, 271, 276, 280, 281, 288,
Scot, Dens, 152, 153, 257-258, 260, 293,294
262,265,288 Stethatos, Nicetas, 237
Sebond, Raymond, 291 Stoicisme, 178, 182-184, 190, 192,
sektarianisme, 89 194, 196, 198, 206-207, 213,
sekularisme, 6, 54, 68, 86, 171,276, 218,224
287 Strauss, 278
Seneca, 219 strukturalisme, 11, 18, 43, 79-80,
sentrisme, 36, 45-47, 53, 78, 82, 84,89
120-121,127,165,172,176,203 Sudan, 18, 167
Serapis, agama, 156 surealisme, 18
Seville, .Isodore de, 219 Syam, 154, 167
Shalah, Ibn, 191,230 Syafi'i, al-, 15
Shabi'ah, agama 155 Syiria, 17
Shimel, Sibli, 22, 67-68, 70 Syl'ahlsma'iliyah, 257
Sicilia, 161 synchronic, 125, 126
silogisme, 140, 178 Syria, 155, 166
Simplicius, 181 syura, 142, 143
Sinicius, 201
Sisilia, 63 T
s1na, Ibn, 90, 95, 160, 236,241,244, Taite, 194
250,255,259,261 Taophelus, 191
-isme, 250, 256 taqltd, 21, 24,91-92, 102-103
skeptisisme, 16,208,274,283,291 Tartar, 25
skolastik, 12, 140, 152, 159, 179, tasawuf, 10, 156, 180, 184, 193-194,
195,197-198,218,221,231 207,233,238,243,248,251,
Socrates, 137, 141, 157, 186,259, 266-267,275,286
267,272 Tauler, Johannes, 221, 258,264,
Soloviev, 113 267
sophist, 140 Taurat, 147, 148, 157, 180, 196,
kaum -, 137, 139 209,215,239,240,241,252
Sophocle, 136 Tawhldi, Ab~ Hayym al-, 82
sosialisme, 18, 46, 68, 165,268,289 Taymiyah,Ibn, 6, 191,221,232,

315
233 Tournai, 248
Telesio, 293 Tours,Berangerde, 229,244
teokrasi, 215,234 Toynbee, 118, 120, 164
teologi, 180, 230, 234, 237, 248, tradisi lama, 6-10,31, 54, 76, 83-
253, 258, 259, 260, 262, 266, 85, 87-89, 93, 111, 114, 143,
280 186,222,224
- Pembebasan, 33 transendentalisme, 80
teosentris, 135,273 transferensi, 6, 104, 119
teosofi, 205 Trinitas, 150, 179, 198-199,202,
T ertulian, 207 203, 205, 209, 211, 224, 226,
Thahtawl, 45, 65,67-68,74 232,233,254,262,280
Thales, 40, 157 Tunisia, 18-19, 166, 167
the other, 5-6,8-9, 14-16, 19-20,22- Turgot, 118
23,25-26, 28-29, 31-32, 43-46, Turki, 242,267
48, so, 52,58-64,66,74-75,80, - Utsmani, 65
84, 87, 97, 102, 107-108, 110- Turtelian, 208
111,119-120,123-124,142,196
Themetius, 181 u
Theodoret, 199,201 Uday, Yahya ibn, 246
Theologien, Simeon, 236 Urdu, bahasa 242
Theophraste, 180
Timur, 12, 14-15, 25, 34, 38, 41, v
49, 52, SS-56, 65, 105-106, 128, Valentin, 193, 194
155, 157, 159, 161, 163, 166, Vatikan, 216
167,168 Verona, Hille de, 258,270
-Lama, 131, 154, 155, 163, Vico, Thomas de, 15, 90, 108, 118,
164, 182 156, 163
agama-, 156 Victorinus,Marius, 210
bangsa-, 55 Viking, 168
esoterik -, 160 Voltaire, 229
Gereja -, 227, 275
kebudayaan -, 193 w
kesadaran,- 52 Wagner, 168
peradaban -, 60, 132, 157 Weber, Max, 90, 279
spiritualisme -, 15 westernisasi, 7, 9, 16, 18-22, 44-
tasawuf-, 156, 179, 193 45,66,69,71,74,87
tradisi -, 15,42-43,45, 50, 57, Whitehead, 66
80, 100 Winfrid, 222
Timur T engah, 51 Wittgenstein, 66
Tolstoy, 183

316
y filsafat -, 58, 111, 115, 138-
Yahudi, 12, 40, 60, 99, 131, 132, 139, 141, 143, 156-157, 161,
144, 145, 146, 147, 148, 149, 177, 188-189, 193-195, 197-200,
150, 152, 157, 161, 162, 170, 202,210-211,227,243,252,280
179, 187, 188, 191, 193, 215, intelektual-, 185, 189,208
224,233,239,274 kebudayaan -, 21, 134, 136,
- Essenic, 145, 146 166, 178, 181, 182, 184, 185,
kebudayaan -, 147 189,190,191,195,229
filsafat -, 196, 220-221, 228, pem.ikiran-, 135,143
238,241-242,270-271,280 peradaban -, 47, 50, 60, 94,
Y aman, 18, 166 114,133,134,137,140,141
Yunani, 8, 12, 40, 45, 59-60, 72,
83,97,105,111,115,131-134, z
136, 139, 142, 144-145, 153- Zarathustra, 156, 158, 268
157, 159, 161-164, 177, 181, Zeus, 287
185, 191-195, 205, 219, 224, Zionisme, 21, 59, 63, 163, 171,239
265,267,272 Zwingli, 279

317

Anda mungkin juga menyukai